Askep Cor Pulmonal
-
Upload
ayu-dessye-mey -
Category
Documents
-
view
414 -
download
23
description
Transcript of Askep Cor Pulmonal
AN KEPERAWATANPADA PASIEN KOR PULMONAL
OLEH :
1. Marlin Sutrisna2. Nita Yunita 6. Hendro Anggoro3. Pipin Herawati 7. Ridha Yulia4. Evi melianti 8. Ezi Novita5. Nurman Hidayat 9. Richa
JURUSAN KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU2010
A.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Sistem Respirasi” yang berjudul “Asuhan Keperawatan Cor Polmunal ”. Mengingat akan keterbatasan waktu, pengetahuan,
tenaga dan fasilitas yang ada dalam pembuatan asuhan keperawatan ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum begitu
sempurna. Dengan selesainya asuhan keperawatan ini kami mengucapkan rasa terima kasih kepada Ns. Agus Supriadi, S. Kep, selaku
dosen pembimbing mata kuliah Sistem Respirasi. Kami menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan asuhan keperawatan
selanjutnya.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih dan semoga saja asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi kita semua.
Bengkulu, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang 1
1. 2. Tujuan 2
1. 3. Manfaat 2
BAB II. TINJAUAN TEORITIS 3
2.1. Konsep Dasar Teori 3
2.1.1 Pengertian 3
2.1.2 Etiologi 4
2.1.3 Patofisiologi 5
2.1.4 WOC 8
2.1.5 Manisfestasi klinis 8
2.1.6 Pemeriksaan penunjang 10
2.1.7 Diagnosa Banding 11
2.1.8 Penatalaksanaan 11
2.1.9 Pengobatan 13
2.1.10. Komplikasi 13
2.2. Konsep Dasar Askep 14
2.2.1. Pengkajian Teoritis 14
2.2.2. Diagnosa Keperawatan 18
2.2.3. Rencana Asuhan Keperawan 19
BAB III TINJAUAN KASUS (kasus fiktif) 22
3.1. Pengkajian 22
3.2. Diagnosa Keperawatan 32
3.3. NCP (Nursing Care Pleanning) 33
3.4. Implememtasi 36
3.5. Evaluasi (SOAP) 36
BAB IV. PENUTUP 38
4.1. Kesimpulan 38
4.2. Saran 38
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kor Pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul
akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri
maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonal. Kor Pulmonal dapat terjadi akut (contohnya
PE masif) atau kronik.
Setiap penyakit yang menyerang paru-paru dan disertai dengan hipoksemia dapat mengakibatkan kor pulmonal. Penyebab yang paling
sering adalah PPOM dimana perubahan dalam jalan napas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi alveolar. Penyebab lainnya
adalah kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi, yang mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga ,
obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jaringan vascular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer, embolus paru).
Kelainan tertentu system persyarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan kor
pulmonal.
Insidens yang tepat dari cor pulmonal tidak diketahui, karena sering kali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis atau pada waktu
autopsy. Perkirakan insidens kor pulmonal adalah 6 sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan yang
memakai criteria ketebalan dinding ventrikel postmortem(Fishman, 1998).
Berdasarkan pernyataan di atas maka penulis membuat makalah yang berjudul Asuhan keperawatan pada Pasien Kor Pulmonal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Asuhan keperawatan pada pasien kor pulmonal.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang pengertian kor pulmonal.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi
3. Untuk mengetahui tentang patofisiologi
4. Untuk mengetahui tentang WOC
5. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis
6. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis
8. Untuk mengetahui tentang teori askep kor pulmonal
9. Untuk mengetahui tentang tinjauan kasus(fiktip belaka)
1.3 Manfaat
Dalam mempelajari cor pulmonal manfaat yang dapat kita ambil adalah:
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kelompok tentang asuhan keperawatan kor pulmonal.
Apa saja yang dapat menyebabkan penyakit cor pulmonal
Tintakan apa saja yang dapat kita lakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit cor pulmonal
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. 1. KONSEP DASAR TEORI
2.1.1. Pengertian
Menurut Sylvia a. Price (2005:819) kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau
dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluhnya darahnya.
Menurut Brunner & Suddarth (2001:619) kor Pulmonal adalah kondisi dimana ventrikel kanan jantung membesar (dengan atau tanpa
gagal jantung sebelah kanan) sebagai akibat penyakit yang mengenai struktur atau fungsi paru dan pembuluh darahnya.
Menurut WHO (1963), Definisi Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis dengan di temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan
penyakit jantung konginetal (bawaan).
Menurut Braunwahl (1980), Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis akibat hipertrofi/ dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
hipertensi pulmonal.
Cor pulmonal adalah kpndisi terjadinya pembesaran jantung kanan(dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit
yang mempengaruhi struktur fungsi atau vaskularisasi paru-paru (menurut sumantri iman, 2008).
