ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN...
Transcript of ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN...
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN LELE DENGAN
SISTEM BIOFLOC DI PT AGRO 165 NUSANTARA JAYA
Skripsi
Muhamad Miftahuddin
1112092000045
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBESARAN IKAN LELE DENGAN
SISTEM BIOFLOC DI PT AGRO 165 NUSANTARA JAYA
Muhamad Miftahuddin
1112092000045
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele dengan
Sistem Biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya” yang ditulis oleh Muhamad
Miftahuddin dengan NIM 1112092000045, telah diuji dan dinyatakan lulus dalam
Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 23 Mei 2019. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Program
Studi Agribisnis.
Menyetujui,
Penguji I
Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si
NIP. 19700209 201411 1 001
Penguji II
Dewi Rohma Wati, S.P., M.Si
Pembimbing I
Dr. Ujang Maman, M.Si
NIP. 19620716 200003 1 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S.IP, MM
NIP. 19540916 198103 1 001
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud
NIP. 19690404 200501 2 005
Ketua
Program Studi Agribisnis
Dr. Ir. Edmon Daris, M.S
NIP. 19580429 198803 1 001
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Mei 2019
Muhamad Miftahuddin
NIM. 1112092000045
Sekolah Menengah Atas
Sekolah : SMAN 2 Pandeglang
Lulus : 2012
Jurusan : IPA
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah : SMPN 2 Menes
Lulus : 2009
Sekolah Dasar
Sekolah : SDN Kananga 1
Lulus : 2006
Pengalaman Organisasi
HMJ Agribisnis UIN Jakarta 2013-2014
OSIS of SMAN 2 Pandeglang 2010-2011
Forum OSIS Kabupaten Pandeglang 2011-2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Muhamad Miftahuddin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 21 Oktober 1993
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Status : Menikah
Alamat : Kp. Kananga RT 001 RW 004 Desa Kananga
Kec. Menes Kab. Pandeglang, Banten
No. Telp : 087772849445
E-mail : [email protected]
Pendidikan
RINGKASAN
Muhamad Miftahuddin, Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dengan Sistem Biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya, di bawah Bimbingan Akhmad Riyadi Wastra dan Ujang Maman
PT. Agro 165 Nusantara Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang
budidaya ikan lele yang telah terintegrasi dari hulu ke hilir. Didirikan oleh Bapak
Legisan Samtafsir, M.Ag pada tahun 2012. Pada awalnya perusahaan ini masih
menerapkan budidaya pada kolam konvensional yaitu menggunakan kolam terpal
yang notabennya padat tebar rendah. Penelitian-penelitian pun dilakukan bersama
Ir. Soeprapto NS hingga akhirnya menemukan teknologi biofloc untuk ikan lele
dengan keunggulan hemat dalam penggunaan air (sedikit atau tanpa ganti air),
hemat dalam penggunaan pakan (FCR 0,7), padat tebar tinggi hingga 2500 ekor
/m2, dapat diterapkan didalam bangunan, tidak menimbulkan bau yang tidak
sedap, tidak menggunakan bahan bahaya (desinfektan maupun antibiotik) selama
budidaya sehingga sangat aman untuk dikonsumsi dan hasil produksinya tinggi.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah (1) Mengetahui kejadian risiko dan
penyebab risiko pada budidaya ikan Lele Biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya
Depok, Jawa Barat. (2) Mengetahui hasil tingkat risiko produksi pada usaha
budidaya ikan Lele Biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
(3) Menganalisis startegi apa yang cocok untuk mengurangi atau mengihindari
risiko produksi yang ada pada budidaya ikan Lele Biofloc di PT Agro 165
Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat
Penelitian ini menggunakan metode House Of Risk (HOR) yang merupakan
pengembangan dari metode Quality Function Deployment (QFD) dan Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA), dan pemetaan menggunakan Diagram Pareto.
Pada penelitian ini akan ditentukan strategi pengelolaan risiko yaitu mitigas i dan
akan ditentukan prioritas agen risiko yang akan dimitigasi.
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis yang telah dilakukan, Startegi yang
tepat untuk menanggulangi risiko-risiko pada PT Agro 165 Nusantara Jaya yang
ada adalah pada tahap persiapan kolam yang perlu dilakukan yaitu: (1) tersedianya
modul SOP untuk pembuatan kolam dan (2) menggunakan air yang bersih dari
limbah. Pada proses penebaran benih yang perlu dilakukan yaitu: (1) membuat
manajemen kolam untuk penebaran benih; (2) tidak menerima benih yang sakit;
dan (3) memilih distributor benih yang terbaik. Selanjutnya pada proses
pemeliharaan yang perlu dilakukan yaitu: (1) memberikan pakan dan obat yang
sesuai; (2) melakukakan pengecekan berkala pada lele; dan (3) normalisasi air dan
memisahkan lele yang sakit dengan yang sehat. Pada proses terakhir yaitu proses
panen perlu dilakukan aksi mitigasi untuk mangurangi dampak dari risiko yang
ada yaitu: (1) kolam sementara setelah panen yang sesuai; (2) melakukan
penyortiran dan penyerokan dengan hati-hati dilakukan.
Kata Kunci: risiko, house of risk, fish bone, strategi mitigasi
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ridho, rahmat, taufik dan hidayah-Nya bagi kita semua. Shalawat dan
salam kepada junjungan dan suri tauladan bagi seluruh umat manusia, Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, kerabat, sahabat dan para pengikutnya
yang setia hingga yaumul qiyamah.
Alhamdulillah, setelah melewati berbagai rintangan dan hambatan dalam
pembuatannya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi
dalam rangka memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada program studi
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi dengan baik. Selesainya Skripsi ini tidak
terlepas dari dukungan, bimbingan, doa dan partisipasi dari berbagai pihak.
1. Kedua orang tua penulis, Bapak Edi Sukardi dan Ibu Maftyuhah, serta kaka M.
Devi Awaluddin, adik Abdul Fatah dan Zahratus Syifa yang selalu memberikan
kasih sayang, dukungan, nasihat, motivasi serta doa yang tidak henti-hentinya
dipanjatkan dan bantuan secara moril maupun material. Semoga Allah SWT selalu
memberikan berkah dan kasih sayang-Nya kepada Bapak, Ibu dan keluarga serta
selalu diberikan kesehatan, perlindungan dan pahala yang berlimpah. Aamiin Yaa
Rabbal Alamiin.
viii
2. Istri tercinta Elah Kurniyati yang selalu memberikan support serta dukungan nya
dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama melakukan penyusunan
skripsi.
3. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Akhmad
Riyadi Wastra, S.IP., MM selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
banyak waktu luang, dukungan, saran, nasihat dan bimbingannya, serta motivasi
untuk penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya.
5. Dr. Ir. Edmon Daris, M.S, selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya.
6. Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku penguji I pada sidang munaqosah yang telah
banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi.
7. Dewi Rohma Wati, S.P, M.Si selaku dosen penguji II pada siding munaqosah yang
telah membantu penulis dalam perbaikan skripsi.
8. Segenap jajaran, pimpinan serta karyawan PT Agro 165 Nusantara Jaya yang telah
membantu penulis dalam pengumpulan data.
9. Para sahabat terbaik, Alif Akbar, Mualim Muslim, Firnandi Gufron, Rully
Ardiansyah, Achmardian Priadmoko, Muhamad Aziz, Bella Handayanti yang
selalu memberikan support serta dukungan kepada penulis.
10. Kawan-kawan Agribisnis angkatan 2012.
11. Serta semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
ix
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kesalahan-kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin Yaa Robbal
Alamiin
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, Mei 2019
Muhamad Miftahuddin
x
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTRAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
1.5. Batasan Penelitian ...................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 9
2.1. Ikan Lele ....................................................................................................... 9
2.2. Budidaya Ikan Lele Sistem Biofloc ............................................................ 11
2.3. Konsep Diagram Fish Bone (Tulang Ikan) ................................................ 12
2.4. Diagram Pareto ........................................................................................ 14
2.5. Konsep Risiko dan Manajemen Risiko .................................................... 15
2.6. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 21
2.7. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 26
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 26
3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 26
3.3. Metode Analisis Data ................................................................................. 27
BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ............................... 36
4.1. Profile Lokasi Penelitian ............................................................................ 36
4.2. Visi PT Agro 165 Nusantara Jaya .............................................................. 36
4.3. Misi PT Agro 165 Nusantara Jaya ............................................................. 36
4.4. Struktur Organisasi Perusahaan.................................................................. 37
xi
4.5. Sejarah Singkat Perusahaan 40
4.6. Lingkup Usaha Bisnis Perusahaan 41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 42
5.1. Kejadian Risiko dan Penyebab Risiko Budidaya Lele di PT Agro 165
Nusantara Jaya ............................................................................................ 42
5.2. Tingkat Risiko Produksi pada Budidaya ikan Lele 44
5.2.1. Identifikasi Kejadian Risiko 44
5.2.2. Identifikasi Penyebab Risiko 48
5.2.3. Penilaian Tingkat Risiko 50
5.2.4. Penilaian Tingkat Korelasi Antar Agen dengan Kejadian Risiko 54
5.3. Pemetaan Risiko 55
5.3.1. Pemetaan Risiko Persiapan Kolam 56
5.3.2 Pemetaan Risiko Penebaran Benih 57
5.3.3. Pemetaan Risiko Pemeliharaan 58
5.3.4. Pemetaan Risiko Pemanenan 59
5.4. Strategi Penanganan Risiko 60
5.4.1 Penilaian Tingkat Kesulitan Strategi Penanganan Risiko 61
5.4.2 Penilaian Keefektivan Strategi Penanganan Risiko 61
5.4.3 Penilaian Korelasi Strategi Penanganan dengan Agen Risiko 62
5.5. Prioritas Mitigasi Risiko 62
5.5.1 Prioritas Mitigasi Risiko Pada Persiapan Kolam 62
5.5.2 Prioritas Mitigasi Risiko pada Penebaran Benih 64
5.5.3 Prioritas Mitigasi Risiko pada Pemeliharaan 64
5.5.4 Prioritas Mitigasi Risiko Pemanenan 67
xii
BAB VI PENUTUP 69
6.1. Kesimpulan 69
6.2. Saran 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72
LAMPIRAN .......................................................................................................... 74
xiii
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa dari Tahun 2009-2013 .................................. 2
2. Produksi Ikan Lele Konsumsidi Kota Depok..................................................... 3
3. Surval Rate Ikan Lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya ..................................... 5
4. Model HOR Fase 1............................................................................................ 31
5. Model HOR Fase 2............................................................................................ 33
6. Daftar Kejadian Risiko ..................................................................................... 45
7. Identifikasi Penyebab Risiko Persiapan Kolam ............................................... 49
8. Identifikasi Penyebab Risiko Penebaran Benih ............................................... 49
9. Identifikasi Penyebab Risiko Pemeliharan ....................................................... 50
10. Identifikasi Penyebab Risiko pemanenan ..................................................... 50
11. Penilaian Tingkat Dampak Kejadian Risiko (Severity) .................................. 51
12. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko ada persiapan kolam ......... 52
13. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Pada PenebaranBenih ..... 53
14. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada pemeliharaan ........... 53
15. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Hasil panen ............ 54
16. Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) Strategi Penanganan Risiko ...................... 61
17 . HOR 2 Pada Persiapan Kolam ...................................................................... 63
18. HOR 2 pada Penebaran Benih ........................................................................ 64
19. HOR 2 Pada Pemeliharaan ............................................................................. 66
20. HOR 2 Pada Hasil panen ................................................................................ 67
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 25
2. Struktur Organisasi PT. Agro 165 Nusantara Jaya ......................................... 37
3. Pemetaan Risiko Persiapan Kolam .................................................................. 57
4. Pemetaan Risiko Penebaran Benih ................................................................... 58
5. Pemetaan Risiko Pemeliharaan ........................................................................ 59
6. Pemetaan Risiko Hasil Panen ........................................................................... 60
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Matriks Penelitian 74
2. Kuesioner Penelitian Frekuensi/Peluang Terjadinya Risiko 76
3. Kuesioner Penelitian Dampak Terjadinya Risiko 78
4. Kuesioner Penelitian Hubungan Korelasi 80
5. Kuesioner Penelitian Derajat/Tingkat Kesulitan 82
6. Kuesioner Penelitian Korelasi Penerapan Tindakan 83
7. Dokumentasi Penelitian 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan
yang besar, baik dalam bidang perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
Namun potensi lahan budidaya yang masih tersedia belum dimanfaatkan secara
maksimal. Oleh karena itu, masih cukup luas peluang pengembangan lahan yang
dapat digunakan untuk kegiatan budidaya. Tingkat konsumsi ikan mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun. Tingkat konsumsi ikan dari tahun 2000 sebesar
21,57 kg/kapita. Tahun 2003 naik menjadi 25,67 kg/kapita. Kenaikan konsumsi
rata-rata 4,6% per tahun. Amri dan Khairuman (2013) menyatakan bahwa
berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan, tingkat konsumsi ikan
masyarakat Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44%
kg/kapita dan pada tahun 2011 sebesar 32,25 kg/kapita. Tahun 2012, tingkat
konsumsi ikan mencapai 33,89 kg/kapita. Dan pada tahun 2013 tingkat konsumsi
ikan masyarakat meningkat hingga 35,14 kg/kapita.
Selaras dengan peningkatan konsumsi, maka permintaan akan ikan lele
semakin meningkat, untuk memenuhi permintaan masyarakat maka produksi ikan
lele sebaiknya berbanding lurus dengan permintaannya. Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ikan lele paling banyak diproduksi
di pulau Jawa. Salah satu sentra produksi ikan lele yaitu provinsi Jawa Barat.
2
Tabel 1. Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa dari Tahun 2009-2013
Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta 632 1.666 1.741 2.087 1.435
Banten 3.648 5.554 7.231 8.324 9.668
Jawa Barat 48.044 91.041 112.756 146.440 197.783
Jawa Tengah 28.290 36.768 54.088 62.686 75.236
Yogyakarta 7.902 21.539 23.220 25.287 29.205
Jawa Timur 26.690 43.618 57.926 62.807 79.927
Total 115.206 200.186 256.962 307.631 393.254
Sumber: Statistik KKP (2015)
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi ikan lele di
Indonesia. Jawa Barat memiliki beberapa kota dan kabupaten yang dijadikan
sebagai sentra budidaya ikan lele karena besarnya produksi dalam menghasilkan
komoditas tersebut. Beberapa Kota dan Kabupaten tersebut yaitu Kabupaten
Ciamis, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Bogor, dan Kota Depok.
Kota Depok merupakan salah satu kota sentra produksi ikan lele di Jawa
Barat dengan luas wilayah 200.94 Km2. Letak Kota Depok yang strategis karena
berbatasan langsung dengan ibukota Jakarta menjadikan Kota Depok dipilih
sebagai tempat tinggal bagi masyarakat yang bekerja di Jakarta. Kota Depok
memang bukanlah wilayah yang dapat memproduksi hasil pertanian dalam jumlah
yang cukup untuk penduduknya. Namun bukan berarti sektor pertanian tidak
dikembangkan di Kota Depok. Pertanian di Kota Depok dikembangkan dengan
3
konsep pertanian perkotaan, dimana usaha pertanian di setiap lahan yang bisa
dimanfaatkan serta untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian.
