ARTIKEL CANDI PADANG ROCO
-
Upload
mentari-littlesun -
Category
Documents
-
view
418 -
download
4
Transcript of ARTIKEL CANDI PADANG ROCO
Objek Candi Padang Roco
Abstrak
Pertumbuhan kepariwisataan nasional dan komitmen
pemerintah dalam otonomi daerah telah disahkan melalui UU
No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU
No.25 Tahun 1999 antara pemerintah pusat dan daerah
untuk menyelenggarakan pengembangan kepariwisataan
daerah. Dharmasraya merupakan kabupaten yang
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan sektor
pariwisata yang potensial.
Peninggalan-peninggalan arkeolog seperti candi,
artefak, masjid, rumah gadang dan makam raja-raja menjadi
saksi bisu sejarah kerajaan Hindu-Budha dan Islam di Kab.
Dharmasraya. Salah satunya yaitu objek wisata candi padang
roco yang terletak di seberang sungai batanghari di jorong
Sungai Lansek tepatnya berada setelah pemukiman penduduk
Siluluk. Candi padang roco terdiri dari tiga buah candi, yaitu
candi induk dan dua buah candi perwara. Candi induk yang
paling tinggi hanya bersisa 90 cm. Areal kompleks candi
cukup luas yaitu 500 m x 500 m. Beberapa ahli
memperkirakan lokasi pusat kerajaan Dharmasraya adalah di
padang roco (Padang Kini.com).
Sayang kondisinya memprihatinkan, terabaikan dan tak
ada yang peduli. Masyarakat sekitar pun ternyata banyak
yang tak kenal dengan sejarah daerah tersebut bahkan
terkesan tidak peduli. Padahal kalau dikelola dengan baik
tentu bisa menjadi potensi parawisata yang luar biasa.
(Padang Ekspres, Minggu, 17 Februari 2008)
Latar Belakang
1
Kendati masih berusia muda, Kabupaten
Dharmasraya menyimpan sejuta pesona. Dari sana sekitar
abad 11 M lembar sejarah kerajaan melayu bermula.
Dharmasraya dahulunya merupakan pusat kerajaan
melayupura pada abad 13-14 M. Nama Dharmasraya pun
diambil dari nama sebuah kerajaan yang pernah berkuasa
setelah kejatuhan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini mencakup
wilayah Sawahlunto hingga Muaro Bungo, Jambi. Terkenal
dengan rajanya yang bernama Shri Tribhuanaraja
Mauliwarmadewa (1270-1297). Daerah Dharmasraya inilah
yang menjadi wakil raja Majapahit di kedalaman Sumatera
(www.Dharmasraya.go.id).
Berangkat dari berbagai literatur dan bukti-bukti
sejarah, terungkap di Kabupaten Dharmasraya pada awal
abad XIV M berdiri sebuah Kerajaan Melayu yang diprakarsai
oleh Adwayawarman beristrikan Dara Jingga. Dari perkawinan
mereka, dalam tahun 1295 lahir Adityawarman, sebagai
penerus pemerintahan Kerajaan Melayu.
Dibawah kepemerintahn Adityawarman, Kerajaan
Melayu berganti nama Kerajaan Suwarnabhumi sementara
pusat pemerintahan tetap di Dharmasraya. Keberadaan
Kerajaan Suwarnabhumi di Dharmasraya dibawah kekuasaan
Adityawarman tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan
Melayu Jambi.
Bermula dari ekspedisi Melayu 1 tahun 1275, dua gadis
Kerajaan Melayu Jambi masing-masing Dara Petak dan Dara
Jingga dibawa balatentara Singosari ke pulau Jawa yang
dipimpin Panglima Raden Wijaya. Dalam perjalanan ke pulau
Jawa, Kerajaan Singosari runtuh akibat pemberontakan.
2
Panglima Raden Wijaya memutuskan perjalanan ke arah timur
Jawa dan membangun kerajaan baru Majapahit.
Ia yang menjadi raja I Majapahit dan langsung menikahi
Dara Petak sebagai permaisuri pertama. Sedangkan Dara
Jingga dinikahi oleh pangeran Adwayawarman. Keturunan dari
perkawinan Dara Jingga dan Adwayawarman, yang bernama
Adityawarman memiliki kecerdasan dan bakat kepemimpinan
yang sangat luar biasa. Ia dididik dan dibesarkan dengan
disiplin yang tinggi di lingkungan Kerajaan Majapahit.
Karena kecerdasan dan mempunyai pengetahuan
perang serta ilmu negara, Adityawarman dipercaya berberapa
tugas penting, antara lain: menaklukan belahan utara dan
selatan pulau Bali bersama Patih Gajahmada tahun 1323,
menjadi duta besar Majapahit di China tahun 1325-1331,
dalam tahun 1374 ditunjuk kembali sebagai Raja Melayu Jambi
yang berkedudukan di Sungai Langsat Siluluk, dibawah takluk
Majapahit.
Awal pendirian kembali Kerajaan Melayu di
Dharmasraya oleh Pangeran Adwayawarman tidak semulus
yang diduga. Dharmasraya saat itu telah dikuasai oleh Raja
Lanun. Pangeran Adwayanawarman bersama Dara Jingga
berusaha untuk kembali menguasai wilayah Dharmasraya
melalui sebuah pertempuran singkat yang dapat
dimenangkanya. Aditiawarman menduduki tahta Kerajaan
Suwarnabhumi dalam tahun 1348 menggantikan Raja.
Pada tahun 1348, dalam pimpinan Adityawarman
Kerajaan Suwarnabhumi mencapai kejayaan, sehingga
terdengar sampai ke Majapahit. Majapahit ingin menguasai
kerajaan ini, sehingga Adityawarman mengantisipasi dengan
3
memindahkan kerajaan ke Pagaruyung sampai akhir
hayatnya.
Adityawarman memerintah Kerajaan Suwarnabhumi
yang berpusat di Dharmasraya dari tahun 1347 hingga 1375.
Meninggal dunia tahun 1375 dalam usia 81 tahun, hampir dari
separoh usianya, habis untuk kejayaan Minangkabau. Patung
Adityawarman, saat ini dipajang di pintu utama Gedung
Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat,
dibawa dari Ranbahan padang roco Pulau Punjung Sumatera
Barat, tercatat sebagai salah satu aset budaya bangsa dengan
nomor inventaris 6470. Patung Adityawarman (Arca Bhairawa)
itu dahulu sengaja ditempatkan di Padangroco karena tempat
ini merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju
pusat pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumatera Barat
(Padang Kini.com).
Dibawah kepemerintahn Adityawarman, Kerajaan
Melayu berganti nama Kerajaan Suwarnabhumi sementara
pusat pemerintahan tetap di Dharmasraya dan dalam
keperintahannya Kerajaan Suwarnabhumi mencapai
kejayaannya. Pada masa pemerintahannya, banyak dibangun
candi-candi, salah satunya komplek candi padang roco.
Adityawarman mendapat pengetahuan dalam membangun
candi ketika berada di Majapahit. Candi padang roco
merupakan gerbang masuk melalui Sungai Batanghari menuju
pusat Kerajaan Melayu di Sumatera Barat dan lokasi pusat
Kerajaan Dharmasraya adalah Padang Roco.
Pada tahun 2002 candi tersebut ditemukan dan
ditetapkan oleh pemerintah Dharmasraya sebagai cagar
budaya sekaligus objek wisata. Dalam rangka melakukan
pengembangan suatu objek wisata yang berperan penting
4
adalah pemerintah dan instansi terkait, serta partisipasi
masyarakat.
Kondisi Candi Padang Roco Saat Ini
Dharmasraya terletak pada posisi yang sangat strategis
karena terletak antara tiga provinsi, yaitu Provinsi Sumbar,
Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Dharmasraya juga dilalui
jalan lintas tengah Sumatera yang merupakan jalur
perlintasan utama yang menghubungkan berbagai provinsi di
Sumatera. Oleh karena itu objek wisata candi padang roco
bisa menjadi objek wisata yang potensial dan bisa dinikmati
oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing.
Candi padang roco merupakan peninggalan dari
Kerajaan Hindu-Budha yang terletak di jorong Sungai Lansek
tepatnya berada setelah pemukiman penduduk Siluluk. Candi
ini terdiri dari tiga bangunan candi dari batu bata yang
sekarang sudah dipagar, yaitu sebuah candi induk dan dua
lainnya candi perwara. Candi induk yang paling tinggi hanya
bersisa 90 cm. Ukuran candi yang terbesar 20 m x 20 m dan
yang terkecil 8 m x 8 m.
5
Gambar 1.1 Candi perwara
Areal kompleks candi cukup luas, 500 m x 500 m. Luas
areal ini dibuktikan dengan temuan parit segi empat selebar
4-8 m dengan dalam 1-5 m di sekeliling lokasi. Beberapa ahli
memperkirakan lokasi pusat Kerajaan Dharmasraya adalah di
Padang Roco.
Menurut Nurmatias, Kepala Balai Pelestarian Sejarah
dan Nilai Tradisional Padang yang ikut memagar candi padang
roco, kompleks percandian di Padangroco dan sekitarnya
telah ada sebelum tahun 1286. Sayangnya saat ini kawasan
situs Padang Roco yang dibebaskan pemerintah baru di
kompleks candi. Sementara di dalam areal parit terdapat
rumah penduduk, sekolah, masjid, dan puskesmas (Padang
Kini.com).
Meskipun menjadi wisata sejarah yang mempunyai
pesona dan nilai budaya yang tinggi, akan tetapi daerah
tersebut belum terkelola dengan baik menjadi wisata sejarah.
