“AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons,...

13
1 “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH NAAM SAMIYYAH (Suntingan Teks Beserta Analisis Isi)” Oleh : Iffatul Mufarridah NIM 13010113130155 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro 2017 ABSTRACT Mufarridah, Iffatul. 2017. Teaching of Jumat Prayer by KH. Ahmad Rifa’i in Naam Samiyyah Script (Text Editing and Content Analysis). Thesis. Bachelor Program of Indonesian Literature. Semarang. Faculty of Humanities of Diponegoro University. Advisor I Nur Fauzan Ahmad, S.S., M.A. Advisor II Drs. M. Muzakka, M. Hum. Naam Samiyyah (NS) is a manuscript containing the teachings of Jumat (Friday) prayer by KH. Ahmad Rifa'i. This script was found by the writer at the residence of KH. Amrudin Nasichun located in Paesan Tengah village, Kedungwuni district of Pekalongan. There are two kinds of the script; handwriting and copied version. This research aimed to explain some descriptions, text editing as well as the translation of NS and describe the teaching of Jumat prayer by KH. Ahmad Rifa'i contained in it along with the values behind the teaching. To achieve these goals it was used two kinds of theories, philological and content analysis. The Jumat prayer teaching by KH. Ahmad Rifa'i in NS included two main topics, namely the legitimacy of Jumat prayer established by four people and the roles of ulama alim adil (fair and knowledgeable scholars) in fulfilling the legitimacy of Jumat prayer. The validity of Jumat prayer with four people was taught by KH. Ahmad Rifa'i based on several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion of Imam Shafi'i, as well as the fulfillment of Islamic pillars and requirements. Meanwhile, the roles of ulama alim adil in achieving the legitimacy of Jumat prayer included teaching the Jumat prayer itself, witnessing and declaring the validity of Jumat prayers, as well as eliminating disputes and differences among people related to the number of people establishing Jumat prayer. The content analysis conducted by the writer revealed that the teaching contained some messages in the form of educational and religious values. The educational value stated the importance of seeking knowledge, while the religious one defined the importance of following the scholars in the worship. Keywords : Naam Samiyyah, Philology, Content Analysis, Jumat Prayer

Transcript of “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons,...

Page 1: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

1

“AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH

NAẒAM SAMḤIYYAH

(Suntingan Teks Beserta Analisis Isi)”

Oleh : Iffatul Mufarridah

NIM 13010113130155

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

2017

ABSTRACT

Mufarridah, Iffatul. 2017. Teaching of Jumat Prayer by KH. Ahmad Rifa’i in Naẓam

Samḥiyyah Script (Text Editing and Content Analysis). Thesis. Bachelor Program of

Indonesian Literature. Semarang. Faculty of Humanities of Diponegoro University.

Advisor I Nur Fauzan Ahmad, S.S., M.A. Advisor II Drs. M. Muzakka, M. Hum.

Naẓam Samḥiyyah (NS) is a manuscript containing the teachings of Jumat

(Friday) prayer by KH. Ahmad Rifa'i. This script was found by the writer at the residence

of KH. Amrudin Nasichun located in Paesan Tengah village, Kedungwuni district of

Pekalongan. There are two kinds of the script; handwriting and copied version.

This research aimed to explain some descriptions, text editing as well as the

translation of NS and describe the teaching of Jumat prayer by KH. Ahmad Rifa'i

contained in it along with the values behind the teaching. To achieve these goals it was

used two kinds of theories, philological and content analysis.

The Jumat prayer teaching by KH. Ahmad Rifa'i in NS included two main topics,

namely the legitimacy of Jumat prayer established by four people and the roles of ulama

alim adil (fair and knowledgeable scholars) in fulfilling the legitimacy of Jumat prayer.

The validity of Jumat prayer with four people was taught by KH. Ahmad Rifa'i based on

several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward

the opinion of Imam Shafi'i, as well as the fulfillment of Islamic pillars and requirements.

Meanwhile, the roles of ulama alim adil in achieving the legitimacy of Jumat prayer

included teaching the Jumat prayer itself, witnessing and declaring the validity of Jumat

prayers, as well as eliminating disputes and differences among people related to the

number of people establishing Jumat prayer. The content analysis conducted by the

writer revealed that the teaching contained some messages in the form of educational and

religious values. The educational value stated the importance of seeking knowledge,

while the religious one defined the importance of following the scholars in the worship.

Keywords : Naẓam Samḥiyyah, Philology, Content Analysis, Jumat Prayer

Page 2: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, banyak ditemukan teks-teks

yang mengungkapakan ajaran agama,

terutama agama Islam. Di dalam teks-teks

tersebut terkandung informasi penting bagi

pemahaman sejarah perkembangan

kehidupan agama Islam di Indonesia

(Baried, dkk. 1994: 10).

Tulisan menjadi salah satu media

dakwah para penyebar ajaran Islam

terdahulu. Satu di antara tokoh-tokoh

penyebar ajaran Islam di Indonesia yang

terkenal adalah KH. Ahmad Rifa’i. Beliau

memiliki kelompok pengikut atau jamaah

yang dikenal dengan nama Rifa’iyah.

Sampai sekarang, ajaran-ajaran beliau

masih dilestarikan oleh kelompok tersebut.

Pengajaran dan dakwah Islam KH.

Ahmad Rifa’i banyak dilakukan melalui

media tulisan. Hal itu dapat dilihat dari

banyaknya karya beliau berupa kitab-kitab

yang biasa disebut dengan kitab tarajumah

atau terjemah. Dinamakan demikian

karena kitab karangan tersebut merupakan

terjemahan dari kitab-kitab berbahasa

Arab. Oleh karena itu pula, kelompok

Rifa’iyah disebut juga dengan Islam

Tarajumah (Djamil, 2001: 183).

