ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULAKELAPA … Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala...
Transcript of ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULAKELAPA … Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala...
ANALISIS USAHA
PENGOLAHAN GULAKELAPA SKALA RUMAH TANGA
DI DESA UJUNG GENTENG,KABUPATEN SUKABUMI,
JAWA BARAT
SKRIPSI
FACHRI ZULIANDI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di Desa Ujung Genteng,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat” adalah karya sendiri dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Fachri Zuliandi
NIMH3410401
i
ABSTRAK
FACHRI ZULIANDI. Analisis UsahaPengolahan Gula KelapaSkala Rumah
Tangga di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.Dibimbing
oleh HARMINI.
Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan melalui penderesan nira
pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar,diolahagarkadar airnya berkurang
dengan cara dimasak dan dicetak dalam bentuk padat.Tujuan penelitian ini
adalahadalah mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan
profitabilitas dari pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung
Genteng, Kabupaten Sukabumi.Kegiatan pengolahan nira menjadi gula kelapa ini
sangat menguntungkan dilihat dari keuntungan yang diperoleh pengolah untuk
satu kali proses produksi sebesar Rp 607.585,72 dengan total biaya Rp.
742.414,28 serta penerimaan sebesar Rp 1.350.000. Sedangkan profitabilitas
usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng
adalah sebesar 0,82 serta memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar
1,82.
Kata kunci: Gula Kelapa, Nira
ABSTRACT
FACHRI ZULIANDI. The Economic Analysis of Household’s Coconut Palm
Sugar Processing, Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java, Supervised by
HARMINI.
Coconut palm sugar is a type of sugar that produced by tapping the sap of
coconut palm flowers that have yet to bloom. The saps are boiled down until it
ready for molding in solid form. The objective of this study is to analyze the
revenue, cost, profit, and profitability of the household’s coconut palm sugar
processing at the Ujung Genteng Village, Sukabumi, West Java. The result shows
that for each production process each household expense production cost around
Rp 742,414.28, and obtains revenue over Rp 1,350,000 in the average. Thus, each
household for each production process gains profit as much as Rp 607,585,72.
The profitability and the efficiency of household’s coconut palm sugar processing
reach 0.82 and 1.82 respectively.
Key words: Coconut Palm Sugar, Sap
ii
ANALISIS USAHA
PENGOLAHANGULA KELAPA SKALA RUMAH TANGGA
DI DESA UJUNG GENTENG, KABUPATEN SUKABUMI,
JAWA BARAT
FACHRI ZULIANDI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga
di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Nama : Fachri Zuliandi
NIM : H34104012
Disetujui oleh
Ir. Harmini, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
Judul Skripsi Analisis Usaha Pengolahan Gula Kelapa Skala Rumah Tangga
di Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Nama Fachri Zuliandi
NIM H34104012
Disetujui oleh
Ir. Harmini,MS Pembimbing
Diketahui oIeh
MS
TanggaI Lulus : 0 4 v'lR2014
~-- -
iv
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 sampai februari 2014 ini adalah gula kelapa,
dengan judul Analisis Usaha PengolahanGula Kelapa Skala Rumah Tangga di
Desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Harmini MS selaku
pembimbing, serta Dr Ir Anna Fariyanti MS dan Ir Juniar Atmakusuma MS yang
telah banyak member saran.Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Herni beserta staf dari Kantor Desa Ujung Genteng dan Bapak Cecep
selaku pengolah usaha gula kelapa yang banyak membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Fachri Zuliandi
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR X
DAFTAR LAMPIRAN XI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan 5
Manfaat 5
Ruang Lingkup 5
TINJAUAN PUSTAKA 6
Tinjauan Tentang Kelapa 6
Tinjauan Tentang Nira 8
Tinjauan Tentang Gula Kelapa 9
Bentuk Usaha yang Dijalankan 12
Penelitian Terdahulu 14
KERANGKA PEMIKIRAN 17
Kerangka Pemikiran Teoritis 17
Kerangka Pemikiran Operasional 20
METODE PENELITIAN 24
Lokasi dan Waktu 24
Metode Penentuan Sampel 24
Data dan Instrumentasi 24
Metode Pengumpulan Data 25
Metode Pengolahan Data 25
Definisi Operasional 26
KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 28
Letak Geografis, Iklim dan Batas Wilayah 28
Sebaran Jumlah Penduduk 28
Struktur Organisasi Desa Ujung Genteng 30
Profil Perekonomian Desa Ujung Genteng 31
Sejarah Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 31
Karakteristik Responden Pengrajin Gula Kelapa 33
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN GULA KELAPA 36
Karakteristik Usaha Rumah Tangga Gula Kelapa 36
Biaya yang tidak Diperhitungkan 40
Proses Kegiatan Produksi Gula Kelapa 40
Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan 41
KESIMPULAN DAN SARAN 46
x
Kesimpulan 46
Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 49
DAFTAR TABEL
1 Trendpergerakan harga gula kelapa di kabupaten sukabumi, 2009-2012 2
2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga di
indonesia, tahun 2011-2013 3
3 Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013 3
4 Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI 9
5 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan kelompok
umur tahun 2011 28
6 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2011 29
7 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan mata
pencaharian tahun 2011 29
8 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
berdasarkan usia di desa ujung genteng tahun 2012 33
9 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumahtangga
dari tingkat pendidikan di desa ujung genteng tahun 2012 34
10 Sebaran responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
berdasarkan lama usaha di desa ujung genteng 2012 35
11 Rata-rata biaya pembuatan gula kelapa desa ujung genteng, kecamatan
ciracap, kabupaten sukabumi dalam 1 kali produksi (2 minggu) 37
12 Biaya tetap pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (2 minggu) 41
13 Rata-rata biaya penyusutan peralatan dalam satu proses produksi
(2 minggu) pengrajin gula kelapa di desa ujung genteng 42
14 Biaya variabel pengolahan gula kelapa satu kali produksi (2minggu) 43
15 Biaya produksi pengolahan gula kelapa satu kali produksi (dua minggu) 43
16 Penerimaan dan keuntungan per produksi pengolahan gula kelapa 44
17 Nilai profitabilitas pada usaha gula kelapa di desa ujung genteng 44
18 Nilai R/C rasio pada pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa
ujung genteng 45
DAFTAR GAMBAR
1 Negara produsen kelapa terbesar di dunia (2004-2008) 7
2 Perkembangan luas areal kelapa di indonesia menurut status 7
xi
3 Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa di
desa ujung genteng, kabupaten sukabumi, jawa barat 23
4 Struktur organisasi desa ujung genteng 30
5 Alur distribusi (pemasaran) gula kelapa di desa ujung genteng 39
DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas wilayah kecamatan di kabupaten sukabumi, tahun 2012 50
2 Perusahaan industri formal untuk industri hasil pertanian menurut jenis
industri di kabupaten sukabumi tahun 2013 51
3 PDRB kabupaten sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut
lapangan usaha tahun 2009-2012 (jutaan rupiah) 52
4 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian 53
5 Pengolahan gula kelapa 55
l6 Peta desa ujung genteng, kabupaten sukabumi, jawa barat 56
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Sukabumi yang terletak di ProvinsiJawa Barat, Indonesia
merupakansalah satu kabupaten dengan luas wilayah terkecil di Jawa Barat.
Perkembanganpenduduk di Kabupaten Sukabumi hingga tahun 2013 sebesar
2.408.338jiwa atau687.686 KK dengan mayoritas pekerjaan masyarakatnya di
sektor pertanianseperti petani, nelayan, pegawai pemerintahan dan swasta serta
pengrajin gulakelapa (BPS Kabupaten Sukabumi, 2013).Berdasarkan hasil
pencacahanlengkap SensusPertanian 2013, jumlah usahapertanian di Kabupaten
Sukabumi sebanyak291.754 dikelola oleh rumah tangga, sebanyak 62dikelola
oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 10 dikelolaoleh selain
rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum (BPS KabupatenSukabumi, 2013)
Desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap sebagai salah satu desa yang
terletak di daerah pantai pulau Jawa dikenal sebagai salah satu kawasan sentra
produksi gula kelapa dan produksi gula kelapanya sudah terkenal di Indonesia
khususnya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Herni, 2012).Selain
dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa, tanaman kelapa di desa Ujung
Genteng juga dimanfaatkan untuk diambil buahnya.Tanaman kelapa yang
dimanfaatkan untuk pembuatan gula kelapa sering disebut dengan kelapa
deres.Kecamatan Ciracap sendiri pada tahun 2012dengan luas wilayah kecamatan
sebesar 16.056,10 ha atau 3,89% dari luas keseluruhan Kabupaten Sukabumi yang
terbagi menjadi 6desa, yaitu: Cikangkung, Mekarsari, Pangumbahan,
Pasirpanjang, Purwasedar, dan Ujung Genteng (BPN, 2009).Luas wilayah
Kabupaten Sukabumi per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada tahun 2012 sektor industri pengolahan merupakan kontribusi terbesar
ketiga setelah sektor pertanian dan perdagangan, hotel serta restoran yang ada di
Kabupaten Sukabumi. Dari sejumlah industri pengolahan kecil non formal yang
ada, sentra gula kelapa memiliki sebanyak 4.149 perusahaan dengan total
investasi Rp 17.500.000 dan menyerap 20.000 tenaga kerja (Lampiran 2).Kinerja
perekonomian Kabupaten Sukabumidigambarkan oleh Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut sektor usaha. Kontribusi PDRB
sektor atas dasar harga berlaku terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi tahun 2012
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Bidang usaha yang mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Sukabumi yaitu bidang pertanian, perdagangan, hotel danrestoran sertaindustri
pengolahan. Pemanfaatan potensi merupakan suatu strategi dan alternatif yang
tepat untuk menjawab tantangan dalam rangka mewujudkan serta
mengembangkan industri pergulaan di sektor perkebunan dan pengolahan,
khususnya produksi gula kelapa dengan lingkup pengolahan skala rumah tangga
dalam rangka menciptakan produk substitusi gula tebu dan juga bernilai ekonomi
(Pusdatin, 2011).
Pemerintah daerah harus dapat mengembangkan potensi alam yang ada di
daerahnya khususnya bidang perkebunan dan pengolahan. Tanaman kelapa bisa
menjadi faktor kunci penting mengingat tanaman ini dapat tumbuh subur di tanah
kawasan pesisir pantai desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten
2
Sukabumi, didukung oleh industri pengolahan gula kelapa telah banyak tumbuh
dan berkembang yang telah menjadi penghasilan utama bagi industri rumah
tangga desa Ujung Genteng. Positifnya trend pergerakan harga jual gula kelapa
sehingga membuat para pengrajin gula kelapa di Kabupaten Sukabumi khususnya
yang termasukdi desa Ujung Genteng memproduksi gula kelapa. Tabel 1
merupakan trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat dari tahun 2009-2012
Tabel 1Trend pergerakan harga gula kelapa di Kabupaten Sukabumi, 2009-2012
Tahun Semester I (Rp) Semester II (Rp)
2009
2010
2011
2012
Rp 7.000
Rp 6.500
Rp 7.200
Rp 9.000
Rp 8.000
Rp 8.500
Rp 8.500
Rp 12.000
Sumber: Kemendag, 2012 (Diolah)
Bagi pengrajin gula kelapa pekerjaan pembuatan gula kelapa mayoritas
dilakukan sebagai pekerjaan utama, upaya ini mereka tempuh karena minimnya
penghasilan jika mereka tetap pada pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai nelayan
dan petani serta sulitnya akses terhadap lapangan pekerjaan karena minimnya
pengalaman pendidikan yang dimiliki dan juga peran pemerintah yang kurang
sedangkan potensi tanaman kelapa sangat besar meskipun kepemilikan lahan
dikuasai oleh pihak swasta (Perkebunan Cigebang) dengan luas lahan yang
ditanami tanaman kelapa kurang lebih 449 ha. Bagi masyarakat tidak menjadi
kendala untuk mereka dalam memproduksi gula kelapa tersebut mengingat
penerimaan yang diterima jauh lebih besar dari pekerjaan sebelumnya.
Pengembangan industri rumah tangga gula kelapa di desa Ujung Genteng,
menunjukkan bahwa pengrajin melakukan kegiatan usahanya dengan skala rumah
tangga dimana penggunaan tenaga kerjanya sebagian besar tenaga kerja dalam
keluarga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari lima orang. Walaupun dilakukan
dengan skala rumah tangga dan masih bersifat tradisional, namun kegiatan
pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi masih dapat bertahan
hingga saat ini di tengah persaingan dengan sesama industri sejenis dari daerah
lain.
Sejak dulu gula kelapa dikenal dan disukai di berbagai kalangan di
Indonesia, memiliki cita rasa yang khas, berkhasiat tinggi, dapat dinikmati dalam
berbagai rasa dan bentuk olahan serta diversifikasi pangan. Secara teknis untuk
memproses gula kelapa ini diperoleh melalui penyadapan nira dari bunga kelapa
yang belum mekar setelah melalui pengurangan kadar air dengan cara pemasakan
dan pencetakan dalam bentuk padat. Di Indonesia, sentra produksi gula kelapa
terdapat di beberapa kota, seperti Ciamis, Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap.
Menurut Dewan Gula Indonesia((1990), dalam Rachmat (1991),
menyatakan bahwa dari produksi gula merah di Indonesia 53 persen dari gula
kelapa, 26 persen gula merah dari tebu, 18 persen gula merah dari aren, dan 3
persen sisanya dari bahan lain seperti siwalan dan lain-lain. Rahatmawati (1997)
juga menambahkan produksi dari gula aren dan siwalan diperkirakan akan
semakin menurun karena jumlah pohon yang terus menurun serta usia tanaman
yang semakin tua. Selain itu untuk gula merah dari tebu juga terkendala dalam
2
3
memperoleh bahan baku serta terbatasnya kapasitas olahan. Dengan demikian
peluang bagi gula merah yang dihasilkan dari gula kelapaguna memenuhi
kebutuhan pemanis nasional cukup.
Tabel 2 Pertumbuhan permintaan gula (tebu) untuk kebutuhan rumah tangga
di indonesia, tahun 2011-2013
Tahun Permintaan Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)
2011 2.700.000 -
2012 2.970.000 9.09%
2013 3.000.000 1,00%
Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)
Pertumbuhan terhadap permintaan gula (tebu) setiap tahunnya terus
meningkat sedangkan kapasitas produksi gula (tebu) nasional cenderung
berlawanan dari permintaannya.Akibat kondisi defisitnya gula (tebu) memaksa
pemerintah untuk melakukan impor demi mencukupi kebutuhan gula (tebu)
nasional.Dari total 56 pabrik gula nasional hingga tahun 2013 yang berasal dari
BUMN maupun swasta masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan gula
nasional yang tidak hanya demi kebutuhan rumah tangga tetapi juga untuk
industri makanan, minuman dan farmasi.
Tabel 3Pertumbuhan produksi gula (tebu) di indonesia, tahun 2011-2013
Tahun Produksi Gula (Ton) Pertumbuhan (%/tahun)
2011 2.100.000 -
2012 2.550.000 17,65%
2013 2.660.000 4,13%
Sumber: Soemitro Samadikoen, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI), 2014 (Diolah)
Dengan perkiraan kebutuhan gula per kapita 12 kg/tahun, maka total
kebutuhan gula nasional per tahun di negara berpenduduk kurang lebih 250 juta
jiwa ini sebesar 3 juta ton. Kondisi ini membuat pemerintah dihadapkan pada dua
pilihan untuk melakukan impor atau melakukan diversifikasidengan mencari
alternatif sumber-sumber gula alami non tebu, salah satunya adalah gula dari jenis
palmae (gula kelapa/brown sugar).Program diversifikasi gula nasional yang
berbasis gula palmae seperti gula kelapa (brown sugar) sangat strategis
peranannya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah, industri
pengolahan dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang
sebagian besar diimpor.Disamping jumlah bahan baku gula kelapa yang melimpah
dan murah, teknologi yang digunakan dalam membuat gula kelapa juga tidak
membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi ( low cost and low tech ). Hal ini
berbeda dengan teknologi yang digunakan untuk pembuatan gula (tebu), oleh
karena itu program diversifiksi gula yang berbasis pada tanaman kelapa (palmae)
sangatlah tepat dan strategis untuk dikembangkan di sentra-sentra tanaman kelapa
dan penghasil gula kelapa seluruh wilayah Indonesia.
4
Fakta inilah yang mendorong untuk mengetahui secara lanjut mengenai
usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga melalui suatu analisis usaha di
desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.Selanjutnya, pentingnya penanganan
yang lebih serius oleh pihak terkait agar keberadaan pengolahan gula kelapa skala
rumah tangga ini dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin pembuat gula
kelapa dengan tetap tidak merugikan masyarakat sebagai konsumen.
1.2 Perumusan Masalah
Wilayah yang ada di Kabupaten Sukabumi meliputi 47 Kecamatan, 4
kelurahan, 363 desa, 3.046 RW, dan 11.653 RT. Salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Sukabumi adalah Kecamatan Ciracap dengan desa Ujung Gentengnya
yang cukup dikenal di Indonesia, tidak hanya dari sisi pariwisata pantai dan
hasiltangkapan ikannya namun juga usaha pengolahan gula kelapa skala rumah
tangga yang telah ada secara turun temurun dan masih bertahan hingga saat ini.