Menurut Arief Mansjoer, (1999:453)”kor pulmonal merupakan penyakit paru dengan hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat
gangguan fungsi dan atau struktur paru(setelah menyingkirkan penyakit jantung congenital atau penyakit lain yang primernya pada
jantung kiri). ”
2.1.2. Etiologi
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti PE
berulang dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. COPD terutama jenis
bronchitis, merupakan penyebab tersering kor pulmonal. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat
berupa penyakit-penyakit intrinsic seperti fibrosis paru difus, dan kelainan ekstrinsik, seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau
gangguan neuromuscular berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vascular paru yang mengakibatkan obstruksi
terhadap aliran darah dan kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari PE berulang. (Sylvia A. price,
2005:820)
Menurut brunner & Suddarth, (2001:619-620) “setiap penyakit yang menyerang paru-paru dan disertai dengan hipoksemia dapat
mengakibatkan kor pulmonal”. Penyebab yang paling sering adalah PPOM dimana perubahan dalam jalan napas dan sekresi yang
tertahan mengurangi ventilasi alveolar. Penyebab lainnya adalah kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi, yang
mengarah pada hipoksia atau asidosis(deformitas sangkar iga, obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jarring-jaring vascular
paru(hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer, embolus paru). Kelainan tertentu system persyarafan, otot pernapasan, dinding dada dan
percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan kor pulmonal.
Secara umum, penyakit cor pulmonal disebabkan oleh:
1. Penyakit paru-paru yang merata
Terutama empisema, bronkitis kronis dan fibrosis akibat tuberculosis.
2. Penyakit pembuluh darah paru-paru
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat penyinaran menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru-paru.
3. Hivopentilasi alveolar menahun
Adalah semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya:
a. penebalan pleura bilateral
b. kelainan neuromuskuler, seperti poliomielitis dan distrofi otot.
c. kiposkoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga toraks sehingga pergerakan toraks berkurang. (menurut Sumantri Iman,
2008).
2.1.3. Patofisiologi
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbuk col pulmonale biasanya terjadi peningkatan resitensi vaskular paru dan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja vertikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal
jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskular paru pada arteri dan arteriola
kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular paru adalah(1) vasokontriksi hipoksik pembuluh darah paru-
paru dan (2) obstruksi dan/atau oblisteri jaringan vaskular paru-paru. Mekanisme yang pertama tampaknya paling pentingdalam
patogenesis korpulmonale . hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari COPD bronkitis lanjut adalah contoh
yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar(jaringan) memberikan rangsangan yang
kuat terhadap vasokonstriksi pulmonal bukan hipoksemia . selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertropi otot
polos arteriol paru , sehingga timbul respons yang lebih kuat terhadap hipoksia akut . Asidosis hiperkapnia dan hipoksemia bekerja secara
sinergistik dalam menimbulkan vasokonstriksi. viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah
jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia , juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai
dengan kerusakan bertahap struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obleterasi total kapiler-kapiler disekitanya hilangnya
pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya jaringan vaskular. Selain itu, pada penyakit obstruktif, pembuluh darah
paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik volume paru yang besar. tetapi peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap
jaringan vaskular diperkirakan tidak sepenting vaskontraksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira dua pertiga sampai tiga
perempat dari jaringan vaskular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.
Asidosis reportorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum
atau akibat kelainan V/Q. Dalam pembahasan diatas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru yang mempengaruhi pertukaran gas,
mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor pulmonale(Sylvia A price, 2005:820).
Menurut Brunner & Suddarth, (2001:620) Patofisiologi dari kor pulmonal yaitu Paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada
saatnya akan mengenai jantung dan menyebabkan ventrikel kanan membesar dan akhirnya mengalami ke gagalan. setiap kondisi yang
mengganggu oksigen paru – paru akan menyebabkan hipoksemia(penurunan tegangan oksigen arteri)dan hiperkapnea(peningkatan
karbondioksida dalam darah) mengakibatkan insufisiensi ventilator. Hipoksia dan hiperkapnia menyebabkan vasokonstriksi arteri
pulmonal dan kemungkinan reduksi jaring-jaring vaskular paru, seperti pada emfisema atau emboli paru. Akibatnya adalah peningkatan
resistensi dalam sistem sirkulasi pulmonal, dengan akibat lanjut peningkatan tekanan darah paru(hipertensi paru). Tekanan arteri
pulmonal rerata 45 mmHg atau lebih mungkin terjadi pada kor pulmonal. Hipertrofi ventrikel kanan dapat terjadi dan dapat diikuti
dengan gagal ventrikel kanan.
Singkatnya, cor pulmonal terjadi akibat hipertensi paru yang menyebabkan jantung sebelah kanan membesar karena peningkatan kerja
yang dibutuhkan untuk memompa darah terhadap tahanan yang tinggi melalui sistem vaskular paru. (Brunner dan Suddarth, 2001:620).
Pembesaran ventrikel kanan pada cor pulmunal merupakan pungsi pembesaran atau kompensasi dari peningkatan dalam apterload. jika
resistensi vaskuler paru- paru meningkat dan tetap meningkat seperti pada penyakit vaskuler atau parenkrim paru-paru, meningkatkan
curah jantung dan pengerahan tenaga fisis dalam meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. afterload ventrikel kanan
secara kronis meningkat jika volome paru-paru membesar seperti pada penyakit COPD yang dikarenakan adanya pemanjangan pembuluh
paru-paru dan kompresi kapiler alviolar. Penyakit paru-paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada suatu waktu akan
mempengaruhi jantung, menyebabkan perbesaran ventrikel kanan, dan sering kali berakhir dengan gagal jantung. beberapa kondisi yang
menyebabkan penurunan oksigenasi paru-paru, dapat mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnia dan insufisiensi ventilasi. hipoksia dan
hiperkapnia akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan penurunan vaskularisasi paru-paru seperti pada
emfisema dan emboli paru-paru. (Somantri Irman. 2008)
2.1.4. WOC
Mk:Bersihan jln napas
Tidak efektif
Sakit kepala
Efusi pleura
Asites
Mur-mur jantung
Mk: Nyeri (akut)
Sakit kepala
kelemahan
Frek jantung abnormal
Mk:Intoleransi
Aktivitas
2.1.5. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis Kor Pulmonal terutama berdasarkan pada dua kriteria: (1) Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan
(2) bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnia, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan
pada radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran
diagnosis kor pulmonale. Dipsnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, pingsan pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak
angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area
parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufisiensi katup trikuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop (suara
jantung S3 dan S4), distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada
pasien dengan gagal ventrikel kanan. (Sylvia A. Price, 2005:821)
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit cor pulmonal:
a. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, contohnya COPD akan menimbulkan gejala napas pendek dan batuk.
