Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Indonesia
Askep Penyakit Jantung Rematik
-
Upload
arwinda-swastiti -
Category
Documents
-
view
101 -
download
4
description
Transcript of Askep Penyakit Jantung Rematik
tewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain sebagai berikut :
Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan
betapa nyaman hal tersebut Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan - lahan, pada
saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
ASKEP PENYAKIT JANTUNG REMATIK
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
I. DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit
peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi
autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala
mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul
subkutan dan Eritema marginatum.
II. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini
berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang
berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran
nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi
streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri
serta pada keadaan lingkungan.
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap
demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik
dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak
ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin
lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati,
sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan
sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus
pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein
dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis
pada reumatik fever
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik
di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang
tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak
tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran
rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens
infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam
reumatik juga meningkat.
III. PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi
streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi
patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala
demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena
infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi.
Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk
poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak
dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun
pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada
umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam
penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease
serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang
timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira
20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama
daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa
bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik,
saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan
paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi
streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit
jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila
dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka
pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif
dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi
pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah,
jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari
American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua
kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik.
Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
IV. MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik
dapat dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya
periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6
minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam
gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik
/penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
Demam yang tinggi
lesu
Anoreksia
Lekas tersinggung
Berat badan menurun
Kelihatan pucat
Epistaksis
Athralgia
Rasa sakit disekitar sendi
Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala
sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium darah
Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi
V. DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria
Jones yaitu :
Kriteria mayor :
Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang
sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku
(poliarthritis migrans).
Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.
Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
Korea sydenham
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor :
Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung
reumatik
Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;
pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
Leukositosis
Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
C-Reaktif Protein (CRF) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor,
atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
Kultur positif
Ruam skarlatina
Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah :
Memberantas infeksi streptococcus
Mencegah komplikasi karditis
Mengurangi rasa sakit; demam
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :
Berat badan lebih dari 30 kg à 1,2 juta unit
Berat badan kurang dari 30 kg à 600.000 - 900.000 unit
Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan
dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang
lebih 10 hari.
Pencegahan komplikasi karditis :
Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan
sekunder menurut The American Asosiation
Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan
mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut demam
reumatik
Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi
digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya.
Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari
selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off
(dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart
Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan
kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan
jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
Fungsi jantung
Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan
aktivitas
Status nutrisi
Tingkat ketidaknyamanan
Gangguan tidur
Kemampuan klien mengatasi masalah
Hal-hal yang dapat membantu klien
Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang
pemahaman pasien
Pengkajian
Riwayat penyakit
Monitor komplikasi jantung
Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole
Tanda-tanda vital
Kaji adanya nyeri
Kaji adanya peradangan sendi
Kaji adanya lesi pada kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan : COP meningkat
Kriteria :
- Klien menunjukan penurunan dyspnea
- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
Intervensi :
a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi jantungc. Tirah baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan
tenang, meditasi )
e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2 serta terapi
2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output,
ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria :
- Respon verbal kelelahan berkurang
- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi
aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi :
a. Hemat energi klien selama masa akut
b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis
membaik
c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan
bertahap pada tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari
adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.
g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan
sedasi sesuai program
3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Kriteria :
- Nyeri klien berkurang
- Klien tampak rileks
- Ekspresi wajah tidak tegang
- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa
sakit
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala
b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan
tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress)
c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit
d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit
e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan
f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada
tonsil disertai eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien
Kriteria :
- Nafsu makan klien bertambah
- Klien tidak merasa mual, muntah
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)
b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet
c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat
membuat keterbatasan)
d. Memilih makanan dari daftar menu
e. Atur makanan secara menarik diatas nampan
f. Atur jadwal pemberian makanan
g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.
5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi
glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria :
- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn
- Tidak terdapat odema
Intervensi :
- Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
- Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
- Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
- Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian diuretik
6. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal
Intervensi :
- Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat
pernafasan/upaya pernafasan
- Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas
- Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
- Kolaborasi terapi O2
-
7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan,
pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria :
- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit
- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak
ada dan berikan periode istirahat
d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.
8. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan :
- Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit
demam reumatik / jantung reumatik
- Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Kriteria :
Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan
gejala yang muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang
sesuai dengan anak.
Intervensi :
a. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak
b. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya
c. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan
yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan
kelemahan otot)
d. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga
dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya
e. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
f. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas
pengalih yang sesuai dengan usia.
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)/ Rheumatic Heart Disease (RHD)
A. PENGERTIAN
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup
jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3,
2000)
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β
hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart
Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal
dengan status reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.
Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju,
jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah
yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang
letaknya agak tinggi agaknya angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran
rendah.
C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit
sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik mempengaruhi
semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ sasaran dan
merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut tidak
mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun hal ini
merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon terhadap
streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan yang terkena dan
membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan parut. Miokardium tentu saja
terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah miokarditis rematik, yang
sementara melemahkan tenaga kontraksi jantung. Demikian pula pericardium juga terlibat;
artinya, juga terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi
miokardial dan pericardial biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun
sebaliknya endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan
kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul,
tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu tidak tampak
berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup, namun yang lebih sering mereka
menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap
menebalkan bilah-bilah katup, menyebabkan menjadi memendek dan menebal disbanding
yang normal, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu
keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat yang palinh sering mengalami regurgitasi
katup adalah katup mitral.
Penyimpangan KDM
DEMAM REMATIK
streptococcus beta-hemolyticus grup A.
reaksi imonolgy ( anti body )
sarcolemma myocardial
toxin myocard rusak
stretolysin titer o
Bersifat toxik
terhadap jaringan myocard
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas
dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi
lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila
ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai
adanya infeksi endokarditis.
E. KOMPLIKASI
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk
aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru,
infark, dan kelainan katup jantung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi dapat
dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
G. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM
bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin
2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg
BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu
sekali. Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1
g untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu
pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan
sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid
jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi
dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan
analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100
mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah
prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80
mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah
2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu
sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi
streptokokus baru.
H. PENCEGAHAN
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi
streptokokus pada semua orang.
Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi
streptokokus untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam
komunitas. Setiap perawat harus mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis
streptokokus; panas tinggi (38,9 sampai 40C atau 101 sampai 104F), menggigil, sakit
tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat, nyeri abdomen, dan infeksi
hidung akut.
Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat.
Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu menelan
antibiotika profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan invasi oleh
mikroorganisme ini. Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi merupakan contoh yang
baik. Pasien juga harus diingatkan untuk menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur
yang lebih jarang dilakukan seperti sitoskopi.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur, edema,
petekie, hemoragi splinter.
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring;
nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah
(edema pulmonal).
f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan
atrium dan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala
nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis
terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi
pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda
vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien
menolak adanya nyeri.
2. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba, stress,
makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi
20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan
berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator
derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan
atrium dan kongesti vena.
Tujuan : menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi :
1. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi
dini/tindakan terhadap dekompensasi.
2. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan
oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
3. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat
tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan
jantung.
4. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan
simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung.
Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler
sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic
menurunkan volume sirkulasi (preload), yang menurunkan TD lewat katup yang tak
berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam
rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif),
timbang berat badan tiap hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik.
Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat
badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
2. Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan
menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
3. Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan
bila diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme.
Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
4. Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/ : Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
5. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
6. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan retensi cairan.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama
dengan respons verbal dan non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/ : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan
kemampuan koping.
3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan
akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan
secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas
sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum
pada rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan
memberikan rasa kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi,
relaksasi progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
D. EVALUASI
a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
b. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
c. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam
rentang normal, dan tak ada edema.
e. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1.
EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal.Penyakit jantung rematik
adalah penyakit yang diakibatkan oleh komplikasi daridemam rematik yang ditandai dengan
adanya cacat pada katup jantung.
Demam rematik akut adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanyasuatu reaksi
imunologi terhadap infeksi oleh bakteri Streptokokus Group A.Demam rematik akut
menyebabkan infeksi generalisata dan menginfeksi padabagian tubuh tertentu, seperti
jantung, persendian, otak dan kulit. Individu denganDemam Rematik Akut sering
menyebabkan penyakit yang berat dan memerlukanperawatan di Rumah Sakit.
