“MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana...

6
KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI GIZI REMAJA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI” 1 asa remaja didefinisikan sebagai periode usia 10-19 tahun . M Indonesia memiliki 44,93 juta remaja pada tahun 2017 atau 2 sekitar satu dari lima orang Indonesia adalah remaja . Gizi adalah tonggak penting bagi kesehatan remaja. Remaja adalah masa dimana pertumbuhan fisik pesat terjadi dan tahap kehidupan untuk mengembangkan dan mempelajari keterampilan hidup dan praktik pola makan yang sehat. Hal ini semakin relevan dalam konteks Indonesia, di mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan banyak PTM dapat dicegah dengan mengurangi 3-4 faktor risiko selama masa remaja . Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa mengatasi masalah gizi dan mengadopsi pola makan sehat selama masa remaja sangatlah penting, mengingat masa remaja adalah kesempatan kedua untuk mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang berkualitas. Intervensi Gizi dan pola makan terbukti meningkatkan kemampuan kognitif dan mengurangi risiko PTM di masa depan serta meningkatkan kesehatan generasi mendatang ketika remaja beranjak dewasa dan menjadi orang tua. Kegagalan investasi kesehatan pada masa ini mengurangi nilai investasi pada tahap sebelumnya yang dilakukan pada kelompok ibu dan anak dan menghambat upaya untuk 5-7 meningkatkan kualitas hidup generasi berikutnya di masa depan . Terlebih lagi telah banyak konsensus global yang menyoroti peran penting remaja yang sehat dan kompeten untuk mencapai target 8- pembangunan, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan - SDGs 9 , di mana gizi remaja merupakan komponen yang tidak terpisahkan untuk mencapai beberapa tujuan antara lain tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas dan mengurangi ketidaksetaraan (sasaran 1,2,3,4 dan 10). Namun, terlepas dari agenda global, hak atas peluang untuk pertumbuhan dan kesehatan yang optimal adalah hak dasar warga negara yang dinyatakan dalam pasal 28 UUD 1945. Investasi yang tidak adekuat Mengapa gizi remaja dan apa yang kita butuhkan? dalam kesehatan remaja termasuk gizinya akan memperburuk siklus kemiskinan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang digadang gadang merupakan bonus demografi bagi pembangunan kita beberapa tahun kedepan. Masalah gizi remaja harus dilihat dalam konteks adanya kekurangan maupun kelebihan gizi dan juga defisiensi mikronutrien, seperti halnya anemia yang turut menghambat remaja. Riset Kesehatan Dasar 2013 melaporkan bahwa lebih dari sepertiga remaja bertubuh pendek, lebih dari 10% kurus dan sekitar 9% mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Sementara anemia pada remaja diperkirakan sebesar 23% menurut data nasional, dan di beberapa daerah anemia pada remaja putri mencapai 40%-50%, dengan konsekuensi penurunan potensi akademik, kapasitas kerja dan produktivitas saat ini dan di masa depan, serta resiko kesehatan 10-12 bagi remaja putri dan bayinya ketika mereka hamil . SDKI 2017 menunjukkan bahwa 7% anak perempuan berusia 15-19 tahun telah 13 menjadi ibu dan masalah gizi seperti stunting dan anemia yang dialami selama masa remaja mempengaruhi kesehatan sang ibu maupun 14-15 generasi mendatang . Masalah gizi tidak lepas dari masalah kebiasaan makan dan aktivitas fisik yang rendah pada kelompok remaja. Data GSHS menunjukkan bahwa hanya sepertiga siswa usia 13 -8 tahun selalu sarapan dan hanya 3,81% yang selalu membawa makanan ke sekolah dan sekitar tiga perempat memiliki kebiasaan membeli makanan ringan dari warung pinggir jalan, 16 tidak cukup makan buah adan sayur serta kurang beraktifitas fisik . Jadi sebenarnya berbagai masalah gizi dan kebiasaan makan remaja di Indonesia telah jelas, maka mendesak untuk dipikiran paket intervesi apa yang mampu mengatasi pelbagai masalah gizi dan pola makan ini secara efektif. Hal ini penting agar kita tetap dapat menjaga kualitas sumber daya manusia dan produktifitas remaja kita kini sekaligus berinvestasi bagi kesehatan generasi berikutnya yang lahir dari cohort remaja ini ketika mereka dewasa nanti.

