ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PISANG …
Transcript of ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PISANG …
ANALISIS SPASIAL
KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PISANG KEPOK
(MUSA ACUMINATA COLLA)
DIDASARKAN CUACA (STUDI KASUS: KABUPATEN BOGOR)
Oleh:
RUSDI
203093002040
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
ANALISIS SPASIAL
KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PISANG KEPOK
(MUSA ACUMINATA COLLA)
DIDASARKAN CUACA (STUDI KASUS: KABUPATEN BOGOR)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar
Sarjana Komputer
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
R U S D I
203093002040
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
ii
iii
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 31 Agustus 2010
Rusdi
203093002040
v
ABSTRAK
Rusdi, NIM: 203093002040/Analisis Spasial Kesesuaian Tanaman Pisang
Kepok (Musa Acuminata Colla) Didasarkan Cuaca (Studi Kasus: Kabupaten
Bogor). Di bawah bimbingan Zainul Arham dan Nur Aeni Hidayah.
Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam
pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang dipresentasikan
diproses sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dan
sesuai kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi yang sudah dapat
dicapai hingga saat ini, khususnya dibidang basisdata, teknologi informasi dan
teknologi satelit inderaja, maka kebutuhan penyimpanan, analisis dan penyajian
informasi semakin mendesak. Struktur data yang kompleks mencakup data spasial
dan data non-spasial. SIG adalah suatu teknologi yang dapat menjadi alat bantu
(tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan
menampilkan kondisi alam, seperti kondisi agroklimat suatu wilayah dengan
bantuan data spasial dan data non-spasial. Indonesia sebagai salah satu negara
tropika di kawasan Asia Tenggara, memiliki keragaman Sumber Daya Alam
(SDA) hayati berbagai varietas pisang seperti Barangan, Ambon Kuning, Raja
Bulu dan lain-lain. SDA agroekologi humid-tropic serta Sumber Daya Manusia
(SDM) petani dan swasta yang cukup besar. Hal ini menggambarkan peluang
yang besar untuk pengembangan dan peningkatan produksi pisang dengan pola-
pola pengembangan yang terintegrasi secara lintas sektoral. Metode penelitian ini
menggunakan SDLC (System Development Life Cycle). Hasil dari penelitian ini
adalah peta kesesuaian agroklimat tanaman pisang di Kabupaten Bogor, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan pengelolaan budidaya tanaman pisang.
Kabupaten Bogor didominasi oleh kesesuaian sedang (S2) sehingga Kabupaten
Bogor lebih sesuai untuk budidaya tanaman pisang ditinjau dari segi iklim yang
meliputi curah hujan yang berkisar antara 2.900–3.200 mm/tahun, suhu udara
mencapai 23-25 derajat celcius dan kelembaban udara mencapai 74-80 %.
Wilayah yang termasuk ke dalam kesesuaian sedang yaitu Rumpin, Gunung
Sindur, Sawangan, Depok, Cimanggis, Gunung Putri, Bojong Gede dan Cibinong,
sehingga peran kesesuaian agroklimat pada kesesuian sedang (S2) untuk tanaman
pisang adalah 78 %.
Kata Kunci: Sistem Informasi Geografis (SIG), Pisang Kepok (Musa Acuminata
Colla), Agroklimat, Kabupaten Bogor, ModelBuilder
V Bab + 130 hal + XVIII + 8 tabel + 57 gambar + 13 lampiran
Daftar Pustaka: 22 (2007 – 2009)
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, peneliti panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa peneliti panjatkan kepada junjungan Nabi
Muhammad S.A.W, para sahabat, keluarga serta muslimin dan muslimat, semoga
kita mendapat syafaat-Nya di akhirat kelak. Amin.
Ucapan terima kasih yang sedalam-dalam peneliti panjatkan kepada semua
pihak yang ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Bapak Syopiansyah Jaya Putera, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains &
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Aang Subiyakto, S.Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem
Informasi Non-Reguler.
3. Dr. Zainul Arham, S.Kom, M.si, selaku pembimbing I dan Nur Aeni
Hidayah, M MSI, selaku pembimbing II.
4. Winarno, Ssi, kepala Sub Bidang Manajemen Data Balai Besar
Meteorologi dan Geofisika wilayah II dan Seluruh staf BBMG
Wilayah II Ciputat, khususnya Bapak Setyaris, SP.
5. Drs. H. Alamsyah Daulay, MM, selaku Kepala Kantor Kesbang dan
Linmas Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor beserta para
staf-nya.
6. Manusia superku Umi Rosadah dan almarhum Mulia ayanda.
vii
7. Seluruh teman mahasiswa angkatan 2003, khususnya Anissa yang
selalu membantu dan memberikan semangat, juga Boy, Vita dan Siti.
Dan sobatku Reynaldi dan Zainal sebagai inspirator dan motivator
hidup.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan pada laporan ini yang masih harus diperbaiki, oleh karena itu semua
kritik dan saran yang membangun akan peneliti terima dengan senang hati.
Demikian laporan ini peneliti susun dengan harapan bermanfaat bagi semua pihak
dan dapat menambah wacana pembaca.
Jakarta, Agustus 2010
Rusdi
203093002040
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................. vi
Daftar Isi ......................................................................................................... viii
Daftar Gambar ................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 5
1.3 Batasan Masalah ......................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
1.6 Metode Penelitian ....................................................................... 7
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9
2.1 Tanaman Pisang .......................................................................... 9
2.2 Definisi Agroklimat untuk Tanaman Pisang ............................. 15
2.3 Klasifikasi Kesesuaian Iklim Tanaman Pisang ......................... 19
2.4 Iklim .......................................................................................... 21
2.5 Pemanfaatan SIG pada Penyebaran Produksi Hortikultura ..... 32
ix
2.7 Data Spasial ............................................................................. 40
2.8 Analisis Spasial ........................................................................ 43
2.9 Profil Umum Kabupaten Bogor ............................................... 45
2.10 Studi Sejenis (Literatur) .......................................................... 47
2.11 SDLC (System Development Life Cycle) ................................ 47
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 53
3.1 Tempat dan Waktu .................................................................... 53
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 53
3.3 Metode Pengumpulan Data …................................................... 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 58
4.1 Perencanaan (Planning) ........................................................... 58
4.2 Analisis (Analysis) .................................................................... 65
4.3 Perancangan (Design) ….....................................................….. 66
4.4 Evaluasi (Evaluation) …...................................................….. 101
4.5 Penerapan (Implemention) …...........................................….. 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 117
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 117
5.2 Saran ....................................................................................... 117
x
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 119
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Grafik Produksi Pisang Jasinga Tahun 2001-2008 ................................... 3
1.2 Grafik Produksi Pisang Gunung Sindur Tahun 2001-2008 ...................... 4
2.1 Iklim Matahari .......................................................................................... 25
2.2 Rancangan Diagram Sistem Kerja ModelBuilder .................................... 32
2.3 Komponen SIG ......................................................................................... 34
2.4 Design Review Layout .............................................................................. 38
2.5 Perbedaan Objek Feature (a) dan Grid (b) .............................................. 44
2.6 Menu Extentions pada Spatial Analyst ..................................................... 44
2.7 Peta Kabupaten Bogor .............................................................................. 46
2.8 Siklus Metode SDLC Model Waterfall .................................................... 49
2.9 Design Review Peta Agroklimat Pisang ................................................... 52
3.1 Diagram Alir Penelitian Metode SDLC ................................................... 57
4.1 Struktur Organisasi Deputi Klimatologi .................................................. 60
4.2 Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor .. 63
4.3 Struktur Organisasi Badan Koordninasi Survei dan Pemetaan Nasional . 65
4.4 Menu Add Theme ..................................................................................... 67
4.5 Hasil Add Theme ...................................................................................... 68
4.6 Menu Extensions ...................................................................................... 69
4.7 Menu Convert to Grid .............................................................................. 70
4.8 Menu Conversion Extent .......................................................................... 70
xii
4.9 Menu Conversion Field ............................................................................ 71
4.10 Hasil Convert to Grid ............................................................................... 72
4.11 Menu Analysis Properties ........................................................................ 73
4.12 Menu Add Table ....................................................................................... 74
4.13 Menu Add Event Theme ........................................................................... 75
4.14 Point Curah Hujan .................................................................................... 76
4.15 Menu Output Grid Spesification .............................................................. 76
4.16 Menu Interpolate Surface ........................................................................ 77
4.17 Hasil Interpolate Surface ......................................................................... 78
4.18 Menu Add Theme ..................................................................................... 79
4.19 Garis Batas Kecamatan di Kabupaten Bogor ........................................... 79
4.20 Menu Build Thiessen Polygons ................................................................ 81
4.21 Thiessen Curah Hujan .............................................................................. 82
4.22 Menu ModelBuilder pada Model Defaults ............................................... 83
4.23 Menu Model Defaults ............................................................................... 84
4.24 Menu Project Theme ................................................................................ 85
4.25 Entity Thiessen Curah Hujan .................................................................... 86
4.26 Proses Vector to Grid ............................................................................... 86
4.27 Menu Derived Theme GridCH ................................................................. 87
4.28 Relasi Thiessen dengan Grid .................................................................... 88
4.29 Peta Interpolated Grid Curah Hujan ...................................................... 89
4.30 Menu Derived Theme Reclass CH ........................................................... 91
4.31 Relasi Thiessen, Grid dan Reclass ........................................................... 92
xiii
4.32 Menu ModelBuilder pada Tahap Weighted Overlay ............................... 93
4.33 Diagram Sistem Kerja ModelBuilder ....................................................... 94
4.34 Scoring dan Pembobotan Parameter Iklim pada Weighted Overlay ........ 95
4.35 Peta Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Pisang ............................... 97
4.36 Menu Graticule and Grid Wizard pada View .......................................... 98
4.37 Menu Graticule and Label ....................................................................... 99
4.38 Menu Graticule and Border Arround The Viewframe ............................. 99
4.39 Hasil Graticule and Grid Wizard ........................................................... 100
4.40 Menu Export ........................................................................................... 101
4.41 Peta Curah Hujan ................................................................................... 108
4.42 Peta Suhu Udara ..................................................................................... 109
4.43 Peta Kelembaban Udara ......................................................................... 110
4.44 Peta Kesesuaian Agroklimat Pisang ....................................................... 111
4.45 Peta Kesesuaian Agroklimat Pisang ....................................................... 116
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Skor Parameter Curah Hujan .................................................................... 28
2.2 Skor Parameter Suhu Udara ..................................................................... 29
2.3 Skor Parameter Kelembaban Udara ......................................................... 29
2.4 Bobot Parameter Iklim yang Mendukung Pertumbuhan Pisang .............. 30
4.1 Produksi Pisang Kecamatan Gunung Sindur ......................................... 103
4.2 Produksi Pisang Kecamatan Cimanggis ............................................... 104
4.3 Produksi Pisang Kecamatan Cileungsi ................................................. 105
4.4 Produksi Pisang Kecamatan Jasinga ..................................................... 106
xv
DAFTAR ISTILAH
No Istilah Keterangan
1 Analisis Spasial Fasilitas yang disediakan oleh ArcView untuk
mencari dan menganalisis hubungan spasial antar
objek
2 Buffer Menentukan daerah yang berpengaruh
berdasarkan radius jarak yang ditentukan dari
sumber yang telah ditentukan
3 Data spasial Data yang memiliki sifat-sifat keruangan seperti
posisi, arah, bentuk, luas atau volume yang
menunjukan keadaan obyek
4 Data conversion Konversi data theme shapefile (vector seperti
titik, line dan polygon) ke theme grid (raster).
5 Ekstension Program-program add-on (tambahan) yang
menyediakan fungsi-fungsi Sistem Informasi
Geografis khusus atau tertentu
6 Interpolasi data Suatu prosedur perhitungan nilai pada suatu
lokasi yang tidak memiliki titik sampel yang di
dasarkan pada nilai-nilai pengamatan yang telah
diketahui lokasinya
7 Layout Tempat mengatur tata letak dan rancangan dari
peta akhir. Penambahan berbagai simbol, label,
dan atribut peta lain dapat dilakukan pada layout
8 ModelBuilder Sekumpulan proses yang dilakukan pada data
spasial untuk menghasilkan suatu informasi
umumnya dalam bentuk peta
xvi
9 Overlay Analisis yang merupakan hasil interaksi atau
gabungan dari beberapa peta. Gabungan
beberapa peta tersebut akan menghasilkan suatu
informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon
yang terbentuk dari irisan beberapa polygon dari
peta-peta tersebut
10 Reklasifikasi Mengelompokkan kembali nilai sel berdasarkan
kisaran kriteria yang ditentukan. Reklasifikasi
digunakan untuk mengklasifikasikan data spasial
atau data atribut menjadi data spasial baru
dengan memakai kriteria tertentu, untuk
mempermudah dalam proses analisis selanjutnya
11 Tabel Merupakan data atribut dari data spasial. Data
atribut ini digunakan sebagai dasar analisis dari
data spasial tersebut
12 Terrain Proses pembuatan peta medan yang berupa
lereng (slope), peta arah lereng (aspect) dan
membuat garis yang menghubungkan nilai sel
yang sama (contour)
13 Theme Grid Layer geografis yang menampilkan kenampakan
objek dalam bentuk segi empat dalam view.
14 Theme Kumpulan yang logis dari detail geografi dengan
karakteristik yang sama
xvii
15 View Tampilan peta yang berisi beberapa layer
informasi spasial
xviii
LAMPIRAN
Lampiran
1 Produksi Pisang Nasional tahun 2008
2 Produksi Pisang Propinsi Jawa Barat tahun 2008
3 Data Produksi Pisang Kabupaten Bogor Tahun 2001-2008
4 Curah Hujan rata-rata Bulanan (Milimeter) Periode 1971-2000
5 Suhu Udara rata-rata Bulanan (Derajat Celcius) Periode 1998-2007
6 Kelembaban Udara rata-rata Bulanan (Persen) Periode 1998-2007
7 Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pisang
8 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Curah Hujan
9 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Suhu Udara
10 Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Kelembaban Udara
11 Gambar Peta Agroklimat Tanaman Pisang
12 Surat Keterangan Pembimbing Skripsi
13 Surat Keterangan Penelitian/Riset dari BBMG Wilayah II Ciputat
2
dan user friendly (Prahasta, 2008: 7).
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menetapkan kebijakan pembangunan
pertanian dengan visinya untuk mewujudkan pembangunan yang berorientasi
agribisnis. Adapun kawasan sentra produksi pertanian menjadi pemasok utama
komoditas pertanian Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor, 2008: 15).
Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor bidang pertanian
khususnya produksi pertanian pisang menetapkan beberapa Kecamatan menjadi
sentra produksi pisang, yaitu Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi.
Kebijaksanaan penetapan sentra pruduksi pisang sebagai komoditas unggulan
berdasarkan pada akses pemasaran komoditas pertanian terutama hortikultura,
topografi yang baik (potensi sumberdaya lahan), lahan yang luas dan ketersediaan
air yang mendukung pertanian, preferensi masyarakat terhadap komoditas
hortikultura ini serta prospek pengolahan pasca panen yang mampu meningkatkan
nilai tambah guna pengembangan produksi pisang.
Beberapa varietas pisang yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor antara
lain jenis pisang kepok, susu, mas, raja, ambon, barangan serta pisang tanduk.
Namun varietas yang banyak diusahakan oleh petani dan masyarakat adalah
pisang kepok yang oleh masyarakat setempat disebut pisang cau kole (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 18).
Berdasarkan data produksi pisang Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor yang diambil dari data produksi sentra pisang Kecamatan
Jasinga menunjukan penurunan produksi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008
3
menunjukkan produksi real-nya hanya mencapai 47% dari target yang telah
ditetapkan, jika dibanding sentra produksi pisang yang lain seperti Gunung Sindur
menunjukkan produksi real-nya mencapai 88% dari target yang ditetapkan.
Gambar 1.1 menunjukkan grafik produksi sentra pisang Jasinga tahun 2001-2008.
Gambar 1.1 Grafik Produksi Pisang Jasinga Tahun 2001-2008
(Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten. 2008)
Pada Gambar 1.1 dapat dilihat produksi pisang Jasinga mengalami
penurunan produksi jika dilihat dari prosentase target produksi pisang dari tahun
ke tahun. Sedangkan produksi pisang di sentra pisang yang lain misalkan Gunung
Sindur mengalami kenaikan produksi dari tahun ke tahun. Gambar 1.2
menunjukkan grafik produksi sentra pisang Gunung Sindur tahun 2001-2008.
4
Gambar 1.2 Grafik Produksi Pisang Gunung Sindur Tahun 2001-2008
(Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2007)
Gambar 1.2 menunjukkan produksi sentra pisang Gunung Sindur
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Prosentase tertinggi menunjukkan angka
92% dari target yang ditetapkan pada tahun 2004.
Dalam perencanaan pertanian suatu daerah sentra produksi tanaman,
kiranya memerlukan analisis spasial sebagai pendukung keberhasilan perencanaan
tersebut (Djaenudin, 2009: 12). Dan suatu analisis spasial tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama kondisi iklim dan cuaca.
Kebutuhan informasi spasial yang tepat guna semakin dirasakan strategis
dalam menunjang program pertanian hortikultura saat ini. Oleh karena itu, usaha
yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola tanam dan jenis tanaman dengan
pola iklim setempat. Penyesuaian tersebut didasarkan pada identifikasi dan
5
pemahaman yang tepat mengenai iklim dan lokasi yang spesifik atau lahan dari
setiap agroekosistem.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian: “Analisis Spasial Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Kepok (Musa
Acuminata Colla) Didasarkan Cuaca (Studi Kasus: Kabupaten Bogor)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dengan masalah yang diangkat pada latar belakang masalah,
maka masalah yang dibahas adalah:
a. Apakah kondisi cuaca dan unsur agroklimat cocok untuk kecamatan
yang menjadi sentra produksi pisang khususnya sentra produksi
Jasinga di Kabupaten Bogor?
b. Kecamatan mana sajakah yang berpotensi selain kecamatan sentra
produksi untuk ditanami pisang berdasarkan kesesuaian agroklimat di
Kabupaten Bogor?