B. Rumusan Masalah
1.
1. Apakah pengertian Penyakit Jantung Rematik?
2. Apa penyebab Penyakit Jantung Rematik?
3. Apa tanda dan gejala dari Penyakit Jantung Rematik?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari Penyakit Jantung Rematik?
5. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada Penyakit Jantung Rematik?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami pengertian Penyakit Jantung Rematik
2. Mampu memahami penyebab Penyakit Jantung Rematik
3. Mampu memahami tanda dan gejala dari Penyakit Jantung Rematik
4. Mampu memahami komplikasi yang dapat terjadi pada Penyakit Jantung Rematik
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic heart disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari
demam rematik.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik,
atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada
saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan,
jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun.
Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang diakibatkan oleh infeksi
streptococcus β hemolytic group A pada tenggorokan (faringitis), tetapi tanpa disertai infeksi
lain atau tidak ada infeksi streptococcus di tempat lain seperti di kulit. Karakteristik
rheumatic fever cenderung berulang (recurrence) (Udjianti, 2010).
Rheumatic fever terdiri atas beberapa manifestasi klinis 1) arthritis (paling sering) 2) carditis
(paling serius) 3) chorea (paling jarang dan tidak berkaitan) 4) subcutaneous nodule 5)
erythema marginatum (Udjianti, 2010).
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, Maka
sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman
Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam
rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan
penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari
kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan
mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β
hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi
antara lain :
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal
dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih.
Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
7. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-
hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat demam
rematik.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju,
jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;
pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah
yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang
letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran
rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), demam rematik terjadi karena
terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan
antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus
grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody.
Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen
jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody
terhadap jaringan jantung dalam serum penderia demam rematik dan jaringan myocard yang
rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian demam rematik ialah
stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang
dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai antigen
somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang
cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat
radang streptococcal terutama Ig G dan A.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam reumatik
merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi, otak dan
jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung organ yang
terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam
minggu setelah infeksi oleh Streptococcus.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan :
1. Demam
2. Batuk
3. Rasa sakit waktu menelan
4. Muntah
5. Diare
6. Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1 – 3 minggu, kecuali
korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
1. Demam yang tinggi
2. Lesu
3. Anoreksia
4. Berat badan menurun
5. Kelihatan pucat
6. Epistaksis
7. Athralgia
8. Rasa sakit disekitar sendi
9. Sakit perut
10. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
Manifestasi Klinik menurut Jones (1982)
Kriteria mayor :
1. arditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang
menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi
penurunan curah jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate
meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat
stenosis dari katup terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
1. Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang
berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku
( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.
1. Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan
involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan
pada sistem saraf pusat.
1. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah
dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan
bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak
tangan.
1. Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya
perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan
menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama
muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul
ini lunak dan bergerak bebas.
Kriteria Minor :
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
2. Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
4. Leukositosis
5. Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
6. C-Reaktif Protein (CRF) positif
7. P-R interval memanjang
8. Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
9. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti , akral
dingin, lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat
muncul juga gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala
mual dan anoreksia
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria
minor dan satu kriteria mayor.
F. PENCEGAHAN
Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung rematik sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). Pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya
kita jangan sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus
beta hemolyticus).
Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya
faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan
akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi
penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi
streptokokkus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini untuk
menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit
Jantung Rematik.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali diantaranya adalah :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali keaktivitas normal) secara bertahap
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian antibiotic penisilin
atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan dapat diberikan antibiotic
penisilin benzatin atau sulfadiazine
3. Antiinflamasi (antiperadangan). Antiperadangan seperti salisilat dapat dipakai pada
demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus
grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat
berupa :
1. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
1. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR
1. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
1. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada
kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus
carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan
yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
1. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan
digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
a) LED tinggi sekali
b) Lekositosis
c) Nilai hemoglobin dapat rendah
1. Pemeriksaan bakteriologi
a) Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
b) Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
1. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
1. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
1. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
1. Kultur positif
2. Ruam skarlatina
3. Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah
gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis
reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark
(kematian sel jantung).