Transcript of “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana...

Page 1: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI GIZI REMAJA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL

“MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”

1asa remaja didefinisikan sebagai periode usia 10-19 tahun .

MIndonesia memiliki 44,93 juta remaja pada tahun 2017 atau 2sekitar satu dari lima orang Indonesia adalah remaja . Gizi

adalah tonggak penting bagi kesehatan remaja. Remaja adalah masa

dimana pertumbuhan fisik pesat terjadi dan tahap kehidupan untuk

mengembangkan dan mempelajari keterampilan hidup dan praktik pola

makan yang sehat. Hal ini semakin relevan dalam konteks Indonesia, di

mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71%

dari total kematian dan banyak PTM dapat dicegah dengan mengurangi 3-4faktor risiko selama masa remaja .

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa mengatasi masalah gizi

dan mengadopsi pola makan sehat selama masa remaja sangatlah

penting, mengingat masa remaja adalah kesempatan kedua untuk

mengejar pertumbuhan dan perkembangan yang berkualitas.

Intervensi Gizi dan pola makan terbukti meningkatkan kemampuan

kognitif dan mengurangi risiko PTM di masa depan serta meningkatkan

kesehatan generasi mendatang ketika remaja beranjak dewasa dan

menjadi orang tua. Kegagalan investasi kesehatan pada masa ini

mengurangi nilai investasi pada tahap sebelumnya yang dilakukan

pada kelompok ibu dan anak dan menghambat upaya untuk 5-7meningkatkan kualitas hidup generasi berikutnya di masa depan .

Terlebih lagi telah banyak konsensus global yang menyoroti peran

penting remaja yang sehat dan kompeten untuk mencapai target 8-pembangunan, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan - SDGs

9, di mana gizi remaja merupakan komponen yang tidak terpisahkan

untuk mencapai beberapa tujuan antara lain tanpa kemiskinan, tanpa

kelaparan, kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas dan

mengurangi ketidaksetaraan (sasaran 1,2,3,4 dan 10). Namun, terlepas

dari agenda global, hak atas peluang untuk pertumbuhan dan

kesehatan yang optimal adalah hak dasar warga negara yang

dinyatakan dalam pasal 28 UUD 1945. Investasi yang tidak adekuat

Mengapa gizi remaja dan apa yang kita butuhkan?

dalam kesehatan remaja termasuk gizinya akan memperburuk siklus

kemiskinan karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang

digadang gadang merupakan bonus demografi bagi pembangunan kita

beberapa tahun kedepan.

Masalah gizi remaja harus dilihat dalam konteks adanya kekurangan

maupun kelebihan gizi dan juga defisiensi mikronutrien, seperti halnya

anemia yang turut menghambat remaja. Riset Kesehatan Dasar 2013

melaporkan bahwa lebih dari sepertiga remaja bertubuh pendek, lebih dari

10% kurus dan sekitar 9% mengalami kelebihan berat badan dan obesitas.

Sementara anemia pada remaja diperkirakan sebesar 23% menurut data

nasional, dan di beberapa daerah anemia pada remaja putri mencapai

40%-50%, dengan konsekuensi penurunan potensi akademik, kapasitas

kerja dan produktivitas saat ini dan di masa depan, serta resiko kesehatan 10-12bagi remaja putri dan bayinya ketika mereka hamil . SDKI 2017

menunjukkan bahwa 7% anak perempuan berusia 15-19 tahun telah 13menjadi ibu dan masalah gizi seperti stunting dan anemia yang dialami

selama masa remaja mempengaruhi kesehatan sang ibu maupun 14-15generasi mendatang .