Sektor perikanan khususnya ikan lele di kota depok pada tahun 2015
hingga 2016 memiliki rata-rata produksi mencapai 1.451,42 ton. Data tersebut
didapat dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Hal ini mengindikasikan
bahwa sektor perikanan khususnya budidaya lele mampu menjadi andalan
budidaya perikanan di kota Depok.
Tabel 2. Produksi Ikan Lele konsumsi di Kota Depok Berdasarkan Kecamatan.
Kecamatan Produksi (Ton) Rata-rata
Produksi 2015 2016
Sawangan 79,46 102,28 90,87
Bojongsari 1.219,77 1.252,97 1.236,37
Pancoran Mas 8,41 10,26 9,34
Cipayung 9,33 11,79 10,56
Sukmajaya 46,04 54,75 50,39
Cilodong 10,95 12,75 11,85
Cimanggis 9,97 12,42 11,19
Tapos 12,22 15,40 13,81
Beji 7,77 9,67 8,72
Limo 7,49 9,15 8,32
Jumlah 1.411,41 1.491,44 1.451,42 Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok (2017)
Meskipun dengan lahan yang sangat terbatas, Kota Depok masih bisa
memenuhi permintaan ikan lele di pasaran, bahkan ikut mensuplai permintaan
ikan lele ke Jakarta. Lahan yang terbatas tidak membuat produktivitas ikan lele di
Kota Depok menjadi rendah. Teknologi biofloc sangat cocok diterapkan di Kota
Depok yang memiliki lahan yang terbatas untuk budidaya ikan lele. Di Kota
Depok terdapat Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) yang
secara khusus membuka pelatihan budidaya ikan lele dengan teknologi biofloc
yaitu PT Agro 165 Nusantara Jaya.
4
PT Agro 165 Nusantara Jaya merupakan pusat pelatihan budidaya ikan
lele dengan menggunakan sistem biofloc. Produk yang dihasilkan oleh PT Agro
165 Nusantara Jaya yaitu ikan lele konsumsi. PT Agro 165 Nusantara Jaya
menggunakan ikan lele jenis sangkuriang dan menerapkan sistem biofloc pada
teknik budidayanya, sehingga ikan lele yang dihasilkan lebih higienis dan kualitas
daging lebih baik.
Banyaknya keunggulan dari sistem biofloc ini, juga terdapat risiko yang
mungkin terjadi. Salah satu risiko yang terjadi dalam budidaya ikan lele
menggunakan system Biofloc di PT Agro 165 yaitu:
1. Tingginya padat tebar dan lahan yang sempit membuat kotoran ikan
lele akan tertampung dan menumpuk pada kolam sehingga
menyebabkan kualitas air menurun karena tingginya amonia pada air
yang dapat menjadi racun bagi ikan lele.
2. Selain itu, kualitas benih ikan lele yang digunakan Farm 165 sangat
berpengaruh kepada proses produksi, karena jika kualitas benih buruk,
maka akan menyebabkan kerugian kepada Farm 165. Kualitas benih
yang buruk biasanya ditandai dengan adanya penyakit pada benih ikan,
3. Ketika benih mulai tumbuh menjadi ikan yang lebih besar di dalam
kolam juga terdapat risiko penyakit yang akan menyerang ikan lele,
4. Kelebihan floc juga mengakibatkan pembesaran terhambat karena
kelebihan floc pada air menyebabkan tidak stabilnya Ph, suhu dan
kadar oksigen
5
5. System biofloc yang menggunakan aerasi agar kandungan air dalam
kolam stabil juga terdapat risiko karena alat aerasi sering tidak
berfungsi dengan baik.
Salah satu indikasi adanya risiko produksi dalam usaha pembesaran ikan
lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya dapat dilihat dari adanya fluktuasi survival
rate pada 3 tahun melakukan usaha budidaya oleh PT Agro 165 Nusantara Jaya.
Pada tahun 2013, rata-rata survival rate adalah 45.16%. Angka tersebut masih
terbilang rendah, karena lebih dari setengah produksi ikan lele mati pada tahun
2013. Pada akhir tahun 2013, Agro 165 terus melakukan percobaan untuk
meningkatkan survival rate. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan survival rate
yang cukup signifikan menjadi 81.14% Namun jika dilihat Survival Rate ikan
Lele tiap bulan terdapat fluktuasi survival rate yang berimplikasi langsung pada
penerimaan perusahaan. Data survival rate tersebut dapat dilihat pada table 3.
Tabel 3. Surval Rate Ikan Lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya dari 2013-2015.
Bulan Tahun (%)
2013 2014 2015
Januari - 77,36 83,08
Februari - 80,00 87,00
Maret 0,00 81,74 88,00
April 33,33 80,00 87,62
Mei 52,00 85,93 91,76
Juni 34,29 82,35 93,71
Juli 36,00 80,00 85,09
Agustus 56,67 82,82 88,00
September 23,33 77,82 86,40
Oktober 76,00 80,00 83,08
November 76,00 80,00 -
Desember 64,00 85,71 -
Rata-rata 45,16 81,14 87,85
Sumber : PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok (2015)
6
Fluktuasi survival rate setiap bulannya menandakan adanya permasalahan
di bidang produksi yang terjadi akibat dari adanya sumber risiko. Sumber-sumber
risiko produksi yang diperoleh berdasarkan keterangan dari proses identifikasi
awal pada usaha pembesaran ikan lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya tentu
belum dapat menggambarkan keseluruhan faktor-faktor yang menjadi sumber
risiko produksi. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi lainnya yang benar-benar
terdapat pada usaha pembesaran ikan lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya dan
dapat menghasilkan suatu strategi penanganan risiko yang dapat diterapkan di
lokasi penelitian untuk meminimalkan dampak dan probabilitas dari sumber-
sumber risiko tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu adanya penelitian tentang
“Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele dengan Sistem Biofloc di
PT Agro 165 Nusantara Jaya” untuk mengetahui kejadian dan penyebab risiko
pada budidaya ikan lele biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya, serta bagaimana
cara mengatasinya.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat disusun dalam kalimat
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa kejadian risiko dan penyebab risiko pada budidaya ikan Lele Biofloc di
PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
2. Bagaimana tingkat risiko produksi pada usaha budidaya ikan Lele Biofloc di
PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
7
3. Bagaimana strategi penanganan risiko produksi pada usaha pembesaran ikan
lele di Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan penjabaran dari latar belakang dan perumusan masalah, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kejadian risiko dan penyebab risiko pada budidaya ikan Lele
Biofloc di PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
2. Mengetahui tingkat risiko produksi pada usaha budidaya ikan Lele Biofloc di
PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
3. Menganalisis strategi apa yang cocok untuk mengurangi atau menghindari
risiko produksi yang ada pada budidaya ikan Lele Biofloc di PT Agro 165
Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkam dapat berguna bagi pihak- pihak yang
berkepentingan pihak – pihak tersebut antara laim:
1. Perusahaan, hasil penelitian ini dapat berfungsi sebagai bahan informasi dan
mengevaluasi kinerja usaha budidaya ikan Lele Biofloc di PT Agro 165
Nusantara Jaya Depok, Jawa Barat.
2. Peneliti, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk melatih kemampuan
penerapan teori perkuliahan menambah pengetahuan mengenai usaha ikan
Lele Biofloc.
8
3. Perguruan tinggi dan masyarakat umum, hasil penelitian ini berfungsi untuk
menambah bahan literatur serta pengetahuan mengenai usaha budidaya ikan
Lele Biofloc.
1.5 Batasan Penelitian
1. Penelitian ini dilaksanakan di di PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok, Jawa
Barat, pada usaha Lele Biofloc.
2. Obyek yang dilakukan pada penelitian identifikasi risiko, pemetaan risiko
dan strategi untuk menghadapi risiko yang terjadi pada proses budidaya ikan
lele dengan sistem Biofloc yang dijalankan di PT Agro 165 Nusantara Jaya
Depok.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Ikan Lele
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang
dan kulit licin. Ikan lele bersifat nocturnal, yaitu aktif bergerak mencari makan
pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat
gelap. Klasifikasi ikan lele menurut SNI 2000 adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Sub – kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub – phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub – class : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub – ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Dari berbagai jenis lele di Indonesia, Clarias batrachus (lele lokal) dan
Clarias gariepinus (lele dumbo) yang paling sering kita jumpai. Sejalan dengan
semakin tingginya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan lele, ada beberapa
10
jenis lele unggulan yang saat ini paling banyak dibudidayakan oleh pembudidaya
ikan lele, yaitu:
1. Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai lele dumbo atau king catfish ini
berasal dari Afrika.
2. Clarias sp, lele sangkuriang merupakan strain baru dari lele dumbo yang
dikembangkan oleh BBAT (Balai Budidaya Air Tawar) Sukabumi sejak
beberapa tahun silam.
Pengembangan lele sangkuriang didasarkan oleh penurunan kualitas lele
dumbo karena tidak disertai dengan penanganan induk yang baik dalam budidaya.
Dalam rangka mengembalikan kualitas lele dumbo tersebut, BBPBAT Sukabumi
melakukan upaya perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina
generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2
merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal
dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1985.
Induk jantan F6 merupakan persediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air
Tawar Sukabumi.
Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan
ketersediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut
layak dijadikan induk dasar dan dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan
yang telah melakukan diseminasi kepada instansi/ pembudidayaan yang
memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini diberi nama lele sangkuriang
11
karena dihasilkan dari perkawinan anak dengan induknya sendiri seperti kisah
legenda sangkuriang.
2.2 Budidaya Ikan Lele Sistem Biofloc
Biofloc berasal dari kata “bios” yang artinya kehidupan dan “floc” atau
“flock” artinya gumpalan. Jadi pengertian Biofloc adalah kumpulan dari berbagai
organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing, dan lain-lain) yang tergabung
dalam gumpalan (floc). Teknologi Biofloc pada awalnya merupakan adopsi dari
teknologi pengolahan limbah (lumpur aktif) atau “activated sludge” secara biologi
dengan melibatkan aktifitas mikroorganisme (seperti bakteri) (Samtafsir dan
Suprapto, 2013).
Bahan organik yang merupakan limbah diaduk dan diaerasi. Bahan
organik yang tersuspensi akan diuraikan oleh bakteri heterotrof secara aerobik
menjadi senyawa anorganik. Bila bahan organik mengendap (tidak teraduk) maka
akan terjadi kondisi yang anaerobic sehingga merangsang bakteri anaerobic untuk
mengurai bahan organik menjadi bahan organik yang lebih sederhana serta
senyawa yang bersifat racun seperti ammonia, nitrit, H2S, metana. Kotoran yang
mengendap harus segera dibuang agar tidak sampai menimbulkan masalah.
Budidaya ikan lele sistem biofloc pada prinsipnya mengembangkan
komunitas bakteri yang menguntungkan di dalam kolam. Menurut Chamberlain et
al yang dikutip oleh Samtafsir dan Suprapto (2013) budidaya dengan sistem
biofloc adalah menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri yang menguntungkan
di dalam kolam. Sistem ini terbukti lebih stabil daripada sitem didominasi algae
12
(plankton) karena tidak tergantung sinar matahari. Kualitas air lebih stabil
sehingga penggunaan air lebih sedikit (hanya menambah) karena adanya
penguapan dan pembuangan kotoran (lumpur yang tidak teraduk). Mikroba
penyebab penyakit tertekan. Bakteri dalam suatu gumpalan yang disebut Floc.
Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam
merombak limbah nitrogen, yaitu 10–100 kali lebih efisien daripada algae
(plankton). Dapat bekerja siang dan malam. Sedikit dipengaruhi oleh cuaca.
Merubah limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi ikan. Sistem
biofloc dapat dilakukan dimana saja. Baik didaerah tropis, sub tropis, di kota,
dalam bangunan maupun green house.
Dengan menerapkan sistem ini, maka budidaya ikan lele dapat dilakukan
ditempat yang terbuka maupun tertutup seperti didalam bangunan. Sebagaimana
yang sudah dilakukan dan diterapkan di Biofloc PT Agro 165 Nusantara Jaya.
2.3. Konsep Diagram Fish Bone (Tulang Ikan)
Analisis fish bone dipakai untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial
dari satu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan
rapi. Alat ini membantu dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam
proses, yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori yang
berkaitan dengan proses (Imamoto et al., 2008)
A. Manfaat analisis diagram fish bone:
Fungsi dasar diagram fish bone adalah untuk mengidentifikasi dan
mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik
dan kemudian memisahkan akar penyebabnya. Dengan adanya diagram fish
13
bonedapat memberikan keuntungan bagi dunia bisnis. Selain memecahkan
masalah kualitas yang menjadi perhatian penting perusahaan.
Diagram fish bone dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut:
1. Mempelajari sebab-sebab suatu masalah atau persoalan.
2. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan
kualitas produk atau jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, dan
dapat mengurangi biaya.
3. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidak
sesuaiaan produk atau jasa, dan keluhan pelanggan.
4. Dapat membuat suatu standarisasi operasi yang ada maupun yang
direncanakan.
5. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan
pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.
Penerapan tersebut dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah
khususnya di industri manufaktur yang terkenal dengan banyaknya ragam variabel
pada prosesnya sehingga berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.
Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan
dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Diagram fish bone dapat
menjelaskan semua hal tersebut dan memungkinkan kita untuk dapat melihat
semua kemungkinan “penyebab” dan mencari akar permasalahan yang
sebenarnya.Apabila ingin menggunakan diagram tulang ikan, terlebih dahulu
harus melihat setiap bagian departemen, divisi dan jenis usaha yang dilakukan.
Perbedaan departemen, divisi, dan jenis usaha akan mempengaruhi sebab-sebab
14
yang berpengaruh signifikan terhadap masalah yang mempengaruhi kualitas yang
nantinya akan digunakan.
B. Cara membuat diagram fishbone (tulang ikan)
Dalam hal melakukan analisis fishbone, ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, yakni:
1. Menyiapkan sesi Fish Bone Analysis.
2. Mengidentifikasi akibat atau masalah.
3. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama.
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin.
2.4. Diagram Pareto
Diagram pareto didasari berdasarkan pekerjaan Vilfredo Pareto, seorang pakar
ekonomi di abad ke-19. Joseph M. Juran mempopulerkan pekerjaan Pareto dengan
menyatakan bahwa 80% permasalaham perusahaan merupakan hasil dari
penyebab yang hanya 20% (Heizer & Render, 2005).
Diagram pareto merupakan metode yang biasa digunakan untuk mendapatkan
hasil atau suatu gambaran yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan
menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal tersebut dapat membantu
menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking
tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah).
Selain itu, diagram pareto juga dapat digunakan untuk membandingkan kondisi
15
proses. Menurut Gasperz (2001), pada dasarnya diagram pareto terdiri dari dua
jenis, yaitu:
1. Diagram pareto mengenaia fenomena, yaitu berkaitan dengan hasil-hasil
yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui masalah utama yang
ada, misalnya:
a. Kualitas: kerusakan, kegagalan, keluhan, perbaikan dan lain-lain.
b. Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran dan lain-lain.
c. Delivery: penundaan delivery, keterlambatan pembayaran dan lain-lain.
