analisis pertumbuhan ekonomi dan tingkat ketimpangan antar ...
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAERAH DAN KETIMPANGAN...
Transcript of ANALISIS POTENSI EKONOMI DAERAH DAN KETIMPANGAN...
ANALISIS POTENSI EKONOMI DAERAH DAN
KETIMPANGAN PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2011-2015
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Disusun Oleh:
Putri Ramadhani Utami
11140840000063
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1440 H/2018
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap : Putri Ramadhani Utami
2. Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 7 Februari 1996
3. Alamat : Perumahan Sarana Indah Permai
Jl Arumdalu II A5 No.14
rt 01/08, Kelurahan Kedaung,
Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan 15415
4. Telepon : 085772110900
5. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. SDN 1 Ciputat Tahun 2002-2008
2. MTSN 3 Jakarta Tahun 2008-2011
3. MAN 4 Jakarta Tahun 2011-2014
4. UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2014-2018
III. Pengalaman Organisasi
1. Staff Divisi Humas dan Media HMJ IESP Tahun 2014-2015
2. Sekretaris KPPS FEB Tahun 2015-2016
IV. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Kasno
2. Ibu : Saniah
3. Alamat : Perumahan Sarana Indah Permai
4. Jl Arumdalu II A5 No.14
rt 01/08, Kelurahan Kedaung,
Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan 15415
5. Anak ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara
vii
ABSTRACT
This study aims to identify sectors of regional economic potential that
affects economic growth, to classifying conditions of economics growth, to find
out the level of income inequality between regencies/cities and the correlation
with economic growth.
The secondary data in this study period 2011 – 2015 sourced from BPS
Banten and BPS regencies/cities in Banten. While analysis method that used in
this study is analysis Location Quotient (LQ), Klassen Tipology, Williamson
Indeks, and Pearson Correlation.
The results indicates that eight regencies/cities in Banten have different
base sectors. These base sectors is a regional economic potential that affects
economic growth. Base sectors owned by regencies/cities in Banten Province are
dominated by the Education Services Sector which consists of 5 districts/cities.
Klassen Tipology showed that only 1 regency/city are included in developed areas
and 4 regencie/cities are included in undeveloped areas. Income inequality in the
regencies/cities in Banten is high (> 0.5), which the result analysis of Williamson
Index is 0,7667 in 2011 and 0,7774 in 2015. Perason Correlation between
economic growth with income inequality showed a negative correlation, with a
correlation of 78,3%.
Keywords: Base Sector, Income Inequality, Location Quotient (LQ), Klassen
Tipology, Williamson Indeks, Pearson Correlation.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor potensi
ekonomi daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,
mengklasifikasi kondisi pertumbuhan ekonomi, mengetahui tingkat ketimpangan
pendapatan antar kabupaten/kota dan hubungannya dengan pertumbuhan
ekonomi.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari BPS
Provinsi Banten dan BPS Kabupaten/Kota di Provinsi Banten kurun waktu 2011-
2015. Kemudian dianalisis dengan Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen,
Indeks Williamson, dan Korelasi Pearson.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa delapan kabupaten/kota di Provinsi
Banten memiliki sektor basis yang berbeda. Sektor-sektor basis tersebut
merupakan potensi ekonomi masing-masing daerah yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor basis yang dimiliki kabupaten/kota di
Provinsi Banten di dominasi oleh Sektor Jasa Pendidikan yaitu terdapat di 5
kabupaten/kota. Sedangkan tipologi klassen menunjukan hanya 1 kabupaten/kota
yang termasuk daerah yang maju (Kuadran I) dan 4 kabupaten/kota termasuk
daerah relatif tertinggal (Kuadran IV). Ketimpangan pendapatan antar kabupaten/
di Provinsi Banten tergolong tinggi (>0,05) yaitu dengan analisis Indeks
Williamson sebesar 0,7667 tahun 2011 dan sebesar 0,7774 tahun 2015. Korelasi
pearson pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan menunjukan
hubungan yang negatif, dengan korelasi 78,3%.
Kata Kunci: Sektor Basis, Ketimpangan Pendapatan, Location Quotient (LQ),
Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Korelasi Pearson.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat, dan kasih sayanng-Nya
serta Hidayah-Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skrripsi ini dengan judul : “ANALISIS POTENSI EKONOMI
DAERAH DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA DI
PROVINSI BANTEN TAHUN 2011-2015”
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat agar mencapai
gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas dan Bisnis Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
mendapatkan banyak bantuan dari semua pihak. Dengan ketulusan hati penulis,
mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada :
1. Kedua Orang Tua penulis, mama dan papa terimakasih atas segala
pengorbanan, doa dan dukungan, serta kasih sayang yang tiada henti
kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
yang selalu memberikan arahan serta ilmu yang bermanfaat didalam dan
diluar perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Arisman, M.Si selaku dosen pembimbing, terimakasih atas segala
waktu, arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga bapak selalu diberikan rahmat kesehatan keberkahan oleh Allah
SWT.
4. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan, serta jajaran karyawan
dan staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
pelayanan selama perkuliahan dan membantu proses sistematis dalam
penyelesaian skripsi.
x
5. Sahabat-sahabat terbaik selama perkuliahaan, Wini dan Yunita.
Terimakasih atas canda tawa, suka maupun duka selama ini. Terimakasih
atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi. Semoga kita selalu senantiasa di ridhoi Allah SWT.
6. Sahabat-Sahabat terbaik #9 Anti, Layna, Adzkiya Sifa, Fildza, Novi, liesa,
Mila. Terimakasih selalu memberikan semangat, dukungan dan doanya
kepada penulis.
7. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2014, terimakasih telah mewarnai
hari-hari penulis selama perkuliahan semoga Allah SWT selalu
memberikan kesuksesan di kehidupan kita.
8. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
umumnya bagi kita semua. Dengan segala kerendahan hati, penulis butuh
kritik dan saran yang membangun, karena skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, 29 September 2018
Putri Ramadhani Utami
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
D. Manfaat penelitian ................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ................................................................................. 10
1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ................................ 10
2. Pembangunan Ekonomi Daerah ................................................. 12
3. Produk Domestik Regiona Bruto (PDRB) ................................. 12
4. Teori Basis Ekonomi .................................................................. 14
5. Tipologi Klassen ........................................................................ 16
6. Ketimpangan Wilayah ................................................................ 17
7. Faktor Adanya Ketimpangan Wilayah ....................................... 18
8. Ukuran Ketimpangan Wilayah ................................................... 20
xii
B. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 22
C. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 27
D. Hipotesis ........................................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 29
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................... 29
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 30
D. Metode Analisis Data ....................................................................... 31
1. Analisis Location Quotient (LQ) ............................................... 31
1.1 Surplus Pendapatan .............................................................. 32
2. Analisis Tipologi Klassen .......................................................... 33
3. Analisis Indeks Williamson ....................................................... 35
4. Analisis Korelasi Pearson .......................................................... 36
E. Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 36
1. Potensi Ekonomi Daerah ............................................................ 36
2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................... 37
3. Poduk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................. 37
4. Sektor-sektor Ekonomi............................................................... 37
5. Ketimpangan Pendapatan antar Daerah ..................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................. 39
1. Keadaan Geografis ..................................................................... 39
2. Wilayah Administratif ................................................................ 40
3. Demografi .................................................................................. 41
4. Kondisi Perekonomian ............................................................... 43
B. Hasil dan Pembahasan...................................................................... 47
1. Analisis Location Quotient dan Surplus Pendapatan ................. 47
2. Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Tipologi Klassen) ..... 58
3. Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota Provinsi
Banten (Indeks Williamson) ...................................................... 61
4. Hubungan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Pendapatan Antar Kabupaten/Kota (Korelasi Pearson) ............. 63
xiii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 64
B. Saran ................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67
LAMPIRAN ................................................................................................. 70
xiv
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten dengan 4
Provinsi Lainnya di Pulau Jawa Tahun 2011-2015 (persen)
1.2 Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 5
ADH Konstan (persen), 2011-2015
1.3 Rata-rata PDRB Per Kapita Kabupaten/kota di Provinsi 7
Banten Tahun 2011-2015 (rupiah)
3.1 Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah 34
4.1 Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Kelurahan/Desa 41
Pada Wilayah Administrasi di Provinsi Banten Tahun 2015
4.2 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010 Menurut Kabupaten/ 45
Kota Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (persen)
4.3 Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Provinsi Banten ADHK 46
2010 Menurut Lapangan Usaha 2011-2015 (persen)
4.4 Sektor-sektor Basis Kabupaten/Kota di Provinsi Banten 48
Tahun 2011-2015 Berdasarkan Analisis LQ
4.5 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per 59
Kapita Provinsi Banten Tahun 2011-2015
4.6 Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah Provinsi 60
Banten Tahun 2011-2015
4.7 Indeks Williamson antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten 61
Tahun 2011-2015
4.8 Hasil Korelasi Pearson antara Indeks Williamson dan Laju 63
xv
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.2 Kerangka Pemikiran 27
4.1 Peta Provinsi Banten 39
4.2 Jumlah Penduduk Provinsi Banten Tahun 2011-2015 42
4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi 43
Banten Tahun 2015
4.4 PDRB Per Kapita ADHB di Provinsi Banten Tahun 44
2011-2015 (juta rupiah)
4.5 Rata-rata PDRB Per Kapita Kabupaten/kota di Provinsi 62
Banten Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
PDRB ADHK 2010 Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2011-2015 (juta rupiah) ........................................................................ 70
PDRB ADHK 2010 Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten MenurutLapangan Usaha Tahun 2011-2015 (juta rupiah) .............. 71-78
PDRB Per Kapita ADHB Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2011-2015 .............................................................................................. 79
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun
2011-2015 ......................................................................................................... 79
Laju Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015............................................................... 80
Lampiran II
Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Masing-masing
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 ............................... 81-88
Lampiran III
Hasil Perhitungan Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian
Pada Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Banten ......................... 89-96
Lampiran IV
Hasil Perhitungan Tipologi Klassen Pendekatan Wiayah di Provinsi
Banten Tahun 2011-2015 .................................................................................. 97
Lampiran V
Hasil Perhitungan Indeks Williamson Tahun 2011-2015 ....................... ...98-102
Lampiran VI
Korelasi Pearson antara Indeks Williamson dan Laju Pertumbuhan ......... 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan sebuah keharusan jika suatu
negara atau daerah ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
penduduknya, dalam artian penduduk dalam kondisi tidak miskin,
memiliki perekonomian yang cukup sehingga dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginannya. Secara umum, pembangunan ekonomi diarahkan agar
pendapatan masyarakat naik secara terus menerus yang di ikuti dengan
pemerataan yang sebaik mungkin. Akan tetapi pembangunan ekonomi
tidak hanya terfokus pada aspek ekonomi saja, melainkan proses
multidimensional yang mencakup perubahan-perubahan besar dalam
struktur sosial, berupaya untuk mengurangi dan menghapus kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran atau upaya untuk
menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk yang lebih merata (Todaro,
2006).
Berbicara mengenai pembangunan ekonomi, tidak terlepas
hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya pertumbuhan
ekonomi merupakan meningkatnya kemampuan suatu perekonomian
dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Selain itu, menunjukkan
sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan
pendapatan bagi masyarakat pada suatu periode tertentu (Sukirno,
2006:423). Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan meningkatnya
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan Nasional.
Pada dasarnya dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi dapat
dilihat dari segi pertumbuhan ekonominya maupun dari kontribusi sektor-
sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut. Menurut
Pramulyawan (2010:16) untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi
yaitu dengan membandingkan pendapatan dari berbagai tahun yang
dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan, perubahan dalam
2
nilai pendapatan di setiap tahun tersebut disebabkan oleh perubahan dalam
tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
perubahan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari
pada yang dicapai pada waktu sebelumnya. Maka dari itu keberhasilan
pembangunan ekonomi sering diidentikan dengan tingkat petumbuhan
ekonomi.
Rencana pembangunan di Indonesia meliputi rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan regional. Dengan kata
lain pembangunan ekonomi bukan hanya menjadi agenda pemerintah
pusat saja, melainkan suatu daerah juga melaksanakan pembangunan
daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara. Dalam
konteks daerah pembangunan ekonomi merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat dalam mengelola
dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di daerah tersebut.
Kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengelola
daerahnya akan berjalan secara optimal karena ditunjang oleh pelaksanaan
otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya undang-undang tentang
Pemerintahan Daerah yaitu UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun
2004 yang telah direvisi menjadi UU No. 23 Tahun 2014, dan juga
undang-undang tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah
dan Pemerintah pusat yaitu UU No. 25 Tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi UU No. 33 Tahun 2004. Dengan adanya undang-undang tersebut
merupakan salah satu upaya Pemerintah Pusat dalam mendorong
percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah
mempunyai kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri, menentukan
kebijakan dan program pembangunan apa yang akan dilaksanakan sebagai
upaya peningkatakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan
perekonomian daerah dengan mempertimbangkan potensi, sumber daya,
dan faktor-faktor lain yang dimilikinya. Kebijakan dan program yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengelola potensi sumber daya yang ada di
3
masing-masing daerah (Dhyatmika, 2013). Untuk itu pemerintah daerah
diharapkan dapat mengidentifikasi, memanfaatkan, dan mengelola secara
efektif dan efisien potensi sektor-sektor unggulan dan sumberdaya yang
dimilikinya untuk dapat menunjang pertumbuhan maupun pembangunan
ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat (Saerofi, 2005) yang
menyatakan bahwa pembangunan daerah diarahkan agar sesuai dengan
kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang,
karena pemanfaatan ketersediaan sumber daya yang kurang optimal akan
terjadi apabila pelaksanaan pembangunan daerah kurang sesuai dengan
potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Oleh karena itu keadaan
tersebut dapat mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi
daerah yang bersangkutan.
Salah satu metode yang berguna untuk mengkaji dan memproyeksi
pertumbuhan ekonomi wilayah yaitu metode analisis basis ekonomi.
Analisis tersebut didasarkan pada teori ekonomi basis yang membagi
perekonomian suatu wilayah menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan
sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor kegiatan ekonomi yang
tidak hanya berfokus dalam memenuhi kebutuhan sektor di wilayahnya
saja melainkan juga berorientasi ekspor ke luar batas wilayah
perekonomian yang bersangkutan. Sedangkan sektor kegiatan nonbasis
yaitu kemampuan menyediakan sektor yang dibutuhkan oleh masyarakat
yang berada di dalam batas wilayah perekonomian saja. Oleh karena itu
analisis basis dapat dipergunakan pemerintah sebagai pedoman dalam
menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
Provinsi Banten merupakan provinsi yang tidak terlepas dari
pelaksanaan otonomi daerah. Provinsi Banten menjadi Provinsi ke-28 di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah dilakukannya
pemekaran dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 dengan
dikelurkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000
dan menjadi bentukan provinsi baru. Secara geografis Provinsi Banten
memiliki posisi yang strategis karena menjadi penghubung antara pulau
4
Jawa dan pulau Sumatera, selain itu Provinsi Banten juga berdekatan
dengan Ibukota Negara (Jakarta) dan Provinsi Jawa Barat yang menjadi
wilayah yang potensial untuk memasarkan output produksi Provinsi
Banten. Sejak berpisah dari Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 dan
berdiri menjadi provinsi baru, Provinsi Banten menjelma menjadi salah
satu kawasan tujuan investasi di Indonesia. Besarnya peluang investasi di
Provinsi Banten dikarenakan dukungan infrastruktur yang baik, seperti
adanya Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak,
Jalan Bebas Hambatan Jakarta - Merak, dan Jaringan Jalan Kereta Api.
Keberadaan faktor-faktor tersebut menjadi peluang agar sektor-sektor yang
dimiliki Provinsi Banten memiliki kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Berikut pada Tabel 1.1 disajikan perbandingan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Banten dengan Provinsi Lainnya di Pulau Jawa Tahun 2011-
2015.
Tabel 1.1
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten dengan
Provinsi Lainnya di Pulau Jawa Tahun 2011-2015 (Persen)
Provinsi Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
DKI Jakarta 6,73 6,53 6,07 5,91 5,91
Jawa Barat 6,50 6,50 6,33 5,09 5,05
Banten 7,03 6,83 6,67 5,51 5,45
Jawa Tengah 5,30 5,34 5,11 5,27 5,47
DI Yogyakarta 5,21 5,37 5,47 5,17 4,95
Jawa Timur 6,44 6,64 6,08 5,86 5,44
Nasional 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan Tabel 1.1 tingkat pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Banten dalam kurun waktu lima tahun yaitu selama periode 2011-2015,
menunjukan pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan dengan
provinsi lain yaitu sebesar 7,03 persen ditahun 2011, kemudian ditahun
2012 sebesar 6,83 persen, ditahun 2013 sebesar 6,67 persen, ditahun 2014
sebesar 5,51 persen, dan ditahun 2015 sebesar 5,40 persen. Dalam kurun
5
waktu lima tahun tersebut pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten
mengalami penurunan yang signifikan. Akan tetapi perekonomian Provinsi
Banten mampu tumbuh di atas pertumbuhan nasional. Hal ini menunjukan
bahwa perekonomian Provinsi Banten mengalami kemajuan walaupun
pertumbuhan ekonominya di setiap tahun menurun.
Selanjutnya perekonomian Provinsi Banten sejalan dengan
perekonomian daerah pada tingkatan di bawahnya yaitu kabupaten/kota.
Kontribusi setiap kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Banten dapat di
lihat dalam Tabel 1.2
Tabel 1.2
Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten,
ADH Konstan (persen), 2011-2015
Kabupaten/Kota/Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015
Kabupaten Pandeglang 4,47 4,43 4,35 4,32 4,34
Kabupaten Lebak 4,59 4,51 4,50 4,51 4,52
Kabupaten Tangerang 21,35 21,21 21,16 21,12 21,08
Kabupaten Serang 12,36 12,19 12,12 12,10 12,04
Kota Tangerang 24,73 24,79 24,76 24,65 24,61
Kota Cilegon 16,39 16,53 16,53 16,38 16,26
Kota Serang 4,68 4,71 4,73 4,79 4,82
Kota Tangerang Selatan 11,43 11,63 11,85 12,13 12,32
Provinsi Banten 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Berdasarkan Tabel tersebut, presentase kontribusi terbesar terhadap
PDRB Provinsi Banten bertumpu pada tiga kabupaten/kota. Kota
Tangerang memiliki kontribusi tertinggi diantara kabupaten/kota lain yaitu
sebessar 24,7 persen ditahun 2011 dan 24,61 persen ditahun 2015.
Kemudian disusul oleh Kabupaten Tangerang sebesar 21,35 persen
ditahun 2011 dan 21,08 persen ditahun 2015, dan yang terakhir Kota
Cilegon sebesar 16,39 persen ditahun 2011 dan 16,26 persen ditahun 2015.
6
Namun nampaknya dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di
beberapa wilayah masih lebih memfokuskan pencapaian pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, akan tetapi capaian distribusi pendapatan belum bisa
dikatakan merata. Pada umumnya distribusi pendapatan yang merata
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena hal tersebut
merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional di
Indonesia. Maka dari itu permasalahan ketimpangan pendapatan menjadi
sebuah tantangan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi disuatu
wilayah termasuk Provinsi Banten.
Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten yang tumbuh
diatas pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2011-2015 memang
menunjukan bahwa perekonomian Provinsi Banten mengalami kemajuan,
akan tetapi kemajuan ekonominya tidak diimbangi dengan adanya
distribusi pendapatan yang merata antar kabupaten/kota. Hal ini
mengindikasikan bahwa Provinsi Banten belum terlepas dari permasalahan
ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota. Identifikasi awal adanya
ketimpangan pendapatan dapat dilihat dari Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Per kapita, sebab PDRB per kapita daerah merupakan salah
satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu
daerah. Semakin besar PDRB per kapita nya maka bisa diartikan semakin
baik tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila
PDRB perkapitanya semakin kecil maka bisa diartikan semakin buruk
tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Berikut rata-rata PDRB Per kapita
kabupaten/kota di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 disajikan pada Tabel
1.3
7
Tabel 1.3
Rata-rata PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (rupiah)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Berdasarkan Tabel 1.3 di atas terlihat bahwa PDRB per kapita di
Provinsi Banten belum merata di seluruh kabupaten/kota. Ada
kabupaten/kota yang mampu memperoleh PDRB per kapita sangat tinggi,
dan ada pula yang mampu memperoleh PDRB per kapita sangat rendah
dan bahkan jauh di bawah rata-rata. Kabupaten/kota yang memiliki rata-
rata PDRB per kapita yang sangat tinggi diantaranya yaitu Kota Cilegon.
Sedangkan rata-rata PDRB per kapita Kabupaten Lebak adalah yang
terendah di Provinsi Banten. Berdasarkan indikator PDRB per kapita
tersebut dapat dikatakan terdapat ketidakmerataan yang menyebabkan
terjadinya ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi
Banten.
Oleh karenanya dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah
seharusnya tidak difokuskan hanya mencapai pertumbuhan eknomi yang
tinggi saja, melainkan distribusi pendapatan yang merata menjadi aspek
yang penting dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Pemerintah
pusat maupun pemerintah Provinsi Banten perlu melakukan beberapa
langkah strategis untuk menuntaskan permasalahan ini, meskipun pada
kenyataannya permasalahan ketimpangan pendapatan ini sulit untuk
dihilangkan, melainkan hanya bisa dikurangi. Pernyataan tersebut sejalan
No. Kabupaten/Kota Rata-rata PDRB Per kapita
1 Kabupaten Pandeglang 14.178.611,76
2 Kabupaten Lebak 12.623.960,97
3 Kabupaten Tangerang 25.914.101,61
4 Kabupaten Serang 32.242.570,33
5 Kota Tangerang 49.803.226,28
6 Kota Cilegon 157.206.582,89
7 Kota Serang 28.550.064,72
8 Kota Tangerang Selatan 30.900.819,98
Provinsi Banten 44.052.492,32
8
dengan (Putra, 2011:3) yang menyatakan bahwa ketimpangan merupakan
permasalahan klasik yang dapat ditemukan dimana saja, oleh karena itu
ketimpangan tidak dapat dihilangkan, akan tetapi hanya bisa dikurangi
sampai pada tingkat yang dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu
agar keselarasan dalam sistem tersebut tetap terpelihara dalam proses
pertumbuhannya. Hal ini mengindikasikan bahwa ketimpangan
pendapatan merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan karena
menyangkut kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu perlu dianalisis
lebih jauh mengenai hal tersebut, maka diambil judul “Analisis Potensi
Ekonomi Daerah dan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/kota di
Provinsi Banten Tahun 2011-2015”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja sektor-sektor potensi ekonomi daerah yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di Provinsi Banten?
2. Bagaimana klasifikasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota di
Provinsi Banten menurut Tipologi Klassen?
3. Apakah masih terdapat ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/kota
di Provinsi Banten? Seberapa besar ketimpangan tersebut?
4. Bagaimana hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, diantaranya:
1. Untuk melakukan identifikasi sektor sektor potensi ekonomi daerah
apa saja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Kabupaten/kota di Provinsi Banten.
2. Untuk melakukan klasifikasi kondisi pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Banten menurut Tipologi Klassen.
3. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan
antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten.
4. Untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten.
9
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diantaranya:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam
mengambil kebijakan pengelolaan potensi ekonomi daerah agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan
antar daerah.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih
lanjut dalam aspek yang sama maupun aspek yang berhubungan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi adalah
dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, memiliki berbagai definisi
yang berbeda dan beragam. Pada dasarnya pembangunan
merupakan suatu proses terencana menuju keadaan yang lebih baik,
menurut Todaro (2000) pembangunan ekonomi merupakan usaha-
usaha yang dilakukan dengan cara mengurangi angka kemiskinan,
ketimpangan dan pengangguran dengan tujuan utama yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan Meier (1995) dalam Kuncoro (2006)
mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses dimana
pendapatan perkapita suatu negara meningkat dalam jangka
panjang akan tetapi tidak di ikuti oleh jumlah penduduk yang hidup
“dibawah garis kemiskinan absolut” semakin meningkat dan
distribusi pendapatan yang semakin buruk. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah proses
meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat secara kuantitatif
dengan di ikuti oleh berubahnya struktur sosial seperti pemerataan
pendapatan serta berkurangnya angka pengangguran dan
kemiskinan.
Sementara itu pertumbuhan ekonomi lebih memfokuskan
pada proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan
perekonomian. Menurut Todaro (2006), pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam
suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan
sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan
output nasional yang semakin lama semakin besar. Dengan kata
11
lain untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi yaitu dengan
membandingkan pendapatan yang dihasilkan dari tahun tertentu
dengan tahun sebelumnya, suatu perekonomian dikatakan
mengalami pertumbuhan apabila pendapatan/output nasional yang
dihasilkan dari kapasitas produktif lebih tinggi daripada yang
dicapai pada masa sebelumnya. Dengan demikian, untuk
menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi digunakan formula
berikut:
Dimana :
g : Tingkat pertumbuhan ekonomi dinyatakan persen
GDP1 : Pendapatan daerah pada suatu tahun (tahun 1)
GDP0 : Pendapatan daerah pada tahun sebelumnya (tahun 0)
Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi, menurut Todaro (2006), ada tiga faktor atau
komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:
a. Akumulasi modal
Akumulasi modal/faktor produksi meliputi semua bentuk atau
jenis investasi seperti tanah, gedung, peralatan fisik, dan
sumber daya manusia.
b. Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan penduduk yang memperbanyak jumlah angkatan
kerja dimungkinkan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Akan tetapi penyerapan dan memperkerjakan tenaga
kerja dengan produktif merupakan aspek yang sangat
dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi tersebut.
c. Kemajuan teknologi
Semakin maju suatu teknologi memungkinkan kegiatan
ekonomi hemat tenaga kerja, hemat modal, dan output yang
dihasilkan juga lebih produktif. Sehingga dapat dikatakan
12
kemajuan teknologi menjadi bagian dari faktor terpenting bagi
pertumbuhan ekonomi.
2. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pelaksanaan pembangunan
ekonomi secara nasional yang ditunjang melalui pelaksanaan
otonomi daerah. Menurut Arsyad (2002) pembangunan ekonomi
daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah bersama
masyarakat mengelola sumberdaya-sumber daya yang ada dengan
menjalin pola-pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak
swasta guna menciptakan lapangan kerja serta dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Beberapa ahli
menganjurkan bahwa sebaiknya pembangunan memiliki tiga nilai
(Todaro,2000) yaitu:
1. Ketahanan (Sustenance): Kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, kesehatan
dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri (Self Esteem): Pembangunan haruslah
memanusiakan diri.
3. Freedom from servitude: Kebebasan bagi setiap individu
suatu daerah untuk berpikir, berkembang, berperilaku
dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
3. Produk Domestik Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regonal Bruto merupakan satu dari
indikator ekonomi makro lainnya yang berperan dalam
merencanakan pembangunan, menentukan arah pembangunan, serta
mengevaluasi hasil pembangunan. PDRB adalah jumlah keseluruhan
nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu wilayah tertentu dan periode tahun tertentu yang pada
umumnya dalam waktu satu tahun. Menurut Novrilasari (2008)
13
PDRB dapat pula dijadikan suatu indikator untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat
diketahui sektor-sektor apa saja yang menjadi penyebab
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut. Metode perhitungan
PDRB dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung.
a. Metode langsung
Perhitungan metode langsung dapat dilakukan dengan
mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran
(Tarigan,2008), yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Pendekatan Produksi
Merupakan penghitungan nilai tambah barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara (bahan baku/penolong) dari
total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut.
2. Pendekatan Pendapatan
Merupakan penghitungan nilai tambah dari setiap kegiatan
ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas
jasa yang diterima oleh faktor produksi, yaitu berupa
upah/gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak
langsung neto.
3. Pendekatan Pengeluaran
Merupakan penghitungan dengan menjumlahkan
pengeluaran konsumsi atau penggunaan akhir dari barang
dan jasa oleh rumah tangga, swasta yang tidak mencari
untung, pemerintah, investasi, perubahan stok, dan ekspor
neto.
14
b. Metode tidak langsung
Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan
mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan
regional memakai berbagai macam indikator, antara lain
jumlah produksi, jumlah penduduk, luas dan areal, sebagai
alokatornya (Tarigan, 2005:23).
Penghitungan PDRB disajikan dalam dua bentuk yaitu
PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga
konstan (ADHK). PDRB ADHB menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa akhir yang dihitung menggunakan harga pada
periode tahun tersebut atau setiap tahun, dan biasanya digunakan
untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi dan masih
dipengaruhi oleh faktor fluktuasi harga (inflasi). Sedangkan PDRB
ADHK menunjukan nilai nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar. PDRB ADHK lebih menggambarkan
perkembangan produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan ekonomi daerah tanpa dipengaruhi oleh kenaikan harga
(BPS, Badan Pusat Statistik).
4. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi merupakan satu dari teori
pertumbuhan ekonomi daerah lainnya yang menyatakan bahwa
faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Tarigan (2005,28)
menurutnya laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan
oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut, dimana
kegiatan ekspor merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sektor-
sektor yang basis.
15
Sedangkan menurut Richardson (2001) dalam Novlirasari
(2008), konsep ekonomi basis pada dasarnya peningkatan
pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena adanya
efek pengganda dari kegiatan pembelanjaan kembali pendapatan
yang diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu wilayah dan dipasarkan ke wilayah lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa basis ekonomi
mempunyai peran bagi pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah
lewat ekspor sektor/komoditi ke wilayah lain, sehingga
pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh dari ekspor
tersebut memiliki kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Pada umumnya konsep dasar teori basis ekonomi membagi
kegiatan perekonomian di suatu daerah menjadi 2 sektor, yaitu
sektor basis dan sektor non basis. Untuk menganalisis basis
ekonomi suatu wilayah, digunakan teknik kuosien lokasi (Location
Quotient). Location quotient merupakan teknik yang digunakan
untuk membantu dalam menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan derajat keswasembadaan (self-
sufficiency) suatu sektor. Selain itu Location Quotient juga
merupakan suatu alat analisis untuk mengetahui perbandingan
tentang besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah
(kabupaten/kota) terhadap besarnya peranan sektor tersebut
diwilayah referensi (provinsi/nasional). Analisis Location Quotient
membagi kegiatan perekonomian menjadi dua sektor, yaitu :
1. Sektor Basis
Kegiatan sektor yang mampu memasarkan atau memenuhi
kebutuhan di daerah nya sendiri maupun di luar daerah yang
bersangkutan.
2. Sektor non basis
Kegiatan sektor yang hanya mampu memasarkan dan
memenuhi kebutuhan di daerah nya sendiri atau bahkan
16
harus mendatangkan/impor dari luar daerah untuk
memenuhi kebutuhan daerah nya sendiri.
5. Tipologi Klassen
Tipologi Klasen digunakan untuk mengetahui gambaran
tentang kondisi perekonomian dan kondisi sektor-sektor
perekonomian di suatu daerah. Teknik Tipologi Klassen dapat
digunakan melalui dua pendekatan, yaitu:
1. Tipologi Klasen pendekatan sektoral yang mendasarkan
pengelompokan suatu sektor dengan melihat indikator
utama yaitu pertumbuhan sektor dan kontribusi sektor
ekonomi.
2. Tipologi Klassen pendekatan wilayah/daerah untuk
mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator
utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau
produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita daerah.
Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik kondisi
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor ekonomi yang
berbeda, yaitu:
1. Daerah/sektor cepat maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth)
Daerah yang berada pada kuadran I memiliki potensi
pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan
dengan baik untuk kemakmuran masyarakat setempat.
2. Daerah/sektor maju tapi tertekan (Retarted Region),
Daerah yang berada pada kuadran II ini merupakan daerah-
daerah yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun
terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya
kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu,
walaupun daerah ini merupakan daerah yang lebih maju
tetapi dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak
17
akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang
dimiliki pada dasarnya sangat besar.
3. Daerah/sektor berkembang cepat (Growing Region),
Daerah yang berada dalam kuadran III pada dasarnya adalah
daerah yang memiliki potensi pengembangan sangat besar,
namun masih belum bisa diolah secara baik. Oleh karena itu,
walaupun tingat pertumbuhan ekonominya tinggi namun
tingkat pendapatan per kapita yang dicapainya masih relatif
rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
4. Daerah/sektor relatif tertinggal (Relatively Region).
Tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat
pertumbuhan ekonomi di daerah yang berada pada kuadran
IV masih rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa daerah-
daerah ini tidak akan berkembang dimasa mendatang.
Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian
derah diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat
mengejar ketertinggalannya.
6. Ketimpangan Wilayah
Permasalahan ketimpangan perekonomian atau
ketimpangan pendapatan antar wilayah merupakan permasalahan
yang hingga sekarang masih dihadapi khusus nya oleh negara-
negara berkembang termasuk Indonesia. Pada dasarnya terjadinya
ketimpangan antar wilayah disebabkan oleh beragamnya
karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing wilayah yang
menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah
dan antarsektor ekonomi suatu daerah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Kuncoro (2006) bahwa ketimpangan mengacu pada
standar hidup relatif dari seluruh masyarakat, sebab ketimpangan
antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal
(endowment factor). Faktor-faktor tersebut antara lain kepemilikan
sumber daya alam, keadaan geografis daerah, kondisi demografis
18
dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam melaksanakan
pembangunan, setiap daerah berupaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dengan diikuti oleh pemerataan pendapatan atau hasil-
hasil pembangunan lainnya yang tujuan nya untuk kemakmuran
dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kuncoro
(2000:118) dalam Pramulyawan (2010:18) ketimpangan
pendapatan dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu :
a. Ketimpangan Kota dan Desa
Ketimpangan kota dan desa yaitu ketimpangan distribusi
pendapatan masyarakat di kota dan di desa.
b. Ketimpangan Regional
Ketimpangan regional yaitu ketimpangan distribusi pendapatan
antar wilayah atau daerah.
c. Ketimpangan Interpersonal
Ketimpangan interpersonal yaitu ketimpangan distribusi
pendapatan masing-masing individu (personal).
d. Ketimpangan Antar Kelompok Sosial Ekonomi
Ketimpangan antar kelompok sosial ekonomi yaitu
ketimpangan distribusi pendapatan dilihat dari tingkat
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya maka
semakin besar pendapatan yang diperoleh.
7. Faktor Adanya Ketimpangan Wilayah
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan
wilayah antara lain (Tambunan, 2001) :
a. Konsentrasi kegiatan ekonomi daerah
Proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah
dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi. Hal ini
karena dengan kondisi tersebut akan meningkatkan permintaan
tenaga kerja dan meningkat pula pendapatan masyarakat
sehingga dapat mendorong proses pembangunan. Demikian
pula sebaliknya, bilamana konsentrasi kegiatan ekonomi pada
19
suatu daerah relatif rendah akan menyebabkan terjadinya
pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat
setempat. Oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi kegiatan
ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah.
b. Alokasi Investasi
Pada dasarnya investasi merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
oleh karena itu, daerah yang dapat menarik lebih banyak
investasi akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat yang akan mendorong proses
pembangunan. Sementara apabila investasi disuatu wilayah
sedikit akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat
pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah,
karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif.
c. Tingkat Mobilitas faktor-faktor produksi yang rendah antar
daerah
Tingkat mobilitas faktor-faktor produksi yang rendah antar
daerah akan menyebabkan kelebihan faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja dan modal di suatu daerah, sehingga
tenaga kerja dan modal tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh
daerah lain yang membutuhkan. Kurang lancarnya mobilitas
tersebut otomatis bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan
ekonomi antar daerah.
d. Perbedaan Sumberdaya Alam antar daerah
Perbedaan ketersediaan sumber daya seperti minyak,
batubara, gas alam, kesuburan lahan dan lain-lain akan
mempengaruhi kegiatan produksi. Daerah yang memiliki
sumber daya alam yang cukup tinggi dapat memproduksi
barang-barang dengan biaya yang relatif murah dibandingkan
dengan daerah lain yang mempunyai sumber daya alam yang
rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah
20
yang bersangkutan menjadi lebih cepat. Dengan demikian
perbedaan sumber daya alam antar daerah dapat mendorong
terjadinya ketimpangan.
e. Perbedaan kondisi demografis antar daerah
Kondisi demografis meliputi tingkat pertumbuhan dan
struktur kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan,
kondisi ketenagakerjaan dan tingkah laku masyarakat akan
mempengaruhi ketimpangan antar daerah karena hal ini akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat. Daerah
dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung
mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga
akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan
meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan
ekonomi daerah yang bersangkutan.
f. Kurang lancarnya perdagangan
Ketidaklancaran perdagangan disebabkan oleh keterbatasan
sarana transportasi dan komunikasi. Mobilitas perdagangan
yang kurang lancar mengakibatkan kelebihan produksi suatu
daerah tidak dapat dipasarkan ke daerah lain yang
membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan antar wilayah akan
cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat
dimanfaatkan daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah
tertinggal sulit mendorong proses pembangunannya.
8. Ukuran Ketimpangan Wilayah
Untuk mengukur tingkat kesenjangan ekonomi antar
wilayah dapat menggunakan berbagai macam pendekatan. Salah
satunya adalah menggunakan Indeks Williamson. Indeks
Williamson merupakan ukuran ketimpangan pendapatan antar
wilayah yang pertama kali digunakan oleh Jeffrey G Williamson
pada tahun 1966. Berbeda dengan Gini Rasio yang lazim
digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Indeks
21
Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) per kapita sebagai data dasar karena yang
diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan
bukan tingkat kemakmuran antar kelompok (Apriyani, 2017:24).
Rumus Indeks Williamson menurut Sjafrizal (2012) sebagai
berikut:
Vw = Indeks Williamson
yi = PDRB per kapita daerah i
y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah
fi = Jumlah Penduduk daerah i
n = Jumlah penduduk seluruh daerah
Pengertian indeks ini adalah apabila angka indeks
williamson semakin besar atau mendekati angka satu menunjukan
ketimpangan yang semakin besar dan apabila angka indeks
williamson jauh dari angka satu atau mendekati angka nol
menunjukan ketimpangan yang semakin kecil.
22
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan hasil-hasil penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan
penulisan agar memudahkan peneliti-peneliti lain dalam
mengembangkan penelitian lebih lanjut dalam aspek yang sama maupun
aspek yang berhubungan. Pada penelitian ini menggunakan beberapa
analisis yang sama seperti penelitian terdahulu, meliputi analisis
Location Quotient, Klassen Typologi, Indeks Williamson dan Korelasi
Pearson. Selain menggunakan analisis tersebut adapula yang
menggunakan analisis Shift Share, Indeks Entropi Theil, dan FEM.
