Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua...

21
Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32 14 Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan Pemilukada Langsung Oleh: Yahnu Wiguno Sanyoto Abstract The purpose of this research is to analyze the problems and prospects of implementation of direct local election policies so that know the effectiveness of the existence of policy. This research is a literature with a qualitative approach. In this research, the researchers collected data in the literature and documentation then data will be analyzed more deeply again thus forming a natural-scientific conclusion that can be received by various society. The result of discussion can be concluded that the implementation of direct local election policies impact positively in order to realize the ideals of an ideal democratic state, including the order of government organizations such as: (a) the harmonization in the context of the relationship between regional head/vice head with the local house of representatives; (b) generate credible and accountable regional head / vice regional head (c) minimize the money politic between the regional head/vice head with the local house of representatives; (d) reduce the dominance of the interests of political parties, (e) people take responsibility for the choices , (f) minimizing the distortions to the implementation of local democracy, (g) create good governance and clean government of local governance is; (h) direct election is proof of the embodiment of democratic governance. Keywords : Policy, direct election, democracy Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak zaman kemerdekaan terdapat setidak-tidaknya 9 (sembilan) macam peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang pemerintahan di daerah, sebagai landasan berpikir dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah baik pada masa orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Pada masa orde lama, diawal kemerdekaan kita mengenal adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 dengan sifatnya yang sentralistis, dikarenakan dalam setiap aktivitasnya kepentingan daerah tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat. Pada pasal 2 UU ini terdapat dualisme fungsi kepala daerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya. Selanjutnya, muncul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang di dalamnya terdapat wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mencalonkan kepala daerah/wakil kepala daerah. Artinya di sini sudah mulai berlaku sistem pemilihan perwakilan, karena pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah diserahkan kepada wakil rakyat yang duduk di badan legislatif daerah. Dilihat dari penjelasan singkat di atas, maka pada saat kedua undang-undang tersebut berlaku peran DPRD lebih ditonjolkan daripada peran kepala daerah. Staf Pengajar Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja

Transcript of Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua...

Page 1: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

14

Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan Pemilukada Langsung

Oleh: Yahnu Wiguno Sanyoto

Abstract The purpose of this research is to analyze the problems and prospects of implementation of direct local election policies so that know the effectiveness of the existence of policy. This research is a literature with a qualitative approach. In this research, the researchers collected data in the literature and documentation then data will be analyzed more deeply again thus forming a natural-scientific conclusion that can be received by various society. The result of discussion can be concluded that the implementation of direct local election policies impact positively in order to realize the ideals of an ideal democratic state, including the order of government organizations such as: (a) the harmonization in the context of the relationship between regional head/vice head with the local house of representatives; (b) generate credible and accountable regional head / vice regional head (c) minimize the money politic between the regional head/vice head with the local house of representatives; (d) reduce the dominance of the interests of political parties, (e) people take responsibility for the choices , (f) minimizing the distortions to the implementation of local democracy, (g) create good governance and clean government of local governance is; (h) direct election is proof of the embodiment of democratic governance. Keywords : Policy, direct election, democracy

Pendahuluan

Dalam perjalanan sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, sejak zaman kemerdekaan terdapat setidak-tidaknya 9 (sembilan) macam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan di daerah, sebagai landasan berpikir dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah baik pada masa orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Pada masa orde lama, diawal kemerdekaan kita mengenal adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 dengan sifatnya yang sentralistis, dikarenakan dalam setiap aktivitasnya kepentingan daerah tidak boleh bertentangan dengan pemerintah pusat. Pada pasal 2 UU ini terdapat dualisme fungsi kepala daerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya.

Selanjutnya, muncul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang di dalamnya terdapat wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mencalonkan kepala daerah/wakil kepala daerah. Artinya di sini sudah mulai berlaku sistem pemilihan perwakilan, karena pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah diserahkan kepada wakil rakyat yang duduk di badan legislatif daerah. Dilihat dari penjelasan singkat di atas, maka pada saat kedua undang-undang tersebut berlaku peran DPRD lebih ditonjolkan daripada peran kepala daerah.

Staf Pengajar Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja

Page 2: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

15

Kemudian untuk meminimalisir dominasi peran legislatif, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Dalam undang-undang ini kepala daerah memainkan peranan sebagai Ketua Dewan Pemerintahan Daerah. Masih pada substansi yang sama, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 (disempurnakan) yang lahir pada masa demokrasi liberal yang sedang mencapai puncaknya mengubah kedudukan kepala daerah yang tadinya khusus alat pemerintah daerah menjadi alat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Satu tahun kemudian keluarlah Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 (disempurnakan) yang menginginkan kepala daerah/wakil kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden bagi Dati I, oleh Mendagri atas persetujuan presiden untuk Dati II, dan oleh kepala daerah Dati I dengan persetujuan Mendagri untuk Dati III. Sehingga dalam melaksanakan politik/pemerintahan daerah, kepala daerah bertanggung jawab kepada presiden melalui Mendagri. Dari pemaparan tersebut, maka yang lebih ditonjolkan adalah peran kepala daerah daripada peran DPRD. Hal yang sama pun terjadi pada saat penerapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965.

Pada masa orde baru, pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur oleh satu-satunya Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, di mana sistem yang dianut adalah sistem pemerintahan sentralistik, yang digambarkan dari banyaknya intervensi pemerintah pusat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintahan yang ada selama kurun waktu 49 (empat puluh sembilan) tahun itu sering mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Seiring dengan perkembangan keadaan ketatanegaraan dan kemampuan analisis berpikir masyarakat Indonesia, maka dapat dirasakan banyaknya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam pengimplementasian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tersebut, terutama dalam hal manajemen pemerintahan yang lebih banyak memerankan fungsi pemerintah pusat daripada pemerintah daerah di tingkat lokal. Dengan demikian masyarakat menganggap bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, yang menganut sistem pemerintahan yang sentralistik tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan prinsip demokrasi. Akhirnya undang-undang yang berumur 25 (dua puluh lima) tahun itu pun, pada masa reformasi diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, maka sistem pemerintahan sentralistik yang selama 25 tahun dilaksanakan oleh rezim orde baru digantikan dengan sistem pemerintahan desentralisasi yang memberikan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih besar kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan asas luas, nyata dan bertanggung jawab.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 18 ayat (a), yang menyatakan tugas dan wewenang DPRD adalah memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota. Kemudian disusul pasal 18 ayat (c) yang berbunyi DPRD mempunyai tugas dan wewenang dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah. Pasal ini banyak menimbulkan

Page 3: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

16

konflik pendapat dari berbagai kalangan. Pada dasarnya pasal ini mencirikan pelaksanaan demokrasi tidak langsung, karena menginginkan kepala daerah/wakil kepala daerah dipilih melalui lembaga perwakilan.