b. Gagal ventikel kanan:edema, distensi vena leher, organ hati teraba, efusi, pleura, ascites, dan murmur jantung.
c. Sakit kepala, bingung dan somnolen terjadi akibat dari peningkatan PCO2. (Somantri Irman, 2008)
Gejala-gejala kor pulmonal biasanya berhubungan dengan penyakit paru yang mendasar, seperti PPOM. Napas pendek dan batuk adalah
tanda-tanda penting pada PPOM. Dengan gagalnya ventrikel kanan, pasien mengalami edema tungkai dan kaki, distensi vena leher, hepar
yang membesar dan teraba, efusi pleura, asites dan murmur jantung. Sakit kepala, kelam pikir dan somnolen dapat terjadi sebagai akibat
peningkatan kadar karbondioksida. (Brunner & Suddarth. Medikal bedah)
2.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada Fhoto totaks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol.
Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung tampaknya normal. Pembesaran ventrikel
kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Harus di teliti adanya kelainan parenkim paru, pleura atau dinding atau rongga toraks.
Pada EKG terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan, P pulmonal, aksis QRS ke kanan, atau right
bundle branch block(RBBB), voltase rendah karena hiperinflasi, RS-T sagging 11, 111, aVF, tetapi kadang-kadang EKG masih normal.
Gelombang S yang dalam pada V6. EKG sering menyerupai infark miokard yaitu adanya gelombang Q pada 11, 111, aVF namun jarang
dalam dan lebar seperti pada infark miokard inferior(Arief Mansjoer, 1999:453).
Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah. Ada respons polisetimik terhadap hipoksia kronik. Tes faal
paru dapat menentukan penyebab dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi 02 menurun, PCO2 biasanya
normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular paru, PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi
alveolar(misalnya karena penyakit PPOM dengan emfisema), PCO2 meningkat.
Pada ekokardiografi, dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
ekokardiografi katup pulmonal, gelombang ”a” hilang, menunjukan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan
ekokardiografi sulit terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit akibat penyakit paru.
Pada katerisasi jantung ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan
baji kapiler paru normal, menandakan bahw ahipertensi pulmonal berasal dari prakapiler dan bukan berasal dari jantung kiri(Arief
Mansjoer, 1999:454).
Menurut somantri irman, (2008) pemeriksaan penunjangnya adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Peluasan hilus dapat dihitung dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama
arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal toraks. Perbandingan >0, 36 menunjukkan hipertensi
pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG
c. Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding vartikel kanan. Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, tekhnuk
ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
d. Magnetik resonance imaging (MRI)
Berguna untuk mengukur maasa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas dan jumlah darah yang dipompa.
e. biopsi paru-paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kologen, artritis
rematoid, dan granulomatosis waneger.
2.1.7. DIAGNOSIS BANDING
Hipertensi vena pulmonal, yang biasa di derita pasien stenosis katup mitral dan perikarditis konstriktif, dapat dibedakan dengan tes fungsi
paru dan analisis gas darah.
2.1.8. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah untuk meningkatkan ventilasi pasien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta
manisfestasi dari gagal jantungnya.
Penatalaksanaan medis secara umum:
1. pada pasien dengan penyakit asal COPD, pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan
tekanan arteri pulmonal serta tahanan vaskuler pulmonal.
2. higienis bronkial, diberikan obat golongan bronkodilator.
3. jika terdapat gejala gagal jantung, perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
4. bedrest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
5. digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
(somantri irman, 2008)
Sedangkan menurut Arief Mansjoer(1999:454) penatalaksanaannya pada dasarnya adaalah mengobati penyakit dasarnya. Pengobatan
terdiri dari:
1. Tirah baring, diet rendah garam, dan medikamentosa berupa diuretik, digitalis, terapi oksigen, dan pemberian terapi koagulan. Digitalis
diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya.
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya(gagal napas).
Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru,
bronkodilator, kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif. Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk
embantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang mati. Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruksi
kronik.
2. Preventif, yaitu berhenti merokok, olahraga bertahap dan teratur, serta senam pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam
jangka panjang.
penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah. Pasien dengan PPOM disarankan untuk menghindari benda-benda yang
mengiritasi jalan nafas jika diberikan oksigen secara kontinu, pasien dan keluarga diajarkan tentang cara penggunaannya, yang paling
penting adalah pasien didorong untuk berhenti merokok. Konseling nutrisi diperlukan jika pasien dalam diet rendah garam atau
menggunakan diuretik. Keluerga dikonsulkan bahwa kegelisahan depresi, iritabilitas, atau prilaku atipikal dapat dihadapi dengan
hipoksemia atau hiperkapnia dan harus berpulang dengan sejalan perbaikan mulai gas darah arteri.
