Ancaman Iblis Betina

54
Serial Dewi Ular Ancaman Iblis Betina Tara Zagita 1 GEMURUH ombak di waktu malam seperti pasukan siluman menghampiri pantai. Tak terlihat bentuknya namun terdengar aneh suara gaduhnya. Bulu kuduk pun mulai merinding ketika angin pantai berhembus membawa getaran Hanya naluri yang dapat merasakan kehadiran sang gaib saat ini. "Apa lu yakin dia akan muncul dalam cuaca seburuk ini?" "Ya, gue sangat yakin. Dia nggak akan ingkar janji. Seperti yang sudah-sudah, dia selalu tepati janjinya." Hembusan angin di malam pekat semakin hebat. Kedua pria lajang berusia sebaya itu masih berdiri menatap ke arah lautan lepas. Mereka berdiri di depan Escudo hitam yang di parkir agak jauh dari sapuan riak ombak. Hilmon sengaja berdiridengan sedikit bersandar kemobil .Ia tak ingin terlalu lelah dalam berdiri hanya untuk menunggu suatu pembuktian yang menyangsikan. Meski hatinya diliputi

description

Novel untuk tes doang biar bisa download ebook premium. Karena masih belum cukup syaratnya makanya saya lanjut tulis reviewnya. Karena masih belum cukup juga saya tetap masih teru menulis reviewnya.

Transcript of Ancaman Iblis Betina

Serial Dewi Ular

Serial Dewi Ular

Ancaman Iblis Betina

Tara Zagita

1

GEMURUH ombak di waktu malam seperti pasukan siluman menghampiri pantai. Tak terlihat bentuknya namun terdengar aneh suara gaduhnya. Bulu kuduk pun mulai merinding ketika angin pantai berhembus membawa getaran Hanya naluri yang dapat merasakan kehadiran sang gaib saat ini.

"Apa lu yakin dia akan muncul dalam cuaca seburuk ini?"

"Ya, gue sangat yakin. Dia nggak akan ingkar janji. Seperti yang sudah-sudah, dia selalu tepati janjinya." Hembusan angin di malam pekat semakin hebat. Kedua pria lajang berusia sebaya itu masih berdiri menatap ke arah lautan lepas. Mereka berdiri di depan Escudo hitam yang di parkir agak jauh dari sapuan riak ombak. Hilmon sengaja berdiridengan sedikit bersandar kemobil .Ia tak ingin terlalu lelah dalam berdiri hanya untuk menunggu suatu pembuktian yang menyangsikan. Meski hatinya diliputi kesangsian, tapi Hilmon juga dibayang-bayangi rasa penasaran, yang selalu menggoda. Malam Jumat yang lalu, Gerry mengaku bertemu dengan seorang gadis dalam perjalanannya pulang dari Pelabuhan Ratu.

Gadis itu menumpang Mobil Gerry. menuju Jakarta. Tapi ia tak mau menyebutkan alamat tempat tinggalnya. Ia hanya menyebutkan namanya: Vania Mercury. "Dia seorang artis sinetron yang baru selesai pulang -dari shooting di. Pelabuhan Ratu," kata Gerry beberapa waktu yang lalu. Saat itu Hilmon bersikap sebagai pendengar saja, tanpa banyak komentar. Karena saat itu Gerry menuturkan kisahnya dengan berapi-api, bangga dan senang sekali.

Tak habis-habisnya Gerry memuji kecantikan dan keindahan tubuh sexy Vania di depan Hilmon. Meskipun ia tidak diberitahu alamat tempat tinggalnya, tapi ia mendapat nomor HP-ny Vania, sehingga kapan saja ia dapat janjian untuk bertemu dengan gadis itu. Tetapi dua

hari sejak pertemuan tersebut, Gerry selalu gagal menghubungi HP-nya Vania. Ia mulai kecewa dan kesal,karena di dalam hatinya mulai tumbuh benih kerinduan pada gadis berperawakan finggi, sekal dan montok itu: "Tapi gue ingat, waktu itu dia bilang, bahwa dia akan datang menemui gue pada hari Senin malam Selasa, di kantor. que diminta lembur pada malam itu. Maka, gue coba ikuti saran dia."

"Hmm, ya gue inget hari Senin kemarin lu nggak mau pulang bareng gue, alasan lu mau lembur. Padahal gue tahu nggak ada pekerjaan yang harus Lu harus kerjain sampai lembur."

"Itu karena gue pengen buktiin apa bener dia nemuin gue sesuai janjinya. Dan, ternyata sekitar pukul sebelas lewat dikit, Satpam lobby telepon ke ruangan gue, kasih tahu kalau ada tamu pengen nemuin gue, dan dia adalah... Vania!" "Lu kasih tahu alamat kantor kita sebelumnya, ya ?"

"Iya. Tapi kalau dia emang mau ngebullshit kan bisa aja dia nggak datang pada malam itu. Tapi ternyata dia orang yang tepat janji, Mon! Dia datang dan... dan dia nggak menolak waktu gue ngajak check-in, hahaha... "

Pukul 4 dini hari, Vania pamit meninggalkan hotel. Dia melarang keras Gerry yang ingin mengantarnya pulang. Vania bilang, jika Gerry masah ingin mengulang kencan indahnya, Gerry harus datang ke Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir. Vania akan dating menemui Gerry di sana. Sekali lagi janji itu ingin dibuktikan oleh Gerry. Hari. Selasa sore, Gerry datang ke Pemakaman Tanah Kusir. Kebetulan salah satu sanak famili Gerry ada yang dimakamkan .di Tanah Kusir. Sambil ziarah ke sana, Gerry menunggu kehadiran Vania. Ternyata gadis-itu benar-benar muncul di pemakaman tersebut, tepat ketika Gerry ingin pulang karena hari sudah larut senja.

Gerry menuturkan kisahnya kepada Hilmon esok

harinya. Rabu siang di kantor. Ia katakan bahwa malam itu Vania tidak mau dibawa check-in di hotel mana pun. Vania justru minta diantar pulang ke apartemennya. "Sudahwaktunya kau tahu apartemenku, Gerry"

"Oh, jadi kau tinggal di apartemen?"

"Ya.

Keberatankah?" Gerry tertawa senang menerima tawaran itu, Dan, agaknya malam itu Vania juga terlihat lebih agresif dari sebelumnya, Sepanjang perjalanan menuju apartemennya tak henti-henti tangan Vania bermain nakal di pangkuan Gerry. Kecupan menantang sering mendarat di pipi, leher dan pelipis Gerry. Hal itu membuat Gerry merasa menemukan obsesinya selama ini, yaitu. mendapatkan teman kencan yang agresif dan liar.

"Hei, hei... sabar dulu, Sayang... "

"Aku horney banget hari ini," ujar Vania sambil mendesah-desah saat menciumi tubuh Gerry begitu masuk ke apartemennya. Gerry tak diberi kesempatan untuk mengomentari kemewahan apartemen Vania yang nyaris seluruh perabotnya bernuansa kristal Gerry bahkan tak diberi kesempatan meletakkan kunci mobilnya, karena begitu pintu ditutup Vania langsung menciumi wajah Gerry. Pria berambut ikal rapi itu dibuatnya berdiri bersandar pada dinding samping pintu, menerima kecupan bertubi-tubi. Bibirnya dilumat- dengan liar oleh Vania, sampai tak sempat membalas dengan lumatan yang setara. Dalam sekejap tahu-tahu tubuhnya sudah bersih dari pakaian: Tangan Vania sangat trampil dalam melucuti pakaian Gerry hingga ke bagian yang paling dalam. Si mata biru berbulu lentik ternyata dapat berubah menjadi lebih ganas dari singa betina. Gerry hanya bisa menuruti apa yang menjadi keinginan Vania.

Ia juga mematuhi apa perintah Vania ketika gadis berdada motok itu berbaring di atas meja kaca tebal. tanpa sehelai benang pun. Gerry bersikap sebagai budak yang setia pada ratunya,. sehingga pelayanannya membuat

Vania semakin mengamuk lebih erotis lagi. Malam itu Gerry mendapatkan kepuasan bercinta yang lebih indah dari kencan sebelumnya. Vania pun mengaku mendapat kepuasan yang luar biasa indahnya, sehingga di saat ia terkulai bermandi peluh, Gerry mendengar suara paraunya berdada manja. Memang luar biasa..Gerry tidak menceritakan lebih detil lagi tentang apa yang dilakukan Vania ketika, malam itu ia berbaring pasrah. Namun Hilmon dapat. membayangkan sendiri apa yang diperoleh Gerry pada hari Selasa malam itu. Keindahan cinta itu membuat Gerry tak sempat tidur. Ia meninggalkan apartemen sebelum matahari terbit. "Aku akan datang menjemputmu nanti sore kita makan malam ...." "Kamu nggak perlu datang lagi ke sini," kata Vania saat mengantar Gerry sampai di depan pintu. "0, Vani... please. Aku ingin... ," Mulut Gerry segera ditutupi dengan jari telunjuk Vania yang membuat kata-kata Gerry berhenti seketika. Tatapan matanya lembut dan menghadirkan keindahan tersendiri di hati Gerry. Ia berkata dengan nada berbisik dan sedikit parau. "Minggu depan kita bertemu, Gerry" "Minggu depan?! Ooh, tapi itu terlalu lama bagiku untuk..." "Pergilah ke pantai pada hari Kamis malam, minggu depan. Aku akan datang menemuimu di sana." Gerry tak dapat melakukan penawaran waktu lebih cepat lagi. Janji Vania seakan merupaka.n keputusan yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Gerry dihinggapi rasa rindu yang amat menyiksa jiwa. lebih-lebih nomor HP pemberian Vania tetap tidak dapat dihubungi.

Maka, tiga hari setelah pertemuannya dengan Vania di apartemen, Gerry nekat menemui gadis itu. Ia datang ke apartemennya sepulang dan kantor. Namun is tertegun dalam keherananan yang tinggi, karena apartemen tersebut sudah terbakar. Yang tersisa hanya sosok

bangunan hitam penuh dengan puing dan sisa kebakaran. Gerry menemui seorang pedagang rokok yang ada di seberang apartemen tersebut. Ia menanyakan, sejak kapan apartemen itu terbakar ? "Empat hari yang lalu, Tuan," jawab pedagang rokok itu. "Nggak mungkin! Tiga hari yang lalu saya masih datang ke situ dan menemui teman saya yang tinggal di lantai tujuh. Saya pulang subuh!" "Wah, aneh sekali kalau begitu. Padahal apartemen itu terbakar empat hari yang lalu Kan sempat masuk berita TV, karena musibah itu menelan korban 13 orang." Gerry selalu menyangkal kenyataan itu. Di depan Hilmon dia ngotot bahwa informasi yang ia dapatkan dari pedagang rokok itu tidak benar. Hilmon menyodorkan beberapa koran yang memuat berita terbakarnya apartemen tersebut pada hari Senin, tapi Gerry tetap menyangkal tegas-tegas. Berita itu tidak benar. Hari Selasanya ia masih bisa kencan hangat dengan Vania di apartemen itu. Timbul kecurigaan di benak Hilmon. "Jangan-jangan dia bukan cewek biasa, Ger?!" "Maksud lu... dia cewek luar biasa? Iya, memang dia cewek luar biasa. Kehebatannya di atas ranjang.. " "Maksud gue, dia bukan manusia!" potong Hilmon. "Siluman, peri atau sejenisnya." Saat itu Gerry menatap Hilmon dengan mata menyipit. Suaranya bernada ketus. Lu, sirik ya?! lu iri gue bisa dapat cewek secantik dia kan? Karena lu merasa iri maka lu fitnah dia dengan anggapan naif begitu, supaya gue ngelepasin dia. Itukan mau lu?" Hilmon tertawa kalem. Tidak terpancing emosi. Ia coba menenangkan Gerry agar di antara mereka tidak terjadi salah paham. ia coba pula untuk memberikan beberapa analisa tentang kemisteriusan Vania Mercury itu. Menurutnya, hanya ada dua kemungkinan dalam analisanya: Gerry mengalami halusinasi, atau Gerry mengarang Cerita bohong untuk memperdaya dirinya.

"Mon,. semalem gue nggak bisa tidur mikirin Vania. Kayaknya gue mengalami fenomena gaib yang hanya bisa dialami oleh orang-orang tertentu, oleh orang-orang yang punya keistimewaan dalam kodrat hidupnya, seperti halnya diri gue sendiri. Gue yakin, gue punya keistimeWaan yang tidak dimiliki oleh cowok mana pun." Akhirnya Gerry berkeyakinan demikian. Ia cukup serius bicara begitu di depan Hilmon, sementara Hilmon menanggapi dengan kalem. Ada senyum dan tawa kecil yang terkesan seolah-olah ia tak akan terhasut oleh omong kosong seperti itu. Gerry pun tampak putus asa,tak ingin meyakinkan Hilmon lagi. "Persetan lu mau percaya apa nggak, yang jelas hari ini adalah hari Karnis. Gue pinjem mobil lu. Mobil gue belum keluar dari bengkel." "Mau ke mana lu?" "Gue mau ke pantai." "Aaalaa... udahlah, lupain soal gituan. Kayak kurang kerjaan aja. Mending lu pulang bareng gue. Eeh, kita dapat undangan makan malam bersama Bu Elsye dan sekretarisnya yang mungil itu lho, Ger." . "Gue nggak tertarik. Gue harus ke pantai, karena Vania akan menemui gue di sana sesuai janjitiya. Gue pinjem mobil lu ya Sebegitu kuatnya keyakinan Gerry, sampai- sampai hati Hilmon pun jadi penasaran. Ia ingin tahu, apa sebenarnya yang ada di balik semua ini. Kemisteriusan atau kebohongan? Untuk itulah ia tak keberatan mengantar Gerry ke pantai. Namun sudah sejak dua jam yang lalu yang ia temui di pantai hanyalah gemuruh ombak dan hembusan angin kencang. Hilmon sempat merasa dirinya seperti orang idiot. Melakukan kebodohan di tengah kesadaran logikanya. Deburan ombak pantai menggema. Hilmon tarik napas dalam-dalam, lalu rnendesis bernada gerutu. "Ini gila!"

