Antiseptik, Desinfektan Dan Thermal Death Time

19
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PRAKTIKUM ANTISEPTIK DAN DESINFEKTAN THERMAL DEATH TIME Dibuat oleh: Yesaya Reuben Natanael (2313100146) LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

description

it is a microbiologi lab report, concerning antiseptic influence toward media and also a thermal death time of an E. coli

Transcript of Antiseptik, Desinfektan Dan Thermal Death Time

  • LAPORAN RESMI

    PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

    PRAKTIKUM

    ANTISEPTIK DAN DESINFEKTAN

    THERMAL DEATH TIME

    Dibuat oleh:

    Yesaya Reuben Natanael

    (2313100146)

    LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA

    2015

  • 2

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    LAPORAN RESMI

    ANTISEPTIK, DESINFEKTAN DAN THERMAL DEATH TIME

    I. Tujuan

    I.1. Antiseptik dan Desinfektan

    Tujuan dari percobaan antiseptik dan desinfektan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

    antiseptik dan desinfektan terhadap pertumbuhan mikrooganisme

    1.2. Thermal Death Time

    Tujuan dari percobaan thermal death time ini adalah untuk mengetahui waktu terpendek

    untuk membunuh mikroorganisme pada suhu dan kondisi tertentu.

    II. Pengamatan

    II.1 Antiseptik dan Desinfektan

    Tabel II.1 Hasil Pengamatan Percobaan Antiseptik pada Media PDA

    Jenis

    Antiseptik

    Waktu

    Pengamatan

    Jenis Jamur

    Trichoderma viridae Rhizopus oligosporus

    Dettol

    Handwash

    24 jam Blangko

    Blangko

  • 3

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Keterangan:

    - Diameter kertas saring

    - Zona bebas bakteri

    - Warna media

    - Warna zona bebas

    - Keterangan tentang

    koloni bakteri

    1,9 cm

    2 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Menyebar merata

    1,9 cm

    3,5 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Menyebar merata

    48 jam Blangko

    Blangko

  • 4

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Keterangan:

    - Diameter kertas saring

    - Zona bebas bakteri

    - Warna media

    - Warna zona bebas

    - Keterangan tentang

    koloni bakteri

    1,9 cm

    5 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Tidak merata penyebaranya

    1,9 cm

    3,5 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Menyebar merata

    Tabel II.2 Hasil Pengamatan Percobaan Desinfektan pada Media PDA

    Jenis

    Desinfektan

    Waktu

    Pengamatan

    Jenis Jamur

    Trichoderma viridae Rhizopus oligosporus

    24 jam Blangko

    Blangko

  • 5

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Keterangan:

    - Diameter kertas saring

    - Zona bebas bakteri

    - Warna media

    - Warna zona bebas

    - Keterangan tentang

    koloni bakteri

    1,9 cm

    4 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Menyebar merata

    1,9 cm

    3 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    Menyebar merata

    48 jam Blangko

    Blangko

    Keterangan:

    - Diameter kertas saring

    - Zona bebas bakteri

    - Warna media

    - Warna zona bebas

    1,9 cm

    4,5 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

    1,9 cm

    2,8 cm

    Kuning keputihan

    Kuning keputihan

  • 6

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    - Keterangan tentang

    koloni bakteri

    Menyebar merata Menyebar merata

    II.2 Thermal Death Time

    Tabel II.3 Percobaan Thermal Death Time pada Suhu 65C, t0 = 0

    Run Kotak

    Total Jumlah Sel

    / Kotak A B C D E

    1 3 2 4 5 2 16 3.33

    2 3 1 4 3 2 13 2.6

    3 2 2 4 4 1 13 2.6

    8.53

    Jumlah sel bakteri rata-rata = 8,53/3 sel / kotak = 2,843 sel / kotak

    Jumlah sel bakteri = 71,075 sel / mm2

    = 710,75 sel / mm3

    Jadi jumlah sel bakteri pada t0 =7,1075 x 105 sel / ml sampel

    Tabel II.4 Percobaan Thermal Death Time pada Suhu 65C, t1 = 5 menit

    Run Kotak

    Total Jumlah Sel

    / Kotak A B C D E

    1 2 1 5 3 1 12 2,4

    2 1 1 5 2 1 10 2

    3 2 1 4 2 1 10 2

    6,4

    Jumlah sel bakteri rata-rata = 6,4/3 sel / kotak = 2,133 sel / kotak

    Jumlah sel bakteri = 53,33 sel / mm2

    =533.5 sel / mm3

    Jadi jumlah sel bakteri pada t1 = 5,333 x 105 sel / ml sampel

  • 7

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Tabel II.5 Percobaan Thermal Death Time pada Suhu 65C, t2 = 10 menit