Satu di antara sekian banyak kitab

tarajumah karangan KH. Ahmad Rifa’i

berjudul Naẓam Samḥiyyah. Naskah

Naẓam Samḥiyyah, selanjutnya disingkat

NS, penulis temukan di dukuh Paesan

Tengah, Kedungwuni, Pekalongan.

Pemiliknya adalah KH. Amrudin

Nasichun, seorang tokoh agama jamaah

Rifa’iyah. Beliau memiliki dua versi

naskah NS, yakni naskah tulisan tangan

serta naskah fotokopi tulisan tangan yang

lain. Naskah tulisan tangan NS diperoleh

dari warisan orang tua, sedangkan naskah

fotokopi didapat dari Perpustakaan

Rifa’iyah yang berlokasi di desa Jajar

Wayang, Bojong, Pekalongan. Beliau

menuturkan bahwa naskah tulisan tangan

yang dimiliki bukan merupakan naskah

asli, melainkan naskah salinan. Naskah asli

NS sudah tidak diketahui lagi

keberadaannya. Kondisi naskah yang

berupa tulisan tangan sudah mulai

mengalami kerusakan. Sampul serta

jilidannya sudah terlepas dan hilang.

Halamannya pun banyak yang berlubang

serta ada beberapa tulisan yang tintanya

mulai luntur dan pudar. Sementara itu,

naskah fotokopi merupakan fotokopi dari

naskah tulisan tangan yang lain, hasil dari

beberapa salinan. Naskah tulisan tangan

dari naskah fotokopi juga tidak diketahui

keberadaannya.

Pada proses penyalinan naskah

tersebut terdapat korupsi teks. Hal ini

dilihat dari beberapa kesalahan penulisan

serta teks yang rumpang pada naskah

fotokopi. Oleh karena itu, perlu dilakukan

kritik teks yang menghasilkan suntingan

teks terhadap naskah tulisan tangan.

Tujuannya agar dihasilkan teks yang bersih

mendekati teks asli.

Kondisi NS yang ditulis dengan

aksara Arab Pegon dalam bahasa Jawa dan

Arab membuatnya sulit untuk dibaca dan

dipahami oleh masyarakat umum. Maka

dari itu, perlu dilakukan transliterasi dan

penerjemahan. Hal tersebut bertujuan agar

naskah NS yang merupakan hasil budaya

masa lampau dapat diketahui dan dikaji

isinya sehingga bermanfaat bagi

masyarakat umum.

Isi NS memuat penjelasan KH.

Ahmad Rifa’i tentang ajaran salat Jumat

dalam hal keabsahan sesuai dengan

mazhab Imam Syafii. Kandungan isi NS

tergolong unik dan menarik, terutama

pembahasan mengenai keabsahan salat

Page 3: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

3

Jumat dengan bilangan empat orang. Hal

itu berbeda dengan paham yang dianut

masyarakat muslim bermazhab Syafii pada

umumnya. Mereka meyakini bahwa salah

satu syarat sah salat Jumat yaitu dilakukan

minimal oleh empat puluh orang, bukan

empat orang.

Ajaran salat Jumat yang demikian

dapat menimbulkan salah paham dan kesan

menyimpang bagi kalangan di luar

Rifa’iyah apabila tidak mengetahui secara

pasti alasan dan dasar yang menjadi

sumber rujukan. Hal tersebut dapat

memicu konflik yang berujung pada

perpecahan. Untuk itu, alasan serta dasar

yang menjadi sumber rujukan KH. Ahmad

Rifa’i tentang keabsahan salat Jumat yang

dikerjakan oleh empat orang dapat

diketahui dan dipahami dengan mengkaji

isi teks NS. Selain itu, dapat pula diketahui

nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran

tersebut.

Hasil penelusuran yang dilakukan

penulis melalui jelajah internet dan katalog

perpustakaan menunjukkan bahwa belum

terdapat penelitian yang mengkaji isi

naskah NS. Oleh karena itu, penulis merasa

tertarik dan perlu untuk mengkaji naskah

tersebut. Berdasarkan uraian di atas, kajian

yang sesuai terhadap NS adalah kajian

filologi dan analisis isi.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut,

rumusan masalah penelitian ini mencakup

(1) deskripsi hasil suntingan teks serta

terjemahan NS, (2) ajaran salat Jumat KH.

Ahmad Rifa’i yang terkandung dalam

naskah NS, (3) nilai-nilai yang tekandung

dalam ajaran salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i dalam naskah NS.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini yaitu (1) membuat deskripsi,

suntingan teks beserta terjemahan teks NS

(2) mendeskripsikan kandungan isi NS

mengenai ajaran salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i (3) menjelaskan nilai-nilai yang

terkandung dalam ajaran tersebut.

D. Landasan Teori

Teori yang digunakan adalah teori filologi

dan analisis isi. Berikut penjelasannya.

Teori Filologi

Sebagai sebuah studi teks, filologi

memiliki objek kajian dan sasaran kerja.

Objek kajiannya berupa teks serta sasaran

kerja berupa naskah. Berkaitan dengan itu,

ilmu yang membahas tentang teks disebut

tekstologi, sedangkan ilmu mengenai seluk

beluk naskah disebut kodikologi (Baried,

dkk., 1994: 6). Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa filologi sebagai sebuah

studi merupakan perpaduan dari tekstologi

dan kodikologi.

Secara istilah, filologi sebagai

studi teks yaitu “suatu studi yang

melakukan kegiatannya dengan melakukan

kritik terhadap teks atau kritik teks”

(Suryani, 2012: 3). Kritik teks dilakukan

untuk mendapatkan teks yang bersih dari

kesalahan sehingga mendekati teks asli.