Akan tetapi yang kita lihat saat ini, nilai-nilai idealisme dan semangat anggota dewan dalam penegakan demokrasi telah terdegradasi oleh kedudukannya sendiri. Fenomena yang ditimbulkan dari diselenggarakannya pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah melalui sistem perwakilan telah menyisakan persepsi negatif masyarakat terhadap wakil-wakilnya sendiri, seperti : terjadinya money politics, korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai macam masalah lainnya yang mengakibatkan rendahnya kredibilitas dan akuntabilitas lembaga legislatif di mata masyarakatnya sendiri. Sehingga hal yang demikian dapat merusak tatanan sistem pemerintahan demokratis yang sekarang ini sedang kita bangun bersama.

Dengan melihat fenomena tersebut, maka sejak awal tahun 2003 muncul wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, yang sekarang ini hasilnya kita kenal dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang substansi terbesarnya terletak pada tata cara pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang semula melalui dewan perwakilan telah diubah menjadi sistem pemilihan langsung. Sehingga berbagai transaksi politik yang ilegal dapat dieliminir sedemikian rupa. Dengan diterapkan sistem pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah, diharapkan dapat mendorong kemajuan semangat demokrasi di tingkat lokal. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung menurut

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

2. Dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari pengimplementasian sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung;

3. Apa saja problem yang akan dihadapi dari pengimlementasian sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung;

4. Bagaimana prospek dari pengimplementasian sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis problem dan prospek dari implementasi kebijakan pemilihan kepala daerah secara langsung sehingga mengetahui efektivitas dari keberadaan kebijakan tersebut. Tinjauan Teori

Page 4: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

17

Pengertian Problem dan Prospek

Problem berarti persoalan atau masalah. Persoalan atau masalah merupakan hal yang harus dipecahkan karena dianggap sebagai penghambat (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1997). Sedangkan prospek berarti harapan atau masa depan (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 1997). Pengertian Pemilihan Langsung

Sebelum kita merangkai arti kedua kata tersebut, kita tengok terlebih dahulu pengertian

pemilihan. Pemilihan yang dimaksud di sini adalah pemilihan umum (Pemilu). Menurut

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan

membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam

rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

Sedangkan langsung di sini merupakan salah satu asas yang dipakai dalam pemilihan

umum yang mengandung maksud, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan

suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara (Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008).

Jadi yang dimaksud dengan pemilihan langsung adalah menyalurkan kedaulatan rakyat

yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk menentukan sendiri pemimpinnya secara

langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa diwakili oleh orang lain.

Pengertian Kepala Daerah

Kepala daerah yang dimaksud di sini adalah gubernur, bupati atau walikota. Kepala daerah adalah kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).

Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah/wakil kepala daerah tersebut mengingat bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 pasal 18 ayat (4) yang menyatakan bahwa gubernur dan bupati atau walikota sebagai kepala daerah dipilih secara demokratis. Dan juga mengingat bahwa tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah menghapus tugas dan wewenang lembaga legislatif daerah untuk memilih kepala daerah/wakil kepala daerah. Maka dengan demikian pemilihan demokratis diartikan sebagai pemilihan langsung. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah dan perangkat daerah. (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).

Page 5: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

18

Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dapat dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum legislatif yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan atau memperoleh dukungan suara dalam pemilihan umum legislatif dalam jumlah tertentu. Pengertian Pemerintahan yang Demokratis

Government berasal dari bahasa Yunani kybernan yang artinya nahkoda kapal, yang bermakna menatap ke depan. Sedangkan memerintah berarti melihat ke depan, menentukan kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan, memperkirakan arah perkembangan masyarakat di masa yang akan datang, serta menentukan arah-arah kebijakan yang akan diambil (Taliziduhu Ndraha, 2003: xxii).

Pemerintahan adalah menyangkut tugas dan kewenangan (Mariun, 1979), sedangkan pemerintah adalah aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara. Pemerintahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pemerintahan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas adalah seluruh kekuasaan di bidang legislatif (pembuatan undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-undang), dan yudikatif (evaluasi undang-undang).Sedangkan dalam arti sempit adalah kekuasaan negara dalam bidang eksekutif (Mochtar Afandi,1997) Di Indonesia menerapkan pengertian pemerintahan dalam arti sempit.

Pemerintahan dalam perspektif kybernology didefinisikan sebagai proses pemenuhan kebutuhan manusia sebagai konsumer produk-produk pemerintahan akan pelayanan publik dan pelayanan sipil; badan yang berfungsi sebagai prosesor (pengelola) disebut pemerintah; konsumer produk-produk pemerintahan disebut yang diperintah; hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah disebut hubungan pemerintahan; dan personil pemerintahan disebut aktor pemerintahan. Yang dimaksud dengan produk-produk pemerintahan adalah keseluruhan output yang terjadi melalui proses, baik yang positif maupun yang negatif dan outcome adalah semua yang dialami oleh atau pengalaman manusia (konsumer) dari produk pemerintahan yang bersangkutan. (Taliziduhu Ndraha, 2003: xxxv).

Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani demos yang berarti rakyat dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan/berkuasa (Miriam Budiardjo, 2001:50). Dengan demikian demokrasi adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat (Inu Kencana Syafiie, 2001:129).

Secara konseptual, demokrasi jika dilihat dari cara penyampaian kehendak rakyat ada dua macam yaitu demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi langsung adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Demokrasi seperti ini sudah mulai diterapkan oleh Indonesia secara kontinu mulai dari pemilihan umum legislatif dan presiden beberapa waktu lalu, dan akan diterapkan juga dalam pemilihan kepala

Page 6: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

19

daerah/wakil kepala daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan demokrasi tidak langsung adalah demokrasi yang berdasarkan perwakilan atau representative democracy yaitu rakyat memberikan sebagian haknya kepada wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan untuk membuat keputusan-keputusan yang memihak kepadanya (Miriam Budiardjo, 2001:54).

