Anorektum-RD2002

download Anorektum-RD2002

of 19

Transcript of Anorektum-RD2002

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    1/19

      N O R E K T U M

    RD Collection 2002

    Anatomi

    Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,

    vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya. (Marijata, 2000).Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel

    squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar.Jadi tidak ada mukosa anus . Daerah batas antara rektum dan kanalis ani disebutAnorectal Junction   ditandai oleh linea

     pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearahrectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis  yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis . Setinggi linea dentata ini ada

    crypta analis  dan muara muara analis.Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal  

    mulai anal verge  sampai ke linea dentata dan Surgical anal canal   untukkepentingan klinis yang dimulai dari analverge  sampai cincin anorektal yang

    merupakan batas paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu RT.

    Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur

    mekanisme kontinensia adalah :1.  Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani2.

     

    Sfingter ani eksternus (otot lurik)

    3. 

    Sfingter ani internus (otot polos)

    Batas antara spincter ani eksternus & internus disebutgaris Hilton. Muskulus yang

    menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalammengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia .Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang

    melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopangoleh fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer),  ligamentum laterale kanan dan kiriyang ditembus oleh a/v hemorrhoidales media  dan mesorektum. Ligamentum dan

    mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum.

    Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal,ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa

    ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengansentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital

    (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragmaurogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektaldibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani

    mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.

    Vaskularisasi kanal anal berasal dari :

      A. Hemorrhoidalis superior  cabang a. mesenterika inferior

      A. Hemorrhoidalis media  cabang a. iliaca eksterna

      A. Hemorrhoidalis inferior  cabang a. pudenda

    Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis

    langsung ke vena cava inferior.

     

    V. Hemorrhoid superiorBerasaldari plexus venosus hemorrhoidalis internus bermuara ke v.mesente

    inferior v.portaVena ini tidak mempunyai valvula, seri ng untuk penyebaran kanker

      V. Hemorrhoid inferiorMengalirkan darah dari v.pudenda interna   v.iliaca interna   vena ca

    Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.

    Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesente

    inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinkemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila

    keganasan dan in feksi dapat menyebar sampai ingui nal.

    Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadapsakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa s

    Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    2/19

    Pemeriksaan Anorektum ( Proktologi )  Inspeksi & Palpasi

    Dideteksi : Fissura ani, abses perianal, fis tel perianal, hemorrhoid, prolaps

      Colok dubur / RT

      Anuskopi  Melihat kanalis ani dan bagian bawah rektum sejauh 10 cm

      Proktoskopi : 15 cm

      Proktosigmoideskopi : melihat rektum, colon sigmoid

      Posisi pasien pada pemeriksaan Anorektum :1.  Knee chest (menungging)2.

     

    Lithotomi

    3.  Sims (miring kekiri dengan paha ditekuk)

    HEMORRHOID

    Adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemorrhoidalis.

      Hemorrhoid InternaAdalah varises pleksus hemorrhoidalis superior terletak diatas linea pectinea /linea dentata ditutupi oleh mukosa. Letak benjolan : jam 3 (lateral kiri), jam 11

    (kanan depan), jam 7 (kanan belakang ) kadang sirkuler

    Ada 4 derajat :

    I.  Perdarahan sajaII.  Perdarahan & prolaps di luar anus saat defekasi, kembali spontanIII.

     

    Prolas bisa direposisi secara manual

    IV. 

    Prolaps tidak dapat direposisi

      Hemorrhoid ExternaAdalah varises pleksus hemorrhoidalis inferior dibawah linea dentata ditutupikulit.

    KinisDiagnosis hemorrhoid ditegakkan bila ditemukan :

      Perdarahan rektal, prolaps, discomfort

      Discharge mukoid dari rektum

      Anemia skunder

      Anuskopi

    Gejala dan Tanda  Perdarahan   Darah tidak bercampur feses (hematochesia)

     

     Nyeri   Pada hemorrhoid externa yang alami trombosis  Benjolan  bila hemorrhoid membesar keluar waktu defekasi

    Pengobatan  Medika mentosa diet berserat, laxantia ringan

      Skleroterapi injeksi pada jaringan submukosa

      Ligasi dengan cincin karet

      Cryosurgery (bedah beku)

      Intra Red Cauter / IRC  menjadi fibrosis

      Hemorrhoidectomi  Indikasi :

      Derajat III & IV

      Perdarahan kronis dan anemia

     

    Hemorrhoid derajat IV dengan nyeri akut dan trombosis

      Metode :

      Langenback  tonjolan soliter

      Milligan Morgan  tonjolan 3 tempat utama ( 3,7, 11)

      Whiteheat  tonjolan sirkuler

    bses norektal

    Etiologi : Eschericia coli, Proteus vulgaris, Streptococcus, StaphylocoBacteroides

    Lokasi :1.

     

    Abses Perianal  dibawah kulit anus2.

     

    Abses Ischiorectal  fossa ischiorektal

    3.  Abses Retrorektal  posterior rektum4.

     

    Abses Submukosa  di atas kanalis ani

    5.  Abses marginal   pada kanalis ani , dibawah lapisan anoderm

    6.  Abses Pelvirektal  di atas m.levator ani dibawah peritoneum7.  Abses Intramuskular  diantara m.spincter ani ekternus & internus

    Prinsip pengobatan : In sisi dan Drai nase serta antibi otika  Abses setelah di drainase kemungkinan akan menjadi fistel sehingga perlu tind

    Fistulotomi atau Fistulektomi.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    3/19

    FISTULA ANOREKTAL 

    Fistula in ano  atau sering disebut sebagai fistula perianal atau fistula ani,merupakan penyakit yang bersifat kronis-residif . Penyakit ini sering merupakan

    tahap lanjut dari proses pernanahan di daerah perianal atau daerah sekitar anorektal.Abses anorektal yang khas mulai sebagai suatu infeksi dalam kriptus-kriptus anus

    yang kemudian menyebar dalam jaringan.  Proses pernanahan bisa berasal dariinfeksi kelenjar anus atau infeksi lanjutan dari daerah sebelah atas, misalnya

    penyakit Crohn, kolitis ulserativa   dan lain sebagainya. Melihat namanya dari penyakit ini, yaitu “ fistula in ano “ berarti ada fistula yang menghubungkan dua

    lubang. Baik fistulanya sendiri maupun kedua lobang yang dihubungkannya,

    mempunyai gambaran satu peradangan menahun, yakni dengan adanya jaringangranulasi. Untuk penyembuhannya, maka fistula beserta ke-dua lobangnya harus

    dilakukan eksisi, dengan perkataan lain harus dilakukan tindakan bedah untuk eksisi

    tersebut. Oleh karena itu, penyakit ini tidak bisa dilakukan pengobatan tanpa

    tindakan bedah. 

    Angka kejadian fistula para anal pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda,

    tetapi ada yang mengatakan perbandingannya 4,6:1 untuk laki-laki

    Definisi

    Fistula adalah hubungan yang abnormal antara suatu saluran dengan saluran lain,

    atau antara suatu saluran dengan dunia luar melalui kulit. Fistula perianal merupakansuatu saluran berongga yang berisi jaringan granulasi. Fistula ini mempunyai muara

    ( primer atau interna ) di dalam kanalis ani dan satu atau dua muara ( sekunder atau

    eksterna ) dalam kulit perianal.Fistula adalah saluran dilapisi epitel / jaringan granulasi yang menghubungkan

    2 ruangan. Beda sinus hanya memiliki 1 lubang keluar. Sebagian besar fistulaanorektal berasal dari Crypta ani pada anorectal junction.

    Etiologi

    1.  Teori kelenjar anusJika glandula analis terinfeksi maka terbentuk abses pada daerah intersfingterik,kemudian abses pecah dan membentuk fistula kearah perineal. Penyebab fistel biasanya infeksi piogenik (non spesifik), tetapi dapat juga infeksi yang spesifik.

    Gordon (1994) 90 % pasien fistel perianal berhubungan dengan abses padadaerah intersfingkter yang disebabkan karena infeksi glandula anal .

    2.  KongenitalFistel perianal pada neonataus pernah dilaporkan oleh Duhamel (1975) dan

    Fitzgerald et al   (1985) , pada beberapa kasus dijumpai bahwa saluran fisteldilapisi oleh epitel kolumner dan transsisional ini menunjukkan adanya kelainan

     pertumbuhan dan kelainan bawaan.

    3.  Infeksi pelvisInfeksi daerah pelvis menyebabkan abses supralevator kronis, yang melua

    kaudal melalui spatium intermuskularis ke perineum menjadi suatu fi

    intersfingterik atau dapat menembus m. levator ani menjadi abses ischioreyang kemudian menjadi fistula ekstrasfingterik..