2. Diagram pareto mengenai penyebab, yaitu berkaitan dengan penyebab dalam
proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari
masalah yang ada, misalnya:
a. Operator: umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual.
b. Mesin: peralatan, istrumen dan lain-lain.
c. Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan dan
lain-lain.
2.5 Konsep Risiko dan Manajemen Risiko
Menurut Kountur (2008), risiko diartikan sebagai kemungkinan yang
merugikan. Ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko: (1)
Merupakan kejadian, (2) Kejadian tersebut merupakan kemungkinan, jadi bisa
saja terjadi, bisa tidak terjadi, (3) Jika sampai terjadi, akan menimbulkan
kerugian.
16
Tampubolon (2004) menjelaskan, risiko tidak hanya berkenan dengan hal
buruk yang mungkin terjadi. Apabila risiko tidak dapat dikelola dengan baik dapat
menimbulkan berbagai implikasi, antara lain:
a. Munculnya risiko dapat diprediksi, tetapi sulit dihindari, sehingga sulit diambil
suatu tindakan guna menghindari kerugian akibat terjadinya risiko tersebut.
b. Menyebabkan kerugian finansial secara nyata dan kehilangan kepercayaan.
c. Menimbulkan kesulitan yang signifikan, seperti menambah volume pekerjaan,
tenaga orang dan sebagainya.
Sedangkan menurut Riyadi dan Mahbubi (2013), risiko adalah kemungkinan
situasi atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan serta sasaran
organisasi atau individu. Risiko adalah peluang atau kemungkinan terjadinya
bencana atau kerugian. Peluang terjadinya risiko dapat diketahui, sedangkan
ketidakpastian terkait suatu keadaan yang hasil dan akibatnya tidak dapat
diketahui, atau risiko dan ketidakpastian, dapat dibedakan berdasarkan diketahui
atau tidaknya peluang kemunculan suatu kejadian. Implikasi risiko adalah
menyebabkan kerugian finansial, menimbulkan kesulitan yang signifikan dan
kehilangan kepercayaan dari konsumen.
Efektivitas manajemen risiko agribisnis ditentukan oleh manajemen risiko
secara cermat, sistematis dan berkelanjutan. Proses manajemen risiko
agribsinis merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari menyadari,
mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengambil tindakan yang tepat
hingga melakukan pengawasan pelaksanaan pengendalian risiko. Secara
17
menyeluruh proses manajemen risiko agribsinis dijelaskan sebagai berikut
(Riyadi dan Mahbubi, 2013):
a. Kesadaran segenap sumber daya manusia perusahaan mulai dari jajaran
komisaris dan direksi sampai staf bahwa terdapat risiko dalam setiap usaha
termasuk agribisnis.
b. Identifikasi risiko merupakan aktivitas awal yang menghasilkan output daftar
risiko. Dalam identifikasi risiko terdapat stakeholder yang meliputi pemegang
saham, kreditur, pemasok, karyawan, pihak lain yang terpengaruh oleh adanya
perusahaan. Metode dalam identifikasi risiko meliputi analisis data historis,
pengamatan, survey baik dengan kuisioner atau wawancara, pendapat ahli
melalui focus group discussion.
c. Pengukuran risiko berupa data baik berupa kualitatif maupun kuantitatif.
Kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan
terhadap risiko. Kualitatif risiko menyangkut kemungkinan risiko muncul,
semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.
d. Pemetaan risiko bertujuan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan
kepentingan bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan
memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang sehingga
perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu dan
mana yang dinomor duakan, dan mana yang perlu diabaikan. Selain itu
prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada
tujuan perusahaan.
18
e. Pengambilan keputusan menurut Sadgrove dan Chapman dalam Riyadi dan
Mahbubi (2013), terdapat empat cara dalam penanganan risiko yaitu
penghindaran risiko (risk avoidance), mitigasi atau eliminasi risiko (risk
elimination), pemindahan risiko (risk transfer) dan penahan risiko (risk
retention).
f. Pengawasan perlu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan keputusan yang
telah dibuat. Risiko berubah-ubah sesuai kondisi sehingga perlu keputusan
yang cepat dan tepat untuk merespon terjadinya perubahan risiko.
g. Evaluasi menekankan upaya menilai proses pelaksanaan rencana, mengenai
ada tidaknya penyimpangan dan tercapai tidaknya sasaran yang telah
ditetapkan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
Benefit yang akan diperoleh perusahaan dengan menerapkan manajemen
risiko antara lain:
a. Pengambil keputusan dalam perusahaan mempunyai pijakan yang kuat
berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan ketika mengambil keputusan atas
risiko yang terjadi.
b. Pedoman bagi perusahaan dalam mengelola risiko, sebagai akibat dari adanya
pengaruh internal dan eksternal perusahaan.
c. Mendorong para pengambil keputusan sesuai tingkatannya untuk selalu
memaksimalkan kesempatan mendapatkan keuntungan, dengan risiko sebagai
batasan dan tindakan yang dilakukan.
d. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko seminimal mungkin, yang
dampaknya bagi perusahaan sekecil mungkin.
19
e. Penerapan manajemen risiko mengarah kepada tata kelola perusahaan yang
baik dan benar, serta akan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi
karyawan, pemilik dan pemangku kepentingan lainnya, secara berkelanjutan.
Menurut kountur (2008), manjemen risiko adalah cara bagaimana menangani
semua risiko yang ada dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu saja.
Penanganan risiko dianggap salah satu fungsi dari manajemen. Ada beberapa
fungsi manajemen yang lazim dikenal yaitu membuat perencanaan.
Mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan pengendalian. Dengan demikian,
ditambahkan suatu fungsi lagi yang sangat penting, yaitu menangani risiko.
Terdapat dua strategi penangan risiko, yaitu preventif dan mitigasi.
1. Preventif (Menghindari)
Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Sebelum risiko terjadi
harus ada cara-cara preventif yang dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko
tidak terjadi. Preventif dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Membuat/Memperbaiki Sistem dan Prosedur
Risiko ini bisa diperkecil jika aturan dan prosedurnya dibuat (jika belum
ada), atau diperbaiki (jika sudah ada namun belum baik). Risiko-risiko yang
disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat diperkecil jika sistem dan
prosedurnya ada dan baik.
b. Mengembangkan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan pelatihan-
pelatihan, baik pelatihan on-the-job atau pelatihan eksternal. Dengan
mengembangkan sumber daya manusia diharapkan kemungkinan terjadinya
20
risko dapat diperkecil, terutama risiko-risiko yang disebabkan oleh ketidak
kompetenan sumber daya manusia.
c. Memasang/Memperbaiki Fasilitas Fisik
Beberapa risiko dapat dihindari terjadinya atau setidaknya diperkecil
kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum ada) atau
memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik) fasilitas fisik.
2. Mitigasi (Mengurangi)
Mitigasi merupakan penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan dari risiko. Terdapat beberapa cara mitigasi yang
dapat dilakukan, diantaranya:
a. Diversifikasi, Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau harta di
beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat kena musibah, tidak akan
menghabiskan semua asset yang dimiliki.
b. Penggabungan (Merger), apabila pada cara diversifikasi aset atau harta
dianjurkan untuk berpencar, pada cara merger dianjurkan untuk bergabung
atau merger. Seperti risiko bersaing dapat diminimalkan dengan cara
bersatu.
c. Pengalihan Risiko, Pengalihan risiko adalah mengalihkan risiko ke pihak
lain sehingga apabila terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung
kerugiannya. Terdapat beberapa cara pengalihan risiko, yaitu:
Asuransi: Mengasuransikan harta perusahaan yang dampak risikonya
besar. Hal tersebut berarti sudah mengalihkan dampak risiko tersebut
kepada pihak asuransi.
21
Leasing: Cara apabila suatu asset digunakan, tetapi pemiliknya adalah
pihak lain. Apabila terjadi sesuatu pada asset tersebut, maka pemiliknya
yang adalah pihak lain yang menanggung kerugian atas asset tersebut.
Outsourcing: Mentransfer kerugian ke pihak lain jika terjadi risiko
dengan cara outsource. Outsource merupakan salah satu cara pengalihan
pekerjaan ke pihak lain, sehingga tidak adanya tanggungan kerugian
seandainya pekerjaan yang dilakukan gagal.
Hedging: Cara pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan
risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian.
2.6 Penelitian Terdahulu
Adapun hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan pada
penelitian ini, baik penelitian produk pertanian maupun non pertanian dengan
metode analisis yang berbeda.
Rizky (2010) menganalisis risiko produksi pembibitan Ikan Lele pada Family
Jaya 1,Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Menggunakan metode nilai standar (z-
score) untuk menghitung probabilitas risiko dan Value at Risk (VaR) untuk
menghitung dampak dari terjadinya risiko. Hasil perhitungan probabilitas dan
dampak dari masing-masing sumber risiko tersebut nantinya akan menjadi acuan
untuk mendapatkan sumber-sumber risiko produksi pada peta risiko. Hasil
pemetaan sumber-sumber risikoproduksi yang diperoleh akan mendasari
penentuan strategi penanganan risiko produksi yang akan direkomendasikan.
22
Murti (2014) menganalisis risiko rantai pasok ayam potong pada restoran
cepat saji McDonald‟s (Studi Kasus Pada McDonalds Kemang) menggunakan
metode House Of Risk (HOR) yang merupakan pengembangan dari metode
Quality Function Deployment (QFD) dan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA). Pada penelitian tersebut ditentukan strategi pengelolaan risiko yaitu
mitigasi dan ditentukan prioritas agen risiko yang akan dimitigasi. Hasil penelitian
tersebut diketahui bahwa terdapat sembilan kejadian risiko pada tingkat pemasok,
10 kejadian risiko pada tingkat distribution center dan delapan risiko pada tingkat
McDonald‟s dan teridentifikasi 41 agen atau penyebab risiko secara keseluruhan.
Berdasarkan tabel HOR Fase 1 diketahui agen atau penyebab risiko dengan nilai
tertinggi yaitu lima penyebab risiko pada tingkat pemasok, lima penyebab risiko
pada tingkat distribution center dan tiga penyebab risiko pada tingkat
McDonald‟s. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut, maka diketahui
terdapat 26 aksi mitigasi yang dapat direalisasikan untuk mereduksi penyebab
risiko tersebut.
Putri (2015) menganalisis risiko rantai pasok susu pasteurisasi untuk
meminimalisasi potensial risiko pada agroindustri susu pasteurisasi. Identifikasi
yang digunakan adalah identifikasi risiko di setiap rantai prosesnya, selanjutnya
dengan perhitungan nilai risiko rantai pasok berdasarkan penilaian beberapa pakar
dengan pendekatan fuzzy FMEA (Failure Mode Effect Analysis), dan hasil
analisis nilai risiko digunakan sebagai dasar dalam membuat upaya mitigasi. Dari
proses identifikasi, dapat dilihat bahwa risiko yang prioritas untuk ditangani
adalah risiko distribusi produk hingga retail (850) dengan kategori sangat tinggi,
23
risiko kontaminasi mikrobiologi (850), logam berat dan kimia berbahaya (850),
risiko kecelakaan dan bencana alam (850), risiko ketidaksesuaian kondisi proses
(723) dengan kategori Tinggi, risiko kontaminasi pengotor (725), risiko ternak
sakit dan penularan penyakit pada ternak (725) dan risiko serangan hama (334)
dengan kategori Sedang. Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan uji
laboratorium berkala dan menoptimalkan kebersihan peralatan industri dna ternak,
serta mengoptimalkan monitoring setiap kegiatan rantai pasok.
Desi (2017) menganalisis risiko produksi pembesaran Ikan Lele pada
Koperasi Vatra Mandiri, Bojongsari, Kota Depok. Dengan menggunakan metode
House Of Risk (HOR). Pada penelitian tersebut diawali dengan identifikasi risiko
untuk mengetahui kejadian dan penyebab risiko yang ditimbulkan. Kemudian
dilakukan penilaian dampak dan keseringan munculnya penyebab risiko untuk
mengetahui risiko yang menajadi prioritas untuk ditangani, lalu dilakukan
penilaian tingkat korelasi antara penyebab risiko yang diprioritaskan dengan
strategi penanganan yang diusulkan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 19
kejadian risiko, yang dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu persiapan kolam,
penebaran bibit, pemeliharaan dan pemanenan. Pada hasil pengukuran tingkat
risiko pada tahap pembesaran lele di Koperasi Vatra Mandiri ialah pada tahap
persiapan kolam yang dianggap memiliki potensi dapat menimbulkan kerugian
terbesar bagi koperasi. Strategi mitigasi yang dilakukan adalah melakukan
normalisasi air, menambah tondon air, melakukan pematangan kolam.
24
2.7 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
kerangka pemikiran pada penelitian ini adalah mengetahui produksi ikan lele
sistem biofloc pada PT Agro 165 Nusantara Jaya. Pada pelaksanaan produksi lele,
terdapat risiko-risiko yang berpotensi menjadi hambatan dalam kegiatan produksi
lele . Untuk mengetahui kemungkinan risiko yang terjadi, maka harus dilakukan
identifikasi risiko. Kemudian, dilakukan pengukuran risiko untuk mengetahui
nilai dampak dan tingkat kemunculan dari kemungkinan terjadinya risiko. Setelah
dilakukan pengukuran, maka dilakukan pemetaan untuk mengetahui prioritas
kemungkinan risiko yang harus dimitigasi. Lalu, dilakukan perumusan strategi
pengelolaan risiko, yaitu mitigasi dan prioritas kemungkinan risiko yang telah
ditentukan sebelumnya serta dilakukan pengukuran terhadap strategi mitigasi
tersebut agar tercipta rencana produksi yang tahan terhadap kejadian risiko yang
ada. Adapun alur kerangka pemikiran pada penelitian ini yang ditunjukkan pada
Gambar 1.
25
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan: = Alur Proses Penelitian
= Input Pengumpulan Data
= Output Metode Analisis Risiko
Budidaya Ikan Lele
Sistem Biofloc
Alur Produksi Lele sistem
Biofloc di PT Agro 165
Nusantara Jaya
Identifikasi Risiko
dan Penyebab
Risiko pada Tiap
Tahapan Budidaya
Pengukuran
Kejadian Risiko
Pemetaan Risiko
Penentuan Strategi
Pengelolaan Risiko
Evaluasi Risiko Menentukan Prioritas
Aksi Mitigasi Risiko
pada produksi ikan lele
sistem Biofloc
Skala Likert
Model HoR 1
Diagram Pareto
Skala Likert
Diagram Tulang
Ikan (Fish Bone)
Model HoR 2
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT Agro 165 Nusantara Jaya yang
berada di Kota Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Agro 165 Nusantara Jaya Depok
merupakan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) dibawah
naungan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). PT Agro 165 Nusantara
Jaya merupakan pusat pelatihan budidaya ikan lele dengan menggunakan sistem
biofloc. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2018.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan data yang akurat untuk membahas
dan menganalisis risiko budidaya lele system biofloc. Data untuk penelitian ini
meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melaui
pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pihak PT Agro 165
Nusantara Jaya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Direktorat Kelautan dan Perikanan. Selain itu, data sekunder juga diperoleh
melalui literatur penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian
ini.
