Artikel Promkes

26
ARTIKEL: PNPM, Desa Siaga, MDG’S Penulis: Bambang Setiaji*) PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau lebih dikenal dengan PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Dalam PNPM Mandiri terkandung beberapa aspek pengertian, sbb: 1. PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. 2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Sedangkan tujuan khususnya adalah: Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor) Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

description

Promosi Kesehatan

Transcript of Artikel Promkes

Page 1: Artikel Promkes

ARTIKEL:

PNPM, Desa Siaga, MDG’S

Penulis: Bambang Setiaji*)

PNPM

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau lebih dikenal dengan PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Dalam PNPM Mandiri terkandung beberapa aspek pengertian, sbb: 

1. PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

2. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.

Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.

Sedangkan tujuan khususnya adalah: 

Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.

Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)

Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Program utama PNPM Mandiri terdiri dari PNPM Perdesaan, PNPM Perkotaan, PNPM Infrastruktur Perdesaan, PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus, dan PNPM Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah.

Page 2: Artikel Promkes

DESA SIAGA

Upaya pemberdayaan masyararakat di bidang kesehatan sudah lama tumbuh didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada tahun 1975 Departemen Kesehatan telah menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa atau lebih dikenal dengan PKMD. Kebijakan tersebut dibuat guna mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat. Pada waktu itu kegiatan PKMD diselenggarakan melalui Karang Balita, Pos Penanggulangan Diare, Pos Kesehatan, Pos Imunisasi dan Pos KB Desa yang pelayanannya masih terkotak-kotak. Melihat perkembangan tersebut pada tahun 1984 ditetapkan instruksi bersama antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, mencoba mengintegrasikan kegiatan masyarakat tersebut dengan nama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang hingga saat ini tetap berkembang di Indonesia. Kegiatan Posyandu pada waktu itu ditekankan kepada 5 (lima) kegiatan yaitu  Kesehatan Ibu Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan Diare. Posyandu merupakan salah satu UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat) yang ada di desa. Sementara di tingkat desa tumbuh juga berbagai macam UKBM seperti Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin), Dasolin (Dana Sosial Ibu Bersalin), kelompok jimpitan, koperasi jamban, warung obat desa, Kelompok Pemakai Air (POKMAIR), Ambulan Desa, Pos Kesehatan Desa (POSKESDES), kelompok peduli kesehatan, dll.

Dalam rangka percepatan desa sehat terutama untuk lebih mempercepat pencapaian tujuan MDG's, pada tahun 2006 Menteri Kesehatan dan jajarannya mencanangkan upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui DESA SIAGA. Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri.

Adapun tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Sedangkan tujuan khusus desa siaga adalah: 

Meningkatya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan

Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, darurat dan sebagainya)

Meningkatnya keluarga sadar gizi Meningkatnya masyarakat yang berPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Meningkatnya kesehatan lingkungan desa Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong

dirinya sendiri di bidang kesehatan

Dalam rangka memaksimalkan fungsi desa siaga, sejak tahun 2006-2009 telah dilakukan peningkatan kapasitas terkait sumber daya desa siaga. Terkait kesiapan petugas telah dilatih bidan desa siaga sebagai tenaga pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, sedangkan terkait kesiapan masyarakat telah dilatih 2 kader dan 1 tokoh masyarakat (toma) di seluruh desa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya untuk pelaksanaan Survai Mawas Diri (SMD) dan musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Telah dikembangkan  UKBM dan di bangun poskedes di desa dalam rangka pelayanan kesehatan dasar. Jadi pengembangan desa siaga sampai tahun 2009 masih mengarah kepada upaya memenuhi kesiapan desa siaga secara fisik dan upaya penyiapan tenaga kesehatan dan kader.

Melalui KEPMENKES No. 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota, telah ditetapkan SPM Bidang Kesehatan Kabupaten/kota No. 18 adalah DESA SIAGA AKTIF.

Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan  bencana dan kegawatdaruratan, surveilance berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan

Page 3: Artikel Promkes

perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kementerian Kesehatan RI melalui RPJM 2010-2014 telah menetapkan salah satu indikatornya adalah Desa Siaga Aktif.

Pengembangan konsep desa siaga dilakukan secara menyeluruh bagi masyarakat Indonesia sehingga diharapkan dimasa yang akan datang konsep DESA SIAGA dapat digunakan sebagai payung "Model Pemberdayaan Masyarakat" di Indonesia dan dapat diintegrasikan oleh  seluruh kementerian yang ada di Indonesia termasuk Program PNPM Mandiri.

Mungkin desa siaga yang dikembangkan oleh kementerian kesehatan saat ini bisa disebut sebagai Desa Siaga Kesehatan. Selanjutnya mungkin dapat dikembangkan Desa Siaga Pendidikan, Desa Siaga Pertanian, Desa Siaga Lingkungan Hidup, Desa Siaga Kehutanan, Desa Siaga Koperasi dan UKM, Desa Siaga PDT. Tentunya semuanyan ini harus juga terintegrasi dengan Program PNPM Mandiri sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di Indonesia.

MDG'S

Millenium Development Goals atau disingkat MDG's merupakan kesepakatan yang lahir pada tahun 2000 dan diprakarsai oleh 189 negara PBB, termasuk dihadiri oleh Presiden RI. Secara umum MDG'S bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. 

MDG's melingkupi 8 (delapan) agenda, yaitu: 

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua3. Mendorong kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan4. Mengurangi tingkat kematian anak5. Meningkatkan kesehatan ibu6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain7. Menjamin kelestarian lingkungan8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Secara umum lingkup 8 (agenda) MDG'S berkaitan sangat erat, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aspek kesehatan.

Pencapaian agenda MDG'S yang langsung terkait kesehatan adalah agenda No. 4, 5 dan 6. Sedangkan agenda MDG'S yang terkait secara tidak langsung adalah agenda No. 1, 2, 3, 7, dan 8.

Dalam rangka pencapaian agenda MDG'S yang terkait secara langsung terhadap kesehatan, telah dilakukan berbagai upaya yang terencana dituangkan baik dalam RPJM 2004-2009 maupun dalam RPJM 2010-2014.  Dalam RPJMN Tahun 2010 - 2014 bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama termasuk kesehatan, disebutkan sasaran yang ditetapkan antara lain: 

Meningkatnya Umur Harapan Hidup menjadi 72 tahun Menurunnya Angka Kematian Bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup Menurunnya Angka Kematian Ibu menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup, dan Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 15%.

Dalam rangka pencapaian agenda MDG'S yang terkait secara tidak langsung terhadap kesehatan, penanganannya memerlukan lintas integrasi program dengan sektor lain. Sebagaimana kita ketahui faktor sosial dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gap dalam tingkat pendidikan, pendapatan, gender, kesulitan medan geografis, ketersediaan air bersih serta kesehatan lingkungan yang dapat berdampak terhadap kesehatan. Sehingga untuk mengatasi permasalahan kesehatan pada umumnya hanya akan terwujud bila Kementerian Kesehatan bersama jajarannya selaku sektor yang bertanggungjawab, bersama dengan berbagai pihak  terkait (antara lain lintas sektor, pemerintah daerah, profesi, akademisi, swasta, pendidikan lembaga swadaya masyarakat, donor agencies, serta organisasi agama,  organisasi kewanitaan,

Page 4: Artikel Promkes

dll)  secara bersama untuk mencapai tujuan agenda MDG'S.

SIMPULAN

Setelah menelaahan terkait PNPM Mandiri, Desa Siaga, dan MDG'S dapat disimpulkan, sbb: 

Berbagai upaya pemberdayaan masyarakat sudah ada tumbuh di masyarakat baik melalui fasilitasi pemerintah maupun lainnya.

Upaya pemberdayaan masyarakat mempunyai nama yang berbeda-beda di masyarakat namun mempunyai tujuan yang sama yaitu dalam rangka menumbuhkan kemampuan masyarakat, merubah perilaku masyarakat, dan mengorganisi masyarakat dalam rangka menumbuhkan kemandirian di masyarakat.

PNPM Mandiri merupakan program pemberdayaan masyarakat yang sangat mulia khususnya dalam rangka menanggulangi kemiskinan sebagai salah satu pencapaian agenda MDG'S no 1 terkait penanggulangan kemiskinan.

Desa Siaga Kesehatan merupakan program pemberdayaan masyarakat yang lebih komprehensif di desa yang lebih menekankan kepada pencapaian agenda MDG's yang langsung terkait dengan kesehatan khususnya agenda No. 4, 5, dan 6 yaitu menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, dan mengurangi penyakit menular.

