ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …
Transcript of ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE OVERALL …
ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER
EXTRUSION
Oleh :
Randy Feraldo Manik
ID No. 004201305051
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Strata Satu pada Fakultas
Teknik Program Studi Teknik Industri
2018
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Analisis Produktivitas Dengan Metode
Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam Penerapan Total
Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin Polymer Extrusion
(Studi Kasus di PT. ACP)” yang disusun dan diajukan oleh Randy
Feraldo Manik sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik telah ditinjau dan
dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi. Oleh karena itu, saya
merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.
Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018
Ir. Andira, M.T.
ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Produktivitas
Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) Dalam
Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Pada Mesin
Polymer Extrusion (Studi Kasus di PT. ACP)” adalah hasil dari
pengamatan terbaik saya dan belum pernah diajukan ke Universitas
manapun diterbitkan baik sebagian maupun secara keseluruhan.
.
Bekasi, Indonesia, 23 Februari 2018
Randy Feraldo Manik
iii
ANALISIS PRODUKTIVITAS DENGAN METODE
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
DALAM PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE
MAINTENANCE (TPM) PADA MESIN POLYMER
EXTRUSION
Oleh :
Randy Feraldo Manik
ID No. 004201305051
Disetujui Oleh :
Ir. Andira, MT.
Dosen Pembimbing
Ir. Andira, MT.
Kepala Program Studi Teknik Industri
iv
ABSTRAK
PT. ACP adalah sebuah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur yang
memproduksi kemasan fleksibel. Saat ini PT. ACP dihadapi permasalahan loss
time mesin yang besar pada mesin Polymer Extrusion yang memproduksi plastik
LLDPE. Loss time mesin yang besar berdampak pada tingkat produktivitas
kegiatan produksi dan jumlah produk yang berkualitas. Untuk dapat
meningkatkan produktivitas mesin/peralatan maka dilakukan penerapan Total
Productive Maintenance (TPM). Langkah yang dilakukan untuk menerapkannya
yaitu melakukan pengukuran Overall Equipment Effectiveness (OEE) serta
mengetahui faktor terbesar yang mempengaruhi dengan perhitungan six big losses.
Setelah itu mencari penyebab-penyebab permasalahan yang terjadi dengan
menggunakan fishbone diagram. Standar produktivitas world class yang
dirumuskan oleh Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM), yaitu sebesar 85%.
Hasil pengukuran OEE saat ini menunjukkan bahwa produktivitas pada Mesin
Polymer Extrusion sebesar 74,41%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada ruang
yang besar untuk dilakukan improvement agar dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor yang mempengaruhi rendahnya nilai OEE pada persentase six big losses
yaitu breakdown losess sebesar 42.75%. Kemudian diikuti dengan idling and
minor stoppage losses sebesar 26.44, speed losses sebesar 18.14%, setup and
adjustment losses sebesar 5.40%, yield losses sebesar 4.78%, dan quality defect
and required losses sebesar 2.49%. Dengan penerapan strategi maintenance dan
rekomendasi perbaikan maka OEE di tahun 2018 dapat meningkat menjadi
85.10% (mencapai standar world class).
Kata kunci : Loss time, Total Productive Maintenance, Overall Equipment
Effectiveness, six big losses, autonomous maintenance.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-
baiknya dan tepat waktu. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas dan
persyaratan yang harus ditempuh oleh mahasiswa President University jurusan
Teknik Industri untuk mencapai gelar Sarjana Teknik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada:
1. Ibu Ir. Andira, M.T. selaku dosen pembimbing sekaligus kepala Program
Studi Teknik Industri President University.
2. Seluruh dosen President University yang telah memberikan ilmu, pengalaman,
mengembangkan cara berfikir dan pembelajaran selama proses perkuliahan.
3. Orangtua tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukungan,
sumber motivasi dan semangat dalam penulisan skripsi ini.
4. Kakak-kakak dan adik-adik tercinta yang selalu mendukung saudaranya
untuk menggapai kesuksesan dan memberikan semangat untuk menjadi
panutan bagi mereka.
5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan motivasi untuk terus
berkembang dan belajar.
6. Teman-teman Industrial Engineering terutama angkatan 2013 dari semester
satu hingga akhir yang telah bersama-sama berjuang.
7. Keluarga kedua saya di Harapan Indah, kota Bekasi yang secara tidak
langsung telah memberikan doa dan dukungannya.
8. Terimakasih secara khusus saya ucapkan kepada Desi Natalina Harianja yang
selalu sabar menunggu hingga selesai wisuda, memberikan semangat ekstra
selama menjalani perkuliahan.
9. Teman-teman dan atasan di perusahaan, PT. Avesta Continental Pack yang
telah memberikan kesempatan untuk berkuliah dan bekerja.
vi
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan skripsi
ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
membantu dalam penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Bekasi, 23 Februari 2018
Randy Feraldo Manik
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3
1.4. Batasan Masalah .............................................................................................. 3
1.5. Asumsi ............................................................................................................. 4
1.6. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 4
BAB II STUDI LITERATUR ................................................................................. 6
2.1 Pengertian Perawatan ....................................................................................... 6
2.2 Tujuan Perawatan ........................................................................................... 10
2.3 Total Productive Maintenance (TPM) ........................................................... 11
2.3.1 Pendahuluan....................................................................................... 11
2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM) ............................. 11
2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM) ................................. 12
2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................................................... 12
2.5 Six Big Losses ................................................................................................ 14
2.6 Diagram Pareto .............................................................................................. 17
2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) .................................................. 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 20
3.1 Langkah – Langkah Penelitian ....................................................................... 20
3.2 Observasi ........................................................................................................ 21
3.3 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 21
viii
3.4 Studi Literatur ................................................................................................ 21
3.5 Metode Penelitian .......................................................................................... 22
3.6 Analisis Data .................................................................................................. 22
3.7 Simpulan dan Saran ....................................................................................... 23
BAB IV DATA DAN ANALISIS ........................................................................ 24
4.1. Pengumpulan Data ......................................................................................... 24
4.2. Pengolahan Data ............................................................................................ 30
4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR) ..................................................... 30
4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR) ................................................... 32
4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ) ....................................................... 34
4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) ....................... 36
4.2.5. Perhitungan Six Big Losses ................................................................. 38
4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses ................................... 47
4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram .............................. 56
4.3.1 Analisis Diagram Pareto ...................................................................... 56
4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram ..................................................... 57
4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM ..................... 79
4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses ..................................... 79
4.4.2 Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses .......... 81
4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses .............................................. 83
4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses .................... 90
4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses ............................................... 93
4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses ................................ 93
4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM .................................................. 96
4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM................................................. 99
4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM .................................................. 102
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 105
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 105
5.2 Saran ............................................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 106
LAMPIRAN ........................................................................................................ 107
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Pareto ……………………………………………………..18
Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat ……………………………………………..19
Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian…………………………………………20
Gambar 4.1 Data Output Blown Film 2017 ……………………………………..26
Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel …………………………..28
Gambar 4.3 Diagram Aliran Proses LLDPE Mesin Blown Film ….…………….29
Gambar 4.4 Grafik Availability Rate ……………………………………………32
Gambar 4.5 Grafik Performance Rate ………….………………………………..34
Gambar 4.6 Grafik Rate Of Quality ……………………………………………..36
Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017 ……………………………………………..38
Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses …………………………………….56
Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses ………………………....59
Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling And Minor Stoppages Losses ……..62
Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses ……………………………..65
Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup And Adjustment Losses …………...68
Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses ……………………………...72
Gambar 4.14 Analisis Sebab Aibat Quality Defect Losses ……………………..76
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017 ………………………...25
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR) ……………………………31
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR) ……………………………33
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate Of Quality …………………………………..35
Tabel 4.5 Perhitungan Overal Equipment Effectiveness ……..…………………37
Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Six Big Losses ………………………………39
Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup And Adjustment Losses ………………41
Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling And Minor Stoppages Losses ……...…42
Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses ………………………..43
Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses …...............................45
Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses ………………………….…….46
Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses ….……….48
Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup And Adjustment Losses
……………………………………………………………………………………49
Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses …….....50
Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling And Minor Stoppages Losses ….….52
Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses ……………………..53
Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses …………………………..…..54
Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses ……………...…….55
Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses ………………………..………60
Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses …...…………63
Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses ………………………………..…….66
Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup And Adjustment Losses ………...…………69
Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses ……………………………..………..73
Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses …………………………….77
Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses ……….……………….80
Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling And Minor Stoppages Losses …..….82
Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses ……………………….……..84
Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup Adjustment Losses …………………92
Tabel 4.29 Rekomendasi Quality Defect Losses ………………….…………….94
xi
Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2 ……………………..……………96
Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM ……………...…………98
Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018 …………………………………..100
Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM ………………………101
Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM ………………….…..…103
Tabel 4.35 Hasil Perhitungan OEE Setelah TPM ………………………….104
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
PT. ACP merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang
packaging khususnya produk kemasan fleksibel untuk industri farmasi, kosmetik,
makanan dan minuman, dan agroindustri. PT. ACP mulai berdiri pada tanggal 26
November 1976, yang sahamnya dikendalikan oleh pemilik dari Hongkong.
Namun pada awal tahun 2017, saham perusahaan ini diambil alih kepemilikan
oleh Jepang. Beberapa regulasi maupun kebijakan-kebijakan baru banyak
dimunculkan, namun ada juga kebijakan lama yang masih diterapkan di
perusahaan ini. Beberapa terobosan-terobosan yang muncul seperti penerapan
budaya 5S atau lebih dikenal 5R, penerapan lean manufacturing, menjalankan
program conim (Continuous Improvement), serta penerapan TPM (Total
Productive Maintenance) untuk mengevaluasi efektivitas pemakaian
mesin/peralatan produksi. Terobosan-terobosan tersebut telah berhasil diterapkan
yaitu penerapan budaya 5R, penerapan lean manufacturing, dan program conim.
Namun untuk pengukuran efektivitas pemakaian mesin/peralatan produksi baru
mulai dilakukan analisis dengan cara mengambil data output pada seluruh mesin
produksi pada tahun 2017 untuk dibandingkan dengan standar yang berlaku pada
perusahaan-perusahaan internasional pada perumusan JIPM (Japan Institute of
Plant Maintenance).
PT. ACP memiliki beberapa mesin produksi yang diantaranya adalah mesin
polymer extrusion untuk memproduksi plastik Low Linear Density Polyethylene
(LLDPE). Mesin Polymer Extrusion dihadapkan pada masalah yang berkaitan
dengan efektivitas mesin yang diakibatkan oleh kemacetan produksi. Hal ini dapat
dilihat dari tidak tercapainya target produksi karena adanya masalah pada
mesin/peralatan yang menimbulkan losses time. Selain itu dampak dari kemacetan
produksi LLDPE tersebut mengharuskan perusahaan terpaksa membeli plastik
LLDPE dari perusahaan lain, sehingga imbasnya pula dapat menyebabkan
2
keterlambatan pengiriman finish goods ke customer. Bahkan beberapa kali
operator terpaksa diliburkan dalam beberapa hari karena mesin tidak dapat
beroperasi. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan langkah-langkah yang
tepat dalam pemeliharaan mesin/peralatan, salah satunya dengan melakukan
penerapan Total Productive Maintenance (TPM). Total Productive Maintenance
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan manufaktur
secara menyeluruh. Dengan kata lain tujuan dari TPM adalah untuk mencapai
kinerja yang ideal dan mencapai zero loss, yang artinya tanpa cacat, tanpa
breakdown, tanpa kecelakaan, tanpa kesia-siaan pada proses produksi maupun
proses changeover (Nakajima, 1988).
Pada tahun 2017 mesin polymer extrusion mengalami losses time yang
diakibatkan oleh six big losses mencapai angka paling tinggi yaitu 121,656 menit
(2,028 jam) atau 85 hari. Dengan adanya loss time tersebut maka perlu dilakukan
evaluasi penerapan Total Productive Maintenance (TPM) yang dilakukan dengan
mengukur nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) sebagai indikator, serta
mencari penyebab ketidak efektifan dari mesin tersebut dengan melakukan
perhitungan six big losses untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dari keenam
faktor six big losses yang ada. Selanjutnya menerapkan delapan pilar pendukung
keberhasilan TPM agar mampu menjaga fungsi dari mesin/peralatan pendukung
kegiatan kerja, kemudian memperhatikan bagaimana meningkatkan produktivitas
dari para pekerja atau operator yang nantinya akan memegang kendali secara
langsung pada mesin/peralatan tersebut. Sehingga dengan itu PT. ACP khususnya
di mesin polymer extrusion akan mengetahui titik kelemahan serta bagaimana
strategi perbaikan yang akan dilakukan untuk mendongkrak efektivitas
mesin/peralatan yang akan diukur pada orientasi 3 tahun kedepan. Dan dalam 3
tahun kedepan itu pula perusahaan akan mengambil keputusan apakah mesin
polymer extrusion masih layak beroperasi atau terpaksa dibubarkan jika tidak
meberikan profit yang signifikan.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka ditetapkan
perumusan masalah yang dihadapi pada penelitian ini adalah :
a. Berapa besar tingkat efektivitas mesin polymer extrusion selama tahun
2017.
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya loss time terjadi dari
perhitungan six big losses.
c. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk meningkatkan performansi
efektivitas di mesin polymer extrusion.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis dalam penerapan TPM di
PT. ACP khususnya di mesin polymer extrusion adalah :
a. Untuk mengetahui nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) yang
didasarkan pada faktor availability, performance, dan rate of quality.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya
efektivitas melalui pengukuran six big losses dan mengidentifikasikan
faktor-faktor dominan dari enam faktor six big losses.
c. Melakukan analisis terhadap faktor yang menyebabkan terjadinya six big
losses menggunakan cause and effect diagram untuk penentuan strategi
perawatan dan memberikan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan
utama dari keenam faktor six big losses.
1.4. Batasan Masalah
a. Data historis yang digunakan dianggap valid dalam mendukung penelitian
ini.
b. Penelitian dilakukan pada Departemen produksi khususnya di bagian
Blown Film.
c. Penelitian ini dimulai bulan Agustus 2017.
d. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini tidak membahas tentang
biaya yang ditimbulkan akibat losses yang terjadi.
4
e. Penelitian yang dilakukan hanya sampai pada rekomendasi perbaikan
perawatan mesin dan peralatan berdasarkan dari temuan yang ada
diperusahaan, khususnya departemen Blown Film.
1.5. Asumsi
Beberapa asumsi pada penelitian ini adalah:
a. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai langkah awal dimulainya
progam perbaikan efektivitas mesin dan peralatan, sehingga pengukuran
yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan
dengan efektivitas yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
b. Teknologi, mesin, serta metode kerja yang digunakan masih sama.
c. Selama dilakukan penelitian tidak terjadi perubahan dalam sistem produksi.
d. Semua karyawan sudah mengetahui bagian jobdesnya sesuai dengan SOP
yang telah diberikan.
e. Kualitas plasik LLDPE yang dihasilkan sudah sesuai dengan karakteristik
mutu yang diminta.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari 5 bagian, diantaranya adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan laporan terhadap perkembangan solusi dari
permasalahan. Pada bagian ini juga ditampilkan batasan masalah, asumsi dan
sistematika penulisan laporan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini diberikan beberapa teori dan referensi yang berkaitan dengan total
productive maintenance (TPM) khususnya mengenai analisis overall equipment
effectiveness di mesin polymer extrusion, serta analisis cause and effect diagram
untuk pemecahan masalah yang ada pada saat ini.
5
BAB III METODOLOGI PENELITAN
Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai langkah-langkah sistematis
yang akan dilakukan dalam penelitian untuk memperoleh pemecahan masalah.
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Bagian ini memberikan data-data jam kerja di bagian blown film, output mesin
blown film, dan data-data kerusakan mesin yang terjadi untuk kemudian dianalisis
dan dilakukan perbaikan agar mengetahui seberapa besar perubahan tingkat
efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi untuk memperoleh penyelesaian
dari masalah yang ada.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan akhir pada perubahan produktivitas mesin
polymer extrusion setelah dilakukan TPM berdasarkan analisa yang dilaksanakan.
Dan saran-saran diberikan untuk menunjang keberhasilan penerapan 8 pilar
strategi TPM.
6
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1 Pengertian Perawatan
Menurut Vincent Gaspersz, perawatan (maintenance) merupakan suatu
kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional
suatu sistem produksi sehingga dari sistem itu diharapkan menghasilkan output
sesuai dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai
bayangan dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan
kapasitas yang sangat tinggi maka akan lebih intensif. (Gaspersz, 94, Hal; 513)
Perawatan dapat juga merupakan aktivitas memelihara atau menjaga
fasilitas/ peralatan perusahaan dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian serta
penggantian komponen yang diperlukan agar kegiatan produksi dapat berjalan
lancar sesuai dengan yang direncanakan.
Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama dalam sistem perawatan yaitu :
1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (breakdown period) sampai
batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis.
2. Menghindari kerusakan tidak terencana, dan kerusakan secara tiba-tiba.
Dalam sistem perawatan terdapat empat kegiatan pokok yang berkaitan dengan
tindakan perawatan, yaitu :
1. Perawatan yang bersifat preventif
Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum
peralatan itu menjadi rusak. Pada dasarnya yang dilakukan adalah perawatan
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak
terduga dan menentukan keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi
mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi. Dengan
demikian semua fasilitas-fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan
preventif akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu dalam kondisi siap
digunakan untuk proses produksi setiap saat. Hal ini memerlukan suatu
rencana dan jadwal perawatan yang sangat cermat dan rencana yang lebih
7
tepat. Perawatan preventif ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat
efektif didalam fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan
“critical unit“.Akibat yang ditimbulkan dari kerusakan komponen critical
unit suatu peralatan diantaranya :
- Membahayakan kesehatan atau keselamatan para pekerja.
- Mempengaruhi kualitas produksi yang dihasilkan.
- Menghambat seluruh proses produksi.
- Harga dari komponen tersebut cukup mahal.
- Pengadaan (pembelian) komponen delay dari supplier.
Dalam prakteknya perawatan preventif yang dilakukan oleh suatu perusahaan
dapat dibedakan lagi sebagai berikut :
a. Perawatan rutin, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin (setiap hari). Misalnya pembersihan peralatan
pelumasan oli, pengecekan isi bahan bakar dan sebagainya.
b. Perawatan periodik, yaitu aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya
setiap 100 jam kerja mesin, lalu meningkat setiap 500 jam sekali dan
seterusnya. Misalnya pembongkaran silinder, penyetelan katup-katup,
pemasukan dan pembuangan silindermesin dan sebagainya.
Perawatan preventif akan menguntungkan atau tidak tergantung pada :
a. Distribusi dari kerusakan
Pada penjadwalan dan pelaksanaan perawatan preventif harus
memperlihatkan jenis distribusi dari kerusakan yang ada, karena dengan
mengetahui jenis distribusi kerusakan dapat disusun suatu rencana
perawatan yang benar-benar tepat sesuai dengan latar belakang alat
tersebut.
b. Hubungan antara waktu perawatan preventif terhadap waktu perbaikan
Hendaknya diantara kedua waktu ini diadakan keseimbangan dan
diusahakan dapat dicapai titik maksimal. Jika ternyata jumlah waktu untuk
perawatan preventif lebih lama dari waktu menyelesaikan kerusakan tiba-
8
tiba, maka tidak ada manfaatnya yang nyata untuk mengadakan perawatan
preventif, lebih baik ditunggu saja sampai terjadi kerusakan.
Walaupun masih ada suatu faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu apabila
ternyata jumlah kerugian akibat rusaknya mesin cukup besar, meliputi biaya-
biaya :
- Pekerja menganggur
- Produksi terhenti
- Biaya penggantian spare part
- Kekecewaan konsumen
Jika waktu untuk menyelesaikan perawatan preventif sama dengan waktu
untuk menyelesaikan kerusakan, perawatan preventif masih dapat
dipertimbangkan untuk dilaksanakan.
