Arsitektur dan Masyarakat Urban.pdf

6

Click here to load reader

Transcript of Arsitektur dan Masyarakat Urban.pdf

  • www.bktrn.org Page 1

    ARSITEKTUR DAN MASYARAKAT URBAN

    Mara Iskandar*

    Sejauh apa yang diketahui oleh masyarakat kita tentang Arsitektur? Diduga akan didapat jawaban yang sangat beragam baik pengertian ataupun aplikasinya. Tidak terkecuali dengan para calon arsitek atau arsitek senior sekalipun dinegeri ini, tidak perlu kaget kalau didapat pengertian yang berbeda-beda dari mereka. Tapi satu hal yang sering tidak disadari oleh para pengamat arsitek, khususnya untuk hasil karya arsitektur di negeri ini bahwa apapun yang dilakukan oleh para arsitek sebagai kelompok profesional eksklusif, tidak bisa lepas dari pengaruh kebutuhan serta permintaan pasar dan masyarakat yang berbeda setiap kelompoknya dan selalu akan berubah dengan cepat. Tergugah?

    Kembali ke pertanyaan pada pembukaan di atas, sebagai ilustrasi, dari sejak penerapan aspek arsitektur pada kelompok masyarakat pertama di Mesopotamia 7000 tahun lalu (Nuttgens, 1980), sampai pada keampuhan seorang arsitek modernist saat ini seperti Piano (Levy, 1998), polemik tentang pengertian penerapan kaidah arsitektur tidak pernah berhenti. Banyak contoh hasil dari penerapan aspek arsitektur yang kontroversial ke dalam kehidupan masyarakat dan menjadikannya polemik berkepanjangan, yang kalau disimak lebih dalam, faktor-faktor yang menyebabkannya boleh jadi karena aspek kebutuhan dan permintaan yang ada dalam segmen pasar properti dan kelompok masyarakat belum merasuk ke dalam hasil karya para arsitek tersebut.

    Dari kegagalan seorang Le Corbusier dalam penerapan konsep The Radiant City-nya di Chandigarh, India dan juga di Brasilia oleh pengikutnya pada masa lalu (Rybczinski, 1998) sampai dengan protes masyarakat kota Sydney belum lama belakangan ini terhadap pembangunan kompleks apartemen yang tepat bersebelahan dengan Sydney Opera House (Blair, 1998) membuktikan bahwa arsitektur tidak akan punya nilai tanpa mengindahkan pengaruh kebutuhan serta permintaan pasar dan kelompok masyarakat.

    * Mara Iskandar, Arsitek, Master of PM, adalah pengamat perkembangan arsitektur dan praktisi dalam total project property management

    Latar belakang

    Situasi di dunia sekarang ini sangat cepat berubah dan berbeda dengan waktu yang baru saja berlalu. Lingkungan masyarakat sudah berubah begitu juga dengan setiap individu dalam kelompok masyarakat urban di kota-kota dan juga peran arsitek yang diharapkan mengikuti perubahan dalam hasil karyanya yang sering dipengaruhi oleh kelompok masyarakat tersebut. Kita dapat perhatikan perubahan gaya dari masa ke masa di setiap bangunan dengan lokasi serta kegunaan yang berbeda.

    Dimulai sejak Chrysler Building, Manhattan (1930) oleh William Van Alen yang masih berbau Eropa kolonial dengan pendramatisasian gaya Gothic sekitar abad 13 tercermin di puncak sky scraper nya. Lalu Seagram Building, New York (1958) oleh Mies Van der Rohe dengan gaya apa adanya, kotak kaca-persegi dan tinggi, populer dengan nama gaya International Style. Kemudian Sydney Opera House, Sydney (1973) oleh Joern Utzon dengan bentuk dan gaya bangunan yang sampai sekarangpun masih jadi perdebatan, sesuai dengan proses pembangunannya yang kontroversial penuh konflik antara