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma
klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk
pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena
kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau
gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang
paling penting mengobati penyakit primer.
1. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang
ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah di lakukan asuhan keperawatan pada klien dengan PENYAKIT JANTUNG
REMATIK, maka dapat di simpulkan:
1. Demam Reumatik/penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik
akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
2. Penyebab penyakit jantung rematik adalah akibat dari interaksi individu, dan faktor
lingkungan.
3. Gejala klinis yang dapat di temukan dalam penyakit demam reumatik/penyakit
jantung reumatik yaitu: Berupa infeksi saluran nafas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A, fase akut bisa digolongkan dalam gejala peradangan umum, dan
tanpa kelainan dan tidak menunjukkan gejala apa-apa.B. Saran
Kami dari kelompok mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik dan saran
untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Penyakit Jantung
Rematik.
Kami dari kelompok juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak hanya
mengambil satu referensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari penulis menyadari
bahwa makalah ini hanya mengambil reperensi dari beberapa sumber saja
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakart : EGC.
Lili ismudiarti rilantono,dkk.(2001) Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
Poestika S, Sarodja RM (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Analisa Case Study
Berdasarkan kasus di atas, Anak F menderita PENYAKIT JANTUNG REMATIK (REUMATHIC HEART
DESEASE)
A. Pengertian Penyakit Jantung Rematik
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
B. Etiologi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan
erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup
A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa
RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan
streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD yaitu :
a. Faktor-faktor pada individu
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya
ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum
dapat dipastikan.
Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi
pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah
20 tahun
b. Faktor-faktor lingkungan
Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni
yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak
yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga
biaya perawatan kesehatan kurang
Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim
sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang
tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah
Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas
meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
C. Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui.
Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa
hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-
antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien
sembuh dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat
pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut
masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen
streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang
diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum
beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus
menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria
Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
1. Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah
jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi
jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup
terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
2. Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah,
radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ),
gangguan fungsi sendi.
3. Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter,
serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf
pusat.
4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan
bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan
bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak
tangan.
5. Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan
warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2
minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan
ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1. Memang mempunyai riwayat RHD
2. Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3. Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4. Leukositosis
5. Peningkatan laju endap darah ( LED )
6. C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7. P-R interval memanjang
8. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9. Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti, akral
dingin, lesu, terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul
juga gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan
anoreksia.
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua
kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam
4 stadium :
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang
disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik
/penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat
badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-
apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi
- Pharynx heperemis
- Kelenjar getah bening membesar
- Pembengkakan sendi
- Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
- Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
Palpasi
- Nyeri tekan persendian
- Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
Auskultasi
- Murmur sistolik injection dan friction rub
b) Pemeriksaan Penunjang
ECG : Perpanjangan interval P-R
Radiologi :
- Thorax Foto : cardiomegali
- Foto sendi : tidak spesifik
Laboratorium
- Hemoglobin : Kurang dari normal
- LED : Meningkat
- C-Rp : Positif
- ASO : Positif
- Swab tenggorokan : Streptococcus positif
F. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus
betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini
dapat berupa :
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b) Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk
mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c) Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d) Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-
kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus
carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang
ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
Kelompok
Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) > 6 > 12
e) Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis,
diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
B. Manajemen Diet
Tujuan diet pada penyakit jantung reumatik adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air. Syarat-
syarat diet pada penyakit jantung reumatik antara lain:
1. Energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang normal.
2. Protein yang cukup yaitu 0,8 gram/KgBB
3. Lemak sedang yaitu 25-30 % dari kebutuhan energi total (10 % dari lemak jenuh dan 15 % dari lemak
tidak jenuh).
4. Vitamin dan mineral yang cukup.
5. Diet rendah garam (2-3 gram/hari).
6. Makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas.
7. Serat yang cukup untuk menghindari konstipasi.
8. Cairan cukup 2 liter/hari
Bila kebutuhan gizi dapat dipenuhi melalui makanan maka dapat diberikan berupa makanan
enteral, parenteral atau suplemen gizi.