2. Perawatan yang bersifat korektif
Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki peralatan yang rusak. Pada
dasarnya aktivitas yang dilakukan adalah pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau
peralatan. Kegiatan ini sering disebut sebagai kegiatan perbaikan atau reparasi.
Perawatan korektif dapat juga didefinisikan sebagai perbaikan yang dilakukan
karena adanya kerusakan yang terjadi akibat tidak dilakukanya perawatan
preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi sampai pada suatu
waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal ini
kegiatan perawatan sifatnya hanya menunggu sampai terjadi kerusakan baru
kemudian diperbaiki atau direparasi.
3. Perawatan yang bersifat prediktif
Tindakan perawatan yang dilakukan pada periode yang telah ditetapkan
berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil,
sebagai contoh data getaran, temperatur, tekanan dan lain-lain. Perencanaan
dari perawatan prediktif ini dapat dilakukan berdasarkan data operator di
lapangan yang diajukan melalui work order ke bagian troubleshooting agar
dilakukan tindakan tepat sehingga tidak merugikan perusahaan.
9
4. Perawatan mandiri (autonomous maintenance)
Perawatan mandiri adalah kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator
dengan sasaran utama untuk mengembangkan pola hubungan antara manusia,
mesin, dan tempat kerja yang bermutu. Perawatan mandiri ini juga dirancang
untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri. Kegiatan tersebut
dapat berupa pembersihan, pengencangan baut/mur, pelumasan, pengecekan
fungsi komponen dan alat, serta perbaikan sederhana. Tujuan dari kegiatan
tersebut bukan hanya untuk menciptakan tempat kerja yang rapih dan bersih,
namun juga untuk membekali operator agar mampu mendeteksi berbagai
sinyal dari indikator penyimpangan dari kondisi normal dalam waktu yang
sekejap.
Untuk mencapai autonomous maintenance tersebut ada langkah-langkah
penting yang harus dilakukan, yaitu :
a. Cleaning, machine review, tightening
Kegiatan ini meliputi pembersihan mesin secara keseluruhan,
menyingkirkan item yang tidak perlu atau jarang digunakan yang dapat
menghambat kinerja alat, memperbaiki adanya perubahan setting pada
peralatan, dan mengencangkan baut/mur yang kendor akibat adanya
getaran.
b. Maintenance prevention
Mengurangi waktu untuk pembersihan yang tidak perlu, pengecekan mesin
yang lama, perbaikan dan penyesuaian setting yang lama.
c. Pembuatan standar tetap
Langkah yang dilakukan adalah membuat jadwal perawatan secara berkala
(baik harian, mingguan, bulanan, atau 3 bulanan), dan prosedur melakukan
perawatan yang baku.
d. Inspeksi
Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengecekan mesin sesuai
prosedur manual dan standar mesin, hingga rekomendasi secara teknis.
e. Inspeksi secara otomatis
10
Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecekan secara
menyeluruh dalam unit kerja degan menggunakan check sheet, agar
perawatan hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja dan ditangani oleh
teknisi maintenance yang sudah terlatih dan kapabel.
f. Organisasi pendukung TPM
Membuat sebuah sistem otomatis yang dapat menunjang aktivitas
maintenance.
g. Fungsional TPM secara masif
Kegiatan yang dilakukan adalah membuat dokumentasi dari setiap hasil
tindakan maintenance untuk memperoleh suatu progres yang nyata,
mengamati dan mengevaluasi setiap kekeliruan secara berkala sehingga
dapat diberikan improvement tambahan.
2.2 Tujuan Perawatan
Secara umum perawatan mempunyai tujuan-tujuan yang menurut A. S. Corder
adalah untuk :
1. Memungkinkan tercapainya mutu produksi dan kepuasan pelanggan
melalui penyesuaian, pelayanan dan pengoperasian peralatan secara tepat.
2. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem.
3. Menjaga agar sistem aman dan mencegah berkembangnya gangguan
keamanan.
4. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat
dihubungkan dengan service dan perbaikan.
5. Memaksimalkan produksi dari sumber-sumber sistem yang ada.
6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan terhadap proses operasi.
7. Menyiapkan personel, fasilitas dan metodenya.
8. Agar mampu mengerjakan tugas-tugas perawatan .
(A. S. Corder, 92, Hal; 81)
11
2.3 Total Productive Maintenance (TPM)
2.3.1 Pendahuluan
Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang
disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi
productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat
dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di
Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang
disebut maintenance departement.
Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang kemudian
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian pada
tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance.
Total Productive Maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an
pada perusahaan di negara Jepang yang merupakan pengembang konsep
maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika
Serikat yang disebut Preventive Maintenance. Seperti dapat dilihat masa periode
perkembangan PM di Jepang dimana periode tahun 1950-an juga bisa
dikategorikan sebagai periode “breakdown maintenance”.
Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan
proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan
pemeliharaan unit produksi. Tujuan pemeliharaan produktif (productive
maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM.
TPM memerlukan partisipasi penuh dari semua pihak, mulai dari top manjemen
hingga ke karyawan lini terdepan. Penugasan operator tidak hanya terfokus untuk
menjalankan mesin saja, akan tetapi operator juga diharapkan mampu untuk merawat
mesin sebelum dan sesudah pemakaian.
2.3.2 Pengertian Total Productive Maintenance (TPM)
Menurut Nakajima (1984) Vice Chairman of the Japan Institute of Plant
Maintenance mendefinisikan bahwa TPM merupakan suatu pendekatan yang inovatif
dalam maintenance dengan dengan cara meningkatkan kualitas produksi, mengurangi
waste, mengurangi biaya produksi, meningkatkan kemampuan peralatan dan
pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur.
12
Secara menyeluruh definisi dari Total Productive Maintenance mencakup
lima elemen yaitu sebagai berikut :
1. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance
(PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.
2. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara
keseluruhan (overall equipment effectiveness).
3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering,
bagian produksi, bagian maintenance).
4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi
hingga para karyawan/operator lantai produksi.
5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM
melalui manajemen motivasi.
2.3.3 Manfaat Total Productive Maintenance (TPM)
Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja
jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip
TPM akan meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.
2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada
mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.
3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa
gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Biaya produksi rendah karena kerugian dan pekerjaan yang tidak memberi
nilai tambah dapat dikurangi.
5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.
2.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Seluruh aktivitas maintenance tentu saja bertujuan untuk meningkatkan
performansi, kualitas, dan kemampuan peralatan. Untuk meningkatkan ketiga hal
tersebut seolah-olah terlihat sangatlah mustahil. Akan tetapi apabila dianalisa
secara logis, jika ketiga hal tersebut diposisikan secara simultan maka proses
13
produksi akan memperoleh peningkatan yang signifikan, variasi produksi dapat
ditekan, serta biaya produksi pun dapat diminimasi.
Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai
rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari peralatan pada kondisi
kinerja yang terbaik. OEE merupakan suatu cara yang praktis untuk memonitor
dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses maufaktur. Tujuan dari OEE adalah
mengukur performa dari suatu sistem maintenance, yang sering digunakan
sebagai kunci matrik dalam TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah
penerapan TPM yang sudah dilakukan berhasil atau tidak. Dalam pengukuran
OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu
ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan
kualitas output mesin/peralatan (quality). Ketiga faktor inilah yang akan menjadi
tolak ukur efisiensi dan efektivitas dari suatu pabrik. Untuk itu hubungan dari
ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini:
OEE = Availability x Performance x Quality
2.4.1. Availability Ratio
Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan
pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.
Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu
memperhitungkan setiap ada kejadian mesin tidak dapat beroperasi sepanjang
waktu proses produksi yang tersedia. Dengan demikian formula yang digunakan
untuk mengukur availability ratio adalah :
Availability ratio = x 100 % .........................................(1)
Dimana :
Loading time = Waktu kerja yang tersedia
14
2.4.2. Performance Ratio
Performance ratio merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan
kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance ratio
digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap
faktor yang menyebabkan kehilangan waktu efektif dalam proses produksi seperti
salah mengoperasikan mesin/peralatan, material yang tidak standar (sehingga
sering setting ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada
operator.
Untuk mengukur performance efficiency ada tiga faktor utama yang
dibutuhkan yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah
produk yang diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga
formula pengukuran rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Performanc Rate = x 100 %............(2)
2.4.3. Quality Ratio (Rate of Quality Product)
Quality ratio atau rate of quality product suatu perbandingan yang
menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang
sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Quality ratio digunakan untuk
menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan tidak
sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework.
Dengan demikian formula pengukuran rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Quality Ratio = x 100 % ………….(3)
2.5 Six Big Losses
Proses produksi tentunya mempunyai losses yang mempengaruhi
produktivitasnya. Losses tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai
keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan
15
dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki
maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan
losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Downtime losses
Jika output produksinya nol dan sistem tidak memproduksi apapun, maka
segmen waktu yang tidak produktif tersebut dinamakan downtime losses.
Downtime losses ini terdiri dari :
a) Breakdown losses, kerugian ini terjadi dikarenakan mesin/peralatan
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi untuk menghasilkan
output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian. Kerugian ini diukur
dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan hingga selesai
diperbaiki.
Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut:
Breakdown losses = x 100 % …………………............(4)
b) Setup and adjustment losses, kerugian ini terjadi akibat dari perubahan
kondisi operasi, seperti dimulainya produksi atau dimulainya shift yang
berbeda, pergantian spesifikasi produk dan penyesuaian kondisi operasi.
Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut:
Setup and adjustment losses = x 100 % ………...…………(5)
2. Speed losses
Ketika output lebih rendah dibandingkan output pada kecepatan referensi,
kondisi ini dinamakan speed lossess. Pada speed lossess belum
dipertimbangkan mengenai output yang sesuai dengan spesifikasi kualitas.
Kelompok dari kerugian ini dapat berupa:
16
a) Idling and minor stoppages losses, merupakan kerugian yang disebabkan
oleh berhentinya mesin/peralatan karena ada permasalahan sementara,
seperti mesin terputus-putus (halting), macet (jamming) serta mesin
menganggur (idling).
Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Idling and stopagge losses = x 100 % ........(6)
b) Reduce speed losses, yaitu kerugian yang disebabkan oleh adanya
pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan desain mesin/peralatan
tersebut. Pengukuran kerugian ini dengan membandingkan kapasitas ideal
dengan beban kerja aktual.
Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Speed losses = x100 %....(7)
3. Defect or quality losses
Ketika ouput produksi yang dihasilkan tidak memenuhi spesifikasi standar
kualitas maka jenis kerugian ini disebut quality losses. Kerugian ini dapat
berupa:
a) Rework and quality defect, kerugian ini terjadi pada saat selama proses
produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan. Produk
yang tidak sesuai spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap. Untuk
melakukan proses rework dan material yang diubah menjadi scrap juga
merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan
ongkos untuk mengerjakannya.
Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut:
Quality defect losses = x100 %.......(8)
17
b) Yield lossess, terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste). Kerugian
terbagi menjadi dua, yaitu kerugian material akibat desain produk dan
metode manufakturing serta kerugian penyesuaian karena cacat kualitas
produk yang diproduksi pada saat awal proses produksi dan saat terjadi
pergantian spesifikasi produk.
Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Yield losses = x100 %........(9)
2.6 Diagram Pareto
Seorang ahli ekonomi dari Italia bernama Vilvredo Pareto adalah orang
yang pertama kali memperkenalkan diagram pareto pada tahun 1897, yang
kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran sebagai tools dalam bidang manajemen
kualitas. Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisa suatu fenomena, agar
dapat menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam
menganalisis dan mengatasi fenomena tersebut. Prinsip pareto lebih dikenal
dengan prinsip 80/20, yang artinya 20% masalah memiliki dampak sebesar 80%.
Oleh karena itu untuk mengatasi suatu masalah misalnya dalam kegiatan produksi
maka dengan diagram pareto tidak harus memukul rata untuk membereskan
semua masalahnya secara bersamaan, melainkan perlu mencari faktor dominannya
kemudian meyelesaikan faktor dominan tersebut terlebih dahulu. Dengan
menyelesaikan faktor dominan tersebut maka masalah dapat teratasi dengan
signifikan.
Berikut ini adalah contoh diagram pareto yang dapat dilihat seperti
gambar 2.1 dibawah ini :
18
Gambar 2.1 Diagram Pareto
2.7 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang
ikan adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk
menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebab-
penyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan
penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi
akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk
mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian
fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram
sering digunakan untuk menyimpilkan penyebab-penyebab variasi dalam proses,
dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang
mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu.
Berikut ini adalah contoh diagram sebab akibat yang dapat dilihat seperti
gambar 2.2 dibawah ini :
19
Gambar 2.2 Diagram sebab akibat
Untuk mencari faktor-faktor penyebab utama terjadinya masalah dari suatu
kualitas kerja, maka biasanya orang menetapkan bahwa ada 5 faktor penyebab
utama yang perlu dikaji yaitu :
1. Manusia (Man)
2. Metode Kerja (Work Method)
3. Mesin/perlatan kerja (Machine/equipment)
4. Bahan Baku (Raw Material)
5. Lingkungan kerja (Environment)
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Langkah – Langkah Penelitian
Berikut adalah rangka pikir dalam melakukan penelitian ini yang
ditunjukkan oleh gambar 3.1.
Masalah AwalMasalah Awal
Observasi
· Interview ke bagian Blown
Film untuk mengumpulkan
informasi mengenai cara kerja
mesin, uraian proses produksi, dan
perawatan yang telah dilakukan
· Mengumpulkan data loss
time yang terjadi akibat kendala
produksi
Observasi
· Interview ke bagian Blown
Film untuk mengumpulkan
informasi mengenai cara kerja
mesin, uraian proses produksi, dan
perawatan yang telah dilakukan
· Mengumpulkan data loss
time yang terjadi akibat kendala
produksi
Identifikasi Masalah
Menetapkan Latar Belakang, Tujuan
dan Sistematika Penulisan
Identifikasi Masalah
Menetapkan Latar Belakang, Tujuan
dan Sistematika Penulisan
Studi Literatur
· Perawatan (Maintenance)
· Total Productive
Maintenance (TPM)
· OEE
· Six Big Losses
· Diagram Pareto
· Cause And Effect Diagram
Studi Literatur
· Perawatan (Maintenance)
· Total Productive
Maintenance (TPM)
· OEE
· Six Big Losses
· Diagram Pareto
· Cause And Effect Diagram
Pengumpulan Data dan AnalisisPengumpulan Data dan Analisis
Data
· Hasil Produksi perusahaan 2016
· Loading time
· Operation Time
· Data Jumlah cacat dan sisa
· Data downtime
Data
· Hasil Produksi perusahaan 2016
· Loading time
· Operation Time
· Data Jumlah cacat dan sisa
· Data downtime
Analisis Data
· Penentuan Availability Rate
· Perhitungan Performance Rate
· Perhitungan Rate of Quality Product
· Perhitungan OEE
· Perhitungann Six Big Losses
· Penentuan strategi perawatan dan
rekomendasi perbaikan
Analisis Data
· Penentuan Availability Rate
· Perhitungan Performance Rate
· Perhitungan Rate of Quality Product
· Perhitungan OEE
· Perhitungann Six Big Losses
· Penentuan strategi perawatan dan
rekomendasi perbaikan
KesimpulanKesimpulan
Penelitian
Selanjutnya
Penelitian
Selanjutnya
SelesaiSelesai
Tidak
Ya
Metode Penelitian
Menentukan Metode Penelitian
Metode Penelitian
Menentukan Metode Penelitian
Gambar 3.1 Tahapan Metode Penelitian
21
3.2 Observasi
Observasi merupakan langkah awal dalam penelitian ini dengan mengamati
proses persiapan alat bantu produksi, setup hingga proses produksi tersebut
berjalan. Selain itu dilakukan interview terhadap karyawan di Blown Film untuk
menggali informasi-informasi terkait cara kerja mesin, uraian proses produksi,
kendala saat produksi, perawatan yang sudah dilakukan. Langkah selanjutnya
adalah mengumpulkan data loss time yang terjadi akibat adanya kendala saat
produksi dari supervisor blown film dan leader bagian troubleshooting.
3.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi tersebut kemudian ditentukan rumusan masalah
yang terjadi di Blown Film. Dari data yang didapatkan, loss time pada tahun 2016
mencapai 153.779,874 menit (2.562,997 jam). Besar loss time tertinggi terjadi
akibat adanya breakdown, dan ini akan diteliti lebih lanjut dengan memunculkan
penyebab-penyebab lain yang turut menimbulkan loss time, serta memberikan
solusi terhadap permasalahan ini. Beberapa batasan-batasan masalah serta asumsi-
asumsi yang digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah loss time yang
terjadi adalah berkaitan dengan departemen blown film di PT. ACP dimana
penelitian ini dilakukan.
3.4 Studi Literatur
Studi literatur ini dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk menunjang
penelitian dengan melengkapi teori-teori yang digunakan sebagai landasan
penelitian dan berperan dalam pengumpulan informasi secara lengkap untuk
memecahkan suatu masalah. Landasan teori dapat berasal dari buku-buku atau
referensi-referensi lain yang berhubungan dengan penelitian. Pada tahapan ini,
literatur yang digunakan adalah perhitungan overall equipment effectiveness
(OEE), perhitungan six big losses, analisis losses dominan masalah dengan
menggunakan diagram pareto, dan pendefinisian permasalahan yang sebenarnya
serta solusi yang dilakukan dengan menggunakan cause and effect diagram.
Perhitungan OEE mencakup penentuan availability ratio (AR), perhitungan
performance rate (PR), dan perhitungan rate of quality product (RQ). Kemudian
22
perhitungan six big losses mencakup pendataan dari hasil produksi, loading time,
operation time, data jumlah cacat dan sisa proses, serta data downtime, digunakan
sebagai dasar penentuan faktor penyebab masalah yang harus diselesaikan.
Terakhir adalah analisis permasalahan menggunakan diagram pareto dan diagram
sebab akibat adalah tools yang digunakan untuk mencari solusi dalam pemecahan
permasalahan.
3.5 Metode Penelitian
Menentukan tahapan untuk berpikir secara sistematis menyangkut masalah
loss time yang dihadapi. Tahapan-tahapan penelitian dimunculkan untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya masalah tersebut, merumuskan tindakan
perbaikan, menerapkan suatu strategi metode perencanaan maintenance sebagai
solusi masalah diatas dan pada akhirnya dapat menarik suatu kesimpulan dari
masalah loss time yang dijadikan objek pengamatan.
3.6 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah mengolah data untuk mengetahui
seberapa besar tingkat efektivitas penggunaan mesin/peralatan produksi. Dan
untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada perlu dilakukan analisis
perhitungan OEE, dan analisis perhitungan six big losses. Kemudian diurutkan
sesuai tingkat prioritas atau dominan dari loss time yang terjadi saat ini
menggunakan diagram pareto. Selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya loss time dianalisis menggunakan diagram sebab akibat untuk
mencarikan solusi pemecahan masalah loss time yang ada. Hasil dari analisis
tersebut kemudian dijadikan sebagai referensi untuk melakukan strategi penerapan
perawatan sebagai langkah perbaikan terhadap faktor penghambat usaha
peningkatan efektivitas mesin.
23
3.7 Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis dan uraian hasil pengukuran OEE dapat ditarik
beberapa kesimpulan terhadap penulisan penerapan total productive maintenance
(TPM) pada mesin polymer extrusion ini. Selain itu juga diberikan saran-saran
yang dapat dilakukan sebuah improvement untuk menambah nilai ekonomis bagi
perusahaan.
