asas-asas Kurikulum

27

Click here to load reader

Transcript of asas-asas Kurikulum

Page 1: asas-asas Kurikulum

Kurikulum

AZAS-AZAS KURIKULUM

ASAS-ASAS KURIKULUM

1. Latar Belakang

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pendidikan. Tanpa

kurikulum, proses pendidikan tidak akan berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu

komponen untuk menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum

berbagai kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran. Itulah

sebabnya, menelaah dan mengkaji kurikulum merupakan suatu kewajiban bagi guru.

Berbagai pendapat mengenai kurikulum telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Dalam PP No.

19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (2007:3)

Senada dengan pengertian di atas, Oemar Hamalik (1990:32) menyatakan bahwa kurikulum

adalah suatu alat yang amat penting dalam rangka merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan

sekolah. Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik

dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah

direncanakan agar pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan diukur hasilnya.

Adapun hasil–hasil belajar tersebut haruslah sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan,

sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, relevan dengan kebutuhan sosial ekonomi

dan sosial budaya masyarakat, sesuai dengan tuntutan minat, kebutuhan dan kemampuan para

siswa sendiri, serta sejalan dengan dengan proses belajar para siswa yang menempuh kegiatan-

kegiatan kurikulum.

Sementara itu ,Oliver dalam Oliva (1982: 7-8) menyamakan kurikulum dengan program

pendidikan, dan membaginya ke dalam empat elemen dasar, yaitu: (1) program studi, (2) program

pengalaman, (3) program pelayanan, dan (4) kurikulum tersembunyi. Kurikulum tersebunyi menurut

Oliver adalah nilai-nilai yang diajukan sekolah, perhatian dari guru, tingkat antusiasme para guru,

dan iklim fisik serta sosial di sekolah.

Page 2: asas-asas Kurikulum

Soedijarto mengemukakan bahwa kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar

yang direncanakan, diorganisasikan untuk ditaati para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang

telah diterapkan untuk suatu lembaga pendidikan.

Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat

pelajaran yang harus diberikan kepada siswa dengan metode tertentu dan pengalaman belajar yang

relevan dengan tujuan pembelajaran di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum merupakan

keseluruhan hasil belajar yang direncanakan dan di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak

sekadar mempersoalkan sesuatu yang diajarkan, tetapi menyangkut pula bagaimana sebuah mata

pelajaran diajarkan, diorganisasikan menjadi pengalaman bermakna bagi siswa.

Kurikulum mengalami perubahan sesuai dengan berkembangnya zaman. Di Indonesia,

kurikulum sudah mengalami perubahan beberapa kali. Kurikulum di Indonesia diberi nama sesuai

dengan tahun mulai berlakunya. Misalnya kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, dan yang termutakhir

adalah kurikulum 2006 yang juga disebut KTSP.

Mulyasa, (2007: 8) mengatakan bahwa KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan sesuai

dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya

masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. KTSP merupakan kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan

berdasarkan Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar dalam Standar Isi merupakan penyempurnaan dari SK dan KD dalam KBK.

Implementasi KTSP sangat dipengaruhi oleh guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum.

Sebaik apa pun kurikulum, tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya kemampuan guru dalam

memahami dan menerapkannya dalam pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, guru harus mampu

mengembangkan KTSP dengan mempertimbangkan potensi sekolah, karakteristik sekolah, sosial

budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Di samping itu, dalam

mengembangkan KTSP, guru harus memperhatikan asas-asas kurikulum agar KTSP sesuai dengan

asas-asas yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum secara umum. Adapun asas-asas

kurikulum akan dijelaskan pada bagian berikut.

2. Asas-asas Kurikulum

Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala mikro, perlu memahami kurikulum dan

asas-asas yang mendasarinya. Nasution (2008:11-14) menjelaskan bahwa ada empat asas yang

mendasari pengembangan kurikulum. Keempat asas tersebut adalah:

Page 3: asas-asas Kurikulum

a. Asas Filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor

“baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut

sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.

Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama

dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai

melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin

terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan

filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang

berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan

tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh.

Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di

Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus

memperhatikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar

Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara.

Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut

Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:

- filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.

Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak

menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi,

filsafat menentukan tujuan pendidikan.

- dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil

pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.

- filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk

mencapai tujuan itu.

- filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak

lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.

- tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga

mana tujuan itu telah tercapai.

- tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila

jelas diketahui apa yang ingin dicapai.

b. Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar

Page 4: asas-asas Kurikulum

1) Psikologi Anak

Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-

situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama

berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang

dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak

“dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya.

Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya.

Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu

asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni

kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child

centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap

kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:

 Anak bukan miniatur orang dewasa

 Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak

seutuhnya.

 Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan

kurikulum

 Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan

bukan objek belajar.

 Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.

Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia

sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.

 Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan

di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi

semua.

2) Psikologi Belajar

Pendidikan di sekolah diberikan dnegan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-

anak dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat

menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma,

menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu

belajar? Kalau kita tahu betul bagaimana proses belajar berlangsung, dalam

keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan hasil sebaik-baiknya, maka

kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara seefektif-efektifnya.

Page 5: asas-asas Kurikulum

Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah

berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada

umumnya tiap teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan

gambaran tentang keseluruhan prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala

belajar dari yang sederhana sampai yang paling pelik. Dengan demikian, teori

belajar dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.

Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam pengembangan kurikulum antara

lain diperlukan dalam hal:

- seleksi dan organisasi bahan pelajaran

- menentukan kegiatan belajar mengajar yang paling serasi

- merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar

tercapai. (Nasution, 2008:57)

3. Asas Sosiologis

Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu hidup dalam suatu

masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya

dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa

kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus

menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.

Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan

diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap

masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar

belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum.

Selain itu, perubahan masyarakat akibat perkembangan iptek merupakan faktor

yang benar-benar harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena

masyarakat merupakan faktor penting dalam pengembangan kurikulum, masyarakat

dijadikan salah satu asas.

d. Asas Organisatoris

Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan disajikan.

Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan

adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad

field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan

hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata

pelajaran (dalam bentuk kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa asosiasi akan

Page 6: asas-asas Kurikulum

memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan

penganut ilmu jiwa gestalt akan cenderung memilih kurikulum terpadu.

3. Simpulan

Dari uraian di atas, ditarik bebrapa simpulan, yaitu:

a. Kurikulum selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

b. Di dalam mengembangkan kurikulum, perlu diperhatikan asas-asas kurikulum, yang

meliputi asas filosofis, asas psikologis, asas sosiologis, dan asas organisatoris.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyasa, E. 2007. KurikulumTingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.

Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Jogjakarta: Pustaka Yustisia.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REALISASl, PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA

Mar 31, '08 4:06 AM

untuk

1 .   Pendahuluan

                Sesungguhnya semenjak jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang

serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan meru-pakan faktor yang

sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya

dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, me-reka berpendapat bahwa disamping

melalui organisasi po1itik, perjuangan ke arah kemerdekaan per1u dilakukan melalui

jalur pendidikan.

                Mengingat bahwa sistem pendidikan  pemerintah kolonial pada masa itu tidak

demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada ke-pentingan

pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan

dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping

mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya

berorientasi keagamaan, maka pada masa itu didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan

umum nasional seperti Muhamma-diyah, Taman Siswa dan lembaga-lembaga

pendidikan swasta lainnya.

Page 7: asas-asas Kurikulum

            Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, arah pendidikan    kita men-jadi

lebih jelas, meskipun hakikat dan tujuannya pada dasarnya tetap sama, yaitu

mencerdaskan serta meningkatkan kua1itas kemampuan bangsa. Namun demi-kian,

upaya pendidikan pada masa sesudah  prok1amasi kemerdekaan barangkali memiliki

dimensi yang 1ebih 1uas dan lebih komplek, karena menyangkut ke-mampuan survival

bangsa dalam mepertahankan dan mengisi kemerdekaan. Proses dan hasi1 pendidikan

harus mampu menjawab tantangan-tantangan dan kebutuhan bangsa akan sumberdaya

manusia yang trampil dalam berbagai jenjang pendidikan serta dalam berbagai jenis

keterampilan yang bervariasi.

            Kita semua menyadari bahwa pada masa-masa yang akan datang kema-juan dan

kejayaan suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kekayaan sumberdaya

alam, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang

dimiliki oleh negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebagai  upaya untuk

meningkatkan kemampuan sumberdaya insani merupakan suatu usaha besar dan vital

yang sela1u diupayakan serta menjadi pusat perhatian se-tiap negara yang  ingin

memajukan bangsanya. Usaha dan perjuangan suatu ne-gara dalam meningkatkan

kecerdasan serta kemampuan bangsanya  dapat dilihat dalam  sistem pendidikannya.

            Maka1ah ini dimaksudkan untuk membahas sistem pendidikan nasional sebagai

upaya untuk membangun struktur dan strategi pendidikan dalam rangka peningkatan

kualitas sumberdaya manusia Indonesia, terutama dilihat dari segi konsepsi serta tujuan

yang ingin dikejar, prinsip-prinsip yang melandasinya, serta strategi atau upaya-upaya

nyata yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.  Di samping itu, realisasi

serta praktek pelaksanaannya di lapangan juga dibahas serta persoalan-persoalannya di

identifikasikan da1am usaha untuk menemu kan kemungkinan-kemungkinan

pemecahannya .

 

2.   Konsep   Sistem  Pendidikan   Nasional

a. Definisi

            Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai

mengenai sistem pendidikan nasional. Konsep sistem pendidikan nasional akan

tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep

tentang  pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep me-ngenai pendidikan

dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek

pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat

dari segi konsepsi atau ide dasar yang me-landasinya seperti yang biasanya tersurat

dan juga tersirat dalam ketetapan-ketetapan Undang-undang Dasar, Undang-undang

Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran.

Page 8: asas-asas Kurikulum

            Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang merupakan produk perta-ma

undang-undang pendidikan dan pengajaran sesudah masa kemerdekaan tidak

memberikan definisi tentang konsep pendidikan, konsep pendidikan na-sional,

maupun konsep sistem pendidikan nasional. Hanya saja, dalam kata pembukanya

yang ditulis oleh Mr. Muhd. Yamin, Menteri Pendidikan, Penga-jaran dan

Kebudayaan pada waktu itu, dikemukakan bahwa pendidikan nasi-onal merupakan

landasan pembangunan masyarakat nasional, yaitu masya-rakat yang berkesusilaan

nasional. Oleh karena itu, sistem pendidikan dan pe-ngajaran lama secara berangsur-

angsur harus digantikan dengan sistem pendi-dikan dan pengajaran nasional yang

demokratis. Memang dapat dimak1umi, bahwa pada masa-masa itu konsep dan

gagasan pendidikan nasional meru-pakan reaksi dari sistim pendidikan kolonial yang

bersifat diskriminatif dan elitis.

