ASAM ASETAT

19
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C 2 H 4 O 2 . Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH 3 - COOH, CH 3 COOH, atau CH 3 CO 2 H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH 3 COO - . Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Industri asam asetat merupakan salah satu industri kimia yang berprospek di Indonesia. Kebutuhan asam asetat di dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan oleh industri penggunanya. Berdasarkan pada penggunaan asam asetat Indonesia sampai tahun 2000, industri PTA ( Purified Terepthalic Acid ) merupakan pengkonsumsi asam asetat terbesar yaitu sekitar 59,1 % dari 139.242 ton total asam asetat yang dikonsumsi ( PT CIC, Indochemical 330, hal 20 ). Konsumsi industri PTA pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai kurang lebih 54,1 % dari 194.025 ton total konsumsi asam asetat di Indonesia. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Konsumsi asam asetat menurut sektor industri dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.1. Total Konsumsi Asam Asetat di Indonesia 1996 – 2000

description

DESAIN PRODUK INDUSTRI

Transcript of ASAM ASETAT

Page 1: ASAM ASETAT

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini

seringkali ditulis dalam bentuk CH3- COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya

hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.

Industri asam asetat merupakan salah satu industri kimia yang berprospek di Indonesia. Kebutuhan asam asetat di dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan oleh industri penggunanya. Berdasarkan pada penggunaan asam asetat Indonesia sampai tahun 2000, industri PTA ( Purified Terepthalic Acid ) merupakan pengkonsumsi asam asetat terbesar yaitu sekitar 59,1 % dari 139.242 ton total asam asetat yang dikonsumsi ( PT CIC, Indochemical 330, hal 20 ). Konsumsi industri PTA pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai kurang lebih 54,1 % dari 194.025 ton total konsumsi asam asetat di Indonesia.

Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Konsumsi asam asetat menurut sektor industri dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Total Konsumsi Asam Asetat di Indonesia 1996 – 2000

KonsumenKonsumsi Asam Asetat (ton)

1996 1997 1998 1999 2000

Industri PTA 240721 45.538 58.915 76.065 82.294

Industri Ethyl Acetat 4.950 4.172 4.402 5.125 23.912

Industri Benang Karet 2.276 1.558 1.457 2.133 2.286

Industri Asam Cuka 2.445 2.931 2.68 2.796 2.920

Industri Tekstil 9.780 11.274 18.925 23.988 24.367

Industri – industri lain 3.827 7.331 8.056 19.560 3.463

Total 47.999 72.804 94.623129.66

7139.242

Page 2: ASAM ASETAT

(Sumber : PT. CIC, Indochemical 330, hal 20)

Page 3: ASAM ASETAT

1. Macam-macam ProsesTeknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum digunakan dalam produksi industry asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif.

Karbonilisasi MethanolKebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I +H2O

(2) CH3I + CO → CH3COI

(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Proses karbonilisasi pertama yang melibatkan perubahan metanol menjadi asam asetat dikomersialisasikan pada tahun 1960 oleh BASF. Pada metode BASF ini digunakan katalis kobalt dengan promotor iodida dalam tekanan yang

sangat tinggi (600 atm) dan suhu tinggi (230oC) menghasilkan asam asetat dengan tingkat selektivitas mencapai 90%. Pada tahun 1968,

ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada tahun 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Proses Monsanto berjalan pada tekanan 30-60 atm dan temperatur 150-200˚C. Proses ini memberikan selektivitas yakni lebih besar dari 99%. Pada era 1990-an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis

Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses Monsanto dapat digantikan dengan proses Cativa, yang merupakan proses serupa menggunakan katalis iridium. Proses Cativa sekarang lebih banyak digunakan karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan,

Page 4: ASAM ASETAT

sehingga menggantikan proses Monsanto.

Sintesis Gas MetanAsam asetat

disintesis dari metana melalui dua tahap. Tahap pertama, gas metan, bromina dalam bentuk hidrogen bromida (40 wt% HBr/H2O) dan

oksigen direaksikan dengan menggunakan katalis Ru/SiO2 menghasilkan CH3Br dan CO. Tahap kedua CH3Br dan CO direaksikan

lagi dengan H2O dengan bantuan katalis RhCl3 menghasilkan asam asetat dan asam bromide. Mekanisme reaksinya dapat ditunjukkan:

Oksidasi Hidrokarbon (n-butana) dan oksidasi asetaldehida fase cair

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Namun, metode manufaktur ini masih yang paling penting, meskipun tidak sekompetitif dengan metode karbonilisasi metanol.