C. Pencegahan
a. Profilaksis primer
- Pengobatan adekuat
b. Profilaksis sekunder
Setelah diagnose ditegakkan pada hari ke-11, tergantung ada tidaknya kelainan jantung:
- Bila tidak ada kelainan jantung profilaksis diberikan sampai 5 tahun terus menerus, minimal usia 18
tahun.
- Bila ada kelainan jantung sampai usia 25 tahun.
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana
upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus ). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan
dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit
ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk
terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
G. Masalah Keperawatan
a. Analisa Data
No Symptom Problem Etiologi
1 DS :
DO :
- takikardia
- Takipnea
- bising jantung grade 3
- Lab : Peningkatan Sel
Retikuloendotelial, sel plasma dan
limfosit (leukositosis), Peningkatan
laju endap darah ( LED ), C- reaktif
Protein ( CRP ) positif,
EKG: P-R interval memanjang
Penurunan curah
jantung
gangguan pada
penutupan pada
katup mitral
(stenosis katup)
2. DS:
Klien mengeluh sesak nafas
Klien mengeluh nyeri
DO:
- JVP (Jugular Venous Pressure)
5+2 cm H2O
Perfusi jaringan
perifer tidak efektif
Penurunan
metabolisme
terutama perifer
akibat
vasokonstriksi
pembuluh darah
- Takipnea
Eritema Marginatum
3 DS: Klien mengeluh nyeri sendi
berpindah-pindah
DO:
- Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
- Takipnea
- Takikardi
Nyeri akut Peradangan pada
membran sinovial
4 DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah-
pindah
DO:
Suhu 39◦c
Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
Takikardi
Lab : Peningkatan Sel Retikuloendotelial,
sel plasma dan limfosit (leukositosis),
Peningkatan laju endap darah ( LED ),
C- reaktif Protein ( CRP ) positif,
EKG: P-R interval memanjang
Hipertermia Peradangan pada
membran sinovial
dan peradangan
katup jantung
5 DS: Klien mengeluh nyeri sendi
berpindah-pindah
DO:
Polytarthritis (Nyeri sendi berpindah-
pindah)
Syndrome kurang
perawatan diri
Gangguan
muskuloskeletal
6 DS:
DO:
Kerusakan integritas
kulit
Peradangan pada
kulit dan jaringan
subcutan
Eritema Marginatum
Nodul Subcutan
7 DS : Klien mengeluh sesak nafas
DO :
Sesak nafas bertambah bila melakukan
aktivitas
Takipnea
Takikardi
Resiko kerusakan
pertukaran gas
penumpukan
darah diparu
akibat pengisian
atrium yang
meningkat
b. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral (stenosis katup)
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung
5. Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia
dan therapi bed rest .
6. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
7. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
c. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine
adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur
setiap 4 jam
2. Kaji perubahan warna kulit terhadap
sianosis dan pucat.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.
4. Berikan kondisi psikologis lingkungan
yang tenang.
5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen
6. Kolaborasi untuk pemberian digitalis
1. Memonitor adanya perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin dan terjadinya
takikardia-disritmia sebagai kompensasi
meningkatkan curah jantung
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi
perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya
obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan meningkatkan kerja
jantung.
5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi
miokard dan mencegah hipoksia.
6. Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung.
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan
mental kontinyu, contoh: cemas, bingung,
letargi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau
lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
5. Pantau data laboratorium, contoh: GDA,
BUN, creatinin, dan elektrolit.
1. Perfusi serebral secara langsung
sehubungan dengan curah jantung dan
juga dipengaruhi oleh elektrolit atau variasi
asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh
penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit
dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
4. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan
distress pernapasan. Namun dispnea tiba-
tiba atau berlanjut menunjukkkan
komplikasi tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri
tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas
( skala 1-10 )
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR ,
suhu)
3. Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri
dan beri posisi yang nyaman
4. Kompres dengan air hangat jika
diindikasikan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas
dalam, Guid imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
1. Memberikan informasi sebagai dasar dan
pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan
memberikan informasi sebagai dasar dan
pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan
jaringan sekitar
4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Membantu menurunkan spasme sendi-
sendi, meningkatkan rasa kontrol dan
mampu mengalihkan nyeri.
