Askep Hiva Aids

92
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan

description

akper makalah

Transcript of Askep Hiva Aids

Page 1: Askep Hiva Aids

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,  dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

2.      Tujuan penulisan

Page 2: Askep Hiva Aids

1.      Untuk mengetahui definisi AIDS.

2.      Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS

3.      Untuk mengetahui cara penularan AIDS

4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS

5.      Untuk mengetahui patofisiologi AIDS

6.      Untuk mengetahui pathway AIDS

7.      Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS

8.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS

9.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS

Page 3: Askep Hiva Aids

BAB II

PEMBAHASAN

A.      DEFINISI

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara lain:

1.    AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)

2.    AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

                                

B.       ETIOLOGI

HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)

1.        Cara Penularan

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :

Page 4: Askep Hiva Aids

a.       Hubungan seksual, dengan risiko  penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual

b.      Melalui darah, yaitu:

·         Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%

·         Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%

·         Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%

·         Transmisi dari ibu ke anak :

a.    Selama kehamilan

b.    Saat persalinan, risiko penularan 50%

c.    Melalui air susu ibu(ASI)14%

C.      PATOFISIOLOGI

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain

Page 5: Askep Hiva Aids

karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D.      TANDA DAN GEJALAGejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS  :

Panas lebih dari 1 bulan,Batuk-batuk, Sariawan dan nyeri menelan,Badan menjadi kurus sekali,Diare ,Sesak napas, Pembesaran kelenjar getah bening, Kesadaran menurun, Penurunan ketajaman penglihatan, Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan

Page 6: Askep Hiva Aids

penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejalaDiketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

E.       MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )

1.      Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2.      Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).

3.      Masa gejala dini

Page 7: Askep Hiva Aids

Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4.      Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan

.

F.       KOMPLIKASI

Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara lain :

1.      Pneumonia pneumocystis (PCP)

2.      Tuberculosis (TBC)

3.      Esofagitis

4.      Diare

5.      Toksoplasmositis

6.      Leukoensefalopati multifocal prigesif

7.      Sarcoma Kaposi

8.      Kanker getah bening

9.      Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah

1.    Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.

2.    Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.

Page 8: Askep Hiva Aids

3.    Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.

4.    Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4,protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.

Sedangkan pada pemeriksaan follow up  diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumoniapneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.

H.      PENATALAKSANAAN MEDIS

1.        Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :

a.       Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

        b.      Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

        c.       Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

Page 9: Askep Hiva Aids

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

         d.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

2.      Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah

a.       Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

·           Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

·           Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

·           Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

·           Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.

b.      Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

·           Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.

·           Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.

·           Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

·           Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).

·           Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.

c.       Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

Page 10: Askep Hiva Aids

·           Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.

·           Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan  ginjal dan hati.

·           Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.

·           Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena  dapat menekan kekebalan tubuh.

·           Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

·           Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).

·           Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).

·           Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.

·           Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.

·            Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.

d.      Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:

a.       Infeksi HIV positif tanpa gejala.

b.      Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).

Page 11: Askep Hiva Aids

c.       Infeksi HIV dengan gangguan saraf.

d.      Infeksi HIV dengan TBC.

e.       Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.

1)      Diet AIDS I

Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri  atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).

2)      Diet AIDS II

Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

3)      Diet AIDS III

Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

Page 12: Askep Hiva Aids

I.         ASUHAN KEPERAWATAN

1.        Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah

1.      Aktivitas / istirahat.

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise

2.      Sirkulasi.

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.

3.      Integritas ego.

Page 13: Askep Hiva Aids

Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah, menangis.

4.      Elimiinasi.

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.

5.      Makanan / cairan.

Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.

6.      Neurosensori.

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon melambat.

7.      Nyeri / kenyamanan.

Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.

8.      Pernafasan.

Batuk, Produktif  / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

2.    Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.

Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah

1.      Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.

Hasil yang diharapkan  :  keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Page 14: Askep Hiva Aids

Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis.

Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan  komplikasi.

Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam.

Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.

Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.

Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.

M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.

Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.

Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.

2.      Diagnosis keperawatan     : perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.

Hasil yang harapkan             :  mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.

Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan

Page 15: Askep Hiva Aids

disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.

Auskultasi bising usus Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.

Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan

Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan nonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.

Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan

Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan pemasukan makanan.

Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar, elektrolit, protein, dan albumin.

Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.

Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid.

Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster

      3.      Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat

Hasil yang diharapkan            : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.

Page 16: Askep Hiva Aids

INTERVESI KEPERAWATAN RASIONAL

Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.

Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mukosa.

Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.

Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.

Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.

Indicator tidak langsung dari status cairan.

Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan

Mungkin dapat mengurangi diare

Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium, paregoric.

Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis.

4.      Diagnosa keperawatan   : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

Hasil yang diharapkan            : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

 Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.

Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya pneumoni,

Page 17: Askep Hiva Aids

Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya dispnea, ansietas

Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau intervensi medis

Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas sesuai kebutuhan.

Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.

Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula, masker, inkubasi atau ventilasi mekanis

Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan

      5.      Diagnose keperawatan          : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Hasil yang diharapkan                   : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku

Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan

Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada waktu pasien sangat berenergi

Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control diri.

Dorong pasien untuk melakukan apapun Memungkinkan penghematan energy,

Page 18: Askep Hiva Aids

yang mungkin, misalnya perawatan diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan

peningkatan stamina, dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.

Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung

Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.

Rujuk pada terapi fisik atau okupasi Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

      1.      AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

Page 19: Askep Hiva Aids

      2.      Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

      3.      Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

.

B.  SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :

1.      Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.