    4.  Trauma perinealFistel perianal bisa merupakan suatu komplikasi dari cedera daerah perianal

    karena trauma tumpul atau trauma tajam.

    5.  Penyakit-penyakit anus

    a. 

    Fissura ani, HemorroidFisura ani dapat mengalami komplikasi menjadi fistel superfisial

     pendek dari dasar fisura sampai pada papilla anal, biasanya fistel ter

     pada jam 6 dan merupakan 7 % kausa dari fis tel perianal . Hemoroid ymengalami komplikasi infeksi dapat berkembang menjadi fistel perianal.

    b. 

    Operasi daerah anus

    Luka operasi yang mengalami infeksi kronis misalnya pasca tindakan p

    hemoroid dapat berkembang menjadi fistel.

    c.  Peradangan usus

      Tuberkulosis

    Penyakit ini dapat menimbulkan fistula perianal, dimana baksil tubedi dalam sputum dan masuk jaringan perianal melalui eksoriasi kanal anal yang terkontaminasi melalui kontak dengan jari pende

    yang mengandung baksil tuberkel. 

      Penyakit Crohn’s 

    Marson dan Lockhart-Mummery tahun 1959, telah menunjukkarakteristik histologi dari penyakit ini dengan follikel giant-cel tampak dalam jaringan granulasi dari abses anal sekunder dan fis

    Lebih dari 50% penderita penyakit crohn,s ditunjukkan adanya fis perianal.

    6.  Abses anor ektal  Merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan penumpukan nanah pada dae

    anorektal. Abses perianal biasanya nyata, tampak sebagai pembengkakan y berwarna merah, nyeri, panas dan akhirnya berfluktuasi. Penderita demam

    tidak dapat duduk di sisi pantat yang sakit.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    4/19

    Patogenesis

    Patogenesis abses fistula anorektal adalah melibatkan infeksi yang timbul di epitelkriptoglandular yang melapisi saluran anus. Sfingter internal diduga berperan

    sebagai barier terhadap infeksi yang berjalan dari sisi lumen ke jaringan perirektaldalam. Barier ini dapat dirusak oleh kripta Morgagni, yang dapat menembus melalui

    sfingter internal ke dalam ruang intersfingterik . Infeksi dapat meluas ke ruangsuperior, inferior, atau lateral. Hal ini akan mengakibatkan infeksi di ruang

    intersfingterik atau ruang isciorektalis, atau perluasan sampai ke ruang supralevator.Abses juga dapat tetap di dalam ruang intersfingterik. 

    Klasifikasi

    Ada 2 macam klasifikasi untuk menentukan jenis fistula ani. Masing-masingklasifikasi merupakan klasifikasi berdasarkan anatomis yang berusahamenunjukkan arah atau letak fistula pada daerah anorektal..

      Menurut Milligan-Morgan ( 1934 )  Tipe subkutan / Submuskuler

    Saluran fistula berada antara kulit & m.spincter ani di bawah kulit anus.Saluran bisa buntu ke arah daerah perianal dengan lobang keluarnya di linea pektinea atau merupakan fistula lengkap dengan lobang dalam di linea

     pektinea dan lobang luar di kulit daerah perianal.

      Tipe anal rendah ( fistula in ano rendah )Saluran fistel pada tipe ini tidak melewati tingkat garis/linea pektinea dankalau ada lobang dalam maka lobang dalam ini tidak akan melewati linea

     pektinea.

      Tipe anal tinggi ( fistula in ano tinggi )

    Saluran fistel melewati tingkat linea pektinea tetapi tidak melewati tingkatcincin ano-rektal. Bila ada lobang dalam, maka lobang dalam ini beradadiantara linea pektinea dan cincin ano-rektal.

      Tipe ano-rektal Saluran fistel pada tipe ini melewati tingkat cincin ano-rektal. Bila adalobang dalam, maka lobang dalamnya berada di atas cincin ano-rektal.

      Tipe submukosa atau tipe intermuskuler tinggi  Saluran fistel berada di antara otot sirkuler dan otot longitudinal dan lobangmasuk berada pada linea pektinea dan lobang keluar berada pada atau di

    atas cincin ano-rektal.Menurut Milligan-Morgan, 60-70 % fistula in ano merupakan fistula in anorendah.

      Keighley menggolongkan berdasarakan :

    Hori zontal Track  

    Goodsall tahun 1900, mengatakan bahwasaluran yang terletak di sebelah ventral darigaris horisontal yang melewati titik tengah

    anus pada posisi lithotomi, maka akan didrainase langsung ke daerah linea dentata.

    Sedangkan saluran yang terletak di sebelahdorsal dari garis horisontal akan didrainasedengan membentuk suatu alur yang

    melengkung ke garis tengah posterior kanalisanal.Rumus ini tidak selalu memberikan gambaran

    demikian. Dapat terjadi bahwa satu fistula anidengan lubang luar di daerah posteriormempunyai fistel lurus ke arah liang anus.

    Sebaliknya fistula ani anterior dapatmempunyai saluran fistel melengkung ke

    arah liang anus baik hanya satu sisi atau duasisi menyerupai ladam kuda (Horse shoeType).

    Hubungan lubang masuk dan lubang keluar dijelaskan Hukum SALM

    GOODSALL : 1.

     

    Buat garis imajiner transversal melalui pertengahan anus

    2.  Lubang fistel keluarnya didepan (anterior) garis imajiner, lubang masuk panorektum tepat berhadapan langsung (bentuk lurus)

    3. 

    Lubang fistel keluarnya dibelakang (posterior) garis imajiner, lubang ma

    selalu di linea mediana belakang (jam 6 )4.

     

    Perkecualian bila ada lubang didepan dan belakang bersama-sama, biasa

    merupakan perpanjangan

    Vertikal Track  

    Saluran vertikal dengan mudah diklasifikasikan menjadi intersfingterik jika satersebut terletak antara sfingter ani internum dan eksternum atau transfingteri

    saluran tersebut menyilang sfingter ani ekternum pada jalan antara anus

     perineum. Fistula tipe suprasfingterik adalah fistula intersfingterik dimulalapisan intersfingterik meluas ke atas menuju supralevator menembus diafr

    levator masuk kedalam fossa ischiorectalis selanjutnya keluar perineum. Sedanfistula ekstrasfingterik adalah fist ula yang biasanya berhubungan dengan fistula dimana saluran akan masuk ke rektum di luar cincin anorektal.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    5/19

    Parks dkk (1976) mengklasifikasikan fistula ani menurut letak dan jalannya saluranfistel menjadi :

    1. Fistula IntersfingterikLetaknya diantara sfingter interna dan sfingter ekterna, terbagi menjadi beberapamacam :

    a.  Sederhana, internal opening pada valvula analis melewati sfingter internamenuju glandula yang terinfeksi, turun kebawah kedaerah intersfingterik berakhir ke perianal

     b.  Sederhana dengan abses dan eksternal opening tertutup, bila drainase padaeksternal opening tidak adequat , akan tertutup terjadi rekurensi abses

     perianal

    c. 

    Saluran tertutup tinggi,  dimana alur sekunder meluas keatas pada bidangintersfingterik menuju pararektal, tetapi tidak masuk ke rektum dan tidak

    membentuk abses.

    d.  Saluran tinggi dan memasuki rektum e.  Saluran tinggi dengan abses supralevator, saluran sekunder naik keatas dan

    membentuk abses supralevatorf.

     

    Saluran tinggi dengan abses supralevator tanpa perineal opening,  salurandari line dentata masuk ke daerah intersfingterik naik keatas membentuk

    abses supralevator g.

     

    Saluran tinggi masuk rektum tanpa perianal opening

    2. Fistula TransfingterikDisini saluran berjalan dari anus ke perineum melewati sfingter ani ekstern

    1.  Sederhana, Fistula yang belum ada komplikasi, jenisnya tidak homo

    Saluran masuk kedalam kanalis anal pada level yang tinggi atau renmenembus serabut bawah sfingter ekterna dengan internal opening p

    linea dentata, masuk kedalam fossa ischiorectalis dan keluar ke da perianal. (h-j)

    2. 

    Saluran tanpa perianal opening dengan abses rekurensi alur bagian d

    tertutup, sehingga terjadi abses ischiorectal berulang (k)3.

     

    Saluran tinggi tertutup,keadaan ini sering terjadi dan membahayakan

    sekunder, biasanya akibat tindakan kuretase abses ischiorektal (l)

    4. 

    Saluran tinggi tertutup dengan abses supralevator, keadaan ini jmembahayakan jika fistula primer dan sekunder tidak teridentifi

    dengan jelas. (m)

    3. Fistula SuprasfingterikFistula di atas m.sfingter ani ekternus dan menembus m.levator ani1. Sederhana,

    Sebagian besar disebabkan oleh abses supralevator dengan komplimembentuk fistula intersfingterik menembus m.levator ani ke f

    ischiorectalis dan didrainase keperineum.