Tumbuh dan kembangnya usaha pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng
berdasarkan hasil penelitian dikarenakan terdapatnya sumber daya berupa
perkebunan kelapa milik perkebunan swasta Cigebang yang dapat dimanfaatkan
masyarakat sekitar untuk mengusahakan sumber daya yang ada berupa nira dari
tanaman kelapa untuk diolahmenjadi gula kelapa.Selain itu, untuk
membandingkan dengan produk sejenisnya yaitu gula (tebu) dimana kondisinya
dari tahun ke tahun cenderung defisit yang harus memaksa pemerintah untuk
melakukan impor serta alternatif lain berupa pemanfaatan sumber-sumber gula
alami selain dari tanaman tebu melalui program diversifikasi produk salah satunya
gula dari jenis palmae (brown sugar). Berdasarkan kriteria tersebut maka
dipilihlah lokasi desa Ujung Genteng di Kecamatan Ciracap, Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat disamping belum adanya peneliti-peneliti lain yang
mengangkat judul dengan lokasi dan produk/komoditi yang sama.
Pelaku produksi pengolahan yang menghasilkan gula kelapa berusaha
untuk mengalokasikan segala sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya
agar diperoleh keuntungan yang besar.Namun dalam mencapai keuntungan yang
besar belum tentu mengartikan bahwa usaha pengolahan gula kelapa sudah efisien
untuk diusahakan karena memungkinkan juga dikeluarkannya biaya yang besar
dalam memperoleh keuntungan yang besar tersebut. Ditambah lagi pelaku usaha
gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng Sukabumi dalam usaha untuk
memperoleh keuntungan tersebut akan menghadapi risiko selama proses produksi
hingga pemasaran.
Analisis usaha pada usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di
desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi sangat penting dilakukan bagi pelaku
usaha pengolahan gula kelapa dalam melaksanakan usahanya demi peningkatan
keuntungan serta pengembangan usaha. Pada kenyataannya, seringkali pengolah
gula kelapa kurang memperhatikan manajemen usaha yang berkaitan dengan
besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas usaha yang mereka
jalankan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah analisis usaha untuk menganalisis
biaya, penerimaan,keuntungan dan profitabilitas dari usaha pengolahan gula
kelapadengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi
ini sehingga pengolah dapat melihat perkembangan dari usaha yang dijalankan.
4
5
Walaupun usaha pengolahan gula kelapa yang dijalankan harus bergandengan
dengan perusahaan swasta tidak menyurutkan semangat para pengolah gula kelapa
mengingat kegiatan usaha yang dijalankan dengan sistem kerjasama yang saling
memakmurkan satu sama lain dan keuntungan yang diterima oleh pengolah gula
kelapa sudah cukup untuk mengembangkan usahanya minimal memenuhi
kebutuhan keluarga yang terlibat dalam produksi pengolahan.
Dari uraian tersebut maka secara spesifik perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari usaha
pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,
Kabupaten Sukabumi
1.3 Tujuan
Dari perumusan masalah yang ada dapat diambil langkah/upaya apakah
kajian bisnis ini dapat berguna nantinya bagi kemajuan industri gula kelapa di
desa Ujung Genteng yang diharapkan nantinya, berupa:
1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari
usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung
Genteng, Kabupaten Sukabumi
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat/berguna demi :
1. Pengolah gula kelapa dan tengkulak, sebagai masukan dalam menyusun
kembali strategi-strategi produksi dan penjualan terhadap produk gula
kelapa
2. Penulis, sebagai sarana untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
berkaitan dengan industri gula kelapa serta merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Program Sarjana Agribisnis
Alih Jenis Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor.
3. Bagi Pemerintah Daerah desa Ujung Genteng, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan juga bahan
pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa
mendatang, terutama yang berkaitan dengan pengembangan usaha
pengolahan skala rumah tangga.
4. Acuan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan analisis usaha
dari produk olahan gula kelapa
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dibatasi pada analisis usaha dari produk olahan tanaman
kelapa berupa nira menjadi gula kelapa di desa Ujung Genteng Sukabumi.Untuk
menganalisis secara analisis usaha tersebut, digunakan perhitungan struktur biaya,
penerimaan, keuntungan dan profitabilitas. Analisis usaha dalam skala rumah
6
tangga ini dilakukan di lokasi desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengingat potensi tanaman kelapa yang besar
di lokasi tersebut milik perkebunan Cigebang dengan luas kurang lebih 449 ha
dan semakin bertambahnya masyarakat yang menjadi pengrajin gula kelapa
hingga ±120 pelaku produksi/pengolah khususnya dari kecamatan Surade melalui
pembinaan yang dilakukan sebelumnya oleh pemilik perkebunan serta aparatur
pemerintah setempat.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Tentang Kelapa
Kelapa adalah tanaman tropis dan banyak tumbuh di hampir seluruh
wilayah di Indonesia terutama di daerah-daerah yang memiliki pesisir pantai
sebagai lahan produktifnya.Karena begitu ragamnya manfaat dari kelapa ini, maka
tidaklah mengherankan jika kelapa mendapat julukan sebagai pohon kehidupan
(the tree of life)karena setiap bagian dari tanaman kelapa keseluruhannya dapat
dimanfaatkan demi kemaslahatan masyarakat, diantaranya: bagian daun dapat
dibuat hiasan janur, keranjang sampah, sapu lidi, ketupat, wadah tempat buah.
Bagian pucuk daun dapat dijadikan makanan asinan, bagian buah dapat
bermanfaat sebagai santan, bagian air buah dapat diolah menjadi minyak goreng,
gula merah dan obat alternatif. Bagian batang dapat dijadikan sebagai furniture
dan peralatan rumah tangga lainnya, bagian lidi untuk sapu lidi dan penjepit
pincut makanan, bagian pangkal dapat dibuat untuk menghasilkan ragi, kipas,
sandal, tas tangan, dan topi, serta bagian batok untuk dijadikan arang untuk
pembakaran (Anonim, 2007). Keuntungan ekonomis membudidayakan sudah
sama-sama diketahui karena memiliki banyak manfaat dan bernilai jual tinggi.Hal
itu berarti dapat mendatangkan keuntungan apabila dikelola dengan cara-cara
profesional.
Daya saing produk kelapa pada saat ini terletak pada industri hilirnya,
tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri yang dapat
tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya.Usaha
produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik
untuk usaha kecil, usaha menengah maupun usaha besar.Pada gilirannya industri
hilir menjadi lokomotif industri hulu (Anonim, 2009).
2.1.1 Budidaya dan Produksi Kelapa
Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang
menghasilkan 5.276.000 ton (82 persen) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000
ha (1984) yang meliputi 12 negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan
Amerika Selatan.Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha
tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut,
Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel, Maluku tetapi produksinya masih dibawah Filipina
(2.472.000) ton dengan areal 3.112.000 ha yaitu sebesar 2.346.000 ton
(Suhardiono, L, 1993).
6
7
Tanaman kelapa sebenarnya merupakan komoditas pertanian kedua yang
terpenting setelah padi karena kelapa dianggap sebagai tanaman
serbaguna.Dengan ini seharusnya Indonesia bisa menguasai produk berbahan
dasar kelapa ini, karenamanfaatnya yang multiguna baik untuk pangan, sandang
maupun papan. Semua produk dan bahan baku kelapa sebenarnya sangat
berpotensi besar, baik di pasar lokal maupun Internasional.Tanaman kelapa
menghendaki intensitas sinar matahari yang tinggi dengan jumlah penyinaran
tidak kurang dari 2000 jam per tahun. Kelapa dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah. Syarat-syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa adalah struktur
baik, peresapan air dan tata udara baik, permukaan air tanah letaknya cukup dalam
(minimal 1 meter dari permukaan tanah) dan keadaan air tanah hendaknya dalam
keadaan bergerak (tidak menggenang) dengan pH tanah optimal 6.0 – 8.0
(Setyamidjaja, 1984).
Gambar 1.Negara Produsen Kelapa Terbesar di Dunia, (rata-rata 2004-2008)
Sumber: Pusdatin, 2010
Areal pertanaman kelapa tersebar di seluruh Indonesia dengan luas
3.860.000 ha pada tahun 2007. Didominasi oleh perkebunan rakyat seluas
3.791.000 ha (98,21persen), perkebunan besar negara seluas 6.000 ha (0,15persen)
dan perkebunan swasta seluas 63.000 ha (1,63persen) (Anonymous, 2008).
Gambar 2. Perkembangan Luas Areal Kelapa di Indonesia Menurut Status
Pengusahaan, 1970-2009 (Pusdatin, 2010)
Populasi tanaman kelapa di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, pohon
kelapa tumbuh sekitar 3 juta hektar di Indonesia atau 31persen dari total pohon
8
kelapa dunia kelapa yang terdiri dari 55 persen ditanam secara monokultur
(tunggal) dan 45persen di tanam dengan campuran tanaman lain (Darwis, 1986).
Produktivitas tanaman kelapa rata-rata dalam kurun waktu 2004-2009 sebesar
1,13 ton/ha dengan laju pertumbuhan sebesar 1,22 persen. Tercatat pada tahun
2009 produksi kelapa di Indonesia mencapai nilai sebesar 3.250.000 ton atau
meningkat dari tahun sebelumnya (Gambar 2).
2.1.2 Konsumsi Kelapa
Konsumsi kelapa di Indonesia dihitung dalam bentuk kelapa butiran dan
minyak kelapa. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS),
pada periode tahun 1981-2008 terjadi penurunan yang signifikan dari konsumsi
kelapa baik dalam bentuk kelapa butiran maupun dalam bentuk minyak kelapa.
Selama periode tersebut konsumsi kelapa butiran mengalami penurunan rata-rata
sebesar 1,96persen per tahun.
Jika tahun 1981 konsumsi kelapa butiran mencapai 16 butir perkapita,
maka pada tahun 2007 turun menjadi 10 butir perkapita. Konsumsi kelapa butiran
terendah terjadi pada tahun 1999 sebesar 9 butir perkapita. Sementara itu
konsumsi minyak kelapa per kapita juga turun dari 4,00 liter pada tahun 1981
menjadi 2,24 liter pada tahun 2008. Rata-rata penurunan konsumsi minyak kelapa
mencapai 3,19persen per tahun. Penurunan konsumsi minyak kelapa ini
dimungkinkan dengan berkembangnya kebun kelapa sawit sehingga perusahaan
yang menghasilkan produk seperti minyak goreng lebih banyak menggunakan
bahan baku dari kelapa sawit (Pusdatin, 2010). Adapun penggunaan dari kelapa
tersebut sebagian besar sebagai bahan makanan (97,44persen), sedangkan sisanya
digunakandalam industri pengolahan (1,86persen) dan tercecer (0,70persen).
2.2 Tinjauan Tentang Nira
Gula kelapa dihasilkan dari nira yang merupakan cairan manis yang
mengandung gula pada konsentrasi 7,5-20,0 persen yang terdapat di dalam bunga
tanaman kelapa yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan teknik
penyadapan atau penderesan. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan nira
kelapa untuk pembuatan gula merah dan gula semut, selain itu dapat
digunakan sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang
dibuat dalam bentuk sirup (Dyanti, 2002). Biasanya satu buah mayang bisa
disadap dalam kurun waktu 10-35 hari.Hasil penyadapan yang diperoleh
darisetiap mayang sekitar 0.5-1 liter nira atausekitar 2-4 liter nira perpohon setiap
harinya (Santoso,1993)
Penyadapan nira biasanya dilakukan dua kali sehari di waktu pagi dan
sore hari.Wadahyang digunakan untuk menampung nira yaituberupa bumbung
yang biasanya terbuat daribambu, dan ada juga yang menggunakan tempatbekas
oli/minyak curah/jerigen yang terbuat dari plastik dengan tujuan untuk
memperingan beban penyadap pada waktunaik atau memanjat pohon kelapa
sertabahannya yang tidak mudah bocor. Untukpembuatan gula kelapa agar lebih
efisien maka bumbung atau wadah penampung nira tersebut didalamnnya diberi
suatucampuran kapur sirih dan irisan kulit manggis atau tatal nangka
(laru).Campuran laru ini untuk mencegah nira menjadi asam. Jika rasanya asam
8
9
akan berpengaruh terhadap kualitas gula kelapa yang akan dihasilkan, terutama
sukar mengalami pengentalan cairan atau tidak dapat dicetak menjadi gula
kelapa.Sebaliknya jika laru yangditambahkan berlebihan dapat menyebabkan
rasagula kelapa kurang enak dan menyebabkan produksi gula kelapa
rendahkualitasnya.
2.3Tinjauan Tentang Gula Kelapa
2.3.1 Karakteristik Gula Kelapa
Gula kelapa merupakan jenis gula yang dihasilkan/diperoleh melalui
penyadapan nira pohon kelapa (bunga kelapa) yang belum mekar setelah melalui
pengurangan kadar air dengan cara pemasakan dan pencetakan dalam bentuk
padat. Gula kelapa atau dalam nama perdagangan dikenal sebagaigula jawa atau
gula merah biasanya dijualdalam bentuk setengah mangkok atausetengah elips.
Bentuk demikian diperoleh dari cetakan yang biasa digunakan berupasetengah
tempurung (batok) kelapa, dan ada pula yang berupa cetakan dari bambu,
sehingga bentuknya menyerupai tabung.
Dilihat dari susunan gizinya, gula kelapa merupakan salah satu unsur dari
9 bahan pokok yang cukup kaya akan karbohidrat,protein serta mineral
lainnya.Untuk mendapatkan produk gula kelapa sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI) harus memiliki kriteria sebagai berikut (Tabel 4).
Tabel 4Standar mutu gula kelapa berdasarkan SNI
N
o
Uraian SNI-01-3743-1995
1 Penampakan
Bentuk
Warna
Rasa/Aroma
Padatan nrmal, seragam
Kuning kecoklatan sampai
coklat
Khas
2 Air Maksimal 10%
3 Abu Maksimal 2%
4 Gula pereduksi Maksimal 10%
5 Jumlah gula sebagai sakarosa Minimal 77%
6 Bagian yang tak larut dalam air Maksimal 1%
7 Pemanis buatan sakarin,siklamatserta
garam-garamnya
Tidak ditemukan
8 Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
Timah (Sn)
Maksimal 2,00 mg/kg
Maksimal 10,00 mg/kg
Maksimal 40,00 mg/kg
Maksimal 0,03 mg/kg
Maksimal 40,00 mg/kg
9 Arsen
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)
10
Mengingat penggunaan gula kelapa berbeda dan dapat menjadi pengganti
(substitusi) gula pasir (putih) serta gula lainnya, seandainya dipaksapun produk
turunan yang dihasilkan dari jenis gula kelapa ini bisa kehilangan aroma dan
rasanya yang khas.
2.3.2 Jenis-Jenis Gula Kelapa
Saat ini terdapattiga macam produk gula kelapa/jawa yang biasanya
banyak dibutuhkan oleh konsumen antara lain :
a. Gula cetak/Coconut Palm Sugar
Gula jawa cetak dihasilkan dari Nira Kelapa (Cocos Nucifera Lin) yaitu
cairan bening yang terdapat di dalam mayang kelapa yang pucuknya belum
membuka kemudian ditoreh (dalam bahasa jawa dideres) oleh para petani
penderes. Selanjutnya dimasak oleh para keluarga petani penderes dengan sangat
sederhana, lalu dicetak dengan cetakan bambu kemudian dijual kepada para
pedagang kecil (Bakul), dari bakul inilah produk gula jawa dijual kepada
Pengepul kemudian kepada Bandar yang memasok dan menjual langsung ke
pabrik-pabrik Kecap dalam jumlah yang sangat besar
Untuk dapat memproduksi gula kelapa cetak dibutuhkan alat-alat
sederhana seperti; pongkor (tempat menaruh nira), wajan untuk merebus,
pengaduk dari kayu, tungku, kayu bakar, bubung (dari bambu). Adapun urutan
pengerjaan gula kelapa adalah: Menderes/menyadap untuk memperoleh nira, rata-
rata untuk setiap produksi dibutuhkan 10 pohon kelapa. Kemudian air nira yang
telah diambil dari pohon tersebut dituangkan kesebuah wajan besar dan dimasak,
pekerjaan tersebut dikenal dengan mengidel untuk pengerjaan ini membutuhkan
waktu sekitar 4-5 jam. Setelah selesai mengidel maka gula siap dicetak dengan
cara menuangkan gula cair kedalam bubung, ditunggu sampai dingin kemudian
baru cetakan dibuka.
b. Gula bubuk/Gula Semut/Palm Suiker
Gula semut dapat dikatakan produk turunan dari gula kelapa. Jika
dibandingkan dengan gula kelapa biasa, bisa dikatakan gula semut memiliki
bentuk yang lebih praktis dan lebih awet. Pada umumnya, gula kelapa hanya
mampu bertahan sekitar sebulan bila disimpan dalam suhu ruangan. Namun, jika
disimpan lebih lama lagi, biasanya gula akan cair dan berbau tidak sedap.
Sementara untuk gula semut, usia simpannya bisa mencapai lebih dari satu tahun.
Dari sisi kandungan gizi, gula semut dapat disebut ”juaranya”. Dibandingkan
dengan gula pasir biasa, gula yang berwarna coklat muda ini lebih banyak
memiliki kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, dan zat besi (Yoga Putra, 2008).