            Pengertian yang 1ebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan na-siona1 dan

sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang

ini    pendidikan    didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana un-tuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara” ( Pasal 1, ayat 1 ). Pendidikan

nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat

2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah

"keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai

tujuan pendidikan nasional” (pasal 1 ayat  3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-

dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang

dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional.

 

b. Unsur-unsur Pokok Sistem Pendidikan nasional

            Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang diran-cang

dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang

berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu

kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya".

Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok: (1) tujuan, (2) isi atau komponen, dan (3)

proses. Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia

Page 9: asas-asas Kurikulum

setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-

komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Suatu

sistem (termasuk sistem pendidikan) dibangun dengan maksud untuk mewujudkan

suatu tujuan tertentu. Sistem dibangun dari komponen-komponen dan kom-ponen-

komponen bagian yang semuanya itu membentuk isi suatu sistem sebagai piranti

untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Mekanisme dan prosedur

beroperasinya serta berfungsinya komponen-komponen suatu sistem dalam upaya

mewujudkan tujuan sistem merupakan proses sistem tersebut.

1) Tujuan Pendidikan Nasional

          Apa tujuan yang ingin diwujudkan oleh pendidikan nasional?.

Kalau  pendidikan  nasional didefinisikan sebagai pendidikan yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berakar pada nilai-nilai agama dan

kebudayaan nasional, maka pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional

akan terbatas pengertiannya pada pendidikan dan sistem pendidikan pada masa

sesudah proklamasi kemerdekaan, karena pendidikan pada masa penjajahan secara

formal tidak berakar pada kebudayaan nasional dan tidak berlandaskan pada

Pancasila dan UUD 1945. Sebagai konsekuensinya, rumusan-rumusan mengenai

tujuan pendidikan nasional harus dicari dari dokumen-dokumen pada masa sesudah

proklamasi kemerdekaan.

          Sejak proklamasi kemerdekaan, tujuan pendidikan telah mengalami beberapa

kali perubahan, mengikuti perubahan situasi politik yang terjadi pada masa-masa

tersebut misalnya, pada masa permulaan kemerdekaan, tujuan pendidikan terutama

berorientasi pada usaha "menanamkan jiwa patriotisme" (S.K. Menteri Pendidikan,

Pengajaran dan Kebudayaan No. 104/Bhg. 0, tanggal 1 Maret 1946}, karena pada

masa itu negara ingin menghasilkan patriot bangsa yang rela berkorban untuk

negara dan bangsa. Dengan semangat tersebut diharapkan kemerdekaan bisa

dipertahankan dan dengan semangat itu pula kemerdekaan akan diisi.

          Dengan keluarnya Undang-undang No. 4 Tahun 1950, rumusan tujuan

pendidikan dan pengajaran mengalami perubahan. Pasal 3 undang-undang tersebut

menetapkan bahwa "tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia

susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab

tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air". Tekanan tampaknya diletakkan

pada pembentukan warga negara yang demokratis dan warga negara yang

bertanggung jawab sebagai antitesa warga masyarakat terjajah. Tujuan pendidikan

ini tidak mengalami perubahan sampai pada saat undanq-undang No. 4 Tahun 1950

diberla-kukan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sebagai Undang-undang

no. 12 tahun 1954.

Page 10: asas-asas Kurikulum

          Pada tahun 1965, pada saat Indonesia berada di bawah gelora

Manipol/Usdek, rumusan pendidikan nasional disesuaikan dengan situasi politik

pada masa itu. Melalui Keputusan Presiden Repu1ik  Indonesia No. 145 tahun

1965 tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut :“Tujuan Pendidikan Nasional kita baik yang dise1enggarakan oleh pihak Pemerintah maupun Swasta, dari Pendidikan Prasekolah sampai Pendidikan Tinggi, supaya melahirkan warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terse1eng-garanya masyarakat Sosialis Indonesia, adi1 dan makmur baik spirituil dan materiil dan yang berjiwa Pancasila, yaitu: (a) Ke-Tuhanan yang Maha Esa, (b) Prikemanusiaan yang adil dan beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, (e) Keadilan Sosial seperti dijelas-kan dalam Manipol/Usdek".

          Sesudah terjadinya peristiwa G30S/PKI, kembali rumusan tujuan pendidikan

mengalami perubahan. Berdasarkan ketetapan Majelis Permu-syawaratan Rakyat

Sementara Republik Indonesia No. XXVII/MPRS /1966, tujuan pendidikan

dirumuskan sebagai berikut: "Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan

ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-undang

Dasar 1945 dan isi Undang-undang Dasar 1945".

Pada  masa  ini tujuan  pendidikan  tampaknya  diti-tikberatkan pada pembentukan

manusia Pancasilais sejati, karena pada masa

itu  barangkali  banyak  ditemukan  manusia  Pancasilais  palsu yung tidak

sepenuhnya berpegang pada Pancasila dan UUD 1945 yang murni.

