ASPIRASI PEREMPUAN BEKERJA:
Transcript of ASPIRASI PEREMPUAN BEKERJA:
1
2
3
4
ASPIRASI PEREMPUAN BEKERJA
DALAM SEKTOR INFORMAL
(Studi pada pedagang sayur di Pasar Pinasungkulan Karombasan)
Grace Jenny Soputan
ABSTRACT
The aim of this Research was to find the woman problems which possible effect
to woman aspiration and also the relation! of men and woman at informal sector.
In this research was used by an approach qualitative, technique of data
collecting through observation and interview. The Data obtained to be analyst by using
interpretation.
The resulted of this research was the theme about: work differentiated from
career, independence, friendship with the couple, balance live as the common
aspiration, and domicile the good men and women in family and also in society.
Key words: the Aspiration of Worker Women, the Relation of women and men at
informal sector, Gender mainstreaming.
Perempuan sebagai individu mempunyai harapan-harapan, kebutuhan-kebutuhan,
minat-minat dan potensinya sendiri. Perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang
seoptimal mungkin untuk pengembangan dirinya yang akan berdampak positif bagi
pengembangan sumber daya manusia secara umum. Aktualisasi perempuan sebagai
sumber daya dalam masyarakat, dan pengembangan diri perempuan ini hanya dapat
terjadi dalam situasi kondisi lingkungan masyarakat yang kondusif, yang memungkinkan
hal tersebut dapat terjadi.
Dalam kenyataannya meskipun iklim yang berkembang mulai memberikpeluang
banyak aspek yang berkaitan dengan faktor-faktor kultural dan sosial yang masih
menghambat pengembangan perempuan. Peran domestik yang terlanjur diberikan pada
perempuan membuat perempuan terkungkung dengan kesibukan di sekitar rumah
____________________________________________________________________
Grace Jenny Soputan adalah dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Manado
5
tangganya yang tidak mempunyai nilai uang.
Aspirasi dalam hal ini tidak terlepas dari dua hal, yaitu suatu dorongan yang
berasal dari dalam diri, dan atau keinginan untuk memenuhi tanggung jawab dengan apa
yang diharapkan individu dari suatu lingkungan sosial. Masalah aspirasi menjadi sangat
relevan dibicarakan dalam kaitan dengan perempuan, khususnya perempuan muda.
Adanya perubahan dalam masyarakat yang diakibatkan oleh perubahan kehidupan sosial
perempuan yang memiliki sekaligus peluang untuk mengembangkan dirinya.
Peran perempuan dan laki-laki di sektor informal dalam kajian ini difokuskan
pada hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan pedagang sayur yang terdapat di
pasar Pinasungkulan Karombasan Manado Provinsi Sulawesi Utara. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan, bahwa besarnya peranan perempuan dalam pekerjaan dan
pendapatan di sektor informal, tidak selalu dibarengi dengan meningkatnya kedudukan,
otonomi, maupun kekuasaan mereka dalam rumah tangga dan di masyarakat Persyaratan
ini berlaku bagi perempuan dan laki-laki, namun dalam hal ini perempuan menghadapi
kendala yang jauh lebih berat karena perempuan masih serba ketinggalan dalam berbagai
bidang, di bidang pendidikan pada umumnya, sains dan teknologi pada khususnya.
Keadaan ini akan sangat merugikan perempuan dalam memanfaatkan peluang kerja yang
tersedia, termasuk dalam melaksanakan perannya sebagai ibu dan pendidik anak-
anaknya. Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup, sulit
diharapkan perempuan akan dapat memahami kebutuhan dan permasalahan yang
dihadapinya, keluarganya, dan anak-anaknya, serta memberikan bimbingan yang
diharapkan. Jadi peningkatan kualitas manusia yang ditekankan mencakup penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tantangan kemajuan dan globalisasi tersebut mengharuskan kita melihat peranan
perempuan dan laki-laki dalam satu tatanan kemitrasejajaran yang saling mengisi.
Meskipun antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan secara biologis, namun
perlu pengkajian kembali perbedaan gender yang stereotipe yang tidak sesuai lagi dengan
tuntutan perkembangan masyarakat sekarang ini yang harus diubah.