    Run Kotak

    Total Jumlah Sel

    / Kotak A B C D E

    1 1 0 1 1 1 4 0,8

    2 0 1 0 0 0 1 0,2

    3 1 1 1 2 0 5 1

    2

    Jumlah sel bakteri rata-rata = 2/3 sel / kotak = 0,66 sel / kotak

    Jumlah sel bakteri = 16,67 sel / mm2

    =166,67 sel / mm3

    Jadi jumlah sel bakteri pada t2 = 1,667 x 105 sel / ml sampel

    Tabel II.6 Percobaan Thermal Death Time pada Suhu 65C, t3 = 15 menit

    Run Kotak

    Total Jumlah Sel

    / Kotak A B C D E

    1 2 1 1 1 2 7 1,4

    2 2 2 1 1 1 7 1,4

    3 2 1 1 1 3 8 1,6

    4,4

    Jumlah sel bakteri rata-rata = 4,4/3 sel / kotak = 1,4667 sel / kotak

    Jumlah sel bakteri = 36,667 sel / mm2

    = 366,667 sel / mm3

    Jadi jumlah sel bakteri pada t3 = 3,667 x 105 sel / ml sampel

    Tabel II.7 Percobaan Thermal Death Time pada Suhu 65C, t4 = 20 menit

    Run Kotak

    Total Jumlah Sel

    / Kotak A B C D E

    1 1 0 1 1 2 5 1

    2 1 0 1 1 1 4 0,8

    3 1 2 1 0 1 5 1

  • 8

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Jumlah sel bakteri rata-rata = 2,8/3 sel / kotak = 0,93 sel / kotak

    Jumlah sel bakteri = 23,33 sel / mm2

    = 233,3 sel / mm3

    Jadi jumlah sel bakteri pada t4 = 2,33 x 105

    sel / ml sampel

    Tabel II.8 Data Percobaan Thermal Death Time sebagai Acuan Pembuatan Grafik

    Waktu (menit) Jumlah sel bakteri Log (jumlah sel

    bakteri)

    % Kematian Rata-rata /

    menit

    0 7,1075 x 105 5,85 0

    5 5,33 x 105 5,7267 0,422

    10 1,667 x 105 5,222 1,0735

    15 3,667 x 105 5,564 0,326

    20 2,33 x 105 5,4674 0,4125

    III. Pembahasan

    III.1. Antiseptik

    Tujuan dari percobaan antiseptik ini adalah untuk mengetahui pengaruh antiseptik pada

    pertumbuhan mikroorganisme. Pada era sebelum ditemukan subjek mikrobiologi, bahan kimia telah

    digunakan secara luas pada masa itu untuk mengontrol terjadinya infeksi pada luka terbuka dan

    penyebaran penyakit menular. Penggunaan anggur dan cuka telah banyak digunakan untuk

    penanganan terhadap luka. Kemudian pada tahun 1836, Wallace menggunakan iodin sebagai zat

    antiseptik, namun iodin dapat menyebabkan iritasi sehingga pada 1847, Robet Clover menggunakan

    iodoform. Namun hingga ini penggunaan iodin sebagai antiseptik banyak digunakan pada kegiatan

    medis maupun aktivitas sehari-hari.

    (Seth, 2008)

    Desinfektan adalah zat antimikrobial yang membunuh mikroorganisme, namun tidak

    membunuh sporanya dan digunakan pada benda mati. Antiseptik adalah suatu zat antimikrobial

    yang banyak digunakan pada permukaan kulit makhluk hidup maupun membran mukus. Antiseptik

    dibedakan dengan zat anti-microbial lain seperti desinfektan, sterilan, dan biosida. Antiseptik

  • 9

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    merupakan zat yang membunuh dan menghambat pertumbuhan makhluk hidup pada jaringan hidup,

    seperti kulit.