Jadi yang dimaksud dengan pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang berdasarkan hukum, yang menempatkan kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksudkan untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Dengan adanya konstitusi di satu pihak menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintah dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi dari warga negara (Carl J. Friedrich,1967: Bab VIII).

Atau dalam konteks pemerintahan lokal, demokrasi dimaksudkan agar keseluruhan tugas pokok pemerintahan di daerah didukung oleh potensi masyarakat melalui pengembangan social understanding, social support, social responsibility bagi terwujudnya social participation (Y.W. Sunandhia,1996:6) Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literatur dengan pendekatan kualitatif. Pada

penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk dokumentasi dan observasi maka untuk selanjutnya data tersebut akan dianalisis lebih mendalam lagi sehingga membentuk suatu kesimpulan ilmiah-alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan.

Fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari implementasi kebijakan pemilihan kepala daerah secara langsung; (2) Mengetahui problem dan prospek dari implementasi kebijakan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Data diperoleh dari penelusuran literatur, seperti: buku, peraturan perundang-undangan sebagai dokumen resmi dan literatur-literatur yang lain (surat kabar, seminar, internet, dan lain-lain), yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Sementara itu, analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yang sifatnya induktif (kesimpulan khusus menjadi umum)..

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Fokus 1: Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 amandemen keempat Bab VI tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa

Page 7: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

20

gubernur, bupati,dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Dilihat dari kalimat tersebut memang UUD 1945 tidak menyebutkan secara tertulis arti “dipilih secara demokratis”. Tetapi secara harfiah telah disepakati bersama oleh anggota Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Pansus DPR RI) yang bertugas merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah melalui beberapa tahapan pelaksanaan, yaitu tahapan transisi (1999-2001), tahapan instalasi (2002-2003) dan tahap konsolidasi (2003-2007). Mereka sepakat bahwa maksud “dipilih secara demokratis” berarti dipilih langsung oleh rakyat, seperti halnya pemilihan legislatif dan presiden. Hal ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam meminimalisir penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia umumnya dan di daerah pada khususnya.

Hal ini diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa kepala daerah/wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran konsep pemilihan dari sistem perwakilan (melalui parlemen/representative democracy) ke sistem pemilihan langsung (direct democracy). Dengan demikian hal-hal yang terjadi dari penerapan Undang-Undang Pemerintahan Daerah sebelumnya seperti : korupsi, kolusi, nepotisme, money politics dan segala hal yang ilegal dan melanggar prinsip-prinsip negara hukum tidak terjadi lagi di dalam penerapan/pengimplementasian Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru ini.

Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dan diperhatikan untuk dijadikan alternatif dalam pengimplementasian kebijakan pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah, diantaranya: 1) Adanya ketegasan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang

pemilihan kepala daerah yang demokratis, dengan memberikan pemahaman yang sama bahwa yang dimaksud demokratis di sini berarti dipilih secara langsung oleh rakyat;

2) Menyiapkan peraturan perundang-undangan tersendiri yang mengatur lebih rinci tentang mekanisme dan prosedur pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah dalam satu bentuk draft Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU PILKADA);

3) Menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksanaan yang menyangkut tata cara pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah, mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban kepala daerah/wakil kepala daerah, pengangkatan/pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah, tata hubungan antara penyelenggaraan pemerintahan di daerah, kedudukan keuangan daerah dalam pembiayaan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah dan organisasi pemerintahan daerah;

4) Adanya satu mekanisme/prosedur yang jelas dalam penyeleksian atau perekrutan pemimpin di daerah yang memungkinkan terpilihnya kepala daerah/wakil kepala daerah dengan proses yang obyektif. Proses seleksi dan rekruitmen oleh partai politik atau gabungan partai politik harus mempertimbangkan aspek kemampuan,

Page 8: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

21

baik itu kemampuan intelektual, moralitas, maupun kemampuan manajerial. Hal itu dapat diukur dari tingkat pendidikan, track record, dan pengalaman-pengalamannya;

5) Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam melayani kepentingan publik. Pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya-upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Paradigma lama yang menganggap segala keputusan berada di tangan pemerintah dan aparat birokrasi harus dikikis habis dan diganti dengan pandangan baru yang mengedepankan pelayanan dengan prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabilitas kepada publik;

6) Peningkatan pengetahuan politik melalui pendidikan politik rakyat. Ini dimaksudkan karena heterogennya karakter masyarakat, mulai dari aspek sosial, budaya, ekonomi, dan pluralitas agama. Pola perilaku politik pun pada umumnya terbagi dalam dua kategori besar yaitu perilaku politik pemilih yang rasional dan perilaku pemilih yang emosional. Masyarakat perkotaan akan lebih cenderung menggunakan rasionalitasnya ketimbang emosinya dalam memilih pemimpinnya dengan melihat pada visi, misi dan platform si calon. Tetapi di lain pihak ada masyarakat yang akan menggunakan emosionalitasnya dalam memilih dengan melihat hubungan agama, budaya atau partai politik. Sehingga dengan demikian tugas kita semua adalah mengendalikan dan mengarahkan nilai-nilai budaya primordialisme, parokhialisme, etnosentrisme dan patron client sebagai faktor pendukung integrasi seperti yang dimaksud oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dari beberapa hal di atas, yang harus menjadi perhatian utamanya adalah

tentang mekanisme dan prosedur perekrutan/penyeleksian calon kepala daerah/wakil kepala daerah. Karena kita ketahui, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (1) menyatakan peserta pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diajukan/diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dan disebutkan juga menurut pasal 59 ayat (2) bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD yang bersangkutan.

