ASKEP Ganguan Kelenjar Paratiroid
Transcript of ASKEP Ganguan Kelenjar Paratiroid
ASKEP GANGGUAN KELENJAR PARATIROID
PADA SISTEM ENDOKRIN
KELOMPOK 3 :
ADITYA KUSMANINGRUM 08320002ENDEN 083200SUSI MARLENI 08320065RIKA NURMA YUNITA SARI 08320052INDAH TRI NURHAYATI 08320031SRI WIDARI 08320063LISA ZELFIANAH 08320035MUHAYAROH 083200SRI WIDARI 083200ARDILAH SUSANTI 083200MINDO EPANTUS 083200I PUTU FERDI 083200HARI SENJANI 083200ANDWI 083200MADE AGUS 083200
PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK)UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG2010/2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat melaksanakan penulisan makalah ini.
Adapun makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Endokrin
agar bisa tercapai sistem pembelajaran semester ini.
Dalam rangka pembuatan makalah Sistem Endokrin oleh sebab itu, sudah sepatutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ns.Amila S.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
2. Teman-teman sekelompok
Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan.
Guna memperbaiki laporan makalah ini agar menjadi lebih baik, maka penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang membaca laporan ini.
Penulis
KELENJAR PARATIROID
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus
ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat
cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid
dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan
kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid.
Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini
bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus,
bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam
parenkim kelenjar tiroid
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak
tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di
kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup
bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan
tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell)
yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan
granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil
yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar
mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit
dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar
binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih
belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi
mensekresi sejumlah hormon.Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid
(parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur
kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu
dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi
kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan
kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam
mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.
HIPERPARATIROIDISME
a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal
yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu
hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua
atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien
yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai
manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat
retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan
meningkatkan sekresi hormon paratiroid.
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid
diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon
paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan
pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium
oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga
menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme
biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier.
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat
membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium.
dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak
walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma
tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai
adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya
berhubungan dengan kelainan endokrin lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid
karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus
tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari
berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau
hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan
neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari
kelenjar yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 %
pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia
atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan
gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus
disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat
kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu
kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat
kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan
preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya
kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar
tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan
meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer,
karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang
disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak
yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari
limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH
juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia
kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah.
Konsentrasi PTH serum juga meningkat.
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi
tidak muncul secara langsung.
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif
pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan
absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap
pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit,
jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan
oleh PTH untuk bekerja di target organ.
d. Manifestasi Klinis
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual,
muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan
dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi
mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang
disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar
kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat
dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna
akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal
dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga
tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang
berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium
dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang
menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 %
pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik
karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada
ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau
pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan
sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama
24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.
Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia.
Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta
hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes
yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar
hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan
pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan
resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen
akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar
PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk
menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
Cystic-cystic dalam tulang
Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystica
g. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan
bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada
sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan
fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau
dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia,
kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah
terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti
bahwa minuman ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk
melaporkan manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme
primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan
kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk
menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus
diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang
menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan
ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien
dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien
juga menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus
diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan
peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan
masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
HIPOPARATIROIDISME
a. Pengertian
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak
adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan
oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau
tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara
congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
b.Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat
pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat
(acquired).
2) Hipomagnesemia.
3) Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4) Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,
yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid
karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah
untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi
biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan
operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan
paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar
paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang
dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi
hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar
paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1)
pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %,
dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada
bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon
terganggu.
d. Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan
gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi
spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan
gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan
kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta
kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme
laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi
karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya
mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan
hipotensi dapat terjadi
e. Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan
akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-
tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga
menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri
dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya
hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1. Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-
6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2. Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3. Fosfatase alkali normal atau rendah
4. Foto Rontgen:
a) Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di
tengkorak
b) Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus
koroid
5. Density dari tulang bisa bertambah
6. EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
f. Komplikasi
1) Kalsium serum menurun
2) Fosfat serum meninggi
g. Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5
mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila
terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan
iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital
dapat dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi
hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens
reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi
hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan
pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium
serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus
dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena
mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral
garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet.
Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat
fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya
diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
Hiperparatiroidisme
a. Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan
hiperkalsemia resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien.
2) Riwayat penyakit dalam keluarga.
3) Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan
nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat trauma/fraktur tulang.
5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
c) Perubahan tingkat kesadaran.
7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik
seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan
mengancam.
8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
a) Pemeriksaan laboratorium :
dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang
merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi
hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme
primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat
anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
b) Pemeriksaan radiologi,
akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
hiperparatiroidisme antara lain :
1) Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang
yang mengakibatkan fraktur patologi.
2) Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal
sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
3) Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
4) Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari
hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
c. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan
demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh
tidak terdapatnya fraktur patologi.
Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk
mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun.
Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat
tidurnya.
2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien
dengan hati-hati.
3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan
fisik.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah
posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi
yang tiba-tiba.
6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan.
Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.
2) Diagnosa Keperawatan : Perubahan eliminasi urine yang berhubungan
dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan
hiperfosfatemia.
Tujuan : Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60
ml/jam.
Intervensi Keperawatan :
1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi
merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme
karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.
2. Berikan sari buahn canbery atau prune untuk membantu agar urine
lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah
pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam
urine yang asam ketimbang urine yang basa.
3) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan
anorexia dan mual.
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti
yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah
kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia.
2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk
susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal
yang tidak menyenangkan.
3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi
kalori tanpa produk yang mengandung susu.
4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
4) Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek
merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang
dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan
fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang
memungkinkan.
3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum
sedikitnya enam sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada
kontra indikasi.
4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan
pada dokter pelunak feses atau laksatif.
HIPOPARATIROIDISME
a. Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji
manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan
hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata
seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau
adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien.
1. Sejak kapan klien menderita penyakit.
2. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
3. Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya
pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
4. Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
2) Keluhan utama, antara lain :
1. Kelainan bentuk tulang.
2. Perdarahan sulit berhenti.
3. Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
3) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1. Kelainan bentuk tulang.
2. Tetani.
3. Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
4. Pernapasan bunyi (stridor).
5. Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan
mudah patah; kulit kering dan kasar.
4) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1. Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2. Pemeriksaan radiologi.
b. Diagnosa Keperawatan
a) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan
kadar kalsium serum.
b) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik
(individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
regimen diet dan medikasi.
c. Rencana Tindakan Keperawatan
1) Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan
kadar kalsium serum.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh
kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan
gas-gas darah dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan :
1. Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu
waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan.
Siapkan selalu set selang endotrakeal, laringoskop, dan
trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.
2. Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah
tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di
dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
3. Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk
beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
4. Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium
karbonat seperti Tums.
2) Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen
terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang regimen diet dan medikasi.
Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang
dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti
regimen diet dan terapi.
Intervensi Keperawatan :
1. Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis
sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan
modifikasi diet sepanjang hidupnya.
2. Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat
yang harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa
semua bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol,
diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk melihat
hasilnya.
3. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor.
Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari
dietnya, karena makanan ini mengandung fosfor.
4. Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien
hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan
kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium
serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi.
Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus
menyesuaikan regimen terapeutik untuk memperbaiki
ketidakseimbangan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu
penanganan pada penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan
jaringan paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak
sehingga menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala
dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali
ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan
yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).
Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit
diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.
Kozier, et al.1993. Fundamental of nursing. California: Addison-Wesley Publishing
Company.