Penelitian terdahulu yang diperuntukan sebagai acuan penulisan
penelitian ini sebagai berikut.
1. (Andi Prayitno, 2009) Analisis Ketimpangan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran
pembangunan ekonomi di Provinsi Banten, mengidentifikasi
tingkat ketimpangan antar Kabupaten/kota serta menganalisa
besarnya pengaruh belanja modal, angkatan kerja, dan angka
melek huruf terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2008.
Hasil penelitian ini menunjukan dalam kurun waktu 2001-2008,
perekonomian Provinsi Banten mengalami pertumbuhan ekonomi
yang cukup berfluktuatif. Kemudian dengan analisis indeks
williamson menunjukan ketimpangan pendapatan yang cukup
besar yaitu 0,63 ditahun 2001 dan meningkat ditahun 2008
menjadi 0,67. Sedangkan hasil analisis tipologi klassen, Kota
Tangerang dan Kota Cilegon termasuk dalam Kuadran I.
Kabupaten Tangerang masuk Kuadran III, dan Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang masuk
Kuadran IV. Hasil analisis Fixed Effect menunjukan bahwa
Belanja Modal (BM), Angkatan Kerja (AK) dan Angka Melek
Huruf (AMH) mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi
23
Banten. Angkatan kerja mempunyai nilai elastisitas yang terbesar
yaitu sebesar 0,733 berikutnya angka melek huruf (tidak
signifikan) dan belanja modal sebesar 0,11.
2. (Cholif Prasetio Wicksono, 2010) Analisis Disparitas antar
Kabupaten/kota dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2003-2007. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis sektor-sektor yang berpotensi dikembangkan guna
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengklasifikasi daerah dan
sektor kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laju
pertumbuhan dan pendapatan per kapita/kontribusinya, dan
menganalisis besarnya disparitas pendapatan antar
kabupaten/kota. Hasil penelitian ini menunjukan dengan analisis
Location Quotient diketahui bahwa sektor pertanian merupakan
sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena
banyaknya kabupaten (24 kabupaten) di Provinsi Jawa Tengah
menjadikan sektor ini menjadi sektor basis. Sektor pertanian
termasuk dalam kuadran 1 di tiga kabupaten saja, kebanyakan
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah sektor ini merupakan
sektor yang maju tapi tertekan (kuadran 2). Sektor industri
merupakan pemberi kontribusi terbesar terhadap PDRB sehingga
termasuk sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
meskipun hanya menjadi sektor basis di lima (5) kabupaten saja.
Dengan analisis Tipologi Klassen menunjukkan sebanyak 14
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang merupakan daerah
relatif tertinggal (kuadran IV). Kemudian hasil analisis
ketimpangan pendapatan menggunkan indeks Williamson dan
Indeks Theil yaitu ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Tengah tergolong tinggi, karena berada diatas
ambang batas 0,5.
24
3. (Aditya Pramulyawan, 2010) Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten
Karanganyar Tahun 2011-2008. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui klasifikasi kecamatan-kecamatan yang ada di
Kabupaten Karanganyar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan
PDRB per kapita, untuk mengetahui tingkat ketimpangan
pendapatan antar kecamatan di Kabupaten Karanganyar, dan
untuk mengetahui adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dan ketimpangan pendapatan antar kecamatan di Kabupaten
Karanganyar. Hasil penelitian ini menunjukan dengan analisis
Tipologi Klassen kecamatan di Kabupaten Karanganyar
kebanyakan masuk dalam daerah berkembang cepat (sebanyak 6
kecamatan) dan daerah relatif tertinggal (sebanyak 9 kecamatan),
sementara hanya kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat
yang termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Hasil
perhitungan Indeks Williamson menunjukkan angka ketimpangan
yang cukup besar, angka ketimpangan dari tahun 2001- 2008 rata-
rata diatas 0,5. Kemudian dengan korelasi perason hubungan
antara Indeks Williamson dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Karanganyar menunjukkan hubungan yang tidak signifikan
karena angka korelasi menunjukan nilai -0,107 dan nilai
probabilitasnya 0,802 lebih besar dari 0,05. Jadi ketimpangan
pendapatan Kabupaten Karanganyar tidak dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karanganyar, begitu juga
sebaliknya.
4. (Ketut Wahyu Dhyatmika dan Hastraini Dwi Atmanti 2013)
Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca
Pemekaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya
tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di
Provinsi Banten pasca pemekaran wilayah, untuk melakukan
klasifikasi kabupaten/kota di Provinsi Banten berdasarkan
tipologi klassen, untuk menganalisis faktor-faktor yang
25
mempengaruhi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di
Provinsi Banten pasca pemekaran wilayah. Hasil penelitian ini
menunjukan dengan analisis Indeks Williamson tingkat
ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten selama tahun
2003-2006 cenderung meningkat yaitu sebesar 0,266 ditahun
2003 menjadi 0,276 ditahun 2006, Kemudian berdasarkan
tipologi klassen, Kota Tangerang dan Cilegon termasuk Kuadran
I, Kabupaten Tangerang masuk Kuadran III dan Kabupaten
Pandeglang, Lebak, dan Serang termasuk Kuadran IV. Hasil
analisis data panel dengan metode FEM, penanaman modal asing
(PMA) berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan,
pengeluaran pemerintah (GE) berpengaruh negatif terhadap
ketimpangan pembangunan, sedangkan tingkat pengangguran
(UE) tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan.
5. (Afrisal Dea Bagaskara dan Sudarti, 2017) Analisis Potensi
Sektor Unggulan dan Pergeseran Struktur Perekonomian di
Kabupaten/kota Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi sektor unggulan di
Kabupaten/kota Provinsi Banten. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa dengan analisis Location Quotient sektor yang merupakan
unggulan di Kabupaten/kota Provinsi Banten di dominasi oleh
sektor Jasa Pendidikan dimana terdapat 3 Kabupaten dan 2 Kota
yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Serang, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan. Sektor
selanjutnya yang mendominasi ada 5 sektor dengan masing-
masing 4 wilayah. sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
dengan 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang.
6. (Abd Azis Muthalib, 2017) Analysis of Economic Growth and
Development Gaps between Cities in Southeast Sulawesi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
tingkat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sulawesi
26
Tenggara, ketimpangan pembangunan antar kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara, dan hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dan ketimpangan pembangunan antar kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara selama
tahun 2010-2015 yaitu antara 6,68% dan 12,04% per tahun.
Tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut berada diatas
pertumbuhan ekonomi nasional yang nilainya dibawah 6%
ditahun yang sama. Dengan analisis Indeks Williamson
ketimpangan pembangunan yang terjadi antar kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Tenggara tergolong kecil yaitu mendekati
angka nol. Kemudian korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan
ketimpangan pendapatan menunjukan hasil korelasi positif.
7. (Chairina, 2018) Potential Analysis of the Development of the
Teluk Aru Region in District Level. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kontribusi wilayah Teluk Aru dalam perekonomian
Kabupaten Langkat, menganalisis perkembangan wilayah Teluk
Aru dalam pengembangan Kabupaten Langkat, dan menganalisis
sektor yang menjadi basis di wilayah Teluk Aru. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa kontribusi PDRB di Teluk Aru
menunjukan potensi yang besar dalam perekonomian Kabupaten
Langkat. Kemudian dengan analisis Tipologi Klassen, kawasan
Teluk Aru termasuk wilayah yang maju tapi tertekan (Kuadran
II). Sedangkan menurut kecamatan, kecamatan di Teluk Aru
dominan termasuk wilayah yang berkembang dengan cepat yaitu
sebanyak 3 kecamatan. Kemudian dengan analisis Location
Quotient menunjukan bahwa sektor yang menjadi basis di Teluk
Aru yaitu sektor pertanian (LQ = 1,8) dan sektor pertambangan
dan penggalian (LQ = 15,3).
27
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan Pembangunan
Ekonomi Daerah
Upaya Peningkatan Pertumbuhan
Ekonomi Daerah Berdasarkan Potensi
yang Dimiliki Daerah
Penggalian Potensi
Ekonomi Daerah
Analisis LQ
(Location Quotient)
dan
Surplus Pendapatan
Kondisi Pertumbuhan
Ekonomi
Ketimpangan Pendapatan
Antar Daerah
Identifikasi Ketimpangan
Pendapatan
Klasifikasi Daerah
Analisis Tipolagi Klassen
Wilayah
Analisis Indeks Ketimpangan
-Indeks Williamson
Hubungan
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Ketimpangan
(Korelasi Pearson)
28
D. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga terdapat perbedaan sektor-sektor potensi ekonomi daerah
antar satu Kabupaten/kota dengan Kabupaten/kota lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Diduga terdapat perbedaan klasifikasi kondisi pertumbuhan ekonomi
Kabupaten/kota menurut tipologi klassen.
3. Diduga masih terdapat ketimpangan pendapatan antar
Kabupaten/kota di Provinsi Banten.
4. Diduga terdapat hubungan yang positif (searah) antara pertumbuhan
ekonomi Provinsi Banten dan ketimpangan pendapatan antar
Kabupaten/kota.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Secara umum penelitian ini mencakup Kabupaten/kota di Provinsi
Banten sebagai objek penelitian. Periode waktu (time series) yang
digunakan pada penelitian ini yaitu dari tahun 2011 hingga 2015.
Pemilihan periode tahun tersebut dalam penelitian ini disebabkan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten sedang tumbuh diatas
pertumbuhan ekonomi nasional akan tetapi distribusi pendapatan belum
dikatakan merata. Jenis penelitian bersifat deskriptif kuantitatif.
Kemudian jenis data yang digunakan yaitu data sekunder berupa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) lapangan usaha Atas Dasar Harga
Konstan, data PDRB per kapita, dan data jumlah penduduk yang bersifat
kuantitatif diperoleh dari BPS.
Penelitian ini akan membahas mengenai sektor-sektor potensi
ekonomi daerah, kondisi pertumbuhan ekonomi daerah, besarnya
ketimpangan pendapatan antar daerah, serta hubungan antara
ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat
dibedakan satu sama lain karena karakteristik yang berlainan (J.Supranto,
2008:22). Sedangkan sampel adalah sebagian elemen dari keseluruhan
elemen didalam populasi. Kemudian purposive sampling merupakan
teknik yang digunakan dalam penelitian ini dimana pegambilan sampel
didasarkan atas pertimbangan pertimbangan tertentu dari peneliti sendiri.
Maka dari itu populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh kabupaten/kota
di Indonesia dengan sampel yaitu delapan kabupaten/kota di Provinsi
Banten.
30
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau dari pihak kedua seperti
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (BPS). Karena data sekunder maka
metode pengumpulan data yang di lakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan teknik :
1. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, artikel/berita,
jurnal-jurnal, dan skripsi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
2. Studi Dokumentasi.
Pengumpulan data dengan mengutip sumber yang ada, menggunakan
data yang berkaitan dengan objek penelitian yang didapatkan dari
pusat statistik maupun dari literatur-literatur lainnya yang
perhubungan dengan penelitian ini.
Dengan menggunakan kedua metode tersebut didapatkan berbagai
informasi data sekunder untuk digunakan dalam penelitian ini, perolehan
data sekunder dikumpulkan dari BPS yang mencakup :
1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015.
2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Provinsi Banten menurut
Lapangan Usaha Tahun 2011-2015.
3. PDRB Per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2011-
2015.
4. PDRB Per kapita Provinsi Banten Tahun 2011-2015.
5. Jumlah Penduduk Kabupaten/kota di Provinsi Banten 2011-2015.
6. Jumlah Penduduk Provinsi Banten 2011-2015.
31
D. Metode Analisis Data
Terdapat beberapa metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini. Untuk mencapai tujuan pertama yaitu mengetahui sektor
sektor potensi ekonomi daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi digunakan metode analisis LQ (Location Quotient) dan turunan
nya analisis Surplus Pendapatan. Kedua, untuk melakukan klasifikasi
kondisi pertumbuhan ekonomi menggunakan analisis Tipologi Klassen
pendekatan wilayah. Ketiga, untuk mengetahui seberapa besar tingkat
ketimpangan pendapatan antar wilayah menggunakan analisis Index
Wiliamson. Keempat, untuk mengetahui hubungan pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Provinsi Banten dengan analisis
Korelasi Pearson.
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Pada dasarnya metode Location Quotient merupakan metode yang
umum digunakan dalam analisis ekonomi basis sebagai langkah awal
untuk mengetahui sektor kegiatan ekonomi apa saja yang menjadi
pemacu pertumbuhan ekonomi. Menurut Tarigan (2005), Metode
Location Quotient digunakan untuk mengetahui sektor basis atau
sektor potensial di suatu daerah tertentu. Metode ini menunjukan
perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah
(Kabupaten/Kota) dengan kemampuan suatu sektor yang sama pada
cakupan daerah yang lebih luas atau pada tingkatan daerah di atasnya
(Provinsi). Berikut formula perhitungan Location Quotient yang
dikemukakan oleh Bendavid-Val (dalam Tarigan, 2007) :
LQ=
32
Keterangan :
Xr = Nilai PDRB sektor i pada kabupaten/kota
Xn = Nilai PDRB sektor i pada Provinsi Banten
Rr = Total PDRB kabupaten/kota
Rn = Total PDRB Provinsi Banten
Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga (3) kriteria, yaitu:
LQ > 1, artinya sektor ini menjadi sektor basis atau menjadi
sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif,
dimana hasilnya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan di
wilayah nya sendiri akan tetapi juga dapat diekspor ke luar
wilayah. Sektor yang masuk pada kriteria ini merupakan sektor
yang kuat, oleh karena nya daerah secara potensial merupakan
daerah pengekspor.
LQ = 1, artinya sektor tersebut tergolong non basis, tidak memiliki
keunggulan komparatif. Hasil produksi hanya mampu untuk
memenuhi kebutuhan wilayah nya sendiri dan tidak mampu untuk
melakukan ekspor.
LQ < 1, sektor tersebut juga termasuk non basis. Hasil
produksinya tidak mampu memenuhi kebutuhan di wilayah nya
sendiri sehingga perlu didatangkan atau di impor dari luar wilayah
nya. Dengan kata lain, sektor tersebut kurang menguntungkan
untuk dikembangkan.
1.1 Surplus Pendapatan
Metode perhitungan analisis surplus pendapatan merupakan
turunan dari analisis Location Quotient yang bertujuan untuk
mengetahui besarnya surplus pendapatan atas penjualan komoditi
di sektor perekonomian tertentu. Metode analisis surplus
pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut.
SP = [Si/S – Ni/N] Si
33
Keterangan :
SP = Surplus Pendapatan
Si = Pendapatan sektor i di Kabupaten/kota
S = Total pendapatan semua sektor di Kabupaten/kota
Ni = Pendapatan sektor i di Provinsi Banten
N = Pendapatan total semua sektor di Provinsi Banten
Jika surplus pendapatan bernilai positif maka sektor
tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah nya
sendiri dan dapat pula memenuhi kebutuhan masyarakat daerah
lain, serta memberikan surplus bagi masyarakat yang
menghasilkannya. Sedangkan jika surplus pendapatan bernilai
negatif maka sektor tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat didaerah nya sendiri maupun kebutuhan masyarakat
daerah lain dan dapat mengurangi pendapatan masyarakat, (Dylla
Novrilasari, 2008:104).
2. Analisis Tipologi Klassen
Analisis Tipologi Klassen pada umumnya dapat
digunakan melalui dua pendekatan yaitu dengan pendekatan
wilayah dan pendekatan sektoral. Pada penelitian ini digunakan
analisis tipolgi klassen pendekatan wilayah. Tipologi Klassen
pendekatan wilayah mendasarkan klasifikasi wilayah pada dua
indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan produk domestik
regional bruto (PDRB) per kapita daerah.
Tipologi Klassen pendekatan wilayah digunakan untuk
mengetahui kondisi pertumbuhan ekonomi masing-masing
Kabupaten/kota di Provinsi Banten. Melalui analisis ini diperoleh
empat karateristik kondisi petumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu:
daerah maju dan tumbuh cepat (Rapid Growth), daerah maju tapi
tertekan (Retarted Region), daerah berkembang cepat (Growing
34
Region), dan daerah relatif tertinggal (Relatively Region). Lebih
jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah
Keterangan :
Yi = Pendapatan per kapita tiap kabupaten/kota
Y = Rata-rata pendapatan per kapita Provinsi Banten
Ri = Laju pertumbuhan PDRB di tiap kabupaten/kota
R = Rata-rata laju pertumbuhan PDRB Provinsi Banten
Adapun penjelasan empat karateristik kondisi pertumbuhan
ekonomi tersebut sebagai berikut :
1. Daerah maju dan tumbuh cepat (Kuadran I), adalah kabupaten/kota
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per
kapita yang sama-sama lebih tinggi daripada rata-rata provinsi.
2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II), yaitu kabupaten/kota yang
memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat
pertumbuhan ekonomi lebih rendah daripada rata-rata provinsi.
3. Daerah berkembang cepat (Kuadran III), yakni kabupaten/kota yang
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi pendapatan per
kapita lebih rendah daripada rata-rata provinsi
4. Daerah relatif tertinggal (Kuadran IV), merupakan kabupaten/kota
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per
kapita yang sama-sama rendah daripada rata-rata provinsi.
Kuadran I
Daerah Maju dan Tumbuh Cepat
Yi > y , Ri > r
Kuadran II
Daerah Maju tapi Tertekan
Yi > y , Ri < r
Kuadran III
Daerah Berkembang Cepat
Yi < y , Ri > r
Kuadran IV
Daerah Relatif Tertinggal
Yi < y , Ri < r
35
3. Analisis Indeks Williamson
Menurut Sjafrizal (2012) satu dari model lainnya yang
cukup mewakili untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan
antar wilayah adalah Indeks Williamson. Rumus Indeks Williamson
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Vw = Indeks Williamson
yi = PDRB per kapita masing-masing kabupaten/kota
y = PDRB per kapita rata-rata Provinsi Banten
fi = Jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota
n = Jumlah Penduduk Provinsi Banten
Dengan menggunakan Indeks Williamson, maka dapat
diketahui seberapa besar ketimpangan yang terjadi antar daerah.
Besaran nilai Indeks Williamson berkisar antara angka 0-1. Batasan
tingkat ketimpangan pendapatan antar daerah dengan menggunakan
ukuran sebagai berikut:
1. Bila IW < 0,3 artinya ketimpangan wilayah rendah
2. Bila IW 0,3 – 0,5 artinya ketimpangan wilayah sedang
3. Bila IW > 0,5 artinya ketimpangan wilayah tinggi.
36
4. Analisis Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Ketimpangan
Pendapatan (Korelasi Pearson)
Korelasi Perason adalah suatu teknik statistik yang
digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan antara dua
variabel atau lebih yang sifatnya kuantitatif. Dua variabel dikatakan
berkorelasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan di ikuti
oleh perubahan variabel yang lain, dengan arah yang sama atau
dengan arah yang berlawanan. Apabila nilai korelasi positif
menunjukkan bahwa arah hubungan antara dua variabel adalah
searah. Tetapi apabila nilai korelasi negatif maka hubungan antara
dua variabel berlawanan. Selain itu, apabila Korelasi Perason
menunjukan nilai koefisien yang rendah bukan berarti kedua variabel
tidak saling berhubungan. Sementara itu hubungan linier yang kuat
antara dua variabel juga tidak selalu menunjukan adanya hubungan
sebab akibat/kausalitas. Untuk mengetahui arah hubungan
pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dan ketimpangan pendapatan
antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten, dapat dibuktikan dengan
melakukan analisis Korelasi Perason. Analisis Korelasi Pearson ini
dilakukan dengan menggunakan software eviews 6.0.