  • www.bktrn.org Page 2

    arsiteknya dengan pemerintahan kota Sydney sebagai pemilik. Selanjutnya Hongkong and Shanghai Bank, Hongkong (1985) oleh Norman Foster yang mengesankan berusaha jujur dalam mengekspos penampilan high tensile (chromador) steel structure sebagai ornamen kulit pada bangunan yang termasuk tertinggi di Hongkong tersebut. Mungkin arsiteknya ingin meyakinkan share holdernya betapa kokohnya bangunan tersebut serta dijamin tahan terhadap tiupan angin kencang yang biasa dirasakan kota Hongkong. Karya selanjutnya adalah dari seorang Lord Richard Rogers yaitu Millennium Dome yang terletak di pinggir sungai Thames, London. Bangunan ini termasuk dalam rencana perubahan dan pengembangan dari London Docklands (McGuigan, 1999). Dengan wujud seperti tenda sirkus keliling raksasa, bangunan ini berfungsi utama sebagai tempat balai serba guna. Sang arsitek kelihatannya masih berusaha ingin menampilkan kesan dari satu kegiatan dermaga dengan penonjolan tiang-tiang penyangga seperti crane yang sedang bekerja mengangkat barang-barang dipelabuhan. Untuk satu contoh karya dari lingkungan binaan yang sukses dapat dilihat New Parliament House, Canberra (1988), oleh Walter Burley Griffin seorang arsitek Amerika, yang mengoptimalisasikan lingkungan hijau alami serta danau buatan disekeliling lokasi gedung parlemen sebagai bagian dari penekanan arsitektonis bangunan. Griffin tidak hanya bertindak sebagai arsitek gedung, tapi lebih jauh diminta sebagai city planner dalam mewujudkan keinginan rakyat Australia untuk mempunyai capital city yang baru serta modern. Dan terakhir yang masih hangat dalam pembicaraan kalangan pengamat arsitektur adalah Guggenheim Gallery, Bilbao (1997) oleh Frank O. Gehry, yang memamerkan kemajuan tekhnologi dalam pemakaian material Titanium sebagai bahan untuk kulit luar bangunan, menjadikan penampilan gedung mengesankan seperti muncul secara tiba-tiba dari lingkungannya

    yang dikelilingi banyak gedung-gedung sederhana dan dengan latar belakang perbukitan hijau kota Spanyol.

    Tapi itulah kenyataannya, diterima atau tidak , semua karya di atas adalah cerminan dari pengertian dan usaha penerapan disain oleh para arsitek terhadap kebutuhan serta permintaan pasar dan kelompok masyarakat pada zamannya.

    Arsitek sebagai designer

    Lalu siapa dan apakah arsitek itu? Jawaban paling umum yang kurang lebih diketahui oleh masyarakat kita ialah seorang yang dapat menggambar denah tata letak ruang, tampak-tampak bangunan serta detail dari bangunan yang akan dibuat dan dipakai untuk membangun serta mendapatkan izin membangun. Naif sekali memang, tapi begitulah masarakat kita melihat sosok arsitek dan juga kemampuan dari sebagian arsitek yang ada di negeri ini.

    Yang semestinya diketahui adalah, arsitek adalah disainer atau perencana yang melibatkan hampir semua aspek kehidupan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam proses mendisain dan tetap memakai dasar penerapan teknik disain yang masih dapat dipertanggung jawabkan secara matematis. Oleh karena itu, seorang arsitek bukanlah seorang seniman yang bisa mengandalkan intuisi semata dalam menghasilkan suatu karya tanpa didasari dari perkembangan lingkungan kehidupannya dan juga bukanlah seorang tukang gambar seperti gambaran naif diatas. Jadi sebagai designer, pengertian arsitek jauh dari pengertian seperti dalam buku Concise Oxford Dictionary yang kurang lebih menyatakan bahwa mendisain adalah memberikan preliminari sketsa, tapi lebih jauh lagi seperti antara lain dinyatakan oleh Pahl & Beitz (1984) bahwa mendisain meliputi beberapa tahap yaitu, tahap pertama berupa pengumpulan data-data serta

  • www.bktrn.org Page 3

    kebutuhan-kebutuhan, membuat klarifikasi dari permintaan dan kebutuhan yang berasal dari semua pihak yang berkepentingan dengan hasil karyanya serta spesifikasi yang mengacu pada pemakaian bahan dan alat serta tenaga kerja, tahap kedua adalah konsep disain, tahap berikunya pewujudan disain dan tahap terakhir adalah detail disain. Atau arsitek bisa dikatakan sebagai disainer yang menerapkan pengetahuan-pengetahuan lainnya kedalam proses disainnya, seperti Hales (1993) yang menekankan bahwa engineering design adalah proses dari penerapan idea dan kebutuhan pasar yang diolah menjadi data-data yang diperlukan untuk menghasilkan satu produk disain.