    Saluran fistula berawal dari daerah intersfingterik dan melengkmelewati puborektalis dan sfingter ekterna (n)

    2. Fistula dengan penyebaran ke suprasfingterik dengan abses. (o)

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    6/19

    4. Fistula EkstrasfingterikSebagian besar akibat iatrogenik, keadaan ini jarang dijumpai. Dapat disebabkan

    abses didaerah pelvis akibat infeksi rektum atau organ ginekologi yang

    menembus diafragma pelvis dan discharge keluar kedaerah perineum. (p-q)

    Thomson 1962 , mengklasifikasikan berdasarkan letak muara primer :

    a.  Letak Tinggi, dimana muara primer terletak di atas ri ng anorektal 5% b.  Letak rendah , dimana muara primer terletak dibawah ring anorektal 90%

    Klinis

       Anamnesa :  Keluar discharge dari lubang sekitar anus, terus menerus atau intermiten

     berupa pus atau cairan keruh  Ada riwayat abses berulang, perlu juga ditanyakan riwayat operasi

    sebelumnya maupun riwayat infeksi pada organ daerah panggul atau

    abdomen bawah .

      Pada fistula karena Keganasan atau Crohn’s Disease disertai perubahan

     bowel habit, faeses berdarah dan lendir, nyeri perut dan berat badan turunPada dasarnya kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi bila terbentukabses maka akan terasa nyeri dan akan berkurang bila abses pecah. Keluhan

    yang tersering adalah bengkak dan nyeri (bila muara ekternal tertutup) dan

    keluar discharge.

      Pemeriksaan : Inspeksi :

    Tampak lubang keluar fistel yang basah dan bau. Tampak muara eksternakebanyakan lubang tunggal kadang disertai keluarnya discharge. Bentu

    muara eksternal yang irreguler kemungkinan sebagai proses tuberkulossedang bentuk indurasi disertai warna indolen kemungkinan penyakChron’s. Muara eksternal merupakan papula yang menonjol dan berwarn

    kemerah-merahan.

     PalpasiTeraba saluran seperti benang keras, dengan bidigital diketahui ar

    fistel, teraba indurasi lubang sesui hukum Salmon Goodsall .Pemeriksaacolok dubur sangat penting untuk menentukan abses di daera

    intersfingterik, supralevator, dan letak indurasi yang merupakan muainternal.

     Sondase :Masukan dari lubang kulit sampai lubang anorektum Membantu men

    muara internal. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan fistula palsu bila thati-hati dan kadang-kadang dapat merusak jalannya fistula yang sebenar

    Sondase tidak boleh dilakukan bila penderita kesakitan

     Anuskopi / Proktoskopi  melihat lubang dalam anus atau rektum

    Pemeriksaan ini diperlukan untuk melihat letak internal opening, me

    track rektum-internal spingter high anal dan melihat mukosa rektum apada inflamasi atau kelainan lain yang kadang memerlukan tindakan biop

    Anestesi umum diperlukan bila dirasakan sakit dengan pemeriksaan ini .

    Identifikasi fistulaUntuk mengetahui fistula dapat dilakukan dengan cara:

    -  Irigasi salin. Dengan angiokateter dimasukan lewat eksternal opedan disemprot salin sehingga tampak cairan keluar dari internal open

    ke anal kanal.- 

    Methylen blue . Methylen blue disemprotkan lewat eksternal open

    maka tampak cairan biru keluar lewat internal opening .-  Sondase (probe). Menggunakan sondase dari eksternal opening den

     jari telunjuk dalam anal kanal maka dapat ditentukan letak inte

    opening .

    Radiologis

       FistulografiDilakukan dengan memakai kontras, untuk mendeteksi perluasan fistula perianal dan adanya muara internal. Pemeriksaan ini dilaku

     pada penderita yang ti dak ditemukan muara internalnya atau pendyang menjalani operasi fistula perianal pertama tidak berhasil.4,11 

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    7/19

    Kelemahan pemeriksaan ini karena tidak dilakukan anestesi sehinggamasih ada tahanan dari m. sfingter, akibatnya aliran kontras berhenti

    dan biasanya terjadi kesalahan diagnosis. Kesalahan ini baru diketahui

    saat operasi dimana pasien dalam stadium anestesi dimasukkan metilen blue ke lubang luar, saat itu akan diketahui fistelnya sempurna

       Foto thoraksSebaiknya dilakukan untuk mengetahui penyebabnya. Untuk

    mendeteksi adanya faktor predisposisi akibat tuberkulosis.

      Intra anal Ultrasonografi

    Ini merupakan cara diagnosis baru yang menjanjikan untuk dapatmengidentifikasi saluran fistel . Dengan menggunakan transducer  

    dengan gelombang 7  –   10 MHz intra anal . Dengan bantuan injeksi

    hydrogen peroksida pada lubang luar dapat membantu mengetahui arahdan letak saluran . Dengan bantuan alat ini memberikan akurasi 50 %

    lebih baik daripada RT saja

    Differensial Diagnosis

      Sinus Pilonidal  arah saluran ke sacrococcygealSinus pilonidalis sakrokoksigeal pada hakekatnya tidak berhubungan dengan

    anorektum. Kelainan ini disebabkan oleh rambut di garis tengah di bagian ataslipatan gluteal terutama pada pria yang berambut banyak. Oleh gesekan, rambut

    masuk kulit. Kelainan ini biasanya asimptomatik sampai mengalami infeksiakut. Radang menunjukkan gambaran infeksi akut sampai menjadi abses danterbentuk fistel setelah abses pecah. Fistel tidak akan sembuh karena sarang

    rambut di dalamnya merupakan “ benda asing “. 

      Hidradenitis supurativa Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistelmultipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakitini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang

    lebih dalam.

      Morbus Crohn Merupakan penyakit radang kronis yang menbentuk granulasi. Pada awal penyakit ditemukan edema dinding usus disertai l imfagiektasis. Pada stadium

    lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang dapat mengalami penyulit berupa perforasi di dalam massa radang yang mengakibatkan fistel intern antar kelok

    usus, maupun ekstern yang paling sering terjadi di perianal.

      Koloperineal fistel  dengan fistulografi, kontras naik sampai kolon sigmoid

     

    Urethroperineal fistel  akibat instrumen kateter atau businasi

    Terapi

    Tujuan utama terapi adalah menghilangkan tempat yang terinfeksi denmempertahankan fungsi anorektal. Terapi untuk fistula ani hanyalah den

     pembedahan. Dasar tindakan pembedahan adalah membuang / menghilangsaluran fistel beserta lobang penghubungnya tanpa menimbulkan inkontinensia.

    Prinsip-prinsip tindakan pada fi stel perianal

    a. 

    Lubang masuk anorektum harus ditemukan dan dieksisi

     b.  Saluran harus diidentifikasi semuanyac.  Setelah saluran dibuka tidak boleh ditutup harus tetap terbukad.

     

    Penyembuhan luka dari dalam ke luar

    Pengelolaan fistula perianal tergantung dari jenisnya :1.  Fistula Intersfingterik

    Park dkk menyarankan melakukan eksisi sebagian besar sfingter interna membebaskan jaringan intersfingterik untuk mengangkat seluruh kelenjar y

     potensial terinfeksi.

    a.  Fistula sederhana dengan saluran rendah, eksisi fistula dan m.sfingteinternus dipotong sebagian, selanjutnya luka operasi dirawat se

    terbuka b.  Fistula dengan saluran tinggi tertutup, dilakukan pemotongan m.sfin

    interna sampai batas tertinggi dari alur tersebut.

    c.  Saluran tinggi dan memasuki rektum, eksplorasi daerah intersfingtsehingga saluran nampak jelas, fistula dieksisi dan dibiarkan terbuka

    d.  Saluran tinggi tanpa perineal opening, dilakukan eksisi bagian baserabut m.sfingter ani interna sesuai letak predisposisi kekambuhan

    e. 

    Saluran tinggi dengan abses supralevator, abses didrainase ke inte

    opening pada kripte Morgagni, selanjutnya dilakukan sfingterotomi intdan drainase ke ampula rekti

    f.  Fistula yang disebabkan infeksi pada pelvis, dilakukan kuretase jika p

    dipasang drain, dimana infeksinya harus diatasi terlebih dahulu.

    2.  Fistula Transfingterik

    Saluran dieksisi dan luka dibiarkan terbuka. Dengan menggunakan seton dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai terjadi fibrosis, sebe

    dilakukan pemotongan bagian inferior dari m.sfingter ani internus.

