Anti Inflamasi

35
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 4 ANTI INFLAMASI Disusun oleh : Deanira Tifani Hidayat (G1F013001) Ira Nurlita Primananda (G1F013003) Dwani Yuliasih (G1F013005) Syifa Zakiyyah (G1F013006) Khumrotin Entik Styaningsih (G1F013007) Dosen : Heny Ekowati ,.M.Sc.,Apt Asisten : Arya & wildatus LABORATORIUM FARMASI KLINIK

description

P4 kelompok 1

Transcript of Anti Inflamasi

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPERCOBAAN 4ANTI INFLAMASI

Disusun oleh :

Deanira Tifani Hidayat (G1F013001)Ira Nurlita Primananda(G1F013003)Dwani Yuliasih(G1F013005)Syifa Zakiyyah(G1F013006)Khumrotin Entik Styaningsih (G1F013007)

Dosen : Heny Ekowati ,.M.Sc.,AptAsisten : Arya & wildatusLABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2014I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSebagian besar orang memiliki pendapat tertentu mengenai normal dan mendefinisikan penyakit atau keadaan sakit sebagai suatu penyimpangan dari keadaan normal atau tidak adanya keadaan normal. Akan tetapi, jika dilihat dengan lebih cermat, konsep kenormalan terlihat kompleks dan tidak dapat didefinisikan secara singkat dan jelas (Price danwilson. 2005).Tubuh kita terus diancam oleh penyakit dari sumber eksternal (mis: invasibakteridan virus) dan sumber internal (mis :sel yang bermutasi, sepertiselkanker). Jika ancaman dari luar dapat menerobos baris pertama pertahanan tubuh, mereka akan menghadapi baris pertahanan kedua dalam bentuk sel fagosit dan mati karena serangan kimiawi yang toksik. Hal ini merupakan bagian dari respon inflamasi yang akan terjadi setiap kali terdapat kerusakan jaringan dengan sebab apapu. (Chang dan Dally. 2009).Selama hidup seseorang, jaringan maupun organ tubuh pasti pernah cedera. Agar semua dapat berjalan dengan baik, maka terjadi perbaikan dan pemulihan pada jaringan dan organ tersebut. Banyak factor lingkungan dan perorangan yang dapat memodifikasi dan mempengaruhi proses pemulihan. Pemulihan atau penyembuhan biasanya didahului dan diawali suatu proses peradangan. (Tembayong, 2000).Bila sel-sel atau jaringan-jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama pejamu masih bertahan hidup, jaringan hidup disekitarnya membuat suatu respon mencolok yang disebut peradangan.Yang lebih khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis (Price danwilson, 2005).Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu .Apabila jaringan dalam tubuh mengalami cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada jaringan tersebut akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah age nmenyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.Rangkaian reaksi ini disebut radang.Banyaknya kasus peradangan yang terjadi memacu para ahli farmasi untuk memformulasikan suatu obat anti inflamasi yang kerjanya dapat meringankan atau mengurangi gejala peradangan pada jaringan yang terluka.Oleh karena itu, untuk mengerahui bagaimana cara kerja atau efek obat obat anti inflamasi tersebut pada manusia, maka perlu dilakukan suatu uji praklinik terhadap hewan coba mencit, Untuk membuktikan apakah obat anti iflamasi yang digunakan benar-benar efektif dalam mengurangi peradangan yang terjadi.

B. Tujuan Percobaan

Mempelajari daya anti inflamasi obat pada hewan uji yang diinduksi radang buatan.

C. Dasar Teori

Obat analgesic antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteorid merupakan sustu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs).Kemampuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini member penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesempatan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan 6 biosintesis prostaglandin (PG). Akan diuraikan dahulu mekanisme dan sifat dasar obat mirip aspirin sebelum membahas masing-masing sub golongan.Mekanisme kerja dari obat anti inflamasi ini telah disebutkan di atas bahwa efek terapi maupun efek samping obat-pbat ini sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis PG. Mekanisme kerja yang berhubungan dengan sistem biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa PG akan dilepaskan bilamana sel mengalami keruskan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokomiawi, hubungan dengan efek analgesik, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat AINS secara umum tidak menghambat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesik, anti piretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi.Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Aspiin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus akatif serin dari enzim ini. Dan trombosit sangat rentan terhadap penghambatan ini karena sel ini tidak mampu mengadakan regenerasi enzimnya. Sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk menghambat siklo oksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit yaitu 8-11 hari.Inflamasi sampai sekarang fenomena inflamasi pada tingkat bioseluler masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan likrovaskuler, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan functio laesa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediatpr kimiawi yang dilepaskan secara local antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), factor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan PG. Peneitian terakhir menunjukkan autakoid lipid PAF juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fahosit ke daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspiri dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator kimiawi tersebut kecuali PG.Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritem, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah local. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vascular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi histamin plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik yang sangat poten.Rasa nyeri PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerudakan jaringan atau inflamasi. Penelitin telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG meni,bulkan keadaan hiperalgesia kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.Obat mirip aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan obat ini dan bukannya blokade langsung.Demam, suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan emam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Tetapi demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demiian pula peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik.