Pembuatan gula kelapa secara tradisional umumnya hanya sampai pada
pencetakan saja. Dari gula ini bisa diproses menjadi gula kristal. Tahapannya
sama, pertamapengambilan nira. Untuk setiap 5 liter nira kelapa, ditambahkan
kapur sirih 0,5 gr atau setengah sendok teh. Kedua, pembersihan nira. Nira hasil
sadapan, jangan terlalu lama ditempat terbuka. Selanjutnya, nira disaring dan
secepatnya dimasak pada suhu 60°C (untuk gula jawa). Saat dimasak,
ditambahkan air kapur sekitar 6,5 pH selama 5-10 menit. Kemudian nira yang
sudah dimasak diangkat dan dibiarkan selama 10-25 menit agar kotoran
mengendap. Busa yang terbentuk selama pengendapan dibuang dengan saringan
bambu atau kawat yang halus. Ketiga, perebusan. Nira yang sudah bersih direbus
10
11
kembali sambil diaduk-aduk yang kuat. Apabila nira sudah agak kental, api
dikecilkan sampai akhirnya betul-betul masak. Keempat, pencetakan. Untuk
pembuatan gula semut, nira dimasak sampai suhu 120°C.
Pemasakan diakhiri apabila tetesan nira pada air dingin berbentuk benang
yang tidak terputus. Nira yang sudah masak dimasukkan ke dalam tempat yang
berbentuk silinder dari kayu dan drum bekas. Tempat tersebut dilengkapi dengan
poros putaran berupa garu (sisir) dari logam atau kayu. Poros tersebut diputar
dengan tenaga manusia. Pemutaran harus dilakukan dengan cepat ketika keadaan
nira masih panas. Setelah gula menjadi remah pemutaran diperlambat (Sujono
dkk).
c. Gula cair/Liquid Palm Sugar
Pakan lebah
Pemanfaatan nira kelapa dapat menjadi alternatif pakan lebah yang
selama ini menjadi kendala dalam pengembangan produksi usaha budidaya lebah
madu. Pemberian nira sebagai sumber energi sebagai sumber protein lebah
diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi lebah pekerja dan
ketersediaan bahan penyusun utama madu sehingga berdampak pada peningkatan
jumlah produksi madu (Erwan, 2003).
Dalam mencari makanan, lebah madu mengumpulkan cairan manis yang
berasal dari berbagai nira tanaman. Dilaporkan oleh Crane (1980) bahwa lebah
memperoleh makanannya pada cairan yang keluar dari berbagai tanaman palem
yang disadap, disamping mengambil cairan yang berasal dari batang tebu yang
telah dipotong.
d. Bioetanol
Bioetanol dapat dibuat dari nira kelapa. Hasil sadapan nira kelapa setelah
melalui proses fermentasi dapat diolah menjadi bioetanol, dan bioetanol ini dapat
digunakan sebagai pengganti bensin setelah mengalami proses pemurnian, cara
pembuatannya yang mudah sehingga dapat dibuat di pedalaman atau tempat-
tempat terpencil di daerah. Selain itu bioetanol atau yang lebih dikenal dengan
nama alkohol merupakan produk yang di butuhkan dalam industri kimia,
makanan, rokok, kedokteran, kosmetika dan lain-lain(Yunus, 2008).
2.3.3 Proses Pengolahan Gula Kelapa
Proses pengolahan gula kelapa pada prinsipnya adalah proses penguapan
atau pemekatan nira. Tahap-tahap proses pembuatan gula kelapa tersebut
meliputi:
a. Proses pengambilan nira kelapa
1. Pohon bisa disadap apabila telah menghasilkan dua atau tiga tandan
bunga (mayang).
2. Bagian ujung mayang yang telah seminggu, diikat, diiris sedikit demi
sedikit, kemudian diikat dilengkungkan kearah bawah, hasil irisan
tersebut akan mengeluarkan tetesan nira yang dimasukkan dalam
bumbung (wadah) yang diikat pada mayang tersebut. Mayang ini terus
menghasilkan nira sampai kurang lebih 30 hari.
3. Dalam bumbung bambu diberi laru yaitu suatu campuran yang terdiri atas
kapur sirih, penggunaan laru dimaksudkan agar nira tidak masam karena
12
kapur sirih berfungsi untuk menghambat fermentasi nira yang disebabkan
oleh mikroorganisme.
4. Penyadapan dilakukan 2 kali pagi dan sore hari, penyadapan pada pagi
hari hasilnya diambil sore hari sedangkan penyadapan sore hari diambil
pagi.
b. Proses pembuatan gula kelapa
1. Nira yang telah diperoleh dari hasil sadapan disaring terlebih dahulu agar
terbebas dari kotoran.
2. Nira hasil saringan secepatnya dimasukkan dalam wajan/panci kemudian
dipanaskan sampai 110° C sambil dilakukan pengadukan. Dalam proses
pemasakan ini, saat mendidih kotoran halus akan mengapung bersama
busa nira. Kotoran tersebut dibuang, agar busa nira yang meluap tidak
bertambah banyak maka dimasukkan 1 sendok minyak kelapa atau
biasanya dimasukkan sedikit parutan kelapa hingga nira tidak meluap.
3. Bila nira sudah pekat dan mulai berubah warna berarti nira sudah masak.
4. Nira yang sudah masak diangkat dari tungku dan tetap dilakukan
pengadukan hingga pekatan nira mulai mendingin.
5. Pekatan nira yang mulai mendingin dimasukkan dalam cetakan yang
sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan air, dan selanjutnya
didiamkan hingga mengeras dan menjadi gula jawa.
(Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).
Gula kelapa banyak digunakan sebagai bumbu masak karena memiliki
aroma dan rasa yang khas caramel palmae.Disamping itu, guka kelapa juga
digunakan untuk pemanis minuman, bahan pembuat kecap, bahan pembuat dodol,
dan pembuat kue serta bahan penambah cita rasa pada makanan.Gula jawa
memiliki banyak manfaat kesehatan dibandingkan gula tebu/gula putih. Selain
memberikan rasa manis (tapi rendah kalori), gula jawa mengandung garam mineral,
kaya nutrisi, dan bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, lepra, dan
sebagainya (Santoso, 1995). Hingga saat ini banyak masyarakat yang tidak
mengetahui cara membuat gula kelapa. Namun ada sekelompok masyarakat di
wilayah-wilayah tertentu yang masih dengan setia menggeluti usaha pembuatan gula
kelapa ini, baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai sumber mata pencaharian
(Radino, 2009).
2.4Bentuk Usaha yang Dijalankan
Sejak dulu usaha gula kelapa di Indonesia hanya dilakukan secara
tradisional dengan skala rumah tangga yang merupakan usaha secara turun-
temurun.Industri rumah tangga lebih sering dijumpai di wilayah pedesaan dan
tergolong dalam skala kecil dan menengah.Bagi masyarakat pedesaan, industri
rumah tangga jauh memberikan ruang ekonomi serta manfaat sosial yang berarti
demi kesejahteraan keluarga.
Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi empat
kelompok yaitu:
a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga
b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil
c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah
12
13
d. Jumlah tenaga kerja ≥ 100 orang untuk industri besar.
(Badan Pusat Statistik, 1999).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa usaha mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
(Anonim, 2009).
Industri rumah tangga pada umumnya memusatkan kegiatan di sebuah
rumah keluarga tertentu dan para karyawannya berdomisili di tempat yang tak
jauh dari rumah produksi tersebut. Secara geografis dan psikologis hubungan
mereka sangat dekat (pemilik usaha dan karyawan) sehingga memungkinkan
kemudahan dalam menjalin komunikasi (Anonim, 2009). Gula kelapa yang berada
di pasaran sampai saat ini merupakan produk industri kecil dan industri rumah
tangga yang banyak dikerjakan oleh masyarakat pedesaan dengan golongan
menengah kebawah. Proses pembuatan gula kelapa masih menggunakan cara
produksi serta peralatan yang sangat sederhana (Issoesetiyo dan Sudarto, 2001).
Menurut BPS (1987) dalam Suratiyah (1991), usaha industri rumah tangga
yang terkait dalam bidang pengolahan merupakan usaha yang tidak berbentuk
badan hukum dan dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang anggota
rumah tangga yang mempunyai tenaga kerja sebanyak empat orang atau kurang,
dengan kegiatan mengubah bahan dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi
atau dari yang kurang nilainya menjadi yang lebih tinggi nilainya dengan tujuan
untuk diperdagangkan atau ditukar dengan barang lain yang sejenis atau berbagai
jenis dan ada satu orang anggota keluarga yang menanggung risiko.
Manfaat yang dirasakan pun dapat dikatakan cukup mendorong roda
perekonomian keluarga.Pertama, dapat menciptakan lapangan usaha keluarga
dengan modal yang lebih murah sesuai keterampilan yang dikuasai.Kedua,
industri rumah tangga juga mempunyai posisi sebagai mitra usaha bagi
perusahaan Kedua, industri rumah tangga juga mempunyai kedudukan sebagai
mitra usahabagi perusahaan dengan skala yang lebih besar dan sejenis karena ada
sebagian industri rumahtangga yang menghasilkan produk-produk sederhana atau
setengah jadi untukdilanjutkan lagi oleh perusahaanbesar.Ketiga, bahwa industri
rumah tangga terkadang dapat menghasilkan produk yang tidak dapat diproduksi
oleh perusahaan besar, sehinggaindustri rumah tangga dapat dianggap sebagai
anak angkat perusahaan besar dalampemasaran (Irsan Ashari Saleh, 1986)
Secara umum peranan industri rumah tangga dalam ranah Nasional dan
lokal terwujud dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan nilai tambah dan
distribusi pendapatan terutama pada kelompok masyarakat miskin.Keberadaan
industri rumah tangga penting dalam pembangunan suatu wilayah dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang belum didayagunakan secara optimal
dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja.
Pengembangan agroindustri khususnya industri rumah tangga diyakini
akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus
menciptakan pemerataan pembangunan suatu wilayah. Perekonomian Indonesia
14
sekarang mempunyai masalah yang krusial dalam bidang pengangguran dan
kemiskinan. Titik lemah perekonomian kita adalah tidak bergeraknya sektor riil
sehingga kesempatan kerja terbatas. Padahal sebagian besar penduduk miskin
berada pada sektor ini, khususnya pertanian (Yorin, 2009).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya memberikan gambaran yang berbeda-
beda dalam setiap pola pengambilan data, metode analisis data dan tujuan yang
ingin dicapai. Berikut merupakan penelitian terdahulu yang meneliti mengenai
kajian finansial dan nilai tambah dari berbagai produk dari sektor agribisnis atau
dapat dilihat pada lampiran 2:
Widjojoko, Mulyani dan Wijayanti (2006) dalam penelitian mereka yang
berjudul kajian finansial dan nilai tambah gula semut (granular sugar) di
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas menjelaskan usaha agroindustri gula
semut sudah dilakukan secara efisien yang ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih
besar dari 1,00 yaitu 1,15. Nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan dari total
biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan memberikan keuntungan pada
pengrajin gula semut Rp117.520,48/bulannya. Analisis yang digunakan dalam
penelitian tersebut menggunakan Analisis R/C rasio dan analisis nilai tambah
Hayami. Analisis R/C ratio sebesar 1,15 sehingga usaha gula semut ini dapat
dikatakan berjalan dengan efisien, karena penerimaan pengrajin lebih tinggi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan dengan nilai titik impas pada tingkat 6,94
kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan Analisis Nilai Tambah
dengan nilai masukan bahan baku utama berupa nira selama satu bulan produksi
sebesar 810.720 kg, luaran yang dihasilkan berupa gula semut sebesar 168,9 kg.
Nilai konversi antara luaran dan bahan baku utama adalah 0,208 yang
menggambarkan tingkat efisiensi untuk penggunaan bahan baku nira dalam
menghasilkan produk gula semut. Hasil akhirnya diperoleh nilai tambah sebesar
Rp590,00 per kg bahan baku utama nira.
Masrah dalam Analisis Pendapatan Pengolahan Gula Aren pada Industri
Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser pada
tahun (2009) dengan hasil produksi yang dicapai setiap bulan sebesar
383,80bungkus dengan harga jual Rp7.000,00 sehingga diperoleh pendapatan
bersih setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk produksi menghasilkan nilai
sebesar Rp793.123.52. Sedangkan dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha
pengolahan gula aren selama 1 bulan periode produksi di Desa Semuntai tersebut
menunjukkan bahwa nilai R/C rasio yang diperoleh pengrajin rata-rata
sebesar1,4.Usaha pengolahan gula aren lebih besar dari >1 menunjukkan bahwa
usaha layak untuk diusahakan. Kemudian berdasarkan analisis Break Event Point
(BEP) diperoleh hasil bahwa usaha pengolahan gula aren di Desa Semuntai adalah
untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan kotor (TR)
sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64.
Irene Kartika Eka Wijayanti, Dyah Ethika N., dan Indah Widyarini (2007)
dalam prospek pengembangan agroindustri minuman lidah buaya di Kabupaten
Purworejo, Jawa TengahAnalisis biaya dan pendapatan, analisis R/C rasio,
analisis titik impas, serta analisis nilai tambah Hayami. Diperoleh nilai R/C rasio
sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan (Rp96.000.000,00) dan rerata biaya
14
15
(Rp74.578.000,00) sehingga keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah
produksi aktual (5.000 kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65
kardus) dan (Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00.
Martono, Budiningsih dan Watemin dalam analisis kelayakan ekonomi
Agroindustri gula kelapa di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja (2007) dengan
menggunakan analisis biaya dan pendapatan dan analisis R/C rasio dimana
terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin pemilik
dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C = 0,679 untuk
pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40 (tidak
menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan biaya
produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan).
Hartati dan Mulyani dalam penelitiannya mengenai profil dan prospek
bisnis minyak dara (Virgin Coconut Oil/VCO) di Kabupaten Cilacap (2009)
dengan analisis efisiensi usaha menghitung nilai R/C rasio, BEP dan ROI serta
analisis nilai tambah. Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha
agroindustri VCO mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of
Investment) = 31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya
sebesar Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77.
BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar
Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan aktual
Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap menguntungkan.
Maninggar Praditya dalam penelitian mengenai analisis usaha industri gula
jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri (2010), hasil penelitiannya
menunjukkan biaya total rata-rata industri gula jawa skala rumah tangga di
Kabupaten Wonogiri adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-rata
yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan rata-rata yang
diperoleh produsen gula jawa sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri
gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar 14,75%.
Besarnya nilai koefisien variasi (CV) 0,31 dengan nilai batas bawah keuntungan
(L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah tangga di
KabupatenWonogiri yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan
dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,15.
Alamsyah dalam penelitiannya yang berjudul analisis nilai tambah dan
pendapatan usaha industri rumah tangga “Kemplang” berbahan baku utama sagu
dan ikan (2007) dengan analisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang
dilanjutkan dengan analisis nilai tambah, diperoleh pendapatan usaha kemplang
sebesar Rp979.535,88 per bulan. Dimana harga pokok kemplang yang terdiri dari
dua jenis ikan, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85
per kg. BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70
kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang ikan kakap
sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun nilai tambah
kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang ikan kakap sebesar
Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.
Berdasarkan penelitian yang sudah berjalan tersebut, dengan penelitian
yang akan dijalankan ini tetap akan membantu dalam menemukan sekiranya ada
variabel-variabel dalam produksi maupun manajemen yang masih perlu
ditingkatkan untuk produk gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa
Barat. Tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti dalam
16
menganalisis usaha terhadap gula kelapa di Desa Ujung Genteng Sukabumi
menggunakan analisis usaha dengan memperhitungkan struktur biaya, peneriman,
keuntungan dan profitabilitas.Perbedaannya hanya terletak pada lokasi tempat
yang diteliti yaitu desa Ujung Genteng di Kabupaten Sukabumi dan produk yang
diteliti yaitu gula merah kelapa.
Jika benar terdapat variabel-variabel yang perlu dikaji kembali maka akan
diupayakan untuk memberikan suatu solusi yang membangun kepada pengrajin
yang terlibat dalam perputaran kegiatan bisnis yang menghasilkan produk gula
kelapa ini nantinya. Dalam penelitian ini selanjutnya adalah akan melihat
variabel-variabel seperti tenaga kerja, klasifikasi tanaman kelapa yang disadap
(muda-tua), kegiatan pengolahan hingga pencetakan yang menghasilkan gula
kelapa dalam bentuk padat, hingga perilaku pemasaran yang dilakukan petani
(pengolah) gula kelapa sehingga gula kelapa yang dipasarkan diterima oleh pasar
dengan kualitas yang baik.
Dibantu dengan melalui kuesioner dan sejumlah wawancara kepada
beberapa sampel yang layak untuk dikaji akan lebih membantu dalam menemukan
keunggulan hingga permasalahan yang mungkin saja masih belum bisa ditangani
oleh pelaku bisnis gula kelapa di Desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.
Kemudian nantinya akan menghasilkan sebuah skripsi penelitian yang dapat
berguna tidak hanya bagi pelaku bisnis gula kelapa namun juga bagi kemaslahatan
masyarakat.