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Potensi Ekonomi Daerah
Potensi ekonomi daerah pada dasarnya merupakan kemampuan
ekonomi yang dimiliki daerah atau sumber daya yang tersedia yang
dapat dijadikan sumber penghidupan masyarkat dan dapat
berkontribusi bagi perekonomian daerah jika potensi tersebut dikelola
dengan baik melalui usaha yang dilakukan pemerintah daerah bersama
masyarakat. Dalam penelitian ini dilakukan analisis potensi ekonomi
pada delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, kemudian akan
diketahui sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing
Kabupaten/kota di Provinsi Banten.
37
2. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan produksi barang dan
jasa dalam suatu negara atau daerah. Indikator pengukuran
pertumbuhan ekonomi yaitu dengan melihat perkembangan nilai dari
Produk Doestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB).
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan total nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh sektor ekonomi di suatu daerah. Dalam penelitian ini
menggunakan PDRB menurut lapangan usaha berdasarkan Harga
Konstan, yaitu pada harga-harga barang yang berlaku di tahun dasar
yang dipilih, yakni tahun dasar 2010. Satuan dari PDRB yang
digunakan yaitu dalam juta rupiah, kemudian unit-unit usaha
dikelompokkan menjadi 17 (tujuh belas) kelompok lapangan usaha
(sektor).
4. Sektor-sektor Ekonomi
Berdasarkan PDRB ADHK 2010 di Kabupaten/Kota Provinsi Banten,
terdapat 17 lapangan usaha/sektor ekonomi yaitu:
a. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
b. Pertambangan dan Penggalian
c. Industri Pengolahan
d. Pengadaan Listrik dan Gas
e. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
f. Konstruksi
g. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
h. Transportasi dan Pergudangan
i. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
j. Informasi dan Komunikasi
k. Jasa Keuangan dan Asuransi
l. Real Estate
38
m. Jasa Perusahaan
n. Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
o. Jasa Pendidikan
p. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
q. dan Jasa Lainnya.
5. Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah
Dalam penelitian ini, daerah yang dimaksud merupakan delpan
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten. Tingkat ketimpangan
diukur berdasarkan hasil perhitungan Indeks Williamson, dengan
besaran antara 0 sampai 1.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Keadaan Geografis
Banten merupakan Provinsi di Indonesia yang berada di Pulau
Jawa bagian barat dengan letak astronomis antara 05007'50" -
07001'01" Lintang Selatan dan antara 105
001'11" - 106
007'12" Bujur
Timur (Banten Dalam Angka, 2016). Provinsi Banten memiliki letak
yang strategis karena menjadi Provinsi yang menghubungkan pulau
besar di indonesia yaitu Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera atau
disebut sebagai “bridging province”. Selain itu, wilayah perairan
Provinsi Banten merupakan salah satu jalur laut yang cukup padat
karena terletak pada lintasan perdagangan nasional dan internasional
yaitu Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (PP
no. 37 tahun 2002).
Gambar 4.1
Peta Provinsi Banten
Sumber : RPJMD Provinsi Banten 2017-2022
40
Adapun letak wilayah Provinsi Banten berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Selat Sunda
Sebelah Timur : DKI Jakarta dan Jawa Barat
Kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran
rendah berkisar pada ketinggian mencapai 200 meter di atas
permukaan laut dan memiliki beberapa gunung dengan ketinggian
mencapai 2.000 m dpl. Kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi
menjadi tiga kondisi, yaitu yang pertama dataran dengan tingkat
kemiringan lahan antara 0 – 15% sebagian besar terdapat di sebelah
Utara Provinsi Banten, dimana kondisi kemiringan lahan tersebut
menjadi lahan yang potensial untuk dikembangkan seluruh jenis fungsi
kegiatan. Kedua, perbukitan landai-sedang dengan kemiringan <15%
dengan tekstrur bergelombang rendah-sedang terdapat di bagian utara
meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan
Kota Tangerang, serta bagian utara Kabupaten Pandeglang. Ketiga,
perbukitan terjal dengan kemiringan < 25% terdapat di Kabupaten
Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan
Kabupaten Serang (RPJMD Provinsi Banten 2017-2022).
2. Wilayah Administratif
Provinsi Banten merupakan daerah otonom yang terbentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 yang disahkan
oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Oktober 2000.
Secara administratif, Provinsi Banten terdiri dari 4 Kabupaten dan 4
Kota yaitu: Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan,
Kota Tangerang dan Kota Cilegon (RPJMD Provinsi Banten 2017-
2022). Adapun luas wilayah, jumlah kecamatan dan kelurahan/desa
pada wilayah administrasi di Provinsi Banten sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
41
Tabel 4.1
Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Kelurahan/Desa
Pada Wilayah Administrasi di Provinsi Banten Tahun 2015
Sumber : BPS Provinsi Banten, 2016
Provinsi Banten memiliki keseluruhan luas sebesar 9.662,92 km2,
meliputi wilayah terluas yaitu Kabupaten Lebak dengan luas 3.426,56
km2
(35,46%) dan wilayah terkecil yaitu Kota Tangerang Selatan
dengan luas 147,19 km2
(1,52%). Kemudian Provinsi Banten terbagi
menjadi 155 kecamatan, 1.238 desa dan 313 kelurahan .
3. Demografi
Sumber daya utama yang berpengaruh terhadap pelaksanaan
pembangunan di suatu daerah adalah penduduk. Jumlah penduduk
dapat dijadikan aset dan potensi yang besar bagi pembangunan di
suatu daerah apabila penduduk tersebut memiliki kualitas yang baik.
Berdasarkan data dari BPS Provinsi Banten, jumlah penduduk di
Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dapat dilihat pada
Gambar 4.2, jumlah penduduk Provinsi Banten pada tahun 2011
sebanyak 11.005.518 jiwa dan terus mengalami peningkatan di tahun-
tahun berikutnya. Hingga tahun 2015 jumlah penduduk sebesar
11.955.243 jiwa.
Kabupaten/Kota
Luas
(Km2)
Presentase
(%) Kecamatan Desa Kelurahan
Kabupaten Pandeglang 2.746,89 28,43 35 326 13
Kabupaten Lebak 3.426,56 35,46 28 340 5
Kabupaten Tangerang 1.011,86 10,47 29 246 28
Kabupaten Serang 1.734,28 17,95 29 326
Kota Tangerang 153,93 1,59 13 0 104
Kota Cilegon 175,50 1,82 8 0 43
Kota Serang 266,71 2,76 6 0 66
Kota Tangerang Selatan 147,19 1,52 7 0 54
Provinsi Banten 9.662,92 100 155 1.238 313
42
Gambar 4.2
Jumlah Penduduk Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Sumber : BPS Provinsi Banten
Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, di tahun 2015 kepadatan
penduduk Provinsi Banten mencapai 1.237 jiwa/km2 dengan rata-rata
jumlah penduduk per rumah tangga berjumlah 4 orang. Kepadatan
penduduk tertinggi terletak di Kota Tangerang dengan kepadatan
sebesar 13.299 jiwa/km2. Kondisi yang sama sekali berbeda terjadi di
bagian selatan Banten. Kabupaten Lebak, menjadi daerah yang paling
jarang penduduk- nya dengan kepadatan penduduk hanya sebesar 371
jiwa/Km2. Sedangkan berdasarkan persebaran penduduknya,
penduduk Provinsi Banten secara geografis tidak terdistribusi dengan
merata, karena lebih banyak yang mendiami wilayah Banten Utara.
Kondisi ini dapat terjadi karena Banten Utara merupakan salah satu
daerah tujuan utama migrasi di Indonesia, yang antara lain sebagai
akibat menjadi daerah hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta. Pada
tahun 2015 Kabupaten Tangerang menjadi daerah dengan jumlah
penduduk terbanyak di Provinsi Banten dengan jumlah sebesar
3.370.594 jiwa, kemudian disusul oleh Kota Tangerang dengan jumlah
penduduk sebesar 2.047105 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling
sedikit yaitu Kota Cilegon dengan jumlah penduduk sebesar 412.106
jiwa. Jumlah penduduk Provinsi Banten menurut kabupaten/kota
lainnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
11.005.518
11.248.947 11.452.491
11.704.877
11.955.243
2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah Penduduk …
43
Gambar 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2015
Sumber : BPS Provinsi Banten, 2016
4. Kondisi Perekonomian
Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk dan
keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Pada umumnya besarnya
pendapatan perkapita dilihat dari nilai PDRB per kapita baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB per kapita atas
dasar harga berlaku menunjukan nilai PDRB per kepala atau per satu
orang penduduk, sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan
menunjukan pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk di suatu
negara. Pada Gambar 4.4 ditunjukan perkembangan PDRB Per Kapita
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) di Provinsi Banten.
1.194.911
1.269.812
3.370.594
1.474.301
2.047.105
412.106
643.205
1.543.209
Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Lebak
Kabupaten Tangerang
Kabupaten Serang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Kota Serang
Kota Tangerang Selatan
44
Gambar 4.4
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)
di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Sumber : BPS Provinsi Banten
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas, PDRB per kapita di Provinsi
Banten menunjukan adanya peningkatan setiap tahunnya. Di tahun
2011 PDRB per kapita Provinsi Banten sebesar 27,97 juta rupiah dan
meningkat menjadi 40,02 di tahun 2015. Peningkatan nilai PDRB per
kapita yang terjadi setiap tahunnya menunjukkan bahwa secara
nominal pendapatan masyarakat Provinsi Banten pada umumnya
mengalami peningkatan, meskipun peningkatan tersebut masih
dipengaruhi inflasi
Selain pendapatan perkapita, untuk mengukur kinerja pelaksanaan
pembangunan dapat dilihat dari gambaran hasil pelaksanaan
pembangunan yaitu meliputi laju pertumbuhan ekonomi dan kontribusi
beberapa sektor lapangan usaha terhadap pertumbuhan ekonomi
tersebut. Pada Tabel 4.2 ditunjukan bahwa laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi Banten terus menerus mengalami penurunan setiap tahunnya,
di tahun 2011 Provinsi Banten mengalami pertumbuhan ekonomi
sebesar 7,03 persen, dan menurun menjadi 5,4 persen di tahun 2015.
Berdasarkan evaluasi, penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut
dikarenkan terdapat 15 program pembangunan yang capaian
kinerjanya di bawah 80 persen. Sebanyak 15 program tersebut
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
2011 2012 2013 2014 2015
PDRB Per Kapita
45
menyangkut persoalan kesehatan, pembangunan infrastruktur,
ketenagakerjaan, aset daerah, kapasitas sumber daya manusia (SDM)
aparatur dan lembaga perwakilan rakyat daerah, serta ketahanan
pangan. Oleh karenanya pelaksanaan pembangunan belum sesuai
dengan harapan dan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Tabel 4.2
Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010 Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (persen)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kabupaten Pandeglang 5,74 5,81 4,72 4,93 5,96
Kabupaten Lebak 5,99 5,11 6,3 5,83 5,8
Kabupaten Tangerang 6,75 6,17 6,41 5,37 5,36
Kabupaten Serang 6,1 5,42 6,04 5,39 5,14
Kota Tangerang 7,39 7,07 6,52 5,15 5,37
Kota Cilegon 6,62 7,7 6,69 4,62 4,78
Kota Serang 8,34 7,42 7,3 6,86 6,29
Kota Tangerang Selatan 8,81 8,66 8,75 8,05 7,2
Provinsi Banten 7,03 6,83 6,67 5,51 5,4
Sumber : BPS Provinsi Banten
Kemudian untuk mengetahui kontribusi sektor-sektor terhadap
pembentukan nilai total PDRB, yaitu dengan melihat indikator Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha. Pada
dasarnya kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB di suatu daerah
merupakan gambaran mengenai struktur perekonomian dan juga
menunjukan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Dengan PDRB
lapangan usaha akan terlihat sektor-sektor mana saja yang cenderung
tinggi atau rendah peranan nya terhadap pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Banten. Akan tetapi, penurunan kontribusi suatu sektor dari
tahun ke tahun bukan berarti terjadi penurunan PDRB sektor tersebut,
melainkan karena pertumbuhn sektor-sektor lain yang lebih cepat.
Kotribusi sektor-sektor terhadap pembentukan total nilai PDRB
Provinsi Banten ditunjukan pada Tabel 4.3 berikut.
46
Tabel 4.3
Kontribusi Sektor Terhadap PDRB Provinsi Banten Atas Dasar
Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2011-2015
(persen)
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki
kontribusi terbesar bagi pembentukan nilai total Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten, yaitu sebesar 39,05 persen
ditahun 2011 dan sebesar 36,62 persen ditahun 2015, atau dengan rata-
rata kontribusi mencapai 37,99 persen dari tahun 2011 hingga tahun
2015. Kemudian disusul oleh sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor yang memiliki kontribusi terbesar
kedua bagi pembentukan nilai total Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Provinsi Banten, yaitu sebesar 13,31 persen ditahun 2011 dan
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,93 5,73 5,74 5,57 5,63
Pertambangan dan Penggalian 0,95 0,88 0,78 0,77 0,75
Industri Pengolahan 39,05 38,29 38,70 37,30 36,62
Pengadaan Listrik dan Gas 1,40 1,36 1,23 1,26 1,18
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,10 0,10 0,09 0,09 0,09
Konstruksi 8,02 8,31 8,57 9,06 9,27
Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 13,31 13,62 13,46 13,52 13,46
Transportasi dan Pergudangan 6,27 6,43 6,28 6,27 6,34
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 2,31 2,28 2,22 2,29 2,31
Informasi dan Komunikasi 4,25 4,55 4,61 5,19 5,37
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,55 2,65 2,70 2,68 2,75
Real estate 7,58 7,67 7,72 7,93 8,06
Jasa Perusahaan 0,92 0,92 0,93 0,96 0,98
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib 1,77 1,76 1,67 1,71 1,73
Jasa Pendidikan 2,95 2,88 2,80 2,86 2,89
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,22 1,20 1,14 1,15 1,15
Jasa Lainnya 1,43 1,37 1,38 1,40 1,42
Produk Domestik Regional Bruto
100,0
0
100,0
0
100,0
0
100,0
0
100,0
0
47
sebesar 13,46 persen ditahun 2015, atau dengan rata-rata kontribusi
mencapai 13,47 persen dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Sedangkan
sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
merupakan sektor yang memiliki kontribusi terendah bagi pembentukan
nilai total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten,
yaitu sebesar 0,10 persen ditahun 2011 dan sebesar 0,09 persen ditahun
2015, atau dengan rata-rata kontribusi sebesar 0,09 persen dari tahun
2011 hingga tahun 2015.
B. Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Location Quotient (LQ) dan Surplus Pendapatan
Analisis Location Quotient merupakan suatu alat analisis yang
digunakan untuk mengetahui potensi-potensi ekonomi yang dimiliki
suatu daerah dengan membandingkan besarnya nilai sektor di daerah
terhadap besarnya nilai sektor di daerah tingkat atasnya. Dengan
analisis Location Quotient suatu sektor di golongkan menjadi sektor
basis dan sektor non basis. Jika suatu sektor memiliki niai LQ > 1
makan dapat dikatakan sektor tersebut merupakan sektor basis yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Sedangkan apabila suatu sektor memiliki nilai LQ < 1 maka sektor
tersebut merupakan sektor non basis dan bukan merupakan sektor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Analisis Location Quotient pada penelitian ini dilakukan di
delapan kabupaten/kota Provinsi Banten, yaitu dengan
membandingkan besarnya nilai sektor di kabupaten/kota terhadap nilai
sektor pada daerah di tingkat atasnya yaitu Provinsi Banten. Sektor
basis yang menjadi potensi ekonomi di kabupaten/kota dimungkinkan
berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, karena perbedaan keadaan di
masing-masing daerah. Berikut pada Tabel 4.4 ditunjukan sektor-
sektor basis kabupaten/kota di Provinsi Banten Tahun 2011-2015
berdasarkan analisis LQ.
48
Tabel 4.4 Sektor-sektor Basis Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2011-2015 Berdasarkan Analisis Location Quotient (LQ)
Kabupaten/Kota Sektor (S)
Kabupaten Pandeglang 1, 2, 9, 12, 14, 15
Kabupaten Lebak 1, 2, 7, 9, 14, 15,17
Kabupaten Tangerang 1, 3, 4, 6, 11
Kabupaten Serang 1, 3, 6, 14, 15
Kota Tangerang 3, 8, 10, 13
Kota Cilegon 3, 4, 5
Kota Serang 6, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17
Kota Tangerang Selatan 6, 7, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 17
Sumber: diolah oleh penulis
Keterangan :
S1 = Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
S2 = Pertambangan dan Penggalian
S3 = Industri Pengolahan
S4 = Pengadaan Listrik dan Gas
S5 = Pengadaan Air, Pengelolaan sampah, Limbah dan Daur Ulang
S6 = Konstruksi
S7 = Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
S8 = Transportasi dan Pergudangan
S9 = Penyediaan Akomodasi dan Makan dan Minum
S10 = Informasi dan Komunikasi
S11 = Jasa Keungan dan Komunikasi
S12 = Real estate
S13 = Jasa Perusahaan
S14 = Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
S15 = Jasa Pendidikan
S16 = Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
S17 = Jasa Lainnya
49
Adapun karena sektor basis yang dimiliki masing-masing
kabupaten/kota Provinsi Banten berjumlah lebih dari satu, maka
dilakukan pembatasan pembahasan yang ditujukan pada dua sektor
basis dengan nilai Location Quotient tertinggi. Berikut hasil
pembahasan tersebut.
1) Kabupaten Pandeglang
Kabupaten Pandeglang memiliki 6 (enam) sektor basis,
dimana sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor
basis dengan rata-rata nilai LQ tertinggi yaitu sebesar 12,35. Serta
sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan rata-rata nilai
LQ sebesar 5,63. Sektor pertanian Kabupaten Pandeglang
merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi
PDRB Kabupaten Pandeglang yaitu mencapai 33,85 persen
ditahun 2015. Sedangkan kontribusi sektor pertambangan dan
penggalian terhadap PDRB Kabupaten Pandeglang sebesar 10,80
persen, walaupun kontribusi tersebut tidak terlalu besar
dibandingkan dengan sektor pertanian tetapi sektor ini tidak dapat
diabaikan keberadaannya.
Sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor basis
karena keberadaan potensi pertambangan dan penggalian di
Kabupaten Pandeglang yang cukup baik. Berdasarkan publikasi
Kajian Potensi Kecamatan Sekabupaten Pandeglang Tahun 2013,
potensi sektor pertambangan dan penggalian Kabupaten
Pandeglang meliputi :
Emas dan Perak yang terdapat di Kecamatan Cimanggu
dan Cibaliung
Belerang dan sumber air panas yang terdapat di
Kecamatan Banjar
Kapur/jarang darat dan laut yang terdapat di Kecamatan
Labuan, Cigeulis, Cimanggu, Cibaliung, Cikeusik dan
Cadasari.
Serat Batu Gift yang terdapat di Kecamatan Cigeulis.
50
Pasir yang terdapat di Kecamatan Cikedal, Karangtanjung,
Mandalawangi, Mekarjaya, Munjul, Pagelaran,
Panimbang, Sukaresmi dan Sumur.
Minyak yang terdapat di Kecamatan Pagelaran, Patia,
Sobang, dan Sukaresmi.
Salah satu perusahaan yang mengelola pertambangan di
Kabupaten Pandeglang yaitu PT. Cibaliung Sumberdaya yang
merupakan anak dari perusahaan PT Aneka Tambang, perusahaan
tersebut mengelola pertambangan emas di Kecamatan Cibaliung
tepatnya di Desa Padasuka dan Desa Mangkualam.
Untuk sektor pertanian, kawasan yang diperuntukan
pertanian di Kabupaten Pandeglang terdiri atas Kawasan
Tanaman Pangan, Kawasan Tanaman Hortikultura, Kawasan
Perkebunan, dan Kawasan Perternakan. Untuk kawasan tanaman
pangan sendiri Kabupaten Pandeglang memiliki komoditas utama
yaitu padi, jagung, kedelai, kacangan- kacangan, dan umbi-
bumbian. Sedangakan kawasan hortikultura yaitu buah-buahan
dan sayuran dengan jumlah produksi terbesar meliputi pisang,
mangga, durian, melinjo, rambutan, manggis, jamur, kacang
panjang, dan ketimun.
Sebagai kabupaten yang termasuk daerah sentra produksi
padi atau lumbung padi di Provinsi Banten, Kabupaten
Pandeglang memiliki perekonomian yang didominasi oleh sektor
pertanian, hal ini merupakan suatu keuntungan karena sebagian
besar penduduk Kabupaten Pandeglang menggantungkan hidup
disektor ini. Sampai dengan tahun 2015, Kabupaten Pandeglang
memiliki luas lahan sawah dengan total sebesar 54.768 hektar dan
menghasilkan produksi sebesar 682.210 ton. Luas lahan dan total
produksi tersebut merupakan yang paling terbesar di Provinsi
Banten.
51
2) Kabupaten Lebak
Kabupaten Lebak memiliki 7 (tujuh) sektor basis. Sama hal
nya dengan Kabupaten Pandeglang, dua sektor basis dengan nilai
LQ tertinggi yaitu sektor pertambangan dan penggalian dengan
rata-rata nilai LQ sebesar 9,27 serta sektor pertanian, kehutanan,
dan perikanan dengan rata-rata nilai LQ sebesar 4,71. Pada tahun
2015, sektor pertambangan dan penggalian memberikan
kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Pandeglang sebesar 6,94
persen, sementara sektor pertanian memberikan kontribusi
sebesar 26,62 persen
Potensi kawasan pertambangan yang dimiliki Kabupaten
Lebak cukup baik dari segi jenis maupun kandungannya.
Kawasan pertambangan yang dimaksud adalah kawasan yang
memiliki potensi mineral yang ekonomis dan dapat memberikan
nilai tambah terhadap perekonomian masyarakat maupun
pendapatan daerah jika dieksploitasi secara bertanggung jawab.
Berdasarkan RPJP Kabupaten Lebak Tahun 2005-2025 jenis
bahan galian dan sebaran potensi kawasan pertambangan yang
ada di Kabupaten Lebak meliputi:
Lempung terdapat di Kecamatan Bayah, Rangkasbitung,
Warunggunung, Cimaraga, Maja, Leuidamar,
Gunungkencana, Cileles, Banjarsari, Cijaku,
Panggarangan, Cipanas.
Benjoit terdapat di Kecamatan Maja, Citeras,
Bojongmanik, Banjarsari
Kaolin terdapat di Kecamatan Cipanas, Muncang
Zeolit terdapat di Kecamatan Bayah, Panggarangan
Toseki-Feldspar terdapat di Kecamatan Cimaraga,
Cipanas
Batupasir Kuarsa terdapat di Kecamatan Malimping,
Panggarangan, Bayah
52
Batu Gamping terdapat di Kecamatan Cileles, Muncang,
Leuwidamar, Cibeber, Bayah
Kalsit-Marmer terdapat di Kecamatan Maja, Cimarga
Sjira, Muncang, leuwidamar, Cipanas
Tras terdapat di Kecamatan Cileles, Bayah,
Gunungkencana, Cijaku
Batubelah terdapat di Kecamatan Cimaraga, Muncang,
Bojongmanik, Cibeber, Bayah, Malimping
Sirtu terdapat di Kecamatan Rangkasbitung, Cibadak,
Cikulur, Cileles, Cimaraga, Sajira, Leuwidamar, Maja,
Byah, Malimping
Opal terdapat terdapat di Kecamatan Maja, Sajira
Batupasir terdapat di Kecamatan Cileles, Banjarsari,
Malimping, Cijaku. Bojongmanik, Bayah
Batubara terdapat di Kecamatan Bojongmanik, Bayah,
Cimandiri
Emas-Perak terdapat di Kecamatan Bayah, Cibeber,
Cipana, Muncang, Gunungkencana
Untuk sektor pertanian, padi dan jagung merupakan
tanaman pangan yang dominan di Kabupaten Lebak. Hingga
tahun 2015 total produksi padi mencapai 607.220 ton dimana
mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 28,05
persen dari produksi tahun sebelumnya. Disamping itu,
Kabupaten Lebak juga merupakan wilayah penghasil ternak
terbesar di Provinsi Banten hal ini karena Kabupaten Lebak
memiliki kesesuaian lahan (ketersedian rumput/limbah pertanian),
klimatologi, dan topografi yang sangat memungkinkan bagi
pengembangan ternak tersebut. Ternak kerbau merupakan salah
satu andalan komoditas peternakan di Lebak, jumlahnya pada
tahun 2015 mencapai 33.835 ekor. Sementara untuk sektor
perikanan, potensi sumber daya ikan laut di Kabupaten Lebak
53
juga cukup besar, mengingat Kabupaten Lebak mempunyai
panjang pantai sekitar 91,42 km.
3) Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang memiliki 5 (lima) sektor basis,
dimana sektor pengadaan listrik dan gas merupakan sektor basis
dengan rata-rata nilai LQ tertinggi yaitu sebesar 1,90. Serta sektor
jasa keuangan dan asuransi dengan rata-rata nilai LQ sebesar
1,66. Pada dasarnya jasa keuangan merujuk pada organisasi yang
menangani pengelolaan dana, seperti perbankan (konvensional
atau syariah), perusahaan asuransi, perusahaan kartu kredit,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan sekuritas. Untuk sektor
pengadaan listrik daan gas, Kabupaten Tangerang memiliki PLTU
Lontar yang terletak di Desa Lontar.
4) Kabupaten Serang
Kabupaten Serang memiliki 5 (lima) sektor basis, dimana
sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan merupakan sektor
basis yang memiliki rata-rata nilai LQ tertinggi yaitu sebesar
1,56. Serta sektor industri pengolahan dengan rata-rata nilai LQ
sebesar 1,38. Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan
memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 8,84 persen
ditahun 2015, sementara sekor industri pengolahan sebesar 51,26
persen.
Sektor petanian memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses pembangunan perekonomian Kabupaten Serang.
Selain berperan untuk pemenuhan penyediaan bahan pangan, juga
berperan dalam penyedia lapangan pekerjaan dan sumber
pendapatan daerah. Komoditas padi dan melinjo merupakan dua
tanaman strategis yang ada di Kabupaten Serang, dengan Upaya
Khusus (Upsus), tahun 2015 luasan tanaman padi meningkat
1,94% dibanding tahun 2014 dan mampu melakukan panen seluas
88,611 Ha. Selain itu, tanaman sengon merupakan jenis tanaman
yang sedang marak di budidayakan oleh petani di Kabupaten
54
Serang, dimana produk kayu yang dihasilakan di pasarkan kepada
perusahaan yang berbahan dasar kayu.
Untuk sektor industri pengolahan, perekonomian
Kabupaten Serang ditopang oleh Industri Besar dan Sedang
(IBS). Jenis Industri manufaktur seperti industri kulit, barang dari
kulit dan alas kaki serta industri kimia dan farmasi merupakan
jenis industri manufaktur yang memberikan kontribusi yang
positif untuk prekonomian Kabupaten Serang ditahun 2015, yaitu
masing-masing sebesar 11,89 persen dan 10,55 persen. Beberapa
kawasan industri utama Kabupaten Serang berada di Kecamatan
Kibin dan Kecamatan Cikande yaitu kawasan Pancatama,
Langgeng Sahabat dan Modern Cikande Estate.
5) Kota Tangerang
Kota Tangerang memiliki 4 (empat) sektor basis, dimana
sektor transpotasi dan pergudangan merupakan sekotr basis yang
memiliki rata-rata nilai LQ tertinggi yaitu sebesar 2,48. Serta
sektor informasi dan komunikasi dengan rata-rata nilai LQ
sebesar 1,34. Sektor transportasi dan pergudangan memberikan
kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang sebesar 15,56 persen
ditahun 2015, sementara sektor informasi dan komunikasi sebesar
7.34 persen. Pada dasarnya sarana transportasi merupakan tulang
punggung pengembangan wilayah sehingga sangat penting untuk
menunjang kelancaran aktivitas sosial dan ekonomi. Moda
Transportasi di Kota Tangerang sudah cukup lengkap, mulai dari
kereta api, kereta bandara, trans Jabodetabek dan moda
transportasi berbasis massa lainnya sudah beroperasi. Jika dilihat
dari jenis usaha transportasi yang digeluti oleh perusahaan di
Kota Tangerang, angkutan darat menjadi primadona dalam dunia
transportasi di Kota Tangerang, kemudian disusul oleh angkutan
perairan, angkutan udara, pergudangan, aktivitas penunjang
angkutan dan aktivitas pos/kurir.
55
Sementara itu pada era globalisasi seperti saat ini, sektor
informasi dan komunikasi merupakan sektor yang berperan
penting dalam menunjang berbagai aktivitas ekonomi dan
menjadi indikator kemajuan suatu bangsa. Di Kota Tangerang
sendiri, sektor informasi dan komunikasi menyumbangkan jumlah
usaha di Kota Tangerang sebesar 2,66 persen dan mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 1,05 persen (Hasil analisis
SE2016). Jenis usaha informasi dan komunikasi yang banyak
digeluti oleh perusahaan di Kota Tangerang yaitu telekomunikasi,
aktivitas pemrograman, konsultasi komputer dan aktivitas jasa
infromasi.
6) Kota Cilegon
Kota Cilegon memiliki 3 (tiga) sektor basis, dimana sektor
pengadaan listrik dan gas merupakan sektor basis yang memiliki
rata-rata nilai LQ tertinggi yaitu sebesar 2,90, serta sektor
pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
dengan rata-rata nilai LQ sebesar 2,71. Sektor pegadaan listrik
dan gas memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Cilegon
sebesar 3,43 persen ditahun 2015, sementara sektor pengadaan
air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar 0,25
persen.
Air bersih pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar yang
tak dapat dipisahkan dari manusia dan aktivitas nya. Pelayanan air
bersih di Kota Cilegon sendiri ditangani oleh tiga operator
meliputi PT. Krakatau Tirta Industri yang mulai beroperasi sejak
tahun 1978, PDAM Cilegon yang dibentuk berdasarkan Perda
Nomor 8 tahun 2002, dan PDAM Serang Cabang Cilegon. Disisi
lain bertambahnya jumlah penduduk Kota Cilegon dari tahun ke
tahun dan tinggi nya aktivitas industri di Kota Cilegon
menyebabkan berubahnya kualitas lingkungan fisik, akibat
sampah rumah tangga dan limbah industri. Dalam menangani hal
tersebut, Pemerintah Kota Cilegon melalui Dinas Kebersihan dan
56
Pertamanan selain menyediakan saran kebersihan seperti personil
pasukan kuning, Buldozer, Kontainer, mobil Pick Up dan lain
sebagainya, Pemerintah Kota Cilegon juga melakukan pendekatan
pola 3R (Reduce, Reuse, Recyle) kepada masyarakat. Hingga
tahun 2015 penanganan sampah di Kota Cilegon mencapai 56,03
persen dari total sampah yang dihasilkan.
Dari sisi energi, Kota Cilegon memiliki pembangkit listrik
yang masuk dalam jaringan listrik interlokasi Jawa-Bali yaitu
PLTU Suralaya dan PT Krakatau Daya Listrik. PLTU Suralaya
menjadi pembangkit berbahan bakar batubara terbesar di
Indonesia dengan total kapasitas sebesar 3.400 MW. Sementara
Krakatau Daya Listrik (KDL) mempunyai total kapasitas
pembangkit sebesar 400 MW. Keberadaan dua perusahaan
pembangkit listrik tersebut memberikan kotribusi terbesar ketiga
terhadap PDRB Cilegon setelah industri pengolahaan dan
perdagangan.
7) Kota Serang
Kota Serang memiliki 10 (sepuluh) sektor basis, dimana
sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial
wajib merupakan sektor basis yang memiliki rata-rata nilai LQ
tertinggi yaitu sebesar 3,09. Serta sektor penyediaan akomodasi,
dan makan minum dengan rata-rata nilai LQ sebesar 2,58.
Seiring berkembangnya Kota Serang sebagai ibukota Provinsi
Banten, keberadaan sektor akomodasi dan makan minum
mengalami pertumbuhan sebab sektor tersebut sangat diperlukan
sebagai penunjang kegiatan dan aktivitas penduduknya.
Pertumbuhan jasa akomodasi dapat dilihat dari semakin
banyaknya usaha akomodasi yang dibangun seperti hotel maupun
penginapan di Kota Serang. Untuk usaha makan dan minum juga
semakin berkembang pesat di Kota Serang, seperti
restoran‐ restoran besar maupun restoran-restoran makanan khas
Kota Serang seperti rabeg dan pecak bandeng yang mulai
57
membuka gerai makanannya. Selain itu, di Kota Serang juga di
galakkan program industri UMK yang membuat industri makanan
khas daerah seperti ceplis melinjo, sate bandeng dan kerupuk
bakso.
8) Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan memiliki 9 (sembilan) sektor basis,
dimana sektor jasa kesehatan memiliki rata-rata nilai LQ tertinggi
yaitu sebesar 3,66. Serta sektor jasa perusahaan dengan rata-rata
nilai LQ sebesar 3,29. Kota Tangerang Selatan dinilai cukup kuat
sebagai kota perdagangan dan jasa, hal ini dikarenakan Tangerang
Selatan memiliki potensi pasar yang baik. Jumlah penduduk Kota
Tangerang Selatan berjumlah sekitar 1,4 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk mencapai 3,8 persen serta sekitar 70
persen dari jumlah penduduk tersebut merupakan masyarakat
dengan pendapatan ekonomi menengah, oleh karena nya terdapat
kekuatan sosial dan ekonomi disana. Selain itu, letak geografis
yang startegis sebagai wilayah penyangga ibu kota menjadi nilai
lebih bagi Kota Tangerang Selatan. Dengan demikian, tak heran
jika sektor jasa kesehatan dan jasa perusahaan tumbuh positif dan
termasuk sektor basis.
Sektor jasa kesehatan di Kota Tangerang Selatan sendiri
meliputi penyediaan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit,
Puskesmas, Balai Pengobatan dan Posyandu. Selain Rumah Sakit
Umum Daerah yang telah dimiliki oleh Kota Tangerang Selatan,
di Kota Tangerang Selatan juga terdapat beberapa Rumah sakit
bertaraf internasional seperti Rumah Sakit Internasional Bintaro,
Omni Hospital dan Eka Hospital.
58
Setelah dilakukan analisis Location Quotinet pada delapan
Kabupaten/kota di Provinsi Banten, maka selanjutnya dilakukan
analisis surplus pendapatan yang tujuannya untuk mendukung hasil
analisis LQ. Pada dasarnya analisis surplus pendapatan digunakan
untuk mengidentifikasikan adanya surplus pendapatan dari sektor-
sektor perekonomian tertentu. Jika suatu sektor ekonomi memiliki
surplus pendapatan yang bernilai positif, artinya sektor tersebut
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah sendiri dan
masyarakat didaerah lain, serta memberikan surplus bagi masyarakat
yang menghasilkannya. Sedangkan jika surplus pendapatan bernilai
negatif, artinya sektor tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat didaerah nya sendiri maupun kebutuhan masyarakat daerah
lain dan dapat mengurangi pendapatan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis surplus pendapatan pada delapan
kabupaten/kota di Provinsi Banten menunjukan bahwa hampir semua
surplus pendapatan yang bernilai positif dimiliki oleh sektor-sektor
basis, sementara surplus pendapatan yang bernilai negatif dimiliki
oleh sektor-sektor non basis. Sehingga dapat diartikan bahwa analisis
surplus pendapatan mendukung hasil analisis LQ. Untuk lebih
jelasnya, hasil perhitungan surplus pendapatan kabupaten/kota dapat
dilihat pada lampiran III.
2. Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Tipologi Klassen)
Dengan menggunakan tipologi klassen pendekatan kewilayahaan
dapat diketahui kondisi pertumbuhan ekonomi tiap kabupaten/kota di
Provinsi Banten. Tipologi klassen pendekatan kewilayahan didasarkan
atas besarnya laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita di tiap
kabupaten/kota Provinsi Banten. Untuk mengetahui laju pertumbuhan
dan pendapatan per kapita kabupaten/kota dan Provinsi Banten, berikut
disajikan pada Tabel 4.5.
59
Tabel 4.5
Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per
Kapita Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Kabupaten/kota Laju Pertumbuhan
(persen)
Pendapatan Per kapita
(juta rupiah)
Kab Pandeglang 5,43 (Ri) 14.178 (Yi)
Kab Lebak 5,80 (Ri) 13.623 (Yi)
Kab Tangerang 6,01 ( Ri) 25.914 (Yi)
Kab Serang 5,58 (Ri) 32.245 (Yi)
Kota Tangerang 6,30 (Ri) 49.803 (Yi)
Kota Cilegon 6,08 (Ri) 157.206 (Yi)
Kota Serang 7,24 (Ri) 28.550 (Yi)
Kota Tangsel 8,29 (Ri) 30.900 (Yi)
Provinsi Banten 6,28 (R) 33.565 (Y)
Sumber : BPS Provinsi Banten
Setelah diketahui laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per
kapita kabupaten/kota di Provinsi Banten, selanjutnya dilakukan
klasifikasi kabupaten/kota kedalam empat kuadran berdasarkan
tipologi klassen. Adapun hasil tipologi klassen pendekatan
kewilayahan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Kabupaten dan Kota di
Provinsi Banten pada tahun 2011-2015 masuk ke dalam empat
kuadran. Kota Tangerang menjadi satu-satunya kota yang masuk
dalam kuadran I (daerah yang maju dan tumbuh cepat), dimana
memiliki laju pertumbuhan dan PDRB per kapita yang sama-sama
lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Banten. Kabupaten/kota
yang mampu menjadi daerah maju pada Provinsi Banten ini
merupakan kabupaten/kota yang memiliki andalan perekonomian di
sektor transportasi pergudangan dan industri pengolahan.
60
Tabel 4.6
Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah Provinsi Banten
Tahun 2011-2015
Kuadran I
Daerah Maju dan Tumbuh Cepat
Yi > y dan Ri > r
Kota Tangerang
Kuadran II
Daerah Maju tapi Tertekan
Yi > y r dan Ri < r
Kota Cilegon
Kuadran III
Daerah Berkembang Cepat
Yi < y dan Ri > r
Kota Serang
Kota Tangerang Selatan
Kuadran IV
Daerah Relatif Tertinggal
Yi < y dan Ri < r
Kabupaten Lebak
Kabupaten Tangerang
Kabupaten Serang
Kabupaten Pandeglang
Sumber : diolah oleh penulis
Kemudian pada kuadran II juga hanya terdapat satu kota yang
termasuk daerah maju tapi tertekan yaitu Kota Cilegon, dimana
memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, akan tetapi tingkat
pertumbuhan ekonomi lebih rendah daripada Provinsi Banten. Kota
Cilegon yang masuk dalam kuadran II memiliki andalan perekonomian
pada sektor pengadaan listrik gas dan industri pengolahan.
Sedangkan pada Kuadran III terdapat dua kota yaitu Kota Serang
dan Kota Tangerang Selatan yang termasuk daerah berkembang cepat
dimana memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, akan tetapi
pendapatan per kapita nya lebih rendah daripada Provinsi Banten. Kota
Serang dan Kota Tangerang Selatan yang masuk dalam kuadran III
memiliki andalan perekonomian pada sektor perdagangan dan jasa-
jasa.
Terakhir, pada Kuadran IV terdapat empat kabupaten yaitu
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan
61
Kabupaten Padeglang. Keempat kabupaten tersebut termasuk daerah
yang relatif tertinggal, dengan tingkat petumbuhan dan pendapatan per
kapita yang sama-sama rendah dibandingkan Provinsi Banten. Ini
berarti baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat
pertumbuhan ekonomi di daerah yang berada pada kuadran ini masih
rendah. Seluruh kabupaten yang termasuk dalam kuadran IV ini
memiliki andalan perekonomian pada sektor pertanian, pertambangan,
dan industri pengolahan.
3. Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota (Indeks
Williamson)
Coefficient of Variance Wiliamson (CVw) atau sering disebut
dengan Indeks Williamson merupakan metode yang dapat digunakan
untuk melihat besarnya ketimpangan pendapatan antar daerah. Berikut
pada tabel 4.7 menunjukan hasil perhitungan Indeks Williamson antar
kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2011-2015.
Tabel 4.7
Indeks Williamson antar Kabupaten/kota di Provinsi Banten
Tahun 2011-2015
Tahun Indeks Williamson
2011 0,7667
2012 0,7735
2013 0,7760
2014 0,7791
2015 0,7774
Rata-rata 0,7745
Sumber : diolah oleh penulis
Dari tabel tersebut terlihat bahwa hasil perhitungan Indeks
Williamson menunjukan nilai diatas 0,5 artinya ketimpangan wilayah
ini tergolong tinggi (Sjafrizal, 2012). Tingkat ketimpangan yang
semakin mendekati angka satu maka menunjukan kondisi yang
62
semakin timpang, sebaliknya tingkat ketimpangan yang mendekati
angka nol menunjukan kondisi ketimpangan yang rendah atau tidak
timpang. Ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten selama
tahun 2011-2015 dapat dikatakan meningkat namun tidak signifikan,
yaitu sebesar 0,7667 di tahun 2011 menjadi 0,7774 di tahun 2015.
Tingginya tingkat ketimpangan di suatu provinsi umumnya
disebabkan perbedaan pendapatan perkapita yang dimiliki oleh
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Beberapa
kabupaten/kota yang menyebabkan tingkat ketimpangan pendapatan
Provinsi Banten menjadi cukup tinggi adalah Kota Tangerang dan
Kota Cilegon. Berikut ditunjukan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5
Rata-rata PDRB Per kapita Kabupaten/kota di Provinsi Banten
Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Menurut data PDRB per kapita Provinsi Banten, Kota Cilegon
menjadi kota yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita tertinggi
di Provinsi Banten, yaitu sebesar Rp. 157.206.582 yang berada jauh
diatas rata-rata pendapatan per kapita Provinsi Banten yang hanya
sebesar Rp. 33.565.638. Kemudian Kota Tangerang yang juga
memiliki rata-rata pendapatan per kapita diatas rata-rata pendapatan
per kapita Provinsi Banten yaitu sebesar Rp. 49.803.226. Sedangkan
49,8
157,2
33,56
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
PDRB Per kapita
Kab Pandeglang
Kab Lebak
Kab Tangerang
Kab Serang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Kota Serang
Kota Tangsel
Provinsi Banten
63
kabupaten/kota lainnya memiliki rata-rata pendapatan per kapita
dibawah rata-rata pendapatan per kapita Provinsi Banten.
4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan
Antar Kabupaten/Kota (Korelasi Pearson)
Pada dasarnya korelasi digunakan untuk mengukur suatu tingkat
atau hubungan linear antara dua variabel. Hasil perhitungan Korelasi
Pearson antara laju pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
pendapatan (Indeks Williamson) di Provinsi Banten dapat dilihat pada
Tabel 4.8
Tabel 4.8
Hasil Korelasi Pearson antara Indeks Williamson dan
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten 2011-2015
Pertumbuhan
Ekonomi Banten IW
Pertumbuhan
Ekonomi Banten 1.000000 -0.78364
IW -0.78364 1.0000000
Diolah dengan eviews 6.0
Hasil Korelasi Pearson menunjukan adanya kecenderungan
hubungan yang negatif (berlawanan) dengan nilai korelasi yang kuat
yaitu sebesar -0.783. Akan tetapi kecenderungan hubungan linear yang
kuat antara pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dengan
ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota ini tidak selalu
menunjukan adanya hubungan kausalitas/sebab akibat. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2015)
tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar
kabupaten di Kalimantan Timur. Hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks williamson
memiliki hubungan yang negatif.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah saya
lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis Location Quotient (LQ) menunjukan kedelapan
Kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki sektor basis yang berbeda
dan jumlah yang beragam. Keberagaman sektor basis tersebut
merupakan potensi ekonomi masing-masing daerah yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor basis yang dimiliki
kabupaten/kota di Provinsi Banten di dominasi oleh Sektor Jasa
Pendidikan yaitu terdapat di 5 kabupaten/kota, Sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan terdapat di 4 kabupaten, Sektor Industri
Pengolahan terdapat di 4 kabupaten/kota, Sektor Konstruksi terdapat di
4 kabupaten/kota, Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
terdapat di 4 kabupaten/kota, dan Sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib terdapat di 4 kabupaten/kota.
Sementara sektor-sektor basis lainnya hanya terdapat dibeberapa
kabupaten/kota saja.
2. Berdasarkan Tipologi Klassen wilayah, klasifikasi kondisi
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten lebih
dominan termasuk daerah yang relatif tertinggal (Kuadran IV) yaitu
sebanyak empat Kabupaten/kota. Kabupaten/Kota tersebut meliputi
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang dan
Kabupaten Serang. Sementara yang termasuk daerah berkembang
cepat (Kuadran III) yaitu Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan.
Sedangkan yang termasuk daerah maju tapi tertekan (Kuadran II) yaitu
Kota Cilegon. Terakhir, yang termasuk daerah maju dan cepat tumbuh
(Kuadran I) hanya terdapat satu kabupaten/kota saja yaitu Kota
Tangerang.
65
3. Berdasarkan Indeks Williamson, menujukan bahwa antar
kabupaten/kota di Provinsi Banten selama tahun 2011-2015 masih
terdapat ketimpangan pendapatan dengan hasil indeks williamson yang
tergolong tinggi yaitu diambang batas 0,5. Besarnya nilai indeks
williamson tersebut di tahun 2011 yaitu sebesar 0,7667 kemudian
meningkat sebesar 0,01 yaitu menjadi 0,7774 ditahun 2015.
4. Berdasarkan Korelasi Pearson, kecenderungan hubungan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Banten dengan ketimpangan pendapatan (indeks
williamson) antar kabupaten/kota menunjukan kecenderungan
hubungan yang negatif (berlawanan) dengan nilai korelasi yang kuat
yaitu sebesar -0.783.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Kabupaten/kota Provinsi Banten
a) Selain memprioritaskan sektor-sektor basis yang mampu menopang
perekonomian wilayah, pemerintah daerah hendaknya juga
memfasilitasi atau memperbaiki faktor-faktor pendukung yang
mempengaruhi perkembangan sektor non basis yang potensial.
Dengan begitu diharapkan sektor non basis yang potensial tersebut
tumbuh menjadi sektor basis yang turut berperan dalam
peningkatan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
kabupaten/kota Provinsi Banten di masa yang akan datang.
b) Pemerintah daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota kearah yang lebih baik, hendaknya tidak
memperbesar ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan
antar kabupaten/kota di Provinsi Banten yang termasuk kategori
tinggi perlu ditindaklanjuti dengan implementasi kebijakan
ekonomi maupun non ekonomi yang saling mendukung. Dalam hal
ini peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik (jalan,
listrik, sarana kesehatan, saran pendidikan, dll) sangat diharapkan
akan mampu memperlancar proses pembangunan dan
meningkatkan kualitas SDM. Sumber daya manusia yang
66
berkualitas serta didukung oleh fisik yang sehat akan mampu
meningkatkan produktifitas nya dan mendukung keberhasilan
pembangunan, khususnya dalam mengurangi masalah ketimpangan
pendapatan.
2. Bagi Peneliti Lainnya
a) Untuk mengidentifikasi potensi ekonomi di suatu daerah
hendaknya dilakukan dengan menggunakan metode lainnya yang
harapannya lebih menggambarkan potensi ekonomi yang lebih
mendalam. Karena mengidentifikasi potensi ekonomi daerah
dengan menggunakan analisis basis ekonomi, akan diketahui
potensi ekonomi berdasarkan PDRB atau pendapatan sektor
tersebut, dengan kata lain suatu sektor menjadi basis karena
kontribusi nya yang besar terhadap PDRB.
b) Mengingat sektor ekonomi basis merupakan sektor – sektor yang
mampu mempengaruhi keadaan perekonomian, maka dari itu dapat
dilakukan analisis lebih lanjut mengenai pernanan sektor-sektor
ekonomi basis dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di
Provinsi Banten.
67
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin. (2002). Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Bagaskara, Afrisal D., dan Sudarti. (2017). Analisis Potensi Sektor Unggulan dan
Pergeseran Struktur Perekonomian di Kabupaten/kota Provinsi Banten
Tahun 2011-2015. Jurnal Ilmu Ekonomi Vol.1 Jilid 1 Hal 75-92
Universitas Muhammadiyah Malang.
BAPPEDA. (2017). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Banten Tahun 2017- 2022, BAPPEDA Provinsi Banten.
BAPPEDA. (2005). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Lebak 2005-2025, BAPPEDA Kabupaten Lebak.
BAPPEDA. (2013). Penyusunan Kajian Potensi Kecamatan Sekabupaten
Pandeglang, BAPPEDA Kabupaten Pandeglang.
BPS. (2016). Provinsi Banten Dalam Angka 2016. BPS Provinsi Banten.
BPS. (2016). Potensi Ekonomi Kota Tangerang (Sensus Ekonomi Hasil Listing
2016), BPS Kota Tangerang.
BPS. (2016). Potensi Ekonomi Kota Cilegon (Sensus Ekonomi Hasil Listing
2016), BPS Kota Cilegon.
BPS. (2016). Potensi Ekonomi Kota Serang (Sensus Ekonomi Hasil Listing 2016),
BPS Kota Serang.
BPS. (2016) Potensi Ekonomi Kota Tangerang Selatan (Sensus Ekonomi Hasil
Listing 2016), BPS Kota Tangerang Selatan.
BPS. (2016). Statistik Daerah Provinsi Banten 2016. BPS Provinsi Banten.
Chairina. (2018). Potential Analysis of the Development of the Teluk Aru Region
in District Level. International Journal of Progressive Sciences and
Technologies Vol. 6 No. 2 Page 517-524.
Cholif Prasetio Wicaksono. (2010). Anlisis Disparitas Pendapatan Antar
Kabupaten/Kota dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2003-2007. Skripsi S1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Diponogoro Semarang.
Dhyatmika, Ketut Wahyu. (2013). Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi
Banten Pasca Pemekaran. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro Semarang.
68
Dhyatmika, Ketut Wahyu., dan Hastarini Dwi Atmanti (2013). Analisis
Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Jurnal
Ekonomi Diponegoro Vol.2 No.2 Hal 1-8 Universitas Diponegoro.
Endi, Rizal. (2015). Analisis Sektor Unggulan dan Pengembangan Wilayah di
Kota Bandar Lampung Selama Tahun 2000-2012. Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Kuncoro, Mudrajad. (2006). Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan
Kebijakan. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad. (2004). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar
Wilayah, dalam buku Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta:
Erlangga.
Muthalib, Abd Azis. (2017). Analysis of Economic Growths and Development
Gaps between Cities in Southeast Sulawesi. International Journal of
Economics and Financial Issues Vol.7 No.2 Page 125-128.
Novrilasari, Dylla. (2008). Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan
Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan
Singingi. Skripsi S1 Jurusan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Alur Laut Kepulauan
Indonesia.
Pramulyawan, Aditya. (2010). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun
2001-2008. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Prayitno, Andi. (2009) Analisis Ketimpangan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten. Skripsi S1
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Putra, Linggar Dewangga. (2011). Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa
Tengah Periode 2000-2007. Jurnal Universitas Diponegoro Semarang..
Saerofi, Mujib.(2005). Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor
Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi
dan SWOT). Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ekonomi, Universitas
Negeri Semarang.
Sari, Apriyani Intan. (2017). Analisis Peranan Sektor Ekonomi Basis Terhadap
Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2011-2015. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah.
69
Sukirno, Sadono. (2006). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Edisi kedua cetakan kesatu, Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri.
Supranto, J.(2008). Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Syafrizal. (1997). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat, Majalah Prisma. No.3 Maret 1997, hal 27-38,
LP3ES.
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Tarigan, Robinson. (2004). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional: Teori & Aplikasi. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tarigan, Robinson. (2004). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tarigan, Robinson. (2007). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Todaro, Michael P. (1993). Perkembangan Ekonomi Dunia Ketiga. Jakarta:
Erlangga.
Todaro, Michael P. and Smith, Stephen C. (2011). Economic Development.
Eleventh Edition. United States: Addison Wesley.
Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar), Jakarta: Erlangga.
Todaro Michael P. (2006). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Tambunan, Tulus. (2001). Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Yuliani, Tutik. (2015). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan
Antar Kabupaten di Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan
Vol.9 No.1 Hal 46-53 Universitas Negri Semarang.