Secara skematis dibedakan 4 fase gejala-gejala inflamasi :1. Eritem : vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan tertahannya darah oleh perubahan permeabilitas pembuluh sehingga plasma dapat keluar dari dinding pembuluh.2. Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah dan menyebabkan udem.3. Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan yang disebabkan oleh penimbunan lekosit-lekosit di daerah inflasi.4. Degenerasi jaringan : tidak terdapat pembentukan sel-sel baru untuk pembentukan pembuluh darah dan makin bertambahnya serat-serat kolagen yang tidak berfungsi.Masing-masing tahap diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor humoral seperti histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin. Kebanyakan dari gejala tersebut di atas telah dijadikan sebagai dasar berbagai metode percobaan untuk mengevaluasi obat-obat antiinflamasi. Gejala eritem dapat diuji pada marmot yang disinari ultraviolet: pembentukan udem dapat dilakukan pada kaki tikus dengan penyuntikan seperti karegen, kaolin, serotonin, dekstran dll.

II. ALAT DAN BAHANa. Alat-alatAlat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pletismograf, spuit injeksi (1 ml), jarum sonde/ ujung tumpul/ membulat, stop watch, timbangan tikus, neraca analitik dan alat-alat gelas.b. Bahan-bahanBahan-bahan yang digunakan yaitu Karagenin 1 %, Na-Diklofenak, Asam mefenamat, Prednison, Kapan serta alkohol, kapas, dan hewan coba (tikus).

c. CARA KERJA

Peralatan

-dipersiapkan

Kelompok 1Kelompok 4Kelompok 3Kelompok 2

-Mendapatkan 3 ekor tikus -Tikus ditimbang -Pada kedua kaki belakangnya diberi tanda sebatas lutut -Dilakukan perhitungan dosis -Dibuat larutan (suspense dari bahan bahan uji yang diperlukan

Kelompok 2-3-4Tikus pada masing-masing kelompoj diberi Na.Diklofenak, asam mefenamat, prednison secara I.P15 menit kemudian, tikus tersebut disuntik dengan karageninDiamati dan dicatat volume udem yang terjadi setiap 15 menit selama 2 jam Kelompok 1dicelupkan kaki kanan tikus kedalam alat plestimograf pada telapak kaki kanan disuntikkan karagenin 1% dalam aquadestsetelah disuntik, diamati dan catat volume udem yang terjadi setiap 15 menit selama 2 jam

HASIL

d. HASIL PERCOAAN DAN PERHITUNGAN

A. Perhitungan

Aquadest :Vol pemberian = X 5 = 3,25 mLKaragenin 0,1 mL (telapak kaki) Na.diklofenak Dosis konv = 50 x 0,018 = 0,9 / 200 gr BB Konsentrasi larutan stok = = 0,009 / mL add 10 Ml = 0,9 mLBerat tablet yang diambil 0,2307 gr x 0,2307 = 4,14 mg = 0,0041 grVol pemberian = x x 5= x 2,5 = 4 mL Prednison Dosis konv = 5 x 0,018 = 0,09 mg Konsentrasi larutan stok = = 0,009 mg / mL Pada I.P = 0,009 mg / 10 mL Berat tablet yang diambil = x 0,153 = 0,000275 = 0,00028 add 10 mLVol pemberian = x x 5= x 2,5 = 4,25 ml

Asam Mefenamat Dosis konv = 500 x 0,018 = 9 / 200 gr BB tikusKonsentrasi larutan stok = = 0,9 mg / mL Berat tablet yang diambi = x 648 = 1,164 mg = 0,001 grVol pemberian = x x 5= x 2,5 = 4,75 mL