    3. 

    Fistula Suprasfingterik

    Bila tanpa abses, dilakukan eksisi saluran dan sebagian m.sfingter ani intsaluran yang terl;etak dilateral sfingter ekterna didiseksi dan fistel yang d

    dengan levator ani dikonversikan pada daerah intersfingterik. Bila denabses tindakannya sama tetapi abses didrainase ke dalam rektum

    4. 

    Fistula EkstrasfingterikBila disebabkan oleh infeksi anorektal biasanya dilakukan kolostomi, kemu jaringan kelenjar yang terinfeksi dieksisi.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    8/19

    Beberapa teknik pembedahan pada fistula ani yaitu :1. Fistulotomi 

    Identifikasi muara eksternal dan internal dengan sonde, kemudian saluran

    diinsisi dengan pisau atau elektrokauter. Selanjutnya saluran dibuka dari lubangasalnya sampai ke lubang kulit, dasar fistel dikerok dengan kuretase dikirim

    untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas, dibersihkan dari jaringan granulasi,tepi luka dieksisi luas sampai lubang dalam kanal anal. Luka dibiarkan terbuka(tidak boleh dijahit), sehingga penyembuhan dimulai dari dalam /

     persekundam intentionem. Luka ditutup dengan kasa. Luka biasanya akansembuh dalam waktu agak lama

    2. Fistulektomi 

    Sebelum melakukan tindakan ini anatomi fistel harus dketahui dan tidakdianjurkan penggunaan sonde untuk mencegah salah rute akibat sondase. Padafistulektomi saluran fistel dieksisi seluruhnya, luka yang terjadi kemudianditutup lapis demi lapis.6

    3. Penggunaan SetonDiterapkan pada fistula ani tinggi komplit (mempunyai lubang dalam ). Sal

    fistel sebelah luar m.sfingter eksterna dilakukan laying open disertai kero

    sedangkan bagian medial (intrasfingter ) dipasang benang katun menemlubang dalam (Seton). Pemasangan seton dimaksudkan untuk drainase

    identifikasi alur dan memotong sfingter serta merangsang terbentuknya jarinfibrotik di sekeliling saluran fistelPada hari ke-6 atau lebih, seton dilepaskan atau digunakan sebagai Guide un

    memotong sfingter dan kemudian mengerok saluran fiste / fistulotomi. Jarinfibrotik diharapkan akan memegang sfingter pada tempatnya dengan demik

    diharapkan tidak akan tidak terjadi inkontinensia. Pada fistula anal ti

     pembedahan tidak bisa hanya dengan laying open karena banyak memotm.puborektalis.

    Penggunaan Seton mempunyai keuntungan :

    a.   Nyeri akibat jaringan iskemik dan nekrotik dapat disesuaikan oleh penddengan cara dikendorkan atau dikencangkan

     b.  Merupakan metode satu tahap.

    4. Mucosal advancement flap

    Eksisi seluruh saluran fistel disertai penutupan lubang dalam menggun

    rectal mucosal advancement flap dikemukakan oleh Elting (1912) denmelakukan eksisi saluran fistel, tidak banyak muskulus sfingter eksterna ydipotong diharapkan mengurangi gangguan inkontinensia. Juga lubang da

    ditutup (untuk fistula komplit) mengurangi kemungkinan rekurensi.

    5. Fibrin glue 

    Perkembangan terakhir dalam bidang bioteknologi ditemukan beberapa tisadhesive material , seperti  fibrin glue  yang mulai dipakai pada terapi fi

     perianal dengan angka keberhasilan 60 % dalam 1 tahun  follow up. Mdiperlukan pengamatan dalam jangka lama untuk pemakaian fibrin glue  ini pterapi fistel perianal

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    9/19

    Pembedahan yang baik tanpa diikuti perawatan pasca bedah yang baik dapatmenimbulkan kekambuhan. Prinsipnya penyembuhan luka harus dari dalam menuju

    kearah luar. Oleh karena itu perawatan luka ditujukan pada luka sebelah dalam.

    Luka bagian dalam harus diusahakan bebas dari kumpulan nanah atau serum.Kontrol yang teratur pada minggu awal sangat penting untuk penyembuhan luka.

    Yang paling penting adalah memastikan penyembuhan dari dalam.dengan pemeriksaan rektal.

    KOMPLIKASI

    Hasil terapi dapat dilnilai dari lama perawatan, lama penyembuhan luka, nyeri pada bekas luka operasi, rekurensi dan gangguan kontinensi pada daerah anorektal

    Komplikasi penanganan fistula perianal adalah :

    Inkontinensia

    Suatau keadaan diamana material dari anus keluar tanpa disadari oleh penderitanya, akibat kerusakan sfingter ani eksternal (Elliot et al, 1987) .

    Kejadian inkontinensia berkisar 3 –  7 % pada tindakan fistulotomi.

    Rekurensi

    Angka rekurensi pada umumnya kurang dari 8,6 % pada fistulektomi lebihrendah dari pada dengan tindakan fistulotomi, dan lebih rendah lagi untuktindakan dengan pemakaian seton .

    Rekurensi terjadi apabila pada saat tindakan ( Ahmadsyah, 2003) :

    o  Lubang di dalam tidak dibuang

    o  Saluran kolateral masih tersisao

     

    Operasi tidak adekuat karena takut i nkontinentia

    o  Pasca perawatan bedah tidak adekuat

    .

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    10/19

    PROLAP REKTI 

    Beberapa teknik pembedahan untuk prolaps rekti banyak dikenal, tetapi j enis operasi

    secara optimal masih dalam perdebatan. Terdapat tiga jalur pendekatan operasi prolap rekti yakni:abdominal, perineal dan transsakral . 

    Pendekatan abominal meliputi anterior reseksi dan Ripstein prosedur. Pendekatan perineal dikenal metode Delorme, Altemeier dan Tiers prosedur. Dedangkantranssakral yakni prosedur pendekatan melalui insisi posterior para sacral. Masing –  

    masing pendekatan mempunyai keuntungan dan kerugian. Pendekatan abdominalmemerlukan kondisi prabedah yang optimal dengan rekurensi yang lebih rendah.

    Biasa dilakukan pada penderita yang lebih muda. Pendekatan perineal dilakukanuntuk penderita yang lebih tua, kondisi kurang kurang optimal, dengan rekurensiyang lebih tinggi. Sedangkan pendekatan transsakral mempunyai rekurensi yang

    lebih kecil dibandingkan abdominal, baik untuk pasien yang lebih tua.

    Anatomi dan fisiologi

    Rektum dengan mesorektumnya terletak berdempetan dengan lengkung sacrum,sedang rektosigmoid junction terletak pada promontorium yang bergerak turun 2-3cm dengan manuver Valsava (Zinger Michel J, 1997). Rektum tetap berada di

     pelvis oleh karena disokong atau digantung oleh muskulus levator ani yang terdiridari m. puborektalis, m. pubokoksigeus dan m. ileokoksigeus. Muskulus

     puborektalis berperan dalam mempertahankan kontinensi. Muskulus ini menempel pada margo inferior facies dorsalis simphisis pubis berjalan ke belakang danmengitari rectum di bagian belakang . Muskulus puborektalis bersama dengan m.

    sfingter ani interna dan eksterna membentuk cincin anorektal (Skandalakis John,1995). Kontraksi muskulus puborektalis akan menarik rectum ke depan sehingga

    mempertajam sudut anorektal. Relaksasi muskulus puborektalis ini akanmengakibatkan melebarnya sudut anorektal sehingga rectum menjadi lebih vertical(Corman Marvin, 2002).

    PatofisiologiPenyebab pasti rektal prolaps tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat

     berpengaruh terhadap timbulnya rektal prolaps antara lain: (Corman Marvin, 2002)

      Konstipasi

      Penyakit neurologi

      Jenis kelamin perempuan

      Rektosigmoid yang redundan

      Cavum Douglasi yang dalam

      Lemahnya fiksasi rektum pada sakrum

      Invaginasi

      Prosedur operasi

    Philip Thorek menyebutkan bahwa prolaps rekti kemungkinan akibat hilangfiksasi rektum dan cavum douglasi yang dalam.

    Michel Keyghley mengajukan bebarapa teori terjadinya rektal prolaps yaitu:

    a.  Invaginasi.Teori ini berdasarkan pada pemeriksaan radiologi dimana pasien diminta u

    mengeluarkan barium yang dimasukkan ke dalam rektumnya. Panjang dinddepan dan belakang rektum yang prolaps adalah sama panjang.

     b.  Sliding HerniaTeori ini menyebutkan bahwa rektal prolaps merupakan suatu sliding he

    dimana rektum prolaps melalui dasar pelvis yang lemah akibat dari panjangatau dalamnya refleksi peritoneal yang mobil.

    c. 