2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Askep Hiva Aids

Heri.”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot. com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,(Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC

UGI.2012.”Diet Penyakit HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

AIDS  (Acquired  Immune  Deficiency  Syndrome)  merupakan  penyakit  menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari mulai  bayi  sampai  dewasa  baik  laki-laki maupun  perempuan. Di  Indonesia,  sejak  tahun 1987  perkembangan  jumlah  kasus  AIDS  maupun  HIV  (+)  cenderung  meningkat  pada setiap  tahunnya. Menurut  laporan  UNAIDS  (2004),  diketahui  jumlah  penderita  HIV  di Indonesia sebanyak diperkirakan 110.000 orang, sedangkan menurut harian Galamedia (28 Juli  2005)  sampai  Juni  2005  jumlah  penderita  AIDS  di  Indonesia  tercatat  7098  orang. Secara epidemiologi dikenal fenomena gunung es, artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan  terdapat 200 kasus yang  sama yang  tidak  tercatat.

Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan September 2012, kasus HIV-AIDS tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia. Kasus HIV, dari Juli

Page 21: Askep Hiva Aids

sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Kasus AIDS, dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.317 kasus. Menurut data Komisi Penanggulangan HIV-AIDS (KPA) Jawa Tengah, 1993 hingga Maret 2012, tercatat hampir 5.000 kasus HIV/AIDS menempati urutan keempat. Sedangkan di Kabupaten Blora data terakhir kunjungan ke VCT RSU Blora dari Januari sampai April 2013 kemarin ada 27 orang yang berkonsultasi. Dari 27 orang tersebut 14 orang diantaranya dinyatakan positif HIV. Sedangkan data perkembangan HIV/AIDS di Kabupaten Blora sejak tahun 2008 ternyata juga menunjukkan peningkatan. Yakni pada tahun 2008 sebanyakn 4 kasus, 2009 ada 3 kasus, 2010 ada 4 kasus, 2011 naik menjadi ada 11 kasus. Sementara di tahun 2012 lalu ada 11 kasus juga, sedangkan tahun 2013 sampai bulan April lalu telah ada 14 yang positif HIV. Hampir 70% dari jumlah penderita HIV telah berubah menjadi AIDS dan 80% penderita AIDS sudah meninggal dunia. (rs-infoBlora - Suara Merdeka)

Tenaga  keperawatan  merupakan  tenaga  kesehatan  terbanyak  di  rumah  sakit  dan memiliki  kontak  yang  paling  lama  dengan  pasien.  Pekerjaan  perawat  merupakan  jenis pekerjaan yang beresiko kontak dengan darah, cairan  tubuh pasien,  tertusuk  jarum suntik bekas  pasien,  dan  bahaya-bahaya  lain  yang  dapat  menjadi  media  penularan  penyakit. Menurut  laporan situs http://www.avert.org, di Amerika Serikat pada  tahun 2001  terdapat 57  kasus  tenaga  kesehatan  yang  terinfeksi  HIV  akibat  resiko  pekerjaan.  Dari  57  kasus tersebut, 24 kasus diantaranya  (terbanyak) dialami oleh perawat. Di  Indonesia, walaupun belum ada data yang pasti, namun  jika melihat pengendalian  infeksi di  rumah  sakit yang masih  lemah,  maka  resiko  penularan  infeksi  termasuk  HIV  terhadap  perawat  bisa dikatakan cukup tinggi.

B.   Tujuan Penulisan

1.    Untuk mengetahui definisi HIV/AIDS

2.    Untuk mengetahui etiologi HIV/AIDS

3.    Untuk mengetahui patofisiologi HIV/AIDS

4.    Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS

5.    Untuk mengetahui pathway HIV/AIDS

6.    Untuk mengetahui pengelolaan kasus dengan HIV/AIDS menurut tinjauan medis,keperawatan (focus intervensi)

7.    Untuk mengetahui tinjauan kritis masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS

Page 22: Askep Hiva Aids

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.   Definisi

AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006)

AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)

AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)

B.   Etiologi

Page 23: Askep Hiva Aids

Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.

Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI)

C.   Patofisiologi

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus

Page 24: Askep Hiva Aids

di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

D.   Gambaran Klinis

Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )

1.    Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2.    Masa asimtomatik

Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period).

Page 25: Askep Hiva Aids

3.    Masa gejala dini

Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)

4.    Masa gejala lanjut

Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

E.    Pathway

Page 26: Askep Hiva Aids

F.    Pengelolaan Kasus

1.    Medis

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :

a.    Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

b.    Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c.    Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

-          Didanosine

-          Ribavirin

-          Diedoxycytidine

Page 27: Askep Hiva Aids

-          Recombinant CD 4 dapat larut

d.    Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

2.    Keperawatan (Fokus Intervensi)

Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999) adalah

a.    Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.

Tujuan

Infeksi klien dapat dicegah atau diperkecil

Kriteria hasil

-          Mencapai masa penyembuhan luka.

-          Bebas dari pengeluaran/sekresi purulen dari kondisi infeksi

Intervensi

Mandiri

1.    Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Intruksikan orang terdekat klien untuk mencuci tangan sesuai indikasi.

Rasional    : Mengurangi resiko kontaminasi silang.

2.    Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik.

Rasional    : Mengurangi patogen pada system imun.

3.    Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.

Rasional    : Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup berusaha mengurangi rasa terisolasi.

4.    Pantau tanda-tanda vital, termasuk suhu.

Rasional    : Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa tubuh bereaksi terhadap proses infeksi.

5.    Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan, karateristik sputum (bila ada sputum.

Rasional    : Kongesti/distress pernafasan dapat mengidentifikasi perkembangan PCP.

Page 28: Askep Hiva Aids

6.    Periksa kulit/membrane mukosa oral terhadap bercak putih/lesi.

Rasional    : Kandidiasis oral atau bercak putih atau lesi adalah penyakit yang umum   terjadi dan memberi efek terhadap membran kulit.