Dalam menghadapi masa depan, potensi sumber daya pembangunan khususnya
perempuan di Provinsi Sulawesi Utara, harus didayagunakan secara maksimal. Upaya ini
6
memang tidak sederhana, karena aneka ragam latar belakang adat-istiadat, budaya,
agama, pendidikan, dan dengan kepentingan, aspirasi dan tingkat perkembangan yang
berbeda-beda, serta harapan dan tuntutan baru makin berkembang sesuai dengan
kemajuan yang dicapai pembangunan yang makin meningkat dan penuh dinamika,
Perempuan sebagai individu mempunyai harapan-harapan, kebutuhan kebutuhan,
minat dan potensinya sendiri.Perempuan juga memerlukan aktualisasi diri yang seoptimal
mungkin untuk pengembangan drinya yang akan berdampak positif bagi pengembangan
sumberdaya pembangunan secara umum. Aktualisasi diri perempuan ini hanya dapat
terjadi dalam situasi kondisi lingkungan masyarakat yang kondusif, yang memungkinkan
hal tersebut dapat terjadi.
Dalam kenyataannya meskipun iklim yang berkembang mulai memberikan
peluang, namun banyak aspek yang berkaitan dengan faktor-faktor kultural dan sosial
yang masih menghambat pengembangan keberdayaan perempuan. Peran domestik yang
terlanjur diberikan kepada perempuan membuat perempuan terkungkung dengan
kesibukan di sekitar rumah tangganya yang tidak mempunya nilai uang.
Dilandasi dengan uraian di atas, maka akan bermanfaat apabila kondisi dan
permasalahan perempuan-perempuan di Sulawesi Utara ditelusuri, untuk menemukan
gambaran permasalahan dan kondisi yang ada dalam masyarakat, khususnya perempuan
muda yang masih memiliki peluang besar untuk mengembangkan diri mengenai aspirasi,
keberdayaan dan peranannya dalam berbagai aspek khidupannya, serta bagaimana
perempuan menampilkan diri.
Pembagian kerja secara seksual atau secara jenis kelamin menurut Budiman Arief
(1981), perempuan berada dalam sektor domestik atau di sekitar rumah tangga, dengan
tugas utama melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, melayani suami dan anak-anak
supaya rumah tangganya tenteram. Sedangkan laki-laki berada dalam sektor publik atau
di luar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Pembagian kerja ini sudah
berlangsung ribuan tahun lamanya, yaitu semenjak adanya manusia dan berlangsung
sampai hari ini.Namun sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, maka terjadi
pula pergeseran peran pada laki-laki dan perempuan dalam melakukan kegiatan
kehidupannya.
7
Perdebatan tentang perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan pada
dasarnya berputar di sekitar dua teori, yaitu nature dan nurture. Pengikut teori nature
beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan disebabkan
oleh faktor-faktor biologis kedua insan tersebut. Perbedaan tersebut menyebabkan laki-
laki lebih rasional, lebih agresif, dan lebih aktif; sedangkan perempuan lebih emosional,
lebih submisif, dan lebih pasif.
Adapun teori nurture berpendapat bahwa perbedaan tersebut tercipta melalui
proses belajar dari lingkungan (Budiman, 1981). Teori ini menjelaskan bahwa apa yang
terjadi selama ini terhadap perempuan adalah hasil konstruksi masyarakat melalui sistem
institusi, baik melalui keluarga atau rumah tangga, sekolah atau lembaga pendidikan.
Psikologi humanistik melihat manusia sebagai memiliki potensi-potensi yang baik
atau sedikitnya netral, dan berkembang menuju realisasi potensi tersebut bila kondisi
lingkungan di sekitarnya memungkinkan. Perilaku negatif merupakan reaksi terhadap
kondisi-kondisi yang menghalangi, menghambat, atau merampas kebutuhan dasar
individu. Bila individu mampu mengatasi kondisi sosial yang menghalanginya serta dapat
terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia akan menampilkan tidak saja reaksi terhadap
masa kini, tetapi juga cita--cita, harapan, rencana, dan tujuan masa depannya
.Poerwandari E.K, 1995). Selanjutnya dikatakan bahwa kemungkinan tingkah laku yang
ditampilkan manusia dipengaruhi oleh orang.orang yang menjalin kontak dengan
individu-individu tersebut oleh gen sosialisasi. Salah satu aspek penting dalam sosialisasi
adalah penerimaan dan pembentukan nilai, peran, posisi, dan preferensi jenis kelamin
yang sesuai.
Pandangan Allport seperti dikutip Poerwandari (1995) yang mendasari gambaran
umum peneliti tentang manusia yakni bahwa manusia bersifat dinamis, selalu
berkembang "menjadi". Namun individu manusia tidak lepas berdiri sendiri, melainkan
hidup dalam konteks lingkungan sosial budayanya.
