ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN …
Transcript of ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN …
ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN
TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN,
CEMPAKA PUTIH DAN CIREUNDEU CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
Eka Lestari Sitepu
NIM: 1111101000004
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (PSKM)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Desember 2015
Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004
Analisis PersonalHygiene Pada Penjual Makanan Tradisional Gado – Gado Di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
xiv + 98 halaman, 17tabel, 2 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Menurut WHO (2005) Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu
permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan membebani yang pernah
ditemukan di zaman modern ini. Hal ini umumnya disebabkan oleh personalhygiene
yang tidak baik dari penjamah makanan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan predisposisi, pendukung dan pendorong dengan personalhygiene
pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur,yang di laksanakan September–Oktober 2015.Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatifdengan desaincross sectional study.Jumlah sampel
penelitian ini sebanyak 80 sampel yang diambil dengan teknik total sampling. Analisis
sampel data terdiri dari analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statisik chi
square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penjamah makanan yang memiliki
personalhygiene yang tidak baik sebesar 61,2%. Faktor predisposisi penjamah makanan
pada variabel : umur > 44 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki – laki (83,3%),
berpendidikan SD – SMP (80%) dan lama kerja ≤ 5 tahun (76,9%), begitu juga pada
faktor pengetahuan dan sikap baik masing – masing sebesar 50% dan 64,3% memiliki
personalhygiene makanan yang tidak baik. Faktor pendorong pada variabel fasilitas
sanitasi memenuhi syarat sebesar 52,8% dan faktor pendukung pada variabel pernah
mengikuti penyuluhan/pelatihan sebesar 59,1% memiliki personalhygiene makanan tidak
baik.
Kesimpulan penelitian ini pada variabelpendidikan, lama bekerja, pengetahuan,
sikap, fasilitas sanitasi dan penyuluhan atau pelatihan tidak ditemukan adanya hubungan
dengan personalhygiene pada penjamah makanan gado - gado.Rekomendasi penelitian
ini adalah perlu dilakukannya kegiatan pelatihan/penyuluhan dan pengawasan mengenai
personal hygiene makanan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan secara berkala
bagi penjamah makanan sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan tentang syarat
kesehatan makanan khususnya bagi penjamah makanan jajanan/tradisional.
Kata Kunci : Personal, hygiene, gado – gado
Daftar Bacaan : 60 (1995 – 2015)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
ENVIRONMENTAL HEALTH
Thesis, December 2015
Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004
Analysis of Personal Hygiene of Traditional Food Gado-Gado Seller at Pisangan
District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat In 2015
xiv + 98 pages, 17 tabels, 2 diagrams, 4 appendix
Abstrac
Including to WHO (2008) food innate disease is one of a burden and much found
in public health problem in this modern era. This situation usually caused by personal
hygiene unwell from the eater. That is why, the purpose of this research is to find the
correlation of predisposition, supporter and booster with personal hygiene of traditional
food gado-gado seller at Pisangan District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat, at
September-October 2015. This research is a quantitative research with cross sectional
study. Total of samples were 80 samples who taken by total sampling technique.
Analysis for data samples was consist of univariat and bivariat by Chi Square Test.
The result showed that the eaters who has unwell personal hygiene were 61,2%.
Predisposition factors at variable: age>44 years old (66,7%), male (83,3%), educated
from elementary school-high school (80%), and work duration ≤ 5 years (76,9%), also at
knowledge factor and well manner was 50% and 64,3% each, has unwell personal
hygiene and food sanitation. Supporter factor of sanitation facility variable fulfill the
requirement was 52,8% and booster factor of never went to counseling/training was
59,1% has unwell personal hygiene and food sanitation.
The conclusion of this research is on variable is education, work duration,
knowledge, behavior, sanitation facility and counseling or training variables were not
found a correlation with personal hygiene. This research recommendation is to make a
counseling or training and monitoring of personal hygiene food from South Tangerang
Health Department periodic to the eater, so they can increase the knowledge about food
health requirements especially to the traditional food eaters.
Key Words : Personal hygiene, gado – gado
Reading List : 60 (1995 – 2015)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eka Lestari Sitepu
Tempat/Tgl Lahir : Marbau Selatan, 17 Januari 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : BelumMenikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Impres Marbau Selatan Kec. Marbau Kab. Labuhan Batu Utara
Prov. Sumatra Utara
Telp : 0813 1724 3504
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
SD Negeri 112315 Marbau Selatan
SMP Negeri 3 Marbau
MAN 1 Binjai
S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT. Yang tidak pernah tidur dan selalu dekat
dengan hambaNya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya
hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang terang
benderang.
Skripsi dengan judul “Analisis Personal HygienePada Penjual Makanan
Tradisional Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015” disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini semata – mata bukanlah hasil penulis, melainkan banyak pihak
yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat. Untuk itu penulis
merasa pantas berterima kasih kepada :
1. Orang tua sya, spirit of my life, Bapak Ridwan Sitepu Tersayang dan Ibu J. Br.
Ginting, terima kasih atas didikan iringan do’a tanpa henti – hentinya, serta selalu
memberikan moril maupun materil kepada saya.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes dan Ibu Yuli Amran, M.KM, selaku Dosen
Pembimbing, yang senantiasa meluangkan waktunya dan yang telah banyak
memberikan saran, arahan dan motivasi untuk membimbing penulis.
4. Keluarga Besar Sitepu : adikku tercinta Ayu Sri Menda Sitepu, Mitra Tri Mutia
Sitepu, Bolang, Iting, Tigan, Bi’ Tua (Nurahmah Sitepu), Bi’ Tengah (Hendani
viii
Sitepu), Pak Uda (Karya Sitepu) dan Bi’ Uda (Lilis Sitepu) yang selalu memberikan
dukungan perhatian dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Teman – teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2011 (Envihsa 3) tercinta
khususnya Sarah Ajeng, Awaliyah dan Rahmatika yang selalu memberikan dukungan
semangat dan perhatian kepada peniliti. Terima kasih banyak dan sukses untuk kita
semua guys.
6. Teman–teman seperjuangan satu bimbingan Nurul, Pewe, Imah, Fera, Ipute, Puput,
Desy, Anantika, Lifi, Efri, Gita yang selalu memberikan dukungan semangat,
perhatian dan saran untuk perbaikan skripsi ini “Kalian Luar Biasa!”
7. Sahabat-sahabat 403 Asrama Putri FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Wina, Pipi
(Putri) dan Karin yang selalu membantu, memberikan perhatian dan dukungan
semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang juga memberi dukungan semangat kepada peniliti.
9. Sahabat-sahabatku nan jauh di daerah sebrang Sumatra Utara : Yosa, Yuli Yani, Risa
Sembiring, Beti dan Mamay Lubis yang selalu memberikan motivasi, perhatian dan
dukungan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Keluarga Envihsa dan BEM Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan perhatian,
dukungan semangat sehingga memotivasi peniliti untuk segera menyelesaikan skirpsi
ini.
11. Semua Pihak yang tela membantu penulis dalam penyusunan skirpsi ini, dimana tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam pembuatan skripsi ini tentu masih memiliki keterbatasan dan perlu
perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kemajuan penelitian selanjutnya.