7.    Periksa dan catat adanya luka atau lokasi alat invasif, perhatikan tanda-tanda inflamasi lokal.

Rasional    : Identifikasi/perawatan awal dari infeksi sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.

8.    Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

Rasional    :Mencegah kontaminasi tak disengaja dari pemberian perawatan.

Kolaborasi

Berikan  antibiotik antijamur/agen anti mikroba misalnya: trimetropim (Bactrim septra), nistanin (Mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir, dan gansiklovir (cytovene).

Rasional    : Menghambat proses infeksi, obat-obat tersebut ditunjukan untuk menghilangkan enzim yang

b.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.

Tujuan

Masukan nutrisi adekuat untuk klien

Kriteria hasil

-          Membran mukosa adekuat.

-          Turgor kulit baik.

-          Tanda-tanda vital stabil

-          Haluaran urin adekuat

Intervensi

Mandiri

1.    Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP

Rasional    : Indikator dari volume cairan sirkulasi.

2.    Kaji turgor kulit, membrane mukosa, dan rasa haus.

Page 29: Askep Hiva Aids

Rasional    : Indikator tidak langsung dari status cairan.

3.    Ukur haluaran urine dan berat jenis urine.

Rasional    : Peningakatan berat jenis urine/penurunan haluaran urine menunjukan perubahan perfusi ginjal.

4.    Pantau pemasukan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hr

Rasional    :Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membran mukosa.

5.    Anjurkan untuk tidak memakan makanan yang potensial menyebabkan diare.

Rasional    : Mungkin dapat mengurangi diare.

Kolaborasi

1.    Berikan cairan/elektrolit melalui selang pemberi makanan (IV).

Rasional    :Mungkin diperlukan untuk mendukung/ memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tak adekuat.

2.    Berikan obat-obatan sesuai indikasi

Antimietik, misalnya: proklorperazin maleat (compazine), trimetrobenzamid (Tigan).

c.    Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.

Tujuan

Nutrisi adekuat dan masukan cairan terpelihara.

Kriteria hasil

-          Kemampuan pemasukan nutrisi adekuat.

-          Menunjukan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan.

-          Menyiapkan pola diet dengan masukan kalori adekuat.

-          Mual muntah berkurang.

-          Selera makan meningkat.

Intervensi

Page 30: Askep Hiva Aids

Mandiri

1.    Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan.

Rasional    : Untuk mengetahui kemampuan klien mengunyah makanan, lesi pada mulut, tenggorokan dan esophagus dapat menyebabkan disfagia.

2.    Auskultasi bising usus.

Rasional    : Hipermotilitas saluran itenstinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare.

3.    Timbang berat badan sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi berat badan yang tidak sesuai.

Rasional    : Indikator kebutuhan nutrisi?pemasukan yang adekuat.

4.    Rencanakan diet dengan orang terdekat; jika memungkinkan, sarankan makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering, berupa makanan yang padat akan nutrisi.

Rasional    : Melibatkan pasien dalam rencana memberikan perasaan control lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan.

Kolaborasi

1.    Pertahankan status puasa

Rasional    : Mungkin diperlukan untuk menurunkan muntah.

2.    Pasang/pertahankan selang NGT sesuai petunjuk dengan hati-hati.

Rasional    : Mungkin diperlukan mengurangi mual muntah untuk pemberian makanan per selang.

3.    Konsultasikan dengan tim pendukung ahli gizi.

Rasional    : Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan tubuh dengan rute yang tepat.

4.    Berikan obat yang sesuai indikasi.

Antiemetic, misalnya metoklopramid (Reglan), suplemen vitamin.

d.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.

Tujuan

Rasa sakit/tidak nyaman dikurangi

Page 31: Askep Hiva Aids

Kriteria hasil.

-          Keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit.

-          Menunjukan posisi/wajah rileks.

-          Dapat tidur/istrahat adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Mandiri

Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis.

Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan  komplikasi.

Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam.

Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.

Dorong pengungkapan perasaan Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.

Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.

Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.

Kolaborasi

Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.

Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.

e.    Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis.

Tujuan.

Integritas kulit dapat diatasi.

Page 32: Askep Hiva Aids

Kriteria hasil

-          Menunjukan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi

-          Menunjukan tingkah laku /tekhnik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi

Mandiri

1.    Kaji kulit setiap hari.

Rasional    : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan dilakukan intervensi yang tepat.

2.    Intruksikan atau pertahankan hygiene kulit. Misalnya membasuh dan mengeringkanya dengan hati-hati.

Rasional    : Memperthankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.

3.    Pertahankan seprei bersih, dan kering.

Rasional    : Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi pada kulit.

4.    Dorong untuk ambulansi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan.

Rasional    : Menurunkan tekanan pada kulit dari istrahat lama di tempat tidur.

5.    Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barier protektif.

Rasional    : Dapat mengurangi konataminasi bakteri, dan meningkatkan proses penyembuhan.

Kolaborasi

1.    Berikan matras atau tempat tidur busa.

Rasional    : Menurunkan atau mengurangi tekanan pada kulit atau jaringan.

2.    Gunakan/berikan obat-obatan topika/sistemik sesuai indikasi. Misalnya Telfa.

Rasional    : Digunakan pada perawatan lesi kulit, perawatan harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi silang.

f.     Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

Tujuan.

Klien dapat berhadapan dengan situasi sekarang secara realistis.

Page 33: Askep Hiva Aids

Kriteria hasil.

-          Menyatakan kesadaran tentang perasaan dan cara sehat untuk menghadapinya.

-          Menunjukan rentang normal dari perasaan atau berkurangnya rasa takut.

Intervensi

Mandiri

1.    Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam batasan situasi tertentu.

Rasional    : Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk memecahlan masalah pada situasi yang diantisipasi.

2.    Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien.

Rasional    : Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan ditelantarkan.