Sikap dan karakteristik pribadi, bila dikaji tidak dapat dilepaskan dari situasi
kondisi yang dihadapinya. Maslow berasumsi bahwa manusia memiliki kebutuhan-
kebutuhan dasar dan kebutuhan akan pertumbuhan, yang semuanya intrinsik pada
manusia, sehingga karenanya harus dapat direalisasikan. Di lain pihak, dikatakan bahwa
8
kebutuhan tersebut dapat tidak terealisasi karena manusia mudah dikuasai atau diarahkan
oleh proses belajar, oleh kebiasaan, dan tradisi yang keliru. Di lain pihak individu yang
tidak mengalami hambatan berarti dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya
akan lebih mudah menemukan dirinya dan tidak saja bersifat reaktif terhadap kondisi
yang dihadapi. Dengan demikian individu memiliki gambaran lebih jelas dan mampu
mengungkapkan cita-cita, harapan, rencana, dan tujuan untuk masa depannya
(Poerwandari, 1995)
Dalam lapangan pekerjaan, hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan tidak
diikat oleh hubungan keluarga tetapi oleh kepentingan ekonomi dari masing-masing
pekerja. Tetapi pola kerja di rumah seperti sudah dikemukakan dalam pembagian kerja
secara seksual atau jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, dalam rumah tangga
terdapat perbedaan antara tugas domestik untuk perempuan dan publik untuk laki-laki
Demikian pula ada pembedaan upah buruh pada laki-laki dan perempuan, karena
perempuan dianggap lebih lemah dan hanya mengerjakan pekerjaan yang lebih ringan
dibandingkan laki-laki di sektor informal.
Sektor informal ditandai oleh kegiatan dengan ciri-ciri, antara lain:
1. Pola kegiatan tidak teratur baik, dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaannya.
2. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah.
3. Modal, peralatan, perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas
dasar perhitungan harian.
4. Tidak berlangsung di tempat yang tetap dan terikat dengan usaha lain.
5. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
6. Tidak membutuhkan ketrampilan atau keahlian khusus, sehingga secara luas dapat
menyerap bermacam-macam tingkat tenaga kerja.
7. Tidak menerapkan sistem pembukuan dan tidak menaruh akses pada sistem
perkreditan.
8. Kecenderungan mobilitas kerja dan tempat tinggal cukup tinggi (Sihite Romany,
1995).
9
Temuan Ann Stoler (Sihite Ramany, 1995) menunjukkan bahwa perempuan di
daerah pedesaan mencari nafkah di luar rumah, antara lain dengan berdagang kecil-
kecilan, memberi pelayanan kebutuhan lokal. Pendapatan perempuan telah menempatkan
perempuan pada posisi sentral dalam ekonomi rumah tangga.
Hal-hal yang dianggap penting secara sosial maupun budaya , misalnya konsep
budaya tentang fungsi laki-laki dan perempuan dalam rumah tangganya mempengaruhi
peran normatif gender, sehingga perempuan dilarang bekerja sekali atau memasuki
pekerjaan yang berkaitan dengan tugas domestik.
Menurut Keppi Sukaesih (1995) dalam hubungan sosial laki-laki dan perempuan
ditinjau dari hubungan kekuasaan, dapat dilihat pada siapa yang melakukan pekerjaan
tertentu atau kegiatan tertentu, siapa menguasai pekerjaan, dan siapa menentukan untuk
melakukan pekerjaan. Hubungan antara gender dan kekuasaan, diidentifikasi dengan
siapa memiliki, siapa memutuskan, dan siapa mendominasi di antara kedua kategori
identitas gender tersebut.
Peningkatan peranan perempuan dalam mewujudkan manusia seutuhnya dalam
pembangunan adalah pemberian kemampuan dan memperbesar kemauan serta penambah
fasilitas dan kemudahan kepada perempuan untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya dalam mengasuh, membina, mendidik, dan membesarkan anak,
sehingga berwatak, berkepribadian dan berkelakuan serta bertindak sebagai manusia
seutuhnya (Maftuchah Yusuf:2000). Menurut Maftuchah Yusuf, perlu diadakan kategori-
kategori kelompok perempuan sebagai berikut:
(1) Kelompok perempuan yang sudah memiliki kemampuan dan kemauan serta fasilitas,
kesempatan dan saran yang cukup bagi perannya, jumlah kelompok ini sangat kecil,
(2) Kelompok perempuan yang sudah memiliki kemampuan terbatas, karena hasil
pendidikan atau kedudukannya, namun masih memerlukan motivasi untuk mempertinggi
kemauan kerjanya. Kemungkinan besar masih memerlukan tambahan fasilitas,
kesempatan dan sarana, jumlah kelompok ini cukup besar,
(3) Kelompok perempuan yang tidak atau kurang memiliki kemampuan serta tasilitas,
kesempatan, dan sarana untuk melaksanakan tugasnya, sebagian besar dari mereka semi
buta huruf atau buta huruf, dan mereka menderita karena kekurangan, kemiskinan,
10
keterbelakangan dan ketidaktahuan dalam hidupnya, jumlah kelompok ini lebih dari 50%
dari jumlah perempuan di Indonesia.
