ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA … · dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol...
Transcript of ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN PADA … · dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol...
ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN
PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG
DIAN PUSPA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Pilar
dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Dian Puspa
NIM F44100067
ABSTRAK
DIAN PUSPA. Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol
Cimanggis-Cibitung. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan
HOTLAND SIHOTANG.
Agar dapat menyalurkan pembebanan dari struktur atas, struktur bawah harus
dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya
dukung tanah, jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan
metode konstruksi, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur
tersebut dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ketinggian muka air
banjir Sungai Cikeas serta merencanakan struktur pondasi dan pilar jembatan pada
proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung. Struktur pilar yang ditinjau ini adalah pilar
P40 dengan tinggi 17,8 m dan berada pada aliran Sungai Cikeas. Tinggi muka air
banjir periode ulang 50 tahun Sub-DAS Cikeas adalah sebesar 2,4 m. Berdasarkan
analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah menggunakan data uji NSPT
yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor kedalaman 22 m dan diameter
pondasi 1,2 m. Pondasi direncanakan berjumlah 30 buah (5 x 6 buah) dengan
efisiensi grup sebesar 0,668. Rencana pondasi ini telah memenuhi kriteria aman
terhadap kategori beban aksial, beban lateral, serta resiko terjadinya penurunan
struktur. Pilar direncanakan berbentuk “Y” dengan ukuran 4 x 4 m. Pilar dirancang
dengan tulangan lentur dan geser namun tidak membutuhkan tulangan torsi.
Kata kunci: tinggi muka air banjir, pondasi jembatan, daya dukung tanah
ABSTRACT
DIAN PUSPA. Structure Analysis of Pier and Foundation Bridge on Cimanggis-
Cibitung Toll Ways Project. Supervised by M. YANUAR JARWADI
PURWANTO and HOTLAND SIHOTANG.
In order to distribute the superstructure’s load, substructure should be
designed in such a way as to observe the condition of the landscape, soil bearing
capacity, type and dimensions of substructural components, selection of materials
and construction methods, as well as considering the environmental conditions in
which the structure is built . This study aims to determine the flood water level of
Cikeas River and plan the structure of the bridge foundation and pier on Cimanggis-
Cibitung’s Tollway Projects. Pier’s structure which to be reviewed is P40 pier
which has 17.8 m height and is located on the Cikeas River flow. Flood water level
return 50 years period of Cikeas River is 2.4 m. Based on the analysis of soil
carrying capacity, the selected soil bearing capacity using data of NSPT is 5210.541
kN with a kind of bored pile foundation, depth of 22 m, and a diameter of 1.2 m.
The foundation is planned amount to 30 pieces (5 x 6 pieces) with an efficiency is
0.668. The foundation plan has met the safety criteria of the category axial load,
lateral load, and the risk of structure settlement. Pier is designed “Y” shaped which
has size 4x4 m. Pier is design with bending and shear steel but do not require torque
steel.
Keywords: flood water level, bridge foundations, soil bearing capacity
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN
PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
DIAN PUSPA
Judul Skripsi : Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan
Tol Cimanggis-Cibitung
Nama : Dian Puspa
NIM : F44100067
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Tanggal Lulus:
Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM
Pembimbing I
Dr.Ir. Hotland Sihotang, MSi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2014 dengan judul Analisis Struktur Pilar dan
Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam
penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan
Dr. Ir. Hotland Sihotang,MSi selaku dosen pembimbing, serta Muhamad Fauzan
S.T, M.T selaku dosen bidang Struktur dan Infrastruktur Departemen Teknik Sipil
dan Lingkungan IPB. Kepada rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil dan
Lingkungan IPB angkatan 47/2010 juga diucapkan terima kasih atas bantuan dan
kerja samanya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu sangat diperlukan kritik dan
saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat
tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2014
Dian Puspa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Tinggi Muka Air Banjir Sungai 3
Jalan Tol 6
Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah 8
Pondasi Jembatan 17
Pilar Jembatan 21
Beton Bertulang 22
METODE 26
Waktu dan Tempat 26
Alat dan Bahan 27
Prosedur Penelitian 27
HASIL DAN PEMBAHASAN 30
Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas 30
Analisis Rancangan Pondasi Jembatan 34
Analisis Rancangan Penulangan Pilar 50
SIMPULAN DAN SARAN 55
Simpulan 55
Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN 57
RIWAYAT HIDUP 81
DAFTAR TABEL
1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi 3 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST 7 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg 9 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988) 14 5 Curah hujan area Sub-DAS Cikeas 31 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis 32 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik 32 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran 33 9 Rekap daya dukung izin tanah data uji Laboratorium titik uji DB27 39
10 Berat sendiri struktur 40 11 Beban Lajur "D" 40 12 Beban tambahan 41
13 Beban akibat gaya rem 41 14 Beban angin 41 15 Beban gempa 42 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan 42 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit 43 18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang 45 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1 51 20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3 53
DAFTAR GAMBAR
1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang 8
2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) 14 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992) 21 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1) 22 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) 25
6 Lokasi Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung 26 7 Penampang memanjang jembatan layang 26 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah 27 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas 28
10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar 29
11 Rencana awal pilar P40 30 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 31 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir 35
14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27 36 15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT) 36
16 Perbandingan daya dukung izin tanah dengan 3 referensi faktor Adhesi 37 17 Perbandingan daya dukung ujung data Laboratorium DB27 38
18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium 38 19 Rencana pondasi grup 43 20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor 48 21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap 48 22 Daerah geser 2 arah pile cap 49
23 Bagian-bagian pilar 50 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1 52 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3 54
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof 57 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson ,Alpha 59 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27 60 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26 61 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25 62 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup 63 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2) 64 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan 65
9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit 67 10 Langkah-langkah perhitungan penelitian 69 11 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25 78
12 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26 79
13 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 27 80
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi dewasa ini menuntut
tersedianya prasarana transportasi yang memadai. Untuk memenuhi tujuan tersebut,
maka prasarana transportasi terutama transportasi darat harus tersedia dengan baik.
Besarnya jumlah penggunaan transportasi darat setiap harinya seringkali
menimbulkan persoalan-persoalan lalu lintas. Persoalan ini diperparah dengan
kondisi prasarana jalan yang dewasa ini tidak mampu menampung kuantitas
pengguna jalan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan ini, pemerintah mengambil
salah satu solusi dengan menambah jumlah jalan yang penggunaannya dapat lebih
efisien. Jalan yang saat ini banyak dibangun adalah jalan tol.
Komponen jalan tol terdiri dari jalan (highway) serta jembatan. Jalan dan
jembatan ini saling terhubung membentuk kesatuan jalan tol yang bebas hambatan.
Jembatan dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung jalan yang terputus akibat
kondisi topografi alami (sungai, lembah, dan sebagainya) maupun topografi buatan
(misal: jalur perlintasan kereta api).
Pondasi, pilar, serta abutment merupakan bagian dari stuktur bawah jembatan.
Struktur bawah jembatan memiliki fungsi yang penting yakni menyalurkan dan
menahan pembebanan dari struktur atas baik berupa beban aksial, lateral maupun
momen ke lapisan tanah di bawahnya. Agar dapat menyalurkan pembebanan
tersebut, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan
kondisi bentang alam, daya dukung tanah, pemilihan jenis dan dimensi komponen
struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, faktor keamanan terhadap
resiko kegagalan, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur
tersebut dibangun. Dalam merencanakan komponen struktur bawah jembatan yang
berada pada daerah aliran sungai perlu dipertimbangkan kondisi lingkungan yang
berkaitan dengan keadaan sungai tersebut. Kondisi lingkungan ini terutama ditinjau
pada saat terjadinya banjir periode ulang tertentu sesuai dengan umur rencana
jembatan. Selain itu perlu diperhatikan juga daya dukung tanah lokasi tersebut.
Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penentu dalam menjamin keawetan
dan kekuatan struktur jembatan. Daya dukung tanah yang memadai dapat diperoleh
dengan menempatkan pondasi pada kedalaman dan lapisan tanah yang tepat serta
ketepatan dalam menentukan jenis, jumlah, dan dimensi pondasi.
Kegagalan struktur jembatan banyak disebabkan oleh kegagalan struktur
bawah. Kegagalan ini dapat terjadi akibat gagalnya struktur bawah jembatan dalam
menahan sekaligus menyalurkan beban aksial, lateral, dan momen serta gagalnya
lapisan tanah dalam menahan beban sehingga terjadi geseran dan penurunan yang
melampaui persyaratan yang diperbolehkan. Kegagalan struktur jembatan tidak
hanya berakibat pada kerugian materi namun juga dapat berakibat membahayakan
keselamatan pengguna jembatan. Untuk itu, struktur bawah jembatan harus
direncanakan dapat menjamin kekuatan unsur struktural dan stabilitas keseluruhan
serta tetap dalam keadaan layan pada beban keadaan batas kelayanan. Dengan
mempertimbangkan persyaratan dan mengingat pentingnya fungsi komponen
struktur bawah jembatan terhadap keseluruhan struktur jembatan, untuk itu
2
komponen struktur bawah jembatan harus dianalisis perencanaannya sebaik
mungkin dengan memperhatikan segala kondisi dan resiko yang ada.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas periode ulang 50 tahun
pada daerah sekitar pilar P40
2. Bagaimana rancangan pondasi yang sesuai untuk diterapkan pada pilar P40
3. Bagaimana rancangan pilar yang sesuai untuk pilar P40
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan stuktur pilar dan
pondasi jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang terdiri dari :
1. Menentukan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas
2. Merancang struktur pondasi yang dibutuhkan
3. Merancang struktur pilar yang dibutuhkan
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil perencanaan pilar dan pondasi ini dapat berguna sebagai referensi
pembangunan jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung serta
pembangunan jembatan lainnya yang sejenis dengan jembatan tersebut.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25.785 km)
yakni struktur bawah jembatan yang melewati Sungai Cikeas. Struktur bawah
jembatan yang dianalisis ini difokuskan pada pilar P40 serta pondasi dari pilar
tersebut.
2. Penelitian ini hanya membahas desain serta kekuatan pilar dan pondasi
jembatan dengan mempertimbangkan pembebanan, daya dukung tanah, serta
stabilitas struktur tersebut. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
- Tidak membahas perhitungan superstructure (struktur atas) jembatan
- Tidak membahas metode pelaksanaan dan anggaran biaya pelaksanaan
- Tidak merencanakan drainase jalan
- Tidak membahas perhitungan geometri jalan dan perkerasan baik pada
jembatan maupun pada daerah setelah jembatan
- Tidak membahas gerusan akibat aliran air sungai pada lokasi struktur
bawah jembatan.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinggi Muka Air Banjir Sungai
Untuk menentukan ketinggian muka air banjir sungai perlu diketahui debit
sungai rencana untuk periode ulang tertentu. Dalam pengaruhnya terhadap struktur
jembatan biasanya digunakan periode ulang 50 tahun. Penentuan debit rencana
dapat dihitung menggunakan data curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS)
maupun menggunakan fluktuasi debit tahunan dari suatu sungai. Baik fluktuasi data
debit maupun data curah hujan, perlu dianalisis frekuensinya. Menurut Kamiana
(2010), analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu
kejadian ekstrem (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan
distribusi probabilitas. Dalam analisis frekuensi suatu kejadian (hujan atau debit)
diperlukan seri data (hujan atau debit) selama beberapa tahun. Pengambilan seri
data untuk tujuan analisis frekuensi dapat dilakukan menggunakan 2 metode
(Kamiana 2011):
1. Seri parsial (partial duration series)
Metode ini digunakan apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun runtut
waktu. Dalam metode ini, ditetapkan dulu batas bawah suatu seri data. Kemudian
semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil menjadi
bagian seri data. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem
peringkat. Caranya adalah dengan mengambil semua besaran data yang cukup besar
kemudian diurut dari besar ke kecil.
2. Data maksimum tahunan (annual maximum series)
Metode ini digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun berturut
waktu. Dalam metode ini, hanya data maksimum yang diambil untuk setiap
tahunnya, atau hanya ada 1 data setiap tahun.
Dalam analisis frekuensi data hujan maupun data debit dapat digunakan
beberapa metode distribusi probabilitas yakni distribusi probabilitas Gumbel,
Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi
probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan jenis
distribusi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi
Distribusi Persyaratan
Gumbel Cs = 1.14
Ck = 5.4
Normal Cs ≈ 0
Ck ≈ 3
Log Normal Cs = 𝐶𝑣3 + 3𝐶𝑣
Ck = 𝐶𝑣6 + 6𝐶𝑣6 + 15𝐶𝑣4 + 16𝐶𝑣2 + 3
Log Pearson III Selain dari nilai diatas
Sumber: Bambang 2008 dalam Kamiana 2011
Koefisien Skewness untuk Gumbel dan Normal:
(Cs) = 𝑛∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)3𝑖
𝑖=1
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆3) (1)
Koefisien Skewness untuk Log Normal dan Log Pearson:
4
(Cs) = 𝑛∑ (𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)3𝑖
𝑖=1
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑆3) (2)
Koefisien kurtosis untuk Gumbel dan Normal:
(Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)4𝑖
𝑖=1
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆4) (3)
Koefisien kurtosis untuk Log Normal dan Log Pearson:
(Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑙𝑜𝑔𝑋𝑖−𝑙𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)4𝑖
𝑖=1
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆4) (4)
Koefisien variasi untuk Log Normal dan Log Pearson
(Cv) = 𝑆
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 (5)
Xrt= nilai rata-rata dari X = ∑ 𝑋𝑖𝑛
𝑖=1
𝑛 (6)
Standar deviasi untuk Gumbel dan Normal (S) = √∑ (𝑋𝑖−𝑋 )2𝑛
𝑖=1
𝑛−1 (7)
Standar deviasi untuk Log Normal dan Log Pearson
(S) = √∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔𝑋𝑟𝑡)2𝑛
𝑖−1
𝑛−1 (8)
Xi: data hujan atau debit ke-i
n : jumlah data
a. Distribusi probabilitas Gumbel
XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾 (9)
K = 𝑌𝑡−𝑌𝑛
𝑆𝑛 (10)
Yt = −𝐿𝑛 − (𝐿𝑛𝑇−1
𝑇) (11)
Dimana:
XT : hujan rencana atau debit rencana dengan periode ulang T
Xrt : nilai rata-rata dari data hujan atau debit
S : standar deviasi
K : faktor frekuensi Gumbel
Yt : reduced variate
Sn : reduced standard deviasi
Yn : reduced mean
b. Distribusi Probabilitas Normal
XT = 𝑋𝑟𝑡 + 𝑆 × 𝐾𝑇 (12)
Dimana:
XT, Xrt, dan S sama dengan diatas
KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang
c. Distribusi probabilitas Log Normal
Log XT = log𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 (13)
Dimana:
5
Log XT : nilai logaritmis hujan/debit rencana dengan periode ulang T
Log Xrt : nilai rata-rata dari log X
S log X : standar deviasi dari log X
KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang
d. Distribusi probabilitas Log Pearson Type III
Log XT = log𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 + 𝑆𝐿𝑜𝑔𝑋 (14)
Dimana:
Log XT, Log Xrt, S Log X sama dengan diatas
KT : variabel standar yang besarnya bergantung Koefisien Skewness
Jika data yang dipergunakan adalah data debit suatu sungai, maka dengan
menggunakan analisis frekuensi menggunakan keempat metode tersebut dapat
ditentukan debit rencana untuk periode ulang tertentu. Sedangkan jika data yang
digunakan adalah data curah hujan, maka untuk mendapatkan debit rencana periode
ulang tertentu dapat menggunakan beberapa persamaan, yakni salah satunya adalah
metode rasional.
Metode rasional merupakan metode tertua yang digunakan untuk menentukan
debit puncak suatu sungai atau saluran dengan daerah aliran terbatas. Dalam
Departemen PU, SK NI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode Rasional
dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran <5000 Ha. Untuk daerah dengan
luas pengairan >5000 Ha, koefisien pengaliran (C) dapat dipecah-pecah sesuai
dengan tata guna lahannya. Suripin (2004) dalam Kamiana (2011) menjelaskan
penggunaan metode Rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah
pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata
dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang.
Selain itu, Kamiana menyebutkan besarnya nilai waktu konsentrasi (tc) dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑡𝑐 = (0,87×𝐿2
1000×𝑆)0.385
(15)
Keterangan:
tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km)
S : kemiringan rata-rata daerah lintasan air
Rumus umum dari metode rasional adalah sebagai berikut:
𝑄 = 0.278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴 (16)
Keterangan:
Q : debit puncak limpasan permukaan (m3/dtk)
C : angka pengaliran
A : luas daerah pengaliran (Km2)
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
Intensitas curah hujan yang dimaksud di dalam persamaan ini merupakan
intensitas hujan rencana yakni besaran yang menyatakan kederasan hujan per
satuan waktu. Besaran intensitas hujan ini dapat diturunkan dari kurva IDF. Kurva
IDF menggambarkan hubungan antara intensitas hujan, durasi atau lama hujan, dan
frekuensi hujan. Menurut Kamiana (2011), data yang diperlukan untuk menurunkan
kurva IDF terukur adalah data hujan jangka pendek, seperti hujan 5 menit, 10 menit,
6
30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya
dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman.
Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia dan yang tersedia adalah data hujan
harian maka persamaan regresi kurva IDF dapat diturunkan dengan Metode
Mononobe. Bentuk umum dari persamaan Mononobe adalah sebagai berikut:
𝐼 = 𝑋24
24× (
24
𝑡)
2
3 (17)
Keterangan:
I : intensitas hujan rencana (mm)
X24 : tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm)
t : durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam)
Dengan menganggap sungai sebagai saluran terbuka, maka pada aliran sungai
tersebut berlaku persamaan Manning. Persamaan Manning ini selanjutnya dapat
diturunkan untuk mendapatkan ketinggian muka air pada kondisi debit rencana
menggunakan data profil penampang sungai. Persamaan Manning adalah sebagai
berikut:
𝑄 = 𝐴 ×1
𝑛× 𝑅
2
3 × 𝑆1
2 (18)
Dimana:
Q : Debit air sungai (m3/dtk)
A : luas penampang basah sungai (m2)
R : jari-jari hidrolis (m)
S : kemiringan sungai
Untuk jembatan yang berada pada sungai yang mengalir, perlu
diperhitungkan pengaruh aksi aliran air pada pilar jembatan. Aksi tersebut
menimbulkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar. Berdasarkan
RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, gaya seret ini dapat
dihitung berdasarkan kecepatan aliran menggunakan persamaan berikut:
Tef = 0.5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠2 × 𝐴𝑑 (19)
Dimana:
Vs : kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang dikaitkan
dengan periode ulang banjir
CD : koefisien seret
Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran
2.2 Jalan Tol
Berdasarkan Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009
Departemen Pekerjaan Umum tentang Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan
Tol , jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan
sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Jalan bebas
hambatan untuk jalan tol secara fungsi harus berupa jalan arteri primer atau kolektor
primer. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
7
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna, sedangkan jalan kolektor adalah jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Dengan
mempertimbangkan kondisi topografi dan lahan, jalan tol dapat berbentuk jalan
dengan jalur utama pada permukaan tanah, jalan layang dengan jalur utama diatas
tanah, jalan dengan jalur utama pada lintas bawah, jalan terowongan dengan jalur
utama di dalam tanah/air, jembatan, maupun kombinasi hal-hal tersebut diatas.
Kelas jalan bebas hambatan untuk jalan tol didesain dengan jalan kelas 1, tetapi
untuk kasus khusus dimana jalan tol tersebut melayani kawasan berikat ke jalan
menuju dermaga atau ke stasiun kereta api, dimana kendaraan yang dilayani lebih
besar dari standar yang ada, maka harus didesain menggunakan jalan kelas khusus.
