Askep Orchitis

39
ASKEP ORCHITIS KASUS 4 Tn B 25 th datang ke RS dengan keluhan demam, dari penis keluar nanah, nyeri ketika berkemih (disuria). Dari hasil pengkajian fisik didapatkan, pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan, skrotum, dan testis. Testis juga teraba lunak. Klien mengatakan pernah menderita gondongan (mumps) 5 tahun yang lalu. Diagnosa Medis ORCHITIS PEMBAHASAN KASUS DEFINISI Orkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya dapat disebabkan oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia, atau factor yang tidak dapat diketahui. Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat menyebabkan orchitis. ETIOLOGI - Virus : orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral jarang terjadi. - Infeksi bakteri dan pyogenik E. coli, Klebsiella, pseudomonas, Stafilokokkus, dan Sterptokokkus.

Transcript of Askep Orchitis

ASKEP ORCHITIS

KASUS 4

Tn B 25 th datang ke RS dengan keluhan demam, dari penis keluar nanah, nyeri ketika berkemih

(disuria). Dari hasil pengkajian fisik didapatkan, pembengkakan kelenjar getah bening di

selangkangan, skrotum, dan testis. Testis juga  teraba lunak. Klien mengatakan pernah menderita

gondongan (mumps) 5 tahun yang lalu.

Diagnosa Medis ORCHITIS

PEMBAHASAN KASUS

DEFINISIOrkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya dapat disebabkan

oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia, atau factor yang tidak

dapat diketahui.

Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus

berhubungan dengan  infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat

menyebabkan orchitis.

ETIOLOGI-          Virus : orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi coksakievirus tipe A, varicella, dan

echoviral jarang terjadi.

-          Infeksi bakteri dan pyogenik E. coli, Klebsiella, pseudomonas, Stafilokokkus, dan

Sterptokokkus.

-          Granulomatous : T. pallidum, Mycobakterium tuberculosis, Mycobakterium leprae,

Actinomycetes

-          Trauma sekitar testis

-          Virus lain, meliputi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral

-          Beberapa kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella (MMR) dapat

menyebabkan orchitis

-          Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-

laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorhoeae, Clamidya trachomatis, Escherichia

coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Stafilococccus, Streptococcus

-          Idiopatik

EPIDEMIOLOGI

Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki

Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari

10 tahun).

Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis

(epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual lebih tua

dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).

Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang

orchitis.  Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan gondong. 

FAKTOR RESIKO

-          Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan factor resiko yang umum untuk epididimis

akut. Uretritis atau prostatitis juga bisa menjadi factor resiko

-          Refluks urin terinfeksi dari uretra prostatic ke epididimis melalui saluran sperma dan vas

deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat

Factor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah :

-          Imunisasi gondongan yang tidak adekuat

-          Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)

-          Infeksi saluran berkemih berulang

-          Kelainan saluran kemih

Factor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:

-          Berganti-ganti pasangan

-          Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan

-          Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya

    MANIFESTASI KLINIS

Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.

Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.

Kelelahan / mialgia

Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan

Demam dan menggigil

Mual

Sakit kepala

Pembesaran testis dan skrotum

Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.

Pembengkakan KGB inguinal

Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis

KOMPLIKASI

Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat  atrofi testis.

Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.

Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.

Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk

mengurangi tekanan dari tunika.

Abscess scrotalis

Infark testis

Rekurensi

Epididymitis kronis

Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang

didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya

sementara.

Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan

oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis

yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum

diketahui.

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang menunjukkan gejala dan tanda-tanda

epididimo orkitis, yaitu nyeri hebat dan pembengkakan di daerah belakang testis hingga testis

disertai skrotum yang bengkak dan berwarna merah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada sisi yang sakit, teraba epididimis yang

edema dari ekor hingga kepala epididimis. Salah satu pemeriksaan yang penting adalah Prehn

Sign untuk menyingkirkan diagnosis banding torsio testis. Meskipun Prehn Sign bukan patokan

pasti untuk diagnosis torsio testis, namun dalam praktek klinik dimana tidak terdapat alat

Doppler, pemeriksaan ini dapat membantu untuk menetapkan dilakukan eksplorasi testis dengan

segera atau tidak.

Menurut 2010 United Kingdom national guideline for the management of epididymo-orchitis,

ada beberapa lamgkah yang dilakukan untuk diagnosis:

a.       Apusan Gram dari uretra. Pemeriksaan ini dilakukan meskipun gejala uretritis tidak ada.

Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis uretritis (> 5 PMNLs perlapang pandang besar x

1000) dan diagnosis untuk gonorrhea (Gram negative intracellular diplococci). Apabila

pemeriksaan mikroskopik apusan uretra dari seorang pria memperlihatkan diplokokus

intraseluler gram negative, pasien menderita uretritis gonokokus. Jika organisme ini tidak

terlihat, maka terdapat bukti presumtif yang kuat akan adanya uretritis non gonokokus (NGU),

sering disebabkan oleh klamidia. Meskipun demikian secret harus diperiksa untuk kultur gonore

dan klamidia.

b.      Pemeriksaan mikroskopis dan kultur mid-stream urin. Urin tengah merupakan cara pengambilan

spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang

menyebabkan infeksi saluran kemih karena adanya bakteri.

c.       Jika memungkinkan, colour Doppler ultrasound dapat digunakan untuk memeriksa aliran darah

arteri (edema akut). Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan antara epididimo-orkitis dan

torsio spermatic cord. Pemeriksaan tersebut berfungsi untuk membedakan torsio testis dengan

keadaan skrotum yang lain dengan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak

didapatkan adanya aliran darah ketestis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi

peningkatan aliran darah ke testis. Color Doppler ultrasound scanning memiliki kegunaan besar

dalam membedakan antara diagnosa di atas dengan pengesampingan torsio testis. Tidak adanya

aliran darah ke testikel yang terpengaruh dicatat dalam torsio testis, sedangkan aliran darah yang

meningkat dicatat dalam epididymitis/orchitis.

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

Epididimitis

Hernia scrotalis

Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih

umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun).

Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.  

Tumor testis

Hydrocele

PENATALAKSANAAN MEDIS

          Pengobatan suportif:  Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah

membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat

yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.

          Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat

diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone,

doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan  Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan

oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena

sudah resisten.   

Contoh antibiotik:

1.Ceftriaxone

Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih rendah

terhadap organisme gram-positif.  Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu

atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa:  IM 125-250 mg sekali, anak: 25-50 mg / kg /

hari IV; tidak melebihi 125 mg / d

2. Doxycycline

Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan

kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone

untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam

1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari

3.Azitromisin

Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.

Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali

untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO

sekali, tidak melebihi 250 mg / hari

4.Trimetoprim-sulfametoksazol

Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic.  Umumnya

digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.  Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak

15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari

5.Ciprofloxacin

Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,

dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. 

Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab

500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

PROGNOSIS

         Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari.

         Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat sembuh

tanpa komplikasi.

PROSES KEPERAWATANPengkajian

DS DO

        Tn. B (25 th)

        Klien mengatakan demam

        Klien mengatakan dari penis keluar nanah

        Klien mengatakan nyeri saat BAK

        Klien mengatakan pernah menderita

gondongan 5 tahun lalu

        Nyeri skala 7

        Belum menikah tetapi aktif melakukan

hubungan seksual

        Tampak keluar nanah dari penis

        Teraba pembengkakan kelenjar getah bening

di selangkangan. Skrotum,, dan testis

        Testis teraba lunak

        Wajah klien tampak meringis

        Suhu : 38 C

        RR : 20x/menit

        TD : 120/80 mmHg

        Nyeri tekan pada area yang bengkak

        Volume urine 250 ml/hari

Analisa data

Problem Etiologi Symtop

Nyeri b.d infeksi urinaria DS:

       Klien mengatakan Demam

       Klien mengatakan Dari penis

keluar nanah

       Klien mengatakan Nyeri

ketika berkemih (disuria)

       Nyeri skala 7

       Wajah klien tampak meringis

DO:

       Inflamasi kel. Getah bening di

selangkangan, skrotum &

testis

       Nyeri tekan pada area testis

       S : 38°c

Perubahan pola eliminasi

urine

b.d gangguan pada sistem

urinaria

DS:

       Klien mengatakan Disuria

DO:

       Inflamasi kel. Getah bening di

selangkangan, skrotum &

testis

       Volume urine 125 ml/hari

Resiko tinggi disfungsi

seksual

b.d perubahan status kesehatan DS:

       Klien mengatakan dari penis

keluar nanah

DO:

       Tampak keluar nanah dari

penis

       Inflamasi kel. Getah bening di

selangkangan, skrotum &

testis

Resiko Gangguan harga diri b.d perubahan maskulinitas Ds:

       Klien mengatakan takut

istrinya kecewa

       Klien bertanya apakah bisa

sembuh total dan tidak

mengganggu fungsi seksual

Do:

       Klien tampak sedih

Ansietas b.d kurangnya pengetahuan

tentang prognosis dan

simptom suatu penyakit

Ds:

       Klien mengatakan takut kalau

dia terkena PMS

       Klien mengatakan BAK

bernanah

Do:

       Klien tampak sedih

       Klien tampak gelisah

       Klien tampak bingung

Diagnosa keperawatan

1.      Nyeri berhubungan dengan infeksi urinaria

2.      Perubahan pola eliminasi urine: volume & karakteristik berhubungan dengan gangguan pada

sistem urinaria

3.      Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status kesehatan

4.      Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan maskulinitas

5.      Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap prognosis dan simptom suatu

penyakit.

Intervensi Keperawatan

Diag. Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional

Nyeri

berhubungan

dengan

infeksi

urinaria

Tujuan :  setelah

dilakukan askep 1x24

jam Nyeri berkurang

dan terkontrol

KH:

        Klien tampak rileks

        Klien dapat

beristirahat

        Skala nyeri 4

Mandiri :

        Catat lokasi , lamanya

intensitas (skala 0-10) dan

penyebaran. Perhatikan

tanda non verbal, contoh

peninggian TD dan nadi,

gelisah, merintih,

menggelepar.

        Jelaskan penyebab nyeri

dan pentingnya melaporkan

ke perawat terhadap

perubahan kejadian/

karakteristik nyeri.

        Membantu mengevaluasi

tempat dan kemajuan

gerakan kalkulus. Nyeri

panggul sering menyebar ke

punggung , lipat paha,

genitelia, sehubungan

dengan proksimitas saraf 

pleksus dan pembuluh darah

yang mencetuskan ketakutan,

gelisah, ansietas berat.

        Memberikan kesempatan

untuk pemberian analgesic

sesuai waktu (membantu

dalam peningkatan

kemampuan koping pasien

dan dapat menurunkan

ansietas) dan mewaspadakan

perawat akan kemungkinan

terjadi komplikasi.

        Meningkatkan relaksasi,

menurunkan tegangan otot,

dan meningkatkan koping.

        Mengarahkan kembali

        Berikan tindakan nyaman

        Bantu atau dorong

penggunaan distraksi  dan

aktivitas terapeutik.

        Perhatikan keluhan

peningkatan/menetapnya

nyeri abdomen.

Kolaborasi

        Berikan obat sesuai

indikasi: asam mefenamat

2x500mg

        Pertahankan patensi kateter

bila digunakan.

perhatian dan membantu

dalam relaksasi otot.

        Obstruksi lengkap ureter

dapat menyebabkan perforasi

dan ekstravasasi urine ke

dalam area perineal. Ini

membutuhkan kedaruratan

bedah akut.

        Biasanya diberikan selama

episode akut untuk

menrunkan kolik uretral dan

meningkatkan relaksasi

otot/mental.

        Mencegah stasis/retensi

urine, menurunkan risiko

peningkatan tekanan ginjal

dan infeksi.

Perubahan

pola

eliminasi

urine:

Tujuan : setelah

dilakukan askep

1x24jam masalah

teratasi sebagian

Mandiri

        Kaji kebiasaan pola

eliminasi urine klien

        Merupakan nilai dasar untuk

perbandingan dan

menetapkan tujuan lebih

volume dan

karakteristik

berhubungan

dengan

gangguan

pada sistem

urinaria.

KH:

        Berkemih dengan

jumlah normal dan

pola biasanya

        Kaji terhadap tanda dan

gejala retensi urine: jumlah

dan frekuensi urine, distensi

supra pubis, keluhan tentang

dorongan untuk berkemih

dan ketidak nyamanan

        Lakukan kateterisasi pada

pasien untuk menunjukan

jumlah urine residu

        Awasi pemasukan,

pengeluaran dan

karakteristik urine.

        Dorong meningkatkan

pemasukan cairan.

Kolaborasi

        Ambil urine untuk kultur

urine dan sensitivitas.

lanjut

        Berkemih 20-30cc dengan

teratur dan haluaran kurang

dari masukan adalah tanda

retensi urine

        Menetapkan jumlah urine

yang tersisa

        Memberikan informasi

tentang fungsi ginjal dan

adanya komplikasi, contoh

infeksi dan perdarahan.

Perdarahan dapat 

mengindikasikan

peningkatan obstruksi /

iritasi ureter.

        Peningkatan hidrasi

membilas bakteri, darah, dan

debris

        Menentukan adanya ISK,

dari gejala komplikasi.

Risiko tinggi

disfungsi

seksual

berhubungan

Tujuan: Kemampuan

seksual pasien

teratasi

Mandiri

        dengarkan pernyataan klien

atau orang terdekat klien

(istri)

        masalah seksual sering

tersembunyi sebagai

pernyataan humor dan atau

dengan

perubahan

status

kesehatan

KH      :

        Menceritakan

masalah mengenai

fungsi seksual,

        mengekspresikan

peningkatan

kepuasan dengan pola

seksual.

        Kaji riwayat seksual

mengenai pola seksual,

kepuasan, pengetahuan

seksual, masalah seksual.

        Identifikasi masalah

penghambat untuk

memuaskan seksual.

        Bantu pasien untuk

menyadari/menerima tahap

berduka

        Solusi pemecahan masalah

seperti cara alternatif

seksual lain menggunakan

alat bantu seksual

Kolaborasi:

        Rujuk kekonselor / ahli

seksologi sesuai kebutuhan

pernyataan yang sebenarnya

        untuk mengetahui tingkat

perubahan pola seksual dari

sebelumnya

        terkadang disfungsi seksual

terjadi sebagai akibat stres

yang sangat tinggi

        mengakui proses normal

kehilangan secara nyata/

menerima perubahan dapat

meningkatkan koping dan

memudahkan resolusi

        membantu pasien kembali

pada hasrat atau kepuasan

seksual.

        Mungkin dibutuhkan

bantuan tambahan untuk

meningkatkan kepuasan

hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson Sivia, M. Lorraine. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC

Carpenito- Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC.

Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158.

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.

Santosa, Budi.2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC

3

Senin, 15 Oktober 2012

Askep TORSIO TESTIS (Lengkap)

TORSIO TESTIS

I. PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang

mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan

epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan

memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu singkat

(dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang

selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis. 1,2

Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini

disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga

merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda,

dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis harus selalu

dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun kondisi

tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.2,5

Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat.5 Sekitar dua per

tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.6

Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang

berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan

disekitarnya. 2,3,4

Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena

angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan

bertambahnya lama waktu terjadinya torsio.5 Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah

torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal

(29%), dan keterlambatan terapi (13%).7

II. ANATOMI

Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran

4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis panjang pada

sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh

tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan

pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak

disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari

arteri renalis.

Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal

menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan mengenai proses ini antara

lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis

hypothalamus-pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12

dan 17 kehamilan, testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin

inguinal interna.

III. INSIDEN

Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa

muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus. Puncak insiden terjadi pada usia

13-15 tahun.1,8 Terdapat kecenderungan penurunan insiden sesuai dengan peningkatan usia. Lee

dkk menemukan 26% pasien dengan torsio testis di atas usia 21 tahun.

Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin disebabkan karena testis yang

membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas.9 Testis kiri lebih sering terjadi disbanding testis

kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena secara normal spermatic cord kiri lebih panjang.

Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan

30% terjadi postnatal.2

IV. ETIOLOGI

Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti. Trauma terhadap scrotum

bias merupakan factor pencetus, sehingga torsio harus dipertimbangkan pada pasien dengan

keluhan nyeri setelah trauma bahkan pada trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun.

Dikatakan pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula

menjadi factor pencetus.

Dalam salah satu literature disebutkan bahwa torsio testis lebih sering terjadi pada musim

dingin, terutama pada temperature di bawah 2C. Selain karena trauma, 50% kasus torsio testis

terjadi pada saat tidur.1 Hanya 4-8% kasus torsio testis disebabkan oleh karena trauma. Faktor

predisposis lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan

pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan

dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.7

Longo dkk mengungkapkan hubungan antara torsio testis dengan peningkatan kadar

testosterone dan elevasi serta rotasi testis selama siklus respon seksual.

V. PATOFISIOLOGI

Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan

ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh

karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi

posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior

oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang

tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini

menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih

sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.

Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical

sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap

dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering

terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.

VI. GEJALA KLINIS

Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul

mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat

trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode nyeri

testis yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak

berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.

Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat pula timbul

nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada

torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan

orchio-epididymitis.10

Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :

        Nyeri perut bawah

        Pembengkakan testis

        Darah pada semen

VII. DIAGNOSIS

VII.1. PEMERIKSAAN FISIS

Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab akut

scrotum lainnya.7 Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan

hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang

mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini,

dapat dilihat adanya testis yang terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak

dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena

adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena

pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam

menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn

sign).

Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster.

Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio

testis.7

VII.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis

masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata.6,9 Dalam hal ini

diperlukan guna menentukan diagnosa banding pada keadaan akut scrotum lainnya. Urinalisis

biasanya dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi pada traktus urinarius. Pemeriksaan

darah lengkap dapat menunjukkan hasil yang normal atau peningkatan leukosit pada 60% pasien.

Namun pemeriksaan ini tidak membantu dan sebaiknya tidak rutin dilakukan. Adanya

peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi

sebagai penyebab akut scrotum. 2

Modalitas diagnostik yang paling sering digunakan ialah Doppler ultrasonografi (USG

Doppler) dan radionuclide scanning dengan menggunakan technetum 99m (99mTc) pertechnetate

dengan akurasi diagnostik 90%. Kedua metode tersebut digunakan untuk menilai aliran darah ke

testis dan membedakan torsio dengan kondisi lainnya.

VIII. DIANOSIS BANDING

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab dari akut

scrotum, antara lain :

Epididymio-orchitis

Hydrocele

Varicocele

Hernia incarserata

Tumor testis

Torsio appendix testis/epididymis

Edema scrotum idiopatik

IX. PENATALAKSANAAN

IX.1. REDUKSI MANUAL

Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran

darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada

waktu yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga

dapat dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh

karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.

Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya

nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat

diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non

invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml Lidocain atau

Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah midline, sehingga

detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360o,

sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap testis yang

mengalami torsio.

Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual

berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam

literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka keberhasilan

26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.

IX.2. PEMBEDAHAN

Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak berhasil

dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien

dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang

mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik diperoleh

bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4 hingga 6 jam

biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.

Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis

secara langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi

inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya testis

direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi orchidopexy,

namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah timbulnya

komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis kontralateral. Oleh karena

abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis kontralateral

sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.

X. KOMPLIKASI

Torsio dari testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan

dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan

waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis

hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan

menyebabkan atrofi testis. Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah torsio

dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih.

Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi :

        Infark testis

        Hilangnya testis

        Infeksi

        Infertilitas sekunder

        Deformitas kosmetik

XI. PROGNOSIS

Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera dalam 5-6 jam,

maka akan memberikan prognosis yang baik dengan angka pertolongan terhadap testis hampir

100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk

dilakukan tindakan pembedahan juga meningkat. Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam,

torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya sudah

terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak memberikan

jaminan untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat menurunkan

kemungkinan timbulnya hal tersebut.

Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh penyelamatan testis yang segera

serta insiden terjadinya atrofi testis, dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan

durasi dan derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk

prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

a. Biodata

Nama, umur, alamat, agama, pendidikan

b. Riwayat kesehatan

- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah

, keadaan umum lemah.- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala,

nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit

- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak

- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti

pasien

c. Pemeriksaan fisik

- Tanda vital : Biasanya stabil

- Inspeksi :

- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher

- Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa

Genetalia : Tidak ada perubahan

- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar

- Auskultasi

- Perkusi

d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

- Biologis

Pola makan dan minum

Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.

Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan

Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya

indeksi

Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala

Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien

- Psikologi

Perubahan status emosional

- Sosial

Berhubungan dengan pola interaksi

- Spiritual

Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.

- Pemeriksan diagnostik

Laboratorium

- Hb dan leukosit

Radiologi

II. PENGUMPULAN DATA

a. Data Obyektif 

b. Data Subyektif 

III. ANALISA DATA

Problem, symptom, etiologi 

IV. PERIORITAS MASALAH

-

V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL 

1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah 

2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala 

3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia 

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 

5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri 

VI. RENCANA KEPERAWATAN 

1. Dehidrasi dapat terpenuhi 

2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi 

3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi 

4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga 

5. Personal hygiene dapat terpenuhi 

VII. INTERVENSI KEPERAWATAN 

1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah 

- Memberikan masukan cairan intravena 

- Anjurkan untuk banyak minum 

- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual

muntah 

- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien 

- Mengobservasi vital sign pasien 

2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia 

- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap

hari, pemeriksaan lab. dan antropometri 

- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati. 

- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium 

- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan 

- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu

makan

3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala 

- Kaji kebiasaan tidur pasien. 

- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan 

- Mengatur suhu kamar pasien 

- Kolaborasi dengan dokter 

4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik 

- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik 

- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah 

- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri 

- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan

5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri 

- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya 

- Bantu pasien untuk merawat dirinya 

- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya 

- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene

- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri

DAFTAR PUSTAKA

1.      Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B, Oates.R.D, Babayan.R.K (eds), Handbook of

urology: diagnosis and Therapy, 3rd ed, Lippincot William&Wilkins; Philadelpihia 2004: 369-

72.

2.      Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson

University, available in http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm, Dec 13, 2006

3.      Anonym : Testicular torsion, available in http://en.wikipedia.org/wik/ Testicular_torsion, May

07, 2007

4.      Cuckow.P.M, Frank.J.D : Torsion of the testis, BJU International 2000; 86 (3) : 349

5.      Galejs.L.E, Kass.E.J : Diagnosis and Treatment of the Acute Scrotum, Am Fam Physician J

1999; 59 (4): 231-3.

6.      Minevich.E : Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric urology, available

in http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm, Feb 9, 2007

7.      Ringdahl.E, Teague.L : Testicular Torsion, Am Fam Physician J 2006 ; 74 (10): 214-9.

8.      Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In: Reynard.J, Brewster.S, Biers.S

(eds), Oxford Handbook of Urology, Oxford University Press, New York 2006: 452

9.      Grechi. G, Li Marzi.V :Torsion of the Testicle. In: Graham.S.D (ed), Glenn’s Urologic Surgery,

Fifth ed, Lippincot-Raven, Philadelphia 1998 : 535-8

10.  Leape.L.L : Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology, W.B. Saunders

Company; Philadelphia 1990: 429-36

11.  Anonym : Urologic Emergencies, available in http://www.urologychannel.com/

emergencies/torsion.shtml,

12.  Ahmad.SN, Nisar C, Parray.FQ, Wani.RA : Torsion of undescended testis, Ind J of Surg 2006 ;

68 (02): 106-7.

13.  Allan.W.R, Brown.R.B : Torsion of the Testis, Brit Med J 1966 ; 1: 1396-7.

14.  Kadish.H.A, Bolte.R.G : A Retrospective Review of Pediatric Patient With Epididymitis,

Testicular Torsion, and Torsion of Testicular Appendages, J of Am Acad of Ped 1998 ; 102 (1):

73-6.

15.  Muttarak.M : Clinics in Diagnostic Imaging, Singapore Med J 1999 ; 40 (01): 43-5.

16.  Beasley.S.W, McBride.C.A : The risk of metachronus (asynchronous) contralateral torsion

following perinatal torsion, NZM J 2005 ; 118 (1218)

17.  Clark. P : On the Testicle. In Clark.P (ed), Operation in Urology, Churchill Livingstone, New

York 1985 : 123-34

18.  Kaplan. G.W, Silber.I : Neonatal Torsion-To Pex or Not?. In King.L.R (ed), Urologic Surgery in

Neonatus & Young Infants, W.B.Saunders Company, Philadelphia 1988 : 386-95

19.  Boddy. A.M, Madden.N.P : Testicular Torsion. In Whitfield.H.N (ed), Rob&Smith Operative

Surgery: Genitourinary Surgery, Vol 2, Operation in Urology, Churchill Fifth ed, Butterworth-

Heinemann, London 1993: 741-3

20.  Anonym : Testicular torsion Health Article, available in

http://www.healthline.com/adamcontent/ testicular_torsion, Oct 20, 2005