Dalam mekanisme perekrutan/penyeleksian calon perseorangan, menurut pasal 59 ayat (3) partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat dan selanjutnya memproses bakal calon tersebut melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maksud dari transparan adalah proses penyelenggaraan serta keputusannya dapat diakses oleh publik. Artinya di sini partai politik atau gabungan partai politik harus melihat visi, misi, kemampuan intelektual, moralitas, manajerial serta integritas calon terhadap daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan dibawanya sebagai pemegang kemudi organisasi, sebagai katalisator yang mempercepat jalannya organisasi, berperan sebagai integrator, sebagai “bapak”,

Page 9: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

22

sebagai pendidik, koordinator dalam pelaksanaan otonomi daerah dan sebagai dinamisator dan motivator dalam menggerakkan jalannya pembangunan di daerah.

Dengan adanya beberapa hal tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang jauh dari cita-cita luhur bangsa, dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang fokusnya terletak pada pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung dapat diintegrasikan kembali untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance and clean government) yang terbebas dari kultur korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga negara demokrasi yang selama ini kita idam-idamkan dapat segera terwujud. Fokus 2: Dampak Implementasi Pemilihan Langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

Dampak merupakan akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu sistem di dalam kehidupan masyarakat, termasuk sistem pemerintahan. Dampak tidak harus dipersepsikan sebagai hal yang negatif. Dalam setiap sistem pemerintahan yang ada selama ini, pastilah terdapat dampak positif dan dampak negatif di dalam pengimplementasiannya, termasuk juga di dalam sistem pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah. Kita harus melihat dampak positif sebagai suatu hal yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Dan kita juga harus melihat dampak negatif dari suatu sistem sebagai suatu hal yang harus diperbaiki demi kemajuan sistem yang ada.. Dengan demikian dampak negatif dalam sistem yang ada dapat diminimalisasi.

Dampak Positif Implementasi Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung:

1) Adanya harmonisasi dalam konteks hubungan antara kepala daerah dengan DPRD; Dalam konteks pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah, yang disambut sangat antusias oleh masyarakat sebagai salah satu bukti adanya kehidupan demokrasi di Indonesia, akan membentuk konstelasi politik yang berbeda. Dengan dipilihnya kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung, maka ia akan mempunyai legitimated yang sama dengan anggota dewan, sehingga keduanya tidak bisa saling menjatuhkan. Kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih rakyat dengan sistem baru nanti belum tentu berasal dari partai politik yang dominan di DPRD-nya. Dalam pemilihannya pun calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak bisa membeli suara dari DPRD, sehingga tidak ada ikatan batin antara kedua belah pihak. Dari kasus tersebut, sebaiknya DPRD cukup berkonsentrasi pada fungsi kontrol/pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, serta segala kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, karena kelemahan DPRD dalam bidang pengaturan dan

Page 10: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

23

penganggaran yang disebabkan oleh kurangnya informasi, terbatasnya tenaga ahli, minimnya anggaran dan masa kerja yang terbatas. Hal tersebut cukup untuk menjadi landasan kenapa peran DPRD menjadi berkurang, sehingga hanya dibatasi pada fungsi pengawasan saja. Terkait dengan itu semua, sebenarnya kunci dalam hubungan kerjasama antar kepala daerah/wakil kepala daerah dengan DPRD adalah bagaimana bersama-sama menjalankan pemerintahan daerah yang paling efektif dan efisien untuk saling mengadakan fungsi check and balance diantara keduanya. Dengan demikian interaksi yang dibutuhkan adalah menunjang peningkatan kualitas penyusunan setiap kebijakan. DPRD seyogyanya dapat membantu kepala daerah/wakil kepala daerah dalam menyusun kebijakan yang sebaik mungkin. Untuk itu diperlukan dialog segitiga antara masyarakat, DPRD dan kepala daerah.

2) Menghasilkan kepala daerah/wakil kepala daerah yang kredibel dan akuntabel; Dengan adanya pemilihan langsung, maka akan dihasilkan seorang figur pemimpin daerah yang mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari rakyat, sehingga memiliki tingkat pertanggungjawaban yang tinggi terhadap rakyatnya, bukan terhadap partai asal yang mencalonkannya. Dengan dukungan yang diberikan oleh rakyat kepadanya, seorang kepala daerah/wakil kepala daerah dituntut untuk dapat melaksanakan fungsi dan perannya sesuai dengan amanat rakyat, diantaranya adalah mengeluarkan kebijakan yang berorientasi kepada rakyat/publik. Sehingga dengan demikian kepala daerah/wakil kepala daerah harus memiliki tingkat responsibility yang tinggi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Apa yang dikehendaki rakyat itulah yang harus menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi oleh seorang kepala daerah/wakil kepala daerah. Karena jika hal tersebut tidak dilakukan, rakyat sebagai pengkontrol penyelenggaraan pemerintahan di daerah selain DPRD akan memunculkan sikap apatis yang terkadang berlebihan dan mengecap buruk pemerintahan tersebut, dan bukan tidak mungkin rakyat akan menurunkan kepala daerah/wakil kepala daerah dari tampuk kekuasaannya. Jika hal tersebut terjadi maka ketika suatu saat kepala daerah/wakil kepala daerah mencalonkan diri untuk yang kedua kalinya, rakyat tidak akan memilihnya, karena tidak bisa melaksanakan amanah dan kepercayaan yang telah dimandatkan rakyat kepadanya pada periode kepemimpinan sebelumnya. Begitupun sebaliknya, jika kepala daerah/wakil kepala daerah yang nanti terpilih dapat mengakomodir kehendak rakyat, maka apabila ia mencalonkan diri untuk yang kedua kalinya sebagai kepala daerah maka dukungan rakyat akan jatuh kembali kepadanya, karena rakyat menilai ia mampu mempertanggungjawabkan amanah yang telah diberikan oleh rakyatnya.