"Gue kan udah bilang elu nggak usah ikut gue ke sini

kalau elu anggap ini sesuatu yang gila!" . "Gue berharap lu masih sadar, Ger." "0, iya dong. Gue sadar seratus persen! Gue nggak lagi paranoid. Tapi gue nggak maksa elu kalau elu merasa...." Gerry menghentikan kata-katanya. ,Tatapan matanya tertuju ke tengah lautan. Bayang-bayang ketegangan mulai membias lewat rona wajahnya yang berkumis tipis dan sedikit bercambang itu. "Mon,. apaan itu, Mon ..... ? Tampak cahaya kecil namun berbinar-binar bagaikan bola kristal. Cahaya itu berwarna perak. Makin lama makin bergerak, mendekati garis pantai, dan semakin dekat semakin seperti bola berserabut bentuknya. Hilmon terperangah. Matanya tak berkedip. Mulutnya ternganga. Diam-diam jantungnya mulai berdetak cepat. Ia mulai merasa cemas, karena saat itu Gerry pun tertegun bagai seonggok batu tanpa suara. Hembusan angin datang dari arah depan mereka, Kencang sekali. Tubuh mereka sempat merasa sedikit terdorong mundur. Namun karena ada bumper mobil, maka tubuh mereka masih bisa tetap berdiri di tempat. Hanya saja, mereka merasakan ada sesuatu yang menekan dada cukup berat. Pernapasan pun jadi agak sesak. "Ger... ??!" bisik Hilmon makin tegang, karena cahaya silver itu semakin dekat. Semakin besar bentuknya..Bulat dan berserabut bias cahaya. menyilaukan. Ombak di lautan bagaikan mengamuk.Gerakan dan suara gemuruhnya menim bulkan rasa takut;Cahaya itu seakan telah rnenghisap keberanian siapapun yang ada di pantai saat itu Gerry tampak sulit bicara. Kerongkongannya terasa kering. Hilrnonlah yang masih mampu berusaha untuk melontarkan kata dengan napas tersengal-sengal. "La... lari saja, Ger... !!"

Gerry mengangguk. Ia berhasil menggerakkan kepala untuk menatap Hilmon. Namun ia tak berhasil menggerakkan kakinya sedikit pun. Kedua kaki Gerry

seperti dihisap oleh pasir pantai yang dipijaknya. Sementara kedua kaki Hilmon sudah berhasil melangkah kesamping walau itu pun ia lakukan dengan sangat susah payah. Hilmon berhasil mendekati pintu mobil pada saat cahaya putih menakutkan menjadi lebih besar dan lebih menyilaukan lagi. Jaraknya dengan pantai pun menjadi lebih dekat lagi. "Masuk... masuk . ! Buruan.....!!" Hilmon memang berhasil menguasai kesadarannya. Ia segera masuk mobil dan berusaha menghidupkan mesin mobil. Namun, Gerry bagaikan terpatri di tempatnya. Bergerak tak bisa, berteriak tak mampu. Sementara itu, mesin mobil ternyata gagal dihidupkan. Hilmon menstarternya berkali-kali namun tak ada hasilnya. "Yaa, Tuhaaan... ?!" keluh Hilmon bertambah tegang dan ketakutan. Kedua bola matanya terbelalak lebar. Ia memandang dari balik kaca mobil. Cahaya perak itu bukan saja semakin besar, namun juga berubah bentuknya menjadi seperti angin topan. Berputar-putar membentuk cerobong raksasa. Putarannya menimbulkan hembusan angin lebih hebat lagi sehingga dua pohon kelapa tak jauh dari mereka patah bersamaan, sementara di sisi lain ada yang tumbang dan terlempar dan tempatnya. "Gerrryyy ..!! Buruan masuuuukk !! Masuk., Gerrr_ ! Masuk ... !!! Teriakan Hilmon di dalam mobil sama sekali tak sarnpai di pendengaran Gerry. Teriakan itu terhenti seketika, karena Hilinon melihat jelas munculnya seraut wajah dari dalam pusaran cahaya aneh yang makin mendekati pantai itu. Wajah yang muncul dalam pusaran cahaya itu adalah wajah cantik berambut hitam meriapriap dengan mahkota kecil di atasnya. Ciri-ciri kecantikan itu tak lain adalah kecantikan Vania Mercury, seperti yang sering disebut-sebut Gerry beberapa hari ini. Hanya saja, wanita cantik dalam pusaran cahaya perak itu tampak jelas bermata merah menyala, menyeramkan sekali.

Dengan gerakan panik Hilmon menurunkan kaca pintu. Tujuannya supaya suara teriakannya didengar Gerry. "Gerrryyy... masuuuk ke mobil ! Masuuuk, Geeerr ......!! Tapi gemuruh ombak yang mengamuk dengann liar, dan deru angin yang menghempas dahsyat, sangatlah tak sebanding dengan teriakan Atau barangkali telinga Gerry sudah tertutup oleh sesuatu yang gaib sehingga tak mendengar teriakan temannya. Sebaliknya, Hilmon justrit mendengar suara. Gerry berseru rnemanggil-manggil sepotong nama yang saat itu telah mendominir seluruh kesadarannya. "Vaniiii ! !" "Gawat! Gerry semakin nggak. waras!" pikir Almon. "Aku hams menyeretnya masuk ke sini " Namun pintu mobil seperti terhalang tebing karang. Tak bisa dibuka, tak mampu didobrak paksa. Hilmon mendengar suara perempuan yang bernada aneh, menyeramkan, dan membuat sekujur tubuhnya semakin merinding: Suara itu menggema pelan namun sangat jelas. "Ake datang menjemputmu, Gerryyy. !" "Vaniiiaaa, ini akuuuu .... !!" Hilmon semakin panik. Ia berusaha keluar dari mobil lewat jendela kaca yang sudah diturunkan. Namun kepanikan membuatnya tak berhasil lobos. Bahkan gerakkan tubuhnya terhenti seketika akibat ia melihat jelas-jelas cahaya perak itu melesat ke pantai. Kedua tangan Vania Mercury seperti terjulur ke depan dan mengeluarkan cahaya perak lainnya yang segera menyambar tubuh Gerry. Zzrrrup... ! "Gerrryyyyyyy ....... !!!!! "

Hilmon bukan berteriak lagi, tapi menjerit histeris sekuat tenaga. Ia melihat Gerry seperti terhisap seluruh daging tubuhnya. dan masuk ke dalam pusaran cahaya perak itu. Dalam sekejap saja Gerry lenyap, yang tersisa tinggal kerangka tulang-tulangnya berdiri tegak di depan mobil. Darah, daging, dan yang lainnya telah lenyap dalam satu gerakan terbang ke arah Vania Mercury, seperti

serpihan sampah yang masuk kedalam mesin penghisap debu. Tak tersisa sehelai rambut pun. Sekujur tubuh Hilmon pun menjadi lemas bagai tak bertulang lagi. Ia tak mampu berteriak atau mengerang sedikit pun ketika ia sadari yang ada di depan mobilnya hanya kerangka tulang-tulang Gerry. Kerangka itu sempat berdiri terayun-ayun sejenak, lalu jatuh terpuruk berantakan di saat cahaya perak itu padam seketika. Berganti gelap gulita mencekam bumi. Kerangka milik Gerry ditemukan seorang pengelola pantai wisata pada pagi harnya. Polisi segera tiba di tempat tersebut, dan segera melakukan penyidikan secara intensif: Hilmon yang ditemukan di TKP dalam keadaann pingsan dimintai keterangan. Namun , penjelasan Hilmon dianggap terlalu mengada-ada, sehingga Hilmon pun untuk sementara diamankan ke kantor polisi terdekat. Ia bisa menjadi saksi kunci, sekaligus bias menjadi tertuduh tunggal dalam kasus ditemukannya kerangka manusia di depan mobilnya itu. ***

2 LANGIT senja semakin tua. Rona petang mulai membentang. Maka, wajah bumi pun menjadi pucat bak seraut wajah mayat . Kendaraan padat, jalanan terhambat. Mobil BMW warna hijau giok itu tak mampu laju. Sekali pun sempat maju hanya beberapa meter sudah harus berhenti lagi. "Huhh,. kapan daerah sini akan bebas dari kemacetan?!" Keluhan itu bercampur desah napas penuh keprihatinan. Keluhan itu meluncur dari mulut sang pengemudi BMW hijau giok yang sejak menjadi sopir pribadinya Kumala. Dewi selalu berpakaian rapi Wajahnya pun bersih. Tidak kucel seperti waktu ia menjadi sopir taxi dulu. Tiba-tiba terdengar suara handphone-nya berbunyi. Sandhi segera menyambut karena yang muncul di layar ponselnya tulisan: Bossku, yang tak lain adalah Kumala Dewi alias si Dewi Ular . "Masih lama sampainya, San?" "Aku kena macet nih. Mungkin 20 menit lagi baru sampai kantor." "Hm , ya udah. Aku nunggu di lantai tiga aja, di ruangarmya Bu Mirne, ya? 0, ya San... nanti sempatkan mampir ke kantornya Zus Rifa sebentar. Bisa kan?" "Bisa. Terus, aku ngapain di sana?" "Dia mau kasih oleh-oleh buatku, berupa liontin dari kristal kosmik yang tergolong langka di dunia ini" "Kristal kosmik?" "Ya, liontin dikenal dengan nama 'Liontin Olympus', karena termasuk benda bersejarah, peninggalan sejarah mitologi Yunani lama." "Ooo, dapat darimana dia?" "Zus Rifa kan baru pulang kemarin dari Athena. Dia belum ada waktu buat temuin aku. kamu ambit saja nanti. Barusan dia telepon. Aku udah bilang kal au karnu yang akan ambil."

"Ya, udah. Ntar aku usahain bisa lewat Menteng, biar bisa mampir ke kantomya Zus Rifa." "Tapi sebelum jam enam nanti kamu harus sudah sampai ke sana. Jangan lebih Soalnya, jam enam tepat Zus Rifa sudah harus meninggatkan kantor, katanya sih mau menghadiri pertemuan penting dengan keluarga mantan suaminya." "Ya, ya... aku usahakan bisa sampai sana secepatnya." "Tapi jam tujuh kamu harus sudah sampai sini. Aku harus sudah ada di Pasific Hotel sebelum pukul delapan. Jelas?" "Okey, Boss. Apa lagi?" "Udah, cuma itu. Hati-hati, nggak usah ngebut " Tutur katanya selalu terasa teduh dan familiar sekali. Meski pun terhadap sopir pribadinyaKumala Dewi tidak pemah lupa berpesan agar hati-hati di perjalanan. Sikapnya memberikan kesan bahwa ia sangat peduli terhadap Sandhi, atau orang-orang terdekat lainnya. Bagi Kumala, sopir pribadinya itu memang sudah bukan seperti orang lain lagi, tapi seperti saudara sendiri. Memang begitulah sifat si cantik putri tunggalnya Dewa Permana dan Dewi Nagadini itu. Selalu ingin bersahabat dan bersaudara dengan siapa saja. Selalu menghargai dan menghormati siapa pun yang datang padanya tanpa pandang bulu. Sandhi sering melihat majikan cantiknya membagi-bagikan uang pada pengemis atau pengamen jalanan. Kadang mereka juga disapa dan diajaknya bicara selayaknya berhadapan dengan orang yang sudah lama dikenalnya. "Mereka bukan sampah, bukan penyakit menular, .dan bukan penjahat yang berbahaya. Nggak ada jeleknya kalau kita memberikan sebagian dari uang kita untuk mereka, sebab mereka pun butuh makan dan butuh hidup sama seperti kita."

Begitu ujarnya kepada Sandhi beberapa waktu yang lalu, ketika tiga pengemis jalanan menghampiri mobilnya di lampu merah. Sandhi juga masih ingat kata-kata bijak

Kumala yang sederhana namun barangkali tidak semua orang bisa malakukannya. "Kalau nggak ada harta, berilah mereka uang. Kalau nggak ada uang, berilah mereka keramahan, senyuman, sapaan, tumpangan, atau apa saja yang bisa membuat hati mereka senang. Orang-orang macam mereka itu, San... adalah orang-orang yang merindukan kasih dan perhatian jiwani. Setetes kasih atau sebutir perhatian dari kita bisa terasa seperti segenggam emas bagi mereka." Dalam kemacetan lalu lintas sore, disaat mobilmobil terjebak langkah hingga tak mampu bergerak, disaat itulah Sandhi teringat kata-kata Kumala yang bersuara jernih dan merdu. Ingatan itulah yang membuat Sandhi melayangkan pandangannya ke arah depan, sebelah kanan mobilnya. Seketika itu Pula hati Sandhi seperti tersayat sehelai rambut yang teramat lulus dan tajam. Perih. Namun ia cepat-cepat menekan rasa itu. Menyembunyikan rapat-rapat di batik kalbu ketabahannya. "Kasihan sekali:..," ucapnya dalam nada keluhan membisik. Sepasang mata Sandhi yang memiliki alis agak lebat itu masih memandang ke arah kanan-depan. Di sana ia lihat dengan jelas seorang gadis cilik berusia sekitar 5 tahun sedang mengamen dengan kecrekan dan susunan tutup botol. Mungkin 5 tahun kurang usianya. Gadis cilik itu mengamen Sendirian dengan pakaiannya yang kumel dan rambut yang panjang tapi kotor. Sekotor kulit tubuhnya yang hitam dan kering. "Mana teman atau orang tuanya? Yaa, ampuun... rupanya dia ngamen sendirian?! Mestinya anak seusia dia sedang butuh-butuhnya kasih sayang dan kehangatan orang tua. Bukannya sibuk cari duit sendiri begitu?" Kemacetan masih tak bergeming. Sandhi menurunkan kaca pintunya sedikit. Dia ingin mendengar suara anak itu menyanyi di samping mobil sedan mewah wama merah. "Ya, Tuhan ..... " Hati Sandhi kian mengeluh sedih.