    Defisiensi dasar pelvis

    Sebagian besar pasien terutama usia tua dengan komplet rektal pro

    mempunyai kelemahan dasar pelvis. Pendapat ini menyebutkan badefisiensi levator ani merupakan abnormalitas primer pada rektal pro

    Walaupun ada beberapa pasien rektal prolaps dengan dasar pelvis yang norm

    Diagnosis

    Pasien biasanya memberikan riwayat pengeluaran kotoran yang tidak tuntas dis prolaps rektum dengan keluhan utama prolap itu sendiri.

    Terdapat gejala tekanan dan rasa sakit

     pada anus, discharge mukosa, konstipasi,

    mengejan, kadang timbul perdarahan.Keyghley,1996 membagi prolaps rekti

    menjadi:Gambar 1; Gambaran Prolaps Rekti

    Prolaps mukosa yang disebabkan oleh

     putusnya jaringan pengikat antarasubmukosa dengan jaringan otot rektum

    di bawahnya

    Gambar 2: Prolaps Mukosa

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    11/19

    intususepsi interna (occult rectal prolaps) yang dapat didiagnosis dengan proktografi defekasi

     prolaps rekti komplit dengan

    gambaran sebagai protrusi seluruhketebalan rektum melalui anal verge.

    Gambar 3: Prolaps Komplit

    Defekografi sangat efektif dalam identifikasi kondisi praprolaps dan gangguandefekasi yang lain. Dengan menggunakan fluroskopi proyeksi lateral, pasien posisi

    duduk dan disuruh megejan. Sudut normal anorektal saat istirahat adalah 90o + 4,76dan 111o + 5,02 saat mengejan. Disamping intususepsi dan merenggangnya rektum

    dan sakrum, kelainan defekografi yang dapat ditemukan adalah:

      Megarektum

      Abnormalitas sudut anorektal

       Non relaxing puborektal

      Desensus perineal

      Ptrolaps mukosa

     

    Rektokel

    DIAGNOSIS BANDING  Prolaps hemoroid

      Polip rekti

      Prolaps mukosa

      Invaginasi Sigmoidorektal

    PENANGANANPenanganan prolaps rekti meliputi nonoperatif dan operatif.

    Penanganan prolaps rekti non operatif meliputi:

      Koreksi knstipasi

      Manual support defekasi

      Latihan otot perineum  Stimulasi elektronik

     Injeksi sklerosing agent

      Koaglasi infrared.

    Penanganan operatifTujuan utama penanganan operatif pada prolaps rekti adalah mengon

     prolapsnya(Keighley, 2001).  Dikenal dua macam pendekatan operasi untuk pro

    rekti yaitu abdominal dan perineal.(Lawrence Way, 1994,2003) Disebutkan bah pendekatan abdominal mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih rendah, vol

    rektum yang tetap tetapi risiko yang lebih tinggi. Pendekatan perineal menghinanastomosis intraabdominal dengan mengangkat rektum sehingga mengurvolume rektum dan mempunyai tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Pendek

    abdominal dipilih untuk penderita kurang dari 50 tahun dengan kondisi baik.Pendekatan abdominal untuk penderita intususepsi atau prolaps rekti dengan fu

    sfingter normal adalah reseksi sigmoid dengan atau tanpa rektopeksi dan rektopsaja.Pada operasi rektopeksi, setelah rektum dimobilisasi cukup untuk mereduksi pro

    seluruhnya, dibuat sling untuk meresuspensi rekrum tinggi di dalam pe

     Nonabsorbable Mersilene mesh dijahitkan ke fascia prasakralis dengan sejum jahitan terputus menggunakan benang nonabsorable yang lunak. Ujung bebas s

    yang cukup panjang dijahitkan pada rekrum. Sling rektal dibentuk sedemikian rsehingga 1 cm bagian rektum bebas dari mesh di anterior. Mersilene mesh dipotmenjadi panjang yang tepat sehingga tidak ada pita konstriktif yang ditimbu

    yang selanjutnya dapat menimbulkan obstruksi. Jahitan seromuskuler dikerjsementara asisten menahan traksi untuk meresuspensi segmen rektosigmoid (D

    C Sabiston, 1997).

    Gambar 4: Mesh dijahitkan ke fascia presakralis

    Gambar 5: Jahitan seromuskuler traksi oleh asisten

    Pendekatan abdominal yang lain adalah reseksi sigmoid / anterior reseksi. Opini dikerjakan dengan menggunakan teknik standart mengangkat rektum ba

    tengah dan atas sampai sigmoid yang redundant. Kemudian dilanjutkan denanastomosis rektum tengah atau bawah dengan kolon kiri. Kemudian rek

    dikembalikan sesuai dengan lengkung sakrum. Angka kejadian inkontinensi pteknik ini tinggi karena menurunnya kapasitas rektum. Oleh karena itu teknikdipilih untuk penderita dengan konstipasi praoperasi.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    12/19

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    13/19

     

    Gambar 10:Prosedur AltemeierInsisi melingkar 1 cm diatas

    linea dentata dilanjutkanmobilisasi rektum dan kolon

    sigmoid keluar.

    Gambar 11:Prosedur AltemeierRektum beserta kolon sigmoid

    dipotong dilanjutkan dengananastomosis kolon dengan cincin anus

    secara melingkar dengan jahitanterputus dan bahan yang penyerapannya lama.

    Disamping pendekatan abdominal dan perineal seperti tersebut diatas, dikenal pula

     pendekatan penanganan prolaps rekti yang lain yaitu pendekatan transakral berupareseksi dan rektopeksi transakral. Dengan insisi kulit kurang lebih 7 cm dimulai dari

    titik tepat sebelah kiri sakrokoksigeal junction sampai ke perianal sepanjang sakrum,rektum dan pararektal fat dimobilisasi secara tumpul dan tajam. Kemudiandilakukan reseksi sigmoid ataupun rektopeksi seperti tindakan lainnya dan diakiri

    dengan penutupan luka.

    Gambar 12: Insisi pada pendekatan transakral

    Gambar 13: Mobilisasi rektum

    Gambar 14: Rektopeksi

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    14/19

    DISFUNGSI ANOREKTALRD Collection 2002  

    Disfungsi anorektal adalah gejala dan tanda gangguan fungsi defekasi yang dapatdisebabkan oleh berbagai penyakit atau kelainan. Gejala klinik disfungsi anorektal

    meliputi inkon tinensia, konstipasi, atau kombinasi keduanya .Kedua jenis gejala ini merupakan masalah klinik utama di dalam pengelolaandisfungsi anorektal, dan keduanya dapat pula dijumpai sebagai gejala kombinasi

     pada seseorang penderita. Agar supaya pengelolaannya berhasil dengan baik, maka pemahaman yang mendalam tentang patofisiologi disfungsi anorektal sangat penting

    karena terapi kausatif dapat dilakukan berdasarkan hal tersebut. Melalui berbagaiteknik pemeriksaan klinik, laboratorik dan pencitraan khusus, mekanisme

     patofisiologi pada berbagai jenis penyakit yang menyebabkan disfungsi anorektaldapat dipahami dengan baik. Seiring dengan itu pula, diagnosis etiologi berbagai

     penyakit penyebabnya dapat ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman fisiologidefekasi dan patogenesis serta patofisiologi berbagai etiologi gangguan tersebut

    menjadi dasar yang sangat esensial di dalam pengelolaannya, termasuk di dalam proses diagnostiknya.

    Epidemiologi

    Disfungsi anorektal lebih banyak dijumpai pada kelompok lanjut usia. Inkontinesiadapat menyebabkan kehidupan pribadi maupun sosial penderitanya menjadi sangat

    terganggu. Sedangkan, Konstipasi dapat ditemukan pada lebih 60 % kelompoklanjut usia. Meskipun demikian, belum banyak masyarakat yang mengenal dan

    menganggapnya sebagai masalah yang mengganggu dan memerlukan pertolongan

    dokter. Apalagi faktor budaya dan pandangan masyarakat terhadap kelompok iniyang berbeda-beda di berbagai kelompok masyarakat. Oleh karena itu, saat ini tidak

     jarang di berbagai negara insidensi gangguan ini tidak dilaporkan secara akurat.Selain itu pula, pengetahuan ataupun interpretasi terhadap gejala inkontinensia

    maupun konstipasi pada masyarakat awam maupun kalangan para dokter sendirimenimbulkan masalah di dalam menentukan prevalensinya, maupun diagnosisetiologi kelainan ini. Data epidemiologi diperlukan untuk memperoleh faktor

    etiologi maupun risiko yang akan dapat membantu akurasi diagnosis melalui

    evaluasi klinik.Secara keseluruhan inkontinensia dapat dijumpai pada pria maupun perempuan

    dengan insidensi yang sama, namun di dalam sebuah survei di Amerika Serikatdiperoleh data bahwa inkontinensia mayor lebih banyak dijumpai pada perempuan.Prevalensi inkontinensia berkisar antara 1.4 s.d. 7 % dari laporan-laporan di

     berbagai negara maju.  Berdasarkan analisis multivarian, faktor risiko tertinggiadalah perempuan, usia lanjut, kondisi kesehatan individu yang buruk, dan

    imobilisasi yang lama.