3) Memperkecil permainan politik uang antara kepala daerah/wakil kepala daerah

dengan DPRD;

Page 11: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

24

Selama ini permainan politik uang selalu menyelimuti bursa pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, mulai dari uang menyewa “perahu” fraksi yang akan mencalonkan seorang kepala daerah/wakil kepala daerah hingga jual-beli suara yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah per suara. Aksi ini sangat marak, antara lain disebabkan kecilnya “biaya investasi” untuk menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah dibanding dengan keuntungan atau benefit yang akan didapatkannya setelah terpilih. Belakangan ini money politics masih tumbuh subur di dalam gedung “yang dihormati” tersebut, karena memang tata tertibnya tentang pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah dirancang menjadi pintu masuk money politics. Fraksi di lembaga legislatif daerah, meskipun anggotanya mungkin kecil bisa dijadikan sasaran/peluang terjadinya politik uang. Jadi seorang calon yang tidak punya modal, jangan pernah bermimpi fraksi akan menengok dan mencalonkannya, sekalipun ia memiliki kemampuan intelektual, moralitas dan manajerial yang tinggi. Selama ini money politics hanya tercium baunya saja tanpa kita dapat ketahui dari mana asalnya. Ini disebabkan kelihaian yang dipertunjukkan oleh anggota badan legislatif daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memberikan waktu yang sangat singkat kepada publik dalam menggelar uji publik, sehingga tidak memberikan ruang dan waktu bagi publik melaporkan berbagai transaksi politik ilegal yang terdapat di dalam gedung rakyat tersebut. Pembuktian kongkalikong antara kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipersulit lagi dengan menunjukkan bukti-bukti laporan yang disertai pernyataan di atas segel dari pelapor dan disertai bukti-bukti yang kuat. Jadi kenyataan menunjukkan proses pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang melalui sistem perwakilan, yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat cenderung mengalami deviasi (pembiasan). Hasilnya seringkali kontradiktif dengan aspirasi rakyat. Rakyat akhirnya hanya menjadi penggembira saja. Dengan adanya perubahan sistem pemilihan kepala daerah perwakilan menjadi langsung, akan membuat calon kepala daerah/wakil kepala daerah berpikir berkali-kali untuk melakukan transaksi praktek-praktek ilegal seperti politik uang dan intimidasi politik yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan cita-cita demokrasi. Karena tidak mungkin mengendalikan ratusan atau bahkan jutaan pemilih seperti mengendalikan 35 – 100 suara anggota dewan (untuk DPRD Provinsi) dan 20 – 50 suara anggota dewan (untuk DPRD Kabupaten/Kota). Maka, diharapkan dengan adanya pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung ini perlahan-lahan dapat mengeliminir celah money politics dan lebih jauh dikemudian hari dapat menutup celah tersebut.

4) Mengurangi dominasi kepentingan partai politik;

Page 12: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

25

Sekalipun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (1) menyatakan peserta pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik, akan tetapi hasil akhir dari terpilihnya calon yang diusulkan tersebut ada di tangan rakyat. Dengan demikian dominasi kepentingan partai politik yang terjadi pada sistem pemilihan perwakilan dapat diminimalisir pada sistem pemilihan langsung. Calon yang nantinya terpilih pun harus berorientasi kepada kepentingan rakyat, karena jika tidak rakyat sebagai pengontrol penyelenggaraan pemerintahan dapat menurunkan dia sewaktu-waktu.

5) Rakyat ikut bertanggung jawab terhadap pilihannya;

Ketika kita memilih seseorang untuk menjadi pemimpin kita, artinya sebagian hak yang kita miliki secara sadar ataupun tidak telah kita berikan kepadanya. Artinya ketika kepala daerah/wakil kepala daerah yang kita pilih ternyata melakukan kesalahan dan tidak membawa perubahan ke arah kemajuan yang signifikan terhadap daerahnya, maka konsekuensi logisnya adalah selain kepala daerah/wakil kepala daerah yang bertanggung jawab atas daerahnya, rakyat pun sebagai orang yang memilihnya harus ikut bertanggung jawab. Maka dari itu perlu adanya komunikasi politik yang efektif antara rakyat dan kepala daerahnya, sehingga keduanya dapat saling mengingatkan jika ada kesalahan. Dengan demikian kesalahan-kesalahan yang ada dapat langsung segera diperbaiki.

6) Meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan demokrasi

lokal; Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa perjalanan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 di dalam proses penerapannya, khususnya di dalam hubungan antara kepala daerah/wakil kepala daerah sebagai lembaga eksekutif daerah dengan unsur perwakilan sebagai lembaga legislatif daerah, hampir di semua daerah di seluruh Indonesia mengalami hubungan yang tidak harmonis. Padahal menurut Undang-Undang ini kepala daerah dipilih oleh DPRD, sehingga dalam tata hubungan kerjanya adalah sejajar dan menjadi mitra. Di dalam kenyataan yang ada, pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilakukan secara “elitis” oleh lembaga yang “dihormati” rakyat ternyata sangat kental permainan politik uangnya. Ini menandakan bahwa para wakil rakyat yang notabenenya penyambung lidah rakyat, telah mengingkari janji dan amanah yang telah diberikan oleh rakyat. Perilakunya telah berseberangan dengan nilai-nilai good governance dan clean government.

Page 13: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

26

Pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung telah membuka lebar-lebar pintu demokrasi bagi masyarakat lokal untuk turut berpartisipasi. Pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah akan menghindari persekongkolan antara partai politik dan DPRD dengan kepala daerah, bahkan membuka peluang bagi rakyat untuk mempersoalkan atau menggugat kebijakan pemerintah setempat yang merugikan kepentingan rakyat. Ini dapat memicu perkembangan demokrasi di tingkat daerah. Rakyat berhak dan bebas menyalurkan aspirasi politiknya sesuai dengan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28, tanpa harus takut dengan intervensi dari pihak manapun juga. Dengan demikian pemilihan langsung kepala daerah dapat meminimalkan intensitas penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan demokrasi, sehingga dapat membangun pilar-pilar demokrasi di tingkat lokal secara optimal.

7) Terciptanya tata pemerintahan lokal yang good governance and clean government; Penerapan sistem pemilihan langsung presiden mengakibatkan timbulnya wacana untuk juga memilih kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar terdapat kesamaan sistem pemilihan eksekutif di tingkat pusat dan di tingkat daerah. Selain itu pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung akan menciptakan suatu pola hubungan pemerintahan lokal yang harmonis antara kepala daerah dan DPRD karena kedua-duanya menjadi mitra dan sama-sama legitimated di mata rakyatnya, sehingga tidak dapat saling menjatuhkan satu sama lain. Di samping hubungan kepala daerah dengan rakyat akan sangat erat, karena kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung telah diberikan amanat oleh rakyat yang pada kemudian hari pun harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang memilihnya. Begitupun hubungan DPRD dengan rakyat, sekalipun nama baiknya telah tercoreng oleh perbuatan anggotanya sendiri, namun di lain pihak mereka notabenenya adalah tetap wakil rakyat. Maka dari itu DPRD harus dapat mengembalikan kepercayaan rakyat kepadanya, dan itu dapat dilakukan diantaranya melalui: pengintegrasian dan pengaplikasian prinsip-prinsip good governance seperti: penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tangkap/responsif, wawasan ke depan/visioner, pengawasan/kontrol, akuntabilitas/bertanggung jawab, efektif dan efisien, dan yang terakhir profesionalisme.