Jakarta, Desember2015
Eka Lestari Sitepu
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 10
1.4.1Tujuan Umum ........................................................................................... 10
1.4.2Tujuan Khusus .......................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 11
1.5.1Bagi Pemerintah Daerah Setempat ........................................................... 11
1.5.2Bagi Pedagang .......................................................................................... 12
1.5.3Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13
2.1 Makanan Tradisional .............................................................................................. 13
2.2 Gado – Gado .......................................................................................................... 15
2.2.1 Proses Pembuatan Gado – Gado ................................................................... 16
2.3 Higiene Sanitasi ..................................................................................................... 17
2.3.1 Peran Personal hygiene yang Baik Pada Makanan ...................................... 18
2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ................................................................ 19
2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan ............................................. 19
2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan ........................................ 20
2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan ...................................................... 21
2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan ................................................... 22
2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan .................................................. 23
2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan ......................................................... 25
2.4 PersonalHygiene Penjamah Makanan .................................................................... 27
2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene Penjamah Makanan ...... 27
2.6 Kerangka Teori ....................................................................................................... 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................... 36
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................... 36
3.2 Definisi Operasional Variabel................................................................................. 38
x
3.3 Hipotesis ................................................................................................................. 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 42
4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 42
4.2 Lokasi Waktu Penelitian ......................................................................................... 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 42
4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 44
4.4.1 Jenis Pengumpulan Data ............................................................................... 44
4.4.2 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 45
4.5 Validitas dan Realibilitas ........................................................................................ 45
4.5.1 Uji Validitas .................................................................................................. 46
4.5.2 Uji Realibilitas .............................................................................................. 47
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ................................................................................. 48
4.6.1 Pengolahan Data ........................................................................................... 48
4.7 Analisa Data ............................................................................................................ 50
4.7.1 Analisis Univariat ........................................................................................... 0
4.7.2 Analisis Bivariat ........................................................................................... 50
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................... 51
5.1 Analisis Univariat ................................................................................................... 51
5.1.1 Gambaran Personal Hygiene Makanan ................................................... 51
5.1.2 Faktor Predisposisi .................................................................................... 52
5.1.2.1 Sosial Demografi ................................................................................ 52
5.2.2.1.1 Gambaran Pendidikan ................................................................. 52
5.1.2.1.2 Gambaran Lama Kerja .............................................................. 52
5.1.2.1.3 Gambaran Pengetahuan ............................................................ 53
5.1.2.1.4 Gambaran Sikap ....................................................................... 54
5.1.3 Faktor Pendukung ....................................................................................... 54
5..1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi ......................................... 54
5.1.4 Faktor Pendorong ....................................................................................... 55
5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan............................................ 55
5.2 Analisis Bivariat...................................................................................................... 56
5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene ........................................... 56
5.2.1.1 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene .............. 56
5.2.1.2 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene ............. 58
5.2.1.3 Hubungan Antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene ............ 59
5.2.1.4 Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene ....................... 60
5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene ............................................ 62
5.2.2.1 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........ 62
xi
5.2.3 Faktor Pendorong ....................................................................................... 63
5.3.3.1 Hubungan Antara Kegiatan atau Pelatihan dengan Personal Hygiene
........................................................................................................ 63
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................... 66
6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 66
6.2 Gambaran Personal Hygiene .................................................................................. 67
6.3 Faktor Predisposisi .................................................................................................. 70
6.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Personal Hygiene ........................................ 70
6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene ....................................... 73
6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Personal Hygiene ...................................... 77
6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene ................................................. 80
6.4 Faktor Pendukung ................................................................................................... 84
6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ................................... 84
6.5 Faktor Pendorong .................................................................................................... 88
6.5.1 Hubungan Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan dengan Personal Hygiene. 88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 92
7.1 Simpulan ................................................................................................................. 92
7.2 Saran ....................................................................................................................... 94
7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah .............................................................................. 94
7.2.2 Bagi Pedagang .............................................................................................. 94
7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 96
LAMPIRAN................................................................................................................ xiv
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori ........................................................................................... 35
Gambar 2 Kerangka Konsep ......................................................................................... 37
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Definisi Operasional ........................................................................................ 38
Tabel 2 Hasil Perhitungan Sampel ................................................................................ 44
Tabel 3Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen Penelitian ...................................... 47
Tabel 4 Uji Perhitungan Uji Reabilitas Instrumen Penelitian ....................................... 48
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene ........................................................... 51
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan ..................................... 52
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Lama Kerja Penjamah Makanan .................................... 53
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan ................................... 53
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan .............................................. 54
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Penjamah Makanan .............................. 55
Tabel 11 Distribusi Frekuensi Penyuluhan atau Pelatihan Penjamah Makanan ........... 55
Tabel 12 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene .............................. 57
Tabel 13 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene............................. 58
Tabel 14 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene ........................... 59
Tabel 15Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene ....................................... 61
Tabel 16 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........................ 62
Tabel 17 Hubungan Antara Penyuluhan/Pelatihan dengan Personal Hygiene ............ 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut WHO (2005) penyakit bawaan makanan merupakan salah
satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak ditemukan di
zaman modern ini. Penyakit yang diakibatkan bawaan makanan dari
kontaminasi bakteri pathogen adalah penyakit diare.Menurut perkiraan,
sekitar 70% kasus penyakit diare karena makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri pathogen seperti bakteri Coliform (Eschercia coli, Enteribacter
arogenes), Shigella spp, Salmonella spp,dan Virbrio cholereae (WHO, 2005).
Kontaminasi mikroorganisme pada makanan tersebut disebabkan dari tidak
mempraktikkan hygieneperorangan dengan benar seperti mencuci tangan, dan
mencuci alat masakan danmemakai celemek (Arisman, 2009).
Diketahui pada tahun 1993 – 1997 di Amerika Serikat telah terjadi
outbreak sebesar 550 kasus akibat bawaan makanan, lebih dari 40% dari
outbreak tersebut disebabkan oleh perusahaan jasa makanan/tempat
pengolahan makanan (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).
Pada tahun 2014 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
menginformasikan telah terjadi 43 kasus insiden keracunan makanan di
berbagai wilayah Indonesia. Salah satu kejadian keracunan makanan
disebabkan oleh pangan jajanan sebanyak 15 insiden keracunan dengan
jumlah korban 468 orang dan terdapat 1 orang meninggal serta 1 insiden
2
keracunan akibat pangan jasa boga/katering dengan jumlah korban 748 orang.
Sedangkan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 telah terjadi
peningkatan kasus penyakit diare sebesar 3,63 per 1000 penduduk dan pada
tahun 2008 sebesar 77,48 per 1000 penduduk (Bank Data Kemenkes. 2015).
Dari peningkatan kasus wilayah Tangerang di atas bahwa
kemungkinan kasus penyakit diare disebabkan oleh konsumsi air minum dan
makanan yang mengandung bakteri pathogen seperti bakteri Coliform
(Eschercia coli, Enteribacter arogenes), Shigella spp, Salmonella spp, dan
Virbrio cholereae. Kemudian hasil identifikasi dari beberapa kasus keracunan
makanan yang dilakukan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
outbreak tersebut seperti kebersihan pekerja/penjamah dalam menyajikan
makanan kemudian suhu memasak dan cara menyimpan makanan yang
kurang baik (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).
Salah satu bakteri yang sering dijadikan indikator terjadinya
pencemaran makanan adalah golongan bakteri coliform. Bakteri ini
digunakan sebagai indikator sanitasi karena jumlah koloninya berkolerasi
positif dengan keberadaan bakteri patogen lainnya sehingga mudah di deteksi
secara sederhana. Bakteri coliform dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seperti penyakit diare apabila masuk ke saluran pencernaan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Setiawan (2004) mengenai analisis bakteri coliform
pada makanan olahan di kantin pusat Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya didapatkan nilai MPN coliform pada lontong balap, pecel, gado –
gado, siomay, sate ayam, ayam penyet dan sate kambing sebesar >1100
sel/100m.
3
Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) mengenai hygiene
sanitasi ada pedagang makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah
dasar menunjukkan bahwa sebesar 47,8% responden hygiene perorangannya
tidak baik, didapatkan 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik
dari peralatan yang digunakan oleh pedagang makanan jajanan tradisional
tersebut. Hal ini diperkuat dengan penelitian Puspita (2013) tentang hygiene
sanitasi penjamah makanan dan cemaran bakteri Escherichia coli pada
makanan gado – gado di sepanjang kota Manado masih terdapat 35,5%
penjamah makanan melakukan praktik hygiene sanitasi kurang baik. Hasil
pemeriksaan Escherichia coli dari 31 sampel makanan gado – gado terdapat
26 sampel menunjukkan angka kuman Escherichia coli lebih dari 0 koloni/gr
di sepanjang kota Manado. Pada penelitian lain diperkuat pada pemantuan
kualitas makanan gado – gado dan ketoprak di kampus X dengan
menunjukkan hasil uji laboratorium terhadap kuman e. Coli yang ada di
makanan tersebut, didapatkan angka cukup tinggi di beberapa piring lebih
dari 100 koloni/ml (Susanna, 2003).
Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti melalui pemeriksaan
bakteri coliform pada makanan gado – gado di sekitar Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan mengambil
enam sample secara acak. Hasil pengujian bakteri yang telah dilakukan pada
makanan tersebut adalah “Coliform tidak memenuhi standar yang
dipersyaratkan” pada 6 sampel makanan gado - gado, hal ini dapat
disimpulkan bahwa makanan tradisional gado – gado telah terkontaminasi
oleh bakteri coliform dimana standar yang dipersyaratkan oleh Standar
4
Nasional Indonesia (SNI) No. 7388 tahun 2009 batas maksimum cemaran
Mikroba pada pangan adalah 500 koloni/gr kemudian hasil dari pengujian
salah satu sample makanan gado – gado didapatkan bakteri coliform sebanyak
76.000.000 koloni/gr di Kelurahan Pisangan, 80.000.000 koloni/gr di
Kelurahan Cirendeu dan 88.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cempaka Putih.
Kemudian peneliti juga melakukan pengamatan melalui observasi di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur
terdapat banyak penjual makanan di sepanjang jalan tersebut dan dilalui oleh
kendaraan bermotor dengan jarak kurang lebih hanya satu meter dari warung
ke tepi jalan. Khususnya pada pedagang makanan gado – gado, penjamah
makanan menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan,
misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka sehingga vektor
seperti lalat mudah masuk ke wadah makanan. Kemudian posisi warung
pedagang gado – gado tersebut tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh
kendaraan bermotor.
Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan
makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian
besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan
pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin
rumah sakit, sekolah, pangkalan militer, saat jamuan makanan atau pesta
(WHO, 2005).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene
Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam
5
penanganan makanan jajanan yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan
makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Dari
beberapa aspek tersebut dapat mempengaruhi kualitas makanan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
715/Menkes/SK/V2003 hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk
mengendalikan terhadap faktor makanan, orang, tempat, perlengkapannya
yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Banyak
makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan
gangguan kesehatan seperti makanan jajanan yang diolah secara tradisional
(Khomsan, 2003).
Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Konsumsi makanan jajanan khususnya pada makanan tradisional di
masyarakat diperkirakan terus meningkat makin terbatasnya waktu anggota
keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan
tradisional murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok
dengan selera kebanyakan masyarakat (Kompas, 2006). Makanan tradisional
pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya
biologi atau mikrobiologi, kimia dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran
tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan
baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik hygiene perorangan
dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen dalam menangani
makanan tradisional yang baik dan benar (Nanuwasa, 2007).
6
Adapun faktor – faktor utama yang mengakibatkan kontaminasi
makanan sehingga mengakibatkan foodborne illness adalah adanya kesalahan
penyiapan makanan beberapa jam sebelum di makan, di sertai dengan
terjadinya kontaminasi silang akibat personal hygiene yang buruk dalam
mengolah makanan dan penyimpanannya dalam suhu yang baik untuk
pertumbuhan bakteri patogen serta pemasakan atau pemanasan yang kurang
memadai untuk mengurangi patogen (WHO, 2005).
Makanan jajajan yang berair dan tidak panas mempunyai risiko tinggi
terhadap kejadian kontaminasi (Puspita, 2013). Gado – gado merupakan salah
satu makanan yang tidak panas ketika disajikan sehingga berpotensi terjadi
kontaminasi oleh mikroba. Bakteri atau mikroba dapat tumbuh dengan baik
pada suhu di atas 5˚C derajat – 60˚C pada makanan. Kontaminasi bakteri
pada suhu tersebut dapat menyebabkan penyakit di derita manusia dengan
cepat. Suhu 5˚– 60˚C pada makanan disebut “Temparature danger zone”.
Suhu biasanya dikaitkan dengan waktu pemasakan dan sanitasi penjamah
makanan, suhu, waktu dan sanitasi sangat berperan penting dalam
pertumbuhan bakteri pathogen pada makanan (David, 2000).
Makanan tradisional gado – gado merupakan makanan dalam kategori
“Temparature danger zone” dimana makanan tersebut dapat dikonsumsi
antara suhu 5˚C – 60˚C. Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang
sering terkontaminasi oleh bakteri sehingga jika dalam tahap persiapannya
dan pengolahannya tidak memenuhi syarat seperti perebusan sayur pada suhu
yang tidak mencapai 60˚C selama 15 menit, hal ini bisa menjadi salah satu
faktor risiko terjadinya kontaminasi E. coli pada gado – gado (Puspita, 2013).
7
Adapun sayur- sayuran yang sering di gunakan dalam pengolahan
gado – gado adalah sayuran hijau yang diiris kecil – kecil seperti selada,
kubis, bunga kol, kacang panjang, taoge, wortel, mentimun, tomat, kentang
rebus telur rebus dan biasanya gado – gado menggunakan saus kacang untuk
menambah rasa enak pada sayuran. Masalah utama pada makanan gado –
gado adalah masalah keamanan yang disebabkan oleh tahap persiapan dan
pengolahan yang kurang memperhatikan aspek personal hygieneyang baik
oleh penjamah makanan. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang (cross contamination) pada makanan gado – gado tersebut
akibat dari kurang memperhatikan personalhygiene yang baik pada makanan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang analisis personal hygienepada penjual makanan
tradisonal gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Gado – gado adalah makanan yang dapat di konsumsi dalam keadaan
dingin dan banyak di konsumsi masyarakat saat ini. Selain dapat
mengenyangkan, gado – gado juga mengandung sayur – sayuran yang
mengandung nilai gizi yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Makanan
gado – gado ini dalam keamanan pangan termasuk dalam zona tempetature
danger zone dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 5˚ - 60˚ C,
hal ini tidak menutup kemungkinan makanan gado – gado memenuhi syarat
kesehatan seperti :
8
a. Mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit, seperti
bakteri coliform.
b. Pedagang yang kurang memperhatikan personal hygieneyang
baik,sehingga terjadinya kontaminasi silang (cross contamination) pada
makanan tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran personal hygiene penjamah makanan pada penjual
makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015?
2. Bagaimana gambaranvariabel demografi (tingkat pendidikan dan lama
kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,Cirendeu
dan Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015?
3. Bagaimana gambaran pengetahuan penjamahpada penjual makanan
tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015?
4. Bagaimana gambaran sikap penjamah pada penjual makanan tradisional
gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015?
5. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana personal hygiene penjamah
makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun
2015?
6. Bagaimana gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah
makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
9
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun
2015?
7. Apakah ada hubungan antara faktordemografi (pendidikan dan lama kerja)
penjamah makanan denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado –
gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan
Ciputat Timur Tahun 2015?
8. Apakah ada hubungan antara faktor pengetahuan penjamah dengan
personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatanCiputat
Timur Tahun 2015?
9. Apakah ada hubungan antara faktor sikap penjamah dengan personal
hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun
2015?
10. Apakah ada hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi penjamah
makanan dengan personalhygienepada penjual makanan tradisional gado –
gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan
Ciputat Timur Tahun 2015?
11. Apakah ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau pelatihan
penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan
tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015?
10
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran personalhygienepada penjual
makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran personal hygienepenjamah makanan pada
penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015
2. Diketahuinya gambaranvariabel demografi (pendidikan dan lama
kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan dan
Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015
3. Diketahuinya gambaran pengetahuan penjamah pada penjual
makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan
KecamatanCiputat Timur Tahun 2015
4. Diketahuinya gambaran sikap penjamah pada penjual makanan
tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan. Ciputat
Timur Tahun 2015
5. Diketahuinya gambaran ketersediaan sarana penjamah makanan
pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015
6. Diketahuinya gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan
penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado
di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015
11
7. Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik (umur, jenis
kelamin, pendidikan dan lama kerja) penjamah makanan
denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado – gado di
Kelurahan Pisangan dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2015
8. Diketahuinya hubungan antara faktor pengetahuan penjamah
dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado –
gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015
9. Diketahuinya hubungan antara faktor sikap penjamah dengan
personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di
Kelurahan Pisangan KecamatanCiputat Timur Tahun 2015.
10. Diketahuinya hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi
penjamah makanan dengan personal hygienepada penjual makanan
tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2015
11. Diketahuinya ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau
pelatihan penjamah makanan dengan personal hygiene pada
penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan
Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pemerintah Daerah Setempat
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih
memperhatikan dan memperketat regulasi mengenai aspek kesehatan
12
dari makanan tradisional yang dijual di wilayah tersebut yang kemudian
sebagai acuan melakukan intervensi kepada para pedagang.