    Di Amerika Serikat dan Britania Raya, konstipasi lebih banyak dijumpai pwanita dari pada laki-laki (rasio 2 : 1), kulit berwarna, dan usia di atas 60 ta

    serta individu dengan aktivitas fisik dan asupan kalori endah. Selain itu, k

    konstipasi lebih banyak ditemukan pada kelompok masyarakat yang mem pendapatan dan status pendidikan rendah. Prevalensinya bervariasi dari 1.9 s.d.

    % , dengan estimasi rentang 12 s.d. 19 %. Pada kelompok usia di atas 65 tahun% laki-laki dan 34 % wanita mengeluh konstipasi. 

    Etiologi

    1. Etiologi Inkontinensia : 1.1. Gastro-intestinal:

    a) 

    “overflow fecal impaction”  b)  Proctitis : Radiasi, ulserativa,c)

     

    Karsinoma rekti

    1.2. Neurologik : stroke, dementia, multipel sclerosis.1.3. Metabolik: Diabetes Mellitus.

    1.4. Trauma:a)  Otot-otot Sphincter ani

     b) 

    Partus,

    c)  Bedah anorektal, misalnya hemorrhoidektomi, fistulektomi, d

    d)  Sexual abused1.5. Anomali Kongenital

    1.6. Idiopatik

    2. Etiologi Konstipasi:2.1. Gangguan transport feses kolorektal:

    a)  Sekunder karena faktor struktural: tumor, striktura, volvulus,  penyakit pada sistem saraf enterik

     b)  Obstruksi outlet:Terdapat urgensi untuk defekasi, tetapi defekasi menjadi sulit

    membutuhkan mengedan yang kuat. Hal ini bisa karena :

    Perubahan morfologik : rectal intussusepsi, prolaps rektocele.

    Gangguan fungsional : anismus (kontraksi paradox), peny

    Hirschsprung, dan desecending perineum syndrome. c)

     

    Inersia kolon ( slow transit )

    2.2. Konstipasi ekstrakolon, penyebabnya adalah:a 

    Penyakit sistemik: DM, hypo-thyroidisme

     b  Panyakit neurologikc 

    Faktor psikologik

    d  Obat-obatan

    Immobilisasi pasienf  

    Defisiensi dietg 

    Kebisaaan defekasi yg buruk

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    15/19

    Berbagai jenis etiologi tersebut menyebabkan gangguan di dalam proses defekasinormal melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Namun demikian, secara umum

     berbagai penyebab tersebut akan mempengaruhi faktor-faktor penting di dalam

     proses defekasi yang normal yaitu  fungsi mental , volume dan konsistensi feses,transit kolon, kemampuan distensibilitas rektum, fungsi sphincter ani, sensasi

    anorektal, dan berbagai refleks anorektal. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi berbagai etiologi tersebut bekerja dan mempengaruhi proses defekasi normal beradadi luar jangkauan pembahasan makalah ini.

    Pendekatan Diagnostik

    Sebagai langkah awal di dalam proses penegakan diagnosis disfungsi anorektal

    adalah penetapan kriteria diagnosis standar baik untuk gejala inkontinensia maupunkonstipasi. Hal ini sangat penting, mengingat sampai dengan saat ini terdapat banyak

    kriteria yang dijadikan definisi untuk kedua kelainan tersebut. Kriteria standar berguna untuk kesamaan pelaporan dan interpretasi hasil diagnostik maupunterapinya. Secara prinsip proses diagnosis selanjutnya adalah tidak berbeda dengan

     penyakit-penyakit lainnya yaitu melalui tahapan sebagai berikut:

    1.  Anamnesis :

    Anamnesis yang tepat dan lengkap sangat berperanan di dalam penegakan kriteria

    diagnosis gejala atau keluhan utama. Meskipun demikian, komunikasi terhadap pasien tentang hal ini tidak selalu mudah mengingat mayoritas pasi en sudah berusia

    lanjut. Di dalam deskripsi keluhan utama penting sekali untuk menjelaskan terhadap pasien mengenai jenis keluhan yang ditanyakan. Untuk dapat meningkatkan jangkauan pelayanan terhadap disfungsi anorektal di masyarakat, maka kemampuan

    anamnesis para dokter dan perawat di dalam masalah ini pada tahap pelayanan primer sangat perlu ditingkatkan. Apalagi saat ini, dengan adanya sistem dokter

    keluarga dan referal rumah sakit yang baik, kasus-kasus yang memangmembutuhkan rujukan ke tingkat pelayanan sekunder maupun tersier dapat

    terseleksi dengan baik. Oleh karena itu para dokter keluarga maupun spesialis bedahumum sudah saatnya dapat mengenal masalah ini dengan baik melalui proses

     pelatihan ataupun pendidikan di dalam kurikulum pendidikannya.

    2. Pemeriksaan Fi sik  Pemeriksaan status generalis penting untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit

    sistemik maupun metabolik yang mungkin dapat menjadi etiologi disfungsianorektal. Namun demikian, pemeriksaan anorektal dan abdomen lebih mempunyai peranan penting, baik untuk mengevaluasi kelainan neurologik ataupun diagnosis

    eksklusi berbagai penyakit atau kelainan anorektal struktural. Beberapa prosedur pemeriksaan fisik sederhana dapat memberikan petunjuk berbagai kelainan

    fungsional, meskipun akurasinya rendah dan sangat bergantung pada pengalaman pemeriksa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan colok dubur

    tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan pemeriksaan fungsi anorektal yangobjektif. 

    3. Pemeriksaan laboratori k  Pemeriksaan patologi klinik terutama penting di dalam mendiagnosis peny primer pada konstipasi yang sering disebabkan oleh kelainan metabolik, se

    diabetes mellitus, hiperkalsemia, hipotiroidi, dan hipokalemia. Oleh karena faslaboratorium telah tersedia di banyak pusat pelayanan kesehatan primer, m pemeriksaan ini t entunya dapat dilakukan pada tahap pelayanan primer oleh do

    umum atau spesialis Bedah..

    4. Pemeri ksaan khusus:Pemeriksaan spesifik meliputi pemeriksaan pencitraan seperti radiog

    ultrasonografi, dan kedokteran nuklir, maupun pemeriksaan fungsi saraf, o

    maupun fungsi defekasi. Pemeriksaan khusus ini berguna untuk eksklusi penyatau kelainan struktural anorektal dan konfirmasi etiologi penyakit atau kelafungsional anorektal. Berbagai jenis pemeriksaan khusus ini membutuhkan sa

    dan prasarana khusus, serta sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu. Seitu, beberapa pemeriksaan membutuhkan biaya yang tidak kecil, sehingga p

    umumnya fasilitas ini hanya dimiliki oleh pusat-pusat pelayanan kesehsubspesialistik yang berbentuk suatu pusat diagnostik dan laboratorium peny

    kolorektal. Oleh karena itu, pemeriksaan khusus sebaiknya dilakukan di pusat-p pelayanan tersier (subspesialistik).

    Diagnosis Inkontinensia

    Kriteria diagnosis inkontinensia berdasarkan  American Gastroenterolog

     Association (AGA) adalah pasase material f eses (>10 ml) yang tak terkon trol

    terjadi secara kontinu atau berulang selama paling sedikit 1 bulan pa

    seseorang beru sia > 3 atau 4   (berdasarkan  American Psychiatric Associat

    tahun.Kriteria ini penting sekali diketahui oleh setiap dokter yang bekerja baik

    tingkat pelayanan primer, maupun tersier yaitu para dokter subspesialis, sehi

    terdapat definisi yang sama di dalam pelaporan kasus-kasus inkontinensia seinternasional.

    Berdasarkan derajat klinik , inkontinensia dapat diklasifikasikan sebagai berikut

    Inkontin ensia minor :

    adalah inkontinensia pada gas (flatus) atau feses cair yang sering ditemu

    membasahi pakaian dalam.