8) Pemilihan langsung merupakan bukti perwujudan pemerintahan yang demokratis. Negara-negara demokrasi menganut nilai-nilai dasar politik masyarakat yang terdiri dari kemerdekaan atau liberty, persamaan atau equality, dan kesejahteraan atau welfare. Untuk memajukan kemerdekaan maka kekuasaan

Page 14: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

27

pemerintahan harus dibagi sedemikian rupa sehingga individu mampu dilindungi dari tindakan yang sewenang-wenang (constitutional effect). Untuk memajukan persamaan, maka kekuasaan pemerintah harus dibagi sedemikian rupa hingga dapat memberikan kesempatan-kesempatan yang luas bagi warga negaranya untuk berpartisipasi dalam pengembalian keputusan politik (democratie effect). Sedangkan untuk memajukan kesejahteraan maka kekuasaan pemerintah harus dibagi sedemikian rupa sehingga efektif untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat dapat dipenuhi (fasilitating effect). Perihal yang kita bicarakan saat ini adalah nilai dasar politik yang kedua, yang diimplementasikan melalui pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara langsung dari hati nuraninya dalam menentukan pilihannya tanpa perantara siapapun.

Dampak Negatif Implementasi Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

1) Membatasi pintu masuk bagi calon perseorangan atau independen; Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (1), peserta pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Sedangkanbagi calon perseorangan atau independen sangat dibatasi atau dipersulit mekanisme pencalonannya karena ia harus bertandang terlebih dahulu ke konstituennya untuk memperoleh dukungan yang kuat. Dengan membatasi pintu masuk ke proses pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung hanya melalui satu pintu menandakan saluran politik publik masih disumbat. Calon perseorangan atau independen meskipun memiliki kemampuan dan kredibilitas (kepercayaan) yang baik dari rakyat tanpa adanya dukungan dari partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkannya maka ia harus membuang jauh-jauh mimpinya menjadi pemimpin daerah. Pembatasan itupun tidak demokratis. Sebagaimana diketahui para pegawai negeri sipil tidak berafiliasi dengan partai politik, sehingga hal tersebut jelas akan menjadi restriksi tersendiri bagi mereka. Padahal sebagai anak bangsa yang meniti karier secara berjenjang dan gradual, merekapun seharusnya mempunyai kesempatan yang sama menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah melalui pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah. Partai politik sebagai salah satu instrumen demokrasi memang sudah seharusnya mendapat tempat yang utama. Namun mengingat semua komponen masyarakat belum terakomodasi ke dalam partai politik alangkah baiknya bila non-partisipan dapat terakomodir. Tentunya keikutsertaan calon non-partai dirumuskan secara proporsional.

Page 15: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

28

2) Membuka lahan money politics yang baru; Akibat yang ditimbulkan dari adanya pembatasan pintu masuk ke proses pemilihan kepala daerah secara langsung hanya melalui satu pintu dikhawatirkan akan membuka kembali peluang politik uang yang baru, berpindah dari anggota dewan/legislatif kepada para pengurus atau elit partai politik. Setiap pembatasan yang tidak rasional hanya akan mengundang peluang praktek-praktek ilegal. Kondisi ini seharusnya dapat dicegah dengan penerapan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung, sehingga praktek money politics tidak sekadar memindahkan tempat prakteknya dari lembaga legislatif ke lembaga partai politik. Yang harus diingat adalah pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung memerlukan dana yang yang besar, bahkan mungkinjauh lebih besar, namun ongkos atau biaya politik tersebut bisa jadi bukanlah yang paling menentukan. Diperkirakan ongkos politik dibutuhkan hanya untuk mengenalkan diri, meningkatkan nilai jual calon kepala daerah/wakil kepala daerah atau mungkin untuk menyentuh hati para pemilih. Jika politik uang masih mewarnai bursa calon, maka pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah beresiko terpilihnya orang yang populer ketimbang orang yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengelola daerahnya. Untuk populer dan menarik simpati banyak orang, calon kepala daerah/wakil kepala daerah bisa menghamburkan uang dan berbagai macam fasilitas untuk membeli wartawan media massa untuk memanipulasi informasi kepada publik.

3) Membutuhkan dana yang sangat banyak;

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 107 ayat (4), jika calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak mendapat 25 % suara, maka akan diadakan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Sama seperti pemilihan umum presiden, jika pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah ini menggunakan mekanisme dan prosedur dua putaran, maka konsekuensi logisnya adalah pemerintah daerah harus menganggarkan pembiayaan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerahnya dari kantong Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sendiri. Dan jumlahnya tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 112. Akan tetapi untuk pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung yang pertama, pembiayaan akan dibantu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dan pembiayaan pemilihan kepala daerah selanjutnya diserahkan sepenuhnya pada APBD murni. Biaya yang diambil dari APBD digunakan untuk pembuatan surat suara dan berbagai keperluan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, sedangkan untuk keperluan berkampanye,

Page 16: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

29

biayanya akan ditanggung oleh masing-masing calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang mendaftarkan diri. Maka dari itu pemerintah daerah harus menganggarkan pembiayaan untuk pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerahnya selama lima tahun. Untuk mengantisipasi kekurangan atau keterbatasan dana, sebaiknya pemerintah daerah bisa mengatur keuangannya dengan berorientasi pada masyarakat, dengan tidak menggunakan dana semaunya.