Penambahan volume pletismograf

MenitKontrolNa.diklofenakAsam mefenamatPrednison

kanankirikanankirikanankirikanankiri

00,60,6110,90,611

150,310,70,710,90,70,6

301110,91,11,111,2

451,31,31,21,21,21,111,1

601,41,41,31,40,90,91,11,1

751,11,11,11,210,611

9011,11,11,21,210,60,9

AUC KelompokkananKiri

Kelompok 19699,75

Kelompok 295,2597,5

Kelompok 39481

Kelompok 48489,25

Ket :Kelompok 1 : control Kelompok 2 : Na. Diklofenak Kelompok 3 : asam mefenamat Kelompok 4 : prednison

% Daya Anti Inflamasi ( DAI)

BahanKananKiri

Na.Diklofenak0,78 %2,25%

Asam mefenamat2,083 %18,79 %

prednison12,5 %10,53 %

III. PEMBAHASAN

Prednison

Nama & Struktur Kimia:17-hydroxy-17-(2-hydroxyacetyl)-10,13-dimethyl- 7,8,9,10,12,13,14,15,16,17-decahydro-6H- cyclopenta[a]phenanthrene-3,11-dione

Sifat Fisikokimia:Prednison adalah serbuk kristalin berwarna putih, tak berbau. Sangat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, methanol, kloroform, dan dioksan. BM 358,428 g/mol

Keterangan:Prednison merupakan pro drug, yang di dalam hati akan segera diubah menjadi prednisolon, senyawa aktif steroid.

Golongan/Kelas Terapi

Hormon, obat Endokrin Lain dan Kontraseptik

Dosis, Cara Pemberian dan Lama PemberianPrednison adalah kortikosteroid sintetik yang umum diberikan per oral, tetapi dapat juga diberikan melalui injeksi intra muskular (im, iv), per nasal, atau melalui rektal. Dosis awal sangat bervariasi, dapat antara 5 80 mg per hari, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit serta respon pasien terhadap terapi. Tetapi umumnya dosis awal diberikan berkisar antara 20 80 mg per hari. Untuk anak-anak 1 mg/kg berat badan, maksimal 50 mg per hari. Dosis harus dipertahankan atau disesuaikan, sesuai dengan respon yang diberikan. Jika setelah beberapa waktu tertentu hasil yang diharapkan tidak tercapai, maka terapi harus dihentikan dan diganti dengan terapi lain yang sesuai.FarmakologiEfek utamanya sebagai glukokortikoid. Glukokortikoid alami (hidrokortison dan kortison), umumnya digunakan dalam terapi pengganti (replacement therapy) dalam kondisi defisiensi adrenokortikal. Sedangkan analog sintetiknya (prednison) terutama digunakan karena efek imunosupresan dan anti radangnya yang kuat. Glukokortikoid menyebabkan berbagai efek metabolik. Glukokortikoid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor spesifik yang terdapat di dalam sitoplasma sel-sel jaringan atau organ sasaran, membentuk kompleks hormon-reseptor. Kompleks hormon-reseptor ini kemudian akan memasuki nukleus dan menstimulasi ekspresi gen-gen tertentu yang selanjutnya memodulasi sintesis protein tertentu. Protein inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ sasaran, sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lipid, meningkatnya reabsorpsi natrium, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif , dan efek anti radang. Apabila terapi prednison diberikan lebih dari 7 hari, dapat terjadi penekanan fungsi adrenal, artinya tubuh tidak dapat mensintesis kortikosteroid alami dan menjadi tergantung pada prednison yang diperoleh dari luar. Oleh sebab itu jika sudah diberikan lebih dari 7 hari, penghentian terapi prednison tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba, tetapi harus bertahap dan perlahan-lahan. Pengurangan dosis bertahap ini dapat dilakukan selama beberapa hari, jika pemberian terapinya hanya beberapa hari, tetapi dapat memerlukan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan jika terapi yang sudah diberikan merupakan terapi jangka panjang. Penghentian terapi secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis Addisonian, yang dapat membawa kematian. Untuk pasien yang mendapat terapi kronis, dosis berseling hari kemungkinan dapat mempertahankan fungsi kelenjar adrenal, sehingga dapat mengurangi efek samping ini. Pemberian prednison per oral diabsorpsi dengan baik. Prednison dimetabolisme di dalam hati menjadi prednisolon, hormon kortikosteroid yang aktif.Stabilitas PenyimpananSimpan pada suhu 15 - 30C

KontraindikasiInfeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat lainnya.Asam MefenamatRumus Molekul : C15H15NO2Bobot Molekul : 241,29Pemerian : serbuk hamblur putih atau hampir putih, melebur pada suhu lebih kurang 230 disertai penguraian Kelarutan : agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam air. Stabilitas : stabil di udara. Khasiat : analgetik, anti-inflamasi, antipiretik Dosis : 250 mg/6 jam (DI hal 1982)OTT : antikoagulan kumarin, salisilat, sulfonamid.Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, tak tembus cahaya. FarmakologiCara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik.IndikasiIndikasi Asam Mefenamat adalah untuk menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, dan nyeri pada persalinan.Kontraindikasi Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.Dosis dan aturan pakai Dewasa dan anak di atas 14 tahun :Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam. Dismenore :Asam Mefenamat500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari. Menoragia :Asam Mefenamat500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.Efek samping Gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari, asam mefenamat dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.Interaksi obat Obat yg terikat pada protein plasma : menggeser ikatan dengan protein plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping (contoh : hidantoin, sulfonylurea). Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang waktu prothrombin & Waktu thromboplastin parsial. Jika Pasien menggunakan antikoagulan (warfarin) atau zat thrombolitik (streptokinase), waktu prothrombin harus dimonitor. Lithium : meningkatkan toksisitas Lithium dengan menurunkan eliminasi lithium di ginjal. Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung : kemungkinan dapat meningkatkan efek samping terhadap lambung.Na-DiklofenakRumus molekul: C14H10Cl2NNaO2 Berat molekul: 318,13Sinonim: -asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino] - Monosodium -sodium [o(dikloroanilino)fenil]asetatPemerian : serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa (USP30, 2007)Kelarutan : Sedikit Larut dalam air, Larut dalam alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; Bebas larut dalam alcohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara7.0 dan8. (Sweetman, 2009). Natrium diklofenak adalah obat golongan antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai efek antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Mekanisme kerjanya adalah dengan penghambatan sintesa prostaglandin. Natrium diklofenak diabsorbsi secara cepat dan lengkap setelah pemberian peroral dan kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 2 - 3 jam. obat ini 99% terikat pada protein plasma. metabolisme sebagian besar terjadi di dalam hati dan metebolit-metabolitnya diekskresikan dalam urin sebesar 65% dan di dalam empedu sebesar 35%.Percobaan yang dilakukan kali ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas farmakologi prednisone, asam mefenamat, dan Na-diklofenak sebagai obat antiinflamasi pada tikus yang kemudian diinjeksi karagenan, sebagai inisiator terjadinya inflamasi tersebut. Selain itu, untuk membandingkan efektivitas farmakologi prednisone, asam mefenamat, dan Na-diklofenak sebagai obat antiinflamasi pada tikus. Inflamasi diidentifikasikan sebagai suatu reaksi lokal organisme terhadap suatu iritasi atau keadaan non fisiologik.Percobaan ini menggunakan alat yang bernama Plethysmograf untuk mengindikasikan terjadinya inflamasi pada kaki sebelah kanan tikus, dengan pengukuran persentase besarnya radang pembengkakan. Caranya, tikus yang belum diberi obat diberi tanda yang melingkari pergelangan kakinya sampai batas lutut, lalu kaki tersebut dicelupkan dalam plethysmograf sampai batas lingkaran tadi dan diamati tinggi vulume udem