    (Franklin, 2006)

    Pada percobaan kali ini, langkah pertama ialah mengisi tabung reaksi dengan media yang

    digunakan. Pada percobaan kali ini, media yang digunakan ialah media PDA. PDA, atau Potatoes-

    Dextrose Agar adalah suatu media dari bahan dasar kentang dan dextrose. Media PDA sangat cocok

    digunakan untuk mengembangbiakkan fungi dan molds. Secara umum PDA karena berbahan dasar

    kentang, maka ia mengandung potato, dextrose, air dan juga agar.

    (Prescott,2002)

    Langkah berikutnya ialah mensterilkan semua peralatan beserta media yang akan digunakan.

    Sterilisasi merupakan suatu metode untuk membunuh semua mikroorganisme agar didapatkan suatu

    keadaan yang sterill. Tujuan proses sterilisasi adalah agar pada saat inokulasi, tidak terjadi

    kontaminasi oleh mikroorganisme lain. Proses sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode,

    namun pada percobaan kali ini digunakan metode uap panas, dengan bantuan autoklaf. Autoklaf

    adalah alat sterilisasi, di mana alat praktikum dipanaskan dengan uap aquades jenuh pada suhu 121

    oC dan tekanan 15 psi, selama 15 menit. Pemanasan dilakukan pada suhu 121

    0C ditujukan agar

    dapat membunuh semua mikroorganisme, karena pada suhu ini, bakteri akan mati dengan uap panas

    dan juga pada suhu ini spora tidak dapat hidup, dengan demikian sterilisasi akan berjalan maksimal.

    Pemanasan dilakukan selama 15 menit, karena mikroorganisme dan endospore hanya dapat

    bertahan selama maksimum 13 menit, maka dengan waktu 15 menit dapat dipastikan bahwa alat

    akan steril. Pada saat cawan petri disterilkan, sudah terlebih dahulu dibungkus dengan kertas

    pembungkus coklat dan untuk tabung reaksi perlu untuk disumbat dengan kapas. Tujuan pemberian

    kertas pembungkus dan kapas ialah agar dalam cawan petri maupun tabung reaksi tidak termasuki

    oleh air kondensasi dari proses sterilisasi, hal ini untuk mencegah air mengganggu media inokulasi

    yang disterilkan.

    (Prescott,2002)

    Setelah proses sterilisasi, 6 tabung reaksi, yamg berisi media PDA dan pada kondisi media

    dalam fase cair, jamur diinokulasikan. Jamur yang diinokulasi adalah Rhizopus oligosporus dan

    Trichorderma viridae. Masing-masing jamur diinokulasikan pada tiga tabung reaksi. Selama proses

    inokulasi, semua kegiatan harus dilakukan di dalam in case, dengan tujuan untuk mengurangi

    kontaminasi dari udara ke dalam media. Pada inokulasi dengan menggunakan tabung reaksi, tabung

    reaksi dengan induk biakan dipegang diantara jari telunjuk dan jari tengah dan tabung reaksi yang

  • 10

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    akan diinokulasikan dipegang di antara jari tengah dan jari manis. Selanjutnya, sumbat kapas

    dibuka dengan menggunakan jari manis dan jari tengah. Ujung tabung reaksi dipanaskan, lalu

    didinginkan sejenak, setelah itu loop inokulasi dimasukkan ke dalam tabung biakan induk untuk

    mengambil mikroorganisme. Kemudian bakteri di loop inokulasi ditusukan pada media yang akan

    digunakan untuk inokulasi. Seluruh proses penggoresan tidak boleh merusak media agar. Setelah

    dilakukan penusukan, loop inokulasi dipanaskan kembali dengan api. Pada proses inokulasi, jarum

    ose dan mulut tabung reaksi dipanaskan dengan api, dengan tujuan untuk mensterilkan peralatan

    inokulasi dari mikroorganisme lainya. Namun pemanasan dengan api hanya dapat membunuh

    mikroorganisme yang melekat pada alat inokulasi, maka dari itu tetap disarankan untuk tetap

    menutup tempat media dan tempat inokulasi agar tidak terkontaminasi mikroorganisme dari udara.