Standar kelas jalan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST
Kelas
Jalan
Fungsi
Jalan
Dimensi Kendaraan Maksimum
yang Diizinkan Muatan Sumbu
Terberat yang
Diizinkan (ton) Lebar
(mm)
Panjang
(mm)
Tinggi
(mm)
1 Arteri dan
Kolektor 2.500 18.000 4.200 10
Khusus Arteri >2.500 >18.000 4.200 >10
Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik
jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang-ruang tersebut dipersiapkan untuk
menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan
disamping keutuhan konstruksi jalan.
- Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur
pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan,
galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan.
- Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran
jalan maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan
ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol.
- Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi
dan pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas
hambatan untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah perkotaan dan 75
meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Dalam hal jalan tol
berdempetan dengan jalan umum ketentuan tersebut diatas tidak berlaku.
Komposisi penampang melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol terdiri
dari jalur lalu lintas, median dan jalur tepian, bahu, rel pengaman, saluran samping,
dan lereng/talud. Standar tipikal penampang melintang untuk jalan tol tipe layang
(elevated) ditampilkan pada Gambar 1.
8
Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol
layang (elevated) (sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009)
2.3 Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah
Tahapan paling awal dalam merencanakan sebuah jembatan adalah
peninjauan terhadap kondisi bentang alam dimana jembatan tersebut akan dibangun.
Peninjauan bentang alam ini dimaksudkan untuk evaluasi terhadap rencana awal
posisi penempatan jembatan serta untuk menentukan posisi terbaik dimana pondasi
jembatan akan ditanam. Peninjauan bentang alam dilakukan secara visual dengan
mendatangi lokasi rencana jembatan ataupun melalui data sekunder terkait keadaan
alam lokasi tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan secara visual adalah kondisi
topografi lokasi, misalnya kondisi lereng, kondisi sungai, kondisi pembangunan
yang berkaitan dengan sosial dan budaya, dan sebagainya. Peninjauan bentuk
topografi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perencanaan awal dari segi
keamanan struktur jembatan dimasa mendatang serta biaya yang dibutuhkan
berdasarkan pemilihan letak strategis struktur tersebut.
Selain bentuk topografi, pengamatan visual juga dilakukan untuk menentukan
prediksi awal ragam jenis tanah dilokasi tersebut. Tanah lumpur dan batuan keras
cenderung dihindari sebagai tanah dasar pondasi. Tanah lumpur sebagai tanah dasar
pondasi dihindari karena dapat menyebabkan penurunan yang relatif besar sehingga
membahayakan struktur tersebut. Tanah lumpur juga cenderung memiliki kapasitas
daya dukung yang rendah. Batuan keras yang dihindari dimaksudkan sebagai
bongkahan batuan yang tidak dapat ditembus oleh pondasi sehingga pondasi tidak
dapat masuk ke dalam lapisan tanah. Selain itu, lokasi yang terdapat patahan
geologi juga tidak dapat digunakan sebagai lokasi penempatan jembatan.
Berdasarkan pengamatan visual terhadap jenis tanah dan bentuk topografi ini,
kemudian ditentukan rencana titik dimana pondasi jembatan tersebut akan ditanam.
Selanjutnya pada titik rencana ini, dilakukan pengamatan lebih mendetail untuk
9
mendapatkan informasi mengenai keadaan tanah di titik rencana tersebut.
Pengamatan secara mendetail ini dilakukan dengan beberapa metode penyelidikan
tanah.
Tanah terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal, kecuali untuk
tanah sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan yang secara kimia
tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa (Pedoman Konstruksi dan
Bangunan PU 2006). Dalam Luthfi (1973), disebutkan klasifikasi tanah dalam
sudut pemandangan teknik, yakni:
- Batu kerikil (gravel)
- Pasir (sand)
- Lanau (silt)
- Lempung (clay) : organik atau inorganik
Golongan batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahan-bahan
yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedangkan golongan lanau
dan lempung dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan-
bahan yang cohesive.
Dalam Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan
kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50% tinggal dalam
saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika
lebih dari 50% lewat saringan nomer 200 (Hardiyatmo 1992). Sifat tanah berbutir
kasar terutama bergantung pada ukuran butirannya sedangkan pada tanah berbutir
halus lebih tergantung pada komposisi mineralnya. Pada tanah berbutir halus, batas
plastisitasnya lebih menunjukkan sifat tanah tersebut dari pada ukuran butirannya.
Lebih lanjut, Hardiyatmo (1992) menjelaskan, suatu hal yang terpenting pada
tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya
partikel mineral lempung dalam tanah. Tergantung pada kadar airnya, tanah dapat
berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Atterberg (1911), memberikan cara
untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas
plastis, dan batas susut. Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada
batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis.
Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah
plastis dan semi padat, yaitu presentase kadar air dimana tanah dengan diameter
silinder 3.2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Batas susut (SL) didefiniskan
sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu
presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak
mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Indeks plastisitas adalah selisih batas
cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah
masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat
keplastisitasan tanahnya. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan
kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Nonplastis Pasir Nonkohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
Sumber : Hardiyatmo 1992
10
Hardiyatmo 1992 menjelaskan, bila tanah mengalami tekanan akibat
pembebanan seperti beban pondasi, maka angka pori tanah akan berkurang. Selain
itu, tekanan akibat beban pondasi juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
sifat mekanis tanah seperti menambah tahanan geser tanah. Jika tanah berada di
dalam air, tanah dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas sebagai akibat tekanan air
hidrostatis. Berat tanah yang terendam ini, disebut berat tanah efektif, sedang
tegangan yang terjadi akibat berat tekan efektif di dalam tanahnya disebut tegangan
efektif. Tegangan efektif ini merupakan tegangan yang mempengaruhi kuat geser
dan perubahan volume atau penurunan tanahnya. Terzaghi (1923) memberikan
prinsip tegangan efektif yang bekerja pada segumpal tanah. Prinsip ini hanya
berlaku pada tanah yang jenuh sempurna, yaitu:
1. Tegangan normal total (σ) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu
tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat tanah total termasuk air
dalam ruang pori, per satuan luas, yang arahnya tegak lurus.
2. Tekanan air pori (u), disebut juga dengan tekanan netral yang bekerja ke
segala arah sama besar, yaitu tekanan air yang mengisi rongga di antara
butiran padat.
3. Tegangan normal efektif (σ’) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu
tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat butiran tanah per satuan
luas bidangnya.
Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung
tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan tanah. Mohr
(1910) memberikan teori mengenai kondisi keruntuhan suatu bahan. Teorinya
adalah bahwa keruntuhan suatu bahan dapat terjadi oleh akibat adanya kombinasi
keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Selanjutnya, hubungan
fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya,
dinyatakan menurut persamaan berikut (Hardiyatmo 1992):
𝜏 = 𝑓(𝜎) (20)
Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir
tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah
mengalami pembebanan akan ditahan oleh:
1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi
tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekeja pada bidang gesernya.
2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan
tegangan vertikal pada bidang geserannya.
Coulomb (1776) mendefinisikan fungsi 𝑓(𝜎) sebagai:
𝜏 = 𝑐 + 𝜎 𝑡𝑎𝑛 ∅ (21)
Dengan:
τ : kuat geser tanah
c : kohesi tanah
∅ : sudut gesek dalam tanah
σ : tegangan normal pada bidang runtuh
Karena tanah pasir bersifat kasar, jika tahanan geser tanah pasir bertambah,
akan menambah pula sudut gesek dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kuat geser tanah pasir antara lain:
1. Ukuran butiran
2. Air yang terdapat di antara butirnya
11
3. Kekasaran permukaan butirannya
4. Angka pori atau kerapatan relatifnya (relatif density)
5. Distribusi ukuran partikel
6. Bentuk butiran
7. Sejarah tegangan yang pernah dialami (overconsolidation)
Dari faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir di atas, yang paling
besar pengaruhnya adalah nilai angka pori karena angka pori akan berpengaruh
pada kerapatannya. Pada pengujian geser langsung maupun triaksial, bila angka
pori rendah atau kerapatan relatif tinggi, nilai kuat geser (sudut gesek dalam) akan
tinggi pula. Jika dua macam tanah pasir mempunyai kerapatan relatif yang sama,
tetapi gradasinya berlainan, pasir yang bergradasi lebih baik akan mempunyai sudut
gesek dalam yang lebih besar (Hardiyatmo 1992)
Penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung tanah,
karakteristik tanah, susunan lapisan tanah ataupun sifat tanah, serta untuk
mengetahui kedalaman tanah keras. Kemampuan tanah dalam menahan beban
dinamakan dengan daya dukung tanah. Daya dukung tanah dapat diprediksi dari
hasil penyelidikan tanah yakni menggunakan uji sondir, uji bor, serta uji
laboratorium. Pemilihan jenis penyelidikan ini didasarkan pada peruntukan hasil
penyelidikan dan jenis lapisan tanah yang diuji. Menurut Wiraga (2011), untuk
perencanaan bangunan gedung pada tanah dari jenis lempung dan lanau biasanya
dipakai peralatan sondir. Pada bangunan jembatan dan tanah bergravel biasanya
dilakukan pengeboran serta uji Standard Penetration Test (SPT). Mengingat
ketidakpastian jenis lapisan tanah yang akan diuji, maka sebagai pembanding kedua
jenis pengujian diatas (sondir dan SPT) dapat dilakukan bersama pada satu lokasi.
Pengujian laboratorium diperlukan sebagai pelengkap bagi pengujian lapangan atau
bila parameter tanah yang ingin diketahui tidak dapat dilakukan melalui
penyelidikan lapangan.
2.3.1 Uji Sondir
Alat uji sondir terdiri dari tiang yang ujungnya berbentuk kerucut (konis)
yang dihubungkan pada suatu rangkaian stang dalam dan casing luar atau pipa
sondir. Alat ini ditekan ke dalam tanah menggunakan dongkrak yang dijangkarkan
pada permukaan tanah. Menurut Luthfi (1973), ada dua macam ujung penetrometer
yang biasa digunakan yaitu standar type dan adhesion jacket type (friction sleeve).
Pada tipe standar, yang diukur hanya perlawanan ujung (nilai konis) yakni dengan
menekan hanya pada stang dalam yang segera akan menekan konis tersebut ke
bawah, sedangkan pada tipe friction sleeve, nilai konis dan hambatan pelekat kedua-
duanya diukur. Pada permulaan hanya konis yang ditekan ke bawah dan dengan
demikian hanya nilai konis yang diukur, bila konis telah digerakkan ke bawah
sejauh 4 cm maka dengan sendirinya ia akan mengait friction sleeve. Konis beserta
friction sleeve kemudian ditekan ke bawah bersama-sama sedalam 4 cm sehingga
nilai konis dan hambatan pelekat diukur bersama-sama. Nilai hambatan pelekat
didapatkan dengan mengurangkan besarnya nilai konis dari jumlah keseluruhan.
Kemudian dengan menekan hanya casing luarnya saja, konis, friction sleeve dan
stang-stang secara keseluruhan akan tertekan ke bawah sampai suatu kedalaman
dimana dilakukan pembacaan berikutnya. Pembacaan biasanya dilakukan setiap 20
cm. Dengan menggunakan alat sondir, dapat dicapai pengukuran hingga kedalaman
30 meter atau lebih bila tanah yang diselidiki benar-benar lunak.
12
Uji sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman tanah keras serta
memprediksi profil tanah terhadap kedalaman. Kedalaman tanah keras dan profil
tanah ini didapatkan melalui parameter-parameter perlawanan penetrasi tanah.
Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka
banding geser (Rf), dan geser total tanah (Tf). Perlawanan konus merupakan
perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya penetrasi per satuan luas ujung sondir.
Besarnya gaya ini dapat mengindentifikasikan kekuatan tanah serta jenis tanah
tersebut, misalnya pada tanah berbutir kasar gaya tahanan ujung lebih besar
daripada tanah berbutir halus.
Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan
berlaku hukum aksi reaksi. Hasil perhitungan ini selanjutnya disajikan dalam grafik
hubungan antara variasi perlawanan konus (qc) dengan kedalaman (meter). Angka
banding geser (Rf) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai geser lokal (fs)
dengan perlawanan konus (qc), dihitung dengan persamaan berikut:
Rf = (𝑓𝑠
𝑞𝑠) × 100 (22)
Geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser
lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dihitung dengan persamaan
berikut:
Tf = (𝑓𝑠 × 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛) (23)
Keterangan rumus :
qc : perlawanan konus (kPa);
fs : perlawanan geser lokal (kPa);
Rf : angka banding geser (%);
Tf : geseran total (kPa);
Selanjutnya dengan menggunakan hasil perhitungan perlawanan ujung konus
(qc) dan perlawanan geser lokal (fs), kapasitas daya dukung tiang pancang dari data
sondir dapat ditentukan dengan persamaan Meyerhorf berikut (Sumber: Effendi dan
Reidesy 2008):
𝑄𝑢𝑙𝑡 = (𝑞𝑐 × 𝐴𝑝) + (𝑓𝑠 × 𝑃) (24)
Kapasitas daya dukung izin pondasi dinyatakan dengan rumus:
𝑄𝑎𝑙𝑙 = 𝑞𝑐×𝐴𝑝
3+
𝑓𝑠×𝑃
5 (25)
Dengan qc = tahanan ujung tiang sondir (kg/cm2), Ap = luas penampang tiang,
fs = perlawanan geser lokal, serta P = keliling tiang
2.3.2 Uji Bor
Uji bor dengan SPT dilakukan untuk memperoleh parameter perlawanan
penetrasi tanah di lapangan yang ditunjukkan melalui banyaknya jumlah pukulan
terhadap penetrasi konus. Uji SPT dilaksanakan bersamaan dengan pemboran untuk
memperoleh parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi di lapangan sekaligus
untuk mendapatkan contoh tanah tidak terganggu untuk digunakan pada uji
laboratorium. Parameter perlawanan tanah terhadap penetrasi konus ini
digambarkan melalui banyaknya jumlah pukulan palu setinggi 0,76 m pada setiap
penetrasi 0,15 m.
13
Berdasarkan SNI 4153:2008 tentang Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan
SPT, Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah,
disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300
mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg
yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian
dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 0,15 m untuk masing-masing
tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk
memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam satuan pukulan/0,3 m). Jumlah
pukulan dan kedalaman ini kemudian di sajikan dalam bentuk diagram SPT.
Dengan data lapangan dari hasil uji bor ini, kapasitas daya dukung untuk
pondasi jenis tiang pancang dapat dihitung menggunakan metode Meyerhorf
sebagai berikut (sumber: Napitupulu dan Iskandar 2012):
Untuk tanah non-kohesif
Daya dukung ujung pondasi tiang
𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 ×𝐿𝑏
𝑑× 𝐴𝑝 (26)
Tahanan geser selimut tiang
𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑠𝑝𝑡 × 𝑃 × 𝐿𝑖 (27)
Dimana Nspt = nilai N-SPT, Lb= panjang lapisan tanah (m), d= diameter
tiang (m), Ap= luas tiang (m2), Li = tebal lapisan tanah (m) dan P = keliling tiang
(m).
Untuk tanah kohesif
Daya dukung ujung pondasi
𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × 𝐴𝑝 (28)
Tahanan geser selimut tiang
𝑄𝑠 = 𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × 𝐿𝑖 (29)
𝐶𝑢 = 𝑁𝑠𝑝𝑡 ×2
3× 10 (30)
Dimana α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang, Cu = kohesi undrained
(kN/m2), Ap= luas penampang tiang (m2), P= keliling tiang (m), Li=tebal lapisan
tanah (m).
Selanjutnya, kapasitas daya dukung tiang pancang total dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝
3+
𝑄𝑠
5 (31)
Untuk menentukan koefisien adhesi (α) pada tanah kohesif dapat digunakan
beberapa metode berikut (Sumber: Ambarita, 2008 ):
1. Kulhawy (1984)
Dalam metode ini, besar nilai faktor adhesi tergantung dari harga kuat geser
tanah undrained (Cu). Variasi harga berdasarkan Cu ini dapat dilihat dalam
Gambar 2.
14
Gambar 2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984)
2. Reese & Wright (1977)
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese & Wright
(1977), besar nilai faktor adhesi (α) untuk tiang bor adalah 0,55.
3. Reese dan O’Neill (1988)
Menurut Reese dan O’Neill nilai faktor adhesi (α) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan O’Neill (1988)
Undrained Shear Strength (Su) Value of α
< 2 tsf 0,55
2-3 tsf 0,49
3-4 tsf 0,42
4-5 tsf 0,38
5-6 tsf 0,35
6-7 tsf 0,33
7-8 tsf 0,32
8-9 tsf 0,31
> 9 tsf Treat as rock
1 tsf = 95,76052 kN/m3
2.3.3 Uji Laboratorium
Uji laboratorium dilakukan menggunakan contoh uji tanah yang didapat dari
uji bor untuk mendapatkan parameter sifat-sifat tanah. Parameter-parameter yang
didapat dari uji laboratorium ini adalah sebagai berikut:
1. Berat butiran padat (ws), berat air (Ww)
2. Kadar air (w)
3. Porositas (n), angka pori (e)
4. Spesific gravity (Gs), Berat isi tanah (γ),
5. Koefisien keseragaman (Cu), koefisien gradasi (Cc)
6. Kohesi tanah (c),
7. Spesific gravity,
8. Sudut geser dalam (∅)
15
9. Batas-batas Atterberg yakni batas cair (LL), batas plastis (PL), batas susut
(SL), Indeks Plastisitas (PI), Indeks Cair (LI)
10. Tegangan normal total (σ), tekanan air pori (u)
11. Kuat geser tanah (τ)
Sifat-sifat tanah, terutama yang berhubungan dengan karakteristik struktur
tanah, adalah berat isi tanah (γ), kohesi tanah (c), spesific gravity, dan sudut geser
dalam (∅). Parameter-parameter ini menentukan besarnya kapasitas daya dukung
yang dapat diberikan oleh tanah tersebut. Parameter ini dapat ditentukan
menggunakan beberapa uji, yakni uji direct shear, uji konsolidasi, unconfine
compression test (UCT) atau triaksial test.