    Inkontin ensia mayor :

    adalah inkontinensia pada feses padat dan evakuasi feses secara spontan tadisadari penderita.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    16/19

    Evaluasi pasien dengan keluhan in kontin ensia dimul ai dengan pemeriksaan

    anamnesis dan fi sik diagnostik

    AnamnesisDi dalam proses anamnesis beberapa hal penting yang harus diketahui adalahdeskripsi dari gejala inkontinensia yaitu onset, durasi, dan frekuensi inkontinensia,kualitas feses (solid atau cair), penggunaan pad , frekuensi defekasi, adanya rasa

    urgensi, dan efeknya terhadap kehidupan sehari-hari.

    Perlu juga diketahui riwayat kelainan atau penyakit sebelumnya yang mungkin dapatmenjadi faktor etiologi, yaitu trauma (terutama saat partus pada wanita), bedah

    anorektal sebelumnya, penyakit Diabetes Mellitus, gejala gangguan neurologik,riwayat radiasi, diare/konstipasi sebelumnya, serta kelainan pelvic lainnya sepertiadanya gejala inkontinensia urinae. 

    Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik umum ditujukan untuk mencari gejala/tanda penyakit yang berkaitan dengan penyakit sistemik atau metabolik. Di luar hal tersebut,

     pemeriksaan umum tidak memberikan informasi penting di dalam penegakandiagnosis dibandingkan dengan pemeriksaan lokal pada daerah anorektal.

    Pemeriksaan fisik pada daerah anorektal dimulai dengan inspeksi daerah perinealdan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan colok dubur. Dengan inspeksi dapatdiidentifikasi adanya dermatitis akibat inkontinesia kronik, fistula ani, prolaps

    hemorrhoid, dan rektum. Sedangkan tujuan pemeriksaan colok dubur adalah untukmenilai tonus sphincter ani, gerakan dan sudut otot puborectalis, proses penurunan

    dasar pelvic, squeeze response, eksklusi kelainan struktural, dan skibala.

    Pemeriksaan khususSelain untuk konfirmasi diagnostik etiologi disfungsi anorektal, pemeriksaan khusus

    diperlukan untuk eksklusi kelainan struktural yang dapat menyebabkan keluhaninkontinensia. Pemeriksaan feses harus dilakukan pada pasien dengan adanya

    riwayat diarrhea. Visualisasi seluruh kolon dan rektum sebaiknya dilakukan baikdengan kolonoskopi, atau pun prokto-sigmoidoskopi. Apabila pemeriksaan-

     pemeriksaan tersebut tidak menunjukkan adanya kelainan struktural, makadilanjutkan dengan pemerik saan fun gsi kolor ektal. 

    a). Manometri anorektal  Pemeriksaan manometri anorektal dapat mengevaluasi tekanan anal maksimal

     pada saat istirahat, amplitudo dan durasi squeeze pressure otot-otot sphincter,refleks inhibisi rektoanal, batas ambang sensasi rectum volunter, rectalcompliance, serta tekanan rectum dan sphincter ani pada saat mengedan.

    Parameter penting yang memiliki korelasi dengan inkontinensia adalah adanyatekanan sphincter yang rendah pada saat istirahat menunjukkan adanya disfungsiotot sphincter ani interna, sedangkan penurunan  squeeze pressure memberi

     petunjuk adanya disfungsi otot sphincter ani eksterna. Prolapsus rekti dapatterjadi pada tekanan yang sangat rendah.

    Penilaian sensasi rectum yang berkorelasi langsung dengan inkontinensia adbatas ambang   awal timbulnya  sensasi rectum oleh adanya balon p

     pemeriksaan tersebut. Batas ambang ini penting untuk penggunaan te

    biofeedback , penderita dengan batas ambang yang buruk tidak akan mendmanfaat dari terapi biofeedback. Parameter lainnya tidak memiliki korelasi y

    signifikan di dalam pengelolaan inkontinensia.

    b). Pudendal nerve terminal l atency(PTNL)  

    Alat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksisphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektroda.

    terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusakan saraf tersebut. Walaudemikian, tidak terdapat korelasi yang kuat antara gejala klinik dengan tem

    histologi.

    c) Ultrasonografi endorektal  

    Dewasa ini ultrasonografi endorektal memiliki peranan penting di da

    diagnosis inkontinensia, karena secara akurat dapat mendeteksi adanya dstruktural otot-otot sphincter, dinding rectum, dan otot puborektalis. Selainalat ini mudah penggunaannya, invasive minimal, biayanya relatif terjang

    serta telah cukup tersedia di berbagai rumah sakit. Alat ini sangat akurat di damendiagnosis adanya rupture otot-otot sphincter pada penderita y

    menunjukkan adannya kemungkinan kerusakan sphincter tersembunyi p pemeriksaan manometri. Gambaran normal maupun adanya defek pada

    sphincter pada pemeriksaan ini dapat dilihat pada gambar 1., dan 2.

    Gambar 1. : Gambaran lapisan dinding rectum dengan otot-otot sphincter norma pada pemeriksaan ultrasonografi endorektal.

    Gambar 2A, Gambar 2B.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    17/19

    Gambar 2. : Pencitraan oleh ultrasonografi endorektal.Gambar 2 A., menunjukkanadanya robekan moderat pada otot sphincter externa. Gambar 2B menunjukkan

    defek pada kedua lapisan otot sphincter anterior, yaitu sphincter i nterna dan eksterna

    sebagai akibat persalinan.

    d) Defekografi  :

    Pemeriksaan ini tidak banyak berguna, kecuali pada pasien inkontinensia yangdisertai oleh prolapsus rekti/rektocele.

    e). Elektromyografi:  

    Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan elektroda jarum atau permukaan pada otot-otot sphincter untuk mengevaluasi kemungkinan adanya

    kerusakan neurogenik atau myopathi yang menyebabkan keluhan inkontinensia.Pemeriksaan ini dirasakan kurang nyaman, sehingga sudah banyak ditinggalkan,

    serta saat ini ultrasonografi endorektal telah menggantikan pemeriksaan ini.

    Ringkasan algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia dapat dilihat pada gambar 3.:

    Gambar 3.: Algoritma evaluasi diagnostik inkontinensia (Dikutip dari Stendal , C.

    Colonic and anorectal disorders, in Stendal C (Ed), Practical Guide toGastrointestinal Function Testing, Blackwell Science, 1997: 91 –  111.)

    Diagnosis Konstipasi

    Kriteria diagnosis konstipasi menurut konsesus internasional (Rome II) rekomendasi  American Gastroenterological Association  adalah ditemukannya atau lebih kriteria sebagai berikut paling sedikit selama 12 minggu:

    a)  Mengedan pada paling sedikit 25 % defekasi. b)

     

    Perasaan evakuasi inkomplit pada paling sedikit 25% defekasi.

    c)  Sensasi obstruksi anorektal pada paling sedikit 25% defekasi.d)

     

    Membutuhkan manuver manual untuk membantu evakuasi pada paling sed25% defekasi

    e)  Feses keras pada paling sedikit 25% defekasi.f)

     

    Defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.

    Menurut Wald, sebagai tambahan adalah bahwa konstipasi tidak dapat ditegakapa bila pada defekasinya ditemukan pula feses cair atau lembek, dan selukriteria diagnosis irritable bowel syndrometerpenuhi.(lihat tabel 1.)

    Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendekatan diagnosis, prosedur penega

    diagnosis meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

    Anamnesis

    Bagian penting di dalam anamnesis adalah mengetahui perjalanan kelu

    konstipasi, yaitu dengan mencatat onset dan durasi keluhan tersebut. Pengamdan catatan frekuensi defekasi selama dua minggu dapat membantu menegak

    diagnosis konstipasi, jika terdapat keraguan di dalam konsep dan persepsi patentang hal tersebut. Tidak jarang, keluhan yang dianggap sebagai konstipasi

     pasien, sesungguhnya masih dalam batas frekuensi defekasi pada orang norSelanjutnya perlu diperhatikan riwayat yang berhubungan dengan penye

    sekunder yang berupa etiologi ekstrakolon. Riwayat penggunaan obat-obatan ydapat menyebabkan konstipasi perlu diketahui dan dicatat hubungan antara

     penggunaan obat pertama kali dengan munculnya keluhan.( tabel 2.)

    Berbagai gejala yang disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik atau neurolyang mungkin menyebabkan konstipasi harus ditanyakan di dalam anamnSelain itu, berbagai gejala yang mungkin berhubungan dengan adanya penyakit

    gangguan struktural (anatomik) seperti misalnya nyeri abdomen atau perdarahananum perlu juga dicari. Adanya mengedan yang berlebihan dan sensasi evak

    yang inkomplit setelah defekasi perlu juga ditanyakan. Keluhan anemia pun dmenjadi petunjuk adanya penyebab struktural pada kolon atau rectum.

