APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI...
Transcript of APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI...
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
APPLIKASI BIOELECTRICAL IMPEDANCE SEBAGAI CONTROL COMMAND
PADA HAND-FREE WHEELCHAIR
Rico Ermado - 2207100112
Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Surabaya – 60111
Abstrak - Pada proceeding ini akan dijelaskan mengenai
rancang bangun kontrol kursi roda berbasis bioelectrical
impedance atau biasa dikenal dengan bioimpedance. Sistem
ini menggunakan tiga buah elektroda untuk mengukur dua
kanal bioimpedance dari jaringan otot trapezius yang
terletak di bagian punggung. Bioimpedance berubah ketika
ada pergerakan pada segmen otot trapezius. Kita bisa
mengklasifikasikan tiga tipe gerakan yang yaitu pundak kiri
ke atas, pundak kanan ke atas, dan kedua pundak ke atas.
Sistem terdiri dari rangkaian jembatan arus Howland yang
dimodifikasi yang akan menyuplai arus sebesar 0,5 mArms
dengan frekuensi 50 kHz. Arus tersebut akan diinjeksikan
ke tubuh dengan menggunakan elektroda. Sebuah rangkaian
instrumentation amplifier dan rangkaian pendukung lainnya
yang tergabung dalam sistem instrumentasi pengukur
bioimpedance digunakan untuk mendeteksi perubahan
tegangan bioimpedance. Hasil pembacaan tegangan tersebut
akan dikonversi oleh ADC internal pada mikrokontroler
ATmega32. Di dalam sistem mikrokontroler, tegangan
bioimpedance digunakan sebagai set point pada kontroler
PID. Proses pengklasifikasian tegangan bioimpedance
menggunakan metode thresholding. Metode ini belum
menunjukkan hasil yang maksimal karena tegangan
bioimpedance sangat dipengaruhi oleh faktor fatigue atau
kelelahan otot. Berdasarkan pengujian, pada tugas akhir ini
berhasil diciptakan sistem kontrol kursi roda berbasis
bioimpedance dengan keberhasilan 16 kali dari 20 kali
pengujian.
Kata kunci : Kursi roda, bioimpedance, kontroler PID
1. PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang
vital. Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi,
menganalisis, dan mentransfer informasi. Informasi diterima
oleh sistem saraf sensorik dan diintegrasikan oleh otak kemudian
ditransmisikan ke sistem saraf motorik untuk kontrol pergerakan.
Banyak penyakit yang menyerang sistem saraf motorik.
Akibatnya penderita kehilangan kemampuan gerak pada
sebagian atau bahkan seluruh bagian tubuhnya. Untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain penderita memerlukan suatu
alat bantu. Alat bantu yang paling banyak digunakan yaitu kursi
roda. Bagi penderita yang juga mengalami disfungsi gerak pada
lengannya, kursi roda konvensional tidak lagi dapat membantu.
Oleh karena itu akan dirancang sebuah hand-free wheelchair
berbasis bioelectrical impedance untuk menggantikan peran
tangan manusia
Tujuan utama dari penelitian ini diharapkan dapat
membantu pasien yang mengalami gangguan cukup serius pada
sistem saraf motoriknya dalam bermobilitas dengan terciptanya
sistem kontrol kursi roda berbasis bioimpedance.
Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
penelitian ini diantaranya adalah interferensi dari sinyal yang
tidak diinginkan, penempatan letak elektroda yang tepat agar
didapatkan hasil yang maksimal, serta faktor fatigue atau
kelelahan otot yang menyebabkan kesalahan dalam
menterjemahkan perintah gerakan.
Dalam penelitian ini, dilakukan pembatasan lingkup
permasalahan antara lain: pengukuran bioimpedance dilakukan
di daerah punggung tepatnya pada otot trapezius, tegangan input
diklasifikasikan menjadi tiga jenis gerakan pada kursi roda yaitu
maju, belok kanan, dan belok kiri, serta mekanik kursi roda
dibuat dengan batasan berat beban maksimum 60 Kg.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Metode Empat Elektrode [1]
Metode empat electroda adalah metode yang paling banyak
diterima dalam pengukuran bioimpedance. Metode empat
elektroda menggunakan dua elektroda untuk menyuplai arus ke
jaringan dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur
besar tegangan pada bioimpedance. Hasilnya, harga
bioimpedance z dapat dihitung dengan persamaan Ohm berikut.
Z = 𝑉
𝐼 (1)
Dimana V adalah tegangan dan I adalah arus.
2.2 Pemodelan Bioimpedance
Sel tubuh terdiri dari dua bagian yaitu intraseluler dan
ekstraseluler. Air merupakan konduktor di dalam tubuh dan
menentukan besar resistansi. Cairan elektrolit dalam tubuh
terdiri dari air dan ion bermuatan yang siap mengalirkan arus
listrik. Cairan ekstraseluler (air dan ion sodium Na+) dan cairan
intraseluler (air dan ion potassium K+) memberikan jalur dengan
resistansi yang rendah. Membran sel dalam kumpulan
intraseluler menentukan besar reaktansi. Membran sel terdiri dari
sebuah lapisan non-conductive yaitu material lipophilic yang
terletak di antara dua lapisan molekul konduktif. Susunan
tersebut berperilaku seperti kapasitor tipis yang menyimpan
muatan listrik pada arus bolak-balik yang masuk. Model
pendekatan rangkaian elektronika dari tiap sel dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Model pendekatan rangkaian elektronika dari sel
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar di atas merupakan model dari satu sel, sedangkan
jaringan tubuh merupakan gabungan dari banyak sel dengan
besar dan komposisi yang berbeda menjadi sebuah ionic salt
dissolution. Walaupun ada perbedaan di tiap sel namun struktur
tiap sel tersebut tetap, maka besarnya arus yang melalui jaringan
tersebut dapat di tentukan. Seluruh sifat mikroskopik ini dapat
disederhanakan menggunakan model impedansi makroskopik
yang mencerminkan resistansi eksternal dan internal, dan
kapasitansi membran. Model pendekatan elektronik dari suatu
jaringan tubuh yaitu sebagai berikut [2].
Gambar 2: Model pendekatan elektronika dari suatu jaringan
tubuh
Keterangan :
Ri : Intracellular Resistance
Cm : Intracellular Reactance
Re : Extracellular Resistance
2.3 Driver Motor
H-Bridge atau yang biasa disebut sebagai Jembatan H,
adalah sebuah rangkaian dimana motor menjadi titik tengahnya
dengan dua jalur yang bisa dibuka tutup untuk melewatkan arus
pada motor tersebut, persis seperti huruf “H” (dengan motor
berada pada garis horizontal).
Gambar 3: Konfigurasi H-Bridge
Dua terminal motor a dan b dikontrol oleh 4 saklar (1 s/d
4). Ketika saklar 1 dan 2 diaktifkan (saklar 3 dan 4 dalam
keadaan off), maka terminal motor a akan mendapatkan
tegangan (+) dan terminal b akan terhubung ke ground (-), hal
ini menyebabkan motor bergerak maju (atau searah jarum jam),
begitu juga sebaliknya. Untuk mengimplementasikan rangkaian
ini, tidak bisa langsung dihuhubungkan ke output pin I/O
mikrokontroler sebab output dari mikrokontroler hanya
mempunyai daya yang kecil. Jika kita memaksakan
menghubungkan output digital dari mikrokontroler langsung ke
motor, bisa jadi merusak mikrokontroler itu sendiri. Untuk itu
kita membutuhkan sebuah rangkaian penguat yang dapat
dikontrol dari input digital. Arsitektur dari half H-Bridge ini
sebenarnya terdiri dari 2 amplifier, seperti terlihat pada gambar
4 berikut.
Gambar 4: Arsitektur half H-Bridge
Untuk membuat motor berhenti ada 2 cara yang dapat dilakukan,
antara lain: memberikan logika yang sama pada input x dan y
atau tidak memberikan kecepatan (speed = 0).
3. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT
Diagaram blok keseluruhan sistem ditunjukkan pada
gambar 5 berikut.
Gambar 5: Diagram blok keseluruhan sistem
3.1 Perancangan Software
Software yang digunakan pada sistem ini yaitu software
kontroler PID. Berikut adalah potongan program kontroler PID
yang dituliskan dalam bahasa C pada mikrokontroler.
#define speed1 OCR1A
#define speed2 OCR1B
void PID (void)
error1 = bio1-rpm1;
error2 = bio2-rpm2;
//Kontroler proporsional
P1 = Kc1*(error1-error1_1);
P2 = Kc2*(error2-error2_1);
//Kontroler integral
I1 = Kc1*Tc*error1/Ti1;
I2 = Kc2*Tc*error2/Ti2;
//Kontroler derivatif
D1 = Kc1*Td1*(error1 - 2*error1_1 + error1_2)/Tc;
D2 = Kc2*Td2*(error2 - 2*error2_1 + error2_2)/Tc;
//PID
PID1 = PID1+P1+I1+D1;
PID2 = PID2+P2+I2+D2;
//atur_kecepatan (PWM)
if (PID1<0) speed1=0;
else if (PID1>5) speed1=180;
else speed1=PID1*200/5;
if (PID2<0) speed2=0;
else if (PID2>5) speed2=180;
else speed2=PID2*200/5;
//Update error
error1_2 = error1_1; //2 error sebelumnya pada error1
error2_2 = error2_1; //2 error sebelumnya pada error2
error1_1 = error1; //1 error sebelumnya pada error1
error2_1 = error2; //1 error sebelumnya pada error2
Sinyal kontrol atau set point berasal dari sistem
instrumentasi bioimpedance. Sinyal aktuasi yang dihasilakan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
oleh kontroler yaitu berupa gelombang PWM yang memiliki
duty cycle antara 0 sampai 80%. Penggunaan kontroler ini
dimaksudkan agar kecepatan motor tetap stabil saat diberi beban
yang berbeda-beda. Untuk menghindari hentakan, maka sewaktu
sinyal kontrol terdeteksi sistem akan merubah masukan step
menjadi bentuk ramp dengan derajat kemiringan tertentu, sesuai
dengan lamanya respon yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan
grafik pola gerakan yang direncanakan seperti pada gambar 6
berikut.
Gambar 6: Grafik Proses Pembentukan Pola Gerakan
3.2 Perancangan Hardware
3.2.1 Perancangan Sistem Instrumentasi Bioimpedance
Bagian elektrik pasif yang terdapat pada jaringan tubuh
disebut dengan bioimpedance. Untuk mengukur besarnya
bioimpedance, pada bagian tubuh tertentu akan dialiri arus listrik
yang kecil melalui suatu elektroda. Perubahan komposisi pada
jaringan akibat adanya kontraksi otot akan mempengaruhi
besarnya impedansi pada jaringan tersebut. Hal itu
menyebabkan tegangan yang terbaca oleh elektroda akan
berubah-ubah sebanding dengan perubahan bioimpedance.
Diagram blok sistem instrumentasi pengukuran bioimpedance
ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 7: Diagram blok sistem instrumentasi pengukuran
bioimpedance.
Terdapat dua bagian pada sistem instrumentasi pengukuran
bioimpedance yaitu rangkaian stimulasi dan detektor tegangan.
3.2.1.1 Rangkaian Stimulasi
Stimulasi yang diberikan yaitu berupa sumber arus
sinusoidal sebesar 0,5 mArms dengan frekuensi 50 kHz. Sumber
arus ini dibangkitkan oleh rangkaian sine wave generator yang
terhubung ke rangkaian Voltage Controlled Current Source
(VCCS). Rangkaian sine wave generator terdiri dari pembangkit
gelombang kotak dengan frekuensi 50 kHz, low pass filter
dengan frekuensi cut-off 50 kHz, dan non-inverting amplifier,
sesuai dengan diagram blok berikut.
Gambar 8: Diagram blok sine wave generator
Gambar 9: Rangkaian square wave generator
Pada dasarnya gelombang kotak merupakan kombinasi dari
banyak gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang
bermacam-macam. Amplitudo terbesar dimiliki oleh gelombang
sinus yang frekuensinya paling rendah atau sama dengan
frekuensi gelombang kotak. Oleh karena itu digunakan
rangkaian LPF dengan frekuensi cut-off sebesar 50 kHz untuk
mendapatkan gelombang sinus dari gelombang kotak yang
dihasilkan oleh square wave generator.
Gambar 10: Rangkaian Low Pass Filter
Tegangan sinusoidal yang dihasilkan dari rangkaian sine
wave generator kemudian dimasukkan ke rangkaian VCCS
jembatan arus Howland yang dimodifikasi. Rangkaian ini akan
mengubah tegangan sinus menjadi arus. Frekuensi arus sama
dengan frekuensi tegangan input, sedangkan besar arusnya diatur
dengan menggunakan resistor variabel yang terpasang pada
rangkaian.
Gambar 11: Rangkaian VCCS jembatan Howland
Square wave generator
Low Pass Filter
Non-Inverting Amplifier
Vin
Iout
Vout
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
𝐼𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑖
𝑅23 +𝑅24 (2)
Sumber arus ini kemudian diinjeksikan ke bagian tubuh.
Penempatan posisi elektroda akan mempengaruhi hasil
pengukuran bioimpedance. Pada aplikasi ini, elektroda akan
diletakkan di daerah punggung, tepatnya yaitu pada jaringan otot
trapezius (titik v1 dan v2). Titik 3 digunakan sebagai referensi.
Tegangan yang akan diukur oleh rangkaian instrumentasi yaitu
antara titik v1 dan 3 dan titik v2 dan 3. Konfigurasi pemasangan
elektroda diperlihatkan pada gambar berikut [1] :
Gambar 12: Konfigurasi pemasangan elektroda
3.2.1.2 Rangkaian Detektor Tegangan
Perubahan bioimpedance didapat dari besar tegangan
elektroda positif (v2) terhadap referensi dan elektroda negatif
(v1) terhadap referensi. Kedua tegangan tersebut kemudian
dikuatkan dengan seperangkat rangkaian instrumentation
amplifier yang memiliki Common Mode Rejection Ratio
(CMRR) yang tinggi. Oleh karena itu digunakan IC op-amp tipe
LF412 dan LF355. Kedua IC ini memiliki CMRR yang tinggi
hingga 100 dB. Selain itu, IC ini juga memiliki respon yang baik
terhadap sinyal input frekuensi tinggi.
Gambar 13: Rangkaian Instrumentation Amplifier
Karena hasil perubahan bioimpedance dimodulasikan pada
frekuensi 50 KHz, pasti akan terdapat gangguan pada frekuensi
rendah akibat dari adanya sinyal otot (EMG) yang ikut terukur
dan pergerakan-pergerakan artefak. Untuk memperbaikinya,
tegangan yang terukur dimasukkan ke rangkaian band pass filter
dengan frekuensi center-nya terletak di sekitar 50 kHz.
Rangkaiannya ditunjukkan pada gambar 14. Nilai absolut dari
bioimpedance akan dihasilkan dengan menggunakan rangkaian
rectifier. Rangkaian penguat tegangan akhir juga dipasang
setelah rangkaian rectifier sebagai kalibrator tegangan agar
didapatkan range tegangan keluaran antara 0 sampai 5 Volt.
rangkaiannya ditunjukkan pada gambar 15.
Gambar 14: Rangkaian Band Pass Filter
Gambar 15: Rangkaian AC to DC Converter
Hasil pengukuran bioimpedance ini kemudian dikirim ke
sistem mikrokontroler menggunakan 8 bit Analog to Digital
Converter (ADC). Frekuensi sampling ADC diatur sedemikian
rupa oleh mikrokontroler agar didapatkan data yang akurat.
3.2.2 Perancangan Sistem Minimum Mikrokontroler
Sistem minimum ini difungsikan untuk keperluan kontrol
kecepatan kursi roda. Di dalamnya terdapat input dari rangkaian
instrumentasi bioimpedance dan sensor rotary encoder,
rangkaian f to v, LCD karakter, dan driver H-Bridge motor DC.
Hasil pembacaan tegangan bioimpedance oleh ADC internal
mikrokontroler akan digunakan sebagai set point pada kontroler
PID untuk mengatur pergerakan motor DC yang terpasang pada
kursi roda. Kontroler ini berguna untuk menstabilkan kecepatan
motor saat diberi beban yang berbeda-beda. Kontroler PID yang
digunakan adalah PID digital yang sudah terintegrasi di dalam
program mikrokontroler.
Kontroler PID membutuhkan feedback untuk menjalankan
fungsi kontrolnya. Karena yang dikontrol adalah kecepatan,
maka sebuah sensor rotary encoder dipasang pada poros motor
untuk mendeteksi kecepatan putaran motor. Keluaran dari sensor
ini yaitu berupa gelombang kotak yang frekuensinya berubah-
ubah sesuai dengan besar kecepatan putaran motor. Untuk
mengukur kecepatan dari putaran motor, keluaran dari sensor ini
bisa langsung dihubungkan ke mikrokontroler dan dihitung
besar frekuensinya. Namun untuk mempermudah kerja
mikrokontroler, keluaran gelombang kotak dari sensor ini
diubah menjadi tegangan DC terlebih dahulu dengan
menggunakan rangkaian frequency to voltage converter (f to v).
Tegangan keluaran dari rangkaian ini kemudian diubah menjadi
data digital dengan menggunakan ADC.
AC in
DC out
Vin Vout
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
Gambar 16: Rangkaian frequency to voltage converter
Untuk mengendalikan motor DC, sinyal aktuasi yang
dihasilkan oleh kontroler PID diumpankan ke rangkaian driver
motor. Driver motor ini berfungsi untuk meningkatkan daya agar
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh motor DC. Sebagai penguat
digunakan MOSFET IRFZ44N untuk tipe N yang mampu
mengalirkan arus hingga 50A dan IRF9530 untuk tipe P dengan
kemampuan 12A. Optocoupler PC817 yang terpasang di ujung-
ujung rangkaian digunakan sebagai pengisolasi sistem
mikrokontroler dengan driver motor DC. Rangkaian driver
motor diperlihatkan pada gambar 17. Input 1 dan input 2
merupakan input logika yang akan dikontrol oleh
mikrokontroler.
Gambar 17: Rangkaian driver motor H-Bridge
Cara kerja dari rangkaian driver ini ditunjukkan pada tabel
kebenaran di bawah ini.
Tabel 1. Penjelasan cara kerja driver motor
Input 1 Input 2 Gerak Motor
0 0 diam
0 1 MAJU
1 0 MUNDUR
1 1 diam
3.2.3 Perancangan Mekanik Kursi Roda
Rancangan mekanik kursi roda dibuat sesuai dengan ukuran
sebenarnya. Terdapat dua motor DC sebagai penggerak yang
dikopel ke roda belakang dengan menggunakan rantai,
sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Gambar 18: Rancangan mekanik kursi roda
Setelah dilakukan proses pembuatan, dihasilkan kursi roda
seperti ditunjukkan pada gambar 19.
Gambar 19: Mekanik kursi roda tampak samping
4. PENGUJIAN ALAT
4.1 Pengujian Software
Pengujian software bertujuan untuk mengetahui perubahan
respon kecepatan motor sebelum dan sesudah diberi kontroler
PID. Respon kecepatan motor diharapkan bisa lebih cepat
dibandingkan dengan tidak menggunakan kontroler. Data hasil
pengujian diperlihatkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Gambar 20: Grafik respon kecepatan motor
4.2 Pengujian Hardware
4.2.1 Pengujian Rangkaian Stimulasi
4.2.1.1 Pengujian Square Wave Generator
Rangkaian ini berfungsi sebagai osilator. Tegangan
keluaran dari rangkaian ini adalah gelombang kotak dengan
frekuensi sebesar 50 KHz. Amplitudonya berkisar antara -Vsat
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 1 2 3 4 5 6 7
tanpa pid
dengan pid
Ke rotary encoder
Ke ADC
INPUT1 INPUT2
Waktu (detik)
Tega
nga
n S
enso
r
(V)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
hingga +Vsat. Sinyal keluaran dari rangkaian ini diperlihatkan
pada gambar berikut.
Gambar 21: Sinyal keluaran rangkaian square wave generator
4.2.1.2 Pengujian Respon Low Pass Filter (LPF)
Pengujian rangkaian low pass filter dilakukan dengan
memberikan input tegangan sinusoidal dengan amplitude
konstan. Frekuensi tegangan diubah-ubah mulai dari 100 Hz
sampai 200 KHz dan diukur tegangan keluarannya dengan
menggunakan voltmeter. Berikut ini adalah grafik respon
frekuensi rangkaian LPF dan sinyal keluarannya.
Gambar 22: Respon frekuensi LPF
Gambar 23: Sinyal keluaran rangkaian LPF
4.2.1.3 Pengujian Rangkaian VCCS
Pengujian rangkaian ini dilakukan dengan menggunakan
resistor variabel berupa multitune 10 KΩ yang dirangkai seperti
pada gambar berikut.
Gambar 24: Rangkaian pengujian VCCS
Pada saat R1 belum terpasang, rangkaian VCCS hanya
terhubung ke amperemeter. Pada kondisi awal tersebut, Iout
diatur nilainya sebesar 0.5mA dengan memutar resistor variabel
R24 pada rangkaian VCCS. data hasil uji coba diperlihatkan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2: Data hasil pengujian rangkaian VCCS
Hambatan
(Ω)
Arus tanpa
beban (mArms)
Arus pengukuran
(mArms)
error
(%)
100 0.5 0.499 0.2
200 0.5 0.498 0.4
300 0.5 0.497 0.6
400 0.5 0.496 0.8
500 0.5 0.495 1
600 0.5 0.494 1.2
700 0.5 0.492 1.6
800 0.5 0.49 2
900 0.5 0.49 2
1000 0.5 0.488 2.4
2000 0.5 0.459 8.2
3000 0.5 0.411 17.8
4000 0.5 0.361 27.8
5000 0.5 0.324 35.2
4.2.2 Pengujian Rangkaian Detektor Tegangan
4.2.2.1 Pengujian Instrumentation Amplifier
Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat kelinearan
dari penguatan rangkaian ini dengan menggunakan input dari
function generator berupa sinyal sinusoidal. Pada proses
pengujian, multitune Rgain diatur agar memiliki penguatan
sebesar 10 kali. Hasil pengujian untuk beberapa sinyal input
ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Data hasil pengujian Instrumentation Amplifier
Vin (mVrms) Vout (mVrms) Gain (Vout/Vin)
98 988 10.08163265
154 1590 10.32467532
201 2080 10.34825871
250 2570 10.28
306 3150 10.29411765
349 3600 10.31518625
403 4150 10.29776675
453 4660 10.28697572
501 5170 10.31936128
551 5470 9.927404719
605 6000 9.917355372
Tegangan keluaran dari rangkaian ini ketika dihubungkan
ke bioimpedance di jaringan otot trapezius diperlihatkan pada
gambar 25.
Gambar 25: Tegangan keluaran rangkaian instrumentation
amplifier
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 50 100 150 200 250
Frekuensi (kHz)
Gain
A
Dari VCCS
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
4.2.2.2 Pengujian Band Pass Filter (BPF)
Pengujian pada rangkaian ini dilakukan untuk melihat
respon frekuensi dari rangkaian BPF yang didesain memiliki
center frequency di 50 kHz. Sinyal input yang digunakan yaitu
gelombang sinus yang berasal dari function generator dengan
tegangan input sebesar 1 Vrms. Frekuensi diubah-ubah dari 1 kHz
hingga 500 kHz dan diukur tegangan keluarannya dengan
menggunakan voltmeter.
Gambar 26: Grafik hasil pengujian rangkaian BPF
Tegangan keluaran dari rangkaian ini ditunjukkan pada gambar
23 di bawah ini.
Gambar 27: Sinyal keluaran rangkaian BPF
4.2.2.3 Pengujian AC to DC Converter
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan input
pada rangkaian berupa sinyal sinusoidal 50 Khz yang
dihasilkan dari function generator dengan beberapa
variasi amplitudo tegangan. Hasil keluaran yang berupa
tegangan DC dibaca oleh voltmeter yang kemudian
dibandingkan dengan tegangan rms dari sinyal input-nya.
Tabel 4. Data hasil pengujian AC to DC Converter
Vin AC (Vrms) Vout DC (Volt) error (%)
0.5 0.46 8
1 0.94 6
1.5 1.52 1.333333333
2 2 0
2.5 2.48 0.8
2.98 3.04 2.013422819
3.53 3.52 0.283286119
4 4 0
4.52 4.4 2.654867257
4.99 4.96 0.601202405
error rata-rata 2.168611193
Tegangan keluaran rangkaian ini yaitu berupa tegangan
DC. Tegangan ini kemudian dimasukkan ke rangkaian
differential amplifier dan penguat akhir untuk kalibrasi tegangan
agar didapatkan tegangan akhir antara 0 sampai 5 Volt.
4.2.3 Pengujian Rangkaian Instrumentasi Bioimpedance
Pengujian pengambilan data bioimpedance ini
dilakukan di jaringan otot trapezius pada lima orang yang
berbeda. Pengukuran tegangan bioimpedance dilakukan
dengan menggerakkan pundak sebelah kanan dari kondisi
normal hingga ke atas. Pergerakan tersebut dibagi
menjadi 10 step dan diukur nilai tegangannya.
Tabel 5. Hasil pengukuran tegangan bioimpedance
No Tegangan Bioimpedance (volt)
Maulana Rico Amin Ridwan Aditya
0 0.09 0.05 0.07 0.15 0.11
1 0.91 0.2 0.48 0.63 0.98
2 1.04 0.7 1 1.1 1.64
3 1.45 1.18 1.47 1.57 2.14
4 1.97 1.59 1.91 1.86 2.56
5 2.42 2.17 2.5 2.37 3.02
6 3.07 2.58 2.93 2.52 3.26
7 3.6 3.12 3.56 3.26 3.64
8 4.13 3.88 4.26 3.58 4.03
9 4.45 4.32 4.6 3.85 4.35
10 4.6 4.6 4.6 4.53 4.6
Gambar 28: Grafik pengujian rangkaian instrumentasi
bioimpedance
4.2.4 Pengujian Sistem Minimum Mikrokontroler
4.2.4.1 Pengujian ADC
Pada pengujian ADC mikrokontroler, register-register ADC
diatur pada CodeWizard AVR untuk melakukan proses konversi
dengan panjang data sebesar 8 bit tanpa sistem interupt. Proses
konversi dilakukan secara periodik setiap 20 ms. Timer/counter0
digunakan untuk membangkitkan frekuensi sampling ini.
Berikut tegangan keluaran hasil pengujian frekuensi sampling.
Gambar 29: Pulsa tegangan pada pengujian frekuensi sampling
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 50 100 150 200 250
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0 2 4 6 8 10 12
maulana amin rico ridwan adit
Gain
Frekuensi (kHz)
)
Tegangan (volt)
Sample
)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
4.2.4.2 Pengujian Gelombang PWM
Timer/counter1 digunakan untuk membangkitkan
gelombang PWM. Cara pengujiannya yaitu dengan
mengaktifkan timer pada mode phase correct PWM, clock 3,125
kHz, dan output terhubung ke port dengan mode inverting.
Pengaturan besar duty cycle yaitu dengan mengubah-ubah
register OCR1A dan OCR1B. Berikut ini adalah sinyal keluaran
PWM1 dengan register pengatur PWM-nya yaitu OCR1A.
Gambar 30: Gelombang PWM keluaran dari mikrokontroler
4.2.4.3 Pengujian Rangkaian f to v
Pengujian rangkaian dilakukan dengan memberikan
masukan gelombang kotak level TTL yang berasal dari function
generator. Gelombang kotak dinaikkan mulai dari 1 Hz hingga
50 Hz dan diukur tegangan keluarannya dengan menggunakan
voltmeter DC. Data hasil pengujian disajikan dalam bentuk
grafik sebagai berikut.
Gambar 31: Grafik hasil pengujian rangkaian f to v
4.2.5 Pengujian Keseluruhan Alat
Pengujian yang akan dilakukan yaitu pengujian motion
planning. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui apakah
respon kecepatan yang dihasilkan oleh motor mampu menyamai
atau mendekati masukan yang diinginkan. Berikut ini adalah
grafik masukan dan respon kecepatan yang didapat dari hasil uji
coba.
Gambar 32: Grafik respon kecepatan motor setelah dilakukan
motion planning
Grafik berwarna merah adalah masukan ramp pada
kontroler PID sedangkan grafik berwarna biru adalah respon
kecepatan motor terhadap masukan. Dari hasil uji coba ini
terlihat bahwa steady state keluaran beragsur-angsur mendekati
harga masukan. Kecepatan maksimum diharapkan tercapai
dalam waktu 2 detik. Kecepatan maksimum tersebut dicapai oleh
respon keluaran dalamwaktu yang hampir sama namun masih
terdapat overshoot.
Pengujian berikutnya yaitu mengenai tingkat keberhasilan
kerja dari alat. Dengan menggunakan bioimpedance, kursi roda
digerakkan menuju suatu titik sejauh ±7 meter kemudian belok
ke kiri sejauh ±4 meter. Setelah itu kursi roda kembali lagi ke
posisi awal. Rute tersebut dilakukan sebanyak dua kali setiap
pengujian.
Tabel 6. Hasil uji coba kerja keseluruhan alat
Percobaan
ke- Keterangan
Percobaan
ke- Keterangan
1 Sukses 11 Sukses
2 Sukses 12 Gagal
3 Gagal 13 Sukses
4 Sukses 14 Sukses
5 Sukses 15 Sukses
6 Gagal 16 Sukses
7 Suskes 17 Sukses
8 Sukses 18 Gagal
9 Sukses 19 Gagal
10 Sukses 20 Sukses
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan penulis dari hasil
perencanaan, pembuatan serta pengujian alat pada Tugas Akhir
ini adalah sebagai berikut :
1. Peletakan posisi elektroda penerima tegangan pada
pengukuran bioimpedance sangat berpengaruh terhadap nilai
impedansi yang didapat. Ketidaklinearan nilai impedansi
dengan gerakan tubuh dapat terjadi akibat peletakan posisi
elektroda yang tidak tepat. Berdasarkan hasil percobaan,
penempatan elektroda yang paling tepat yaitu pada otot
trapezius di daerah punggung.
2. Kondisi fatigue atau kelelahan pada otot sangat
mempengaruhi hasil tegangan bioimpedance yang terukur.
3. Penggunaan filter dengan orde tinggi akan menghasilkan
daya redam yang lebih baik. Sinyal informasi akan lebih
tahan terhadap interferensi dari sinyal lain yang tidak
diinginkan.
4. Berdasarkan hasil uji coba, motor DC yang digunakan pada
tugas akhir ini memberikan respon yang linear pada duty
cycle maksimum 80%. Pemberian kontroler PID pada motor
akan memberikan respon kecepatan yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Yunfei, H. “Wheelchair Control Based on
Bioimpedance”. International Journal of Applied
Biomedical Engineering Vol.3, No.1, pp.13-15, 2010.
[2]. Tabuenca, Javier Gracia, “Multichannel Bioimpedance
Measuremet, Master science Thesis”, Tampere
University Of Technology, 2009.
[3]. Biodynamics Corporation. “Knowledgebase”. <URL :
http://www.biodyncorp.com/knowledgebase/knowledgeb
ase_bio.html >, 2011.
0
1
2
3
4
5
0 10 20 30 40 50 60
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 1 2 3 4 5 6 7
Tegangan (volt)
Frekuensi (Hz)
)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS
[4]. Tsunami, D. “Variable Frequency Bioimpedance
Instrumentation”. Proceedings of the 26th Annual
International Conference of the IEEE EMBS, San
Francisco, CA, USA, September 1-5, 2004.
[5]. Electro-control Team. “Realisasi Kontrol PID
(Proporsional Integral Derivatif) ke Dalam Pemrograman
Bahasa C”. <URL : http://elektro-
kontrol.blogspot.com/2011/06/realisasi-kontrolpid-
proporsional.html>, Juni, 2011
[6]. Barnett, Richard. “Embedded C Programming and the
Atmel AVR”. Canada. 2003.
[7]. _____,ATMega32,http://www.atmel.com/dyn/resources/
prod_documents/doc2503.pdf, Oktober 2011.
[8]. _____,Open loop tuning rules, www.apco-
inc.com/articles/ pidtune2.pdf, Desember 2011.
[9]. Karki, Jim. Active Low Pass Filter design,
www.ti.com/lit/an/ sloa049b/ sloa049b.pdf, Nopember
2011.
[10]. Coughlin Robert F., Driscoll Frederick F., “Penguat
Operasional dan Rangkaian terpadu Linear”,
diterjemahkan oleh Soemitro Herman Widodo, Penerbit
Erlangga, 1985.
[11]. Winoto, A., “Mikrokontroler ATmega8/32/16/8535 dan
pemrogramannya dengan bahasa C pada WinAVR”,
Penerbit Informaatika, 2008.
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di Kediri
pada tanggal 11 Oktober 1989.
Sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, penulis mengawali
kegiatan pendidikan formal di SDN
Sugihwaras Sidoarjo, yang
kemudian dilanjutkan di SLTPN 1
Candi Sidoarjo, SMAN 2 Sidoarjo
dan pada tahun 2007 penulis
diterima sebagai mahasiswa di jurusan Teknik Elektro
ITS. Selama menjalani pendidikan di SMA, penulis aktif
dalam kegiatan organisasi pecinta alam. Saat kuliah,
penulis juga turut berpartisipasi sebagai asisten praktikum
di bidang studi elektronika serta aktif pula dalam kegiatan
organisasi divisi workshop di teknik elektro ITS.