1.5.2 Bagi Pedagang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan yang
positif tentang hygiene perorangan untuk mencegah terjadinya
pencemaran dalam makanan sehingga dapat meningkatkan kualitas
keamanan pangan yang dihasilkan.
1.5.3 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi informasi untuk melengkapi penelitian
lebih lanjut mengenai personalhygienepenjamah makanan tradisional
gado – gado di berbagai daerah.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuipersonalhygienepada penjual
makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu
dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015, yang dilakukan pada
bulanSeptember sampai Oktober 2015. Sumber data didapatkan
melaluiwawancara dan observasi langsung menggunakan kuesioner pada
semua pedagang gado – gado. Penelitian ini merupakan penelitian survey
analitikdengan desain studicross sectionalyang bertujuan mengetahui
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Instrumen
penelitian ini berupa wawancara dan observasi menggunakan kuesioner dan
tabel check list.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Tradisional
Makanan merupakan sumber energi utama manusia agar dapat
melaksanakan kegiatan sehari – hari dengan baik untuk bekerja, olahraga,
belajar dan sebagainya. Kemudian makanan di konsumsi yang menghasilkan
bahan baku dan energi untuk pergerakan sistem di dalam tubuh manusia.
Makanan tradisional adalah makanan yang erat kaitannya dengan tradisi suatu
masyarakat berasal dari suatu daerah tertentu yang memberikan ciri khas
berbeda setiap daerahnya, biasanya disesuaikan pada fungsi sosial, budaya
dan agama setempat (Winarno, 2004).
Makanan diperlukan dalam kehidupan manusia karena makanan
merupakan unsur esensialpertumbuhan dan kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi setiap hari. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh
dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh
dalam pertumbuhan, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari –
hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan
cairan yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2005).
14
Makanan memiliki peranan yang terhadap kesehatan manusia yaitu
berfungsi sebagai (Dainur, 1995) :
a. Nilai gizi makanan yang mencakup kecukupan unsur – unsur makanan
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan,misalnya
cukup kalori dan mineral. Semua unsur tersebut dalam keadaan yang
seimbang baik kuantitas maupun kualitas yang dibutuhkan untuk
kesehatan manusia.
b. Kelebihan ataupun kekurangan kuantitas ataupun kualitas makanan, ikut
mempengaruhi kesehatan manusia, misalnya pada malnutrisi, kegemukan
dan sebagainya.
c. Alergi terhadap makanan tertentu, langsung atau tak langsung akan
mempengaruhi kesehatan.
d. Makanan karena sesuatu sebab menghasilkan racun (toksin) yang
menganggu kesehatan.
e. Makanan yang tercemar bahan kimia, mikroorganisme, parasit dan
sebagainya, secara langsung ataupun tidak langsung dapat menganggu
kesehatan.
Kemudian makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria
bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan
penyakit, adapun kriteria makanan tersebut adalah (Adams dan Moetarjemi,
2003):
15
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki.
b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit
dan kerusakan – kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan ( food borne illness).
2.2 Gado – Gado
Gado – gado merupakan makanan yang terdiri atas irisan beberapa
jenis sayuran seperti daun selada segar, tauge rebus, kol rebus, kentang rebus,
mentimun, tahu goreng yang diiris tipis dan telur rebus. Gado – gado juga
dilengkapi irisan lontong. Semua bahan tersebut disiram dengan bumbu
kacang yang rasanya gurih dan di atasnya diberi taburan bawang goreng,
kerupuk serta emping melinjo, gado – gado ini banyak dijumpai di pulau
Jawa (Tania, 2008).
Mengkonsumsi sayuran merupakan hal yang harus dilakukan bila
kita ingin hidup sehat. Kondisi tubuh yang bugar dan awet muda dapat
dicapai dengan mengonsumsi sayuran secara teratur dalam porsi cukup.
Sayuran merupakan pabrik bagi zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral.
Selain itu, sayuran merupakan gudang antioksidan dan serat pangan. Semua
zat – zat tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh agar
tetap prima. Vitamin yang banyak terdapat pada sayuran adalah vitamin C
dan vitamin B kompleks. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi
16
vitamin A, D dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A) serta vitamin C dan E
merupakan antioksidan alami yang sangat berguna utnuk melawan serangan
radikal bebas, penyebab penuaan dini, dan berbagai penyakit kanker. Mineral
yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium
dan fosfor (Almatsier, 2001).
2.2.1 Proses Pembuatan Gado – gado
Tahap – tahap pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut
(Rukmana dan Eosman, 2003) :
a. Persiapan Bahan
Bahan – bahan yang diperlukan terdiri atas kentang rebus, kangkung,
kacang panjang, taoge, mentimun, tahu goreng, tempe goreng, bawang
merah goreng dan kerupuk (emping) melinjo.
Adapun bumbu – bumbu yang diperlukan terdiri atas 100 gr kacang
tanah, 2 siung bawang putih, 1 potong kencur, 2 buah cabai merah,
asam, daun jeruk purut, gula merah secukupnya dan 1 potong terasi
yang telah dibakar.
b. Proses pembuatan
Proses pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut :
1. Semua sayuran dimasak (direbus), kecuali mentimun
2. Mentimun dikupas di potong tipis-tipis. Kentang direbus hingga
matang, kemudian dikupas kulitnya dan dipotong – potong.
17
2.3 Higiene Sanitasi
Hygiene menurut Kemenkes adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu misalnya, mencuci tangan
untuk melindungi kebersihan, membersihkan alat makan dengan air bersih
dan sabun, kemudian tidak membiarkan makanan membusuk sehingga tidak
terjadi kontaminasi pada benda lain seperti pada makanan (Kemenkes RI,
2003).
Hygiene menurut Tarwotjo (1998) adalah suatu pengetahuan tentang
kesehatan dan pencegahan suatu penyakit. Kemudian menurut Soeripto
(2008), hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya
untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan.
Sedangkan sanitasi merupakan program yang seharusnya dijalankan
bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya
pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan
dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi
kembali. Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan
kimia, insekta, tikus dan partikel – partikel benda asing seperti kayu, metal,
pecahan gelas dan lain – lain, tetapi yang terpenting adalah bebas dari
kontaminasi mikroba (Winarno, 2004).
18
2.3.1 Peran PersonalHygieneyang Baik Pada Makanan
Keracunan makanan merupakan suatu hal yang membahayakan,
sehingga hygiene perlu mendapatkan perhatian yang besar bagi setiap orang
yang menangani soal makanan. Bakteri dan bibit penyakit dari luar tubuh
manusia dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Bakteri tidak dapat
dilihat oleh kasat mata, makanan yang kelihatan bersih tidak berbau
mungkin dapat membahayakan bila dimakan karena terkontaminasi oleh
bakteri dari luar dan berkembang biak (Tarwotjo, 1998). Dalam hal ini
penting untuk mengamankan makanan dari kontaminasi bakteri dengan
membiasakan berperilaku hygiene dalam segala bidang. Serangga, tikus, air
bersih dan sampah merupakan faktor penting dalam menangani hygiene.
Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 bahwa higiene
sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan dan minuman, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Adapun menurut pengertian
yang lain sanitasi makanan merupakan salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan
makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai saat makanan dan
minuman tersebut dikonsumsi oleh masyarakat (Sumantri, 2010).
19
Tujuan dan berbagai tahapan upaya sanitasi makanan diperhatikan dalam
penyelengaraannya, kemudian ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi sanitasi makanan. Hal ini berkaitan dengan makanan,
manusia, tempat/bangunan dan peralatan.
2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene dan sanitasi makanan dan
minuman yaitu (Kemenkes RI, 2011) :
2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri –
ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan
lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan
pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Sumantri, 2010).
Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan
kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan
toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak
diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus
diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan
yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian
rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau
pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu
dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku (Purawidjaja, 1995).
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui
sumber – sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik
20
seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan
makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan
pangan (Kemenkes RI, 2011).
2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian
mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar
di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi
persyaratan sanitasi sebagai berikut (Winarno, 2004) :
1) Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang
seperti tikus serangga tidak bersarang
2) Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong
agar mudah membersihkannya
3) Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah
tumbuhnya jamur
4) Memiliki sirkulasi udara yang cukup
5) Memiliki pencahayaan yang cukup
6) Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar
mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
Adapun kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena :
1) Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia
2) Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain –
lain.