Suara anak itu sangat serak. Dia mencoba

menyanyikan lagu dewasa dengan suara keras agar didengar oleh penumpang dalam mobil yang dihampirinya. Namun kaca mobil yang tertutup rapat membuat suara gadis kecil itu tak seberapa jelas didengar dari Dua orang yang ada di dalam mobil. merah itu sama sekali tidak mempedulikan keberadaan gadis cilik tanpa alas kaki itu. "Benar-benar nggak punya otak tuh orang yang di dalam mobil?!" geram Sandhi jengkel sendiri. "Benar-benar udah pada mati rasa! Masa' mereka nggak mau peduli sedildt pun sama anak itu?!" Dengan hati kecewa si gadis kecil berwajah dekil meninggalkan sedan merah. la pindah ke mobil yang lain , Temyati suara teriakannya yang serak hingga urat lehernya bertonjolan keluar, juga tidak ada yang menghiraukan sedikit pun. Akhimya anak itu berjalan lesu menghampiri mobil lain, yaitu mobil BMW hijau giok. Sorot matanya yang tadi menjadi redup, kini tampak sedikit cerah kembali, karena ia tahu mobil BMW hijau giok itu kaca pintunya tidak ditutup rapat seperti mobil-mobil yang tadi. Begitu sudah dekat dengan BMW-nya Dewi Ular, gadis kecil itu langsung menyanyikan lagu dengan uraturat leher bertonjolan. Tampak memaksakan diri dan ngotot sekuat tenaga. "Tiga puluh menit, aku di sini... tanpa suara..." "Cukup, cukup...," potong Sandhi, tak tega membiarkan bocah kecil itu melanjutkan Iagunya dengan suara serak-serak letih. Gadis kecil bermata bundar keruh itu menatap dengan sorot pandangan mata kecewa. Barangkali ia sangka tak akan mendapatkan belas kasihan sedikit pun dari si pengemudi sedan hijau keren itu. Tapi ketika ia hendak melangkah pergi, ia mendengar suara si pengemudi mobil keren itu memanggilnya. "E, eh... sini, sini... !" panggilan dari Sandhi itu disusul dengan uluran tangan yang memegangi selembar uang 50 ribu. "Nih, buat kamu !" katanya.

Gadis kecil itu tertegun ragu. Separoh matanya Mulai tampak berseri-seri, separohnya lagi tak yakin kalau dia akan diberi uang sebesar itu. Namun setelah Sandhi memperjelas maksudnya, gadis kecil itu pun mulai menyunggingkan senyum tipis di sudut bibir keringnya. Meski demikian masih ada sisa kebimbangan yang menahan tangannyauntuk menerima pemberian itu. "Ambillah, ini buat kamu. Ayo, nggak usah malu-malu. Jangan takut sama Oom. Uang ini buat kamu semua. Niihh..." Gadis kecil berkulit kusam akhirnya yakin betul bahwa uang sebesar itu memang diberikan untuknya. Maka, ia pun segera melangkah lebih dekat lagi ke arah pintu sopir. Kemudian tangannya yang berjari mungil namun kotor itu segera menyambar uang pemberian Sandhi. "Makasih...," ia tertawa memandangi selembar uang 50 ribuan. Sesaat kemudian kembali memandang Sandhi dengan kegembiraan yang terbungkus bayangan rasa malu dan kagum. la kagum pada kebaikan si oom pengemudi sedan keren itu . "Makasih, Oom...," ulangnya dengan semakin tampak girang sekali. Sandhi rnenyunggingkan senyum ramah dan sangat bersahabat. Kepalanya mengangguk kecil. "Namamu siapa, Adik manis?" "Oyen," jawabnya singkat. Masih diliputi rasa malu dan girang. "Oyen sama siapa di sini?" "Hii, hii, ha...." Gadis kecil kegirangan itu tidak menjawab. la justru segera berlari meninggalkan BMW bijau giok..

Sandhi tidak kesal meski pertanyaannya diabaikan Oyen. la justru tersenyum lebar dan menghembuskan napas lega. Lega karena bisa memberikan sebagian kecil dari uang gajinya yang ia terima di kantor tadi siang. Lega juga karena kendaraan didepannya sudah mulai bergerak. Agaknya kemacetan mulai memudar. Dan,agaknya juga

penyebab larinya Oyen tadi karena ia mengetahui bahwa sebentar lagi mobil-mobil akan bergerak, dan iatak ingin ditabrak oleh mobil mana pun. "Huuhh, kalau tahu tadi mau ke kantornya Zus Rifa, gue nggak lewat sini tapi lewat daerah Manggarai aja Lewat sini sih bakalan kena macet lagi nih." Sandhi mulai berkecamuk dalam hatinya. Bukan hanya kemacetan saja yang menjadi thema kecamuk hatinya, namun masalah pribadirlya dengan seorang gadis juga turut dikecamukkan oleh sang hati. Toh kecamuk itu tidak dapat berlangsung lama. Sandhi mulai tarik napas lagi, lantaran jalanan macet kembali. "Huuuhhh baru jalan.3 menit kena macet lagi kan?! Gue bilang juga-apa?! Kalau tadi lewat daerah Manggarai nggak berkali-kali kena macet lampu merah begini!" Baru saja menginjak pedal rem, dahi Sandhi terpaksa harus segera berkerut kuat-kuat. Pandangan matanya pun menatap sangat tajam. la memandang ke arah mobil yang ada di depannya, sebelah kanan. Suatu keganjilan terlihat dengan jelas di samping sedan Audi wama coldat susu itu. Hati Sandhi bertanya-tanya penuh rasa heran. "Bagaimana mungkin dia bisa berada di sini dalam 3 menit ?!" Sandhi rnempertajam pandangan matanya. " Ah , bukan dia kali?! Cuma mirip dia?" Apa yang dilihatnya memang sangat aneh. Mengherankan sekali. Perjalanan 3 menit yang dicapai dengan menggunakah mobil dapat dibayanglan berapa kilometer jauhnya. Sesuatu yang sangat membingungkan Snidhi adalah ketika ia tiba di lampu merah ini, temyata gadis kecil yang mengaku bemama Oyen itu sudali ada di depan matanya. Dalam perhitungan logika tidak mungkin si pengamen cilik itu bisa melakukan perjalanan sejauh itu dalam waktu hanya 3 menit.

"Kalau ia tadi menumpang sebuah mobil, mungkin saja bisa tiba di sini dalam waktu 3 menit. Tapi gue yakin nggak ada orang yang mau memberikan tumpangan gadis kotor

yang dekil itu?! Kalau toh dia jalan kaki, atau berlari , nggak mungkin dia bisa duluan sampai sini ketimbang gue?!" Gadis kecil berbadan kurus itu juga menghampiri mobil Sandhi. Ia mengamen dengan alat musik yang sama, yaitu tumpukan tutup botol yang dipakukan pada sepotong kayu, digunakan sebagai kecrekan. Sandhi buru-buru menurunkan kaca pintu untuk melihat lebih jelas lagi, benarkah gadis kecil itu Oyen. "Astaga! Memang dia?!" gumam hati Sandhi sambil menyeringai sangat terheran-heran. Bahkan suaranya pun sama dengan yang tadi, serak dan kering. Menyedihkan sekali. Senja mulai menua. Bulu kuduk Sandhi pun mulai merinding. Ia tak dapat menyangkal kenyataan yang terjadi pada saat itu, bahwa pengamen cilik yang di sini adalah sama dengan pengamen cilik yang di sana tadi . Karena; ketika gadis cilik itu menghampiri mobil BMW hijau giok dan langsung menyanyikan settuah lagu dengan suara serak dan urat lehernya tampak bersumbulan, maka saat itu pula Sandhi langsung menghentikan nyanyian si bocah. "Kamu yang tadi ngamen di perempatan jalan Ketapang kan ?" "Iya Oom," jawabnya sangat lugu. "Kamu bemama.. , Oyen, ya kan ! " Gadis cilik yang mengenakan rok Merah kumuh itu mengangguk dengan polosnya. Tanpa beban dusta, tanpa merasa ada yang aneh pada dirinya. Ia memang tidak segera pergi walau lagunya dihentikan Sandhi, karena saat itu ia melihat tangan Sandhi sedan memegangi selembaruang 10 ribuan, Dan sorot matanya anak itu tampak sangat berharap uang tersebut diberilcan padanya.

Dan, Sandhi memang ingin memberikannya seandainya anak itu bukan Oyen. Tapi ketika anak tersebut mengaku bemama Oyen, mengaku pula tadi habis ngamen di lampu merah perempatan Jalan Ketapang, maka Sandhi pun menjadi ragu menyerahkan uang tersebut. Bukan ragu karena pertimbangan ekonomis, melainkan ragu karena ia

tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap si kecil Oyen. "Oom tadi lihat kamu di jalan Ketapang, terus... tahu-tahu kamu sudah sampai sini sebelum Oom tiba di sini. Kamu naik apa tadi?" "Jalan...," jawabnya pendek. Dahi Sandhi berkerut semakin tajam. " Jalan kaki ?" Oyen mengangguk. "Secepat itukah kamu jalan kaki dalam jarak sejauh ini?!". Gadis kecil itu diam saja. Menundukkan kepata. Seperti anak yang menyimpan rasa takut karena sedang dimarahi. Padahal maksud Sandhi bukan,memarahinya. Hanya sekedar ingin mencari kebenaran dari suatu kasus yang aneh dan sangat membingungkan itu. Atas pertimbangan rasa tak teganya, akhimya uang 10 ribu itu diberikannya pada Oyen. Lagi-lagi anak itu memancarkan keceriaan kembali dari raut wajah kumelnya. Setelah menerirna uang terstbutt Oyen pun pergi dengan berlari girang. Ia tak menghiraukan seruan Sandhi yang mengharapkan agar ia tetap di situ sebentar, karena ada beberapa pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Oyen pergi sebelum Sandhi sempat bertanya: apakah benar Oyen jalan kaki, siapa yang menjadi orang tua anak itu sebenamya dan dimanakah fempat tinggal Oyen bersama keluarganya? "Aah, masa' bodoh-lah... !" Sandhi membuang rasa penasarannya dengan desah panjang. Kemudian, bergegas pergi meninggalkan lampu merah. Menuju kantornya Zus Rifa. Kali ini ia terpaksa agak ngebut supaya saat tiba di sana Zus Rifa masih ada di kantomya.

Namun, kesibukan jam pulang kantor membuat jalanan semakin padat, dan Sandhi tak dapat ngebut sesuai yang dtharapkan. Bahkan lima menit kemudian ia terjebak kemacetan lagi di persimpangan pintu kereta. Antrian mobil berderet panjang. Sementara mobil di belakang BMW hijau giok itu temyata juga sudah antri panjang. Sandhi tak bisa bergerak ke arah mana pun. la seperti

tergencet antrian depan-blakang. "Wah, gawat nih. Bisa lewat jam enam baru sampai kantornya Zus Rita. Hhmm, sebaiknya aku telepon Kumala dulu, biar dia..." Kecamuk hati Sandhi terhenti seketika. Seperti ada yang menyumbat rongga suaranya. Namun, seketika itu juga mulutnya ternganga melongo, matanya memandang tak berkedip. "Astagaaa... ??!" Cukup lama mulut Sandhi terperangah, karena ia sama sekali tak menyangka bahwa di kemacetan ini pun ia temukan si gadis kecil berbadan kurus dekil sedang mengamen dengan alat sederhana. "Oyen .... ?! .. Benar itu Oyen lagi?!" Suaranya mendesah penuh keheranan dan keraguan. Kaca pintu pun segera diturunkan. Gadis kecil berpakaian merah lusuh menyerukan suaranya yang serak di samping mobil sedan warna silver, dua mobil di depan Sandhi. Dengan menurunkan kaca mobil, kini Sandhi semakin jelas dan yakin bahwa anak itu adalah Oyen. Lima menit yang lalu ia temukan di tempat. kemacetan cukup jauh dari tempat yang sekarang. "Bagaimana dia bisa sampai ke sini dalam waktu lima menit ? Tempat yang tadi sangat jauh jaraknya dari sini Nggak mungkin dia bisa menempuhriya dengan jalan kaki secepat ini. Nggak mungkin!" Anak itu pindah ke mobil berikutnya setelah di mobil silver ia tak digubris sama sekali oleh penumpangnya. Ketika ia pindah ke mobil berikutnya, pandangan matanya sempat berbenturan dengan tatapan mata, Sandhi. Anak itu berhenti melangkah, seperti terpana melihat Sandhi ada di situ. Tangan Sandhi pun melambai kepadanya. Anak itu segera menghampiri Sandhi dengan sedikit berlari. "Kamu Oyen?" "Iya, Oom," "Bukankah kamu tadi ngamen di lampu merah sana, jauh dari tempat ini ..?" "Iya, Oom."