    (Reiss, 2011)

    Setelah jamur diinokulasikan, isi tabung reaksi dituang pada cawan petri dan dibiarkan

    memadat. Satu cawan petri dari tiap jenis jamur yang diinokulasikan digunakan sebagai blanko dan

    untuk dua cawan petri lainya digunakan untuk menguji antiseptik dan desinfektan. Pada cawan petri

    yang digunakan untuk menguji antiseptik dan desinfektan, setelah media mulai memadat,

    ditambahkan antiseptik atau desinfektan pada media. Penggunaan antiseptik atau desinfektan pada

    percobaan ini dengan metode disk-diffusion, yaitu kertas saring yang berbentuk lingkaran

    dicelupkan ke dalam antiseptik atau desinfektan dan ditempatkan pada media yang telah diinokulasi

    oleh biakan. Jika zat antiseptik atau desinfektan tersebut bekerja, terdapat daerah bebas bakteri

    terlihat di sekitar kertas saring, yang menunjukkan bahwa antiseptik atau desinfektan menghambat

    pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba.

    (Tortora, 2013)

    Zat antiseptik yang digunakan adalah Dettol Handwash dan desinfektan yang digunakan

    ialah Superpel. Masing-masing zat antiseptik atau desinfektan diletakkan pada cawan petri yang

    berisi media yang telah diinokulasikan, pada setiap variabel jamur yang diamati, sehingga akan

    dipelajari pengaruh zat antiseptic atau desinfektan yang berbeda pada jamur yang berbeda.

    Setelah zat antiseptik telah diletakan pada biakan, biakan dan blanko diinkubasikan pada

    suhu 30 oC selama 24 jam dan 48 jam. Setelah 24 jam diinkubasikan, dilakukan pengamatan. Pada

    jamur Trichoderma viridae dengan antiseptik Dettol Handwash, jamur tumbuh mengelilingi kertas

    saring, dan disekeliling kertas saring terdapat zona yang tidak ditumbuhi bakteri dengan diameter 2

    cm. Pada antiseptik yang sama dengan jamur berbeda, yaitu Rhizopus oligosporus, didapatkan

    bakteri tumbuh mengelilingi kertas saring dengan zona bebas bakteri berdiameter 3,5 cm

  • 11

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    mengelilingi kertas saring. Untuk yang menggunakan desinfektan Super pell, pada jamur T. viridae

    terdapat bakteri mengelilingi kertas saring, dan disekeliling kertas saring terdapat zona yang tidak

    ditumbuhi bakteri dengan diameter 4 cm. Pada desinfektan yang sama dengan jamur berbeda, yaitu

    Rhizopus oligosporus, didapatkan bakteri tumbuh mengelilingi kertas saring dengan zona bebas

    bakteri berdiameter 3 cm mengelilingi kertas saring. Pada pengamatan 24 jam, blanko Rhizopus

    oligosporus dan T. viridae mulai terlihat pertumbuhan walaupun pertumbuhanya belum signifikan

    dari jamur tersebut.

    Setelah inkubasi selama 24 jam, inkubasi pada suhu 30 oC dilanjutkan sampai 48 jam. Hasil

    pengamatan pada 48 jam, secara umum jamur mulai tumbuh lebih baik sehingga zona bebas dari

    antiseptik maupun desinfektan lebih terlihat jelas. Untuk jamur Trichoderma viridae dengan

    antiseptik Dettol Handwash, jamur tumbuh mengelilingi kertas saring, dan disekeliling kertas saring

    terdapat zona yang tidak ditumbuhi bakteri dengan diameter 5 cm. Namun pada jamur ini

    pertumbuhan dari jamur tidak maksimal. Hal ini dapat terjadi karena pengocokan yang belum rata

    pada saat inokulasi dan juga pada saat inokulasi suhu dari media terlalu panas sehingga jamur tidak

    dapat tumbuh secara maksimal. Pada antiseptik yang sama dengan jamur berbeda, yaitu Rhizopus

    oligosporus, didapatkan bakteri tumbuh mengelilingi kertas saring dengan zona bebas bakteri

    berdiameter 3,5 cm mengelilingi kertas saring. Pada jamur ini, tidak terjadi perubahan yang

    signifikan hanya saja pertumbuhan jamur lebih pekat. Untuk yang menggunakan desinfektan, pada

    jamur T. viridae terdapat bakteri mengelilingi kertas saring, dan di sekeliling kertas saring terdapat

    zona yang tidak ditumbuhi bakteri dengan diameter 4,5 cm. Dimana terjadi pembesaran zona bebas

    dari jamur tersebut, hal ini dapat terjadi karena zat dari antiseptik tersebut meresap melalui media