21
2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan
mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik
adalah yang mengikuti prinsip – prinsip hygiene sanitasi (Kemenkes RI,
2011). Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan
memenuhi sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat
– alat perlengkapan masak, tempat pengolahan (dapur) dan penjamah
makanan (Winarno, 2004).
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan
dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan
dan lain – lain. Hal yang diperhatikan pada peralatan masak adalah
sebagai berikut :
1) Bahan peralatan
Tidak boleh melepas zat racun seperti zat beracun cadmium,
plumbum, zincum, cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat
berakumulasi sebagai penyakit saluran kemih dan kanker.
2) Keutuhan peralatan
Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores
atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh
tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi
sumber kontaminasi
3) Fungsi
- Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi
tersendiri
22
- Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan
Contoh: gagang pisau warna biru/hitam untuk memasak dan gagang
pisau warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.
- Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan
kontaminasi
4) Letak
Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat
masing – masing sehingga memudahkan untuk menggunakan kembali.
2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi
persyaratan sanitasi, dalam lemari atau pendingin. Hal – hal yang perlu
diperhatikan dalam menyimpan makanan (Kemenkes RI, 2011) :
1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup
2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan
3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air
4) Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam
dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain
5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki
penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya
akan sangat mudah untuk menjangkaunya.
a) Waktu tunggu (holding time)
(1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam
keadaan diatas 60˚ C
23
(2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada
suhu di bawah 10˚ C
(3) Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10˚ C harus dipanaskan
kembali.
b) Suhu
(1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25˚ C - 30˚ C)
(2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60˚ C
(3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di
bawah 10˚C.
Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah bakteri
makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan baik pada suhu 5˚ C – 60˚ C. Hal ini sering
disebut makanan berbahaya dikonsumsi yang disebut “temperature
danger zone”. Pemantauan yang cermat waktu dan suhu adalah cara yang
paling efektif seorang manajer pengolah makanan harus mengontrol
pertumbuhan bakteri dan biasanya terjadi pada proses pembusukan.
Makanan harus disimpan dibawah 5˚ C dan jika dimasak harus diatas 60˚
C agar bakteri tidak terkontaminasi pada makanan tersebut (David,
2000).
2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi,
misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan
tertutup. Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di
24
dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses
pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan,
pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
1) Pengangkutan bahan makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa
pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah
pencemaran makanan tersebut adalah dengan membuang atau
mengurangi sumber yang akan membahayakan tubuh manusia,berikut
cara dalam mengangkutnya (Kemenkes RI, 2011):
-. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan
berbahaya dan beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan
kimia lain.
- Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk
mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan
atau barang – barang.
- Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan
untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.
- Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia
atau pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran
- Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama
pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting
25
- Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan
yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa
makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.
2) Pengangkutan siap santap
Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2011) :
a) Setiap makanan mempunyai wadah masing – masing
b) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya
memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari
bahan anti karat atau anti bocor.
c) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar
tetap panas 60˚ C dan tetap dingin 4˚ C.
d) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan
tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.
e) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan
untuk keperluan lain.
2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu
bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera
makan pembeli. Penyajian makanan yang menarik akan memberikan
nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan
untuk konsumen memiliki berbagai cara yaitu memperhatikan kaidah
hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti plastik,
kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal
26
dari bahan – bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan disajikan
pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi
udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi
menggunakan tutup kepala dan celemek, tidak boleh terjadi kontak
langsung dengan makanan yang disajikan (Kemenkes RI, 2011)
2.4 Personal Hygiene Penjamah Makanan
Menurut kamus Gizi Personalhygiene adalah semua hal yang
berhubungan dengan kebersihan badan. Personalhygiene penting karena bagian
– bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung, dan mulut merupakan jalan
masuk mikroba untuk mencemari makanan selama penyiapan, pengolahan dan
penyajian melalui sentuhan dan pernapasan (Sundjaja, 2009). Kemudian
penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian (Winarno, 2004). Penjamah makanan
harus memperhatikan kesehatan dan kebersihan individu, karena ada 3
kelompok penderita penyakit yang tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam
penanganan makanan yaitu penderita penyakit infeksi saluran pernafasan,
pencernaan dan penyakit kulit (Stokes, 1984 dalam Purnawijayanti, 2001).
Menurut Stokes ketiga jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang
lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita. Orang sehat
sebenarnya masih membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut,
hidung, kulit dan saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan
mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri
yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
27
Syarat – syarat personal hygiene pada penjamah makanan dalam
menangani makanan yaitu (Kemenkes RI, 2003):
1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit pert sejenisnya
2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul)
3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian
4. Memakai celemek dan tutup kepala
5. Mencuci tangan setiap kali hendak menanganai makanan
6. Menjamah tangan setiap kali hendak menangani makanan
7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung mulut dan
bagian lainnya)
8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau
tanpa menutup hidung atau mulut.
2.5 Faktor – Faktor yang MempengaruhiPersonalHygiene Penjamah
Makanan
Menurut Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor
utama, yaitu predisposing Factors diantaranya pengetahuan, sikap, persepsi,
nilai, keyakinan dan variabel demografi (pendidikan, lama kerja). Enabling
factors terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber
daya. Kemudian Reinforcing factors merupakan faktor yang mendorong
untuk berperilaku seperti yang diharapkan, terwujud dalam perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain, keluarga yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.
28
A. Predisposing Factors
Faktor – faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktor-
faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran atau
motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keyakinan kemudian,
dalam konteks lain variabel demografi mempengaruhi faktor ini seperti
pendidikan dan lama kerja.
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian Rogers (1974) seperti yang
dikutip oleh Notoatmodjo (2010), mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yaitu (1) Awareness atau kesadaran, (2) Interest
atau ketertarikan, (3) Evaluation atau menimbang – nimbang terhadap
baik – tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, (4) Trial atau mulai
mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
stimulus, (5) Adoption atau telah berperilaku baru sesuai pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tersebut tidak selalu harus melewati tahap – tahap
tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses tersebut yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku baru ini akan bersifat langgeng. Sedangkan,
29
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
akan tidak berlangsung lama. Maka, orang yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap
perilaku yang lebih baik. Menurut penelitian Marsaulina (2004) bahwa
terdapat hubungan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin baik pengetahuan seseorang.
2. Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu atau obyek (Notoatmodjo, 2010). Manifestasi
dari sikap tidak dapat terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan
lebih dulu dari perilaku tertutup (covert behavior).
Kemampuan dalam menerima, merespon, menghargai dan mampu
mempertanggungjawabkan sikap yang dipilih akan menentukan
tingkatan sikap seseorang (Dartini, 2000). Selanjutnya, menurut
Notoatmodjo (2010) bahwa orang yang memiliki sikap yang positif
terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki perilaku/tindakan yang baik pula.
3. Keyakinan
Keyakinan atau belief adalah pembentuk struktur konsep manusia
adalah makhluk rasional yang menggunakan informasi yang dia miliki
untuk menilai, melakukan evaluasi dan kemudian memutuskan
keyakinan diperoleh baik dari dalam atau luar unsur dirinya, yang
akhirnya terbentuklah keyakinan dirinya, orang lain, lembaga –
lembaga, tingkah laku, kejadian – kejadian (Bart, 1994).
30
4. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi
atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan
tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah –
masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh
pendidikan kesehatan ini didasarkan pada pengetahuan dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut
diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena
didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2011).
Kemudian pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna
untuk membina proses intelektual penjamah makanan, dan jenis
pendidikan. Responden tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran terhadap hygiene perorangan. Semakin tinggi pendidikan
yang dicapai oleh seseorang, maka semakin besar keinginannya untuk
dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo,
2007). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007)
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka
semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
perilakunya.
Penelitian yang dilakukan Sachriani (2001) menunjukkan bahwa
pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hygiene
perorangan. Begitupula berdasarkan penelitian Rosia tentang
31
hygienedan sanitasi makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan
Cirimekar Kecamatan Cibinong tahun 2010.
5. Lama Kerja
Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
(Mubarak dkk, 2007). Menurut Siagian dalam Susanna (2008), seorang
penjamah makanan yang telah lama bekerja mempunyai wawasan,
pengalaman yang luas dan banyak untuk pembentukan perilakunya.
Penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene dan sanitasi di
kantin kampus Universitas “X”.