    Dengan demikian arsitektur dapat dikatakan adalah satu hasil produk disain dimana proses menuju hasil akhirnya sangat panjang dalam tahapan, dan dalam proses tersebut seorang arsitek lebih berperan sebagai pengelola proses disain yang dapat disebut design management. Dalam hal ini dapat disimak pernyataan dari Robert J. Logan (1997) manajer dari User Interface Design, Amerika, bahwa pemakaian design management dapat menghasilkan product cost saving , percepatan dalam melempar produk kesegmen pasar dan dapat memberikan kepuasan kepada para pemakai.

    Segmen pasar dan kelompok masyarakat

    Selama proses berlangsung seringkali arsitek diharuskan mengukur kesulitan-kesulitan yang dihadapi, karena banyak fungsi-fungsi yang harus dianalisa selama proses berlangsung, seperti misalnya untuk menghasilkan suatu produk properti, fungsi pemasaran dan produksi harus menjadi bahan pertimbangan utama. Lebih jauh lagi untuk produk porperti tersebut, orientasi arsitek terhadap segmen pasar diperlukan sejak pertama dan selama proses disain berlangsung. Karena efek dari disain merupakan bagian yang akan dirasakan

    dalam jangka waktu panjang, langsung ataupun tidak serta nyata atau tidak oleh investor, pemilik dan konsumen dalam kelompok masyarakat.

    Kembali pada perkembangan bisnis properti saat ini, peran utama para arsitek sangat diharapkan untuk mempergunakan tanggung jawab, wewenang serta nara sumbernya yang cukup untuk memuaskan konsumen, pemilik modal serta kelompok masyarakat. Karena type para arsitek seperti ini diharapkan akan memproduksi hasil yang dapat diterima oleh semua pihak diatas sesuai dengan zamannya. Sejalan dengan hal tersebut, apa yang penting oleh industri properti dalam dekade 2000 kedepan ini adalah kebutuhan konsumen yang terlihat dalam segmen-segmen pasar yang timbul setiap saat. Karena dalam bisnis properti, tanpa konsumen atau lebih besar lagi kelompok masyarakat, apa yang dilakukan para investor tidak akan berfungsi (Cleavely, 1984).

    Dengan memakai pola pendekatan hubungan yang dipakai oleh Broadbent (1980) yaitu manusia , bangunan dan lingkungan sebagai tiga sistem yang saling berkaitan dan apabila diadaptasikan ke dalam objectives triangle dari project management expected outcome system (AIPM, 1995), seorang arsitek bisa diharapkan dapat menempatkan dirinya secara fleksibel di dalam satu posisi yang berada di antara tiga titik obyektif utamanya Broadbent yaitu manusia, bangunan dan lingkungan seperti figur sederhana dibawah ini. Manusia Arsitek Bangunan Lingkungan

  • www.bktrn.org Page 4

    Posisi arsitek dapat bergerak

    mendekati titik mana saja dari tiga sistem pendekatan Broadbent, tergantung dari kebutuhan serta permintaan segmen pasar dan kelompok masyarakat di mana arsitek tersebut menempatkan dirinya. Apakah lebih mendekatkan kepada titik bangunan, lingkungan atau titik manusia, dalam hal ini kelompok masyarakat. Untuk itu dapat dipahami bahwa peran arsitek masa kini yang berada dalam lingkungan kompetisi bisnis properti yang sifatnya sudah global dan tajam, secara sadar atau tidak telah mengarah ketitik manusianya dari sistem Broadbent, di mana dalam sistem manusia ini, lebih dalam lagi Broadbent membagi menjadi dua kelompok kepentingan yang saling tergantung satu dengan lainnya, yaitu kelompok pemakai atau masyarakat dan kelompok investor.