16
17
3 KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam penelitian ini, akan digunakan beberapa teori dan alat analisis yaitu:
Analisis Usaha. Analisis usaha untuk melihat struktur biaya, penerimaan,
keuntungan dan profitabilitas serta perhitungan R/C rasio untuk melihat apakah
penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkan pada
usaha pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
3.1.1 Konsep Pengolahan Produk
Pengolahan merupakan kegiatan untuk mengolah bahan-bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Pengolahan produk khususnya
produk pertanian menjadi produk-produk berdaya guna tinggi untuk
diperdagangkan akan memberikan banyak arti ditinjau dari segi ekonomi menurut
(Soekartawi, 2001) antara lain:
a. Meningkatkan nilai tambah
Adanya pengolahan produk pertanian dapat meningkatkan nilai tambah,
yaitu meningkatkan nilai (value) komoditas pertanian yang diolah dan
meningkatkan keuntungan pengusaha yang melakukan pengolahan komoditas
tersebut.
b. Meningkatkan kualitas hasil
Nilai barang akan menjadi lebih tinggi jika dengan kualitas hasil yang
lebih baik. Kualitas hasil yang lebih tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi
bahan baku yang digunakan dan perbedaan segmentasi pasar tetapi juga
mempengaruhi harga barang itu sendiri.
c. Meningkatkan pendapatan
Petani penghasil bahan baku yang digunakan dalam industri pengolahan
produk juga akan mengalami peningkatan pendapatan.
d. Menyediakan lapangan kerja
Proses pengolahan produk-produk pertanian menjadi produk lain tentunya
tidak terlepas dari adanya keikutsertaan dan campur tangan tenaga manusia
sehingga proses ini akan membuka peluang bagi tersedianya lapangan kerja baru.
e. Memperluas jaringan distribusi
Pengolahan produk-produk pertanian akan menciptakan dan meningkatkan
diversifikasi produk sehingga keragaman produk ini akan meperluas jaringan
distribusi.
3.1.2 Pengadaan Bahan Baku
Kegiatan produksi selalu terkait dengan pengadaan bahan baku. Bahan
bakumerupakan salah satu hal terpenting dalam melakukan suatu proses produksi,
begitu jugahalnya dengan proses produksi gula kelapa sebagai salah satu hasil
produksipengolahan nira kelapa. Pengadaan bahan baku yang efisien melibatkan
lima faktoryang saling terkait, yaitu :
18
1. Kualitas, mencakup pengawasan dan penentuan mutu dari bahan baku nira
kelapa.
2. Kuantitas, meliputi jumlah kebutuhan dan tingkat ketersediaan bahan baku
Nira serta bahan-bahan lainnya.
3. Waktu, karena produk pertanian mudah rusak dan tidak tahan lama.
4. Biaya, mencakup harga biaya persediaan bahan baku lainnya, peralatan,
perlengkapandan lainnya.
5. Organisasi, meliputi struktur, kekuatan dan integrasi vertikal yang ada di
wilayah produksi.
3.1.3. Konsep Analisis Usaha
a. Struktur Biaya
Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan,
baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung
(Soekartawi, 2001). Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak
tetap dalam jangka pendek mengakibatkan munculnya dua kategori biaya, yaitu
biaya tetap dan biaya variabel.Adapun biaya-biaya tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya produksi yang timbul karena penggunaan faktor
produksi yang tetap, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk membiayai faktor
produksi juga tetap tidak berubah walaupun jumlah barang yang dihasilkan
berubah-ubah.Menurut Arsyad (1991), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya-biaya
yang tidak tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan. Termasuk dalam
biaya tetap adalah pembelian peralatan, biaya penyusutan, sedangkan menurut
Sudarsono (1986), biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak
tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan, artinya
ketika proses produksi untuk sementara dihentikan biaya tetap ini harus tetap
dibayar dalam jumlah yang sama.
Dengan rumus menurut Soekartawi (2006), yaitu sebagai berikut:
TFC = XiPxi
𝑛
1
Keterangan:
TFC = Biaya Tetap Total
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = Harga input
n = Banyaknya input
Dimana nilai penyusutan menurut menurut Rosyidi (1999), yaitu sebagai berikut:
𝐷 = 𝑃𝑏 − 𝑃𝑠
𝑡
Keterangan:
D = Biaya penyusutan peralatan produksi
18
19
Pb = Nilai awal dari peralatan
Ps = Nilai sisa dari peralatan
t = Perkiraan umur penggunaan peralatan
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh
produsen sebagai akibat penggunaan faktor produksi variabel, sehingga biaya ini
jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan kuantitas produk yang dihasilkan.Biaya
variabel atau variable cost berubah-ubah sesuai dengan perubahan output yang
dihasilkan (Arsyad, 1991). Jadi biaya variabel ini merupakan fungsi dari tingkat
output. Termasuk dalam biaya variabel ini adalah pengeluaran bahan baku utama
(bahan mentah), bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, bahan bakar
minyak, biaya perawatan serta semua biaya input-input lainnya yang berubah-
ubah sesuai tingkat output. Sedangkan menurut Sudarsono (1986), biaya variabel
didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan kuantitas produk yang dihasilkan sehingga makin besar kuantitas
produk makin besar pula jumlah biaya variabel.
𝑇𝑉𝐶 = 𝑋𝑖𝑃𝑥𝑖
𝑛
1
TFC = Biaya Variabel Total
Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya variabel
Pxi = Harga input
n = Banyaknya input
3. Biaya Total (Total Cost)
Menurut Rahardja dan Mandala (1999), biaya total (total cost) merupakan
biaya tetap ditambah dengan biaya variabel atau keseluruhan jumlah biaya
produksi yang dikeluarkan yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
𝑇𝐶 = 𝑇𝐹𝐶 + 𝑇𝑉𝐶 Dimana:
TC = Biaya Total
TFC = Biaya Tetap Total
TVC = Biaya Variabel Total
b. Analisis Penerimaan
1. Penghitungan penerimaan usaha
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan merupakan perkalian antara
jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut, dan
biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan
mengalami penurunan ketika produksi berlebihan.
𝑇𝑅 = 𝑄𝑥𝑃𝑞 Keterangan:
TR = Total Penerimaan
Q = Jumlah produksi (output)
Pq = Harga ouput
20
c. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas
1. Penghitungan keuntungan usaha
Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan semua
biaya produksi yang telah dikeluarkan artinya keuntungan (profit) merupakan
tujuan utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan sehingga dengan
diperolehnya keuntungan maka suatu usaha yang dijalankan terus
berkesinambungan. Menurut Soekartawi (2006), secara matematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan:
π = Keuntungan
TR = Penerimaan Total
TC = Biaya Total
2. Penghitungan Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi
rendahnya kinerja usaha. Profitabitas merupakan perbandingan antara keuntungan
dari penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dengan persentase. Besar
kecilnya keuntungan merupakan selisih dari penjualan dikurangi dengan biaya
usaha (Riyanto, 1999). Sedangkan menurut Adi (2007), profitability ratio adalah
alat untuk mengukur keuntungan yang dicapai oleh pengusaha. Adapun rasio
profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Profitabilitas = 𝜋
𝑇𝐶𝑋 100%
Keterangan :
π (Profit) = keuntungan
TC (Total Cost) = biaya total
Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :
Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dijalankan menguntungkan
Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dijalankan tidak menguntungkan
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Produksi merupakan suatu kegiatan dimana beberapa barang atau jasa
yang disebut input diubah menjadi barang-barang lain yang disebut output. Proses
produksi dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng,
Kabupaten Sukabumi merupakan proses pengolahan nira kelapa menjadi gula
kelapa.
Nilai dari seluruhinput produksi yang dapat diperkirakan dan dapat diukur
untuk menghasilkan suatu produk dalam industri gula kelapa disebut biaya.
Analisis biaya digunakan oleh produsen/pengolah gula kelapa dalam mengambil
suatu keputusan.Adanya unsur-unsur produksi yang bersifat tetap dan tidak tetap
dalam jangka pendek mengakibatkan biaya dibedakan menjadi dua, yaitu biaya
tetap dan biaya variabel.Dalam komponen biaya tetap adalah biaya bunga modal
investasi dan biaya penyusutan peralatan.Sedangkan biaya variabel adalah biaya
bahan baku (bahan mentah), biaya bahan penolong, biaya bahan bakar, biaya
20
21
tenaga kerja, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Penjumlahan antara total
biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel (TVC) menghasilkan biaya total (TC).
Secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑇𝐶 = 𝑇𝐹𝐶 + 𝑇𝑉𝐶 Dimana:
TC = Biaya Total industri gula kelapa
TFC = Biaya Tetap Total industri gula kelapa
TVC = Biaya Variabel Total industri gula kelapa
Para pengolah/pengrajin gula kelapa memperoleh sejumlah uang yang
didapatkan dari proses produksi pembuatan gula kelapa. Nilai total penerimaan
diperoleh dari hasil perkalian antara total produksi gula kelapa dan harga setiap
kilogram gula kelapa, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑇𝑅 = 𝑄𝑥𝑃𝑞 Keterangan:
TR = Total Penerimaan industri gula kelapa
Q = Jumlah gula kelapa yang diproduksi (output)
Pq = Harga gula kelapa
Pengolah/pengrajin gula kelapa dalam melakukan produksi akan
senantiasa berusaha mengkombinasikan faktor-faktor produksinya untuk
memperoleh keuntungan yang maksimum. keuntungan merupakan selisih antara
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan pada industri gula kelapa. secara
matematis keuntungan dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa
Ujung Genteng dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan:
π = Keuntungan usaha industri gula kelapa
TR = Penerimaan Total usaha industri gula kelapa
TC = Biaya Total usaha industri gula kelapa
Nilai profitabilitas dalam industri gula kelapa skala rumah tangga di desa
Ujung Genteng merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan total biaya
yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Profitabilitas = 𝜋
𝑇𝐶𝑋 100%
Keterangan :
π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa
TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa
Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :
Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan
di desa Ujung Genteng menguntungkan
Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa skala rumah tangga yang dijalankan
di desa Ujung Genteng tidak menguntungkan
Mengingat kondisi awal bahwa desa Ujung Genteng memiliki potensi
yang luar biasa di bidang pertanian khususnya dari sektor agroindustri dalam
22
pembuatan gula merah berbahan dasar kelapa, dari pemikiran demikian maka
esensi dasar pengkajian ini adalah “Mengetahui struktur biaya, penerimaan,
keuntungan dan profitabilitas yang terjadi di pengrajin gula kelapa di desa Ujung
Genteng dalam mendayagunakan potensinya yaitu produk gula merah di daerah
tersebut selain dilihat dari sisi kesehatan serta keunggulan pariwisata pantai dan
penangkaran penyunya. Untuk tujuan tersebut maka dibangun kerangka teori
pendekatan masalah dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar berikut:
22
23
Keterangan :
= Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini
............. = Variabel-variabel yang berpengaruh dalam penelitian ini tetapi tidak
diamati
Gambar 3. Kerangka kajian dan model analisis industri pengolahan gula kelapa
di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Usaha Gula Kelapa Skala Rumah Tangga di desa Ujung Genteng
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
Masukan (Input):
Peralatan produksi
Bahan Baku (nira kelapa)
Bahan penolong (kapur sirih,
laru dan tatal nangka)
Bahan bakar (kayu bakar)
Tenaga kerja
Biaya Tetap
Penyusutan peralatan
Biaya Variabel
Bahan baku
Bahan penolong
Bahan bakar
Tenaga kerja
Penerimaan Biaya Total
Analisis Usaha:
Keuntungan
Profitabilitas
Produksi Output
Gula Kelapa
24
4 METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian mengambil lokasi di desa Ujung Genteng yang terletak di
Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang merupakan salah satu
sentra produksi (penghasil) gula kelapa di Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian
di lapang dilakukan pada pertengahan bulan Juni 2012 pada waktu produktif para
pengrajin disana yaitu satu hari selama 8 jam kerja dan satu kali proses produksi
selama 6-7 hari (satu minggu).Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data
dari para pengrajin gula kelapa serta data dari instansi-instansi terkait
lainnya.Desa Ujung Genteng dipilih karena merupakan salah satu sentra penghasil
gula kelapa terbesar di Kabupaten Sukabumi dimana sebelumnya belum terdapat
penelitian yang mengangkat topik produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng
khususnya mengenai kajian finansial dan nilai tambah.
4.2 Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analis. Menurut
Sumhudi (1991), metode deskriptif analisis merupakan suatu metode yang
bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu fenomena sosial
dan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat didalamnya. Penelitian
deskriptif yang digunakan adalah dengan metode survei, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dalam jangka waktu yang bersamaan dari suatu populasi
dengan menggunakan daftar pertanyaan berbentuk questionnaire sebagai alat
pengumpulan data (Nazir, 2003).
Penentuan sampel dalam menganalisis usaha skala rumah tanggadari produksi
gula kelapa di desa Ujung Genteng dipilihberdasarkan lokasi terdekatdan mudah
dijangkau, sehingga dapat menemukan sampel dengan waktu dan biaya yang lebih
efisien. Pada saat penelitian berlangsung jumlah populasi dari pengrajin gula
kelapa sendiri berdasarkan wawancara langsung dengan pengrajin, kepala desa
serta masyarakat desa Ujung Genteng sebanyak 15 pengrajin gula kelapa dari ±
120 pengrajin gula kelapa yang ada di desa Ujung Genteng yang tersebar di
beberapa RT.Sehingga dengan demikian satu sampel saja sebenarnya sudah
mewakili ke ± 120 pengrajin, namun untuk menguatkan sumber data yang akan
diperoleh maka peneliti mengambil beberapa sampel dalam responden pengrajin
gula kelapa tersebut.
4.3 Data dan Instrumentasi
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui serangkaian wawancara mendalam (in-depth interview) dan
pengamatan langsung di lapangan (direct observation) beserta penyebaran
kuesioner dalam lampiran 3dengan pengrajin gula kelapa dan pihak
pengolah/pengrajin yang telah menjadi plot sampel penelitian. Data yang
dikumpulkan merupakan data kegiatan produksi minimal selama satu minggu
25
kegiatan produksi berlangsung. Alasan yang menjadi pokok mendasar teknik
pengambilan data seperti ini mengingat waktu pelaksanaan (kegiatan) produksi
gula kelapa diantara pengrajin yang satu dengan yang lain itu tidak sama dan
belum dapat dipastikan apakah seorang pengrajin akan melaksanakan kegiatan
produksinya setiap hari. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kantor desa
Ujung Genteng, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Data dan informasi Pertanian
(Pusdatin), lembaga terkait lainnya serta situs (web) yang dapat menggambarkan
situasi terkini dari perkembangan industri gula kelapa di Indonesia khususnya
untuk desa Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode
surveylapang di desa Ujung Genteng melalui kuesioner yang ditanyakan kepada
pengrajin gula kelapa diperoleh data berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pengrajin (15 responden) dalam menghasilkan produk gula kelapa dan kepada
pihak pengelola/investor melalui perwakilannya untuk menanyakan sumber
permodalan dan kemitraan yang dibina dengan pengrajin.Selanjutnya melalui
kantor desa untuk mendapatkan data-data pendukung yang terkait dengan desa
Ujung Genteng khususnya para pengrajin gula kelapa. Data pendukung diperoleh
melalui pencatatan langsung saat wawancara dengan kepala desa dan juga
berdasarkan catatan tertulis yang ada di setiap dinding kantor desa karena tidak
diperolehnya sumber data melalui softcopy dari komputer di kantor desa tersebut.
4.5 Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data merupakan bagian yang terpenting dalam setiap
penelitian, dengan mengolah data yang diteliti sehingga membuat data tersebut
menjadi lebih mudah dipahami agar nantinya dapat memecahkan masalah yang
ada sekaligus dapat mencapat tujuan penelitian yang dirancang.Dalam mengolah
data yang telah diperoleh, peneliti memilih untuk mengkaji penelitian tersebut
dengan kajian finansial untuk melihat struktur biaya, berapa besar penerimaan dan
keuntungan serta perhitungan R/C Rasio, dan Break Even Point.Selanjutnya juga
akan dianalisis dengan nilai tambah Hayami mengingat analisis ini sangat cocok
untuk digunakan dalam menganalisis tentang industri rumah tangga pengolahan
gula kelapa di desa Ujung.