3.    Waspada terhadap  tanda-tanda penolakan/depresi.

Rasional : Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme    bertahan dengan penolakan dan terus berharap bahwa diagnose tidak akurat.

4.    Izinkan pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, putus asa tanpa konfirmasi.

Rasional    : Penerimaan perasaan akan membuat pasien dapat menerima situasi.

Kolaborasi

1.    Rujuk pada konseling psikiatri (psikiater)

Rasional    : mungkin dibutuhlkan bantuan lebih lanjut dengan diagnose.

Page 34: Askep Hiva Aids

BAB III

PEMBAHASAN

Permasalahan keperawatan yang muncul pada klien dengan HIV/AIDS adalah:

1.    Infeksi berhubungan dengan resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak berdaya bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing, virus HIV lebih dahulu telah melumpuhkan sel T helper tersebut sehingga benda asing termasuk virus, bakteri, kuman dengan mudah masuk ketubuh ODHA.

2.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat.

Pada dasarnya diare pada HIV atau non HIV adalah sama. Keparahan diare tergantung tingkat daya penetrasi merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhu sekresi cairan pada usus halus dan daya lekat kuman. Toksin yang dihasilkan bakteri non invasive menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenia dinukleotid (NAD) sehingga meningkatkan siklus AMP dalam sel. Pada akhirnya sel menskresikan aktif anion klorida

Page 35: Askep Hiva Aids

kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kalium dan natrium. Diare pada HIV bisa terjadi karena virus, bakteri, parasit yang menginfeksi pada gastrointestinal.

3.    Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal.

Pada kasus HIV terjadi infeksi menyeluruh antara lain infeksi opportunistik yang menyebabkan infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh  Cryptosporidiosis yaitu sejenis parasit. Selain itu  ialah Cytomegalovirus  yaitu sejenis virus yang menginfeksi seluruh tubuh tetapi biasanya biasa menginfeksi lambung, Infeksi virus ini biasanya terjadi apabila jumlah sel T CD4+ kurang dari 50 mm3 darah. Infeksi bakteri Mycobacterium Avium Kompleks ,Infeksi ini biasanya terjadi apabila jumlah sel CD4+ kurang dari 50 mm3  darah.

4.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi/kerusakan jaringan.

Virus HIV menyerang system imun terutama limfosit, sel penanda CD4, sehingga mudah terjadi infeksi dan infeksi ini terjadi secara sistemik artinya dapat terjadi pada seluruh organ-organ. Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya

5.    Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis.

Imunologi yang menurun menyebabkan mudahnya terjadi peradangan kulit akibat infeksi virus, bakteri dan jamur misalnya herpes, pseudomonas, candida.

6.    Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991). Sedangkan pada HIV/AIDS terjadi peningkatan ketegangan, ketakutan, perasaan tidak berdaya, putus asa.

Page 36: Askep Hiva Aids

BAB IV

PENUTUP

A.   Kesimpulan

AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.

Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.

Manifestasi klinis AIDS yaitu Infeksi retroviral akut : gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare, leukopenia, dan limfosit atipik. Masa asimfomatik : pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi limfadenopati umum. penurunan jumlah cd4 terjadi bertahap, disebut juga masa jendela (window period). Masa gejala dini : gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, itp, dan tuberkolosis paru. Masa gejala akut : pada masa ini jumlah cd4 dibawah 200. penurunan daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau keganasan.

Patofisiologis AIDS yaitu disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan 10 minggu -10 tahun. Virus menempel pada limfosit T penolong atau CD4 dan menghancurkannya sehingga terjadi kelemahan system kekebalan tubuh. HIV juga menyebabkan gangguan limfosit B sehingga menyebabkan produksi antibody meningkat tapi antibody yang dihasilkan tidak banyak membantu infeksi yang disebabkan HIV.

Penatalaksanaan medis untuk penderita AIDS yaitu dengan pengendalian infeksi oportunistik, terapi AZT, terapi antiviral baru, vaksin dan rekonstruksi baru.

Diagnosa untuk AIDS antara lain :

1.    Infeksi, resiko tinggi terhadap pertahanan primer tak efektif, depresi system imun.

2.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat, pembatasan pemasukan.

Page 37: Askep Hiva Aids

3.    Kekurangan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan untuk mencerna.

4.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan.

5.    Integritas kulit, kerusakan berhubungan dengan deficit imunologis.

6.    Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep pribadi, penularan penyakit pada orang lain.

B.   Kritik dan Saran

Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Hanya kepada Allah penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :

1.    Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.

2.    Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS.

Page 38: Askep Hiva Aids

KATA PENGANTAR

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 .Patofissiologis Konsep Klinis Proses – ProsesPenyakit . Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang benama sel CD4 sehinggan dapat merusak system kekebalan tubuh manusia yang akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.

Page 39: Askep Hiva Aids

Virus menyerang CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebala tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia hanya karena pilek biasa.

Di Indonesia kasus HIV AIDS pertama kali ditemukan di Bali tahun 1987. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV AIDS cenderung menggeser transmisi melalui kontak antar darah terutama pada pengguna narkotika intra vena atau intravenous drug user (IDU). Pada tahun 2000 terjadi penyebaran pandemic HIV secara nyata melalui pekerja seks di Indonesia. Selama tahun 2002 orang yang rawan tertular HIV di Indonesia antara 13 juta-20juta, sedangkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) diperkirakan antara 90.000-130.000 orang. Tahun 2006 diperkirakan terdapat 5,3-8,7 juta orang beresiko tinggi tertular HIV dengan jumlah terbesar adalah lelaki pelanggan penjajah seks. Pemakai narkotika suntik diestimasi 191.000-248.000 dan memiliki pasangan seksual sekitar 85.700 orang.