    dan mematikan jamur pada zona sebelumnya sehingga zona bebas bakteri meningkat. Pada

    desinfektan yang sama dengan jamur berbeda, yaitu Rhizopus oligosporus, didapatkan bakteri

    tumbuh mengelilingi kertas saring dengan zona bebas bakteri berdiameter 2,8 cm mengelilingi

    kertas saring. Hal ini dapat terjadi karena jamur lebih merambat pada zona yang sebelumnya zona

    bebas, dengan demikian zona bebas menjadi lebih kecil. Pada pengamatan 48 jam, blanko Rhizopus

    oligosporus dan T. viridae terlihat pertumbuhan signifikan dari jamur tersebut.

    Pada percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa kehadiran zat antiseptik dan desinfektan

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dimana antiseptik Dettol Handwash dan desinfektan

    Superpel dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Namun bila hendak dibandingkan mana

    yang lebih baik, dari hasil percobaan antiseptik memberikan hasil yang lebih baik yang ditunjukan

  • 12

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    dengan lebih besarnya zona bebas dari antiseptik bila dibandingkan dengan yang menggunakan

    desinfektan.

    Antiseptik yang digunakan pada percobaan inialah Dettol Handwash. Dettol handwash

    memiliki suatu kandungan aktif yaitu chloroxylenol. Chloroxylenol meruapak zat aktif yang dapat

    menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada suatu bahan. Secara umum cara kerja

    chloroxyenol ialah ia bekerja seperti pengganggu proton dari suatu mikroorganisme.

    Mikroorganimse mengsekresi proton untuk menghasilkan sumber energi berupa ATP. Ketika

    proton ini diganggu, maka mikroba tidak dapat menghasilkan ATP sehingga ia menjadi mati.

    (Khatun, 2005)

    Gambar III.1 Kandungan Dettol Handwash

    Desinfektan yang digunakan ialah Superpel. Superpel memiliki kandungan aktif berupa

    alcohol ethoxylate yang merupakan zat aktif yang dapat membunuh mikroorganisme. Alcohol

    ethoxylate mengandung rantai etilen oxida yang terdapat gugus alkohol di dalamnya. Adapun rantai

    dari alkohol ethoxylate adalah

    Gambar III.2 Rantai Alkohol Ethoxyate

    Alkohol ethoxylate memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri dan kuman. Hal ini mengapa

    desinfektan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

    (HERA, 2009)

    Gambar III.3 Komposisi Superpel

  • 13

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    III.2. Thermal Death Time

    Percobaan Thermal Death Time ini bertujuan untuk mengetahui waktu terpendek yang

    diperlukan untuk membunuh bakteri pada suhu dan kondisi tertentu. Pada industri pemrosesan

    makanan, diperlukan perlakuan pada makanan tersebut untuk membunuh mikroorganisme patogen

    pada makanan atau minuman namun tidak merusak nutrisi pada makanan tersebut. Thermal Death

    Time digunakan untuk mengetahui lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri pada

    suhu perlakuan tertentu. Nilai waktu ini diperoleh dengan cara menjaga mikroorganisme pada

    temperatur konstan dan menentukan nilai waktu yang dibutuhkan untuk membunuh semua

    mikroorganisme pada suhu yang telah ditentukan tersebut.

    (Garg, 2010)

    Langkah pertama pada percobaan ini adalah sterilisasi alat dengan alkohol 70%. Alkohol

    70% merupakan zat antiseptik yang dapat membunuh mikroorganisme sehingga alat menjadi steril

    dari mikroorganisme.

    (Presscott, 2002)

    Setelah sterilisasi, membuat larutan isotonik sol (1000 ml aquades dan 90 gram NaCl) pada

    beaker glass. Setelah itu menginokulasikan, pada beaker glass, 1 loop ose oleh bakteri Escherecia

    coli. Selanjutnya larutan yang sudah terdapat biakan ini dipindahkan pada 5 tabung reaksi yang

    sudah disterilkan. Pada setiap tabung reaksi diisikan 10 ml larutan hipotonik sol.

