Apendisitis
Transcript of Apendisitis
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS
A. Konsep Medis
1. Defenisi
Peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering terjadi. (Kapita Selekta Kedokteran,
Doc.hal 307).
Ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci)
melekat pada seacum tepat di bawah katup Ileosekal. Suatu pradangan
apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (Brunner
dan Suddarth, 2002).
2. Etiologi
Bakteri
Timbunan tinja yang keras (fekalit)
Tumor
Makanan rendah serat
Peningkatan tekanan intralumen menghambat aliran limfe
mengakibatkan oedema pada dinding apendiks.
3. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (masa keras pada feses) tumor,
proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebab hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pes dengan disertai kenaikan suhu tubuh ringan.
4. Klasifikasi
Apendisitis Akut (tanpa perforasi)
Apendisitis Akut Perforata (sudah terjadi mikroferforasi)
* Nyeri * Cemas
* Resti kekurangan nutrisi * Resiko infeksi
Inflamasi pada apendiks
Bakteri, fekalit, tumor, makanan rendah serat, peningkatan tekanan intra lumen.
Meningkatnya tekanan intra lumen
Apendiks terlipat tersumbat oleh fekalis, tumor.
Oedema
Nyeri abdomen bagian bawah.
Berisi pus disertai peningkatan suhu tubuh
Peradangan pada apendiks (apendisitis)
kematian
5. Manifestasi Klinis
Nyeri daerah umbilikus/peri umbilikus
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan anorexsia.
Nyeri tekan di daerah abdomen
Nyeri tekan pada saat berkemih
Kekakuan pada bagian bawah otot rektus.
6. Komplikasi
Perforasi apendiks dapat berkembang menjadi peritonitis/abses
Demam
Nyeri tekan abdomen yang berlanjut
Malaese
Leukositosis semakin jelas
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium serta radiologi
Hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan
jumlah darah putih, jumlah leokosit mungkin lebih besar dari
10.000/mm3
Pemeriksaan USG bila terjadi infiltrat apendikularis
Pemeriksaan radiologi dan ultra sonografy menunjukkan densitas
pada kuadran bawah/tingkat aliran udara setempat
Pemeriksaan urin untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan
saluran kemih.
8. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan di indikasikan bila diagnostik telah ditegakkan,
antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan,
analgesik diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan perforasi, apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anastesi umum/spinal dengan insisi abdomen bawah
atau dengan laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif.
Tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk).
Koreksi cairan dan elektrolit
Pemberian obat penenang, ampisilin, gentamisin, metrodinazol.
Transfusi mengatasi anemia.
Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Observasi :
- 8-12 jam setelah timbulnya keluhan tanda dan
seringkali masih belum jelas.
- Lakukan Tirah baring dan dipuasakan
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi
- Observasi TTV
- Posisikan semi fowler
- Bila peritonitis umum teruskan puasa, hingga fungsi
usus kembali normal.
- Kemudian beri minum 15 ml/jam selama 4-5 jam
naikkan menjadi 30 ml/jam.
- Satu hari pasca operasi dianjurkan tegak duduk di
tempat tidur.
- Hari kedua dapat berdiri dan duduk di luar kamar
mandi.
- Hari ketujuh jahitan dapat diangkat pasien
diperbolehkan pulang.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Biografi klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku,
bahasa yang dipakai, pendidikan, pekerjaan dan alamat rumah.
b. Keluhan Utama
Tanyakan tentang keluhan utama, kapan terjadinya dan sebatas mana
menganggu aktivitas, adakah nyeri dan seberapa berat nyeri yang
dirasakan.
c. Pemeriksaan Fisik
Adakah ditemukan pembengkakan, oedema, peningkatan suhu tubuh,
pernafasan, tekanan darah, nyeri tanpa/bergerak, kelemahan ekstremitas,
dan adakah nyeri tekan.
d. Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin, hematokrit - Urine
- Ureum - Rontgen
- Kreatinin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan adanya perforasi, pembentukan
abses.
b. Resiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. Nyeri
berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
d. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3. Tindakan
Keperawatan
a. Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan adanya perforasi, pembentukan
abses.