Mungkin bisa disetarakan bahwa Desa Siaga adalah PNPM Kesehatan plus

REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka dapat di rekomendasikan, sbb: 

PNPM Mandiri dan Desa Siaga adalah upaya pemberdayaan masyarakat yang sangat strategis guna mencapai tujuan komitmen Internasional agenda MDG'S yang juga merupakan komitmen bangsa Indonesia untuk memenuhinya.

PNPM Mandiri dan Desa Siaga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat yang sebagian besar difasilitasi oleh pemerintah. Perlu berjalan secara beriringan dan sinergis karena keduanya sudah berjalan cukup baik di masyarakat.

Kesinambungan PNPM dan Desa Siaga perlu terus dijaga dan dikembangkan mengingat upaya pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dinamis.

Pembinaan pemerintah terhadap kedua program tersebut baik PNPM Mandiri maupun Desa Siaga perlu terus ditingkatkan.

*)Pemerhati Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Promosi Kesehatan 

  

Page 5: Artikel Promkes

ARTIKEL:

Sekilas Tentang GAVI – CSO (Global Alliance For Vaccine Immunization - Civil Society Organization)

Penulis: Muhani, SKM, MKM

GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization) telah memberikan bantuan dana hibah untuk kegiatan Peningkatan Cakupan Imunisasi padafase I (2002-2006) pada penguatan program imunisasi melalui pelaksanaankomponen program (1) New Vaccine Support (NVS), (2) Injection SafetySupport (INS) dan (3) Immunization Service Support (ISS). Pada faseII (2008-2009) GAVI kembali memberikan bantuan dana, dengan memperluas komponendan menitik beratkan pada kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ada  3  (tiga) komponen kegiatan GAVi fase 2 yaitu (1) Immunization Service Support(GAVI ISS), (2) Health System Strengthening (GAVI-HSS) dan (3) CivilSociety Organization (GAVI-CSO). Pada GAVI fase I semua kegiatan komponen dilaksanakan Ditjen PP & PL,  makapada GAVI fase II, terutama untuk HSS dan CSO sebagai pelaksana komponen (implementing unit) adalah Pusat Promosi Kesehatan untuk komponen CSO dan Ditjen Binkesmas untuk komponen HSS.

Untuk memperoleh bantuan dana GAVI setiap komponen mengajukan proposal kepada GAVI Pusat di Geneva pada tanggal 7 Maret 2008. GAVI CSO memperolehdana sebesar 4.000.000 U$D yang terdiri dari Type A sebesar 100.000 U$D sebagai dana pendahuluan untuk memilih CSO dan Type B sebesar 3.900.000 U$D untuk 4 CSO(TP PKK, Gerakan PRAMUKA, PATH dan IMC) serta kegiatan management cost yang berada pada Pusat Promosi Kesehatan sebagai Implementing Unit untuk GAVI-CSO. 

Tujuan GAVI CSO secara umum yaitu Meningkatnya cakupanimunisasi rutin serta kesehatan ibu dan anak melalui penguatan peran CSO. Adapun tujuan khusus yaitu :

Meningkatkan peran TP-PKK dlm pemberdayaan kader, keluarga & masy. utk peningkatan cakupan  imunisasi rutin & pelayanan KIA.

Meningkatkan peran Gerakan Pramuka dlm pemberdayaan Gerakan Pramuka, keluarga & masy. utk peningkatan cakupan imunisasi rutin & pelayanan KIA.

Meningkatkan peran ormas/LSM dlm pemberdayaan keluarga & masy. utk peningkatan cakupan imunisasi rutin & pelayanan KIA. 

Lokasi proyek untuk GAVI CSO adalah 5 Propinsi yaitu JawaBarat, Banten, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat. Sedangkan GAVI ISSuntuk seluruh provinsi di Indonesia.

Pada bulan juli 2009 TP PKK dan Gerakan Pramuka sudah melaksanakan kegiatannya. Mekanisme kerjasama pelaksanaan kegiatan dibuat dalam suatu kontrak kerjasama antara Pusat Promosi Kesehatan dengan TP PKK dan Gerakan PRAMUKA. Sedangkan PATH dan IMC telah mengundurkan diri karena tingginya management fee dari ketentuan pemerintah dan GAVI,sehingga perlu digantikan oleh CSO lain,yang saat ini sedang dalam proses penggantian.

Dari management cost GAVI CSO, Pusat Promosi Kesehatan telah melaksanakan Lokakarya GAVI-CSO bagi 5 provinsi, penyusunan pedoman"Pedoman Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Peningkatan Cakupan Imunisasi Rutin serta KIA" dan buku "Informasi Dasar Imunisasi Rutin serta KIA Bagi Kader, Petugas Lapangan dan Organisasi Kemasyarakatan" dan pelatihan CSO. Selain itu juga telah dibuat buku Direktori pemetaan CSO, CD dan terpasangnya webblog Pemetaan CSO, yang dapat diakses melalui website Pusat Promosi Kesehatan. www.promosikesehatan.com.

Dengan memperkuat program imunisasi melalui pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh CSO diharapkan terjadi perubahan perilaku individu/keluarga untuk membawa bayi/balitanya ke Posyandu guna ditimbang dan diimunisasi rutin serta Ibu hamil melakukan persalinan ke tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sehingga tercapai peningkatancakupan imunisasi rutin sebesar 10%. 

Page 6: Artikel Promkes

   unduh buku drektoriLSM                  unduh buku pedomanpemberdayaan

ARTIKEL:

Lingkungan dan Perilaku

Penulis: Kodrat Pramudo

Setiap manusia yang hidup di dunia ini memerlukan lingkungan yang bersih dan sehat agar dapat memberikan kenyamanan hidup. Oleh karena itu, manusia wajib peduli terhadap lingkungan dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

Masalah lingkungan hidup yang mencerminkan peradaban manusia telah menjadi pusat perhatian. Setiap tahun dan bahkan setiap bulan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerbitkan pernyataan mengenai kesehatan masyarakat dunia yang kurang memuaskan. Begitupula pernyataan para pemimpin dunia dan lembaga-lembaga penelitian dan ilmuwan di perguruan tinggi serta kaum politisi di berbagai negara menyampaikan keprihatinan terhadap lingkungan hidup yang semakin parah. Mereka berbicara yang disiarkan oleh berbagai media massa tentang ancaman terhadap sistem vital yang mendukung kehidupan, perlunya menstabilkan iklim,mengurangi ancaman perubahan iklim (global change),tidak berimbangnya jumlah penduduk dan sumberdaya alam yang mengakibatkan timbulnya kekurangan pangan dewasa ini yang menimpa berbagai kawasan di dunia, dampak pencemaran udara di kota-kota besar dan lain-lain.

Kemajuan teknologi yang kemudian memotivasi manusia menjadi serakah, maka dewasa dan perkembangan lingkungan hidup semakin parah serta laju kerusakan lebih cepat dari pemulihan. Sementara itu, banyak orang yang membuang sampah sembarangan, sehingga sering sekali kita melihat situasi yang semrawut, sampah-sampah berserakan, dan lingkungan yang tidak sedap dipandang. Banjir dimana-dimana akibat perilaku manusia yang tidak peduli lingkungan. Dalam upaya mencari jalan keluar (solusi) terhadap  berbagai masalah lingkungan hidup yang makin ruwet saja, diperlukan intervensi perilaku untuk dapat memperbaiki lingkungan hidup. Rasanya pernyataan di atas sering disampaikan oleh penggiat lingkungan, juga oleh kaum muda yang peduli lingkungan. Tetapi pendidikan lingkungan yang mengajarkan untuk bersahabat dengan lingkungan masih terasa kurang di berbagai kesempatan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.

Perilaku merupakan wujud tindakan seseorang berdasarkan pemahaman dan kemauan terhadap sesuatu yang dihadapi. Sedangkan lingkungan hidup merupakan wahana dimana mahluk dapat bertahan dan berkembang biak. Melihat beberapa contoh dari pernyataan di atas, bagaimana perilaku manusia dirubah oleh kondisi lingkungan hidupnya. Orang Indonesia pada umumnya bila berada di negeri sendiri (atau di daerahnya masing-masing) tak mau membuang sampah pada tempatnya, tak mau antri di dalam menunggu sesuatu, tak mau menggunakan jembatan penyeberangan, dan tak mau menjadi pengemudi yang santun di jalanan. Sehingga seringkali kita melihat situasi yang semrawut, sampah-sampah berserakan, orang-orang menyeberang jalan tanpa aturan, kendaraan umum yang ugal-ugalan tak tahu aturan di dalam berlalu-lintas, dan berbagai akibat lainnya. Situasi lingkungan perkotaan yang terjadi di kota ini adalah hasil dari suatu akal sehat bersama yang cenderung berbentuk aksi negatif. Kondisi tersebut sangat memalukan diri sendiri, apalagi dilihat oleh bangsa lain yang sedang berkunjung ke daerah kita. Situasi ini membuat tak nyaman bagi masyarakat kota  yang masih mau mengikuti aturan.