24
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder yang diperoleh dari pengamatan dan pengambilan data yang sudah ada.
Data primer diambil dengan melakukan interview terhadap operator yang
mengalami kendala-kendala saat produksi, dan troubleshooter yang menangani
masalah-masalah yang terjadi saat produksi, tujuannya untuk mengetahui :
1. Penyebab timbulnya kerusakan pada komponen mesin polymer extrusion.
2. Kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan.
3. Cara penanganan sementara saat kondisi urgent.
4. Tindakan perawatan yang dijalankan saat ini.
5. Komponen yang rawan mengalami kerusakan.
Sedangkan untuk data sekunder diambil dari data output mesin blown film
sepanjang tahun 2016 yang sudah direkap oleh Supervisor blown film di PT. ACP.
Data tersebut memuat informasi hasil produksi setiap bulan pada tahun 2017,
kerusakan komponen mesin polymer extrusion, down time mesin, waste reject
product, idle time, serta setup time mesin.
Pada mesin blown film ini diketahui sistem hari kerjanya yaitu sistem 3-1,
yang artinya adalah 3 hari kerja 1 hari off (libur). Kemudian terbagi atas 4 regu
yang masing-masing regu terdiri dari 3 orang operator, sehingga jumlah operator
adalah 12 operator. Waktu kerja terbagi menjadi 3 shift per hari, sehingga
otomatis dengan adanya 4 regu dengan sistem kerja 3-1 maka idealnya mesin
blown film akan beroperasi setiap hari termasuk hari minggu kecuali bila ada
tanggal merah yaitu hari besar nasional maka operator diliburkan. Namun aktual
total waktu kerja yang tersedia sepanjang tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut ini :
25
Tabel 4.1 Jam Kerja Produksi Mesin Blown Film 2017
Periode
Jumlah Hari
Kerja
(Hari)
Total
Shift/Hari
Jam
Kerja/shift
(Jam)
Jumlah
Waktu Kerja
(Menit)
Januari 26 3 8 37440
Februari 27 3 8 38880
Maret 30 3 8 43200
April 29 3 8 41760
Mei 24 3 8 34560
Juni 26 3 8 37440
Juli 17 3 8 24480
Agustus 25 3 8 36000
September 23 3 8 33120
Oktober 22 3 8 31680
November 23 3 8 33120
Desember 22 3 8 31680
Jika melihat tabel 4.1 jam kerja mesin produksi mesin blown film tahun
2017 diatas dapat diketahui bahwa actual jam hari kerja setiap bulannya tidak
sama. Hal ini dikarenakan pada setiap bulannya terdapat kerusakan mesin yang
menyababkan adanya down time, juga dikarenakan tidak adanya order yang
menyebabkan adanya idle time. Dan dari masalah tersebut operator terpaksa
diliburkan dengan alasan efisiensi cost transportasi operator dan sebagainya.
Khusus pada bulan Juli adalah jam kerja terendah sepanjang 2017. Hal ini
dikarenakan pada bulan Juli merupakan hari raya idul fitri yang mana pada saat itu
adalah cuti massal selama 7 hari sesuai dengan peraturan pemerintah.
Pada gambar 4.1 dibawah ini adalah data hasil produksi dan data waktu
produktivitas mesin blown film extrusion tahun 2017 yang direkap oleh
Supervisor divisi blown film. Pada gambar tersebut juga memuat data down time
mesin, waste reject product, idle time, serta setup time mesin.
26
PT. AVESTA CONTINENTAL PACK
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC
*SETTING 570 465 295 605 815 754 340 580 325 440 683 695
% 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 2
*RUNNING 33,780 37,115 18,195 40,990 31,550 33,906 22,175 26,125 18,940 22,205 25,647 21,995
% 90 95 42 98 91 91 91 73 57 70 77 69
*IDLE 2,835 1,300 450 0 1,040 2,770 1,830 3,710 490 6,975 3,940 6,820
% 8 3 1 0 3 7 7 10 1 22 12 22
*DOWN 255 0 24,260 165 1,155 10 135 5,585 13,365 2,060 2,850 2,170
% 1 0.00 56.16 0.40 3.34 0.03 0.55 15.51 40.35 6.50 8.61 6.85
37,440 38,880 43,200 41,760 34,560 37,440 24,480 36,000 33,120 31,680 33,120 31,680
OUTPUT
*Meter 1,519,000 1,464,500 552,800 1,653,100 1,406,600 1,820,800 868,000 990,400 796,700 929,400 1,316,000 730,100
*KG Proses 60,089 67,750 28,525 73,072 53,952 62,395 38,641 44,324 34,889 40,904 47,681 39,994
*KG Defect 758 478 443 713 631 446 375 427 355 367 227 339
*KG Waste Set 913 786 531 984 1267 1272 583 962 512 684 1024 1148
OUTPUT MESIN BLOWN FILM
Periode : Januari - Desember 2017
MESIN
Blown Film 1
TIME
(Menit)
TOTAL (Menit)
Gambar 4.1 Data Output Mesin Blown Film 2017
27
Gambar 4.1 diatas adalah data produktivitas output mesin blown film
sepanjang tahun 2017 yang akan dilaporkan kepada direktur PT. ACP. Dari data
tersebut nantinya akan diolah untuk mengukur nilai OEE pada mesin blown film.
Juga diketahui bahwa mesin blown film Alpine ini memiliki ideal cycle time yang
mampu menghasilkan produk sebesar 1,833 Kilogram setiap menitnya.
Jumlah keseluruhan karyawan di PT. ACP ini mencapai 500 orang yang
terbagi ke beberapa bagian. Secara garis besar PT. ACP ini juga hampir sama
dengan perusahaan manufaktur lainnya dalam menjalankan bisnis prosesnya.
Dimana pada perusahaan ini memiliki beberapa divisi baik pada bagian
perkantoran maupun lapangan (workshop). Alur prosesnya dimulai dari bagian
cylinder making unit (CMU) mendesain gambar cetakan yang sesuai dengan
permintaan dari customer. Lalu cylinder yang telah didesain diterima oleh bagian
printing untuk diproses di mesin printing dengan menggunakan bahan film. Lalu
hasil WIP dari printing dilakukan inspeksi sebelum proses coating di mesin
coating. Kemudian WIP dari mesin coating diproses di mesin laminasi untuk
dilakukan proses dry laminating dengan bahan tambahan film LLDPE yang telah
di proses di mesin blown film. Kemudian hasil proses dry laminating dibawa ke
bagian slitting untuk dibentuk menjadi kemasan kantong atau roll sesuai dengan
spesifikasi yang diminta oleh customer. Hasil dari proses slitting ini kemudian
disimpan ke bagian warehouse yang merupakan finish goods untuk siap dilakukan
packing dan dikirim ke customer.
Berikut adalah diagram alir proses kemasan fleksibel yang ada di PT. ACP
yang digambarkan pada gambar 4.2 dibawah ini :
28
1
Marketing Customer
2
PPIC
Purchasing
3
4
Manufacture
6A
CMU
Printing
Inspection
7
8
Blown Film
6B
WIP
WIP (LLDPE)
Coating
Dry Laminasi
Slitting
Finish Goods
QC
Packaging
Warehouse
Shipping
Inventory
Sales
9
10
11 12
13
14
15
16
17
5
Area Of Research
Gambar 4.2 Diagram Alir Proses Kemasan Fleksibel
29
1
Weighing Rawmat
2
Extrusion
Proses Blown Film
3
Mixing Rawmat
Blowing PolymerPressing web to
be Layflat
4
5
6
Corona Treatment
7
LLDPE
Gambar 4.3 Diagram Alir Proses LLDPE Mesin Blown Film
Gambar 4.3 diatas adalah alur proses LLDPE dimesin blown film yang
merupakan area pada penelitian ini. Dimulai dari operator menimbang bahan baku
polyethylene (PE) sesuai dengan komposisi yang telah dibuatkan oleh R&D.
Kemudian PE tersebut di mixing menggunakan alat mixer agar PE tersebut
tercampur menjadi homogen. Lalu PE yang telah tercampur tersebut masuk ke
extruder untuk proses ekstrusi. Pada Extruder ini diberikan suhu panas hingga 170
derajat celcius melalui band-heater agar PE dapat meleleh menjadi polymer.
Dengan dorongan screw yang ada pada extruder maka polymer keluar menuju
celah die. Melaui die ini polymer keluar membentuk bubble karena adanya tiupan
dari blower melalui cooling air ring. Kemudian bubble dipress dengan nip roll
untuk membentuk double layflat. Melalui roll penghantar film berjalan menuju
30
corona treatment. Selanjutnya film dibelah secara lateral menjadi 2 sisi dengan
lateral knives. Melalui roll winder A dan winder B film digulung menjadi 2
jumbo yang disebut LLDPE.
4.2. Pengolahan Data
Setelah dikumpulkan data-data tentang hasil produksi mesin blown film,
down time, idle time, running time, setup time, waste dan reject product, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data-data tersebut untuk
menghitung besar nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) pada mesin blown
film selama tahun 2017. Kemudian dari nilai OEE tersebut nantinya dapat
dianalisis kerugian six big losses juga strategi untuk menurunkan losses yang ada
pada mesin blown film extrusion ini.
Untuk mencari nilai OEE pada mesin blown film ini, maka langkah awal
yang perlu dilakukan adalah menghitung nilai availability rate, performance rate,
dan rate of quality berdasarkan sumber data yang dapat dilihat pada gambar 4.1
sebelumnya yaitu output mesin blown film 2017.
4.2.1. Perhitungan Availability Rate (AR)
Availability merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan
pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan.
Availability digunakan untuk menghitung downtime losses, yaitu
memperhitungkan setiap ada kejadian berhenti (downtime) dalam rentang waktu
proses produksi. Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur
availability rate adalah :
Availability rate (AR) = x 100 % ……………………(1)
Dimana :
Loading time = Waktu kerja yang tersedia
Operating time = Running time + Setting time
31
Maka,
Availability rate (AR) = x 100 %
Availability rate (AR) = 91.75%
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Availability Rate (AR)
Periode
Loading
Time
(Menit)
Running
Time
(Menit)
Setting
Time
(Menit)
Operating
Time
(Menit)
AR
(%)
Januari 37440 3090 570 34350 91.75%
Februari 38880 1300 465 37580 96.66%
Maret 43200 24710 295 18490 42.80%
April 41760 165 605 41595 99.60%
Mei 34560 2195 815 32365 93.65%
Juni 37440 2780 754 34660 92.57%
Juli 24480 1965 340 22515 91.97%
Agustus 36000 9295 580 26705 74.18%
September 33120 13855 325 19265 58.17%
Oktober 31680 9035 440 22645 71.48%
November 33120 6790 683 26330 79.50%
Desember 31680 8990 695 22690 71.62%
Rata-rata 80.33%
Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
availability rate pada tahun 2017 adalah 80.33%, yang menandakan bahwa nilai
AR tersebut belum memenuhi standar JIPM (Japan Institute of Plant
Maintenance) yang bernilai 90%. Namun pada bulan Januari, Februari, April, Mei,
Juni, dan Juli telah memenuhi standar JIPM. Sedangkan pada bulan September
merupakan nilai AR terendah dikarenakan adanya kerusakan beberapa komponen
mesin seperti motor extruder, mixer, corona treatment, dan motor rotary.
Berikut ini adalah gambar 4.4 grafik availability rate sepanjang tahun 2017
di mesin blown film :
32
Gambar 4.4 Grafik Availability Rate
4.2.2. Perhitungan Performance Rate (PR)
Performance rate merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan
kemampuan dari peralatan untuk menghasilkan produk. Performance rate
digunakan untuk menghitung speed losses, dimana didalamnya termasuk setiap
faktor yang menyebabkan losses time efektif dalam proses produksi seperti salah
mengoperasikan mesin, material yang tidak standar (sehingga sering setting
ulang), keausan pada komponen mesin, hingga kesalahan pada operator.
Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan
yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang
diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Sehingga formula
performance rate (PR) ini dirumuskan sebagai berikut :
Performance rate (PR) = x 100 % …....(2)
Dimana : Operating time = Running time + Setting time
Ideal cycle time pada mesin blown film adalah 1.83 Kg/menit.
33
Maka,
Performance rate (PR) = x 100 %
Performance rate (PR) = 93.93%
Berikut ini adalah hasil perhitungan performance rate (PR) sepanjang
tahuan 2017 di mesin blown film extrusion yang ditampilkan pada tabel 4.3
dibawah ini :
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Performance Rate (PR)
Periode Input
(Kg)
Cycle time
(Kg/Menit)
Loading
Time
(Menit)
Operating
Time
(Menit)
PR
(%)
Januari 59139 1.833 37440 34350 93.93%
Februari 66808 1.833 38880 37580 96.99%
Maret 28082 1.833 43200 18490 82.86%
April 72261 1.833 41760 41595 94.78%
Mei 52436 1.833 34560 32365 88.39%
Juni 61330 1.833 37440 34660 96.53%
Juli 37788 1.833 24480 22515 91.56%
Agustus 43255 1.833 36000 26705 88.37%
September 34371 1.833 33120 19265 97.33%
Oktober 40121 1.833 31680 22645 96.66%
November 46824 1.833 33120 26330 97.02%
Desember 38871 1.833 31680 22690 93.46%
Rata-rata 93.16%
Dari tabel hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
performance rate pada tahun 2016 adalah 93.16%, yang mengindikasikan bahwa
nilai performance rate (PR) tersebut belum mencapai standar JIPM (Japan
Institute of Plant Maintenance) yang bernilai 95%. Namun pada bulan Februari,
34
Juni, September, Oktober, dan November telah memenuhi standar JIPM. Pada
bulan September merupakan pencapaian performance rate tertinggi dengan
persentase 97.33%, dan pencapaian performance rate terendah pada tahun 2017
ada di bulan Maret dengan persentase 82.86%. Pencapaian terendah ini
dikarenakan adanya kerusakan mesin pada motor extruder yang menyebabkan
mesin tidak dapat beroperasi karena harus menunggu perbaikan motor extruder
pada bulan tersebut. Berikut ini ditampilkan gambar 4.5 grafik performance rate
2017 :
Gambar 4.5 Grafik Performance Rate
4.2.3. Perhitungan Rate of Quality (RQ)
Quality ratio atau rate of quality product adalah suatu perbandingan yang
menggambarkan kemampuan peralatan untuk memproduksi suatu produk yang
sesuai dengan karakteristik standar yang diberikan. Rate of quality digunakan
untuk menghitung quality losses, dimana adanya jumlah barang yang dihasilkan
tidak sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dirework.
Dengan demikian formula pengukuran rate of quality ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Rate of quality (RQ) = x 100%…….(3)
35
Maka,
Rate of quality (RQ) = x 100 %
Rate of quality (RQ) = 98.72%
Berikut ini adalah hasil perhitungan rate of quality yang di tampilkan pada
tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Rate of Quality (RQ)
Periode Input
(Kg)
Produk Cacat
(Kg)
Jumlah
Produk Good
(Kg)
RQ
(%)
Januari 59139 758 58381 98.72%
Februari 66808 478 66330 99.28%
Maret 28082 443 27639 98.42%
April 72261 713 71548 99.01%
Mei 52436 631 51805 98.80%
Juni 61330 446 60884 99.27%
Juli 37788 375 37413 99.01%
Agustus 43255 427 42828 99.01%
September 34371 355 34016 98.97%
Oktober 40121 367 39754 99.09%
November 46824 227 46597 99.52%
Desember 38871 339 38532 99.13%
Rata-rata 99.02%
Dari tabel 4.4 hasil perhitungan rate of quality diatas maka dapat
disimpulkan bahwa rate of quality tahun 2017 telah mencapai standar JIPM
(Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu sebesar 99%. Namun jika dilihat
pada setiap bulannya, maka pada bulan Januari (98.72%), Maret (98.42%), Mei
(98.80%), dan September (98.97%) belum mencapai atau masih nyaris mencapai
standar JIPM. Hal ini dikarenakan adanya produk reject yang terjadi akibat
kesalahan desain, akibat dari material yang tidak bagus, ataupun dikarenakan
36
faktor lainnya yang menyebabkan kualitas produk not good. Berikut ini disajikan
gambar 4.6 grafik rate of quality tahun 2017 :
Gambar 4.6 Grafik Rate of Quality
4.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Menurut Nakajima (1988), OEE merupakan nilai yang dinyatakan sebagai
rasio antara output aktual dibagi output maksimum dari mesin pada kondisi
kinerja yang terbaik. Tujuan dari OEE adalah mengukur performa dari suatu
sistem maintenance, yang sering digunakan sebagai kunci matrik dengan
pendekatan TPM sehingga nantinya dapat diketahui apakah produktivitas mesin
sudah berhasil mencapai standar yang ditetapkan atau tidak. Dalam pengukuran
OEE terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perhitungannya yaitu
ketersediaan mesin/peralatan (availability), efisiensi produksi (performance), dan
kualitas output mesin/peralatan (quality). Untuk itu hubungan dari ketiga faktor
tersebut dapat dilihat pada rumus berikut ini:
OEE = Availability x Performance x Quality
Atau,
OEE = AR x PR x RQ ………………………………………………………(4)
Maka,
OEE = (91.75% x 93.93% x 98.72%) x 100% = 85.07%
37
Berikut ini adalah tabel 4.5 hasil perhitungan overall equipment effectiveness
(OEE) pada tahun 2017 :
Tabel 4.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Periode AR
(%)
PR
(%)
RQ
(%)
OEE
(%)
Januari 91.75% 93.93% 98.72% 85.07%
Februari 96.66% 96.99% 99.28% 93.07%
Maret 42.80% 82.86% 98.42% 34.90%
April 99.60% 94.78% 99.01% 93.47%
Mei 93.65% 88.39% 98.80% 81.78%
Juni 92.57% 96.53% 99.27% 88.72%
Juli 91.97% 91.56% 99.01% 83.38%
Agustus 74.18% 88.37% 99.01% 64.90%
September 58.17% 97.33% 98.97% 56.03%
Oktober 71.48% 96.66% 99.09% 68.46%
November 79.50% 97.02% 99.52% 76.75%
Desember 71.62% 93.46% 99.13% 66.36%
Rata-rata 74.41%
Dari tabel 4.5 hasil perhitungan OEE 2016 diatas dapat diketahui bahwa
besar nilai OEE mesin polymer extrusion pada tahun 2017 adalah 74.41% dan
berada dibawah standar JIPM (Japan Institute of Plant Maintenance) yaitu 85%.
Nilai OEE tersebut menunjukkan ada ruang yang besar untuk dilakukan perbaikan
dalam rencana peningkatan efektivitas mesin blown film. Dengan demikian sangat
perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat agar nilai OEE pada mesin ini dapat
ditingkatkan hingga mencapai minimal 85%. Karena jika dilihat ditiap bulannya
khususnya pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni nilai OEE telah mencapai
standar JIPM. Atas indikator inilah maka perlu diupayakan peningkatan nilai OEE
pada mesin blown film.
Berikut ini adalah gambar 4.7 grafik nilai OEE pada mesin polymer
extrusion tahun 2017 :
38
Gambar 4.7 Grafik Nilai OEE 2017
Berdasarkan gambar 4.5 grafik nilai OEE diatas dapat diketahui bahwa pada
bulan Maret, Agustus, dan September nilai OEE tidak lebih dari 65% yang berarti
tidak dapat diterima. Untuk bulan Mei, Juli, Oktober, November, dan Desember
cenderung ada peningkatan. Bahkan pada bulan Januari, Februari, April, dan Juni
nilai OEE sangat bagus dan melanjutkan hingga level world class. Dimana
menurut Hansen (2001) dalam perhitungan nilai OEE terdapat beberapa kategori,
yaitu jika <65% maka nilai tersebut tidak dapat diterima dan harus ditingaktkan,
jika 65%-75% maka dapat dikategorikan cukup baik hanya ada kecenderungan
adanya peningkatan tiap kuartalnya, sedangkan jika 75%-85% maka nilai OEE
tersebut sangat bagus.