70
Lampiran I (Data Penelitian)
PDRB Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 17242080 17793380 18990920 19456950 20743470
Pertambangan dan Penggalian 2746960 2745740 2575230 2677280 2775250
Industri Pengolahan 113462350 118846200 128133430 130305900 134907470
Pengadaan Listrik dan Gas 4066740 4207620 4063470 4399170 4338090
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 295530 297100 307300 329280 346290
Konstruksi 23288510 25805840 28383590 31636470 34153900
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 38666550 42275120 44559120 47249360 49575360
Transportasi dan Pergudangan 18223940 19953780 20782540 21908320 23348640
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6709730 7081440 7356970 8006950 8520040
Informasi dan Komunikasi 12343140 14129080 15263000 18119060 19782890
Jasa Keuangan dan Asuransi 7414400 8216720 8927390 9351260 10136570
Real Estate 22018740 23804670 25546750 27697290 29687730
Jasa Perusahaan 2666180 2858310 3076620 3346880 3607270
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 5144450 5463300 5519390 5970700 6361710
Jasa Pendidikan 8567840 8925550 9277290 9979680 10647510
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3532530 3719710 3780940 4020470 4228760
Jasa Lainnya 4156170 4262050 4555150 4896200 5216250
Produk Domestik Regional Bruto 290545840 310385610 331099100 349351220 368377200
Sumber : BPS Provinsi Banten
71
PDRB Kabupaten Pandeglang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4149988 4716618 5591506 5974218 6863684
Pertambangan dan Penggalian 1845664 2026643 1885819 2083982 2189239
Industri Pengolahan 926247 986584 1057053 1115481 1189070
Pengadaan Listrik dan Gas 52562 61438 65682 80936 103001
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 9646 9812 9323 10319 11449
Konstruksi 636455 710061 773790 883617 1001813
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1680518 1813637 1908141 2108968 2257912
Transportasi dan Pergudangan 715924 777834 893142 1076767 1184189
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 672548 732388 799756 958109 1110521
Informasi dan Komunikasi 50229 53113 53367 60303 61827
Jasa Keuangan dan Asuransi 321432 377680 415380 450411 493250
Real Estate 1079431 1137239 1164090 1254159 1406247
Jasa Perusahaan 32117 34833 37215 40315 46527
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 816737 907661 942111 1117019 1270491
Jasa Pendidikan 429169 478961 527747 616698 679873
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 134446 145256 153559 173417 193283
Jasa Lainnya 141857 145679 166223 190955 215583
Produk Domestik Regional Bruto 13694970 15115437 16443904 18195674 20277959
Sumber: BPS Kabupaten Pandeglang
72
PDRB Kabupaten Lebak Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Kategori 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3775442,66 3726739,54 4058413,26 4097374,25 4437938,21
Pertambangan dan Penggalian 1121712,61 1159775,02 1102410,65 1126054,80 1157541,02
Industri Pengolahan 1601045,08 1713323,42 1825499,08 1848228,13 1791418,42
Pengadaan Listrik dan Gas 6953,40 8148,43 8991,04 10786,85 11370,45
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8914,08 9097,21 9101,39 9278,61 9794,33
Konstruksi 605895,73 677017,39 744666,34 924617,91 1115739,44
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1809290,58 1957614,19 2101171,88 2222629,48 2284125,35
Transportasi dan Pergudangan 779355,29 848694,16 908455,15 1001444,37 1036141,73
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 590821,26 641385,98 675197,19 743898,25 798582,61
Informasi dan Komunikasi 89002,54 100975,08 110460,12 131108,44 136645,87
Jasa Keuangan dan Asuransi 204787,92 229959,95 252302,65 268550,82 289132,58
Real Estate 901456,48 980877,73 1051564,96 1127303,61 1183799,93
Jasa Perusahaan 41068,62 44392,64 46622,11 50112,89 52435,20
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 634720,30 678782,39 687243,75 755020,70 825389,04
Jasa Pendidikan 711033,68 755103,03 799623,20 876156,75 937454,65
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 128934,11 142076,28 149679,18 162827,47 177475,95
Jasa Lainnya 315185,49 332246,49 356582,26 400853,64 425904,59
Produk Domestik Regional Bruto 13325628,83 14006208,93 14887984,21 15756246,97 16670889,37
Sumber: BPS Kabupaten Lebak
73
PDRB Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perkinan 4102067,31 4119358,17 4383527,18 4578933,08 4784900,83
Pertambangan dan Penggalian 34836,17 34254,42 32405,59 33521,01 34291,40
Industri Pengolahan 27243830,18 28522128,38 30586738,98 30836158,49 31622407,58
Pengadaan Listrik dan Gas 1695973,23 1703354,13 1620271,11 1759702,63 1726349,12
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 51341,39 50954,77 53373,79 57821,46 60743,20
Konstruksi 6219899,07 6826992,42 7501833,06 8433393,43 9242362,20
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7019061,77 7798004,85 8110604,99 8629025,19 9121795,75
Transportasi dan Pergudangan 1516490,73 1655237,90 1757150,03 1920099,90 2034862,30
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 856996,52 897424,9 935696,91 1040875,69 1115730,80
Informasi dan Komunikasi 2486313,56 2747071,53 2889537,67 3432313,02 3836448,25
Jasa Keuangan dan Asuransi 2623124,95 2900825,95 3134515,05 3262769,73 3519070,98
Real Estate 4348911,63 4628115,86 4933439,75 5385274,28 5859954,58
Jasa Perusahaan 549731,36 583586,30 624475,19 671314,00 715000,77
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 850083,90 899640,06 915297,74 987376,54 1077540,49
Jasa Pendidikan 1344931,02 1386326,71 1433574,15 1560574,35 1701907,73
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 252364,15 258582,88 263965,07 284944,38 306746,47
Jasa Lainnya 826543,52 836382,12 889576,98 954286,53 1022194,12
Produk Domestik Regional Bruto 62022491,46 65848281,35 70065983,24 73823384,71 77782306,57
Sumber: BPS Kabupaten Tangerang
74
PDRB Kabupaten Serang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3267210 3518780 3542610 3700390 3954270
Pertambangan dan Penggalian 41500 42630 43360 42450 45710
Industri Pengolahan 19707090 19795680 21090080 21763990 22928900
Pengadaan Listrik dan Gas 167990 182870 196280 199700 203240
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 11650 12050 13460 14400 15280
Konstruksi 2787270 3205260 3526790 3963540 4116320
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3065330 3460380 3650500 3922740 4115740
Transportasi dan Pergudangan 1058040 1184430 1291430 1443350 1536430
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 785440 848900 897300 987350 1039560
Informasi dan Komunikasi 354020 419330 452270 511050 526000
Jasa Keuangan dan Asuransi 716310 843800 949590 979180 1072320
Real Estate 1536900 1752680 1900030 2087050 2185870
Jasa Perusahaan 73500 81200 88300 95150 97390
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 678140 743180 761150 819220 840630
Jasa Pendidikan 1157200 1229300 1280290 1381910 1401530
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 174170 189090 193260 214250 224040
Jasa Lainnya 323610 340080 369990 415460 425290
Produk Domestik Regional Bruto 35905370 37849640 40246690 42541180 44728520
Sumber: BPS Kabupaten Serang
75
PDRB Kota Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1014133,98 1040425,20 1104439,59 1204675,92 1290527,88
Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0
Industri Pengolahan 29642885,43 31518617,99 33897397,64 34007789,19 35049959,02
Pengadaan Listrik dan Gas 137721,57 143687,23 153250 158706,38 157084,34
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 58336,27 57808,09 62184,46 66988,53 70477,12
Konstruksi 4284896,44 4679631,26 5192798,09 5938308,30 6456080,18
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9574497,72 10134508,82 10815505,73 11449935,91 11921925,81
Transportasi dan Pergudangan 11333981,10 12430452,73 12791827,40 13133400,91 14132365,91
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1009501,41 1035688,60 1071808,50 1208704,89 1295355,56
Informasi dan Komunikasi 4073679,84 4601773,38 4946118,29 6083277,64 6666405,63
Jasa Keuangan dan Asuransi 1775960,63 1937711,81 2123487,53 2228699,41 2409286,71
Real Estate 4311680,19 4559742,03 4821302,37 5312631,04 5615609,51
Jasa Perusahaan 713229,16 747963,72 792407,05 850916,15 910624,35
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 822383,92 853517,95 863453,21 919492,22 984136,24
Jasa Pendidikan 1530717,40 1587519,00 1633186,18 1769858,64 1891038,17
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 645178,12 676969,70 685909,35 767462,71 796832,56
Jasa Lainnya 935359,01 939908,10 1010239,21 1082674,92 1163705,31
Produk Domestik Regional Bruto 71864142,19 76945925,61 81965314,58 86183522,76 90811414,30
Sumber: BPS Kota Tangerang
76
PDRB Kota Cilegon Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 140292,93 144133,66 142126,31 145538,03 155819,51
Pertambangan dan Penggalian 24982,35 26123,12 25030,39 25804,18 26335,74
Industri Pengolahan 29526011,33 31454647,07 34559016,23 35455305,01 36820043,56
Pengadaan Listrik dan Gas 1936855,48 2014320,36 1921570,26 2092193,57 2060296,15
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 133334,32 134983,79 135554,54 144712,86 152088,31
Konstruksi 2486316,32 2752897,05 2920489,27 3367984,82 3684526,70
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5306095,35 5977809,30 6101225,11 6473340,00 6813651,12
Transportasi dan Pergudangan 1343171,42 1436543,08 1416309,32 1529272,41 1589755,27
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 969299,22 1010621,77 995577,20 1077723,10 1179222,05
Informasi dan Komunikasi 441760,24 507719,00 492068,86 553052,78 615191,59
Jasa Keuangan dan Asuransi 1023509,75 1143388,27 1211784,22 1269236,88 1398158,95
Real Estate 2832859,11 3124310,44 3228095,44 3428540,29 3659851,08
Jasa Perusahaan 139900,48 152227,83 156667,90 164825,91 174221,61
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 321920,72 348325,14 345749,91 367166,35 397488,98
Jasa Pendidikan 306488,65 314502,66 307382,11 330051,87 360972,69
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 344745,37 376555,67 371664,74 395040,52 426041,19
Jasa Lainnya 355774,59 381097,47 402349,52 442134,22 483072,37
Produk Domestik Regional Bruto 47633317,63 51300205,68 54732934,33 57261922,80 59996736,87
Sumber: BPS Kota Cilegon
77
PDRB Kota Serang Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 834639,91 831108,56 883585,73 916748,10 936915,28
Pertambangan dan Penggalian 1260,09 1256,79 1217,08 1222,34 1268,34
Industri Pengolahan 724342,81 751008,68 811095,05 879557,19 906366,15
Pengadaan Listrik dan Gas 16779,34 19519,55 21819,83 23083,81 23101,89
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3894,83 3990,01 4351,50 4669,62 4891,79
Konstruksi 2199822,90 2390937,17 2600801,97 2718143,45 3011381,04
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4156908,93 4525494,69 4865238,71 5108322,20 5365036,52
Transportasi dan Pergudangan 576409,28 634856,45 693495,06 770915,36 793139,76
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 788724,09 856290,46 903956,83 1004468,53 1073839,25
Informasi dan Komunikasi 628680,24 707998,46 778559,18 899955,58 987551,25
Jasa Keuangan dan Asuransi 363294,06 394436,68 430227,58 464789,26 509836,62
Real Estate 1350476,01 1431909,30 1536198,55 1674456,42 1788107,56
Jasa Perusahaan 114620,84 122658,04 133523,16 144044,86 152841,75
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 769815,33 815714,46 824706,03 872621,45 890576,51
Jasa Pendidikan 531427,46 554683,19 585068,07 626022,83 673725,77
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 285102,77 301939,55 315345,76 337313,01 361683,10
Jasa Lainnya 249492,14 260834,91 281593,89 298749,87 318743,90
Produk Domestik Regional Bruto 13595691,03 14604636,95 15670783,98 16745083,88 17799006,48
Sumber: BPS Kota Serang
78
PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perkinan 110301,88 107444,18 105673,80 108891,37 111173,29
Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0
Industri Pengolahan 4132064,25 4161968,34 4509224,37 4822698,62 5007025,79
Pengadaan Listrik dan Gas 33828,64 37887,03 41815,59 44169,56 44738,17
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 18603,22 18761,27 19810,76 21068,66 22128,62
Konstruksi 4094097,01 4612436,93 5190085,72 5560436,45 5928898,66
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6106598,58 6686872,35 7111782,12 7425983,22 7853854,15
Transportasi dan Pergudangan 890453,28 974314,00 1080822,70 1215245,13 1316787,38
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1045153,55 1098488,80 1165832,04 1256153,28 1337437,16
Informasi dan Komunikasi 4218413,00 4988769,30 5536767,77 6440221,30 7094014,43
Jasa Keuangan dan Asuransi 395504,79 422153,56 455107,76 493491,66 535828,03
Real Estate 5647841,64 6179455,24 6897771,60 7463027,17 8100324,92
Jasa Perusahaan 1002593,91 1093100,38 1200504,19 1334940,79 1473203,28
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 353713,80 369872,20 378087,46 416220,07 452514,46
Jasa Pendidikan 2578307,81 2669497,67 2794593,61 2954229,60 3195980,62
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1572982,14 1638692,40 1663367,14 1708576,84 1778957,65
Jasa Lainnya 1014365,26 1032095,04 1100290,84 1146113,40 1212336,10
Produk Domestik Regional Bruto 33214822,76 36091808,69 39251537,47 42411467,12 45465202,71
Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan
79
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab Pandeglang 11766401,14 12887168,08 13900103,54 15317815,93 17021570,09
Kab Lebak 11416134,95 12239703,77 13416112,11 14765720,77 16282133,27
Kab Tangerang 22261952,21 23662041,75 25514935,14 27999002,57 30132576,39
Kab Serang 26822372,98 29240909,81 31685494,20 35007025,86 38457048,82
Kota Tangerang 40778914,15 43919046,02 48433319,89 54980937,05 60903914,31
Kota Cilegon 129792308,63 141650612,05 155024561,93 172091926,65 187473505,19
Kota Serang 23855955,39 25575823,32 28203885,22 31148320,22 33966339,46
Kota Tangerang Selatan 25920658,66 28020186,07 30723741,42 33539279,37 36300234,39
Provinsi Banten 27977008,90 30202440,50 32991607,00 36629181,91 40027958,58
Sumber: BPS Provinsi Banten
Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kab Pandeglang 1172179 1181430 1183006 1188405 1194911
Kab Lebak 1228884 1239660 1247906 1259305 1269812
Kab Tangerang 2960474 3050929 3157780 3264776 3370594
Kab Serang 1434137 1448964 1450894 1463094 1474301
Kota Tangerang 1869791 1918556 1952396 1999894 2047105
Kota Cilegon 385720 392341 398304 405303 412106
Kota Serang 598407 611987 618802 631101 643205
Kota Tangerang Selatan 1355926 1405170 1443403 1492999 1543209
Provinsi Banten 11005518 11248947 11452491 11704877 11955243
80
Laju Petumbuhan Ekonomi ADHK 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (persen)
Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 2014 2015
Kabupaten Pandeglang 5,74 5,81 4,72 4,93 5,96
Kabupaten Lebak 5,99 5,11 6,3 5,83 5,8
Kabupaten Tangerang 6,75 6,17 6,41 5,37 5,36
Kabupaten Serang 6,1 5,42 6,04 5,39 5,14
Kota Tangerang 7,39 7,07 6,52 5,15 5,37
Kota Cilegon 6,62 7,7 6,69 4,62 4,78
Kota Serang 8,34 7,42 7,3 6,86 6,29
Kota Tangerang Selatan 8,81 8,66 8,75 8,05 7,2
Provinsi Banten 7,03 6,83 6,67 5,51 5,4
Sumber: BPS Provinsi Banten
81
Lampiran II (Hasil Analisis Location Quotient)
Location Quotient (LQ) Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata- rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5,19 5,99 5,78 5,59 5,61 5,63
Pertambangan dan Penggalian 12,40 12,19 12,25 12,51 12,39 12,35
Industri Pengolahan 0,17 0,18 0,17 0,18 0,18 0,18
Pengadaan Listrik dan Gas 0,39 0,53 0,56 0,52 0,54 0,51
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,72 0,72 0,71 0,73 0,72 0,72
Konstruksi 0,59 0,58 0,57 0,57 0,56 0,57
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,94 0,93 0,93 0,95 0,94 0,94
Transportasi dan Pergudangan 0,89 0,89 0,93 0,99 0,97 0,94
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,21 2,21 2,23 2,31 2,36 2,26
Informasi dan Komunikasi 0,09 0,09 0,09 0,09 0,08 0,09
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,94 0,95 0,95 0,95 0,91 0,94
Real Estate 1,11 1,09 1,06 1,05 1,03 1,07
Jasa Perusahaan 0,26 0,26 0,26 0,25 0,24 0,25
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,10 3,12 3,10 3,23 3,23 3,16
Jasa Pendidikan 1,06 1,08 1,10 1,13 1,13 1,10
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,77 0,82 0,84 0,86 0,87 0,83
Jasa Lainnya 0,73 0,74 0,73 0,74 0,73 0,73
Sumber: diolah oleh penulis
82
Location Quotient (LQ) Kabupaten Lebak Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,77 4,64 4,75 4,67 4,73 4,71
Pertambangan dan Penggalian 8,90 9,36 9,52 9,33 9,22 9,27
Industri Pengolahan 0,31 0,32 0,32 0,31 0,29 0,31
Pengadaan Listrik dan Gas 0,04 0,04 0,05 0,05 0,06 0,05
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,66 0,68 0,66 0,62 0,62 0,65
Konstruksi 0,57 0,58 0,58 0,65 0,72 0,62
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,02 1,03 1,05 1,04 1,02 1,03
Transportasi dan Pergudangan 0,93 0,94 0,97 1,01 0,98 0,97
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,92 2,01 2,04 2,06 2,07 2,02
Informasi dan Komunikasi 0,16 0,16 0,16 0,16 0,15 0,16
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,60 0,62 0,63 0,64 0,63 0,62
Real Estate 0,89 0,91 0,92 0,90 0,88 0,90
Jasa Perusahaan 0,34 0,34 0,34 0,33 0,32 0,33
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,69 2,75 2,77 2,80 2,87 2,78
Jasa Pendidikan 1,81 1,87 1,92 1,95 1,95 1,90
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,80 0,85 0,88 0,90 0,93 0,87
Jasa Lainnya 1,65 1,73 1,74 1,82 1,80 1,75
Sumber: diolah oleh penulis
83
Location Quotient (LQ) Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,11 1,09 1,09 1,11 1,09 1,10
Pertambangan dan Penggalian 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
Industri Pengolahan 1,12 1,13 1,13 1,12 1,11 1,12
Pengadaan Listrik dan Gas 1,95 1,91 1,88 1,89 1,88 1,90
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,81 0,81 0,82 0,83 0,83 0,82
Konstruksi 1,25 1,25 1,25 1,26 1,28 1,26
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,85 0,87 0,86 0,86 0,87 0,86
Transportasi dan Pergudangan 0,39 0,39 0,40 0,41 0,41 0,40
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,60 0,60 0,60 0,62 0,62 0,61
Informasi dan Komunikasi 0,94 0,92 0,89 0,90 0,92 0,91
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,66 1,66 1,66 1,65 1,64 1,66
Real Estate 0,93 0,92 0,91 0,92 0,93 0,92
Jasa Perusahaan 0,97 0,96 0,96 0,95 0,94 0,96
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,77 0,78 0,78 0,78 0,80 0,78
Jasa Pendidikan 0,74 0,73 0,73 0,74 0,76 0,74
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,33 0,33 0,33 0,34 0,34 0,33
Jasa Lainnya 0,93 0,93 0,92 0,92 0,93 0,93
Sumber: diolah oleh penulis
84
Location Quotient (LQ) Kabupaten Serang Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,53 1,62 1,53 1,56 1,57 1,56
Pertambangan dan Penggalian 0,12 0,13 0,14 0,13 0,14 0,13
Industri Pengolahan 1,41 1,37 1,35 1,37 1,40 1,38
Pengadaan Listrik dan Gas 0,33 0,36 0,40 0,37 0,39 0,37
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,32 0,33 0,36 0,36 0,36 0,35
Konstruksi 0,97 1,02 1,02 1,03 0,99 1,01
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,64 0,67 0,67 0,68 0,68 0,67
Transportasi dan Pergudangan 0,47 0,49 0,51 0,54 0,54 0,51
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,95 0,98 1,00 1,01 1,00 0,99
Informasi dan Komunikasi 0,23 0,24 0,24 0,23 0,22 0,23
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,78 0,84 0,88 0,86 0,87 0,85
Real Estate 0,56 0,60 0,61 0,62 0,61 0,60
Jasa Perusahaan 0,22 0,23 0,24 0,23 0,22 0,23
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,07 1,12 1,13 1,13 1,09 1,11
Jasa Pendidikan 1,09 1,13 1,14 1,14 1,08 1,12
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,40 0,42 0,42 0,44 0,44 0,42
Jasa Lainnya 0,63 0,65 0,67 0,70 0,67 0,66
Sumber: diolah oleh penulis
85
Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,24 0,24 0,23 0,25 0,25 0,24
Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Industri Pengolahan 1,06 1,07 1,07 1,06 1,05 1,06
Pengadaan Listrik dan Gas 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,14
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,80 0,78 0,82 0,82 0,83 0,81