Masalah gizi tidak lepas dari masalah kebiasaan makan dan aktivitas fisik

yang rendah pada kelompok remaja. Data GSHS menunjukkan bahwa

hanya sepertiga siswa usia 13 -8 tahun selalu sarapan dan hanya 3,81%

yang selalu membawa makanan ke sekolah dan sekitar tiga perempat

memiliki kebiasaan membeli makanan ringan dari warung pinggir jalan, 16tidak cukup makan buah adan sayur serta kurang beraktifitas fisik . Jadi

sebenarnya berbagai masalah gizi dan kebiasaan makan remaja di

Indonesia telah jelas, maka mendesak untuk dipikiran paket intervesi apa

yang mampu mengatasi pelbagai masalah gizi dan pola makan ini secara

efektif. Hal ini penting agar kita tetap dapat menjaga kualitas sumber daya

manusia dan produktifitas remaja kita kini sekaligus berinvestasi bagi

kesehatan generasi berikutnya yang lahir dari cohort remaja ini ketika

mereka dewasa nanti.

Page 2: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

Masalah Gizi Remaja di Indonesia

Daerah Rawan Pangan Daerah Aman Pangan

45

84

71

82

28

67

72

49

12

32

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Tidak pernah/Jarang Sarapan

Buah < 3porsi/hari

Sayur < 3 porsi/ hari

Konsumsi Jajanan �dak sehat

Konsumsi soda �ap hari

Konsumsi minuman kemasan manis �ap hari

Ak�fitas Fisik < 3kali/minggu

Puskemas PKPR

TTD rematri

Puskesmas dg nakes gizi

Capaian Program berkaitan dengan gizi remaja dan kebiasaan makan serta aktifitas fisik (%)

33

34

36

10

9

23

85

Stun�ng

Was�ng pada rematri hamil

Was�ng pada rematri

Was�ng

Overweight dan obesitas

Anemia

Anemia pada pemudi hamil

Masalah Gizi Remaja (%)

15 16 17 18 19 Riskesdas 2013 Riskesdas 2018 , GSHS Pusadatin Kemenkes , PLAN youth

APA YANG BISA DILAKUKAN?

1

2

3

Remaja Indonesia mengalami beban gizi ganda yang terdiri atas

kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien. Tetapi

data yang tersedia di Indonesia jarang menampilkan masalah gizi yang

memotret kisaran usia tepat 10-19 tahun akan tetapi di potret dalam usia

13—18 tahun. Data juga tidak menampilkan masalah kekurangan

mikronutrien lain selain anemia. Ketidaksetaraan antar provinsi

menambah kompleksitas masalah gizi remaja Indonesia, di mana

kelebihan berat badan dan obesitas lebih banyak terjadi di daerah-

daerah yang aman pangan sementara kekurusan dan pendek lebih

banyak terjadi di daerah rawan pangan. Selain itu data belum dipilah

berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, bersekolah atau

putus sekolah, status pekerja anak, tinggal bersama keluarga atau di luar

rumah serta tidak ada pemetaan geospasial yang dapat membantu

dalam perumusan kebijakan untuk mengatasi ketidaksetaraan dan

meningkatkan efektivitas program.

GAMBARAN UMUM MASALAH DAN KESENJANGAN INFORMASI

Stunting

Anemia

23%

10%

Overweight & obesity

9%

34%

Wasting

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi mikronutrien di kalangan remaja (terutama remaja putri) dapat secara signifikan mengurangi

prevalensi anemia, yang dapat berkontribusi pada peningkatan potensi akademik, produktivitas, dan perbaikan kualitas kesehatan ibu dan

akan lebih berarti jika didampingi upaya pencegahan pernikahan dini. Intervensi untuk meningkatkan status gizi "remaja hamil" terbukti

17meningkatkan berat badan lahir, menurunkan berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur . Sementara, kombinasi intervensi yang

efektif untuk mengubah perilaku terkait pola makan dan tingkat aktivitas fisik, dan perubahan perilaku untuk mengurangi dan mencegah

18kelebihan berat badan dan obesitas masih perlu terus digali .

Selain konsekuensinya untuk masa depan, intervensi gizi selama masa remaja juga harus dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan

kualitas hidup selama periode remaja seperti meningkatkan prestasi belajar di sekolah dan produktivitas hidup untuk mendukung partisipasi

di rumah atau di masyarakat. Dengan demikian upaya harus difokuskan pada peningkatan asupan makanan bergizi dan beragam, melalui

intervensi berbasis bukti yang tepat untuk kesehatan dan kesejahteraan remaja, dengan mempertimbangkan azas keadilan dan partisipasi.