B. Enabling Factors
Faktor pemungkin Green (1980) adalah kemampuan dari
sumber daya yang penting untuk membentuk perilaku. Faktor
pemungkin ini adalah fasilitas penunjang.
Ketersediaan fasilitas penunjang ini adalah seperti kepemilikan
sarana pribadi penjamah makanan merupakan salah satu faktor
pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku untuk
memiliki personalhygiene yang baik. Pengetahuan dan sikap saja
belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau
fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut
(Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh
lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan
32
fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
melakukannya (Effendy, 1997).
Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang
diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan
memiliki personalhygiene dan sanitasi yang baik.
C. Reinforcing Factors
Reinforcing factors atau faktor penguat adalah faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatan dukungan atau
tidak dengan memberikan reward, insentif dan punishment.
1. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan atau Pelatihan adalah kegiatan pendidikan
dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau
dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan
kesehatan (Mubarak, 2007 dalam Azrul Azwar, 2001). Menurut
Strausse dalam Notoatmodjo (2010) pelatihan dapat berarti
mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka akhirnya
dapat menimbulkan perubahan perilakunya.
Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pelatihan (Training)
adalah suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui
pelatihan, sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan
memperoleh pengalaman belajar yang pada akhirnya menimbulkan
pengaruh terhadap perilaku yang baik bagi mereka. Berdasarkan
penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada
33
hubungan pelatihan dengan perilaku hygiene dan sanitasi di kantin
kampus Universitas “X”.
2. Pengawasan Pemerintah Setempat
Pengawasan pemerintah setempat dalam hal ini adalah
petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan setempat yang memiliki
tiga peranan penting yaitu berperan sebagai kuratif, preventif dan
surveilans (Adams dan Motarjemi, 2003) :
1. Peranan Kuratif
Masalah yang langsung dihadapi oleh petugas kesehatan
adalah bagaimana menangani orang yang sakit. Kesakitan yang
berasal dari makanan tidak tampak dengan segera, meskipun
banyak foodborne illness dengan diare sebagai gejala utamanya,
kesakitan yang lain mungkin memiliki gejala yang berbeda.
2. Peranan Preventif : Pengendalian hazard bawaan makanan
Petugas kesehatan dapat melakukan intervensi untuk
menurunkan insiden foodborne illness melalui program
pendidikan kesehatan makanan.
3. Surveilans
Petugas kesehatan harus berpartisipasi secara aktif dalam
pengawasan terhadap foodborne disease. Data epidemiologi
diperlukan sehingga petugas di bidang kesehatan masyarakat
menjadi sadar akan jenis penyakit terbaru pada populasi, dapat
mengidentifikasi subkelompok populasi mana yang berisiko, dan
dapat merencanakan program keamanan makanan yang tepat dan
34
dapat mencapai target intervensi pendidikan dengan cara yang
sesuai.
2.6 KERANGKA TEORI
Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980,
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni bentuk pasif (covert behavior) dan
bentuk aktif (overt behavior). Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor
prediposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisiposisi
terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, dan demografi. Faktor pendukung
terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana hygiene
dan sanitasi pada penjamah makanan. Faktor pendorong terdiri dari sikap dan
perilaku penjamah makanan dalam mengolah dan menyajikan makanan.
Berdasarkan teori yang dijelaskan di atas, cakupan personal hygiene pada
pedagang makanan gado – gado dipengaruhi oleh faktor perilaku yang
diantaranya terdiri dari faktor predisposisi (pengetahuan, sikap ,keyakinan,
keterampilan yang dimiliki dan demografi : pendidikan, lama kerja), faktor
pendukung (tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana personal hygiene
pada penjamah makanan), faktor pendorong (kegiatan pelatihan penjamah
makanan tradisional / kaki lima dan pengawasan dari dinas kesehatan
menganai kemanan pangan)
Untuk memperjelas ide dan gagasan pada tinjauan pustaka yang telah
disajikan, materi terkait personal hygiene pada makanan dapat digambarkan
berupa bagan kerangka teori sebagai berikut :
35
Faktor Predisposisi :
- Pengetahuan Penjamah
Makanan
- Sikap Penjamah Makanan
- Keyakinan
- Demografi (Pendidikan, Lama
Kerja)
Faktor Pendukung :
- Ketersediaan sarana hygiene
dan sanitasi penjamah makanan
PersonalHygiene pada Pedagang
Makanan Gado - Gado
Bagan 3.1 Kerangka Teori Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan
tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
Sumber : Lawrence Green (1980) dan Kemenkes (2003)
Faktor Pendorong :
- Kegiatan Pelatihan Penjamah
Makanan
- Pengawasan Dinas Kesehatan
36
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 KERANGKA KONSEP
Dalam proses pengolahan makanan faktor tenaga penjamah makanan
sangat penting perannya. Pengetahuan dan sikap yang baik tentang personal
hygiene makanan pada tenaga penjamah makanan akan sangat berpengaruh
pada kualitas makanan yang dihasilkan. Pada penelitian ini menggambarkan
hubungan antara variabel bebas (independent variabel) yaitu karakterirtik
sosio – demografi (pendidikan dan masa kerja), pengetahuan, sikap,
ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan dan kegiatan
pelatihan penjamah makanan dengan variabel tergantung (dependent variabel)
yaitu variabel personalhygiene pada penjamah makanan tradisional gado –
gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Kecamatan Ciputat Timur.
Untuk variabel keyakinan tidak diteliti karena terdapat kesulitan untuk
mengukur nilai dan keyakinan tersebut. Kemudian Faktor pengawasan tidak
diteliti, karena untuk pengamatan dan pengawasan secara terus menerus
dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat. Dengan demikian, kerangka
konsep penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.
37
Bagan 3.1 Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan
tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
Faktor Predisposisi :
- Pengetahuan Penjamah
Makanan
- Sikap Penjamah Makanan
- Demografi (Pendidikan, Lama
Kerja)
Faktor Pendukung :
- Ketersediaan sarana higiene
dan sanitasi penjamah makanan
Faktor Pendorong :
- Kegiatan penyuluhan/Pelatihan
Hygiene dan Sanitasi
PersonalHygiene pada Pedagang
Makanan Gado - Gado
38
3.2 Definisi Operasional Variabel
Analisis Personal Hygienepada makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala ukur
1. Personal
Hygienepeda
gang
makanan
Kebersihan seseorang dalam menangani
makanan gado – gado yang dilihat
secara visual yaitu menggunakan
celemek, tidak merokok, tidak
mengunyah, tidak menggunakan
perhiasan yang berlebihan, memakai
pakaian bersih, mencuci tangan sebelum
menangani makanan dan setelah buang
air besar/kecil
Observasi Kuesioner 0= kurang baik, jika
tidak memenuhi syarat
dengan skor < 23
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 23
Ordinal
2. Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang pernah
diterima oleh responden saat penelitian
dilakukan
Wawancara Kuesioner 0= SD - SMP (rendah)
1= SMA – Perguruan
Tinggi (tinggi)
(Sofiana, 2010)
Ordinal
39
3. Lamanya
kerja
Lamanya responden berjualan gado -
gado
wawancara Kuesioner 0= ≤5 Tahun
1= >5 Tahun
(Sofiana, 2010)
Ordinal
4. Pengetahuan Hasil tahu yang dimiliki oleh responden
tentang hygiene makanan tradisional
gado - gado
Wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika
tidak memenuhi syarat
dengan skor < 24
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 24
Ordinal
5. Sikap Tanggapan atau pendapat responden
terhadap hygiene makanan tradisional
gado - gado
Wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika
tidak memenuhi syarat
dengan skor < 17
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 17
Ordinal
40
6 Ketersediaan
sarana
hygiene
penjamah
makanan
Sarana pribadi yang disediakan untuk
penjamah makanan berupa tempat cuci
tangan, alat pelindung kerja (topi,
celemek, alas kaki dan penutup
mulut/masker)
wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika
tidak memenuhi syarat
dengan skor < 12
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 12
Ordinal
7 Kegiatan
pelatihan/Pen
yuluhan
penjamah
makanan
Kegiatan pelatihan atau penyuluhan
hygienesanitasi makanan yang pernah
diikuti oleh penjamah makanan selama
berjualan.