4.5.1 Analisis Data
Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan, digunakan
perhitungan:
Untuk mengetahui biaya produksi (total biaya) artinya seluruh biaya yang
dikeluarkan yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel dalam proses pengolahan
gula kelapa digunakan rumus:
TC = FC + VC
Dimana:
TC = Total Cost (Biaya Total) atau biaya total industri gula kelapa (Rupiah)
26
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) atau total biaya tetap industri gula kelapa,
meliputi biaya penyusutan peralatan dan biaya biaya bunga modal
investasi (Rupiah)
VC = Variable Cost (Biaya Variabel) atau total biaya biaya variabel industri gula
kelapa, meliputi biaya bahan baku, bahan penolong, biaya bahan bakar,
dan biaya tenaga kerja.
a. Analisis Penerimaan
Untuk menganalisis penerimaan yang merupakan hasil kali antara harga
jual gula kelapa dengan total produksi gula kelapa digunakan rumus:
TR = Q x Pq
Dimana:
TR = Total Revenueatau penerimaan total industri gula kelapa (Rupiah)
Q = Jumlah produksi gula kelapa (kg)
Pq = Harga tiap satuan produksi gula kelapa (Rupiah)
b. Analisis Keuntungan dan Profitabilitas
Untuk menganalisis keuntungan dimana merupakan selisih antara total
penerimaan pada usaha pengolahan gula kelapa dalam satu kali proses produksi
dengan total biay produksi dalam satu proses produksi digunakan rumus:
π = TR – TC
Dimana:
π = Keuntungan industri gula kelapa (Rupiah)
TR = Total Penerimaan industri gula kelapa (Rupiah)
TC = Total Biaya industri gula kelapa (Rupiah)
Untuk menganalisis profitabilitas industri gula kelapa skala rumah tangga
di desa Ujung Genteng yaitu dengan membandingkan antara keuntungan industri
gula kelapa yang diperoleh dengan total biaya yang telah dikeluarkan dan
dikalikan 100% yang dirumuskan sebagai berikut:
Profitabilitas = 𝜋
𝑇𝐶𝑋 100%
Keterangan :
π (Profit) = keuntungan industri gula kelapa (Rupiah)
TC (Total Cost) = biaya total industri gula kelapa (Rupiah)
Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah :
Profitabilitas > 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan menguntungkan
Profitabilitas ≤ 0 berarti industri gula kelapa yang dijalankan tidak
menguntungkan
4.6 Definisi Operasional
Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut:
26
27
1. Analisis usaha adalah analisis terhadap kelangsungan sebuah usaha yang
ditinjau dari berbagai hal yang meliputi perhitungan biaya, penerimaan,
keuntungan, profitabilitas, besarnya risiko serta efisiensi usaha.
2. Industri gula kelapa adalah kegiatan pengolahan nira yang merupakan bahan
baku utama menjadi gula kelapa lalu menjualnya.
3. Industri rumah tangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja yang
digunakan dalam proses produksinya antara 1 sampai 4 orang.
4. Responden adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang data
penelitian yang sedang diteliti. Responden dalam penelitian ini adalah
pengolah/pengrajin gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng
yang berstatus pemilik pengolah.
5. Biaya total adalah seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi gula
kelapa yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp).
6. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula kelapa
yang besarnya tidak dipengaruhi jumlah produksi gula kelapa yang dihasilkan
dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya tetap dalam penelitian ini
meliputi :
a. Biaya penyusutan peralatan
Biaya penyusutan merupakan pengurangan nilai barang-barang modal
karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi/karena faktor
waktu, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi, jerigen, pisau sadap, wajan, saringan, cetakan,
plastik, dan tenggok. Biaya penyusutan peralatan dalam penelitian ini
dihitung menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) dengan
rumus sebagai berikut :
Penyusutan = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝐴𝑤𝑎𝑙 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝐴𝑘 ℎ𝑖𝑟
𝑈𝑚𝑢𝑟𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖𝑠
7. Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi gula jawa
yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap jumlah produksi
gula jawa yang dihasilkan, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya
variabel dalam penelitian ini meliputi :
a. Biaya bahan baku (nira kelapa)
b. Biaya bahan penolong (kapur sirih dan tatal nangka)
c. Biaya bahan bakar (kayu bakar)
d. Biaya pengemasan (daun jati kering)
e. Biaya transportasi
f. Biaya tenaga kerja
8. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi gula kelapa dengan
harga per satuan produk gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan rupiah
(Rp).
28
9. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total industri
gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
10. Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya total
industri gula kelapa yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Kriteria yang
digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah apabila profitabilitas > 0
maka industri gula kelapa menguntungkan dan apabila profitabilitas ≤ 0 maka
industri gula kelapa tidak menguntungkan.
5 KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
5.1 Letak Geografis, Iklim dan Batas Wilayah
Desa Ujung Genteng yang merupakan salah satu desa di Kecamatan
Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memiliki luas wilayah 1.870
m2(Lampiran 5).Sekarang ini Kecamatan Ciracap terdiri atas 6desa yaitu: desa
Ujung Genteng, Pangumbahan, Cikangkung, Mekarsari, Purwasedar, dan Pasir
Panjang. Desa Ujung Genteng termasuk desa yang paling Selatan dari kecamatan
Ciracap dan propinsi Jawa Barat pada umumnya.Desa ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara: Desa Gunung Batu, Sebelah Timur: Desa Cikangkung
Sebelah Selatan: Samudera Indonesia, Sebelah Barat: Desa Pangumbahan
Desa Ujung Genteng seperti halnya desa-desa lainnya di Kabupaten
Sukabumi mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 jenis setiap tahunnya yakni
musim kemarau dan musim penghujan.Bulan Desember-Februari merupakan
musim penghujan, sedangkan musim kemarau berlangsung lebih panjang pada
Maret-November.Ketinggian tanah dari permukaan laut di desa Ujung Genteng
yaitu 1-20 m dpl dan suhu udara rata-rata berkisar diantara 26-320C.
5.2 SebaranJumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Ujung Genteng pada tahun 2011 mencapai 4,450
jiwa atau 1,227 Kepala Keluarga yang terdiri dari 2,268 jiwa perempuan dan
2,182 jiwa laki-laki.Tabel 5 berikut merupakan sebaran penduduk Desa Ujung
Genteng berdasarkan kelompok umur.
Tabel 5 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan kelompok
umur tahun 2011 No Usia Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa) Jumlah (Jiwa)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
0 – 1 Tahun
1 – 5 Tahun
5 – 6 Tahun
7 – 12 Tahun
13 – 15 Tahun
16 – 21 Tahun
22 – 59 Tahun
> 60 Tahun
94
154
88
306
162
225
1.113
126
70
164
75
296
127
207
1.100
143
164
318
163
602
289
432
2.213
269
Jumlah 2.182 2.268 4.450
Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012
28
29
Dari populasi penduduk tersebut keseluruhannya penganut agama islam.
Sedangkan dari pendidikan masyarakatnya serta mata pencaharian yang dilakukan
terbesar masing-masing berada pada tamat SD/sederajat sebanyak 1.468 jiwa dan
bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 791 jiwa.Tabel 6 dan tabel 7yang
dapat menjelaskan keterangan tersebut.
Tabel 6 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2011
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Tidak/Belum sekolah
Belum tamat SD/sederajat
Tamat SD/sederajat
SLTP/sederajat
SLTA/sederajat
Diploma I/II
Akademi/D3/Sarjana MD
Diploma IV/S1
S2
S3
672
379
1.468
879
546
-
79
6
49
3
Jumlah 4.081
Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012
Keadaan mata pencaharian penduduk di suatu daerah dapat dipengaruhi
oleh keadaan alam dan sumber daya yang ada, serta kondisi sosial ekonomi
masyarakat seperti keterampilan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan
modal usaha yang tersedia.Mengingat tingkat pendidikan masyarakat desa Ujung
Genteng yang mayoritas berpendidikan terakhir SD dan bermata pencaharian
sebagai petani menguatkan masyarakat untuk membuka kegiatan usaha baru
berupa industri pengolahan gula kelapa skala rumah tangga.
Tabel 7 Sebaran jumlah penduduk desa ujung genteng berdasarkan mata
pencaharian tahun2011 No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Petani
Peladang
Pekebun
Nelayan
Peternak
Pedagang
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
ABRI
Pensiunan
Buruh
Supir
Pengrajin
Lain-lain
791
192
191
521
15
94
5
1
2
249
-
25
2.301
Jumlah 4.387
Sumber: Kantor desa Ujung Genteng, 2012
30
Dengan kemandirian masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya
desanya yaitu desa Ujung Genteng di bidang industri pengolahan gula kelapa
maka tidak hanya memberikan keuntungan tambahan disamping mereka berusaha
sebagai petani dan nelayan tetapi juga bagi pendapatan desa Ujung Genteng.
5.3Struktur OrganisasiDesa Ujung Genteng
Sumber: Kantor Desa Ujung Genteng, 2012
Adapun visi dan misi dari desa Ujung Genteng sendiri tercantum dalam
dinding kantor desa ujung Genteng, dimana visinya yaitu: mewujudkan
masyarakat desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi yang
berakhlak mulia, gotong royong, mandiri, maju, dan sejahtera. Sedangkan misi
desa Ujung Genteng yaitu:
1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berakhlak mulia.
2. Meningkatkan gotong royong untuk mencapai masyarakat yang mandiri dalam
segala bidang.
3. Membangun perekonomian yang tangguh berbasis potensi lokal dan
berwawasan lingkungan.
4. Menciptakan lingkungan pariwisata yang rapih, bersih, indah, aman, dan
nyaman.
Bendahara
Hasanah
Sekretaris
Wulan S.
Pokja II Pokja III Pokja IV Pokja I
Poksus UP2K
Poklak Poklak Poklak Poksus
Ketua
Herni
Wakil Ketua
Rukmini
Gambar 4. Struktur organisasi desa Ujung Genteng
30
31
5.4 Profil Perekonomian Desa Ujung Genteng
Pada tahun 2011 kontribusi sektor-sektor yang memajukan perekonomian
desa Ujung Genteng dari sektor pertanian mencapai >70,00 persen, kemudian
disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar >12,00 persen. Sektor
pengolahan sebesar >10,00 persen dan sektor jasa-jasa lainnya mencapai >7,00
persen (kantor desa Ujung Genteng, 2012). Dari lima kegiatan pada lapangan
usaha pertanian dengan kondisi sawah tadah hujan, tanaman pangan memiliki
kontribusi terbesar dari luas wilayah desa Ujung Genteng yaitu seluas 299,48
hektar yang digunakan untuk menghasilkan tanaman padi dan palawija,
dilanjutkan dengan perkebunan kelapa dan karet masing-masing250 hektar dan 25
hektarserta buah-buahan seluas 0,71 hektar. Sedangkan dari bidang perikanan
dihasilkan tangkapan sebanyak 46 ton/tahun dan bidang peternakan sebanyak
3,674 ekor yang terdiri dari sapi, kerbau, ayam kampung dan broiler, bebek,
kambing, serta domba.
5.5 Sejarah UsahaRumah Tangga Gula Kelapa
Usaha rumah tangga pengolahan gula kelapa yang terletak di desa Ujung
Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat merupakan
industri pengolahan dimana para pengrajin mulanya bukan masyarakat asli di desa
Ujung Genteng tersebut. Para pengrajin dipilih dan secara sukarela bekerja untuk
kegiatan pengolahan gula kelapa tersebut mengingat sulitnya mencari pekerjaan di
daerah asalnya.Hasil penelitian yang dilakukan mendapatkan sejumlah informasi
terkait dengan asal daerah para pengrajin menjelaskan bahwa mereka berasal dari
Kecamatan Surade yang lokasinya ±30 km dari desa Ujung Genteng.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pengrajin/pengolah yaitu
Bapak Cecep (46) bahwa beliau mengawali kegiatan usahanya dibidang
pengolahan gula kelapa berasal dari adanya ajakan Bapak Borsom
(pengelola)untuk memanfaatkan potensi yang ada di desa Ujung Genteng.Dengan
serangkaian pelatihan dan pendidikan mengenai ilmu pengolahan gula kelapa
akhirnya Bapak Cecep dapat melakukan kegiatan produksi gula kelapanya selama
6 tahun.Dengan membawa istri dan anaknya yang masih balita beliau
meninggalkan rumahnya yang ada di Kecamatan Surade untuk pindah ke desa
Ujung Genteng.
Semakin lama jumlah pengrajin gula kelapa di desa Ujung Genteng terus
bertambah ditambah ikutnya masyarakat asli desa Ujung Genteng yang ikut
menambah jumlah pengrajin gula kelapa disana dengan sistem kemitraan tanpa
aturan tertulis atau noncontract farming dengan pengelola dan mengingat
produktifnya tanaman kelapa milik perkebunan Cigebang. Hingga 2012
berdasarkan laporan dari kepala desa Ujung Genteng menjelaskan terdapat ± 120
pengrajin gula kelapa. Umumnya karena para pengrajin permodalan awalnya
dibiayai oleh pengelola sehingga bangunan untuk memproduksi gula kelapa
dibangun dalam bentuk yang sama antara satu pengrajin dengan pengrajin lainnya.
Terkait dengan suplai bahan-bahan produksi serta hasil produksi gula
kelapa yang dihasilkan berdasarkan kemitraan noncontract farming yang
disepakati, Bapak Borsom melalui asistennya yaitu Bapak Taufik untuk
32
mengelolanya. Setiap 2 minggu sekali Bapak Taufik mengambil produk gula
kelapa dari para pengrajin dengan rincian dari 150 kg/per satu kali produksi gula
kelapa yang dihasilkan seharga Rp 9.000/kg nya dan 100 kg/bulan secara gratis
sebagai upah sewa dari pemanfaatan pohon kelapa yang sejak awal sudah menjadi
kesepakatan kedua belah pihak. Nantinya setiap dua minggu sekali (2 kali
produksi) Bapak Taufik akan mengirimkan seperti 1 truk kayu bakar dan bahan-
bahan lainnya untuk mendukung produksi para pengrajin.
Secara garis besar, produksi yang berlangsung di desa Ujung Genteng
dalam pengolahan air nira kelapamenjadi gula kelapa bermula dengan
memanfaatkan sumber daya pohon kelapa untuk memperoleh bahan baku nira,
para pengrajin di waktu pagi pukul 6.00 dan sore hari pukul 16.00
menderes/menyadap dengan memanjat pohon kelapa secara tradisional dan hanya
mengandalkan tali untuk menahan beban badannya saat menderes untuk
mendapatkan nira tersebut. Kegiatan menderes/menyadap membutuhkan waktu
selama maksimal 6 hari untuk mendapatkan volume nira mencapai ± 3 liter di
jerigen yang sebelumnya diletakkan tepat di bunga mayang pohon kelapa yang
sudah mekar dan juga sudah dicampurkan laru untuk mengurangi tingkat
keasaman pada air nira tersebut.
Setelah volume nira sudah mencukupi atau lewat enam hari, proses
selanjutnya jerigen yang sudah dipenuhi air nira tersebut diturunkan lalu
dimasukkan ke dalam ember besar maupun kecil untuk selanjutnya dilakukan
proses pemasakan tanpa menunggu penyimpanan nira tersebut karena apabila nira
disimpan maka kualitas gula kelapa yang akan dihasilkan tidak berkualitas baik
dari segi rasa, aroma, tekstur, dan warna. Kegiatan memasak diawali dengan
menyiapkan tungku, kayu bakar dan wajan besar kemudian air nira dimasukkan
ke dalam wajan tersebut untuk dilakukan proses untuk dimasak.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah nira menjadi gula kelapa
dibutuhkan waktu selama ± 8 jam.Air nira dimasukkan ke dalam wajan bersamaan
dengan mencampurkan minyak kelapa dimana satu kali produksinya dibutuhkan
sebanyak 3 kg.Setelah berwarna mulai kecoklatan, pengrajin menambahkan ipah
sejenis parutan kelapa agar nira yang mau menjadi gula kelapa cair tidak tumpah.
Kebutuhan terhadap ipah sebanyak 4 kg per satu kali proses produksi. Terakhir
saat gula kelapa cair sudah masak dan mengental selanjutnya dilakukan
pencetakan dengan alat cetak/bubung berbentuk seperti tabung.Jenis gula kelapa
yang dihasilkan para pengrajin hanya dalam satu jenis yaitu bertekstur padat,
beraroma kuat, bentuk tabung, dan berwarna coklat keputihan.
Berikut merupakan kegiatan produksi yang terjadi pada industri
pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi per harinya:
1) Pukul 06.00-08.00
a. menderes/menyadap air nira di pagi hari
b. Menyiapkan jirigen penampung nira
c. Memberikan laru ke dalam jirigen agar nira tidak mudah asam
d. Dibutuhkan waktu selama ±7 hari untuk bisa dipanen
2) Pukul 08.00-08.30
a. Mengumpulkan hasil panen nira kedalam ember tanpa melakukan
penyimpanan
32
33
b. Nira disaring untuk menghilangkan kotoran seperti binatang-binatang
kecil, dedaunan, dan sebagainya
3) Pukul 08.30-09.00
a. Menyiapkan peralatan untuk memasak nira (tungku, wajan dan
peralatan lainnya
b. Memasukkan air nira yang sudah bersih ke dalam wajan untuk
dimasak/diolah
4) Pukul 09.00-17.00
a. Mencampurkan minyak kelapa dan ipah untuk menjaga kualitas gula
kelapa yang akan dihasilkan
b. Mencetak langsung gula kelapa cair tersebut ke dalam bubung/alat
cetak untuk menghindari gula cair menjadi beku.
5) Pukul 15.00-17.00
a. menderes/menyadap air nira di sore hari
5.6 Karakteristik Responden Pengrajin Gula Kelapa
Karakteristik responden pengrajin gula kelapa merupakan gambaran
informasi mengenai kondisi pengrajin gula kelapa yang berperan penting sebagai
produsen. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek seperti usia
responden, tingkat pendidikan, jenis usaha (utama atau hanya sampingan), dan
lama berusaha. Karakteristik responden diperlukan untuk mendalami hal-hal yang
berkaitan dengan kemampuan responden dalam melakukan penyelenggaraan
produksi gula kelapa dalam skala industri rumah tangga.
5.6.1 Tingkat Usia Responden
Usia dianggap sebagai salah satu faktor penunjang dalam menjalankan
usaha yang telah ditentukan. Usia berpengaruh dalam kemampuan pengambilan
keputusan seseorang dan juga berkaitan dengan produktifitas usaha tersebut. Pada
tabel 8akan ditunjukkan mengenai usia responden pengrajin gula kelapa.