4) Adanya upaya deparpolisasi;

Tidak diberinya kesempatan calon independen dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung menunjukkan adanya upaya deparpolisasi seperti zaman orde baru. Padahal dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, rakyat akan mempunyai kekuasaan untuk memilih pemimpinnya. Salah satu syarat pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik yang akan mencalonkan seorang kepala daerah/wakil kepala daerah sangat memprihatinkan, bukan hanya masalah korupsi yang banyak dilakukan kader partai politik tetapi juga masalah integritas partai politik yang patut dipertanyakan. Dalam pemilihan secara langsung, partai politik sudah tidak lagi berkuasa lagi sebab partisipasi datang langsung dari rakyat. Untuk mengadakan impeachment pun sudah tidak bisa seperti dulu lagi, prosesnya tidak mudah karena kepala daerah/wakil kepala daerah didukung penuh oleh rakyat dan kepala daerah/wakil kepala daerah pun pasti berupaya mengambil hati rakyat. Sebaiknya pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah mengambil contoh dari pemilihan Dewan Perwakilan Daerah. Banyak orang-orang yang cukup baik, yang bukan berasal dari partai politik juga mendapat dukungan masyarakat.

5) Masih minimnya pendidikan politik masyarakat;

Karena masih minimnya pengetahuan rakyat terhadap fenomena pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah yang ada saat ini, maka rakyat sebagai pemilih akan menggunakan emosionalitasnya daripada rasionalitasnya dalam menjatuhkan pilihannya sehingga ia tidak memandang pada visi dan misi calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan juga tidak memperhatikan kemampuan, kualitas dan integritas bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah, sehingga hilangnya daya kritis masyarakat dalam menentukan pemimpinannya. Minimnya pengetahuan politik dikhawatirnya mudah dipengaruhinya rakyat oleh calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang memiliki banyak uang.

Page 17: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

30

6) Adanya dilema pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah dan laporan pertanggungjawabannya; Sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara rinci tentang mekanisme dan prosedur pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang menggantikan pemilihan melalui DPRD. Permasalahan muncul karena terdapat 13 daerah di Indonesia yang harus melakukan rotasi pemerintahan pada periode 2004-2005. Jalan satu-satunya adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas persetujuan presiden mau tidak mau harus memperpanjang atau memperpendek masa jabatan kepala daerah dalam rangka penyesuaian terhadap Undang-Undang tersebut, yang diterapkan mulai Juni 2005. Permasalahan yang hampir serupa terjadi pada laporan pertanggungjawaban kepala daerah/wakil kepala daerah, karena DPRD hanya berhak memberikan keterangan pertanggungjawaban tanpa menentukan apakah LPJ itu diterima atau ditolak. Di sisi lain jika LPJ diberikan kepada presiden atau gubernur, maka terjadi penarikan sebagian wewenang pemerintah Kabupaten/Kota ke pemerintah di atasnya atau terjadi proses resentralisasi.

7) Adanya pengurangan fungsi DPRD;

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan hasil revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kini DPRD tidak lagi berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat, karena menurut Undang-Undang ini rakyatlah yang menentukan siapa pemimpin daerahnya. Karena sudah tidak berfungsinya lagi DPRD sebagai lembaga perwakilan, maka perannya lebih baik difokuskan pada fungsi pengawasan (kontrol). Dengan adanya fungsi tunggal dari DPRD, diharapkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di tingkat lokal dapat berjalan sebagaimana mestinya. Di lain pihak tidak berjalannya fungsi DPRD menyebabkan posisi tawar DPRD menjadi rendah di mata rakyatnya, karena aspirasi rakyat yang selama ini disalurkan ke lembaga tersebut tidak dapat diakomodir dengan baik. Hal ini menyebabkan lembaga ini tidak dapat berbuat apa-apa lagi, seperti misalnya : menjatuhkan kepala daerah atau menolak LPJ kepala daerah/wakil kepala daerah karena saat ini posisi keduanya sama-sama kuat sehingga tidak bisa saling menjatuhkan. Maka dari itu agar pemerintah daerah dapat berjalan efektif dan efisien perlu adanya harmonisasi pada pola hubungan kerja antara kepala daerah/wakil kepala daerah dengan DPRD berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemitraan.

Fokus 2: Problem Pengimplementasian Pemilihan Langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

Page 18: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

31

Saat ini, terutama sejak tersiarnya berita adanya revisi Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, wacana pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung mencuat di khalayak umum. Ternyata adanya revisi ini tidak menjamin dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada, karena justru menimbulkan masalah baru dalam konteks pemerintahan lokal. Maka itu, adanya niat baik dari pemerintah pusat untuk merevisi Undang-Undang Otonomi Daerah tidak lantas langsung diterima oleh stakeholders-stakeholders di daerah. Ada beberapa syarat yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sebelum melakukan revisi Undang-Undang Pemerintahan Daerah tersebut diantaranya adalah bahwa Undang-Undang hasil revisi nantinya harus dapat memenuhi rasa keadilan, persamaan, dan kebebasan dalam kerangka sistem demokrasi.

Pada kenyataannya, prasyarat revisi Undang-Undang Otonomi Daerah tidak begitu diindahkan oleh pemerintah pusat sehingga menimbulkan permasalahan yang baru. Kebijakan yang seharusnya berorientasi kepada rakyat malahan hanya berorientasi pada kepentingan suatu kelompok saja. Hal ini dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang diantaranya membatasi bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari perseorangan atau independen, karena kepala daerah/wakil kepala daerah harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini menandakan pembangunan demokrasi yang setengah hati, karena jika dilihat dari kasus ini saluran politik bagi publik menjadi tersumbat.

Problematika yang ditimbulkan dari pengimplementasian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ternyata bukan hanya itu saja. Adanya sinyalemen turunan dari permasalahan di atas sangat banyak, seperti adanya anggapan membuka lahan baru bagi politik uang, yang tadinya dari kepala daerah/wakil kepala daerah ke legislatif menjadi dari kepala daerah/wakil kepala daerah ke partai politik. Karena partai politik yang berkuasa dalam pengusulan atau pengajuan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, muncul sinyalemen adanya upaya deparpolisasi seperti yang terjadi pada jaman orde baru, yang memposisikan partai politik sebagai kekuatan dominan di parlemen.