Namun, implementasi upaya-upaya tersebut harus didukung oleh kebijakan yang jelas dan kuat serta partisipasi masyarakat yang tinggi.

Seperti yang disoroti dalam the global accelerated action for the health of adolescent (AA-HA!), Sinergi antara upaya struktural oleh

pemerintah dengan organisasi dan masyarakat serta antarpribadi dan individu sangat penting untuk mencapai nutrisi remaja yang lebih baik.

Page 3: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

REMAJA INDONESIA DI DALAM DAN LUAR SEKOLAH, SEBUAH KONTEKS

1

2

Sekolah memainkan peran sentral dalam upaya meningkatkan status

29gizi remaja . Data BPS pada 2016 menunjukkan bahwa lebih dari 70%

remaja berusia 10-19 tahun berada di sekolah dan pendidikan

merupakan salah satu faktor penting dalam menunda pernikahan

termasuk kehamilan pertama. SDKI 2017 menunjukkan usia rata-rata

pernikahan meningkat seiring masa pendidikan. Terlepas dari

kenyataan bahwa prevalensi perkawinan anak menurun dari waktu ke

waktu, angkanya masih tinggi. Analisis survei sosial ekonomi nasional

pada tahun 2012 menunjukkan bahwa 25% dari semua perempuan

berusia 20 –24 tahun yang sudah menikah, pertama kali menikah pada

30usia di bawah 18 tahun . Dengan demikian sekolah adalah pintu masuk

penting untuk pencegahan serta pengelolaan remaja kekurangan gizi.

Sebagai contoh, berbagai upaya untuk mengatasi anemia melalui

31-35pemberian TTD di berbagai negara juga berbasis sekolah dan

36-38komitmen komunitas sekolah meningkatkan keberhasilan program .

Salah satu praktek baik paket intervensi gizi remaja berbasis sekolah

dengan bertumpu pada peran aktif pemangku kepentingan lokal di

tingkat kabupaten dan pelibatan sekolah adalah kampanya “Aksi

Bergizi” yang dilakukan UNICEF di beberapa kabupaten rintisan di Jawa

Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Di sisi lain, upaya berbasis masyarakat harus tersedia untuk remaja

putus sekolah sebagai kelompok yang terpinggirkan dan rentan.

Posbindu Penyakit Tidak Menular (Posbindu-PTM) yang merangkul

remaja serta Posyandu Remaja adalah kunci. Namun, implementasi

kedua program tersebut masih terbatas. Dukungan kuat dari pusat

kesehatan masyarakat terutama Puskesmas PKPR sangat penting

sehingga bantuan untuk peningkatan kualitas pusat kesehatan

masyarakat dalam menyediakan layanan gizi promotif, dan preventif

menjadi prioritas untuk meningkatkan gizi remaja di luar sekolah.

Indonesia memiliki remaja yang tinggal di kantong-kantong rawan pangan

dimana seringkali harus putus sekolah, menikah dini atau bekerja yang

tentunya memerlukan pendekatan berbeda dari daerah yang memiliki

ketersediaan dan akses pangan yang cukup secara berkelanjutan. Tingkat

sosial-ekonomi dan keragaman budaya lokal juga memengaruhi pola

pengasuhan dan pola makan. Sumber daya kesehatan, kebersihan dan

sanitasi dan morbiditas remaja juga heterogen dan dapat mempengaruhi

status gizi remaja.

Remaja Indonesia saat ini lebih terhubung dengan dunia global melalui

kepemilikan dan penggunaan telepon pintar yang tinggi. Maka, pendidikan

gizi melalui media sosial, terutama Instagram dan pesan gambar dan

audio-visual pendek melalui jaringan WhatsApp potensial, efektif dan 39-41dianggap menarik serta mudah diakses oleh remaja . Kampanye yang

berfokus pada gizi untuk remaja putri “The Pretty and Picky" yang

dilakukan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) telah

menggunakan platform ini, sementara proyek Springster juga telah

berhasil mengintegrasikan pesan dan konten gizi ke dalam platform

media sosial. Penggunaan sosial media memungkinkan remaja dapat

menjadi agen aktif dalam meningkatkan gizi mereka sendiri dan rekan

sebaya mereka baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

APA YANG TELAH DILAKUKAN?Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 menekankan gizi sebagai arus utama untuk pengembangan sumber daya manusia, sosial budaya,