"Tapi kenapa kamu bisa cepat sampai sini? Naik apa kamu?" Terbungkam mulut Sandhi Bergumam dalam hati "Jalan kaki? Apa benar ?" Oyen diam menunduk, tapi matanya sempat melirik ketangan Sandhi, sepertinya ia sedang berharap mendapat uang lagi dari Sandhi. Gerak-gerik itu diketahui oleh Sandhi, sehingga Sandhi merogoh sakunya mengeluarkan uang yang terdiri dari beberapa lembar ribuan serta lembar lima ribuan. Namun gerak tangar Sandhi terhenti sesaat lantaran terpotong oleh munculnya kecurigaan baru. "Kamu dikoordinir oleh seseorang ya?" Oyen menatap dengan wajati lugu namun terkesan bingung, tak paham maksud ucapan Sandhi "Oyen dipaksa orang lain untuk ngamen? Apakah ada yang bawa kamu ke sana-sini pakai mobil?" Oyen menggeleng. Lalu, ia bersuara lirih: "Belum pernah "Belum pemah disuruh orang untuk ngamen?" "Belum pemah naik mobil." "O0000..." Tiba-tiba terlintas gagasan nekat di benak Sandhi. Entah mengapa ia tiba-tiba punya ide untuk membawa Oyen jalan-jalan merasakan kenyamanan mobil mewah itu. Tanpa ragu sedikit pun Sandhi menyuruh Oyen untuk masuk ke dalam mobil lewat pintu belakangnya. "Masuklah. Kita jalan-jalan sebentar. Nanti Oom antar kamu ke sini Yuk, naik... !" Anak itu pun tanpa keraguan sedikit pun langsung masuk ke mobil dengan wajah berseri-seri kegirangan. Sandhi menyuruhnya pindah kejok depan. Anak itu tanpa ragu juga pindah kejok depan tak peduli kakinya yang kotor menginjak apapun yang ada di depannya. Setelah duduk di depan, anak itu tertawa cekikikan. Seolah-olah merasa bangga bisa duduk di dalam sedan mewah, meski pun saat itu mobil baru mulai bergerak pelan menuju perlintasan jalan kereta api.

"Kamu tinggal di mana, Oyen?" Anak itu tidak menjawab. Agaknya memang ia tak mendengar suara pertanyaan Sandhi la sibuk , tertawa-tawa teruss sambil memandang sana-sini dengan perasaan kagum dan bangga. "Kamu suka dengan mobil ini?" Oyen mengangguk malu. Gerak kegirangannya terhenti . "Kamu tinggal di mana, Sayang?" Oyen menggeleng, wajahnya mulai melentur duka. Mungkin itu jawaban bahwa dia tak punya tempat tinggal yang tetap. Sandhi menarik napas menahan haru. lbumu...?" Oyen menggeleng lagi. "Oh, kamu nggak punya ibu? Bapak ada kan?" Sekali lagi anak itu menggeleng. Rona wajah dekilnya kian tampak membendung kedukaan yang amat dalam. Sandhi makin trenyuh dan tak berani bertanya masalah pribadi anak itu. Ia tak ingin Oyen makin duka karena tak tahu harus bicara apa tentang keluarganya. Sementara itu, mobil berjalan melintasi rel kereta. Keadaan jalanan mulai lancar. "Kamu mau ikut Oom, menemui majikan oom Sandhi? Dia orang baik kok. Namanya Kak Kumala. Eeh , Tante Kumala..." Sandhi tertawa sendiri. "Apa pantes Kumala dipanggil 'Tante', ya?" la lupakan kelucuan itu, kini kembali bertanya pada Oyen. "Bagaimana, kamu ikut Oom menemui Kak Kumala. Dia pasti sayang sama kamu. Mau?" Oyen diam seperti bingung menjawab. Tapi wajahnya diangkat dan kini ia menatap Sandhi dengan pandangan teduh. "Seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan?" pikir Sandhi. "Cara memandangnya kok begini sih? Aneh. Tapi..." Terdengar suara bocah kecil itu dengan pelan tapi jelas. "Bilang sama dia, Athila sudah siap." "Athila...??!" "Athila Darapura."

Sandhi terbungkam dalam kebingungannya. Pandangan mata tertuju ke depan. Remang petang makin mengaburkan pandangan. Tiba-tiba ia menginjak rem kuat-kuat karena ada yang menyeberang jalan secara mendadak. Ciit ..... !! . "Setaaan !" teriak Sandhi melampiaskan kekagetan dan kecemasannya. Hampir saja ia menabrak seorang bocah cilik yang menyeberang jalan dengan berlari cepat.. "Hahh .. ?!" Mata terbelalak lebar, jantung bagaikan berhenti sesaat. Sandhi clingak-clinguk karena Oyen tidak ada di sampingnya. Di jok belakang pun tidak ada. Sementara semua pintu terkunci secara sentral. "Ya, ampuuunan,..!" sebuah ingatan menyadarkan Sandhi dan membuatnya semakin tegang. "Bukankah tadi yang hampir kutabrak adalah gadis kecil mengenakan rok merah lusuh?! Bukankah tadi yang hampir kutabrak adalah... si Oyen?!" Matanya yang melebar itu mencari ke seberang jalan, namun bocah yang hampir ditabraknya itu tidak ada di sana. Di mana-mana pun tidak kelihatan. Sementara di jok samping kirinya yang ada hanya, kecrekan dari tutup botol. Benda itu adalah sarana mengamen bagi Oyen, namun Oyen sendiri pergi tanpa diketahui bagaimana caranya keluar dari mobil. "Pasti dia bukan bocah biasa! Duduk di sampingku, tahu-tahu hampir ketabrak mobil ini, 000hh... jelas sudah! Oyen bukan bocah gelandangan. Lalu, siapa dia ? Darimana asalnya anak itu? Apa maksidnya dia bilang Athila sudah siap? Apakah dia sendiri yang bernama Athila? Tadi ngakunya bernama Oyen? Duuh, bulu kudukku kok jadi merinding, ya?" Sandhi segera meraih handphone, menghubungi Kumala yang masih menunggunya di kantor ***

3 PELITA malam mulai tampak di balik awan putih. Hanya separoh rupa yang terlihat, namun bisa dipakai untuk menerangi sebagian bumi. Warna malam pun menjadi pucat. Mengandung makna romantis dan mistis. Di sudut jalan pertokoan. Suasana sepi telah melengang, Mungkin, karena sudah lewat dari Pukul l 0 malam. Tentu saja sudah tidak ada toko yang buka. Tidak ada aktivitas bisnis seramai siang hari. Hanya beberapa warung tenda yang masih buka, dan yang sebentar lagi pasti akan tutup. Keramaian lokal memang ada. Letaknya di sudut trotoar menuju pasar tradisional. Ada pangkalan ojek di sana. Ada sekelompok orang bermain Judi kartu. Tak jauh dan kelompokpenjudi katu itu ada warung jamu seduh ,warung minum kecil. yang dijual bukan hanya minuman kopi atau susu, tapi juga ada minuman semi alkohol; anggur dan ginseng. Bisa bikin mabuk. Tapi banyak peminatnya juga, lantaran banyak orang yang ingin mabuk. Terutama para preman, baik yang punya tato atau yang cuma punya panu. Heningnya malam membantu kerasnya suara kartu gaple dibanting. Kadang tawa dan makian mereka terdengar jelas pula. Bahkan langkah kaki seorang pemuda yang berjalan menyusuri trotoar toko juga terdengar sedikit menggema. Tampaknya pemuda berperawakan sedang itu memang sedang mencari sesuatu. Gerak-gerik matanya,terkesan sibuk, walau sikapnya tampak tenang. Tapi tampangnya yang cenderung blo' on dan terkesan udik itu membuat banyak orang yang suka meremehkan dirinya. Para pemain kartu yang dihampirinya juga bersikap cuek ketika ia bertanya tentang tempat nongkrongnya para pengamen liar Di situ ada empat orang yang bermain kartu, dua orang lagi hanya melihat dalam posisi berdiri di belakang para pemain kartu. Enam orang yang ada di situ rata-rata bertampang kriminal.

"Maaf , ada yang tahu tempat mangkalnya para pengamen nggak?" Pertanyaan itulah yang tidak digubris sedikit pun oleh mereka. Sekali lagi pemuda berambut kucai itu bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Maaf Bang... saya mau numpang tanya,di sekitar sini katanya ada tempat mangkalnya para pengamen, di sebelah mana, ya?". Salah satu orang yang main kartu mulai merasa terganggu dengan kehadiran pemuda berjaket hitam itu. ia menegur dengan nada galak. "Lu siapa sih?! Ngapain tanya-tanya soal itu sama kita-kita orang ?!" Satu lagi menimpali, `udah jalan sana, jangan ikut nongkrong di sini !" Orang, yang tepat berseberang arah dengan pemuda berjaket hitam itu segera berdiri penuh emosi. "Eh, lu mau pergi nggak dari sini ?! Pergi nggak lu?! Ntar gue timpa baru tahu rasa lu, ya?!" Pemuda berjaket hitam bertampang culun itu terpaksa mundur: Tapi ia sempat tersenyum tipis, lalu melangkah pelan-pelan meninggalkan mereka menuju ke warung jamu. Ada dua orang tukang ojek sedang minum jamu di sana. Sedianya si pemuda berjaket hitam ingin bertanya pada kedua tukang ojek tersebut, namun semua perhatian orang sudah lebih dulu terpancing ke arah kelompok pemain gaple. Karena, dari sanalah datangnya. jeritan dan teriakan keras yang sangat mengejutkan, yang membuat setiap orang merasa ingin tahu penyebabnya. "Ada apa?! Kenapa mereka itu?!" kedua tukang ojek saling bertanya. "ya, ampuun.... ?!" pemilik warung jamu terperangah setelah ikut memandang ke arah yang sama.

Enam orang yang berada di tempat judi kartu itu saling berteriak, dan berhamburan, menyebar ke berbagai arah. Tak jauh dari tempatnya semula. Mereka sangat panik setelah mengetahui kepala mereka berasap. Dari lubang

hidung, telinga, mulut, bahkan mata, mengeluarkan asap putih yang makin lama semakin tebal. Bahkan dari sela-sela rambut mereka juga mengepulkan asap putih, seperti asap rokok yang makin lama semakin banyak. Mereka menyangka diri mereka terbakar. Karena mereka merasakan hawa panas yang cukup menyengat. Hawa panas itu dirasakan-muncul dari dalam dada mereka, lalu menyebar ke sekujur tubuh. "Tol000ng, air...! Keenam orang tersebut memiliki seruan yang hampir sama, yaitu air. Spontatitas mereka mengatakan, rasa panas di sekujur tubuh dapat dipadamkan dengan air. Lelaki gemuk yang tadi mencari plastik buat alas tidur anaknya, segera datang dengan membawa air dalam ember plastic ukuran kecil. Ia guyurkan air itu ke tubuh salah seorang yang mengalami-keanehan tersebut. Byuuuurrr... Ternyata air tidak membuat asap aneh berhenti mengepul. Kepala mereka masih tetap mengeluarkan asap, dan rambut mereka mulai keriting akibat hangus terbakar pelan-pelan. Semua prang yang ada di sekitar tempat itu ikut menjadi panik: Semua orang terhranheran. "Api dari mana sih kok bisa membakar tubuh mereka?!" "Mana gue tahu. Yang gue lihat tadi mereka teriak bersamaan dan kepala mereka sudah mengeluarkan asap." "Kalau toh mereka terbakar kok bisa bersamaan, ya?!" "Lagi pula nggak ada percikan api sedikit pun, tapi kenapa kepala mereka masih mengepulkan asap terus?" "Ya,, ampuuun... ! Lihat si Salman itu?! Kepalanya jadi perontos karena semua rambutnya hampir habis terbakar!" "Iya, ya?! Anehnya, kenapa cuma kepala mereka yang mengeluarkan asap? Kenapa perut, dada, dan tubuh lainnya nggak ada yang berasap ya?!"

Mereka sibuk mengguyurkan air dari mana saja yang mereka dapat. Tujuannya untuk menyelamatkan keenam

orang itu agar tidak mati terbakar. Semua orang memang panik dan kebingungan. Hanya pemuda berjaket hitam yang tetap tenang. Berdiri di sarnping tenda pedagang jamu seduh: Ia memandangi kepanikan orang dengan senyum lebar. Kadang diiringi tawa,kecil tanpa suara yang membuat badan bergerak. Tidak jauh dari warung jamu, ada pasir sisa bangunan. Pemuda berjaket hitam mengambil segenggam pasir, lalu ia menyebarkan pasir ke udara, ke arah keenam orang yang mcngalami keanehan itu. Wuuurfss'... ! Tindakannya itu tidak'ada yang melihat karena semua perhatian tertuju pada orang-orang yang mengalami keanehan. Setelah menyebarkan pasir, pemuda berambut kucai itu meninggalkan tempat tersebut dengan tenang, sambil tersenyum lega. Tampak 'puas dengan apa yang dilihatnya. Detik berikutnya setelah penyebaran pasir ke udara dilakukan, asap-asap yang menyelimuti keenam korban berangsur-angsur pudar. Kepala mereka tidak mengeluarkan asap lagi. Rasa panas di sekujur tubuh juga hilang dalam tempo singkat. Tetapi rambut mereka habis terbakar dengan aroma sangit yang khas. Keenam orang itti terkapar di s. ana-sini, dengan napas terengah; engah dan sekujur tubuh-basah kuyup akibat diguyur air oleh rekan-rekannya yang ingin menyelamatkan mereka dari-ancaman maut, mati bakar. "Kenapa kalian tiba-tiba bisa terbakar secara bersamaan sih ?" "Nggak tahu... gue nggak tahu... sumpah! Tahutahu badan gue terasa panas seperti kesundut rokok,lalu bawa. panas itu merayap naik memenuhi kepala gue..."