Teknik dalam pengumpulan data yang dilakukan, pertama dengan cara
observasi dan wawancara sebagai data primer. Observasi diperoleh dengan
27
melakukan pengamatan langsung. Sedangkan wawancara dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada manajer PT Agro 165 Nusantara Jaya. Kedua,
data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen kantor, serta dokumen dari
lembaga-lembaga terkait dan literatur yang mendukung.
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif yaitu data tentang gambaran umum budidaya lele
biofloc, struktur organisasi, proses produksi, ketenagakerjaan, sarana dan
prasarana. Data kuantitatif yaitu data tentang hasil produksi yang diperoleh dalam
satu kali produksi, serta risiko apa saja yang terjadi.
3.3 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan ntuk mengidentifikasi risiko dan penyebabnya
adalah diagram Fish Bone. Diagram tersebut memiliki titik-titik kritis dari tiap
aktivitas pada masing-masing tingkatan. Diagram tersebut menjadi landasan
dalam penyusunan kuesioner dengan mengambil beberapa risiko yang telah
didiskusikan dengan pihak perusahaan dari masing-masing tingkatan budidaya
ikan lele. Penentuan risiko tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
aktivitas yang terjadi dalam aliran pembudidayaan ikan lele tersebut adalah
aktivitas yang sering atau dominan dilakukan.
1. Langkah-langkah Penerapan Dalam Fish bone analysis:
a. Menyiapkan sesi fish bone analysis
Fish bone analysis memiliki kemungkinan akan menghabiskan waktu 50 - 60
menit. Penggunaan alat curah pendapat dapat memilih pelayanan atau
28
komponen pelayanan yang akan dianalisis. Setelah itu mempersiapkan kartu
dan kertas flipchart untuk setiap kelompok.
b. Mengidentifikasi akibat atau masalah
Akibat atau masalah yang akan ditangani ditulis pada kotak sebelah
palingkanan diagram tulang ikan.
c. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama
Pada segi horizontal utama, terdapat garis diagonal yang menjadi cabang.
Setiap cabang mewakili sebab utama dari masalah yang ditulis. Kategori sebab
utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa sehingga masuk akal dengan
situasi.
d. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan dengan
menggunakan curah pendapat. Saat sebab-sebab tersebut dikemukakan,
kemudian dapat ditentukan bersama-sama sebab tersebut harus ditempatkan
dalam diagam tulang ikan. Sebab-sebab ditulis pada garis horizontal sehingga
banyak tulang kecil keluar dari garis horizontal utama. Suatu sebab bisa ditulis
dibawah lebih dari satu kategori sebab utama.
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
Setelah mengisi setiap kategori, selanjutnya adalah mencari sebab-sebab yang
muncul pada lebih dari suatu kategori. Sebab-sebab inilah yang merupakan
penunjukan sebab yang tampaknya paling mungkin, kemudian melingkari
sebab yang tampaknya paling kemungkinan pada diagram.
f. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
29
Diantara semua sebab-sebab, sebab yang paling mungkin harus dicari
keberadaannya. Mengkaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab
yang tampaknya paling memungkinkan) dan menanyakan, „mengapa ini
sebabnya‟. Pertanyaan “mengapa” akan membantu sampai pada sebab pokok
dari permasalahan teridentifikasi
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah House of Risk
(HOR). Menurut Pujawan dan Geraldin (2009), model House of Risk (HOR)
didasarkan pada gagasan bahwa manajemen risiko proaktif berusaha untuk
fokus pada tindakan preventif, yaitu mengurangi kemungkinan agen risiko
terjadi. Mengurangi terjadinya agen risiko biasanya mencegah beberapa
peristiwa risiko terjadi. Pada kasus seperti itu, perlu ditetapkan untuk
mengidentifikasi kejadian risiko dan agen risiko yang terkait. Biasanya, satu
agen risiko bisa mendorong lebih dari satu kejadian risiko. Dalam FMEA
terkenal, penilaian risiko dilakukan melalui perhitungan RPN sebagai produk
dari tiga faktor, yaitu probabilitas terjadinya, tingkat keparahan dampak, dan
deteksi. Lain halnya dengan model FMEA yang kedua kemungkinan terjadinya
dan tingkat keparahannya berhubungan dengan kejadian risiko, pada model
tersebut, HOR menetapkan probabilitas untuk agen risiko dan tingkat
keparahan ke arah risiko.
Sejak satu agen risiko dapat menginduksi sejumlah kejadian risiko, maka
perlu kuantitas potensi risiko agregat agen risiko dalam manajemen risiko rantai
produksi. Jika Oj adalah probabilitas terjadinya agen risiko j, Si adalah keparahan
dampak jika kejadian risiko i terjadi, dan Rij adalah korelasi antara agen risiko j
30
dan risiko i yang diartikan sebagai seberapa besar kemungkinan agen risiko j akan
mendorong risiko acara i), maka ARPi (potensi risiko agreget agen risiko j) dapat
dihitung sebagai berikut:
∑
HOR diadaptasi dari model HOQ untuk menentukan risiko agen harus
diberikan prioritas untuk tindakan preventif. Rank A ditugaskan untuk setiap agen
risiko berdasarkan besarnya nilai ARPj untuk setiap j. Oleh karena itu, jika ada
banyak agen risiko, perusahaan dapat memilih pertama beberapa dari mereka
dianggap memiliki potensi besar untuk menginduksi kejadian risiko. Dua model
penyebaran, disebut HOR, baik yang didasarkan pada dimodifikasi HOQ; (A)
HOR 1 digunakan untuk menentukan risiko agen harus diberikan prioritas untuk
tindakan preventif. (B) Prioritas HOR 2 adalah untuk memberikaan saran atas
tindakan yang efektif tetapi dengan biaya yang wajar dan sumber daya yang
komitemen.
A. HOR 1
Pada model HOQ, terdapat hubungan satu set persyaratan (apa) dan satu set
tanggapan (bagaimana) pada setiap respon dapat mengatasi satu atau lebih
persyaratan. Tingkat korelasi biasanya diklasifikasikan sebagai tidak ada (diberi
nilai setara dengan 0), rendah (1), sedang (3), dan tinggi (9). Setiap persyaratan
memiliki kesenjangan tertentu untuk mengisi dan setiap respon akan memerlukan
beberapa jenis sumber daya dan dana.
31
Tabel 4. Model HOR Fase 1
Sumber: Pujawan dan Geraldin (2009)
Keterangan:
a) Kejadian Risko (Risk Event) = Ei
b) Penyebab Risiko (Risk Agent) = Aj
c) Tingkat Dampak (Severity) = Si
d) Tingkat Probabilitas (Occurrance) = Oj
e) Tingkat Rata-rataPotensial Risiko (Aggregate Risk Potensial) = ARPj
f) Peringkat Prioritas Penyebab Risiko (Rank) = R
Mengadopsi prosedur di atas, maka HOR 1 dikembangkan melalui langkah-
langkah berikut:
1. Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi dalam setiap proses bisnis.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui proses pemetaan SC (seperti rencana,
Risk Agent (j) Severity
of Risk
Event
(Si)
Business
process
Risk
Even
t (Ei)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
Plan E1
S1
E2
S2
Source E3
S3
E4
S4
Make E5
S5
E6
S6
Deliver E7
S7
E8
S8
Return E9
S9
E10
S10
Occurance
of Agent j O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7
Aggregrat
e Risk
Potential j
ARP
1
ARP
2
ARP
3
ARP
4
ARP
5
ARP
6
ARP
7
Priority
Rank of
Agent j
32
sumber, memberikan, membuat, dan kembali) dan kemudian mengidentifikasi
„apa yang bisa salah‟ dalam setiap proses tersebut. Ackermann dkk. (2007)
dalam Pujawan dan Geraldin (2009) menyediakan cara sistematis
mengidentifikasi dan menilai risiko. Model HOR 1 ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel tersebut menunjukan bahwa peristiwa risiko diletakkan di kolom kiri,
direpresentasikan sebagai Ei.
2. Menilai dampak (keparahan) dari kejadian risiko tersebut (jika terjadi)
menggunakan skala likert (penelitian ini menggunakan skala 1-5). Suatu dari
setiap peristiwa risiko yang diletakkan di kolom kanan dari Tabel 3.
diindikasikan sebagai Si.
3. Mengidentifikasi agen risiko dan menilai kemungkinan terjadinya setiap agen
risiko. Pada skala likert (penelitian ini menggunakan skala 1-5) yang
diterapkan nilai 1 berarti hampir tidak pernah terjadi dan nilai 5 berarti agen
risiko hampir pasti terjadi. (Aj) ditempatkan pada baris atas tabel dan
terjadinya terkait adalah pada baris bawah, dinotasikan sebagai Oj.
4. Mengembangkan matriks hubungan, yaitu hubungan antara masing-masing
agen risiko dan setiap peristiwa risiko, Rij {0, 1, 3, 9} angka 0 mewakili tidak
ada korelasi dan angka 1, 3, dan 9 mewakili masing-masing, rendah, sedang,
dan korelasi yang tinggi.
5. Menghitung potensi risiko agreget agen j (ARPj) yang ditentukan sebagai
produk dari kemungkinan terjadinya j agen risiko dan dampak agreget yang
dihasilkan oleh peristiwa risiko yang disebabkan oleh j agen risiko seperti
pada persamaan (1) di atas.
33
6. Prioritas agen risiko menurut potensi risiko agreget mereka dalam urutan
menurun (dari besar ke nilai-nilai yang rendah).
B. HOR 2
HOR 2 digunakan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan
pertama, mengingat efektivitas yang berbeda mereka serta sumber daya yang
terlibat dan tingkat kesulitan-kesulitan dalam melakukan. Perusahaan idealnya
diharuskan memilih set tindakan yang tidak begitu sulit untuk dilakukan,tetapi
efektif dapat mengurangi kemungkinan agen risiko yang terjadi.
Tabel 5. Model HOR Fase 2
Preventive Action (PAk)
To be treated
risk agent (Aj) PA1 PA2 PA3 PA4 PA5
Aggregate
Risk
Potential
(ARPj)
A1
ARP 1
A2
ARP 2
A3 Matrix Corelations ARP 3
A4
ARP 4
A5
ARP 5
Tek TE1 TE2 TE3 TE4 TE5
Dk D1 D2 D3 D4 D5
ETDk ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5
Rank R1 R2 R3 R4 R5
Sumber: Pujawan dan Geraldin (2009)
Keterangan:
a) Dk (Degree of difficulty performing action) = Tingkat kesulitan aksi mitigasi
b) TEk (Total Effectiveness) = Total keefektivan dan tiap aksi mitigasi
c) ETDk (Effectiveness of difficulty ratio) = Total kesulitan dan keefektivan aksi
mitigasi
d) Ejk = Hubungan antara tiap aksi mitigasi dengan tiap agen risiko
34
Langkah-langkah pada model HOR 2 adalah sebagai berikut:
1. Pilih sejumlah agen risiko dengan peringkat perioritas yang tinggi, dapat
menggunakan analisis Pareto dari ARPj, harus ditangani dengan di HOR
kedua. Mereka yang terpilih akan ditempatkan di sisi kiri (apa) dari HOR2
seperti digambarkan dalam Tabel 2. Menempatkan nilai-nilai ARPj yang
sesuai di kolom kanan.
2. Mengidentifikasi tindakan yang dianggap relevan untuk mencegah agen
risiko. Perhatikan bahwa agen salah satu risiko dapat ditangani dengan lebih
dari satu tindakan dan satu tindakan secara bersamaan dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya lebih dari satu agen risiko. Tindakan diletakkan pada
baris atas sebagai „Bagaimana‟ untuk HOR ini.
3. Menentukan hubungan antara setiap tindakan pencegahan dan setiap agen
risiko Ejk. Nilai-nilai bisa {0,1,3,9} yang mewakili masing-masing, tidak ada,
rendah, sedang, dan tinggi hubungan antara aksi k dan agen j. Hubungan ini
(Ejk) dapat dianggap sebagai tingkat efektivitas tindakan k dalam mengurangi
kemungkinan terjadinya risiko agen j.
4. Hitung total efektivitas setiap tindakan sebagai berikut:
∑
5. Menilai tingkat kesulitan-kesulitan dalam melakukan setiap tindakan, Dk, dan
menempatkan nilai-nilai berturut-turut di bawah efektivitas keseluruhan.
Tingkat kesulitan-kesulitan, yang dapat diwakili oleh skala (seperti Likert
35
atau skala lainnya), harus mencerminkan dana dan sumber daya lainnya yang
dibutuhkan dalam melakukan tindakan.
6. Hitung total efektivitas kesulitan rasio, yaitu ETDk=
7. Menetapkan peringkat prioritas untuk setiap tindakan (Rk), peringkat 1
diberikan untuk tindakan dengan ETDk tertinggi.
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
4.1 Profil Lokasi Penelitian
Nama Perusahaan : PT. Agro 165 Nusantara Jaya
Alamat Perusahaan : Jl. Raya Keadilan No. 65, RT 11, RW 01(Rawa Denok),
Rangkapan Jaya Baru 16434 Pancoran Mas, Depok, Jawa
Barat.
Telp. : 0811829165
Email. : [email protected].
a. Direktur : Legisan Samtafsir M.Ag
b. Berdiri : November 2012
c. Riset Lele : November 2012 sampai sekarang
4.2 Visi PT. Agro 165 Nusantara Jaya
Visi PT. Agro 165 Nusantara Jaya adalah menjadi perusahaan perikanan
budidaya terbesar dan terbaik di Indonesia 2020.
4.3 Misi PT. Agro 165 Nusantara Jaya
Untuk mewujudkan visinya, PT. Agro 165 Nusantara Jaya memiliki misi :
1. menegakkan moral ketuhanan.
2. membangun kedaulatan pangan.
3. memberdayakan kaum lemah.
4. mengentaskan kemiskinan
5. menciptakan SDM insan kamil.
37
4.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur Organisasi di PT Agro 165 Nusantara Jaya terdiri dari direktur
utama sebagai pemilik, General Manager, Training and Development, Finance &
Accounting, Kepala bidang produksi, Kepala Bidsang Resto dan Pemasaran, serta
karyawan bagian produksi alat budidaya dan karyawan yang membantu bagian
produksi dan pengolahan. Struktur Organisasi dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Agro 165 Nusantara Jaya
Tugas masing-masing jabatan pada PT. Agro 165 Nusantara Jaya adalah
sebagai berikut:
1. Pimpinan
Pimpinan perusahaan sebagai pemegang jabatan tertinggi pada PT. Agro
165 Nusantara Jaya. Tugas Pimpinan diantaranya bertanggungjawab atas semua
kegiatan perusahaan, bertanggungjawab dalam mencari tambahan modal usaha,
Finance & Accounting Training & Development
Direktur Utama /
Pemilik
Karyawan
Produksi
Kepala bidang
Pemasaran
Karyawan
Pengolahan
& Resto
Kepala Bidang
Produksi
Karyawan
Pembuatan Alat
dan Bahan
General Manager
38
mengecek laporan keuangan secara periodik dan bertanggungjawab terhadap
kesejahteraan karyawan.