22 23dan ekonomi Demikian juga, Peraturan Presiden No 83 tahun 2017 tentang kebijakan strategis pangan dan gizi telah menyatakan gizi

24remaja sebagai pendekatan kunci. Strategi untuk kolaborasi lintas kementerian juga telah tersedia . Dalam gerakan "GERMAS", program

25gizi berbasis sekolah dan masyarakat adalah bagian integral dari kampanye lintas sektoral . Khusus untuk anemia, program nasional

untuk Tablet Tambah Darah untuk remaja putri (TTD rematri) di sekolah telah diluncurkan pada tahun 2016, dengan target 30% remaja

26putri di sekolah menerima TTD mingguan . Namun, cakupan dan kepatuhan terhadap TTD ini masih rendah, akan tetapi program rintisan

menunjukkan potensi sukses ketika pelaksanaan program didukung kolaborasi multisektoral yang baik, sebagaimana yang dilakukan

27.Nutrition International (NI) di Jawa Barat

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga telah berjalan dan didukung oleh keputusan bersama dari 4 kementerian, tetapi indikator kinerja

28UKS tidak secara eksplisit mengukur pencapaian program gizi . Serupa dengan indikator kantin sekolah sehat yang tidak mencakup

indikator penyediaan makanan bergizi dan beragam. Penapisan kesehatan rutin siswa dari kelas VII dan kelas X juga sudah ada, namun

pemantauan dan evaluasi belum memadai serta penggunaan informasi yang diperoleh dari proses ini untuk perencanaan program gizi

masih belum optimal. Demikian juga dengan pusat kesehatan masyarakat ramah remaja (Puskesmas PKPR) yang masih terbatas

jumlahnya, di samping itu kualitas layanan kesehatan yang diberikan serta aksesibilitasnya masih belum dimonitor dan dievaluasi dengan

baik. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya luar biasa untuk mewujudkan peningkatan kualitas gizi remaja.

Page 4: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

Advokasi, perencanaan program, dan pemantauan serta evaluasi gizi remaja di masa mendatang harus dibangun dari data yang lebih spesifik

dan menjawab keragaman konteks remaja Indonesia. Demikian juga upaya untuk mencari dan menerapkan praktek baik serta memetik

pelajaran dari praktek – praktek tersebut sangatlah penting.

Berbagai pedoman teknis yang tersedia untuk program gizi dan kesehatan remaja yang mencakup masalah gizi hendaknya dimanfaatkan

secara lebih optimal.

Dukungan dan komitmen yang lebih kuat dan lebih terukur bagi kebijakan gizi remaja yang sedang berlangsung dan di masa depan dari

pemangku kepentingan kesehatan dan pemangku kepentingan lintas-sektor sangat diperlukan.

Analis Kebutuhan Paket Intervensi Gizi Remaja

LANGKAH KE DEPAN

Peningkatan kualitas pembangunan sumber daya manusia nasional dengan peningkatan kualitas dan produktifitas remaja kini dan bagi Ÿgenerasi berikutnya saat cohort remaja ini menjadi orang tua nanti

Penurunan masalah sosial dan ekonomi melalui peningkatan akses dan kualitas kesehatan dan pendidikan pada remajaŸPenurunan prevalensi masalah gizi remaja antara lain anemia, stunting dan wasting serta menahan laju peningkatan masalah gizi remaja Ÿberupa berat badan lebih serta obesitas

Peningkatan praktek kebiasaan makan yang sehat, aktifitas fisik dan kebersihan diri remajaŸPeningkatan akses dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan gizi dan kesehatan remajaŸPeningkatan dukungan bagi pelayanan gizi dan kesehatan pada remaja putri dan remaja hamilŸPeningkatan prestasi belajar siswa dan menurunnya absensi karena masalah kesehatanŸPeningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur sekolah untuk mendukung pelaksanaan paket intervensi gizi remaja berbasis sekolah a.l Ÿkantin sehat, UKS, ketersediaan air bersih di sekolah dan toilet