Sebaliknya, mari kita lihat perilaku orang-orang Indonesia (umumnya), apabila berada di luar negara Indonesia seperti contoh di negara tetangga Singapura. Mereka melakukan tindakan/aksi yang positif dimana semuanya pada menurut atau patuh dengan situasi negara ini. Harus antri untuk menunggu apa saja seperti menunggu taksi, antri di toko, dan lain-lain pokoknya semuanya mesti antri. Dilarang meludah di lantai, dilarang membuang sampah sembarangan karena akan dikenakan denda. Tak ada satupun orang Indonesia yang ingin mencoba di denda di Singapura (misalkan) gara-gara meludah dan membuang sampah sembarangan atau menyeberang sembarangan. Selain mahal bayarannya, juga ada rasa malu terhadap tuan rumah negara itu. Begitulah, perilaku orang-orang Indonesia yang dengan cepat beradaptasi membentuk perilaku yang baik mereka selama berada di luart negeri. Mengapa orang Indonesia mau berperilaku tertib di luar negeri? Karena ada sesuatu yang membuat

Page 7: Artikel Promkes

manusia-manusia itu melakukan perubahan-perubahan tersebut. Menurut S. Kaplan dalam buku Psikologi Lingkungan (Sarwono, 1992) bahwa manusia itu pada dasarnya adalah mahkluk yang berakal sehat. Sebagai makhluk berakal sehat, maka ia selalu ingin menggunakan akal sehatnya, namun ia tidak selalu dapat melakukannya. Hal ini bergantung pada faktor yang mempengaruhinya seperti situasi dan kondisi lingkungan. Namun menurut S. Kaplan bahwa manusia sebagai makhluk berakal sehat sangat berbeda dari manusia sebagai makhluk rasional. Rasio tidak bergantung pada situasi, sedangkan akal sehat bergantung pada situasi menurut Sarlito Wirawan Sarwono (pakar psikologi).

Sebagai makhluk rasional, manusia tahu apabila membuang sampah sembarangan, ia akan mengotori lingkungan dan hal ini berlaku dimana saja dan kapan saja. Namun, jika manusia itu kebetulan sedang berada di tempat yang memang sudah kotor dan penuh dengan sampah, akal sehatnya berkata bahwa tidak apalah ia menambah sedikit sampah lagi di tempat itu daripada dia harus membawanya ke tempat sampah yang belum tentu ada di sekitar tempat itu. Tetapi bila ia berada di suatu tempat yang memang terjaga kebersihannya, akal sehatnya akan mengatakan bahwa tidak layak ia mengotori tempat itu walau hanya dengan setitik abu. Tempat sampah sudah tersedia disitu sehingga manusia dengan akal sehatnya membuang sampah pada tempatnya.

Pada umumnya di negara maju penerapan aturan hukum selalu dibarengi dengan memperhatikan akal sehat manusianya, dan secara konsisten pemerintahnya  menyediakan sarana-sarana yang mendukung aturan yang dibuat. Penerapan hukum juga selalu konsisten dengan memberikan reward dan punishment.Ada tempat-tempat sampah yang disiapkan di berbagai tempat untuk menunjang kebersihan lingkungan. Akal sehat mereka dilatih untuk melakukan aksi positif yang menguntungkan orang banyak. Melatih memiliki kesadaran dan sportifitas apabila telah berbuat kesalahan atau penyimpangan terhadap kesepakatan yang sudah disetujui. Orang akan sadar bila berbuat kesalahan atau penyimpangan, maka ia harus membayar denda, bahkan tidak akan menunda pembayarannya karena bila diketahui terlambat dia akan mendapatklan sangsi lebih berat.

Bagaimana di Indonesia? Orang-orang yang patuh di luar negeri yang baru pulang, kini berbondong-bondong melakukan pelanggaran, membuang sampah dimana-mana, melakukan corat-coret pada tembok atau di jalanan terbuka, melakukan tindakan-tindakan merusak yang merugikan masyarakat, masyarakat menyeberang sembarangan di jalan-jalan raya tanpa ada rasa takut, meludah di sembarangan tempat, parkir sembarangan di jalan raya yang mengakibatkan macet, mengotori sungai-sungai yang mengakibatkan banjir bila turun hujan, merokok di ruang AC tak peduli apa akibatnya bagi yang tidak merokok dan menghirup asapnya. Begitulah yang terjadi pada umumnya,semuanya serba bisa dilakukan dan umumnya akal sehat masyarakatnyapun seolah menyetujui kondisi tersebut.

Masyarakat terkena sindrom masa bodoh atau "cuek"atau tak peduli lagi dengan sekelilingnya. Semua menjadi hal yang biasa dan layak dilakukan. Aturan dilarang dan tulisan dilarang membuang sampah dan sangsipun ada, tetapi pelanggaran tetap terjadi terus dan tidak ada tindakan sangsi yang diterapkan. Kebanyakan pada umumnya aturan-aturan tersebut belum ditunjang dengan ketersediaan lingkungan fisik, misalnya tidak tersedia sarana pembuangan sampah yang memadai, Bila adapun mungkin tempat sampahnya penuh (karena tidak diangkut) atau rusak sehingga tidak berfungsi baik, seperti terlihat di halte-halte bus di perkotaan. Tidak diterapkan sangsi bagi pelanggar,maka akan membentuk perilaku yang tidak peduli sama sekali terhadap lingkungan sekitarnya. Kalaupun ada yang peduli, seringkali menjadi orang yang aneh di tempat tersebut, dan seolah orang yang peduli itu tak lagi memiliki akal sehat karena telah tertutup oleh akal sehat orang yang tak peduli yang jumlahnya masih lebih banyak dibandingkan yang peduli.

Perilaku tidak hanya ditentukan oleh lingkungan dan sebaliknya, melainkan kedua hal itu saling menentukan dan tidak dapat dipisahkan. Teori ini sering membuat kita bingung di dalam mengambil keputusan, mana terlebih dahulu yang akan dibenahi? Teori yang sering berkonotasi mencari kambing hitam didalam penyelesaian permasalahan, maka teori determinan kesehatan bahwa menurut Hendrik L. Blum bahwa perilaku dan lingkungan merupakan penyebab terbesar yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Terlepas dari penyebab rusaknya lingkungan di negeri kita, mari kita melangkah maju untuk mencari solusi untuk memperbaiki lingkungan hidup yang rusak dengan menerapkan aturan hukum yang konsisten dengan sangsinya. Tidak kalah pentingnya kita harus melakukan pendidikan lingkungan hidup  utamanya bagi kaum muda untuk memelihara lingkungan yang sehat. Sesungguhnya faktor perilakulah yang akan mengakibatkan lingkungan hidup rusak atau baik. Mengingat merubah perilaku manusia ketika dewasa jauh lebih sulit, maka lebih baik memulai menanamkan perilaku bersih dan sehat bagi kaum muda sejak dini. Marilah kita berperilaku bersih dan sehat yang akan dapat menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik

Page 8: Artikel Promkes

ARTIKEL:

Desain Media Promosi Kesehatan (Berpikir Kreatif)

Penulis: Dian Cahyadi

Melalui beberapa diskusi ringan dengan kolega membahas perihal peran promosi kesehatan sebagai media menjembatani komunikasi tentang berbagai permasalahan kesehatan di masyarakat. paya mengkomunikasikan berbagai program pemerintah dalam lingkup departemen kesehatan terasa belum menyentuh ke target audiens level bawah.

Tentu saja terdapat jurang pemisah dan tembok menjulang untk menembus sekat-sekat tersebut. Berbagai upaya dan strategi media promosi telah dilakukan, memanfaatkan media cetak, elektronik, bahkan pelibatan tenaga-tenaga penyuluh ditingkat kelurahan/desa, namun belum memberikan dampak yang signifikan.

Apa yang menjadikan jarak yang seharusnya dekat namn terasa jauh untuk dijangkau ?

Mencoba memahami dan melibatkan diri untuk menggugah kesadaran masyarakat secara komunikasi psikologi sosial, dapat menjadi kunci untuk dapat diterima dalam kerangka berpikir masyarakat.

Intinya adalah bagaimana merubah pola berpikir kita selama ini yang memandang setiap permasalahan sebagai obyek, jika kita menggunakan pola berpikir memandang setiap permasalahan sebagai subyek dan kita sebagai obyek, tentunya kita dapat memahami dan merasakan konsep berpikir masyarakat erhadap sesuatu.

In-deep merupakan sebuah pola bagaimana kita mampu menggali segala informasi yang tersembunyi dan meletakkannya kedalam konfigurasi berpikir yang sangat sederhana.