Hubungan gender dan kekuasaan diidentifikasi dengan siapa memiliki siapa dan
siapa memutuskan dan siapa mendominasi di antara kedua kategori identitas gender
tersebut. Teori kekuasaan pada awalnya berkembang pada hubungan antara kelas pekerja
dan majikan, antara elit dan rakyat jelata, antara yang mendominasi dan subordinatnya.
Davis dan Oldersma (Keppi Sukaesih:1995) mengemukakan adanya dua. respons yang
membuktikan adanya pihak yang dikuasai dan menguasai. Dalam hubungan sosial laki-
laki dan perempuan hubungan kekuasaan dapat dilihat pada siapa melakukan pekerjaan
atau kegiatan tertentu, siapa menguasai hasil pekerjaan, dan siapa menentukan untuk
melakukan pekerjaan. Jadi dalam konteks kekuasaan siapa mendominasi keputusan
dalam rumah tangga, dan siapa yang mendominasi dalam lapangan pekerjaan/memilih
pekerjaan.
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan permasalahan perempuan
yang mungkin berpengaruh terhadap aspirasi perempuan, serta hubungan dan peranan
antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang dan sektor kerja baik dalam
keluarga maupun di masyarakat. Secara khusus dalam kajian ini ingin mengetahui
hubungan dan peranan antara karakteristik laki-laki dan perempuan untuk
mengaktualisasikan diri dalam bidang pekerjaannya, terutama pada sektor informal.
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan
permasalahan perempuan yang bekerja di sektor informal sebagai pedagang sayur di
pasar tradisional. Pendekatan kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya
deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, rekaman dan lain
sebagainya.
Lokasi, Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini di Pasar Pinasungkulan Manado Provinsi Sulawesi Utara.
Subjek Penelitian adalah Pedagang Sayur khususnya perempuan, sebanyak 15 orang,
rentang usia berkisar 37 tahun dan 64 tahun, agama responden bervariasi, yaitu Kristen
11
Protestan, Katolik, dan Islam. Pendidikan juga bervariasi yaitu SD, SMP dan SMA dan
ada juga tidak tamat SD. Status mereka ada yang janda dan ada juga yang bersuami.
Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data digunakan teknik pengumpulan data melalui observasi
dan wawancara kepada pedagang sayur perempuan yang berjumlah 15 orang.. Penelitian
demikian secara sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang
sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul dan ditemukan.
Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik interpretasi dan deskripsi,
melalui cara wawancara.
Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Untuk memperoleh data, digunakan teknik pengumpulan data melalui observasi
dan wawancara. Penelitian demikian sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada
dalam keadaan sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan.
Faktanya, kondisi sosial seringkali kompleks, bervariasi dan tidak statis kondisinya.
Dengan dasar pemikiran demikian, penelitian kualitatif dilakukan dan diupayakan
untuk dapat mengenali kenyataan yang kompleks itu. Penelitian kualitatif memberi
penekanan pada dinamika dan proses, selain itu lebih memfokuskan pada variasi
pengalaman dari individu-individu atau kelompok yang berbeda. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan interpretasi dan deskripsi.
Dalam wawancara dibuatkan pedoman sebagai berikut:
1. Aspirasi Perempuan
1.1. Fakta dan harapan perempuan atas pembagian kerja di dalam rumah tangga
domestik dan publik)
1.2. Fakta dan harapan perempuan atas pembagian kerja di lingkungan kerabat suami atau
kerabat isteri
1.3. Masalah dan tantangan responden yang ditemui dalam kegiatan berdagang
1.4. Fakta dan harapan perempuan atas kegiatan berdagang di lingkungan tempat tinggal.
1.5. Keinginan responden untuk tetap bekerja menurut kelompok umur sampai umur
12
berapa tetap bekerja.