Memasukkan komponen kesuksesan penerapan paket intervensi gizi di sekolah sebagai indikator akreditasi sekolah ŸPenurunan hambatan berbasis gender terhadap partisipasi sekolah (sanitasi menstruasi, toilet, pernikahan anak dan penundaan Ÿkehamilan pertama)

Penurunan hambatan gender terhadap akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan partisipasi dalam angkatan kerja bagi remaja Ÿperempuan

Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, guru dan sebaya remaja untuk melakukan promosi gizi ŸPeningkatan dukungan terhadap layanan konseling gizi dan kesehatan pra-pernikahan untuk peningkatan kualitas pernikahan dan Ÿkehamilan pertama

Peningkatan partisipasi remaja dalam promosi kesehatan dengan gizi sebagai salah satu topik utamaŸPeningkatan dukungan untuk pemberdayaan dan perlindungan remaja,ŸPeningkatan koordinasi antar kementerian untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia nasional dengan minat khusus kelompok Ÿusia remaja

Page 5: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

PETA JALAN GIZI REMAJA

Kebijakan Manfaat

Langsung Strategi

Platform Pelaksanaan

Remaja bersekolah

Guru

Tenaga Kesehatan

Remaja di luar sekolah

Pendidikan gizi

TTD pada rematri

Upaya “Germas” di sekolah

Luaran

Instansi Penanggungjawab: Kementerian Kesehatan

Kesenjangan data dan riset

Manfaat tidak

langsung

Masyarakat

Orang Tua / Keluarga

Indikator gizi remaja di dalam RPJMN

Indikator gizi remaja dalam kebijakan presiden & Bappenas untuk memastikan pendanaan dan kolaborasi lintas sektor

Optimalisasi kebijakan yang ada untuk gizi remaja

Memastikan mekanisme monev yang efektif dan sederhana untuk intervensi gizi serta melakukan sosialisasi dan pelatihan untuk pelaksanaannya

Data terpilah untuk kelompok usia remaja, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, status ketenaga kerjaan dan konteks geospasial

Riset tentang intervensi spesifik dan sensitif gizi yang efektif dan efisien untuk remaja dengan memerhatikan keberagaman konteks sosiekonomi, politik dan geografis

Data mikro defisiensi lain selain anemia

Pemangku Kepentingan: Kepala Daerah, Bappenas, Kemenko PMK, Kemendikbud, Kemenag, Kemeneg PP&PA Kemendagri, Kemenpora, Kemen PU

Promosi pola makan sehat

Penggunaan data penapisan kesehatan kelas VII dan X

Pemberian mikronutrien terarah

Pencegahan dan manajemen obesitas

Program gizi pra pernikahan dan bagi remaja hamil

Peningkatan Akses dan praktek WASH

Konselor sebaya untuk gizi dan pola makan sehat

Manejemen kecacingan dan wasting yang tersasar

Komunikasi Perubahan Perilaku

Meningkatkan dukungan sekolah dan komunitas

Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan di bidang gizi

Peningkatan kapasitas puskesmas menyediakan layanan gizi

Peningkatan kebiasaan sarapan

Peningkatan konsumsi sayur dan buah

Penurunan konsumsi minuman manis kemasan

Peningkatan aktifitas fisik serta kebersihan pribadi

Peningkatan cakupan dan kepatuhan TTD rematri

Penurunan anemia pada rematri

Penurunan wasting dananemia pada remaja hamil

Penurunan stunting dan wasting dananemia pada remaja

Mencegah peningkatan kelebihan berat badan dan obesitas pada remaja

Peningkatan kuantitas dan kualitas konselor gizi sebaya

Peningkatan kapasitas guru untuk edukasi gizi

Peningkatan kuantitas dan kualitas nakes gizi

Peningkatan kualitas monev program

Peningkatan kuantitas dan kualitas PKPR

Layanan dan promosi gizi di UKS

Kantin sehat, beragam dan bergizi

Kampanye sarapan sehat bersama dengan ”isi piringku” di sekolah

Memasukkan indikator layanan sekolah di atas dalam indikator sekolah

Sosial media dan teknologi informasi untuk promosi gizi dan pola makan sehat

Puskesmas PKPR dan Posyandu remaja atau Posbindu PTM

Konseling pra pernikahan untuk promosi gizi dan pemberian TTD

Gerakan sosial tentang gizi atau pola makan berbasis remaja

Pendidikan dan keterampilanpromosi gizi untuk guru, tokoh masyarakat dan organisasi berbasis masyarakat