Pemurnian teks tersebut merupakan tugas

utama filologi (Baried, dkk., 1994: 61).

Kesalahan terjadi akibat penyalinan

berulang dalam penurunan teks. Baik

disengaja atau tidak, penurunan yang

dilakukan oleh penyalin akan

menimbulkan bentuk penyalinan yang

tidak setia. Penurunan teks yang tidak

pernah setia itu menimbulkan variasi-

variasi dalam teks. Hal itulah yang menjadi

dasar kerja filologi (Baried, dkk., 1994: 5).

Page 4: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

4

Hasil dari kritik teks berupa

suntingan teks. Suntingan teks tersebut

selanjutnya menjadi edisi suntingan teks

kritis. Proses penyuntingan teks dilakukan

dengan menerapkan metode tertentu.

Penerapan metode suntingan teks

didasarkan pada jenis teks yang disunting.

Teks tunggal dapat disunting dengan

metode edisi diplomatis maupun edisi

standar atau edisi kritis. Sementara itu,

penyuntingan terhadap teks jamak dapat

menggunakan satu dari empat metode.

Empat metode suntingan teks jamak antara

lain metode intuitif, metode objektif,

metode gabungan serta metode landasan

(Suryani, 2012: 77-79).

Teori Analisis Isi

Analisis isi disebut juga analisis konten.

Endraswara (2013: 160) menyatakan

bahwa analisis isi tergolong kajian baru

ditinjau dari sasaran yang hendak

diungkap, yakni berupa pesan dalam karya

sastra. Analisis konten merupakan strategi

untuk menangkap pesan karya sastra

(Endraswara, 2013: 161).

Analisis isi berkaitan dengan isi

komunikasi. Dalam karya sastra, isi yang

dimaksud ialah pesan-pesan yang sesuai

dengan hakikat sastra (Ratna, 2009: 48).

Karya sastra merupakan media komunikasi

antara pengarang dan pembaca. Karya

sastra berisi pesan yang hendak

disampaikan pengarang kepada pembaca.

Analisis isi digunakan untuk mengungkap,

memahami dan menangkap pesan dalam

karya sastra tersebut (Endraswara, 2013:

160).

Metode analisis isi terdiri dari dua

macam isi, yakni isi laten dan isi

komunikasi. Isi laten terkandung dalam

dokumen dan naskah sebagaimana

dimaksudkan oleh penulis. Analisis

terhadap isi laten menghasilkan arti.

Sementara itu, isi komunikasi ialah pesan

yang terkandung sebagai akibat

komunikasi yang terjadi. Analisis isi

komunikasi menghasilkan makna. Isi

komunikasi inilah yang menjadi objek

formal dalam metode analisis isi. (Ratna,

2009, 48-49).

Pemanfaatan analisis isi dalam

sebuah kajian bertujuan untuk

mengungkap kandungan nilai tertentu

dalam karya sastra. Hal ini karena pada

dasarnya analisis isi merupakan upaya

untuk memahami karya sastra dari aspek

ekstrinsik. Aspek ekstrinsik karya sastra

tersebut cukup banyak. Beberapa di

antaranya yaitu pesan moral atau etika,

nilai pendidikan (didaktis), nilai filosofis,

nilai religius, nilai kesejarahan dan lain

sebagainya (Endraswara, 2013: 160).

E. Metode

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan

langkah inventarisasi melalui dua cara,

yakni studi pustaka dan studi lapangan.

Untuk metode studi pustaka, sumber data

didapat dari katalog serta buku atau daftar

naskah. Untuk studi lapangan,

pengumpulan dilakukan dengan

mendatangi tempat penyimpanan naskah di

masyarakat seperti pesantren atau surau

(Djamaris, 2002: 10-11).

` Dalam penelitian ini, penulis

melakukan studi lapangan terlebih dahulu

kemudian studi pustaka. Studi lapangan

yang dilakukan penulis yakni dengan

mendatangi kediaman KH. Amrudin

Nasichun di dukuh Paesan Tengah,

Kedungwuni, Pekalongan. Hasilnya,

penulis menemukan naskah NS dalam dua

versi, yakni naskah tulisan tangan dan

naskah fotokopi.

Page 5: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

5

Setelah melakukan studi lapangan,

penulis kemudian melakukan studi

pustaka. Studi pustaka dilakukan melalui

buku katalog dan katalog online. Selain itu,

penulis juga melakukan jelajah internet

guna mengetahui keberadaan naskah lain.

Secara manual, penulis melakukan

pembacaan terhadap tiga buku katalog,

yakni Katalog Induk Naskah-naskah

Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional

Indonesia, Katalog Induk Naskah-naskah

Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra

Universitas Indonesia, serta Kraton

Yogyakarta: Katalog Induk Naskah-

Naskah Nusantara Jilid 2. Katalog online

yang digunakan antara lain 1) katalog

online PNRI dengan alamat

http://opac.pnri.go.id/; 2) katalog naskah

koleksi Universitas Indonesia dengan

alamat

http://lib.ui.ac.id/listtipekoleksi.jsp?id=116

; dan (3) katalog Museum Sonobudoyo

melalui website

https://catalog.hathitrust.org/Record/00243

3677. Sementara itu, jelajah internet

dilakukan melalu situs pencarian Google.

Hasilnya tidak ditemukan naskah lain

dengan judul yang sama maupun naskah

yang memuat teks yang sama.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan dua tahapan, yakni

analisis filologi dan analisis isi. Analisis

filologi dilakukan dengan menerapkan

langkah kerja berupa deskripsi naskah,

perbandingan naskah, penentuan dasar-

dasar penyuntingan teks, transliterasi atau

alih aksara, suntingan teks, serta translasi

atau penerjemahan. Selanjutnya dilakukan

analisis isi dengan tiga prosedur penelitian.