2.1.9. PENGOBATAN
Pengobatan kor pulmonal ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar(dan vasokonstriksi paru yang diakibatkanya) dengan
pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal,
polisitemia, dan takipnea ; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas. Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan
obstruksi aliran udara pada pasien-pasien COPD. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul
akibat gagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan jika terdapat PE berulang(brunner & suddarth, 2001).
2.1.10. KOMPLIKASI
Hipoksia
Peripheral edema
Hepatik / asites
Sinkop
Kematian
2.2. Konsep Dasar ASKEP
2.2.1. Pengkajian Teoritis Lengkap
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya yang meliputi : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama dan tanggal pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah batuk, dada sebelah kanan terasa sakit, batuk, sakit kepala,
somnolen.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita cor pulmonal menampakkan gejala nyeri dada, batuk , dan disertai dengan demam yang tinggi.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan pasien perna menderita penyakit sebelumnya
seperti :hipertensi, alergi terhadap makanan(udang), kolekstrol.
5. Riwayat kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit cor pulmonal pada anggota keluarga yang lain seperti: penyakit jantung.
6. Data Dasar Pengkajian Pasien
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan.
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah.
4. Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi).
5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
7. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
sputum: merah muda, berkarat
perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Bunyi nafas menurun
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
8. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah.
10. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Radiologi
batang pulmonal dan hilus membesar. Peluasan hilus dapat dihitung dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama
arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal toraks. Perbandingan >0, 36 menunjukkan hipertensi
pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG
c. Ekokardiografi
ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding vartikel kanan. Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, tekhnuk
ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
d. magnetik resonance imaging (MRI)
berguna untuk mengukur maasa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas dan jumlah darah yang dipompa.
e. biopsi paru-paru
dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kologen, artritis
rematoid, dan granulomatosis waneger.
11. Penatalaksanaan Pengobatan
pada pasien dengan penyakit asal COPD, pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan
arteri pulmonal serta tahanan vaskuler pulmonal.
higienis bronkial, diberikan obat golongan bronkodilator.
jika terdapat gejala gagal jantung, perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
bedrest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
(somantri irman, 2008)
ANALISA DATA
Nama klien :Tn . A
Ruang Rawat ; Mawar
Diagnosa medik :Cor pulmonal
2.2.2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum, penurunan energy kelemahan
2. Nyeri, sakit kepala b. d peningkatan vaskuler serebral
3. Intoleransi aktivitas b. d kontraksi ventrikel.
2.2.3 NCP (Nursing Care Planing)
Nama klien :Tn . M
Ruang Rawat ; seruni
Diagnosa medik :Cor pulmonal
NO
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Bersihan Jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum, penurunan energy, kelemahan
Setelah di lakukan intervensi keperawatan selama diharapkan pasien menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada
dipsnea, sianosis.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 , diharapkan Batuk efektif, nafas tidak lagi pendek, tidak ada bunyi nafas mengi,
- TTV dalam batas normal :
TD: 120/80 mmHg
ND: 60-100 x/i
RR: 16 -24 x/i
S :37 oC
-tidak ada sekresi mucus kental, klien rileks tidak mengantuk(ceria)
Mandiri:
kaji respon pasien terhadap aktivitas perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 x/i, di atas frekuensi istirahat, Dispnea /Nyeri dada.
Instuksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi, misalnya melakukan aktivitas kelelahan.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/keperawatan diri bertahap jika dapat di toleransi . Berikan bantuan sesuai dengan
kebutuhan.
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila tidak ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas .
Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. .
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba – tiba memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan
mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
2
Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Setelah dilakukan intervensi kepeawatan diharapkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang/terkontrol, .
Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada lagi nyeri berdenyut yang terletak pada region suboksipital, bisa
menggerakan kepalanya, tidak lagi menghidari sinar terang dan keributan, leher tidak lagi kaku, tidak lagi pusing, penglihatan normal,
tidak ada mual, muntah.
- TTV :TD: 120/80 mmHg
ND: 60-100 x/i
RR: 16 -24 x/i
S :37 oC
Mandiri:
mempertahankan tirah baring selama fase akut.
berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis. . kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,
redupkan lampu kamar, teknik relaksasi(panduan imajinasi, distraksi)dan aktivitas waktu senggang.
Hilangkan aktivitas vasokoontriksi yang dapat meningkattkan sakit kepala, , mis, mengejan saat, batuk panjang, membungkuk.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Kolaborasi:
berikan sesuai indikasi:analgesik.
Antiansietas, mis. . lorazepam(Ativan), diazevam(Valium).
minimalkan stimulasi/meningkatkan telaksasi
Tindakan yang menurunkan tekanan
Vascular serebral dan yang Pemperlambat/ memblok respons Simpatis efektif dalam menghilangkan Sakit kepala dan komplikasinya.
Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebrra
Pusing dan penglihatan kabur sering berfhubungan dengan sakit kepala.
Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang sistem syaraf simpatis
dapat mengurangi tegangan dan Ketidaknyamanan yang diperbesar oleh Stress.
3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kontraksi ventrikel
Setelah dillakukan interv ensi keperawatan diharapkan aktivitas dapat kembali norma, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas
yang dapat di ukur, tidak ada lagi penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 jam diharapkan klien klien tidak lagi keletihan atau kelemahan(rileks), TTV dalam batas
normal: TD :120/80 mmHg, ND:60-100x/I, RR:16-20x/I,
Tidak ada lagi dipsnea, tidak ada lagi iskemia, tidak ada lagi disritmia.