Pelatihan berkelanjutan untuk implementasi program dan monev

Update bahan komunikasi perubahan perilaku gizi di puskesmas

Page 6: “MERAWAT MASA KINI DAN NANTI”jp2gi.org/public/docs/report/KERTAS KEBIJAKAN INTEGRASI...mana Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan berkontribusi 71% dari total kematian dan

1. UNDESA. Definition of youth. United Nations Department of Economic and Social Affairs. 2014. p. 1–3.

2. Badan Pusat Statistik (2017), Piramida Penduduk Indonesia tahun 2017, BPS – Jakarta

3. Moghaddam HT, Shahinfar S, Bahreini A, Ajilian M. Adolescence Health : the Needs , Problems and Attention. Int J Pediatr. 2016;4(26):1423–38.

4. Lim SS, Vos T, Flaxman AD, Shibuya K, et al. A comparative risk assessment of burden of disease and injury attributable to 67 risk factors and risk factor clusters in 21

regions, 1990–2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet. 2012;380(9859):2224–60.

5. Dick B, Ferguson BJ. Health for the world's adolescents: A second chance in the second decade. J Adolesc Heal [Internet]. 2015;56(1):3–6

6. Patton GC, Sawyer SM, Santelli JS, Ross DA, Afifi R, Nicholas B, et al. Our future: a Lancet commission on adolescent health and wellbeing. Lancet.

2018;387(10036):2423–78.

7. International Food Policy Research Institute (IFPRI). Global Nutrition Report 2018, Shining a light to spur action on nutrition [Internet]. 2018. 1-161 p.

8. World Health Organization [WHO] -SEARO. Strategic Guidance on Accelerating Actions for Adolescent Health (2018 -2022). New Delhi; 2018.

9. World Health Organization [WHO] Global Accelerated Action for the Health of Adolescents (AA-HA!): guidance to support country implementation. Geneva: World

Health Organization; 2017. Licence: CC BY-NC-SA 3.0 IGO.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384. Jakarta, 2013

11. Universitas Indonesia, Micronutrient Initiative. Formative reasearch for an improved iron folic acid suplementation program for school going adolescent in selected of

West Java province in Indonesia. Jakarta, 2016

12. Briawan D, Khomsan A, Ekayanti I, Dewi M. Baseline survey for an improved IFA supplementation program for 15 to 19 years of age school going adolescent girls (Mitra

Youth) in East Java and East Nusa Tenggara province in Indonesia. Jakarta; 2018.

13. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, USAID. Survei Demografi Dan Kesehatan [Internet]. Jakarta;

2017. Available from: .http://www.dhsprogram.com

14. Oddo VM, Rah JH, Semba RD, Sun K, Akhter N, Sari M, et al. Predictors of maternal and child double burden of malnutrition in rural Indonesia and Bangladesh. Am J

Clin Nutr. 2012;95:951–8.

15. Xiong X, Buekens P, Alexander S, Demianczuk N, Wollast E. Anemia during pregnancy and birth outcome: a meta-analysis. Am J Perinatol. 2000; 17(3):137–46.

16. Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat. Perilaku Berisiko Kesehatan Pelajar SMP dan SMA di Indonesia - GSHS [Internet]. Jakarta; 2015.

17. Salam, R. A., Hooda, M., Das, J. K., Arshad, A., Lassi, Z. S., Middleton, P., & Bhutta, Z. A. (2016). Interventions to Improve Adolescent Nutrition: A Systematic Review

and Meta-Analysis. The Journal of adolescent health official publication of the Society for Adolescent Medicine, 59(4S), S29-S39.