Pertama, pengadaan data berupa penentuan

data dan perekaman atau pencatatan data.

Kedua, proses inferensi dan analisis berupa

penarikan simpulan terlebih dahulu yang

kemudian dijadikan sebagai dasar analisis.

Ketiga, validitas dan reliabilitas berupa

validitas semantis dan penyesuaian hasil

penelitian dengan kajian pustaka

berdasarkan pengamatan dan pembacaan

yang cermat.

Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data disajikan dengan

metode deskriptif analisis, yakni

pemaparan hasil analisis dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang

kemudian diberi analisis berupa

penguraian disertai dengan pemahaman

dan penjelasan secukupnya.

PEMBAHASAN

Kajian filologi terhadap naskah NS

menghsilkan deskripsi naskah, suntingan

teks serta terjemahan. Hal ini

mempermudah pembacaan dan

pemahaman terhadap isi teks. Selanjutnya

diterapkan kajian analisis isi untuk

mengetahui ajaran salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i dalam naskah NS serta nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya. Berikut

hasil kajian analisis isi terhadap naskah

NS.

A. Ajaran Salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i dalam Naskah NS

Naẓam Samḥiyyah atau NS merupakan

salah satu karangan KH. Ahmad Rifa’i

yang menjelaskan tentang salat Jumat.

Ajaran salat Jumat KH. Ahmad Rifa’i

dalam NS terbagi dalam dua bab

pembahasan yang dipisahkan dengan kata

Tanbihun yang berarti peringatan. Bab

pertama membahas tentang keabsahan

salat Jumat dengan bilangan empat orang.

Bab kedua menjelaskan tentang ulama

alim adil serta perannya dalam mencapai

Page 6: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

6

keabsahan salat Jumat. Berkaitan dengan

ulama, di dalamnya juga dibahas tentang

ilmu. Berikut penjelasan masing-masing

bab tersebut.

1. Keabsahan Salat Jumat dengan

Bilangan Empat Orang

Beberapa alasan yang dikemukakan KH.

Ahmad Rifa’i mengenai ajaran salat Jumat

dengan bilangan empat orang yaitu alasan

kemurahan syariat, taklid pada pendapat

Imam Syafii, serta pemenuhan rukun dan

syarat.

Kemurahan Syariat

Kemurahan syariat diberikan agar ajaran

Islam dapat tetap diamalkan tanpa

memberatkan para pemeluknya. Salat

Jumat yang diterangkan oleh KH. Ahmad

Rifa’i dalam NS adalah salat Jumat yang

dilaksanakan oleh masyarakat pedukuhan

pada waktu itu. Dukuh adalah dusun atau

kampung kecil yang merupakan bagian

dari desa. Salat Jumat dengan empat puluh

orang sulit dilakukan dalam lingkungan

yang demikian. Hal ini karena sulitnya

mengumpulkan orang-orang yang

memenuhi syarat dengan jumlah sebanyak

itu.

Dalam sebuah literatur fikih

mazhab Syafii, yakni kitab Kāsyifah as-

Sajā karangan Syaikh Nawawi al-Bantani,

disebutkan bahwa empat puluh orang

tersebut disyaratkan bukan orang yang

ummi, yakni orang yang tidak bisa

membaca surat al-Fatihah dengan baik dan

benar sesuai ilmu tajwid, serta bukan pula

orang bodoh yang lalai atau tidak mau

belajar (2013: 559). Syaikh Nawawi juga

menambahkan keterangan dari Syaikh

Bajuri bahwa orang-orang tersebut juga

disyaratkan harus tersahkan salatnya untuk

diri sendiri (2013: 560). Dengan demikian,

mereka diharuskan mengetahui ketentuan-

ketentuan ibadah salat yang menjadi syarat

sahnya.

Pada masa itu, pengetahuan

masyarakat tentang agama masih kurang.

Terlebih bagi masyarakat yang tinggal di

daerah terpencil seperti pedukuhan.

Melihat kondisi masyarakat dan wilayah

yang demikian, maka KH. Ahmad Rifa’i

menyatakan bahwa salat Jumat sah

dilakukan dengan empat orang yang

memenuhi syarat. Jumlah itu lebih

dimungkinkan untuk dicapai dibandingkan

dengan jumlah empat puluh orang. Jumlah

yang lebih sedikit itu juga memudahkan

masyarakat untuk menyelenggarakan salat

Jumat. Penerapan syariat Islam yang sesuai

dengan kondisi masyarakat ini

menunjukkan bahwa ajaran KH. Ahmad

Rifa’i bersifat kontekstual. Ajaran yang

demikian bertujuan untuk memudahkan

masyarakat dalam pengamalannya.

Taklid pada Pendapat Imam Syafii

Pendapat KH. Ahmad Rifa’i tentang

keabsahan salat Jumat dengan bilangan

empat orang berdasarkan pada pendapat

Imam Syafii. Hal tersebut diambil dari

penuturan guru beliau, Syaikh Muhammad

bin Abdul Aziz al-Jaisyi. Syaikh

Muhammad berkata bahwa pendapat Imam

Syafii dalam bab bilangan orang salat

Jumat ada tiga. Satu pendapat merupakan

pendapat baru dan dua lainnya merupakan

pendapat lama.

Pendapat baru Imam Syafii

menyatakan bahwa salat Jumat sah jika

dikerjakan paling sedikit oleh empat puluh

orang dengan syarat laki-laki, merdeka,

mukalaf (berakal dan balig), serta

bermukim atau tinggal menetap di tempat

diselenggarakannya salat Jumat.

Keterangan ini sesuai penjelasan dalam

kitab-kitab fikih mazhab Syafii, di

antaranya dalam kitab Fatḥ al-Qarīb.