    Jauh berbeda dengan zamannya Ludwig Mies Van der Rohe, dengan paham kesederhanaan yang diyakininya memberikan nilai lebih, membuat kota-kota bisnis di Amerika dipenuhi dengan bangunan-bangunan tinggi berbentuk kotak kaca. Ataupun seorang Robert Venturi yang berlawanan dengan Mies secara prinsip, tapi keduanya diterima oleh masyarakat pada zamannya. Sekarang, situasi sudah berubah, kondisi lingkungan persaingan di bisnis properti semakin ketat, penerapan idealisme kaidah arsitektur yang sezaman dengan para pendahulu arsitek d iatas sudah nyaris tidak fit lagi dalam bisnis properti yang sarat dengan tingkat resiko yang tinggi dirasakan para investor saat ini. Arsitek sebagai profesional yang sangat berkaitan dengan obyektifitas dari pelaku bisnis ini yang lebih cenderung profit oriented dituntut untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membuat dagangan para investor dan pemilik proyek properti cepat laku dipasaran. Hal ini selaras dengan argumen dari Powell (1998), President dari The Design

    Management Institute, Amerika, bahwa tujuan dari design management adalah untuk secara efektif memakai seluruh aspek-aspek penunjang proses disain tersebut untuk mencapai obyektifitas yang maksimal. Maka dari itu, paham seperti Post modernist, late modernist ataupun mazab-mazab lainnya yang kuat berkiprah serta diikuti para arsitek di masa lalu sudah bukan merupakan paham baku yang selalu harus dituangkan dalam satu produk properti masa kini, seperti pada hasil karya mereka yang banyak dapat dilihat pada dekade 80 an lalu, ternyata. Lebih jauh lagi, mungkin karena persaingan hidup yang keras sekarang, masyarakat cepat bosan dengan paham kesederhanaan, keteraturan maupun penggolongan bentuk arsitektur seperti beberapa dekade lalu. Maka pemakaian ornamen-ornamen yang sifatnya dapat saja dikatakan sebagai kosmetik bangunan menggejala diterapkan oleh para pengembang di negeri ini pada hampir semua jenis produk properti sebagai jalan keluar dalam usahanya untuk mencoba membentuk segmen pasar yang baru, karena pasar yang ada sudah jenuh.

    Contohnya dapat ditemui dari mulai kesan ke Bali-balian sampai usaha pemindahan zaman Cleopatra, Mesir kuno, kondisi ke Eropa-eropaan ataupun zaman Yunani kuno ke lokasi properti yang pada kenyataannya letaknya sangat jauh sekali dari tempat-tempat asal peradaban dan kejadian tersebut berada. Sebagian kelompok pengamat arsitektur sah-sah saja untuk mengkritik habis serta menyatakan protesnya terhadap kebrutalan dari arah perkembangan arsitektur urban tersebut, tapi kondisi ini bisa saja terjadi karena berkaitan dengan pasar yang mengantisipasi keinginan satu kelompok masyarakat tertentu yang menjadi konsumen utama produk properti tersebut, atau mungkin saking kerasnya persaingan di segmen pasar properti saat ini, beberapa

  • www.bktrn.org Page 5

    pengembang membuka segmen pasar baru yang lebih spesifik tanpa menghiraukan waktu, tempat serta kesamaan dari tema yang diciptakan oleh para arsitek dalam lingkungan dimana produk berada. Tapi yang namanya juga kosmetik, diduga pada masanya nanti kelompok masyarakat yang menjadi konsumen akan berpaling ke daya tarik yang lebih baru lagi dan akan tercipta permintaan dan kebutuhan baru lagi, atau sebaliknya.