Melihat dengan mata dari seorang anak kecil untuk mencoba memahami sesuatu yang merupakan misteri yangharus dipecahkannya untuk mengenali sesuatu.

Terkadang peran seorang tenaga penyuluh kesehatan yang pontang-panting digaris terdepan sosialisasi setiap program pemerintah mengalai kesulitan untuk melakkan tugasnya. Kesan atau bahasa yang ditangkap adalah upaya mendiktekan sesuatu hal tentang yang benar dan salah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kesehatan kepada masyarakat, sementara mereka telah terbiasa dengan pola lingkungannya sebelum seorang petugas penyuluh kesehatan datang.

Pertanyaan seorang kolega tentang upaya apa yang harus dilakkan untuk dapat merubah pola dan kebiasaan masyarakat kelas bawah. Apa dan bagaimana cara untuk dapat menjangkau alam pikir mereka sehingga dengan mudah kita dapat menanamkan virus Pola hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tersebut?

Dalam kerangka berpikir keilmuan desain, kreatifitas adalah kunci segalanya dalam menuangkan ide dan gagasan kepada sebuah konsep. Desain sendiri adalah sebuah proses dalam pemaknaannya, sehingga ketika kita hendak memecahkan sebuah permasalahan, tentunya kita akan berupaya menggugah kreatifitas kita guna memecahkan setiap permasalahan.

Desain senantiasa dimulai dari kebutuhan yang menuntun manusia untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, guna meningkatkan standar dan berbagai pemenuhan kebutuhan manusia. Kita diperhadapkan kepada upaya menumbuhkan daya kreatif untuk menghasilkan sebuah invensi-inovasi-modifikasi sebagai sebuah pemecahan masalah.

Lalu bagaimanakah berpikir desain itu?

Berpikir desain merupakan sebuah siklus berpikir yang terus berotasi dan berangkat dari sebuah permasalahan ataupun kebutuhan manusia, lalu berproses untuk memecahkan permasalahan namun akan memunculkan permasalahan ata kebutuhan baru yang akan terus terungkap seiring rotasinya dan berotasi kembali sesuai jawaban-jawaban yang akan dicari.

Kembali kepada tujuan promosi kesehatan, menurut Green (1990) merujuk pada tujuan promosi kesehatan, yakni; Tujuan Program; Tujuan Pendidikan; Tujuan Perilaku.

Mereview pada Tujuan Dasar Promosi Kesehatan, yakni; Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat; Peningkatan Perilaku Masyarakat; Peningkatan Status Kesehatan Masyarakat.

Page 9: Artikel Promkes

Tentunya bukanlah perkara mudah untuk mencapai tujuan tersebut. Ketika upaya menghentikan kebiasaan merokok disosialisasikan, tentunya membutuhkan pemahaman mendalam untuk menggugah kesadaran kepada setiap individu bahwasanya kebiasaan merokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Membuatkan aturan perundang-undangan tentang merokok menjadi satu pilihan, namun tidak menjadi bijak jika disertai dengan ancaman sanksi tertentu.

Lantas bagaimana solusi pemecahan asalah ketika segala program sosialisasi diberbagai media dirasakan tidak ampuh menjawab permasalahan yang ada ?

Tentunya kita harus mendalami konteksnya bukan pada teksnya, bahwasanya kebiasaan merokok tentunya telah melalui sejarah perjalanan panjang sehingga seolah-olah menjadi keyakinan dan unsur psikologis lainnya sebagai pembentuk karakter kegiatan merokok tersebut.

Seorang anak kecil secara iseng saya tanyakan tentang bagaimana caranya membuat ayahnya menghentikan kebiasaan merokoknya. Dengan lugas dan enteng ia menjawab ;

Kalo papa masih merokok, Billah gak mau berteman ama papa !

Jawaban Billah merupakan sebuah solusi dari aspek psikologi yang terkomunikasikan atau terdelegasikan dengan baik memanfaatkan faktor psikologi kognitif dan afektif seorang Billah terhadap ayahnya.

Komunikasi yang terjalin menjadi dasar berpijak pikiran sang ayah terhadap sugesti yang diberikan oleh sang anak, sang ayah tersadar akan harapan-harapan sang anak terhadap sang ayah. Seorang Billah sekali berbisik kepada sang ayah dengan sebuah pertanyaan ringan sebagai bagian dari serang psikologi tersebut ;

Papa janji ya, hadiri kawinan Billah kayak kawinannya Tante Ria.

Sentilan kecil yang ditujukan tanpa tendensi tertentu sebagai sebuah serangan tentu menggugah seluruh aspek-aspek psikologis sang ayah dan dibuatnya memikirkan secara mendalam beragam makna sistim simbol yang didapatkannya dari buah hatinya tercinta.

Bagaimana dengan solusi pengaplikasiannya terhadap masyarakat?

Tentunya kita dapat merotasi kembali problem solving seorang Billah melalui invensinya menyadarkan dan membuka dan menggugah ayahnya, melalui inovasi-inovasi studi kasus Si Billah, atau kita melakukan modifikasinya.

Inovasi merupakan kegitan kreatifitas kita memposisikannya sebagai sebuah inti strategi dan inisiatif. Untuk mampu dikembangkan tentunya didasari oleh empat hal, yakni; kemampan; kecepatan; keahlian; inovasi.

Inovasi memiliki langkah-langkah atau tahap-tahap pencapaiannya sebagai langkah dasar dalam menjawab kebutuhan, yakni; Memahami; Mengamati; Memvisualisasikan; Mengevaluasi dan Menyempurnakan.

Inovasi dapat kita mulai dari mata; Pemahaman yang dimulai dari sebuah pengamatan memungkinkan terjadinya sebuah inovasi. Mengungkap apa yang menjadi kebiasaan manusia, dan mempunyai kekuatan untuk mengubah aturan, terkadang berawal dari pengamatan sederhana.

Lalu bagaimana pulakah dengan proses pendalaman (In-Deep) setelah kita melakukan pengamatan ?

ada beberapa cara yang biasa dilakukan oleh para desainer, yakni : melakukan serangkaian pertanyaan-pertanyaan sesama obyek (ingat; kita memposisikan diri sebagai subyek-bukan obyek), lalu berupayalah menemukan jawaban-jawaban jujur dari posisi ini; Tetaplah dekat dengan tindakan, seraya terus menambah koleksi informasi (source); Tanamkan didiri kita bahwasanya tidak pernah ada pertanyaan yang bodoh, kita perlu pula menyadari dunia disekitar kita, siap melihat trend, realita, dan bertindak. Jangalah pernah selalu menunggu datangnya laporan atau bergantung pada bacaan di surat kabar, dan sebagainya; Temukan kejujuran, kelugasan, spontanitas dan keluguan dari mata seorang anak, kita tidak akan menemukan hal-hal klise dari sini; Terkadang kitapun merangkl seorang gila dan maniak untuk menemukan jawaban-jawaban tidak terduga dan irasional, tendensius, skeptis, dan hal lainnya.

Seorang bijak pernah berkata kepada saya dalam sebuah pertemuan tak terduga pada sebuah

Page 10: Artikel Promkes

perjalanan diatas gerbong kelas Bisnis kereta Parahyangan menuju ke Bandung kala itu;

Dengarkanlah anak kecil di dalam diri anda. 

Tetapi perhatikanlah bagaimana dunia bekerja dan anda akan menjadi sangat sadar : Siapa yang memperlakukan anda sebagai manusia-Siapa yang memperhatikan dan memikirkan tentang apa yang dapat dilakukan dengan baik.

Menarik kesimpulan dari serangkaian diskusi ringan kami. Inti dari bagaimana mendesain media sebuah promosi kesehatan adalah menemukan konsep-gagasan-ide serta metode-metode penyampaian pesan, selayaknya dimulai dari menemukan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang sangat efektif digunakan untuk menggugah target audien yang hendak disasar, mengingat keragaman latar belakang sosial-budaya masyarakat Indonesia. 

ARTIKEL:

Presentase Rumah Tangga yang ber PHBS

Penulis: Riskesdas 2007

Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 mengumpulkan 10 indikator tunggal Perilaku Hidup

Page 11: Artikel Promkes

Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam indikator individu dan empat indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/Ketersediaan jaminan Pemeliharaan kesehatan, penduduk tidak merokok,  penduduk cukup  beraktifitas fisik  dan  penduduk cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi  rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (≥8m2/orang) dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah.

Dalam penilaian PHBS ada dua macam rumah tangga, yaitu rumah tangga dengan balita dan rumah tangga tanpa balita. Untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga niiai tertinggi delapan (8). PHBS diklasifikasikan 'kurang' apabila mendapatkan miai kurang dari enam (6) untuk rumah tangga mempunyai nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita. 

Secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik sebesar 38,7%. Terdapat lima propinsi dengan pencapaian di atas angka nasional yaitu DI Yogyakarta (58,2%), Bali (51,7%), Kalimantan Timur (49,8%), Jawa Tengah (47%), dan Sulawesi Utara (46,9%). Sedangkan propinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut adalah Papua (24,4%), Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat (28,2%). 

ARTIKEL:

Sekilas tentang Proses Survey Evaluasi PHBS di Rumah Tangga, Kab Ponorogo, Jawa Timur

Penulis: Dewi Sibuea, SKM

Pusat Promosi Kesehatan kembali mengadakan Survey Evaluasi PHBS Rumah Tangga, namun pada tahun ini pelaksanaanya diserahkan kepada PT. Multi Area Desentralisasi Pembangunan (PT.MADEP), yaitu sebuah perusahaan jasa konsultan yang telah melalui proses lelang. Survey dilaksanakan di 50 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang terbagi di 5 regional. Salah satu kabupaten yang menjadi sasaran survey adalah Kabupaten Ponorogo.

Dengan penuh tekad dan sedikit modal nekat, saya berusaha untuk semangat menjalaninya. Proses survey di Kabupaten Ponorogo dilaksanakan bersama-sama dengan Kabupaten Madiun karena kedua kabupaten ini dipegang oleh seorang koordinator. Pelaksanaan survey dilakukan mulai tanggal 19 November s.d. 26 November 2008. Saya hanya mengikuti proses pengambilan data di Kabupaten Ponorogo karena proses di Kabupaten Madiun sudah selesai pada tanggal 23 November sedangkan saya baru tiba di lokasi pada tanggal 24 November. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, tiba di kota Ponorogo saya mengambil waktu untuk mendengarkan sharing pengalaman dari Koordinator Survey tentang kondisi di

lapangan sampai hari tersebut, dari diskusi tersebut saya mendapatkan beberapa informasi bahwa lokasi pengambilan data di Kabupaten Ponorogo mengambil 12 desa dari 4 kecamatan yang sudah dipilih dari Pusat, yaitu : 

Kecamatan Ponorogo (2 desa) Kecamatan Balong (4 desa) Kecamatan Mlarak (3 desa) Kecamatan Sambit (3 desa)

Sedangkan pemilihan responden diambil dari : 

Page 12: Artikel Promkes

Setiap desa @ 3 Rukun Tetangga (RT) Setiap RT @ 10 Rumah Tangga Rumah Tangga yang dipilih menjadi responden adalah Rumah Tangga yang memiliki

anak usia 0-5 tahun.

Untuk enumerator, koordinator dari PT.MADEP mencarinya dengan dibantu oleh warga setempat. Jumlah enumerator untuk masing-masing kabupaten adalah 7 orang yang berlatar belakang pendidikan S1 dari berbagai jurusan yang tentu saja sudah berpengalaman di bidang enumerator. Sebelumnya proses survey diawali dengan perijinan kepada pemerintah wilayah setempat yaitu : Dinas Kesehatan Kabupaten, Perlindungan Masyarakat (Linmas) dan Kecamatan. Pada proses perijinan ini koordinator dibantu oleh salah seorang warga setempat yang mengetahui dengan baik lokasi setempat. Proses perijinan ini berlangsung selama 1 s.d. 2 hari Pengambilan data di Kabupaten Ponorogo baru mulai berproses pada tanggal 24 November, didahului dengan menemui Kepala Desa di Desa-desa yang sudah ditunjuk sedangkan untuk pemilihan RT, enumerator menggunakan beberapa cara, yaitu : 

Menemui Ketua RT dari desa tersebut, jika Ketua RT memberikan ijin, proses langsung dilakukan, jika tidak maka enumerator akan langsung ke RT lain.

Menemui Kader Posyandu untuk mendapatkan informasi jumlah dan lokasi Rumah Tangga yang mempunyai bayi atau balita.

Datang ke Balai Desa untuk mendapatkan informasi RT mana saja yang bisa diminta bantuan.

Proses pengambilan data di dua kabupaten ini berlangsung mulai pukul 08.00 s.d. pukul 16.00, namun sebagian besar responden tidak mau diwawancara setelah pukul 13.00 karena itu merupakan waktu istirahat mereka. Setiap selesai pengambilan data, seluruh enumerator berkumpul untuk melaporkan hasil pengambilan data yang sudah diperoleh pada hari tersebut kepada koordinator sekaligus editing data, evaluasi dan diskusi untuk perbaikan di hari berikutnya. Sedangkan untuk proses entry datadilakukan di Jakarta.

Pukul 09.00 saya melakukan pertemuan dengan para enumerator kabupaten Ponorogo untuk menggali informasi singkat tentang proses pengambilan data yang sudah mulai dilakukan satu hari sebelumnya, dari pertemuan ini didapatkan informasi bahwa tidak ada hambatan yang berarti, semua berjalan lancar karena sebagian besar Rumah Tangga bersedia diwawancara walaupun mereka mempunyai persepsi bahwa dari hasil wawancara tersebut mereka berpeluang untuk memperoleh bantuan dari pemerintah pusat. Selanjutnya saya berkesempatan ikut ke lapangan untuk melihat secara langsung proses pengambilan data. Enumerator dipecah langsung menuju 2 desa, masing - masing Rukun Tetangga (RT) dipegang oleh satu enumerator. Saya ikut bersama salah satu enumerator yang mengambil data di Desa Ngumpul, RT. 02. Dari proses pengambilan data ini saya memperoleh gambaran bahwa perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya : 

Enumerator harus dibekali informasi yang lengkap tentang tujuan pelaksanaan survey PHBS Rumah Tangga agar dapat memberikan penjelasan yang baik dan benar serta lengkap kepada responden.

Enumerator harus bisa berbahasa setempat dan sedikitnya mengenal kebiasaan masyarakat setempat.

Kondisi rumah warga yang berjauhan membutuhkan tenaga ekstra para enumerator, oleh karena itu sebaiknya mereka juga perlu diinformasikan untuk mempersiapkan tenaga dengan baik sehingga kinerja lebih maksimal

Untuk ketiga hal tersebut di atas sudah dilaksanakan dengan baik oleh enumerator yang saya ikuti. Secara keseluruhan, kesimpulan dan saran yang dapat diberikan dari proses survey Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur adalah : 

Proses survey pada umumnya berjalan dengan lancar dan beberapa hambatan masih bisa diatasi

Proses perijinan sebaiknya dapat dibantu oleh Pusat Promosi Kesehatan yaitu : Pusat Promosi Kesehatan juga dapat memberikan Surat Permohonan Ijin kepada Dinas

Kesehatan Provinsi agar selanjutnya dapat diteruskan kepada DInas Kesehatan Kabupaten terkait beberapa waktu sebelum proses survey dilakukan perusahaan.

Surat Permohonan Pelaksanaan Kegiatan dari Pusat Promosi Kesehatan dilegalisir atau cap basah

Page 13: Artikel Promkes

Supaya proses entry data dapat dilakukan di lapangan, maka setiap koordinator perlu dibekali minimal satu buah laptop yang dilengkapi dengan program - program sesuai kebutuhan, sehingga entry data dapat segera dilakukan setelah pengambilan data dan mempercepat perolehan hasil

Responden setelah diwawancara dapat diberikan media-media informasi misalnya selebaran atau leaflet yang berisi informasi singkat tentang PHBS Rumah Tangga yang dikemas sesuai dengan masyarakat setempat (bahasa, disain, dsb) dengan harapan masyarakat setelah memperoleh informasi ini, responden dapat berupaya untuk merubah perilakunya. Sehingga melalui pelaksanaan kegiatan ini dapat diperoleh manfaat lebih. Seperti kata pepatah : satu kali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Sebagai informasi, dari proses pengambilan data yang saya ikuti di RT.02 Desa Ngumpul ini, saya memperoleh gambaran kasar bahwa dari kesepuluh indikator PHBS di Rumah Tangga, dapat dilihat bahwa masyarakat RT.02 Desa Ngumpul, Kabupaten Ponorogo ini sebagian besar belum menggunakan jamban sehat, karena dari sepuluh Rumah Tangga, hanya 2 Rumah Tangga yang mempunyai jamban yang memenuhi syarat jamban sehat dengan penampungan septic tank, selebihnya hanya menggunakan jamban "alakadarnya" seperti terlihat dalam gambar, bahkan belum semua Rumah Tangga mempunyai jamban sendiri, sedangkan jamban umum juga tidak terlihat. Ini sungguh memprihatinkan. Dan sepertinya masyarakat memang belum terpapar informasi bahwa penggunaan jamban sehat merupakan hal penting yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tugas tambahan buat petugas promkes ! 