Konstruksi 0,74 0,73 0,74 0,76 0,77 0,75
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,00 0,97 0,98 0,98 0,98 0,98
Transportasi dan Pergudangan 2,51 2,51 2,49 2,43 2,46 2,48
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,61 0,59 0,59 0,61 0,62 0,60
Informasi dan Komunikasi 1,33 1,31 1,31 1,36 1,37 1,34
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,97 0,95 0,96 0,97 0,96 0,96
Real Estate 0,79 0,77 0,76 0,78 0,77 0,77
Jasa Perusahaan 1,08 1,06 1,04 1,03 1,02 1,05
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,65 0,63 0,63 0,62 0,63 0,63
Jasa Pendidikan 0,72 0,72 0,71 0,72 0,72 0,72
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,74 0,73 0,73 0,77 0,76 0,75
Jasa Lainnya 0,91 0,89 0,90 0,90 0,90 0,90
Sumber: diolah oleh penulis
86
Location Quotient (LQ) Kota Cilegon Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Pertambangan dan Penggalian 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
Industri Pengolahan 1,59 1,60 1,63 1,66 1,68 1,63
Pengadaan Listrik dan Gas 2,91 2,90 2,86 2,90 2,92 2,90
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 2,75 2,75 2,67 2,68 2,70 2,71
Konstruksi 0,65 0,65 0,62 0,65 0,66 0,65
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,84 0,86 0,83 0,84 0,84 0,84
Transportasi dan Pergudangan 0,45 0,44 0,41 0,43 0,42 0,43
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,88 0,86 0,82 0,82 0,85 0,85
Informasi dan Komunikasi 0,22 0,22 0,20 0,19 0,19 0,20
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,84 0,84 0,82 0,83 0,85 0,84
Real Estate 0,78 0,79 0,76 0,76 0,76 0,77
Jasa Perusahaan 0,32 0,32 0,31 0,30 0,30 0,31
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,38 0,39 0,38 0,38 0,38 0,38
Jasa Pendidikan 0,22 0,21 0,20 0,20 0,21 0,21
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,60 0,61 0,59 0,60 0,62 0,60
Jasa Lainnya 0,52 0,54 0,53 0,55 0,57 0,54
Sumber: diolah oleh penulis
87
Location Quotient (LQ) Kota Serang Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,03 0,99 0,98 0,98 0,93 0,99
Pertambangan dan Penggalian 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Industri Pengolahan 0,14 0,13 0,13 0,14 0,14 0,14
Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,10 0,11 0,11 0,11 0,10
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,28 0,29 0,30 0,30 0,29 0,29
Konstruksi 2,02 1,97 1,94 1,79 1,82 1,91
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2,30 2,28 2,31 2,26 2,24 2,27
Transportasi dan Pergudangan 0,68 0,68 0,71 0,73 0,70 0,70
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,51 2,57 2,60 2,62 2,61 2,58
Informasi dan Komunikasi 1,09 1,06 1,08 1,04 1,03 1,06
Jasa Keuangan dan Asuransi 1,05 1,02 1,02 1,04 1,04 1,03
Real Estate 1,31 1,28 1,27 1,26 1,25 1,27
Jasa Perusahaan 0,92 0,91 0,92 0,90 0,88 0,90
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,20 3,17 3,16 3,05 2,90 3,09
Jasa Pendidikan 1,33 1,32 1,33 1,31 1,31 1,32
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,72 1,73 1,76 1,75 1,77 1,75
Jasa Lainnya 1,28 1,30 1,31 1,27 1,26 1,29
Sumber: diolah oleh penulis
88
Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,06 0,05 0,05 0,05 0,04 0,05
Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Industri Pengolahan 0,32 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30
Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,55 0,54 0,54 0,53 0,52 0,54
Konstruksi 1,54 1,54 1,54 1,45 1,41 1,49
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,38 1,36 1,35 1,29 1,28 1,33
Transportasi dan Pergudangan 0,43 0,42 0,44 0,46 0,46 0,44
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,36 1,33 1,34 1,29 1,27 1,32
Informasi dan Komunikasi 2,99 3,04 3,06 2,93 2,91 2,98
Jasa Keuangan dan Asuransi 0,47 0,44 0,43 0,43 0,43 0,44
Real Estate 2,24 2,23 2,28 2,22 2,21 2,24
Jasa Perusahaan 3,29 3,29 3,29 3,29 3,31 3,29
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,60 0,58 0,58 0,57 0,58 0,58
Jasa Pendidikan 2,63 2,57 2,54 2,44 2,43 2,52
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3,90 3,79 3,71 3,50 3,41 3,66
Jasa Lainnya 2,13 2,08 2,04 1,93 1,88 2,01
Sumber: diolah oleh penulis
89
Lampiran III (Hasil Analisis Surplus Pendapatan)
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Pandeglang Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.011.295 1.201.384 1.580.596 1.628.794 1.936.723
Pertambangan dan Penggalian 231.289 253.799 201.602 222.711 219.860
Industri Pengolahan -299.067 -313.367 -341.124 -347.683 -365.737
Pengadaan Listrik dan Gas -534 -583 -544 -659 -690
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang - 3 -3 -3 -4 - 4
Konstruksi -21.436 -25.680 -29.922 -37.108 -43.389
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor -17.430 -29.410 -35.377 -40.796 -52.450
Transportasi dan Pergudangan -7.479 -9.978 -7.551 -3.806 -5.903
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 17.497 18.777 21.126 28.491 35.133
Informasi dan Komunikasi -1.950 -2.231 -2.287 -2.928 -3.132
Jasa Keuangan dan Asuransi -658 -561 -707 - 907 -1.575
Real estate 3.277 -1.657 -7.410 -12.988 -15.809
Jasa Perusahaan -219 -241 -262 -297 -349
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 34.247 38.527 38.271 49.482 57.660
Jasa Pendidikan 794 1.404 2.150 3.285 3.144
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -315 -345 -320 -343 - 376
Jasa Lainnya -560 -596 -607 -672 -761
90
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Lebak Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 845.617 777.961 873.530 837.311 931.516
Pertambangan dan Penggalian 83.817 85.775 73.056 71.846 71.653
Industri Pengolahan -432.869 -446.445 -482.623 -472.578 -463.553
Pengadaan Listrik dan Gas -94 -106 -105 -128 -126
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang -3 -3 -3 -3 -3
Konstruksi -21.016 -23.563 -26.590 -29.472 -28.772
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 4.872 6.980 13.768 12.923 5.562
Transportasi dan Pergudangan -3.303 -3.134 -1.589 848 -1.274
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 12.551 14.738 15.619 18.072 19.784
Informasi dan Komunikasi -3.187 -3.869 -4.272 -5.709 -6.218
Jasa Keuangan dan Asuransi -2.079 -2.312 -2.527 -2.611 -2.941
Real estate -7.334 -6.535 -6.862 -8.720 -11.341
Jasa Perusahaan -250 -268 -287 -321 -349
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 18.994 20.948 20.268 23.276 26.612
Jasa Pendidikan 16.972 18.995 20.542 23.692 25.620
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -320 -261 -204 -191 -148
Jasa Lainnya 2.946 3.319 3.635 4.580 4.850
Sumber: diolah oleh penuli
91
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27.872 21.551 22.819 28.989 24.911
Pertambangan dan Penggalian -310 -285 -237 -242 -243
Industri Pengolahan 1.327.941 1.433.255 1.515.503 1.378.617 1.275.304
Pengadaan Listrik dan Gas 22.637 20.971 17.584 19.787 17.986
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang -10 -9 -9 -9 -10
Konstruksi 125.208 140.202 160.110 199.700 241.309
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor -139.769 -138.634 -152.664 -158.441 -157.846
Transportasi dan Pergudangan -58.040 -64.802 -66.227 -70.472 -75.740
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum -7.950 -8.244 -8.295 -9.180 -9.801
Informasi dan Komunikasi -5.955 -10.447 -14.037 -18.436 -16.803
Jasa Keuangan dan Asuransi 44.001 50.998 55.712 56.868 62.378
Real estate -24.640 -29.663 -33.281 -34.110 -30.781
Jasa Perusahaan -172 -202 -237 -327 -429
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib -3.400 -3.544 -3.301 -3.669 -3.681
Jasa Pendidikan -10.496 -10.679 -10.837 -11.590 -11.953
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -2.041 -2.083 -2.020 -2.179 -2.312
Jasa Lainnya -809 -861 -944 -1.039 -1.041
Sumber: diolah oleh penulis
92
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Serang Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 103.411 125.412 108.635 115.782 126.915
Pertambangan dan Penggalian -344 -329 -291 -283 -298
Industri Pengolahan 3.120.568 2.773.570 2.889.890 3.016.580 3.356.853
Pengadaan Listrik dan Gas -1.565 -1.595 -1.452 -1.577 -1.470
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang -8 -8 -8 -9 -9
Konstruksi -7.041 4.945 6.715 10.352 -2.822
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor -146.247 -154.947 -160.170 -168.829 -175.173
Transportasi dan Pergudangan -35.186 -39.079 -39.622 -41.544 -44.606
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum -957 -328 67 286 117
Informasi dan Komunikasi -11.549 -14.443 -15.766 -20.366 -22.062
Jasa Keuangan dan Asuransi -3.989 -3.526 -3.199 -3.672 -3.799
Real estate -50.687 -53.260 -56.902 -63.076 -69.338
Jasa Perusahaan -524 -574 -627 -699 -742
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 801 1.511 1.707 1.775 1.282
Jasa Pendidikan 3.171 4.576 4.854 5.414 3.406
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1.273 -1.321 -1.279 -1.387 -1.450
Jasa Lainnya -1.712 -1.614 -1.689 -1.765 -1.978
Sumber: diolah oleh penulis
93
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kota Tangerang Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -45.871 -45.576 -48.466 -50.255 -54.330
Pertambangan dan Penggalian - - - - -
Industri Pengolahan 651.272 842.235 900.438 734.683 692.000
Pengadaan Listrik dan Gas -1.664 -1.680 -1.594 -1.706 -1.578
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang -12 -12 -11 -11 -12
Konstruksi -87.966 -104.468 -116.172 -128.592 -139.588
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 1.418 -45.529 -28.414 -27.407 -39.288
Transportasi dan Pergudangan 1.076.625 1.208.996 1.193.421 1.177.768 1.303.581
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum -9.132 -9.689 -9.800 -10.751 -11.482
Informasi dan Komunikasi 57.860 65.733 70.463 113.881 131.372
Jasa Keuangan dan Asuransi -1.432 -2.499 -2.242 -2.023 -2.376
Real estate -68.066 -79.498 -88.404 -93.709 -105.306
Jasa Perusahaan 534 383 298 249 214
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib -5.150 -5.556 -5.298 -5.905 -6.330
Jasa Pendidikan -12.534 -12.898 -13.220 -14.213 -15.280
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -2.052 -2.157 -2.093 -1.998 -2.155
Jasa Lainnya -1.206 -1.425 -1.447 -1.573 -1.566
Sumber: diolah oleh penulis
94
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kota Cilegon Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -7.912 -7.858 -7.783 -7.736 -8.370
Pertambangan dan Penggalian -223 -218 -183 -186 -187
Industri Pengolahan 6.771.673 7.242.433 8.446.829 8.728.519 9.112.216
Pengadaan Listrik dan Gas 51.646 51.787 43.880 50.097 46.488
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 238 226 210 229 243
Konstruksi -69.511 -81.152 -94.526 -106.902 -115.334
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor -115.078 -117.619 -140.980 -143.714 -143.159
Transportasi dan Pergudangan -46.373 -52.124 -52.250 -55.061 -58.638
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum -2.660 -3.148 -4.012 -4.417 -4.096
Informasi dan Komunikasi -14.670 -18.087 -18.260 -23.342 -26.729
Jasa Keuangan dan Asuransi -4.126 -4.784 -5.844 -5.841 -5.890
Real estate -46.209 -49.337 -58.682 -66.539 -71.696
Jasa Perusahaan -873 -950 -1.007 -1.105 -1.200
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib -3.524 -3.766 -3.580 -3.921 -4.231
Jasa Pendidikan -7.066 -7.116 -6.886 -7.526 -8.262
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial -1.696 -1.749 -1.720 -1.821 -1.865
Jasa Lainnya -2.432 -2.402 -2.578 -2.783 -2.951
Sumber: diolah oleh penulis
95
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kota Serang Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.708 -349 -860 -868 -3.440
Pertambangan dan Penggalian -12 -11 -9 -9 -9
Industri Pengolahan -244.275 -248.941 -271.908 -281.870 -285.776
Pengadaan Listrik dan Gas -214 -239 -237 -259 -242
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 1 -3 -3 -3 -3
Konstruksi 179.612 192.637 208.687 195.073 230.291
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 717.771 785.920 855.728 867.470 895.133
Transportasi dan Pergudangan -11.716 -13.216 -12.840 -12.854 -14.928
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 27.542 30.669 32.058 37.232 39.950
Informasi dan Komunikasi 2.363 2.093 2.791 1.692 1.759
Jasa Keuangan dan Asuransi 437 211 211 460 575
Real estate 31.800 30.573 32.064 34.686 35.531
Jasa Perusahaan -85 -99 -103 -141 -184
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 29.958 31.202 29.654 30.560 29.180
Jasa Pendidikan 5.101 5.116 5.450 5.521 6.029
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.512 2.624 2.745 2.913 3.198
Jasa Lainnya 1.009 1.077 1.186 1.143 1.195
Sumber: diolah oleh penulis
96
Nilai Surplus Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2015 (juta rupiah)
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -6.179 -5.840 -5.777 -5.785 -5.988
Pertambangan dan Penggalian - - - - -
Industri Pengolahan -1.099.585 -1.113.669 -1.227.023 -1.250.438 -1.282.261
Pengadaan Listrik dan Gas -439 -474 -469 -510 -483
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang -9 -8 -8 -9 -Rp10
Konstruksi 176.483 205.973 241.344 225.471 223.464
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 310.027 328.138 331.447 295.887 299.755
Transportasi dan Pergudangan -31.980 -36.334 -38.080 -41.389 -45.324
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 8.751 8.372 8.722 8.415 8.410
Informasi dan Komunikasi 356.546 462.476 525.775 643.932 725.923
Jasa Keuangan dan Asuransi -5.383 -6.238 -6.994 -7.467 -8.429
Real estate 532.342 584.089 679.949 721.564 790.388
Jasa Perusahaan 21.063 23.040 25.562 29.229 33.310
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib -2.496 -2.720 -2.661 -3.029 -3.311
Jasa Pendidikan 124.111 120.682 120.663 121.389 132.286
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 55.368 54.764 51.494 49.168 49.185
Jasa Lainnya 16.468 15.342 15.706 14.909 15.160
Sumber: diolah oleh penulis
97
Lampiran IV (Hasil Analisis Tipologi Klassen Wilayah)
Tipologi Klassen Pendekatan Wilayah di Provinsi Banten Tahun 2011-2015
Sumber: diolah oleh penulis
Kabupaten/Kota Rata-rata PDRB Per Kapita
(Juta Rupiah)
Rata-rata Laju
Pertumbuhan
(Persen)
Kuadran
Kabupaten Pandeglang 14178611,76 (Yi) Yi < Y 5,432 (Ri) Ri < R IV
Kabupaten Lebak 13623960,97 (Yi) Yi < Y 5,806 (Ri) Ri < R IV
Kabupaten Tangerang 25914101,61 (Yi) Yi < Y 6,012 (Ri) Ri < R IV
Kabupaten Serang 32242570,33 (Yi) Yi < Y 5,582 (Ri) Ri < R IV
Kota Tangerang 49803226,28 (Yi) Yi > Y 6,30 (Ri) Ri > R I
Kota Cilegon 157206582,89 (Yi) Yi > Y 6,082 (Ri) Ri < R II
Kota Serang 28550064,72 (Yi) Yi < Y 7,242 (Ri) Ri > R III
Kota Tangerang Selatan 30900819,98 (Yi) Yi < Y 8,294 (Ri) Ri > R III
Provinsi Banten 33565639,38 (Y) 6,288 (R)
98
Lampiran V (Hasil Analisis Indeks Williamon)
Indeks Williamson Tahun 2011
Sumber: diolah oleh penulis
Kabupaten/Kota Yi Y Yi-Y (Yi-Y)2 Fi n Fi/n (Yi-Y)2*(fi/n)
Kab Pandeglang 11,766401 27,977008 -16,210607 262,7838 1172179 11005518 0,106508 27,9886555
Kab Lebak 11,416134 27,977008 -16,560874 274,2625 1228884 11005518 0,111661 30,62434663
Kab Tangerang 22,261952 27,977008 -5,715056 32,66187 2960474 11005518 0,268999 8,786012337
Kab Serang 26,822372 27,977008 -1,154636 1,333184 1434137 11005518 0,130311 0,17372817
Kota Tangerang 40,778914 27,977008 12,801906 163,8888 1869791 11005518 0,169896 27,84401454
Kota Cilegon 129,792308 27,977008 101,8153 10366,36 385720 11005518 0,035048 363,3188714
Kota Serang 23,855955 27,977008 -4,121053 16,98308 598407 11005518 0,054373 0,923427135
Kota Tangerang Selatan 25,920658 27,977008 -2,05635 4,228575 1355926 11005518 0,123204 0,520978184
∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n)) 460,180
√∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n)) 21,452
IW = √∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))/Y 0,76677
99
Indeks Williamson Tahun 2012
Kabupaten/Kota Yi Y Yi-Y (Yi-Y)2 Fi n Fi/n (Yi-Y)2*(fi/n)
Kab Pandeglang 12,887168 30,202440 -17,315272 299,8186 1181430 11248947 0,105026 31,48869744
Kab Lebak 12,239703 30,202440 -17,962737 322,6599 1239660 11248947 0,110202 35,55786792
Kab Tangerang 23,662041 30,202440 -6,540399 42,77682 3050929 11248947 0,271219 11,60188955
Kab Serang 29,240909 30,202440 -0,961531 0,924542 1448964 11248947 0,128809 0,119089198
Kota Tangerang 43,919046 30,202440 13,716606 188,1453 1918556 11248947 0,170554 32,08898523
Kota Cilegon 141,650612 30,202440 111,448172 12420,7 392341 11248947 0,034878 433,2094247
Kota Serang 25,575823 30,202440 -4,626617 21,40558 611987 11248947 0,054404 1,164547818
Kota Tangerang Selatan 28,020186 30,202440 -2,182254 4,762233 1405170 11248947 0,124916 0,594877631
∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))
545,825
√∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n)) 23,363
IW = √∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))/Y 0,77354
Sumber: diolah oleh penulis
100
Indeks Williamson Tahun 2013
Kabupaten/Kota Yi Y Yi-Y (Yi-Y)2 Fi n Fi/n (Yi-Y)2*(fi/n)
Kab Pandeglang 13,900103 32,991607 -19,091504 364,4855 1183006 11452491 0,103297 37,65019622
Kab Lebak 13,416112 32,991607 -19,575495 383,2 1247906 11452491 0,108964 41,75489675
Kab Tangerang 25,514935 32,991607 -7,476672 55,90062 3157780 11452491 0,275729 15,41340306
Kab Serang 31,685494 32,991607 -1,306113 1,705931 1450894 11452491 0,126688 0,216121109
Kota Tangerang 48,433319 32,991607 15,441712 238,4465 1952396 11452491 0,170478 40,64984577
Kota Cilegon 155,024561 32,991607 122,032954 14892,04 398304 11452491 0,034779 517,9274186
Kota Serang 28,203885 32,991607 -4,787722 22,92228 618802 11452491 0,054032 1,238538647
Kota Tangerang Selatan 30,723741 32,991607 -2,267866 5,143216 1443403 11452491 0,126034 0,648219973
∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))
655,499
√∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))
25,603
IW = √∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))/Y
0,77604
Sumber: diolah oleh penulis
101
Indeks Williamson Tahun 2014
Kabupaten/Kota Yi Y Yi-Y (Yi-Y)2 Fi n Fi/n (Yi-Y)2*(fi/n)
Kab Pandeglang 15,317815 36,629181 -21,311366 454,1743 1188405 11704877 0,101531 46,11265962
Kab Lebak 14,765720 36,629181 -21,863461 478,0109 1259305 11704877 0,107588 51,42826502
Kab Tangerang 27,999002 36,629181 -8,630179 74,47999 3264776 11704877 0,278924 20,77428783
Kab Serang 35,007025 36,629181 -1,622156 2,63139 1463094 11704877 0,124999 0,328920237
Kota Tangerang 54,980937 36,629181 18,351756 336,7869 1999894 11704877 0,17086 57,54337278
Kota Cilegon 172,091926 36,629181 135,46 18350,16 405303 11704877 0,034627 635,4082062
Kota Serang 31,14832 36,629181 -5,480861 30,03984 631101 11704877 0,053918 1,619681528
Kota Tangerang Selatan 33,539279 36,629181 -3,089902 9,547494 1492999 11704877 0,127554 1,217817068
∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))
814,433
√∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n)) 28,538
IW = √∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))/Y 0,77911
Sumber: diolah oleh penulis
102
Indeks Williamson Tahun 2015
Kabupaten/Kota Yi Y Yi-Y (Yi-Y)2 Fi n Fi/n (Yi-Y)2*(fi/n)
Kab Pandeglang 17,021570 40,027958 -23,006388 529,2939 1194911 11955243 0,099949 52,9022374
Kab Lebak 16,282133 40,027958 -23,745825 563,8642 1269812 11955243 0,106214 59,89016932
Kab Tangerang 30,132576 40,027958 -9,895382 97,91858 3370594 11955243 0,281934 27,60661395
Kab Serang 38,457048 40,027958 -1,57091 2,467758 1474301 11955243 0,123318 0,304319878
Kota Tangerang 60,903914 40,027958 20,875956 435,8055 2047105 11955243 0,171231 74,62329441
Kota Cilegon 187,473505 40,027958 147,445547 21740,19 412106 11955243 0,034471 749,4003041
Kota Serang 33,966339 40,027958 -6,061619 36,74322 643205 11955243 0,053801 1,976824965
Kota Tangerang Selatan 36,300234 40,027958 -3,727724 13,89593 1543209 11955243 0,129082 1,793717136
∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))
968,497
√∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n)) 31,121
IW = √∑ ((Yi – Y)2 x (Fi / n))/Y 0,77747
Sumber: diolah oleh penulis
103
Lampiran VI (Hasil Analisis Korelasi Perason)
Korelasi Pearson antara Indeks Williamson dan Pertumbuhan Ekonomi
Tahun
Pertumbuhan
Ekonomi Banten
Indeks
Williamson (IW)
2011 7,03 0,766
2012 6,83 0,773
2013 6,67 0,776
2014 5,51 0,779
2015 5,40 0,777
Pertumbuhan
Ekonomi Banten IW
Pertumbuhan
Ekonomi Banten 1.000000 -0.78364
IW -0.78364 1.0000000
Diolah dengan eviews 6.0