Masalah bertambah banyak, ketika sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang mengatur tentang mekanisme dan prosedur tata laksana penjaringan hingga pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah, LPJ kepala daerah/wakil kepala daerah, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, pendidikan politik rakyat, kesiapan aparat, dan sistem penyeleksian/rekruitmen calon kepala daerah/wakil kepala daerah oleh partai politik saat ini pun patut dipertanyakan. Fokus 3: Prospek Pengimplementasian Pemilihan Langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

Adanya kebijakan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung berarti telah membuka kebebasan politik atau civil right yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk menentukan siapa saja yang seharusnya memimpin daerahnya dan

Page 19: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

32

bebas menyampaikan kritikan dan pendapatnya. Hak-hak politik hendaknya dijunjung tinggi sebagai penghargaan kepada seluruh warga negara yang memberikan mandat kepada kepala daerah/wakil kepala daerah yang kredibel dan akuntabel.

Transparansi dalam pengambilan keputusan politik dapat meningkatkan kepercayaan antara warga masyarakat dengan pemerintahnya. Jaminan transparansi berarti memberikan hak kepada warga masyarakat untuk mengungkap hal-hal yang dinilai merugikan warga serta masyarakat seperti transaksi politik yang tidak jujur.

Selain itu, keberadaan sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung adalah untuk mengharmonisasikan hubungan antara kepala daerah/wakil kepala daerah dengan DPRD setempat, sehingga fungsi check and balance antara keduanya dapat berjalan secara efektif, menghasilkan kepala daerah/wakil kepala daerah yang mendapat dukungan rakyat yang menyebabkan tingkat pertanggungjawaban kepala daerah/wakil kepala daerah kepada masyarakat semakin tinggi, memperkecil transaksi politik yang ilegal antara kepala daerah dan DPRD dan juga memperkecil dominasi kepentingan partai politik. Karena walaupun partai politik merupakan lembaga politik satu-satunya yang berhak mengajukan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, tetapi hasil akhirnya tetap berada di tangan rakyat. Dan yang terakhir dengan sistem pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung rakyat juga turut bertanggung jawab terhadap tingkah laku pemimpinnya.

Pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu bentuk perwujudan prinsip negara demokratis. Di Indonesia hal ini memang masih baru, tetapi melihat pengalaman pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden 2004 dan 2009 silam, walaupun masih tahap awal ternyata bangsa Indonesia telah mampu melaksanakan demokrasi langsung ini dengan baik. Pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah saat ini telah menjadi tuntutan zaman yang harus dipenuhi karena esensi dari pemilihan langsung adalah mengoptimalkan partisipasi rakyat dalam menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah agar berorientasi kepada kepentingan publik. Kesimpulan dan Saran

Pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah yang diamanahkan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sangat penting keberadaannya dalam rangka mewujudkan cita-cita negara demokrasi yang ideal, karena dengan adanya pemilihan langsung akan berdampak positif bagi tatanan organisasi pemerintahan seperti: 1) Adanya harmonisasi dalam konteks hubungan antara kepala daerah/wakil kepala

daerah dengan DPRD; 2) Menghasilkan kepala daerah/wakil kepala daerah yang kredibel dan akuntabel; 3) Memperkecil permainan politik uang antara kepala daerah/wakil kepala daerah

dengan DPRD; 4) Mengurangi dominasi kepentingan partai politik; 5) Rakyat ikut bertanggung jawab terhadap pilihannya;

Page 20: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

33

6) Meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan demokrasi lokal;

7) Terciptanya tata pemerintahan lokal yang good governance dan clean government, dan;

8) Pemilihan langsung merupakan bukti perwujudan pemerintahan yang demokratis.

Akan tetapi kita akan menemukan dampak negatif dari implementasi adanya kebijakan pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah seperti : 1) Membatasi pintu masuk bagi calon perseorangan atau independen; 2) Membuka lahan money politics yang baru; 3) Membutuhkan dana yang sangat banyak; 4) Adanya upaya deparpolisasi; 5) Masih minimnya pendidikan politik masyarakat; 6) Adanya dilema pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah dan laporan

pertanggungjawabannya, dan; 7) Adanya pengurangan fungsi DPRD.

Terkait dengan itu semua, sebelum dilaksanakannya pemilihan langsung kepala daerah/wakil kepala daerah sebaiknya disiapkan terlebih dahulu perangkat-perangkat pelaksananya secara lengkap. Hal ini menyangkut tentang mekanisme dan prosedur penyeleksian dan rekruitmen pemimpin di daerah oleh partai politik, keberadaan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, serta menyiapkan berbagai Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya untuk mengawal peraturan pokoknya. Dan tidak lupa kesiapan aparat pelaksana atau penyelenggara pun harus diperhatikan. Jika semua hal tersebut telah dipenuhi, maka pelaksanaan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah secara langsung dijamin akan lancar dan pemerintahan demokratis pun akan segera terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

Deddy, S.B., Riyadi. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah: Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Fauzi, Noer. Dkk. 2001. Otonomi Daerah Sumber Daya Alam Lingkungan.

Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika

Page 21: Analisis Problem dan Prospek Implementasi Kebijakan ... · PDF filedaerah yakni sebagai Ketua Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dan sebagai pelaksana ... Pemerintahan Daerah di

Volume 4, No. 7, Juni 2011 ISSN: 1979–0899X

Yahnu W. Sanyoto; 14 - 32

34

Kansil, C.S.T. 1991. Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Jakarta: Rineka Cipta Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. Jakarta:

Rineka Cipta Sunindhia, Y.W., dan Widiyanti, Wiwik. 1987. Kepala Daerah dan Pengawasan dari

Pusat. Jakarta: Bina Aksara. Jakarta Sunindhia, Y.W. 1996. Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta:

Rineka Cipta Syafiie, Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Refika Aditama.

Bandung. Hlm. 129. Syukani. 2004. Otonomi Daerah Demi Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Nuansa Madani Makhya, Syarief. 2004. “Pilkada Langsung, Demokratisasi Substantif dan Pendidikan

Politik Rakyat”. Opini di Harian Lampung Post. Bandar Lampung: Lampung Post

Saroso, Oyos. 2004. “Anomali Pilkada Secara Langsung”. Opini di Harian Lampung

Post. Bandar Lampung: Lampung Post Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum AnggotaDewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah