ASKEP Meningitis
-
Upload
netii-netiari-arii -
Category
Documents
-
view
189 -
download
11
Transcript of ASKEP Meningitis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri,
jamur atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Daerah
"sabukmeningitis" di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah
ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996 terjadi wabah meningitis di mana
250.000 orang menderita penyakit ini dengan 25.000 korban jiwa. Oleh karena itu dalam
Makalah ini kami akan membahas secara detail tentang Meningitis. Tujuannya agar
pembaca Mengerti dan Waspada terhadap penyakit meningitis.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan meningitis.?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan meningitis.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis.
1
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-
buku literattur penunjang masalah yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Konsep Dasar Penyakit
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
A. Simpulan
B. Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur (Smeltzer,
2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meningens, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme Pneumokokus, Meningokokus, Stafilokokus,
Streptokokus, Hemophilus influenza, dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal, dan
spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi &
Rita, 2001).
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamater
di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus
meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau
selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme
seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan
berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005).
3
2. Epidemiologi
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan memiliki
angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering mengalami
kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik terutama pada bayi.
Dalam penelitian retrospektif observasional pada penderita meningitis bakteri sejak
bulan Januari 1989 hingga Desember 2000 di bangsal anak RS Dr. Sutomo, diperoleh
840 kasus meningitis terdiri 479 laki-laki dan 361 perempuan. Usia terbanyak pada 1-4
tahun.
Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1 dan 10
tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10%
terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan Finland, hampir 55% kasus pada
usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria
insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun.
3. Etiologi
a. Bakteri:
Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria
meningitis (meningokokus), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan
wanita.
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.
4
4. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu:
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya adalah lues, Virus, Toxoplasma gondhii, dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :
a. Meningitis bakterial
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan
subarachnoid. Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi
dengan angka kematian sekitar 25% (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan
yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut
juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik. Bakteri yang dapat
mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia
(pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza,
(meningococcus), Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis
(Ginsberg, 2008).
5
b. Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat
lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps,
herpes simplek, dan herpes zoster (Wilkinson, 1999). Virus penyebab meningitis
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus
DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio),
arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili).
Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS)
(PERDOSSI, 2005).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti
semula (penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman, 2006). Pada
kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-
ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut meningo-ensepalitis
mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak,
sedangkan pada pasien dewasa tidak teridentifikasi.
c. Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga
penanganannya juga sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan
saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang
(abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan
insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan
penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998). Meningitis
kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi
jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Wilkinson,
1999). Jamur cenderung menimbulkan meningitis kronis atau abses otak.
6
5. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan
otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub
arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang,
direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan
subarchnoid.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia
sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme
akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan
otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi,
dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus.
7
Kejang
tonus otot menurun
Hambatan Mobilitas Fisik
Tekanan pada pusat reflex
muntah di medulla meningkat reflex
muntah di medulla meningkat
ual, muntah Sakit kepala
Gangguan perfusi jaringan
serebral
O2 ke otak tdk adekuat Mual,
muntah
Gangguan rasa nyaman : mual
Gangguan rasa nyaman : nyeri
Penurunan aliran darah ke serebral Menekan saraf-
saraf di cranial
menyebar keseluruh S. cranial dan spinal
menghambat absorbsi CSS
kerusakan neurologis
yang mensarafi otot
edema serebral
tek. intakranial meningkat
risiko cedera
Ketidakseimbangan
potensial membran
Hipertermi
Terjadi katup ledak/PA yang
berlebihan
mikrooganisme(bakteri, virus, jamur, Protozoa)
Masuk melalui darah (hematogen), trauma, pasca bedah atau ruptur serebri
Masuk ke Sistem Saraf Pusat
inflamasi pada piamater, arachroid, CSS
eksudat
Meningitis
6. Pathway
8
7. Manifestasi Klinis
Walaupun banyak jenis organisme penyebab meningitis, secara umum tanda dan
gejalanya hampir sama semua, antara lain:
a. Secara umum gejala meningitis adalah sakit kepala, demam, mual, muntah,
photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku
kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat
kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi saraf kranial,
dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey, 1997).
b. Salah satu komplikasi lanjut dari meningitis adalah koma, hal ini merupakan
prognosis yang buruk, dan dapat terjadi pada 5%-10% pasien meningitis
bakterial.
c. Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi
hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi
motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau trombus pada
suplai vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen
fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis,
demensia, dan paralisis (Hickey, 1997). Obstruksi jalan napas atau disritmia
jantung dapat terjadi.
d. Gejala meningitis yang diakibatkan dari infeksi dan peningkatan tekanan
intracranial (TIK):
1) Sakit kepala dan demam
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal meningitis. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
2) Perubahan pada tingkat kesadaran
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit,
9
demikian pula respons individu terhadap proses fisiologi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali, yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
a) Rigiditas nukal (kaku leher)
Rigiditas nukal merupakan tanda awal dan rigiditas nukal adalah upaya
untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot
leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda Kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c) Tanda Brudzinski
Bila leher pasien difleksikan maka hasilnya adalah fleksi lutut dan pinggul;
bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah di salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
d) Fotofobia
Pada beberapa pasien, tanpa alasan yang diketahui pasien meningitis
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Kejang dan peningkatan TIK
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral.
5) Adanya ruam
Ruam merupakan salah satu cirri yang mencolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua pasien
meningitis, terdapat ruam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada
daerah yang luas.
6) Infeksi fulminating
Terjadi pada sekitar 10 % penderita meningitis meningokokus, dengan tanda-
tanda septicemia : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
10
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda kuagulopati
intravascular diseminata (KID).
Manifestasi klinis pada anak:
a. Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-
kejang.
b. Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium,
halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
c. Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
d. Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
e. Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
f. Tanda kernig dan brudzinki (+)
g. Kulit dingin dan sianosis
h. Peteki/adannya purpura pada kulit infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
i. Keluarnya cairan dari telinga meningitis peneumococal
j. Congenital dermal sinus infeksi E. Colli
k. Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun
l. Nafsu makan menurun dan menangis meraung-raung.
m. Fontanel menonjol
n. Nuchal Rigidity tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat
Pada Neonatus:
a. Sukar untuk diketahui manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik ada
kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
1) Menolak untuk makan
2) Kemampuan menelan buruk
3) Muntah dan kadang-kadang ada diare
4) Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
5) Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang
6) RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
7) Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
11
8) Leher fleksibel
9) Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak
diobati/ditangani.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum: meningkat
3) LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
7) ESR/LED: meningkat pada meningitis
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
12
b. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh
di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.
9. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini
memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang
diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap).
Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, tepat di atas pinggul.
Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum
tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut
dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah
pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung
beberapa hari (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006). Diagnosis meningitis lebih
spesifik berdasarkan penyebabnya sebagai berikut :
a. Diagnosis meningitis bakteri akut:
Pemeriksaan CSS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh sampai
purulen, dan peningkatan jumlah lekosit (500 - 35000/cmm) yang terutama terdiri sel
PMN (stadium awal). Kadar protein meningkat dan kadar glukosa menurun.
Hendaknya dilakukan pengecatan CSS (Gram) disamping pembiakkan kuman.
Pemeriksaan lain seperti X-foto tengkorak, sinus paranasalis mastoid, toraks, dan
EEG.
13
b. Diagnosis meningitis tuberkulosis:
1) Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig, dan
Brudzinski.
2) Pemeriksaan CSS menunjukkan :
a) Peningkatan sel darah putih terutama limfosit
b) Peningkatan kadar protein
c) Penurunan kadar glukosa
3) Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
a) Ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS
b) Kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
c) Pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif
10.Pengobatan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Pemberian cairan intravena.
c. Bila gelisah berikan sedatif/penenang.
d. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik.
e. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:
1) Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari.
2) Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg.
3) Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena.
f. Pada waktu kejang:
1) Melonggarkan pakaian.
2) Menghisap lendir.
3) Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah.
4) Menghindarkan pasien jatuh.
g. Jika penderita tidak sadar lama:
14
1) Diit TKTP melalui sonde.
2) Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap
dua jam.
3) Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotic.
h. Jika terjadi inkontinensia, pasang kateter.
i. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital.
j. Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara.
k. Konsultasi THT (jika ada kelainan telinga, seperti tuli).
l. Konsultasi mata (kalau ada kelainan mata, seperti buta).
m. Konsultasi bedah (jika ada hidrosefalus).
Terapi Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama
1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali
sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari. 15
Penurun panas :
1) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM atau es.
c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.
11.Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder
l. Ketidaksesuaian sekresi ADH
m. Pengumpulan cairan subdural
n. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan
o. Retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus )
p. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
q. Epilepsi
r. Pneumonia karena aspirasi
s. Emfisema subdural
t. Keterlambatan bicara
16
u. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
17
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis
kuman penyebab. Disni harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian
klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat
dari infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit
kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat
iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya
merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada
beratnya penyakit, demikian pula respons individu terhadap proses fisiologis.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu
ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah
18
menjalani tindakan invasif yang mungkin masuknya kuman ke meningen
terutama melalui pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama apabila
adan keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat
antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, sperti
pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya
(untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan perupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat
diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan
pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan
sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada
dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau kecacatan,
19
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian
mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama
masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan
saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam
sistem dukungan individu.
Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada
anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan
invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini stres anak dan
menyebabkan anak stres dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan
dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat
mengobservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua.
Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka
dan cenderung untuk memperlihtakan masalah mereka melalui tingkah laku.
e. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
20
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada klien
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu
38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-randa penigkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum
mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK.
1) B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem
pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas
pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada
klien meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan
(syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis
meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia:demam tinggi, yang tiba-tiba
mucul, lesi, purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas) syok dan
tand-tanda koagulasi intravaskuler diseminata. Kematian mungkin terjadi
dalam beberapa jam stelah serangan infeksi.
21
3) B3 (brain)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
f. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya berkisar
pada tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien
dan bahan evaluasi memantau pemberian asuhan keperawatan.
g. Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien
meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
h. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK berlangsung lama.
3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien meningitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari
fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang berlebihan
terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
22
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (ringiditan
nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.
Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
i. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babisnkis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN
j. Gerakan Involunter
Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
k. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri,
dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Sensai
propriopseptif dan deskriminatif normal
l. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK.
Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema
serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital ( melebarnya tekan 23
pulsa dan bradikardia ), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua klien dengan
tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam petekia dengan
lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas.
Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas
nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah tanda
awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal). Bila
leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering. Cara
pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba untuk
diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan apabila
tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil kering (+)
bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada nyeri.
Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan,
maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada
ektremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada
sisi ektremitas yang berlawanan.
24
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum : meningkat
3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal.
7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
c. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi,
25
melihat ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh
di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit kepala, kaku kuduk, kejang, TD
meningkat, gelisah.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh >
37,5°C, sakit kepala, kelemahan.
c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
meningitis.
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi meningkat,
wajah meringis kesakitan, skala nyeri >0.
e. Gangguan rasa nyaman (mual) berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai
dengan mual, muntah, nafsu makan menurun.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan tahanan sekunder
akibat gangguan neuromuskular ditandai dengan tonus otot menurun, kekuatan
menangis melemah.
26
3. Rencana Keperawatan
NoDiagnosa
keperawatan
Tujuan dan
Kreteria HasilIntervensi Rasional
1. Gangguan perfusi
jaringan serebral
berhubungan
dengan
peningkatan TIK
ditandai dengan
penurunan
kesadaran sakit
kepala, kaku
kuduk, kejang,
TD meningkat,
gelisah.
Setelah diberikan
askep selama (…
x…) jam
diharapkan perfusi
jaringan serebral
adekuat, dengan out
come :
Tingkat kesadaran
membaik (GCS:
E4 M6 V5).
Klien tidak sakit
kepala.
Klien tidak kaku
kuduk.
Tidak terjadi
kejang.
TD dalam batas
normal (bayi
85/54 mmHg,
Mandiri
- Pertahankan tirah baring dengan
posisi kepala datar dan pantau
tanda vital sesuai indikasi setelah
dlakukan pungsi lumbal.
- Pantau/catat status neurologis,
seperti GCS.
- Pantau tanda vital, seperti tekanan
darah.
Mandiri
- Perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya risiko
herniasi batang otak yang memerlukan
tindakan medis segera.
- Pengkajian kecenderungan adanya
perubahan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK adalah
sangat berguna dalam menentukan
lokasi, penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan serebral.
- Normalnya autoregulasi mampu
mempertahankan aliran darah serebral
dengan konstan sebagai dampak
adanya fluktuasi pada tekanan darah
sistemik.
27
toddler 95/65
mmHg, sekolah
105-165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg).
Klien tidak
gelisah.
- Pantau frekuensi/irama jantung.
- Pantau pernapasan, catat pola dan
irama pernapasan.
- Pantau suhu dan juga atur suhu
lingkungan sesuai kebutuhan.
- Berikan waktu istiahat antara
aktivitas perawatan dan batasi
lamanya tindakan tersebut.
Kolaborasi :
- Tinggikan kepala tempat tidur
sekitar 15-45 derajat sesuai
indikasi. Jaga kepala pasien tetap
- Perubahan pada frekuensi dan
disritmia dapat terjadi, yang
mencerminkan trauma batang otak
pada tidak adanya penyakit jantung
yang mendasari.
- Tipe dari pola pernapasan merupakan
tanda yang berat dari adanya
peningkatan TIK/daerah serebral yang
terkena.
- Peningkatan kebutuhan metabolisme
dan konsumsi oksigen (terutama
dengan menggigil), dapat
meningkatkan TIK.
- Mencegah kelelahan berlebihan.
Aktivitas yang dilakukan secara terus
menerus dapat meningkatkan TIK.
Kolaborasi
- Peningkatan aliran vena dari kepala
akan menurunkan TIK.
28
berada pada posisi netral.
- Berikan cairan IV dengan alat
control khusus.
- Pantau GDA. Berikan terapi
oksigen sesuai kebutuhan.
- Berikan obat sesuai indikasi seperti:
Steroid; deksametason,
metilprednison (medrol).
Klorpomasin (thorazine).
Asetaminofen (Tylenol)
- Meminimalkan fluktuasi dalam aliran
vaskuler dan TIK.
- Terjadinya asidosis dapat menghambat
masuknya oksigen pada tingkat sel
yang memperburuk iskemia serebral.
Dapat menurunkan permeabilitas
kapiler untuk membatasi pembentukan
edema serebral, dapat juga
menurunkan risiko terjadinya
“fenomena rebound” ketika
menggunakan manitol.
Obat pilihan dalam mengatasi kelainan
postur tubuh atau menggigil yang
dapat meningkatkan TIK.
Menurunkan metabolism selular/
menurunkan konsumsi oksigen dan
risiko kejang.
29
2 Hipertermi
berhubungan
dengan proses
inflamasi ditandai
dengan suhu
tubuh > 37,5°C,
sakit kepala,
kelemahan.
Setelah diberikan
askep selama (...x…)
jam diharapkan suhu
tubuh kembali
normal dengan out
come :
Suhu tubuh 36-
37,5°C
Klien tidak sakit
kepala
Klien merasa lebih
bertenaga
Mandiri
- Monitor temperatur anak setiap 1
sampai 2 jam bila terjadi
peningkatan secara tiba-tiba.
- Berikan kompres hangat.
- Pantau asupan dan haluaran cairan.
- Anjurkan orang tua untuk
memberikan anak banyak minum.
Kolaborasi
- Berikan obat penurun panas sesuai
indikasi.
- Berikan antibiotik, jika disarankan.
Mandiri
- Peningkatan temperatur secara tiba-
tiba akan mengakibatkan kejang-
kejang.
- Kompres air efektif menyebabkan
tubuh menjadi dingin melalui
peristiwa konduksi.
- Haluaran cairan yang berlebihan
akibat penguapan dapat menyebabkan
dehidrasi.
- Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan.
Kolaborasi
- Membantu menurunkan suhu tubuh.
- Antibiotik sesuai dengan petunjuk
guna mengobati organisme penyebab.
3 Risiko cedera
berhubungan
dengan perubahan
Setelah diberikan
askep selama (...x…)
jam diharapkan tidak
Mandiri
- Gunakan tempat tidur yang rendah,
dengan pagar tempat tidur
Mandiri
- Untuk menghindari cedera saat jatuh
dari tempat tidur.
30
fungsi serebral
sekunder akibat
meningitis.
terjadi cedera. terpasang.
- Longgarkan pakaian bila ketat.
- Gunakan matras pada lantai.
- Diskusikan dengan orang tua
perlunya pemantauan konstan
terhadap anak kecil.
Kolaborasi
- Berikan terapi antikonvulsan.
- Untuk menghindari sesak saat kejang.
- Penggunaan matras pada lantai dapat
meminimalisasi cedera bila terjatuh,
misalnya dari tempat tidur.
- Pemantauan yang konstan dibutuhkan
untuk menghindari anak dari
kecelakaan yang dapat menyebabkan
anak cedera.
Kolaborasi
- Untuk mengatasi kejang.
4 Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
berhubungan
dengan
peningkatan TIK
ditandai dengan
sakit kepala, nyeri
sendi RR
meningkat, TD
meningkat, nadi
meningkat, wajah
Setelah diberikan
askep selama 3x24
jam diharapkan
nyeri teratasi dengan
out come :
Klien tidak sakit
kepala
Nadi, RR, dan TD
dalam batas
normal
(Nadi: bayi 120-
Mandiri
- Pantau TTV terutama Nadi, RR,
dan TD.
- Beri posisi yang nyaman.
- Tingkatkan tirah baring, bantu
kebutuhan perawatan diri yang
penting.
- Berikan latihan rentang gerak
secara tepat dan masase otot.
Mandiri
- Peningkatan TTV mengindikasikan
nyeri.
- Posisi yang nyaman membantu
mengurangi nyeri.
- Menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri.
- Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
31
meringis
kesakitan, skala
nyeri >0
160x/mnt, toddler
90-140x/mnt,
prasekolah 80-110
x/mnt, sekolah 75-
100x/mnt, remaja
60-90x/mnt; RR:
bayi 35-40 x/mnt,
toddler
25-32x/mnt, anak-
anak 20-30 x/mnt,
remaja 16-19
x/mnt; TD: bayi
85/54 mmHg,
toddler 95/65
mmHg, sekolah
105-165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg).
Wajah tidak
meringis
kesakitan
Skala nyeri 0
- Ajarkan teknik manajemen nyeri
(distraksi).
Kolaborasi
- Berikan analgetik sesuai indikasi.
tersebut.
- Membantu mengurangi nyeri.
Kolaborasi
- Membantu mengurangi nyeri.
32
5 Gangguan rasa
nyaman (mual)
berhubungan
dengan
peningkatan TIK
ditandai dengan
mual, muntah,
nafsu makan
menurun.
Setelah diberikan
askep selama (...x…)
jam diharapkan mual
teratasi, dengan
outcome:
Tidak ada mual
Tidak ada
muntah
Nafsu makan
meningkat
Mandiri
- Tawarkan makanan porsi kecil tapi
sering.
- Sajikan makanan dalam keadaan
hangat.
- Beri dorongan untuk makan dengan
orang lain (keluarga, saudara, atau
orang tua).
- Gunakan alat makan yang menarik
(misal: piring bergambar, berwarna-
warni).
- Pertahankan kebersihan mulut yang
baik.
- Singkirkan pemandangan dan bau
yang tidak sedap dari area makan.
- Intruksikan orang tua untuk
menghindari :
1. Cairan panas atau dingin.
Mandiri
- Untuk mengurangi rasa penuh pada
perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual.
- Untuk menghindari mual.
- Makan dengan ditemani orang lain
(keluarga, saudara, orang tua) apat
membantu meningkatkan keinginan
untuk makan.
- Penggunaan alat makan yang menarik
dapat meningkatkan ketertarikan anak
untuk makan.
- Kebersihan mulut yang baik dapat
meminimalisasi rasa tidak enak saat
makan.
- Suasana makan yang nyaman dan
bersih dapat mengurangi rasa mual
klien ketika makan.
- Cairan panas atau dingin, makanan
33
2. Makanan yang mengandung
lemak dan serat.
3. Makanan berbumbu.
4. Kafein
- Dorong klien untuk istirahat pada
posisi semi fowler setelah makan
dan mengganti posisi dengan
perlahan.
- Ajarkan teknik untuk mengurangi
mual :
1. Batasi minum beserta makan.
2. Hindari bau makanan dan
stimuli yang tidak
mengenakan.
3. Kendurkan pakaian sebelum
makan.
4. Duduk di udara segar.
- Hindari berbaring terlentang
sedikitnya 2 jam seteleh makan.
yang mengandung lemak atau
serat,makanan berbumbu, dan kafein
dapat meningkatkan kerja lambung
sehingga akan timbul rasa mual
dengan intensitas yang lebih besar.
- Posisi semifowler membantu
makanan masuk ke lambung dengan
baik dan membantu klien dalam
bersendawa.
- Teknik mengurangi rasa mual akan
sangat membantu klien dalam
memanajemen rasa mualnya.
- Untuk mengurangi rasa penuh pada
perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual
34
6 Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan kekuatan
dan tahanan
sekunder akibat
gangguan
neuromuskular
ditandai dengan
tonus otot
menurun,
kekuatan
menangis
melemah.
Setelah diberikan
askep selama 3x24
jam diharapkan klien
dapat melakukan
mobilitas secara
mandiri dengan out
come :
Tonus otot
meningkat
555 555
555 555
Kekuatan
menangis
meningkat
Mandiri
- Hindari berbaring atau duduk dalam
posisi yang sama dalam waktu
lama.
- Ajarkan latihan rentang gerak aktif
pada anggota gerak yang sehat
sedikitnya 4x sehari.
- Anjurkan untuk ambulasi, dengan
atau tanpa alat bantu.
- Lakukan mandi air hangat.
Mandiri
- Berbaring atau duduk dalam posisi
yang sama dalam waktu lama dapat
meningkatkan kekakuan otot dan
menimbulkan risiko dekubitus.
- Untuk merelaksasikan otot agar
imobilitas fisik perlahan-lahan dapat
teratasi
- Untuk melatih otot agar terbiasa untuk
mobilisasi
- Mandi air hangat dapat mengurangi
kekakuan tubuh pada pagi hari dan
memperbaiki mobilitas
35
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
No.
Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan
TIK.
Tercapainya perfusi jaringan serebral adekuat :
Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6
V5).
Klien tidak sakit kepala.
Klien tidak kaku kuduk.
Tidak terjadi kejang.
TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg,
toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg,
remaja 110/65 mmHg).
Klien tidak gelisah.
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses inflamasi.
Tercapainya suhu tubuh normal:
Suhu tubuh 36-37,5°C
Klien tidak sakit kepala
Klien merasa lebih bertenaga
3. Risiko cedera berhubungan dengan
perubahan fungsi serebral sekunder
akibat meningitis.
Tidak terjadi cedera.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan peningkatan
TIK.
Nyeri teratasi:
Klien tidak sakit kepala
Nadi, RR, dan TD dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler
90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt,
sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR:
bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-
36
anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD:
bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg,
sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65
mmHg)
Wajah tidak meringis kesakitan
Skala nyeri 0
5. Gangguan rasa nyaman (mual)
berhubungan dengan peningkatan
TIK.
Gangguan rasa nyaman mual teratasi:
Tidak ada mual
Tidak ada muntah
Nafsu makan meningkat
6. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kekuatan dan
tahanan sekunder akibat gangguan
neuromuskular.
Tercapainya mobilitas secara mandiri:
Tonus otot meningkat
555 555
555 555
Kekuatan menangis meningkat
37
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang melapisi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau organ-organ jamur
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi SSP yang akut dan memiliki
angka kematian dan kecacatan yang tinggi. Diagnosis meningitis sering mengalami
kelambatan karena gejala dan tanda klinis meningitis tidak spesifik terutama pada bayi.
Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi:
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur.
38
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Erathenurse. 2007. Askep pada Meningitis.
http://erathenurse.blogspot.com/2007/12/askep-pada-meningitis.html, di akses tanggal
23 April 2012
Hidayat. 2009. Askep Meningitis. http://hidayat2.wordpress.com/2009/03/24/askep-
meningitis, di akses tanggal 23 April 2012
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung: yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
39