Mandiri:
Kaji respon pasien terfhadap aktiivitass, perrhatikan adanya dan perubahan dalam kelujhan keleemahan, keletihan, dan dipsnea
berrkenaan dengan ak tivitas
Pantau prekuensi atau irama jantuung. TD, ddan prekuuensi pernafassan sebelun atau setelah aktivitas dan selama diperflukan.
Berikan oksigen dan suplemen.
Penurunan pengisian dan curah jantung dapat menyebabkan pengumpulan cairan dalam kantung perikardial bila ada verikarditis.
Membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. penurunan TD, takikardial, disritnia dan takipnea adalah inddikatip
dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
Peningkatan perseddiaan oksigen untuk mengimbangi peningkatan konsumsi oksisgen yang terjadi dengan aktivitas
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
1. Data Biografi
Identitas Klien:
Nama : Tn. M No Register:
Umur : 50 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Basuki Rahmat
Tanggal masuk RS : 20 mei 2010
Tanggal pengkajian : 23 mei 2010
Catatan kedatangan : Kursi roda (), Ambulans (√), Brankar (√)
Keluarga terdekat yang dapat di hubungi:
Nama/Umur : Tn. B/ 60 No Telpon: 39172
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. sukabumi
Sumber informasi : pasien, keluarga dan perawat lain-lain
2. Riwayat Kesehatan/ Keperawatan
1) Keluhan utama/ alasan masuk RS: sesak, nyeri dada, batuk, lemas.
2) Riwayat kesehatan sekarang:
Faktor pencetus: aktivitas yang berat .
Sifat keluhan; klien mengatakan sesak napas timbulnya mendadak dan terus bertambah dengan aktivitas
Lokasi dan sifatnya: menetap
Berat ringannya keluhan: bertambah sejak 1 hari sebelum masuk RS
Lamanya keluhan: 2 jam sebelum masuk RS
Upaya yang telah dilakukan unruk mengatasi: istirahat, minum air hangat, minum obat.
Keluhan saat pengkajian: klien mengatakan kesulitan bernapas, nyeri dada, dan masih lemas.
Diagnose medik:
cor pulmonal
Tanggal : 20 Mei 2010
3) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit yang pernah dialami:
Hipertensi, kolesterol.
Alergi: Makanan (Udang)
Obat-obatan
(Resep/obat bebas)
Dosis
Dosis Terakhir
Frekuensi
4) Riwayat kesehatan keluarga: Penyakit jantung.
3. Pola Fungsi Kesehatan (Gordon)
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Persepsi terhadap penyakit:
-Pasien mengatakan dia tidak tahu dengan penyakitnya sekarang.
-Pasien mengatakan penyakit yang di rasakan karena guna – guna .
Pengguanaan : Nipa
Tembakau: Ada
Alcohol: Tidak
Alergi: Makanan (udang)
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/ suplemen khusus : tidak.
intruksi diet sebelumnya : tidak ada.
nafsu makan normal :klien mampu menghabiskan 1 piring makanan dalam sehari.
penurunan sensasi kecap, mual-mual, muntah, stomatitis : penurunan sensasi kecap, mual, ada.
Fluktasi BB 6 bulan terakhir : Turun dari 63 menjadi 59 kg
kesulitan menelan (disfagia) : Ya
gigi : tidak lengkap, mengalami abdormal
riwayat masalah kulit : tidak
jumlah minum/24 jam : 7000ml/24jam
frekuensi makan : 1xsehari
jenis makanan : nasi putih, sayur, ikan.
pantangan/ alergi : udang
3) Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) :
Frekuensi : 1 x sehari Waktu : Pagi
Warna : kuning Konsistensi : normal
Kesulitan : Incontinensia.
Buang air kecil (BAK) :
Frekuensi : 4 x sehari Warna : kuning jernih
Kesulitan : Nokturia
Alat bantu : -
4) Pola aktifitas dan latihan
Kemampua perawatan diri :
0 = Mandiri 3 = Dibantu orang lain dan peralatan
1 = Dengan alat bantu 4 = ketergantungan/ tidak mampu
2 = Dibantu oaring lain
Kegiatan/aktivitas
0
1
2
3
4
Makan/minum
√
Mandi
√
Berpakaian/berdandan
√
Toileting
√
Mobilitas ditempat tidur
√
Berpindah
√
Berjalan
√
Menaiki tangga
√
Berbelanja
√
Memasak
√
Pemeliharaan rumah
√
Alat bantu : pispot dan kursi roda
Kekuatan otot :
555
555
555
555
Kemampuan ROM : adanya keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : dada terasa sakit, dan pusing(sakit kepala).
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 8 jam/malam
Waktu: 21. 00 WIB
Kebiasaan menjelang tidur : Merokok sambil nonton televisi.
Masalah tidur : Mimpi buruk.
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental: sadar dan orientasi baik.
Bicara : Normal (√), tak jelas (), gagap (), aphasia ekspreif ()
Kemampuan komunikasi: Ya (√), Tidak ()
Kemampuan memahami: Ya (√), Tidak ()
Tingkat ansietas : Ringan (), sedang (), berat (), panic()
Pendengaran : DBN (√), tuli () kanan/kiri, tinnitus (), alat bantu dengar ()
Penglihatan : DBN
Vertigo : YA
Ketidaknyamanan/ nyeri: akut.
Penatalaksaan nyeri: Pemberian oksigen untuk pertukaran gas.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah ini : klien mengatakan bahwa dadanya terasa sesak dan nyeri
8) Pola peran hubungan
pekerjaan :petani
Sistem pendukung : pasangan(-), tetangga/teman(√), tidak ada (-), keluarga serumah (√), keluarga tinggal berjauhan (-).