Wawancara Kuesioner 0 = Tidak pernah
1 = Pernah
Ordinal
41
3.3 Hipotesis
Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara lama kerja penjamah makanan dengan
personalhygienepada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu
dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan penjamah makanan dengan
personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu
dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
3. Terdapat hubungan antara pengetahuan penjamah dengan personal hygiene pada
penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
4. Terdapat hubungan antara sikap penjamah dengan personal hygiene pada penjual
makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
5. Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana pribadi penjamah makanan dengan
personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
6. Terdapat hubungan antara kegiatan penyuluhan/pelatihan penjamah makanan dengan
personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik menggunakan studi
cross sectional. Pada rancangan penelitian dengan desain cross sectional variabel
dependen (personal hygiene penjamah makanan gado - gado) maupun variabel
independen (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, pengetahuan dan
sikap) diteliti pada saat yang bersamaan untuk mengetahui hubungan antara
variabel – variabel tersebut.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur. Pengumpulan data
dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah tempat penjualan makanan gado – gado yang
berada di Kelurahan Pisangan sebanyak 31 penjamah makanan gado – gado,
Kelurahan Cirendeu sebanyak 25 penjamah makanan gado – gado dan Kelurahan
Cempaka Putih sebanyak 24 penjamah makanan gado – gado, sehingga jumlah
populasi penjamah makanan gado – gado tersebut adalah 80 penjamah makanan
gado – gado. Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian ini sudah memenuhi
syarat atau belum maka harus dihitung nilai dari kekuatan uji (β) penelitian.
43
Kemudian pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan
rumus berikut:
Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
p1 : Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang beresiko
p2 :Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang tidak
beresiko
P : Rata – rata proporsi ((P1 +P2)/2)
Z1-α/2 : Derajat Kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96
Z1-β : Kekuatan uji 1 – β yaitu sebesar 95% = 1,64
n = [Z1 – α/2√ √ ]2
(P1 – P2)2
44
Untuk angka P1 dan P2 diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Mulyanto (2003). Berikut hasil perhitungan untuk setiap variabel :
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Sampel
Variabel P1 P2 P Z1-α/2 Z1-β N
Pengetahuan 0,182 0,061 0,256 5% 80 70
Sikap 0,5 0,071 0,175 5% 95 26
Populasi pedagang gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih adalah 80 orang. Berdasarkan perhitungan sampel, maka sampel
minimal yang dapat diambil adalah sebanyak 70 orang. Besar sampelmenurut
Suharsimi Arikunto (1986) sebagai berikut “apabila subjeknya kurang dari 100,
lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi”. Sehingga besar sampel untuk keperluan penelitian ini adalah sebanyak
80 sampel, yang juga merupakan populasi penelitian.
4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Jenis Pengumpulan Data
Pada penelitian ini jenis pengumpulan data diperoleh dari :
a. Data Primer
1) Wawancara
Wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan kepada penjual
makanan gado - gado untuk mengetahui Sosial Demografi, pengetahuan,
45
sikap, ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi dan kegiatan pelatihan
penjamah makanan reponden.
2) Observasi
Observasi dengan menggunakan tabel check list untuk mengetahui
personal hygiene penjamah makanan.
b. Data Sekunder
Diperoleh dari studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian yaitu tentang personal hygiene penjamah makanan.
4.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahan yaitu :
a. Wawancara terstruktur dengan memberikan kuesioner kepada para
penjamah makanan gado – gado untuk mengetahui sosial
demograf(pendidikan dan lama bekerja) pengetahuan, sikap, dan kegiatan
pelatihan penjamah makanan reponden.
b. Observasi dilakukan oleh peneliti mengenai personal hygiene dan
ketersediaan sarana higiene dan sanitasi penjamah makanan gado – gado.
4.5 Validitas dan Reabilitas
Sebelum instrument/ alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan
realibitas alat ukur tersebut. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat keabsahan suatu alat ukur. Tinggi rendahnya validitas alat ukur
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran variabel yang dimaksud. Sedangkan reabilitas menunjukkan bahwa
suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
46
pengumpul data karena alat ukur tersebut sudah baik dan tidak memiliki sifat
tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu
(Rangkuti, 2002). Uji Validitas dan reabilitas instrumen penelitian dilakukan
terhadap 30 responden diluar sampel penelitian yang memiliki karakteristik
serupa dengan sampel yang diamati (Pella dan Inayati, 2011).
4.5.1 Uji Validitas
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan
korelasi antar skor masing – masing variabel dengan skor totalnya. Hasilnya
pengujian validitas dilihat pada kolom corrected item-total correlation
dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan
dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung
> r tabel) maka dapat dikatakan instrumen tersebut valid (Hastono, 2011).
Responden dalam uji validitas instrumen penelitian ini berjumlah 30
responden sehingga didapatkan nilai R tabel adalah 0,3610. Berdasarkan
hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai r hitung dari setiap pertanyaan lebih
besar daripada nilai r tabel, sehingga seluruh pertanyaan dalam instrumen
penelitian ini dinyatakan valid. Hasil pengujian validitas instrumen
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
47
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian
No. Variabel Corrected Item-
Total Correlation
Keterangan
Pengetahuan
1. Pengetahuan 1 0,510 Valid
2. Pengetahuan 2 0,745 Valid
3. Pengetahuan 3 0,473 Valid
4. Pengetahuan 4 0,645 Valid
5. Pengetahuan 5 0,388 Valid
6. Pengetahuan 6 0,378 Valid
7. Pengetahuan 7 0,386 Valid
8. Pengetahuan 8 0,551 Valid
9. Pengetahuan 9 0,364 Valid
10. Pengetahuan 10 0,606 Valid
11. Pengetahuan 11 0,450 Valid
12. Pengetahuan 12 0,371 Valid
13. Pengetahuan 13 0,607 Valid
14. Pengetahuan 14 0,502 Valid
15. Pengetahuan 15 0,492 Valid
16. Pengetahuan 16 0,502 Valid
17. Pengetahuan 17 0,418 Valid
18. Pengetahuan 18 0,398 Valid
Sikap
19. Sikap 1 0,745 Valid
20. Sikap 2 0,465 Valid
21. Sikap 3 0,370 Valid
22. Sikap 4 0,308 Valid
23. Sikap 5 0,786 Valid
24. Sikap 6 0,470 Valid
25. Sikap 7 0,391 Valid
26. Sikap 8 0,476 Valid
27. Sikap 9 0,430 Valid
28. Sikap 10 0,565 Valid
29. Sikap 11 0,391 Valid
4.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada penelitian ini dikatakan dengan cara melihat
nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Jika nilai r hitung lebih besar
dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat diakatakan
intsrumen tersebut reliabel (Hastono, 2001). Berdasarkan hasil uji
48
validitas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar
dibandingkan nilai r tabel (0,3610) sehingga instrumen dinyatakan
reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas istrumen penelitian dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2
Hasil perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Cronbach’s Alpha Jumlah Pertanyaan Keterangan
0,852 29 Reliabel
4.6 Pengolahan dan Analisa Data
4.6.1 Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
a. Penyuntingan Data (Editing)
Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dengan memeriksa data,
meneliti setiap kuesioner yang diteliti untuk melihat terjadinya kesalahan
pengisian atau terlewat dalam pengisian, sehingga dapat diketahui dan
diharapkan data lebih lengkap dan jelas.
b. Koding Data (Coding)
Memberikan kode pada setiap kuesioner sehingga mudah untuk
mengentry, menganalisis data dan melakukan pengecekan ulang.
c. Scoring, untuk variabel independen dan dependen masing – masing diberi
skoring tanpa pembobotan.
49
1) Untuk variabel independen, hasil skoring tiap variabel dilakukan
penjumlahan sehingga setiap responden mempunyai nilai total masing –
masing. Setiap variabel independen diberi skoring yang berbeda, untuk:
a) Variabel pengetahuan, yaitu minimal skor = 16 dan maksimal skor = 32
(untuk 18 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai
total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu
baik bila skor ≥ 24 dan kurang baik bila skor < 24
b) Variabel sikap, yaitu minimal skor = 11 dan maksimal skor = 22 (untuk
11 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari
variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor
≥ 17 dan kurang baik bila skor < 17
c) Variabel ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi, yaitu minimal skor
=7 dan maksimal skor = 14 (Untuk 7 pertanyaan). Agar memudahkan
analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua
(ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 12 dan kurang baik bila skor <
12.