sebagai konversi volume kaki tikus yang tercelup dalam alat tersebut. Untuk memudahkan pengamatan, karagenan diinjeksikan secara subplantar pada kaki tikus tersebut agar efeknya lebih cepat.Perlakuan yang diberikan pada tikus sebagai kontrol, adalah pemberian aquadest secara peroral, lalu 15 menit kemudian disuntikkan karagenan secara subplantar, lalu diamati pembengkakan yang terjadi setiap 15 menit selama 90 menit. aquadest berfungsi sebagai injeksi untuk kontrol. Karagenan berfungsi sebagai inflamator, dan disuntikkan secara subplantar pada telapak kaki kanan bawah tikus untuk memperoleh efek lokal yang cepat. Pengamatan setiap 15 menit selama 90 menit dilakukan dengan tujuan mengukur besarnya inflamasi yang terjadi pada kaki tikus akibat injeksi karagenin.Pada tikus lainnya, sebagai tikus uji, mendapat perlakuan yakni pemberian oral prednisone, asam mefenamat, dan Na-diklofenak, lalu 15 menit kemudian disuntikkan karagenin secara subplantar lalu diamati setiap 15 menit selama 90 menit. Percobaan ini dilakukan untuk menguji efektivitas prednisone, asam mefenamat, dan Na-diklofenak pada pembentukan anti inflamasi. Setelah penyuntikan karagenan, pengamatan dilakukan dengan cara yang sama pada tikus kontrol. Yakni tiap 15 menit, kaki tikus dicelupkan dalam plethysmograf dan diamati tinggi volume udem yang terjadi untuk mengindikasikan volume inflamasi yang terbentuk. Mekanisme InflamasiRespon inflamasi merupakan upaya oleh tubuh untuk memulihkan dan mempertahankan homeostasis setelah cidera. Sebagian besar elemen pertahanan tubuh berada dalam darah dan inflamasi merupakan sarana sel-sel pertahanan tubuh dan molekul pertahanan meninggalkan darah dan memasuki jaringan di sekitar tempat luka (atau yang terinfeksi). Inflamasi pada dasarnya menguntungkan, namun inflamasi berlebihan atau berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan.Pada dasarnya, mekanisme inflamasi terdiri dari empat kejadian:a. Otot-otot polos sekitar pembuluh darah menjadi besar, aliran darah menjadi lambat di daerah infeksi tersebut. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi leukosit untuk menempel pada dinding kapiler dan keluar ke jaringan sekitarnya.b. Sel endotel (yaitu sel penyusun dinding pembuluh darah) menjadi kecil. Hal ini menjadikan ruang antara sel-sel endotel meningkat dan mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini dinamakan vasodilatasi.c. Molekul adhesi diaktifkan pada permukaan sel-sel endotel pada dinding bagian dalam kapiler (inner wall). Molekul terkait pada pada permukaan leukosit yang disebut integrin melekat pada molekul-molekul adhesi dan memungkinkan leukosit untuk rata (flatten) dan masuk melalui ruang antara sel-sel endotel. Proses ini disebut diapedesis atau ekstravasasi.d. Aktivasi jalur koagulasi menyebabkan fibrin clot secara fisik menjebak mikroba infeksius dan mencegah mereka masuk ke dalam aliran darah. Hal ini juga memicu pembekuan darah dalam pembuluh darah kecil di sekitarnya untuk menghentikan perdarahan dan selanjutnya mencegah mikroorganisme masuk ke aliran darah.Inflamasi awal dan Diapedesis1. Selama tahap awal inflamasi, rangsangan seperti cidera atau infeksi memicu pelepasan berbagai mediator inflamasi seperti leukotrien, prostaglandin, dan histamin. Pengikatan mediator ini pada reseptornya pada sel endotel menyebabkan vasodilatasi, kontraksi sel endotel, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, membran basal sekitar kapiler menjadi penataaan-ulang sehingga mempromosikan migrasi leukosit dan pergerakan makromolekul plasma dari kapiler ke jaringan sekitarnya.Sel mast dalam jaringan ikat, juga basofil, neutrofil, dan trombosit meninggalkan darah dari kapiler yang cidera, melepaskan atau merangsang sintesis vasodilator seperti histamin, leukotrien, kinin, dan prostaglandin. Produk tertentu dari jalur komplemen (C5a dan