4.2.5. Perhitungan Six Big Losses
Proses produksi tentunya mempunyai losses yang mempengaruhi
produktivitasnya. Losses tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nilai
keseluruhan OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari mesin/peralatan, dan
dari nilai OEE ini nanti dapat diambil langkah-langkah untuk memperbaiki
maupun mempertahankan nilai tersebut. Nakajima (1988) mengelompokkan
losses tersebut menjadi 6 kerugian besar (six big losses) yang digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu downtime losses, speed losses, dan defect or quality losses.
Downtime losses ini mempengaruhi nilai availability rate. Sedangkan speed losses
39
mempengaruhi nilai performance rate. Dan terakhir, defect or quality losses
mempengaruhi nilai rate of quality.
4.2.5.1. Losses Pada Availability Rate
Losses pada availability rate ini terdapat 2 jenis losses yaitu breakdown
losses dan setup and adjustment losses. Breakdown losses adalah jenis kerugian
yang terjadi akibat mesin megalami kerusakan sehingga tidak dapat beroperasi
untuk menghasilkan output, dan memerlukan perbaikan atau penggantian.
Kerugian ini diukur dengan seberapa lama waktu saat mengalami kerusakan
hingga selesai diperbaiki. Rumus breakdown losses dapat dituliskan sebagai
berikut :
Breakdown losses = x 100 % ………………………..(4)
Maka,
Breakdown losses = x 100 %
Breakdown losses = 0.68%
Berikut ini ditampilkan tabel 4.6 hasil perhitungan persentase breakdown
losses pada tahun 2017 :
Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Downtime
(Menit)
Breakdown
Losses
(%)
Januari 37440 255 0.68%
Februari 38880 0 0.00%
Maret 43200 24260 56.16%
April 41760 165 0.40%
Mei 34560 1155 3.34%
Juni 37440 10 0.03%
40
Tabel 4.6 Perhitungan Persentase Breakdown Losses (lanjutan)
Periode Loading Time
(Menit)
Downtime
(Menit)
Breakdown
Losses
(%)
Juli 24480 135 0.55%
Agustus 36000 5585 15.51%
September 33120 13365 40.35%
Oktober 31680 2060 6.50%
November 33120 2850 8.61%
Desember 31680 2170 6.85%
Total 423,360 52,010
Dari tabel 4.6 perhitungan persentase breakdown losses diatas dapat
disimpulkan bahwa breakdown losses tertinggi terjadi pada bulan Maret 2017
yaitu sebesar 56.16%. Kegagalan ini banyak disebabkan karena kerusakan motor
extruder yang merupakan jantung mesin blown film. Yang mana penanganannya
harus diperbaiki menggunakan jasa dari subcont dan mesti menunggu beberapa
hari. Sedangkan persentase breakdown losses terendah ada pada bulan Februari
2017 tidak ada sama sekali (0.00%)
Setup and adjustment losses adalah kerugian yang terjadi dari akibat
perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya proses produksi atau dimulainya
pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan perubahan penyesuaian
(setting). Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
Setup and adjustment losses = x 100 % ……………..……(5)
Maka,
Setup and adjustment losses = x 100 %
Setup and adjustment losses = 1.52%
41
Berikut adalah hasil perhitungan persentase setup and adjustment losses yang
ditampilkan pada tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Perhitungan Persentase Setup & Adjustment Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Setup Time
(Menit)
Setup &
Adjustment
Losses
(%)
Januari 37440 570 1.52%
Februari 38880 465 1.20%
Maret 43200 295 0.68%
April 41760 605 1.45%
Mei 34560 815 2.36%
Juni 37440 754 2.01%
Juli 24480 340 1.39%
Agustus 36000 580 1.61%
September 33120 325 0.98%
Oktober 31680 440 1.39%
November 33120 683 2.06%
Desember 31680 695 2.19%
Total 423,360 6,567
Berdasarkan tabel 4.7 perhitungan persentase setup and adjustment losses
diatas dapat disimpulkan bahwa setup and adjustment tertinggi terjadi pada bulan
Mei 2017 yaitu sebesar 2.36%. Hal ini dikarenakan banyaknya waktu setting
untuk untuk pergantian produk dengan spesifikasi yang berbeda dari produk
sebelumnya. Sedangkan setup and adjustment terendah ada pada bulan Maret
2017 yaitu sebesar 0.68%.
42
4.2.5.2. Losses Pada Performance Rate
Losses pada performance rate terdiri dari 2 jenis losses yaitu idling and minor
stoppages losses dan reduce speed losses. Idling and minor stoppages losses
disebabkan oleh berhentinya mesin karena adanya permasalahan sementara,
seperti mesin mengalami trouble, atau mesin menganggur (idle). Rumus untuk
menghitung idling and minor stoppages losses adalah sebagai berikut :
Idling and minor stopagges losses = x 100 % …....(6)
Maka,
Idling and minor stopagges losses = x 100 %
Idling and minor stoppages losses = 7,57%
Berikut adalah hasil perhitungan persentase idling and minor stoppages losses
yang ditampilkan pada tabel 4.8 berikut ini :
Tabel 4.8 Perhitungan Persentase Idling & Minor Stoppages Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Idle Time
(Menit)
Idling & Minor
Stoppages Losses
(%)
Januari 37440 2835 7.57%
Februari 38880 1300 3.34%
Maret 43200 450 1.04%
April 41760 0 0.00%
Mei 34560 1040 3.01%
Juni 37440 2770 7.40%
Juli 24480 1830 7.48%
Agustus 36000 3710 10.31%
September 33120 490 1.48%
Oktober 31680 6975 22.02%
November 33120 3940 11.90%
Desember 31680 6820 21.53%
Total 423,360 32,160
43
Berdasarkan tabel 4.8 perhitungan persentase idling and minor stoppages
losses diatas dapat disimpulkan bahwa idling and minor stoppages losses tertinggi
terjadi pada bulan Oktober 2017 yaitu sebesar 22.02%. Hal ini banyak terjadi
dikarenakan pada bulan tersebut banyaknya waktu menganggur akibat tidak
adanya orderan (product request) dari departemen PPIC. Sedangkan idling and
minor stoppages losses terendah sekaligus menjadi pencapaian terbaik ada pada
bulan April 2017 yaitu sebesar 0,00%.
Sedangkan reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena
adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk
mesin tersebut. Untuk mengukur kerugian ini yaitu dengan membandingkan
kapasitas ideal dengan beban kerja aktual. Rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut :
Speed losses = x 100 % ....(7)
Maka,
Speed losses = x 100 %
Speed losses = 5,57%
Berikut adalah hasil perhitungan persentase reduce speed losses yang
ditampilkan pada tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses
Periode Input
(Kg)
Loading
Time
(Menit)
Operation
Time
(Menit)
Ideal Cycle
Time
(Menit/Kg)
Speed
Losses
(%)
Januari 59139 37440 34350 0.5455537 5.57%
Februari 66808 38880 37580 0.5455537 2.91%
Maret 28082 43200 18490 0.5455537 7.34%
April 72261 41760 41595 0.5455537 5.20%
Mei 52436 34560 32365 0.5455537 10.87%
Juni 61330 37440 34660 0.5455537 3.21%
44
Tabel 4.9 Perhitungan Persentase Reduce Speed Losses (lanjutan)
Periode Input
(Kg)
Loading
Time
(Menit)
Operation
Time
(Menit)
Ideal Cycle
Time
(Menit/Kg)
Speed
Losses
(%)
Juli 37788 24480 22515 0.5455537 7.76%
Agustus 43255 36000 26705 0.5455537 8.63%
September 34371 33120 19265 0.5455537 1.55%
Oktober 40121 31680 22645 0.5455537 2.39%
November 46824 33120 26330 0.5455537 2.37%
Desember 38871 31680 22690 0.5455537 4.68%
Total 581,286 423,360 339,190
Berdasarkan tabel 4.9 hasil perhitungan persentase speed losses diatas dapat
disimpulkan bahwa speed losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017 yaitu
sebesar 10.87%. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan spek material properties
yang menyebabkan kecepatan proses produksi pada mesin tidak sesuai dengan
kecepatan yang sudah didesain pada mesin tersebut. Juga dikarenakan film
blocking pada kecepatan tertentu, disebabkan suhu ruangan yang panas atau melt
temperature yang terlalu tinggi. Sedangkan speed losses terendah ada pada bulan
September 2017 yaitu sebesar 1.55%.
4.2.5.3. Losses Pada Rate Of Quality
Losses pada rate of quality juga terdiri dari 2 jenis losses yaitu quality defect
losses dan yield losses. Quality defect losses disebabkan disebabkan karena pada
saat proses produksi berlangsung terjadi kecacatan produk yang dihasilkan.
Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi perlu dirework atau dibuat scrap.
Untuk melakukan proses rework dan membuat material menjadi scrap juga
merupakan bentuk kerugian bagi perusahaan karena harus mengeluarkan ongkos
untuk mengerjakannya.
45
Rumus untuk menghitung quality defect losses ini adalah sebagai berikut :
Quality defect = x 100 % ……….(8)
Maka,
Quality defect losses = x 100 %
Quality defect losses = 1.10%
Berikut adalah hasil perhitungan persentase quality defect losses yang
ditampilkan pada tabel 4.10 dibawah ini :
Tabel 4.10 Perhitungan Persentase Quality Defect Losses
Periode Produk Cacat
(Kg)
Loading Time
(Menit)
Ideal Cycle
Time
(Menit)
Quality
Defect Losses
(%)
Januari 758 37440 0.5455537 1.10%
Februari 478 38880 0.5455537 0.67%
Maret 443 43200 0.5455537 0.56%
April 713 41760 0.5455537 0.93%
Mei 631 34560 0.5455537 1.00%
Juni 446 37440 0.5455537 0.65%
Juli 375 24480 0.5455537 0.84%
Agustus 427 36000 0.5455537 0.65%
September 355 33120 0.5455537 0.58%
Oktober 367 31680 0.5455537 0.63%
November 227 33120 0.5455537 0.37%
Desember 339 31680 0.5455537 0.58%
Total 5,559 423,360
46
Berdasarkan tabel 4.10 hasil perhitungan persentase quality defect losses
diatas dapat disimpulkan bahwa quality defect losses tertinggi terjadi pada bulan
Januari 2017 yaitu sebesar 1.10%. Hal ini disebabkan adanya proses rework pada
satu produk akibat defect pada produk tersebut. Sedangkan quality defect losses
terendah ada pada bulan November 2017 yaitu sebesar 0.37%.
Sedangkan yield losses terjadi dikarenakan bahan baku terbuang (waste).
Bentuk dari kerugian ini yaitu kerugian material akibat desain produk dan metode
manufaktur serta kerugian penyesuaian (setting) karena cacat kualitas produk
yang diproduksi pada saat awal proses produksi atau saat terjadi pergantian
spesifikasi produk. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
Yield losses = x 100 %
…....(9)
Maka,
Yield losses = x 100 %
Yield losses = 1.33%
Hasil perhitungan persentase yield losses dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut
ini :
Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses
Periode
Produk Cacat
Saat Setting
(Kg)
Loading Time
(Menit)
Ideal Cyle
Time
(Menit/Kg)
Yield Losses
(%)
Januari 913 37440 0.5455537 1.33%
Februari 786 38880 0.5455537 1.10%
Maret 531 43200 0.5455537 0.67%
April 984 41760 0.5455537 1.29%
Mei 1267 34560 0.5455537 2.00%
Juni 1272 37440 0.5455537 1.85%
47
Tabel 4.11 Perhitungan Persentase Yield Losses (lanjutan)
Periode
Produk Cacat
Saat Setting
(Kg)
Loading Time
(Menit)
Ideal Cyle
Time
(Menit/Kg)
Yield Losses
(%)
Juli 583 24480 0.5455537 1.30%
Agustus 962 36000 0.5455537 1.46%
September 512 33120 0.5455537 0.84%
Oktober 684 31680 0.5455537 1.18%
November 1024 33120 0.5455537 1.69%
Desember 1148 31680 0.5455537 1.98%
Total 10,666 423,360
Berdasarkan tabel 4.11 hasil perhitungan persentase yield losses diatas dapat
disimpulkan bahwa persentase yield losses tertinggi terjadi pada bulan Mei 2017
sebesar 2.00%. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut kuantitas dari produk satu
ke produk lainnya pendek-pendek, sehingga seringnya dilakukan setting produk
dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Ditambah saat melakukan adjustment
produk, dilakukan pada saat mesin tetap keadaan jalan.Dan persentase yield losses
terendah ada pada bulan Maret 2017 sebesar 0.67%.
4.2.6. Rekapitulasi Time Losses Pada Six Big Losses
Rekapitulasi time losses pada six big losses dilakukan untuk mencari tahu
seberapa besar total waktu yang terbuang atau tidak produktif pada mesin blown
film di tahun 2017. Kemudian akan diukur persentase dari masing-masing six big
losses sehingga dapat diketahui jenis losses apa yang memiliki persentase
tertinggi, yang nantinya akan dilakukan langkah-langkah perbaikan yang tepat
untuk menyelesaikan kerugian ini.
4.2.6.1. Total Time Losses Pada Breakdown Losses
Setelah pada sub bab sebelumnya telah menghitung nilai persentase dari
breakdown losses, maka untuk menghitung berapa besar total time losses pada
breakdown losses ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
48
TL breakdown = x Loading time
Maka,
TL breakdown = x 37440
TL breakdown = 255 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada breakdown losses
yang ditunjukkan pada tabel 4.12 dibawah ini :
Tabel 4.12 Perhitungan Total Time Losses Pada Breakdown Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Breakdown
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 0.68% 255
Februari 38880 0.00% 0
Maret 43200 56.16% 24260
April 41760 0.40% 165
Mei 34560 3.34% 1155
Juni 37440 0.03% 10
Juli 24480 0.55% 135
Agustus 36000 15.51% 5585
September 33120 40.35% 13365
Oktober 31680 6.50% 2060
November 33120 8.61% 2850
Desember 31680 6.85% 2170
Total 423,360 52,010
Berdasarkan tabel 4.12 perhitungan total time losses pada breakdown losses
diatas maka dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang
diakibatkan dari breakdown losses sepanjang 2017 adalah sebesar 52,010 menit
atau 867 jam.
49
4.2.6.2. Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses
Sama halnya dengan menghitung total time losses pada breakdown losses,
bahwa untuk menghitung total time losses pada setup & adjustment losses dapat
dihitung dengan rumus berikut ini :
TL setup & adjustment = x loading time
Maka,
TL setup & adjustment = x 37440
TL setup & adjustment = 570 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada setup & adjustment
losses yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dibawah ini :
Tabel 4.13 Perhitungan Total Time Losses Pada Setup & Adjustment Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Setup &
adjustment
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 1.52% 570
Februari 38880 1.20% 465
Maret 43200 0.68% 295
April 41760 1.45% 605
Mei 34560 2.36% 815
Juni 37440 2.01% 754
Juli 24480 1.39% 340
Agustus 36000 1.61% 580
September 33120 0.98% 325
Oktober 31680 1.39% 440
November 33120 2.06% 683
Desember 31680 2.19% 695
Total 423,360 6,567
50
Berdasarkan tabel 4.13 total time losses pada setup & adjustment losses
diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan
dari setup & adjustment losses sepanjang 2017 sebesar 6,567 menit 110 jam.
4.2.6.3. Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses
Untuk menghitung total time losses pada reduce speed losses dapat dihitung
dengan rumus berikut ini :
TL speed losses = x loading time
Maka,
TL speed losses = x 37440
TL speed losses = 2086 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada reduce speed losses
yang ditunjukkan pada tabel 4.14 dibawah ini :
Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Reduce Speed
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 5.57% 2086
Februari 38880 2.91% 1133
Maret 43200 7.34% 3170
April 41760 5.20% 2173
Mei 34560 10.87% 3758
Juni 37440 3.21% 1201
Juli 24480 7.76% 1900
Agustus 36000 8.63% 3107
September 33120 1.55% 514
51
Tabel 4.14 Perhitungan Total Time Losses Pada Reduce Speed Losses (lanjutan)
Periode Loading Time
(Menit)
Reduce Speed
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Oktober 31680 2.39% 757
November 33120 2.37% 785
Desember 31680 4.68% 1484
Total 423,360 22,067
Berdasarkan tabel 4.14 total time losses pada reduce speed losses diatas
dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari
reduce speed losses sepanjang 2017 adalah sebesar 22,067 menit atau 368 jam.
4.2.6.4. Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses
Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses
dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
TL Idling & minor stoppages = x loading time
Maka,
TL Idling & minor stoppages = x 37440
TL Idling & minor stoppages = 2835 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada idling & minor
stoppages losses yang ditunjukkan pada tabel 4.15 dibawah ini :
52
Tabel 4.15 Total Time Losses Pada Idling & Minor Stoppages Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Idling&Minor
Stoppages
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 7.57% 2835
Februari 38880 3.34% 1300
Maret 43200 1.04% 450
April 41760 0.00% 0
Mei 34560 3.01% 1040
Juni 37440 7.40% 2770
Juli 24480 7.48% 1830
Agustus 36000 10.31% 3710
September 33120 1.48% 490
Oktober 31680 22.02% 6975
November 33120 11.90% 3940
Desember 31680 21.53% 6820
Total 423,360 32,160
Berdasarkan tabel 4.15 total time losses pada idling & minor stoppages
losses diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang
diakibatkan dari idling & minor stoppages losses sepanjang 2017 adalah sebesar
32,160 menit atau 536 jam.
4.2.6.5. Total Time Losses Pada Quality Defect Losses
Untuk menghitung total time losses pada idling & minor stoppages losses
dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
TL quality defect = x loading time
53
Maka,
TL quality defect losses = x 37440
TL quality defect losses = 414 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada quality defect losses
yang ditunjukkan pada tabel 4.16 dibawah ini :
Tabel 4.16 Total Time Losses Pada Quality Defect Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Quality Defect
Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 1.10% 414
Februari 38880 0.67% 261
Maret 43200 0.56% 242
April 41760 0.93% 389
Mei 34560 1.00% 344
Juni 37440 0.65% 243
Juli 24480 0.84% 205
Agustus 36000 0.65% 233
September 33120 0.58% 194
Oktober 31680 0.63% 200
November 33120 0.37% 124
Desember 31680 0.58% 185
Total 423,360 3,033
Berdasarkan tabel 4.16 total time losses pada quality defect losses diatas
dapat disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif yang diakibatkan dari
quality defect losses sepanjang 2017 adalah sebesar 3,033 menit atau 51 jam.
54
4.2.6.6. Total Time Losses Pada Yield Losses
Terakhir, total time losses dari komponen six big losses yang akan dihitung
yaitu komponen yield losses. Untuk menghitung total time losses pada yield losses
dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
TL yield losses = x loading time
Maka,
TL yield losses = x 37440
TL yield losses = 498,091 menit
Berikut adalah hasil perhitungan total time losses pada yield losses yang
ditunjukkan pada tabel 4.17 dibawah ini :
Tabel 4.17 Total Time Losses Pada Yield Losses
Periode Loading Time
(Menit)
Yield Losses
(%)
Total Time
Losses
(Menit)
Januari 37440 1.33% 498
Februari 38880 1.10% 429
Maret 43200 0.67% 290
April 41760 1.29% 537
Mei 34560 2.00% 691
Juni 37440 1.85% 694
Juli 24480 1.30% 318
Agustus 36000 1.46% 525
September 33120 0.84% 279
Oktober 31680 1.18% 373
November 33120 1.69% 559
Desember 31680 1.98% 626
Total 423,360 5,819
55
Berdasarkan tabel 4.17 total time losses pada yield losses diatas dapat
disimpulkan bahwa total waktu yang tidak produktif atau terbuang yang
diakibatkan dari yield losses sepanjang 2017 adalah sebesar 5,819 menit atau 97
jam.