Secara fisiologis HIV menyerang sistim kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stress psikososial spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan memepercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (eshaused stage), maka dapat menimblkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.

B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa Stikes ST. Elisabeth Medan

2.      Tujuan Khusus

Agar mahasiswa dapat mengerti tentang: Konsep Medis HIV dan Asuhan Keperawatan HIV

Page 40: Askep Hiva Aids

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1.      KONSEP DASAR MEDIK

a. Pengertian

Page 41: Askep Hiva Aids

HIV (Human Immunodefisienci Virus) merupakan virus sitopatik dari family Retro virus. HIV dapat masuk ke dalam tubuh mansia melalui berbagai cara yaitu secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui), horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisa, perawatan gigi) dan trans seksual (homoseksual maupun heteroseksual). Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa seperti pada kontak seksual.

Virus HIV terdiri dari 2 sub tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasinya lebih cepat. Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang  dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merpakaan komponen fungsional dan structural. 3 gen tersebut adalah gag, pol, dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah singkatan dari envelope (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006). Gen mengode protein inti. Gen pol menngode enzim reverse transcriptase, protease, dan integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein.

HIV ini oleh Barre-Sinoussi, Montagnier, dan kawan-kawannya di institut Pasteur pada tahun 1983 menyebutkan sebagai limfodenopati akibat virus (LAV= Lymphadenopathy associated virus). Pada tahun 1984 Popovic, Gallo, dan kerabat kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan produktif setelah diinfeksi oleh virus, dan berlangsung bersama-sama dengan kedua retrovirus yang telah dinyatakan sebelumnya.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan dampak atau efek dari perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh mahluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sitem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh virus HIV.

Ketika kita terkena virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1.       Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2.      Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu.

3.      Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4.      Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

Page 42: Askep Hiva Aids

5.      AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

b. Etiologi

Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus(HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan  internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) yang termasuk retrovirus dan lentivirus. Karakteristik HIV (Harris dan Bolus, 2008):

Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia

Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia

Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap infeksi penyakit

Semua orang dapat terinfeksi HIV

Orang dengan HIV + terlihat sehat dan merasa sehat

Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV

Page 43: Askep Hiva Aids

Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian infeksi HIV yaitu dengan tes darah.

Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase(RT), protease (PR), dan integrase (IN). Retrovirus juga memiliki sejumlah  gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu) (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).

Virus HIV termasu ke dalam family Retrovirus sub family Lentivirinae. Virus family ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetic dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetic virus juga ikut diturunkan.

Setelah HIV menginfeksi seseorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibody negative menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bias mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga sebagai periode jendela (window periode). Kemudian dimulai infeksi HIV asimtomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunanmenjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/µL.

Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahunhampir semua orang yang terinfeksi HIVmenunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan system kekebalan tubuhyang juga bertahap.

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan BB, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur herpes, dll. Virus HIV yang telah berhasil masuk ke dalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-

Page 44: Askep Hiva Aids

sel microglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrite pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikrogilia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah disre kronis

c. patofisiologi dan Pathway

Patofisiologi:

Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T

helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan

pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam

menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas

seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk

zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV

mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas

bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA

agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang

biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi

irreversibel dan berlangsung seumur hidup.

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di

infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada

kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun

akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4.

setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita

akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara

terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6

bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan

pada orang dewasa.

Page 45: Askep Hiva Aids

Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang

mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena

penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,

protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma

kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan

kerusakan neurologis.

Pathway HIV:

Page 46: Askep Hiva Aids

d. Manifestasi klinis

Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita

AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya

adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai

Page 47: Askep Hiva Aids

berikut :

• Rasa lelah dan lesu

• Berat badan menurun secara drastis sekitar 10% per bulan

• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam

• Mencret dan kurang nafsu makan

• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut

• Pembengkakan leher dan lipatan paha

• Radang paru-paru

• Kanker kulit

e. Komplikasi

beberapa komplikasi pada penyakit AIDS:

1.      Oral lesi:

Karena kandidia, herpes simpleks, sarkoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan BB, keletihan dan catat.

2.      Neurologik:

·         kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.

·         Enselophaty akut: karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek: sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.

·         Infark serebral kornea sifilis, meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis

·         Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV,

·         Gastrointestinal

f. Prognosa

Page 48: Askep Hiva Aids

Selama beberapa tahun, Antiretroviral Therapy Cohort Collaboration telahmemantau perkembangan pasien HIV-positif setelah mulai terapi antiretroviral (ART).

Sebagaimana dilaporkan dalam jurnal AIDS edisi 31 Mei 2007, para peneliti memperkirakan prognosis selama lima tahun oleh pasien yang belum pernah diobati dan baru memulai ART, dengan mempertimbangkan tanggapan imunologi dan virologi terhadap pengobatan.

Analisis gabungan ini termasuk data dari 12 kelompok di Eropa dan Amerika Utara, mewakili 20.379 orang dewasa yang mulai ART antara 1995 dan 2003.

Model ketahanan hidup parametrik dipakai untuk memperkirakan kejadian kumulatif setelah lima tahun terhadap kejadian atau kematian terdefinisi AIDS yang baru, dan kematian saja, sejak mulai ART dan sejak enam bulan setelah mulai ART. Data dianalisis secara intention-to-continue-treatment (mangkir dianggap gagal), mengabaikan perubahan dan penghentian pengobatan.

Hasil

1.005 pasien meninggal selama masa tindak lanjut 61.798 orang-tahun.

1.303 pasien lain mengembangkan AIDS.

Sejumlah 10.046 pasien (49%) memulai ART baik dengan jumlah CD4 di bawah 200 atau setelah didiagnosis AIDS.

Risiko AIDS atau kematian dalam lima tahun sejak memulai ART berkisar mulai 5,6% hingga 77%, tergantung pada usia, jumlah CD4, viral load, stadium klinis, dan riwayat penggunaan narkoba suntikan.

Untuk kematian saja, kisarannya adalah 1,8% hingga 65%.

Sejak enam bulan setelah mulai memakai ART, kisaran terkait untuk AIDS atau kematian adalah 4,1% hingga 99%.

Kisaran terkait untuk kematian saja adalah 1.3% hingga 96%.

g. Pemeriksaan Diagnostik

Terdapat beberapa tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa HIV AIDS

Page 49: Askep Hiva Aids

1.       ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain juga bisa menunjukkan hasil positif sehingga menyebabkan false positif, diantaranya penyakit autoimun ataupun karena infeksi. Sensivitas ELISA antara 98,1%-100% dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.

2.      Western Blot

Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk menemukan orang yang tidak mengidap HIV) antara 99,6% - 100%. Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan.

3.      PCR (Polymerase chain reaction)

 PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.

4.      P24 antigen test

5.      Kultur HIV

h. Penatalaksanaan

A. Konseling dan Edukasi

Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis HIV/AIDS ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan. Bahkan, konseling dan edukasi merupakan pilar pertama dan utama dalam penatalaksanaan HIV/AIDS; karena keberhasilan pencegahan penularan horizontal maupun vertikal, pengendalian kepadatan virus dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO serta komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling danedukasi berhasil dilakukan dengan baik. Pada konseling dan edukasi perlu diberikan dukunganpsikososial supaya ODHA mampu memahami, percaya diri dan tidak takut tentang status dan

Page 50: Askep Hiva Aids

perjalanan alami HIV/AIDS, cara penularan, pencegahan serta pengobatan HIV/AIDS dan IO; semuanya ini akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkunganny

B.     Antiretrovirus (ARV)

Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang.  ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV telah ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan dibuktikan secara laboratories (Hammer et al., 2008).

Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml (Dolin, 2008).

Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan obat ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat ini adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based inhibitor) dan nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), protease inhibitor (PI) (Gatell, 2010).

Nucleoside Reverse Transcriptase Iinhibitor atau NRTI merupakan analog nukleosida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat enzim reverse transkriptaseselama proses transkripsi RNA virus pada DNA host.  Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetitif mengganggu transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi sedangkan analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse transkriptase dan menginaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI antara lain Abacavir (ABC), Zidovudine (AZT), Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC) dan Stavudine (d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) Nevirapine (NVP), Delavirdine (Elzi et al., 2010).

Page 51: Askep Hiva Aids

Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI, produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos-Amprenavir (FPV), Indinavir (IDV), Lopinavir (LPV) and Saquinavir (SQV) (Maggiolo, 2009).

Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI. Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau nukleotida seperti AZT, TDF, ABC atau d4T. Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau NVP dapat dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini pertama. Terapi lini pertama dapat juga dengan mengkombinasikan 3 obat golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh. Pemilihan regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada gambar 2.7.2. (Kitahata et al. 2009).

Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan penghitungan CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-load. Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.  Selain itu terjadinya toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat. Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil pemeriksaan fisik pasien, atau dari hasil pemeriksaan laboratorium, tergantung dari macam kombinasi obat yang dipakai (Maggiolo, 2009).

Penilaian klinis toksisitas harus dibedakan dengan sindrom pemulihan kekebalan (immuno reconstitution inflammatory syndrome / IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV. Sindrom ini ditandai oleh timbulnya infeksi oportunistik beberapa minggu setelah ART dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap infeksi oportunistik yang semula subklinik. Keadaan tersebut terjadi terutama pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut. Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala atipik dari infeksi oportunistik. Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi (Maggiolo, 2009).

C. Terapi Infeksi Opportunistik

Page 52: Askep Hiva Aids

Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan  mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang sebetulnya berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah yang ada di sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari lingkungan dan cara hidup penderita (Paterson et al., 2000).

Hampir 65% penderita HIV/AIDS mengalami komplikasi pulmonologis dimana pneumonia karena P.carinii merupakan infeksi oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi M tuberculosis, pneumonia bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang terjadi.Alasan terpenting mengapa sering terjadi komplikasi pulmonologis pada infeksi HIV adalah konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen terhadap virus HIV (endogen) yang melemahkan sistem imun. Komplikasi pulmonologis, terutama akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium dengan berbagai manifestasi (Paterson et al., 2000).

Manajemen PCP tergantung dari derajat berat-ringannya pneumonia yang terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat, penderita harus di rawat di rumah sakit karena mungkin memerlukan bantuan ventilator (sekitar 40% kasus). Obat pilihan adalah kotrimoksazol intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini diberikan selama 21 hari. Penderita yang berespon baik dengan antibiotika intravena, dapat melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah memungkinkan. Hipoksemia yang signifikan (PaO2 < 70 mmHg atau gradien arterial-alveoler > 35), memerlukan kortikosteroid dan diberikan sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan risiko komplikasi dan memperbaiki prognosis.16,18 Pada kasus-kasus ringan-sedang dapat diberikan kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960 mg selama 21 hari. Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone plus trimetoprim, klindamisin plus primakuin, atovaquone atau trimetrexate plus leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).

Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang terjadi (Gatell, 2010).

Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan Bolus, 2008).

Page 53: Askep Hiva Aids

Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak direkomendasikan (Gatell, 2010).

Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi  keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.  Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan imunomodulator interferon telah dicoba, yang sebenarnya lebih ditujukan untuk memperpanjang masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan (Sheng Wu et al., 2008).

Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan keluarga penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus. Perawatan khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu mempergunakan alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan, yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan kontak dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).

D.  Pencegahan

Page 54: Askep Hiva Aids

Cara penularan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak tertular oleh virus HIV adalah

1)   Berperilaku seksual secara wajar

Risiko tinggi penularan secara seksual adalah para pelaku homoseksual, biseksual dan heteroseksual yang promiskuitas. Penggunaan kondom pada hubungan seks merupakan usaha yang berhasil untuk mencegah penularan; sedangkan spermisida atau vaginal spongetidak menghambat penularan HIV.

2)    Berperilaku mempergunakan peralatan suntik yang suci hama.

Penularan melalui peralatan ini banyak terdapat pada golongan muda pengguna narkotik suntik, sehingga rantai penularan harus diwaspadai. Juga penyaringan yang ketat terhadap calon donor darah dapat mengurangipenyebaran HIV melalui transfusi darah(38).

3)      Penularan lainnya yang sangat mudah adalah melalui cara perinatal.

Seorang wanita hamil yang telah terinfeksi HIV, risiko penularan kepada janinnya sebesar 50%. Untuk mencegah agar virus HIV tidak ditularkan ke orang lain dapat dilakukan dengan cara bimbingan kepada penderita HIV yang berperilaku seksual tidak aman, supaya menjaga diri agar tidak menjadi sumber penularan. Pengguna narkotik suntik yang seropositif agar tidak memberikan peralatan suntiknya kepada orang lain untuk dipakai; donor darah tidak dilakukan lagi oleh penderita seropositif dan wanita yang seropositif lebih aman bila tidak hamil lagi (UNAIDS, 2002)

2.      KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1)      Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.

2)      Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3)      Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

4)      Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.

5)      Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

6)      HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.

Page 55: Askep Hiva Aids

7)      Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan, kaku kuduk, kejang, paraplegia.

8)      Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

9)      Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10)  Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

11)  Gastro Intestinal : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

12)  Genitalia : lesi atau eksudat pada genital.

13)  Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

Pengkajian 11 Pola Gordon:

1.       Pola Persepsi Kesehatan

-          Adanya riwayat infeksi sebelumya.

-          Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.

-          Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.

-          Adakah konsultasi rutin ke Dokter.

-          Hygiene personal yang kurang.

-          Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

2.   Pola Nutrisi Metabolik

-          Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.

-          Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.

-          Jenis makanan yang disukai.

-          Napsu makan menurun.

-          Muntah-muntah.

-          Penurunan berat badan.

-          Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.

Page 56: Askep Hiva Aids

-          Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.

3.      Pola Eliminasi

-          Sering berkeringat.

-          Tanyakan pola berkemih dan bowel.

4.      Pola Aktivitas dan Latihan

-          Pemenuhan sehari-hari terganggu.

-          Kelemahan umum, malaise.

-          Toleransi terhadap aktivitas rendah.

-          Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.

-          Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

5.      Pola Tidur dan Istirahat

-          Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.

-          Mimpi buruk.

6.      Pola Persepsi Kognitif

-          Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.

-          Pengetahuan akan penyakitnya.

7.      Pola Persepsi dan Konsep Diri

-          Perasaan tidak percaya diri atau minder.

-          Perasaan terisolasi.

8.      Pola Hubungan dengan Sesama

-          Hidup sendiri atau berkeluarga

-          Frekuensi interaksi berkurang

-          Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

9.      Pola Reproduksi Seksualitas

-          Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.

Page 57: Askep Hiva Aids

-          Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

10.  Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

-          Emosi tidak stabil

-          Ansietas, takut akan penyakitnya

-          Disorientasi, gelisah

11.  Pola Sistem Kepercayaan

-          Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

-          Agama yang dianut

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler

2.      Intoleransi aktivitas. Hal ini berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, efek  samping pengobatan, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan)

3.      Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi,skresi trakeobronkial, keganasan paru, dan pneumotoraks

4.      Diare berhubungan dengan gangguan GI

5.      Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diare

6.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

7.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.

8.      Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

Page 58: Askep Hiva Aids

C.     Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler

Tujuan : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.

Intervensi Rasionalisasi

·         Monitor tanda-tanda infeksi baru.

·         Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif.

·         Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.

·         Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.

·         Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

·         Untuk pengobatan dini

·         Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen

·         Mencegah bertambahnya infeksi

·         Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

·         Mempertahankan kadar darah yang terapeutik

Diagnosa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas sesuai jadwal yang telah dibuat.

Hasil yang diharapkan :

Intervensi Rasionalisasi

·         Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, tekanan darah¸dispnoe atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan berlebihan

·         Instruksikan pasien untuk tetap menghemat energy

·         Untuk mengamati batas aktivitas yang mampu dilakukan oleh pasien dengan baik

Page 59: Askep Hiva Aids

·         Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

·         Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas

·         Untuk menghindari kelelahan

·         Agar pasien mampu melakukan semua aktivitas kembali seacara bertahap.

·         Untuk mengetahui batas kemampuan pasien setelah tindakan dilakukan

Diagnosa 3: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi, sekresi trakeobronkial, keganasan paru dan pneumotoraks.

Tujuan: mempertahankan jalan nafas yang adekuat

Intervensi Rasionalisasi

·         Kaji fungsi pernapasan, contohnya bunyi napas, kecepatan irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori

·         Kaji kemampuan untuk mengeluarkan secret, adanya hemoptisis

·         Pertahankan pasien pada posisi yang nyaman dan aman, seperti meninggikan posisi tempat tidur

·         Pertahankan polusi lingkungan minimum

·         Untuk memantau keefektifan pernafasan

·         Untuk mengetahui apakah tindakan Suction harus dilakukan atau tidak

·         Untuk melapangkan jalan nafas

·         Agar pasien merasa nyaman untuk bernafas (memperoleh oksigen yang cukup)

Diagnosa 4 : Diare berhubungan dengan infeksi GI

Tujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang.