C3a) dapat mengikat sel-sel mast dan memicu rilis agen vasoaktifnya. Selain itu, kerusakan jaringan mengaktifkan kaskade koagulasi dan produksi mediator inflamasi seperti bradikinin.2. Pengikatan histamin pada reseptor histamin pada sel endotel memicu upregulasi molekul P-selectin dan platelet-activating factor (PAF) pada sel endotel yang melapisi venu3. P-selectin kemudian dapat reversibel mengikat P-selectin glycoprotein ligand-1 (PSGL-1) pada leukosit. Ikatan reversibel ini memungkinkan leukosit sekarang bergulir sepanjang dinding bagian venule.4. Pengikatan PAF ke reseptor PAF-R yang sesuai pada leukosit meng-upregulasi ekspresi integrin disebut leukocyte function-associated molecule-1 (LFA-1) pada permukaan leukosit.5. Molekul LFA-1 molekul pada guliran leukosit sekarang dapat mengikat kuat ke suatu molekul adhesi disebut intacellular adhesion molecul-1 (ICAM-1) yang ditemukan pada permukaan sel-sel endotel membentuk dinding bagian dalam di pembuluh darah.6. Leukosit rata (flatten out), menerobos (squeeze) antara sel-sel endotel, dan bergerak melintasi membran basement karena mereka tertarik terhadap agen kemotaktik seperti protein komplemen C5a dan leukotrien B4 yang dihasilkan oleh sel-sel di lokasi infeksi atau cidera.Inflamasi akhir dan Diapedesis1. Biasanya dalam waktu dua sampai empat jam dari tahap awal inflamasi, makrofag diaktifkan dan sel endotel vaskular melepaskan sitokin inflamasi seperti TNF dan IL-1 ketika TLR mengikat PAMP. Hal ini memungkinkan sel-sel endotel vaskular terdekat venula untuk meningkatkan ekspresi molekul adhesi seperti P-selectins, E-selectins, ICAM, dan kemokin.2. Pengikatan TNF dan IL-1 dengan reseptornya pada sel endotel memicu suatu penjagaan respon inflamasi oleh upregulasi produksi molekul adhesi E-selectin dan penjagaan ekspresi P-selectin pada sel-sel endotel yang melapisi venula.3. E-selectin pada permukaan bagian dalam dari sel-sel endotel sekarang dapat mengikat kuat integrin terkait, E-selectin ligand-1 (ESL-1) pada leukosit.4. Leukosit flatten out, squeeze antara sel-sel endotel, dan bergerak melintasi membran basement karena mereka tertarik terhadap kemokin seperti IL-8 dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) yang dihasilkan oleh sel pada tempat infeksi atau cidera. Kebocoran fibrinogen dan fibronektin plasma kemudian membentuk sebuah molekular scaffold yang meningkatkan migrasi dan retensi leukosit di situs yang terinfeksi.Mekanisme Kerja Non streroidMekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam pemelihraan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1 menghasilakan prostasiklin yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan growth factors. Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh KOKS-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh KOKS-2 di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.MekanismeKerja anti inflmasi SteroidMekanisme kerja anti inflamasi steroid (Thruk, 2005)1. Glukokortikoid membentuk komplek dengan reseptor glukokortikoid, kemudian dibawa ke nukleus dan berikantan dengan glukokortikoi drespone element di DNA. Dengan melibatkanprotein koaktivator dan korepresor yang akan memodifikasi struktur kromatin, kemudian memfasilitasi atau menhambat perakitan dari mesin transkripsi basal dan inisiasi transkripsi oleh RNA pol II.2. Regulasi_glukokortikoid-GRE yang dipengaruhi oleh interaksi glukokortikoid-GRE dengan faktortranskripsi lain, seperti NFkB.3. glukokortikoid mensignal berasosiasi reseptor membrane dan second messenger. Ikatan reseptordengan kortisol memiliki afinitas yang tinggi sehingga menyebabkan pelepasan molekul HSP dari reseptor. Didalam sitoplasma, kompleks tersebut akan menghambat produksi prostaglandin melalui 3 mekanisme :1. induksi da aktivasiannexin 1 2. induksi MSPK phospatase 1 3. penekanantranskripsisiklooksigenase 2