          Pada tahun 1973, MPR hasil pemilihan umum menge1uarkan ketetapan No.

IV/MPH/1973 yang dikenal dengan nama Garis-garis Besar Haluan Negara

(GBHN). Dalam ketetapan tersebut dirumuskan pula tujuan nasional pendidikan

yang baru berbunyi sebagai berikut :Pendidikan pada hakikatnya ada1ah usaha sadar untuk mengem-bangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 0leh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki o1eh se1uruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan ada1ah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan Pemerintah. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila dan untuk membentuk Manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memi1iki pengetahuan dan keterampilan, dapat me-ngembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, men-cintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang temaktub dalam dalam Undang-undang Dasar 1945".

Page 11: asas-asas Kurikulum

          Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 2 Tahun

1989.   Pasal 4 undang-undang tersebut  menyatakan  bahwa :

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampi1an , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

          Sementara itu, rumusan tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat

dibaca dalam UU No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang menegaskan bahwa :

“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab”.

          Mempelajari rumusan-rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di atas

beberapa kesimpulan dapat ditarik:

a) Tujuan pendidikan nasional cukup sering berubah mengikuti perubahan situasi

politik yang terjadi pada suatu masa.

b) Tujuan pendidikan yang  dirumuskan pada umumnya sangat idea1istis, dan

tampaknya kurang memperhatikan kemungkinan-kemungkinan kesulitan dalam

pelaksanaannya di1apangan.

c) Perubahan tujuan tampaknya tidak secara maksimal diikuti dengan perubahan

strategi dan piranti yang memungkinkan tujuan tersebut dapat diwujudkan.

2) Komponen-Komponen Sistem Pendidikan Nasional

          Lepas dari sega1a variasi rumusan tujuan pendidikan yang telah dike-

mukakan di atas, pendidikan nasional merupakan suatu proses yang di-maksudkan

untuk membentuk sejumlah kemampuan manusia Indonesia dari berbagai tingkat

usia dan golongan yang meliputi: kemampaun kepribadian dan moralitas, kemam-

puan inte1ektua1, kemampuan sosial  kemasyarakatan, kemampuan vokasional,

kemampuan jasmani dan kemampuan-kemampuan lainnya. Untuk mewujudkan

tujuan yang beraneka ragam tersebut diperlukan satuan-satuan dan jalur-jalur pen-

didikan yang merupakan komponen-komponen sistem pendidikan nasional.

Komponen-komponen sistem pendidikan nasional tersebut dapat dibagi dalam dua

go1ongan besar yaitu: (1) Satuan Pendidikan Sekolah dan (2) Satuan Pendidikan

Luar Sekolah.

             Satuan Pendidikan Sekolah merupakan bagian dari  sistem pendi-dikan yang

bersifat formal, berjenjang dan berkesinambungan, Dilihat dari jenjangnya,

Page 12: asas-asas Kurikulum

pendidikan sekolah dapat dibagi menjadi Pendidikan Prasekolah, Pendidikan

Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Dilihat dari sifatnya,

pendidikan sekolah dapat diklasifikasikan lagi menjadi pendidikan umum,

pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendjdikan

keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.

          Satuan pendidikan luar sekolah meliputi:  pendidikan dalam keluar-ga,

pendidikan melalui kelompok-kelompok belajar, kursus-kursus, dan satuan-satuan

pendidikan lain yang sejenis. Pendidikan pada satuan pendidikan ini bisa bersifat

informal, formal, maupun formal.         

          Sebenarnya masih ada lagi jenis pendidikan lain yang mempunyai potensi

untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Jenis pendidikan tersebut

adalah pendidikan oleh dan untuk diri sendiri atau pendidikan yang diperoleh

secara otodidak melalui membaca, memper-hatikan, bertanya, mencari tahu serta

bentuk-bentuk pendidikan informal lain yang dipero1eh  dari berbagai

media  massa  dan  sumber belajar 1ainnya.

          Dalam usaha untuk menyediakan kesempatan belajar yang se1uas-1uasnya

bagi setiap warga negara serta mendorong terwujudnya masya-rakat belajar melalui

proses belajar yang berlangsung seumur hidup, maka semua komponen atau satuan

pendidikan harus tersedia dan terbuka bagi semua warganegara yang memerlukan

dan siap memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Begitu juga, semua satuan

pendidikan harus bekerja secara seimbang dan berinteraksi satu sama lain dalam

suatu kesatuan sistenm yang merupakan suatu kebulatan. Misalnya, di negara kita

pendidikan dalam keluarga belum memainkan peranan yang berarti. Padaha1

Iandasan yang ditanamkan dalam keluarga sangat besar penga-ruhnya bagi proses

pendidikan anak se1anjutnya. 0leh karena itu partisipasi keluarga dalam proses

pendidikan per1u ditingkatkan .

          Keberhasilan komponen-komponen sistem pendidikan dalam menunaikan

fungsinya juga tergantung pada adanya beberapa sarana penunjang yang ikut

membantu berfungsinya komponen-kornponen atau satuan-satuan pendidikan

tersebut. Beberapa di antara sarana penunjang dalam sistem pendidikan kita

ada1ah: kurikulum, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan dan

pengelolaan .

          Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( UU No. 20

tahun 2003 pasal 1 ayat 19 ). Kurikulum disusun sebagai alat untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasiona1. Kuriku1um pada semua jenjang dan jenis pendidikan

Page 13: asas-asas Kurikulum

dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,

potensi, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan

jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia dengan

memperhatikan : peningkatan iman dan taqwa; peningkatan akhlak mulia;

peningkatan potensi,kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi

daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia

kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika

perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UU No. 20

thn 2003 pasal 36).

          Tenaga kependidikan merupakan ujung tombak usaha perwujudan tujuan

pendidikan. Tugas pokok mereka adalah menyelenggarakan ke-giatan mengajar,

melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pe1ayanan

teknis dalam bidang pendidikan. Mereka terdiri dari tenaga-tenaga pendidik,

pengelola satuan pendidikan, penilik, penga-was, peneliti dan pengembang dalam

bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Mereka

seharusnya merupakan orang-orang yang profesional yang menguasai tugasnya dan

memiliki dedikasi dalam melaksanakan tugasnya.

          Berhasilnya suatu satuan pendidikan dalam menunaikan fungsinya perlu

ditunjang dengan penyediaan sumberdaya pendidikan yang meliputi: gedung dan

perlengkapannya, sumber belajar seperti buku-buku dan alat-alat bantu mengajar

dan dana yang memadai.

          Meskipun pengelolaan pendidikan nasional berada di bawah tang-gung

jawab Menteri Pendidikan Nasional, sebagian tanggung jawab pengelolaan perlu

diserahkan kepada pejabat yang langsung berhadapan dengan penyelenggaraan

proses pendidikan.

3)  Proses Sistem Pendidikan Nasional

          Yang dimaksud proses dalam sistem pendidikan nasional adalah mekanisme

kerja dalam bentuk berbagai ketentuan, aturan, maupun prosedur yang

memungkinkan seluruh komponen sistem pendidikan (pendidikan luar sekolah dan

pendidikan. sekolah untuk berbagai jenis dan jenjang) bekerja dan menunaikan

fungsi untuk mencapai tujuan yang te1ah ditetapkan. Aturan-aturan tersebut

meliputi aturan-aturan mengenai persyaratan masuk ke dalam suatu jenjang

dan/atau jenis pendidikan, mata ajaran yang dipelajari dan untuk berapa lama

dipelajari, buku-buku yang dipergunakan, prosedur dan tata cara penyelenggaraan

pengajaran termasuk metode mengajar dan sistem evaluasi yang dipergunakan,

banyaknya pertemuan dalam satu minggu, serta sejumlah aturan lain yang

menyangkut pelaksanaan proses pendidikan dan pengajaran.

Page 14: asas-asas Kurikulum

          Sebagian dari aturan-aturan ini ditetapkan dalam bentuk Undang-undang,

Peraturan-peraturan Pemerintah, instruksi dari pejabat pendidikan pada berbagai

tingkatan dan ketentuan-ketentuan yang dikembangkan sendiri oleh suatu satuan

pendidikan baik yang dinyatakan secara tertulis maupun tidak tertulis. Kerapkali

komponen-komponen sistem pendidikan yang ada tidak mampu menunaikan

fungsinya dengan baik karena tidak ada aturan yang menuntun proses kerjanya,

atau karena aturan-aturan yang ada kurang memadai atau seringkali berubah-ubah.

Oleh karena itu, aturan-aturan yang bersifat fundamental perlu ditetapkan dalam

bentuk ketetapan yang lebih permanen sifatnya seperti undang-undang atau

peraturun-peraturan pemerintah.

          Tidak   semua   aturan   yang   menuntun   proses penyelenggaraan

pendidikan harus diatur melalui undang-undang atau peraturan pemerintah. Aturan-

aturan yang bersifat lebih dinamis dan mudah berubah sebaiknya ditetapkan dalam

bentuk ketentuan-ketentuan yang dapat diubah dengan cepat.

3.    Realisasi Si.stem Pendidikan Nasional dan Permasalahannya

a. Realisasi Sistem Pendidikan Nasional

            Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang kita anggap sebagai sumber utama

gagasan sistem pendidikan nasional belum genap berusia 1 tahun. Oleh karena itu,

mungkin masih terlalu dini untuk menilai realisasi serta pelaksanaannya di lapangan.

Peraturan-peraturan pemerintah yang membe-rikan pedoman pelaksanaannya belum

disusun. Setelah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan pemerintah itu

disusun barulah dapat dirancang kegiatan-kegiatan pelaksanaannya. Berdasarkan

gambaran di atas, dapat diperkirakan bahwa realisasi pelaksanaan undang-undang

mengenai sistem pendidikan nasional secara utuh akan masih memerlukan waktu.

            Masyarakat mungkin menaruh harapan yang besar akan kemampuan undang-

undang ini dalam menangani masalah-masalah pendidikan. Ada kesan bahwa semua

persoalan pendidikan akan bisa diselesaikan - setidak-tidaknya akan lebih mudah

diselesaikan - setelah undang-undang ini diberlakukan. Harapan semacam itu

mungkin agak berlebihan, karena fungsi utama undang-undang ini pada dasarnya

adalah sebagai sumber acuan untuk memulai langkah-langkah pembenahan dalam

upaya pendidikan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat hal-

hal yang diatur dalam undang ini menjadi suatu kenyataan.