    Inokulasi dilakukan dalam larutan isotonik sol untuk mencegah terjadinya plasmolisis

    apabila sel berada pada larutan yang hipertonik di mana air akan keluar dari sel bakteri dan bakteri

    akan mengkerut dan terjadi runtuhnya dinding sel. Selain itu, apabila keadaan larutan berupa

    hipotonik dibandingkan dengan keadaan di dalam sel (misalnya pada air suling), maka akan terjadi

    plasmoptisis di mana air akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan menggembung dan pecah.

    Larutan isotonik sol dibuat untuk menciptakan keadaan lingkungan yang isotonik terhadap sel

    bakteri sehingga baik plasmolisis maupun plasmoptisis tidak terjadi.

    (Meliawati, 2009)

    Langkah berikutnya ialah memanaskan tabung reaksi yang berisi larutan dengan

    menggunakan water bath. Setiap tabung reaksi memiliki variable waktu pemanasan yang berbeda,

    untuk tabung reaksi A, pemansan dilkukakan selama 5 menit, 10 menit untuk tabung reaksi B, 15

    menit pada tabung reaksi C, dan 20 menit pada tabung reaksi D, sedangkan tabung reaksi E tidak

    dipanaskan namun langsung diamati. Pemanasan dilakukan pada waterbath dengan suhu konstan

    pada suhu 65oC.

  • 14

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Setelah dilakukan pemanasan, setiap sampel dari kelima tabung reaksi dilakukan suatu

    pengamatan. Teknik yang digunakan ialah menggunakan direct microscopic count (DMC). Direct

    Microscopic Count, secara umum digunakan untuk menghitung jumlah keseluruhan bakteri

    misalnya pada suatu sampel makanan, seperti susu atau makanan kalengan. Perhitungan

    mikroskopis langsung ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada suatu object glass

    khusus yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu sampel. Object glass

    khusus ini disebut hemasitometer. Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan sel bakteri yang

    cukup banyak per ml sampel, sekitar 10 juta sel bakteri/ml sampel, agar metode ini dapat memberi

    perhitungan jumlah sel mikroorganisme yang akurat. Keuntungan dari metode ini adalah tidak

    diperlukan waktu inkubasi sehingga metode penentuan jumlah sel ini banyak digunakan untuk

    menghitung sel mikroba dalam sampel jika kecepatan waktu menjadi pertimbangan utama.

    (Tortorra, 2013;Benson, 2001;Hayes,1992)

    Counting chamber yaitu suatu alat yang digunakan dalam perhitungan jumlah

    mikroorganisme dimana penghitungannya harus menggunakan mikroskop. Hemasitometer adalah

    suatu alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.

    Selain hemasitometer, adapula alat lain yang dapat digunakan yaitu Petroff-Hauser counting

    chamber yang secara umum prinsip kerjanya serupa dengan hemasitometer. Dinamakan

    hemasitometer karena alat ini pada mulanya diciptakan untuk menghitung sel darah. Hemasitometer

    yang digunakan pada percobaan ini adalah hemasitometer Neubauer dengan kedalaman 0,1 mm.

    Pada Hemasitometer Neubauer terdapat 2 ruang hitung, masing-masing terdapat 9 kotak besar

    dengan luas 1 mm2. Pada kotak dibagian tengah, kotak dibagi menjadi 25 kotak berukuran sedang

    dengan luas 0,04 mm2, dan kotak-kotak ini kemudian dibagi kembali menjadi 16 kotak kecil

    berukuran 0,05 mm x 0,05 mm. Metode direct microscopic count dengan hemasitometer ini

    digunakan untuk menghitung jumlah bakteri dalam suatu sel, namun pada metode ini, populasi

    minimal dalam suatu sampel ialah 600 dan jumlah bakteri per kotak nya 5 sampai 15 sel saja,

    dengan tujuan menjaga agar perhitungan tetap akurat.

    (Aneja, 2003;Laboffe,2010; Tortorra, 2013)

  • 15

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Gambar III.4. Hemasitometer dan Deck Glass