2. Administrasi
Tugas Administrasi PT. Agro 165 Nusantara Jaya yaitu memberikan
pelayanan terhadap masyarakat atas informasi yang dibutuhkan mitra atau
pelanggan, sebagai penghubung antara direktur dan mitra, menatausahakan serta
menyimpan dokumen PT. Agro 165 Nusantara Jaya, memberikan masukan
pengambilan keputusan strategis, memberikan masukan management dan
memberikan masukan mengenai etika dalam berbisnis.
3. Keuangan
Tugas Keuangan pada PT. Agro 165 Nusantara Jaya yaitu mempunyai
wewenang untuk menerima dan mengeluarkan serta mengatur kebutuhan uang kas
PT. Agro 165 Nusantara Jaya, Selain itu tugas Keuangan juga mencatat dan
mengelompokkan semua transaksi yang berhubungan dengan keuangan PT. Agro
165 Nusantara Jaya.
4. Fishmart & Resto
Mempunyai tugas untuk menyediakan produk lele kepada konsumen,
menerima masukan- masukan atau kritikan yang membangun dari pelanggan
terkait hasil olahan PT. Agro 165 Nusantara Jaya, melakukan riset atau inovasi
produk olahan lele.
5. Layanan Biofloc
Tugas dari bagian layanan biofloc yaitu, PT. Agro 165 Nusantara Jaya ini
memberikan layanan kepada para mitra binaan terkait permasalahan-permasalahan
39
yang ada dilapangan dan memberikan arahan serta bimbingan terkait budidaya
lele atau permasalahan yang lainnya yang ada di lapangan.
6. Pelatihan
Bertugas sebagai pemberi materi pelatihan teknik budidaya biofloc,
pelatihan ini disampaikan oleh bapak Legisan M.Ag dan bapak Ir. Soeprapto.
Mulai dari pembenihan hingga produk hilir. Kini pelatihan ini sudah terdaftar di
P2MKP (Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan), peran P2MKP ini
sangat dibutuhkan dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pelatihan dikawasan sentra-sentra perikanan.
7. Aquaponic
Bagian ini bertugas menyediakan media tanam, memilih bibit yang cocok
untuk ditanam, merawat tanaman hingga siap panen yang nantinya akan diolah
pada bagian resto menjadi produk jadi. Aquaponic ini salah satu media
pemanfaatan lahan terbatas menjadi nilai ekonomis.
8. Produksi ikan
Bagian produksi bertugas di lapangan (onfarm). Tugas bagian produksi
yaitu, pemberian pakan, pemberian probiotik, memberikan obat-obatan pada lele
yang sakit, mengontrol kondisi Farm, melakukan kegiatan pemanenan dan pasca
panen, mengantar benih kepada mitra binaan, melakukan pengawasan dan
pengontrolan kepada plasma binaan dalam periode tertentu, mencatat barang
masuk dan barang keluar.
40
9. Pemasaran
Tugas dari Pemasaran PT. Agro 165 Nusantara Jaya yaitu menangani
kegiatan marketing atau pemasaran, pengembangan bisnis dan jaringan penjualan
produk dengan berorientasi pada pencapaian target penjualan dan kepuasan
pelanggan. Bagian ini juga berkoordinasi dengan bagian produksi dalam
mengontrol stok produk dan jumlah produk yang akan dikirim serta menjaga
hubungan baik dengan mitra binaan.
4.5 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Agro 165 Nusantara Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang
budidaya ikan lele yang telah terintegrasi dari hulu ke hilir. Didirikan oleh Bapak
Legisan Samtafsir, M.Ag pada tahun 2012. Pada awalnya perusahaan ini masih
menerapkan budidaya pada kolam konvensional yaitu menggunakan kolam terpal
yang notabennya padat tebar rendah. Penelitian-penelitian pun dilakukan bersama
Ir. Soeprapto NS hingga akhirnya menemukan teknologi biofloc untuk ikan lele
dengan keunggulan hemat dalam penggunaan air (sedikit atau tanpa ganti air),
hemat dalam penggunaan pakan (FCR 0,7), padat tebar tinggi hingga 2500 ekor
/m2, dapat diterapkan didalam bangunan, tidak menimbulkan bau yang tidak
sedap, tidak menggunakan bahan bahaya (desinfektan maupun antibiotik) selama
budidaya sehingga sangat aman untuk dikonsumsi dan hasil produksinya tinggi.
Komoditas perikanan yang diproduksi di perusahaan ini adalah ikan lele.
Dalam budidaya komoditas tersebut, perusahaan ini sangat disiplin dan teliti
karena komoditas ini merupakan ikan yang rentan mengalami stres sehingga
perawatannya harus terkontrol dengan baik. Budidaya ikan lele mulai dari ukuran
41
7-9 cm sampai menghasikan ikan lele berukuran 25-30 cm selama jenjang waktu
2,5–3 bulan. Sampling ikan dilakukan seminggu sekali, ini dilakukan untuk
mengurangi kanibalisme ikan lele.
Untuk menyebarkan manfaat kepada masyarakat maka Bapak Legisan dan
Ir. Soeprapto NS membuka pelatihan kepada masyarakat luas sebagai mitra
binaannya yang tersebar di berbagai daerah. Bukan hanya budidaya ikan lele.
Sekarang PT. Agro 165 Nusantara Jaya ini telah membangun restoran dan aneka
olahan ikan lele.
4.6 Lingkup Usaha Bisnis Perusahaan
Kegiatan usaha yang dilakukan pada PT. Agro 165 Nusantara Jaya selain
budidaya ikan lele yaitu dengan membangun restaurant dan aneka produk olahan,
menjual alat sarana produksi (kolam bundar, probiotik, dan lain-lain), fishmart &
resto (menjual produk olahan lele). Pasokan ikan lele didapat dari budidaya PT.
Agro 165 Nusantara Jaya dan diperoleh dari pasokan mitra plasma binaan yang
tersebar dari berbagai daerah di Indonesia.
42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kejadian Risiko dan Penyebab Risiko Budidaya Lele di PT Agro 165
Nusantara Jaya
Dalam menganalisis risiko, hal pertama yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi kemungkinan risiko yang terjadi. Pada penelitian ini, identifikasi
risiko yang dilakukan berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP)
budidaya pembesaran ikan lele sistem biofloc pada PT. Agro 165 Nusantara Jaya.
Identifikasi kejadian risiko dan identifikasi penyebab risiko yang terjadi mulai
dari persiapan kolam, proses penebaran benih, serta proses pembesaran dan
perawatan hingga siap untuk dipanen. Identifikasi risiko dilakukan dengan
menggunakan alat analisis tulang ikan atau fish bone.
Persiapan
Kolam Pemanenan Pemeliharan Penebaran Bibit
Pembuatan
Kolam
Pengairan
kolam
Penebaran
bibit Lele pada
kolam
Adaptasi benih
pemberian
makan
Proses aerasi
Penangkapan
dan
pengangkatan
Sortasi
Diamter tidak
rata
Belum adanya
saluran
pembuangan
Kebocoran
kolam
Pondasi kolam
tidak stabil
Kurangnya
kontrol air
Cuaca kurang
baik
Air yang di
gunakan buruk
Air terkontaminasi
limbah
Benih tidak
sesuai standar
Gagalnya
adaptasi benih
Kepadatan yang
tidak wajar
Penebaran yang
kurang tepat
Jalur distribusi
yang panjang
Penyaringan
benih yang
tidak sesuai
Ikan terlalu
padat
Padat tebar tidak
ideal
Pemberian
obat
Floc terlalu
banyak Alat aerasi
tidak berfungsi
Kualitas pakan
yang kurang
baik
Frekuensi
pakan yang
kurang
Sisa pakan
yang tidak
jadi floc
Fluktuasi suhu
air
Pemberian obat
yang salah Tidak ada kontrol
ikan sakit
Pergantian air
yang tidak
rutin
Tenaga kerja
tidak teliti
Ikan lecet
terkena jaring
Sortasi yang
kurang tepat
Ikan stres saat
pindah
tempat
Kolam
sementara
tidak baik
43
Pada bagian pangkal badan tulang ikan dari diagram fish bone tersebut
terdapat variabel pada penelitian yaitu budidaya pembesaran ikan lele sistem
biofloc pada PT. Agro 165 Nusantara Jaya yang meliputi proses persiapan kolam,
penebaran benih ikan lele, pemeliharaan hingga pada proses pemanenan.
Kemudian pada bagian masing masing tulang ikan terdapat beberapa kegiatan
yang menjadi bagian dari masing masing proses budidaya pembesaran ikan lele
system biofloc yang dijadikan sub variabel dimana pada masing-masing kegiatan
tersebut terdapat titik kritis yang menjadi penyebab atau agen risiko pembesaran
ikan lele system biofloc diantaranya sebagai berikut:
1. Pada proses persiapan kolam, terdapat dua kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko budidaya pembesaran
ikan lele sistem biofloc yaitu adalah kolam yang belum ideal serta proses
pengairan yang belum baik.
2. Pada proses penebaran benih terdapat dua rangkaian kegiatan yang
menjadi tempat terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko budidaya
pembesaran ikan lele sistem biofloc diantaranya adalah benih lele
mengalami sakit, serta benih lele menjadi stres.
3. Pada proses pemeliharaan terdapat tiga rangkaian kegiatan yang menjadi
tempat terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko budidaya
pembesaran ikan lele sistem biofloc diantaranya adalah pertumbuhan lele
kurang maksimal, nafsu makan lele berkurang dan lele terjangkit
penyakit lalu mati.
44
4. Pada proses pemanenan terdapat dua rangkaian kegiatan yang menjadi
tempat terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko budidaya
pembesaran ikan lele sistem biofloc diantaranya adalah lele mengalami
luka dan lecet serta ikan lele menjadi sakit setelah dipanen.
5.2 Tingkat Risiko Produksi pada Budidaya Ikan Lele
Budidaya lele di PT Agro 165 Nusantara Jaya mengalami beberapa risiko
yang terjadi karena beberbagai hal yang telah dipaparkan di atas. Setelah
mengetahui risiko yang ada pada proses budidaya maka di lakukan pengukuran
dampak yang ditimbulkan oleh risiko-risiko tersebut. Pengukuran di lakukan
pertama identifikasi kerjadian risiko, penyebab risiko tersebut, penilaian tingkat
kerjadian dan penyebab serta penilian korelasi kejadian dan penyebab.
5.2.1 Identifikasi Kejadian Risiko
Pada proses budidaya lele , diketahui terdapat 10 agen risiko dari semua area
dengan kode masing-masing. Satu agen risiko dapat memunculkan satu atau lebih
kejadian risiko dan sebaliknya, satu kejadian risiko dapat disebabkan oleh agen
risiko.
45
Tabel 6. Daftar Kejadian Risiko
Area Kode Kejadian Risiko (Risk Event)
Persiapan Kolam E1 Kolam belum ideal
E2 Pengairan kolam belum baik
Penebaran Benih
E3 Benih lele sakit
E4 Kepadatan kolam
E5 Benih lele mengalami strees
Pemeliharaan
E6 Pertembuhan kurang maksimal
E7 Nafsu makan lele berkurang
E8 Lele terjangkit penyakit dan mati
Pemanenan E9 Lele mengalami luka dan lecet
E10 Ikan lele sakit setelah panen
1. Kolam belum ideal
Wadah pemeliharaan benih untuk pembesaran biofloc di PT. Agro 165
Nusantara Jaya adalah kolam terpal bundar. Budidaya lele di PT. Agro 165
Nusantara Jaya masih banyak kolam yang belum dibuat sesuai dengan ukuran
kedalama minimal yaitu minimal 1 meter. Selain itu, terdapat kebocoran atau
dinding pada kolam yang rusak. Kolam yang akan digunakan kembali harus
diperiksa untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau kerusakan pada
kolam.
2. Pengairan kolam belum baik
Air kolam pembesaran kualitas airnya tidak baik atau tercemar, sehingga
ikan yang mengisi kolam tersebut kerap terserang penyakit atau mati. Sumber
air yang tidak baik atau tercemar dapat menurunkan atau menaikan suhu dan
46
pH. Hal inilah yang dapat menyebabkan benih ikan lele stres. Selain itu,
sumber air yang tidak baik atau tercemar bisa menyebabkan kadar oksigen
terlarut (DO) di dalam air menjadi menurun, kadar oksigen terlarut (DO) di
dalam air menurun sangat menganggu pertumbuhan benih ikan lele.
3. Benih sakit
Seringkali benih ikan lele yang baru datang ke PT Agro 165 Nusantara
Jaya tidak diberi penyesuaian terlebih dahulu dengan lingkungan kolam baru,
sehingga benih mengalami sakit karena perbedaan suhu dan pH air tempat
pemeliharaan baru. Selain itu, mutu kualitas dan pasokan benih yang di
datangkan dari luar PT Agro 165 Nusantara Jaya belum terjamin baik, petani
tidak melakukan seleksi pada benih lele, sehingga sering mendapatkan benih
yang tidak sesuai kriteria.
4. Kepadatan kolam
Padat tebar benih lele harus sesuai dengan luasan kolam agar ruang
geraknya leluasa. Idealnya, padat tebar untuk pembesaran sistem biofloc
antara 500-750 ekor/m3 . Kepadatan kolam merupakan kondisi dimana kolam
yang digunakan diisi melebihi kapasitas dan tidak memadai. Hal ini biasanya
terjadi ketika benih ikan lele yang datang ke PT Agro 165 Nusantara Jaya
melebihi pemesanan, sedangkan jumlah kolam yang untuk dijadikan
pemeliharaan tidak terlalu banyak. Akhirnya ada beberapa kolam
pemeliharaan diisi melebihi kapasitas seharusnya. Hal tersebut dapat
mengakibatkan benih ikan lele mudah stres.
47
5. Benih lele mengalami stres
Benih lele stres biasa terjadi pada saat kesalahan penanganan saat
penyerokan yang kasar, berulang, dan bertumpuk. Bisa juga terjadi
disebabkan oleh penyortiran, perhitungan, pengiriman yang jauh dan dalam
jumlah kemasan terlalu padat. Wadah pengiriman yang tidak layak juga dapat
menjadi pemicunya.
6. Pertumbuhan kurang maksimal
Pertumbuhan benih ikan lele yang kurang optimal pada farm 165
dikarenakan kualitas pakan yang berasal dari luar koperasi kurang terkontrol
dari sisi komposisi pakannya yang kurang baik, frekuensi pemberian pakan
yang kurang, takaran pemberian pakan yang berlebihan atau tidak sesuai,
pemberian pakan yang tidak sesuai jadwal, adanya kesalahan pada cara
pemberian pakan diawal tebar benih yang tak termakan oleh benih, dan
kurangnya jumlah pakan yang diberikan.
7. Nafsu makan lele berkurang
Ikan lele yang sedang mengalami sakit, biasanya di karenakan pola makan
yang salah, adanya fluktuasi suhu air budi daya, fluktuasi pH yang tidak stabil
pada air kolam budidaya dan kepadatan flok pada air kolam budidaya, hal ini
dapat mengakibatkan ikan lele menjadi sakit dan kehilangan nafsu makan.