Masalah keluarga berkenaan dengan keperawatan di RS: -
kegiatan sosial : saat sakit klien masih tidak bisa beraktivitas.
9) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal mentruasi akhir (TMA) : -
Masalah mentruasi : -
10) Pola koping dan toleransi
Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit (financial, perawatan diri) :
Kehilanagn / perubahan besar di masa lalu : Kehilangan orang yang kita cintai
Hal yang di lakukan saat ada masalah (sumber koping) : ibadah dan merenung
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : tidak ada
keadaan emosi dalam sehari hari : tegang
11) Keyakinan dan kepercayaan : Islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : semua masalah di kembalikan keteraturan agama
4. Pemeriksaan Fisik
1). keadaan umum :
penampilan umum : Klien tampak lemah, klien tampak kesulitan bernapas dank lien tampak gelisah.
kesadaran : compos mentis
BB: 59 Kg
TB: 160cm
2). Tanda tanda vital :
TD: 150/90 mmHg
ND: 120 x/menit
RR: 32 x/menit
S :38 oC
3). Kulit
warna kulit : sianosis
kelembapan: ada
Turgor kulit: buruk
Ada atau tidaknya edema: tidak ada
4). Kepala/rambut
inspeksi:
Palpasi:
5). Mata
Fungsi penglihatan : normal palpebra : terbuka
Ukuran pupil : isokor/ an isokor
Konjungtiva : normal sclera : kuning
Lensa/ iris : normal
Oedema palpebra : tidak ada
6). Telinga
Fungsi pendengaran : normal fungsi keseimbangan
Kebersihan : baik secret tidak ada
Daun telinga : simetris mastoid normal
7). Hidung dan sinus
Inspeksi : Simetris, pernafasan dengan cuping hidung dan menandakan adanya kesulitan dalam bernafas
Fungsi penciuman : normal
Pembekakan : tidak pendarahan : tidak
Kebersihan : baik secret : tidak
8). Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa : kebersihan mulut
Keadaan gigi :
Tanda radang (bibir, gusi, lidah) :
Trismus :
Kesulitan menelan :
9). Leher
Trakea (simetris/ tidak) :
karotid bruit :
JVP :
Kelenjar limfe :
Kelenjar tiroid :
Kaku kuduk :
10). Thorak/ paru
Inspeksi : -
Palpasi : adanya gerakan otot bantu pernapasan
Perkusi : suara paru redup
Auskultasi : suara paru kiri terdengar ronchi
11). Jantung
Inspeksi : ictus cordis
Palpasi : denyut jantung cepat
Perkusi : -
Auskultasi : tidak teratur
12). Abdomen
Inspeksi :
Auskultasi : adanya bising usus
Perkusi :
Palpasi :
13).Genetalia :
14).Rectal :
15).Ekstremitas
Ektremitas atas :
Ekstremitas bawah :
ROM : nilainya dapat menggerakan anggota
Kekuatan otot : lemah
16).Vaskuler perifer
Capillary Refille :
Clubbing :
Perubahan warna (kuku, kulit, bibir) : kulit kering,
17).Neurologis
Kesadaran (GCS) : delirium
Status mental :
Motorik (kejang, tremor, parese dan paralisis) :
Sensorik :
Tanda ransang meningeal :
Saraf cranial :
Reflex fisiologis :
Reflex patologis :
5. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Radiologi
batang pulmonal dan hilus membesar. Peluasan hilus dapat dihitung dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama
arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal toraks. Perbandingan >0, 36 menunjukkan hipertensi
pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG
c. Ekokardiografi
ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding vartikel kanan. Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, tekhnuk
ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri.
d. magnetik resonance imaging (MRI)
berguna untuk mengukur maasa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas dan jumlah darah yang dipompa.
e. biopsi paru-paru
dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kologen, artritis
rematoid, dan granulomatosis waneger.
6. Penatalaksanaan Pengobatan
pada pasien dengan penyakit asal COPD, pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan
arteri pulmonal serta tahanan vaskuler pulmonal.
higienis bronkial, diberikan obat golongan bronkodilator.
jika terdapat gejala gagal jantung, perbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnia.
bedrest, diet rendah sodium, pemberian diuretik.
digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
(somantri irman, 2008)
ANALISA DATA
Nama klien :Tn . A
Ruang Rawat ; Mawar
Diagnosa medik :Cor pulmonal
3.2. Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum, penurunan energy kelemahan
2. Nyeri, sakit kepala b. d peningkatan vaskuler serebral
3. Intoleransi aktivitas b. d kontraksi ventrikel.
3.3 NCP (Nursing Care Planing)
Nama klien :Tn . M
Ruang Rawat ; seruni
Diagnosa medik :Cor pulmonal
Rencana Asuhan Keperawatan
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
1 Bersihan Jalan
napas tidak
efektif b. d
peningkatan
produksi sputum,
penurunan
energy,
kelemahan
Setelah di lakukan
intervensi
keperawatan selama
diharapkan pasien
menunjukan jalan
napas paten dengan
bunyi napas bersih,
tidak ada dipsnea,
sianosis.
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 37oC
Anjurka
n klien menggunakan pakaian yang
longgar
Hindari
kerutan pada tempat tidur
Jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering
Mobilisa
si klien (ubah posisi klien)
Monitor
kulit dan observasi tanda-tanda vital
Meningk
atkan lingkungan yang sejuk dan
menghindari pakaian longgar.