4.2.6.7. Hasil Rekap Total Time Losses Six Big Losses
Setelah menghitung total time losses pada masing-masing komponen six big
losses, maka selanjutnya dilakukan rekap persentase time losses tersebut secara
komulatif untuk mengetahui besar kontribusi masing-masing faktor dalam
mempengaruhi tingkat efektivitas (OEE) pada mesin blown film extrusion 2017.
Hasil rekap persentase komulatif time losses pada komponen six big losses
tahun 2017 ditunjukkan pada tabel 4.18 berikut ini :
Tabel 4.18 Hasil Rekap Persentase Komulatif Time Losses
Berdasarkan tabel 4.18 hasil rekap persentase komulatif time losses diatas
dapat disimpulkan bahwa total waktu yang terbuang pada tahun 2017 adalah
sebesar 153,816 menit atau 2,564 jam dari total loading time selama tahun 2017
sebesar 423,360 menit (7.056 jam). Diketahui sistem kerja bagian blown film
adalah sistem 3-1 dan mempunyai regu sebanyak 4 regu. Sebagai faktor
penghambat efektivitas mesin tertinggi diantara keenam komponen six big losses
Six Big
Losses
Total Time
Losses
(Menit)
Persentase
(%)
Persentase
Komulatif
(%)
Breakdown Losses 52,010 42.75% 42.75%
Setup & Adjustment Losses 6,567 5.40% 48.15%
Idling & Minor Stoppages Losses 32,160 26.44% 74.58%
Speed Losses 22,067 18.14% 92.72%
Quality Defect Losses 3,033 2.49% 95.22%
Yield Losses 5,819 4.78% 100.00%
Total 153,816 100.000
56
yaitu breakdown losses (tanda yang berwarna merah) dengan catatan waktu
52,010 menit atau sebesar 42.75%, diikuti dengan idling and minor stoppages
losses (26.44%), speed losses (18.14%), setup and adjustment losses (5.40%),
yield losses (4,78%), dan terakhir quality defect losses dengan persentase terkecil
yaitu 2.49%.
4.3. Analisis Diagram Pareto dan Cause and Effect Diagram
Setelah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat OEE mesin
blown fim pada tahun 2017, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi dan
memecahkan masalah yang telah menyebabkan tingginya time losses yang
terdapat pada komponen six big losses tersebut dengan tools diagram pareto dan
cause and effect diagram.
4.3.1 Analisis Diagram Pareto
Diagram pareto ini dipakai untuk menganalisis six big losses, agar dapat
menentukan hal-hal yang menjadi prioritas dan dominan dalam menganalisis dan
mengatasi time losses tersebut.. Dengan menyelesaikan faktor dominan tersebut
maka masalah dapat teratasi dengan signifikan. Berikut ini adalah gambar 4.8
diagram pareto six big losses yang terjadi pada mesin blown film tahun 2017 :
Gambar 4.8 Pareto Diagram Six Big Losses
57
Berdasarkan gambar 4.8 diagram pareto six big losses diatas dapat
disimpulkan bahwa losses yang paling dominan yang menghambat produktivitas
mesin blown film adalah breakdown losses. Hal ini berarti masalah breakdown ini
merupakan masalah yang paling prioritas yang harus diatasi untuk mencapai
peningkatan nilai OEE yang signifikan. Akan tetapi keseluruhan dari six big
losses ini tetap harus diatasi untuk menekan time losses seminimum mungkin
sehingga peningkatan produktivitas mesin blown film dapat tercapai.
4.3.2 Analisis Cause And Effect Diagram
Setelah mengetahui masalah-masalah yang menyebabkan adanya time losses
berdasarkan six big losses yang telah dianalisis pada pareto chart, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor penyebab dari masing-masing six
big losses dengan menggunakan tools diagram sebab akibat.
Diagram sebab akibat atau lebih sering disebut dengan diagram tulang ikan
adalah gambar pengubahan dari garis dan simbol yang dibuat untuk
menggambarkan permasalahan yang ada sekaligus menyajikan penyebab-
penyebab terjadinya masalah tersebut dengan mengklasifikasikannya berdasarkan
penyebab utama. Diagram ini sering digunakan untuk membantu mengidentifikasi
akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide-ide untuk
mencari solusi suatu masalah, dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian
fakta lebih lanjut. Disamping itu dari sisi kualitas maka cause and effect diagram
sering digunakan untuk menyimpulkan penyebab-penyebab variasi dalam proses,
dan untuk mengidentifikasi kategori dan sub-kategori penyebab-penyebab yang
mempengaruhi karakteristik kualitas tertentu.
Dengan demikian atas penjelasan diatas maka cause and effect diagram ini
akan digunakan untuk menganalisis dan menentukan faktor penyebab utama
terjadinya breakdown losses, idling and minor stoppages losses, speed losses,
setup and adjustment losses, yield losses, serta quality defect losses yang akan
dibahas satu persatu. Faktor penyebab dari adanya six big losses ini bisa saja
memiliki faktor penyebab yang sama, karena secara teknis kegagalan atau
kerusakan yang terjadi pada satu fungsi memiliki keterkaitan antara jenis satu
losses dengan losses lainnya.
58
Berdasarkan pareto chart sebelumnya bahwa losses tertinggi dari
keseluruhan six big losses adalah breakdown losses sebesar 42.75%. Sehingga
dengan demikian terlebih dahulu akan dicari faktor penyebab dari masalah
breakdown losses ini. Berikut ini adalah gambar 4.9 yaitu analisis cause and effect
diagram untuk masalah pada breakdown losses yang terjadi pada mesin blown
film :
59
Planning PPIC
Tidak ada perawatan Penjadwalan tidak teratur Stok material existing habis
Umur pakai adanya produk baru
Adanaya produk urgent Trial material pengganti
AC mati Mencari output banyak Komposisi material baru
Supplier
Terkena hujan saat shipping
Temperatur ruangan panas
Penyimpanan tidak aman
Bahan baku lembab
Carbon brush pendek Umur pakai
Umur pakai usang Umur pakai sudah lama
Stok habis Kerusakan mixer bahan baku
Terlambat ganti Kerusakan motor extruder
Gear sudah aus
Tidak dikontrol Gearbox Aus Listrik mati mendadak
Tidak ada jadwal service Overload Over capacity
Tidak ganti oli Kebijakan PLN Tidak ada jadwal perawatan
Troughput melebihi kapasitas Tidak dikontrol
Tidak di kontrol
Ampere tidak stabil Tidak dikontrol
Demotivasi Tidak ada jadwal service Kalibrasi die head
Corona Treatment rusak
Tidak ada pelatihan Power ampere berlebihan Dies kotor
Karet roll bocor Blower mati
Pengetahuan kurang Listrik tidak stabil Tidak ada perawatan Polymer degradasi Dielips tidak presisi
Tidak dikontrol Umur pakai
Human error Electroda kotor Overheating Baut adjuster kendor
Tidak dirawat
Tidak memiliki kesadaran Controller temperatur mati Getaran mesin
Grace/gemuk habis Motor rotary rusak
Tidak ada perawatan Umur pakai
Tidak dikontrol Gear aus Umur pakai Umur pakai lama
BREAKDOWN LOSSES
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
MACHINEMAN
Ketebalan tidak stabil
Kualitas material jelek
Setting throughput melebihi kapasitas
Gambar 4.9 Analisis Sebab Akibat Breakdown Losses
60
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mesin tidak dapat beroperasi (breakdown). Namun faktor-faktor yang paling
dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan mesin breakdown dapat dilihat
pada tabel 4.19 yaitu tabel faktor penyebab breakdown losses dibawah ini :
Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses
No. Masalah Penyebab Masalah Akibat
1.
Kerusakan pada motor
extruder yang tidak
berfungsi
Kerusakan pada komponen
motor (Carbon brush
pendek, kuningan tidak
rata)
Mesin tidak bisa
beroperasi karena
screw (jantung
mesin tidak
berputar Overload (Throughput
melebihi kapasitas) karena
tidak dikontrol
2. Mixer bahan baku tidak
bisa berputar
Gear aus karena pemakaian
sering overload
Tidak bisa running
dengan formula
bahan baku
campuran
3. Corona treatment tidak
berfungsi
Fuse putus, electrode kotor,
exhaust mati
Mesin tidak bisa
running karena
hasil Film tidak ada
corona
4. Kalibrasi diehead
Variation thickness tidak
stabil karena dielips tidak
presisi
Mesin tidak bisa
running karena
menunggu kalibrasi
dies minimal 3 jam
5. Motor rotary tidak
berfungsi
Gear aus karena grace
(gemuk) habis
Mesin tidak bisa
running karena
jumbo (hasil
gulungan) akan
tirus
6. Kualitas material jelek Material lembab
Hasil Film keluar
Gel (Bintik)
Mesin tidak
running karena
Overhaul extruder
dan dies untuk
dibersihkan
61
Tabel 4.19 Faktor Penyebab Breakdown Losses (Lanjutan)
No. Masalah Penyebab Masalah Akibat
7. Kualitas material jelek
Adanya material baru
karena stok material
existing habis
Hasil Film keluar
Gel (Bintik)
Mesin tidak
running karena
Overhaul extruder
dan dies untuk
dibersihkan
8. Settingan Throughput
melebihi kapasitas mesin
Mengejar output supaya
banyak, adanya produk
urgent
Motor extruder
overload
9.
Hasil extrusion tidak bagus
karena temperatur ruangan
panas
AC mati
Film bergaris
(dieline)
Mesin harus
berhenti untuk
penurunan
temperatur
Berdasarkan tabel 4.19 diatas diketahui bahwa masalah yang diberi warna
merah adalah masalah yang sering terjadi selama tahun 2017 dan untuk waktu
perbaikannya memiliki waktu yang sangat lama yaitu minimal 1 minggu lama
perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang
sering terjadi namun waktu perbaikan lebih cepat yaitu maksimum 5 jam lama
perbaikan. Dan pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang jarang
terjadi dan jika terjadi harus diperbaiki dengan waktu yang lebih cepat yaitu
maksimal 3 jam lama perbaikan. Sedangkan masalah yang diberi warna hijau
adalah masalah yang juga jarang terjadi namun jika terjadi maka waktu
perbaikannya lama yaitu minimal 1 hari lama perbaikan.
Berikutnya adalah analisis cause and effect diagram untuk masalah pada
idling and minor stoppages losses yang terjadi pada mesin blown film yang dapat
dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini :
62
Supplier
Tidak paham/lupa
LT pengiriman lama
Suhu ruangan panas Tidak konsentrasi
Stok habis
AC split rusak
Umur pakai
Tidak ada perawatan
Tidak ada perawatan
Umur pakai sudah lama Gesekan dengan film
Tidak ada trainning Hidraulic malfungsi Holder pisau tajam
As Macet Film blocking/baret
Tidak paham troubleshooting
Flying knives macet Pisau Lateral tumpul
Tidak konsentrasi Tidak ada perawatan Umur pakai sudah lama
Mesin menganggur
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
Salah pasang jalur film
Human error
Bahan baku kurang
Film bergulung di winder roll
MAN MACHINE
IDLING & MINOR
STOPPAGES LOSSES
Tidak ada order
Demotivasi
Gambar 4.10 Analisis Sebab Akibat Idling and Minor Stoppages Losses
63
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
mesin tidak dapat beroperasi sebentar atau mesin menganggur. Namun faktor-
faktor yang paling dominan dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya
idling and minor stoppages losses dapat dilihat pada tabel 4.20 yaitu tabel faktor
penyebab idling and minor stoppages losses dibawah ini :
Tabel 4.20 Faktor Penyebab Idling And Minor Stoppages Losses
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
1. Film bergulung di winder
roll Flying knives kadang macet
Mesin berhenti
sementara untuk
membuang film
yang tergulung di
winder roll
2. Film blocking atau bergaris
bekas pisau
Pisau lateral sudah tumpul
karena umur pakai
Mesin berhenti
sementara untuk
pergantian pisau
dan meratakan
holder pisau
3. Mesin menganggur Tidak ada order dari PPIC
Mesin tidak
beroperasi sampai
menunggu orderan
dari PPIC
4. Bahan baku kurang (stok
habis) Lead time pengiriman lama
Mesin menganggur
karena menunggu
persediaan bahan
baku
5. Jalur (alur) film salah Lupa/tidak konsentrasi
Mesin berhenti
untuk setup ulang
jalur film
6. Suhu ruangan panas AC mati Bubble tidak stabil
64
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna
merah yaitu mesin menganggur adalah masalah yang paling sering terjadi dengan
kehilangan waktu yang sangat banyak dan merupakan faktor yang sering
menyebabkan operator diliburkan sepanjang tahun 2017. Sedangkan masalah
yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun bisa diatasi
dalam waktu yang cepat (maksimal 1 jam), dan juga dapat diatasi dalam keadaan
mesin tetap running, namun mengakibatkan adanya waste of material selama
dilakukan problem solving. Untuk masalah yang diberi warna biru adalah masalah
yang sangat jarang terjadi dan apabila terjadi maka waktu yang terbuang akibat
mesin manganggur yaitu maksimal 24 jam untuk menunggu datangnya material,
karena kebanyakan material untuk mesin blown film banyak didatangkan dari
supplier lokal. Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang
juga jarang terjadi dan apabila terjadi dapat diatasi dengan waktu yang tidak lama
yaitu maksimal 20 menit.
Berikutnya adalah menganalisis faktor penyebab pada masalah reduce speed
losses. Yang mana reduce speed losses adalah kerugian yang disebabkan karena
adanya pengurangan kecepatan produksi dari kecepatan yang didesain untuk
mesin tersebut. Sama halnya dengan factor utama penyebab losses sebelumnya
bahwa pengurangan kecepatan atau reduce speed losses ini juga disebabkan oleh
karena beberapa faktor,yaitu faktor mesin, material, metode, lingkungan, dan
manusia.
Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah speed
losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan
pada gambar 4.11 berikut ini :
65
Operator pilih-pilih urutan
Stok material habis
Suhu ruangan panas adanya produk urgent
Material properties berbeda dengan existing
AC split rusak Urutan produksi berantakan
Umur pakai Adanya material pengganti
Tidak ada perawatan Trial
Contoller temperatur mati
Over melt temperatur
Film blocking Umur pakai sudah lama
Umur pakai sudah lama
Tidak ada trainning Ruangan panas Motor extruder lemah
Rotary aus Tidak ada perawatan
Tidak paham cara kerja mesin Bearing rotary joint tidak presisi Motor trip
Tidak ada perawatan
Human error
Umur pakai sudah lama
AS kopel patah
Tidak ada perawatan
MAN MACHINE
Chiller mati
Tidak ada perawatan
Demotivasi
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
SPEED LOSSES
Belum ada penjadwalan
maintenance
Gambar 4.11 Analisis Sebab Akibat Speed Losses
66
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kecepatan mesin berkurang dari kapasitas. Namun faktor-faktor yang paling dominan
dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya speed losses dapat dilihat pada tabel
4.21 yaitu tabel faktor penyebab speed losses dibawah ini :
Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
1. Motor extruder lemah
Terlambat/tidak ada
perawatan pada komponen
motor extruder
Output dikurangi
untuk antisipasi
breakdown motor
extruder
2. Pendingin chiller tidak
berfungsi
Air shaft couple patah Speed dikurangi
mengimbangi
throughput yang
berkurang akibat
proses ekstrusi
tidak stabil
Motor pompa trip
3. Film blocking
Overheating Film sulit dibelah
karena film
blocking Controller temperature
malfunction
4.
Bearing rotary joint pada
press roll tidak berputar
sempurna
Bearing aus Putaran roll press
tersendat
5.
Kualitas material
pengganti berbeda dengan
yang existing
Stok material existing habis
Melt pressure lebih
rendah (tidak sama
dengan yang
biasanya)
6.
Urutan proses untuk
pergantian produk
berantakan
Adanya produk urgent Seringnya terjadi
perubahan spek
produk yang
extreme Operator pilih-pilih urutan
7. Suhu ruangan panas AC rusak karena tidak ada
perawatan
Film sering bloking
Geometry bubble
tidak stabil
67
Tabel 4.21 Faktor Penyebab Speed Losses (lanjutan)
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
8. Human error
Tidak memahami cara kerja
mesin (operator baru) Kurang responsive
terhadap keadaan
perubahan kondisi
operasi Kurang
konsentrasi/demotivasi
Berdasarkan tabel 4.21 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi warna
merah adalah masalah yang sering terjadi dan memang cara untuk mengatasinya
ketika mesin sedang running yaitu dengan menurunkan line speed secara mesin secara
manual untuk menghindari terjadinya breakdown pada mesin ataupun untuk
menghindari produk cacat misalanya pada film bloking.
Sedangkan masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang jarang
terjadi, dan bila terjadi maka line speed mesin akan turun secara otomatis seiring
dengan adanya perubahan pada proses ektrusi.
Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang sangat jarang
terjadi, dan bila terjadi maka cara mengatasinya ketika mesin sedang running adalah
dengan menurunkan line speed mesin secara manual untuk menghindari terjadinya
breakdown.
Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya setup and adjustment losses pada
mesin blown film sepnajang tahun 2017. Yang mana setup and adjustment losses ini
adalah kerugian yang terjadi dari akibat perubahan kondisi operasi, seperti dimulainya
proses produksi atau dimulainya pergantian shift, pergantian spesifikasi produk, dan
perubahan penyesuaian (setting).
Berikut ini adalah analisis cause and effect diagram pada masalah setup and
adjusment losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun 2017 yang
ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut ini :
68
Tidak konsentrasi
Kurang Pengetahuan Salah perhitungan
Cara setting tidak efisien
Operator pilih-pilih urutan Material berlebih
Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan Stok material habis
Material properties berbeda dengan existing
AC split rusak Frekuensi pergantian produk banyak
Umur pakai Adanya material pengganti
Tidak ada perawatan Setting manual Trial produk/bahan baru
Umur pakai sudah lama
Heater lama panas
Kondisi kesehatan Settingan sebelumnya rendah Tidak ada perawatan
Operator grogi Melt temp. terlalu rendah
Tidak ada trainning Controller ada yang tidak aktif
Umur pakai sudah lama Temparatur overheat
Tidak paham cara kerja mesin Octagon auto rusak Screw speed RPM tinggi
Tidak ada perawatan Mengejar Throughput 110Kg/jam
Human error Collapsing frame masih manual
Desain mesin masih konvensionalTidak konsentrasi
MAN MACHINE
SETUP & ADJUSTMENT
LOSSES
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
Octagon tidak berfungsi
Perbedaan cuaca
siang malam
Gambar 4.12 Analisis Sebab Akibat Setup and Adjustment Losses
69
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya setup and adjustment losses. Namun faktor-faktor yang paling dominan
dan sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya setup and adjustment losses
dapat dilihat pada tabel 4.22 yaitu tabel faktor penyebab setup and adjustment
losses dibawah ini :
Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
1. Collapsing frame masih
manual Desain konvensional
Setting manual
dengan cara
membuka atau
menutup frame
yang berada dilantai
3
2. Octagon auto setting tidak
berfungsi
Tidak ada perawatan Setting line speed
manual
Umur pakai sudah lama
Harus mengecek
secara manual
ketebalan film
sampai sesuai spek
sebelum masspro
3. Temperatur overheat Controller temperature ada
yang tidak aktif
Film bergaris atau
gel karena
temperatur terlalu
panas
Menunggu
penurunan
temperatur
4. Melt temperature terlalu
rendah Heater lama panas
Tampilan film
seperti “kulit jeruk”
5. Material pada satu produk
berlebih Salah perhitungan
Over processing,
karena harus
menunggu sampai
material untuk
produk sebelumnya
habis
70
Tabel 4.22 Faktor Penyebab Setup and Adjustment Losses (lanjutan)
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
7. Frekuensi pergantian
produk banyak
Urutan produksi berantakan Banyak pergantian
spek produk secara
extreme Operator pilih-pilih
8. Human error Tidak konsentrasi Proses adjustment
terlalu lama Sebatas mengetahui SOP
9. Suhu ruangan berbeda
setiap pergantian shift
Perbedaan cuaca antara
siang hari dan malam hari
Terjadi perubahan
operating condition
setiap pergantian
shift untuk kualitas
produk yang OK
Berdasarkan tabel 4.22 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi
warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan
waktunya dapat dikurangi bila dilakukan dengan cara yang tepat. Misalkan pada
masalah cara setting yang kurang efisisen. Seringkali operator mengerjakan produk
tanpa mempertimbangkan produk untuk proses selanjutnya. Misalkan pada saat
sedang proses produk yang spesifikasinya yang memakai temperatur standar yaitu
175 derajat celcius, kemudian produk selanjutnya biasanya diproses dengan
temperatur yang lebih tinggi yaitu 200 derajat celcius. Seringkali operator
melakukan perubahan setting temperatur pada saat setelah produk mulai diganti.
Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu panas yang diinginkan
menjadi lama. Padahal saat hendak menaikkan temperatur lebih baik dilakukan 30
menit sampai 45 menit sebelum pergantian produk. Sehingga pada saat produk
sudah berganti maka suhu panas yang diinginkan sudah tercapai.
Masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering terjadi namun
waktu yang terbuang tidak terlalu lama. Sedangkan masalah yang diberi warna
hijau adalah masalah yang normalnya tidak dapat dihindari. Dan masalah yang
diberi warna biru adalah masalah yang jarang terjadi.
71
Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya yield losses pada mesin blown film
sepnajang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect diagram
pada masalah yield losses yang terjadi pada mesin blown film sepanjang tahun
2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.12 dibawah ini :
72
Kurang Pengetahuan Salah perhitungan
Tidak ada perawatan Cara setting tidak efisien
Umur pakai Operator pilih-pilih urutan Material berlebih
AC split rusak
Suhu ruangan panas Urutan produksi berantakan Stok material habis
Material properties berbeda dengan existing
Pergantian shift Frekuensi pergantian produk banyak
Octagon tidak berfungsi Adanya material pengganti
Setting manual Trial produk/bahan baru
Kondisi kesehatan
Operator grogi Umur pakai sudah lama
Tidak ada trainning
Tidak paham cara kerja mesin Octagon auto rusak
Tidak ada perawatan
Human error Collapsing frame masih manual
Desain mesin masih konvensional
YIELD LOSSES
Tidak konsentrasi
MAN MACHINE
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
Gambar 4.13 Analisis Sebab Akibat Yield Losses
73
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya quality defect losses. Hampir sama dengan setup and adjustment losses,
namun yield losses ini penekanannya lebih kepada material yang terbuang akibat
penyesuaian untuk setting produk. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan
sering terjadi yang mengakibatkan terjadinya yield losses dapat dilihat pada tabel
4.23 yaitu tabel faktor penyebab yield losses dibawah ini :
Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
1. Collapsing frame masih
manual
Desain masih
konvensional
Setting manual
dengan cara
membuka atau
menutup frame yang
berada dilantai 3
2. Octagon auto setting tidak
berfungsi
Tidak ada perawatan Setting line speed
manual
Umur pakai sudah lama
Harus mengecek
secara manual
ketebalan film
sampai sesuai spek
sebelum masspro
3. Human error
Kurang konsentrasi Proses adjustment
terlalu lama
sehingga material
banyak terbuang
Kurang diberikan
trainning
4. Adanya material pengganti Stok material habis
Proses setting lama
karena mencari
kondisi operasi yang
terbaik
5. Material pada satu produk
berlebih Salah perhitungan
Over processing,
karena harus
menunggu sampai
material untuk
produk sebelumnya
habis
6. Cara setting kurang efisien Kurang pengetahuan
Waktu setting dan
material banyak
terbuang
74
Tabel 4.23 Faktor Penyebab Yield Losses (lanjutan)
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
7. Frekuensi pergantian
produk banyak
Urutan produksi berantakan Banyak pergantian
spek produk secara
extreme sehingga
material banyak
terbuang
Operator pilih-pilih
8. Suhu ruangan berbeda
setiap pergantian shift
Perbedaan cuaca antara
siang hari dan malam hari
Terjadi perubahan
operating condition
setiap pergantian
shift untuk kualitas
produk yang OK
Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi
warna merah adalah masalah yang sering terjadi namun durasi kehilangan
waktunya dapat dikurangi bila dilakukan langkah kerja dengan cara yang tepat.
Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang sering
terjadi namun waktu yang terbuang tidak terlalu lama sehingga material yang
terbuang juga tidak banyak, terkecuali pada masalah pada adanya produk pengganti.
Pada masalah ini material yang terbuang terbilang banyak akibat dari waktu setting
yang lama. Dikarenakan material baru ini memiliki properties yang berbeda
dengan material existing, sehingga kondisi operasi yang existing belum tentu sama
bila menggunakan material yang baru. Lamanya waktu untuk menemukan kondisi
operasi yang ideal menjadi penyebab banyaknya material yang terbuang
dikarenakan pada saat setting mesin tetap dalam keadaan running. Sehingga
dianjurkan untuk dilakukan pencatatan yang jelas ketika telah menemukan kondisi
operasi yang ideal tersebut saat menggunakan material pengganti ini.
Pada masalah yang diberikan warna biru adalah masalah yang jarang terjadi
dan bila terjadi juga material yang terbuang tidak begitu signifikan. Dan masalah
yang diberi warna hijau merupakan masalah yang tidak dapat dihilangkan, namun
kerugian dari material yang terbuang juga tidak begitu signifikan.
75
Selanjutnya yaitu menganalisis terjadinya quality defect losses pada mesin
blown film sepanjang tahun 2017. Dan berikut ini adalah analisis cause and effect
diagram pada masalah quality defect losses yang terjadi pada mesin blown film
sepanjang tahun 2017 yang ditunjukkan pada gambar 4.13 dibawah ini :
76
Tidak ambil sample Tidak/salah baca tabel formula
Tidak di check berkala
Tidak sesuai R&D
Suhu ruangan panas Tidak mengikuti SOP Penyimpanan tidak aman
Shipping kena hujan
AC split rusak Settingan temperatur tidak sesuai Resin basah
Umur pakai Kualitas PE jelek
Tidak ada perawatan Kotor
Supplier
Jarak dielips tidak presisi
Bubble diameter berubah-ubah
Thickness Variation Umur pakai sudah lama
Tidak ada trainning Tidak dikontrol Controller temp mati
Power treatment kecil Overheating
Tidak paham Troubleshooting Dyne level corona tidak standar Polymer degradasi
Jarak elektroda dengan film jauh
Human error Tension berlebihan
Film melt fracture
Tidak dikontrol Temp kurang panas
Heater mati
Demotivasi
MAN MACHINE
QUALITY DEFECT
LOSSES
Film gel bintik
ENVIRONMENT METHODE MATERIAL
Film defect
Salah komposisiSettingan power corona
terlalu kecil
Gambar 4.14 Analisis Sebab Akibat Quality Defect Losses
77
Diagram sebab akibat diatas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya quality defect losses. Dan faktor-faktor yang paling dominan dan sering
terjadi yang mengakibatkan terjadinya quality defect losses dapat dilihat pada tabel
4.24 yaitu tabel faktor penyebab quality defect losses dibawah ini :
Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
1. Film defect pada tampilan
visual
Controller temperature
tidak berfungsi
Tampilan film ada
bintik gel, atau
tampilan film
seperti kulit jeruk
2. Dyne level corona
treatment tidak standar
Pemberian power terlalu
kecil Hasil film LLDPE
tidak dapar diproses
untuk dry laminator
karena kualitas
bounding strength
yang kecil
Tension roll karet terlalu
tinggi
3. Ketebalan film tidak stabil
(Out of control)
Geometry bubble berubah-
ubah Hasil LLDPE di
reject karena range
ketebalan film jauh
dari toleransi QC Jarak celah dielips tidak
presisi
4. Kualitas material (PE) jelek
Kotor dari tempat
penyimpanan Hasil LLDPE akan
keluar Gel bintik Lembab karena terkena air
hujan
5. Salah komposisi material
Salah baca tabel formula
dari R&D
Film LLDPE tidak
bisa terpakai karena
komposisi material
yang berbeda untuk
tiap-tiap formula Kurang konsentrasi
6. Setting temperatur
salah/tidak sesuai
Kurang pengetahuan Kualitas film
(visually)
bermasalah Tidak mengikuti SOP
78
Tabel 4.24 Faktor Penyebab Quality Defect Losses (lanjutan)
No. Masalah Penyebab masalah Akibat
7. Suhu ruangan panas
AC tidak dingin Film sering bloking
karena panas
sehingga sulit
dibelah dengan
pisau lateral
Pergantian shift (beda
cuaca siang hari dan
malam hari)
8. Human error
Tidak fokus saat proses Saat ada
kotoran/serangga
bisa menempel di
LLDPE tanpa
diketahui Demotivasi
Berdasarkan tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa masalah yang diberi
warna merah adalah masalah yang sering terjadi, namun biasanya hanya terjadi
defect untuk beberapa menit saja sehingga banyak defect tidak begitu banyak untuk
tiap-tiap produk.
Sedangkan pada masalah yang diberi warna kuning adalah masalah yang
jarang terjadi namun tidak bisa dihindari. Dikarenakan adanya getaran mesin yang
begitu besar sehingga baut adjuster dielips bisa kendor seiring dengan waktu. Hal
ini yang membuat jarak pada celah dielips sudah tidak presisi yang menyebabkan
variasi ketebalan tidak stabil.
Pada masalah yang diberi warna biru adalah masalah yang sangat jarang
terjadi, namun bila terjadi maka waktu untuk mengatasinya memerlukan waktu
yang lama karena berhubungan dengan suhu ruangan yang mengikuti cuaca antara
siang hari dan malam hari.
Dan pada masalah yang diberi warna hijau adalah masalah yang jarang terjadi.
Bila terjadi kesalahan komposisi formula pada satu formula, maka produk tersebut
masih dapat digunakan untuk produk lain. Akan tetapi, meskipun komposisi
formula tadi sama, biasanya untuk spesifikasi lebar tetap berbeda namun tetap bisa
dipakai asalkan lebar film produk yang salah komposisi tadi harus lebih lebar
dengan produk yang akan dipakai sebagai produk penggannti nanti.
79
4.4 Penentuan Jenis strategi Perawatan Dengan Pendekatan TPM
Penentuan jenis perawatan dengan delapan pilar pendukung keberhasilan
TPM untuk masing-masing penyebab adanya six big losses perlu dilakukan untuk
meningkatkan nilai OEE ditahun berikutnya.
Strategi perawatan dengan rekomendasi delapan pilar TPM tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
4.4.1 Strategi Perawatan Untuk Breakdown Losses
Beberapa masalah yang dapat menyebabkan breakdown losses dan strategi
yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut adalah adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan motor extruder
Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan motor extruder adalah
preventive maintenance. Hal ini dikarenakan penyebab masalah kerusakan motor
extruder ini adalah terlambat mengganti carbon brush, throughput melebihi
kapasitas motor, dan jarang ganti oli pada gearbox. (Rauwendaal, 2013, Hal ; 53)
2. Kerusakan mixer bahan baku
Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah kerusakan mixer adalah
preventive maintenance. Karena penyebab masalah ini adalah seringnya operator
mencampur bahan baku ke mixer dengan kapasitas over load.
3. Kerusakan Corona Treatment
Jenis strategi yang tepat untuk mengantisipasi kerusakan corona treatment ini
adalah predictive maintenance dan autonomous maintenance. Karena kerusakan ini
disebabkan Fuse putus, motor exhaust rusak. Namun penyebab masalah yang
sering terjadi adalah dikarenakan motor exhaust rusak karena menyedot kotoran
sebagai sisa dari proses ionisasi pada elektroda corona treatment. Seharusnya
operator ataupun bagian engineering dapat memprediksi kapan waktunya
dilakukan perawatan. Dan operator juga seharusnya memiliki kesadaran untuk
membersihkan elektroda corona setiap hendak setting produk berikutnya.
80
4. Kerusakan motor rotary
Kerusakan motor rotary sering terjadi dikarenakan grace pada gear sering
habis. Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah predictive maintenance.
Karena seharusnya bagian maintenance dapat memprediksi kapan akan dilakukan
pengecekan grace pada gear rotary.
Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi breakdown losses dapat dilihat pada tabel
4.25 berikut ini :
Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses
Faktor What Why Where How Who
Machine
Kerusakan
motor
extruder
Terlambat
mengganti
carbon
brush
Mesin
Alpine
Autonomous
maintenance yang
dapat dilakukan
adalah memonitor
percikan spark
carbon brush pada
motor extruder
Operator
dan
Teknisi
Througput
melebihi
kapasitas
Auto maintenance
yang dilakukan
adalah menurunkan
screw speed RPM
agar main drive
tidak melebihi
100%
Operator
Kerusakan
pada mixer
bahan baku
Over
capacity Mixer
Autonomous
Maintenance yang
dilakukan adalah
mencampur bahan
baku tidak melebihi
kapasitas mixer
(50Kg)
Operator
Kerusakan
pada corona
treatment
Motor
exhaust
tidak
berfungsi
Corona
Treatment
Autonomous
maintenance yang
dilakukan adalah
menjaga kebersihan
elektroda corona
agar exhaust tidak
menyedot kotoran
Operator
81
Tabel 4.25 Rekomendasi Perbaikan Breakdown Losses (lanjutan)
Faktor What Why Where How Who
Machine Kerusakan
motor rotary
Pelumas
gear (grace)
habis
Motor
rotary
Melakukan
perawatan secara
berkala untuk
memprediksi kapan
waktunya
memberikan
pelumas pada gear
Teknisi
4.4.2 Strategi Perawatan Untuk Idling And Minor Stoppages Losses
Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya
kerugian dari idling and minor stoppages adalah sebagai berikut :
1. Mesin menganggur
Mesin menganggur dikarenakan tidak adanya order, atau waktu kerja dengan
sistem 3-1 tidak efisien jika dibandingkan dengan oreder dan kapasitas mesin.
Sebaiknya waktu kerja perlu diubah dengan sistem 5-2 seperti yang pernah
dilakukan pada 3 tahun sebelumnya. Dengan menerapkan sistem kerja 5-2 maka
susunan grup berubah dari 4 grup menjadi 3 grup, yang artinya akan menghemat
labor cost (1 grup terdiri dari 2 orang operator). Disamping itu juga bagian
marketing mengusahakan untuk mencari order dengan menjual LLDPE yang
merupakan hasil dari proses blown film. Sekarang ini LLDPE merupakan WIP
untuk diproses di mesin lainnya yaitu mesin dry laminator.
2. Flying knives macet
Jenis perawatan yang tepat untuk masalah ini adalah corrective maintenance.
Sebaiknya teknisi mengganti sensor pada flying knives agar lebih sensitif. Karena
bila kejadian flying knives ini macet saat motong, maka film juga akan terbuang
sebagai waste.
82
3. Film blocking
Film blocking terjadi karena pisau lateral sudah tumpul. Sehingga strategi
yang tepat adalah predictive maintenance. Karena seharusnya operator sudah
mengetahui kapan saatnya ganti pisau dengan melihat susunan jadwal produk
untuk melakukan setting produk sebelum terjadinya blocking. Autonomous
maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan membuka keran untuk
menambahkan angin pada pisau lateral.
Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi idling and minor stoppages losses dapat
dilihat pada tabel 4.26 berikut ini :
Tabel 4.26 Rekomendasi Perbaikan Idling and Minor Stoppages Losses
Faktor What Why Where How Who
Order Mesin
menganggur
Order
sedikit
Mesin
Alpine
Marketing berusaha
mencari order untk
menjual LLDPE
sebagai finish goods
Marketing
Machine Flying
knives macet
Sensor
kurang
sensitif
Unit
rewinder
Mengganti sensor
dengan spare part
yang baru, dan
autonomous
maintenance yang
dapat dilakukan
adalah dengan
membersihkan sensor
dari kotoran debu
Teknisi
dan
operator
Machine Film
blocking
Pisau
lateral
sudah
tumpul
Part
pisau
Mengganti pisau
dengan yang baru
dilakukan pada saat
setting pergantian
produk. Dan
autonomous
maintenance yang
dapat dilakukan
adalah membuka
keran secara full untuk
menambah
kekencangan angin
pada pisau lateral
Operator
83
4.4.3 Strategi Perawatan Untuk Speed Losses
Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan adanya
kerugian dari speed losses adalah sebagai berikut :
1. Motor extruder lemah
Seperti yang telah dijelaskan pada kasus breakdown losses, bahwa masalah
extruder lemah ini dikarenakan terlambat melakukan perawatan atau mengganti
spare part dari komponen motor seperti carbon brush. Sehingga strategi yang tepat
untuk mengatasi masalah ini adalah dilakukan preventive maintenance. Adapun
autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan menambah
temperature extruder agar lebih panas sehingga proses extrusion lebih ringan
karena polymer jadi lebih meleleh.
2. Film blocking
Kasus ini terjadi karena controller temperature malfungsi sehingga
menyebabkan overheating. Dikarenakan overheating maka film (web) yang keluar
dari dies masih dalam keadaan terlalu panas sehingga ketika di press melalui press
roll maka film akan menempel, yang mana mengakibatkan sulit dibelah dengan
lateral knives. Biasanya solusi yang dilakukan adalah dengan menurunkan line
speed. Hal inilah yang menimbulkan speed berkurang dari kapasitas mesin. Strategi
yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance, yaitu
memperbaiki atau mengganti controller temperature yang sudah tidak berfungsi
dengan spare part yang baru.
3. Kualitas material kurang bagus
Ketika material yang biasa dipakai kehabisan stok ataupun perusahaan
menginginkan material yang harganya lebih murah, maka dicarikan material
pengganti. Biasanya material (resin) pengganti tersebut kualitasnya tidak bagus.
Hal ini dapat dilihat dari operation condition saat mesin running. Seringkali melt
pressure fluktuatif (dari 2800 psi sampai 3300 psi). Ketika melt pressure
menunjukkan angka 2800 psi maka speed akan turun. Sedangkan 3300 psi maka
speed sesuai dengan kapasitas mesin. Dengan demikian sebaiknya strategi yang
84
dilakukan adalah corrective maintenance, yaitu departemen R&D mengusahakan
mencari material yang lebih bagus agar melt pressure dapat stabil.
4. Urutan proses pergantian produk tidak teratur
Urutan proses pergantian produk juga dapat mengakibat speed losses.
Biasanya ini terjadi karena adanya permintaan produk urgent. Sehingga adanya
penyisipan pergantian produk yang extreme. Strategi yang tepat untuk mengatasi
masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya PPIC dapat memperbaiki
sequence production agar tidak ada permintaan produk urgent yang mengharuskan
operator melakukan pergantian produk berkali-kali secara extreme.
5.Human error
Human error juga dapat menyebabkan timbulnya speed losses. Karena
terkadang operator kurang responsive atau kurang paham jika sewaktu-waktu
terjadi perubahan kondisi operasi pada saat mesin sedang running. Misalkan pada
saat terjadi masalah film blocking. Terkadang operator langsung mengambil solusi
dengan cara menurunkan line speed. Padahal dengan cara menurunkan suhu water
chiller agar press roll lebih dingin dapat mengatasi masalah film blocking tersebut
tanpa menurunkan line speed.
Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi Speed losses dapat dilihat pada tabel 4.27
berikut ini :
Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses
Faktor What Why Where How Who
Machine Film
blocking
Controller
temperature
tidak
berfungsi
Unit dies
Memperbaiki atau
mengganti part
controller yag tidak
berfungi. Autonmous
maintenance yang
dapat dilakukan
adalah menambahkan
kekuatan angin pada
pisa lateral
Teknisi
dan
operator
90
Tabel 4.27 Rekomendasi Perbaikan Speed Losses (lanjutan)
Faktor What Why Where How Who
Methode
Urutan
proses
pergantian
produk
tidak
teratur
Adanya
permintaan
produk
urgent
PPIC
PPIC dapat mengatur
urutan proses lebih
sistematis agar tidak
ada permintaan yang
tiba-tiba urgent,
autonomous
maintenance yang
dilakukan adalah
mengutamakan
spesifikasi yang
lebarnya hampir sama
antar produk
PPIC
Human
error
Salah
penanganan
masaslah
Kurang
pelatihan
Mesin
Alpine
Memberikan
pelatihan kepada
karyawan tentang
troubleshooting
Spv
4.4.4 Strategi Perawatan Untuk Setup And Adjustment Losses
Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan
adanya kerugian dari setup and adjustment losses adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan pada unit octagon auto setting
Unit octagon ini sangat membantu ketika hendak melakukan adjustment
pergantian produk. Misalkan pada saat mengganti spesifikasi produk (tebal dan
lebar film), dengan bantuan octagon maka ketebalan film yang disetting akan
disesuaikan secara otomatis mengikuti line speed. Ketika unit octagon ini
mengalami kerusakan, maka operator melakukan adjustment tersebut secara
manual, yaitu dengan cara atur speed lalu ukur thickness dengan alat pengukur.
Sampai thickness yang diinginkan tercapai. Sehingga rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk setiap adjustment secara manual pada satu produk adalah 10
hingga 15 menit. Ketika menggunakan octagon auto setting waktu yang
diperlukan hanya 5 menit untuk adjustment. Untuk itu strategi yang tepat untuk
mengatasi masalah ini adalah corrective maintenance. Seharusnya unit octagon
tersebut segera diperbaikai atau di ganti dengan unit yang baru.
91
4 Melt temperature terlalu tinggi/rendah
Melt temperature terlalu tinggi atau terlalu rendah dikarenakan heater lama
panas dan controller temperature ada yang tidak aktif. Sehingga pada saat setting
pergantian produk harus menunggu sampai actual temperature mencapai
temperature yang telah disetting. Strategi yang tepat untuk mengantisipasi
masalah ini adalah predictive maintenance dan corrective maintenance. Yaitu
dengan cara memperbaiki atau mengganti heater maupun controller temperature
yang sudah tidak aktif. Dan seharusnya juga operator dapat memprediksi kapan
dilakukannya perubahan setting temperature untuk penyesuaian produk
berikutnya. Autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah melakukan
perubahan suhu sesuai dengan kebutuhan hasil film.
5 Frekuensi pergantian produk banyak.
Frekuensi pergantian produk yang tinggi tidak dapat dihindari karena
produk-produk yang didapat dari marketing kuantitasnya tidak banyak sehingga
proses setup and adjustment sering dilakukan. Namun strategi yang tepat untuk
mengatasi hal ini adalah preventive maintenance, yaitu dengan cara menghindari
urutan-urutan proses extreme agar tidak ada pergantian produk yang
spesifikasinya terlalu extreme dari produk yang sedang running. Sehinnga
autonomous maintenance yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi
lebar yang hampir sama antar produk ketika hendak melakukan setting ke produk
berikutnya.
6 Perhitungan material pada satu produk berlebih.
Perhitungan akurat untuk menyediakan material pada satu produk sangat
diperlukan untuk menghindari over processing. Sehingga waktu tidak terbuang
untuk menghabiskan material sebelumnya saat hendak melakukan pergantian
produk berikutnya. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah
predictive maintenance, yaitu operator seharusnya dapat memperhitungkan
kebutuhan material dengan rumus yang telah diterapkan (demand x tebal x lebar x
0,92) untuk mencegah kelebihan material.
92
Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi Setup and adjustment losses dapat dilihat
pada tabel 4.28 berikut ini :
Tabel 4.28 Rekomendasi Perbaikan Setup And Adjustment Losses
Faktor What Why Where How Who
Machine
Adjusment
spesifikasi
produk dengan
manual
Octagon
auto setting
rusak
Unit
Octagon
Memperbaiki
octagon agar
berfungsi kembali.
Autonomous
maintenance yang
dilakukan adalah
dengan merestart
octagon agar angka
pada display
muncul sementara
sebagai acuan
Teknisi
dan
operator
Machine
Melt
temperature
terlalu
tinggi/rendah
Heater dan
controller
temperature
Unit
Extruder
Memperbaiki atau
mengganti part
heater maupun
komponen
controller yang
telah rusak
Teknisi
Methode
Urutan
adjustment
antar produk
kurang teratur
Kuantitas
antar
produk
sedikit
Mesin
Alpine
Mendahulukan
spesifikasi lebar
film yang hampir
sama antar produk
ketika melakukan
adjustment
spesifikasi ke
produk berikutnya
Operator
Methode Overprocessing
Salah
perhitungan
kebutuhan
material
Mesin
Alpine
Autonomous
maintenance yang
dapat dilakukan
adalah
memperhitungkan
kebutuhan material
dengan rumus yang
telah menjadi
standar, bukan
dengan filling
Operator
93
4.4.5 Strategi Perawatan Untuk Yield Losses
Strategi yang tepat untuk mengantisipasi masalah yang menimbulkan
adanya kerugian dari yield losses adalah sama dengan strategi untuk mengatasi
setup and adjustment losses, karena sama-sama berhubungan dengan setting
spesifikasi produk. Namun yang lebih ditekankan pada yield losses ini adalah
pemborosan menggunakan materialnya saat melakukan penyesuaian pergantian
produk, yang kemudian dikonversikan kedalam hitungan losses timenya.
4.4.6 Strategi Perawatan Untuk Quality Defect Losses
Jika melihat perhitungan rate of quality pada bab sebelumnya maka dapat
diketahui bahwa sebenarnya nilai rate of quality ditahun 2016 telah mencapai
standar JIPM 99%. Sehingga pada perhitungan six big losses bahwa losses yang
disebabkan oleh quality defect ini merupakan losses yang persentasenya paling
kecil diantara seluruh six big losses yang ada. Melihat dari penyebab masalah
yang dapat menimbulkan reject produk, maka strategi yang tepat untuk mengatasi
masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini :
1. Film defect pada tampilan visual
Masalah visual tampilan film defect seperti adanya bintik pada film atau
tampilan film seperti kulit jeruk disebabkan controller temperature maupun
heater tidak berfungsi optimal.Sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi
masalah adalah corrective maintenance, yaitu mengecek bagian heater dan
controller temperature yang tidak berfungsi untuk dilakukan perbaikan atau
pergantian spare part.
2. Kualitas material kurang bagus
Berdasarkan wawancara dengan bagian quality control gudang bahan baku
bahwa resin (PE) yang merupakan bahan baku untuk mesin blown film tidak
pernah dicek fisiknya. Pengecekan dilakukan hanya berdasarkan laporan analisa
yang sudah bertahun-tahun. Sehingga jika properties material tidak standar maka
tidak diketahui oleh gudang bahan baku. Bisa saja material tersebut bermasalah
dalam kelembapan, sehingga ketika diproses dimesin blown film maka hasil
visual film timbul bintik-bintik yang mengakibatkan hasil LLDPEnya direject.
94
Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah preventive maintenance,
yaitu dengan cara mengecek fisik material dengan alat ukur quality control untuk
mencegah masuknya material-material yang tidak sesuai standar yang ditentukan.
Autonomus maintenance yang dapat dilakukan adalah dengan cara memegang biji
PE untuk memastikan apakah PE dalam keadaan basah atau lembap.
3. Ketebalan (thickness) film tidak stabil
Thickness film yang rangenya extreme dari satu titik ke titik lainnya dapat
menyebabkan film LLDPE direject. Masalah thickness film diluar kendali
disebabkan karena jarak celah dielips untuk keluarnya polymer sudah tidak presisi
akibat adanya getaran mesin. Strategi yang tepat untuk mengatasi masalah ini
adalah autonomous maintenance, yaitu dengan cara mengkalibrasi dielips agar
kembali presisi.
Adapun rekomendasi perbaikan maupun autonomous maintenance yang
dapat dilakukan untuk menanggulangi quality defect losses dapat dilihat pada
tabel 4.29 berikut ini :
Tabel 4.29 Rekomendasi Perbaikan Quality DefectLosses
Faktor What Why Where How Who
Machine
Tampilan
film
berbintik
dan kulit
jeruk
Heater
maupun
controller
temperature
rusak
Unit
extruder
dan dies
Memperbaiki atau
mengganti komponen
heater dan controller
temperature yang
telah rusak.
Autonomous
maintenance yang
dilakukan adalah
menyesuaikan
temperature dengan
profil suhu yang
dibutuhkan
Teknisi
dan
operator
Material
Kualitas
material
ada yang
tidak bagus
Tidak ada
pengecekan
dari QC
saat
material
dating dari
supplier
Gudang
Bahan
Baku
Material dicek QC
ketika dating.
Autonomous
maintenance yang
dilakukan adalah
operator memegang
dengan tangan untuk
memastikan basah
atau tidak
QC dan
operator
95
Setelah strategi perawatan dengan 8 pilar keberhasilan TPM dan
rekomendasi perbaikan dapat diterapkan dengan konsisten, diharapkan akan
mampu mengurangi adanya breakdown, idle, speed loss, product reject, yield loss,
dan mempercepat waktu setup, sehingga dengan demikian akan meningkatkan
nilai OEE ditahun 2018.
Berikut ini juga merupakan rekomendasi secara operasional untuk
menunjang keberhasilan melakukan penerapan TPM secara komprehensif dan
konsisten yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Untuk mengurangi idle time dan breakdown, maka sistem waktu kerja
bagian blown film coba diubah dari sistem 3-1 menjadi sistem 5-2 (5
hari kerja yaitu senin sampai jumat, dan sabtu minggu libur), masih
dengan 3 shift, dimulai dari awal tahun 2018.
2. Dengan sistem 5-2, maka setiap hari senin dilakukan pemanasan mesin
(Heat up) sebelum running. Sesuai dengan SOP bahwa pemanasan
mesin memerlukan waktu 3 jam. Sehingga setiap hari senin (pemanasan)
dengan waktu 3 jam tersebut bisa dipakai untuk kegiatan maintenance
ataupun perbaikan untuk mencegah breakdown saat mesin running..
Dengan demikian waktu tersebut diasumsikan sebagai fix downtime.
3. Perubahan susunan regu seiring dengan perubahan sistem kerja, dari 4
regu menjadi 3 regu, yang berarti mampu mengurangi labor cost.
4. Marketing diharapkan mampu mendapatkan order untuk menjual
LLDPE sebagai finish goods, sehingga order blown film stabil (tidak
idle).
Dengan mengaplikasikan beberapa rekomendasi diatas maka diharapkan
pencapaian peningkatan OEE 2018 dapat mencapai 85% sebagai standar
international JIPM, atau minimal mengalami peningkatan dari nilai OEE
sebelumnya.
Selanjutnya yaitu melakukan kajian percobaan perhitungan OEE 2018 yang
dapat dicapai dengan menggunakan metode dan perumusan yang sama untuk
mengukur keberhasilan penerapan TPM dalam usaha meningkatkan nilai OEE
ditahun 2018.
96
4.5 Perhitungan Availability Rate Setelah TPM
Untuk menghitung availability rate diperlukan data loading time yang
tersedia pada tahun 2018 yang sesuai dengan rekomendasi bahwa sistem kerja
telah diubah menjadi sistem 5-2. Sistem 5-2 yang dimaksud artinya adalah hari
kerja dimulai dari hari senin hingga jumat (3 shift), sabtu dan minggu merupakan
hari libur. Dengan demikian setiap hari senin akan dilakukan pemanasan mesin
selama 3 jam sebelum running, kemudian dihari jumat pada shift 3 waktu non
produktif dipakai untuk penurunan temperatur selama 1 jam. Berikut ini adalah
waktu kerja yang tersedia dan waktu non produktif ditahun 2018 dengan sistem 5-
2 yang ditunjukkan di tabel 4.29 dibawah ini :
Tabel 4.30 Loading Time Dengan Sistem 5-2
Periode Week
Jumlah
Hari
Kerja
(Hari)
Loading
Time
(Menit)
Heat Up
Time
(Menit)
Cool
Down
Time
(Menit)
Non
Produktif
Time
(Menit)
Januari 5 22 31680 900 300 1200
Februari 4 19 27360 720 240 960
Maret 4 21 30240 720 240 960
April 5 21 30240 900 300 1200
Mei 4 20 28800 720 240 960
Juni 4 15 21600 720 240 960
Juli 5 22 31680 900 300 1200
Agustus 4 21 30240 720 240 960
September 4 19 27360 720 240 960
Oktober 5 23 33120 900 300 1200
November 4 21 30240 720 240 960
Desember 4 20 28800 720 240 960
Total 244 351,360 9,360 3,120 12,480
97
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Loading Time = Jumlah Hari Kerja x 1440 menit
Loading Time = 22 x 1440 = 31680 menit
Heat Up Time = Jumlah week x 180 menit
Heat Up Time = 5 x 180 = 900 menit
Cool Down Time = Jumlah week x 60 menit
Cool Down Time = 5 x 60 = 300 menit
Berdasarkan tabel 4.29 diatas dapat disimpulkan bahwa total waktu non
produktif akibat dari heat up time dan cool down time adalah 12480 menit. Namun
waktu non produktif tersebut dapat direkomendasikan menjadi waktu untuk
melakukan perawatan (maintenance). Yang mana waktu heat up dapat dipakai
untuk melakukan preventif maintenance seperti mengganti carbon brush motor
extruder, hingga melakukan pengecekan terhadap komponen mesin yang perlu
mendapat perhatian khusus sesuai dengan analisis 4W-1H yang telah dijelaskan
sebelumnya agar mesin tidak breakdown pada saat running. Kemudian waktu
cool down dapat dipakai untuk corrective maintenance atau predictive
maintenance misalnya mengganti pisau lateral yang telah tumpul, ataupun
mengecek komponen mesin lainnya agar pada hari seninnya dapat dilaporkan
untuk dilakukan perbaikan jika diperlukan. Sehinga dengan demikian maka
diasumsikan bahwa waktu heat up dan waktu cool down adalah fix downtime pada
mesin.
Dari penjelasan diatas telah didapatkan fix downtime yang akan terjadi di
2018. Akan tetapi agar kajian perhitungan ini lebih ideal dan hampir mendekati
riil, maka diasumsikan seburuk-buruknya akan terjadi breakdown mesin setiap
hari. Yang mana waktu terjadinya breakdown dan action untuk perbaikannya
menghabiskan waktu 2 jam setiap hari kerja. Dengan demikian waktu akibat
breakdown tersebut disebut dengan ideal downtime. Sehingga perhitungan
availability rate 2018 dapat dilihat pada tabel 4.30 berikut ini :
98
Tabel 4.31 Perhitungan Availability Rate (AR) Setelah TPM
Periode Week
Hari
Kerja
(Hari)
Loading
Time
(Menit)
Fix
Down
Time
(Menit)
Ideal
Down
Time
(Menit)
Operating
Time
(Menit)
AR
(%)
Januari 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88%
Februari 4 19 27360 960 2280 24120 88.16%
Maret 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%
April 5 21 30240 1200 2520 26520 87.70%
Mei 4 20 28800 960 2400 25440 88.33%
Juni 4 15 21600 960 1800 18840 87.22%
Juli 5 22 31680 1200 2640 27840 87.88%
Agustus 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%
September 4 19 27360 960 2280 24120 88.16%
Oktober 5 23 33120 1200 2760 29160 88.04%
November 4 21 30240 960 2520 26760 88.49%
Desember 4 20 28800 960 2400 25440 88.33%
Rata-rata 88.10%
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Ideal Downtime = Jumlah Hari Kerja x 120 menit
Ideal Downtime = 22 x 120 = 2640 menit
Operating Time = Loading Time – Fix Downtime – Ideal Downtime
Operating Time = 31680 – 1200 – 2640 = 27840 menit
AR = x 100% ……………………………………… (Pers 1)
AR = x 100% = 87.88%
Yang mana jumlah hari kerja, loading time, dan fix downtime telah diketahui.
99
Berdasarkan tabel 4.30 perhitungan availability rate (AR) pada tahun 2018
setelah dilakukan TPM maka dapat disimpulkan bahwa nilai AR ditahun 2018
dapat mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan nilai AR sebelumnya.
Peningkatannya sebesar 7.77%, yaitu dari 80.33% menjadi 88.10 %. Walaupun
nilai tersebut belum menunjukkan pencapaian standar world class 90%, namun
dapat dikatakan bahwa perubahan sistem kerja menjdi 5-2 yang mempengaruhi
loading time dapat meningkatkan pencapaian nilai availability rate (AR).