Dalam produksi asetaldehida dapat dihasilkan melalui oksidasi dari butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Ketika butana atau cahaya nafta dipanaskan dengan udara di hadapan berbagai logam ion, termasuk mangan, kobalt dan kromium; peroksida bentuk dan kemudian membusuk untuk menghasilkan asam asetat sesuai dengan persamaan kimia:

2C4H10 + 5O2 → 4CH3COOH + 2H2O

Dalam reaksi ini dijalankan pada suhu dan tekanan yang tinggi namun tetap menjaga butana dalam keadaan cair. Tipikal kondisi reaksinya ialah pada temperature 150°C, tekanan 55 atm dan yield 70-80 %. Produk sampingan mungkin juga terbentuk termasuk butanone, etil asetat, asam format, dan asam propionat. Produk sampingan ini juga bernilai komersial, dan kondisi-kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak dari mereka jika ini bermanfaat secara ekonomis. Namun, pemisahan asam asetat dari produk tersebut dapat menambah biaya proses. Di bawah kondisi yang

Page 5: ASAM ASETAT

sama dan menggunakan sejenis katalis sebagaimana digunakan untuk oksidasi n-butana, asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen di udara untuk menghasilkan asam asetat (Prosen Hoescht AG)

2CH3CHO + O2 → 2CH3COOH

Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat menghasilkan asam asetat lebih besar dari 95%. Produk sampingan utama adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, yang semuanya memilki titik didih yang lebih rendah dari asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan teknik destilasi. Perbandingan Proses Hoechst AG dengan Proses Oksidasi n-Butana disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1.2. Perbandingan Proses Hoechst AG dengan Proses Oksidasi n-Butana

No. Pertimbangan BASF Monsanto

1 Bahan baku Metanol dan CO Metanol dan CO

2 Yield 90 % 90 - 99%

3 Kondisi operasi 500 bar, 455-515 K 30-60 bar, 425-475 K

4 Katalis Co / HI, tidak efektif Rh / HI, efektif

5 Alat Pemurnian 3 kolom destilasi 4 kolom destilasi

6 Biaya investasi tinggi tinggi

7 Biaya operasi rendah rendah

Dari beberapa proses pembuatan asam asetat tersebut di atas, maka dipilih pembuatan asam asetat Proses Monsanto dengan alasan-alasan sebagai berikut :

Page 6: ASAM ASETAT

1. Yield reaksi yang tinggi (99%) dan hasil samping yang rendah

2. Bahan baku yang mudah diperoleh dari dalam negeri dengan harga lebih murah.

3. Reaktor bekerja pada tekanan yang tidak terlalu tinggi ( 30 – 60 bar ) sehingga mudah dicapai.

2. Mekanisme Pembuatan Asam Asetat dalam Pabrik

Dalam pabrik pembuatan asam asetat lebih sering menggunakan metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis kompleks Rhodium (cis−

[Rh(CO)2I2]−), sedangkan proses cativa menggunakan katalis iridium

([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium.

Proses MonsantoMetode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO2 mengahsilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis iodinepromoted kobalt, namun kurang efektiv dalam hal biaya karena katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99% sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90% saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap.

Siklus katalitik konversi metanol menjadi metil-iodida

CH3OH + HI CH3I + H2O

Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III)

kompleks (d6). CH3I + [Rh-kompleks]

Page 7: ASAM ASETAT

Mekanisme Reaksi Katalis

Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh

dan I- akan bekerja dalam reaksi ini karena akan dikonversi menjadi

katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur katalis

[Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar berikut.

Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:

Page 8: ASAM ASETAT

Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodida:

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke

dalam [Rh(CO)2I2]- sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]-

(Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3 pada diagram reaksi berikut. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki

ini bekerja suhu 150oC - 200oC dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan

CH3COOH dan HI.

Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi.dan melanjutkan siklus. Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti asam propionat. Pemurnian dilaskukan dengan cara destilasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 9: ASAM ASETAT

13

Page 10: ASAM ASETAT

2

Kelebihan dan kekurangan dari proses Monsanto

Keuntungan dari Proses Monsanto: Proses ini memiliki efisiensi yang tinggi hingga mencapai 100%,

semua atom dalam reaktan akan menjadi produk. Energi yang dibutuhkan dalam seluruh proses kurang, terutama

untuk pemisahan dan pemurnian produk. Memiliki hasil tinggi, sekitar 98% berdasarkan metanol (90%

didasarkan pada karbon monoksida). Menggunakan metanol, sebuah bahan baku lebih murah daripada

sebelumnya nafta / butana. Meskipun metanol biasanya dibuat dari gas sintesis, yang

dihasilkan dari minyak, juga dapat dihasilkan dari biomassa (kayu), limbah kota dan limbah. Ini akhirnya dapat menyebabkan proses yang tidak lagi tergantung pada minyak.

Reaksi sangat cepat, dan katalis memiliki umur panjang.

Kekurangan dari Proses Monsanto ialah: Rhodium logam sangat mahal - lebih mahal daripada emas Rhodium dan bentuk garam iodida larut seperti RHI3, sehingga

air konten dalam tangki reaksi harus tetap relatif tinggi untuk mencegah hal ini.