Memang tidak akan ada yang tahu; ,kecuali pemuda berjaket hitam. Dialah yang membuat keenam orang penjudi kartu mengalami kebakaran gaib dalam tubuhnya. Hal. itu ia lakukan karena ingin memberi pelajaran kepada mereka yang telah bersikap semenamena dan berani menyepelekan dirinya. Seandainya tadi salah satu dan

keenam korban itu ada yang peduli dan menjawab pertanyaan dengan baik, maka peristiwa aneh itu tidak akan terjadi Pemuda berjaket hitam tidak akan mengganggu mereka berenam. "Rasain... Habis, lu-lu orang pada belagu sih!" ujarnya dalam hati"Gue tanya baik-baik nggak dijawab, eeh... malah diusir Emang lu pikir gue ini siap'a .... ?! Maling ? Copet ? Atau apa... ?!" Tentu saja tak satu pun dari mereka ada yang mengetahui, bahwa pemuda bertampang blo' on yang mereka usir tadi adalah jelmaan dari bangsa jin . Dia adalah Jin Layon yang menjelma menjadi manusia dan mengabdikan hidupnya sebagai `pelayan' setianya Dewi Ular alias Kumala Dewi. Andai saja mereka tadi tahu bahwa pemuda berjaket hitam dan berambut kucai itu adalah Buron, jelmaan Jin Layon, maka nyali mereka tak akan tumbuh sebutir pasir pun. Tak akan ada yang berani cuek dan sok galak di depan Buron. Malam itu adalah malam yang ketiga bagi Buron yang menjalankan tugas dari Kumala Dewi. Ia ditugaskan mencari pengamen kecil bertampang dekil sesuai laporan Sandhi kepada Kumala. Menyimak cerita aneh yang dialami Sandhi tentang bocah pengamen itu, Buron pun mempunyai suatu keyakinan yang sama, bahwa gadis kecil itu bukan bocah cilik biasa. Pasti dia bukan penghuni bumi ini. Pasti dia berasal dan alam lain. "Yang jelas," kata Kumala sambil menatap Buron. "kita harus bisa menemukan dia, untuk mengetahui apa maksudnya menyampaikan pesan lewat Sandhi." "Mungkinkah pesan itu berkaitan dengan liontin dari Zus Rifa?" sahut Sandhi dengan suara pelan tapi jelas. "Mungkin saja. Tapi juga ada, kemungkinan berkaitan dengan kasus lain; seperti kasus kematian Gerry di pantai." "Ya, 'semuanya memang serba mungkin," ujar Buron sambil manggut-manggut pelan. Lalu, Kumala Dewi memberikan tugas kepada Buron.

"Cari pengamen cilik itu dan bawa dia kemari,Ron!" Baik." "Tapi kau hati-hati dan jangan gegabah." Buron menganggukkan kepala. Sebelum jelmaan Jin Layon itu pergi, Kumala sempat menambahkan kata di depan mereka berdua. "Aku akan menangani kasus sepupunya Tante Gessy itu. Malam ini juga aku akan menemui Kapolres setempat untuk minta izin bicara empat mata dengan Hilmon. Sebab, tadi siang aku menemukan jejak gaib di pantai tempat peristiwa itu tetjadi." "Tapi tunggu dulu, kita belum tahu siapa Athila itu?! Oyen menyebutnya dua kali dan... ," "Aku paham," potong Kumala membuat katakata Sandhi terputus. "Kita pecahkan misteri ini satu persatu, Sandhi. Setidaknya kalau Oyen bisa ditemukan Buron dan dibawa kemari, kita bisa bujuk anak itu untuk menjelaskan siapa yang ia maksud dengan nama Athila itu .." "Ooo, ya, ya... sorry." Kumala kembali bicara pada Buron. "Usahakan jangan terjadi permusuhan dengan anak itu. Percayalah, naluri gaibku mengatakan, dia punya kesaktian lebih tinggi darimu." "Okey, aku ngerti." "Bagus." "Aku berangkat sekarang." "Hati-hati." Kesaktian Buron sebagai bangsa jin segera digunakan. Dalam sekejap saja ia sudah berubah menjadi cahaya. Claap ! Sandhi tidak heran lagi karena ia tahu banyak tentang kesaktian Buron, dan sudah terlalu sering melihat perubahan seperti itu. Ia hanya mengikuti dengan pandangan matanya ketika cahaya kuning seperti meteor kecil itu melesat menembus atap rumah tanpa suara dan tanpa getaran sedikit pun.

Itulah awal perjalanan tugas Buron mencari Oyen menggunakan jalur gaibnya. Sampai tiga hari ternyata Oyen

tidak ditemukan. Buron gagal menangkap gelornbang energi gaib milik Oyen. Ia jadi penasaran dan tak mau menyerah begtu saja. Maka, ia pun bekerja di luar jalur gaib, yaitu menyusuri sudut kota, sampai akhirnya ia bertemu. dengan para pemain kartu, dan terjadilah insiden usil yang membuat para pemain kartu tak berdaya. Sementara Buron sibuk mencari Oyen, Kumala Dewi juga sibuk menangani kasus kematian yang misterius. Rupanya, kasus yang ditangani Kumala menjadi semakin pelik. Ia sempat tak enak hati kepada salah satu murid senamnya yang dikenal dengan nama panggilan: Tante Qessy. Janda beranak dua itu baru sebulan tergabung dalam club senam yang mempercayakan Kumala sebagai instruktur senamnya. Praktis ia kenal Kumala belum ada satu bulan. Tapi ia sangat tertarik dan kagum sekali terhadap reputasi Kumala yang sering disebutsebut sebagai 'paranormal cantik' itu. Ia antusias sekali dengan fenomena-fenomena alam supranatural, sehingga ia menjadi cepat akrab dengan Kumala. Maka, dua hari yang lalu, Tante Gessy tak merasa sungkan dan tak merasa segan ketika is harus menelepon Kumala sekitar pukul lima pagi. Ia tak berpikir apakah Kumala sudah bangun atau masih tidur. Ia juga tak bertimbang rasa apakah teleponnya mengganggu privacy atau tidak.. Suasana panik yang dihadapi kala itu membuat Tante Gessy mengesampingkan dulu etika pergaulan. Kepanikan itu timbul akibat datangnya kabar buruk tentang Hilmon yang ditangkap polisi berkaitan dengan kasus piembunuhan sadis di sebuah pantai.

"Hilmon sepupuku. Aku pernah berhutang nyawa pada mendiang mamanya dia: Dia sudah seperti,adik kandungku sendiri. Jadi, tolong selamatkan dia dari kasus itu, Kumala. Aku yakin dia nggak bersalah. Dia bukan tipe orang yang sadis. Apalagi yang tewas itu teman dekatnya. Nggak

mungkin Hilmon yang membunuhnya! ,Tolong, Kumala:.. Selamatkan dia!" Kumala segera menjawab dengan tenang dan tetap sopan. 'Tante' Gessy, mohon maaf. . posisi saya saat ini masih di Singapore. Bukan di Jakarta." "O0000h, di Singapore ?!" "Ya. Ada urusan kantor. yang harus saya selesaikan' Mudah-mudahan nanti siang bisa selesai . Paling lambat besok. Tante tidak perlu panik. Saya akan bantu Tante sepulang dari sini." Janji itu bukan janji murahan. Setiap janji selalu ditepati oleh Kumala:. Maka, ketika paranormal cantik bertubuh sexy ltu pulang dari Singapore, ia langsung menghubungi rekannya yang dinas di kepolisian, yaitu Sersan Burhan. ia mulai mempelajari kasusnya Hilmon setelah banyak mendapat inforniasi dari Sersan Burhan. Terutama mengenai pengakuan Hilmon sehubungan dengan kematian Gerry di pantai. Dari hasil penyelidikan awal di TKP, Kumala menemukan jejak gaib yang tidak bisa ditemukan oleh setiap orang, bahkan yang sulit dipahami oleh pihak kepolisian. Jejak gaib itu.berupa lapisan semacam lilin yang bertebaran menyatu dengan pasir pantai. Lapisan itu menurutnya adalah energi gaib yang mengkristal. "Bang Burhan, anak buah Abang menaburkan pasir di sini ke tempat yang berair. Supaya jelas, kita butuh air seember kecil." "Air laut apa air tawar?" "Sama saja." Anak buah Sersan Burhan berhasil mendapatkan ember plastik kecil dan diisi dengan air laut yang ada. Kemudian Sersan Burhan mengambil pasir segenggaman. Pasir itu.dimasukkan ke dalam air ember sesuai perintah Kumala. "Ooh, pasirnya ngambang. Nggak mau tenggelam?!" gumam Sersan Burhan bernada heran.

"Coba-pasir yang ngambang itu diambil lagi. Pakai

sendok aja, Bang. Ada sendok nggak?" "Ada, Mbak!" seru anak buah Sersan Burhan. Dengan menggunakan sendok plastik yang diambil . dari doos nasi Padang, Sersan. Burhan Menyerok pasirpasir tersebut. Mereka memperhatikan dari jarak sangat dekat. "Kok pasirnya kering?! Nggak basah sedikit pun?!' "Berarti pasir-pasir itu terkena lapisan anti basah. Lapisan itu adalah energi gaib yang mengkristal. Jadi, saya yakin, pelakunya pasti memiliki kekuatan gaib yang cukup besar dan sangat berbahaya. Saya rasa, penghuni bumi ini nggak ada yang memiliki kekuatan gaib itu, Bang ... !" Sersan Burhan manggut-manggut: Mempercayai keterangan Kumala, karena selama ini Kumala sering membantu pihak kepolisian untuk menemukan rahasia suatu kasus yang berkaitan dengan dunia mistik. Dan, selama ini keterangan Kumala selalu benar serta terbukti. Tetapi, bagi pihak kepolisian yang belum tahu banyak tentang siapa Kumala Dewi, dia tidak akan mudah percaya begitu saja. Salah satu diantaranya adalah Kapolres tempat Hilmon diamankan. Padahal sersan bertampang ganteng itu sudah menjelaskan melalui HP saat berada di TKP, tetapi Kapolres yang bersangkutan menyatakan masih butuh waktu untuk mempelajari jejak gaib yang dirnaksud. Artinya, Hilmon tidak bisa dilepaskan dari penahanamiya. "Maklum, dia Kapolres baru. Pindahan dari Kupang," bikin Sersan Burhan menyatakan keprihatinann ya terhadap keputusan sang Kapolres . Kumala Dewi tetap tersenyum manis dan berkata,-"Yaah, wajar kalau dia belum mempercayai keadaan seperti ini,- Bang. Mungkin saya perlu menghadap dan menjelaskan, kondisi yang sebenarnya.. Barangkali beliau butuh perkenalan din saya..Bagaimana menurut Abang?". . ."Ya, itu bagus! Aku siap dampingi kamu kesana Kapan?"

"Sekarang saja!" desak Tante Gessy yang ikut menyaksikan olah TKP saat itu. Ia terkesan tak sabar, ingin cepat selesaikan masalah itu agar sepupunya terselamatkan. Tapi, sayang... handphone Kumala berdering.Telepon dari kantor. Rencana, menghadap Kapolres siang itu terpaksa batg. Kumala hams kembali ke kantor, karena ada dua tamu asing yang sudah datang dan ingin mengadakan meeting dean Oftala.dan stathya. Namur, siang itu Kumala sudah sempat bicara dengan Kapolres sekedar perkenalan singkat, sekaligus minta waktu untuk bertemu. Kapolres barn bisa ditemui nanti malam, usai acara syukuran yang diadakan di kantornya . Maka, malam harinya, setelah Kumala menugaskan Buron untuk mencari ia pun pergi menemui Kapolres. Ia pergi berdua dengan Sandhi. Sementara itu, Tante Gessy berangkat dari rumabnya langsung ke Polres dan akanbergabung denan Kumala di sana. "Bisa lebih cepat lagi, San?" Pertanyaan yang terlontar dengan suara pelan dan tenang itu membuat dahi Sandhi berkerut. Ia menangkap isyarat tak beres pada diri Kumala. Sebab, biasanya Mika gadis cantik jelda itu menyuruhnya lebih cepat, dengan sikap tenang dan tidak banyak bicara, maka pasti ada sesuatu yang tidak beres di tempat tujuan nanti; atau dalam perjalanan itu sendiri.Tirasat tak beres itu hanya bisa dirasakan oleh Kumala. Sandhi tak memilikinya. Wajar saja, karena Kumala anak dewa. Ia bukan hanya memiliki kepekaan indera keenam saja, tapi juga memiliki kesaktian setara dewa-dewi asli Kahyangan. Maka, meski pun Sandhi menambah kecepatan mobilnya, ia tetap bertanya tanpa harus memandang Kuniala yang duduk di jok samping kiri.. "Ada apa? Bisa kau jelaskan?" Kumala diam seperti tak mendengar suara Sandhi. Duduknya bersandar santai. Pandangan matanya lures ke depan.

"Ada yang nggak beres ya?" desak - Sandhi karenaitati penasaran. "Ake mendengar suara gemuruh dari tadi. Makin lama makinjelas seperti bangunan runtuh. Aku khawatir ada... " Entah kenapa kata-katanya sengaja dihentikan sampai di situ. Seperti ada keraguan di hati Kumala untuk menlanjutkannya. Sandhi mendesaknya. "Apa yang .kamu khawatirkan ? " Mulut berbibir ranum sensual itu masih terkatup rapat. Sandhi tak sabar menunggu jawaban terlalu lama. "Suara gemuruh itu suara apa sebenamya?" "Nggak jelas. Baru saja aku mencoba mengejar suara itu, tapi nggak berhasil mengenali jenisnya." Kumala Dewi menarik napas panjang. Lalu, dihembuskan dengan tetap tenaug seperti tadi. Namun sebagai orang yang sudah terbiasa mendampingi Kumala, Sandhi dapat 'mengartikan tarikan napas dan sikap tenang seperti itu. Ada sesuatu yang meresahkan hati sang putri tunggal Dewa Permana. Keresahan itu disembunyikan rapat-rapat agar tak menimbulkan kecemasan bagi pihak lain. Handphone bordering. Kumala cepat Menyambut,"Ya, Bang. Aku masih dalam perjalanan. Sebentar lagi sampai." Sandhi tahu, peneleponnya pasti Sersan Burhan yang dipanggil Bang oleh Kumala dan yang seglang menunggu kedatangan Kumala di Polres yang mereka tujti. Munglclit juga. Sersan Burhan sudah-bersama-sama Kapolres sejak beberapa menit yang Jalu, sangat mengharapkan kedatangan Kumala secepat mungkin. Barangkali Pak Kapolres sudah mau pulang. Tapi dugaan Sandhi ada benamya, ada tidaknya. Penelepon itu memang Sersan Burhan. Namun, masalah yang dibicarakan bukati mengenai Pak Kapolres mau buru-buru pulang. Dari pembicaraan tadi, Sandhi dapat menduga ada kejadian yang cukup menegangkan di sana.