Menggunakan parameter sifat-sifat tanah dari uji-uji laboratorium yang
diperlukan, dapat ditentukan daya dukung tanah menggunakan dua prinsip utama
yakni daya dukung tanah ujung dan daya dukung tanah friksi. Dalam Pradoto
(1989) dijabarkan metode perhitungan kapasitas daya dukung ujung dan kapasitas
daya dukung friksi. Kapasitas daya dukung ujung dapat dihitung menurut beberapa
peneliti antara lain Meyerhorf, Terzaghi serta Tomlinson yang merinci metode
perhitungan ini berdasarkan jenis tanah yakni tanah berbutir halus, tanah berbutir
kasar serta tanah pada umumnya
a. Kapasitas daya dukung untuk tanah berbutir halus ( c-soils) (sumber: Pradoto
1989)
- Meyerhorf
Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir halus adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑐 × 𝑁𝑐′ (32)
Dimana:
Qe : tahanan ujung (Qp)
Nc’ : faktor daya dukung, untuk tanah berbutir halus Nc’=9
Ap : luas penampang tiang pancang
c : kohesi dari tanah yang terdapat pada ujung tiang pancang
(sebaiknya didapat dari U.U test)
- Terzaghi
Kapasitas daya dukung ujung ditentukan sebagai berikut:
Qe = 𝐴𝑝 (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞) (33)
Dimana:
Qe, Ap dan c sama dengan di atas
Nc : faktor daya dukung untuk tanah di bawah tiang
Nq : faktor daya dukung, untuk ∅ = 0, maka Nq = 1
q͞ : effective overburden pressures = Σ(γ×hi)
i : banyak lapis tanah
- Tomlinson
Qe = 𝑁𝑐 × 𝑐 × 𝐴𝑝 (34)
Qe, Ap, Nc, dan c sama dengan di atas
b. Untuk tanah berbutir kasar
- Meyerhorf
16
Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar dibedakan dalam dua
hal:
Untuk 𝐿
𝐵 <
𝐿𝑐
𝐵 , Kapasitas daya dukung ujung adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ (35)
Untuk 𝐿
𝐵 >
𝐿𝑐
𝐵, Kapasitas daya dukung ujung adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞′ (36),
dengan harga Qe harus lebih kecil daripada:
Qe = 𝐴𝑝 × (50 × 𝑁𝑞′) × 𝑡𝑔(∅) (37)
Dimana:
Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya
L : panjang tiang
B : dimensi penampang tiang 𝐿𝑐
𝐵 : the critical depth ratio (perbandingan kedalaman kritis) didapat dari
grafik bearing capacity factor
∅ : sudut geser dalam
- Terzaghi
Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai
berikut:
Qe = 𝐴𝑝 × (𝑞 × 𝑁𝑞 × 𝑎𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾) (38)
Dimana:
Qe, Ap, 𝑞 , Nq, Nγ, B sama dengan sebelumnya
γ : berat isi tanah dibawah ujung tiang
aq dan aγ : faktor penampang, dengan: Penampang persegi dan bulat, aq = 1.0
Penampang persegi, aγ = 0.4
Penampang bulat, aγ = 0.3
- Tomlinson
Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai
berikut:
Qe = 𝐴𝑝 × 𝑞 × 𝑁𝑞 (39)
Dengan Qe, Ap, Nq’, 𝑞 sama dengan sebelumnya
c. Untuk tanah pada umumnya (c-∅soil)
- Meyerhorf
Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah pada umumnya adalah sebagai
berikut:
Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐′ + ɳ × 𝑞 × 𝑁𝑞′) (40)
Dengan memperhitungkan berat pondasi tiangnya, kapasitas daya dukung
ujung menjadi sebagai berikut:
Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐′ + ɳ × 𝑞 × (𝑁𝑞′ − 1)) (41)
Dimana:
17
Qe, Ap, c, q͞ adalah sama dengan sebelumnya
Nc’ dan Nq’ adalah faktor daya dukung yang telah disesuaikan
ɳ : faktor, menurut Meyerhorf adalah 1
- Terzaghi
Kapasitas daya dukung ujung pada tanah umumnya adalah:
Qe = 𝐴𝑝 × (1.3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁 𝛾 × 𝑎𝛾) (42)
Dengan keterangan rumus sama seperti sebelumnya.
- Tomlinson
Qe = 𝐴𝑝 × (𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞) (43)
Rumus-rumus tiang pancang yang diusulkan oleh Terzaghi dan Meyerhorf
sebenarnya sudah mencakup daya dukung ujung dan gesekan jika kedalaman tiang
mencapai 25 meter sampai 50 meter. Rumus-rumus Terzaghi baik digunakan untuk
kedalaman sampai sekitar 25 meter dan rumus Meyerhorf untuk kedalaman lebih
besar dari 25 meter. Jika kedalaman tiang sudah melebihi 50 meter, maka daya
dukung tiang lebih mengandalkan pada gesekan tiang. Untuk kondisi ini maka
rumus-rumus Tomlinson lebih cocok untuk digunakan (Hadihardaja 1997).
Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung berdasarkan data laboratorium.
Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung menggunakan metode Alpha (α)
sebagai berikut (sumber: Pradoto 1989):
- Cara α dari Tomlinson
Cara ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus, tanah berbutir kasar,
maupun tanah pada umumnya.
Untuk tanah berbutir halus:
Qf= 𝛼 × 𝑐 × 𝐴𝑐 + 𝐾 × 𝑞 × tan (𝛿) × 𝐴𝑠 (44)
Dimana:
α : faktor adhesi yang merupakan fungsi dari kohesi atau hasil undrained
shearing strength
c : kohesi atau hasil undrained shearing strength
K : coefficient of lateral preassure, harganya terletak antara Ko sampai 1.75,
Dimana:
Ko = (1 − 𝑠𝑖𝑛∅)√𝑂𝐶𝑅 (45)
OCR : Over consolidation ratio (qc/qo)
qc : preconsolidated pressure
qo : overburden pressure
∅ : sudut geser dalam (biasanya diambil tegangan efektifnya)
δ : sudut geser efektif antara tanah dan material tiang
As : luas selimut tiang pancang yang menerima geser
2.4 Pondasi Jembatan
Pondasi jembatan berfungsi untuk menyalurkan seluruh beban vertikal
maupun horizontal dari stuktur di atasnya ke tanah tanpa menyebabkan keruntuhan
18
geser dan penurunan yang berlebihan pada tanah maupun pondasi. Pemilihan jenis
pondasi ini didasarkan pada kedalaman tanah keras, keadaan lokasi setempat, tipe
bangunan, keadaan propertis lapisan tanah, kemampuan pondasi tersebut untuk
menyalurkan beban, serta ditinjau juga terhadap efisiensi proses dan biaya dari
penerapan pondasi tersebut. Secara umum jenis pondasi yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Pondasi dangkal.
Pada umumnya pondasi dangkal digunakan untuk kondisi lapisan tanah keras
terletak di dekat permukaan tanah. Pondasi dangkal ini terdiri dari jenis pondasi
telapak, pondasi menerus, serta pondasi rakit.
b. Pondasi dalam
Pondasi dalam terdiri dari pondasi bored pile (dengan casing atau tanpa
casing), pondasi caisson, serta pondasi tiang. Pondasi dalam biasanya digunakan
untuk jenis struktur dengan beban yang relatif besar namun tanah keras berada jauh
di bawah permukaan tanah.
Pondasi tiang merupakan salah satu teknologi pondasi yang sering digunakan
untuk struktur bangunan dengan beban yang besar. Daya dukung untuk pondasi
tiang ini terdiri dari dua jenis yakni daya dukung tahanan ujung dan daya dukung
gesekan (friksi). Daya dukung tahanan ujung lebih ditekankan apabila pondasi tiang
ditanamkan hingga masuk sampai lapisan tanah keras. Tiang tipe ini disebut end
bearing pile atau point bearing piles. Sedangkan daya dukung yang berasal dari
daya lekatan tiang dan tanah lebih ditekankan pada kondisi ketika tiang tidak dapat
mencapai lapisan tanah keras. Tiang seperti ini disebut friction pile. Selain itu, daya
dukung pada pondasi tiang ini juga dapat berupa friction dan end bearing capacity.
Tiang pancang dapat dibedakan dari material utama pembuatnya, yakni tiang
pancang kayu, tiang pancang beton serta tiang pancang baja. CP 2004 dalam
Pradoto 1989 juga mengklasifikasikan tiang untuk pondasi tiang menjadi 3 bagian
sebagai berikut:
1. Tiang perpindahan besar (Large displacement piles)
Tiang ini adalah tiang masif ataupun tiang berlubang dengan ujung tertutup.
Pelaksanaan di lapangan dapat dengan dipancang atau ditekan sampai elevasi
yang dituju sehingga terjadi perpindahan/terdesaknya lapis tanah.
2. Tiang Perpindahan kecil (Small displacement piles)
Tiang ini memiliki penampang yang lebih kecil dari pada tiang tipe Large
displacement. Contohnya adalah tiang baja penampang H atau I, tiang pipa,
atau tiang box dengan ujung terbuka yang memungkinkan tanah masuk ke
penampang yang berlubang.
3. Tiang tanpa perpindahan (Non displacement piles)
Tiang tipe ini dibuat dengan memindahkan tanah terlebih dahulu untuk
kemudian dapat dilaksanakan pengisian lobang tersebut dengan tiang.
Penentuan kedalaman tiang pada pondasi tiang harus mempertimbangkan
beberapa hal berikut (BMS section 4 1992):
a. Daya dukung dan sifat kompresibilitas dari tanah atau batuan
b. Penurunan yang diizinkan dari struktur
c. Perkiraan kedalaman gerusan
d. Kemungkinan pergerakan tanah
e. Penggalian atau pengerukan dikemudian hari yang berdekatan dengan pondasi
f. Letak dan kedalaman pondasi struktur yang berdekatan
19
g. Muka air tanah
Biasanya, dalam perancangan pondasi jembatan dengan tipe tiang pancang,
tiang yang digunakan bukan berupa tiang tunggal melainkan tiang dalam grup.
Berdasarkan RSNI-T-12-2004, jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan
terhadap kondisi dari tanah dan harus dipilih dengan memperhatikan pemadatan
dan metode pemasangan/pelaksanaannya. Jarak tiang harus diukur dari as ke as.
Untuk tiang-tiang yang paralel, jarak minimum tiang adalah 5 kali diameter atau
jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung dalam suatu kumpulan kepala
tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi terdekat dari kumpulan
kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang harus tertanam ke dalam
beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material yang rusak akibat
pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton dan pipa baja yang diisi beton harus
dibuat kait angkur atau pembesian yang diperpanjang kedalam pilecap beton, maka
masuknya kepala tiang dapat dikurangi sampai 100 mm.
Lebih lanjut lagi, Pradoto 1989 menjelaskan spasi setiap tiang dalam suatu
grup tiang pondasi umumnya bervariasi antara 2 kali diameter tiang (2D) hingga 6
kali diameter tiang (6D). Selain itu, spasi ini juga bervariasi berdasarkan fungsi pile
serta klasifikasi tanah yakni sebagai berikut:
Berdasarkan fungsi pile
- sebagai friction pile minimum S = 3D
- sebagai end bearing pile minimum S = 2.5 D
Berdasarkan klasifikasi tanah
- terletak pada lapisan tanah liat keras minimum S = 3.5D
- terletak di daerah lapis padat minimum S = 2D
Spasi dalam grup tiang akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan
daya dukung dari grup tiang tersebut. Pengaruh dari spasi ini akan menentukan
besarnya efisiensi daya dukung grup tiang. Spasi antar tiang dalam grup tiang yang
berdekatan menyebabkan adanya pemakaian bersama area lapisan tanah dalam
menyalurkan beban. Hal ini menyebabkan daya dukung maksimum grup tiang tidak
dapat dihitung dengan mengalikan kapasitas daya dukung satu tiang dengan jumlah
banyaknya tiang. Untuk itu diperlukan adanya efisiensi grup tiang.
Daya dukung maksimum grup tiang dapat dihitung berdasarkan anggapan
keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure). Keruntuhan tiang tunggal ini
dapat diterapkan untuk tanah tipe c-soils, ∅-soils, serta c-∅ soils yang memenuhi
syarat minimum spasi. Sedangkan untuk kondisi yang dijabarkan di bawah ini,
kapasitas daya dukung tiang maksimum grup harus dihitung berdasarkan anggapan
keruntuhan blok (block failure). Kondisi tersebut adalah (Pradoto 1989):
- Biasanya untuk tanah c-soils yang lunak atau tanah pasir lepas
- Untuk tanah liat keras dan tanah pasir padat yang mempunyai spasi S < 3D
Di dalam grup tiang gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom)
didistribusikan pada grup tiang berdasarkan rumus elastisitas sebagai berikut:
Qum = 𝑉
𝑛 ±
𝑀𝑦 × 𝑋
∑𝑋2 ±
𝑀𝑥 × 𝑌
∑𝑌2 (46)
Dimana:
Qum : beban aksial untuk sembarang anggota member tiang (Qi)
V : beban vertikal total yang bekerja pada titik pusat grup tiang
n : banyak tiang dalam grup
20
Mx, My : momen pada arah sebagai x dan sebagai Y
X, Y : jarak dari tiang terhadap sumbu X dan Y
Dalam perancangan tiang-tiang pondasi, diperlukan kriteria perancangan
yang didasarkan pada hal berikut:
- Hult yakni gaya horizontal yang merupakan fungsi dari sifat-sifat tanah harus
lebih besar dari gaya horizontal yang dikenakan pada tiang tunggal biasa yakni
H working load (Hwl). Hwl dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:
Hwl = ∑𝐻
∑𝑛 (47)
- Kestabilan perancangan defleksi yang terjadi < defleksi yang diizinkan.
Perancangan defeksi tiang yang terjadi dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut:
Untuk tipe kepala tiang bebas
𝑌 =𝐻(𝑒 × 𝑧𝑓)3
3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝 (48)
Untuk kepala tiang terjepit
𝑌 =2𝐻(𝑒+𝑧𝑓)3
3 𝐸𝑝 × 𝐼𝑝 (49)
Dimana:
zf : jarak dari surface ke titik jepit dasar
Ep : modulus elastisitas tiang
Ip : Momen Inersia tiang
Selain itu perlu diperhitungkan besarnya penurunan yang terjadi. Pada lapisan
tanah berbutir halus, settlement yang dominan terjadi adalah consolidation
settlement. Sebaliknya pada lapis tanah berbutir kasar, settlement yang dominan
terjadi adalah immediate settlement. Jika tanah tersebut murni hanya terdiri dari
tanah berbutir kasar, maka consolidation settlement tidak terjadi. Besarnya
settlement yang dizinkan adalah sebesar 25 mm.
Berdasarkan BMS Vol 2 1992, penurunan tiang tunggal dapat diperkirakan
dengan cara elastis sebagai berikut:
- Tiang terapung atau tahan lekat
𝑠 =𝑃
𝑑 𝐸𝑠× 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣 (50)
- Tiang tahan ujung
𝑠 =𝑃
𝑑 𝐸𝑠× 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅ℎ × 𝑅𝑣 (51)
Dimana:
P : beban rencana yang bekerja
d : diameter tiang
Es : modulus young tanah rencana
Io : faktor pengaruh tiang kaku dalam lapis merata yang dalam
(Gambar 3)
21
Rk, Rh, Rb, Rv : faktor kohesi untuk pengaruh tiang terhadap kompresibilitas
kedalaman tanah, kekakuan lapis pendukung dan
perbandingan Poisson Vs. Grafik untuk menentukan Rk, Rh,
Rb, dan Rv ditampilkan pada Lampiran 7.
Gambar 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual
Vol 2 1992)
Penurunan dalam kelompok tiang dapat dihubungkan dengan penurunan
tiang tunggal dengan beban rata-rata yang sama seperti tiang dalam kelompok, oleh:
𝑠𝑔 = 𝑅𝑠 × 𝑆 (52)
Dengan:
Sg : penurunan rencana kelompok tiang
S : penurunan rencana tiang tunggal
Rs : nilai perbandingan penurunan
Untuk kelompok yang mempunyai lebih dari 25 tiang, Rs dapat diekstrapolasi
dari nilai-nilai untuk kelompok 16 tiang dan 25 tiang dengan penggunaan rumus
berikut:
𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) (√𝑛 − 5) + 𝑅25 (53)
2.5 Pilar Jembatan
Pilar berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas ke pondasi.
Perhitungan pilar meliputi penentuan bentuk, penentuan pembebanan yang terjadi,
dimensi dan mutu bahan pilar, serta peninjauan kestabilan pilar terhadap geser dan
guling. Pilar jembatan dan pilar yang berupa kepala kumpulan tiang harus
direncanakan untuk dapat menahan beban mati, beban pelaksanaan, beban hidup
akibat lalu lintas, beban angin pada struktur atas, gaya-gaya akibat aliran air,
pengaruh suhu dan susut, tekanan lateral tanah, dan tekanan air, gerusan, tumbukan
22
serta beban gempa bumi. Pilar jembatan harus direncanakan untuk mempunyai
kapasitas struktural yang memadai, dengan pergerakan yang dapat diterima sebagai
akibat dari kombinasi beban-beban, serta kapasitas dukungan pondasi yang aman
dan penurunan yang dapat diterima (RSNI-T-12-2004).
Tiang direncanakan dengan hubungan kaku ke dalam balok cap. Tebal balok
cap dari diameter pilar dapat diperkirakan tetapi umumnya tidak kurang dari 1000
mm. Bentuk umum dari pilar ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual
Vol 1)
2.6 Beton Bertulangan
Beton sederhana terbuat dari perkerasan campuran semen, air, agregat halus,
agregat kasar, serta bahan tambahan lainnya (jika diperlukan). Kekuatan nominal
beton terdiri dari kuat tekan, kuat tarik, serta kuat tarik lentur. Kuat tekan beton
ditentukan berdasarkan tes uji silinder beton saat beton berusia 28 hari. Kuat tekan
beton ini dipengaruhi faktor air semen (FAS), tipe semen, agregat, bahan tambahan,
kecepatan pembebanan, umur beton, serta kelembaban dan temperatur ketika beton
mengeras. RSNI-T-12-2004 mensyaratkan, beton dengan kuat tekan (benda uji
silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam
pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak
dituntut persyaratan kekuatan.
Beton mempunyai kekuatan tekan tinggi namun memiliki kekuatan tarik yang
rendah. Untuk itu, pada beton perlu dilakukan penguatan pada daerah tarik dari
23
penampang untuk mengatasi kelemahan terhadap tarik tersebut. Penguatan terhadap
tarikan ini dapat dilakukan dengan menambahkan tulangan baja ke dalam struktur
beton. Teknologi ini dinamakan sebagai beton bertulang. Beton bertulang
merupakan beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak
kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan
direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama
dalam menahan gaya yang bekerja (RSNI-T-12-2004).
Perencanaan struktur beton bertulang di bawah ini di dasarkan pada RSNI T-
12-2004
1. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Lentur
Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus
memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta
konsisten dengan anggapan:
- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur
- Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan
beton.
- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.
Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap
dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekuivalen, yang diasumsikan bahwa
tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekuivalen yang
dibatasi oleh tepi tertekan terluar dari penampang dan suatu garis yang sejajar
dengan sumbu netral sejarak a = β/c dari tepi tertekan terluar tersebut. Faktor β
harus diambil sebesar:
β = 0,85 untuk fc’ < 30 MPa (54)
β = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30 ) untuk fc’ > 30 Mpa (55)
Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani
kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai
yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui
0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk
penampang. Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb
untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.
2. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Geser
Perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan pada :
Vu < φ Vn (56)
Di mana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, dan
Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari
Vn = Vc + Vs (57)
Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat
geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk komponen struktur
yang dibebani geser dan lentur saja, berlaku:
𝑉𝑐 = (√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (58)
24
Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial berlaku:
𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢
14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (59)
Untuk komponen yang dibebani gaya tarik aksial yang besar, kuat geser dapat
dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci dari,
𝑉𝑐 = (1 +0,3 𝑁𝑢
𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑 (60)
Apabila 0,5∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 ≤ ∅𝑉𝑐 harus dipasang tulangan minimum sesuai
dengan,
𝐴𝑣(min) =1
3(𝑏𝑤×𝑠
𝑓𝑦) (61)
Apabila 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 maka batas spasi maksimum dan luas tulangan geser
dapat dihitung berdasarkan aturan:
𝑉𝑠 =𝐴𝑣×𝑓𝑦×𝑑
𝑠 (62)
3. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Puntir
Kekuatan puntir balok harus direncanakan berdasarkan hubungan:
𝑇𝑢 ≤ ∅𝑇𝑛 (63)
Di mana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir
nominal yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan
oleh tulangan Ts. Berdasarkan McCormac 2004 pengaruh torsi dapat diabaikan
untuk tulangan non pratekan jika:
𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝) (64)
Dimana :
Acp: luas seluruh penampang (termasuk luas lubang dalam batang berlubang)
Pcp: keliling dari seluruh penampang
4. Perencanaan Kolom Langsing
Untuk menentukan jenis kolom langsing, kolom harus dikelompokkan
sebagai tidak bergoyang atau bergoyang. Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan
untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi:
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2) (65)
Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila:
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 22 (66)
Faktor panjang efektif (K) didefinisikan pada Gambar 5:
25
Gambar 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004)
Komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban
aksial terfaktor Pu dan momen terfaktor yang diperbesar, Mc, yang didefinisikan
sebagai :
𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2 (67)
Faktor pembesaran momen untuk kolom yang tidak bergoyang adalah
𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚
1−(𝑃𝑢
0,75×𝑃𝑐)> 1,0 (68)
Untuk komponen struktur yang tidak bergoyang dan tanpa beban transversal
diantara tumpuan, maka Cm dapat diambil:
𝐶𝑚 = 0,6 + 0,4 (𝑀1
𝑀2) > 0,4 (69)
Beban tekuk (Pc) dapat diambil dari:
𝑃𝑐 =𝜋2×𝐸𝐼
(𝐾𝐿𝑢)2 (70)
Bila tidak melalui perhitungan yang lebih akurat, EI dapat diambil lebih
konservatif sebesar:
𝐸𝐼 =0,4×𝐸𝑐×𝐼𝑔
1+𝛽𝑑 (71)
5. Persyaratan tulangan untuk kolom
Luas dari tulangan memanjang kolom harus :
- Tidak kurang dari 0,01 Ag;
- Tidak melebihi 0,08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan
mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan
persilangan dari bagian- bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan
perlu dikurangi.
