ARSITEKTUR BUDAYA -Arsitektur Pelengkap Ngaben Sarat
-
Upload
yan-mustika -
Category
Documents
-
view
99 -
download
14
Transcript of ARSITEKTUR BUDAYA -Arsitektur Pelengkap Ngaben Sarat
Arsitektur Pelengkap Ngaben Sarat
Dalam ngaben sarat (besar) yang sering dilakukan pihak puri ataupaun brahmana, selain
digunkan bangunan wadah atau bade atau padma, juga diperlukan bangunan lain sebagai
pelengkap upacara, seperti petulangan, tragtag, bale gumi, bale lunjuk atau bale selunglung, bale
pering, jempana, bale pawedan, sanggah surya, tumpang salu dan pelengkungan wikarman
(2002:109-112)
1. Tragtag
Tragtag merupakan bangunan berbentuk tangga yag terbuat dari bambu dan pohon
pinang sebagai tiangnya, berfungsi untuk manikin dan menurunkan jenazah ke wadah
atau bade. Tragtag ini melambangkan menuju sorga. Ukurannya tergantung dari ukuran
wadah atau bade.
2. Bale Gumi
Yang dimaksud dengan bale gumi adalah teras berundak berlantai tanah yang berada di
kuburan yang berfungsi sebagai tempat pembakaran mayat. Ini sering juga sering disebut
bale pamuhunan (pembakaran) atau bale pemasmian (peleburan). Sesuai dengan namanya
bale ini adalah lambing dari bumi.
3. Bale Lunjuk atau Bale Selunglung
Bale Lunjuk atau Bale Selunglung adalah bangunan sementara bertiang empat yang
terbuat dari bambu cukup tingg, ditancapkan pada sisi-sisi sudut bale gumi berfungsi
sebagai atap bale gumi, atapnya terbuat dari kain atau kertas putih dihiasi dengan bentuk
ringringan (ukiran/tatahan gantung) dari kertas berwarna-warni. Bale selunglung artinya
bale keindahan atau bale keserasian.
4. Bale Pering
Bale pering adalah bangunan bertiang empat yang terbuat dari bambu kuning, berfungsi
sebagai tempat untuk menghaluskan abu tulang (upacara Asti Widhana), dan tempat
untuk ngajum sekah (upacara mencurahkan kasih sayang kepada leluhur yang
disimbolkan dalam bentuk bunga). Sekah merupakan perwujudan roh yang telah diaben.
5. Jempana
Jempana merupakan tandu menyerupai singgasana yang bentuknya mirip tumpang salu,
berfungsi sebagai wahana untuk menghanyutkan sekah atau abu jenazah. Disamping
berfungsi sbagai kendaraan juga merpakan tempat ngreka (membentuk kembali tulang
yang telah dilumatkan sebagai wujud manusia), dan sebagai tempat persembahan kepada
roh.
6. Bale Pawedan
Bale pawedan adalah bangunan pemujaan berbentuk panggung persegi empat cukup
tinggi, terbuat dari bambu tau kayu dan beratapkan daun kelapa. Difungsikan sebagai
tempat pendeta untuk memimpin upacara. Langit-langit bale ini dihiasi dengan selembar
kain putih yang disebut leluhur symbol dari akasa atau alam atas.
7. Sanggah Surya
Sanggah surya adalah bangunan yang tiangnya terbuat dari bambu atau kayu dengan
balai-balai yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk bujur sangkar. Pada ngaben
sarat, tiangnya terbuat dari pohon pinang yang cukup tinggi, berfungsi sebagai tempat
sesaji dalam persembahan untuk Dewa Surya sebagai saksi upacara. Bangunan ini
lengkapi dengan sarana seperti byu lalung (pohon pisang yang berbuah dan masih ada
kuncup bunganya) dan byu udu peji (bunga sejenis tanaman palem atau pinang). Byu
lalung symbol dari keikhlasan Sang Yajamana (yang melakukan upacara) bahwa dalam
beryadnya tidak membutuhkan buahnya atau hasilnya. Sanggar surya juga berfungsi
sebagai pusat orientasi didalam persembahyangan.
8. Tumpang Salu
Tumpang salu dibuat dari bambun kuning diumpamakan sebagai tempat tidur jenazah,
berkaki enam. Jenazah ditempatkan di atas tumpang salu sebagai symbol bahwa orang
yang meninggal tidak lagi berada di bumi, melainkan berada di angkasa agar rohnya
dapat menemukan kesucian.
9. Pelengkungan
Penutup tumpang salu diberi nama pelengkungan yang dibuat dari bilah-bilah bambu
yang dianyam dan dihiasi belalimbingan (hiasan bintang). Ukurannya dibuat sedemikian
rupa sehingga dapat menutup tumpang salu.
Berbagai Bentuk Petulangan
Petulangan merupakan peti mayat yang dibuat berwujud patung binatang
berukuran besar yang diambil dari mitos Hindu atau legenda yang diyakini dan diwarisi
turun-temurun dalam masyarakat atau klan orang bersangkutan. Fungsinya dalah sebagai
tempat membakar mayat di kuburan. Ini merupakan perlambangan mistik yang disebut
nyasa/kasuksman, merupaka suatu usaha pemusatan pikiran manusia melalui visualisasi
untuk menghubungkan diri dengan tuhan (Purwita, 1992:63).
Bentuk yang diambil adalah salah satu manifestasi Tuhan (awatara) sepanjang
masa misalnya Lembu, Singa Nagakaang (lain dari Naga Banda), Gajahmina dan
Wekatinarasinga (Kaler, 1993:86). Ini merupakan warisan tradisi sekte-sekte Hindu yang
dulu berkembang di Bali. Maknanya adalah bahwa roh yang diaben menghadap para
dewa yang diyakininya. Bentuk petulangan yang paling sederhana berbentuk tungku
kotak segi empat panjang disebut Bawisiati dapat digunakan semua sekte atau paksa atau
bersifat netral.
Bentuk-bentuk petulangan memiliki makna simboliknya masing-masing, seperti :
1. Petulangan berwujud Lembu dipergunakan oleh penganut sekte Shiwa. Dalam
mitologi Hindu, Lembu merupakan Wahana Dewa Siwa yang disebut Lembu Nandini
dilukiskan berwarna putih. Lembu putih hanya dipaka sebagai petulangan orang
suci/pendeta,mengandung makna bahwa beliau yag wafat menghadap Dewa Siwa.
Bagi mereka yang bukan orang suci memakai petulangan Lembu hitam atau warna
lain.
2. Wujud Singa, Macan, Beruang (Gadarba) atau binatang buas lain adalah pengaruh
sekte Brahmanisme. Singa adalah raja binatang (Margapati), penguasa segala
binatang di ala mini (Pasupati). Dari simbolik pasupati ini idealisme mengacu pada
Sang Hyang Pasupati sebagai manifestasi Tuhan penguasa segala mahluk hidup.