IV. KESIMPULAN

Inflamasi adalah gabungan proses yang kompleks dengan tanda tanda dan gelaja yang bersifat umum yaitu bengkak, kemerahan, nyeri dan panas. Obat anti inflamasi : kortikostreoid dan non-kortikosteroid Metode yang digunakan adalah menggunakan telapak kaki hewan uji dimasukkan dalam alat pletismograf. Obat yang digunakan dalam percoabaan adalah asam mefenamat, prednisone dan Na-diklofenak

V. DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh, Prof Drs Apt. Prinsip Utama Dalam Farmakologi. UGM Press: YogyakartaAnton. R. (ed). 2003. Monographs The Scientific Foundation for Herbal Medical product, European Scientific Cooperative on Phytotherapy. United Kingdom. 107-111.Betram, G Katzung. 1871. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta : Salemba MediaMutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB.Tjay, Ian HoandanKiranaRahardja. 2007. Obat-obat Penting Edisi ke 6. Jakarta: PT Gramedia.

Diskusi

1. Setelah pemberian Karagenin, mengapa pengukuran volume udem diulangi 3 jam kemudian (waktu yang optimum 3-4 jam) ? karena karagenin bekerja selama 6 jam, jadi waktu 3 jam merupakan waktu yang optimum, sehingga akan terlihat seberapa besar efek yang akan ditimbulkan.

2. Tentukan Obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena karagenin, jelaskan ! AINS yang tidak secara selektif menghambat COX mampu menurunkan produksi prostlagadin di jaringan yang mengalami inflamasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya AINS yang dapat menghambat secara selektif pada COX2 yang mampu mencegah hiperalgesia, inflamasi serta demam. Farmakokinetik AINS di cairan serebrospinal memberikan arti klinik tersendiri dalam hal efek terapi dan efek sampingnya.

3. Cari dan jelaskan cara uji daya anti inflamasi yang lain ! Asam Asetat sebagai penginduksi rasa nyeriSetelah dua minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara acak kedalam empat kelompok, termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok positif kontrol, an dua kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan kelompok positif kontrol diberikan indometasin (10mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan asam asetat. Dosis sampel uji dibeirkan dalam dua variasi dosis, dimana diberikan secara peroral 60 menti sebelum asam asetat (0.1 ml/10g) diberikan. % menit setelah injeksi IP asam asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit. Tes formalinMencit galur ICR jantan (18-25 gr) dikelompokkan secara acak kedalam 4 grup (n=8). Termasuk kedalamnys kelompok normal dan positif control dan kelompok sample uji. Kelompok control hanya diberi pembawa, positf contro, indometasin (10mg/kg ip) dilarutkan dalam tween 80 plus 0.9% (w/v) larutan salin dan diberikan secara IP pada volume 0.1ml/10 g. Satu jama sebelum pengujian, hewan ditempatkan pada kandang standar ( ukuran 30x12x13 cm) yang digunakan sebagai tempat observasi.Samepl diberikan secara peroral 60 menit sebelum injeksi formalin. Indometasin diadministrasikan 30 menit sebelum injeksi formalin. 20 l formalin 1% dinjeksikan pada permukaan dorsal dari tapak kaki kanan. Dan waktu tapak kaki meregang dicatat. 5 menit setelah injeksi formalin disebut fase awal, dan waktu 15-40 menit disebut fase akhir. Waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tapak kaki dihutng dengan stopwatch. Aktivitas diukur dlam interval waktu 5 menit. Metode Panas Tes Hot plate Metode ini dengan menggunakan hot plate yang suhunya 55 1C. Waktu terjadi reaksi basal hewan terhadap panan dicatat. Hewan yang menunjukkan respon melompat dalam waktu 6-8 detik dimasukkan kedalam kelompok percobaan. 60 menit setelah administrasi senyawa uji dan positif control, hewan dikelompokkan kedalam 6 grup dimana masing-masingnya ditaruh pada hot plate. Waktu sampai terjadi lompat hewan coba disebut waktu reaksi.Persentasi inhibisi sakit dihutung denga rumus:(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100 T1 =waktu setalah diberi obatT0 = sebelum diberi obat Tes menarik ujung ekorWaktu reaksi basal hewan uji terhadap panas dicatat dengan melekatkan ujung ekor (jarak 1-2 cm paling ujung) pada sumber panas. Respon dilihat ketika hwean menarik ekor dari sumber panas. Hewan yang menunjukkan respon dalam 3-5 detik dimasukkan kedlaam percobaan. Periode waktu pemgamatan selama 15 detik. Waktu pengamatan dilakukan setelah 30 dan 60 menti administrasi obat. Persentase inhibis dihutng dengan rumus:(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100T1 =waktu setalah diberi obat and T0 = sebelum diberi obat Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikusTus jantan (100-150 gr) digunakan sebgai hewan coba. Edema telinga dinduksi mengoleskan secara topical EEp dengan dosis 1mg/20 l pertelinga pada bagian permukaan dan dalam kedua telinga dengan mengunakan pipet otomatis. Sampel uji juga dioleskan pada telinga denga volum yang sama seperti EEP. Waktu sebelum, 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan telinga diukur jangka sorong. Putih telur sebagai penginduksi edemaEmpat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : grup 1, 10% propilenglikol, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak sebagaikontrol positif (100 mg/kg po). Setelah 30 menit, masing-masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0.5 ml pada tapak kaki kiri. Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang mengalami udema dalam perode 120 menit. Dengan interval 30, 60, 90 dan 120 menit.