6. Menghilangkan nyeri
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil :
Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah),
tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda
vital lain seperti nadi, TD dan respirasi
2. Berikan klien kompres hangat pada lipatan
tubuh dan terdapat banyak pembuluh darah
besar seperti aksilla, perut )
3. Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari jika
memungkinkan
4. Anjurkan klien untuk tirah baring ( bed
rest )
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan
antiradang seperti salisilat/ prednison serta
pemberian Benzatin penicillin
1. Mengetahui data dasar terhadap
perencanaan tindakan yang tepat
2. Membantu meberikan evek vasodilatasi
pembuluh darah sehungga pengeluaran
panas terjadi secara evaporasi
3. Peningkatan suhu juga dapat
meyebabkan kehilangan cairan akibat
evaporasi
4. Mencegah terjadinya peningkatan
reaksi peradangan dan
hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
sehingga peningkatan suhu tidak terjadi
serta streptococus hemolitikus b grup A
akan mampu dimatikan
5. Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis /
Arthralgia dan therapi bed rest.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam
batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien
2. Libatkan keluarga untuk membantu memenuhi
kebutuhan klien
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa klien harus
tirah baring sesuai dengan waktu yang
diindikasikan
1. Memenuhi kebutuhan klien sehingga
klien tetap bed rest dan tenang
2. Kebutuhan klien akan lebih terpenuhi
sehingga klien merasa tetap
diperhatikan
3. Mencegah adanya komplikasi
peradangan sampai ketingkat gagal
jantung.
6. Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil :
Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan
perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit
2. Berikan perawatan kulit sering, minimalkan
dengan kelembaban/ ekskresi
3. Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi,
bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
4. Berikan bantalan yang lembut pada badan
5. Kolaborasi untik pemberian obat
antiradang ( prednison )
1. Memberikan pedoman untuk memberikan
intervensi yang tepat
2. Terlalu kering adan lembab merusak kulit
dan mempercepat kerusakan.
3. Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu
satu area yang mengganggu aliran darah
4. Mencegah penekanan pada eritema
sehingga tidak meluas
5. Mengurangi reaksi peradangan sehingga
eritema hilang.
7. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
IntervensiRasional
1. auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
mengii.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3. Pertahankan posisi semifowler, sokong
tangan dengan bantal Jika memungkinkan
4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan sesuai indikasi.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6. Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.
1. Menyatakan adanay kongesti
paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia
jaringan.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru
6. Menurunkan kongesti alveolar,
7. Kolaborasi untuk pemberian obat
bronkodilator
meningkatkan pertukaran gas.
7. Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru
Discharge Planning
1. Jelaskan penyebab,tanda, gejala,perjalanan penyakit dan prognosis Penyakit Jantung Rematik
2. Jelaskan Tindakan Farmakologi yang dilakukan. Jelaskan tentang kegunaan obat-obatan yg
digunakan,serta berikan jadwal pemberian obat
3. Diskusikan pentingnya pencegahan
4. Bantu pasien mengidentifikasi kebutuhan fisiologis
5. Anjurkan untuk kontrol secara teratur walaupun tanpa gejala
6. Homecare
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
EtiologiInfeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :1. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga2. UmurDR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.3. Kedaan socialSering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.4. MusimDi Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.5. Dsitribusi daerah6. Serangan demam rematik sebelumnya.Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.
PatofisiologiMenurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
Manifestasi KlinikDihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.a. Manifestasi Mayor Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas. Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah. Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.b. Manifestasi MinorManifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
Pemeriksaan Diagnostik/peninjanga. Pemeriksaan darah LED tinggi sekali Lekositosis Nilai hemoglobin dapat rendahb. Pemeriksaan bakteriologi Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus. Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.c. Pemeriksaan radiologiElektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
DiagnosisDiagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.Komplikasia. Dekompensasi CordisPeristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.b. PericarditisPeradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
Pengobatan/penatalaksanaanKarena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup APengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan.
Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.b. Obat anti rematikBaik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.c. DietMakanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.d. IstirahatIstirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.e. Obat-obat LainDiberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
KONSEP KEPERAWATANPengkajian Lakukan pengkajian fisik rutin Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden. Observasi adanya manifestasi demam rematik.
Diagnosa Keperawatan1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Rencana Keperawatan1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardiumTujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.Intervensi & Rasional Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas. Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia) Seringkali diambil strip irama EKG Jamin masukan kalium yang adekuat Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung Untuk mencegah terjadinya toksisitas Mengkaji status jantung Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)Intervensi & Rasional Kaji saat timbulnya demam Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.Tujuan :Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.Intervensi Rasional Kaji faktor-faktor penyebab Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah Ukur BB setiap hari Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.Tujuan : Nyeri berkurang atau hilangIntervensi Rasional Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga) Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon
individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik
DAFTAR PUSTAKAArief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit MediaAesculapius FKUI. Jakarta.Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Pada pemeriksaan fisik, didapati kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/60mmHg, denyut jantung 84 kali per menit, pernafaasan 28 kali per menit, suhu tubuh 37oC. Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik. Tekanan vena jugularis meningkat yaitu 5+4 cmH20. Jantung S1 (N) S2 (N), murmur pansistolik gr 4/6 pada apex menjalar sampai axilla dijumpai, murmur middiastolik gr ¾ di apex, gallop tidak dijumpai. Paru: suara pernafasan vesikuler, suara tambahan ronkhi basah basal dijumpai, wheezing tidak dijumpai. Abdomen: soepel, hepar dan limpa tidak teraba, bising usus (N). Ekstremitas: akral hangat, edema pretibia tidak dijumpai.Dari pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan irama AF, QRS rate 90 kali permenit, QRS axis normal, durasi QRS 0,06”, LVH voltase (+), VES (-). Kesan: Atrial fibrilasi normo ventricular respon + LVH.Dari pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 75%, segmen aorta normal, segmen pulmonal menonjol, pinggang jantung mendatar, apex downward, kongesti dijumpai, infiltrat tidak dijumpai. Kesan: kardiomegali + kongesti.Dari pemeriksaan laboratorium: Hb 12,9 g/dl; Ht 40,1%; WBC 6800/mm3; PLT 284000/mm3; Ur 23 g/dl; Cr 1,0 g/dl; SGOT 24 U/L; SGPT 20 U/L; Na 141 mEq/L; Kalium 4,0 mEq/L; Chlorida 109 mEq/L; KGD ad random 114 mg/dl; CRP (+); ASTO 300.Dari pemeriksaan ekokardiografi: Katup mitral mengalami regurgitasi dengan velocity 4,68 m/s dan pressure gradient 89,00 mmHg. Stenosis mitral secara planimetri 3,42 cm2. Katup aorta mengalami regurgitasi dengan velocity 3,97 m/s dan pressure gradient 63,17 mmHg dan PHT 554. Katup trikuspid mengalami regurgitasi dengan velocity 2,97 m/s dan pressure gradient 35,40 mmHg. Katup pulmonal baik. Dimensi ruang jantung atrium kiri dilatasi dengan EDD 76,7 mm. Wall motion normokinetik. Fungsi sistolik ventrikel kiri menurun dengan ejection fraction 45,5%. Kesan: MR severe + MS moderate + AR moderate + TR moderate dengan ejection fraction 45,5%.
Penderita didiagnosa dengan CHF Fc II-III ec. MVHD (MR severe + MS moderate + AR moderate + TR moderate) ec penyakit jantung rematik dan diberikan penatalaksanaan tirah baring, oksigen nasal 2-4 l/i, furosemid 1x40mg, digoxin 1x0,125mg, simarc 1x2mg, captopril 3x12,5mg dan injeksi Procain Penicillin 1.200.000 IU/hari selama 10 hari.
Gambar 1. EKG pada saat masuk 15 Maret 2010 (kiri) dan setelah 10 hari rawatan 25 Maret 2010 (kanan)