Rasio tulangan spiral (ρs) tidak boleh kurang dari:
𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔
𝐴𝑐− 1) (
𝑓𝑐′
𝑓𝑦) (72)
26
3 METODE
Struktur yang ditinjau ini berada pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung
(25,785 km) yakni berupa struktur bawah dari jembatan layang yang merupakan
bagian dari jalan tol tersebut. Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung memiliki
panjang 25,785 km (STA 0+0 hingga STA 25+785). Proyek diawali di daerah
Cimanggis Depok hingga Cibitung Bekasi. Investor proyek Jalan Tol Cimanggis-
Cibitung adalah Cimanggis-Cibitung Tollways A Bakrie Company dengan
konsultan perencana adalah PT Perentjana Djaja. Lokasi proyek ditampilkan pada
Gambar 6 dan penampang memanjang jembatan layang ditampilkan pada Gambar
7.
Gambar 6 Lokasi proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
Gambar 7 Penampang memanjang jembatan layang
Jalan Tol Cimanggis-Cibitung terdiri dari jalan serta jembatan. Jembatan
layang yang ditinjau ini terdiri dari dua jalur lalu lintas dengan total lebar struktur
atas jembatan adalah 34,1 m serta bentang jembatan sepanjang 35 m. Kedua jalur
lalu lintas ini dipisahkan (tidak menyatu) strukturnya sejauh 1,5 m dengan lebar
setiap jalur adalah 16,3 m (temasuk bahu jalan selebar masing-masing 0,5 m pada
sisi kiri dan kanan). Super struktur jembatan terdiri dari 5 buah girder dengan tipe
PCU untuk masing-masing jalur lalu lintas. Struktur yang khusus ditinjau dalam
penelitian ini adalah bagian struktur bawah yang terdiri dari pilar P40 serta
pondasinya. Pilar P40 ini rencananya ditempatkan di jalur sungai Cikeas yakni
27
STA.4+388. Pilar P40 dirancang dengan ketinggian mencapai 17,8 m dengan
membentuk huruf “Y” untuk menopang kedua jalur lalu lintas di atasnya. Gambar
rencana awal pilar P40 ditampilkan pada Gambar 11 .
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Juni 2014.
Struktur yang ditinjau adalah Pilar P40 (STA.4+388). Analisis data dilakukan di
kantor PT. Perentjana Djaja, Jakarta Selatan serta di kampus Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Bahan penelitian merupakan data
sekunder dari PT Perentjana Djaja untuk Proyek Perencanaan Teknis Cimanggis-
Cibitung (25.785 Km) Toll Way dan dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BAPEDAS) Citarum-Ciliwung, Bogor yang terdiri dari:
1. Gambar Rencana Pilar P40 (Gambar 11)
2. Data tanah hasil pengujian Bor (DB 25-DB27), Sondir (S7), dan laboratorium
(DB25-DB27).
3. Data curah hujan harian maksimum tahun 2001-2010 stasiun cuaca Bogor,
Depok, dan Cibitung
4. Data Plan and Profil Jalan Tol Cimanggis-Cibitung
5. Peta DAS Cikeas.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: software
ArcGIS 10, SAP 2000 versi 14, AutoCAD 2010, Microsoft Excel 2013, Laptop,
Peraturan Teknis Perencanaan Jembatan. Diagram alir tahapan penelitian
ditampilkan pada Gambar 8, 9 dan 10 sedangkan tahapan perhitungan ditampilkan
pada Lampiran 10.
Gambar 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah
Mulai
Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan
Perhitungan daya dukung tanah
Uji Bor Uji Sondir Uji Laboratorium
Qs Qp Qs Qp Qs Qp
𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑠
5+
𝑄𝑝
3 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑄𝑠
5+
𝑄𝑝
3 𝑄𝑎𝑙𝑙 =
𝑄𝑠
5+
𝑄𝑝
3
Daya dukung izin 1 tiang (Qall)
A
28
Gambar 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas
Mulai
Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan
Perhitungan curah hujan maksimum harian area DAS Cikeas
Metode Isohyet : 𝑅 =
𝑑0+𝑑1
2 𝐴1+
𝑑1+𝑑2
2 𝐴2+ … +
𝑑𝑛−1+𝑑𝑛
2 𝐴2
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛
Gumbel Normal Log Normal
Perhitungan curah hujan rencana
B
Penentuan jenis distribusi probabilitas (persyaratan parameter statistik dan Metode Smirnov-Kolmogorof)
Log Pearson III
Perhitungan intensitas hujan rencana
Metode Mononobe : 𝐼 = 𝑋24
24× (
24
𝑡)
2
3
Perhitungan debit rencana periode ulang 50 tahunan Metode Rasional : Q
50 = 0,278 I
50 ∑ (A x C)
Perhitungan kecepatan aliran sungai
Metode rasional Mononobe : 𝑉 = 72 × (𝐻
𝐿)0,6
Perhitungan ketinggian rencana muka air banjir periode ulang 50 tahunan
29
Gambar 10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar
Cek terhadap penurunan tiang (S)
𝑆 =𝑃𝑢×𝐼
𝐸𝑠×𝑑
Desain tulangan pondasi
Desain tulangan pile cap
Penyusunan laporan
Mu ≤ ∅ Mn Vu ≤ ∅ Vn Tu ≤ ∅ Tn
A B
Perhitungan beban-beban yang bekerja
Kombinasi beban
Perhitungan gaya dalam pada pilar
Desain tulangan pilar
Merancang pondasi grup
Efisiensi Grup (Eg) = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛
90×𝑚×𝑛
Distribusi beban 1 Tiang (Qi)
Qi = 𝑉
𝑛 ±
𝑀𝑦 × 𝑋
∑ 𝑋2 ±
𝑀𝑥 × 𝑌
∑ 𝑌2
Cek terhadap kapasitas lateral tiang (Hu)
𝐻𝑢 =2 × 𝑀𝑢
𝑒 + 0,54√𝐻𝑢
𝛾𝐵𝐾𝑝
Qall >Qi
Selesai
Tidak
Ya
Ya
Tidak
30
Gambar 11 Rencana awal pilar P40
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas
Pilar P40 direncanakan ditempatkan di sekitar tepi sungai Cikeas sehingga
perlu dianalisis ketinggian muka air banjir sungai Cikeas tersebut. Untuk
menganalisis ketinggian muka air banjir rencana pada sungai Cikeas digunakan
data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (2001-2010) dari beberapa
stasiun cuaca yakni Stasiun Cuaca Bogor yang terletak di 106° 47' 36.66" BT; 6°
36' 06.53" LS , Stasiun Cuaca Depok yang terletak di 106° 49' 12.30" BT; 6° 23'
45.00" LS dan Stasiun Cuaca Bekasi yang terletak di 107° 02' 25.03" BT; 6° 20'
16.01" LS. Data curah hujan harian maksimum ketiga stasiun cuaca ini digunakan
untuk memprediksi curah hujan area menggunakan metode Isohyet.
4.1.1 Analisis Curah Hujan Area Menggunakan Metode Isohyet
Curah hujan area merupakan besaran curah hujan yang berada pada DAS
Cikeas pada satuan waktu tertentu. Untuk menganalisis curah hujan area tersebut
digunakan metode Isohyet (persamaan 73) yakni dengan menghubungkan lokasi
yang memiliki curah hujan seragam sehingga membentuk suatu kontur curah hujan.
31
Kontur curah hujan seragam ini akan membentuk suatu luasan polygon yang
dibatasi oleh batas DAS. Analisis kontur curah hujan serta luasan polygon ini
dilakukan dengan menggunakan software ARC-GIS. Contoh hasil analisis kontur
curah hujan menggunakan software ARC-GIS ditampilkan pada Gambar 12. Hasil
analisis curah hujan area sub-DAS Cikeas serta curah hujan harian maksimum 10
tahunan ke tiga stasiun cuaca tersebut ditampilkan pada Tabel 5.
𝑅 =
𝑑0+𝑑1
2 𝐴1+
𝑑1+𝑑2
2 𝐴2+ … +
𝑑𝑛−1+𝑑𝑛
2 𝐴2
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛 (73)
Tabel 5 Curah hujan area sub-DAS Cikeas
Tahun Curah Hujan Setiap Stasiun Cuaca (mm) Hasil
Perhitungan Isohyet
(mm) Bogor Cibitung Depok
2001 108 98 118 110
2002 127 138 148 135
2003 123 83 223 149
2004 142 127 249 173
2005 127 123 106 120
2006 136 82 244 163
2007 156 78 132 139
2008 105 120 118 111
2009 115 80 134 116
2010 145 105 110 129
Gambar 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006
4.1.2 Penentuan Metode Distribusi Probabilitas
Untuk memperoleh nilai hujan rencana, data curah hujan sub-DAS Cikeas
tersebut perlu dianalisis menggunakan distribusi probabilitas kontinu. Analisis
32
frekuensi menggunakan distribusi probablitas kontinu dapat dilakukan
menggunakan beberapa metode, yakni Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log
Pearson III. Keempat metode ini perlu diuji kesesuaian penggunaannya terhadap
data yang dimiliki dengan menghitung parameter statistik atau dengan
menggunakan metode Smirnov Kolmogorov.
1. Metode Parameter Statistik
Metode parameter statistik didasarkan pada kecocokan nilai koefisien
kurtosis, kepencengan, serta koefisien variasi hasil perhitungan terhadap nilai
standar yang diterapkan. Hasil perhitungan metode statistik dijabarkan pada
Lampiran 1 sedangkan hasil perhitungan terhadap standar deviasi, koefisien
Skewness dan Kurtosis ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis
Keterangan Gumbel dan Normal Log Normal dan Log Pearson III
Standar Deviasi 21,76 0,07
Koefisien Skewness (Cs) 0,62 0,42
Koefisien Kurtosis (Ck) 3,30 3,03
Perhitungan untuk persyaratan metode Log Normal dijabarkan sebagai
berikut:
Koefisien variasi (Cv) = 𝑆𝑑
𝑋
= 0,03
Cs = Cv3 +3 Cv
Cs = 0,096
Ck = Cv8 + 6 Cv
6 + 15 Cv4 + 16 Cv
2 + 3
Ck = 3,016
Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik metode Gumbel,
Normal, Log Normal, dan Log Pearson III ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan Statistik
Metode Syarat Hasil
Gumbel Cs= 1,14 0,622
Ck= 5.4 3,301
Normal Cs ≈ 0 0,622
Ck ≈ 3 3,301
Log Normal Cs = 0,096 0,417
Ck = 3,016 3,028
Log pearson III Cs = selain nilai diatas 0,417
Ck = selain nilai diatas 3,028
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut, metode terbaik yang dapat
digunakan adalah metode Normal dan Log Normal. Untuk lebih meyakinkan lagi
33
ketepatan pemilihan metode ini, data curah hujan ini perlu dianalisis menggunakan
metode Smirnov-Kolmogorof.
2. Metode Smirnov-Kolmogorof
Metode Smirnov-Kolgomorof yang digunakan ini adalah secara analitis
untuk menganalisis kesesuaian metode Normal dan Log Normal. Penggunaan
metode Smirnov-Kolmogorof didahului dengan menentukan peluang empiris
masing-masing data yang diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil
menggunakan metode Weibull. Selisih antara peluang empiris dan peluang teoritis
ini akan menghasilkan suatu simpangan maksimum yang harus memenuhi
persyaratan terhadap simpangan kritis. Hasil perhitungan metode Smirnov-
Kolmogorov untuk Metode Normal dan Log Normal ditampilkan pada Lampiran 1.
Dari hasil perhitungan, nilai ∆P maksimum untuk metode Normal adalah
0,112. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41
(sumber Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P maksimum memiliki nilai yang
lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga metode Normal dapat diterima. Untuk
metode Log Normal, nilai ∆P maksimum untuk metode Log Normal adalah 0,106.
Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber:
Kamiana 2011). Hasil perhitungan ∆P memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P
kritis sehingga Metode Log Normal dapat diterima.
Dari kedua metode tersebut, metode Log Normal memiliki simpangan nilai ∆P
maksimum terhadap ∆P kritis yang lebih besar dari pada metode Normal. Hal ini
berarti bahwa metode Log Normal memiliki kesesuaian yang lebih baik untuk
digunakan.
4.1.3 Perhitungan Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana
Nilai hujan rencana ini dianalisis untuk periode ulang 50 tahunan
menggunakan metode Log Normal. Hasil perhitungan deviasi standar dari Log X
pada metode Log Normal adalah 0,068, sedangkan faktor frekuensi untuk periode
ulang 50 tahun adalah 2,05 (Kamiana 2011) sehingga curah hujan rencana 50
tahunan adalah sebesar 184 mm.
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 2,123 + 2,05 × 0,0685
𝑋𝑇 = 184 𝑚𝑚
Untuk data hujan harian, intensitas hujan rencana dapat dihitung
menggunakan persamaan Mononobe sedangkan untuk menentukan waktu
konsentrasi (tc) dapat digunakan Rumus Kirpich. Dari hasil perhitungan, waktu
konsentrasi yang terhitung adalah 6,19 jam sehingga intensitas curah hujan rencana
untuk periode ulang 50 tahun adalah 18,89 mm.
𝑡𝑐 = (0,87×44,7852
1000×0,015)0,385
𝑡𝑐 = 6,19 𝑗𝑎𝑚
𝐼 =184
24× (
24
6,19)
2
3
𝐼 = 18,89 𝑚𝑚
34
4.1.4 Perhitungan Debit Rencana 50 Tahunan
Perhitungan debit rencana 50 tahunan ini menggunakan persamaan Rasional.
DAS Cikeas yang diperhitungkan memiliki luasan sebesar 99,9 km2 yang terdiri
dari berbagai jenis tutupan lahan. Untuk menentukan debit rencana ini, tata guna
lahan tersebut harus diklasifikasikan sesuai dengan nilai koefisien pengalirannya.
Jenis tutupan lahan serta luasan area tutupan lahan tersebut ditampilkan pada Tabel
8.
Tabel 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran (C)
Nama Tutupan Lahan Luas (km2) Nilai C A x C
Air Tawar 1,38 1,00 1,38
Belukar/Semak 2,29 0,65 1,49
Gedung 0,21 0,90 0,19
Hutan 0,10 0,30 0,03
Kebun/Perkebunan 20,86 0,60 12,52
Pemukiman 21,62 0,80 17,29
Rumput/Tanah kosong 10,32 0,70 7,23
Sawah Irigasi 1,92 0,40 0,77
Sawah Tadah Hujan 0,07 0,50 0,03
Tegalan/Ladang 41,14 0,60 24,68
Jumlah 99,91 65,61
Sehingga debit rencana 50 tahunan adalah sebagai berikut:
Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)
= 344,643 m3/dtk
4.1.5 Perhitungan Ketinggian Air Sungai Rencana
Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe
sebagai berikut:
𝑉 = 72 × (𝐻
𝐿)0,6
𝑉 = 5,86𝑚
𝑑𝑡𝑘
Profil sungai diasumsikan berbentuk trapesium dengan lebar dasar sungai
adalah 22,64 m dan lebar muka sungai adalah 26,41 m. Menggunakan informasi ini
didapat tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m. Ketinggian struktur atas pilar pada
lokasi ini adalah 17,8 m sehingga ketinggian ruang bebas vertikal jembatan sudah
terlampaui terhadap ketinggian muka air banjir. Selain itu, ketinggian muka air
banjir ini akan digunakan dalam menentukan beban aliran air dan benda hanyutan
serta tekanan aliran air akibat gempa.
4.2 Analisis Rancangan Pondasi Jembatan
4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah
Kondisi topografi disekitar lokasi pilar cenderung menurun. Lokasi ini berada
di sekitar pemukiman serta jalan raya. Selain itu disekitar lokasi ini terdapat sistem
35
proteksi gas bawah tanah. Kondisi-kondisi ini menyebabkan pemilihan jenis
pondasi yang akan digunakan harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan
terhadap keadaan sekitar misalnya pengaruh getaran apabila dipilih jenis pondasi
tiang pancang.
Daya dukung tanah ditentukan melalui uji lapangan maupun uji laboratorium.
Uji lapangan yang digunakan dalam hal ini adalah Uji Sondir serta Uji Bor. Titik-
titik lokasi pelaksanaan uji lapangan serta pengambilan contoh uji untuk Uji
Laboratorium ditampilkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir
Titik yang ditinjau dalam hal ini adalah data bor serta laboratorium yakni
DB25 (X= 713775248, Y=9294095922), DB 26 (X=713851369, Y=9294071209),
dan DB 27 (X=713843302, Y=294073402). Untuk DB 28 dan S7A tidak dapat
dijadikan acuan karena titik pengujian ini berada di seberang Sungai Cikeas. Untuk
pilar P40 sendiri direncanakan berada di antara DB27 dan tepi sungai.
Dari hasil pengujian Bor dan Laboratorium terlihat bahwa tanah pada lokasi
tersebut cenderung memiliki kesamaan pada setiap titik yang ditinjau. Tanah pada
daerah ini dapat diperkirakan terdiri dari tanah lempung lunak pada lapisan atas,
pasir keras pada pertengahan kedalaman 30 meter, serta dilanjutkan dengan
lempung keras pada kedalaman selanjutnya. Tanah keras dapat dijumpai pada
kedalaman sekitar 11 meter dari permukaan tanah. Keberadaan tanah keras ini dapat
diamati dari hasil pengujian Bor. Hasil pengujian bor tersebut ditampilkan pada
Gambar 14 serta pada Lampiran 11-13. Dari nilai NSPT pada pengujian Bor terlihat
bahwa pada lokasi ini tidak terdapat jenis tanah lensa. Tanah lensa adalah sebuah
kondisi dimana daya dukung tanah cukup tinggi (NSPT diatas 60) namun lapisan
ini tidak cukup tebal, sementara itu dibawah lapisan ini terdapat tanah lunak dengan
daya dukung yang rendah. Tanah lensa ini jika digunakan sebagai lapisan penumpu
pondasi dapat menyebabkan terjadinya penurunan struktur yang cukup besar.
36
Gambar 14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27
1. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Bor (NSPT)
Data yang dihasilkan dari Uji Bor ini adalah berupa nilai NSPT disetiap
kedalaman dari kedalaman 1 m sampai dengan 30 m. Setiap lapisan memiliki
kapasitas daya dukung yang berbeda sehingga perlu diperhitungkan daya dukung
setiap lapisan tanah. Daya dukung ini dianalisis disetiap 1 m ketebalan lapisan tanah
dengan memperhitungkan daya dukung ujung tiang (Qp) dan daya dukung friksi
(Qs). Dalam hal ini, direncanakan pondasi tiang bor berbahan beton bertulang
dengan diameter 1,2 m. Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji
Bor untuk setiap titik uji ditampilkan pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5.
Perbandingan daya dukung tanah ketiga titik uji ini ditampilkan pada Gambar 15.