Akses transportasi menjadi suatu kendala yang hingga kini
belum teratasi. Lokasinya yang jauh dari jalan lintas Sumatera
membuatnya sulit terjangkau para wisatawan. Menggapai
Kerajaan Siguntur sebagai salah satu pusat kerajaan harus
6
Gambar 1.2 Candi induk tampak dari depan
ditempuh dengan ojek dari simpang Sikabau, padahal
jaraknya hanya 4 km.
Terdapat dua jalur menuju candi padang roco yaitu
melalui jalur Sungai Batanghari, Siguntur menggunakan
perahu boat (tempek) sejauh 3 km dengan perjalanan selama
15 menit. Atau bisa juga melalui jalur Koto Tuo menggunakan
perahu ponton yang selama perjalanan akan dijumpai
pemandangan yang indah dan aktivitas ekonomi masyarakat
sepanjang sungai Batanghari. Setelah itu berjalan kaki sejauh
1,5 km untuk sampai ke candi padang roco. Perjalanan ini
melewati perkampungan masyarakat Siluluk dan Sungai
Lansek yang ramah terhadap setiap pengunjung.
Peninggalan-peninggalan arkeolog seperti candi,
artefak, masjid, makam raja-raja dan rumah gadang menjadi
saksi bisu sejarah kerajaan Hindu-Budha dan Islam di
Kabupaten Dharmasraya. Sayang, kondisinya
7
Gambar 1.3 Alat penyeberangan (ponton)
memprihatinkan, terabaikan dan tak ada yang peduli.
Beberapa simpul sejarah yang bisa bercerita kondisi miris itu
di antaranya peninggalan arkeolog kerajaan Hindu-Budha dan
Islam yang tersebar di Nagari Siguntur, Padanglaweh dan
Pulau Punjung. Parahnya lagi rentetan ekspedisi Pamalayu itu
tidak diketahui masyarakat. Masyarakat cenderung apriori
dengan sejarah di daerah tersebut, bahkan terkesan tidak
peduli. Batu-batu situs sejarah itu pernah mereka
perjualbelikan untuk membangun rumah-rumah mereka.
Baru tahun 1994, setelah mendapat izin pelestarian dan
penggalian serta pelarangan untuk mengambil dan merusak,
situs bersejarah dapat mulai terpelihara.
Arca Bhairawa (patung Adityawarman) ditemukan sudah
terdapat kerusakan. Kakinya yang satu berbeda dengan yang
lain terdapat lekukan dan ukurannya lebih kecil. Salah satu
kaki arca itu sering dijadikan batu asah sabit, pisau dan
parang oleh para pengembala kerbau. Kepala Jorong Sungai
Lansek, Bachtiar menyatakan penemuan arca di samping
rumahnya menjadi indikasi benda-benda bersejarah tersebut
berserakan. Padahal kalau dikelola dengan baik memiliki
potensi parawisata yang luar biasa. Terbukti, wisatawan selalu
datang bergantian mengunjunginya, terutama para peneliti
sejarah baik dalam maupun luar negeri. Pada umumnya objek
wisata di Dharmasraya hanya dikunjungi ketika hari-hari
tertentu, seperti lebaran dan tahun baru.
Kepala Jorong Sungai Lansek, Bactiar sangat
menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap
pengelolaan situs purbakala. Jalan setapak menuju lokasi
masih tanah dan kala hujan turun akan becek sehingga susah
diakses. Belum lagi di sekitar lokasi sudah banyak lahannya
8
yang beralih fungsi menjadi ladang masyarakat. Padahal di
tempat itu sudah teridentifikasi menyimpan peninggalan-
peninggalan bersejarah. Masalah penerangan listrik PLN yang
belum masuk, membuat lokasi yang pernah menjadi bagian
dari ekspedisi Kerajaan Singosari yang berlokasi di seberang
Batanghari itu agak terpinggirkan dan kian suram.
Sikap tak peduli masyarakat terhadap situs dan sejarah
sudah berlangsung dari dulu. Kondisi ini terjadi karena
kurangnya informasi dan penghargaan sekaligus bentuk sikap
penolakan masyarakat terhadap hal-hal yang berbau
Hinduisme. Padahal itu bagian dari sejarah yang mesti
disosialisasikan kepada masyarakat sebagai bukti bahwa
Sumatera Barat pun pernah menjadi pusat kerajaan. Kita
meminta pemerintah harus segera memberikan perhatian
penuh terhadap benda-benda peninggalan sejarah dan
membangun kesadaran bersama bahwa budaya Indonesia
merupakan keragaman budaya yang tersebar di Nusantara
(Padang Ekspres, Minggu, 17 Februari 2008).
Dengan adanya perhatian baik dari pemerintah pusat
maupun daerah serta melaksanakan pembangunan berupa
akses-akses yang dapat mempermudah para wisatawan untuk
datang menjadi peluang bagi objek wisata budaya (candi
padang roco) untuk menjadi objek wisata yang potensial pada
masa akan datang, karena candi tersebut mempunyai nilai
sejarah yang tinggi.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dharmasraya,go.id
PadangKini.com
Padang Ekspres, Minggu, 17 Februari 2008
Padangtoday
Kompas
10