ARTIKEL:

“Satu jam Pertama” Yang Menakjubkan

Penulis: dra. Zuraidah, SKM, MPH

“Satu jam Pertama” Yang Menakjubkan kata ini dikutip dari buku Inisiasi Menyusu Dini, dr Hj.Utami Roesli, dalam tulisan beliau selanjutnya disampaikan bahwa ada satu hal yang selama ini tidak disadari dan tidak dilakukan baik oleh orang tua maupun tenaga medis tetapi begitu vital bagi kehidupan bayi selanjutnya. Ternyata, dalam satu jam pertama setelah melahirkan, ada perilaku yang menakjubkan antara bayi dan ibunya. Peristiwa itu adalah jika setiap bayi baru lahir diletakkan di perut ibu segera setelah lahir, dengan kulit ibu melekat pada kulit bayi, bayi mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri payudara ibu dan memutuskan waktunya untuk menyusu pertama kali. 

Apa itu Inisiasi Menyusu Dini? Untuk selanjutnya disingkat IMD, adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sungguh sangat mempesona bayi baru lahir berjuang sendiri merangkak ke arah payudara menemukan puting susu ibunya, si bayi yang masih merah itu ternyata bisa memenuhi apa yang menjadi insting pertama dalam hidupnya, mencari sumber kehidupannya yakni minum air susu dari Ibu yang melahirkannya. Padahal selama puluhan tahun kita sebagai orang tua berpendapat bahwa bayi baru lahir

Page 14: Artikel Promkes

tidak mungkin dapat menyusu sendiri.

Lalu hal-hal apakah yang harus dipersiapkan oleh seorang ibu untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini bagi bayinya akan dilahirkan?

Berikut ini langkah-langkah melakukan IMD yang dianjurkan 

Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi  ibu saat persalinan.

Disarankan juga tidak menggunakan bahan kimia saat persalinan, karena akan mengganggu dan mengurangi kepekaan bayi untuk mencari puting susu ibu.

Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.

Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya,

tali pusat dipotong lalu diikat. 

Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.

Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu sehingga terjadi kontak kulit bayi dan kulit ibu.

Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

 Pentingnya Kontak Kulit & Menyusu Sendiri 1.    Mengapa kontak kulit dengan kulit segera setelah bayi lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam

pertama kehidupan sangat penting? 2.    Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan

menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia). 3.    Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. 4.    Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya, dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri jahat dari lingkungan. 5.    Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu biasanya bayi tidur dalam waktu lama.6.    Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal. 7.    Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui. 8.    Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.   9.    Selamat mencoba dan  terima kasih untuk menyebarluaskan informasi ini. 

ARTIKEL:

Raih hidup sehat dengan cuci tangan pakai sabun - Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) – 15 Oktober

Penulis: Dewi Sibuea, SKM

Cuci tangan merupakan salah satu perilaku sehat yang pasti sudah dikenal. Perilaku ini pada umumnya sudah diperkenalkan kepada anak-anak sejak kecil tidak hanya oleh orang tua di rumah, bahkan ini menjadi salah satu kegiatan rutin yang diajarkan para guru di Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar. Tetapi kenyataannya perilaku sehat ini belum menjadi budaya masyarakat kita dan biasanya hanya dilakukan sekedarnya, sebagai contoh ketika kita masuk ke sebuah rumah makan Indonesia, biasanya fasilitas cuci tangan disediakan dalam bentuk kobokan berisi air bersih dengan sepotong kecil jeruk nipis yang maksudnya untuk menghilangkan bau amis di tangan. Pemandangan berbeda ketika kita masuk ke restaurant fast food terkemuka asal negara adi daya, fasilitas cuci tangan sudah sangat memenuhi syarat, yaitu air bersih mengalir dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair berkualitas dan pengering tangan merk terkenal, sayangnya fasilitas itu belum digunakan dengan baik, karena biasanya orang hanya mencuci tangan sekedar menghilangkan bau amis bekas makanan dan lupa atau

Page 15: Artikel Promkes

malas mencuci tangan dulu sebelum makan. Jika kita sedikit melirik ke masyarakat pedesaan, pada umumnya masyarakat desa hanya menggunakan air seadanya dan belum banyak yang menggunkan sabun untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah dari jamban. Beberapa hal di atas menunjukan kenyataan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun sebagai salah satu upaya personal hygiene belum dipahami masyarakat secara luas dan prakteknya pun belum banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari..

Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit, oleh karena itu sangat penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu Burung. Diare merupakan penyakit "langganan" yang banyak berjangkit pada masyarakat terutama usia balita. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menempatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) penyakit pada posisi tertinggi sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dan ISPA dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang.  Sementara Flu Burung atau yang dikenal juga H5N1 merupakan penyakit mematikan dan telah memakan cukup banyak korban. Penyakit-penyakit tersebut juga merupakan masalah global dan banyak berjangkit di negara-negara berkembang, suatu wilayah yang didominasi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih, kemiskinan dan pendidikan yang rendah tetapi rantai penularan penyakit-penyakit tersebut di atas dapat diputus "hanya" dengan perilaku cuci tangan pakai sabun yang merupakan perilaku yang sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu menggunakan banyak waktu dan banyak biaya.

 Perilaku Sehat Cuci Tangan Pakai Sabun yang merupakan salah satu  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), saat ini juga telah menjadi perhatian dunia, hal ini karena masalah kurangnya praktek perilaku cuci tangan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang saja, tetapi ternyata di negara-negara maju pun kebanyakan masyarakatnya masih lupa untuk melakukan perilaku cuci tangan. Rapat Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang pertama pada tanggal 15 Oktober 2008. Ini merupakan perwujudan seruan tentang perlunya upaya untuk meningkatkan praktek personal hygiene dan sanitasi di seluruh dunia. Fokus HCTPS tahun 2008 ini adalah Anak sekolah sebagai "Agen Perubahan" dengan simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan masyarakat dalam merayakan komitmen untuk perubahan yang lebih baik dalam berperilaku sehat melalui CTPS serta tantangan yang mengacu kepada pemecahan rekor "jumlah terbesar anak sekolah mencuci tangan pakai sabun pada hari yang sama pada 20 negara yang berbeda, sedangkan tujuan dari tantangan ini adalah untuk menciptakan keseragaman kegiatan kunci bagi seluruh negara yang berpartisipasi, menciptakan kreatifitas, memacu kompetisi positif antar negara peserta serta membuat HCTPS menjadi sebuah hari yang menyenangkan.

Penggunaan sabun pada saat mencuci tangan menjadi penting karena sabun sangat membantu menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit serta meninggalkan bau wangi. Sehingga kita dapat memperoleh kebersihan yang berpadu dengan bau wangi dan perasaan segar setelah mencuci tangan pakai sabun, ini tidak akan kita dapatkan jika kita hanya menggunakan air saja. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah waktu-waktu kita harus melakukan perilaku cuci tangan, di Indonesia diperkenalkan 5 waktu penting yaitu :1. setelah ke jamban2. setelah menceboki anak3. sebelum makan4. sebelum memberi makan anak 5.sebelum menyiapkan makanan

5 fakta yang harus diketahui tentang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah :

Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup

Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebabkan kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya

Waktu-waktu kritis CTPS adalah setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/memasak/menyajikan dan makan

Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang "cost-effective".

Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang menyadarkannya untuk mempraktekan perilaku CTPS

Page 16: Artikel Promkes

Praktek CTPS yang benar hanya membutuhkan sabun dan air mengalir. Air mengalir tidak harus dari keran, bisa juga mengalir dari sebuah wadah berupa gayung, botol, kaleng, ember tinggi, gentong atau jerigen. Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun karena semua sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman penyebab penyakit. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka CTPS perlu dilakukan dengan cara yang baik dan benar, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut, yaitu :

Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir

Tangan yang basah disabuni, digosok-gosok bagian telapak tangan dan punggung tangan,jari-jari, bawah kuku, minimal selama 20 detik.

Bilas kembali dengan air mengalir bersih sampai bersih

Keringkan dengan kain bersih atau kibas-kibaskan di udara

Menurut kajian yang disusun oleh Curtis and Cairncross (2003) didapatkan hasil bahwa perilaku CTPS khususnya setelah kontak dengan feses  ketika ke jamban dan membantu anak ke jamban, dapat menurunkan insiden diare hingga 42-47%. Perilaku CTPS juga dikatakan dapat menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30% ini diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh Rabie and Curtis (2005). Di lain pihak, Unicef menyatakan bahwa CTPS dapat menurunkan 50% insidens flu burung. Praktek CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata dan memudahkan kehidupan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Beberapa kajian ini menunjukan bahwa intervensi CTPS dianggap sebagai pilihan perilaku yang efektif untuk pencegahan berbagai penyakit menular. 

Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) yang ditetapkan pada tanggal 15 Oktober dan untuk pertama kalinya dilaksanakan pada tahun ini merupakan salah satu upaya untuk melibatkan masyarakat di seluruh dunia termasuk masyarakat Indonesia agar dapat memahami arti penting perilaku CTPS dan secara aktif mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ini masyarakat juga diberi kesempatan untuk merasakan sensasi rasa antara sebelum cuci tangan pakai sabun dan setelah pakai sabun, dan yang terpenting adalah masyarakat dapat memahami secara jernih bahwa dengan perilaku sederhana seperti CTPS, berbagai penyakit yang banyak merenggut nyawa anak dan balita dapat dicegah. Melalui HCTPS ini juga dapat mengajak masyarakat untuk memahami bahwa walaupun dengan kondisi kehidupan yang sulit sekalipun, perilaku CTPS tetap dapat dilaksanakan dengan mudah dan terjangkau dan ini menjadi perilaku pilihan masyarakat sendiri (action of choice) untuk peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup mereka. Mari bersama kita raih hidup sehat dengan Cuci Tangan Pakai Sabun.

Sumber : Ditjen P2PL melalui KPS-CTPS 

ARTIKEL:

Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat

Penulis: Ir.Dina Agoes M, Kes

Di Indonesia penyakit cacingan tersebar luas di pedesaan dan di perkotaan dengan prevalensi semua umur 40 %-60 % dan murid SD sebesar 60%-80%. Survei Depkes RI di 10 propinsi di Indonesia menemukan prevalensi kecacingan di kabupaten Pesisir Selatan tahun 2003 (85,8%) dan tahun 2005 (51,4 %) lebih tinggi dari kabupaten lain. Angka infeksi kecacingan tinggi dipengaruhi oleh kebersihan diri, sanitasi lingkungan dan kebiasaan penduduk.  Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan dengan kejadian kecacingan pada murid SD Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi dengan desain cross sectional yang dilakukan terhadap data sekunder hasil survey kecacingan oleh Ditjen PPM & PL Depkes RI tahun 2005 di Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah sampel 257 orang.  Diagnosis penyakit kecacingan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan telur cacing pada tinja dengan metode Katto-Katza.  Hasil penelitian menunjukkan perilaku cuci tangan memakai air dan sabun sebelum makan terbukti berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan(OR=2,35, 95 % CI=1,40-3,94), variabel lain yang berhubungan bermakna adalah perilaku buang air besar (BAB) tidak dijamban dengan nilai OR=2,64 (95 % CI=1,46-4,77) dan perilaku jajan bukan di warung sekolah (OR=1,96, 95 % CI=1,06-3,65).

Page 17: Artikel Promkes

Kebiasaan cuci tangan sebelum makan memakai air dan sabun mempunyai peranan penting dalam kaitannya dengan pencegahan infeksi kecacingan, karena dengan mencuci tangan dengan air dan sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri dan parasit lainnya pada kedua tangan.  Oleh karenanya, mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang  menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan. 

Faktor risiko lain, perilaku anak BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi telur cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing.  Infeksi pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing. Penularan melalui air sungai juga dapat terjadi, karena air sungai sering digunakan untuk berbagai keperluan dan aktifitas seperti mandi, cuci dan tempat BAB.

Perilaku anak  jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol oleh pihak sekolah dan tidak terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur cacing, hal ini dapat menjadi sumber penularan infeksi kecacingan pada anak.  Selain melalui tangan, transmisi telur cacing dapat juga melalui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat.  Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan, sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut, terutama pada jajanan yang tidak tertutup.

Untuk itu, disarankan bahwa murid SD dan masyarakat membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun.  Di samping itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta  Pihak sekolah meningkatkan PHBS kepada murid, dengan melakukan pemeriksaan perilaku cuci tangan sebelum makan, perilaku jajan di sekolah, perilaku BAB di jamban, serta penyuluhan kepada murid pengetahuan tentang penyakit cacing dan bahaya kecacingan. 

Sumber : Zainudin Umar dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 2 Nomor 6, Juni 2008.

ARTIKEL:

Promosi Kesehatan di Sekolah: Membentuk Anak Menjadi Agent of Change

Penulis: Winitra Rahmani A., S.Sos

Setiap tanggal 23 Juli kita memperingati Hari Anak Nasional. Mengapa? Karena secara logika - dan siapa pun pasti sepakat - bahwa masa depan bangsa Indonesia terletak di tangan anak-anak saat ini. Dengan adanya Hari Anak Nasional, kita seperti diingatkan kembali untuk memperhatikan apakah kita sudah benar-benar mengayomi para penerus bangsa ini.Masih dalam semangat Hari Anak Nasional ke-24 yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2008 yang lalu, yang mengusung tema  "Saya Anak Indonesia Sejati, Mandiri, dan Kreatif" dengan sub tema "Anak Indonesia Sejahtera, Berkualitas, dan Terlindungi" dan "Anak Indonesia Bisa!", kita seolah-olah diingatkan benarkah keadaan anak-anak di Indonesia saat ini telah mencerminkan tema yang diusung tersebut? Alangkah ironisnya, sebab berdasarkan pernyataan Ketua Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Prof. Lily I. Ruliantoro, MD, dari 27,6 juta anak-anak usia 0-6 tahun pada tahun 2005, hanya 25 persen yang terakses program peningkatan kesehatan, gizi, dan pendidikan (Pendidikan Anak Usia Dini - PAUD) secara menyeluruh (Koran Tempo, 23 Juli 2008). Ini tentu saja memprihatinkan kita semua karena seperti yang tercantum dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang dikeluarkan oleh Dewan Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, dinyatakan bahwa anak-anak memiliki hak atas kesehatan (artikel 24) dan pendidikan (artikel 28).

Bila kita mau menyelamatkan nasib anak-anak kita, mari kita coba dengan cara yang sederhana. Misalnya dengan mengajak para guru untuk memberdayakan 25 persen anak-anak yang beruntung tersebut - pada saat ini mereka telah berusia 3-9 tahun - untuk melakukan

Page 18: Artikel Promkes

promosi kesehatan di sekolah. Mengapa di sekolah dan bukannya di rumah? Karena seperti kita ketahui bersama bahwa saat ini sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di sekolah dengan berbagai macam kurikulum dan ekstrakurikulernya. Banyak pula orang tua yang sibuk bekerja, sehingga tidak selalu sempat untuk memberikan pengajaran pada anak-anaknya dan kemudian bagian itu diberikan pada guru. Ini mengindikasikan bahwa promosi kesehatan akan lebih efektif bila dapat dilakukan di sekolah.

Salah satu bentuk promosi kesehatan di sekolah adalah penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Ada 8 indikator PHBS yang dilakukan di sekolah, yaitu Cuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun; Jajan di Kantin Sekolah; BAB dan BAK di Jamban; Buang Sampah di Tempatnya; Berolahraga; Mengukur Tinggi dan Berat Badan; Memeriksa Jentik Nyamuk; dan Tidak Merokok di Sekolah. Dengan diajarkannya PHBS pada anak-anak di sekolah, diharapkan mereka menerapkannya pula di rumah dan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Diharapkan pula, dengan kepolosannya mereka dapat memberi pengertian dan menggugah orang-orang di sekitarnya tentang betapa pentingnya PHBS itu.

Sesungguhnya, dengan menyelamatkan anak-anak berarti kita menyelamatkan diri kita sendiri di masa yang akan datang. Ini seperti kutipan dari lagu "We Are the World" - walaupun konteksnya tidak sama, lagu tersebut dalam konteks kepedulian artis-artis Amerika terhadap bencana kelaparan di Afrika - pada tahun 1980-an:             We are the world, we are the children            We are the one to make a brighter day so let's start giving            There's a choice we're making, we're saving our own lives            It's true we make a better day just you and me... 

ARTIKEL:

Apa Yang Dapat Kita Perbuat Untuk Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global

Penulis: CH. Rudy

THINK GLOBALY, ACT LOCALLY

Perubahan iklim secara global saat ini telah terjadi. Perubahan iklim ini merupakan akibat dari proses pemanasan global. Efek rumah kaca yang merupakan fenomena alam ditenggarai sebagai penyebab peningkatan suhu bumi. Perubahan iklim global terjadi karena atmosfir bumi dipenuhi oleh gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia. Gas rumah kaca adalah gas karbon dioksida (CO2) dan gas metan (CH4). Gas CO2 dihasilkan akibat proses pembakaran bahan bakar fosil dengan tujuan untuk menciptakan energi dan juga akibat penebangan serta pembakaran hutan. Gas CH4 terjadi akibat aktivitas persawahan, peternakan dan pembuangan sampah. 