Intervensi Rasionalisasi

Page 60: Askep Hiva Aids

·         Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

·         Auskultasi bunyi usus

·         Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order

·         Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

·         Mendeteksi adanya darah dalam feses

·         Untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda luka pada saluran pencernaan

·         Untuk mengetahui adanya hiperperistaltik usus (pada diare)

·         Untuk menghindari kram pada perut /abdomen

·         Untuk meringankan kerja saluran cerna

·         Untuk mengetahui ada tidaknya lesi pada GI

Diagnosa 5: Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diare

Tujuan : mempertahankan status hidrasi yang adekuat

Intervensi Rasionalisasi

·         berikan penjelasan tentang pentingnya cairan pada pasien dan keluarga

·         observasi pemasukan dan pengeluaran cairan

·         anjurkan pasien untuk banyak minum (>8gelas)

·         observasi kelancaran tetesan infus

·         kolaborasi dengan pasien untuk terapi cairan (oral/ parenteral)

·         Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien

·         Untuk mengetahui keseimbangan cairan

·         Untuk pemenuhan kebutuhan cairan

·         Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah terjadinya odem

·         Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

Page 61: Askep Hiva Aids

Diagnosa 6: Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

Intervensi Rasionalisasi

·         Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

·         Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bila merawat pasien.

·         Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

·         Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Diagnosa 7: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.

Tujuan : mengembalikan rasa percaya diri pasien dan dapat menerima keadaan tubuhnya.

Intervensi Rasionalisasi

·          Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.

·          Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

·         memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.

·         memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

Diagnosa 8: Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

Tujuan : membuat masyarakat mau bersosialisasi dengan pasien

Page 62: Askep Hiva Aids

Intervensi Rasionalisasi

·         Tentukan respon klien terhadap kondisi, perasaan tentang diri, keprihatinan atau kekhawatiran tentang respons orang lain, rasa kemampuan untuk mengendalikan situasi, dan rasa harapan.

·         Diskusikan kekhawatiran tentang pekerjaan dan keterlibatan rekreasi. Catatan potensi masalah yang melibatkan keuangan, asuransi, dan perumahan.

·         Identifikasi ketersediaan dan stabilitas sistem dukungan keluarga dan masyarakat.

·         Mendorong kontak dengan keluarga dan teman-teman.

·         Membantu klien membedakan antara isolasi dan kesepian atau kesendirian, yang mungkin oleh pilihan.

·         Waspada terhadap isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, seperti penarikan, pernyataan putus asa, dan rasa kesendirian. Menentukan keberadaan dan tingkat risiko pikiran untuk bunuh diri.

·         Mengidentifikasi sumber daya masyarakat, kelompok self-help, dan program rehabilitasi atau penghentian obat , seperti yang ditunjukkan.

·         Bagaimana menerima individu dan berhubungan dengan situasi akan membantu menentukan rencana perawatan dan intervensi.

·         Klien berpotensi terminal, yang membawa sebuah stigma, menghadapi masalah besar dengan kemungkinan kehilangan pekerjaan, dan mereka menjadi tidak mampu merawat diri sendiri secara mandiri.

·         Informasi ini sangat penting untuk membantu perawatan klien merencanakan masa depan.

·         Banyak klien takut mengatakan keluarga, dan teman-teman karena takut penolakan, dan beberapa klien menarik diri karena perasaan penuh gejolak.

·         Memberikan kesempatan bagi klien untuk mewujudkan kontrol ia harus membuat keputusan tentang pilihan untuk mengurus diri tentang masalah ini.

·         Indikator keputusasaan dan bunuh diri dapat hadir. Ketika isyarat diakui, klien biasanya bersedia untuk mengungkapkan pikiran dan rasa keterasingan dan keputusasaan.

·         Menyediakan kesempatan untuk menyelesaikan masalah yang mungkin berkontribusi terhadap rasa kesepian dan isolasi, risiko penularan, dan rasa

Page 63: Askep Hiva Aids

bersalah

BAB III

PENUTUP

Page 64: Askep Hiva Aids

A.    KESIMPULAN

HIV (Human Immunodefisienci Virus) merupakan virus sitopatik dari family Retro virus. HIV dapat masuk ke dalam tubuh mansia melalui berbagai cara yaitu secara vertical dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan, menyusui), horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilisasi kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisa, perawatan gigi) dan trans seksual (homoseksual maupun heteroseksual).

Diagnosa yamg dapat ditegakkan dari pasien dengan HIV adalah:

1.      Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefenisi seluler

2.      Intoleransi aktivitas. Hal ini berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, efek  samping pengobatan, demam, malnutrisi, dan gangguan pertukaran gas (sekunder terhadap infeksi paru atau keganasan)

3.      Bersihan jalan nafas tidak efektif. Hal ini berhubungan dengan penurunan energy, kelelahan, infeksi respirasi,skresi trakeobronkial, keganasan paru, dan pneumotoraks

4.      Diare berhubungan dengan gangguan GI

5.      Volume cairan kurang, berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder terhadap lesi oral dan diare

6.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

7.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit kronis, alopsia, penurunan berat badan, dan gangguan seksual.

8.      Isolasi social, berhubungan dengan stigma, ketakutan orang lain terhadap penyebaran infeksi, ketakutan diri sendiri terhadap penyebaran HIV, moral, budaya, agama, penampilan fisik, serta gangguan harga diri dan gambaran diri.

Page 65: Askep Hiva Aids

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawati, Nunuk Dian., Nursalam. 2009. Asuha Keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/ AIDS. Jakarta : Salemba Medika

Page 66: Askep Hiva Aids