1.3 Batasan Masalah
1.3.1 Operasional
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba membahas analisis spasial
kesesuaian agroklimat hortikultura jenis pisang berdasarkan cuaca, adapun
batasan masalah yang akan dibahas meliputi curah hujan, suhu udara dan
kelembaban udara yang didapat dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika
6
Wilayah II Ciputat. Sedangkan untuk faktor Geomorfologi (Tanah), teknik
pengairan dan SDM tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 yang
diintegrasikan dengan Microsoft Excel sebagai aplikasi database.
1.3.2 Wilayah
Penelitian ini hanya dilaksanakan di kecamatan yang ada di Kabupaten
Bogor, khususnya kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pisang.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai kesesuaian iklim terhadap komoditas tanaman pisang,
sehingga dapat dimanfaatkan dalam perencanaan dan pengelolaan budidaya
tanaman tersebut.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menampilkan:
1. Gambaran kesesuaian lahan dilihat dari keadaan cuaca dan agroklimat
pada kecamatan sentra produksi pisang terutama sentra produksi
Jasinga Kabupaten Bogor.
2. Gambaran kecamatan non-sentra produksi pisang yang baik dan sesuai
untuk budidaya tanaman pisang di Kabupaten Bogor berdasarkan
kesesuaian agroklimatnya.
7
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak, terutama:
a. Bagi peneliti sendiri menambah wawasan dan pengetahuan praktis
dalam menganalisis permasalahan iklim dan cuaca dalam kaitannya
dengan bidang pertanian.
b. Bagi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, diharapkan
layak menjadi masukan yang dapat dipertimbangkan untuk menentukan
kebijakan sektor pertanian yang telah dicanangkan untuk dilaksanakan
di masa yang akan datang.
c. Bagi petani dan investor yang akan memulai usaha dapat menjadi bahan
pertimbangan yang jelas tentang wilayah tersebut, sehingga dapat
menentukan komoditi yang sesuai dengan karakteristik iklim di wilayah
tersebut.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode SDLC (System Development Life Cycle) dengan menggunakan
pendekatan model Waterfall. Metode SDLC memiliki fase-fase dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
2. Analisis (Analysis)
3. Perancangan (Design)
4. Evaluasi (Evaluation)
8
5. Penerapan (Implementation) (Al fatta, 2008: 33)
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah:
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi gambaran mengenai penyusunan skripsi yang
terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II : LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian
tersebut.
Bab III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan teknik atau metode yang digunakan dalam
penelitian termasuk lokasi dan waktu penelitian, bahan dan alat.
Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini adalah penjelasan kongkret dari rangkaian tahapan
penelitian yang berupa hasil akhir dari sebuah penelitian.
Bab V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk
pihak-pihak yang terkait.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam
pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang dipresentasikan
diproses sedemikian rupa dan disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana dan
sesuai kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi yang sudah dapat
dicapai hingga saat ini, khususnya di bidang basisdata, teknologi informasi dan
teknologi satelit inderaja, maka kebutuhan penyimpanan, analisis dan penyajian
informasi semakin mendesak. Struktur data yang kompleks mencakup data spasial
dan data non-spasial. Dengan demikian untuk mengelola data yang kompleks ini,
diperlukan suatu sistem informasi yang secara integrasi mampu mengolah data
spasial dan data non-spasial secara efektif dan efisien. Dan salah satu sistem yang
menawarkan solusi-solusi untuk masalah tersebut adalah GIS (Geographic
Information System). GIS adalah suatu teknologi yang dapat menjadi alat bantu
(tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan
menampilkan kondisi alam, seperti kondisi agroklimat suatu wilayah dengan
bantuan data spasial dan data non-spasial (Prahasta, 2008: 3).
Hampir semua aplikasi dalam GIS dapat di-customize dengan
menggunakan perintah-perintah dalam bahasa skrip yang dimiliki oleh perangkat
lunak GIS yang bersangkutan, misalnya ArcView GIS sedemikian rupa untuk
memenuhi kebutuhan pengguna secara otomatis, cepat, lebih menarik, informatif
10
Bagian bonggol pohon pisang berupa rhizoma, yang dapat hidup hingga 15
tahun atau bahkan lebih. Sedangkan untuk satu tandan pisang sendiri terdiri atas
5–20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang. Berat satu
tandan pisang bisa mencapai 30–50 kg. Sedangkan berat satu buah pisang rata-
rata adalah 125 gr (Munadjim, 2009: 10).
Adapun sentra produksi pisang di Kabupaten Bogor tersebar dibeberapa
kecamatan, antara lain Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 10).
Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul tanaman pisang.
Jumlah jenis pisang di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 250 jenis pisang
ditemukan di Indonesia. Tanaman pisang ditemukan mulai dari lembah alas (Aceh
Tenggara) sampai ke daerah Papua bagian utara. Jenis-jenis pisang dan daerah
penyebarannya di Indonesia (Rismunandar, 2009: 17):
1. Musa acuminata Colla
Jenis ini mempunyai beberapa nama lokal, antara lain cau kole (Sunda),
pisang cici alas (Jawa), pisang rimbo (Minangkabau), pisang harangan (Batak),
nuka nuibo (Kaili), unti darek (Bugis) atau yang populer disebut pisang kepok.
Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 1800 m dpl dan juga tumbuh di
hutan sekunder. Pisang ini ditemukan di Sulawesi, Jawa Barat, Bali dan Sumatera.
2. Musa balbisiana Colla
Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang
batu, pisang biji, atau pisang klutuk. Jenis ini belum pernah dilaporkan dan
11
ditemukan tumbuh secara liar di Indonesia. Akan tetapi secara luas telah ditanam
di kebun-kebun Indonesia.
3. Musa borneensis Becc
Pisang yang dikenal dengan pisang hutan oleh masyarakat Indonesia ini
tumbuh sepanjang sungai Mahakam dan di Kabupaten Tabalong, Kalimantan
Selatan. Masyarakat Serawak mengenalnya dengan sebutan pisang unkaok atau
pisang unkadan.
4. Musa celebica Warb
Dikenal oleh masyarakat Toraja dengan sebutan punti lampung. Jenis ini
ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
5. Musa lolodensis Cheesman
Ditemukan menyebar mulai dari Halmahera, Maluku sampai ke Papua
bagian utara. Masyarakat setempat menyebutnya dengan pisang hias.
6. Musa ornata Roxb
Berasal dari Himalaya bagian tenggara dan diintroduksi ke Indonesia
melalui Kebun Raya Bogor. Seperti halnya Musa lolodensis Cheesman, jenis ini
disebut juga dengan pisang hias.
7. Musa salaccensis Zoll
Masyarakat Minangkabau mengenalnya dengan pisang monyet dan pisang
karok, masyarakat Mandailing mengenalnya dengan sebutan pisang sitata. Jenis
ini ditemukan di sepanjang lereng barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera,
mulai dari Aceh sampai Tapanuli, Sumatera Barat dan Bengkulu.
12
8. Musa schizocarpa Simmonds
Ditemukan di dataran rendah terbuka di Papua dan disepanjang sisi jalan
antara Arso dan Genyem. Selain itu jenis ini ditemukan juga tumbuh di Niugini.
Masyarakat setempat menyebutnya sebagai pisang utan.
9. Musa textilis Nee
Jenis ini dapat ditemukan di dalam koleksi tumbuhan Badan Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri di Bogor. Dikenal sebagai pisang manila atau
pisang abaka.
10. Musa troglodytarum L
Asli dari Maluku dan belum pernah dilaporkan dan ditemukan tumbuh liar
di tempat lain. Dikenal dengan sebutan pisang tongkat langit atau pisang tunjuk
langit. Masyarakat Seram ada yang menyebutnya dengan tema tenala langit.
11. Musa uranoscopos Lour
Jenis ini merupakan asli dari Cina Selatan, Vietnam, Laos dan diintroduksi
ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor. Masyarakat Indonesia menyebutnya
dengan pisang hias.
12. Musa velutina Wendl and Drude
Jenis yang dikenal dengan sebutan pisang hias ini, bukan asli Indonesia
melainkan berasal dari Assam, India dan diintroduksikan ke Indonesia melalui
Kebun Raya Bogor (Rismunandar, 2009: 17-18).
Musa acuminata colla dan Musa balbisiana colla merupakan nenek moyang
dari pisang-pisang budidaya yang ada di Indonesia. Beberapa jenis pisang
budidaya merupakan hasil persilangan dari kedua jenis pisang tersebut. Jenis-jenis
13
pisang liar lainnya juga diketahui mempunyai potensi sebagai induk dalam
persilangan untuk menciptakan kultivar-kultivar yang unggul (Stover, 2009: 33).
Sumber serat Musa textilis Nee telah diketahui mempunyai kandungan serat
dalam batang semunya yang secara fisik kuat, tahan lembab dan air asin, sehingga
baik untuk digunakan sebagai bahan baku kertas berkualitas tinggi yang tahan
simpan (seperti uang, kertas dokumen, kertas cek), kertas filter, pembungkus teh
celup, bahan pakaian, pembungkus kabel dalam laut, serta tali-temali lainnya
(Rismunandar, 2009: 20).
Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka perbanyakan
dan perbaikan kualitas serat dari pisang abaka ini. Di tengah maraknya trend
tanaman hias di masyarakat Indonesia, beberapa jenis pisang liar dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena secara morfologi, beberapa jenis
pisang khususnya yang tumbuh di Indonesia mempunyai penampakan morfologi
yang menarik, diantaranya Musa lolodensis cheesman, Musa ornata roxb., Musa
uranoscopos lour dan Musa velutina wendl and drude. Dari potensi-potensi yang
dimiliki oleh pisang tersebut, potensi yang lainnya adalah potensi sebagai sumber
plasma nutfah (Munadjim, 2009: 20).
Keberadaan plasma nutfah ini penting untuk meningkatkan kualitas pisang-
pisang budidaya yang ada di Indonesia. Pisang liar banyak digunakan sebagai
sumber plasma nutfah. Banyaknya jenis dan varietas dari pisang-pisang liar
menunjukkan banyaknya keanekaragaman genetik yang ada didalam jenis
tersebut. Keanekaragaman hayati yang ada dapat digunakan sebagai sumber
plasma nutfah, kaitannya dengan usaha perakitan varietas unggul.
14
Keanekaragaman genetik tersebut harus dipertahankan dan diperluas
keberadaannya, sehingga bahan untuk perakitan varietas unggul selalu tersedia
(Munadjim, 2009: 22).
Beberapa pisang telah diketahui mempunyai ketahanan terhadap penyakit
layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporium f. cubense. Jamur ini
mampu bertahan lama di dalam tanah sebagai klamidospora sehingga sulit untuk
dikendalikan. Penyakit layu Fusarium telah merusak perkebunan pisang di Bogor
dan Lampung yang menyebabkan petani pisang harus menanggung kerugian yang
cukup besar. Tidak hanya di Indonesia, penyakit ini juga telah menyerang
perkebunan-perkebunan pisang di Taiwan, Kepulauan Kanari, Afrika Selatan,
Australia, Amerika Tengah dan Selatan (Stover, 2009: 32).
Musa acuminata colla merupakan salah satu nenek moyang pisang budidaya
di Indonesia. Jenis ini mendonorkan genom ”A”. Pisang budidaya yang
merupakan turunan dari jenis ini antara lain pisang ambon, pisang kepok, (AAA),
pisang ambon lumut (AAA), pisang mas (AA) dan pisang berangan (AAA). Musa
acuminata var malaccensis, salah satu varietas dari Musa acuminata colla yang
ditemukan di Jawa Barat dan Sumatera, diketahui mempunyai resistensi terhadap
jamur layu Ras 1 dan Ras 2, serta Sigatoka. Resistensi terhadap sigatoka juga
ditunjukkan oleh Musa acuminata colla (Stover, 2009: 34).
Pisang lain yang juga merupakan nenek moyang pisang budidaya di
Indonesia adalah Musa balbisiana colla. Jenis ini mendonorkan genom ”B”.
Beberapa kultivar turunannya antara lain pisang siem dan pisang cepatu (ABB).
15
Musa balbisiana colla mampu tumbuh di daerah kering karena jenis ini agak
toleran terhadap kekeringan (Stover, 2009: 36).
Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia menghasilkan sekitar 5.741.351
ton pisang di tahun 2008, produksi tertinggi diantara produksi hortikultura yang
lain. Kebanyakan dihasilkan di Propinsi Jawa Barat sekitar 1.415.694 ton atau
menyumbang 25% dari produksi nasional. Penghasil terbesar kedua Propinsi Jawa
Timur sekitar 1.020.773 ton (18%) (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat,
2008: 6).
Pisang berkembang dengan subur pada daerah tropis yang lembab, terutama
di dataran rendah. Di daerah yang hujannya turun merata sepanjang tahun,
produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim (Direktorat Budidaya
Tanaman Buah, 2008: 3). Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan pisang
berkisar 2.300-2.900 mm per tahun, suhu udara 25-26 oC dan kelembaban udara
80–84% (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).
2.2 Definisi Cuaca, Iklim dan Agroklimat untuk Tanaman Pisang
Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan iklim benar-benar dipertimbangkan
dalam mengembangkan sumberdaya lahan. Kondisi suhu, curah hujan dan pola
musim sangat menentukan kecocokan dan optimalisasi pembudidayaan tanaman
pertanian (Sitorus, 2009: 5).
Cuaca adalah keadaan udara pada suatu tempat dalam waktu yang
singkat (24 jam) dalam wilayah yang sempit. Ilmu yang mempelajari cuaca
disebut meteorologi. Sedangkan iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu
16
yang panjang (biasanya dalam periode 30 tahun). Ilmu yang mempelajari iklim
disebut Klimatologi. Sedangkan agroklimat merupakan aplikasi dari ilmu iklim
terhadap pertanian, dengan kata lain agroklimat merupakan ilmu yang
mempelajari interaksi iklim terhadap tanaman. Dalam agroklimat unsur iklim
dipelajari untuk mengetahui pengaruh dan kesesuaian iklim terhadap tanaman
(Anonim, 2009: 36).
Aplikasi agroklimatologi yang paling menonjol adalah
menganalisis spasial iklim disuatu daerah, karena dengan analisis spasial iklimnya
dapat ditentukan komoditi apa yang cocok untuk dikembangkan
(Prawirowardoyo, 2008: 26).
Oleh karena itu, unsur iklim harus mendapat perhatian khusus dalam
menentukan suatu kawasan sentra produksi hortikultura dan menghindari
kemungkinan resiko yang akan dihadapi.
Unsur iklim sebagai berikut:
a. Curah hujan
Hujan merupakan bentuk presipitasi berbentuk cair atau padat yang jatuh ke
permukaan bumi. Di Indonesia yang dimaksud dengan presipitasi umumnya
adalah hujan. Jumlah curah hujan dicatat dalam inchi atau milimeter (1 inchi=25,4
mm).
Berdasarkan proses terjadinya, hujan terbagi menjadi hujan siklonal, hujan
zenithal, hujan orografis dan hujan frontal. Penjelasan definisi masing-masing
hujan tersebut adalah:
a) Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik
disertai dengan angin berputar.
17
b) Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator,
akibat pertemuan Angin Timur Laut dengan Angin Tenggara. Kemudian
angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar
ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
c) Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung
uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju
pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi.
Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
d) Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin
bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara
kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara
dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi
hujan lebat yang disebut hujan frontal.
e) Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin
Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah
karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik
Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi bulan
Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan
Mei sampai Agustus. Siklus muson inilah yang menyebabkan adanya
musim penghujan dan musim kemarau (Hardjowigeno, 2009: 23).
Curah hujan mempengaruhi dalam pemilihan waktu tanam yang tepat, salah
pemilihan waktu akan berakibat fatal dalam usaha pertanian khususnya untuk
daerah non-irigasi yang bergantung pada keberadaan curah hujan. Dengan
18
memperhatikan unsur hujan suatu daerah, dapat ditentukan jenis tanaman apa
yang sesuai dengan daerah tersebut, serta dapat direncanakan dan disusun pola
tanam yang tepat (Hardjowigeno, 2008: 29).
Kebutuhan pisang akan intensitas curah hujan suatu wilayah sentra produksi
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi pisang, karena tanaman
pisang termasuk salah satu tanaman tropis namun membutuhkan curah hujan yang
merata sepanjang tahun (Djaenudin, 2009: 7). Curah Hujan yang merata antara
2.300-2.900 mm per tahun dengan 10 bulan basah dalam setahun sangat disukai
tanaman pisang (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 20).
b. Suhu udara
Suhu merupakan besaran yang menyatakan derajat panas atau dingin suatu
zat, besaran ini diukur dengan menggunakan termometer, berdasarkan skala
tertentu. Pengukuran suhu udara hanya satu nilai yang menyatakan nilai rata-rata
suhu atmosfer.
Untuk menyatakan suhu udara digunakan berbagai skala, seperti skala
Fahrenheit (F), Celcius (C) dan Kelvin (K). Untuk mengetahui suhu udara disuatu
tempat dapat diukur berdasar perioditasnya, antara lain: suhu udara harian rata-
rata, yaitu rata-rata pengamatan selama 24 jam yang dilakukan tiap jam
(Hardjowigeno, 2009: 24).
Selain itu terdapat suhu udara bulanan rata-rata, yaitu jumlah dari suhu
harian rata-rata dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.
Suhu udara tahunan rata-rata, yaitu jumlah suhu bulanan rata-rata dibagi dengan
19
12. Sedangkan suhu normal, yaitu angka rata-rata suhu yang diambil dalam waktu
30 tahun.
Sama halnya dengan curah hujan, suhu udara juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tropis ini (Djaenudin, 2009: 7).
Tanaman pisang membutuhkan suhu berkisar antara 25-26 oC (Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 20).
c. Kelembaban udara
Kelembaban udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air
selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara hangat
lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau udara banyak
mengandung uap air didinginkan, maka suhunya turun dan udara tidak dapat
menahan lagi uap air sebanyak itu. Uap air berubah menjadi titik-titik air. Udara
yang mengandung uap air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh
(Hardjowigeno, 2009: 25).
Kelembaban udara cukup mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman pisang (Djaenudin, 2009: 8). Kesesuaian parameter iklim kelembaban
udara untuk tanaman pisang berkisar sekitar 80–84% (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).
2.3 Klasifikasi Kesesuaian Iklim Tanaman Pisang
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan dalam suatu
wilayah untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk
kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan
20
(kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan
berdasarkan data iklim dan sumber daya lahan. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang
akan dievaluasi (Hardjowigeno, 2008: 22). Adapun kebutuhan iklim pisang adalah
curah hujan sekitar 2.300–2.900 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu
udara berkisar antara 25–26 o
C dan kelembaban udara 80-84 % (Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 21).
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.
Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo
kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan
lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable).
1. S1 (Kesesuaian Tinggi): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti terhadap penggunaan secara berkelanjutan atau faktor pembatas
yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara
nyata.
2. S2 (Kesesuaian Sedang): Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor
pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh
petani.
3. S3 (Kesesuaian Rendah): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat.
Faktor pembatas ini akan mempengaruhi produktivitas sehingga
21
memerlukan tambahan masukan lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2.
4. N (Tidak sesuai): Lahan yang tidak sesuai (N), karena mempunyai faktor
pembatas yang sangat berat dan sulit di atasi (Hardjowigeno, 2008: 23).
2.4 Iklim
Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi.
Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak
geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang
menengah dan lintang tinggi.
Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim
musim (muson), iklim tropika (Iklim Panas) dan iklim laut (Prawirowardoyo,
2008: 11).
1. Iklim Musim (Iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh angin musim yang bertiup berganti
arah tiap-tiap setengah tahun sekali. Angin musim di Indonesia terdiri atas Musim
Barat Daya dan Angin Musim Timur Laut.
a. Angin Musim Barat Daya
Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan
Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut,
Indonesia mengalami musim penghujan
22
b. Angin Musim Timur Laut
Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April
sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut,
Indonesia mengalami musim kemarau.
2. Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa. Akibatnya, Indonesia
termasuk daerah tropika (panas). Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas
mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat
banyak hujan yang disebut Hujan Tropika.
3. Iklim Laut
Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagian besar tanah daratan
Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudera. Itulah sebabnya di Indonesia
terdapat iklim laut. Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan
(Prawirowardoyo, 2008: 12).
Cuaca merupakan keadaan udara atau atmosfir dalam periode yang relatif
singkat. Sedangkan ilmu yang mempalajari cuaca disebut meteorologi. Dan iklim
adalah keadaan udara rata-rata pada suatu daerah yang lebih luas cakupannya dan
dalam periode yang lebih lama minimal 30 tahun.
Agroklimat merupakan aplikasi dari ilmu iklim terhadap pertanian, dengan
kata lain agroklimat merupakan ilmu yang mempelajari interaksi iklim terhadap
tanaman. Dalam agroklimat unsur iklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban
udara) dipelajari untuk mengetahui pengaruh dan kesesuaian iklim terhadap
tanaman (Djaenudin, 2009: 20).
23
Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Bogor termasuk tipe
iklim A dalam klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (Sitorus, 2009: 39).
2.4.1 Klimatologi
Definisi klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan
sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda dan bagaimana
kaitan antara iklim dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan
interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam
pengerjaannya, dapat diartikan juga bahwa klimatologi sebagai meteorologi
statistik.
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari iklim dan merupakan sebuah
cabang dari ilmu atmosfer. Dikontraskan dengan meteorologi yang mempelajari
cuaca jangka pendek yang berakhir sampai beberapa minggu, klimatologi
mempelajari frekuensi dimana sistem cuaca ini terjadi (Prawirowardoyo, 2008:
27).
Klimatologi tidak mempelajari fenomena atmosfer secara tepat (misalnya
pembentukan awan, curah hujan dan petir), tetapi mempelajari kejadian rata-rata
selama beberapa tahun sampai seabad dan juga perubahan dalam pola cuaca
jangka panjang dalam hubungannya dengan kondisi atmosfer.
Klimatologis adalah orang yang mempelajari klimatologi, mempelajari baik
sifat alam dari iklim lokal, regional atau global dan faktor yang disebabkan oleh
alam atau manusia yang menyebabkan perubahan iklim. Klimatologi
memperhatikan perubahan iklim masa lalu dan masa depan (Prawirowardoyo,
2008: 30).
24
Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-
masing berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan
logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi klimatologi adalah ilmu yang mencari
gambaran dan penjelasan sifat iklim (Hardjowigeno, 2009: 45).
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi
tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh
posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini
yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya
sebagai iklim tropis, lintang tengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari
tentang iklim adalah klimatologi.
Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau
sebuah planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena
dalam waktu beberapa hari. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih lama
dikenal sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih lanjut oleh ahli klimatologi,
untuk tanda-tanda perubahan iklim (Prawirowardoyo, 2008: 33).
2.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi adalah proses pengelompokan ke dalam bagian kelas, grup dan
tipe (Badan Meteorologi dan Geofisika, 2008: 3). Unsur-unsur iklim yang
menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam pembentukan
iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu udara, curah hujan dan
kelembaban udara. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan
atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.
25
Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim
sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang
berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam
bidang-bidang tersebut (Prawirowardoyo, 2008: 34).
2.4.3 Klasifikasi Iklim Matahari
Pembagian iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar
matahari atau berdasarkan letak dan kedudukan matahari terhadap permukaan
bumi.
Kedudukan matahari dalam setahun adalah (Hardjowigeno, 2009: 55):
1. Matahari beredar pada garis khatulistiwa (garis lintang 0º) tanggal 21
Maret
2. Matahari beredar pada garis balik utara (23,5º LU) tanggal 21 Juni
3. Matahari beredar pada garis khatulistiwa (garis lintang 0º) tanggal 23
September
4. Matahari beredar pada garis balik selatan (23,5º LS) tanggal 22
Desember
Gambar 2.1 Iklim Matahari
(Sumber: Hardjowigeno, 2009: 55)
26
Pembagian daerah iklim matahari berdasarkan letak lintang adalah sebagai
berikut:
1. Daerah iklim tropis
Iklim Tropis terletak antara 0°-23½° LU dan 0°-23½° LS. Ciri–ciri
iklim tropis adalah sebagai berikut:
a. Suhu udara rata–rata tinggi, karena matahari selalu vertikal.
Umumnya suhu udara antara 20°-23° C. Bahkan di beberapa
tempat suhu tahunannya mencapai 30° C.
b. Amplitudo suhu rata–rata tahunan kecil. Di khatulistiwa antara
1°-5° C, sedangkan amplitudo hariannya besar.
c. Tekanan udara lebih rendah dan perubahannya secara perlahan
dan beraturan.
d. Hujan banyak dan umumnya lebih banyak dari daerah lain di
dunia.
2. Daerah iklim subtropis
Iklim subtropis terletak antara 23½°-40° LU dan 23½°-40° LS.
Daerah ini merupakan peralihan antara iklim tropis dan iklim sedang.
Ciri-ciri iklim subtropis adalah sebagai berikut:
a. Batas yang tegas tidak dapat ditentukan dan merupakan daerah
peralihan dari daerah iklim tropis dan iklim sedang.
b. Terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim
gugur dan musin dingin. Tetapi pada iklim ini musim panas tidak
terlalu panas dan musim dingin tidak terlalu dingin.
27
c. Suhu sepanjang tahun tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.
d. Daerah subtropis yang musim hujannya jatuh pada musim dingin
dan musim panasnya kering disebut daerah Iklim Mediterania.
Jika hujan jatuh pada musim panas dan musim dinginnya kering
disebut Daerah Iklim Tiongkok.
3. Daerah iklim sedang
Iklim sedang terletak antara 40°-66½° LU dan 40°-66½° LS. Ciri-ciri
iklim sedang adalah sebagai berikut:
a. Banyak terdapat gerakan-gerakan udara siklonal, tekanan udara
yang sering berubah-ubah, arah angin yang bertiup berubah-ubah
tidak menentu dan sering terjadi badai secara tiba-tiba.
b. Amplitudo suhu tahunan lebih besar dan amplitudo suhu harian
lebih kecil dibandingkan dengan yang terdapat pada daerah iklim
tropis.
4. Daerah iklim dingin
Iklim dingin terdapat di daerah kutub. Oleh sebab itu iklim ini disebut
pula sebagai iklim kutub. Ciri-ciri iklim dingin adalah sebagai berikut:
a. Musim dingin berlangsung lama.
b. Musim panas yang sejuk berlangsung singkat.
c. Udaranya kering.
d. Tanahnya selalu membeku sepanjang tahun.
28
e. Di musim dingin tanah ditutupi es dan salju.
f. Di musim panas banyak terbentuk rawa yang luas akibat
mencairnya es di permukaan tanah.
g. Vegetasinya jenis lumut-lumutan dan semak-semak.
h. Wilayahnya meliputi: Amerika utara, pulau-pulau di utara
Kanada, pantai selatan Greenland dan pantai utara Siberia
(Hardjowigeno, 2009: 55-56).
2.4.4 Scoring
Scoring adalah pemberian nilai terhadap masing-masing kelas dalam tiap
parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap
pertumbuhan pisang. Semakin tinggi pengaruhnya terhadap pertumbuhan
hortikultura, maka skornya akan semakin tinggi. Adapun pemberian skor pada
parameter iklim mengacu pada kesesuaian lahan agroklimat pisang yang didapat
dari Dinas Pertanian dan Kabupaten Bogor (Lampiran 7).
1. Scoring untuk parameter curah hujan untuk hortikultura jenis pisang.
Untuk hasil optimal pisang membutuhkan curah hujan yang merata
sepanjang tahun.
Tabel 2.1
Skor Parameter Curah Hujan Untuk Pisang
No Kelas Skor
1 2300-2900 4
2 2900-3200 3
3 3200-3900 2
4 3900-4500 1
29
2. Scoring untuk parameter suhu udara untuk hortikultura jenis pisang
Tabel 2.2
Skor Parameter Suhu Udara Untuk Pisang
No T (ºC) Skor
1 21-23 2
2 23-25 3
3 25-26 4
4 26-35 1
3. Scoring untuk parameter kelembaban udara untuk hortikultura jenis
pisang.
Tabel 2.3
Skor Parameter Kelembaban Untuk Pisang
No RH (%) Skor
1 74-80 3
2 80-84 4
3 84-85 2
4 85-90 1
2.4.5 Pembobotan
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobotan
terhadap parameter iklim, yaitu curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara.
Bobot terbesar menunjukkan tingkat pengaruhnya tinggi terhadap produksi
tanaman, begitupun sebaliknya bobot terendah menunjukkan pengaruh yang
rendah juga.
Pembobotan merupakan bobot yang diberikan kepada masing-masing
variabel iklim yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman pisang karena
semakin besar pengaruh parameter tersebut, maka bobot yang diberikan semakin
tinggi begitupun sebaliknya. Pembobotan parameter iklim yang mendukung
pertumbuhan pisang seperti tampak pada Tabel 2.4.
30
Tabel 2.4
Pembobotan Paramater Iklim yang Mendukung Pertumbuhan Pisang
No Parameter Bobot
1 Curah hujan 0.4
2 Suhu Udara 0.4
3 Kelembaban Udara 0.2
2.4.6 ModelBuilder
ModelBuilder adalah rangkaian proses dalam pembentukan atau pembuatan
suatu proyek, seperti pembuatan peta kesesuaian, lahan kritis dan lain sebagainya,
sehingga menjadi sebuah informasi untuk pengambilan keputusan. ModelBuilder
adalah sebuah sistem kerja yang terdapat dalam perangkat lunak ArcView.
ModelBuilder terdiri atas diagram atau flowchart. Model sederhana terdiri
dari input, proses dan output.
Adapun metode yang terdapat dalam ModelBuilder dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Aritmetic Overlay adalah proses penambahan, pengurangan, perkalian
atau pembagian satu theme atau lebih.
2. Weighted Overlay adalah proses penjumlahan beberapa scoring dengan
menggunakan proporsi tertentu. Biasanya dilakukan pembobotan terlebih
dahulu dan contohnya pembobotan untuk parameter iklim.
Komponen-komponen ModelBuilder (Puntodewo, 2009: 34):
a. Data Conversion
Konversi data vector dilakukan pada data point dalam hal ini data
iklim, line dan polygon ke data raster berupa theme grid. Proses konversi
menggunakan metode point interpolasi.
31
b. Terrain
Pembuatan peta lereng (slope), peta arah lereng (aspect) dan
membuat garis yang menghubungkan nilai yang sama (contour).
c. Reclassification
Digunakan untuk mengelompokkan kembali nilai sel berdasarkan
kisaran kriteria yang ditentukan.
d. Buffer
Adalah menentukan daerah yang berpengaruh berdasarkan radius
jarak yang ditentukan dari sumber yang telah ditentukan.
e. Overlay
Merupakan suatu proses dalam ModelBuilder yang meliputi
penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian satu theme atau
lebih (Arithmatic Overlay) dan penjumlahan beberapa theme
menggunakan proporsi tertentu (Weighted Overlay).
Rancangan diagram atau flowchart sistem kerja ModelBuilder dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
32
Gambar 2.2 Rancangan Diagram Sistem Kerja ModelBuilder
2.5 Pemanfaatan SIG pada Penyebaran Produksi Tanaman Pisang
2.5.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Pada dasarnya Sistem Informasi Geografis, terdiri dari tiga unsur kata, yaitu
Sistem, Informasi dan Geografis. Sistem adalah sekumpulan jaringan dari
prosedur-prosedur yang saling berhubungan untuk melakukan suatu kegiatan
untuk mencapai target tertentu. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi
bentuk yang lebih sempurna (Prahasta, 2008: 9).
Dan Sistem Informasi adalah suatu sistem didalam sebuah organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi,
33
bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan
pihak luar tertentu dengan laporan-laporan tertentu.
Geografi berasal dari bahasa Yunani, gabungan dari dua suku kata, yaitu
Geo yang berarti bumi dan Graphein yang berarti lukisan. Dengan demikian jika
diartikan, maka Geografi berarti lukisan bumi. Sedangkan pengertian secara luas,
yaitu suatu ilmu yang mempelajari masalah-masalah bumi secara luas dalam
hubungannya dengan keruangan.
Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang
digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi sistem informasi geografi. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan
fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis
untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi
geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data),
(c) analisis dan manipulasi data dan (d) keluaran (Prahasta, 2008: 11).
34
2.5.2 Komponen SIG
Gambar 2.3 Komponen SIG
(Sumber: Prahasta, 2008: 57)
Keterangan:
a. Komponen perangkat keras
Pada komponen Sistem Informasi Geografis menangani data yang
berbeda bentuknya dari aplikasi umum, baik bentuk data masukan
maupun keluaran. Secara umum perangkat keras Sistem Informasi
Geografis terdiri dari empat unit utama, yaitu:
1. Komputer (PC): CPU (Central Proccessor Unit) dan Memory.
2. Media Penyimpanan Data: Harddisk, disk drive, Flashdisk dan CD-
ROM.
3. Media Perekaman Data: Keyboard, mouse dan scanner.
4. Media Penampilan Data: Printer, Monitor dan LCD.
SIG DATA
Perangkat Keras
Manajemen
Perangkat Lunak
Data dan
Informasi
35
b. Komponen perangkat lunak
Komponen perangkat lunak Sistem Informasi Geografis pada umumnya
terdiri dari empat modul utama. Modul-modul tersebut merupakan
subsistem yang terintegrasi didalam suatu paket Sistem Informasi
Geografis dan berfungsi untuk data input, penyimpanan dan database
management, data output, analisis dan manipulasi data.
c. Pemakai (User)
Pemakai Sistem Informasi Geografis adalah seorang yang
berkemampuan minimal dapat mengoperasikan Sistem Operasi Windows
(Prahasta, 2008: 27).
2.5.3 ArcView GIS
ArcView adalah salah satu software pengolah Sistem Informasi Geografi
(SIG/GIS). Sistem Informasi Geografi sendiri merupakan suatu sistem yang
dirancang untuk menyimpan, memanipulasi, menganalisis dan menyajikan
informasi geografi. Mungkin anda sudah kenal dengan yang namanya peta. Perlu
diketahui bahwa peta juga bisa disebut SIG atau istilahnya SIG Konvensional.
Terdapat beberapa perbedaan antara peta diatas kertas (peta analog) dan SIG yang
berbasis komputer. Perbedaannya adalah bahwa peta menampilkan data secara
grafis tanpa melibatkan basisdata.
Sedangkan SIG adalah suatu sistem yang melibatkan peta dan basisdata.
Dengan kata lain peta adalah bagian dari SIG. Sedangkan pada ArcView anda
dapat melakukan beberapa hal yang peta biasa tidak dapat melakukannya.
Perbedaan pokok antara Peta Analog dengan ArcView adalah bahwa Peta itu
36
Perbedaan pokok antara Peta Analog dengan ArcView adalah bahwa Peta itu
statis sedangkan ArcView dinamis. ArcView biasa digunakan antara lain untuk
(Prahasta, 2007: 30):
1. Digitasi data citra dari layar monitor (on screen digitizing)
2. Reaktifikasi citra dengan bantuan ekstensi image analysis
3. Editing tema dengan drag and drop atau cut and paste
4. Editing tema dengan query item pada tabel
5. Konversi data dari MS-EXCEL atau MS-ACCESS menjadi tema baru
pada data spasial yang telah ada
6. Pembuatan kontur dengan bantuan ekstensi image analysis dan spasial
analis
7. Pembuatan peta 3D dan perhitungan volume dengan bantuan 3D analysis
8. Pengubahan sistem proyeksi dengan projection utility
9. Kemudahan konversi data ke perangkat lunak lain, seperti Autocad dan
Mapinfo
Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat
sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-install) ke dalam perangkat lunak ArcView
untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri.
Contoh-contoh extensions ini seperti Spatial Analyst, Edit Tools v3.1,
Geoprocessing, JPEG (JFIF) Image Support, ModelBuilder, Legend Tool,
Projection Utility Wizard, Register and Transform Tool dan XTools Extensions.
Komponen ArcView 3.2 adalah sebagai berikut (Prahasta, 2007: 31):
37
1. View
View mengorganisasikan theme, sebuah view merupakan representasi
grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa layer atau theme
informasi spasial (titik, garis, polygon dan citra raster). Sebagai contoh
posisi-posisi kota ataupun bangunan (titik), sungai-sungai dan jaringan
atau saluran (garis) dan batas administrasi ataupun tata guna lahan (land
use) suatu wilayah (polygon) dapat membentuk sebuah theme dalam
sebuah view.
2. Tabel
Dokumen ini tempat dilakukan antara lain input data atribut, perhitungan
data serta pemilihan data menggunakan data tabular. Tabel yang tampil
adalah tabel dari tema yang aktif pada dokumen view yang dipilih. Tabel
merupakan representasi data ArcView dalam bentuk sebuah tabel.
Sebuah tabel akan berisi informasi deskriptif mengenai layer tertentu.
Setiap baris data (record) mendefinisikan sebuah entry (misalnya
informasi mengenai salah satu polygon baik batas administrasi maupun
polygon batas tata guna lahan (land use) di dalam basisdata spasial-nya,
setiap kolom (field) mendefinisikan atribut atau karakteristik dari entry.
3. Grafik
Grafik merupakan representasi grafis dari resume tabel data. Chart juga
biasanya merupakan hasil suatu query terhadap suatu tabel data. Bentuk
chart yang didukung oleh ArcView adalah line, bar, column, xy scatter,
area dan pie.
38
4. Layout
Layout digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (view, table, chart)
dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal
guna membuat peta yang akan dicetak. Pada design review layout dapat
dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta
seperti judul, logo, legenda, orientasi, skala, sumber dan sebagainya.
Gambar 2.4 menunjukkan design review peta pada penelitian ini.
Gambar 2.4 Design Review Layout
5. Extentions
Program tambahan yang dapat membantu menyelesaikan proyek dan
dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan proyek yang sedang dibuat.
Pada ArcView biasanya sudah tersedia beberapa ekstensi standar, namun
jika perlu menambahkan ekstensi yang lain dapat menambahkannya pada
bin32 yang terdapat dalam sistem perangkat lunak ArcView.
Logo
Legenda
Sumber Data
Peta
Judul Peta
39
6. Sumber Data
Data berupa data atribut biasanya harus berformat .dbf agar dapat di
proses oleh Arcview. Dan data lain berupa peta biasanya berformat .shp.
Proses akhir yang disajikan bisa berupa layout atau peta.
7. Reklasifikasi
Reklasifikasi adalah proses pengelompokan kembali ke dalam bagian
kelas, grup dan tipe yang ditentukan.
8. Overlay
Proses penggabungan database dengan sebuah atau beberapa peta.
Overlay menganalisis interaksi dari database yang ada dengan data yang
lain.
9. Polygon Thiessen
Polygon thiessen merupakan salah satu ekstensi yang ada di perangkat
lunak ArcView (Created Polygon Thiessen). Ekstensi ini adalah alat
untuk mempresentasikan area atau polygon iklim (Prahasta, 2007: 33).
2.5.4 Alasan Penggunaan SIG
Adapun penggunaan aplikasi dan konsep GIS dalam penelitian ini, karena
beberapa alasan seperti berikut (Puntodewo, 2009: 30):
a. Hampir semua aplikasi yang terdapat dalam SIG dapat di-customize,
dengan menggunakan beberapa skrip yang ada di perangkat lunak SIG,
sehingga dengan mudah dapat memenuhi kebutuhan pengguna secara
otomatis, cepat, lebih menarik, informatif dan user friendly.
40
b. SIG menggunakan baik data spasial maupun atribut secara terintegrasi
hingga dapat menjawab pertanyaaan spasial dan non-spasial.
c. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat
dipermukaan bumi ke dalam beberapa layer atau data spasial. Dengan
layer ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan
dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian berikut layer
thematic yang diperlukan.
d. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menvisualisasikan
data spasial berikut atribut-atributnya. Seperti modifikasi warna, bentuk
dan ukuran simbol yang diperlukan untuk mempresentasikan unsur-unsur
permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah.
2.5.5 Manfaat SIG
Pemanfaatan SIG dilakukan sebagai alat untuk menganalisis peta distribusi
iklim dengan membuat analisis tumpang tindih (overlay) dengan peta agroklimat
hortikultura. Dengan SIG data agroklimat hortikultura dapat dianalisis
berdasarkan kecamatan yang dihubungkan dengan curah hujan, suhu udara dan
kelembaban udara (Puntodewo, 2009: 33).
2.6 Data Spasial
Data spasial adalah kumpulan data yang terorganisasi untuk melayani
berbagai aplikasi pada saat bersamaan dengan melakukan penyimpanan dan
pengelolaan data komponen keruangan (bergeoreferensi) dalam arti mempunyai
41
informasi letak baik terhadap garis bujur maupun garis lintang, sehingga data
tersebut nampak di satu lokasi.
Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial
dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid
(Prahasta, 2008: 21). Kumpulan piksel-piksel yang menggambar suatu obyek
spasial dapat disebut sebagai dataset obyek. Setiap piksel dalam dataset raster
mempunyai informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang terdapat
dalam satu piksel dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu data atribut
(informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, pemukiman dan lain lain) dan
koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data tersebut.
Adapun karakteristik layer (s) raster menunjukkan bahwa data tersebut
adalah data raster. Karakteristik-karakteristik model data raster adalah sebagai
berikut (Prahasta, 2008: 22):
a. Resolusi; resolusi spasial dapat diartikan sebagai suatu dimensi linear
minimum dari satuan jarak geografi terkecil yang dapat direkam oleh
data. Satuan terkecil dalam data raster pada umumnya ditunjukkan oleh
panjang sisi suatu bidang bujur sangkar piksel. Semakin luas suatu area
di permukaan bumi yang dipresentasikan oleh ukuran piksel, maka data
tersebut beresolusi kecil, sebaliknya jika semakin kecil suatu area di
permukaan bumi yang direpresentasikan oleh ukuran piksel, maka
dikatakan bahwa data tersebut beresolusi besar.
b. Orientasi; Orientasi dalam model data raster dibuat untuk
mempresentasikan arah utara grid. Secara umum, untuk mendapatkan
42
orientasi model data raster dilakukan penghimpitan arah utara grid
dengan arah utara sebenarnya pada titik asal dari dataset yang biasanya
adalah titik dibagian kiri atas.
c. Zone; Setiap zone pada model data raster adalah sekumpulan lokasi-
lokasi yang memperlihatkan nilai/ID yang sama. Misalnya untuk suatu
raster data sawah, maka ID pada tiap pixel sawah akan mempunyai
nilai/ID yang sama.
d. Nilai-nilai; Nilai adalah item informasi (attribute) yang disimpan dalam
sebuah layer untuk setiap piksel. Sehingga pada ID yang sama pada
beberapa piksel dapat mempunyai nilai yang berbeda.
Representasi model data vector terdiri dari titik (points), garis (lines) dan
area (polygons) (Prahasta, 2008: 25).
a. Titik (points)
Meliputi semua objek geografis yang dikaitkan dengan koordinat (x,y)
sudut property suatu batas (polygon) juga merupakan titik. Contoh:
SPBU, Pasar dan Kantor polisi.
b. Garis (lines)
Garis merupakan semua unsur linier yang dibangun dengan
menggunakan segmen garis lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat
atau lebih. Contoh: Rel kereta.
c. Area (polygons)
Area merupakan representasi semua objek dalam satu dimensi, contoh:
Danau dan Sawah.
43
2.7 Analisis Spasial
ArcView Spatial Analyst digunakan untuk menemukan dan mengerti lebih
baik hubungan spasial dari data, sehingga dapat ditampilkan dan menjalankan
query guna menghasilkan suatu aplikasi yang diinginkan. Spatial Analyst sangat
berguna terutama karena kemampuannya untuk menggabungkan data raster dan
data vector. Spatial Analyst menyediakan alat untuk membuat surface
(penampakan 3-dimensi) dan menganalisis karakteristiknya. Berikut adalah
beberapa contoh masalah yang bisa dipecahkan dengan menggunakan Spatial
Analyst (Sitorus, 2009: 28):
a. Inventarisasi pembangunan gedung perbelanjaan. Prosesnya adalah
penetapan beberapa unsur yang berkaitan dengan letak proyek
pembangunan, seperti aksesbilitas lokasi, daya beli dan animo
masyarakat yang ada di sekitar lokasi pembangunan.
b. Inventarisasi lahan pertaninan dan perkebunan.
c. Inventarisasi pembangunan SPBU, pertimbangannya antara lain riset
lokasi seperti lokasi harus terhindar dari banjir, lokasi tepat berada di sisi
jalan raya.
d. Lokasi rawan kecelakaan, hal yang dinyatakan adalah relasi atau
hubungan (relationship), pola (patern) dan kecenderungan (trend).
Adapun fungsi-fungsi Spatial Analyst adalah sebagai berikut:
a. Fungsi-fungsi yang bisa dijalankan oleh Spatial Analyst.
b. Jenis-jenis permasalahan yang bisa dipecahkan oleh masing-masing
fungsi tersebut.
44
c. Cara masing-masing fungsi tersebut memecahkan permasalahan.
Berikut ini adalah contoh perbedaan antara objek shapefile (feature) yang
berbasis vector dan grid yang berbasis raster.
a. b.
Gambar 2.5 Perbedaan Objek Feature (a) dan Grid (b)
(Sumber: Sitorus, 2009: 22)
Aktifkan Extentions Spatial Analyst pada ArcView. Dari menu File pilih
Extensions. Pada kotak dialog Extentions, isilah tanda cek list pada pilihan
Spatial Analyst untuk men-load ekstensi tersebut seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Menu Extentions pada Spatial Analyst
Pemetaan jarak adalah menghitung berapa jauh masing-masing sel dari
obyek terdekat yang anda pilih, misalnya jalan, sawmill, rumah sakit. Jarak bisa
diukur berdasarkan Euclidean (jarak dari satu obyek ke obyek lain) atau
45
berdasarkan usaha yang diperlukan untuk mencapai satu titik dari titik lain
(biaya). Dua fungsi utama yang disediakan oleh Spatial Analyst menggunakan
sistem Euclidean untuk menentukan jarak adalah:
a. pemetaan jarak (distance mapping)
b. pemetaan kedekatan (proximity mapping).
Sedangkan dua fungsi penting yang bisa dilakukan menggunakan biaya
sebagai sistem pengukuran adalah:
a. pemetaan jarak dengan pembobotan (weighted-distance mapping)
b. analisis path (path analyst) (Sitorus, 2009: 30).
2.8 Profil Umum Kabupaten Bogor
Luas wilayah Kabupaten Bogor mencapai 2.371,21 km2. Kabupaten Bogor
terdiri dari 27 Kecamatan dan 425 Desa. Luas lahan pertanian Kabupaten Bogor
terdiri dari hutan negara (27%), tegalan (18%), persawahan (16%), pekarangan
(13%), hutan rakyat (5%), perkebunan rakyat (5%), perkebunan swasta (3%),
Ladang/huma (2%), penggembalaan/padang (1%) dan lain-lainnya (7%).
Adapun letak geografis Kabupaten Bogor adalah Bujur Timur 1060 1°-
1070 103° dan Lintang Selatan 60 19° – 60 47°.
Batas wilayah Kabupaten Bogor adalah (Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor, 2008: 11):
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Propinsi DKI Jakarta
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabapaten Lebak
46
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
Gambar 2.7 Peta Kabupaten Bogor
Pada Gambar 2.7 Kabupaten Bogor terdiri atas 27 kecamatan dari
Kabupaten Bogor bagian barat, yaitu Jasinga, Parung Panjang, Cigudeg,
Nanggung, Rumpin, Leuwiliang, Ciampea dan Cibungbulang. Dari Kabupaten
Bogor bagian tengah, yaitu Gunung Sindur, Parung, Semplak, Ciawi, Ciampea,
Sawangan, Bojong Gede, Depok, Cimanggis, Ciomas, Kedung Halang, Cijeruk
dan Caringin. Dan Kabupaten Bogor bagian timur, yaitu Kecamatan Cariu,
Cibinong, Cisarua, Citeureup, Gunung Putri, Jonggol dan Kadunghalang.
Kecamatan yang menjadi sentra produksi tanaman pisang antara lain
kecamatan Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi (Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 15).
47
Berdasarkan data statistik BPS Kabupaten Bogor jumlah penduduk wilayah
Kabupaten Bogor tahun 2008 adalah sebesar 949.990 jiwa yang terdiri dari
482.194 jiwa penduduk perempuan dan 466.799 jiwa penduduk laki-laki. Pola
sebaran penduduk terbanyak adalah Kecamatan Leuwiliang sebanyak 121.104
jiwa, Rumpin 108.431 jiwa, Cibungbulang 106.553 jiwa dan Kecamatan Cigudeg
sebanyak 105.148 jiwa (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2008: 12).
2.9 Studi Sejenis (Literatur)
Dalam penelitian Siti Muhajaroh dalam skripsi yang berjudul Kesesuaian
Agroklimat Hortikultura Jenis Manggis dengan Pendekatan Analisis Spasial tahun
2010 lebih menggunakan pendekatan iklim sebagai salah satu faktor penting yang
mempengaruhi produksi tanaman. Metode yang digunakan dalam penelitiannya
menggunakan Analisis Spasial dan sistem kerja ModelBuilder dengan metode
Weighted Overlay (Pembobotan) dan Scoring pada peta digital yang dilakukan
dalam software ArcView GIS 3.2. Sedangkan metode penelitian yang digunakan
adalah metode pengembangan sistem SDLC (System Development Life Cycle).
2.10 SDLC (System Development Life Cycle)
SDLC (System Development Life Cycle) adalah suatu proses rasional dan
sistem analis yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi. Metode
SDLC adalah keseluruhan proses dalam membangun sistem melalui beberapa
langkah. Ada beberapa model SDLC. Model yang cukup populer dan banyak
digunakan adalah Waterfall. Model Waterfall berisi rangkaian aktivitas proses
48
digunakan adalah Waterfall. Model Waterfall berisi rangkaian aktivitas proses
seperti spesifikasi kebutuhan dalam tahap perencanaan (planning), proses
menghimpun, menganalisis, mengakurasi dan menspesifikasikan kebutuhan dalam
tahap analisis (analysis), implementasi desain perangkat lunak dalam tahap
perancangan (design) dan terakhir tahap penerapan (implementation). Setiap
tahapan didefinisikan, lalu tahapan tersebut di sign off dan pengembangan
dilanjutkan pada tahapan berikutnya. Model ini menawarkan cara pembangunan
sistem informasi secara lebih nyata.
Model Waterfall menggambarkan proses pengembangan sistem dalam
sebuah alur urutan linier. Dalam model Waterfall tiap tahap dalam pengembangan
sistem dilakukan hanya jika tahap-tahap sebelumnya telah selesai. Contoh jika
kita ingin memulai proses design harus dipastikan bahwa proses sebelumnya
yakni proses analysis telah selesai dilakukan, jika tidak kita tidak boleh memulai
tahap design atau tahap selanjutnya.
Selain itu dalam model Waterfall, ketika langkah pengembangan proyek
maju ke tahap berikutnya, kita tidak bisa kembali ke tahap yang sebelumnya.
Model Waterfall mendefinisikan proses pengembangan sistem ke dalam lima
tahapan (Al fatta, 2008: 32):
a. Perencanaan (Planning)
b. Analisis (Analysis)
c. Perancangan (Design)
d. Evaluasi (Evaluation)
e. Penerapan (Implementation)
49
Model Waterfall umumnya digunakan dalam pembuatan proyek sederhana
dan berskala kecil dimana kebutuhan-kebutuhan didefinisikan di awal. Model ini
mengasumsikan bahwa kebutuhan bersifat stabil dan tidak berubah sepanjang
pengerjaan proyek. Hal ini umumnya menyebabkan model Waterfall tidak dapat
digunakan untuk kasus proyek skala besar dimana kebutuhan kemungkinan selalu
berubah dan bertambah selama proses pengembangan.
Beberapa model lain SDLC adalah Fountain, Spiral, Rapid, Prototyping,
Incremental, Build and Fix, Synchronize dan Stabilize.
Gambar 2.8 Siklus Metode SDLC Model Waterfall
(Sumber: Al fatta, 2008: 33)
Adapun tahapan-tahapan SDLC dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Pada tahap ini dimulai dengan menentukan proyek sistem yang akan
dikembangkan, kemudian mendifinisikan masalah dan pelaksanannya berupa
1. Perencanaan
2. Analisis
3. Perancangan
4. Evaluasi
5. Penerapan
50
inventarisasi data yang diperlukan dalam proyek sistem yang akan dibuat, serta
dimana mendapatkan informasi tentang data tersebut bisa diperoleh.
Perencanaan sistem menyangkut estimasi dari kebutuhan-kebutuhan fisik,
tenaga kerja dan dana yang dibutuhkan untuk mendukung operasi. Termasuk
mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup proyek tersebut (Al fatta, 2008: 34).
2. Analisis (Analysis)
Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem
informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-
kesempatan dan hambatan-hambatan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan yang
diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikan-perbaikan dan memahami
kembali sistem kerja yang digunakan. Contohnya pemilihan perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware) yang digunakan (Al fatta, 2008: 34).
Menganalisis teknologi apa yang digunakan dalam proyek ini, misalkan
proyek analisis agroklimat hotikultura dalam SIG, maka memerlukan aplikasi
seperti ArcView 3.2.Memerlukan pengolahan dan penyimpanan data secara
informasi produk, informasi berita digunakan database seperti Microsoft Excel
atau Microsoft Acces.
Untuk menghasilkan peta agroklimat hotikultura menggunakan proses kerja
Spatial Analyst yang ada dalam extentions ArcView GIS 3.2 dan sistem kerja
ModelBuilder yang terdapat dalam software ArcView GIS 3.2.
51
3. Perancangan (Design)
Setelah mendapatkan gambaran dengan jelas apa yang harus dikerjakan.
Tiba waktunya untuk membentuk sistem tersebut. Tahap ini disebut dengan
perancangan sistem (design). Tahap perancangan (design) meliputi kegiatan
pemrosesan data yang dibutuhkan oleh sistem yang baru dengan konfigurasi dari
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang telah ditentukan
yang akan membantu dalam proses perancangan (design) (Al fatta, 2008: 35).
4. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan untuk
menentukan keberhasilan implementasi suatu sistem informasi. Evaluasi
dilakukan untuk menentukan kriteria evaluasi, parameter evaluasi dalam
membangun kerangka kerja evaluasi. Contohnya evaluasi paramater iklim dan
evaluasi produksi tanaman.
Evaluasi perlu dilakukan untuk menghasilkan bahwa pelaksanaan
pengembangan sistem sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Al fatta,
2008: 35). Evaluasi yang dimaksud disini adalah evaluasi yang dilakukan oleh
user (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor) contohnya evaluasi
produksi tanaman, sedangkan evaluasi yang dilakukan tim koordinasi/analisis
bersifat lebih teknis contohnya evaluasi parameter iklim untuk tanaman di daerah
tertentu.
5. Penerapan (Implementation)
Tahap penerapan sistem merupakan tahap meletakkan sistem agar siap
untuk dioperasikan. Tahap ini masuk kedalam proses design review dari sistem
52
yang telah dibuat. Design review adalah proses integrasikan property (view, table,
chart) kedalam satu window tunggal sebagai hasil akhirnya. Secara umum design
review bertujuan agar sistem lebih menarik, mudah dipahami dan informatif (Al
fatta, 2008: 36).
Design review untuk peta agroklimat pisang dapat dilakukan proses
penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti judul, logo,
legenda, orientasi, skala, sumber dan sebagainya. Design review dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Design Review Peta Agroklimat Pisang
Siklus SDLC dijalankan secara berurutan, mulai dari langkah pertama
hingga langkah kelima. Setiap langkah yang telah selesai harus dikaji ulang untuk
memastikan bahwa langkah telah dikerjakan dengan benar dan sesuai harapan.
Semua langkah dalam siklus harus terdokumentasi. Dokumentasi yang baik akan
mempermudah pemeliharaan dan peningkatan fungsi sistem.
Logo UIN
Legenda
Sumber Data
Peta Kesesuaian Agroklimat
untuk Tanaman Pisang
Judul Peta
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tanaman Pisang
Asal-usul nama pisang masuk kedalam marga Musa, suku Musaceae.
Beberapa ahli botani berpendapat bahwa nama Musa diambil dari nama Antonius
Musa, salah seorang dokter kaisar Octavius Augustus dari Roma, sementara itu
beberapa ahli botani lainnya berpendapat bahwa nama Musa berasal dari bahasa
Arab yaitu mouz atau mouwz yang berarti pisang. Pisang dikelompokkan menjadi
pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada umumnya ditemukan tumbuh
liar di alam, mempunyai banyak biji dan bersifat diploid. Sedangkan pisang
budidaya pada umumnya tumbuh di pekarangan, bijinya sedikit dan bersifat
triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya inilah yang sering kita
manfaatkan secara ekonomi (Rismunandar, 2009: 14).
Menurut literatur, pisang merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, yaitu
berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Ada juga yang menyebutkan
bahwa pisang berasal dari Brasil dan India. Dari sini kemudian menyebar hingga
ke daerah Pasifik (Rismunandar, 2009: 16).
Umumnya performance tanaman pisang antara lain tinggi tanaman pisang
dewasa berkisar antara 2-8 m, dengan daun-daun yang panjangnya ada yang
mencapai 3,5 m. Setiap batang (pseudostem) tanaman pisang akan menghasilkan
satu tandan buah pisang sebelum dia mati dan digantikan oleh batang pisang baru
(Haryadi, 2009: 11).
54
a. Perangkat lunak: Microsoft Windows XP Profesional SP2, ArcView 3.2
dengan ekstensi JPEG (JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk
penginputan dan pengolahan data spasial maupun data atribut dan
Polygon Thiessen untuk membuat peta kesesuaian atau peta agroklimat.
Microsoft Excel untuk pengolahan data atribut dan Global Mapper 8
untuk digitasi peta yang digunakan oleh Bakosurtanal.
b. Perangkat keras: komputer Pc Pentium(R) IV 1.80 HGz dengan memori
256 MB DDR, Harddisk 1.79 GHz, Thermometer, penakar hujan tipe
Obsevatorium, Psychrometer.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Penelitian
a. Metode Observasi
Melakukan pengumpulan data yang bersumber dari Balai Besar
Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Ciputat, data yang diberikan
berupa data iklim Kabupaten Bogor. Kemudian pengumpulan data
kesesuaian agroklimat pisang dan data produksi pisang dari Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2008. Semua data ini
diperlukan untuk menganalisis kesesuaian lahan pisang didasarkan iklim
di Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dimulai dari bulan Oktober
2009. Data ini merupakan data sekunder.
Observasi dilaksanakan di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor yang beralamat di Jl. Bersih Kompleks PEMDA Kabupaten
55
Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Dan di Balai Besar Meteorologi
dan Geofisika Wilayah II yang berlokasi di Jl. H. Abdulgani No. 05,
Kampung Bulak, Cempakaputih, Ciputat, Jakarta.
Pengumpulan data dengan metode observasi kepada pihak staf Distanhut
Kabupaten Bogor dan staf BBMG Wilayah II dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan cara pengamatan langsung dan tidak langsung.
Pengamatan langsung dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
pada Bidang Produksi Distanhut Kabupaten Bogor, seperti mengamati
apa saja yang dikerjakan, sistem dan aplikasi apa saja yang digunakan,
bagaimana keadaan hardware yang digunakan untuk mendukung proses
kerja di Bidang Produksi Pertanian Kabupaten Bogor. Sedangkan
pengamatan yang dilakukan di BBMG Wilayah II khususnya Bagian
Data dan Informasi Iklim meliputi aplikasi dan alat apa saja yang
digunakan untuk mendukung proses kerja Bagian Data dan Informasi.
Pengamatan secara langsung ini diuraikan di Bab IV Hasil dan
Pembahasan pada tahap Analisis (Analysis).
Sedangkan pengamatan tidak langsung peneliti mengumpulkan dan
mengamati dokumen-dokumen yang ada antara lain dari Distanhut
Kabupaten Bogor berupa Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor Tahun 2008 berupa data produksi (Lampiran 3) dan data
kesesuaian agroklimat tanaman pisang (Lampiran 7). Sedangkan data
yang didapat dari BBMG Wilayah II berupa data iklim (curah hujan,
suhu udara dan kelembaban udara) (Lampiran 4,5,6).
56
b. Metode Pustaka
Metode ini digunakan sebagai referensi dalam penyusunan penelitian ini.
Pada studi pustaka ini peneliti mempelajari buku-buku yang berhubungan
dengan analisis spasial agroklimat pisang serta buku-buku yang
mendukung dengan topik yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi
ini, untuk daftar mengenai referensi buku–buku yang digunakan, peneliti
lampirkan dalam Daftar Pustaka.
3.3.2 Pengolahan Data
Data yang akan di olah adalah data sekunder dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor dan Balai besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah
II Ciputat dengan menginput menggunakan Microsoft Excel 2003, kemudian
disimpan dalam format dBase IV.
Data pertanian yang akan diolah berupa data kesesuaian agroklimat pisang
Kabupaten Bogor dan data iklim yang akan diolah berupa data curah hujan, suhu
udara dan kelembaban udara.
3.3.3 SDLC (System Development Life Cycle)
Dalam metode penelitian ini menggunakan SDLC (System Development
Life Cycle) dengan model Waterfall. Dalam model Waterfall setiap tahapan
didefinisikan, lalu tahapan tersebut di sign off dan pengembangan dilanjutkan
pada tahapan berikutnya. Kemudian tahapan yang telah selesai harus dikaji ulang
(review), terutama dalam langkah perencanaan dan desain untuk memastikan
bahwa langkah telah dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan harapan. Jika
tidak maka langkah tersebut perlu diulangi lagi atau kembali ke langkah
57
sebelumnya. Tetapi kadang-kadang ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
secara bersamaan (overlapping), hal ini dilakukan untuk mempercepat
mendapatkan hasil yang diinginkan dan memuaskan (Al fatta, 2008: 30).
Adapun siklus metode SDLC dapat gambarkan dalam diagram alir
penelitian pada Gambar 3.1.
Mulai
Perencanaan
Pengumpulan
Data
Data Kesesuaian
AgroklimatData Spasial
Peta Kab. Bogor
Data Non-spasial
Data IklimBBMG
BakosurtanalDinas Pertanian dan
Kehutanan Kab.Bogor
CH,SH,RH
Peta CH Peta SH Peta RH
Analisis Spasial
Weight
Overlay
Evaluasi
Agroklimat Pisang
Perencanaan
Perancangan
Analisis
Evaluasi
Penerapan
Data Produksi Pisang
ArcView 3.3Microsoft Excel
mengolah
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Metode SDLC
53
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor (khususnya Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor), sedangkan pengolahan data dilaksanakan di kantor
BBMG Wilayah II Ciputat, yang dimulai dari bulan Oktober 2009 sampai dengan
Juli 2010.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Penelitian menggunakan data iklim dari stasiun Klimatologi, Pos hujan
kerjasama dan stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK). Selain itu yang
harus dipersipakan adalah peta potensi Kabupaten Bogor dalam vector dengan
skala 1:500.000, meliputi peta keadaan wilayah dan peta pertanian yang
diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
tahun 2002 dalam format shapefile dengan extentions .shp, data curah hujan, suhu
udara, kelembaban udara bulanan Kabupaten Bogor.
3.2.2 Alat
Perlengkapan yang digunakan untuk mengolah data spesifikasinya adalah
sebagai berikut:
59
adalah data iklim, Sumber Daya Manusia (SDM), Stasiun Hujan (pada Sub
Manajemen Data), GPS untuk menentukan koordinat, alat penangkar hujan untuk
mengukur curah hujan, thermometer untuk mengukur suhu, bola basah dan bola
kering untuk mengukur kelembaban udara dengan cara dibaca selisihnya,
seperangkat PC dan software ArcView. Kemudian layout peta yang sudah selesai
disimpan dalam bentuk Atlas dan CD.
Rencana stratejik Pusat Sisdatin Klimatologi dan Kualitas Udara disusun
berdasarkan Rencana Stratejik Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Tahun
2005–2009. Dengan demikian rencana stratejik Pusat Sisdatin Klimatologi dan
Kualitas Udara telah menjangkau tugas dan fungsi BBMG (BMG, 2008: 10).
Gambar 4.1 adalah struktur organisasi yang sedang berjalan pada bagian Deputi
Klimatologi BBMG.
60
Struktur Kerja BBMG Wilayah II Jakarta
BALAI BESAR METEOROLOGI
DAN GEOFISIKA
BBMG Wilayah II
KEPALA
BAGIAN
TATA USAHA
SUBBAGIAN
KEUANGAN DAN
PERLENGKAPAN
SUBBAGIAN
KEUANGAN DAN
PERLENGKAPAN
BIDANG
OBSERVASI
SUBBAGIAN
PENGUMPULAN
DAN PENYEBARAN
SUBBAGIAN
INSTRUMENTASI
DAN PENYEBARAN
BAGIAN
DATA DAN INFORMASI
SUBBAGIAN
MANAJEMEN
SUBBAGIAN
PELAYANAN JASA
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Deputi Klimatologi
(Sumber: BBMG Wilayah II Balai Besar Meteorologi dan Geofisika, 2009: 12)
61
a. Visi dan Misi Pusat Sisdatin Klimatologi
1. Visi
Visi Pusat Sisdatin Klimatologi dan Kualitas Udara Tahun 2005–2009
adalah ”Terwujudnya pelayanan jasa klimatologi dan kualitas udara
yang cepat, tepat dan akurat guna menjamin keselamatan masyarakat
dan menunjang pembangunan diberbagai sektor”.
2. Misi
Misi Pusat Sisdatin Klimatologi dan Kualitas Udara tahun 2005-2009
adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan data dan informasi klimatologi dan kualitas udara.
b. Menyediakan jaringan pelayanan klimatologi dan kualitas udara
bagi pengguna.
c. Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang profesional.
d. Melaksanakan kerjasama nasional dan internasional di bidang
klimatologi dan kualitas udara (BBMG, 2009: 10).
b. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan keputusan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika
Nomor: KEP 001 Tahun 2004 tugas dan fungsi Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika (BBMG) adalah sebagai berikut:
a. Tugas
Melaksanakan tugas kepemerintahan di bidang Meteorologi dan
Geofisika, klimatologi dan kualitas udara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
62
b. Fungsi
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
2. Koordinasi kegiatan fungsional di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
3. Penyelenggaraan kegiatan fungsional di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
c. Penyelenggaraan kegiatan kerjasama di bidang meteorologi,
klimatologi, kualitas udara dan geofisika.
B. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
Adapun data yang diperlukan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor adalah data non spasial yaitu data kesesuaian agroklimat
tanaman pisang dan data produksi tanaman pisang dalam Monografi Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor terdiri dari empat bidang,
yaitu Bidang Program dan Pengendalian yang membawahi Seksi Program dan Seksi
Pengendalian, Bidang Sumber Daya yang membawahi Tataguna Lahan dan Air dan
Seksi Reboisasi, Bidang Bina Usaha yang membawahi Seksi Pelayanan Usaha dan
Seksi Pengembangan Kelembagaan dan Bidang Produksi yang membawahi Seksi
Produksi dan Seksi Perlindungan Tanaman.
Secara garis besar Bidang Produksi khususnya Seksi Produksi menangani
pendataan hasil produksi pertanian dan perkebunan yang terdiri dari hasil
produksi padi, palawija, hortikultura, tanaman hias dan hasil produksi perkebunan
seperti kopi, teh, lada, vanila dan kelapa hibrida.
63
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor: 25 Tahun 2000 BAB II Pasal 2 ayat
2 tentang “ Pembentukan Dinas Pertanian Kabupaten Bogor”, maka tugas Bidang
Produksi adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan data potensi dan produksi pertanian dan kehutanan
Kabupaten Bogor tahunan.
2. Menyediakan data pembangunan pertanian dan kehutanan Kabupaten
Bogor tahunan (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008:
1).
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
(Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 5)
64
C. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yaitu
berupa peta dasar Propinsi Kabupaten Bogor tahun 2002 yang sudah berbentuk
shapefile atau .shp. Data diperoleh dari Deputi Bidang Pemetaan Dasar terutama
pada Subbidang Pusat Pemetaan Rupabumi.
Bakosurtanal dipimpin oleh seorang Kepala setingkat pejabat eselon I yang
membawahi Sekretaris Utama dan Inspektur setingkat pejabat eselon II. Adapun
Sekretaris Utama bertanggung jawab atas Deputi Bidang Infrastruktur Data
Spasial. Dan Inspektur membawahi Deputi Bidang Survei Sumber Daya Alam
dan Deputi Bidang Pemetaan Dasar.
Berdasarkan Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969, maka
tugas dan fungsi Bakosurtanal adalah sebagai berikut:
a. Tugas:
Bakosurtanal mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Fungsi:
1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survei dan
pemetaan.
2. pembangunan infrastruktur data spasial nasional.
3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Bakosurtanal.
4. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang survei dan pemetaan nasional.
65
5. pelaksanaan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan
dan rumah tangga.
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Sumber: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 2010: 6)
4.2. Analisis (Analysis)
Analisis teknologi yang akan digunakan dalam analisis kesesuaian
agroklimat pisang berupa pemilihan aplikasi yang akan digunakan seperti
Microsoft Wndows XP Profesional SP2, Arcview 3.2 dengan ekstensi JPEG
(JFIF) Image Support, Spatial Analyst untuk penginputan dan pengolahan data
66
spasial maupun data atribut dan Polygon thiessen untuk membuat peta kesesuaian
atau peta agroklimat dan Microsoft Excel untuk pengolahan dan penyimpanan
data atribut.
Perangkat keras seperti komputer Pc Pentium (R) IV 1.80 HGz dengan
memory 256 MB DDR, Harddisk 1.79 GHz, Microsoft Excel digunakan oleh
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor khususnya Bidang Produksi
untuk mengolah dan menyimpan data produksi dan pembangunan pertanian
Kabupaten Bogor dan sebagai dasar untuk membuat laporan pertanian dan
kehutanan tahunan (Monografi Pertanian dan Kehutanan Tahunan).
Aplikasi ArcView dan Microsoft Excel, Thermometer untuk mengukur suhu
udara, penakar hujan tipe Obsevatorium, bola basah dan bola kering untuk
mengukur kelembaban udara, GPS untuk menentukan koordinat, Psychrometer
yang digunakan oleh BBMG untuk mencatat data iklim sebagai bahan dasar
pengolahan dan pembuatan laporan meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan
geofisika. Contohnya Pelaporan Data Iklim dan Agroklimat tahunan.
4.3. Perancangan (Design)
Tahap perancangan adalah proses input data ke dalam database yaitu data
iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara sehingga pada
akhirnya menghasilkan peta curah hujan, peta suhu udara dan peta kelembaban
udara. Unsur iklim yang digunakan sebagai dasar adalah curah hujan, dengan data
hujan bulanan paling sedikit 10 tahun yang didasarkan pada panjang periode
67
bulan kering dan bulan basah berturut-berturut (Badan Meteorologi dan Geofisika,
2009: 4).
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor, dimana peta Kabupaten Bogor
yang ada di Arcview dibuat peta curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara,
kemudian dibuat peta kesesuaian agroklimat pisang Kabupaten Bogor tahun 2008.
Adapun langkah-langkah pembuatan aplikasi tersebut, dapat diuraikan lebih
jelas lagi sebagai berikut:
4.3.1. Menentukan Peta Kabupaten Bogor
a) Buka ArcView GIS 3.2.
b) Buka View baru, dengan meng-klik New pada Toolbox View.
c) Klik atau Add Theme, maka akan muncul Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Menu Add Theme
68
d) Pilih file kab_bogor.shp, lalu klik OK.
Langkah pertama dalam analisis kesesuaian agroklimat pisang adalah
menentukan peta Kabupaten Bogor yang didapat dari Bakosurtanal
dalam format shapefile atau .shp.
e) Setelah itu check list kab_bogor.shp
Gambar 4.5 Hasil Add Theme
Gambar 4.5 tampak hasil dari peta Kabupaten Bogor yang telah di check
list. Peta dasar Kabupaten Bogor inilah yang akan diolah menjadi peta
iklim dan peta agroklimat tanaman pisang.
69
f) Kemudian klik file pilih Extensions.
Gambar 4.6 Menu Extensions
Setelah menentukan peta Kabupaten Bogor, maka langkah selanjutnya
adalah mengaktifkan Extentions yang ada dalam software ArcView GIS
3.2. Extentions tersebut yang akan membantu proses pembuatan peta
agroklimat pisang. Extentions tersebut antara lain Geoprocessing,
Graticules and Measured Grids, JPEG (JFIF), ModelBuilder, Image
Support, Spatial Analyst untuk penginputan dan pengolahan data spasial
maupun data atribut dan Polygon Thiessen untuk membuat peta
kesesuaian agroklimat.
d) Kemudian klik Theme lalu pilih Convert to Grid, pada menu Grid Name
tuliskan “Nwkab_bogor”, letakkan pada folder yang sudah dibuat lalu
klik OK.
70
Gambar 4.7 Menu Convert to Grid
Langkah selanjutnya adalah meng-grid peta Kabupaten Bogor. Hal ini
dilakukan untuk menentukan wilayah penelitian hanya di Kabupaten
Bogor.
e) Pada menu Output Grid Extent: same As kab_bogor.shp dan pada menu
output grid cell size: 0.009, klik enter lalu OK.
Gambar 4.8 Menu Conversion Extent
71
Output Grid Extent artinya seberapa besar theme grid akan dibuat. Ada
beberapa pilihan, diantaranya Same as View berarti sebesar View, Same
as Display sesuai dengan tampilan dilayar dan Same as sebesar theme
lain yang ada pada View tersebut (kab_bogor.shp).
Output Grid Cell Size menunjukkan ukuran sel atau resolusi spasial.
Semakin kecil nilai yang digunakan semakin detail informasi yang dapat
disimpan dan semakin besar ukuran file hasil konversinya dan begitupun
sebaliknya. Number of Rows dan Number of Columns akan
menyesuaikan dengan ukuran sel yang digunakan.
f) Pada menu Pick field for cell values: klik “Nm_kec” lalu klik OK,
kemudian klik Yes dan pindahkan hasil yang telah di convert ke bagian
paling bawah.
Gambar 4.9 Menu Conversion Field
Tampilan grid peta Kabupaten Bogor didasarkan pada kecamatan. Hal ini
dilakukan karena analisis spasial agroklimat pisang adalah seluruh
72
kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Gambar 4.10 menunjukan
hasil dari grid peta Kabupaten Bogor berdasarkan kecamatan.
Gambar 4.10 Hasil Convert to Grid
g) Kemudian langkah selanjutnya yaitu pilih Analysis Properties
Analysis Mask Grid name OK seperti tampak pada Gambar 4.11.
73
Gambar 4.11 Menu Analysis Properties
Analysis Properties berfungsi untuk membatasi ukuran output sesuai
dengan daerah yang ditentukan, dalam hal ini pada Analysis Mask
menggunakan ukuran output sesuai dengan daerah pada theme grid
yang dipilih pada view, yaitu “Nwkab_bogor”.
4.3.2. Membuat Peta Curah Hujan, Peta Suhu Udara dan Peta Kelembaban
Udara
a) Klik Add Table (nama file data.dbf), contoh “rekap hujan kab
bogor1.dbf.”
74
Gambar 4.12 Menu Add Table
Setelah menentukan peta dasar Kabupaten Bogor, langkah selanjutnya
adalah membuat peta curah hujan, peta suhu udara dan peta kelembaban
udara. Peta-peta iklim ini yang akan membantu mengevaluasi kondisi
iklim Kabupaten Bogor khususnya kecamatan yang menjadi sentra
produksi pisang.
Untuk membuat peta iklim tersebut, data yang diperlukan adalah data
iklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara) yang didapat dari
BBMG Wilayah II. Data curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara
disimpan dalam Microsoft Excel dengan format dBase IV agar dapat
diolah oleh ArcView GIS. Contohnya “rekap hujan kab bogor1.dbf”.
b) Selanjutnya pilih View Add Event Theme Pada X = Pilih Bujur dan
Y = Pilih Lintang, kemudian klik OK.
75
Gambar 4.13 Menu Add Event Theme
Setelah memilih database curah hujan (rekap hujan kab bogor1.dbf),
kemudian tetapkan bujur dan lintangnya. Hasil dari point curah hujan
seperti pada Gambar 4.14. Point curah hujan menunjukkan pos hujan
kerjasama yang ada di Kabupaten Bogor. Data spasial yang ditampilkan
oleh ArcView adalah data tipe titik (Point). Point disajikan dalam
sebaran titik objek curah hujan sesuai dengan koordinatnya.
76
Gambar 4.14 Point Curah Hujan
h) Langkah selanjutnya yaitu data curah hujan diinterpolasi (aktifkan data
koordinat.dbf), Misalnya: “rekap hujan kab bogor1.dbf”
i) Surface Interpolate grid OK.
Gambar 4.15 Menu Output Grid Spesification
77
Langkah selanjutnya adalah meng-interpolated grid database curah
hujan (rekap hujan kab bogor1.dbf), proses inilah yang akan
menghasilkan peta curah hujan. Kemudian tentukan surface peta curah
hujan yaitu berdasarkan jumlah curah hujan dalam setahun seperti pada
Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Menu Interpolate Surface
j) Aktifkan hasil interpolasi.
k) Klik dua kali pada hasil interpolasi.
l) Classify (isi jumlah klasifikasi yang diinginkan mis=7) OK dan hasil
interpolasinya seperti tampak pada Gambar 4.17.
78
Gambar 4.17 Hasil Interpolate Surface
Setelah melalui beberapa proses Gambar 4.17 adalah peta curah hujan
Kabupaten Bogor. Klasifikasi besaran curah hujan ditiap kecamatan
dapat dilihat dari klasifikasi warna berdasarkan besaran nilai curah hujan.
Untuk membuat peta suhu udara dan kelembaban udara sama seperti
proses yang dilakukan pada curah hujan.
m) Tambahkan theme “kab_bogorline”. Klik Add theme kemudian pilih
theme “kab_bogorline”.
79
Gambar 4.18 Menu Add Theme
Menambahkan theme “kab_bogorline” bertujuan untuk membatasi
wilayah antar kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor dan agar peta
lebih informatif dan menarik. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19 Garis Batas Kecamatan di Kabupaten Bogor
80
4.3.3. Menggunakan Sistem Kerja ModelBuilder
Untuk menghasilkan peta kesesuaian agroklimat tanaman pisang adalah
proses sistem kerja ModelBuilder dengan memilih metode weighted overlay
(overlay terbobot), hingga diharapkan pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor dapat memahami peta kesesuaian agroklimat tanaman pisang
dengan harapan pada saat penyampaian informasi kepada pelaku usaha dan
investor yang akan memulai usaha, mendapatkan gambaran yang jelas mengenai
wilayah mana saja yang sesuai untuk ditanami pisang berdasarkan kesesuaian
agroklimat, sehingga budidaya tanaman pisang dapat dikembangkan dan bisa
menghasilkan produksi yang tinggi dengan kualitas baik.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a) Check list theme titik iklim, yaitu curah hujan, suhu udara dan
kelembaban udara, kemudian klik menu Thiessen Polygon atau , pilih
tampilan thiessen iklim contohnya curah hujan berdasarkan jumlah curah
hujan selama setahun, kemudian disimpan ke dalam folder yang sudah
ditentukan.
81
Gambar 4.20 Menu Build Thiessen Polygons
Setelah membuat peta curah hujan, peta suhu udara dan peta kelembaban,
langkah selanjutnya adalah membuat polygon thiessen iklim dari point
“rekap hujan kab bogor1.dbf”, “rekap suhu udara kab bogor1.dbf” dan
“rekap kelembaban kab bogor1.dbf”. Simpan polygon thiessen iklim
dengan nama seperti “thiessenhj.shp” (curah hujan), “thiessensh.shp”
(suhu udara) dan “thiessenkl.shp” (kelembaban udara). Polygon thiessen
bertujuan untuk mempresentasikan area atau polygon iklim dan juga
sebagai salah satu proses untuk membuat peta agroklimat pisang.
82
Kemudian akan muncul peta iklim yaitu curah hujan, suhu udara dan
kelembaban udara yang sudah di thiessen seperti tampak pada Gambar
4.21 adalah thiessen curah hujan.
Gambar 4.21 Thiessen Curah Hujan
83
b) Model pilih Start ModelBuilder, Model: Model default
Gambar 4.22 Menu ModelBuilder pada Model Defaults
Setelah menentukan polygon thiessen pada semua parameter iklim, maka
langkah selanjutnya adalah sistem kerja ModelBuilder. Pada sistem
inilah keseluruhan langkah-langkah yang telah dijalankan seperti
interpolated grid dan polygon thiessen akan diproses disini. Untuk
membuat peta agroklimat pisang adalah dengan menentukan data
kesesuaian agroklimat pisang yang didapat dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor.
84
c) Pada Menu The extent of this theme: Kab_Bogor. Shp.
Gambar 4.23 Menu Model Defaults
Tahap awal dalam sistem kerja ModelBuilder adalah menentukan
wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Dalam hal ini adalah Kabupaten
Bogor (Kab_bogor.shp) seperti tampak pada Gambar 4.23.
d) Klik Add data pada menu bar ModelBuilder, letakkan pada jendela
ModelBuilder. Kemudian klik kiri dan pilih theme, lalu klik kiri lagi dan
pilih properties. Kemudian mucul jendela seperti pada Gambar 4.24.
85
Gambar 4.24 Menu Project Theme
Sistem kerja ModelBuilder terdiri dari input, proses dan ouput yang
dituangkan pada diagram atau flowchart ModelBuilder. Tahap awal
menentukan thiessen curah hujan terlebih dahulu sebagai input data
curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara.
Berdasarkan Gambar 4.24 nama thiessen adalah “ThCH” (thiessen curah
hujan), kemudian pilih “thiessenhj.shp” (polygon thiessen curah hujan),
yang terakhir curah hujan didasarkan pada jumlah hujan dalam setahun,
maka pilih “Sthn” (jumlah curah hujan dalam setahun). Gambar 4.25
adalah hasil thiessen curah hujan.
86
Gambar 4.25 Entity Thiessen Curah Hujan
e) Klik Add Function, letakkan disamping thiessen curah hujan (ThCH). Pada
function klik kiri kemudian klik Data Conversion Vector to Grid.
Gambar 4.26 Proses Vector to Grid
87
Ubah Function menjadi Vector to Grid. Proses ini sama halnya dengan
interpoated grid yang telah dijelaskan diatas. Tujuannya adalah
membatasi wilayah penelitian.
f) Klik kiri Vector Conversion Map, maka muncul jendela seperti Gambar
4.27 lalu klik OK.
Gambar 4.27 Menu Derived Theme GridCH
Interpolated grid curah hujan menjadi bagian dari proses layout peta
agroklimat pisang Kabupaten Bogor. Beri nama interpolated grid ini
dengan nama “GridCH” (interpolated grid curah hujan). Kemudian
untuk mendapatkan relasi antara data (ThCH) dengan proses (GridCH)
klik Add Connection dan hubungkan dengan garis dari data (ThCH) ke
proses (GridCH). Relasi tersebut dapat dilihat dari Gambar 4.28.
88
Gambar 4.28 Relasi Thiessen dengan Grid
Relasi ini akan menghasilkan peta interpolated grid polygon thiessen
curah hujan, caranya dengan mengklik kiri Run pada Vector Conversion.
Peta interpolated grid ini ditujukkan untuk mengevaluasi keadaan iklim
Kabupaten Bogor terutama kecamatan yang menjadi sentra produksi
pisang berdasarkan kesesuaian lahan.
89
Gambar 4.29 Peta Interpolated Grid Curah Hujan
Dari peta hasil interpolated grid curah hujan menununjukkan kontribusi
curah hujan Kabupaten Bogor. Peta interpolated grid iklim ini selain
sebagai proses untuk membuat peta kesesuaian agroklimat juga sebagai
evaluasi kondisi iklim perkecamatan yang ada di Kabupaten Bogor,
terutama kecamatan yang menjadi sentra produksi pisang. Evaluasi iklim
dilakukan berdasarkan kesesuaian lahan agroklimat pisang.
Berdasarkan klasifikasi peta curah hujan Gambar 4.29, curah hujan
2.390-2.795 mm berdasarkan teori agroklimat adalah kesesuaian lahan
S1 (Kesesuaian Tinggi), meliputi kecamatan Depok, Cimanggis, Gunung
Puteri, Bojong Gede, Gunung Sindur, Cileungsi, Cibinong, Sawangan
90
dan sebagian wilayah Parung Panjang, dimana curah ini yang sesuai
untuk tanaman pisang.
Curah hujan 2.795-3.200 mm berdasarkan teori agroklimat adalah
kesesuaian lahan S2 (kesesuaian Sedang), meliputi kecamatan
Cibungbulang, sebagaian kecil wilayah Leuwiliang, sebagian Ciampea,
sebagian Ciomas dan sebagian kecil wilayah Cijeruk.
Curah hujan 3.200-4.011 mm S3 (Kesesuaian Rendah) ada di Cariu,
Jonggol, sebagian Citeurep, Cigudeg, Jasinga, Nanggung, sebagian kecil
Leuwiliang, Caringin, Ciawi dan Cisarua.
Dan curah hujan 4.011-4.471 mm N (Tidak Sesuai) berada di Kecamatan
Semplak, Rumpin, sebagian Parung, Bogor Kota dan Kedunghalang.
g) Klik Add Function kembali letakkan disamping “GridCH”. Kemudian
pada Function klik kiri pilih Reclasification dan klik kiri pada Reclass
Map ganti nama menjadi “Reclass CH”.
91
Gambar 4.30 Menu Derived Theme Reclass CH
Setelah mendapatkan peta interpolated grid parameter curah hujan,
menyambung diagram selanjutnya adalah membuat reclassification curah
hujan. Reklasifikasi bertujuan untuk mengelompokkan tahapan-tahapan
yang telah dilakukan seperti “ThCH” (thiessen curah hujan) dan
“GridCH” (grid curah hujan) berdasarkan paramater iklim yang telah
ditentukan.
92
Gambar 4.31 Relasi Thiessen, Grid dan Reclass
Hubungkan “reclass CH” dengan diagram sebelumnya dengan Add
Connect. Dan proses input data untuk parameter curah hujan dalam
sistem kerja ModelBuilder telah selesai. Dan lakukan proses yang sama
untuk paramater iklim yang lain seperti suhu udara dan kelembaban
udara hingga dapat diproses ke tahap selanjutnya yaitu weighted overlay
untuk mendapatkan peta agroklimat pisang.
93
h) Klik menu add function lalu Overlay: Weighted Overlay, seperti tampak
pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32 Menu ModelBuilder pada Tahap Weighted Overlay
Setelah semua parameter iklim diinput dalam sistem kerja ModelBuilder,
langkah selanjutnya meng-overlay data tersebut dengan menggunakan
metode weighted overlay yaitu pemberian bobot dan skor pada parameter
iklim yang mengacu pada data kesesuaian agroklimat pisang yang
didapat dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
Caranya klik add function, lalu letakkan di samping data iklim, kemudian
klik kiri add function pilih overlay selanjutnya weighted overlay seperti
pada Gambar 4.32. Setelah itu hubungkan data curah hujan, suhu udara
94
dan kelembaban udara dengan Add Connection seperti yang telah
dijelaskan diatas ke weighted overlay.
i) Diagram ModelBuilder seperti Gambar 4.33.
Gambar 4.33 Diagram Sistem Kerja ModelBuilder
Hasil dari proses yang telah dilakukan akan tampak pada diagram atau
flowchart ModelBuilder pada Gambar 4.33 diatas. Langkah selanjutnya
adalah proses Weighted Overlay, caranya klik kiri Weighted Overlay lalu
pilih properties maka akan muncul jendela seperti Gambar 4.34.
Weighted Overlay dilakukan untuk memberikan bobot dan skor pada
paramater iklim curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara
berdasarkan acuan data kesesuaian agroklimat pisang. Kesesuaian
agroklimat pisang S1 (Kesesuaian tinggi) untuk curah hujan berkisar
95
2300-2900 mm per tahun, suhu udara berkisar 25-26 oC dan kelembaban
udara berkisar antara 80–84%. Sedangkan pemberian bobot parameter
iklim antara lain curah hujan 40%, suhu udara 40% dan kelembaban
udara 20%.
j) Hasil Pembobotan pada kotak weighted overlay seperti tampak pada
Gambar 4.34.
Gambar 4.34 Scoring dan Pembobotan Parameter Iklim pada Weighted Overlay
Pemberian skor pada masing-masing parameter iklim mengacu pada data
kesesuaian agroklimat tanaman pisang yang didapat dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Semakin tinggi tingkat kesesuaiannya,
96
maka nilai yang diberikan semakin tinggi. Adapun pemberian skor
berkisar dari angka 1 sampai 4 pada scala value-weighted overlay.
Berdasarkan data iklim yang didapat dari BBMG Wilayah II yang telah
peneliti olah diatas menjadi peta curah hujan menunjukkan curah hujan
Kabupaten Bogor berkisar antara 2.390-4.417 mm pertahun, sedangkan
S1 (Kesesuaian tinggi) berkisar 2.300-2.900 mm pertahun, S2
(Kesesuaian Sedang) berkisar antara 2.900-3.200 mm pertahun, S3
(Kesesuaian Rendah) berkisar 3.200-3.900 dan N (Tidak Sesuai) 3900-
4500 mm pertahun. Sedangkan suhu udara berkisar antara S1
(Kesesuaian tinggi) berkisar 25-26 ºC, S2 (Kesesuaian Sedang) berkisar
antara 23-25 ºC, S3 (Kesesuaian Rendah) berkisar 21-23 ºC dan N (Tidak
Sesuai) 26-35 ºC. Dan kelembaban udara berkisar antara S1 (Kesesuaian
tinggi) berkisar 80-84%, S2 (Kesesuaian Sedang) berkisar antara 74-
80%, S3 (Kesesuaian Rendah) berkisar 74-80% dan N (Tidak Sesuai) 85-
90%.
97
k) Untuk mendapatkan peta agroklimat pisang Kabupaten Bogor, pada
jendela Weighted Overlay klik Run.
Gambar 4.35 Peta Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Pisang
Peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman pisang seperti tampak pada
Gambar 4.35. Pada Gambar 4.35 klasifikasi pada layer kesesuaian
agroklimat berkisar nilai 1 sampai 4. Berdasarkan scoring yang telah
peneliti lakukan diatas pada sistem kerja ModelBuilder, semakin tinggi
nilai kesesuaian agroklimat, maka skor semakin besar. Maka nilai 4
mewakilkan S1 (Kesesuaian Tinggi), nilai 3 mewakilkan S2 (Kesesuaian
Sedang), nilai 2 mewakilkan S3 (Kesesuaian Rendah) dan nilai 1
mewakilkan N (Tidak Sesuai).
98
Selanjutnya peta kesesuaian agroklimat pisang akan dibuat layout agar
peta lebih informatif, mudah dimengerti dan menarik.
r. Klik menu layout Add Graticule or Grid lalu cek list create a
graticule, kemudian klik next.
Gambar 4.36 Menu Graticule and Grid Wizard pada View
Untuk membuat layout peta kesesuaian agroklimat dengan
memanfaatkan ekstensi Graticules and Measured Grids. Ekstensi ini
berfungsi untuk membantu mengatur design view pada peta kesesuaian
agroklimat. Agar tampilan peta kesesuaian agroklimat lebih menarik,
informatif dan mudah dimengerti oleh pengguna. Pada tahap ini pada
opsi view frame pilih “View1”. “View1” ini adalah nama view tempat
pengolahan proyek ArcView yang telah dilakukan diatas.
99
s. Selanjutnya pada menu Degrees: 0, pada Minutes: 7, lalu klik next.
Gambar 4.37 Menu Graticule and Label
Menentukan garis tepi peta untuk membatasi ruang lingkup peta, fungsi
dari garis tepi ini adalah untuk menentukan angka derajat astronomis.
t. Kemudian pada menu Line Style: garis double lalu klik preview finish.
Gambar 4.38 Menu Graticule and Border Arround The Viewframe
Tahap ini untuk menentukkan ketebalan dari garis tepi peta kesesuaian
agroklimat pisang.
100
u. Hasil dari Graticules and Wizard seperti tampak pada Gambar 4.37.
Gambar 4.39 Hasil Graticules and Grid Wizard
Hasil dari Graticules and Grid Wizard inilah yang disebut peta kesesuaian
agroklimat pisang. Peta ini dijadikan dasar untuk menganalis spasial sentra
produksi pisang di Kabupaten Bogor. Analisis spasial menggunakan peta
kesesuaian agroklimat pisang juga diimbangi dengan mengevaluasi hasil
produksi Kabupaten Bogor tahun 2008.
Evaluasi produksi pisang dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis lebih
akurat yaitu untuk melihat tingkat relasi antara agroklimat pisang dengan
produksi pisang di tahun 2008. Evaluasi produksi pisang dilakukan di
kecamatan yang menjadi sentra produksi pisang Kabupaten Bogor.
Pada Gambar 4.39 menunjukkan bahwa sentra produksi pisang
Kabupaten Bogor yaitu kecamatan Gunung Sindur, Cimanggis dan
101
Cileungsi dari segi agroklimat berada dalam kesesuaian lahan S1
(Kesesuaian Tinggi), sedangkan sentra produksi Jasinga berada pada
kesesuaian lahan S3 (Kesesuaian Rendah).
v. Untuk menyimpan layout ke dalam bentuk jpeg, klik file lalu pilih
Export kemudian pada list files of type: pilih JPEG dan beri nama file,
lalu klik Ok.
Gambar 4.40 Menu Export
Simpan peta agroklimat pisang sebagai dokumentasi. Dokumentasi yang
baik akan mempermudah pemeliharaan dan peningkatan fungsi sistem.
4.4 Evaluasi (Evaluation)
4.4.1 Evaluasi Produksi Pisang
Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Bogor bidang pertanian
khususnya produksi pertanian pisang menetapkan beberapa kecamatan menjadi
sentra produksi pisang, yaitu Gunung Sindur, Jasinga, Cimanggis dan Cileungsi.
102
Berdasarkan permasalahan yang ada, sentra produksi pisang Jasinga
mengalami penurunan produksi jika dibanding dengan sentra produksi yang lain.
Dan dilihat dari hasil produksi jauh dari target yang telah ditetapkan.
Parameter evaluasi produksi didasarkan pada data produksi Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Tujuan evaluasi produksi adalah untuk
mengetahui sejauh mana kenaikan dan penurunan produksi pada kecamatan sentra
produksi pisang sehingga dapat direlasikan kepada parameter iklim di kecamatan
tersebut.
Menurut data produksi pisang tahun 2008 dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor menunjukkan:
1. Kesesuaian Lahan S1 (Kesesuaian Tinggi)
a. Sentra Produksi Gunung Sindur
Kesesuaian lahan agroklimat S1 (Kesesuaian Tinggi) menunjukkan
relasi yang signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi Gunung
Sindur. Kecamatan Gunung Sindur dari tahun 2001-2008 menunjukkan rata-
rata produksi menghasilkan buah pisang sebesar 3.361 ton/tahun.
Sedangkan pada tahun 2008 didasarkan produksi real dapat menghasilkan
3.612 ton/tahun dan dengan faktor kesesuaian agroklimat tingkat satu
(kesesuaian tinggi) dari target produksi pisang sebesar 4.100 ton/tahun
(Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten bogor, 2008: 10). Jadi peran
kesesuaian agroklimat pada kesesuaian tinggi (S1) untuk tanaman pisang
adalah:
S1 = Produksi Real x 100 % = 3612 x 100 % = 88 %
Target 4100
103
Tabel 4.1 Produksi Pisang Kecamatan Gunung Sindur (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 35)
Produksi Pisang Kecamatan Gunung Sindur
Tahun 2001-2008
Tahun
Produksi
(Ton)
Target
(Ton) %
2001 2900 3500 83
2002 3100 3600 86
2003 3300 3700 89
2004 3500 3800 92
2005 3440 3800 91
2006 3400 3900 88
2007 3643 4000 91
2008 3612 4100 88
b. Sentra Produksi Cimanggis
Kesesuaian lahan agroklimat S1 (Kesesuaian Tinggi) menunjukkan
relasi yang signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi
Cimanggis. Kecamatan Cimanggis pada tahun 2001-2008 menunjukkan
rata-rata produksi menghasilkan buah pisang sebesar 3.862 ton/tahun.
Sedangkan pada tahun 2008 didasarkan produksi real dapat menghasilkan
4.050 ton/tahun dan dengan faktor kesesuaian agroklimat tingkat satu
(kesesuaian tinggi) dari target produksi pisang sebesar 4.500 ton/tahun
(Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten bogor, 2008: 11). Jadi peran
kesesuaian agroklimat pada kesesuaian tinggi (S1) untuk tanaman pisang
adalah:
S1 = Produksi Real x 100 % = 4050 x 100 % = 90 %
Target 4500
104
Tabel 4.2 Produksi Pisang Kecamatan Cimanggis (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 36)
Produksi Pisang Kecamatan Cimanggis
Tahun 2001-2008
Tahun Produksi
(Ton) Target (Ton) %
2001 3400 4000 85
2002 3880 4100 95
2003 3770 4100 92
2004 3800 4200 90
2005 4010 4200 95
2006 3990 4300 93
2007 4000 4400 91
2008 4050 4500 90
c. Sentra Produksi Cileungsi
Kesesuaian lahan agroklimat S1 (Kesesuaian Tinggi) menunjukkan
relasi yang cukup signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi
Cileungsi. Kecamatan Cileungsi pada tahun 2001-2008 menunjukkan rata-
rata produksi menghasilkan buah pisang sebesar 4.365 ton/tahun.
Sedangkan pada tahun 2008 didasarkan produksi real dapat menghasilkan
5.000 ton/tahun dan dengan faktor kesesuaian agroklimat tingkat satu
(Kesesuaian Tinggi) dari target produksi pisang sebesar 6.500 ton/tahun
(Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten bogor, 2008: 12). Jadi peran
kesesuaian agroklimat pada kesesuaian tinggi (S1) untuk tanaman pisang
adalah:
S1 = Produksi Real x 100 % = 5000 x 100 % = 77 %
Target 6500
105
Tabel 4.3 Produksi Pisang Kecamatan Cileungsi (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 37)
Produksi Pisang Kecamatan Cileungsi
Tahun 2001-2008
Tahun
Produksi
(Ton) Target (Ton) %
2001 4212 6100 69
2002 4111 6100 67
2003 4230 6200 68
2004 4332 6300 69
2005 4200 6300 67
2006 4301 6400 67
2007 4534 6400 71
2008 5000 6500 77
2. Kesesuaian Lahan S3 (Kesesuaian Rendah)
a. Sentra Produksi Jasinga
Kesesuaian lahan agroklimat S3 (Kesesuaian Rendah) menunjukkan
relasi yang signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi Jasinga.
Kecamatan Jasinga pada tahun 2001-2008 menunjukkan rata-rata produksi
menghasilkan buah pisang sebesar 3.095 ton/tahun. Sedangkan pada tahun
2008 didasarkan produksi real dapat menghasilkan 3.512 ton/tahun dan
dengan faktor kesesuaian agroklimat tingkat tiga (kesesuaian rendah) dari
target produksi pisang sebesar 7.500 ton/tahun (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten bogor, 2008: 13). Jadi peran kesesuaian agroklimat
pada kesesuaian rendah (S3) untuk tanaman pisang adalah:
S3 = Produksi Real x 100 % = 3.512 x 100 % = 47 %
Target 7.500
106
Tabel 4.4 Produksi Pisang Kecamatan Jasinga (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 38)
Produksi Pisang Kecamatan Jasinga
Tahun 2001-2008
Tahun
Produksi Real
(Ton) Target (Ton) %
2001 2700 7000 39
2002 2900 7100 41
2003 3050 7100 43
2004 3100 7200 43
2005 3200 7300 44
2006 3000 7400 41
2007 3300 7400 45
2008 3512 7500 47
4.4.2 Evaluasi Agroklimat Pisang
Unsur iklim merupakan faktor yang sangat penting bagi sektor pertanian
khususnya di daerah tropis lembab. Adapun sifat dan karakteristik iklim suatu
tempat secara umum dicerminkan oleh faktor-faktor iklim, antara lain adalah
curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara.
Pada tahap ini peneliti mencoba mengevaluasi kondisi iklim dari sentra
produksi pisang Kabupaten Bogor terutama kecamatan Jasinga menyangkut
menurunnya produksi pisang di daerah tersebut.
1. Curah hujan
Pada Gambar 4.41 menunjukkan bahwa curah hujan 2.390-2.795 mm
berada di wilayah Depok, Cimanggis, Gunung Puteri, Bojong Gede, Gunung
Sindur, Cileungsi, Cibinong, Sawangan dan sebagian wilayah Parung Panjang,
dimana curah ini yang sesuai untuk tanaman pisang. Selanjutnya curah hujan
2.795-3.200 mm berada di sekitar wilayah Cibungbulang, sebagaian kecil wilayah
Leuwiliang, sebagian Ciampea, sebagian Ciomas dan sebagian kecil wilayah
107
Cijeruk. Kemudian untuk curah hujan 3.200-4.011 mm ada di Cariu, Jonggol,
sebagian Citeurep, Cigudeg, Jasinga, Nanggung, sebagian kecil Leuwiliang,
Caringin, Ciawi dan Cisarua. Dan curah hujan 4.011-4.417 mm berada di
Kecamatan Semplak, Rumpin, sebagian Parung, Bogor Kota dan Kedunghalang.
Dari segi curah hujan kesesuaian lahan sentra produksi Jasinga jika dilihat
dari data kesesuaian agroklimat termasuk kedalam kesesuaian lahan S3
(Kesesuaian Rendah), yaitu berkisar antara 3.200-4.011 mm pertahun. Hal ini
mencerminkan berdasarkan parameter curah hujan sentra produksi Jasinga
menunjukkan tingkat kecocokan tanaman pisang yang rendah atau kurang sesuai.
Sedangkan sentra produksi pisang di kecamatan lain seperti Gunung Sindur,
Cimanggis dan Cileungsi termasuk dalam kesesuaian lahan S1 (Kesesuaian
Tinggi) yaitu berkisar antar 2.300-2.795 mm pertahun. Hal ini menunjukkan
tingkat kecocokan tanaman pisang sesuai jika dilihat dari segi curah hujan.
108
Gambar 4.41 Peta Curah Hujan
2. Suhu Udara
Setelah melalui proses reklasifikasi menunjukkan bahwa suhu yang berkisar
antara 25-27o
Celcius yang berdasarkan teori paling sesuai untuk tanaman pisang
yaitu meliputi seluruh wilayah Citeureup, Kedunghalang, Ciawi, Caringin,
Cijeruk, Ciomas, Ciampea dan Cibungbulang. Selanjutnya suhu yang berkisar
antara 24-25o
Celcius yang meliputi wilayah Gunung Sindur, Sawangan, Depok,
Cimanggis, Gunung Putri, Cileungsi, Rumpin, Parung dan Semplak. Kemudian
untuk suhu yang berkisar antara 22-24o
Celcius meliputi wilayah Parung Panjang,
Jasinga, Leuwiliang, Cigudeg, Nanggung. Sedangkan suhu udara 21-22 o
Celcius
Cariu, Jonggol, Cisarua, Ciawi dan Caringin. Berdasarkan Gambar 4.42
109
Kabupaten Bogor sesuai untuk ditanami tanaman pisang dengan suhu yang
berkisar antara 25-27 o Celcius.
Dari segi suhu udara kesesuaian lahan sentra produksi Jasinga jika dilihat
dari data kesesuaian agroklimat termasuk kedalam S3 (Kesesuaian Rendah), yaitu
berkisar antara 22-24o Celcius. Hal ini mencerminkan berdasarkan parameter suhu
udara sentra produksi Jasinga menunjukkan tingkat kecocokan tanaman pisang
rendah atau kurang sesuai.
Sedangkan sentra produksi pisang di kecamatan lain seperti Gunung Sindur,
Cimanggis dan Cileungsi termasuk dalam kesesuaian lahan S2 (Kesesuaian
Sedang) yaitu berkisar antar 24-25o. Hal ini menunjukkan tingkat kecocokan
tanaman pisang sedang atau cukup sesuai jika dilihat dari segi suhu udara.
Gambar 4.42 Peta Suhu Udara
110
3. Kelembaban Udara
Gambar 4.43 Peta Kelembaban Udara
Pada Gambar 4.43 menunjukkan bahwa tingkat kelembaban udara yang
berkisar 83% berada di Jasinga, Cigudeg, Leuwiliang, Nanggung, Cibungbulang.
Untuk kelembaban udara yang berkisar 83–84% yang berdasarkan teori sangat
sesuai untuk mendukung pertumbuhan pisang meliputi Parung Panjang, Gunung
Sindur, Rumpin, Parung, Sawangan, Bojong Gede, Depok dan beberapa wilayah
Bogor Tengah. Selanjutnya tingkat kelembaban udara 84-85% meliputi wilayah
Jonggol, Cariu, Ciawi, Cisarua dan Caringin.
Berdasarkan teori kesesuaian agroklimat utnuk parameter kelembaban udara
berkisar 80-84%. Dilihat dari segi kelembaban udara kesesuaian lahan sentra
produksi Jasinga jika dilihat dari data kesesuaian agroklimat termasuk kedalam S1
111
(Kesesuaian Tinggi), yaitu berkisar antara 83%. Hal ini mencerminkan
berdasarkan parameter kelembaban udara sentra produksi Jasinga menunjukkan
tingkat kecocokan tanaman pisang tinggi atau cukup sesuai.
Sedangkan sentra produksi pisang di kecamatan lain seperti Gunung Sindur,
Cimanggis dan Cileungsi termasuk dalam kesesuaian lahan S1 (Kesesuaian
Tinggi) yaitu berkisar antar 83-84%. Hal ini menunjukkan tingkat kecocokan
tanaman pisang sesuai jika dilihat dari segi kelembaban udara.
Untuk menjawab perumusan masalah pada point terakhir yaitu akan
dijabarkan melalui peta kesesuaian agroklimat tanaman pisang yang telah di
overlay dengan menggunakan metode ModelBuilder dari data dari iklim yang
meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan data kesesuaian
agroklimat pisang seperti tampak pada Gambar 4.44.
Gambar 4.44 Peta Kesesuaian Agroklimat Tanaman Pisang
112
Dengan menggunakan metode weighted overlay, maka dapat terlihat pada
Gambar 4.44 bahwa kesesuaian agroklimat di Kabupaten Bogor memiliki tiga
tingkat kesesuaian agroklimat yang meliputi kesesuaian tinggi, kesesuaian sedang
dan kesesuaian rendah. Untuk keterangan selanjutnya dapat dilihat berikut:
1. S1 (Kesesuaian Tinggi)
Wilayah yang termasuk di dalam kesesuaian tinggi adalah wilayah yang
sesuai untuk ditanami tanaman pisang berdasarkan faktor agroklimat yaitu curah
hujan, suhu udara dan kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman Pisang. Kesesuaian tinggi terjadi apabila mempunyai tingkat
curah hujan yang berkisar antara 2.300–2.900 mm/tahun, suhu udara mencapai
25-24 o
celcius dan kelembaban udara mencapai 80-84%. Wilayah yang termasuk
kedalam kesesuaian tinggi yaitu meliputi kecamatan Gunung Sindur, Sawangan,
Depok, Cimanggis, Gunung Puteri, Bojong Gede, Cibinong, Cileungsi, sebagian
Kecamatan Rumpin dan Parung dan sebagian kecil Kecamatan Cibungbulang,
Ciampea, Ciomas dan Cijeruk.
Disini dapat dilihat bahwa sentra produksi pisang Kabupaten Bogor yaitu
kecamatan Gunung Sindur, Cimanggis dan Cileungsi dari segi agroklimat
termasuk dalam kesesuaian lahan S1 (Kesesuaian Tinggi) atau tingkat kecocokan
untuk tanaman pisang sesuai.
2. S2 (Kesesuaian Sedang)
Wilayah yang termasuk di dalam kesesuaian sedang adalah wilayah yang
sesuai untuk ditanami tanaman pisang dengan tingkat kesesuaian sedang
berdasarkan faktor agroklimat yaitu curah hujan, suhu udara dan kelembaban
113
udara yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pisang.
Kesesuaian sedang terjadi apabila mempunyai tingkat curah hujan sedang yaitu
yang berkisar antara 2.900–3.200 mm/tahun, suhu udara mencapai 23-25 o
Celcius dan kelembaban udara mencapai 74-80%. Wilayah yang termasuk
kedalam kesesuaian sedang yaitu meliputi Kedunghalang, Citeureup, Bogor Kota,
Cijeruk, Caringin, sebagian Kecamatan Parung Panjang, Cisarua, Ciawi dan
Caringin.
3. S3 (Kesesuaian Rendah)
Wilayah yang termasuk di dalam kesesuaian rendah adalah wilayah yang
sesuai untuk ditanami tanaman pisang dengan tingkat kesesuaian rendah
berdasarkan faktor agroklimat yaitu curah hujan, suhu udara dan kelembaban
udara yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pisang.
Kesesuaian rendah terjadi apabila mempunyai tingkat curah hujan rendah yaitu
yang berkisar antara 3.200–3.900 mm/tahun, suhu udara mencapai 23-25 o
Celcius dan kelembaban udara mencapai 74-80%. Wilayah yang termasuk
kedalam kesesuaian rendah yaitu Jasinga, Cigudeg, Nanggung, semplak, Cariu,
Cisarua, Jonggol, sebagian besar Leuwiliang, sebagian, Rumpin, Parung, Ciomas.
Sedangkan N (Tidak Sesuai) tidak termasuk pada peta agroklimat pisang di
Kabupaten Bogor.
Disini dapat dilihat bahwa sentra produksi pisang Kabupaten Bogor yaitu
kecamatan Jasinga dari segi agroklimat termasuk dalam kesesuaian lahan S3
(Kesesuaian Rendah) atau tingkat kecocokan untuk tanaman pisang kurang sesuai.
114
Berdasarkan data produksi pisang tahun 2008 dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor menujukkan bahwa:
1. Kesesuaian lahan agroklimat S1 (Kesesuaian Tinggi) menunjukkan relasi
yang signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi Gunung
Sindur sebesar 3.612 ton/tahun dan mencapai prosentase 88% dari target
produksi. Begitu juga pada sentra produksi Cimanggis menunjukkan
produksi real sebesar 4.050 ton/tahun dan mencapai target sebesar 90%.
Kesesuaian lahan agroklimat S1 (Kesesuaian Tinggi) juga menunjukkan
relasi yang cukup signifikan terhadap produksi real pisang pada sentra
produksi Cileungsi sebesar 5.000 ton/tahun dan mencapai prosentase
77% dari target produksi.
2. Kesesuaian lahan agroklimat S3 (Kesesuaian Rendah) menunjukkan
relasi yang signifikan terhadap produksi real pada sentra produksi
Jasinga sebesar 3.512 ton/tahun dan hanya mencapai prosentase 47% dari
target produksi.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sentra produksi pisang
Jasinga ditinjau dari segi agroklimat pisang berada pada kesesuaian lahan S3
(Kesesuaian Rendah). Dengan kata lain kecamatan Jasinga merupakan wilayah
dengan tingkat kecocokan rendah untuk ditanami pisang jika dilihat dari segi
iklim dan agroklimat Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan produksi pisang di
kecamatan tersebut mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun jika
dibanding dengan prduksi pisang dari kecamatan yang menjadi sentra produksi
yang lain yang menunjukan kenaikan produksi dari tahun ke tahun.
115
Sedangkan pada sentra produksi lain seperti Gunung Sindur, Cimanggis dan
Cileungsi berada pada kesesuaian lahan S1 (Kesesuaian Tinggi). Dengan kata lain
kecamatan Gunung Sindur, Cimanggis dan Cileungsi merupakan wilayah dengan
tingkat kecocokan tinggi untuk ditanami pisang jika dilihat dari segi iklim dan
agroklimat Kabupaten Bogor. Hal ini juga menunjukkan produksi pisang di
kecamatan tersebut mengalami kenaikan produksi dari tahun ke tahun.
Adapun kecamatan non-sentra produksi pisang Kabupaten Bogor dilihat
dari segi agroklimat pisang menunjukkan kesesuaian lahan S1 (Kesesuaian
Tinggi) meliputi kecamatan Sawangan, Depok, Cileungsi, sebagian Kecamatan
Rumpin dan Parung dan sebagian kecil kecamatan Cibungbulang, Ciampea,
Ciomas dan Cijeruk.
4.5 Penerapan (Implemention)
Tahap akhir dari penelitian ini adalah berupa layout kesesuaian agroklimat
tanaman pisang. Agar peta lebih informatif, maka dilakukan proses design review,
yaitu pengaturan tata letak property dan atribut peta lainnya seperti judul: Peta
Kesesuaian Agroklimat Pisang, logo: UIN (Universitas Islam Negeri) Jakarta,
legenda: Klasifikasi Kesesuaian Lahan, skala: 1:500.000, sumber data: Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika (BBMG) Wilayah II Ciputat dan Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Hasil design review peta kesesuaian agroklimat untuk tanaman pisang
tampak pada Gambar 4.45.
116
Gambar 4.45 Peta Kesesuaian Agroklimat Tanaman Pisang
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perencanaan (Planning)
Tahap awal dalam metode SDLC ini adalah perencanaan (planning), yaitu
proses pengumpulan data berupa data spasial dan data non spasial. Data spasial
yaitu peta dasar Kabupaten Bogor dalam bentuk vector dengan skala 1:500.000
yang diterbitkan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
tahun 2002 dalam format shapefile dengan extentions .shp. Sedangkan data non
spasial yaitu data iklim yang meliputi Curah Hujan (30 tahun, 1971-2000), Suhu
Udara (10 tahun, 1998-2007) dan Kelembaban Udara (10 tahun, 1998-2007) yang
bersumber dari Balai Besar Meteorologi dan Geofisika (BBMG) (khususnya pada
Sub Bidang Analisis dan Informasi Iklim) serta data kesesuaian agroklimat
tanaman pisang dan data produksi pisang yang bersumber dari Dinas Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Kabupaten Bogor.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:
A. BBMG Wilayah II Ciputat (Balai Besar Meteorologi dan Geofisika)
Data yang diperoleh dari Pusat Sisdatin Klimatologi dan Kualitas udara
(BBMG) khususnya pada Bagian Data dan Informasi Iklim adalah data iklim yang
meliputi curah hujan (minimal 30 tahun), suhu udara (10 tahun) dan kelembaban
udara (10 tahun). Data iklim dikerjakan oleh tiga staf analis, tiga staf pengolah
data dan satu staf pengumpul data. Data yang dibutuhkan oleh bagian klimatologi
118
1. Disamping penelitian keterkaitan dengan iklim, perlu kiranya adanya penelitian
mengenai hubungan kesesuaian parameter iklim yang lebih kompleks lagi,
teknik pengairan dan topografi alam terpadu, sehingga mendukung penentuan
Kawasan Sentra Produksi Tanaman dengan lebih spesifik.
2. Peta kesesuaian agroklimat pisang pada penelitian ini hanya terbatas
perkecamatan, lebih baik jika ditingkatkan ke pedesaan. Untuk ruang lingkup
yang kecil akan memudahkan pengguna peta dalam memahami kondisi
agroklimat di wilayah tertentu.
119
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta, Hanif, 2008, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk
Keunggulan Perusahaan dan Organisasi Kelas Dunia, Andi Yogyakarta,
Yogyakarta
Anonim, 2009, Petunjuk Praktikum Agroklimatologi, Laboratorium Teknik
Sumberdaya Alam Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. UGM.
Yogyakarta.
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). 2008. Tata Cara Pelaksanaan
Pengamatan dan Pelaporan Data Iklim dan Agroklimat. Jakarta.
Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Ciputat. 2009. Buku Pedoman
Iklim BBMG Wilayah II Ciputat. Jakarta.
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2006-2010. Bakosurtanal
Indonesia-Jendela Informasi Nasional.
[Online]. http://www.bakosurtanal.go.id. [12 Juni 2010]
Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. 2008. Data Produksi Pertanian dan
Perkebunan Propinsi Jawa Barat.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten bogor. 2008. Monografi Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2008. Standard Operational Prosedur (SOP)
Pisang. Direktorat Jendral Hortikultura. Departemen Petanian. Jakarta.
Djaenudin, D. 2009. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Hardjowigeno. S. 2008. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. CV Akademika
Presindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2009. Ilmu Agroklimatologi. CV Akademika Pressindo, Jakarta.
Haryadi, S.S. 2009. Teknik Pengembangan Tanaman Pisang. PT. GERAC, Jakarta.
Munadjim, 2009. Teknologi Pengolahan Pisang. PT Gramedia. Jakarta
Prahasta, E. 2007. Tutorial Arcview. Informatika Bandung.
Prahasta, E. 2008. Sistem Informasi Geografi: Tools dan Plug-Ins. Informatika.
Bandung.
120
Prawirowardoyo, Susilo. 2008. Pengantar Meteorologi dan Klimatologi. ITB.
Bandung.
Puntodewo, A., S. 2009. Sistem Informasi Geografi: untuk Pengelolaan
Sumberdaya Alam. ICRAF. Bogor.
Rayes, M.L. 2009. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi. Yogyakarta.
Rismunandar. 2008. Bertanam Pisang. C.V. Sinar Baru. Bandung.
Rismunandar. 2009. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. C.V. Sinar Baru.
Bandung.
Sitorus, S.R.P. 2009. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.
Stover, Roy. 2009. Banana. Tropical Agriculture Series. Longman Scientific and
Technical. New York.
117
BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari analisis spasial yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Kecamatan yang menjadi sentra produksi pisang Kabupaten Bogor yang masuk
kedalam kesesuaian lahan tingkat satu (S1) yang telah dianalisis didasarkan
pada faktor agroklimat dan evaluasi produksi pisang yaitu Gunung Sindur,
Cimanggis dan Cileungsi.
2. Kecamatan Jasinga yang menjadi sentra produksi pisang setelah melalui proses
analisis berdasarkan faktor agroklimat dan evaluasi produksi masuk kedalam
kesesuaian lahan tingkat tiga (S3) atau tingkat kecocokan tanaman pisang di
kecamatan tersebut rendah.
3. Kecamatan non-sentra produksi pisang yang berpotensi ditinjau berdasarkan
faktor agroklimat dan masuk kedalam S1 (Kesesuaian Tinggi) diantaranya
adalah kecamatan Sawangan, Depok, Gunung Puteri, Bojong Gede, sebagian
Kecamatan Rumpin dan Parung dan sebagian kecil Kecamatan Cibungbulang,
Ciampea, Ciomas dan Cijeruk.
4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti merasa
perlu untuk memberikan saran sebagai berikut:
121
LAMPIRAN
122
LAMPIRAN 1
Produksi Pisang Nasional tahun 2008
No Propinsi Produksi (ton)
1 Nanggroe Aceh Darussalam 50.200
2 Sumatera Utara 300.200
3 Sumatera Barat 80.100
4 R i a u 28.345
5 J a m b i 30.200
6 Sumatera Selatan 200.500
7 Bengkulu 10.230
8 Lampung 450.300
9 Bangka Belitung 75.100
10 Kepulauan Riau 750
11 DKI Jakarta 850
12 Jawa Barat 1.415.694
13 Jawa Tengah 850.233
14 DI Yogyakarta 40.300
15 Jawa Timur 1.020.773
16 Banten 194.835
17 B a l i 153.540
18 Nusa Tenggara Barat 72.925
19 Nusa Tenggara Timur 294.770
20 Kalimantan Barat 111.728
21 Kalimantan Tengah 29.769
22 Kalimantan Selatan 91.964
23 Kalimantan Timur 103.099
24 Sulawesi Utara 5.910
25 Sulawesi Tengah 26.983
26 Sulawesi Selatan 195.973
27 Sulawesi Tenggara 1.720
28 Gorontalo 7.529
29 Sulawesi Barat 42.873
30 M a l u k u 3.311
31 Maluku Utara 2.044
32 Papua Barat 5.501
33 Papua 10.869
Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2008
123
LAMPIRAN 2
Produksi Pisang Propinsi Jawa Barat tahun 2008
No Kab Produksi (ton)
1 Ciamis 251.667
2 Sukabumi 112.300
3 Cianjur 221.011
4 Bandung 245.000
5 Garut 25.211
6 Tasikmalaya 15.221
7 Bogor 44.554
8 Kuningan 1.540
9 Cirebon 55.000
10 Majalengka 2.101
11 Sumedang 27.500
12 Indramayu 233.200
13 Subang 85.102
14 Purwakarta 3.484
15 Karawang 12.500
16 Bekasi 80.303
Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat 2008
124
LAMPIRAN 3
Data Produksi Pisang Kabupaten Bogor Tahun 2001-2008
No Kecamatan
produksi (ton)/Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Bojong Gede 3500 3700 3200 3100 4000 4100 3800 4000
2 Caringin 500 550 800 1010 450 120 750 1050
3 Cariu 120 230 120 220 110 350 400 450
4 Ciampea 250 110 230 210 340 320 120 300
5 Cibungbulang 50 20 100 78 80 90 120 200
6 Cigudeg 200 120 200 120 90 110 300 250
7 Cijeruk 110 100 90 120 150 200 110 250
8 Cileungsi 4212 4111 4230 4332 4200 4301 4534 5000
9 Cimanggis 3400 3880 3770 3800 4010 3990 4000 4050
10 Citeurep 230 120 220 90 110 300 200 350
11 Gunung Puteri 3000 3010 3100 3300 3400 3500 3400 3500
12 Gunung Sindur 2900 3100 3300 3500 3440 3400 3643 3612
13 Jasinga 2700 2900 3050 3100 3200 3000 3300 3512
14 Jonggol 10 45 78 55 80 60 90 100
15 Kedunghalang 200 150 290 120 300 450 100 230
16 Leuwiliang 200 100 300 120 200 300 120 290
17 Nanggung 210 200 300 120 100 300 120 280
18 Parung 3300 3400 3200 3600 3000 3500 3300 3500
19 Parung Panjang 1000 1100 1200 2000 1300 1000 900 1500
20 Rumpin 3000 3300 3100 3000 3000 3400 3200 3500
21 Sawangan 4000 3900 3600 4000 4100 4200 3900 4100
22 Semplak 200 210 100 200 120 130 300 350
23 Depok 3200 3000 3400 3300 3200 3400 3400 3500
24 Ciawi 70 80 120 110 66 40 90 100
25 Ciomas 10 12 35 78 60 90 90 90
26 Cibinong 110 120 150 190 120 190 180 190
27 Casarua 250 240 200 300 310 300 290 300
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2008
125
LAMPIRAN 4
Curah Hujan rata-rata Bulanan (Milimeter) Periode 1971-2000
LAMPIRAN 5
Suhu Udara rata-rata Bulanan (Derajat Celcius) Periode 1998-2007
LAMPIRAN 6
Kelembaban Udara rata-rata Bulanan (Persen) Periode 1998-2007
Sumber: BBMG Wilayah II
126
LAMPIRAN 7
Klasifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pisang
Persyaratan Penggunaan/ Karakteristik Lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N
Temperature C
25 – 26 23 – 25
23 – 26
> 40
Curah Hujan (mm)
2.300 – 2.900 2.900 – 3.200
3.200 – 3.900
>4.000
Drainase Baik ; Agak Terhambat
Agak Cepat, Sedang Terhambat
Sangat Terlambat ; Cepat
Media Perakaran (rc) Tekstur Bahan Dasar
(%) Kedalaman
Tanah (cm)
h ; ah <15
>100
S
15 - 35
75 – 100
ak
35 - 55
50 - 75
K
>55
<50
Gambut Ketebalan (cm) Dgn
Sisipan/Pengayaan
Kematangan
<60
<140
Saprik +
60 - 140
140 - 200
Saprik Hemik +
140 - 200
200 - 400
Hemik Febrik +
>200
>400
Fibrik
Retensi Hara (nr) KTK Liat (cmol) Kejenuhan Basa
(%) pH h2O
C - Organik (%)
>16
>50
5.6 - 7.5
>1.5
<16
35-50
5.2 - 5.0 6.0 - 7.5 0.8 - 1.5
<35
>5.2 <0.8
Salinitas (ds/m) <2 2 – 4 4 – 6 >6
Alkalinitas/ESP (%) <4 4 – 8 18 – 12 >12
Kedalaman Sulfidik (cm) >100 75 – 100 45 – 75 <40
Bahaya Erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Erosi
(eh)
<8 Sr
8 – 16 r – sd
16 – 30 b
>30 Sb
Bahaya Banjir (fh) Genangan FO F1 F2 >F2
Penyiapan Lahan (lp) Batuan
Dipermukan Singkapan
Batuan
<5
<5
5 - 15
5 – 15
15 - 40
15 - 40
>40
>25
Sumber ( Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008: 4)
127
LAMPIRAN 8
Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Curah Hujan
LAMPIRAN 9
Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Suhu Udara
128
LAMPIRAN 10
Gambar Hasil Interpolasi pada Parameter Kelembaban Udara
LAMPIRAN 11
Lampiran Gambar Peta Agroklimat Tanaman Pisang
129
130