18. Al-Khudairy L, Loveman E, Colquitt JL, Mead E, Johnson RE, Fraser H,Olajide J, Murphy M, Velho RM, O'Malley C, Azevedo LB, Ells LJ, Metzedorf MI, Rees K. (2017),

Diet, physical activity and behavioural interventions for the treatment of overweight or obese adolescents aged 12 to 17 years, Cochrane Database of Systematic

Reviews 2017, Issue 6 Art.No CD012691 DOI 10.1002/14651858.CD012691

19. Kementerian Kesehatan RI, Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Presentasi Hari Kesehatan Nasional, Jakarta, 2018

www.depkes.go.id/resources/download/.../hasil-riskesdas-2018.pdf accessed 15 Dec 2018

20. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta; 2018.

21. Center for Public Health Innovation (CPHI). BASELINE STUDY Young Health Program (YHP) Plan International Indonesia in Jagakarsa, Cibinong, and Mataram.

Jakarta; 2018

22. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi. 2013.

23. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 83 tahun 2017 tentang Kebijakan strategis pangan dan gizi. Jakarta; 2017.

24. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana aksi nasional kesehatan

anak usia sekolah dan remaja tahun 2017-2019

25. Presiden Republik Indonesia. Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), 2017.

26. Kemenkes RI. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015 – 2019, 2014.

27. Roche M et al, Adolescent girls' nutrition and prevention of anaemia: a school based multi-sectoral collaboration in Indonesia BMJ 2018;363:k4541

28. Peraturan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Agama RI, dan Menteri Dalam Negeri RI nomor 6/x/pb/2014 nomor

73 tahun 2014 nomor 41 tahun 2014 nomor 81 tahun 2014 tentang Pembinaan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah/madrasah

29. Paper D. Schools as a System to Improve Nutrition. 2017

30. Badan Pusat Statistik [BPS] Kemajuan yang Tertunda: Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Penduduk

2010, Jakarta 2016; Katalog BPS : 4103014

31. Fernández-Gaxiola AC, De-Regil LM. Intermittent iron supplementation for reducing anaemia and its associated impairments in menstruating women. Cochrane

Database Syst Rev. 2011;2011(12).

32. Susanti Y, Briawan D, Martianto D. Suplementasi Besi Mingguan Meningkatkan Hemoglobin. J Gizi Pangan. 2016;11(1):27–34.

33. Ruebeck H. Implementation and Effects of India's National School-Based Iron Supplementation Program. Wellesley Coll Digit Scholarsh Arch. 2016;

34. Joshi M, Gumashta R. Weekly Iron Folate Supplementation in Adolescent Girls – An Effective Nutritional Measure for the Management of Iron Deficiency Anaemia. Glob

J Health Sci. 2013;5(3):188–94.

35. Kheirouri S, Alizadeh M. Process evaluation of a national school-based iron supplementation program for adolescent girls in. BMC Public Health. 2014;1

36. Cvjetan B, Utter J, Robinson E, Denny S. The Social Environment of Schools and Adolescent Nutrition : Associations Between the School Nutrition Climate and

Adolescents ' Eating Behaviors and Body Mass Index”. 2014;84(10):677–82.

37. TC Lewallen, H Hunt WP. The Whole School , Whole Community , Whole Child Model : A New Approach for Improving Educational Attainment and Healthy Development

for Students. J Sch Health. 2015;85(11):729–39.

38. Frerichs L, Brittin J, Robbins R, Steenson S, Stewart C, Fisher C, et al. SaludABLEOmaha : Improving Readiness to Address Obesity Through Healthy Lifestyle in a

Midwestern Latino. Prev CHRONIC Dis PUBLIC Heal Res Pract POLICY. 2015;12, E20(February 2015):1–9.

39. Carmen Perez-Rodrigo JA. School-based nutrition education : lessons learned and new perspectives. 2001;4.

40. Januraga PP, Crosita Y, Indrayathi PA, Kurniasari E. Formative Evaluation of Pretty and Picky : A Social Media Campaign 1. to Improve Healthy Food Habits amongst

Female Urban Adolescents in Indonesia. GAIN - Manuscript. 2018;1–21

41. Center for Public Health Innovation (CPHI). Formative Study to Inform Behavioral Change Communication Strategy to Improve WIFAS adherence, Nutrion International.

Jakarta; 2018

DAFTAR PUSTAKA