Kesadaran tentang perubahan iklim global dan dampaknya terhadap kehidupan manusia harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat, baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Semua orang harus disadarkan dari kenyataan bahwa kita semua sebenarnya telah memberi kontribusi dalam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. 

Dampak perubahan iklim global saat ini telah dirasakan di Indonesia, antara lain : 

1. Terjadinya peningkatan temperatur sekitar 0,03 oC per tahun

Page 19: Artikel Promkes

2. Terjadinya peningkatan curah hujan sekitar 2 hingga 3 % per tahun

3. Kenaikan permukaan air laut sekitar 0,57 cm per tahun

FOGGING/ PENGASAPAN BUKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH (DBD)

SABTU, NOVEMBER 19, 2011  SURVAILANS UPT PUSKESMAS PARUNGPANJANG  NO COMMENTS

Sebenarnya apa yang salah dengan Informasi Edukasi selama ini? mengapa sudah seringnya sosialisasi ke masyarakat melalui berbagai media namun tetap saja ada kejadian masyarakat emosi menginginkanfogging (pengasapan) di suatu lokasi yang "katanya" telah berjangkit kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)? padahal utk pelaksanaan fogging ada berbagai syarat sesuai dengan hasil penyelidikan epidemiologi dan prosedur yang berlaku.

Hasil analisa  Penyelidikan Epidemiologi (PE) diantaranya sbb:

1. Ada tambahan satu atau lebih kasus DBD dalam 3 minggu yang lalu2. Adanya tambahan penderita kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu yang lalu3. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dan ada 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas dalam

periode 3 minggu serta adanya jentik dengan House Index lebih dari 5%4. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dengan dengan Index kasus meninggal5.  Index kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan kasus6. Ada tambahan 1 kasus DBD dan ada jentik dengan House index kurang dari 5%

Bila terpenuhi kriteria 1,2 dan 3/4 dilakukan fogging fokus seluas 1 RW/Dukuh/300 rumah seluas 16 Ha, sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan PSN diluar dan di dalam rumah.

Bila Hanya terpenuhi no 5/6, maka diharapkan menggerakkan masyarakat utk melaksanakan PSN, selanjutnya dilakukan pengamatan ke II, 3 minggu yang akan datang sejak tanggal sakit Index kasus.

Bila pada PE yang ke II ditemukan tambahan 1 kasus DBD dilakukan fogging seluas 300 rumah atau 1 RW/Dukuh sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari.

Kadang masyarakat juga berani mendiagnosa sendiri layaknya dokter, padahal utk mengatakan itu Demam Berdarah/ bukan harus menggunakan disiplin ilmu medis.

Page 20: Artikel Promkes

Di setiap Puskesmas pasti pernah mengalami hal serupa, didatangi warga yang emosi sambil mengatakan 

"Mana gerakannya Puskesmas?!!?.............. " Kok Puskesmas diam saja... apakah harus nunggu ada korban yang meninggal baru mau nyemprot?". 

Bagaimanapun, pencegahan terbaik DBD adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa tapi tidak membunuh jentik nyamuk yang ada di genangan air sebagai sarang nyamuk.

Aktifkan  kembali kegiatan  Juru Pemantau Jentik ( Jumantik ) di setiap RT atau RW di lingkungan kita , lakukan minimal seminggu sekali pemantauan jentik di sekitar rumah/ lingkungan kita baik di dalam dan di luar rumah.

4. Makin meluasnya daerah yang mengalami banjir dan tanah longsor5. Meningkatnya kejadian penyakit-penyakit menular seperti DHF, Malaria, Diare, Cholera,

Thypoid, ISPA dan sejenisnya.6. Terjadinya musim panas yang berkepanjangan sehingga menyebabkan kelangkaan air7. Terjadinya banjir dan tanah longsor secara tiba-tiba.

Setiap masyarakat Indonesia dapat berperan aktif untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Berikut ini adalah beberapa contoh tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh setiap orang, antara lain : 

1. Melakukan konversi penggunaan bahan bakar fosil (bensin, minyak tanah) dengan bahan bakar gas. Pengunaan bahan bakar gas akan menghasilkan emisi gas CO2 yang lebih rendah, sehingga dapat mengurangi polusi udara.

2. Menanam pohon di halaman rumah kita. Bagi yang tidak memiliki pekarangan, maka dapat menanam pohon dalam pot-pot atau kaleng bekas. Pohon atau tanaman pada siang hari menghasilkan gas oksigen (O2) yang berasal dari proses respirasi dan fotosintesis.

3. Membuat sumur-sumur resapan (infiltration gallery) di pekarangan rumah. Sumur resapan sangat bermanfaat untuk meresapkan dan menyimpan air hujan di dalam tanah, sehingga air hujan tidak langsung terbuang dan mengalir ke sungai atau saluran drainase.

4. Membuat lubang biopori di halaman rumah, taman  maupun lapangan terbuka. Biopori sangat bermanfaat untuk mencegah banjir dan mengolah limbah organik rumah tangga menjadi kompos. Biopori dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas air tanah dan menyuburkan tanah (fertilizer).

5. Hemat pemakaian air. Kurangi frekuensi mencuci kendaraan dengan menggunakan air bersih. Tutup keran apabila sedang menggosok gigi atau menyabuni pakaian, badan atau piring. Perbaiki pipa air yang bocor, hindari tumpahnya air dari tangki penyimpanan (reservoir).

Page 21: Artikel Promkes

6. Hemat pemakaian kertas. Jangan membuang kertas yang hanya terpakai satu sisi, karena dapat digunakan untuk kertas buram atau catatan. Gunakan kertas bekas (recycle paper) untuk mencetak (print) draft surat atau draft dokumen.

7. Ruangan yang menggunakan alat pendingin udara (AC) sebaiknya diatur suhunya antara 22 oC hingga 25 oC. Peliharalah filter pada AC anda dan bersihkan secara berkala. Filter udara yang bersih dapat mengurangi jumlah emisi CO2 dalam setahun.

8. Gunakan bola lampu yang hemat energi. Walaupun harganya lebih mahal dari lampu biasa, tetapi dapat menghemat listrik karena hanya menggunakan seperempat dari listrik yang dipakai oleh lampu biasa untuk menghasilkan cahaya yang sama terangnya.

9. Belilah perlengkapan elektronik  rumah tangga dan kantor yang hemat energi. Mungkin harganya sedikit lebih mahal, tetapi pada akhirnya lebih hemat karena tagihan listrik bulanan lebih rendah.

10. Jangan membuka pintu lemari es terbuka terlalu lama. Makanan panas jangan langsung dimasukkan ke dalam lemari es. Kedua hal tersebut akan meningkatkan suhu di dalam lemari es, sehingga diperlukan energi yang cukup besar  untuk menurunkan suhu  kembali.

11. Putuskan aliran listrik televisi, video, radio dan komputer saat tidak digunakan dan jangan membiarkannya dalam kondisi stand by. Sekitar 10% hingga 60 % energi listrik masih terkonsumsi oleh peralatan listrik yang dimatikan, namun kabel listriknya masih menyambung dengan sumber listrik.

12. Matikan komputer, printer dan mesin foto copy  jika tidak dipakai. Jangan biarkan peralatan kantor tersebut dalam keadaan hidup, terutama saat kita akan mengikuti rapat atau istirahat makan siang.

13. Kurangi penggunaan kendaraan pribadi (motor, mobil), beralihlah menggunakan sarana transportasi umum (busway, kereta api, mikrolet, kopaja, taxi) untuk jarak yang lebih jauh. Untuk jarak pendek dan pergi berbelanja, cobalah berjalan kaki atau naik sepeda. Berkendaraanlah bersama teman atau teman kerja, jangan sendirian.

14. Kurangi pemakaian kantong plastik. Bawalah kantong/tas Anda sendiri pada saat berbelanja. Jangan buang kantong plastik ke tanah, karena akan membutuhkan waktu lebih dari 500 tahun untuk menguraikan plastik di dalam tanah.

Upaya-upaya tersebut di atas merupakan bentuk perbuatan/aksi nyata yang dapat dilakukan oleh semua orang dalam rangka menghadapi dampak perubahan iklim global. Masyarakat perlu dimotivasi untuk tanggap (concern)  dan ikut memikirkan tentang masalah-masalah global. Pemikiran secara global ini harus diikuti dengan tindakan/perbuatan nyata di lingkungan sekitar kita dan harus dilakukan sekarang juga. Oleh karena itu, ungkapan "Think Globally, Act Locally" dirasakan sangat relevan dalam mengantisipasi dan mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim.  Bumi ini adalah milik kita semua.

Rujukan : 

1. WHO, Protecting Health from Climate Change, Hari Kesehatan Sedunia 2008;

2. The Jakarta Post, Monday, 7 & 9 April 2008.