    Apabila pada anamnesis terdapat keluhan-keluhan dan tanda-tanda memberkemungkinan adanya penyebab struktural, maka pemeriksaan selanjutnya un

    konfirmasi ataupun menyingkirkan kemungkinan etiologi kelainan anatomic pdilakukan, baik berupa pemeriksaan fisik diagnostik, maupun pemeriksaan kh

    lainnya.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    18/19

    A.  Tabel 1.: Kiriteria diagnostik Rome II untuk IBS(I rri table Bowel Syndrome)dan konstipasi fungsional kronik

    IBS Konstipasi kronik

     At least 12 weeks, which need not beconsecutive, in the preceding 12

    months of abdominal discomfort or pain that has 2 of the 3 following

     features: 

     Loose stools are not present and there areinsufficient criteria for IBS. 

     At least 12 weeks, which need not beconsecutive, in the preceding 12 months of  

    2 of the following: 

    Relieved with defecation and/or Straining > 25% of the time

    Onset associated with a change in

    frequency of stool and/or

    Lumpy or hard stools > 25% of defecations

    Onset associated with a change in

    form (appearance) of stool.

    Sensation of incomplete evacuation > 25%

    of defecations

    Sensation of anorectal

    obstruction/blockage > 25% of defecations

    Symptoms that cumulatively supportthe diagnosis of IBS include: 

     Abnormal stool frequency

    (> 3 per day or < 3 perweek) 

     Abnormal stool form(hard/lumpy orloose/watery) 

     Abnormal stool passage 

     Passage of mucus 

     Bloating or feeling ofabdominal distension 

    Manual maneuvers to facilitate > 25% ofdefecations

    < 3 defecations per week

    Tabel 2.; Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi

    Analgesik

    Anticholinergik AntispasmodikAnti depessanAntipsikotik

    Agen yang mengandung

    kation

    Suplemen besi

    Alumunium (antacid, sucralfate)

    Agen yang

    mengaktifkan systemsaraf

    Opiat

    AntihipertensiBloker ganglionik

    Vinca alkaloidCalcium channel blockers5HT3 antagonist  

    Pemeri ksaan fi sik:

    Meskipun pemeriksaan status generalis tidak memberikan banyak informasi p penderita konstipasi kronik, tahapan ini tidak boleh dilewati, karena apabila terdtanda-tanda gangguan atau penyakit sistemik/metabolik atau neurologik d

    teridentifikasi. Apabila terdapat kecurigaan terhadap penyebab neurolo pemeriksaan saraf autonom harus dilakukan dengan lengkap.

    Pemeriksaan regio abdomen penting sekali dilakukan untuk mengidentifi

    kemungkinan adanya tanda-tanda distensi usus, scar operasi, maupun skibTanda-tanda obstruksi usus mekanik juga perlu diperhatikan.Seperti halnya pada pemeriksaan anorektal untuk inkontinensia, inspeksi da

    anorektal dan pemeriksaan colok dubur pun harus dilakukan. Pada inspeksi hdiidentifikasi kemungkinan terdapatnya tanda-tanda a symetric anal open

    (gaping), fissura ani dan hemorrhoid yang prolaps. Penilaian Anal wink reflex jharus dilakukan untuk menilai adanya gangguan neurologik. Sedangkan p pemeriksaan colok dubur dilakukan pemeriksaan kontraksi otot pubo-rectalis

    sphincter externa ketika pasien mengedan untuk mengidentifikasi pasien dendyssynergia pelvic floor .

    Pemeri ksaan khu sus

    Pemeriksaan alat bantu khusus, terutama yang bersifat pencitraan bermanfaat un

    menyingkirkan penyebab struktural pada kolon dan rectum. Sebalik

     pemeriksaan fungsional dapat memberikan konfirmasi diagnostik adanya disfuanorektal.

    a)  Endoskopi:Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi adalah metode diagnostik teruntuk mengidentifikasi lesi-lesi yang menyebabkan striktura atau obstruksi

    kolon dan rectum. Kelebihan lainnya, pada keduanya dapat dilakukan bio

     pada setiap lesi yang dicurigai dan sekaligus bisa dilakukan tindakan terapeseperti polipektomi. Kolonoskopi memberikan hasil diagnostik yang lebih untuk kasus-kasus yang disertai anemia atau perdarahan per anum tersamar.

  • 8/16/2019 Anorektum-RD2002

    19/19

    b)  RadiografiFoto polos abdomen berguna di dalam mendeteksi adanya retensi feses di kolon

    yang dapat menjadi petunjuk adanya megakolon, serta monitor hasil

     pembersihan kolon pada pasien dengan skibala.Enema barium bermanfaat untukmengidentifikasi perubahan struktural kolon dan adanya mega kolon atau

    rectum, serta memerlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengankolonoskopi. Pemeriksaan inipun memberikan gambaran khas pada penyakitHirschsprung oleh adanya gambaran transisi antara bagian kolon atau rectum

    yang aganglionik dengan daerah usus yang berdilatasi pada bagian proksimalnya.

    c)  Colon transit studiesDengan mempergunakan zat radiofarmaka yang ditelan sebagai marka dan

    dipantau perjalanannya pada kolon dan rektum melalui radiografi, maka waktutransit feses pada kolon dan rectum dapat dinilai, setelah pasien memperoleh diet

    tinggi serat, serta tidak diberikan laksatif, enema dan obat-obatan yang dapatmempengaruhi fungsi kolon dan rectum. Interpretasi pemeriksaan ini adalah

    sebagai berikut:

    Jika terdapat perlambatan transit di kolon kanan, maka disimpulkan bahwakolon mengalami inersia.

    Apabila radiofarmaka dapat menjalani transit pada kolon dengan secara

    normal dan timbul stagnasi di rectum, maka terdapat perlambatan pada outlet.

    Mayoritas pasien dengan konstipasi kronik menunjukkan transit kolon yang

    normal.

    d)  DefekografiPemeriksaan ini menilai proses defekasi pasien dengan cara memasukkan barium

     padat seperti feses ke dalam rectum, kemudian proses evakuasi dari rectum

    dipantau melalui fluoroskopi atau pita video ketika pasien duduk di atas toiletyang didesain khusus untuk pemeriksaan ini. Evaluasi yang dapat dilakukanmelalui teknik ini adalah struktur anorektal, sudut anorektal, baik pada keadaanistirahat maupun ekspulsi barium dari rectum. Kelainan yang dapat diidentifikasi

    adalah  pelvic floor dyssyinergia,  intussuscepsi, prolaps rekti, rektocele, danobstruksi fungsional. Dengan menggunakan videomanometri, rekaman

     perubahan tekanan akan dinilai korelasinya dengan defekografi. Interpretasi hasil pemeriksaan ini membutuhkan tingkat pengalaman yang tinggi, sehingga variasi

    hasil interpretasi para ahli radiologinya dapat lebih rendah.

    e)  Manometri anorektalParameter yang berguna pada pemeriksaan konstipasi adalah sensasi rectum dan

    compliancenya, relaksasi sphincter interna, dan pola manometri ketika ekspulsialat (pseudodefekasi). Manometri akan dapat menyingkirkan diagnosis penyakitHirschsprung, apabila ketika muncul distensi rectum, otot sphincter ani interna

    akan mengalami relaksasi.

    Pada keadaan  pelvic floor dyssynergia tekanan sphincter ani eksterna meningmanakala terjadi peningkatan intrarektal dan ekspulsi feses yang seharu

    menurun ketika proses defekasi normal terjadi. Diskoordinasi kedua teka

    inilah yang menyebabkan gangguan defekasi.

    f)  Balloon test (expulsion test)Ini test yang sangat sederhana, yaitu memasukkan balon yang diisi air hin150 ml ke dalam rectum, kemudian dinilai kemapuan ekspulsi balon ters

    keluar dari rectum. Pada keadaan normal tidak akan terdapat kesulitan unmelakukan ekspulsi balon tersebut.

    g)  

    Electromyografi 

    Pemeriksaan ini dapat ditambahkan pada pemeriksaan manometri untuk menotot puborectalis dan sphincter ani eksterna. Pada keadaan anismus terd

    keadaan paradox yaitu peningkatan aktivitas otot-otot tersebut pada saat defeyang seharusnya menurun pada keadaan normal.

    h)  Pudendal nerve terminal motor latencyAlat ini mengukur lama waktu yang diperlukan untuk merangsang kontraksi

    sphincter ani externa setelah dirangsangnya nervus pudendus oleh elektrsecara trans rektal. Jika terdapat perlambatan > 2 milidetik, terdapat kerusa

    saraf tersebut. Kerusakan saraf tersebut terjadi pada keadaan descend perineum syndrome.  Kerusakan saraf bisa disebabkan oleh persalinan

    vaginam atau mengedan hebat pada anus sempit dalam waktu lama.