"Tidak ada? Maksudnya tidak ada bagaimana, Bang? Hilmon; . sejak kapan? Terakhir kali petugas melihatnya,

kapan? Sepuluh menit yang lalu? Ooh... ? Sudah dilakukan pencarian; di sekitar situ, Bang ? hmm.. ya, ya..." Selesai mematikan HP nya, Kumala berkata kepada Sandhi. "Hilmon hilang dan ruang sel nya." "Hilang? Maksudnya... dia melarikani diri?" "Belum jelas. Sepuluh menit yang lalu para petugas tahanan masih melihat Hilmon duduk melamun di dalam selnya. Pintu sel juga tetap dalam keadaan terkunci. Tapi, baru saja petugas memergoki sel itu kosong. Tanpa ada kerusakan apapun di dalamnya. Pintu jeruji besi tetap terkunci tanpa ada yang patah. Pokoknya, semua tetap rapi." "Nah, lu... Misterius sekali nih Bagaimana caranya Hilmon bisa lenyap dari dalam sel ya?" Sandhi seperti bicara pada diri sendiri. "Rupanya suara gemuruh yang kudengar tadi adalah saat-saat kepergianHilmon," Kumala pun seperti bicara pada dirinya sendiii. Baru saja mobil Kumala tiba di kantor Polres, di belakangnya menyusul mobil Tante Gessy yang segera parkir bersebelahan dengan BMW-nya Kumala. Rupanya di petjalanan tadi Tante Gessy sudah mendapat kabar dari Sersan Burhan melalui HP-nya, sehingga , begitu bertemu dengan Kumala, ia langsung menanyakan kebenaran kabar tersebut. "Apa benar Hilmon kabur dari sel nya?! Dia itu anak baik-baik. Nggak mungkin dia melakukan kejahatan seperti itu. Dia bukan pengecut, Kumala. ". "Tenang, Tante. Tenang." Kumala menenangkan emosi Tante Gessy yang selalu menyanjung Hilmon dalam setiap kepanikannya. Pada saat itu, tiba-tiba langkah kaki Kumala terhenti dan matanya yang indah itu memandang ke sana sini dengan gerakan cepat. Sandhi yang ada di belakangnya mulai curiga. "Ada apa ? " tanyanya pelan.

"Aku merasakan getaran aneh di sekitar sini?! Ada energi hitam yang baru saja kabur meninggalkan daerah ini" "Energi hitam apa?!" sahut Tante. Gessy dengan dahi berkerut tajam. Ia mulai dihinggapi rasa takut dan kecemasan yang semakin besar. ***

4 ENERGI hitam adalah enegi kematian. Dapat pula diartikan sebagai energi dari alm kubur. Tapi bisa juga diartikan sebagai bentuk kesaktian yang dimiliki penghuni alam kegelapan. Ilmu hitam atau black magic adalah kekuatan gaib yang sepenuhny menggunakan energi hitam, dan sangat terkenal di kalangan para mistikus. Penjelasan singkat itu diberikan Kumala di depan beberapa petugas kepolisian yan sedang memeriksa kondisi sel tahanan Hilmon. Bapak Kapolres juga ada di situ, ikut mendengarkan keterangan Kumala. Melihat keadaan di sini tidak ada yang berubah, tidak ada yang rusak, maka saya yakin ada kekuatan energi hitain yang masuk kemari dan membawa pergi HIlmon Apa tujuannya? tanya Bapak Kapolres. Kita belum tahu apa tujuanya, karena belum tahu siapa pemilik energi hitam itu. Yang jelas energi itu mampu menembus dinding penjara ini, karena dia tidak membutuhkan lubang sekecil apapun, seraya Kumala mmegang salah satu sisi diiding kamar sel. Dari mana arah datangnya energi hitam itu? Dari arah selatan. Makanya, saya tadi mencoba mengejarnya ke arah selatan, tapi kehilangan jejaknya di penjalanan. Karena itu saya putuskan segera kembali ke sini sebelum suasana mistisnya pudar. Siapa tahu saya bisa temukan tanda-tanda gaib yang tertinggal di sekitar sini. Bapak Kapolres manggut-manggut penuh antusias. Mulanya beliau.memang kurang percaya dengan kemampuan gadis berlesung pipit itu, meski pun beberapa anak buahnya ada yang memberikan informasi tentang reputasi Kumala Dewi selama ini.

Namun setelah tadi Kumala Dewi tahu-tahu lenyap begitu masuk ruangan sel tersebut, dan kelenyapan itu secara tidak disengaja terjadi tepat di depan matanya, maka pria bertubuh agak gemk itu hanya bisa tercengang

tanpa beredip dan tanpa bersuara. Padahal sejama ini ia selalu mengklaim cerita yang bermuatan mistik sebagai sebuah tahayul yang direkayasa utuk kepentingn pribadi seseorang. Sayang terlalu cepat tadi Kumala berubah wujud. Bapak Kapolres tidak sempat melihat secara detil perubahan Kumala saat menjadi seberkas sinar hijau kecil berbentuk seperti naga. Pada saat sperti itulah Kumala menggunakan kesaktian dirinya sebagai Dewi Ular yang disegani para pengbuni alam gaib. Sinar hijau kecil tadi melesat sangat cepat, menembus atap hingga lenyap dikegelapan malam. Sebegitu cepatnya gerakkan sinar sakti Dewi Ular, hingga takt ertangkap penglihatan mata manusia biasa. Sebenarnya sinar hijau itu bukan lenyap begitu saja, namun menembus lapisan dimensi gaib yang dihuni makhluk-makhluk kasat mata. Tidakan itu dilakukan Dewi Ular untuk mengejar si pemilik energi hitam yang ia rasakan membekas di ruangan sel berukran sempit itu. Dengan menyusuri jejak energi hitam yang ada ia berharap dapat menemukan pemiliknya. Namun, harapan itu kandas lantaran sisa getaran dari energi hitam itu putusdlitengah jalan: Hilang entah kemana. Tinggi juga ilmunya? gumam Dewi Ular saat kehilangan jejak.. Aku curiga pasti didalangi para penghuni Istana Hitam, anak buahnya si Lokapura. Hmmm, sebaiknya aku kembali dulu ke sel untuk mencari kemungkinan adanya jejak lain yang bisa kugunakan untul mengenali pelakunya. Memang aneh. Kenapa ada pihak yang maunya menculik Hilmon, ya? Apa alasannya? Kumala Dewi muncul kembali di dalam sel tersebut. Tak seorang pun yang ada di situ mengetahui tanda-tanda kedatangannya. Ia tahu-tahu sudah berada di belakang Sersan Burhan, membuat Bapak Kapolres dan anak biiah lainnya tersentak heran.

Tapi bagi Sersan Burhan hal itu sudah bukan sesuatu yang aneh, karena ia sudah sering berpetualang

membongkar kasus kiiminal bermuatan misteri bersama-sama dengan Kumala. Ia sudah sering melihat kesaktian Kumala yang diakui sagat dahsyat serta mengagumkan sekali itu. Bagamana, ada jejak lain yang tertinggal di sini? tanya Sersan Burhn kepada Kumala. .Tampaknya Bapak Kaplres yang sudah mempercayai kemampuan Kumala saat itu juga menunggu jawaban dari pertanyaan Sersan Burhan. Kayaknya sudab nggak ada jejak lain. yang tersisa di sini, Pak, kali ini Kumala menjawab dengan sopan, karena ia harus menghormati posisi Sersan Burhan di depan anggota polisi lainnya: Jika tidak ada yang lain, .Kumala tidak memanggil Sersan Burhan dengan sebutan pak, melainkan cukup dengan sebutan bang. sebagai tanda keakraban yang familiar. Jadi menurut Anda pelaku yang membunuh almarhum Gerry itu bukan Hilmn? tanya Bapak. Kapoires. Bukan, Pak. Pelakunya bukan manusia biasa. Seperti halnya pelaku yang menculik Hilmon dari sel mi, juga bukan manusia biasal Ya, ya.. saya paham sekarang. Hilmon harus dibebaskan dari kasus itu, tapi dia harus bantu kami untuk memberi keterangan secara lengkap. Aah, sayang sekali dia menghilang. Apakah Anda masih bisa berusaha menemukan kembali pemuda itu, Zus Kumala? Senyum manis mendebarkan hati kaum lelaki itu mekar indah dibibir ranum Kumala. Gadis berkulit putih dengan tubuh memancarkan aroma wangi yang khas itu akhirnya menjawab dengan suara tegas. Sya tidak berani janji apa-apa dulu, Pak. Tapi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menernukan Hilmon, hidup atau mati. Ketegasan sikap itu diambilnya, karena sadar tugas dan kewajibannya sebagai putri dewa yang dibuang kebumi.

Kumala harus menjadi pelindung umat manusia dari ancaman maut para penghuni alam gaib, terutama

ancaman maut dari mush besarnya, yaitu Dewa Kegelapan alias si Lokapura . Disamping ia harus menemukan cinta sejati sebagai password-nya untuk masuk Khayangan lagi, ia harus banyak-banyak berbuat kebajikan tanpa pamrih apapun. Oleh sebab itulah, penculikan Hilmon dan kematian Gerry secara tidak langsung telah menjadi tugas dan kewajibannya untuk membongkar misteri di dalamnya. Menghentikan aksi kejahatannya. Sementara itu, di bangku panjang yang ada di depan ruangan Kapolres, Tante Gessy menangis dalam dicekam duka dan kecemasn. Sandhi berusaha menghibur duka itu, walau tak pernah berhasil membuat reda tangis Tante Gessy. Melihat tngis janda montok begitu mengharukan, maka timbul kecurigaan di hati Sandhi yang belum berani ia ungkapkan kepada siapa pun Hilmon itu sebenarnya sepupunya Tante Gessy atau... wah,jangan-jangan ada hubungan lain yang lebih pribadi? Pacarnya, kli ?! Kumala Dewi dan rombongan yang ada di sel tadi tiba di tempat Tante Gessy dan Sandhi berada. Mereka ikut sedih melihat tangis Tante Gessy yang seperti kehilangan suami trcinta. Kumala Dewi pun segera mengusapkan telapak tangan kanannya ke punggung Tante Gessy. Beberapa detik kemudian tangis itu berhenti sendiri. Dan, yang lebih mengagumkan Bapak.Kapolres adalab perubahan sikap Tante Gessy. Dalam waktu kurang dari dua menit wanita berambut sebahu dengan tinggi sekitar 170 centimeter itu mulai menyunggingkan senyum. Cukup manis dan menggoda iman lelaki senyumannya. Wajah itu mulai berseri-seri. Seperti tak pernah mengenal duka sebelumnya. Bapak Kapolres tidak tahu bahwa usapa tangan Kumala tadi mengeluarkan hawa sakti yang meresap ke tubuh Tante Gssy, menyatu dengan aliran darah, dan mempengaruhi otak dan hati. Melenyapkan segala duka dan ketegangan jiwa. Membangkitkan ras suka dan keceriaan jiwa.

Aku curiga, bisik Sandhi. Jangan-jangan hubungan Tante Gessy dengan Hilmon bukan sebatas saudara sepupu, tapi... Hilmon memang bukan sepupunya, balas Kurnala membisik, karen posisi mereka agak jauh dan Tante Gesy yang sedang dimintai ketrangan oleh pihak kepolisian tentang keseharian Hilmon. Jadi, mereka bukan saudara? Senyum tipis mekar dibibir manis Kumala. Sejak ia meneleponku saat aku masih di Singapore, aku sudah tah kalau dia bohong padaku. Hilmon bukan sepupunya. Memang masih ada hubungan saudara,tapi sudara jauh. Yang jelas, Tante Gessy sangat membutuhkan Hilmon dalam kehidupannya sebagai janda. Kenapa kamu diam saja kalau dia bohong padamu? Tiap orang punya alasan pribadi untuk menutupi aibnya. Kita tidak perlu rnernbongkar aib seseorang. Selama hal itu tidak merugikan kita, biarlah dia tutupi sendiri aib itu sebatas kemarnpuannya. Tapi terlepas siapa itu Hilmon, kita tetap harus membantu siapapun. yang berada dalam kesulitan. Lebih-lebih yang terancam kejahatan gaib. Harus kita selamatkan Dan, itu.adalah tugasku kan ?" Sandhi hanya bisa menggumam pelan, kepalanya manggut-manggut. Matanya mengikuti gerakan Kurnala yang kembali rnenernui Bapak Kapolres dan Tante Gessy di ruang krja sang Kapolres. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras menggema bagaikan mernenuhi seluruh rongga bumi yang ada. Blegaaarrrr..!! Kontan semua polisi yang bertugas di malam itu berhamburan keluar ke halaman depan. Mereka rnenyangka dentuman kers rnengejutkan itu adalah ledakan bom di suatu tempat tak jauh dari situ. Tetapi, angin segera berhembus cukup kencang. Menerbangkan benda-benda ringan. Mematahkan salah satu dahan pohon yang turnbuh di halarnan kantor polres .