    Gambar III.5. Pembagian ruang hitung pada hemasitometer Neubauer

    Pada hasil pengamatan, dapat diamati bahwa secara umum pertambahan variable waktu

    pemanasan akan berpengaruh terhadap adanya bakteri pada sampel yang diamati. Hal ini terjadi

    karena secara umum, pemanasan akan membunuh bakter E. coli, sehingga dengan ditingkatkannya

    variable pemanasan, maka jumlah E.coli pada sampel pun akan berkurang. Namun terjadi kesalahan

    pada hasil pemanasan 10 menit, dimana hasil dari pengamatan menunjukan bahwa terjadi kematian

    yang melebihi dari 15 menit dan 20 menit. Hal ini dapat terjadi karena tidak langsung diamatinya

    sampel pada saat 10 menit setelah pemanasan. Setelah pemanasan masih adanya panas yang tersisa

    di dalam larutan, dan berpotensi membunuh bakteri yang ada di dalam sampel, maka hal ini dapat

    terjadi. Menurut literatur E. coli memulai kematian pada suhu 55oC, maka dengan pemanasan 65

    oC,

    dipastikan E. coli akan mati, maka akan dapat terlihat bahwa terjadinya penurunan jumlah mikroba

    pada saat pemanasan dilakukan lebih lama, karena akan lebih banyak waktu untuk membunuh

    mikroba tersebut.

    (Usajerwick, 2006)

  • 16

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    Grafik III.1 Grafik waktu pemanasan dan log jumlah sel

    Pada grafik III.1, menunjukan bahwa waktu pemanasan akan berbanding terbalik dengan

    jumlah sel, dalam artian bahwa jumlah sel akan semakin sedikit seiring bertambahnya waktu

    pemanasan. Bila dari grafik kita interpolasikan hingga ke titik minimum dari adanya bakteri yaitu

    dengan jumlah log sel 10-6

    , maka akan didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai jumlah

    tersebut ialah sebesar 105,36 menit pemanasan. Digunakan jumlah bakteri berupa jumlah log sel 10-

    6 karena pada proses sterilisasi, jumlah bakteri tersebut merupakan jumlah minimum bakteri sel

    ketika di lakukan proses sterilisasi. Maka dapat dianggap bahwa jumlah tersebut merupakan jumlah

    minimum dari sel mikroorganisme yang ditolerir untuk ada setelah dilakukanya proses sterilisasi.

    Dari percobaan ini juga didapatkan bahwa persen kematian per menit dari E. coli dengan

    pemanasan 65oC adalah 0,5585%. Hal ini didapatkan dengan melakukan perhitungan rata-rata dari

    data yang didapatkan pada hasil percobaan untuk persen kematian pada 5 menit, 10 menit, 15 menit

    dan 20 menit.

    (Sutton, 2008)

    y = -0.1128x + 5.8844

    4.90

    5.00

    5.10

    5.20

    5.30

    5.40

    5.50

    5.60

    5.70

    5.80

    5.90

    0 5 10 15 20

    log

    jum

    lah

    se

    l

    waktu pemanasan

    Grafik waktu vs log jumlah sel

    Series1

    Linear (Series1)

  • 17

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    IV. Jawaban Pertanyaan

    IV.1. Antiseptik

    1. Apakah yang disebut dan beri contohnya? (Antiseptik dan desinfektan)

    Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat

    pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan

    membran mukosa. Contohnya ialah alkohol 70 % dan Dettol handwash

    Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau

    pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk membasmi kuman penyakit. Pengertian lain dari

    desinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan membunuh

    mikroorganisme yang terpapar secara langsung oleh desinfektan. Contoh desinfektan adalah

    pembersih lantai.

    (Seth, 2008)

    2. Dalam hal apa saja antiseptik dan desinfektan digunakan?

    - Antiseptik: Antiseptik digunakan pada kegiatan medis untuk menghentikan infeksi pada

    luka, maupun membersihkan kulit sebelum kegiatan operasi maupun kegiatan medis lainnya.

    Selain itu, penggunaan antiseptik banyak digunakan pada kegiatan sehari-hari seperti

    penggunaan sabun cuci tangan maupun hand sanitizer dan antiseptik mouthwash.

    - Desinfektan digunakan untuk sterilisasi alat kedokteran, maupun pada kegiatan sanitasi

    sehari-hari seperti pembersihan lantai.

    (Tortorra, 2013)

    IV.2 Thermal Death Time

    1. Apakah yang dimaksud dengan Thermal Death Time, Thermal Death Rate dan Thermal Death

    Point?

    - Thermal Death Time adalah periode terpendek yang dibutuhkan untuk mematikan suatu

    suspensi mikroba pada suhu tertentu di bawah keadaan tertentu.