Gambar 15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 5 10 15 20 25 30
DA
YA D
UK
UN
G (
KN
)
KEDALAMAN (M)
DB 27 DB 26 DB 25
37
Dari gambar tersebut terlihat bahwa daya dukung tanah disekitar permukaan
tanah (0-7 meter) memiliki daya dukung yang rendah dimana jenis tanah pada
kedalaman ini adalah tanah kohesif. Daya dukung tanah mulai meningkat pada
kedalaman sekitar 9 meter dibawah permukaan tanah dimana pada sekitar
kedalaman 9 meter ini jenis tanah merupakan tanah nonkohesif. Dalam hal ini
terlihat bahwa tanah nonkohesif memiliki daya dukung yang lebih mengandalkan
tahanan ujung dari pada tahanan geser. Daya dukung ini selanjutnya menurun mulai
dari kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah. Tanah pada kedalaman ini
merupakan tanah kohesif yakni jenis Silt Cemented Hard. Meskipun tergolong
tanah kohesif, tanah ini dinilai cukup keras sehingga diprediksi bahwa tidak terjadi
penurunan atau amblesan pada struktur di kemudian hari. Namun meskipun begitu,
besarnya penurunan yang mungkin terjadi harus tetap diperhitungkan.
Pilar P40 yang ditinjau berada disekitar titik uji DB27 sehingga daya dukung
yang lebih menggambarkan titik rencana pondasi pilar P40 adalah daya dukung
pada titik DB27. Daya dukung ini diperhitungkan menggunakan tiga nilai referensi
koefisien adhesi (α) dari Reese & Wright, Kulhawy, serta Reese &Oneil.
Perbandingan daya dukung ketiga referensi tersebut ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Perbandingan daya dukung izin tanah 3 referensi faktor Adhesi
Dari perbandingan tersebut dipilih daya dukung yang paling kritis yakni daya
dukung menggunakan referensi koefisien adhesi dari Kulhawy. Daya dukung
tertinggi tersebut terdapat pada kedalaman 22 m dengan daya dukung izin sebesar
5210,541 kN.
2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Laboratorium
Daya dukung tanah berdasarkan data uji laboratorium ini ditentukan
berdasarkan persamaan Meyerhoff, Terzaghi, serta Thomlinson untuk jenis daya
dukung ujung tiang, sedangkan untuk jenis daya dukung friksi ditentukan
berdasarkan Metode Alpha dari Thomlinson yang telah dimodifikasi oleh Borms.
Data hasil uji laboratorium yang tersedia pada proyek ini terbatas pada kedalaman
23,5 meter. Perhitungan ini didasarkan pada jenis tanah pada umumnya (c-∅ Soils).
Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan metode tersebut di atas
dijabarkan pada Lampiran 2, sedangkan daya dukung ujung tiang ketiga metode
dari Terzaghi, Meyerhof dan Thomlinson ditampilkan pada Gambar17 .
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 5 10 15 20 25 30
DA
YA D
UK
UN
G IZ
IN T
AN
AH
(K
N)
KEDALAMAN (M)
Reese & Wright Kulhawy Reese & O'Neil
38
Gambar 17 Perbandingan daya dukung ujung DB27
Rekap daya dukung izin tanah menggunakan data hasil uji laboratorium
ditampilkan pada Tabel 9. Tahanan ujung (Qp) yang digunakan dalam hal ini adalah
tahanan ujung dari Metode Meyerhof. Hal yang mendasari pemilihan ini adalah
tahanan ujung Metode Meyerhof lebih besar dari pada metode lainnya sehingga
memiliki besaran yang lebih mendekati perhitungan daya dukung ujung tiang
menggunakan data Bor.
Tabel 9 Rekap daya dukung izin tanah data Uji Laboratorium titik uji DB27
Kedalaman
(m) Deskripsi tanah
Qp
(kN)
Qs
(kN)
Qult
(kN)
Qall
(kN)
1-1,5 Lempung silt, merah
coklat, medium 327,00 56,41 272,25 83,23
5-5,5 lempung silt, kuning,
medium 658,25 329,51 738,47 202,22
9-9,5 Pasir hitam, very dense 716,85 624,32 1068,49 272,92
13-13,5 Silt cemented, hitam, hard 690,81 860,50 1289,02 314,94
23-23,5 Silt cemented, abu-abu,
hijau, hard 1556,79 2224,51 3158,30 756,17
Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji Laboratorium ini
menghasilkan kapasitas daya dukung yang jauh lebih rendah dari pada hasil
perhitungan daya dukung izin menggunakan data Uji Bor. Perbandingan daya
dukung izin tersebut ditampilkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium
0,00
300,00
600,00
900,00
1200,00
1500,00
1800,00
0 5 10 15 20 25
Qp
(kN
)
Kedalaman (m)
Meyerhof Terzaghi Thomlinson
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 5 10 15 20 25 30
DA
YA D
UK
UN
G 1
TIA
NG
M (
KN
)
KEDALAMAN (M)
Uji Bor Uji Lab
39
Perbedaan ini disebabkan oleh kurang lengkapnya data hasil pengujian
laboratorium yang dimiliki dalam proyek ini. Data laboratorium yang tersedia
lengkap hanya mencakup tanah pada kedalaman sekitar 7 meter di bawah
permukaan tanah yang merupakan jenis tanah kohesif sedangkan pada kedalaman
dibawah 11 meter dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 22 meter,
lapisan tanah adalah tergolong nonkohesif. Pada kedalaman 22 meter sampai
dengan kedalaman 30 meter jenis tanah kembali merupakan tanah kohesif.
Perhitungan di atas menggunakan asumsi bahwa parameter hasil pengujian
laboratorium adalah seragam untuk semua jenis lapisan tanah sehingga
menghasilkan daya dukung tanah yang tidak menggambarkan keadaan tanah
sesungguhnya. Dari grafik terlihat bahwa untuk jenis tanah kohesif (kedalaman 0-
7 meter dan kedalaman 22-30 meter) daya dukung tanah yang terhitung
menggunakan data laboratorium cenderung mendekati hasil perhitungan
menggunakan data uji Bor, sedangkan pada kedalaman 7-22 meter terlihat
perbedaan yang sangat signifikan antara kedua metode ini. Berdasarkan hal tersebut,
maka hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan uji laboratorium tidak
dapat digunakan dalam perencanaan ini, sehingga dalam hal ini digunakan kapasitas
daya dukung 1 tiang dengan diameter 1,2 m menggunakan data uji bor yakni
sebesar 5210,541 kN dengan kedalaman pondasi 22 m.
4.2.2 Analisis Pembebanan pada Pondasi
Pembebanan yang direncanakan bekerja pada pondasi ini mengacu pada
RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Beban yang
diperhitungkan dalam hal ini adalah berat sendiri struktur, beban mati tambahan,
beban lalu lintas berupa beban lajur “D”, gaya rem, gaya aliran air, beban akibat
benda hanyutan, beban angin, beban gempa, serta tekanan air akibat gempa.
- Berat Sendiri Struktur
Berat sendiri struktur yang diperhitungkan adalah berupa berat sendiri
struktur atas, kepala pilar (pier head), pilar, serta pile cap. Hasil perhitungan berat
sendiri struktur ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Berat sendiri struktur
Jumlah Volume (m3) Berat Jenis Berat (kN)
Struktur Atas
Slab 2 268,65 25 kN/m3 6716,33
Deck Slab 2 81,76 25 kN/m3 2044,10
Balok
Prategang 10 - 32,48 kN/m 11637,58
Diafragma 48 - 3,88 kN/m 186,24
Struktur
Bawah
Pilar 1 408,07 25 kN/m3 10201,68
Kepala Pilar 1 284,87 25 kN/m3 7121,81
Pile cap 1 1199,52 25 kN/m3 29988
Total Berat Sendiri 67895,75
- Beban Lajur
Beban lajur yang diperhitungkan untuk jembatan bentang panjang adalah
jenis beban lajur “D”. Beban lajur ini terdiri dari beban tersebar merata (UDL) serta
40
beban garis (KEL). Untuk bentang jembatan lebih dari 30 m, intensitas beban UDL
(q) dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑞 = 9 (0,5 +15
𝐿) (74)
𝑞 = 8,26 𝑘𝑁/𝑚2
Dengan mengalikan intensitas beban UDL terhadap luas pengaruh beban
tersebut didapat beban UDL sebesar 4302,81 kN untuk satu jalur kendaraan. Beban
KEL diambil sebesar 49 kN/m dengan faktor beban dinamis sebesar 40% sehingga
beban KEL yang terhitung adalah 996,42 kN untuk satu jalur kendaraan. Hasil
perhitungan beban lajur “D” untuk 2 jalur kendaraan ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Beban Lajur “D”
Arah Beban Besar Beban Satuan
Vertikal (P) 10598,46 kN
Horizontal (Vy) 423,94 kN
Momen (My) 10450,08 kN.m
- Beban Tambahan
Hasil perhitungan beban tambahan ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Beban tambahan
Beban Mati
Tambahan
Tebal
(m)
Lebar
(m)
Panjang
(m) Jumlah Berat Jenis Berat (kN)
Lap aspal dan
overlay 0,1 15,3 35,83 2 22 (kN/m3) 2412,08
Railing, lights - - 35,83 2 0,5 (kN/m) 35,83
Instalasi ME - - 35,83 2 0,1(kN/m) 7,16
Air Hujan 0,05 16,3 35,83 1 9,8 (kN/m3) 286,17
Total 2741,25
- Gaya Rem
Besar beban akibat gaya rem diambil sebesar 5% dari beban lajur “D”. Beban
lajur “D” yang diperhitungkan dalam hal ini merupakan beban lajur UDL dengan
intensitas maksimum yakni 9 kN/m2 serta beban KEL tanpa faktor beban dinamis.
Untuk kondisi dua jalur didapat gaya rem seperti Tabel 13.
Tabel 13 Beban akibat gaya rem
Arah Beban Besar Beban Satuan
Vertikal (P) 21,53 kN
Horizontal (Vy) 539,02 kN
Momen (My) 13286,86 kN.m
- Gaya Aliran Air dan Beban Benda Hanyutan
Gaya aliran air yang dipertimbangkan dalam hal ini merupakan gaya seret
nominal. Arah aliran yang dipertimbangkan diasumsikan tegak lurus terhadap pilar
sehingga koefisien seret (Cd) adalah sebesar 0,7. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan informasi berupa kecepatan aliran sungai sebesar 5,83 m/dtk serta
41
tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m didapatkan beban yang bekerja adalah beban
horizontal (Vx) sebesar 113,73 kN dengan momen (Mx) sebesar 533,95 kN.m.
Gaya akibat benda hanyutan dihitung menggunakan koefisien seret (Cd)
sebesar 1,04. Kedalaman minimum benda hanyutan diasumsikan sebesar 1,2 m
dibawah muka air banjir dengan panjang hamparan sebesar 17,9 m (setengah
bentang jembatan) sehingga beban yang terhitung adalah 376,48 kN untuk beban
horizontal (Vx) serta 1541,68 kN.m untuk momen (Mx).
- Beban Angin
Beban angin dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2𝐴𝑏 (75)
Koefisien seret (Cw) yang digunakan adalah 1,25. Beban angin yang
terhitung untuk kondisi layan maupun ultimit ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14 Beban angin
Layan (di bawah pile cap) Ultimit (di atas pile cap)
Vertikal P 38,39 55,28
Horizontal Vx 174,87 251,81
Vy 62,59 90,13
Momen Mx 2981,41 5174,56
My 1003,96 1445,70
- Beban Gempa
Beban gempa dihitung berdasarkan beban gempa statis ekuivalen
menggunakan Persamaan 76 berikut serta dijabarkan pada Tabel 15 :
𝑇𝐸𝑄 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡 (76)
Tabel 15 Beban gempa
Keterangan Besar Satuan
Kekakuan Struktur (Kp) 1149876 kN/m
Faktor tipe bangunan (S) 1,225
Faktor Kepentingan (I) 1,2
Waktu getar (T) 0,35 dtk
Koefisien geser dasar (C) 0,18
Beban gempa yang terhitung adalah sebesar 18690,55 kN arah horizontal (Vx
dan Vy) serta momen sebesar 18690,55 kN.m (Mx dan My) yang bekerja di bawah
pile cap.
- Tekanan Air Lateral Akibat Gempa
Dengan perbandingan b/h<2 digunakan Persamaan 77 berikut:
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏2 × ℎ × (1 −𝑏
4×ℎ) (77)
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 0,22 × 1,2 × 9,8 × 42 × 2,39 × (1 −4
4×2,39)
𝑉𝐸𝑄 = 43,25 𝑘𝑁
42
Dengan dimensi tiang yang sama maka beban horizontal yang bekerja pada
arah X dan Y adalah sama. Momen yang terhitung akibat beban ini adalah 203,07
kN.m.
- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Layan
Kombinasi beban yang digunakan didasarkan pada prinsip keadaan batas
daya layan (Kombinasi 1-6) serta tegangan kerja dengan persentase kelebihan
tegangan sebesar 50% (Kombinasi 7). Kombinasi 7 ini merupakan penjumlahan
aksi-aksi beban mati serta beban gempa dimana beban gempa ini tidak
diperhitungkan dalam kombinasi keadaan batas layan (Kombinasi 1-6). Kombinasi
tersebut ditampilkan pada Tabel 16 sedangkan penjabaran terhadap kombinasi-
kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 7 .
Tabel 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan
P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My (kN.m) Mx (kN.m)
Kombinasi 1 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12
Kombinasi 2 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Kombinasi 3 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41
Kombinasi 4 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04
Kombinasi 5 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26
Kombinasi 6 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26
Kombinasi 7 70637,00 18733,80 18733,80 164869,38 164869,38
- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Ultimit
Beban pada keadaan batas ultimit ini diperhitungkan pada dasar pile cap.
Kombinasi pembebanan yang direncanakan ditampilkan pada Tabel 17 sedangkan
penjabaran terhadap kombinasi-kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 8.:
Tabel 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit
P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx(kN.m) My (kN.m)
Kombinasi 1 112909 302,1731 1841,483 6209,475 44461,33
Kombinasi 2 112862,9 0 1733,326 0 42726,49
Kombinasi 3 112862,9 735,3084 1733,326 3113,442 42726,49
Kombinasi 4 112909 302,1731 1841,483 6209,475 44461,33
Kombinasi 5 112824,2 18733,8 19496,89 164869,4 183679,5
Kombinasi 6 93746,97 735,3084 0 3113,442 0
4.2.3 Desain Pondasi Grup
Pondasi sebagai tiang tunggal dalam perencanaan ini memiliki daya dukung
izin sebesar 5210, 541 kN. Daya dukung izin satu tiang ini diperoleh dari dimensi
tiang bor tunggal dengan diameter 1,2 m dan panjang 22 m. Untuk dapat menahan
pembebanan yang bekerja, pondasi ini harus direncanakan berupa pondasi grup.
Pemilihan dimensi pondasi grup yang tepat didasarkan pada metode Trial and Error
dengan menggunakan prinsip distribusi beban yang bekerja kurang dari daya
dukung 1 izin tiang.
Untuk tiang dalam grup perlu dipertimbangkan efisiensi grup sebagai akibat
adanya pemakaian bersama elemen tanah dalam menahan beban struktur atas. Dari
43
hasil Trial and Error, Grup tiang direncanakan berjumlah 30 (5 x 6 buah tiang)
dengan spasi tiang 3D yakni 3,6 m. Rencana pondasi grup ditampilkan pada
Gambar 19.
Gambar 19 Rencana pondasi grup
Efisiensi ini dihitung menggunakan persamaan Converse-Labarre sebagai
berikut:
Eg = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛
90×𝑚×𝑛 (78)
Eg = 1 − 18,26(6−1)×5+(5−1)×6
90×5×6
Eg = 0,668
Sehingga Daya dukung izin 1 tiang dan daya dukung izin tiang grup adalah
sebagai berikut:
Qatek(1-6) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 (79)
Qatek(1-6) = 3483,561 kN
Daya dukung izin 1 tiang (Qatek) tersebut merupakan daya dukung tiang untuk
menahan beban aksial berupa tekan. Daya dukung tersebut digunakan dalam
kondisi keadaan batas layan (kombinasi 1-6), sedangkan untuk kondisi tegangan
kerja (kombinasi 7) digunakan persen kelebihan beban sebesar 50% sehingga daya
dukung izin yang bekerja adalah sebagai berikut:
Qatek(7) = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔 × 1,5 (80)
Qatek(7) = 5225,342 kN
Daya dukung izin 1 tiang dalam kondisi tarik juga perlu diperhitungkan dalam
hal ini. Daya dukung izin dalam kondisi tarik diperhitungkan sebagai berikut:
Untuk kombinasi 1-6:
44
Qatarik(1-6)=[(0,7 ×𝑄𝑠
5) + (
1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸 (81)
Qatarik(1-6) = (0,7 ×3444,75
5) + (
1
4× 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668
Qatarik(1-6) = 738,075 kN
Untuk kombinasi 7:
Qatarik(7) = [(0,7 ×𝑄𝑠
5) + (
1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸𝑔 × 1,5 (82)
Qatarik(7) = (0,7 ×3444,75
5) + (
1
4× 3,14 × 1,22 × 25 × 22) × 0,668 × 1,5
Qatarik(7) = 1107,114 kN
Daya dukung tiang grup (Qag) untuk tekan aksial keadaan batas layan adalah
sebagai berikut:
Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔 (83)
Qag = 104506,8 kN
Distribusi beban yang diterima setiap tiang dalam pondasi grup tidak sama
pada setiap posisinya sehingga perlu dilakukan pengecekan terhadap distribusi
beban yang bekerja tersebut. Hasil perhitungan distribusi beban setiap pondasi
ditampilkan pada Lampiran 5. Tiang yang menerima distribusi beban paling
maksimum adalah tiang yang berada pada sudut kanan atas grup tiang yakni tiang
nomor 6. Untuk kombinasi 1-7, distribusi beban maksimum berturut-turut adalah
sebesar 2911,89 kN, 2896,95 kN, 2926,72 kN, 2945,94 kN, 2949,08 kN, 2406,70
kN, 5189,62 kN. Pada rencana pondasi tiang grup ini terjadi beban tarik aksial pada
kombinasi ke-7 yakni sebesar 480,49 kN. Beban tarik ini terjadi pada tiang nomor
25 yang berada di kiri ujung kelompok pondasi. Distribusi beban yang paling
maksimum ini selanjutnya perlu dibandingkan terhadap daya dukung izin satu tiang.
Jika distribusi beban paling maksimum lebih kecil daripada daya dukung izin satu
tiang maka rancangan pondasi tiang grup tersebut dikategorikan aman dari segi
beban aksial. Hasil perbandingan tersebut ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang
Beban
Tekan
Daya Dukung
Tekan
Beban
Tarik
Daya Dukung
Tarik Keterangan
Kombinasi 1 2911,89 3483,56 0 738,08 Aman
Kombinasi 2 2896,95 3483,56 0 738,08 Aman
Kombinasi 3 2926,72 3483,56 0 738,08 Aman
Kombinasi 4 2945,94 3483,56 0 738,08 Aman
Kombinasi 5 2949,08 3483,56 0 738,08 Aman
Kombinasi 6 2406,70 3483,56 0 738,076 Aman
Kombinasi 7 5189,62 5225,34 480,49 1107,11 Aman
4.2.4 Daya Dukung Lateral Tiang
Tanah pada lokasi pondasi pilar terdiri dari jenis tanah kohesif dan nonkohesif.
Dalam menentukan daya dukung lateral ini perlu dipilih jenis tanah yang
45
menggambarkan keadaan tanah secara keseluruhan. Dalam hal ini dipilih jenis
tanah nonkohesif. Untuk menghitung daya dukung lateral, sebelumnya perlu
ditentukan jenis tiang (panjang atau pendek, kepala tertahan atau kepala bebas)
menggunakan flexibility factor (β). Tiang pondasi direncanakan sebagai beton
bertulang dengan mutu beton K300 sehingga modulus elastisitas (E) tiang adalah
23452,95 MPa serta Inersia tiang (I) adalah 0,101 m4. Flexibility factor dihitung
sebagai berikut:
𝛽 = √𝐾ℎ×𝐵
4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒
4 (84)
𝛽 = 0,241
𝛽 × 𝐿 = 0,241 × 22 = 5,31
Hasil perkalian antara β dengan panjang tiang adalah 5,31 sehingga tiang
tergolong dalam jenis tiang panjang dengan kepala terjepit. Pada jenis tiang panjang,
keruntuhan struktur yang terjadi adalah berupa keruntuhan bahan tiang sehingga
daya dukung lateral diperhitungkan berdasarkan kekuatan bahan tiang tersebut.
Daya dukung lateral tiang (Hu) diperhitungkan menggunakan metode Borms
sebagai berikut:
𝐻𝑢 =2×𝑀𝑢
𝑒+0,54√𝐻𝑢
𝛾𝐵𝐾𝑝
(85)
𝐻𝑢 =2×11926,19
0+0,54√𝐻𝑢
18,2×1,2×1,7
Dengan metode Trial And Error didapat daya dukung lateral (Hu) sebesar
4395,76 kN. Beban lateral 1 buah tiang adalah sebagai berikut:
𝐻𝑤𝑙 =𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔
𝐻𝑤𝑙 =19496,89
30= 649,89 𝑘𝑁
𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 Ok!
Defleksi tiang pondasi akibat memikul beban lateral dihitung menggunakan
Metode Borms sebagai berikut:
𝑌𝑜 =0,93×𝐻
𝜂ℎ35×(𝐸𝐼)
25
(86)
𝑌𝑜 =0,93×649,89
535×(23452,95×0,101)
25
𝑌𝑜 = 0,544 𝑚𝑚
Mc Nulty (1956) menyarankan perpindahan lateral izin pada bangunan
gedung adalah 6 mm. Sedangkan untuk bangunan-bangunan lain sejenis menara
transmisi 12 mm atau sedikit lebih besar (Pamungkas dan Harianty 2013). Jika
dibandingkan terhadap defleksi tiang pondasi yang terhitung terhadap defleksi atau
perpindahan lateral izin, defleksi tiang pondasi ini termasuk dalam kategori aman.
46
4.2.5 Penurunan Pondasi
Penurunan yang terjadi perlu dipertimbangkan untuk pondasi tiang tunggal
maupun pondasi tiang grup. Berdasarkan BMS 1992 Manual Volume 2, besarnya
penurunan tiang tunggal untuk tipe tiang dukung ujung dihitung sebagai berikut:
𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚
𝐼 = 0,094 × 1,03 × 0,86 × 0,93
𝐼 = 0,077
𝑆 =𝑃𝑢×𝐼
𝐸𝑠×𝑑
𝑆 =(114551,8
30)×0,077
22000×1,2
𝑆 = 11,01 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚…𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑂𝑘‼
Untuk penurunan kelompok tiang adalah sebagai berikut:
𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25
𝑅𝑠 = (1,28 − 1,23) × (√30 − 5) + 1,28
𝑅𝑠 = 1,3
𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆
𝑆𝑔 = 1,3 × 11,01
𝑆𝑔 = 14,35 𝑚𝑚 < 25 𝑚𝑚…𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔 𝑂𝑘‼
4.2.6 Penulangan Tiang Bor
1. Tulangan lentur
Tiang bor yang dirancang ini diasumsikan sebagai tipe kolom tidak
bergoyang atau berpengaku. Untuk merencanakan penulangan pada tiang bor, perlu
diketahui tipe dari tiang tersebut yakni tipe pendek atau tipe langsing. Kelangsingan
tiang dapat diabaikan apabila terpenuhi kondisi sebagai berikut:
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2)
0,85×22
0,3≤ 34 − 12 (
0
1949,69)
62,33 > 34 (Tiang termasuk tipe langsing)
Kondisi di atas tidak memenuhi persyaratan untuk mengabaikan
kelangsingan kolom sehingga tiang pondasi harus dirancang menggunakan
pembesaran momen. Pembesaran momen dihitung sebagai berikut:
𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚
1−(𝑃𝑢
0,75×𝑃𝑐)
𝛿𝑛𝑠 =0,6
1−(6097,81
0,75×15103,1)
𝛿𝑛𝑠 = 1,48
47
Sehingga momen yang terjadi akibat pembesaran adalah:
𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2
𝑀𝑐 = 2891,83 𝑘𝑁.𝑚
𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =𝑀𝑐
𝑃𝑢
𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 0,43 𝑚
𝑒
ℎ=
0,41
1,2= 0,35
Dengan ketebalan selimut beton sebesar 0,08 m, dari diagram interaksi
didapat tulangan maksimum (ρ) sebesar 1,4%. Dengan menggunakan tulangan
berdiameter 32 mm mutu baja (fy) 400 MPa, didapat tulangan pakai sebanyak 20
buah (D32@20).
2. Tulangan Geser
Kekuatan geser batang pondasi bor yang menerima aksial tekan adalah
sebagai berikut:
𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢
14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = (1 +3763633,55
14×1130400) (√24,9
6) 960 × 80
𝑉𝑐 = 79,06 𝑘𝑁
∅𝑉𝑐 = 0,85 × 79,06 = 55,34 𝑘𝑁
∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢
55,34 < 661,04 (𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟)
Jenis sengkang yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sengkang spiral.
Untuk mendesain sengkang dari tiang bor perlu diperhitungkan rasio penulangan
spiral minimum. Rasio penulangan spiral minimum adalah:
𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔
𝐴𝑐− 1) (
𝑓𝑐′
𝑓𝑦)
𝜌𝑠 = 0,45 (1,13
0,84− 1) (
24,9
400)
𝜌𝑠 = 0,93%
Sengkang direncanakan menggunakan tulangan berdiameter 19 mm. Spasi
maksimum sengkang ditentukan sebagai berikut:
𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏)
𝐷𝑐2×𝜌𝑠
𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×200,96 (1040−16)
10402×0,0093
𝑆𝑚𝑎𝑥 = 115,27 𝑚𝑚
Digunakan sengkang spiral D19-100. Penulangan pondasi tiang bor (lentur
dan geser) ditampilkan pada Gambar 20.
48
Gambar 20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor
4.2.7 Penulangan Pile cap
1. Tulangan Geser
Penulangan geser pile cap ditinjau dari geser 1 arah dan geser 2 arah (ponds).
Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 1 arah berjumlah 6 tiang, sehingga
geser aktual (Vu) adalah sebesar 31724,25 kN. Daerah kritis geser 1 arah
ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap
Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah:
𝑉𝑐 =1
6× √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = 57684,28 𝑘𝑁
𝜙𝑉𝑐 = 40379 𝑘𝑁
1
2𝜙𝑉𝑐 = 20189,50 𝑘𝑁
1
2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 1 𝑎𝑟𝑎ℎ) , sehingga harus
dipasang tulangan minimum menggunakan persamaan berikut:
49
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
3×
𝑏𝑤×𝑠
𝑓𝑦
Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 MPa, jarak
spasi 150 mm dan jumlah kaki sengkang15 buah, digunakan sengkang D19-150.
Tiang pondasi yang termasuk daerah kritis geser 2 arah berjumlah 28 tiang,
sehingga geser aktual (Vu) adalah sebesar 105302,58 kN. Daerah kritis geser 2 arah
ditampilkan pada Gambar 22.
Gambar 22 Daerah geser 2 arah pile cap
Tegangan geser maksimum sumbangan beton adalah:
𝑉𝑐1 =1
12× (
(𝛼𝑠×𝑑)
𝑏𝑜+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑 (88)
𝑉𝑐1 =1
12× (
(20×3,4)
29,6+ 2) × √24,9 × 29,6 × 3,4
𝑉𝑐1 = 179839,24 𝑘𝑁
𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑 (89)
𝑉𝑐2 = 0,33 × √24,9 × 29,6 × 3,4
𝑉𝑐2 = 165723,55 𝑘𝑁
Dipilih tegangan geser maksimum kritis yakni 165723,55 kN.
1
2∅𝑉𝑐 = 58003,49 𝑘𝑁
1
2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 (𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 2 𝑎𝑟𝑎ℎ)
Jika sengkang direncanakan berdiameter 19 mm mutu baja 240 Mpa dengan
jarak 150 mm, maka digunakan kaki sengkang berjumlah 15 buah. Digunakan
sengkang D19-150.
2. Tulangan Lentur
Pile cap menahan gaya lentur yang diberikan oleh tiang-tiang pondasi.
Perhitungan penulangan ini dilakukan tiap 1 meter lebar pile cap. Beban per meter
lebar pile cap adalah:
𝑃 =31724,25
16,8
50
𝑃 = 1888,35 𝑘𝑁 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
Momen ultimit yang bekerja pada pile cap dihitung dengan mencari selisih
antara momen akibat pengaruh beban per meter lebar pile cap dengan berat sendiri
per meter lebar pile cap. Momen ultimit yang terhitung adalah 953940,99 kg.m.
Dengan rencana rasio tulangan tekan dan tarik sebesar 0,5 serta diameter tulangan
sebesar 36 mm, di dapat jumlah tulangan tarik yang diperlukan sebanyak 12 buah
dan jumlah tulangan tekan sebanyak 6 buah untuk satu meter lebar pile cap. Jarak
maksimum tulangan tarik terhitung adalah 83,33 mm sehingga digunakan tulangan
tarik D36@12. Jarak maksimum tulangan tekan adalah 166,66 mm sehingga
digunakan tulangan tekan D36@6.
3. Tulangan Torsi
Untuk batang non-pratekan, pengaruh torsi dapat diabaikan jika terpenuhi
persyaratan berikut:
𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝)
𝑇𝑢 <0,7√24,9
12(11304002
3768) = 98711,98 𝑘𝑁.𝑚
Beban torsi pada pile cap adalah 18329,92 kN.m sehingga tidak diperlukan
tulangan torsi.
4.3 Analisis Rancangan Penulangan Pilar
Perancangan tulangan pilar dibagi menjadi 3 bagian, yakni bagian 1
merupakan kaki pilar sedangkan bagian 2 dan 3 merupakan percabangan pilar
(cabang Y). Bagian-bagian pilar ini ditampilkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Bagian-bagian pilar
Perencanaan setiap bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:
51
1. Bagian 1
Gaya-gaya dalam yang bekerja pada elemen struktur hasil analisis
menggunakan software SAP pilar bagian 1 ditampilkan pada Tabel 19.
Tabel 19 Gaya dalam pada pilar bagian 1
Jenis gaya Besar Satuan
P 65974 kN
Vx -10799 kN
Vy 11562,05 kN
Mx (1) 1127,697 kN.m
Mx (2) 113437,7 kN.m
My (1) -11415,3 kN.m
My (2) -127306 kN.m
T -0,124 kN.m
a. Tulangan Lentur
Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan
terhadap pilar sebagai berikut:
- Untuk penulangan lentur arah Y:
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2)
0,85×11,8
1,156≤ 34 − 12 (
11415,32
138134,4)
8,67 < 32,92 (Tidak termasuk tipe langsing)
𝑒 =𝑃
𝑀2
𝑒 = 1,80 𝑚
𝑒
ℎ=
1,80
5= 0,45
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah
0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400
MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah
103 buah (D36@103).
- Untuk penulangan lentur arah X:
𝑒 =𝑃
𝑀2
𝑒 = 1,60 𝑚
𝑒
ℎ=
1,60
5= 0,40
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah
0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400
MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah
103 buah (D36@103).
b. Tulangan Geser
- Arah Y
52
Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai
berikut:
𝑉𝑐 = (1 + (𝑁𝑢
14 𝐴𝑔)) × (
√𝑓𝑐′
6) × 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = 1750,19
𝑉𝑠 =𝑉𝑢
∅− 𝑉𝑐
𝑉𝑠 = 14767,02 𝑘𝑁
Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter
19 mm dengan jumlah kaki 25 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan
adalah:
𝑠 =𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦
𝑉𝑠
𝑠 = 76,76 𝑚𝑚 Digunakan sengkang D19-75
- Arah X
Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan adalah 1750,19 kN
sehingga kuat geser baja yang diperlukan adalah 13676,9 kN. Sengkang
direncanakan berdiameter 19 mm dengan jumlah kaki sebanyak 23 buah sehingga
digunakan sengkang D19-75
c. Tulangan Torsi
Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut:
𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝)
0,124 <0,7√29,05
12(250000002
20000) = 4657,32 𝑘𝑁.𝑚 (tidak perlu tulangan torsi)
Penulangan pada bagian pilar 1 (lentur dan geser) ditampilkan pada Gambar
24.
Gambar 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1
53
2. Bagian 2 dan 3
Gaya-gaya dalam yang berkerja pada elemen struktur hasil analisis
menggunakan software SAP 2000 ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3
Jenis gaya Besar Satuan
P 54901,36 kN
Vx 5915,31 kN
Vy 920,74 kN
Mx (1) 13946,04 kN.m
Mx (2) -22294,54 kN.m
My (1) -8727,04 kN.m
My (2) 0 kN.m
T 37,17 kN.m
a. Tulangan Lentur
Untuk menghitung tulangan lentur pilar perlu dicek pengaruh kelangsingan
terhadap pilar sebagai berikut:
- Untuk penulangan lentur arah Y:
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2)
0,85×9,2
1,01≤ 34 − 12 (
0
8726,88)
10,82 < 34 (Tidak termasuk tipe langsing)
𝑒 =𝑃
𝑀2
𝑒 = 0,158 𝑚
𝑒
ℎ=
0,164
5= 0,039
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah
0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400
MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64
buah (D36@64).
- Untuk penulangan lentur arah X:
𝑒 =𝑃
𝑀2
𝑒 = 0,40 𝑚
𝑒
3,5=
0,42
5= 0,16
Dari pembacaan grafik, didapat jumlah tulangan maksimum pakai (ρ) adalah
0,65%. Tulangan lentur direncanakan menggunakan tulangan mutu baja (fy) 400
MPa dengan diameter 36 mm sehingga jumlah tulangan yang dibutuhkan adalah 64
buah (D36@64).
b. Tulangan Geser
- Arah X
54
Kuat geser beton yang menerima beban aksial tekan ditentukan sebagai
berikut:
𝑉𝑐 = (1 + (𝑁𝑢
14 𝐴𝑔)) × (
√𝑓𝑐′
6) × 𝑏𝑤 × 𝑑
𝑉𝑐 = 1852,487 𝑘𝑁
𝑉𝑠 =𝑉𝑢
∅− 𝑉𝑐
𝑉𝑠 = 6597,95 𝑘𝑁
Sengkang direncanakan menggunakan baja mutu 400 MPa dengan diameter
19 mm dengan jumlah kaki 15 buah, sehingga jarak sengkang yang diperlukan
adalah:
𝑠 =𝐴𝑣×𝑑×𝑓𝑦
𝑉𝑠
𝑠 = 103,081 𝑚𝑚 Digunakan sengkang D19-100.
Untuk geser arah Y digunakan sengkang D19-550 dengan jumlah 2 kaki.
c. Tulangan Torsi
Tulangan torsi tidak diperlukan apabila terpenuhi syarat berikut:
𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝)
37,17 <0,7√29,05
12(100000002
13000)
37,17 < 2239098,07𝑘𝑁.𝑚 (tidak perlu tulangan torsi)
Penulangan pada bagian pilar 2 dan 3 (lentur dan geser) ditampilkan pada
Gambar 25.
Gambar 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3
55
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Debit Sungai Cikeas untuk banjir periode ulang 50 tahunan adalah 344,64
m3/dtk. Pada lokasi pilar P40, tinggi muka air banjir sungai Cikeas adalah 2,4 m.
Tinggi muka air banjir ini menghasilkan beban aliran air, beban benda hanyutan,
serta beban gempa yang diperhitungkan dalam perencanaan pondasi jembatan pilar
P40.
Berdasarkan analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah
menggunakan data uji NSPT yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor
kedalaman 22 m dan diameter pondasi 1,2 m. Formasi pondasi grup direncanakan
berjumlah 30 buah dengan ukuran 5 x 6 buah sehingga ukuran pile cap yang
digunakan adalah 20,4 x 16,8 meter. Rancangan pondasi ini telah aman dari segi
beban aksial, lateral, defleksi tiang, maupun penurunan struktur pondasi. Tiang
pondasi direncanakan dengan bahan beton bertulang. Untuk tulangan lentur
digunakan tulangan diameter 32 mm dengan jumlah 20 buah untuk satu tiang serta
tulangan geser digunakan sengkang D19-100. Sedangkan untuk pile cap, tulangan
lentur pile cap untuk tarik adalah D36@12 sedangkan untuk tekan adalah D36@6.
Tulangan geser digunakan sengkang D19-150 baik untuk geser satu arah maupun
geser dua arah, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan perencanaan
tulangan.
Pilar direncanakan berukuran tinggi 17,8 m, lebar 4 m, serta tebal 4 m.
Tulangan lentur untuk bagian lurus (kaki Y) adalah berdiameter 36 mm yang
berjumlah 103 buah baik pada arah X maupun arah Y. Untuk tulangan geser
digunakan sengkang D19-75, sedangkan untuk tulangan torsi tidak diperlukan
tulangan. Tulangan lentur bagian miring (cabang Y) adalah D36 dengan jumlah 64
untuk arah Y maupun arah X. Untuk tulangan geser digunakan sengkang D19-100.
Tulangan torsi juga tidak diperlukan pada elemen struktur ini.
5.2 Saran
- Data tanah hasil uji laboratorium perlu dilengkapkan sehingga dapat dijadikan
acuan dalam menghitung daya dukung tanah yang lebih representatif
- Perencanaan perlu dilanjutkan untuk menghitung tulangan kepala pilar serta
detail tulangan.
56
6 DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, Adi Pardomuan.2008.Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Bor
Jembatan Mahkota II Samarinda dengan Menggunakan Metode T-Z dan P-Y
serta Metode Elemen Hingga 3 Dimensi. Skripsi. Departemen Teknik Sipil,
Institut Teknologi Bandung.
BMS. 1992. Bridge Design Manual Section 2 Introduction to the Design Manual.
Directorate General of Highways, Ministry of Public Works Republic of
Indonesia
BSN RSNI T-02-2005. 2005. Standar Pembebanan untuk Jembatan. Standar
Nasional Indonesia
BSN RSNI T-12-2004. 2004. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Standar
Nasional Indonesia
BSN SNI 2827:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan Alat Sondir.
Standar Nasional Indonesia
BSN SNI 4153:2008. 2008. Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT. Standar
Nasional Indonesia
BSN SNI 03-4813-1998 Rev 2004. 2004. Cara Uji Triaksial untuk Tanah Kohesif
dalam Keadaan Tidak Terkonsolidasi dan Tidak Terdrainase (UU). Standar
Nasional Indonesia
Effendi, Edward dan Reidesy W, Andrey. 2008. Hubungan Rasio Kedalaman dan
Lebar Pondasi Dangkal Serta Daya Dukung Ijin Pondasi Menggunakan Data
CPT (Cone Penetrometer Test). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Katolik Soegijapranata.
Hadihardaja, Jeotata. 1997. Rekayasa Pondasi II Pondasi Dangkal dan Pondasi
Dalam. Jakarta: Gunadarma Press
Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
Kamiana, I Made. 2010. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Luthfi, A.M. 1973. Mekanika Tanah. Bandung: Badan Penerbit Pustaka Umum
McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 2. Jakarta:Erlangga
McCormac, Jack C.2004. Desain Beton Bertulang Jilid 1. Jakarta:Erlangga
Napitupulu, Evi Dogma Sari dan Iskandar, Rudi. 2012. Analisis Kapasitas Daya
Dukung Pondasi Tiang Pancang dengan Menggunakan Metode Analitis dan
Elemen Hingga. Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara
Pamungkas, Anugrah dan Harianti, Erny. 2013. Desain Pondasi Tahan Gempa.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Pedoman Konstruksi dan Bangunan. 2006. Pekerjaan Tanah Dasar Buku 3
Pendoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah Dasar untuk Pekerjaan Jalan.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
Pradoto, Suhardjito. 1989. Teknik Pondasi. Laboratorium Geoteknik Pusat Antar
Universitas Ilmu Rekayasa Institur Teknologi Bandung.
Wiraga, I Wayan. 2011. Investigasi dan Uji Daya Dukung Tanah di Areal PLN
Pesanggaran dalam Rangka Pemilihan Pondasi yang Tepat untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PLN. Jurnal Matrix Vol 1, No.3,
November 2011
57
Lampiran 1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof
Perhitungan statistik untuk distribusi Normal dan Gumbel
Tahun Xi Xi-Xrt (Xi-Xrt)2 (Xi-Xrt)3 (Xi-Xrt)4
2001 110 -24,50 600,25 14706,13 360300,06
2002 135 0,50 0,25 0,13 0,06
2003 149 14,50 210,25 3048,63 44205,06
2004 173 38,50 1482,25 57066,63 2197065,06
2005 120 14,50 210,25 3048,63 44205,06
2006 163 28,50 812,25 23149,13 659750,06
2007 139 4,50 20,25 91,13 410,06
2008 111 -23,50 552,25 -12977,88 304980,06
2009 116 -18,50 342,25 -6331,63 117135,06
2010 129 -5,50 30,25 -166,38 915,06
Jumlah 0,00 4260,50 46125,00 3728965,63
Perhitungan statistik untuk distribusi Log Normal dan Log Pearson III
Tahun X
i Log Xi
Log Xi-
Log Xrt
(Log Xi-
Log Xrt)2
(Log Xi-Log
Xrt)3 (Log Xi-Log Xrt)4
2001 110 2,041 -0,082 0,0068 0,00056 0,00005
2002 135 2,130 0,006 0,00004 0,00000 0,00000
2003 149 2,173 0,049 0,00244 0,00012 0,00001
2004 173 2,238 0,114 0,01306 0,00149 0,00017
2005 120 2,079 -0,044 0,00199 0,00009 0,00000
2006 163 2,212 0,088 0,00782 0,00069 0,00006
2007 139 2,143 0,019 0,00037 0,00001 0,00000
2008 111 2,045 0,078 0,00615 0,00048 0,00004
2009 116 2,064 0,059 0,00352 0,00021 0,00001
2010 129 2,110 0,013 0,00017 0,00000 0,00000
Jumlah 0,00000 0,04235 0,00097 0,000338
Log Xrt 2,12377
Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Normal
Nomor Urut
Data (i)
Curah Hujan
(Xi) mm p(xi) f(t) Luas wilayah p'(xi)
∆P
absolut
1 173 0,091 1,77 0,962 0,038 0,053
2 163 0,182 1,31 0,905 0,095 0,087
3 149 0,273 0,67 0,749 0,251 0,021
4 139 0,364 0,21 0,583 0,417 0,053
5 135 0,455 0,02 0,508 0,492 0,037
6 129 0,545 -0,25 0,401 0,599 0,053
7 120 0,636 -0,67 0,251 0,749 0,112
8 116 0,727 -0,85 0,198 0,802 0,075
9 111 0,818 -1,08 0,140 0,860 0,042
10 110 0,909 -1,13 0,129 0,871 0,038
Rata-rata 134,500
58
Hasil perhitungan Smirnov-Kolmogorof Metode Log Normal
Nomor Urut
Data (i)
Curah Hujan
(Xi) mm Log Xi p(xi) f(t)
Luas
wilayah p'(xi)
∆P
absolut
1 173 2,238 0,091 1,67 0,9525 0,048 0,043
2 163 2,212 0,182 1,29 0,9015 0,099 0,083
3 149 2,173 0,273 0,72 0,7642 0,236 0,037
4 139 2,143 0,364 0,28 0,6103 0,390 0,026
5 135 2,130 0,455 0,10 0,5398 0,460 0,006
6 129 2,111 0,545 -0,19 0,4247 0,575 0,030
7 120 2,079 0,636 -0,65 0,2578 0,742 0,106
8 116 2,064 0,727 -0,86 0,1949 0,805 0,078
9 111 2,045 0,818 -1,14 0,1271 0,873 0,055
10 110 2,041 0,909 -1,20 0,1151 0,885 0,024
Log xrt 2,124
59
Lampiran 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson serta
Alpha
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Meyerhoff titik uji DB27
H C
(kN/m2) Nc'
γ
(kN/m3)
Tebal
(m)
q'
(kN/m2) Φ
Nq
*
Qp
(kN)
1-1,5 5 22 16,6 1,5 24,9 15,2 7,2 327,00
5-5,5 5 22 16,4 4 65,6 15,2 7,2 658,25
9-9,5 5 22 18,2 4 72,8 15,2 7,2 716,85
13-13,5 5 22 17,4 4 69,6 15,2 7,2 690,81
23-23,5 5 22 17,6 10 176 15,2 7,2 1556,79
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Terzaghi titik uji DB27
H c γ Tebal Nc Nq q' αγ Nγ Φ Qp
1-1,5 5 16,6 1,5 12 4,2 24,9 0,3 1,4 15,2 215,8
5-5,5 5 16,4 4 12 4,2 65,6 0,3 1,4 15,2 409
9-9,5 5 18,2 4 12 4,2 72,8 0,3 1,4 15,2 444,2
13-13,5 5 17,4 4 12 4,2 69,6 0,3 1,4 15,2 428,5
23-23,5 5 17,6 10 12 4,2 176 0,3 1,4 15,2 933,8
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang Metode Thomlinson titik uji DB27
Kedalaman
(m)
C
(kN/m2) Nc
γ
(kN/m3)
Tebal
(m) q' (kN/m2) Φ Nq
Qp
(kN)
1-1,5 5 12 16,6 1,5 24,9 15,2 4,2 186
5-5,5 5 12 16,4 4 65,6 15,2 4,2 379
9-9,5 5 12 18,2 4 72,8 15,2 4,2 413
13-13,5 5 12 17,4 4 69,6 15,2 4,2 398
23-23,5 5 12 17,6 10 176 15,2 4,2 903
Daya dukung geser Metode Alpha
H γ q' c α δ Ks Qs
c-soil
Qs
φ-soil Qs
1-1,5 16,6 24,9 5 1 11,4 2 28,26 28,147 56,41
5-5,5 16,4 65,6 5 1 11,4 2 75,36 197,74 329,51
9-9,5 18,2 72,8 5 1 11,4 2 75,36 219,45 624,32
13-13,5 17,4 69,6 5 0,35 11,4 2 26,376 209,8 860,50
60
Lampiran 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27
L
(m)
NS
PT Qp (kN)
Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese
Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)
1 3 101,74 20,72 38,06 41,45 42,20 20,72 38,06
2 5 169,56 55,26 67,57 107,39 78,00 55,26 67,57
3 4 135,65 82,90 61,80 160,64 77,34 82,90 61,80
4 4 135,65 110,53 67,32 213,90 88,00 110,53 67,32
5 5 169,56 145,07 85,53 279,84 112,49 145,07 85,53
6 6 203,47 186,52 105,13 357,46 139,32 186,52 105,13
7 30 565,20 299,56 248,31 470,50 282,50 299,56 248,31
8 50 1884,00 487,96 725,59 658,90 759,78 487,96 725,59
9 40 2260,80 638,68 881,34 809,62 915,52 638,68 881,34
10 33 2486,88 763,02 981,56 933,96 1015,75 763,02 981,56
11 34 3202,80 891,13 1245,83 1062,7 1280,01 891,13 1245,83
12 35 3956,40 1023,01 1523,40 1193,95 1557,59 1023,01 1523,40
13 45 5934,60 1333,87 2244,97 1408,73 2259,95 1333,87 2244,97
14 55 8289,60 1713,81 3105,96 1643,60 3091,92 1713,81 3105,96
15 58 9834,48 1932,36 3664,63 1862,15 3650,59 1932,36 3664,63
16 60 11304,00 2158,44 4199,69 2088,23 4185,65 2158,44 4199,69
17 60 12434,40 2384,52 4621,70 2314,31 4607,66 2384,52 4621,70
18 60 13564,80 2610,60 5043,72 2540,39 5029,68 2610,60 5043,72
19 60 13564,80 2836,68 5088,94 2766,47 5074,89 2836,68 5088,94
20 60 13564,80 3062,76 5134,15 2992,55 5120,11 3062,76 5134,15
21 60 13564,80 3288,84 5179,37 3218,63 5165,33 3288,84 5179,37
22 60 13564,80 3514,92 5224,58 3444,71 5210,54 3514,92 5224,58
23 57 1932,984 3908,67 1426,06 3659,48 1376,22 3815,60 1407,44
24 55 1865,16 4288,61 1479,44 3866,72 1395,06 4105,74 1442,86
25 58 1966,89 4689,27 1593,48 4085,27 1472,68 4411,70 1537,97
26 58 1966,89 5089,94 1673,62 4303,81 1516,39 4717,66 1599,16
27 59 2000,80 5497,51 1766,43 4526,12 1572,16 4999,26 1666,78
28 60 2034,72 5911,99 1860,63 4752,20 1628,68 5285,62 1735,36
29 60 2034,72 6326,47 1943,53 4978,28 1673,89 5571,99 1792,63
30 60 2034,72 6740,95 2026,43 5204,36 1719,11 5858,36 1849,91
61
Lampiran 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26
L
(m) NSPT
Qp
(kN)
Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese
Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)
1 2 67,82 13,82 25,37 29,64 28,54 13,82 25,37
2 3 101,74 34,54 40,82 72,60 48,43 34,54 40,82
3 4 135,65 62,17 57,65 128,87 70,99 62,17 57,65
4 5 169,56 96,71 75,86 197,32 95,98 96,71 75,86
5 6 203,47 138,16 95,46 276,45 123,11 138,16 95,46
6 8 271,30 193,42 129,12 376,93 165,82 193,42 129,12
7 9 305,21 255,60 152,86 484,31 198,60 255,60 152,86
8 10 339,12 324,68 177,98 597,35 232,51 324,68 177,98
9 17 320,28 388,73 184,51 661,41 239,04 388,73 184,51
10 23 866,64 475,40 383,96 748,07 438,49 475,40 383,96
11 40 2260,80 626,12 878,82 898,79 933,36 626,12 878,82
12 55 4144,80 833,36 1548,27 1106,03 1602,81 833,36 1548,27
13 50 4710,00 1021,76 1774,35 1294,43 1828,89 1021,76 1774,35
14 47 5312,88 1198,85 2010,73 1471,53 2065,27 1198,85 2010,73
15 53 6989,64 1398,56 2609,59 1671,23 2664,13 1398,56 2609,59
16 60 9043,20 1624,64 3339,33 1897,31 3393,86 1624,64 3339,33
17 60 10173,60 1850,72 3761,34 2123,39 3815,88 1850,72 3761,34
18 60 11304,00 2076,80 4183,36 2349,47 4237,89 2076,80 4183,36
19 53 10983,72 2276,50 4116,54 2549,18 4171,08 2276,50 4116,54
20 45 10173,60 2446,06 3880,41 2718,74 3934,95 2446,06 3880,41
21 47 10625,76 2623,16 4066,55 2895,83 4121,09 2623,16 4066,55
22 50 11304,00 2811,56 4330,31 3084,23 4384,85 2811,56 4330,31
23 51 1729,512 3163,86 1209,277 3308,43 1238,19 3163,86 1209,277
24 52 1763,424 3523,08 1292,424 3530,49 1293,906 3523,08 1292,424
25 57 1932,984 3916,84 1427,695 3766,74 1397,677 3916,84 1427,695
26 60 2034,72 4331,32 1544,503 4007,90 1479,819 4286,10 1535,46
27 60 2034,72 4745,80 1627,399 4249,05 1528,05 4655,36 1609,313
28 60 2034,72 5160,28 1710,295 4490,20 1576,28 5024,63 1683,166
29 57 1932,984 5554,03 1755,134 4726,45 1589,619 5418,38 1728,005
30 55 1865,16 5933,97 1808,514 4957,87 1613,294 5798,32 1781,385
62
Lampiran 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25
L
(m) NSPT
Qp
(kN)
Resee & Wright Kulhawy O'neil & Reese
Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN) Qs (kN) Qall (kN)
1 1 33,91 6,91 12,69 14,95 14,29 6,91 12,69
2 3 101,74 27,63 39,44 57,90 45,49 27,63 39,44
3 3 101,74 48,36 43,58 100,86 54,08 48,36 43,58
4 4 135,65 75,99 60,41 157,13 76,64 75,99 60,41
5 6 203,47 117,44 91,31 236,25 115,07 117,44 91,31
6 7 237,38 165,79 112,29 326,81 144,49 165,79 112,29
7 30 565,20 278,83 244,17 439,85 276,37 278,83 244,17
8 60 2260,80 504,91 854,58 665,93 886,79 504,91 854,58
9 60 3391,20 730,99 1276,60 892,01 1308,80 730,99 1276,60
10 60 4521,60 957,07 1698,61 1118,09 1730,82 957,07 1698,61
11 60 5652,00 1183,15 2120,63 1344,17 2152,83 1183,15 2120,63
12 60 6782,40 1409,23 2542,65 1570,25 2574,85 1409,23 2542,65
13 60 7912,80 1635,31 2964,66 1796,33 2996,87 1635,31 2964,66
14 60 9043,20 1861,39 3386,68 2022,41 3418,88 1861,39 3386,68
15 60 10173,60 2087,47 3808,69 2248,49 3840,90 2087,47 3808,69
16 60 11304,00 2313,55 4230,71 2474,57 4262,91 2313,55 4230,71
17 60 12434,40 2539,63 4652,73 2700,65 4684,93 2539,63 4652,73
18 60 13564,80 2765,71 5074,74 2926,73 5106,95 2765,71 5074,74
19 60 13564,80 2991,79 5119,96 3152,81 5152,16 2991,79 5119,96
20 60 13564,80 3217,87 5165,17 3378,89 5197,38 3217,87 5165,17
21 60 13564,80 3443,95 5210,39 3604,97 5242,59 3443,95 5210,39
22 60 13564,80 3670,03 5255,61 3831,05 5287,81 3670,03 5255,61
23 60 13564,80 3896,11 5300,82 4057,13 5333,03 3896,11 5300,82
24 60 13564,80 4122,19 5346,04 4283,21 5378,24 4122,19 5346,04
25 60 13564,80 4348,27 5391,25 4509,29 5423,46 4348,27 5391,25
26 60 13564,80 4574,35 5436,47 4735,37 5468,67 4574,35 5436,47
27 59 2000,808 4981,92 1663,321 4976,21 1662,178 4937,46 1654,428
28 58 1966,896 5382,59 1732,15 5215,15 1698,662 5294,42 1714,515
29 56 1899,072 5769,44 1786,911 5447,26 1722,476 5681,26 1769,277
30 54 1831,248 6142,47 1838,91 5677,86 1745,988 6054,30 1821,275
63
Lampiran 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup
Xi Yi Qi (1) Qi (2) Qi (3) Qi (4) Qi (5) Qi (6) Qi (7)
1 9 7,2 2535,11 2520,18 2538,79 2558,01 2556,37 2390,76 2572,65
2 -5,4 7,2 2610,47 2595,53 2616,37 2635,59 2634,91 2393,95 3096,04
3 -1,8 7,2 2685,82 2670,89 2693,96 2713,18 2713,46 2397,13 3619,44
4 1,8 7,2 2761,18 2746,24 2771,55 2790,76 2792,00 2400,32 4142,83
5 5,4 7,2 2836,54 2821,60 2849,13 2868,35 2870,54 2403,51 4666,23
6 9 7,2 2911,89 2896,95 2926,72 2945,94 2949,08 2406,70 5189,62
7 -9 3,6 2527,65 2520,18 2527,14 2536,75 2534,93 2369,32 1809,36
8 -5,4 3,6 2603,00 2595,53 2604,73 2614,34 2613,47 2372,51 2332,76
9 -1,8 3,6 2678,36 2670,89 2682,31 2691,92 2692,02 2375,69 2856,15
10 1,8 3,6 2753,71 2746,24 2759,90 2769,51 2770,56 2378,88 3379,55
11 5,4 3,6 2829,07 2821,60 2837,49 2847,10 2849,10 2382,07 3902,94
12 9 3,6 2904,42 2896,95 2915,07 2924,68 2927,64 2385,26 4426,34
13 -9 0 2520,18 2520,18 2515,50 2515,50 2513,49 2347,88 1046,08
14 -5,4 0 2595,53 2595,53 2593,08 2593,08 2592,03 2351,07 1569,47
15 -1,8 0 2670,89 2670,89 2670,67 2670,67 2670,57 2354,25 2092,87
16 1,8 0 2746,24 2746,24 2748,25 2748,25 2749,12 2357,44 2616,26
17 5,4 0 2821,60 2821,60 2825,84 2825,84 2827,66 2360,63 3139,66
18 9 0 2896,95 2896,95 2903,43 2903,43 2906,20 2363,81 3663,05
19 -9 -4 2512,71 2520,18 2503,85 2494,24 2492,05 2326,44 282,80
20 -5,4 -4 2588,06 2595,53 2581,44 2571,83 2570,59 2329,62 806,19
21 -1,8 -4 2663,42 2670,89 2659,02 2649,41 2649,13 2332,81 1329,58
22 1,8 -4 2738,78 2746,24 2736,61 2727,00 2727,68 2336,00 1852,98
23 5,4 -4 2814,13 2821,60 2814,20 2804,59 2806,22 2339,19 2376,37
24 9 -4 2889,49 2896,95 2891,78 2882,17 2884,76 2342,37 2899,77
25 -9 -7 2505,24 2520,18 2492,20 2472,99 2470,61 2305,00 -480,49
26 -5,4 -7 2580,60 2595,53 2569,79 2550,57 2549,15 2308,18 42,91
27 -1,8 -7 2655,95 2670,89 2647,38 2628,16 2627,69 2311,37 566,30
28 1,8 -7 2731,31 2746,24 2724,96 2705,75 2706,23 2314,56 1089,70
29 5,4 -7 2806,66 2821,60 2802,55 2783,33 2784,78 2317,74 1613,09
30 9 -7 2882,02 2896,95 2880,14 2860,92 2863,32 2320,93 2136,49
Beban Maksimum 2911,89 2896,95 2926,72 2945,94 2949,08 2406,70 5189,62
Beban Minimum 2505,24 2520,18 2492,20 2472,99 2470,61 2305,00 -480,49
64
Lampiran 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2)
Grafik faktor koreksi kompresibilitas untuk penurunan, Rk
Grafik faktor koreksi perbandingan poisson untuk penurunan, Rv
Faktor koreksi modulus penurunan dasar, Rb
65
Lampiran 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan
Kombinasi 1 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri X 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan X 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D X 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00
Gaya Rem X 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00
Aliran Air O 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95
Benda hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68
Primer 81256,98 962,96 113,73 23736,94 533,95
Sekunder 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12
Tersier 81256,98 962,96 301,97 23736,94 1304,79
kombinasi 1 maksimum 81256,98 962,96 377,26 23736,94 1613,12
Kombinasi 2 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00
Primer 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Sekunder 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Tersier 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Kombinasi 2 maksimum 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Kombinasi 3 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00
Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00
Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45
Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95
Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68
Primer 81256,98 962,96 0,00 23736,94 0,00
Sekunder 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41
Tersier 81276,18 994,25 144,30 24238,92 2063,70
kombinasi 3 maksimum 81283,85 1006,77 122,41 24439,71 2515,41
Kombinasi 4 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00
Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00
Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45
Aliran Air x 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95
Hanyutan x 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68
Primer 81256,98 962,96 490,21 23736,94 2075,63
Sekunder 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04
Tersier 81276,18 994,25 577,64 24238,92 3872,35
Kombinasi 4 maksimum 81283,85 1006,77 612,61 24439,71 4591,04
66
Kombinasi 5 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 10598,46 423,94 0,00 10450,08 0,00
Gaya Rem o 21,53 539,02 0,00 13286,86 0,00
Beban angin x 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45
Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95
Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68
Primer 81295,37 1025,55 174,87 24740,90 3593,45
Sekunder 81295,37 1025,55 254,48 24740,90 3967,21
Tersier 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26
Kombinasi 5 maksimum 81295,37 1025,55 419,97 24740,90 4631,26
Kombinasi 6 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri x 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban angin o 38,39 62,59 174,87 1003,96 3593,45
Aliran Air o 0,00 0,00 113,73 0,00 533,95
Hanyutan o 0,00 0,00 376,48 0,00 1541,68
Primer 70675,38 62,59 174,87 1003,96 3593,45
Sekunder 70675,38 62,59 254,48 1003,96 3967,21
Tersier 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26
Kombinasi 6 maksimum 70675,38 62,59 419,97 1003,96 4631,26
Kombinasi 7 P (kN) Vy (kN) Vx (kN) My(kN.m) Mx (kN.m)
Berat Sendiri 67895,75 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan 2741,25 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Gempa 0,00 18690,55 18690,55 164666,31 164666,31
Tekanan air akibat gempa 0,00 43,25 43,25 203,07 203,07
Kombinasi 7 70637,00 18733,80 18733,80 164869,38 164869,38
67
Lampiran 9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit
Kombinasi 1 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati
tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D x 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00
Gaya Rem x 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00
Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92
Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52
Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47
Kombinasi 112909,01 1841,48 302,17 44461,33 6209,47
Kombinasi 2 P(kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00
Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00
Kombinasi 112862,94 1733,33 0,00 42726,49 0,00
Kombinasi 3 P(kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00
Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00
Aliran Air x 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92
Benda hanyutan x 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52
Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47
Kombinasi 112862,94 1733,33 735,31 42726,49 3113,44
Kombinasi 4 P (kN) Vx (kN) Vy(kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 19077,2 763,09 0,00 18810,14 0,00
Gaya Rem o 38,75 970,24 0,00 23916,34 0,00
Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92
Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52
Beban angin x 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47
Kombinasi 112909,01 1841,48 302,17 44461,33 6209,47
68
Kombinasi 5 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Lajur D o 19077,22 763,09 0,00 18810,14 0,00
Gempa x 0,00 18690,55 18690,55 164666,31 164666,31
Tekanan air gempa x 0,00 43,25 43,25 203,07 203,07
Kombinasi 112824,19 19496,89 18733,80 183679,52 164869,38
Kombinasi 6 P (kN) Vx (kN) Vy (kN) Mx (kN.m) My (kN.m)
Berat Sendiri x 88264,47 0,00 0,00 0,00 0,00
Beban Mati tambahan x 5482,49 0,00 0,00 0,00 0,00
Aliran Air o 0,00 0,00 170,59 0,00 800,92
Benda hanyutan o 0,00 0,00 564,72 0,00 2312,52
Beban angin o 46,07 108,16 302,17 1734,84 6209,47
Kombinasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
69
Lampiran 10 Langkah-langkah perhitungan penelitian
Menghitungan tinggi muka air banjir
1. Curah hujan area dianalisis menggunakan metode Isohyet. Data curah hujan
harian maksimum yang digunakan adalah dari stasiun cuaca Bogor, Cibitung,
dan Depok. Persamaan Isohyet yang digunakan adalah sebagai berikut:
𝑅 =
𝑑0+𝑑1
2 𝐴1+
𝑑1+𝑑2
2 𝐴2+ … +
𝑑𝑛−1+𝑑𝑛
2 𝐴2
𝐴1+𝐴2+ … +𝐴𝑛
2. Metode distribusi probabilitas kontinu ditentukan menggunakan metode
parameter statistik. Persyaratan parameter statistik ditentukan menggunakan
persamaan berikut:
Untuk Metode Gumbel dan Normal
Standar Deviasi (𝑆) = √∑ (𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)2𝑛
𝑖=1
𝑛−1
Koefisien Kepencengan (Cs) = 𝑛 ∑ (𝑋𝑖−𝑋 )3𝑖
𝑖=1
(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑆)3
Koefisien Kurtosis (Ck) = 𝑛2 ∑ (𝑋𝑖−𝑋 )4𝑖
𝑖=1
(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆)4
Untuk metode Log Normal dan Log Pearson III
Standar Deviasi (𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋) = √∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)2𝑛
𝑖=1
𝑛−1
Koefisien Kepencengan (Cs) = 𝑛 ∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)3𝑖
𝑖=1
(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑆)3
Koefisien Kurtosis (Ck) = 𝑛2 ∑ (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡)4𝑖
𝑖=1
(𝑛−1) (𝑛−2)(𝑛−3)(𝑆)4
Koefisien variasi (Cv) = 𝑆𝑑
𝑋
Selanjutnya koefisien yang terhitung ini dibandingkan dengan persyaratan
sebagai berikut:
Distribusi Persyaratan
Gumbel Cs = 1.14
Ck = 5.4
Normal Cs ≈ 0
Ck ≈ 3
Log Normal Cs = 𝐶𝑣3 + 3𝐶𝑣
Ck = 𝐶𝑣6 + 6𝐶𝑣6 + 15𝐶𝑣4 + 16𝐶𝑣2 + 3
Log Pearson III Selain dari nilai diatas
3. Metode distribusi probabilitas yang terpilih (dalam hal ini adalah Normal dan
Log Normal) dianalisis menggunakan metode Smirnov-Kolmogorof sebagai
berikut:
Peluang empiris (P(Xi)) =𝑖
𝑛+1
70
∆𝑃𝑖 = 𝑃(𝑋𝑖) − 𝑃′(𝑋𝑖)
Jika ∆Pi < ∆Pkritis maka metode dapat diterima
Dalam hal ini metode yang paling sesuai adalah Log Normal.