Mengura
ngi tekanan atau gesekan
Mengura
ngi kerusakan kulit
Mencega
h terjadinya dekubitus dan imoilisasi
Indikator
dalam membantu menyusun intervensi
Mengole
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Oleskan
minyak/ lotion pada daerah yang
tertekan
Monitor
warna dan temperatur kulit
Catat
adanya perubahan kulit dan membran
mukosa serta adanya tekanan atau
gesekan, monitor kulit dari kekeringan
dan kelembabanya
Memberi
kan tindakan perawatan kulit untuk
mempertahankan integritas kulit dan
meningkatkan kenyamanan pasien
Kolaborasi :
Berikan
obat sesuai indikasi, berikan antibiotik
dan obat tropical
skan minyak/lotion dapat mengurangi
tekanan.
Indikator
dalam membantu menyusun intervensi
Kulit
yang kering dapat menimbulkan
daerah dermatitis dengan gejala
kemerahan dan gatal
Kulit
merupakan barier yang penting yang
harus dipertahankan keutuhannya agar
berfungsi secara benar.
Antibioti
k untuk mencegah terjadinya infeksi
dan aman mengurangi penyebab alergi
Tropikal
untuk terapi lesi pada daerah mulut.
2 Ketidak Setelah dilakukan Mandiri :
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan intake
yang kurang,
ketidak mampuan
menelan makanan
intervensi
keperawatan selama 3
x 24 jam diharapkan
masalah nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
dapat teratasi
dapat teratasi
normal
Timbang
BB tiap hari
Ukur
masukan diet harian dengan jumlah
kalori
Bantu
dan motivasi pasien makan atau
biarkan orang terdekat membantu
pasien, identifikasi makanan yang
disukai
Berikan
makanan sedikit tapi sering dalam
porsi kecil
Berikan
makanan halus
Berikan
perawatan mulut sering sebelum
makan
Mengkaj
i pemasukan yang adekuat.
Memberi
kan informasi tentang kebutuhan/
pemasukan klien
Makan
akan lebih baik bila keluarga terlibat
dan makanan yang disukai dalam
pemenuhan nutrisi pasien
Dengan
makanan sedikit dalam porsi kecil dan
sering dapat meningkatkan pemasukan
makanan secara perlahan-lahan
Memuda
hkan pemasukan makanan yang
dikarenakan nyeri dan stomatitis
Pasien
yang mengalami stomatitis dan rasa
tak enak dimulut dimana menambah
anoreksia.
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Kolaborasi :
Pemberi
an infus sesuai dengan indikasi.
Pengatur
an keseimbangan cairan dan elektrolit
dan nutrisi penting karena pasien
sukar/tidak dapat menelan karena lesi
di mulut dan tenggorokan serta
kesadaran dapat menurun, untuk itu
dapat diberikan infus glukosa 5% dan
larutan parrow.
NODiagnosa keperawatanTujuanKriteria HasilIntervensiRasional1.Bersihan Jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum, penurunan energy, kelemahanSetelah di lakukan intervensi keperawatan selama diharapkan pasien menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dipsnea, sianosis. Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 , diharapkan Batuk efektif, nafas tidak lagi pendek, tidak ada bunyi nafas mengi, - TTV dalam batas normal :TD: 120/80 mmHgND: 60-100 x/iRR: 16 -24 x/iS :37 oC-tidak ada sekresi mucus kental, klien rileks tidak mengantuk(ceria)
Mandiri:kaji respon pasien terhadap aktivitas perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 x/i, di atas frekuensi istirahat, Dispnea /Nyeri dada.
Instuksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi, misalnya melakukan aktivitas kelelahan.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/keperawatan diri bertahap jika dapat di toleransi . Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila tidak ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas . Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. . Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba – tiba memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
2Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral Setelah dilakukan intervensi kepeawatan diharapkan nyeri atau ketidaknyamanan
hilang/terkontrol, . Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada lagi nyeri berdenyut yang terletak pada region suboksipital, bisa menggerakan kepalanya, tidak lagi menghidari sinar terang dan keributan, leher tidak lagi kaku, tidak lagi pusing, penglihatan normal, tidak ada mual, muntah. - TTV :TD: 120/80 mmHgND: 60-100 x/iRR: 16 -24 x/iS :37 oC
Mandiri:mempertahankan tirah baring selama fase akut. berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis. . kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi(panduan imajinasi, distraksi)dan aktivitas waktu senggang. Hilangkan aktivitas vasokoontriksi yang dapat meningkattkan sakit kepala, , mis, mengejan saat, batuk panjang, membungkuk. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Kolaborasi:berikan sesuai indikasi:analgesik. Antiansietas, mis. . lorazepam(Ativan), diazevam(Valium).
minimalkan stimulasi/meningkatkan telaksasi Tindakan yang menurunkan tekanan
Vascular serebral dan yang Pemperlambat/ memblok respons Simpatis efektif dalam menghilangkan Sakit kepala dan komplikasinya. Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebrra
Pusing dan penglihatan kabur sering berfhubungan dengan sakit kepala. Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang sistem syaraf simpatisdapat mengurangi tegangan dan Ketidaknyamanan yang diperbesar oleh Stress. 3Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kontraksi ventrikelSetelah dillakukan interv ensi keperawatan diharapkan aktivitas dapat kembali norma, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat di ukur, tidak ada lagi
penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3x24 jam diharapkan klien klien tidak lagi keletihan atau kelemahan(rileks), TTV dalam batas normal: TD :120/80 mmHg, ND:60-100x/I, RR:16-20x/I, Tidak ada lagi dipsnea, tidak ada lagi iskemia, tidak ada lagi disritmia. Mandiri:Kaji respon pasien terfhadap aktiivitass, perrhatikan adanya dan perubahan dalam kelujhan keleemahan, keletihan, dan dipsnea berrkenaan dengan ak tivitas
Pantau prekuensi atau irama jantuung. TD, ddan prekuuensi pernafassan sebelun atau setelah aktivitas dan selama diperflukan.