    - Thermal Death Rate adalah lamanya waktu (dalam menit) untuk mengurangi populasi

    sebesar 90% atau lamanya waktu (menit) yang dibutuhkan untuk kurva TDT untuk

    mengalami penurunan logaritmik.

    - Thermal Death Point adalah temperatur minimal yang dapat membunuh seluruh

    mikroorganisme dalam suspensi liquid selama 10 menit.

    (Tortorra, 2013)

  • 18

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    2. Hal-hal apakah yang perlu diperhatikan dalam menentukan Thermal Death Time dan Thermal

    Death Rate?

    - Thermal death Time: temperatur konstan dan fungsi waktu

    - Thermal death Rate: Daya tahan masing-masing bakteri, usia sel, dan ada tidaknya spora

    (Garg, 2010)

    3. Dalam hal apakah (bidang apakah) percobaan ini diterapkan, jelaskan?

    Jawab:

    Aplikasi thermal death time banyak digunakan pada industri pemrosesan makanan dan

    minuman, sebagai contoh pasteurisasi menggunakan perhitungan thermal death time

    untuk membunuh bakteri tanpa merusak nutrisi susu.

    (Tortorra, 2013)

    4. Metode apakah yang paling efektif untuk sterilisasi liquida yang mungkin mengandung bakteri

    pembentuk spora?

    Metode yang paling efektif untuk sterilisasi liquid yang mungkin mengandung bakteri

    pembentuk spora adalah dengan metode pemanasan dalam autoklaf pada suhu 1210

    C agar

    bakteri sekaligus dengan sporanya ikut mati.

    (Tortorra, 2013)

    5. Bagaimana cara saudara melakukan suatu eksperimen untuk menentukan waktu TDT dari

    Escheichia coli ? Mulailah dengan data-data yang telah saudara dapatkan dalam percobaan.

    Cara melakukan suatu eksperimen untuk menentukan waktu TDT dari Escherichia coli adalah

    Dengan menentukan jumlah bakteri setelah waktu pemanasan yang berbeda yaitu 5, 10, 15, dan

    20 menit pada suhu konstan 65oC dan lalu dihitung sampelnya dengan menggunakan metode

    counting chamber.

  • 19

    Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

    Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri (2015)

    V. Kesimpulan

    V.1. Antiseptik dan Desinfektan

    Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa baik antiseptik Dettol Handwash dan

    desinfektan Superpel dapat menghambat pertumbuhan jamur Rhizopus oligosporus dan

    Trichorderma viridae yang ditandai dengan adanya zona bebas jamur yang mengelilingi kertas

    saring yang terkandung antiseptik maupun desinfektan.

    V.2. Thermal Death Time

    Dari percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin lama waktu pemanasan maka

    jumlah sel pada suatu zat akan mati. Pada percobaan ini didapatkan bahwa dibutuhkan waktu 52,16

    menit untuk membunuh bakteri Escherichia coli pada suhu 65 oC dengan persen kematian per

    menitnya ialah 0,5585 %.

    Daftar Pustaka

    Aneja, K.R. 2003. Experiments in Microbiology, Plant Pathology, and Biotechnology. New

    Delhi: New Age International Publishers

    Benson. 2001. Microbiological Application. New York: Mc. Graw Hill Publisher.

    Franklin, J. Trevor., dan George Alan Snow. 2006. Biochemistry and Molecular Biology of

    Antimicrobial Drug Action. United States of America: Springer

    Garg, Neelima., et al. 2010.Laboratory Manual of Food Microbiology. New Delhi: I.K International

    Publishing House Pvt. Ltd.

    Hayes, P.R. dan Richard Hayes. 1992. Food Microbiology and Hygene. New York: Springer

    Laboffe, Michael J & Burton E Pierce. 2010. Microbiology Laboratory Theory & Applications.

    United State: Morton Publishing Company

    Melliawati, Ruth. 2009. Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia. Indonesia

    Seth, S.D., dan Vimlesh Seth. 2008. Textbook of Pharmacology. India: Elsevier

    Sutton, Scout. 2008. Sterility Assurance Level. USA: PMF Newsletter

    Tortorra, Gerard. 2013. Microbiology: An Introduction, 11th

    ed. United States of America: Pearson

    Education Inc.

    Usajewich, I dan Beetha Nalepa. 2006. Survival of Escherichia coli O157:H7 in Milk Exposed to

    High Temperature and Pressure. Food Technology, Biotechnology.