Tabel 8 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
berdasarkan usia di desa Ujung Genteng tahun 2012
Karakteristik Usia Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
30-39 3 20,00
40-49 7 46,67
>50 5 33,33
Jumlah 15 100,00
Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012
Berdasarkan tabel 8 persentase rentang usia responden pengrajin gula
kelapa yang ada di desa Ujung Genteng yaitu sebesar 20% untuk responden
dengan usia 30-39 tahun, 46,67% dengan usia 40-49 tahun dan 33,33% untuk
responden dengan usia diatas 50 tahun. Sebagian besar dengan persentase 66,67%
masih berada pada usia produktif sehingga menjadikan para pengrajin gula kelapa
lebih berpotensi untuk terus dapat mengembangkan usahanya.
34
5.6.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan berpikir dan kemampuan diri para pengrajin gula
kelapa dalam hal menyerap informasi dan tentunya yang berkaitan dengan
temuan-temuan baru.Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan pengrajin gula
kelapa maka diharapkan semakin tinggi pula kemampuan dalam menyerap
informasi dan temuan yang dihadapi.Tingkat pendidikan responden disajikan pada
tabel 9berikut.
Tabel 9 Sebaran jumlah responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
dari tingkat pendidikan di desa Ujung Genteng tahun 2012
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
Tamat SD/sederajat
SLTP/sederajat
SLTA/sederajat
Diploma I/II/III
Strata 1
4
5
4
1
1
26,67
33,33
26,67
6,67
6,67
Jumlah 15 100,00
Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa para pengrajin gula kelapa
memiliki tingkat pendidikan SD/sederajat yaitu 26,67%, SLTP/sederajat yaitu
33,33%, SLTA/sederajat yaitu 26,67%, Diploma I/II/III yaitu 6,67%, dan tamatan
Strata 1 (S1) yaitu sebesar 6,67%. Sehingga dengan demikian dalam penyerapan
informasi serta penerapan yang berkaitan dengan temuan-temuan para pengrajin
gula kelapa dapat dimudahkan disamping pelatihan-pelatihan yang sudah
diperoleh sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut.
5.6.3 Jenis Usaha
Karakteristik responden berdasarkan jenis usahanya berkaitan dengan
pendapatan yang diperoleh usaha pengolahan skala rumah tangga gula kelapa,
artinya pendapatan yang diperoleh pengrajin apakah dapat memenuhi kebutuhan
sehari-harinya atau tidak. Berdasarkan informasi yang diperoleh pengrajin gula
kelapa di desa Ujung Genteng menjadikan usaha pengolahan gula kelapa sebagai
usaha utama, sehingga pengrajin sangat menggantungkan keberlanjutan hidup
mereka dari hasil produksi gula kelapa untuk mendapatkan keuntungan dan
keberlangsungan usaha.dengan modal di awal usaha dari pinjaman pengelola pada
saat produksi selanjutnya pengolah gula kelapa sudah dapat mengembalikan
pinjaman tersebut kepada pengelola dan tanaman kelapa yang dideres dibayar
dengan sistem sewa dimana nilai sewa sebesar 1 kg gula kelapa sama dengan 1
pohon tanaman kelapa untuk 1 kali proses produksi.
5.6.4 Lama Usaha
Pengalaman yang dimiliki oleh para pengrajin gula kelapa adalah salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam pengelolaan untuk mempertahankan
34
35
industri rumah tangga pengolahan gula kelapa.Jika keterampilan yang dimiliki
semakin baik maka diharapkan semakin lama pula keberlangsungan usaha yang
didirikan.lamanya usaha dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kesetiaan pengrajin gula kelapa terhadap usaha yang dijalankannya dibandingkan
dengan usaha lainnya. Lama usaha industri rumah tangga pengolahan gula kelapa
dapat dilihat pada tabel 10berikut ini.
Tabel 10Sebaran responden pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
berdasarkan lama usaha di desa Ujung Genteng 2012
Lama Usaha (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
2-3
4-5
>5
2
5
8
13,33
33,33
53,33
Jumlah 15 100,00
Sumber: Data primer kantor desa Ujung Genteng diolah, 2012
Berdasarkan tabel 10 dapat dijelaskan lamanya usaha terdapat sebesar
13,33% pengrajin gula kelapa yang melakukan usahanya antara 2 sampai 3 tahun,
33,33% yang usahanya antara 4 sampai 5 tahun dan 53,33% yang merupakan
pengrajin gula kelapa yang setia tetap memproduksi serta mengusahakan
pengolahan gula kelapa dari awal pendirian usaha pengolahan gula kelapa hingga
sekarang. Perolehan nilai untuk pengolah usaha gula kelapa skala rumah tangga
dari tingkat usia, pendidikan dan lama usaha berdasarkan kuesioner yang
diberikan pada saat kegiatan produksi dilakukan.
36
6 ANALISIS USAHA PENGOLAHANGULA KELAPA
SKALA RUMAH TANGGA DI DESA UJUNG GENTENG,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
6.1 Karakteristik Industri Rumah Tangga Gula Kelapa
Karakteristik industri pengolahan gula kelapa merupakan gambaran
informasi mengenai keadaan dalam menghasilkan produk gula kelapa di lokasi
penelitian.Hal ini memiliki tujuan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan kemampuan dan penguasaan di dalam mengelola kegiatan usaha berbasis
produksi gula kelapa di desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap. Karakteristik
tersebut meliputi ketersediaan bahan baku, ketersediaan modal, jumlah tenaga
kerja yang digunakan pada masing-masing industri rumah tangga gula kelapa,
teknologi yang digunakan, dan proses penyetoran gula kelapa tersebut kepada
pengumpul desa/tengkulak yang mengelola kegiatan para pengrajin.
6.1.1 Ketersediaan Bahan Baku
Bahan baku berupa nira kelapa tersedia luar biasa besar sepanjang tahun
diperoleh dari perkebunan kelapa Cigebang milik swasta yang menguasai lebih
dari sepertiga wilayah desa Ujung Genteng yaitu seluas 250 hektar luas tanah
untuk tanaman kelapa saja yang tersebar di beberapa titik disana. Desa Ujung
Genteng yang merupakan desa penghasil gula kelapa terbesar di Kecamatan
Ciracap memiliki sebanyak 10 RT dengan 1.227 Kepala Keluarga.Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan keseluruhan pengolah usaha rumah tangga gula
kelapa memperoleh bahan baku nira kelapa dari menderes/menyadap pohon
kelapa yang tersedia disekitar mereka sesuai kesepakatan yang dilakukan dengan
pengelola tanaman kelapa artinya pengolah gula kelapa dapat mengambil nira dari
tanaman kelapa milik perkebunan swasta Cigebang dengan sistem sewa dimana
sewa tersebut dibayar dengan harga produk gula kelapa yang dihasilkan oleh
pengolah kelapa. Untuk membayar sewa tanaman kelapa tersebut sebesar 1 kg
gula kelapa untuk 1 tanaman kelapa yang dideres selama satu kali proses produksi
berlangsung. Sehingga dengan demikian tidak ada proses pembelian nira yang
dilakukan para pengrajin, namun jika dijual langsung harga jual nira sebesar
Rp4.000/liter nya. Dalam pengangkutan hasil sadapan nira kelapa cukup dibawa
olehpenyadap sendiri dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan tidak
memerlukantransportasi, karena tempat mengambil sadapan dari rumah pengrajin
jaraknyatidak terlalu jauh sehingga bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Kebutuhan bahan bakusetiap pengolah gula kelapa digolongkan sama
mengingat kebutuhan bahan-bahan lainnya berasal dari pohon yang
dideres/disadap sendirisehingga mengenai perputaran keuntungan yang diperoleh
tergantung kemampuan dan percepatan si pengrajin dalam melakukan produksi
gula kelapa tersebut. Selain nira bahan-bahan yang juga dianggap penting dalam
produksi gula kelapa yang dilakukan pengrajin di desa Ujung Genteng terdiri dari
bahan bakar (kayu albasia), peralatan (pisau, pengaduk dan saringan), dan
perlengkapan (jirigen, ember, gayung, wajan, tungku, cetakan (bubung) yang
dapat dilihat dalam tabel 11.
37
Dalam penggunaan bahan bakar yang digunakan oleh pengrajin gula
kelapa di desa Ujung Genteng adalah menggunakan kayu bakar. Kayu bakar
disuplai oleh pengelola setiap 2 minggu sekali senilai 1 truk kayu bakar (Rp
300.000,00).
Tabel 11Rata-rata biaya pembuatan gula kelapa Desa Ujung Genteng, Kecamatan
Ciracap, Kabupaten Sukabumi dalam 1 kali produksi (2 minggu)
No Macam Biaya Rata-rata Biaya (Rp)
1 Bahan bakar (kayu bakar) Rp 300.000
2 Peralatan: pisau, saringan dan pengaduk Rp 165.000
3 Perlengkapan: Jirigen, ember, gayung, wajan,
tungku, cetakan (bubung)
Rp 1.011.000
4 Bahan penolong: laru, minyak kelapa dan ipah Rp92.500
Jumlah Rp1.868.500
Adapun mengenai ketersediaan bahan penolong juga menjadi
pertimbangan dalam pengelolaan suatu industri pengolahan.Dalam pembuatan
gula kelapa bahan penolong yang dibutuhkan antara lainlaru, minyak kelapa dan
ipah.Penggunaan bahan penolong tersebut diperlukan agar kualitas gula kelapa
yang dihasilkan terjaga kualitasnya. Laru digunakan pada saat akan dilakukan
penyadapan/penderesan nira. Laru tersebut dimasukkan ke dalam jirigen dan
bertujuan untuk mencegah nira menjadi asam yang akan berpengaruh pada hasil
gula kelapa. Minyak kelapa digunakan pada saat pemasakan nira.Sedangkan ipah
berupa parutan kelapa dan tatal nangka yang digunakan supaya cairan yang sudah
mulai coklat pada proses pemasakan tidak naik ke atas, hingga terkadang tumpah.
6.1.2 Modal
Pada awalnya modal pendirian industri pengolahan gula kelapa berasal
sepenuhnya dari pinjaman pengelola/tengkulak.Pembayaran pinjaman tersebut
dilakukan ketika pengrajin sudah dapat menghasilkan produk gula kelapa yang
diinginkan pengelola/tengkulak dan seterusnya sehingga perputaran modal
tersebut dapat memberi keuntungan lebih kepada si pengrajin.Besar nominal yang
dipinjamkan pengelola diperkirakan cukup untuk memproduksi gula kelapa dalam
1 kali produksi di awal yaitu sebesar Rp 1.268.500,00. Setelah pinjaman terbayar
dalam memenuhi kebutuhan bahan baku nira yang digunakan dalam memproduksi
gula kelapa, pengrajin cukup membayarnya dengan sistem 1 pohon untuk 1 kg
gula kelapa/satu kali proses produksi, sedangkan sisanya dalam kuantitas 150 kg
gula kelapa per produksi dijual kepada tengkulak tersebut seharga Rp 9.000,00/kg.
6.1.3 Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam industri pengolahan gula kelapa skala rumah tangga
ini berasal dari dalam keluarga sendiri atau dengan kata lain tidak adanya
perekrutan karyawan dari tenaga luar. Tenaga kerja dibutuhkan dalam setiap
proses, mulai dari penyadapan/penderesan, pemasakan hingga gula kelapa dicetak
ke dalam bubung yang terbuat dari bambu. Dari15 responden yang dikaji tenaga
kerja yang digunakan sebanyak 2-3 orang, mayoritas sebanyak 2 orang saja yang
terdiri dari kepala keluarga beserta istri yang masing-masing bertugas untuk
38
kepala keluarga (suami) sebagai penderes/penyadap dan yang menyediakan
kebutuhan untuk pemasakan nira, sedangkan pasangan (istri) bertindak untuk
memasak dan mencetak gula kelapa tersebut. Jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam memproduksi gula kelapa tersebut 8 jam kerja/hari hingga pengrajin dapat
menghasilkan produk gula kelapa sebanyak 150 kg (1,5kuintal) dalam 1 kali
produksi (2 minggu) dan 100 kg sebagai sewa pohon kelapa kepada
pengelola/investor.
6.1.4 Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam memproduksi gula kelapa di desa Ujung
Genteng masih tergolong tradisional. Hal ini terlihat dari proses kegiatan
menyadap, memasak, mengaduk nira, serta mencetak hingga menjadi produk gula
kelapa tidak ada penggunaan teknologi modern di dalamnya. Bangunan rumah
yang menjadi tempat produksi gula kelapa dan peristirahatan pun terlihat
sederhana dengan dinding kayu dan atap jerami untuk seluruh pengrajin gula
kelapa di desa Ujung Genteng.Terkait kualitas gula kelapa yang dihasilkan tidak
perlu diragukan lagi, bahkan industri-industri pengolahan lanjutan yang
menggunakan produk gula kelapa yang diproduksi di desa Ujung Genteng sebagai
bahan utamanya seperti industri kecap dan sebagainya mengatakan gula kelapa
desa Ujung Genteng terbaik yang ada di Jawa Barat khususnya.
6.1.5 Luasan Lahan Usaha
Lahan usaha pada industri rumah tangga pengolahan gula kelapa sangat
berpengaruh terhadap kemampuan dalam produksi, setidaknya dari 1 hektar lahan
terdapat 5 industri rumah tangga gula kelapa di desa Ujung genteng. Total jumlah
industri sebanyak ±120 industri rumah tangga pengolahan gula kelapa yang
tersebar di 10 RT dimana lokasi pohon kelapa yang menjadi bahan utama tidak
merata yakni pada lokasi titik awal masuk ke lokasi desa Ujung Genteng dan titik
terakhir di sekitar pantai Ujung Genteng. Sedangkan sisanya diisi perumahan
warga, penginapan serta lahan pertanian dan peternakan. Selain itu dikarenakan
usia produktif dari tanaman kelapa untuk menghasilkan nira hanya bertahan 5
hingga 7 tahun membuat usaha pengolahan gula kelapa dengan sistem nomaden
artinya setelah tanaman kelapa sudah tidak produktif maka pengolah pindah ke
lahan dengan tanaman kelapa baru yang lebih produktif.
Alasan inilah yang membuat kenapa dari segi tempat produksi olahan gula
kelapa dibangun secara tidak permanen serta sebagian besar pengolah gula kelapa
bukan berasal dari masyarakat desa Ujung Genteng melainkan kecamatan
Surade.Pengolah gula kelapa dipilih oleh pengelola dengan sistem kemitraan
tradisional tanpa aturan tertentu namun tetap memudahkan usaha pengolahan gula
kelapa.Untuk tanaman kelapa yang sudah tidak produktif dilakukan peremajaan
kembali oleh perkebunan Cigebang sehingga tetap menghasilkan nira atau buah
kelapa pada waktu yang ditentukan.
38
39
6.1.6 Penjualan
Pada saat penelitian berlangsung pada bulan Juni 2012 keputusan
penentuan harga beli kepada pengrajin berdasarkan pengelola/investor atau juga
disebut tengkulak yaitu Rp 9.000,00 satu kilogramnya dan dijual kembali ke pasar
dengan harga jual Rp 12.000,00 per satu kilogramnya. Tidak ada grade/jenis-jenis
gula kelapa yang diproduksi para pengrajin di desa Ujung Genteng.Gula kelapa
yang dihasilkan dengan kriteria berwarna coklat keputih-putihan, berbau wangi,
dan teksturnya padat.
Penjualan dilakukan oleh pengelola/investor sendiri ke beberapa pasar
tujuan yaitu pedagang besar, dan industri-industri pengolahan (kecap, dan
sebagainya) yang menggunakan gula kelapa dalam mendukung produksi produk
industri mereka.Sedangkan bagi pengrajin jika ingin mendapatkan keuntungan
lebih maka mereka memilih untuk menambah kapasitas produksinya dimana sisa
dari penjualan ke pengelola/investor akan dijual kepada masyarakat sekitar desa
Ujung Genteng atau pengunjung yang datang ke industri pengolahan mereka
seharga Rp 12.000/kg. Namun upaya tersebut jarang sekali terjadi mengingat
tenaga kerja yang ada untuk satu industri rumah tangga saja hanya memiliki 2-3
orang.Sehingga kesulitan untuk memperoleh lebih produksi gula kelapa
tersebut.Berdasarkan wawancara kepada pengrajin dari satu bulan produksi (2 kali
produksi) pengrajin hanya sekitar 10-15 kg saja untuk dipasarkan sendiri.
Gambar 5Alur Distribusi (Pemasaran) Gula Kelapa di desa Ujung Genteng
Sumber: Yusuf (Pengelola) Industri Rumah Tangga Gula Kelapa, 2012
Kegiatan pemasaran gula kelapa dilakukan oleh pengelola atau tengkulak
dan dipasarkan ke pedagang besar di Kabupaten Sukabumi dan konsumen industri
seperti pabrik kecap dan pabrik olahan makanan lainnya. Namun kelemahannya
posisi harga jual yang sudah ditentukan oleh tengkulak sehingga kurang
menguntungkan para pengolah gula kelapa.