4. Curah hujan rencana periode ulang 50 tahunan dihitung menggunakan metode
Log Normal sebagai berikut:
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑟𝑡 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋
5. Waktu konsentrasi (tc) dihitung menggunakan persamaan Kirpich berikut:
𝑡𝑐 = (0,87×𝐿2
1000×𝑆)0,385
Intensitas hujan rencana dihitung menggunakan persamaan Mononobe
berikut:
𝐼 =𝑋24
24× (
24
𝑡)
2
3
6. Debit rencana 50 tahunan dihitung menggunakan metode rasional berikut:
Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)
7. Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe
berikut:
𝑉 = 72 × (𝐻
𝐿)0,6
8. Tinggi muka air banjir dihitung sebagai berikut:
ℎ =2×𝑄
(𝑏+𝐵)×𝑉
Menghitung daya dukung tanah
a. Menggunakan Uji Bor
1. NSPT koreksi, Cu, dihitung sebagai berikut:
𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 ×1
2
𝐶𝑢 = 𝑁𝑆𝑃𝑇 ×2
3 × 10
2. Tahanan ujung dihitung sebagai berikut:
𝑄𝑝 = 9 × 𝐶𝑢 × (1
4× 𝜋 × 𝐷2) untuk tanah kohesif
𝑄𝑝 = 40 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 ×𝐿𝑏
𝐷× (
1
4× 𝜋 × 𝐷2) untuk tanah nonkohesif
3. Tahanan geser dihitung sebagai berikut:
𝑄𝑠 = {𝛼 × 𝐶𝑢 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷)} + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 untuk tanah
kohesif
𝑄𝑠 = 2 × 𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 × 𝑃 × (𝜋 × 𝐷) + 𝑄𝑠 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎 untuk tanah
nonkohesif
71
4. Daya dukung izin:
𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝
3+
𝑄𝑠
5
b. Menggunakan Uji Laboratorium
1. Effective overburden pressures (q’)
𝑞′ = (𝛾 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ)
2. Tahanan ujung metode Meyerhoff
𝑄𝑝 = (1
4× 𝜋 × 𝐷2) × [𝑐 × 𝑁𝑐′ + 𝜂 × 𝑞′ × 𝑁𝑞′]
3. Tahanan ujung metode Terzaghi
𝑄𝑝 = (1
4× 𝜋 × 𝐷2) × [1,3 × 𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞 + 𝛾 × 𝐵 × 𝑁𝛾 × 𝑎𝛾]
4. Tahanan ujung metode Thomlinson
𝑄𝑝 = (1
4× 𝜋 × 𝐷2) × [𝑐 × 𝑁𝑐 + 𝑞 × 𝑁𝑞]
5. Tahanan geser metode Alpha
𝑄𝑠 = {(𝛼 × 𝑐 × 𝜋 × 𝐷 × ℎ) + (1
2 Ks × q × tan(δ) × 𝜋 × 𝐷 × ℎ)} +
𝑄𝑠 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎
6. Daya dukung izin
𝑄𝑎𝑙𝑙 =𝑄𝑝
3+
𝑄𝑠
5
Menghitung Pembebanan Jembatan
a. Berat sendiri struktur dan beban tambahan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝛾
b. Beban Lajur “D” (PTD)
1. Beban UDL
𝑞 = 9 (0,5 +15
𝐿)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2× 𝐿
𝑈𝐷𝐿 = 𝑞 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
2. Beban KEL
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 =𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 100%+𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2
𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑗𝑢𝑡
3. Beban Lajur “D”
72
𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝐾𝐸𝐿 + 𝑈𝐷𝐿
𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑃𝑇𝐷 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 × 4%
𝑃𝑇𝐷 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑃𝑇𝐷 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
c. Gaya Rem
1. Pengaruh UDL dan KEL
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 = 9 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿 = 𝑝 × 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
2. Gaya rem
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 = 5% (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝑈𝐷𝐿 + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟𝑢ℎ 𝐾𝐸𝐿)
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑠𝑖𝑛 𝜃
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 × 𝑐𝑜𝑠 𝜃
𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑚 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
d. Beban aliran air
Gaya seret dan benda hanyutan
𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 0,5 × 𝐶𝐷 × 𝑉𝑠2 × 𝐴𝑑
𝑇𝐸𝐹 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝐹 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
e. Beban Gempa
1. Inersia (I) dan Modulus Elastisitas (Ec) Tiang
𝐼 =1
12× 𝑏 × ℎ3
𝐸𝑐 = 4700√𝑓𝑐′
2. Kekakuan struktur (Kp)
𝐾𝑝 =12×𝐸𝑐×𝐼
𝐿3
3. Waktu getar alami struktur (T)
𝑇 = 2 × 𝜋√𝑊𝑡
𝐾𝑝×𝑔
4. Koefisien beban gempa horizontal (Kh)
Faktor tipe bangunan 𝑆 = 1 × 𝐹
𝐾ℎ = 𝐶 × 𝑆
5. Beban gempa
𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑡
𝑇𝐸𝑄 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑄 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
f. Tekanan air lateral akibat gempa
𝑉𝐸𝑄 = 0,75 × 𝐾ℎ × 𝐼 × 𝑊𝑜 × 𝑏2 × ℎ × (1 −𝑏
4×ℎ)
73
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑉𝐸𝑄 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
g. Beban angin
𝑇𝑒𝑤 = 0,0006 𝐶𝑤 (𝑉𝑤)2𝐴𝑏
𝑇𝐸𝑊 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 = 𝑇𝐸𝑊 ℎ𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛
h. Beban-beban terhitung di kombinasikan dengan kombinasi beban keadaan batas
layan dan ultimit
Menghitung Pondasi Grup
1. Efisiensi grup
Eg = 1 − 𝑄(𝑛−1)×𝑚+(𝑚−1)×𝑛
90×𝑚×𝑛
2. Distribusi beban
Qi = 𝑉
𝑛 ±
𝑀𝑦 × 𝑋
∑𝑋2 ± 𝑀𝑥 × 𝑌
∑𝑌2
3. Daya dukung izin aksial tekan 1 tiang
Qa = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝐸𝑔
4. Daya dukung izin aksial tarik 1 tiang
Qa=[(0,7 ×𝑄𝑠
5) + (
1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝛾 × ℎ)] × 𝐸
5. Daya dukung izin kelompok tiang
Qag = 𝑄𝑎𝑙𝑙 × 𝑁 × 𝐸𝑔
6. Daya dukung aksial 1 tiang dibandingkan dengan distribusi beban maksimum
Menghitung daya dukung lateral tiang
1. Menentukan jenis tiang dengan Flexibility factor
𝛽 = √𝐾ℎ×𝐵
4×(𝐸×𝐼)𝑝𝑖𝑙𝑒
4
𝛽 × 𝐿 > 2,5 tiang termasuk tiang panjang kepala terjepit
2. Daya dukung lateral 1 tiang
𝐻𝑢 =2×𝑀𝑢
𝑒+0,54√𝐻𝑢
𝛾𝐵𝐾𝑝
3. Beban horizontal 1 tiang
𝐻𝑤𝑙 =𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑎𝑛𝑔
4. Jika 𝐻𝑤𝑙 < 𝐻𝑢 maka aman
5. Defleksi tiang
74
𝑌𝑜 =0,93×𝐻
𝜂ℎ35×(𝐸𝐼)
25
jika Yo < 12 mm maka aman
Menghitung penurunan pondasi
1. Faktor pengaruh tiang kaku (I)
𝐼 = 𝐼𝑜 × 𝑅𝑘 × 𝑅𝑏 × 𝑅𝑚
2. Penurunan 1 tiang
𝑆 =𝑃𝑢×𝐼
𝐸𝑠×𝑑 jika S < 25 mm maka aman
3. Penurunan kelompok tiang
𝑅𝑠 = (𝑅25 − 𝑅16) × (√𝑛 − 5) + 𝑅25
𝑆𝑔 = 𝑅 × 𝑆 jika Sg < 25 mm maka aman
Menghitung Penulangan bor
a. Tulangan lentur
1. Menentukan tipe tiang
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2) jika tidak terpenuhi maka tiang termasuk tipe langsing
2. Pembesaran momen
𝐶𝑚 = 0,6 +0,4 𝑀1
𝑀2
𝑃𝑐 =𝜋2×𝐸𝐼
(𝐾×𝐿𝑢)2
𝛿𝑛𝑠 =𝐶𝑚
1−(𝑃𝑢
0,75×𝑃𝑐)
𝑀𝑐 = 𝛿𝑛𝑠 × 𝑀2
3. Eksentrisitas aktual
𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 =𝑀𝑐
𝑃𝑢
4. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi
5. Luas tulangan
𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌
6. Jumlah tulangan
𝑛 =𝐴𝑠
𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
b. Tulangan geser
1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan
75
𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢
14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑
Jika ∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 diperlukan tulangan geser
2. Rasio minimum tulangan spiral
𝜌𝑠 = 0,45 (𝐴𝑔
𝐴𝑐− 1) (
𝑓𝑐′
𝑓𝑦)
3. Spasi maksimum sengkang
𝑆𝑚𝑎𝑥 =4×𝑎𝑠(𝐷𝑐−𝑑𝑏)
𝐷𝑐2×𝜌𝑠
Menghitung penulangan pile cap
a. Tulangan geser 1 arah
1. Beban geser pile cap (Vu)
2. Tegangan geser sumbangan beton (Vc)
𝑉𝑐 =1
6× √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑤 × 𝑑
3. Apabila 1
2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser 1 arah dengan luas
tulangan minimum:
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
3×
𝑏𝑤×𝑠
𝑓𝑦
4. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki
sengkang yang dibutuhkan
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖
b. Tulangan geser 2 arah
1. Hitung beban geser 2 arah pile cap
2. Tegangan geser sumbangan beton
𝑉𝑐1 =1
12× (
(𝛼𝑠×𝑑)
𝑏𝑜+ 2) × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑
𝑉𝑐2 = 0,33 × √𝑓𝑐′ × 𝑏𝑜 × 𝑑
Dipilih tegangan geser (Vc) yang lebih kecil
3. Jika 1
2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 dibutuhkan tulangan geser 2 arah
4. Jumlah dan spasi sengkang ditentukan dengan cara yang sama dengan
perencanaan tulangan geser 1 arah
c. Tulangan lentur
1. Beban per meter lebar pile cap
76
𝑃 =𝑉𝑢
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑖𝑙𝑒 𝑐𝑎𝑝
2. Berat sendiri pile cap
𝑊 = 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 × 𝛾
3. Beban momen ultimit
𝑀𝑢1 = (𝑃 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛) − (𝑊 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛)
4. Tentukan rasio tulangan tekan dan tarik (misal ’ = 0,5)
5. Daya dukung momen
𝑎 =(𝜌−𝜌′)×𝑑×𝑓𝑦
0,85×𝑓𝑐′
𝑀𝑢2 = 0,5 × 𝜌 × 𝑑 × 𝑏 × 𝑓𝑦 × ((𝑑 − 𝑑′) + (𝑑 −𝑎
2))
Dilakukan trial & error pada Mu1 dan Mu1 dengan mengasumsikan
persentase tulangan tarik.
6. Syarat persentase tulangan minimum
𝜌 𝑚𝑖𝑛 = 1,4×𝑏𝑤×𝑑
𝑓𝑦
Bandingkan ρ min dengan ρ tarik dan ρ tekan hasil perhitungan. Pilih nilai
yang paling maksimum.
7. Jumlah tulangan
𝑛 =𝜌×𝐴𝑔
𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
d. Tulangan torsi
Jika 𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝) maka tidak diperlukan tulangan torsi
Menghitung penulangan pilar
a. Tulangan lentur
1. Menetukan tipe tiang
𝐾𝐿𝑢
𝑟≤ 34 − 12 (
𝑀1
𝑀2) jika terpenuhi maka tiang tidak termasuk tipe langsing
2. Eksentrisitas aktual
𝑒 =𝑃
𝑀2
7. Menentukan persentase tulangan menggunakan diagram interaksi
8. Luas tulangan
𝐴𝑠 = 𝐴𝑔 × 𝜌
9. Jumlah tulangan
77
𝑛 =𝐴𝑠
𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
b. Tulangan geser
1. Kuat geser sumbangan beton yang menerima beban aksial tekan
𝑉𝑐 = (1 +𝑁𝑢
14𝐴𝑔) (
√𝑓𝑐′
6) 𝑏𝑤 × 𝑑
2. Jika 1
2∅𝑉𝑐 < 𝑉𝑢 < ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser dengan luas tulangan
minimum
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
3×
𝑏𝑤×𝑠
𝑓𝑦
3. Asumsikan spasi tulangan geser rencana kemudian ditentukan jumlah kaki
sengkang yang dibutuhkan
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖
4. Jika 𝑉𝑢 > ∅𝑉𝑐 diperlukan tulangan geser dengan tegangan geser baja (Vs)
minimum sebagai berikut
𝑉𝑠 =𝑉𝑢
∅− 𝑉𝑐
5. Luas tulangan minimum yang dibutuhkan dengan mengasumsikan spasi
sengkang
𝐴𝑣 =𝑉𝑠×𝑆
𝑑×𝑓𝑦
6. jumlah kaki sengkang yang dibutuhkan
𝐴𝑣 𝑚𝑖𝑛 =1
4× 𝜋 × 𝐷2 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑘𝑖
c. Tulangan torsi
Jika 𝑇𝑢 <∅√𝑓𝑐′
12(𝐴𝑐𝑝2
𝑃𝑐𝑝) maka tidak diperlukan tulangan torsi
81
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Koba, pada tanggal 13 Januari 1992 dari pasangan
Bapak Saidan Khotib dan Ibu Sri Murti. Penulis adalah putri keenam dari tujuh
bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP 1 Koba dan diterima di SMA
1 Pemali. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama
penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur
Wilayah pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, praktikum Bangunan
Konservasi Tanah dan Air Tanah pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014,
Praktikum Bahan Konstruksi pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 serta
aktif sebagai anggota sekaligus tim pengajar mata kuliah Kalkulus di organisasi
Klinik Tutorial Sebaya Asrama TPB IPB tahun 2010/2011. Selain itu penulis juga
pernah aktif sebagai Sekretaris II UKM Karate IPB (2010/2011), Wakil Sekretaris
Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) (2011/2012),
Sekretaris Departemen Riset dan Teknologi HIMATESIL (2012/2013), Ketua
Divisi Kesekretariatan pada acara nasional Indonesian Civil and Environmental
Festival 2012 (ICEF 2012) serta dibeberapa kepanitian dan kegiatan lainnya.
Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2013 dengan topik
“Proses Konstruksi pada Pembangunan Apartement Green bay Pluit, Jakarta Utara,
di PT. Total Bangun Persada, Tbk”. Gelar Sarjana Teknik dapat diperoleh penulis
dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Pilar dan Pondasi
Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung” di bawah bimbingan Dr. Ir.
M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan Dr. Ir.Hotland Sihotang, MSi.