Langkah terakhir distilasi diperlukan untuk menghapus air, menambah biaya dan permintaan energi.

Setiap terjadi hujan menghapus katalis, yang harus kembali dan kembali ke reaktor utama.

Rhodium juga mengkatalisis reaksi-reaksi samping seperti: CO + H2O CO2 + H2Hal ini mengurangi tekanan parsial karbon monoksida, sehingga campuran harus dibuang dari tanki reaksi dan diganti dengan lebih banyak karbon monoksida.

Proses CativaProses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks

Ir[(CO)2I – Proses ini pertama kali dikembangkan oleh BP Chemicals dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis iridium bisa dipromosikan dengan bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul daripada sistem berbasis rhodium. Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian

Page 11: ASAM ASETAT

dapat mengurangi jumlah kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air reaksi bergeser. Selain itu, proses ini memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat sangat kecil dalam produk.

Page 12: ASAM ASETAT

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis kompleks iridium (gambar 1) membentuk

[Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah terbentuk struktur ini dengan

cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar 3), struktuir ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3 (gambar 4). Gugus CH3CO pada

kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I- di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan

bereaksi dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini

kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi. Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat dipresentasikan seperti berikut ini.

Page 13: ASAM ASETAT

Kelebihan proses Cativa:Seperti proses Monsanto, reaksi secara teoritis mencapai 100% efisien. Penggunaan iridium / iodida sebagai katalisator memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan rhodium / iodide diantaranya:

Lebih ekonomis, penggunaan Iridium biaya yang digunakan hanya sekitar seperlima dari rhodium

Proses ini lebih cepat dan lebih efektif, dan hanya membutuhkan katalis dalam jumlah sedikit.

Iridium bahkan lebih selektif terhadap metanol, yang meningkatkan hasil secara keseluruhan dan mengurangi produk samping, sehingga biaya pemurnian yang lebih rendah dan mengurangi limbah.

Iridium kompleks lebih larut dalam campuran reaksi daripada kompleks rhodium. Ini berarti bahwa katalis tidak hilang oleh hujan dan tidak harus sering diganti. Kadar air dalam tangki reaksi juga dapat dikurangi, sehingga mempercepat proses dan mengurangi energi yang dibutuhkan pada tahap penyulingan dan pemurnian.

Page 14: ASAM ASETAT

1. Project Charter

Project Name Acetic Acid Production by Cativa® technology

Project Champions Business Director of British Petroleum, Inc.

Project Leaders Eng. Jonny Miharyono

Specific Goals Built on the ability to deliver products to market at the

lowest possible cost and to participate in new growth

markets.

Project Scope In scope

Acetic Acid Production by Cativa® technology,

Minimizing costs, maximizing opportunities

Improved delivery

Out of scope

Major manufacturing changes

Deliverables Business opportunity assessment

Technical feasibility assessment

Product life-cycle assessment

Time Line Feasible processing within 8 months

Page 15: ASAM ASETAT

Costumer

Value

Proposition

Product

Technology

Technical

Diferentiation

Process/

Manufacturing

Technology

Material

Technology

can be prepared in only 24 hours in batch process,

High yield Asetic acid

produce acetic acid more efficiently than ethanol-oxidizers

Carbonilation of Methanol

An aerobic Oksidative

slow, not always successful

Crude oil

Synthetically

oksidation

Bacterial Fermentation

Oxidation n-Buthane

Hoechst AGAldehyde oxidation

-Yield 90-99%-high cost investation-Low cost operation

-Yield 93-96%-high cost investation-Low cost operation

-Yield 70-80%-high cost investation-Low cost operation

P= 45-55 barT= 395-475 K3 Distillation columnCatalyst Co/Mn

P= 3-10 barT= 425-475 K3 Distillation columnCatalyst Co/Mn

P= 30-60 barT= 455-515 K4 Distillation columnCatalyst Rh/HI

P= 500 barT= 455-515 K3 Distillation columnCatalyst Co/HI

Alcoholic foodstuff

BASF Mosanto

Asetic acid

-Yield 90%-high cost investation-Low cost operation

Page 16: ASAM ASETAT

DAFTAR PUSTAKA

Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process. BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12 8DS, U.K

Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene, or Ethanol on Mo-V-Nb Oxide. Department of Chemical Engineering, University of California, Berkeley, CA 94720, USA

Roth J. F. The Production of Acetic Acid Rhodium Catalysed Carbonylation Of

Methanol. Monsanto Co., St. Louis, MissouriScates, Mark O et al. 2003. Low Energy Carbonylation Process. US006657078B2Seider, Warren D. 2010. Product and Process Design Principles. John Wiley &

Son: United StateShakhashiri. 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry.World-leading petrochemicals processing with continuous incremental

improvement. www.bp.com accessed 29 November 2013