Tenang Bang? kata Kumala yang ikut bergegas ke halman. Itu bukan ledakan born. Ada pertarungan dahsyat di alam sana. Lihat di atas itu, Bang? seraya tangan Kurnala rnenuding ke langit. Iya, ya.. . ?I. gumam Sersan Burhan seraya mernandang ke langit. Semuanya ikut melemparkan pandangan matanya ke arah atas. Ada sinar merah panjang yang berpijar pijar. Langit seperti mau terbelah. Pernandangan itu sempat mencemaskan hati mereka: Hembusan angin juga semakin kuat. Permukaan bumi ini bagaikan diterjang badai yang tak jelas dari mana arah datang nya .Gerakan angin kencang berputar, berganti-ganti arah. Kedua tangan Dewi Ular diangkat naik. Gelombang kesaktiannya dipancarkan melalui telapak tangan. Gelombang kesaktian iu tidak berbentuk dan tidak bersuara. Namun, jauh di atas kepalanya terlihat percikan bunga api warna hijau yang rnenyebar dan menyebar terus hingga nyaris menutup rata permukaan langit . Pada saat itu, hembusan angin kencang pun reda. Seperti ada yang menangkap pusaran angin dalam satu genggaman kuat. Angin menjadi tak berkutik. Hembusannya lembut dan damai seperti tadi. Hanya Sandhi dan Sersan Burhan yang tahu persis bahwa yang membuat angin badai mejadi lumpuh adalah kesaktian Dewi Ular itu. Bahkan garis merah di langit yang menyerupai tanda langit akan terbelah itu pun segera padam , lalu lenyap. Alam kehidupan manusia normal kembali. Beberapa pertanyaan segera dilancarkn kepada Kumala dari Kapolres dan anak buahnya. Tujuan mereka sama, yaitu sama-sama ingin mengetahui apa yang baru saja terjadi dan seberapa besr bahayanya.

Ada dua kekuatan beradu di alam gaib sana. Sasarannya bukan bumi kediaman kita ini. Tapi karena

masing-masing kekuatan memiliki kesaktian yang cukup - besar, maka ketika berbenturan mengakibatkan ledakan energi yang sangat besar, hingga mampu menembus lapisan dimensi kita ini Tapi ledakan dahsyat itu bisa terjadi lagi, bukan? "Bisa, jawab Kumala dengan senyum yang memiliki pengaruh menenangkan hati semua orang. Memang bisa terjadi, tapi... maaf, saya tadi sudah menutup lapisan dimensi kita, sehingga kalau toh terjadi dentuman seperti tadi, imbasnya tidak akan sampai menembus dimensi kchidupan kita di sini. Salah seorang petugas jaga menerobos masuk ke ruangan Kapoires. Lapor Pak! tegasnya agak tegang. Tahanan kita yang hilang ternyata sudah ada di dalam sel itu lagi, Pak. Apa. . .?!1 serentak semua mata mmandang ke arah bintara jaga. kemudian, mereka pun bergegas menuju ke sel tempat penahanan Hilmon. Ooh. . . ?!! Hilmooon. . .?! ! seru Tante Gessy kegirangan. Hilmon sudah ada di tempat penahanannya. Kapolres segera memerintahkan petugas tahanan untuk membuka pintu sel. Hilmon memang kembali , utuh tanpa luka apapun. Tapi ada perubahan dalam kjiwaannya. Ia seperti orang pikun. Serba bingung dan sepertinya mengalami lemah otak. Ia tak mengenali Tante Gessy. lajuga tidak tahu di mana dirinya berada. Ia merasa asing dengan sel tempat penahanannya selama beberapa hari ini. Bahkan ketika dihujani pertanyaan dari mereka, Hilmon tak bisa menjawab. Bukan bisu. Tapi tak tahu haruss berkata apa pada mereka. Maaf boleh saya menanganinya sebentar, kata Kumala. Sepertinya dia mengalami penyimpangan jiwa dan beku ingatan.

Yang lain segera mundur. Hilmon hanya diam dengan mulut melongo mirip orang bego ketika dihampiri Kumala Dewi. Ia. seperti orang yang pasrah pada keadaan, mau

diapakan saja tak pernah bisa protes atau membela diri. Maka ketika Kumala mengulurkan tangannya di atas kepala Hilmon pria lajang itu hanya diam saja tnpa reaksi apa-apa . Oohh...?! gumam salah seorang anak buah Kapolres yang melihat semburan cahaya tipis warna hjiau dari telapak tangan Kumala. Cahaya tipis itu menyinari kepala Hilmon. Lama-lama seluruh kepala dan wajah Hilmon menjadi berwarna hijau pudar. Kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sampai jari tangannya. tampak berwama hijau pucat. Beberapa saat kemudian Hilmon yang dalam posisi duduk itu kepalanya terkulai, matanya terpejam. Ia seperti tertidur nyenyak dalam posisi duduk. Tante Gessy menampakkan kecemasannya. Kamu apakan dia,Kumala?I Tenang, Tante... Dia sedang mengalami proses pemulihan jati diri. Tunggu beberapa menit, dia akan terbangun dengan kondisi seperti semula. Tante nggak perlu khawatir apa-apa. Dia selamat kok. Sersan Burhan menyahut, Tapi bagaimana dia bisa selamat sampai ada di sini lagi? Pasti dia lebih bisa menjelaskan dari pada saya, Pak. Yang dapat saya ketahui hanya bau aneh pada tubuhnya, seperti bau tanah lembab yang menimbun rempah-rempah busuk... itu ciri khas bau dari alam sana. bukan dari alam kita ini. Berarti dia memang jelas-jelas baru datang dari alam sana. Dan, agaknya ada pihak yang sengaja menghapus kesadaran jati dirinya, supaya ia tidak bisa menceritakan apa yang sudah dialaminya di alam gaib sana." Berarti nanti dia nggak bisa kasih meterangan apa-apa dong? Mudah-mudahan bisa. Saya sudah bangkitkan emosi jati dirinya, termasuk mempertajam seluruh ingatannya.

Mereka menunggtu. Tante gessy tak sabar. Kira-kira

kurang dari 5 menit, Hilmon mulaI sadar Ia seperti Iangun dan tidurnya. Ia langsung mengenli siapa petugas-ptugas yang ada di situ, bahkan sempat menyapa dengan malu-malu kepada seseorang. Tante Gessy...... ? Udah lama datangnya? Oooh, syukurlah kamu sudah normal kembali, Sayang.! Tante Gessy memeluknya, menciumi, membuat mereka saling pandang-dengan dahi berkerut. Tentunya mereka merasa heran, sebegitu mesrakah sang tante memeluk dan menciumi sepupunya? Hilmon segera dibawa keluar dari sel. Ditempatkan diruang khusus untuk para tamu yang mau bezuk tahanan.Ruangan itu lebih lega dari ruangan kerjanya Pak Kapolres. Tak heran jika beberapa orang yang tugas dimalam itu mengerumuni Hilmon, ingin mendengar keterangan apa: aja yang akan dikatakan Hilmon sehubungan dengan misteri kepergiannya tadi.. Setlah memperkenalkan diri, Kumala Dewi mulai mengajukan pertanyaan dengan tutur kata sangat hati-hati, dan terkesan sangat bersahabat. Bukan semacam interogasi penuh tekanan. Hilmon pun tampaknya menanggapi dengan senang hati dan ckup ramah. Jadi, waktu itu kamu sedang membayangkan kematian Gerry? Ya. Aku menyesal sekali melihat kematiannya seperti itu, sementara aku nggak bisa menolongnya. Aku sedang bayangkan, andai aku punya kekuatan untuk melawan setan itu, pasti sudah kuhancurkan dia Maaf, setan apa maksudnya? Vania Mercury. Atau entah siapa nama sebenarnya. Tapi setahuku Gerry menyebutnya begitu: Vania Mercury... Lalu, ap yang didengarnya dari Gerry, apa yang dilihatnya sendiri, semuanya diceritakan secara singkat kepada Kumala. Penuturannya itu sesuai dengan

keterangannya kepada pihak kepolisian pada saat ia

diinterogasi pertama kalinya. ini menunjukkan bahwa apa yang dikatakan Hilmon bukan sebuah cerita yang dikarang-karangnya sendiri. Nah pada waktu aku mikirin itu,sambung Hilmon kepada Kumala. ... tahu-tahu ada seberkas sinar masuk ke se ku, wamanya perak seperti lampu blitz. Claap...! Aku menggeragap kaget. Silau sekali. Tapi beberapa detik kemudian padam. Gelp. Aku nggak bisa lihat apa-apa. badanku melayang, seperti ada yang membawaku terbang. Berapa lama kira-kira? Hmmrn,kira-kira lima menit-lah aku merasa melayang-layang di tempat gelap. Tapi aku mendengar suara gaduh, suara menggeram, suara tetawa Iengking dan... nggak tahu apa lagi.Pokoknya menyeramkan! Hilmon bergidik, badannya terguncang skejap. Setelah melayang beberapa saat, aku mulai melihat cahaya redup. Ternyata itu tempat yang agak terang. Tapi semuanya yang ada di situ serba hitam; pohon, batu, tanah, daun, semuanya hitam. Ada bangunan seperti rumah atau sejenisnya ? Hmmm, nggak ada: 0, ya... bangunan yang ada cuma sebuah candi. Entah candi atau apa namanya, yang jelas aku dibawa ke sana oleh sesuatu yang menentengku terbang. Di sana aku bertemu dengan Gerry yang berpakaian: serba putih dan sekujur kulit tubuhny juga putih seperti pakai bedak tebal. Pada saat itu aku sperti dilepaskan dari cengkeraman tangan kekar yng menntengku terbang. Aku jatuh tepat di depan Gerry. Tapi akujuga sempat melihat wajah orang yang membawaku terbang itu. Ternyata dia seorang wanita berwajah cantik. Rambutnya panjang bermahkota kecil, tapi memiliki sepasan taring menyeramkan dengan bola rnatanya yang merah menyala-nyala.

Hilmon diam sesaat. Menerawang. Mencoba mencari-cari apa saja yang diingatnya tentang alam serba hitam itu; Kumala Dewi dan yang lainnya ikut diam, menunggu

kelanjutan kata-kata Hilmon. Aku mendengar Gerry memangiI wanita bertaring itu dengan sebutan Nyai. Entah Nyai siapa, yang jelas saat itu terjadi dialog antara Gerry dengn sang Nyai... Apa yang merek bicarakan? sahut Tante Gessy walau sekujur tubuhnya sempat merinding berkali-kali. Gerry minta agar diberi waktu untuk bicara berdua denganku. Tapi sang Nyai keberatan. Ia paksa Gerry tetap bicara apa perlunya denganku, setelah itu aku akan dijadikan serupa dengan Gerry. Dengan terpaksa, Gerry berkata padaku dengan suaranya yang datar dan dingin, bahwa dia sekarang sangat menyesal karena tidak mengabaikan saranku waktu itu:Dia.juga minta maaf karena telah menunjuk diriku sebagai teman yang harus tinggal bersamanya di tempat tersebut, sehingga sang Nyai menjemputku. Jadi, dialah yang menyuruh Nyai menculikmu dari dalam sel? Sepertinya begitu, Tante. Gerry minta teman untuk hidup bersamanya di alam serba hitam itu, dan teman yang dipilih adalah saya. Lalu, kau bilang ap padanya? tanya Kumala. Aku nggak bisa ngomong apa-apa. Ternyata suaraku hilang. Tenggorokanku kosong nggak bisa buat keluarin suara. Yang jelas, aku hanya bisa menggeleng terus-menerus, menandakan bahwa aku nggak mau hidup dengan Gerry di tempat menyeramkan itu: Geny. seperti nggak peduli dengan penolakan diriku. Tahu tahu dia pecah... " Pecah bagaimana?Isahut Tante Gessy. Pecah seperti semburan cahaya ke berbagai arah, kemudian lenyap tanpa bekas lagi. Dan, pada waktu wanita bertaring itu mau mencengkeram saya lagi, tiba-tib ada sekelebat bayangan merah menerjangnya. Benturan itu menimbulkan ledakan besar dan saya terlempar kuat-kuat. Terhempas di bebatuan. Tapi badan saya ggak terasa sakit sedikit pun.

Dentuman itu tadi kami dengar dari sini, ujar Kumala. Yang lainnya jadi manggut-manggut, seakan baru mendapat kesimpulan yang pasti, bahwa dentuma yang membuat langit seperti mau terbelah tadi akibat peristiwa yaig diceritakan Hilmon itu. Lalu, wanita bertaring bagaimana ? tanya Sersan Burhan yang tampak paling serius mendengar cerita Himon. Wanita itu, saya lihat juga terhempas jauh, seperti daun kering disambar angin badai. Ketika saya mau bangkit, tahu-tahu bayangan merah itu menghampinnsaya..Temyata dia seorang gadis kecil. Sangat kecil. Usianya masih sekitar lima tahun kurang. Gadis kecil? gumam Sandhi yang kemudian saling beradu pandang dengan Kumala. Namun mereka berdua tetap diam, meski sama-sama punya kecurigaan terhadap gadis kecil yang mengaku bemama Oyen itu. Ya, dia kecil sekali. Tapi dia bisa bergerak secepat kilat. Tahu-tahu dia menyambarku dan dibawanya aku pergi dari situ. Cepat sekali gerakkannya, sampai aku nggak ingat apa-apa lagi, dan... tahu-tahu aku sudah ada di dalam selku lagi. Mula-mula aku merasa asing dengan sel-ku itu, tapi setelah aku tertjdur sesaat, aku baru ingat kalau tempat itu adlah kamar sel-ku. Dan sekarang, aku masih sangsi apakah kengerian yang kualami tadi hanya sebuah mimpi atau benar-benar terjadi? Anggap saja mimpi,. kata Kurnala dengan tersenyum. la berusaha mengendurkan suasana tegang yang meliputi hati mereka semua, terutama hati Hilmon. Kondisi yang terlalu tegang dapat membuat kejiwaan Hilmon labil kembali. Di sisi lain Sandhi tampak tertegun merenungi cerita tadi. Ia penasaran ingin menanyakan pada Hilmon apakah ciri-ciri anak kedil itu sama dengan ciri-cirinya Oyen.