1.6. Jenis pekerjaan yang sebenamya diinginkan.
1.7. Alasan responden untuk berdagang
1.8. Aspirasi dan keterkaitannya dengan latar belakang keluarga (sosial budaya dan
sosial-ekonomi).
1.9. Keterlibatan responden dalam kegiatan berorganisasi di lingkungan masyarakat
sekitarnya.
1.10. Harapan responden dan pemerintah atau pihak lain untuk kelangsungan bahkan
meningkatkan usaha berdagang.
2.. Hubungan laki-laki dan perempuan
2.1.Hubungan suami istri dalam pengambilan keputusan responden berdagang, keputusan
sendiri atau permintaan suami
2.2. Perlakuan suami terhadap isteri dan sebaliknya dalam kegiatan di sekitar rumah
tangga.
2.3. Hubungan kerja laki-Iaki dan perempuan sebagai sesama pedagang kecil di sektor
informal.
2.4. Pola hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan di tempat kerja.
2.5. Nilai gender (kesetaraan dan keadilan gender) dalam hubungan kekuasaan laki-laki
dan perempuan di dalam rumah tangga. Nilai gender (kesetaraan dan keadilan
gender) dalam hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan di luar rumah tangga.
HASIL
Aspirasi Perempuan Bekerja
Mengacu pada jawaban-jawaban yang diberikan responden, tampaknya aspirasi
dapat diartikan sebagal konsep infegrasi yang mencakup segala bentuk keinginan, ambisi,
harapan, cita-cita, dorongan untuk mendekati atau menjauhi, baik yang realistis maupun
yang tidak realistis, disadari secara jelas maupun samar-samar, kongkret maupun abstrak,
sederhana maupun sangat kompleks, yang dipikirkan untuk kehidupan jangka pendek,
maupun jangka panjang seorang individu.
Sesuai dengan pandangan bahwa aspirasi dibentuk oleh dua hal, yaitu keinginan
untuk mengembangkan diri dan keinginan untuk memenuhi tanggung jawab sesuai
13
dengan apa yang diharapkan lingkungan sosialnya, jawaban responden memang
menampilkan ciri demikian. Responden memberikan jawaban yang sangat bervariasi,
mulai dari aspirasi yang tampaknya merupakan dorongan pribadi, tetapi lebih banyak lagi
merupakan aspirasi yang didasari pula oleh keinginan untuk memenuhi tanggung jawab
sesuai dengan apa yang diharapkan lingkungan sosialnya.
Fakta tentang pembagian kerja, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, kedua-duanya dapat bekerja sesuai dengan keinginan masing-masing. Namun
dalam pembagian kerja di dalam rumah, perempuan lebih banyak harus melakukan tugas-
tugasnya yang berkaitan dengan peran domestik, yaitu memasak, mencuci,
membersihkan rumah dan halaman, mengurus keperluan anak-anak bahkan ada yang
masih merawat orangtua kandung dan mertua. Para perempuan tersebut mengharapkan
agar laki-laki lebih berempati pada beban pekerjaan yang dipikul perempuan dalam
rumahtangganya, yaitu membantu perempuan mengurus rumah dan anak-anak.
Di lingkungan tempat tinggal setiap pedagang perempuan, mereka merasa bebas
berdagang dan berharap masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka dapat lebih
memaklumi dan menghargai aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pedagang sayuran.
Rata-rata responden terlibat dalam kegiatan organisasi keagamaan, gereja dan mesjid, dan
ada juga yang ikut dalam kegiatan PKK di tempat tinggalnya.
Tujuan mereka berdagang sayuran tersebut menurut responden untuk membantu
ekonomi rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk menyekolahkan
anaknya. Ada beberapa di antara responden rumahnya di desa/kampungnya, sehingga
mereka tinggal di pasar sebagai pedagang sayuran dan seminggu sekali (Sabtu) pulang ke
rumahya. Rata-rata responden berharap mereka tetap dapat bekerja sampai tua, bahkan
ada yang bercita-cita. memuka kios sembako. Mereka tetap mau bekerja supaya ada
penghasilan sendiri, bebas menentukan/mengambil keputusan untuk belanja.