Berikan oksigen dan suplemen.
Penurunan pengisian dan curah jantung dapat menyebabkan pengumpulan cairan dalam kantung perikardial bila ada verikarditis.
Membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. penurunan TD, takikardial, disritnia dan takipnea adalah inddikatip dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.Peningkatan perseddiaan oksigen untuk mengimbangi peningkatan konsumsi oksisgen yang terjadi dengan aktivitas
3. 4 implementasi dan evaluasi SOAPNoHari/tglDx kepImplementasiEvaluasi1. Rabu, 26 mei 2010Bersihan Jalan napas tidak efektif b. d peningkatan produksi sputum, penurunan energi, kelmahan. Pukul 08. 00 wibMandiri:kaji respon pasien terhadap aktivitas perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 x/i, di atas frekuensi istirahat, Dispnea /Nyeri dada. Instuksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi, misalnya melakukan aktivitas kelelahan. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/keperawatan diri bertahap jika dapat di toleransi . Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan. Pukul 10. 00 wibS =
Klien mengatakan tidak batuk – batuk dan napas normal. Kien mengatakan dada tidak sakit. Dan tidak nyeri lagi. \O : Klien tampak tidak lagi menahan rasa sakit /nyeri pada dada. Klien tidak kesulitan bernapas. Tidak ada pucatTanda tanda vital dalam batas normalTD: 120/80 mmHgND: 90x/menitRR: 20x/menitS :37 oCA=Masalah teratasiTidak ada lagi batuk, napas normal, nyeri dada tidak ada lagi, dan TTV dalam batas normal. P=Intervensi di hentikan.
2Kamis, 27 mei 2010Nyeri(Akut), sakit kepala b. d peningkatan tekanan vaskular serebral. Pukul 12. 00 wibMandiri:mempertahankan tirah baring selama fase akut. memberikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, mis. . kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang. menghilangkan aktivitas vasokoontriksi yang dapat meningkattkan sakit kepala, , mis, mengejan saat , batuk panjang, membungkuk. Membantu pasieen dalam ambulasi sesuai kebutuhan Kolaborasi:Memberikan sesuai indikasi:analgesik. Antiansietas, mis. . lorazepam (Ativan), diazevam (Valium).
Pukul 16. 00 wibS: klien mengatakan tidak ada nyeri lagi kepalanyaklien mengatakan sudah merasa nyamanklien mengatakan tidak lagi sakit kepalaklien mengatakan tidak ada lagi batuk O:klien tampak rileksklien tampak tegapklien tampak nyaman dan tidak merintih lagi. klien tidak lagi menangisTTV dalam batas normal
TD: 120/80mmHgRR:22x/iND:90x/iS: 37CA= Masalah teratasiTidak ada lagi sakit dan nyeri kepala, tidak ada batuk, klien rileks, TTV dalam batas normal. P=Intervensi di hentikan3Jumat, 28 mei 2010Intoleransi aktivitas b. d kontraksi ventrikelPukul 09. 00 wib Mandiri:Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan adanya dan perubahan dalam keluhan kelemahan, keletihan, dan dipsnea berkenaan dengan aktivitasmemantau prekuensi atau irama jantung. TD, dan frekuensi pernafasan sebelum atau setelah aktivitas dan selama diperlukan. memberikan oksigen dan suplemen.
Pukul 13. 00 wibS:Klien mengatakan tidak lemah lagiKlien mengatakan tidak ada keletihanKlien mengatakan sudah nyaman saat bergerakO: Klien tampak rileksFrekuensi jantung normalTidak ada DipsneaPemeriksaan EKG mencerminkan tidak lagi iskemia; disritmia. A: Masalah teratasiKlien rileks, tidak ada iskemia; disritmia, klien nyaman, dan frekuensi jantung normal. P=intervensi di hentikan.
BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanKor Pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara primer
menyerang pembuluh darah paru, seperti PE berulang dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif. COPD terutama jenis bronchitis, merupakan penyebab tersering kor pulmonal. Penyakit-penyakit pernapasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonal dapat berupa penyakit-penyakit intrinsic seperti fibrosis paru difus, dan kelainan ekstrinsik, seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis, atau gangguan neuromuscular berat yang melibatkan otot-otot pernapasan. Akhirnya, penyakit vascular paru yang mengakibatkan obstruksi terhadap aliran darah dan kor pulmonal cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari PE berulang. (Sylvia A. price, 2005:820)Diagnosis Kor Pulmonal terutama berdasarkan pada dua kriteria: (1) Adanya penyakit pernapasan yang disertai hipertensi pulmonal dan (2) bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnia, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukan kemungkinan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dipsnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, pingsan pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufisiensi katup trikuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4), distensi vena jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. (Sylvia A. Price, 2005:821) 4. 2 SaranKritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dari semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Suddarth & brunner. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. EGC:Jakarta. Price, Sylvia. A. 2005. Patofisiologi. EGC:Jakarta.
Doengus, marilynn E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan. EGC:Jakarta. Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta. FKUI:jakarta. Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan Sistem pernapasan. Salemba Medika:Surabaya.