Page 7: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

7

Sementara itu, pendapat lama yang

pertama menyatakan salat Jumat sah

dengan bilangan empat orang, sedangkan

pendapat lama yang kedua menyatakan

dua belas orang. Baik pendapat baru

maupun pendapat lama, syarat yang

diwajibkan sama seperti keterangan yang

sudah disebutkan.

Menurut ulama mutaakhirin, yakni

golongan ulama terdahulu yang hidup pada

periode setelah tahun 600 H., pendapat

yang dapat dijadikan pegangan ialah

pendapat baru yang menyatakan jumlah

bilangan salat Jumat sebanyak empat puluh

orang. Dengan demikian, status pendapat

lama menjadi lemah (NS : 4-5). Pendapat

yang lemah tersebut sah hukumnya serta

boleh diikuti. KH. Ahmad Rifa’i

mendasarkan hal tersebut pada keterangan

dalam kitab al-Hawasyi al-Madaniyyah.

Dalam kitab karya Syaikh Sulaiman Kurdi

itu dijelaskan bahwa pendapat yang lemah

boleh digunakan asal tidak dijadikan

sebagai fatwa secara mutlak (Djamil, 2001:

89).

Masyarakat awam yang kurang

pengetahuan ilmu agamanya tentu sulit

untuk memahami dasar hukum serta

keterangan mengenai keabsahan salat

Jumat seperti yang sudah dijelaskan.

Mereka belum mampu memahami dalil

serta kaidah fikih. Bagi orang awam, taklid

ialah mengikuti pendapat ulama tanpa

mengetahui dalil yang digunakan. Oleh

karena itu, mereka diperbolehkan untuk

taklid atau mengikuti pendapat orang lain

yang mengatakan bahwa salat Jumat sah

didirikan oleh empat orang berdasarkan

pendapat Imam Syafii (NS: 7-8). Dengan

demikian, orang awam tersebut dapat

taklid kepada Imam Syafii secara tidak

langsung, melainkan mengikuti orang lain

yang mempunyai pengetahuan agama di

atas mereka, dalam hal ini adalah KH.

Ahmad Rifa’i

Pemenuhan Rukun dan Syarat

Semua rukun dan syarat ibadah salat Jumat

dapat terpenuhi apabila orang yang

menjadi jumlah bilangan Jumat memiliki

pengetahuan tentang itu. Orang tersebut

harus mengetahui dan mengerti ketentuan

serta perincian salat Jumat terutama rukun

dan syarat. Itu berarti orang tersebut bukan

orang yang bodoh dalam hal ibadah,

khususnya ibadah salat Jumat. Maka dari

itu, dikatakan tidak sah orang yang

mengikuti salat Jumat dalam kebodohan

(NS: 10). Hal tersebut menjadi syarat bagi

masing-masing orang yang menjadi

bilangan salat Jumat.

Satu orang yang tidak memenuhi

syarat dapat mengakibatkan jumlah

bilangan berkurang. Hal tersebut

mengakibatkan syarat sah salat Jumat tidak

dapat terpenuhi. Apabila didasarkan pada

pendapat baru yang menyatakan sah salat

Jumat dengan bilangan empat puluh orang,

maka salat Jumat menjadi tidak sah karena

jumlah tersebut tidak terpenuhi. Bilangan

salat Jumat tidak genap mencapai empat

puluh disebabkan satu orang yang tidak

memenuhi syarat. Pencapaian bilangan

sebanyak empat puluh orang sulit

dilakukan melihat kondisi masyarakat pada

waktu itu. Oleh karena itu, KH. Ahmad

Rifa’i mengajarkan salat Jumat dengan

bilangan empat orang berdasarkan pada

pendapat lama. Jumlah yang sedikit itu

lebih memungkinkan untuk dicapai

sehingga syarat sah salat Jumat dapat

terpenuhi.

2. Peran Ulama Alim Adil dalam

Mencapai Keabsahan Salat Jumat

Dalam NS, KH. Ahmad Rifa’i

menyebutkan dua macam ulama, yakni

Page 8: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

8

ulama alim adil, beliau juga menyebutkan

tentang ulama alim fasik. Ciri-ciri ulama

alim adil yaitu mempunyai sifat alim, adil

riwayat, jujur, dan dapat dipercaya. Alim

yang dimaksud yaitu mengetahui aturan

syariat, sedangkan yang dimaksud adil

riwayat adalah tidak pernah melakukan

perbuatan dosa besar serta tidak

melakukan perbuatan dosa kecil secara

terus menerus. Orang yang demikian

ketika berbuat dosa kecil langsung bertobat

(NS: 11).

Sementara itu, ciri-ciri ulama alim

fasik yang dijelaskan KH. Ahmad Rifa’i

yaitu memiliki sifat kufur, fasik dan

munafik. Ulama tersebut kufur sebab tidak

mau menerima kebenaran syariat, tidak ada

kesungguhan dalam hati terhadap syariat

yang terdapat dalam al-Quran, benci

terhadap syariat yang disampaikan, tidak

mengindahkan serta tidak memberlakukan

aturan syariat yang sebenarnya (NS: 16).

Dikatakan fasik karena ulama tersebut

enggan menaati perintah Allah sehingga

dia sering melakukan perbuatan dosa. Sifat

munafik dijelaskan KH. Ahmad Rifa’i

dengan menyebutkan bahwa tanda-tanda

orang munafik yaitu suka berbohong,

malas mendirikan salat, beribadah karena

dunia dan pamer atau riya, sedikit berzikir,

serta tidak ikhlas beribadah (NS: 18).