4.6 Perhitungan Performance Rate Setelah TPM
Untuk mengukur performance rate ada tiga faktor utama yang dibutuhkan
yaitu ideal cycle time (waktu siklus ideal), processed amount (jumlah produk yang
diproses), dan waktu operasi mesin (operating time). Menentukan jumlah hasil
produksi untuk tahun 2018 dapat dihitung dengan mengalikan operating time
dengan cycle time pada mesin blown film. Dengan sistem kerja 5-2, maka dapat
dipastikan bahwa pada operating time terdapat didalamnya waktu setup pada saat
hendak dimulainya mesin running (awal proses), dan waktu purging (pengurasan)
sebelum mesin stop diakhir pekan. Waktu setup awal biasanya 20 menit, dan
waktu untuk purging rata-rata 10 menit. Sehingga pada setup dan purging tersebut
dinyatakan ada material yang terbuang sebagai waste. Khusus untuk purging,
material yang dipakai untuk purging ini adalah material khusus yaitu
COSMOTHENE F108-5 yang setiap kali purging memakai 10 Kg. Pada
operating time juga terdapat waktu setting adjustment untuk pergantian spesifikasi
antar produk. Setting adjustment ini juga mengakibatkan adanya meterial yang
terbuang sebagai waste dan tidak dapat dihindari karena proses adjustment
tersebut dilakukan dalam kondisi mesin tetap running. Dan jika melihat laporan
output mesin blown film tahun sebelumnya dapat diketahui bahwa waste material
akibat dari setting adjustment spesifikasi product selama setahun persentasenya
rata-rata 2% dari operating time. Sehingga dapat diasumsikan bahwa waste of
material sebesar 2% tersebut masih sama dengan tahun 2018 nanti. Sebelum
menghitung nilai performance rate terlebih dahulu perlu diketahui berapa input
(jumlah hasil produksi) yang akan diperoleh ditahun 2018. Kemudian setelah
mengetahui hasil produksi yang diperoleh maka dapat dilakukan perhitungan
100
performance rate. Dari penjelasan diatas maka hasil produksi yang akan diperoleh
di tahun 2018 nanti dapat dilihat pada tabel 4.31 berikut ini :
Tabel 4.32 Perhitungan Hasil Produksi 2018
Bulan Week
Cycle
Time
(Kg/Me
nit)
Waktu
Operasi
(Menit)
Target
Hasil
(Kg)
Waste
RM
untuk
Adjust
produk
per 2%
dari
target
(Kg)
Waste
Of
RM
For
Setup
(Kg)
Waste
Of
RM
For
Purge
(Kg)
Input
(Kg)
Jan 5 1.83 27840 51031 1021 183 50 49777
Feb 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141
Mar 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883
Apr 5 1.83 26220 48061 972 183 50 47406
Mei 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512
Jun 4 1.83 18600 34094 691 147 40 33656
Jul 5 1.83 27540 50481 1021 183 50 49777
Ags 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883
Sep 4 1.83 23880 43772 884 147 40 43141
Okt 5 1.83 28860 52900 1069 183 50 52148
Nov 4 1.83 26520 48611 981 147 40 47883
Des 4 1.83 25200 46192 933 147 40 45512
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Target hasil = Waktu operasi x Cycle time
Target hasil = 27840 menit x 1.83 Kg/menit = 51031 Kg
Waste of RM for adjustment = Target hasil x persentase waste set sebelumnya
Waste of RM for adjustment = 51031 Kg x 2% = 1021 Kg
101
Waste of RM for setup = Jumlah week x Setup time awal running x Cycle time
Waste of RM for setup = 5 x 20 menit x 1.83 Kg/menit = 183 Kg
Waste of RM for purge = Jumlah week x Kuantitas material setiap kali purging
Waste of RM for purge = 5 x 10 Kg = 50 Kg
Input = Target hasil – Waste RM adjustment – Waste RM setup – Waste purge
Input = 51031 Kg – 1021 Kg – 183 Kg – 50 Kg = 49777 Kg
Dimana :
Waktu rata-rata setup awal running = 30 menit
Pemakaian material setiap sekali purging = 10 Kg
Cycle time mesin Alpine (yang sudah ditentukan perusahaan) = 1.83 Kg/menit
Setelah menghitung input sebagai hasil dari produksi, maka selanjutnya
adalah menghitung performance rate pada tahun 2018 dengan hasil yang
ditunjukkan pada tabel 4.32 berikut ini :
Tabel 4.33 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM
Periode Cycle Time
(Kg/menit)
Operating Time
(Menit)
Hasil Proses
(Kg)
PR
(%)
Januari 1.83 27840 49777 97.54%
Februari 1.83 23880 43141 97.58%
Maret 1.83 26520 47883 97.62%
April 1.83 26220 47406 97.52%
Mei 1.83 25200 45512 97.60%
Juni 1.83 18600 33656 97.46%
Juli 1.83 27540 49777 97.54%
Agustus 1.83 26520 47883 97.62%
September 1.83 23880 43141 97.58%
102
Tabel 4.32 Perhitungan Performance Rate (PR) Setelah TPM (lanjutan)
Periode Cycle Time
(Kg/menit)
Operating Time
(Menit)
Hasil Proses
(Kg)
PR
(%)
Oktober 1.83 28860 52900 97.56%
November 1.83 26520 48611 97.62%
Desember 1.83 25200 46192 97.60%
Rata-rata 97.57%
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini :
PR = x 100% …………………….…..(pers 2)
PR = x 100% = 97.54%
Berdasarkan tabel 4.32 perhitungan performance rate setelah TPM diatas
maka dapat disimpulkan bahwa nilai performance rate setelah dilakukan
penerapan TPM akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 93.16%
meningkat menjadi 97.54%, yang mana nilai PR tersebut telah mencapai standar
world class 95%. Pencapaian ini mampu dicapai ketika throughput mesin tidak
mengalami loss dari standar 110Kg/jam.
4.7 Perhitungan Rate Of Quality Setelah TPM
Telah diketahui bahwa nilai rate of quality (RQ) sebelumnya sudah baik dan
mencapai standar JIPM 99%. Namun akan lebih baik jika kualitas produk tetap
diperbaiki agar dapat mengurangi reject produk, sehingga waste akibat reject
produk dapat berkurang pula. Akan tetapi dalam kajian perhitungan RQ untuk
tahun 2018 nanti dianggap produk reject masih sama dengan yang sebelumnya
yaitu sebesar 1% dari hasil produk yang didapatkan. Sehingga perhitungan rate of
quality setelah TPM dapat dilihat pada tabel 4.33 berikut ini :
103
Tabel 4.34 Perhitungan Rate Of Quality (RQ) Setelah TPM
Periode Input
(Kg)
Persentase
Defect
(%)
Jumlah
Defect
(Kg)
Jumlah Good
Product
(Kg)
RQ
(%)
Januari 50010 1% 500 49510 99.00%
Februari 42897 1% 429 42468 99.00%
Maret 47639 1% 476 47163 99.00%
April 47100 1% 471 46629 99.00%
Mei 45268 1% 453 44815 99.00%
Juni 33412 1% 334 33078 99.00%
Juli 49471 1% 495 48976 99.00%
Agustus 47639 1% 476 47163 99.00%
September 42897 1% 429 42468 99.00%
Oktober 51842 1% 518 51324 99.00%
November 47639 1% 476 47163 99.00%
Desember 45268 1% 453 44815 99.00%
Rata-rata 99.00%
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut ini :
RQ = x 100%…………...……..(pers 3)
RQ = x 100% = 99.00%
Berdasrkan tabel 4.33 perhitungan rate of quality setelah TPM diatas dapat
disimpulkan bahwa rate of quality masih sama yaitu 99%. Hal ini memang dapat
diprediksikan bahwa memang quality of defect losses merupakan persentase losses
terkecil diantara keenam faktor six big losses.
104
Setelah menghitung nilai AR, PR, dan RQ maka langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai OEE yang akan dicapai ditahun 2018. Berikut ini hasil
perhitungan OEE tahun 2018 yang ditampilkan pada tabel 4.28
Tabel 4.35 Hasil Perhtungan OEE Setelah TPM
Periode AR (%) PR (%) RQ (%) OEE (%)
Jan 87.88% 97.54% 99.00% 84.86%
Feb 88.16% 97.58% 99.00% 85.16%
Mar 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%
Apr 87.70% 97.52% 99.00% 84.67%
Mei 88.33% 97.60% 99.00% 85.35%
Jun 87.22% 97.46% 99.00% 84.16%
Jul 87.88% 97.54% 99.00% 84.86%
Ags 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%
Sept 88.16% 97.58% 99.00% 85.16%
Okt 88.04% 97.56% 99.00% 85.04%
Nov 88.49% 97.62% 99.00% 85.52%
Des 88.33% 97.60% 99.00% 85.35%
Rata-rata 85.10%
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:
OEE = AR x PR x RQ…………………………………………………….(pers 4)
OEE = 87.88% x 97.54% x 99.00% = 84.86%
Berdasarkan tabel 4.28 hasil perhitungan OEE diatas dapat disimpulkan
bahwa nilai OEE 2018 akan mampu mengalami kenaikan yang signifikan, dari
yang sebelumnya 74.41% meningkat menjadi 85.10%. Atau boleh dikatakan
sudah mencapai standar International JIPM, yakni sebesar 85%. Hal ini
mengindikasikan bahwa bila strategi perawatan yakni 8 pilar keberhasilan TPM
mampu diterapkan secara konsisten, maka bukan tidak mungkin target OEE 85%
dapat dicapai.
105
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Rata-rata tingkat efektivitas (OEE) mesin polymer extrusion ditahun 2017
adalah sebesar 74.41%, masih jauh dibawah world class yaitu 85%.
2. Faktor terbesar time losses yang menghambat pencapaian OEE 2016 dari
seluruh faktor six big losses adalah breakdown losses yaitu sebesar 42.75%
(52,010 menit), kemudian diikuti faktor idling and minor stoppages losses
sebesar 26.44% (32,160 menit), speed losses sebesar 18.14% (22,067 menit),
setup and adjustmen losses sebesar 5.40% (6,567 menit), yield losses sebesar
4.78% (5,819 menit), dan quality defect losses sebesar 2.49% (3,033 menit).
3. Strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan yang sesuai untuk
meningkatkan produktivitas mesin polymer extrusion tertera pada lampiran -1
4. Dengan melakukan strategi perawatan dan rekomendasi perbaikan secara
konsisten, maka dengan metode dan perhitungan yang sama nilai OEE rata-
rata ditahun 2018 akan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar
85.10%. Atau dapat dikatakan telah mencapai standar world class 85%.
5. Dengan berubahnya sistem kerja dari 3-1 menjadi 5-2 maka susunan grup
berubah pula dari 4 grup menjadi 3 grup, yang mana 1 grup terdiri dari 2
orang operator. Dengan demikian labor cost dapat berkurang sebesar Rp.
162,000,000,- per tahun (Rp. 4,500,000 /@).
5.2 Saran
PT. ACP khususnya bagian maintenance sebaiknya membuat jadwal
perawatan secara berkala dengan metode TPM agar strategi perawatan dan
rekomendasi perbaikan yang sudah dibuat dalam penelitian ini dapat terlaksana.
Hal ini untuk menjaga produktivitas disemua mesin yang ada di PT. ACP.
106
DAFTAR PUSTAKA
Nakajima, Seiichi. (1988), “Introduction to Total Productive Maintenance”, 1st
Edition, Productivity Press, Inc, Cambridge, Massachusetts.
Gaspersz, Vincent.1997. Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Corder, Anthony. 2002. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.
Blanchard, S.Benjamin. (1997), “An Enhanced Approach for Implementing Total
Productive Maintenance in the Manufacturing Environment”, Journal of Quality
in Maintenance Engineering, Volume 3.
Polymer extrusion / Chris Rauwendaal. -- 5th edition. ISBN 978-1-56990-516-6
(hardcover) -- ISBN 978-1-56990-539-5 (e-book) 1. Plastics--Extrusion. I.
107
LAMPIRAN
108
Lampiran 1 - Hasil Rekap TPM
NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi
Perbaikan
Jenis
Losses
1. Motor
Extruder
Preventive
Maintenance
Tidak telat mengganti carbon
brush, autonomous maintenance
yang dilakukan adalah
menurunkan throughput
agar tidak melebihi kapasitas
ampere motor, memonitor spark
pada carbon brush.
Breakdown
Losses, speed
losses
2. Mixer Bahan
Baku
Preventive
Maintenance
Operator wajib mengetahui bahwa
mencampur bahan baku hanya
sesuai batas kapasitas mixer
(50Kg)
Breakdown
Losses
3. Corona
Treatment
Predictive
Maintenance
Menentukan waktu servis exhaust
corona secara predictive,
membersihkan elektroda corona
(autonomous maintenance) setiap
hendak setting produk
Breakdown
losses,
quality defect
losses
4. Motor
rotary
Predictive
Maintenance
Tidak telat memberikan pelumas
pada gear
Breakdown
Losses
5. Order Corrective
Maintenance
Marketing berusaha mencarikan
order LLDPE untuk dijual sebagai
finish goods.
Idling and
Minor
Stoppages
Losses
6. Flying knives
macet
Corrective
Maintenance
Mengganti sensor dengan part
yang baru agar lebih responsive,
autonomos maintenance yang
dapat dilakukan adalah
membersihkan kotoran debu yang
menempel pada sensor
Idling and
Minor
Stoppages
Losses
7. Pisau lateral
tumpul
Predictive
Maintenance
Mengganti pisau dengan part baru
dilakukan pada saat setting
pergantian produk, autonomous
maintenance membuka keran
angin secara full untuk menambah
kekuatan angin pada pisau lateral
Idling and
Minor
Stoppages
Losses
109
NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi
Perbaikan
Jenis
Losses
8
Controller
temperature
tidak berfungsi
Corrective
Maintenance
Memperbaiki atau mengganti part
controller yang tidak berfungsi.
Speed losses,
Setup &
adjustment
losses, Yield
losses,
Quality
defect losses
9. Penjadwalan
tidak teratur
Corrective
Maintenance
PPIC dapat mengatur penjadwalan
menjadi lebih sistematis agar tidak
ada permintaan yang tiba-tiba
urgent, autonomous maintenance
yang dapat dilakukan adalah
mengutamakan spesifikasi yang
lebarnya hampir sama antar
produk ketika hendak setting.
Speed losses,
Setup And
Adjustment
losses, Yield
losses
10. Human error
Preventive
maintenance,
corrective
maintenance
Memberikan pelatihan kepada
operator tentang pemahaman
troubleshooting
Mencakup
seluruh six
big losses
11 Octagon auto
setting rusak
Corrective
Maintenance
Memperbaiki komponen octagon
agar berfungsi kembali,
autonomous maintenance yang
dilakukan adalah dengan merestart
octagon agar angka pada display
muncul sementara sebagai acuan
Setup &
adjustment
losses, yield
losses
12
Frekuensi
pergantian
produk banyak
Preventive
Maintenance
Menghindari urutan-urutan proses
extreme agar tidak ada pergantian
produk yang spesifikasinya terlalu
extreme dari produk yang sedang
running. Autonomous maintenace
yang dapat dilakukan adalah mendahulukan spesifikasi lebar
yang hampir sama antar produk
ketika hendak melakukan setting
ke produk berikutnya
Setup &
adjustment
losses, yield
losses
13.
Perhitungan
material pada
satu produk
berlebih
Predictive
Maintenance
Autonomous maintenance yang
dapat dilakukan adalah
memperhitungkan kebutuhan
material dengan rumus yang telah
menjadi standar, bukan dengan
filling
Setup &
adjustment
losses, yield
losses
110
NO. Masalah Jenis Strategi Rekomendasi
Perbaikan
Jenis
Losses
14.
Kualitas
material tidak
bagus
Preventive
Maintenance
Yaitu dengan cara mengecek fisik
material dengan alat ukur quality
control untuk mencegah masuknya
material-material yang tidak sesuai
standar yang ditentukan.
Autonomus maintenance yang
dapat dilakukan adalah dengan
cara memegang biji PE untuk
memastikan apakah PE dalam
keadaan basah atau lembap..
Quality
defect losses
111
Lampiran 2 - Tabel Data Failure
Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses
4-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
5-Jan-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
25-Jan-17 Mixer tidak BB tidak
bisa berputar Gear botak
Mesin stop
menunggu
perbaikan
4:00:00 Breakdown
10-Feb-17 Flying knives macet Sensor mati
Mesin distop
karena film
bergulung di
rewinder
1:00:00 Small stop
15-Feb-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop
untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop
21-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 16:00:00 Idle
22-Feb-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 4:30:00 Idle
3-Mar-17 Motor Extruder rusak Rotor terbakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan dari
subcon
168:30:00 Breakdown
16-Mar-17 Kerusakan corona Exhaust brisik
Mesin stop
menunggu
perbaikan
7:00:00 Breakdown
20-Mar-17 Motor extruder rusak Carbon brush
kebakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan
14:00:00 Breakdown
22-Mar-17 Motor extruder rusak Rotor terbakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan dari
subcon
194:00:00 Breakdown
25-Mar-17 Rotary dies Unit
rusak Gear aus
Mesin stop
menunggu
perbaikan
6:30:00 Breakdown
28-Mar-17 Motor extruder rusak Carbon brush
kebakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan
14:00:00 Breakdown
31-Mar-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 8:00:00 Idle
10-Apr-17 Corona trip Electroda kotor
Mesin stop
bersihkan
electrode dan
Housing
3:00:00 Breakdown
11-May-17 Motor extruder rusak Carbon brush
kebakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan
4:00:00 Breakdown
18-May-17 Mixer BB tidak
berputar Gear botak
Mesin stop
menunggu
perbaikan
5:00:00 Breakdown
112
Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses
22-May-17 Ketebalan film OOC Dielips tidak
presisi
Mesin stop untuk
kalibrasi dielips 3:30:00 Breakdown
25-May-17 Tidak ada proses Tidak ada order Operator
diliburkan 19:00:00 Idle
30-May-17 Mixer BB tidak
berputar Gear botak
Mesin stop
menunggu
perbaikan
6:30:00 Breakdown
09-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
10-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 8:30:00 Idle
13-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop
untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop
14-Jun-17 Film blocking Pisau tumpul Mesin distop
untuk ganti pisau 0:30:00 Small stop
15-Jun-17 Film blocking Roda macet
Mesin distop
untuk bersihkan
roda pisau
0:45:00 Small stop
23-Jun-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:45:00 Idle
11-Jul-17 Corona Trip Elektroda kotor Mesin stop
Perbaikan 2:20:00 Breakdown
19-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle
20-Jul-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle
04-Aug-17 Motor extruder rusak Spark Carbon
brush besar
Mesin stop
menunggu
perbaikan
18:00:00 Breakdown
05-Aug-76 Motor extruder rusak Spark Carbon
brush besar
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
06-Aug-17 Bongkar gearbox Efek dari motor
extruder rusak
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
07-Aug-17 Pemasangan Gearbox
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
08-Aug-17 Pemasangan motor
extruder
Menungu
Perbaikan 03:30:00 Breakdown
28-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 4:00:00 Idle
29-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle
30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle
31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle
01-Sep-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 8:00:00 Idle
13-Sep-17 Motor extruder rusak Rotor kebakar
Mesin stop
menunggu
perbaikan
4:00:00 Breakdown
14-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
113
Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses
15-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
16-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
17-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
18-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
19-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
20-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
21-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
22-Sep-17 Gulung motor (jasa
subcon)
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
23-Sep-17 Pemasangan motor
extruder
Menungu
Perbaikan 08:00:00 Breakdown
08-Oct-17 Corona Trip Elektroda kotor Mesin stop
Perbaikan 4:00:00 Breakdown
14-Oct-17 Mixer rusak Overload Mesin stop
Perbaikan 6:00:00 Breakdown
17-Oct-17 Overhaul dies Film gel
Mesin Stop
menunggu
overhaul
10:00:00 Breakdown
18-Oct-17 Pemasangan Dies dan
kalibrasi Eks Overhaul
Mesin stop
menunggu
pemasangn
14:00:00 Breakdown
26-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 11:00:00 Idle
27-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
28-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
29-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
30-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
31-Oct-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 9:00:00 Idle
30-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 24:00:00 Idle
31-Aug-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin Idle 10:00:00 Idle
10-Nov-17 Mixer rusak Gear botak Mesin stop
perbaikan mixer 6:00:00 Breakdown
17-Nov-17 Motor extruder rusak Spark carbon
brush besar
Mesin stop
perbaikan motor
extruder
12:00:00 Breakdown
18-Nov-17 Motor extruder rusak
Menungu
Perbaikan 11:00:00
Breakdown
114
Tanggal Failure Mode Failure Cause Failure Effect LT (jam) Jenis Losses
22-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle
23-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
24-Nov-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
29-Nov-17 Kerusakan motor
extruder Rotor kebakar
Mesin stop
perbaikan motor
extruder
11:00:00 Breakdown
30-Nov-17 Ganti Unit motor
extruder
Menungu
Perbaikan 8:00:00 Breakdown
13-Dec-17 Rewinder cacat Baret bekas
cutter Mesin stop 12:00:00 Breakdown
14-Dec-17 Ganti rewinder 2 unit Baret bekas
cutter
Menungu
Perbaikan 24:00:00 Breakdown
26-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 18:00:00 Idle
27-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
28-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
29-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
30-Dec-17 Tidak ada proses Tidak ada order Mesin idle 24:00:00 Idle
115
Lampiran 3 – Gambar Komponen Mesin Blown Film Yang Failure
Gambar 1. Motor Extruder Gambar 2. Carbon Brush Motor Exxtruder
Gambar 3. Bahan Baku Gambar 4. Bahan Baku
116
Gambar 5. Flying Knives Gambar 6. Sensor Flying Knives
Gambar 7. Pisau Lateral Gambar 8. Band Heater
117
Gambar 9. Controller Temperatur Gambar 10. Unit Dies (dielips)
Gambar 11. Gearbox Screw Gambar 12. Press Roll Layflat
118
Gambar 13. Mesin Blown Film