    Kesimpulan

    Di sinilah peran arsitek antara lain seperti pada posisi di objectives triangle di atas diperlukan untuk menyelaraskan produk yang akan dijajakan sesuai dengan gejala permintaan serta kebutuhan pasar dan kelompok masyarakat. Para arsitek tidak boleh terpaku dengan satu pendekatan atau mazhab tertentu walaupun itu merupakan satu aliran yang sedang populer pada masanya. Seperti Frank Lloyd Wright pada zamannya, yang mana kepercayaannya tentang idealisme arsitektur adalah pada lingkungan alamiah, hijau, bercocok tanam di sekeliling tempat tinggal, padahal pada masa itu sebagian besar arsitek mempunyai paham modernism yang mengartikan bahwa bangunan adalah bagian dari fungsi satu mesin yang besar, hal ini jelas bertolak belakang dengan paham idealisme Wright pada masa itu. Tapi sejalan dengan kenyataan sejarah, ternyata dengan mudahnya Wright menciptakan karya yang sering bertolak belakang dengan idealismenya waktu itu. Guggenheim Museum di New York city adalah salah satu contoh karyanya yang sarat dengan penampilan concrete di lingkungan yang jauh dari suasana hijau dan jelas sangat berlainan dengan pahamnya pada masa itu.

    Dari ilustrasi tersebut dapat ditarik satu benang merah keterkaitan antara arsitek dengan perkembangan kebutuhan serta permintaan pasar dan masyarakat yang memakai serta merasakan produk si arsitek.

    Seorang Wright pun tidak dapat atau tidak mau memaksakan paham idealismenya pada setiap karyanya. Kesimpulan yang dapat diterapkan pada masa kini, arsitek harus dapat mengamati arah perkembangan persaingan di lingkungan segmen pasar properti, pemakaian strategi pemasaran dalam proses design management tidak dapat dihindari untuk meraih nilai tambah dari persaingan produk disain (competitive advantage) untuk memastikan kepuasan optimal yang didapat oleh client dan konsumen terpenuhi. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Steven Umbach (1997) manajer dari Industrial Design Bissell, Inc., Amerika, bahwa designer berada pada posisi yang memainkan peran kunci dari strateginya dalam menghubungkan antara kelompok masyarakat dengan design management yang dikelolanya.

    Untuk itu pada akhirnya paham atau idealisme seorang arsitek sudah tidak dapat menjadi pedoman yang baku lagi pada masa kini, tapi harus diikuti serta disesuaikan dengan arah peningkatan permintaan dan kebutuhan segmen pasar dan kelompok masyarakat. Untuk sebagian besar masyarakat urban di kota besar terutama kelompok angkatan kerja profesional, terlihat adanya kesan dalam melihat hasil karya arsitektur harus mempunyai nilai cultural commodity, tidak hanya sebagai satu hasil karya tanpa menampilkan nilai keuntungan finansial (Towndrow, 1996). Untuk itu arsitek dan kelompok masyarakat dapat saling melengkapi idea mereka guna menghasilkan satu karya yang sama-sama disukai dan tetap dalam kerangka tujuan untuk menguntungkan semua pihak.

  • www.bktrn.org Page 6

    Referensi

    Nuttgens, P (1980), Simon and Schusters pocket guide to Architecture, Mitchel Beazley Publisher Limited, London.

    Levy, D. S (1998), A brush builder, Time weekly magazine, July 29, 1998.

    Rybczinski, W (1998), The Architect: Le Corbusier, Time weekly magazine, June 8, 1998.

    Blair, T (1998), A building too far, Time weekly magazine, May 4, 1998.

    McGuigan, C(1999), Renaissance on the river, Newsweek weekly magazine, November 22, 1999.

    Pahl, G & Beitz, W (1984), Engineering Design, Cambridge University Press Edition, John Wiley & Sons.

    Hales, C (1993), Managing engineering design, Longman Scientific & Technical, Harlow

    Logan, R., J (1997), Research, Design, and Business Strategy, Design Management Journal, vol. 8, no. 2, Spring 1997

    Cleavely, E. S (1984), The marketing of industrial and commercial property, The estates Gazette Limited, London.

    Broadbent, G (1980), Design in Architecture: architecture and the human Sciences, John Wiley & Sons Ltd., Toronto, 1980.

    Australian Institute of Project Management (AIPM) (1995), Construction Industry: Project Management Guide, AIPM-CIDA, 1995.

    Powell, E., N (1998), Developing a framework for design management, Design Management Journal, vol. 9, no. 3, Summer 1998

    Umbach, S. & Herbruck, D (1997), Design management and new product development: Linking people and process, Design Management Journal, vol. 8, no. 2, Spring 1997

    Towndrow, J (1996), Melbournes property kickstart, Journal Building Owner & Manager, vol. 10, no. 8, May 1996