8. Lele terjangkit penyakit dan mati
Ikan lele yang di yang di budidaya kolam biofloc kerap kali mengalami
sakit dan terjangkit parasit pada proses pembesaran. Hal ini biasanya
disebabkan oleh air yang buruk, mesin biofloc yang kerap mati yang
48
menimbulkan organisme baru karena menumpuknya kotoran dan padatnya
kolam.
9. Lele mengalami luka dan lecet
Pada pemanenan ikan lele di farm 165 di lakukan penyerokan
menggunakan saringan yang di lakukan secara acak sering kali menyebabkan
ikan lele luka dan lecet, setelah di saring ikan lele di pindahkan ke kolam
sementara untuk selanjutnya di sortir, proses sortir ikan lele bertujuan
memisahkan ikan lele yang layak jual dan tidak. Namun sayangnya, pada saat
proses sortir terkadang tidak beraturan dan memindahkan ikan lele dengan
cara di lempar sehingga menyebabkan ikan lele luka dan lecet.
10. Ikan lele sakit setelah panen
Setelah proses sortasi lele dengan ukuran yang sudah sesuai untuk dijual,
ikan lele dimasukan ke kolam sementara dengan kondisi air yang baru. Ikan
lele yang disimpan di kolam sementara bertemu dengan sistem pengairan
baru sehingga ikan lele kemungkinan mengalami stres karena tidak dapat
beradaptasi dengan cepat. Pembudidaya di farm 165 seringkali tidak
memperhatikan kolam sementara.
5.2.2 Identifikasi Penyebab Risiko
Identifikasi agen atau penyebab risiko yang dimaksudkan untuk mengetahui
jenis-jenis penyebab dari kejadian risiko yang sudah teridentifikasi, sehingga
dapat dilakukan pencegahan mulai dari penyebab risikonya. Jenis-jenis penyebab
risiko tersebut ditunjukan pada Tabel 7.
49
Tabel 7. Identifikasi Penyebab Risiko Persiapan Kolam
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Persiapan
kolam
A1 Pembuatan kolam yang tidak sesuai standar
A2 Kolam mengalami kebocoran
A3 Diamter kolam tidak rata
A4 Kualitas air yang buruk
A5 Cuaca tidak mendukung
A6 Kurangnya kontrol pada kolam
A7 Air kolam tercampur limbah
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para karyawan untuk
penebaran benih, maka diketahui terdapat 7 agen risiko di area penebaran benih.
Agen risiko tersebut diantaraya adalah:
Tabel 8. Identifikasi Penyebab Risiko Penebaran Benih
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Penebaran
benih
A8 Benih lele tidak sesuai
A9 Benih gagal berdaptasi dengan kolam baru
A10 Padat tebar tidak ideal
A11 Penebaran benih di kolam yang kurang tepat
A12 Jalur distribusi yang panjang
A13 Penyaringan benih yang tidak sesuai
A14 Benih ikan terlalu padat di kolam
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan para karyawan tentang
proses pemeliharan, maka diketahui terdapat 9 agen risiko dari area pemeliharaan.
Agen risiko tersebut diantaranya adalah:
50
Tabel 9. Identifikasi Penyebab Risiko Pemeliharan
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Pemeliharaan
A15 Terlalu banyak floc pada kolam
A16 Pengadukan / aerasi tidak berfungsi
A17 Kualitas pakan yang kurang baik
A18 Frekuensi pemberian makan yang tidak sesuai
A19 Sisa pakan yang tidak terolah menjadi floc
A20 Fluktuasi suhu air
A21 Pemberian obat dan probiotik yang kurang tepat
A22 Kurangnya kontrol pada ikan lele yang sakit
A23 Kurangnya kontrol pada ikan lele yang sakit
Beradasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan para
karyawan, maka diketahui terdapat 5 agen risiko dari area pemanenan. Agen
risiko tersebut diantaranya adalah:
Tabel 10. Identifikasi Penyebab Risiko pemanenan
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Pemanenan
A24 Tenaga kerja kurang teliti dalam proses pemanenan
A25 Ikan lecet terkena jaring saat panen
A26 Proses sortasi kurang tepat
A27 Lele mengalami strees saat pemindahaan tempat
A28 Kolam sementara yang tidak sesuai
5.2.3 Penilaian Tingkat Risiko
Tahap yang dilakukan sebelum pemetaan risiko adalah penilaian tingkat
risiko untuk mengetahui tingkat dampak risiko (severity), tingkat probabilitas
risiko (occurence) dan korelasi antara agen risiko dan kejadian risiko (correlation)
51
kemudian mengakumulasikannya dengan perhitungan Aggregate Risk Potential
(ARP).
1. Dampak Risiko (Severity)
Pada tahap tersebut dilakukan penilaian dampak (severity) dari suatu kejadian
risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Nilai severity ini menyatakan seberapa
besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses
bisnis perusahaan.
Tabel 11. Penilaian Tingkat Dampak Kejadian Risiko (Severity)
Area Kode Kejadian Risiko (Risk Event)
Si
Persiapan Kolam E1 Kolam belum ideal 2,1
E2 Pengairan kolam belum baik 3,2
Penebaran Benih
E3 Benih lele sakit 3,8
E4 Kepadatan kolam 4,2
E5 Benih lele mengalami strees 4,5
Pemeliharaan
E6 Pertembuhan kurang maksimal 3
E7 Nafsu makan lele berkurang 2,1
E8 Lele terjangkit penyakit dan mati 4,3
Pemanenan E9 Lele mengalami luka dan lecet 3,3
E10 Ikan lele sakit setelah panen 1,8
Keterangan :
Si : Tingkat dampak
Pada tingkat dampak (severity), suatu kejadian risiko yang memiliki nilai
dampak tertinggi yaitu E5 (benih lele mengalami stres) dengan nilai 4,5, dapat
dinyatakan bahwa suatu kejadian yang ditimbulkan oleh E6 (pertumbuhan kurang
maksimal) memiliki nilai kerugian yang sedang terhadap proses bisnis
perusahaan. Berbeda dengan E10 (ikan lele sakit setelah panen) memiliki nilai
52
yang paling rendah yaitu 1,8 sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai kerugian pada
kejadian dampak tersebut tidak mempengaruhi proses bisnis perusahaan.
2. Probabilitas Risiko (Occurrence)
Tahap occurrence adalah penilaian tingkat probabilitas atau peluang
munculnya penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Nilai occurrence
menyatakan seberapa sering agen penyebab risiko tersebut muncul dan
menyebabkan suatu risiko terjadi. Skala yang diguanakan untuk menilai tingkat
kemunculan agen/penyebab risiko menggunakan Likert 1-5 dengan kriteria (1)
tingkat kemunculan sangat jarang, (2) tingkat kemunculan jarang, (3) tingkat
kemunculan sedang, (4) tingkat kemunculan sering, (5) tingkat kemunculan
sangat sering. Tabel 12 menampilkan nilai rata-rata nilai occurance.
Tabel 12. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada persiapan kolam
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Oj
Persiapan
kolam
A1 Pembuatan kolam yang tidak sesuai standar 2,3
A2 Kolam mengalami kebocoran 1,5
A3 Diamter kolam tidak rata 2,7
A4 Kualitas air yang buruk 3,4
A5 Cuaca tidak mendukung 3,2
A6 Kurangnya kontrol pada kolam 3,6
A7 Air kolam tercampur limbah 1,2
Keterangan :
Oj : Tingkat Probabilitas
Pada area seleksi persiapan kolam, agen risiko A6 (kurangnya kontrol pada
kolom) memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan agen risiko yang lain yaitu dengan nilai 3,6; tingkat
53
probabilitas penyebab risiko yang paling rendah yaitu A2 (kolam mengalami
kebocoran) dan A7 (air kolam tercampur limbah) dengan nilai 1,2.
Tabel 13. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Pada Penebaran Benih
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Oj
Penebaran
benih
A8 Benih lele tidak sesuai 2,2
A9 Benih gagal berdaptasi dengan kolam baru 3,7
A10 Padat tebar tidak ideal 4,1
A11 Penebaran benih di kolam yang kurang tepat 4
A12 Jalur distribusi yang panjang 3
A13 Penyaringan benih yang tidak sesuai 3,3
A14 Benih ikan terlalu padat di kolam 4,2
Pada area peneberan benih, agen risiko A14 (benih ikan terlalu padat di kolam)
memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang sangat tinggi yaitu
dengan nilai 4,2; sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang
terendah yaitu A8 (benih lele tidak sesuai) dengan nilai 2,2.
Tabel 14. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada pemeliharaan lele
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Oj
Pemeliharaan
A15 Terlalu banyak floc pada kolam 4,3
A16 Pengadukan / aerasi tidak berfungsi 4,6
A17 Kualitas pakan yang kurang baik 3,7
A18 Frekuensi pemberian makan yang tidak sesuai 2,8
A19 Sisa pakan yang tidak terolah menjadi floc 4,5
A20 Fluktuasi suhu air 4,4
A21 Pemberian obat dan probiotk yang kurang tepat 3,3
A22 Kurangnya kontrol pada ikan ilele yang sakit\ 3,3
A 23 Penggantian air yang kurang rutin 3,1
Keterangan :
Oj : Tingkat Probabilitas
54
Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata occurence pada pemeliharaan lele, A16
(pengadukan aerasi tidak berfungsi) memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab
risiko yang tinggi yaitu 4,6; sedangkan A18 (Frekuensi pemberian makan yang
tidak sesuai) memiliki nilai yang sangat rendah dengan nilai 2,8.
Tabel 15. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Hasil panen
Area Kode Agen Risiko (Risk Agent)
Oj
Pemanenan
A24 Tenaga kerja kurang teliti dalam proses pemanenan 3,6
A25 Ikan lecet terkena jaring saat panen 2,3
A26 Proses sortasi kurang tepat 2,1
A27 Lele mengalami strees saat pemindahaan tempat 3,4
A28 Kolam sementara yang tidak sesuai 3
Keterangan :
Oj : Tingkat Probabilitas
Pada area pemanenan, A24 (tenaga kerja kurang teliti dalam proses
pemanenan) memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi
bila dibandingkan dengan agen risiko yang lain yaitu dengan nilai 3,6; sedangkan
tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah yaitu A26 (proses sortasi
kurang tepat) dengan nilai yaitu 2,1.
5.2.4 Penilaian Tingkat Korelasi Antara Agen Risiko dengan Kejadian Risiko
Hasil perhitungan tingkat dampak risiko dan tingkat probabilitas risiko
kemudian dimasukan ke dalam Tabel HOR Fase 1 untuk mengetahui nilai ARP
(Aggregate Risk Potential) perhitungan dapat dilihat pada Lampiran. Lalu nilai
ARP diberi peringkat mulai dari yang terbesar hingga terkecil untuk mengetahui
penyebab risiko mana yang terlebih dahulu ditangani. Tabel HOR fase 1 dibuat
55
pada masing-masing bagian dalam saluran budidaya ikan lele mulai dari persiapan
kolam, penebaran benih, pemeliharaan, dan hasil panen. Hal tersebut dilakukan
karena pada masing-masing bagian memiliki kemungkinan risiko dan
penyebabnya, meskipun setiap bagian saling berkaitan. Pada tahap ini, dilakukan
penilaian hubungan antara kejadian risiko dengan agen/penyebab risiko. Bila
suatu agen risiko menyebabkan timbulnya suatu risiko, maka dikatakan terdapat
korelasi. Nilai korelasi ini juga memiliki bobot, yaitu semakin besar skala yang
diperoleh, maka semakin besar adanya korelasi antara agen/ penyebab risiko
dengan kejadian risiko. Adapun skala yang digunakan adalah 9 (bila korelasi
kuat), 3 (bila korelasi sedang), 1 (bila korelasi rendah), dan 0 (bila tidak ada
korelasi). Dengan mengetahui tingkat korelasi antara tingkat dampak risiko dan
penyebab risiko, maka diketahui peta risiko. Risiko yang dijadikan prioritas
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto saat terdapat
50% agen risiko yang menjadi penyebab atas kejadiannya risiko.
5.3 Pemetaan Risiko
Pemetaan risiko dilakukan menggunakan diagram pareto. Menurut Marimin
(2008), diagram pareto merupakan grafik yang mengurutkan data secara menurun
dari kiri ke kanan. Diagram pareto adalah metode pengorganisasian kesalahan,
problem, atau cacat untuk membantu memfokuskan pada usaha-usaha pemecahan
masalah. Diagram tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan masalah menurut
sebab dan gejalanya. Masalah tersebut disajikan dalam bentuk diagram menurut
56
prioritas atau kepentingannya dengan menggunakan diagram batang. Pada
dasarnya diagram pareto digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
a. Menurut frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab dari masalah yang ada.
b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui
pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat dampak risiko, tingkat probabilitas
risiko dan tingkat korelasi antara agen/ penyebab risiko dengan kejadian risiko,
maka diketahui ARP agen risiko dan peringkat ARP agen risiko yang akan
dijadikan prioritas dalam penanganan risiko.
5.3.1 Pemetaan Risiko Persiapan Kolam
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang dilakukan sebelumnya. Setelah memasukkan
data pada tabel HOR fase 1, maka diketahui 7 agen risiko dengan nilai ARP
tertinggi pada tingkat persiapan kolam. Ketujuh penyebab risiko ini diambil
berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto 80% kejadian risiko
pada tingkat persiapan kolam disebabkan oleh 7 penyebab risiko.
57
Gambar 3. Pemetaan Risiko Persiapan Kolam
Pada persiapan kolam, terdapat 7 agen risiko yang menjadi prioritas yaitu A4
(kualitas air yang buruk) dengan nilai 119,34; A1 (Pembuatan kolam yang tidak
sesuai standar) dengan nilai 109,71; A2 (Kolam mengalami kebocoran) dengan
nilai 42,75; A3 (Diameter kolam tidak rata) dengan nilai 42,93; A7 (Air kolam
tercampur limbah) dengan nilai 37,08; A6 (Kurangnya kontrol pada kolam)
dengan nilai 34,56; dan A5 (Cuaca tidak mendukung) 10,24.
5.3.2 Pemetaan Risiko Penebaran Benih
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence, dan correlation,
diketahui nilai tertinggi sampai terendah. Masukan dari tabel ini merupakan hasil
dari pengukuran risiko yang dilakukan sebelumnya.
Setelah memasukkan data pada tabel HOR Fase 1, maka diketahui 7 agen
risiko dengan nilai ARP tertinggi pada tingkat penebaran benih. Ketujuh risiko ini
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto, 80%
kejadian risiko pada tingkat penebaran benih disebabkan oleh 7 penyebab risiko.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A4 A1 A2 A3 A7 A6 A5
Series1 Series2
A5
58
Gambar 4. Pemetaan Risiko Penebaran Benih
Pada penebaran benih, terdapat 7 agen risiko yang menjadi prioritas yaitu
A10 (padat tebar tidak ideal) dengan nilai 350,55; A11 (penebaran benih di kolam
kurang tepat) dengan nilai 342; A9 (benih gagal beradaptasi) dengan nilai 291,93;
A14 (benih ikan terlalu padat di kolam) dengan nilai 263,34; A12 (jalur distribusi
yang panjang) dengan nilai 155,7; A13 (penyaringan benih yang tidak sesuai)
dengan nilai 70,95; dan A8 (benih lele tidak sesuai) dengan nilai 64,02 .