Responden berharap mendapatkan bantuan modal usaha tanpa bunga atau bunga
kecil, karena selama ini mereka mendapatkan modal usaha dengan pola sebagai berikut:
1. Modal Rp. 500.000,- setor 48 hari xRp. 12.500,
2. Modal Rp. 500.000,- setor 40 hari x Rp. 15.000,
14
3. Modal Rp. 500.000,- setor 30 han x Rp. 20.000,
Masalah-masalah yang dihadapi pedagang sayur di pasar Karombasan Manado
dapat dikategorikan sebagai benkut:
1. Masalah yang berkaitan dengan kegiatan non-ekonomi, seperti beban kerja fisik,
yang teramat berat menurut mereka pada saat tertentu, pada saat haid, tubuh terasa
lemah; kecapaian bolak-balik di tempat jualan yang di pinggir jalan, karena, diusir
sementara jualan. Beban psikis, yang mereka temui adalah: sering digoda oleh
laki-laki yang usil di tempat kerja atau berdagang; sering dimarahi suami jika
salah dalam pengaturan keuangan (modal dagang); ada juga yang sinis dan
berkata "mau cari uang model bagaimana lagi, atau so ngana tu suka mo polo
dunia"; status sosial pedagang sayuran dianggap lebih rendah dan perempuan
yang bekerja sebagai pegawai.
2. Masalah yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, seperti modal untuk berdagang
atau keuangan. Mereka biasanya tidak memiliki simpanan atau cadangan uang,
sehingga kadang-kadang terikat utang atau pinjaman dengan bunga yang cukup
tinggi. Kadang-kadang pula rugi berdaganglberjualan karena sayuran'tidak laku
atau sayuran sudah mulai membusuk sehingga tidak diminati oleh pelanggan.
Karena itu bila sewaktu-waktu membutuhkan modal tambahan, atau menderita
kerugian, tak ada cadangan dana yang tersedia.
Biaya hidup sehari-hari kebanyakan terserap pada kebutuhan pangan, biaya
sekolah anak-anak; biaya jajananak-anak, bahkan biaya kontrak rumah. Kesukaran-
kesukaran yang mereka hadapi dari segi keuangan mengisyaratkan bahwa bantuan modal
untuk golongan pedagang kecil seperti ini mutlak perlu.
Pedagang sayur perempuan yang berperan ganda, yaitu sebagai penunjang
ekonomi keluarga dan sebagai ibu rumah tangga, tetap dapat membagi waktu antara tugas
di luar rumah dan tugas di dalam rumah. Dalam penelitian ini juga mencoba
mengidentifikasikan sejauh mana responden tetap terlibat dalam mengelola pekerjaan
reproduktifnya. Persoalan perempuan bekerja menjadi mencuat di permukaan, karena
mereka tidak bisa menjamin keseimbangan antara peranan domestik dengan publik.
Karena menjalankan usaha berarti menunda banyak tugas dalam rumah.
15
Hubungan laki-laki dan Perempuan Bekerja
Berkaitan dengan hubungan kekuasaan laki-Iaki dan perempuan, kekuasaan
dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar
bertindak sesuai dengan yang dikehendaki. Banyak di antara responden mempunyai
beban tanggungan yang cukup berat, karena umumnya dari keluarga tidak mampu, selain
harus menanggung anak-anak mereka, ada juga yang harus menanggung orang tua,
mertua, bahkan adik, kakak, dan saudara lainnya. Pedagang sayur yang berjualan di pasar
tersebut, pada umumnya pendidikannya rendah, menyebabkan mereka tidak punya
pilihan dalam bekerja. Peluang bekerja yang mudah bagi mereka adalah di sektor
informal, dan mereka memutuskan untuk bekerja selain karena bekerja merupakan hak
setiap orang, juga karena kesulitan ekonomi atau harus membantu keluarga.
Hubungan suami isteri dalam pengambilan keputusan berdagang, atas persetujuan
suami dan kadang kala suami memberikan saran tentang jenis sayuran yang akan dijual
oleh isterinya. Sedangkan yang berstatus janda lebih bebas untuk menentukan jenis
sayuran apa yang akan dijual di pasar.
Dalam kesehariannya para isteri tetap menjalankan fungsinya sebagai isteri dan
ibu dalam rumah tangga, sehingga peran mereka sebenarnya adalah berperan ganda,
sebagai ibu dan pekerja di sektor informal. Dari sebagian responden pekerjaan rumah
tangga dibantu oleh suami dan anak-anaknya, namun ada juga suami yang tidak mau
membantu isterinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Keadaan mereka lebih parah, mana kala mereka mengalami sakit, karena tidak
ada jaminan kesehatan, uang untuk berobat ke dokter juga terbatas, sehingga mereka
mencari obat alternatif atau beli obat di warung yang ada di pasar tempat mereka
berjualan sayur.
PEMBAHASAN
Dari penelitian ini nampak, bahwa sebagian besar responden memilih
mengkombinasikan pekerjaan di rumah dan dan tetap bekerja mencari nafkah bagi
keluarganya. Kegiatan yang dilakukan di luar rumah berhubungan dengan kegiatan
sosial, yaitu mengikuti kegiatan keagamaan, arisan masih didominasi oleh perempuan.
16
Namun dalam hal memilih kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, dalam menentukan
membeli barang, atau dalam mengijinkan anak melakukan kegiatan di luar rumah, masih
tergantung pada laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Jadi perempuan masih banyak
juga yang belum dapat menentukan pilihan dan masih tergantung pada suami, meskipun
untuk menentukan bekerja atau tidak dalam menambah nafkah keluarga adalah
merupakan keputusan perempuan itu sendiri.
Dikaitkan dengan nilai kesetaraan gender dalam rumah tangga, sebagian besar
responden menyatakan dalam hubungan kekuasaan atau mengambil keputusan laki-laki
dan perempuan mempunyai hak yang sama atau dibicarakan bersama. Sebagian kecil saja
dari responden menyatakan bahwa laki-laki yang memegang kendali dalam rumah
tangga, dan isteri sebagai perempuan ikut saja apa yang sudah diputuskan oleh suami atau
laki-aki dalam rumah tangganya. Masih kuatnya nilai-nilai yang mengatur hubungan
social antara laki-laki dan perempuan yang merupakan sumber pembagian kekuasaan
yang tidak setara pada berbagai kegiatan mereka.
Peran serta perempuan dalam kegiatan reproduksi di sektor informal ini terdorong
oleh maksud untuk menambah penghasilan keluarga. Perempuan yang bekerja di sektor
informal ini punya tanggung jawab yang besar karena masih memikirkan kelangsungan
hidup dari rumah tangganya, dan juga memikirkan kelangsungan pendidikan dari anak-
anak mereka. Kemandirian dan kemampuan untuk tidak bergantung, bila dikembangkan
akan lebih lanjut memudahkan pencapaian iklim kesetaraan dan keadilan laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat. Terungkap pula adanya kekerasan dalam rumah tangga
terhadap isteri yang dilakukan oleh suaminya ada yang berupa sindiran atau kata-kata
tajam, bahkan ada pula yang melakukan pemukulan terhadap isterinya.
KESIMPULAN
Dari uraian berdasarkan wawancara dan observasi yang sudah dilakukan di lapangan,
maka dapat dimunculkan tema-tema yang berkaitan dengan aspirasi perempuan dan
hubungan laki-laki dan perempuan bekerja di sektor informal sebagai berikut:
1. Pekerjaan yang dibedakan dari karir. Aspirasi bukan merupakan konsep yang
berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan faktor sosial, karena selain dibentuk
17
oleh keinginan untuk mengembangkan diri, aspirasi juga banyak dipengaruhi
keinginan memenuhi tanggung jawab sesuai yang diharapkan lingkungan sosial.
2. Kemandirian. Nilai yang mengatur hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan seperti yang terdapat di Jawa maupun di daerah lain di Indonesia,
tidak berpengaruh banyak terhadap sikap dan perilaku perempuan sehari-hari.
Peran serta perempuan dalam kegiatan produksi di sektor informal ini terdorong
oleh maksud untuk menambah penghasilan rumah tangga. Perempuan juga bisa
mencari nafkah dan berperan sebagai ibu keluarga (orang tua tunggal atau single
parent) bagi keluarganya, termasuk mengatur dan memutuskan kegiatan penting
dalam keluarga, meskipun kebanyakan mereka berasal dari kelompok sosial-
ekonomi menengah ke bawah. Hanya sosok mandiri yang tetap bertahan dalam
kegiatan mencari nafkah untuk menambah/mencari penghasilan bagi keluarganya.
3. Persahabatan dengan pasangan. Keinginan kuat akan adanya persahabatan dan
hubungan akrab dengan suami, menunjukkan semakin mengarahnya perempuan
pada konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri, bahkan
hubungan manusia dengan manusia lain yang terlibat dalam pergaulan sosial
maupun di tempat kerja yang didasari kesetaraan dan kerjasama. Walaupun
kegiatan di pasar ada kalanya bukan pilihan mereka, tetapi pembagian kerja
menurut jenis kelamin dengan pasangan masih ketat utamanya tugas sosialisasi
anak, sehingga pilihan ini dianggap menguntungkan karena kerja produktif
semacam ini bisa sewaktu-waktu dapat dihentikan.
4. Keseimbangan hidup sebagai aspirasi umum; perempuan yang menjadi responden
atau subyek penelitian dengan adpirasi yang diungkapkan, secara umum
menyadari apa yang dibutuhkan dan diinginkan bagi dirinya sendiri. Sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing perempuan mengambil keputusan yang
dianggapnya terbaik bagi dirinya sendiri, khususnya berkaitan dengan keinginan
untuk dapat menyeimbangkan aspek kehidupan dan aspek pekerjaan. Bantuan
modal lebih banyak diperoleh atas hubungan yang bersifat informal, seperti
melalui jalur keluarga, teman dan kerabat daripada bantuan melalui jaringan yang
bersifat formal, seperti melalui bank, koperasi, dan sebagainya. Modal mereka
18
yang rata-rata berskala kecil ini, merupakan bukti bahwa mereka ada pada strata
rendah dari hierarki perdagangan.
5. Namun meskipun aspirasi yang tinggi akan kemandirian tampaknya berkaitan
dengan kesadaran subyek penelitian, bahwa kedudukan perempuan baik dalam
keluarga maupun masyarakat sampai saat ini memang lebih rentan dibandingkan
kedudukan laki-laki, sehingga secara khusus kaum perempuan perlu menguatkan,
memampukan, dan memberdayakan dirinya sendiri.
SARAN
Berdasarkan uraian dan kesimpulan yang sudah dikemukakan di atas, maka dikemukakan
rekomendasi sebagai berikut:
1. Bagi lembaga atau instansi terkait yang peduli akan perempuan, supaya dilakukan
strategi pengembangan usaha dengan tambahan keterampilan khusus melalui
penyuluhan dan pembinaan dari berbagai pihak, termasuk Perguruan Tinggi,
sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri perempuan dalam masyarakat yang
masih didominasi oleh kaum laki-laki.
2. Bagi pihak lembaga swasta dan pemerintah, supaya memberikan bantuan modal
dengan cara mencicil tanpa bunga atau diberikan secara cuma-cuma (hibah),
sebagai bantuan, atau pinjaman modal disalurkan lewat koperasi.
3. Bagi petugas medis di Puskesmas atau Posyandu, supaya meningkatkan kesehatan
mereka dengan memberikan jam layanan ekstra, karena jam layanan kesehatan
bersamaan dengan jam-jam mereka berdagang dipasar.
4. Bagi keluarga, supaya memantapkan nilai kesetaraan dan keadilan gender antara
laki-laki dan perempuan dalam aspek kehidupan.
KEPUSTAKAAN
19
Budiman, Arief. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual. PT Gramedia, Jakarta.
Darwin, Muhadjir M.2005. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan
Publik. Media Wacana. Yogyakarta.
Djarkasi, Agnes S. 2000. Peranan Wanita dalam Kependudukan: Dilema Wanita
Karir, dalam Mencipta Generasi Membangun Bangsa. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
-------, 2006. Aspirasi Perempuan bekerja: Hubungan Kekuasaan Perempuan dan Laki-
laki dalam Sektor Informal (Penelitian). Lemlit. UNIMA
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2001.
Kesetaraan dan Gender. Jakarta
Poerwandari, Kristi. 1995. Aspirasi Perempuan Bekerja dan Aktualisasinya dalam
Kajian Wanita dalam Pembangunan. Penyunting Ihromi O. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Sihite, RR. 1995. Pola Kegiatan Wanita di Sektor Informal dalam Kajian
Wanita dalam Pembangunan. Penyunting Ihromi O.Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Sukesi, Keppi. 1995. Wanita da/am Perkebunan Rakyat: Hubungan kekuasaan Pria-
Wanita dalam Perkebunan Tebu dalam Kajian Wanita dalam Pembangunan.
Penyunting Ihromi O. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Yusuf, Maftuchah. 2000. Perempuan, Agama dan Pembangunan. Lembaga Studi dan
Inovasi Pendidikan. Yogyakarta.
Wiludjeng Henny, Attashendartini Habsjah, Dhevy Setya Wibawa. 2005. Dampak
Pembakuan Peran Gender terhadap Perempuan Kelas Bawah di Jakarta.
Pengantar Ari Sunarijati. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat UNIKA
Atmajaya bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan
Indonesia untuk Keadilan, LBH-APIK. Jakarta