            Perlu disadari bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tidak mungkin dapat mengatur

semua kegiatan pendidikan yang terjadi di lapangan. Undang-undang pendidikan

nasional hanya mampu memberikan arah, dan mem-berikan prinsip-prinsip dasar

untuk menuju arah tersebut, serta mengatur prosedurnya secara umum. Realitas

pe1aksanan pendidikan di lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada

Page 15: asas-asas Kurikulum

di barisan paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan

lainnya.

b.  Masalah-Masalah Pendidikan  Yang  Ada Sekarang

            Pendidikan kita sekarang ini setidak-tidaknya sedang dihadapkan pada empat

masalah besar: masalah mutu, masalah pemerataan, masalah motivasi, dan masalah

keterbatasan sumberdaya dan sumberdana pendidikan.

1) Secara umum pendidikan kita sekarang ini tampaknya lebih menekankan pada

akumulasi pengetahuan yang bersifat verbal dari pada penguasaan keterampilan,

internalisasi nilai-nilai dan sikap, serta pembentukan ke-pribadian. Di samping itu

kuantitas tampaknya lebih diutamakan dari pada kualitas. Persentase atau

banyaknya lulusan lebih diutamakan daripada apa yang dikuasai atau bisa

dilakukan oleh lulusan tersebut.

2)  Pola motivasi sebagian besar peserta didik lebih

bersifat maladaptif daripada adaptif. Pola motivasi maladaptif lebih berorientasi

pada penampilan (performance) daripada pencapaian suatu prestasi (achie-vement)

(Dweck, 1986), suatu bentuk motivasi yang lebih mengutamakan kulit luar

daripada isi. Ijazah atau gelar lebih dipentingkan daripada substansi dalam bentuk

sesuatu yang benar-benar dikuasai dan mampu dikerjakan.

3) Kualitas proses dan hasil pendidikan belum merata di seluruh tanah air. Masih ada

kesenjangan yang cukup besar dalam proses dan hasil pendidikan di kota dan di

luar kota, di Jawa dan di luar Jawa. Pendidikan kita sekarang ini masih belum

berhasil meningkatkan kualitas hasil belajar sebagian besar peserta didik yang pada

umumnya berkemampuan sedang atau kurang. Pendidikan kita mungkin baru

berhasil meningkatkan kemam-puan peserta didik yang merupakan bibit unggul.

4) Pendidikan kita sekarang, juga masih dihadapkan pada berbagai kendala,

khususnya kendala yang berkaitan dengan sarana/prasarana, sumberdana dan

sumberdaya, di samping kendala administrasi dan pengelolaan. Admi-nistrasi serta

sistem pengelolaan pendidikan kita pada hakikatnya masih bersifat sentra1istis

yang sarat dengan beban birokrasi . O1eh karena itu persoa1an-persoa1an

pendidikan masih sulit untuk ditangani secara cepat, efektif dan efisien. 

                        Apabila    kondisi    pendidikan    seperti    ini    berlangsung terus dan

tidak bisa diubah, disangsikan apakah bangsa kita dapat bersaing dengan bangsa lain

pada masa-masa yang akan datang . Dalam menghadapi persa-ingan dalam mengejar

keunggulan, khususnya keunggulan dalam bidang ekonomi, manusia Indonesia barus

bisa ditingkatkan kualitasnya. Manusia yang berkualitas hendaknya tidak diartikan

sebagai manusia yang sekedar     berpengetahuan luas, melainkan juga manusia yang

terampil,  ulet,  kreatif,  efisien dan efektif, sanggup bekerja keras, terbuka,

Page 16: asas-asas Kurikulum

bertanggung jawab, punya kesadaran nilai dan moral, di samping tentu saja beriman

dan taqwa. Di samping itu, haruslah diupayakan agar sebagian  besar

manusia Indonesia dapat memiliki sifat-sifat tersebut. Sebagai suatu

perbandingan,  keberhasilan pendidikan Jepang terletak pada kesanggupannya

meningkatkan kemampuan sebagian besar anak didik mereka dengan cara mendorong

dan mengajar mereka bekerja keras sejak aval untuk mencapai prestasi yang maksimal

dan tidak semata-mata mengandalkankan pada bakat dan kemampuan alamiah.

Sebaliknya, pendidikan Amerika lebih  mengandalkan hasil pendidikannya dari anak-

anak yang memiliki kemampuan tinggi ( Gordon, 1987; Sidabalok, 1989 ).

            Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003  telah    meletakkan  landasan     bagi

pembangunan sistem pendidikan nasional  yang dapat dijadikan sebagai titik acuan

dalam pengembangan pendidikan 1ebih lanjut. Apabila kita percaya bahwa

kemampuan survival bangsa kita dimasa-masa yang akan datang ditentukan oleh

kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya, begitu juga apabila kita percaya

bahwa pendidikan merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia, maka sistem pendidikan nasional harus diupayakan agar dapat memecahkan

masalah serta mengatasi kendala-kendala yang disebutkan di atas.

c.  Usaha-usaha ke arah pemecahan masalah

                        Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tugas utama dalam pelaksahaan sistem pendidikan nasional kita adalah bagai-mana

meningkatkan kualitas proses pendidikan sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja

berkualitas yang kompetitif untuk bersaing setidak-tidaknya dengan tenaga kerja lain

di kawasan Asia Tenggara. Perjuangan dalam me-ningkatkan mutu pendidikan

menuntut adanya kerja keras dari semua tenaga kependidikan serta kerjasama antara

sesama satuan pendidikan.

            Undang-undang  No. 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan    Na-sional

tidak secara eksplisit mengatur masalah mutu

pendidikan,   melainkan    hanya    menyebutkan faktor-faktor yang secara langsung

atau tidak langsung mempengaruhi mutu pendidikan, seperti: tujuan pendidikan,

peserta didik, tenaga kependidikan, sumberdaya pendidikan, kurikulum, evaluasi,

penge-lolaan dan pengawasan.

            Mangieri (1985, hlm.1) menyebutkan 8  faktor  yang  paling sering disebut-

sebut sebagai faktor yang mempengaruhi mutu   pendidikan. Kede-lapan

faktor   tersebut adalah; kurikulum yang ketat, guru yang kompeten, ci-ri-ciri

keefektifan, penilaian, keterlibatan orang tua dan dukungan masyarakat, pendanaan

yang    memadai,  disiplin yang  kuat, dan keterikatan pada ni1ai-ni1ai tradisiona1.

Komisi nasional mengenai keunggulan dalam bidang pen-didikan Amerika dalam

Page 17: asas-asas Kurikulum

laporannya yang terkenal berjudul  A Nation at risk merekomendasikan

bahwa    keunggulan (exelence) dalam bidang  pendidikan   dapat diwujudkan

me1a1ui cara-cara berikut: menambah banyaknya pekerjaan  rumah, mengajar siswa

sejak  permu1aan keterampi1an belajar dan bekerja, melakukan pengelolaan kelas

yang lebih baik, sehingga waktu sekolah bisa dimanfaatkan semaksima1 mungkin,

menerapkan aturan yang tegas mengenai tingkah laku di sekolah dan mengurangi

beban administrasi guru.

            Persoa1an kedua ada1ah bagaimana mendemokratiskan sistem pen-didikan

dalam arti yang sesungguhnya. Semua pasal 4,5, dan 6  UU No. 20 Tahun 2003

mengatur agar sistem pendidikan nasiona1 kita memberikan ke-sempatan yang sama

kepada semua warga negara untuk mempero1eh pen-didikan secara demokratis.

Namun dalam praktek, kesempatan tersebut baru terbatas pada kesempatan yang sama

dalam mempero1eh pendidikan - yang cukup banyak diantaranya masih berkua1itas

rendah - be1um kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

berkualitas tinggi. Pendidikan yang rendah kualitasnya tidak banyak artinya dalam

kehidupan. Karena kualitas ditentukan oleh biaya, pendidikan yang berkualitas baru

bisa diriikmati oleh sebahagian kecil warganegara yang memiliki kelebihan da1am

kemampuan intelektua1 maupun kemampuan ekonomis.

            Usaha untuk mendemokratiskan serta memeratakan kesempatan mem-peroleh

pendidikan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan menstandardisasikan

fasilitas lembaga penyelenggara pendidikan dan menye-1enggarakan kewajiban

belajar. Semua lembaga pendidikan yang sejenis, apakah lembaga pendidikan tersebut

berada di Jawa atau di luar Jawa perlu diusahakan agar memiliki fasilitas pendidikan

yang setara dan seimbang: antara lain dalam bentuk gedung yang memadai,

perlengkapan serta peralatan belajar yang mencukupi, kualifikasi guru yang

memenuhi syarat dengan sistem insentif yang mendorong kegairahan kerja, dan

satuan pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata. Standarisasi fasilitas dan

kondisi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan standarisasi mutu. Dengan cara ini

pada saatnya nanti , anak-anak yang berdomisili di luar Jawa tidak banyak lagi yang

menginginkan bersekolah di Jawa, karena mutu pendidikan di daerah mereka setara

atau malahan lebih tinggi dibandingkan dengan mutu pendidikan di Jawa.

            Kewajiban belajar merupakan upaya lain untuk mendemokratiskan

kesempatan memperoleh pendidikan. Melalui kewajiban belajar yang dise-

lenggarakan dan dibiayai oleh negara, semua anakIndonesia akan mempe-roleh

kesempatan untuk rnengikuti pendidikan sampai pada usia atau tingkat pendidikan

tertentu. Melalui kewajiban belajar usaha untuk menaikkan tingkat pendidikan

sebagian besar warga-negara dapat dilakukan secara lebih cepat. Pasal 34 ayat 1 UU

Page 18: asas-asas Kurikulum

No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap warganegara yang berusia 6 (enam)

tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Sementara itu ayat 2 menegaskan

bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar

minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Bahkan pada ayat 3

mengatakan bahwa wajib belajar itu merupakan tanggung jawab negara. Mengingat

demikian vitalnya peranan kewajiban belajar dalam upaya peningkatan kemampuan

warganegara, maka peraturan pemerintah yang akan mengatur pelaksanaanya perlu

segera dikeluarkan, sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 4 pasal 34.

            Sulit diterima kalau ada orang yang mengatakan bahwa anak-anak yang hidup

pada masa sekarang ini kurang cerdas bila dibandingkan dengan anak-anak dari

generasi sebelumnya. Soalnya kondisi kehidupan pada masa sekarang ini jauh lebih

baik dari masa sebelumnya. Namun demikian, ada bukti-bukti yang menunjukkan

bahwa prestasi belajar anak-anak sekarang ini untuk beberapa bidang studi tertentu

cukup memprihatinkan. Satu-satunya alasan yang bisa dipergunakan untuk

menerangkan  gejala ini adalah  bahwa mereka kurang memiliki motivasi untuk

belajar. Mereka pada umumnya kurang tekun, cepat menyerah kalau menghadapi

kesulitan, dan lebih me-nyukai pelajaran yang mudah daripada pelajaran yang sukar.

Oleh karena itu, adalah merupakan tanggung jawab semua lembaga pendidikan untuk

mena-namkan kesadaran kepada peserta didiknya akan pentingnya usaha dan kerja

keras dalam belajar

4.    Ringkasan dan Kesimpulan

            Konsep dasar pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional te1ah

dikemukakan. Demikian pula konteks sejarahnya. Sistem pendidikan nasional

mempunyai peranan yang strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sum-berdaya

manusia Indonesia dimasa yang akan datang. Upaya pembangunan sistem pendidikan

nasional yang dapat diandalkan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya merupakan suatu usaha besar yang

cukup rumit pengaturan maupun pe-1aksanaannya, akan tetapi mempunyai fungsi yang

sangat vital. 0leh karena itu penanganan masa1ah pendidikan harus dilakukan secara

bersistem, karena tidak pernah akan tuntas kalau di1aksanakan oleh lembaga-1embaga

pendidikan secara individual melalui cara-cara yang bersifat monolitik. Dengan

perkataan lain, semua komponen sistem pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat,

media massa ) harus berperan serta. Namun demikian, agar semua usaha tersebut dapat

mencapai tujuannya secara rnaksimal, usaha-usaha tersebut perlu diatur melaiui suatu

strategi nasional yang memiliki landasan yang kuat.

            Melihat luasnya tujuan yang ingin dicapai, banyaknya komponen yang terlibat,

serta terbatasnya sarana pendukung dalam proses pelaksanaannya, realisasi sistem

Page 19: asas-asas Kurikulum

pendidikan nasional tentu saja akan dihadapkan pada berbagai kendala. Namun

demikian,  landasan sistem pendidikan nasional telah diletakkan sebagai titik acuan

dalam usaha melakukan pembenahan lebih lanjut.

  DAFTAR   KEPUSTAKAAN

 

Ardhana, Wayan (1990). Atribusi terhadap sebab-sebah keberhasi1an  dan    kegagalan,     serta   kaitannya    dengan motivasi    berprestasi,    Pidato    pengukuhan   Guru    Besar, IKIP  Malang.

Ardhana, Wayan (1990). Hakikat kewajiban belajar dalam menyongsong rintisan kewajiban belajar SLTP, naskah tidak dipublikasikan.

Ardhana,  Wayan (1991). Kebijakan pemerintah dalam strategi pendidikan nasional. Makalah dalam Seminar Televisi Perididikan Indonesia di Surabaya, 23 Februari .

Bebby, C.E. (1982). Pendidikan di Indonesia: Penilaian dan pedoman perencanaan, LP3ES, Jakarta.

Clifford,    Margaret M. { 1990 ). Students need challenge, not easy success, Educational Leadership, 48 (1), 22 - 34.

Cummings, William K. ( 1980 ). Education and equality in Japan, Princeton University Press, Princeton,New Jersey.

Dweck, Carol S. (1986). Motivational processes affecting learning, American Psychologist, 41(10), 1040-1048.

Garder, David P. , chair ( 1983 ). A nation at risk: The imperative of educational reform, The National Commission on the Excellence in Education, Washington, D.C.

Gordon, Bonnie (1987). Cultural Comparison of schooling, Educational Researcher, August - September, 4-7.

Naisbett, John & Aburdene, Patricia ( 1990 ). Sepuluh arah baru untuk tahun 1990-In: Megatrends 200,Binarupa Aksara,Jakarta.

Mangieri , John N, ( 1985 ). The challenge of attaining excellence, dalam Mangieri, John N. ( Editor )Excellence in Education, Texas Christian University Press, Forth Worth,

Razik, T.A. (1969). The    fundamental    of   educational planning:    Lecture-discus-sion series No. 45,  System analysis    and    educational    design,Unesco: International Institute for Educational   Planning,    Paris.

 

Sidabalok, Simon (1989). A.S.negara kaya yang semu: Kedudukannya semakin   terancam,    Kompas, l9  Nopember, hlm.9.           

---------        Undang-undang Republik Indonesia,  No. 2  Tahun  1989 tentang   Sistem   Pendidikan Nasional dan  Penjelasannya, Departemen  Pendidikan dan     Kebudayaan Repub1ik Indonesia,  1989.

.---------       Undang-undang Republik Indonesia,No. 20  Tahun  2003 tentang   Sistem   Pendidikan  Nasional    dan   Penjelasannya, Pen. CV Aneka Ilmu, cet. 1 tahun 2003

Page 20: asas-asas Kurikulum

Sebelumnya: INDUSTRIALISASI:ANTARA PERAN DAN ALTERNATIF KEGIATANSelanjutnya : Kepemimpinan