Karena saat ini masih banyak yang bertanya pada Hilmon, dan mereka rata-rata adalah petugas kepoIisian, Sandhi tak berani untuk ikut-ikutan bertanya seperti

mereka.Ia tak ingin dapat kecaman jelek dari mereka, yang hanya akan mempermalukan Kumala sebagai majikannya. Namun, beberapa saat kemudian Sandhi mendapat kesempatan untuk bertanya kepada Hilmon, yaitu ketika Hilmon minta izin untuk buang air kecil. Sayangnya di saat Sandhi ingin mengejar Hilmon, langkahnya sudah terhalang lebih dulu oleh gerakkan Kumala yang menghampirinya. San... nggak perlu. Sepertinya Kumala sudah tahu apa yang ingin dilakukan Sandhi. Akibatnya, Sandhi rnengurungkan niatnya untuk mendekati Hilmon. Jangan buat otak orng-orang di sini semakin tegang dengan pertanyaanmu kepada Hilmon tentang gadis kecil itu." Aku cuma ingin memastikan, apakahgadis kecil itu Oyen atau... Ya. Dia gadis kecil yang kau temukan dijalanan itu, sahut Kumala dengan tegas tapi bernada bisik. Benarkah? Aku menangkap adanya kesamaan frekuensi gaib antara gadis kecil yang kau ceritakan dengan yang diceritakan HiImon tdi. Ooo. . . , Sandhi menggumam tanda sangat percaya la tahu persis, kesaktian Dewi Ular sudah pasti dapat menangkap getaran gelombang gaib dari sesuatu yang terbayang dalam benak orang yang .sedang bercerita. Kita pulang sekarang, San. Aku mau ketemu Buron Buron belum pulang dari waktu kau tugaskan itu Kumala terbungkam, termenung sesaat. Seperti sedang meneropong kedaan Buron saat ini. Dahinya mulai berkerut tipis, membuat Sandhi sedikit curiga dengan perubahan ekspresi wajah Kumala . Ada apa? tanyanya dengan sangat ingin tahu. Apakah ada sesuatu yang rnembahayakan diri Buron atau ..... Yuk, kita pamit dulu !

Sepertinya Kumala menutupi sesuatu yang sudah

diketahuinya, dan hal itu membuat Sandhi menjadi penasaran Semakin ingin thu, ada apa dengan Buron ? ***

5 BURON tidak ada apa:apa. Yang ada apa-apa adalah Mak Bariah, pelayan setianya Kumala untuk urusan dapur. Perempuan berkebaya.dengan usia mendekati 50 tahun itu jarang pergi ke mana-mana. Ia hobby merawat rumah dan melakukan kesibukan dapur. Satu-satunya hiburan bagi Mak Bariah adalah nonton TV , khususnya tayngan telenovela. Malam itu, ketika Kumala dan Sandhi pulang dari kantor polisi,mereka menemukan tubuh Mak Bariah tergeletak di lantai teras: Pingsan. Keadaan itu membuat Sandhi agak panik. Emosinya nyaris meluap. Sandhi sangat marah kepada siapa pun yang telah membuat Mak Bariah pingsan di teras depan rumah. Bagi mereka, Mk Bariah sudah dianggap seperti keluarga sendiri, bukan semata-mata sebagai pembantu. Karenanya, naluri pembelaan Sandhi terbakar melihat keadaan perempuan itu terkapar dengan wajah pucat pasi dan tubuh dingin sekali. Kurang ajar! Iblis mana yang telah membuat Mak Bariah sampai seperti ini sih?! Siapa yang berani mengganggu dia tadi?! Sudah, nggak perlu mencak-mencak begitu. ini salah kita juga, meninggalkan dia sendirian di waktu malam. Setelah membawa Mak Bariah masuk, Kumala Dewi melakukan pemeriksaan di sekitar teras: Setiap sudut diperhatikan. Sampai ke sudut halaman pun diperiksanya dengan deteksi gaibnya. Sesaat kemudian ia masuk menghampiri Mak Bariah dan Sandhi. Namun setiap langkah kakinya selalu diikuti dengan tatapan mata tajam ke berbagai arah.

Sandhi menghembuskan napas panjang, berusaha membuang kemarahan dalam hatinya. Ia akui, ini suatu kelalaiannya juga. Biasanya jika a pergi bersama Kumala, Buron selalu tinggal di rumah. Bukan hanya menjaga

rumah, tapi juga menjaga keamanan Mak Bariah yang lug, penakut, tanpa ilmu dan kesaktian apa-apa. Malam ini tanpa disadari mereka pergi semua. Buron pun belum kembali dari tugasnya. Mnghadapi hal itu Kumaia Dewi masih kelihatan tenang. tidak segarang Sandhi. Namun, ia tetap merasa iba dan sangat prihatin atas insiden yang dialami Mak Banah . Dengan menyalurkan haw murni ketubuh Mak Bariah, Kumala berhasil myadarkan pelayannya dan mengembalikan kondisi shock menjadi nonnal seperti sediakala. Apa yang terjadi tadi, Mak? tanya Kurnala sambil memijat-mijat pundak Mak Bariah. Ia duduk di samping kiri Mak Bariah, sementara Sandhi di samping kanannya. Mereka berada di ruang tengah yang berukuran lebih luas dari ruang tamu atau ruag yang lain. Saya dengar suara klakson mobil kita, Non. Saya lihat dari balik gordin kaca, lampu mobil sangat terang. Saya kirain itu mobil kita, Non. Saya buka pintu, maksudnya mau bukain pintu pagar... Mak Bariah terhenti dari ucapannya. Menelan ludah satu kali. Kamu buka pintu pagarnya, Mak? tanya Sandhi. Maksudku mau begitu, sebab aku yakin itu mobil kita. Tapi waktu aku sampi teras, sinar lampu mobil jadi terang. Terang dan mendekat, San. aku jadi ketakutan, karena seluruh halaman rumah jadi sangat terang menyilaukan. Lampu terang dan menjadi besar itu menerjangku di teras. Wuuuss, gitu. Hmm , terus? Terus... saya teriak, Non. Tapi suara saya pelan. Saya nggak bisa bernapas. Sekujur badan terasa dingin sekali, seperti tersiram air es. Dan, habis itu... habis itu saya nggak ingat apa-apa lagi, Non.

Kumala Dewi beradu pandang dengan Sandhi. Namun tak lama, karena setelah itu pandangan mata Kumala diarahkan ke ruang tamu lagi, lalu ke beberap sudut

ruangan yang ada. Sementara itu, Sandhi bertanya dengan suara pelan kepada Mak Bariah. Lampu itu dari mana? Luar pagar sana? Iya. Bergerak..cepat menerjangku diteras, wwuuuss...! Selain suara klakson, apa kamu dengar suara mesin mobil, Mak? Mak Bariah diam berkerut dahi, mengingat-ingat dengan susah payah. Lalu, menjawab dengan nada ragu. Kayaknya;... kayaknya iya. Maksudku... iya, aku dengar suara mesin. Tapi suaranya menggeram seperti suara raksasa. Seperti suara rksasa?! Astaga? Kenapa baru sekarang aku ingat kalau suara mesin mobil seperti suara raksasa, ya? Kalau tadi aku udah ingat begitu, aku nggak akan berani keluar rumah " Dewi Ular diam tertegun, lalu terdengar suaranya bernada menggumam, seperti bicara pada dirinya sendiri . Bagaimana mungkin rumahku bisa kemasukan orang asing? Padahal sudah kupagar rapat-rapat dan cukup kuat. Temyata masih bisa diterobos juga pagarku itu?! Hebat! Tiba-tiba terdengar suara perabot dapur jatuh . Gumprraaang...!!!! Apa tuh...?!! sentak Mak Bariah kaget. Kumala dan Sandhi melemparkan pandangan matanya kearah dapur. Namun sebelum Kumala bergerak Sandhi sudah Iebih dulu pergi kedapur dengan terburu-buru ia tak merasa takut karena ia yakin Kumala akan segera menyusulnya. Lampu dapur yang padam itu segera dinyalakan oleh Sandhi. Kliik.. Pintu dapur yang tidak tertutup rapat didorong dengan agak kasar. Sandhi langsung tersentak mundur dengan mata membelalak lebar. " Hahh ... ??! "

Dalam jarak kurang dari 3 meter; Sandhie melihat Oyen duduk di mej dapur samping kompor gas. Gadis kecil berbaju merah lusuh itu sedang mengaduk-aduk sayur yang sebelumnya sudah dihangatkan oleh Mak Bariah.

Sayur itu adalah sayur lodeh. Maka dengan tenang dan santai sekali Oyen mengambil isi sayur lalu memakannya. Ia tak terkejut atau merasa takut ketika tindakannya itu dipergoki Sandhi. Ia tetap menyantap apa yang bisa disantap dengan lahap, sebagaimana seorang bocah yang kelaparan. Hey...! Tu... turun kamu dari situ! Sandhi bermaksud menghardik, namun suaranya lemah, napasnya pun berat. la tak bisa bersikap galak. Bahkan berdiri pun tak bisa tegak karena kedua lututnya terasa lemas. Dadanya bergemuruh karena detak jantungnya menjadi sangat cepat. Kulit tubuhnya segera berbintik-bintik. Merinding secara serempak. Kini yang bisa dilakukan Sandhi adalah bersuara lembut tanpa emosi. Da... dari mana kau masuk kemari, Oyen ? Ayo, turun. Nanti kamu jatuh kalau nggak mau turun. Turunlah Oyen Biarkan dia, suara Kumala terdengar Iembut dari belakang Sandhi. Sang sopir pun menyingkir ke samping. Kumala Dewi maju selangkah, menyunggi ng kan senyum manis, menatap dengan keramahan. Menggumam dalam hati. Luar biasa anak ini. Deteksi gaibku nggak berfungsi sama sekali. Aku nggak bisa merasakan energi gaibnya, padahal sudah beradu muka begini? Diaseperti anak polos tanpa kesaktian sedikit pun. Tapi kemampuannya masuk ke mari sudah merupakan tindakan yang luar biasa Nggak mungkin cuma dilakukan dengan keberanian dan kepandaian menyusup. Pasti ia gunakan kesaktiannya untuk menerobos pagar gaibku. Gadis kecil berbadan dekil masih menikmati isi sayur lodeh dengan cuek sekali. Seolah-olah dialah si pemilik rumah yang bebas berbuat apa saja. Kumala justru berpaling ke belakang dan bicara pada Sandhi. Ambilkan dia minum Hmm, minum? Ya, ya... sebentar.

Sandhi bergegas pergi untuk mengambil minuman di meja makan. Di sna ia bertemu dengan Mak Barih yang

merasa takut serta terheran-heran melihat ada gadis kecil di dapur. Mak Baniah tak berani mendekat lantaran ia takut disalahkan atas masuknya anak kecil itu ke dapur . Anak Siapa itu, San ? Aku nggak tahu kapan dia masuknya. Ssst..., kamu diam aja, Mak. Dia bukan anak sembarangan. Sandhi kembali ke dapur membawakan segelas air putih. Air minum itu diserahkan kepada Kumala. Lalu, Kurnala mendekati anak itu untuk menyerahkan rninuman tersebut. Ini air minummu. Dengan sikap tak merasa bersalah sedikit pun, Oyen menerima air minum yang disodorkan Kumala. Ia meneguknya setengah gelas. Setelah itu ia baru berkata dengan suara anak-anak yang lugu dan polos. Sayurnya enak. Senyum manis Kumala kian melebar. Mak Bariah yang memasaknya. Habiskan saja kalau kau suka." Udah kenyang. Ia mengusap-usap perutnya. Belum mau turun dari meja dapur. Ia duduk dengan kedua kaki berjuntai, diayun-ayunkan dengan santai. Kumala Dewi menatapnya terus sambil mencari getaran energi gaib. Tapi tetap saja tak menemukan getaran apa-apa dalam diri Oyen. Tiba-tiba anak itu berkata dengan pandangan mata ke sana-sini. Aku tadi habis bertemu dengan Nyai Sekatpitu. Dia akan datang lagi untuk mengambil serat-raga para lelaki bumi. Tindakan itu harus dicegah. Kalau tidak dicegah nanti alam ini tanpa kaum lelaki. Siapa Nyai Sekatpitu? Oyen masih memandang ke sana-sini seenaknya. Nyai Sekatpitu yaaa.. .pelayan kepercayaannya Auro "

Sandhi berkerut dahi tajam-tajam. Ia ingat nama Auro yang pernah muncul dalam kasus yang dihadapi Kumala

beberapa waktu.yang lalu , (Baca sesial Dewi Ular dalam episode: MISTERI BENCANA KIAMAT) Bagi putri tunggal Dewa Permana itu, nama Auro sudah tidak asing Iagi. la tahu persis bahwa Auro adalah selir-mas tau istri kesayangannya Dewa Kegelapan, yaitu Lokapura. Tapi nama Nyai Sekatpitu sama sekali baru sekarang didengamya. Kini gadis kecil itu menatap Kumala tanpa sungkan-sungkan lagi. Kamu nggak kenal sam Nyai Sekapitu, ya ? "Belum Kenalan dong. Kumala tersenyum geli, sedikit salah tingkah. Y, nanti aku akan berkenalan dengannya. Apakah dia yag menculik Hilmon? Kau pasti kenal nama Hilmon, bukan? Oo, pemuda yang dipenjara itu? Ya, aku tahu. Tapi nggak kenal namnya. Tapi kau telah menyelamatkan dari alam hitam, bukan? Ya, aku selamatkan dia dari ancaman Nyai Sekatpitu Temnnya sudah jadi korban