Tengkulak
Pedagang Besar
Produsen/Pengrajin Gula Kelapa
(250 kg/produksi)
Konsumen Industri Pedagang Pengecer
Konsumen (Masyarakat)
150 kg (Dijual = Rp 9.000/kg)
40
6.2 Biaya yang tidak Diperhitungkan
a. Biaya Transportasi Pemasaran
Dalam memasarkan produk gula kelapa, pengrajin tidak dikenakan biaya
atas transportasi terhadap pengiriman produk gula kelapa. Beban biaya
transportasi pemasaran tersebut diserahkan sepenuhnya kepada
pengelola/investor. Sehingga kegiatan para pengrajin gula kelapa berakhir saat
produk gula kelapa yang dihasilkan telah diberikan dan dijual kepada tengkulak
seharga Rp 9.000/kg.
b. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Kelapa
Tanaman kelapa milik perkebunan kelapa Cigebang di desa Ujung
Genteng seluas 250 hektar yang menjadi lahan produksi para pengrajin gula
kelapa dalam hal pemeliharaan, peremajaan dan pemanfaatannya sepenuhnya
menjadi tanggung jawab perusahaan perkebunan Cigebang sehingga pengrajin
gula kelapa tidak dikenakan kembali atas biaya-biaya tersebut. Ketika tanaman
kelapa yang menjadi lahan produksi sudah dikategorikan tidak produktif lagi
maka para pengrajin akan pindah ke lahan berikutnya dimana terdapat tanaman
kelapa yang masih lebih produktif dikarenakan lahan perkebunan kelapa yang
masih belum sepenuhnya untuk dikelola.
6.3 Proses Kegiatan Produksi Gula Kelapa
Proses pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng (asumsi pohon
kelapa sudah menghasilkan nira):
a. Hari pertama
Dimulai dari proses penyadapan/penderesan nira dari mayang (bunga)
pohon kelapa yang biasa dilakukan di pagi dan sore hari dengan tinggi rata-rata
pohon kelapa lebih dari 7 meter. Nira dipanen dari satu pohon kelapa
menggunakan jerigen plastik yang sudah diberikan laru sebelumnya dan
menghasilkan 3 liter nira murni.Dalam satu hari bisa diperoleh ±20 liter nira dari
20 pohon kelapa dengan rentang waktu 2-3 hari.Setelah nira dipanen yang
dibarengi dengan peletakan jirigen dan laru kembali pada pohon kelapa yang telah
disadap untuk produksi minggu berikutnya dan penyiapan peralatan untuk
pemasakannya, selanjutnya nira tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam wajan
penggorengan besar sambil diaduk beberapa menit lalu dicampur dengan minyak
kelapa dan ipah agar kualitas gula kelapa yang dihasilkan tetap baik.
Waktu proses pemasakan yang dibutuhkan hingga adonan mendidih dan
siap dicetak untuk dicetak selama 7-8 jam. Lalu dicetak ke dalam bubung (cetakan
bambu) hingga teksturnya berubah menjadi padat.Dalam satu hari produksi dapat
dihasilkan gula kelapa sebanyak ±20 kg.
b. Hari kedua
Menyadap kembali pohon kelapa sebanyak ±20 pohon kelapa yang sudah
menghasilkan nira untuk diproduksi menjadi gula kelapa sebanyak ±15 kg.
c. Hari ketiga-ketujuh
Pengrajin menyadap sisa pohon kelapa yang menjadi lahan produksi yang
masih menghasilkan nira yang akan diproduksi menjadi gula kelapa hingga
dihasilkan total produksi sebanyak ±150 kg gula kelapa untuk satu kali produksi
40
41
(2 minggu). Pada hari pertama di minggu kedua pengrajin akan memulai dari awal
kembali proses produksi gula kelapa dan melakukan penjualan kepada
pengelola/investor dari total produksi gula kelapa sebanyak 150 kg yang
dihasilkan di minggu kedua dengan harga Rp 9.000,00/kg.
6.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan
6.4.1 Biaya Produksi
Biaya total produksi industri pengolahan gula kelapa terdiri dari dua jenis
biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap salah satunya merupakan
biaya penyusutan seluruh alat produksi yang digunakan dalam satu kali proses
produksi. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku, bahan penolong,
biaya tenaga kerja, dan biaya bahan bakar. Berikut merupakan rincian biaya tetap
dan biaya varibel pada industri pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng.
a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah output berupa gula kelapa yang dihasilkan. Biaya tetap pada industri
pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng meliputi biaya penyusutan
peralatan yang digunakan selama proses produksi. Peralatan yang digunakan
dalam produksi pengolahan gula kelapa adalah jirigen, ember (besar dan kecil),
gayung, wajan, cetakan (bubung), pisau, saringan dan pengaduk. Selain itu
terdapat pula peralatan seperti tungku dan wadah tempat penyimpanan gula kelapa
yang dibuat sendiri oleh pengolah gula kelapa dari bahan baku kayu untuk kayu
bakar.
Tabel 12Biaya tetap pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua
minggu)
Jenis Biaya Nilai (Rp)
Penyusutan alat 41.914,28
Total Biaya Tetap 41.914,28
Pada proses pengolahan gula kelapa seluruh pengrajin menggunakan lahan
untuk membangun kegiatan produksi di sekitar lokasi bahan bakuberupa nira yaitu
tanaman kelapa. Dalam kegiatan produksi berlangsung tidak ada biaya atau uang
sewa lahan yang dibebankan kepada pengrajin melainkan sewa berupa
pengambilan nira dari tanaman kelapa yang dibayarkan dengan 1
kg/pohon/produksi dari produk gula kelapa yang dihasilkan dalam usaha
pengolahan gula kelapa. Dalam satu proses produksi pengolahan gula kelapa
membutuhkan waktu maksimal selama 14 hari (2 minggu), pada satu tahun
berlangsung selama 48 minggu atau 24 kali proses produksi untuk satu
tahunnya.Kegiatan produksi berlangsung di lahan atau areal yang dekat tanaman
kelapa yang mempermudah pengolahan melakukan usahanya.
1. Biaya Penyusutan Alat
Teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan nira menjadi gula
kelapa tergolong kedalam teknologi tradisional, artinya mulai dari proses
penderesan air nira dari tanaman kelapa sampai pemasakan selanjutnya dicetak
42
menjadi gula kelapa padat diproses secara tradisional tanpa menggunakan
peralatan/teknologi modern. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan biaya modal
dan tingkat pendidikan yang dikuasai para pengrajin.
Tabel 13Rata-rata biaya penyusutan peralatan dalam satu kali proses produksi
(dua minggu) pengrajin gula kelapa di desa Ujung Genteng
No Jenis Barang Jumlah
(Unit)
Harga Beli
Alat (Rp/ unit)
Umur Ekonomis
(1xProduksi)
Nilai
Penyusutan
(Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pisau
Pengaduk
Saringan
jirigen
Ember Kecil
Ember Besar
Gayung
Wajan
Cetakan
(bubung)
1
1
1
30
3
2
1
1
25
50.000
70.000
45.000
15.000
5.000
7.000
7.000
450.000
3.000
14
14
14
14
14
14
14
14
14
3.214,28
4.500,00
2.892,86
964,28
321,43
450,00
450,00
28.928,57
192,86
Total Biaya Penyusutan Alat 41.914,28
Disisi lain dengan menggunakan teknologi yang masih bersifat
tradisionaljustru dapat membantu masyarakat sekitar dalam bentuk penyerapan
tenaga kerja.Dalam suatu usaha, biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dihitung
melalui penyusutan yang ada pada peralatan tersebut. Dari Tabel 13 pada industri
pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng diketahui bahwa besarnya biaya
penyusutan peralatan dalam satu kali produksi adalah Rp 41.914,28dengan biaya
penyusutan terbesar pada biaya wajan/penggorengan yaitu sebesar Rp 28.928,57
dan biaya penyusutan terkecil pada penyusutan cetakan/bubung gula kelapa yaitu
sebesar Rp 192,86.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel atau tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan
mengalami perubahan sebanding dengan perubahan volume kegiatan yang
dijalankan. Dengan demikian seiring pertambahan volume produksi maka biaya
variabel juga akan bertambah.
1. Bahan penolong
Dalam proses produksi pengolahan gula kelapa yang termasuk biaya
variabel kecuali bahan baku berupa nira kelapa adalah biaya bahan penolong
seperti laru, minyak kelapa, ipah, bahan bakar (kayu), dan tenaga kerja.
Penggunaan bahan penolong tersebut diperlukan agar kualitas gula kelapa yang
dihasilkan terjaga kualitasnya.
Laru digunakan pada saat akan dilakukan penyadapan/penderesan nira.
Minyak kelapa digunakan pada saat pemasakan nira, sedangkan ipah berupa
parutan kelapa yang digunakan supaya cairan yang sudah mulai kecoklatan pada
proses pemasakan tidak tumpah.Bahan Bakar digunakan dalam kegiatan memasak
42
43
air nira untuk dijadikan gula kelapa cair sebelum dicetak. Bahan bakar tersebut
berupa potongan kayu bakar ukuran 1 meter (kayu hutan albasia) yang dibeli atau
dipesan dua minggu sekali senilai Rp 600.000 (1 truk) mobil yang cukup untuk
kebutuhan dua kali proses produksi pengolahan gula kelapa.
2. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan tenaga yang terlibat langsung dalam proses
pengolahan gula kelapa, tenaga kerja tergolong kedalam biaya tetap dikarenakan
baik jumlah dan biaya/upah tenaga kerja untuk setiap proses produksinya tidak
berkurang atau tetap. Pada industri rumah tangga gula kelapa pendapatan tenaga
kerja langsung dalam satu kali proses produksinya adalah sebesar Rp 308.000.
Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja menderes (1 orang) sebesar Rp 12.000 per
orang/hari atau Rp 168.000 per orang/produksi (2 minggu); dan biaya tenaga kerja
memasak (1orang) yaitu Rp10.000 per orang/hari atau Rp140.000/orang/produksi.
Tabel 14Biaya variabel pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua
minggu)
No Jenis Biaya Variabel Kuantitas Harga (Rp) Total (Rp)
1.
2.
Bahan Penolong
1. Laru
2. Minyak Kelapa
3. Ipah
4.Bahan bakar (kayu)
Tenaga Kerja
2 kg
5 kg
2 kg
1/2Truk
12.500
7.500
15.000
600.000
25.000
37.500
30.000
300.000
308.000
Total Biaya Variabel 700.500
Industri rumah tangga pengolahan gula kelapa dengan demikian
menghabiskan biaya untuk membeli bahan penolong sebesar Rp 92.500 per proses
produksi (dua minggu)dan biaya variabel sebesar 700.500 untuk menghasilkan
gula kelapa sebanyak 250 kg.
c. Biaya Total
Biaya total produksi dapat diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap
dengan biaya variabel. Sehingga besarnya biaya total dalam proses produksi
pengolahan gula kelapa di desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15Biaya produksi pengolahan gula kelapa dalam satu kali produksi (dua
minggu)
Jenis Biaya Nilai (Rp)
1. Biaya tetap
2. Biaya Variabel
41.914,28
700.500,00
Total Biaya Produksi 742.414,28
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata biaya produksi
total untuk satu kali proses produksi gula kelapa adalah sebesar Rp
742.414,28yang harus dikeluarkan setiap pengrajin untuk memproduksi gula
kelapa sebanyak 250 kguntuk dijual ke tengkulak dan yang diberikan kepada
tengkulak sebagai sewa pohon yang disadap/dideres oleh para pengrajin.
44
6.4.2 Penerimaan dan Keuntungan
Penerimaan adalah hasil dari perkalian jumlah produksi gula kelapa yang
dihasilkan dengan harga jualnya dalam satuan rupiah untuk satu kali proses
produksi. Sedangkan keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total/Total
Revenue (TR) dengan biaya total/Total Cost (TC). Besarnya penerimaan dan
keuntungan untuk setiap satu kalo proses produksi pada industri rumah tangga di
desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Penerimaan dan keuntungan per produksi pengolahan gula kelapa
Uraian Nilai (Rp)
Penerimaan (Produk (kg) x Harga
Biaya Pengolahan
Biaya tetap
Biaya variabel
Biaya Total
150 kg x Rp 9.000 = 1.350.000,00
41.914,28
700.500,00
742.414,28
Keuntungan 607.585,72
Berdasarkan Tabel di atas, dengan output (keluaran) sebesar 150 kg rata-
rata normal produksi gula kelapa untuk dijual, penerimaan yang diperoleh industri
rumah tangga gula kelapa di desa Ujung Genteng dapat diketahui untuk satu kali
proses produksinya adalah Rp 1.350.000, serta keuntungan yang diperoleh untuk
satu kali proses produksi adalah Rp 607.585,72
6.4.3Profitabilitas
Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka dapat diketahui
profitabilitas atau tingkat keuntungan dari industri gula kelapaskala rumah tangga
di desa Ujung Genteng. Profitabilitas merupakan hasil bagi antara keuntungan
usaha dengan biaya total yang dinyatakan dalam persen.Hal ini berarti industri
gula kelapa skala rumah tangga di desa Ujung Genteng ini masih dikategorikan
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari setiap modal sebesar Rp 100,00 yang
diinvestasikan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 0,82. Sebagai contoh,
apabila produsen gula kelapa mengeluarkan modal sebesar Rp 10.000,00, maka
produsen akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 82,00.
Tabel 17 Nilai profitabilitas pada industri rumah tangga gula kelapa di desa
Ujung Genteng
Uraian Nilai (Rp)
Kentungan (π)
Biaya Total (TC)
607.585,72
742.414,28
Profitabilitas 0,82
44
45
Industri gula kelapa ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena
memiliki nilai profitabilitas lebih dari nol.Berdasarkan keuntungan yang
diperoleh, maka dapat diketahuiprofitabilitas atau tingkat keuntungan dari industri
gula kelapa skala rumah tanggadi desa Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi
sebesar Rp 0,82.
6.4.4Revenue Cost Ratio (R/C)
Perhitungan R/C ratio pada usaha pengolahan gula kelapa skala industri
rumah tangga di desa Ujung Genteng dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan
Tabel 18 dapat diketahui bahwa nilai perbandingan antara penerimaan dan biaya
produksi total adalah sebesar 2,45. Hal ini berarti setiap Rp 1.000,00 biaya yang
dikeluarkan oleh industri rumah tangga ini maka akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 2.450,00.
Tabel 18Nilai R/C rasio pada pengolahan gula kelapa skala rumah tangga di
desa Ujung Genteng
Uraian Nilai (Rp)
Penerimaan (TR)
Biaya Total (TC)
1.350.000,00
742.414,28
R/C ratio 1,82
Nilai R/C ratio yang dihasilkan oleh usaha pengolahan tersebut lebih dari
satu berarti usaha pengolahan nira kelapa menjadi gula kelapa padat telah
memberi keuntungan kepada pengrajin. Hal ini berarti bahwa industri gula kelapa
yang telah dijalankan di desa Ujung Genteng telah efisien yang ditunjukkan
dengan nilai R/C ratio yang lebih dari satu. Nilai R/C ratio 1,82 berarti bahwa
setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usaha memberikan
penerimaan sebesar 1,82 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Sebagai contoh,
dalam industri gula jawa, produsen mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000,00
maka produsen akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 18.200,00.
46
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Kegiatan pengolahan nira menjadi gula kelapa ini sangat menguntungkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui keuntungan yang diperoleh
pengrajin gula kelapa dalam industri rumah tangga di desa Ujung Genteng untuk
satu kali proses produksi sebesar Rp 607.585,72 dengan total biaya Rp.
742.414,28 serta penerimaan sebesar Rp 1.350.000. Sedangkan profitabilitas
usaha pengolahan gula kelapa dengan skala rumah tangga di desa Ujung Genteng
adalah sebesar 0,82%, yang berarti bahwa usaha pengolahan gula kelapa
menguntungkan serta memiliki nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,82
sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan gula kelapa ini telah efisien
karena setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha gula kelapa
memberikan penerimaan sebesar 1,82 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diberikan
beberapa saran dalam upaya pengembangan usaha pengolahan gula kelapa sebagai
berikut:
1. Untuk meningkatkan pendapatan para pengrajin, pemerintah daerah perlu
memfasilitasi dalam hal pengadaan input produksi dan membantu pemasaran
produk gula kelapa sehingga harga jual yang diterima oleh pengrajin dapat
memberikan keuntungan kepada pengrajin dibandingkan dengan hanya
mengandalkan pemasaran dari pengelola dan tengkulak.
2. Diharapkan pemerintah daerah membuat suatu kebijakan yang membantu
dalam pengembangan usaha industri pengolahan gula kelapa skala rumah
tangga dalam rangka penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan asli
daerah.
3. Penelitian selanjutnya untuk mengakomodasi harga bahan baku berupa nira
dari tanaman kelapa jika diperoleh dari pembelian.
47
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, I. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri
Rumah Tangga Kemplang Berbahan Baku Sagu dan Ikan. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Palembang.
[BPN] Badan Pertanahan Nasional. 2009. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi.
Kabupaten Sukabumi: Badan Pertanahan Nasional
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus Penduduk 2010. Kabupaten Sukabumi:
Badan Pusat Statistik.
Dyanti, 2002. Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren.
Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 26-40
Hartati, A dan Mulyani A. 2009.Profil dan Prospek Bisnis Minyak Dara (Virgin
Coconut Oil) di Kabupaten Cilacap. Program Studi Sosial
Ekonomi/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Herni.2012. Desa Ujung Genteng sebagai sentra produksi gula kelapa.Desa
Ujung Genteng: Kantor Desa Ujung Genteng
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2012. Trend Harga Gula kelapa
Kabupaten Sukabumi Tahun 2009-2012. Kab. Sukabumi: Kementerian
Perdagangan
Yunus, Mahmud 2008, Program Pengembangan Agroindustri Kelapa Terpadu.
http://asapcair.blogspot.com/2008/12/proposal-pengembangan-
agroindustri.html
Martono, A, Budiningsih S, dan Watemin. 2007. Analisis Kelayakan Ekonomi
Agroindustri Gula Kelapa Di Desa Jalatunda Kecamatan Mandiraja.
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Masrah, U. 2009. Analisa Pendapatan Pengolahan Gula Aren Pada Industri
Rumah Tangga di Desa Semuntai Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser
[Skripsi]. Paser: Program Studi Agribisnis, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
(STIPER) Muhammadiyah Tanah Grogot.
Muchjidin, Rachmat. Alternatif Pendayagunaan Kelapa, Kasus di Desa Ciamis
dan Blitar. FAE vol 9 No.1 Juli 1991
Pardani, C. 2008. Kajian Nilai Tambah Agroindustri Nata de Coco [Tesis].
Tasikmalaya: Fakultas Pertanian, Universitas Galuh.
Praditya, Maninggar. 2010. Analisis Usaha Industri Gula Jawa Skala Rumah
Tangga di Kabupaten Wonogiri. Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret
48
[Pusdatin] Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas
Pertanian Perkebunan. Jakarta: Pusdatin
Saleh, Irsan Azhari. 1986. Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan
Perbandingan.LP3ES, Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. UI Press: Jakarta
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Suhardiyono. L, 1993. Tanamankelapa Budidaya
danPemanfaatannya.PenerbitKanisius: Yogyakarta.
Tambunan, et.al. 1990. Pengembangan Agroindustri dan Tenaga Kerja Pedesaan
di Indonesia dalam Diversifikasi Pertanian Dalam Proses Mempercepat
Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Indonesia
Widjojoko T, Mulyani A dan Kartika E.W I. 2007. Kajian Finansial dan Nilai
Tambah Gula Semut (Granular Sugar) di Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas.
Yuharningsih dan Rahatmawati I. 1997.Prospek dan Kendala Industri Gula
Kelapa Kasus di Kelurahan Hargomulyo, Kokap, Kulonprogo, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas
MuhamadiyahMalang. Malang.
50
Lampiran 1.Luas wilayah kecamatan di Kabupaten Sukabumi, Tahun 2012 No Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (Ha)
1. Ciemas 8 26.696,00
2. Ciracap 6 16.056,10
3. Waluran 4 6.180,12
4. Surade 11 13.393,09
5. Cibitung 6 15.021,66
6. Jampangkulon 10 7.977,02
7. Cimanggu 6 7.511,04
8. Kalibunder 7 7.786,79
9. Tegalbuleud 8 15.054,43
10. Cidolog 5 6.982,33
11. Sagaranten 11 12.204,58
12. Cidadap 4 6.693,98
13. Curug Kembar 6 5.407,80
14. Pabuaran 7 10.878,24
15. Lengkong 5 14.303,37
16. Pelabuhan Ratu 8 10.287,91
17. Simpenan 6 16.922,16
18. Warung Kiara 10 9.297,97
19. Bantargadung 5 8.217,35
20. Jampang Tengah 11 25.309,36
21. Purabaya 7 9.381,72
22. Cikembar 9 8.651,83
23. Nyalindung 10 10.422,00
24. Gegerbitung 7 5.496,96
25. Sukaraja 9 4.199,00
26. Kebonpedes 5 1.034,83
27. Cireunghas 5 2.862,00
28. Sukalarang 6 2.203,89
29. Sukabumi 6 2.389,48
30. Kadudampit 9 5.420,17
31. Cisaat 13 2.145,40
32. Gunung Guruh 7 2.285,10
33. Cibadak 10 6.289,29
34. Cicantayan 7 3.842,58
35. Caringin 8 3.319,50
36. Nagrak 10 7.027,22
37. Ciambar 4 5.718,05
38. Cicurug 13 4.637,60
39. Cidahu 8 2.916,90
40. Parakan Salak 6 6.426,68
41. Parung Kuda 8 3.182,75
42. Bojong Genteng 5 2.656,68
43. Kapanunggal 7 7.501,37
44. Cikidang 12 19.210,03
45. Cisolok 10 16.057,72
46. Cikakak 8 11.644,26
47. Kabandungan 6 14.675,33
Kabupaten Sukabumi 359 413.779,64
Sumber: (BPN) Kantor Pertanahan KabupatenSukabumi, 2012
51
Lampiran 2. Perusahaan industri formal untuk industri hasil pertanian menurut
jenis industri di kabupaten sukabumi tahun 2013
Jenis Industri Perusahaan Tenaga Kerja
(dalam Ribu)
Nilai Investasi
(Rp.000)
1. Pengolahan daging baso
2. Pengasapan ikan
3. Pemindangan ikan
4. Industri pengolahan ikan lainnya
5. Pengalengan buah dan sayuran
6. Industri pemanisan dan pengasinan
buah
7. Pelumatan buah dan sayuran
8. Pengeringan buah buahan dan
sayuran
9. Pengolahan dan pengawetan lainnya
10. Susu dan makanan dari susu
11. Makanan dari susu
12. Berbagai macam tepung
13. Tapioka
14. Pati Palma
15. Pakan ternak
16. Konsentrat pakan ternak
17. Kue Kering
18. Gula Merah (aren/semut)
19. Siroup
20. Kembang Gula
21. Mie. Makaroni. Spageti. Soun
22. Pengolahan teh
23. Es Balok
24. Kecap
25. Tempe dan Tahu
26. Makanan lainnya dari kacang
27. Kerupuk
28. Bumbu masak dan penyedap
makanan
29. Kue basah/lapis
30. Makanan lainnya (nata de coco.
garam. abon)
31. Minuman ringan/kemasan
32. Cengkeh kering
33. Pengawetan kayu
34. Kayu lapis laminasi
35. Panel kayu lainnya
36. Moulding dan komponen bahan
bangunan
37. Peti kemas dari kayu
38. Anyaman rotan dan kayu
39. Alat dapur dari kayu
40. Barang lain dari kayu/rotan/gabus
41. Arang briket
42. Meubel Kayu
43. Meubel rotan
44. Furniture lainnya (kasur)
10
10
8
11
12
2
25
5
12
36
12
10
17
13
20
60
35
11
12
7
10
12
5
12
10
8
12
16
5
10
10
6
3.100
4.870
2.420
37.500
25.000
2.000.000
800.000
71.700.000
98.500
136.500
44.075
41.000
10.000
9.000
22.000
17.500
100.000
5.138
1.500
80.500
10.000
30.000
42.500
11.000
30.500
46.000
23.800.000
28.000
14.200
24.950
34.000.000
1.100
10.800
458 133.187.653
Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukabumi,
2013
52
Lampiran 3. PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Konstan 2000,
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012
1. PERTANIAN
a. Tanaman Bahan Makanan
b. Tanaman Perkebunan
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
d. Kehutanan
e. Perikanan
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi
b. Pertambangan Bukan Migas
c. Penggalian
3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas
b. Industri Bukan Migas
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik
b. Gas Kota
c. Air Bersih
5. KONSTRUKSI
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran
b. Hotel
c. Restoran
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
a. Pengangkutan
b. Komunikasi
8. KEU. REAL ESTAT, & JASA PERUSAHAAN
a. Bank
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
c. Real Estat
d. Jasa Perusahaan
9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
1. Jasa Sosial Kemasyarakatan
2. Jasa Hiburan & Rekreasi
3. Jasa Perorangan & Rumah tangga
2.946.901.27
1.721.476.32
497.274.86
519.749.39
65.757.44
142.643.26
401.368.82 140.144.40
307.80
260.916.61
1.485.539.75 0.00
1.485.539.75
99.134.06 93.723.19
0.00
5.410.88
184.855.23
1.591.444.29 1.149.765.26
10.631.72
431.047.31
458.845.77 425.907.32
32.938.45
316.692.99 38.921.36
5.110.75
224.415.75
48.245.13
823.276.86 470.026.75
353.250.12
37.421.10
6.465.10
309.363.92
3.038.562.97
1.788.958.20
503.391.34
535.030.02
66.507.45
144.675.96
406.468.08 143.951.88
316.38
262.199.82
1.546.224.79 0.00
1.546.224.79
104.459.66 98.878.88
0.00
5.580.78
200.834.47
1.692.472.31 1.239.906.86
11.267.01
441.298.44
475.728.61 439.768.05
35.960.56
328.097.05 42.395.19
5.375.69
230.601.86
49.724.31
848.886.13 479.145.26
369.740.87
38.826.28
6.465.10
324.146.25
3.049.992.48
1.788.242.62
503.391.34
539.952.30
66.633.81
150.564.27
414.768.71 145.981.60
320.71
268.466.40
1.622.278.71 0.00
1.622.278.71
108.831.33 102.962.58
0.00
5.868.75
222.062.67
1.821.127.25 1.342.695.14
11.582.49
466.849.62
509.070.50 468.765.90
56 40.304.60
354.357.06 47.007.79
5.806.82
248.496.56
53.045.89
890.534.38 488.536.50
401.997.88
41.408.23
7.432.31
353.157.34
3.055.546.83
1.785.023.78
505.205.00
543.569.98
66.727.10
155.020.97
422.209.26 147.324.63
324.05
274.560.59
1.708.132.69 0.00
1.708.132.69
113.586.84 107.410.56
0.00
6.176.27
247.511.05
1.977.981.19 1.469.311.29
11.895.22
496.774.68
544.572.32 500.067.98
44.504.34
382.656.01 51.647.46
6.262.07
268.401.13
56.345.34
931.075.83 492.640.21
438.435.62
44.298.52
8.206.76
385.930.34
PDRB DENGAN MIGAS
PDRB TANPA MIGAS
8.308.059.04
8.167.914.64
8.641.734.07
8.497.782.19
8.993.023.09
8.847.041.49
9.383.272.03
9.235.947.40
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2013
53
Lampiran 4. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
Nama Judul Alat Analisis Kesimpulan
Tatang Widjojoko,
Altri Mulyani dan
Irene Kartika Eka
Wijayanti (2006)
Kajian finansial dan nilai
tambah gula semut (granular
sugar) di Kecamatan Cilongok
Kabupaten Banyumas
Analisis R/C rasio dan analisis
nilai tambah Hayami
Nilai R/C rasio yaitu 1,15, nilai penerimaan sebesar Rp844.500,00/bulan
dari total biaya produksi sebesar Rp731.808,19/bulan serta keuntungan
sebesar Rp117.520,48/bulan dengan titik impas pada tingkat 6,94
kg/bulannya dengan harga jual Rp5.000,00/kg. Sedangkan analisis nilai
tambah dari nira selama satu bulan produksi diperoleh nilai tambah sebesar
Rp590,00 per kg bahan baku utama nira dari selisih nilai luaran dengan
harga bahan baku utama dan sumbangan masukan lain.
Ummi Masrah
(2009)
Analisis Pendapatan
Pengolahan Gula Aren pada
Industri Rumah Tangga di
Desa Semuntai Kecamatan
Long Ikis Kabupaten Paser
Analisis kelayakan usaha
dengan R/C rasio dan BEP
Diperoleh hasil produksi 383,80bungkus/bulan dengan harga jual
Rp7.000,00 dan pendapatan bersih sebesar Rp793.123.52. Nilai R/C rasio
yang sebesar 1,4. berdasarkan analisis Break Event Point (BEP) diperoleh
hasil untuk BEP produksi sebesar 37 bungkus dengan BEP penerimaan
kotor (TR) sebesar Rp254.287,75 dan BEP harga sebesar Rp6.872,64.
Irene Kartika Eka
Wijayanti, Dyah
Ethika N., dan Indah
Widyarini (2007)
Prospek pengembangan
agroindustri minuman lidah
buaya di Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah
Analisis biaya dan
pendapatan, analisis R/C rasio,
analisis titik impas, serta
analisis nilai tambah Hayami
Diperoleh nilai R/C rasio sebesar 1,28 atau >1, rerata penerimaan
(Rp96.000.000,00) dan rerata biaya (Rp74.578.000,00) sehingga
keuntungannya positif (Rp21.421.120,00). Jumlah produksi aktual (5.000
kardus) telah melebihi titik impas sebesar (1.382,65 kardus) dan
(Rp26.457.377) serta menghasilkan nilai tambah sebesar Rp1.574,00.
Anton Martono,
Sulistyani
Budiningsih dan
Watemin (2007)
Analisis kelayakan ekonomi
Agroindustri gula kelapa di
Desa Jalatunda Kecamatan
Mandiraja
Analisis biaya dan pendapatan
dan analisis R/C rasio
Terdapat tiga pelaku bisnis dengan nilai R/C = 1,003 untuk pengrajin
pemilik dengan biaya produksi Rp466.771,00 (menguntungkan), R/C =
0,679 untuk pengrajin penggaduh dengan biaya produksi Rp383.443,40
(tidak menguntungkan) dan R/C = 0,986 untuk pengrajin penyewa dengan
54
biaya produksi Rp489.165,70 (tidak menguntungkan).
Hartati dan Mulyani
(2009)
analisis efisiensi usaha
mengenai profil dan prospek
bisnis minyak dara (Virgin
Coconut Oil/VCO) di
Kabupaten Cilacap
Analisis efisiensi usaha, BEP
dan ROI serta analisis nilai
tambah
Diperoleh nilai R/C rasionya sebesar 1,318 artinya usaha agroindustri VCO
mempunyai prospek usaha baik. Nilai ROI (Return of Investment) =
31,77persen artinya jika pengrajin VCO mengeluarkan biaya sebesar
Rp100,00 maka pengrajin akan memperoleh keuntungan sebesar Rp31,77.
BEP (Break Even Point) sebesar 56,82 liter dan BEP penerimaan sebesar
Rp1.420.558,00 dengan produksi aktual VCO 700,80 liter dan penerimaan
aktual Rp17.520.000,00 sehingga usaha VCO di Kabupaten Cilacap
menguntungkan.
Maninggar Praditya
(2010)
analisis usaha industri gula
jawa skala rumah tangga di
Kabupaten Wonogiri
Analisis biaya, penerimaan,
keuntungan dan profitablitas,
analisis risiko dan R/C rasio
Biaya total rata-rata adalah sebesar Rp 34.120,02 per hari. Penerimaan rata-
rata yang diperoleh sebesar Rp 39.151,56 per hari sehingga keuntungan
rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 5.031,55 per hari. Profitabilitas industri
gula jawa skala rumah tangga di Kabupaten Wonogiri adalah sebesar
14,75%. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) industri gula jawa skala
rumah tangga di Kabupaten Wonogiri sebesar 0,31 dengan nilai batas
bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.894,91. Industri gula jawa skala rumah
tangga di Kabupaten Wonogiri ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu
yaitu sebesar 1,15.
Idham Alamsyah
(2007)
Analisis nilai tambah dan
pendapatan usaha industri
rumah tangga “Kemplang”
berbahan baku utama sagu dan
ikan
Analisis biaya produksi,
Penerimaan dan pendapatan
yang dilanjutkan dengan
analisis nilai tambah Hayami
Diperoleh pendapatan usaha sebesar Rp979.535,88/bulan. Dimana harga
pokok, yaitu ikan sarden Rp8.116,58 per kg dan ikan kakap Rp10.380,85
per kg. BEP mix dicapai saat penjualan kemplang ikan sarden sebanyak
573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88 per bulan dan penjualan kemplang
ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35 per bulan. Adapun
nilai tambah kemplang ikan sarden sebesar Rp583,60 per kg dan kemplang
ikan kakap sebesar Rp6.795,83 per kg dengan nilai R/C rasio 1,09.
55
Lampiran 5.Pengolahan gula kelapa
Foto 1.Pohon kelapa yang
siap untuk disadap (diambil
niranya).
Foto 2.Jirigen untuk
menampung nira yang
diletakkan di pohon kelapa
selama 6-7 hari.
Foto 3.Nira hasil sadapan
yang siap untuk dimasak.
Foto 4.Kayu Bakar untuk
bahan bakar memasak nira
menjadi gula kelapa.
Foto 1. Kegiatan pemasakan
nira hingga mendidih selama
7-8 jam
Foto 2. Salah seorang
pengrajin yang sedang
mengawasi proses masaknya
gula kelapa
Foto 7.Gula kelapa yang
sudah kering dan siap untuk
dijual.
Foto 8.Kondisi bangunan
tempat produksi gula kelapa
sekaligus tempat tinggal
pengrajin gula kelapa.
57
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Januari 1989.Penulis adalah
anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli Sofyan dan
Ibunda Isnaniah.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama yang diselesaikan
pada tahun 2004 di SLTPN 34 Medan.Pendidikan lanjutan menengah atas di
MAN 1 Medan diselesaikan pada tahun 2007 dan pendidikan diploma
tigadiselesaikan pada tahun 2010 di Program Keahlian Manajemen Agribisnis
Program Diploma III Institut Pertanian Bogor.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Program Sarjana Alih Jenis, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
regular pada tahun 2010.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai tim Sportakuler
Fakultas Ekonomi dan Manajemen 2010 cabang Atletik.