5.3.3 Pemetaan Risiko Pemeliharaan
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence, dan correlation,
diketahui nilai tertinggi sampai terendah. Data yang ada pada tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang dilakukan sebelumnya.
Setelah memasukkan data pada tabel HOR Fase 1, maka diketahui 9 agen
risiko dengan nilai ARP tertinggi pada tingkat pemeliharaan. Kesembilan risiko
ini diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto sebesar
80%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A4 A1 A2 A3 A7 A6 A5
Series1 Series2
59
Gambar 5. Pemetaan Risiko Pemeliharaan
Pada pemeliharaan, terdapat 9 agen risiko yang menjadi prioritas yaitu A17
(kualitas pakan yang kurang baik) dengan nilai 217,56; A22 (kurangnya kontrol
pada ikan lele yang sakit) dengan nilai 178,2; A15 (terlalu banyak floc) dengan
nilai 175,44; A21 (pemberian obat dan probiotik yang kurang tepat) dengan nilai
158,4; A18 (frekuensi pemberian makan yang tidak sesuai) dengan nilai 114,24;
A16 (pengadukan / aerasi tidak berfungsi) dengan nilai 70,56; A19 (sisa pakan
yang tidak terolah menjadi floc) dengan nilai 61,2; A23 (pergantian air yang
kurang rutin) dengan nilai 49,29, dan A20 (fluktuasi suhu air) dengan nilai 18,92.
5.3.4 Pemetaan Risiko Pemanenan
Pada area pemanenan terdapat 5 agen risiko yang menjadi prioritas yaitu A24
(tenaga kerja kurang teliti dalam proses pemanenan) dengan nilai 126,36; A28
(Kolam sementara yang tidak sesuai) dengan nilai 48,6; A27 (lele mengalami stres
saat pemindahaan tempat) dengan nilai 39,78; A26 (proses sortasi kurang tepat)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A4 A1 A2 A3 A7 A6 A5
Series1 Series2
60
dengan nilai 24,57; A25 (ikan lele lecet terkena jaring saat panen) dengan nilai
22,77.
Gambar 6. Pemetaan Risiko Hasil panen
5.4 Strategi Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil pemetaan, peneliti telah ditentukan prioritas dari agen atau
penyebab risiko. Agen atau penyebab risiko tersebut akan menjadi acuan untuk
menentukan strategi aksi mitigasi untuk mengeliminasi dan/atau menurunkan
munculnya penyebab risiko tersebut.
Berikut strategi yang diusulkan oleh Purnomo (2016):
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0
20
40
60
80
100
120
140
A24 A28 A27 A26
Series1 Series2
61
5.4.1 Penilaian Tingkat Kesulitan Strategi Penanganan Risiko
Tabel 16. Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) Strategi Penanganan Risiko
Kode Aksi Mitigasi Dk
PA1 Tersedianya modul SOP untuk pembuatan kolam 4
PA2 Menggunakan air yang bersih dari limbah 3,5
PA3 Melakukan seleksi pada benih yang akan masuk dan tidak menerima beni
yang sakit 4.5
PA4 Membuat manajemn kolam untuk penebaran benih 4,2
PA5 Memilih distributor benih yang terbaik 4,7
PA6 Melakukan pengecekan berkala pada lele 4,2
PA7 Memberikan pakan dan obat yang seuai 4
PA8 Normalisasi air dan memisahkan lele yang sakit dengan yang sehat 3,4
PA9 Melakukan penyortiran dan penyerokan dengan hati-hati 3
PA10 Adanya kolam penampungan sementara setelah panen 4,6
Keterangan :
Dk : Tingkat kesulitan aksi mitigasi
Setelah diketahui aksi mitigasi yang diusulkan, tahap selanjutnya adalah
menghitung tingkat kesulitan (Dk) dari setiap aksi mitigasi yang telah ditetapkan.
Tujuan dari penilaian ini adalah untuk melihat seberapa berpengaruh strategi
mitigasi tersebut terhadap penyebab risiko yang muncul dan seberapa sulit aksi
mitigasi tersebut dapat dilaksanakan. Penilaian ini dilakukan oleh narasumber
yang dianggap berkontribusi terhadap jalannya manajemen pembudidayaan lele
pada setiap tingkatan.
5.4.2 Penilaian Keefektivan Strategi Penanganan Risiko
Setelah diketahui nilai Tek dan Dk yang telah ditentukan, maka dilakukan
perhitungan Rasio Effectiveness to Difficulty (ETDk) dari strategi mitigasi.
Perhitungan ini bertujuan untuk membantu dalam menentukan ranking prioritas
dari semua strategi yang telah diusulkan.
62
5.4.3 Penilaian Korelasi Strategi Penanganan dengan Agen Risiko
Perhitungan dimulai dari korelasi antara strategi mitigasi dengan penyebab
risiko hingga nilai ETDk dimasukkan ke tabel HOR fase 2. HOR fase 2 juga
dibuat masing-masing bagian, yaitu: persiapan kolam, penebaran benih,
pemeliharaan, dan pemanenan. Dengan HOR fase 2 juga diketahui peringkat
strategi yang diterapkan lebih dahulu.
5.5 Prioritas Mitigasi Risiko
Berdasarkan hasil penilaian Dk, Tek, ETDk, maka diketahui prioritas aksi
mitigasi yang menjadi usulan dalam penelitian ini berdasarkan bagian atau
tahapan proses budidaya ikan lele, yaitu persiapan kolam, penebaran benih,
pemeliharaan, dan pemanenan.
5.5.1 Prioritas Mitigasi Risiko pada Persiapan Kolam
Berdasarkan hasil pengukuran Dk, korelasi antara mitigasi risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, maka hasil pengukuran tersebut dapat
dijadikan masukan untuk tabel HOR Fase 2.
63
Tabel 17 . HOR 2 Pada Persiapan Kolam
Pada persiapan kolam, urutan aksi mitigasi yang diusulkan adalah (1)
tersedianya modul SOP untuk pembuatan kolam; (2) Menggunakan air yang
bersih dari limbah. Pada bagian atap dari tabel House of Risk fase 2, terdapat
beberapa hubungan kuat positif yang artinya apabila dua aksi mitigasi
berhubungan kuat positif maka perusahaan bisa memilih salah satu aksi mitigasi
dari keduanya tersebut, dan terdapat beberapa hubungan positif yang artinya
apabila dua aksi mitigasi berhubungan positif, maka perusahaan bisa saja
memadukan antara dua aksi mitigasi yang saling berhubungan, serta terdapat
Agen Risiko 1.
Mem
bu
at S
OP
ber
ben
tuk
mo
du
l u
ntu
k p
emb
uat
an
ko
lam
dilak
uk
an d
eng
an
rew
igh
t
2.
men
gg
un
akan
air
yan
g
ber
sih
dar
i lim
bah
ARPj
A4 3 9 119
A1 9 0 110
A2 9 1 43
A3 9 0 43
A7 1 9 37
A6 3 1 35
A5 0 3 10
Tek 2263 1512
Dk 4 3,5
ETDk 565,75 432
Rank 1 2
Aksi Penanganan Risiko
++ ++
+ : Positif
++ : Kuat Poitif
++ ++
64
beberapa aksi mitigasi yang tidak berhubungan yang artinya dua aksi mitigsi
tersebut harus dijalankan keduanya.
5.5.2 Prioritas Mitigasi Risiko pada Peneberan Benih
Berdasarkan hasil pengukuran Dk, korelasiantara mitigasi risiko dan penyebab
risiko serta Tek dan ETD, maka hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan
masukan untuk tabel HOR Fase 2. Tabel 17 merupakan tabel HOR Fase 2 untuk
tingkat penebaran benih.
Agen Risiko 3. M
elak
uk
an s
elek
si p
ada
ben
ih y
ang a
kan
mas
uk d
an tid
ak m
ener
ima
ben
i yan
g s
akit
4. M
embuat
man
ajem
n k
ola
m u
ntu
k
pen
ebar
an b
ibit
5. M
emilih
dis
trib
uto
r ben
ih y
ang t
erbai
k
ARPj
A10 1 9 0 350
A11 3 9 0 342
A9 9 9 9 292
A14 1 9 0 264
A12 9 3 9 155
A13 3 9 3 71
A8 9 9 9 64
Tek 6452 12912 4812
Dk 3 3 5,5
ETDk 2150,667 4304 874,9091
Rank 2 1 3
Aksi Penanganan
Tabel 18. HOR 2 pada Penebaran Benih
+ : Positif
++ : Kuat Poitif
65
Pada penebaran benih, urutan aksi mitigasi yang diusulkan adalah (1)
Membuat manajemen kolam untuk penebaran benih (2) tidak menerima benih
yang sakit ; (3) Memilih distributor benih yang terbaik. Apabila terdapat beberapa
hubungan kuat, hal tersebut dapat berarti bahwa apabila dua aksi mitigasi
berhubungan kuat, maka perusahaan dapat memilih salah satu aksi mitigasi dari
keduanya, dan apabila terdapat beberapa hubungan positif, yang artinya apabila
dua aksi mitigasi berhubungan positif, maka perusahaan bisa saja memadukan
kedua aksi mitigasi yang saling berhubungan tersebut, serta apabila terdapat
beberapa aksi mitigasi yang tidak berhubungan, yang artinya kedua aksi mitigsi
tersebut harus dijalankan keduanya.
5.5.3 Prioritas Mitigasi Risiko pada Pemeliharaan
Berdasarkan hasil pengukuran Dk, korelasi antara mitigasi risiko dan penyebab
risiko serta Tek dan ETD, maka hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan
masukan untuk tabel HOR Fase 2. Tabel 18 merupakan tabel HOR Fase 2 untuk
tingkat pemeliharaan, urutan aksi mitigasi yang diusulkan adalah (1) Memberikan
pakan dan obat yang seuai; (2) Melakukan pengecekan berkala pada lele; (3)
Normalisasi air dan memisahkan lele yang sakit dengan yang sehat.
Pada bagian atap dari tabel House of Risk fase 2, terdapat beberapa hubungan
kuat positif yang artinya apabila dua aksi mitigasi berhubungan kuat positif maka
perusahaan bisa memilih salah satu aksi mitigasi dari keduanya tersebut, dan
apabila terdapat beberapa hubungan positif yang artinya apabila dua aksi mitigasi
berhubungan positif, maka perusahaan bisa saja memadukan antara dua aksi
mitigasi yang saling berhubungan, serta apabila terdapat beberapa aksi mitigasi
66
yang tidak berhubungan yang artinya kedua aksi mitigsi tersebut harus dijalankan
keduanya.
Tabel 19. HOR 2 Pada Pemeliharaan
Agen Risiko 6. M
elak
uk
an p
engec
ekan
ber
kal
a pad
a
lele
men
erim
a ben
i yan
g s
akit
7. M
ember
ikan
pak
an d
an o
bat
yan
g
seuai
8. N
orm
alis
asi ai
r dan
mem
isah
kan
lel
e
yan
g s
akit d
engan
yan
g s
ehat
ARPj
A17 3 9 1 217
A22 9 0 9 178
A15 3 9 3 175
A21 3 9 1 158
A18 1 9 0 114
A16 3 9 3 71
A19 3 3 3 61
A23 1 0 9 49
A20 1 0 9 18
Tek 3829 6798 3501
Dk 3 3 5,5
ETDk 1276,333 2266 636,5455
Rank 2 1 3
Aksi Penanganan
+ : Positif
++ : Kuat Poitif
67
5.5.4 Prioritas Mitigasi Risiko Pemanenan
Berdasarkan hasil pengukuran Dk, korelasi antara mitigasi risiko dan penyebab
risiko serta Tek dan ETD, maka hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan
masukan untuk tabel HOR Fase 2. Tabel 19 merupakan tabel HOR Fase 2 untuk
pemanenan strategi yang diterapkan, urutan aksi mitigasi yang diusulkan adalah
(1) Kolam sementara setelah panen yang sesuai ; (2) Melakukan penyortiran dan
penyerokan dengan hati-hati dilakukan.
Tabel 20. HOR 2 Pada Hasil panen
Agen Risiko 9.
Mel
aku
kan
pen
ort
iran
dan
pen
yer
ok
an d
eng
an h
ati-
hat
i
dil
aku
kan
den
gan
rew
igh
t
10
. K
ola
m s
emen
tara
set
elah
pan
en y
ang
ses
uai
ARPj
A24 9 0 126
A28 0 9 22
A27 3 3 25
A26 9 0 40
A25 3 0 48
Tek 1713 273
Dk 4 3,5
ETDk 428,25 78
Rank 1 2
Aksi Penang
+ : Positif
++ : Kuat Poitif
68
Pada bagian atap dari tabel House of Risk fase 2, terdapat beberapa hubungan
kuat positif yang artinya apabila dua aksi mitigasi berhubungan kuat positif maka
perusahaan bisa memilih salah satu aksi mitigasi dari keduanya tersebut, dan
apabila terdapat beberapa hubungan positif yang artinya apabila dua aksi mitigasi
berhubungan positif, maka perusahaan bisa saja memadukan antara dua aksi
mitigasi yang saling berhubungan, serta apabila terdapat beberapa aksi mitigasi
yang tidak berhubungan yang artinya kedua aksi mitigsi tersebut harus dijalankan
keduanya.
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, pengolahan dan analisis data yang
telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Risiko yang terjadi pada budidaya ikan lele biofloc pada PT Agro 165
Nusantara Jaya dari mulai persiapan kolam terdapat risiko yaitu kolam
belum ideal, proses pengairan kolam belum baik; selanjutnya pada proses
penebaran benih yaitu benih lele sakit, kepadatan kolam, benih lele
mengalami stres; proses pemeliharan yaitu pertumbuhan kurang maksimal,
nafsu makan lele berkurang, lele terjangkit penyakit dan mati; proses yang
terakhir yaitu pemananan pada tahap ini risiko yang terjadi adalah lele
mengalami luka dan lecet dan ikan lele sakit setelah panen.
2. Penilaian tingkat risiko produksi pada usaha budidaya ikan lele biofloc
pada PT Agro 165 Nusantara Jaya dari tahap persiapan kolam risiko yang
paling tinggi dengan nilai ARP 119,34 pada A5 (kualitas air yang buruk)
lalu pada tahap penebaran benih nilai ARP 350,55 yaitu A10 (padat tebar
tidak ideal) selanjutnya pada proses pemeliharaan nilai ARP 217,56 yaitu
A17 kualitas pakan yang kurang baik dan terakhir pada proses pemanenan
dengan nilai ARP 126,36 yaitu A24 (tenaga kerja kurang teliti dalam
proses pemanenan.