Ciri-ciri ulama alim adil serta ulama

alim fasik perlu dan penting untuk

diketahui. Hal ini karena yang dapat

berperan dalam mencapai kebasahan salat

Jumat adalah ulama alim adil. Menurut

KH. Ahmad Rifa’i, peran ulama tersebut

yaitu mengajarkan ilmu salat Jumat,

menyaksikan dan memfatwakan keabsahan

salat Jumat serta menghilangkan

perselisihan dan perbedaan di antara

orang-orang yang menjadi bilangan salat

Jumat.

Mengajarkan Ilmu Salat Jumat

Untuk dapat memenuhi rukun dan syarat,

orang yang menjadi bilangan salat Jumat

harus mengetahui perincian ibadah salat

Jumat. Orang-orang itu bukan orang yang

bodoh. Orang yang mengikuti salat Jumat

dalam kebodohan dihukumi tidak sah.

Oleh karena itu, menurut KH. Ahmad

Rifa’i keabsahan salat Jumat dapat dicapai

apabila terdapat orang yang mengajarkan

ilmu salat Jumat pada semua orang

tersebut sehingga mereka menjadi orang

yang sempurna persyaratannya dan tidak

diragukan lagi keabsahannya dalam salat.

Orang tersebut adalah ulama alim adil.

Menyaksikan dan Memfatwakan

Keabsahan Salat Jumat

Proses menyaksikan pelaksanaan salat

Jumat yang dilakukan oleh ulama alim adil

bertujuan untuk memeriksa pemenuhan

rukun dan syarat. Setelah pemerikasaan

dilakukan, kemudian diberikan hasil

berupa fatwa sebagai bentuk legitimasi

terhadap keabsahan salat Jumat. Selain

sebagai bentuk legitimasi, fatwa ulama

alim adil juga berfungsi sebagai jaminan

atas keabsahan salat Jumat yang dilakukan.

Menghilangkan Perselisihan dan

Perbedaan di antara Orang-Orang yang

Menjadi Bilangan Salat Jumat

Perselisihan dan perbedaan di antara

orang-orang yang menjadi bilangan salat

Jumat menyebabkan salat Jumat tidak sah.

Perbedaan dapat terjadi dalam hal bacaan,

arah kiblat, serta iktikad atau keyakinan

dalam hati. Peran ulama alim adil dalam

hal ini adalah menghilangkan perselisihan

dan perbedaan tersebut. Cara

menghilangkan perselisihan dan perbedaan

tersebut yaitu dengan menyatukan semua

orang dalam satu pandangan. Hal ini

dilakukan melalui ajaran yang disampaikan

Page 9: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

9

ulama tersebut pada orang-orang yang

menjadi bilangan salat Jumat. Dengan

demikian, mereka dapat melaksanakan

salat Jumat dengan tata cara yang sama

sebagaimana yang diajarkan. Dengan

begitu, mereka sepakat bahwa salat semua

orang yang menjadi bilangan salat Jumat

dihukumi sah. Semua berkeyakinan

membenarkan keabsahan salat itu dalam

hati masing-masing.

B. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam

Ajaran Salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i

Dari hasil analisis isi yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa secara garis besar,

ajaran salat Jumat KH. Ahmad Rifa’i

mengandung nilai pendidikan dan nilai

religius atau agama. Nilai pendidikan

berupa pentingnya mencari ilmu,

sementara nilai religius berupa pentingnya

mengikuti ulama dalam beribadah.

1. Pentingnya Mencari Ilmu

Ajaran salat Jumat KH. Ahmad Rifa’i

dalam NS menunjukkan bahwa fokus

utama ajaran tersebut tertuju pada pelaku

atau orang yang mendirikan salat Jumat

dengan menekankan ilmu sebagai dasar

untuk mencapai keabsahannya. Orang

yang menjadi bilangan salat Jumat

disyaratkan bukan orang yang ummi serta

bukan pula orang bodoh yang lalai.

Sehubungan dengan itu, KH. Ahmad Rifa’i

juga menyatakan bahwa salat Jumat dapat

sah jika ada ulama alim adil yang

mengajarkan ilmu syariat, terutama ilmu

salat Jumat kepada semua orang yang

menjadi bilangan tersebut.

Ajaran yang demikian secara tidak

langsung bertujuan untuk mendorong agar

masyarakat mau belajar ilmu syariat agama

Islam. Dorongan tersebut juga ditunjukkan

KH. Ahmad Rifa’i melalui penjelasan

beberapa hal dalam ajaran salat Jumatnya.

Beberapa hal tersebut yaitu keabsahan

ibadah harus sesuai dengan syariat,

keabsahan ibadah dengan berdasarkan

ilmu, kewajiban menghiasi diri dengan

ilmu, serta kewajiban bertanya kepada ahli

ilmu.

Keabsahan ibadah harus sesuai

dengan syariat. Oleh karena syariat

menjadi patokan terhadap keabsahan

ibadah, maka orang yang beribadah harus

mengetahui aturan syariat. Caranya tidak

lain dengan mempelajarinya.

Keabsahan ibadah juga harus

berdasarkan ilmu. Meski ibadah yang

dilakukan benar dan sesuai dengan syariat,

ibadah tersebut tetap tidak sah jika hal itu

hanya meniru terhadap adat kebiasaan

tanpa didasarkan pada ilmu. Untuk itu,

wajib hukumnya mempelajari ilmu yang

diperlukan agar i badah sah.

KH. Ahmad Rifa’i dalam NS

menyebutkan perintah tentang kewajiban

menghiasi diri dengan ilmu, baik zahir

maupun batin. Ilmu zahir berupa ilmu fikih

bertujuan agar ibadah sah, sedangkan ilmu

batin, yakni usuluddin dan tasawuf,

bertujuan agar ibadah dilakukan dengan

ikhlas sehingga diterima Allah.

Selain menghiasi diri dengan ilmu,

disebutkan pula kewajiban bertanya pada

ahli ilmu. Hal itu diperuntukkan bagi orang

bodoh serta orang yang kurang alim atau

orang alim yang kurang pengetahuannya

dalam hal tertentu.

2. Pentingnya Mengikuti Ulama

dalam Beribadah

Pentingnya mengikuti ulama dalam

beribadah ditunjukkan KH. Ahmad Rifa’i

melalui dua hal dalam ajaran salat

Jumatnya. Pertama, dalam hal keabsahan

Page 10: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

10

salat Jumat dengan empat orang, beliau

mengikuti pendapat Imam Syafii, seorang

ulama yang memiliki pemahaman serta

keilmuan mendalam dalam masalah

agama. Kedua, dalam hal kewajiban

meminta kesaksian dan fatwa dari ulama

alim adil tentang kebasahan salat Jumat.

Alasannya selain karena

pemahaman syariat dan ilmu agama,

terdapat faktor-faktor lain yang dimiliki

ulama sehingga mengikutinya dalam

beribadah merupakan hal yang penting,

terutama bagi orang awam. Satu di

antaranya yaitu kemampuannya dalam

menujukkan keabsahan ibadah dan iman.

Hal ini berarti bahwa ulama dapat

mengetahui hal-hal yang samar sebab

kedalaman ilmu yang dimiliki. Selain itu,

ulama juga mampu menunjukkan jalan

menuju Allah. Alasannya karena ulama

merupakan pewaris para nabi yang

bertugas membimbing umat dengan

mengajarkan ilmu syariat. Untuk itu,

ulama juga memiliki keutamaan sebagai

ahli ilmu. Sebagai ahli ilmu, ulama

mempuyai kedudukan dan derajat yang

mulia. Mengikuti ulama berarti mengikuti

ajaran Allah dan rasulnya. Oleh karenanya,

mengikuti ulama dalam beribadah

merupakan hal yang penting.

SIMPULAN

Ajaran salat Jumat KH. Ahmad Rifa’i

dalam NS mencakup dua hal, yakni

keabsahan salat Jumat dengan bilangan

empat orang serta peran ulama alim adil

dalam mencapai keabsahan salat Jumat.

Keabsahan salat Jumat dengan bilangan

empat orang diajarkan KH. Ahmad Rifa’i

dengan berdasarkan pada beberapa alasan.

Alasan-alasan tersebut yaitu alasan

kemurahan syariat, taklid pada pendapat

Imam Syafii serta pemenuhan rukun dan

syarat.

Sementara itu, terdapat tiga peran

penting ulama alim adil dalam mencapai

keabsahan salat Jumat. Tiga peran penting

ulama alim adil dalam mencapai

keabsahan salat Jumat yang diajarkan KH.

Ahmad Rifa’i dalam NS yakni

mengajarkan ilmu salat Jumat pada semua

orang yang menjadi bilangan salat Jumat,

menyaksikan dan memfatwakan keabsahan

Salat Jumat serta menghilangkan

perselisihan dan perbedaan di antara

orang-orang yang menjadi bilangan salat

Jumat.

Di balik ajaran salat Jumat yang

demikian terdapat pesan yang hendak

disampaikan oleh KH. Ahmad Rifa’i.

Melalui analisis isi disimpulkan bahwa

pesan yang dimaksud berupa nilai

pendidikan dan nilai religius atau agama.

Nilai pendidikan berupa pentingnya

mencari ilmu, sementara nilai religius

berupa pentingnya mengikuti ulama dalam

beribadah.

Ajaran salat Jumat KH. Ahmad

Rifa’i secara tidak langsung bertujuan

untuk mendorong agar masyarakat mau

belajar ilmu syariat agama Islam.

Dorongan tersebut juga ditunjukkan KH.

Ahmad Rifa’i melalui penjelasan beberapa

hal dalam ajaran salat Jumatnya. Beberapa

hal tersebut yaitu keabsahan ibadah harus

sesuai dengan syariat, keabsahan ibadah

dengan berdasarkan ilmu, kewajiban

menghiasi diri dengan ilmu, serta

kewajiban bertanya kepada ahli ilmu.

Selain itu, ajaran salat Jumat KH.

Ahmad Rifa’i juga memuat pesan

mengenai pentingnya mengikuti ulama

dalam beribadah. Alasannya selain karena

pemahaman syariat dan ilmu agama,

terdapat faktor-faktor lain yang dimiliki

ulama sehingga mengikutinya dalam

Page 11: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

11

beribadah merupakan hal yang penting,

terutama bagi orang awam. Beberapa di

antaranya yaitu kemampuannya dalam

menujukkan keabsahan ibadah dan iman,

menunjukkan jalan menuju Allah, serta

keutamaan yang dimilikinya sebagai ahli

ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. 2013. Hukum

Islam: Pengantar Ilmu Hukum

dan Tata Hukum Islam di

Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Bajuri, Syaikh Ibrahim al-. tt. Bajuri.

Singapura: al-Haramain.

Bantani, Syaikh Nawawi al-. 1995.

Terjemah Tanqihul Qoul

(Diindonesiakan oleh Zaid

Husein Al-Hamid). Surabaya:

Mutiara Ilmu.

______. 2010. Terjemah Maroqi

‘Ubudiyah (Diindonesiakan oleh

Zaid Husein Al-Hamid).

Surabaya: Mutiara Ilmu.

______. 2013. Kasyifatus Saja

(Diindonesiakan oleh Zainal Arifin

Yahya). Jakarta: Pustaka Mampi.

______. 2016. Sullamut Taufiq Berikut

Penjelasannya (Diindonesiakan

oleh Moch. Anwar dan Anwar

Abu Bakar). Bandung: Penerbit

Sinar Baru algesindo.