Tujuan : infeksi tidak terjadi atau mengurangi infeksi
Kriteria Hasil :
Tidak
terjadi infeksi
Sumber
infeksi dapat teratasi/dihindari.
Intervensi :
Awasi TTV, perhatikan demam, menggigil, berkeringat,
perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.
Lihat insisi balurat, catat drainase balutan
Rasionalisasi :
Diharapkan dapat mengetahui keadaan umum pasien guna untuk
tindakan selanjutnya.
Menghindari sumber/faktor terjadinya infeksi luka.
Dapat mengontrol luka serta menjaga kelembapan.
b. Resiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : mencegah terjadinya dehidrasi
Kriteria hasil :
Volume
cairan terpenuhi
Turgor
kulit kembali baik dalam 2-3 detik
Intervensi :
Kaji turgor kulit
Awasi masukan dan haluaran
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral
dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
Berikan cairan IV dan elektrolit
Rasionalisasi :
Mengetahui tingkat keparahan kekurangan cairan
Mencegah indikasi lebih parah
Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan
kehilangan cairan.
Meningkatkan jumlah cairan yang masuk
c. Nyeri
berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi
bedah.
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Nyeri
dapat diatasi
Os
tampak tenang
Intervensi :
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan perubahan nyeri
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasionalisasi :
Mengetahui tingkat nyeri untuk program pengobatan berikutnya
Meningkatkan rasa aman nyaman pada pasien
Menghilangkan rasa nyeri pasien
4. Evaluasi
a. Infeksi
berkurang
b. Mendapat nutrisi
optimal
c. Mendapatkan
tingkat kenyamanan optimal/nyeri berkurang.
5. Daftar Pustaka
1. Arif Mansyoer dkk, 2000. Kapita Selekta
Kedokteran edisi 2, Media Aescularis FKUI : Jakarta.
2. Brunner dan Suddath edisi 8, 2004.
Keperawatan medikal Bedah, ECG : Jakarta.
3. Marilyan E. Doenges, Rencana Asuhan
Keperawatan, edisi 3
DIABETES MELITTUS
A. Defenisi
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis, dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron atau suatu
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kekurangan insulin absolut ataupun
relatif dengan menimbulkan hiperglikemi dan glukosaria dan kemudian diikuti
dengan gangguan metabolisme protein, lemak, elektrolit dan air.
B. Etiologi
Insulin Dependent Diabets Melitus (IDDM) disebabkan oleh destruksi sel
betta pulau langerhans akibat proses autoimun, sedangkan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel betta dan resistensi
inulin. Tesistensi inssulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati, sulit untuk menentukan etiologi yang pasti karena DM
mempunyai etiologi lebih dari satu. Adapun faktor-faktor yang mungkin ikut
dalam menentukan penyakit DM adalah :
Keturunan
Virus
Kegemukan
Umur
Diit
Hormon
Obat
C. Klasifikasi
1. DM type 1 / IDDM
Insulin pada DM type 1 tidak ada, hal ini sebabkan pada jenis ini timbul
reaksi autoimun yang disebabkan oleh adanya peradangan sel betta.
2. DM type 2 / NIDDM
Pada DM type ini jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang dapat pada permukaan sel kurang.
D. Patofisiologi
Pada penderita diabetes terjadi kekurangan insulin, maka glukosa tidak
dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat. Apabila hal
ini tidak teratasi akan menyebabkan gula akan keluar bersama urine, kehilangan
glukosa dalam urine menyebabkan diuresis karena efek osmotik glukosa dalam
tubuh mencegah reabsorbsi cairan dari tubulus, keseluruhan efeknya adalah
dehidrasi intra sel dan seringnya kolabs sirkulasi akibatnya timbul gejala poli uria,
karena kekurangan insulin maka glukosa tidak bisa diubah menjadi bentuk energi,
untuk menggantikannya maka kalori diambil dari lemak dan protein sehingga
menjadi kurus meskipun banyak makan, pengeluaran glukosa meningkat dalam
keadaan diabetes ini disebabkan karena jika konsentrasi mukosa yang memasuki
tubulus ginjal lebih dari 225 ml/hari, sebagian besar glukosa keluar melalui urine,
terjadinya kerusakan sel-sel betta pulau langerhans pankreas dalam tubuh
menyebabkan produksi insulin menurun. Berkurangnya glikogenisis
menyebabkan terjadinya peningkatan glikogenesis lalu terjadinya peningkatan
liposis untuk menyediakan energi sel, karena kurangnya insulin maka glukosa
tidak dapat dinetralisir sehingga kadar gula darah meningkat.
E. Manifestasi Klinis
Diagnosis DM yang sering timbul :
1. Banyak dan sering BAK (poli uria)
2. Banyak minum (polidypsia)
3. Cepat merasa lapar dan banyak makan (poli pagia)
4. Mata kabur
5. BB menurun
6. Lemas
7. Gatal
8. Kesemutan
9. Mudah terinfeksi dan sukar sembuh
10. Impoten pada pria
F. Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah >
200 mg/dalam atau GD puasa ≥ 126 mg/dalam sudah cukup untuk menegakkan
diagnosa DM, bila hasil pemeriksaan GD meragukan, pemeriksaan TTGO (Tes
Toleransi Glukosa Oral) diperlukan untuk memastikan diagnosa DM.
G. Komplikasi
1. Akut
- Koma hipoglikemia
- Ketoasidosis
- Koma hiperosmolar nonketotik
2. Kronik
- Makro angiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak.
- Mikro angiopati, mengenai pembuluh darah kecil, tetinopati
diabetik, nefropati diabetik.
- Neuropati diabetik
- Rentan infeksi seperti TB, infeksi saluran kemih
- Kaki diabetik
H. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa.
- Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
I. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala DM, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa
lipid dan insulin, untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut, kegiatan
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara dialistik dan mengajarkan
kegiatan mandiri. Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan
makan, latihan jasmani, obat hipoglikemi dan penyuluhan secara umum.
Pengobatan DM terdiri dari :
a. Edukasi pada klien dan keluarga
b. Diit
c. Olahraga
d. Obat-obatan, OAT, dan Insulin
J. Standar Pengkajian
- Rasa nyeri di daerah gangren (bila ada luka/gangren)
- Mudah lelah dan otot lemas
- Kesemutan pada anggota exstremitas
- Kecemasan pada klien dan keluarga
- BB menurun
- Badan lemah
K. Standar Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
gangren
2. Gangguan metabolisme karbohidrat berhubungan dengan
kekurangan insulin dalam tubuh.
3. Gangguan aktivitas berhubungan dengan adanya gangren.
4. Kecemasan pada klien dan keluarga berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
L. Standar Perencanaan
1. DX 1
Ditandai dengan : - Klien mengatakan nyeri pada daerah gangren
- Glukosa darah meningkat
- Expresi wajah meringis menahan nyeri
- Tampak adanya gangren
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
Intervensi : 1. Kaji tingkat rasa nyeri klien
2. Lakukan tindakan aseptik saat dressine care
3. Anjurkan klien mematuhi pengobatan dan perawatan yang
diberikan.
4. Kolaboraasi dengan tim medis.
2. DX II
Ditandai dengan : - Glukosa dalam darah meningkat
- Adanya glukosa dalam urine
Tujuan : gangguan metabolisme dapat teratasi
Intervensi : 1. Atur diet dan anjurkan klien tidak mengkonsumsi selain diet
yang telah ditentukan.
2. Kolaborasi obat-obatan seperti :
- pemberian insulin sesuai kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim gizi.
3. Kolaborasi dalam pemeriksaan :
- Urine 4 porsi
- RSN / BSPP
- BGS sewaktu
3. DX III
Ditandai dengan : - Badan lemah
- Adanya gangren
- Cepat lelah pada otot-otot persendian
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Intervensi : 1. Bantu semua kebutuhan/aktivitas sehari-hari klien (mandi,
BAB, BAK, makan dan lain-lain).
2. Jika bedrest total/tidak bisa bergerak/lemah dan sering
merubah posisi klien diatur posisi miring ke kanan/kiri.
4. DX IV
Ditandai dengan : - Klien dan keluarga terlihat cemas
- Klien dan keluarga sering bertanya tentang penyakit klien
Tujuan : kecemasan klien dan keluarganya hilang
Intervensi : 1. Beri penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan
dilakukan.
2. Beri suport mental pada klien