70
3. Startegi yang tepat untuk menanggulangi risiko-risiko pada PT Agro 165
Nusantara Jaya yang ada adalah pada tahap persiapan kolam yang perlu
dilakukan yaitu: (1) tersedianya modul SOP untuk pembuatan kolam dan
(2) menggunakan air yang bersih dari limbah. Pada proses penebaran
benih yang perlu dilakukan yaitu: (1) membuat manajemen kolam untuk
penebaran benih; (2) tidak menerima benih yang sakit; dan (3) memilih
distributor benih yang terbaik. Selanjutnya pada proses pemeliharaan yang
perlu dilakukan yaitu: (1) memberikan pakan dan obat yang sesuai; (2)
melakukakan pengecekan berkala pada lele; dan (3) normalisasi air dan
memisahkan lele yang sakit dengan yang sehat. Pada proses terakhir yaitu
proses panen perlu dilakukan aksi mitigasi untuk mangurangi dampak dari
risiko yang ada yaitu: (1) kolam sementara setelah panen yang sesuai; (2)
melakukan penyortiran dan penyerokan dengan hati-hati dilakukan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
disampaikan adalah:
1. Pada tahap persiapan kolam, PT Agro 165 Nusantara Jaya sebaiknya
melakukan pembuatan kolam yang ideal dengan memasang mesin floc
yang memiliki normalisasi air yang baik agar suhu dan pH air kolam
netral, tidak ada kontaminasi dari parasit, hama, dan penyakit dari sisa
pada produksi sebelumya.
71
2. Pada tahap penebaran benih, PT Agro 165 Nusantara Jaya sebaiknya
melakukan penebaran benih dengan kuantitas yang sesuai dengan
kapastitas kolam. PT. Agro 165 Nusantara Jaya juga perlu bermitra dengan
para peternak benih yang ada di sekitar Kota Depok agar kualitas benih
tidak menurun karena jarak tempuh perjalanan yang terlalu jauh. Selain
itu, Koperasi PT Agro 165 Nusantara Jaya sebaiknya mencoba melakukan
diversifikasi untuk memproduksi benih lele sendiri agar mutu kualitas lele
dapat disesuaikan dengan kebutuhan PT Agro 165 Nusantara Jaya.
3. Pada tahap pemeliharaan, PT Agro 165 Nusantara Jaya perlu melakukan
pengecekkan ikan lele secara berkala, mengambil dan memisahkan lele
yang sakit dan mati sesegera mungkin, membuat jadwal piket karyawan
untuk pengecekkan kondisi kolam, dan membuat Standar Operasional
Prosedur (SOP), serta memilih karyawan yang kompeten agar terampil
dalam memelihara kolam dan ikan lele demi hasil panen yang berkualitas.
4. Pada tahap panen, PT Agro 165 Nusantara Jaya sebaiknya melakukan
penyortiran dan penyerokan dengan hati- hati, tidak melempar lele secara
kasar, dan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) secara tertulis
untuk proses produksi pembesaran lele agar SOP tersebut dapat menjadi
acuan bagi seluruh karyawan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Djohanputro, B. (2008). Manajemen Risiko Korporat. Jakarta. PPM.
Djohanputro, B. (2013). Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi: Panduan
Penerapan dan Pengembangan. Jakarta: PPM
Dinas Pertanian dan Perikanan. (2017). Data Produksi Perikanan Kota Depok:
Cabang Usaha Pembesaran Ikan Konsumsi. Dinas Depok. Indonesia
Gunawan, S. (2016). Kupas Tuntas Budi Daya Bisnis Lele. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hanafi, M.M.(2014). Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Heizer, J dan Render, B. (2014). Manajemen Operasi. Ed ke-11. Diterjemahkan
oleh: Horison Kurnia. Jakarta: Salemba Empat.
Kountur, R. (2008). Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta:
PPM.
Khairuman, Khairul Amri. Peluang Usaha dan Teknik Budidaya Lele
Sangkuriang.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Putri, D.H. (2017). Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele pada Koperasi
Vatra Mandiri Depok. Skripsi, Universitas Islam Negeri Jakarta.
Putri, N.S. (2015). Analisis Risiko Rantai Pasok Susu Pasteurisasi Dengan Fuzzy
Failure Mode And Effect Analysis. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Murti, C.T (2014). Risiko Rantai Pasok Ayam Potong pada Restoran Cepat Saji
Mc.Donald’s (Studi Kasus pada Mc.Donald’s Kemang). Universitas Islam
Negeri Jakarta. Jakarta.
Rahmawati, L. (2016). Analisis Mitigasi Risiko Pada Sistem Distribusi Bunga
Krisan Di Pasar Bunga Rawabelong. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta. Jakarta.
Rizky. (2010). Analisis Risiko Produksi Pembibitan Ikan Lele pada Family Jaya
1, Kecamatan Sawangan Kota Depok. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
73
Suprapto, Sugimin LS (2013) Rahasia Sukses Teknologi Budidaya Lele Biofloc
165. Depok (ID) : Agro 165
Tampubolon, M. (2004). Manajemen Operasional. Jakarta: Ghalia Indonesia
Warisno dan Dahana, K. (2009). Meraup Untung dari Beternak Lele Sangkuriang.
Yogyakarta: Lily Publisher.
Wastra, A.R dan Mahbubi, A. (2014). Risiko Agribisnis. Jakarta: Gaung Persada
Press Group.
74
Definisi Konseptual Variabel Pernyataan kejadian
resiko (risk event)
Pernyataan penyebab risiko (risk
agent)
Menurut Gunawan, 2016: 198 tahapan usaha
pembesaran lele meliputi:
1. Persiapan kolam, persiapan kolam
merupakan tahap awal dalam
melakukan usaha pembesaran lele.
Dalam usaha budidaya lele kolam
yang digunakan bermacam-macam
sehingga membuat persiapannya pun
berbeda-beda (Gunawan, 2016:198).
Persiapan
Kolam
Kolam belum ideal 1. Pembuatan kolam yang tidak
sesuai standar
2. Kolam mengalami kebocoran
3. Diamter kolam tidak rata
4. Besi sanggahan kolam tidak kuat
Pengairan kolam belum
baik
1. Kualitas air yang buruk
2. Cuaca tidak mendukung
3. Kurangnya kontrol pada kolam
4. Air kolam tercampur limbah
2. Penebaran bibit, penebaran bibit
merupakan tahap dimana bibit yang
telah lolos seleksi kualitasnya
kemudian ditebar ke kolam
pemeliharaan (Gunawan, 2016:198
Penebaran
benih
Benih lele sakit 1. Benih lele tidak sesuai
2. Benih gagal berdaptasi dengan
kolam baru
Kepadatan kolam 1. Padat tebar tidak ideal
2. Penebaran benih di kolam yang
kurang tepat
Benih lele mengalami
stress
1. Jalur distribusi yang panjang
2. Penyaringan benih yang tidak
sesuai
3. Benih ikan terlalu padat di kolam
75
3. Pemeliharaan ialah waktu antara
pemeliharaan bibit hingga panen (Gunawan
2016:198)
Pemeliharaan
Pertumbuhan kurang
maksimal
1. Terlalu banyak floc pada kolam
2. Pengadukan / aerasi tidak
berfungsi
Nafsu makan lele
berkurang
1. Kualitas pakan yang kurang baik
2. Frekuensi pemberian makan
yang tidak sesuai
3. Sisa pakan yang tidak terolah
menjadi floc
Lele terjangkit penyakit
dan mati
1. Fluktuasi suhu air
2. Pemberian obat dan probiotk
yang kurang tepat
3. Kurangnya kontrol pada ikan
ilele yang sakit\
4. Pergantian air yang kurang rutin
4. Pemanenan merupakan fase akhir dari
kegiatan budidaya lele. Inti dari pemanenan
adalah untuk menghasilkan ikan lele
konsumsi yang siap untuk dijual (Gunawan,
2016:252).
Pemanenan
Lele mengalami luka
dan lecet
1. Tenaga kerja kurang teliti dalam
proses pemanenan
2. Ikan lecet terkena jaring saat
panen
Ikan lele sakit setelah
panen
1. Proses sortasi kurang tepat
2. Lele mengalami strees saat
pemindahaan tempat
3. Kolam sementara yang tidak
sesuai
76
Lampiran 2.
KUESIONER PENELITIAN
Nama : Jabatan : No. Telp :
Teknik Pengambilan Kuesioner
A. Petunjuk Pengisisan Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap frekuensi risiko yang
terjadi, baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang dirasakan jika
risiko itu terjadi.
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda (√) atau (x).
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan.
B. Penilaian Kejadian Risiko
Dibawah ini tercantum penyebab risiko dari setiap kejadian risiko yang terjadi pada
saat budi daya pembesaran ikan lele. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian
1 sampai 5 pada setiap penyebab risiko dengan kriteria sebagai berikut:
Keterangan Untuk Penilaian “Frekuensi/Peluang Terjadinya Risiko”
1= Sangat Rendah = tidak pernah terjadi
2= Rendah = jarang terjadi, hanya pada kondisi tertentu
3= Sedang = terjadi pada kondisi tertentu
4= Tinggi = sering terjadi pada setiap kondisi
5= Sangat Tinggi = selalu terjadi pada setiap kondisi
77
Sub Area Kode Agen Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Tingkat
Keseringan
(Probability)
1 2 3 4 5
Persiapan
Kolam
A1 Pembuatan kolam yang tidak sesuai standar
A2 Kolam mengalami kebocoran
A3 Diameter kolam tidak rata
A4 Besi sanggahan kolam tidak kuat
A5 Kualitas air yang buruk
A6 Cuaca yang tidak mendukung
A7 Kurangnya control air pada kolam
A8 Air kolam tercampur limbah
Penebaran
Benih
A9 Benih lele tidak sesuai
A10 Padat tebar tidak ideal
A11 Benih gagal beradaptasi
A12 Penebaran benih di kolam yang kurang
tepat
A13 Jalur distribusi benih yang panjang
A14 Penyaringan benih lele tidak sesuai
A15 Benih ikan lele terlalu padat di kolam
Pemeliharaan A16 Terlalu banyak floc pada kolam
A17 Pengadukan / aerasi tidak berfungsi
A18 Kualitas pakan yang kurang baik
A19 Frekuensi pemberian makan yang tidak
tepat
A20 Fluktuasi suhu air
A21 Pemberian obat dan probiotik kurang tepat
A22 Sisa pakan yang tidak terolah menjadi floc
A23 Kurangnya control pada ikan lele sakit
A24 Pergantian air yang kurang rutin
Pemanenan A25 Tenaga kerja kurang teliti dalam proses
pemanenan
A26 Ikan lecet terkena jarring saat panen
A27 Proses sortasi yang kurang tepat
A28 Lele mengalami stress saat pemindahan
tempat
78
Lampiran 3.
KUESIONER PENELITIAN
Nama : Jabatan : No. Telp :
Teknik Pengambilan Kuesioner
A. Petunjuk Pengisisan Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap frekuensi risiko yang terjadi,
baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang dirasakan jika risiko itu
terjadi.
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda (√) atau (x).
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor pertanyaan.
B. Penilaian Kejadian Risiko
Dibawah ini tercantum penyebab risiko dari setiap kejadian risiko yang terjadi pada
saat budi daya pembesaran ikan lele. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian 1
sampai 5 pada setiap penyebab risiko dengan kriteria sebagai berikut:
Keterangan Untuk Penilaian “Dampak Terjadinya Risiko”
1= Sangat Rendah = tidak berdampak
2= Rendah = berdampak, namun sangat rendah
3= Sedang = berdampak sedang
4= Tinggi = berdampak tinggi
5= Sangat Tinggi = sangat berdampak
79
Sub Area Kode Agen Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Tingkat
Keseringan
(Probability)
1 2 3 4 5
Persiapan
Kolam
E1 Kolam belum ideal
E2 Pengairan kolam belum baik
Penebaran
Benih
E3 Benih lele sakit
E4 Kepadatan Kolam
E5 Benih lele mengalami stress
Pemeliharaan E6 Pertumbuhan kurang maksimal
E7 Nafsu makan lele berkurang
E8 Lele terjangkit penyakit dan mati
Pemanenan E9 Lele mengalami luka dan lecet
E10 Ikan lele sakit setelah panen
80
Lampiran 4.
Hubungan Korelasi Antara Kejadian Risiko dan Penyebab Risiko
Nama : Jabatan : No. Telp :
Dibawah ini tercantum kode untuk kejadian risiko dikolom sebelah kiri dan kode
Penyebab risiko di baris paling atas. Bapak/Ibu diminta untuk menentukan nilai dari
hubungan korelasi antara kejadian risiko dan Penyebab penyebab risiko dengan kriteria
sebagai berikut:
1. 0 menunjukkan tidak adanya korelasi antara Penyebab dan kejadian risiko 2. 1 menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara Penyebab dan kejadian risiko,
berarti bahwa Penyebab risiko berperan kecil dalam menunjukka n kejadian
risiko. 3. 3 menunjukkan adanya korelasi yang sedang antara Penyebab dan kejadian risiko,
berarti bahwa Penyebab risiko berperan sedang dalam memunculka n kejadian
risiko 4. 9 menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara Penyebab dan kejadian risiko,
berarti bahwa Penyebab risiko berperan besar dalam memunculka n kejadian
risiko
81
K E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21
A22
A23
A24
Keterangan: 1. K merupakan kode dari kejadian risiko dan Penyebab penyebab risiko
2. Keterangan untuk kejadian dan Penyebab penyebab risiko dapat dilihat pada tabel
diatas.
82
Lampiran 5.
Derajat/ Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Mitigasi Penyebab Risiko pada
Tahapan Perisapan Kolam
Nama : Jabatan : No. Telp :
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap derajat/ tingkat kesulita n
tindakan/ strategi mitigasi penyebab risiko yang pada tahap persiapan kolam 2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√) 3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan. 4. Keterangan untuk pengisian kuesioner
3 = Tidak Berpengaruh 4 = Berpengaruh 5 = Sangat Berpengaruh
B. Derajat/Tingkat Kesulitan Tindakan/Strategi Mitigasi Risiko (Mitigasi
Action)
Kode Strategi Mitigasi (Mitigasi Action) Tingkat Kesulitan
3 4 5
PA1 Tersedianya modul SOP untuk pembuatan kolam PA2 Menggunakan air yang bersih dari limbah
PA3 Melakukan seleksi pada benih yang akan masuk dan tidak
menerima beni yang sakit PA4 Membuat manajemn kolam untuk penebaran benih
PA5 Memilih distributor benih yang terbaik PA6 Melakukan pengecekan berkala pada lele
PA7 Memberikan pakan dan obat yang seuai
PA8 Normalisasi air dan memisahkan lele yang sakit dengan yang
sehat
PA9 Melakukan penyortiran dan penyerokan dengan hati-hati PA10 Adanya kolam penampungan sementara setelah panen
83
Lampiran 6.
Korelasi Penerapan Tindakan/ Strategi Mitigasi dengan Penyebab Risiko pada
Tahap Penebaran Bibit
Nama : Jabatan : No. Telp :
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan
tindakan atau strategi mitigasi risiko dengan penyebab risiko pada tahap
penebaran bibit berdasarkan keterangan di bawah ini:
2. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi mitigasi risiko
dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka
sebagai berikut:
0 = Tidak ada korelasi 1 = Korelasi / hubungan rendah 3 = Korelasi / hubungan sedang 9 = Korelasi / hubungan tinggi
84
B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/Strategi Mitigasi Risiko Dengan
Penyebab Risiko
MAk
Aj PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 PA8 PA9 PA10
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21
A22
A23
A24
85
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
1. Persiapan Kolam
2. Pemeliharaan & Pemberian Pakan
3. Pemanenan