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar

Teori Filologi. Yogyakarta: Badan

Penelitian dan Publikasi

Fakultas (BPPF) Seksi Filologi,

Fakultas Sastra Universitas Gadjah

Mada.

Behrend, T.E. (ed). 1998. Katalog Induk

Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4

Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Behrend, T.E. dan Titik Pudjiastuti (ed).

1997. Katalog Induk Naskah-

Naskah Nusantara Jilid 3-A

Fakultas Sastra Universitas

Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2013.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Pusat Bahasa Edisi Keempat.

Jakarta: Gramedia.

Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian

Filologi. Jakarta: CV Manasco.

Djamil, Abdul. 1999. “KH. Ahmad Rifa’i

Kalisalak; Studi Tentang

Pemikiran dan Gerakan Islam

Abad Sembilan Belas (1786 –

1876)” Disertasi S-3 Ilmu Agama

Islam Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga. httpdigilib.uin-

suka.ac.id144291BAB%20I%2C%

20VI%2C%20DAFTAR%20PUS

TAKA.pdf (Diakses pada 30

November 2016).

_____. 2001. Perlawanan Kiai Desa:

Pemikiran dan Gerakan Islam KH.

Ahmad Rifa’i Kalisalak.

Yogyakarta: LkiS.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi,

Penelitian Sastra: Epistemologi,

Model, Teori, dan Aplikasi.

Yogyakarta: CAPS (Center for

Academic Publishing Service).

Page 12: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

12

Ghazy, Imam Muhammad bin Qosim al-.

1991. Terjemah Fat-hul Qorib

Jilid I (Diindonesiakan oleh

Achmad Sunarto). Surabaya: Al-

Hidayah.

Jafar, Koharudin. 2007. “Jumlah Jama’ah

Jum’at (Studi Pemikiran KH.

Ahmad Rifa’i dan M. Hasbi Ash

Shiddieqy” Skripsi S-1 Jurusan

Perbandingan Mazhab dan

Hukum Fakultas Syari’ah

Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga. httpdigilib.uin-

suka.ac.id184841BAB%20I%2C%

20V%2C%20DAFTAR%20PUST

AKA.pdf (Diakses pada 06

Desember 2016)

Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu

Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Lindsay, Jennifer dkk., 1994. Kraton

Yogyakarta: Katalog Induk

Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2.

Jakarta: Yayasan Obor.

Lubis, Nabilah. 1996. Naskah, Teks dan

Metode Penelitian Filologi.

Jakarta: Forum Kajian Bahasa

dan Sastra Arab, Fakultas Adab

IAIN Syarif Hidayatullah.

Malibariy, Syaikh Zainuddin bin Abdul

Aziz al-. 1980. Terjemah Fathul

Mu’in Jilid 1 (Diindonesiakan oleh

Aliy As’ad). Kudus: Penerbit

Menara Kudus.

Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1994.

Kodikologi Melayu di Indonesia.

Depok: Lembaran Sastra

Universitas Indonesia.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al

Munawwir Kamus Arab-

Indonesia. Surabaya: Pustaka

Progressif.

Muzakka, Moh. “Puisi Jawa sebagai Media

Pembelajaran Alternatif di

Pesantren (Kajian Fungsi terhadap

Puisi Singir)”. Makalah Kongres

Bahasa Jawa IV. 10-14 September

2006. Badan Bahasa

Kemendikbud. Semarang.

Nawawi, Imam Abu Zakaria Muhyiddin

Yahya bin Syarifuddin an-. tt.

Terjemah Hadits Arba’in

Annawawiyah dengan Terjemah

dalam Bahasa Indonesia

(Diindonesiakan oleh Muhammad

Saedy). Surabaya: Bursa Ilmu.

_______. 2010. Al Amjmu’ Syarah Al

Muhadzdzab / Imam Nawawi

(Diindonesiakan oleh Abdul

Somad dan Umar Mujtahid).

Jakarta: Pustaka Azzam.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori,

Metode, dan Teknik Penelitian

Satra dari Strukturalisme hingga

Postrukturalisme Perspektif

Wacana Naratif. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sudarmanto. 2008. Kamus Lengkap

Bahasa Jawa: Jawa – Indonesia ;

Indonesia – Jawa. Semarang:

Penerbit Widya Karya.

Suryani, Elis. 2012. Filologi. Bogor:

Penerbit Ghalia Indonesia.

Page 13: “AJARAN SALAT JUMAT KH. AHMAD RIFA’I DALAM NASKAH … · 2020. 12. 26. · several reasons, i.e. for the mercy of the shari'a (Islamic rules), obedience (taklid) toward the opinion

13

Syafii, Syaikh Ahmad bin Ruslan asy-.

1984. Matnu az-Zubad. Makkah:

Maktabah ats-Tsaqafah.

Tamam, Aris. 2008. “Pemikiran KH.

Ahmad Rifa’i tentang Ibadah

Shalat Jum’at (Kajian atas Kitab

Taisir)” Skripsi S-1 Jurusan

Syari’ah IAIN Pekalongan.

Tim Jurusan Sastra Indonesia. 2012. Buku

Pedoman Pembimbingan,

Konsultasi dan Penulisan Skripsi.

Semarang: FASindo.

Wojowasito. 1977. Kamus Kawi-

Indonesia. Malang: Penerbit CV

Pengarang.

Zarnuji, Imam Burhanul Islam az-. 2012.

Etika Menuntut Ilmu: Terjemah

Ta’limul Muta’allim Makna Jawa

Pegon dan Terjemah Indonesia

(Diindonesiakan oleh Achmad

Sunarto). Surabaya: Penerbit Al-

Miftah.