2) Untuk variabel dependen (Personal Hygiene dan sanitasi pedagang),
hasil skoring tiap variabel dilakukan penjumlahan sehingga setiap
responden mempunyai nilai total masing – masing yaitu minimal skor =
15 dan maksimal skor = 30 (untuk 15 pertanyaan). Agar memudahkan
analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua
(ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 23 dan kurang baik bila skor <
23.
50
d. Entry Data
Memasukkan data kedalam program yang telah disediakan.
e. Cleaning Data
Meneliti data apakah data yang dimasukkan kedalam program entry data
sudah dilakukan dengan benar.
4.7 Analisis Data
4.7.1 Analisis Univariat
Analisa univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan karakteristik
seluruh variabel yang di teliti. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square. Batas kemaknaan yang
digunakan ialah 0,05. Jika nilai p-value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara 2 variabel yang diuji dan begitu sebaliknya jika p-value < 0,05
berarti ada hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang diuji.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel dihitung nilai odds
ratio (OR), apabila nilai OR > 1 disimpulkan variabel di hitung merupakan faktor
risiko terhadap variabel independen, bila nilai OR < 1 disimpulkan variabel
independen bersifat faktor pencegah terhadap variabel dependen, serta bila nilai
OR = 1 disimpulkan tidak ada hubungan asosiasi variabel independen dengan
variabel dependen.
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian tentang “Analisis PersonalHygiene pada Penjual Makanan
di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015”
ini akan disajikan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu Analisis Univariat dan Analisis
Bivariat.
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Gambaran PersonalHygiene Penjamah Makanan
Variabel personal hygiene penjamah makanan dikategorikan
menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi personal
hygienepenjamah makanan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi PersonalHygiene Penjamah Makanan
Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
PersonalHygiene dan
Sanitasi
n %
Tidak Baik 51 63,8
Baik 29 36,2
Total 80 100
Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada Tabel 5.1
tersebut diketahui personal hygiene penjamah makanan gado – gado
yang tidak baik memiliki jumlah yang lebih besar yaitu sebesar 51
responden (63,8%) dibandingkan dengan personal hygiene penjamah
makanan gado – gado yang baik sebesar 29 responden (36,2%).
52
5.1.2 Faktor Predisposisi
5.1.2.1 Sosial Demografi
5.1.2.1.1 Gambaran Pendidikan
Variabel pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu SD –
SMP (rendah) dan SMA – Perguruan Tinggi (tinggi). Distribusi
pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Pendidikan n %
SD – SMP (Rendah) 5 6,2
SMA-Perguruan Tinggi
(Tinggi)
75 93,8
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi latar belakang
pendidikan penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pendidikan
terakhir SMA – Perguruan Tinggi lebih banyak yaitu sebesar
93,8% dibandingkan dengan pendidikan terakhir SD - SMP.
5.1.2.1.2 Gambaran Lama Bekerja
Variabel lama bekerja dikategorikan menjadi dua yaitu ≤ 5
tahun dan > 5 tahun. Distribusi lama bekerja dapat dilihat pada
tabel 5.3.
53
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Penjamah
Makanan Pada Penjual Makanan Gado - Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015
Lama Kerja n %
> 5 tahun 13 16,2
≤ 5 tahun 67 83,8
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi lama bekerja
menjadi penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang lama bekerja ≤
5 tahun lebih banyak yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan
lama bekerja > 5 tahun.
5.1.2.2 Gambaran Pengetahuan
Variabel pengetahuan penjamah makanan gado - gado
dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi
pengetahuan penjamah makanan gado - gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan Pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Pengetahuan n %
Tidak Baik 28 35,5
Baik 52 65
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan distribusi tingkat
pengetahuan penjamah makanan gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang
54
memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu sebesar 65%
dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik.
5.1.2.3 Gambaran Sikap
Variabel sikap penjamah makanan gado - gado
dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi
sikap penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan Pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015
Sikap N %
Tidak Baik 66 82,5
Baik 14 17,5
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi sikap penjamah
makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu
sebesar 82,5% dibandingkan dengan sikap yang baik.
5.1.3 Faktor Pendukung
5.1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi
Variabel sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan
dikategorikan menjadi dua yaitu kurang memenuhi syarat dan
memenuhi syarat. Distribusi sarana pribadi yang dimiliki oleh
penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu
dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel 5.6.
55
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Pada Penjual
Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015
Sarana Pribadi n %
Kurang memenuhi
syarat
44 55
Memenuhi syarat 36 45
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi sarana pribadi
yang dimiliki oleh penjamah makanan yang kurang memenuhi
syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang
memenuhi syarat.
5.1.4 Faktor Pendorong
5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan
Variabel penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima
dikategorikan menjadi dua yaitu ya pernah dan tidak pernah.
Distribusi penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima dapat
dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Penyuluhan/ Pelatihan yang
diterima Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
Tahun 2015
Penyuluhan/Pelatihan n %
Tidak Pernah 36 45
Ya Pernah 44 55
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan distribusi
penyuluhan/pelatihan yang pernah menerima/ mengikuti
penyuluhan atau kegiatan kesehatan tentang hygiene dan sanitasi
56
makanan lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan
yang tidak pernah.
5.2 Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat, variabel independen (faktor predisposisi, faktor
pendukung dan faktor pendorong) dihubungkan dengan variabel dependen
(personal hygiene) yang diuji dengan Uji Chi Square. Dari hasil uji silang
antara variabel independen dengan variabel dependen akan ditunjukkan pada
tabel – tabel berikut :
5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene
Faktor predisposisi dalam penelitian ini terdiri atas Sosial
Demografi (tingkat pendidikan, lama kerja) pengetahuan dan sikap
penjamah makanan. Selanjutnya hubungan masing – masing variabel
dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut :
5.2.1.1 Hubungan antara Pendidikan dengan PersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan
personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel
5.8 berikut ini
57
Tabel 5.8
Hubungan Antara Pendidikan Penjamah Makanan dengan
Personal HygienePada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara
pendidikan dengan personalhygiene penjual makanan gado –
gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015 menunjukkan bahwa responden
berpendidikan SD – SMP memiliki personalhygiene yang tidak
baik sebanyak 4 responden (80%) dan responden berpendidikan
SMA – Perguruan Tinggi memiliki personalhygiene dan sanitasi
yang tidak baik sebanyak 48 responden (64%).
Berdasarkan hasil Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,653
(p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pendidikan dengan personalhygiene pada
penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga
nilai OR= 2,250, yang artinya bahwa responden yang
berpendidikan SD - SMP mempunyai peluang 2,250 kali
memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik
dibandingkan dengan responden yang berpendidikan SMA - PT.
Pendidikan PersonalHygiene Total OR 95%
CI
P-
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
SD – SMP 4 80 1 20 5 100 2,250
(0,239 – 21,166) 0,654 SMA - PT 48 64 27 40 75 100
Total 52 65 28 35 80 100
58
5.2.1.2 Hubungan antara Lama Kerja dengan PersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dengan
personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel
5.9 berikut ini.
Tabel 5.9
Hubungan Antara Lama Kerja Penjamah Makanan dengan
Personal Hygiene dan Sanitasi Pada Penjual Makanan Gado
– Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.9 hasil analisis hubungan antara lama
kerja dengan personalhygiene penjual makanan gado – gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur menunjukkan bahwa lama kerja responden ≤ 5 tahun
memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 42
responden (62,7%) dan lama kerja responden > 5 tahun
memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 10
responden (76,9%).
Lama
Kerja
PersonalHygiene Total OR 95% CI P-
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
> 5 Tahun 10 76,9 3 23,1 67 100 0,504
(0,127– 2,007) 0,526 ≤ 5 Tahun 42 62,7 25 37,3 13 100
Total 52 65 28 35 80 100
59
Berdasarkan Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,526 (p
value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene pada
penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga
nilai OR= 0,504 yang artinya bahwa responden yang lama
bekerja > 5 tahun mempunyai peluang 0,504 kali memiliki
personalhygiene makanan yang tidak baik dibandingkan dengan
responden yang lama bekrja ≤ 5 tahun.
5.2.1.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan
pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10
Hubungan Antara Pengetahuan Penjamah Makanan dengan
Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015
Pengetahuan PersonalHygiene Total OR 95% CI P-
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
Tidak Baik 18 64,3 10 35,7 28 100 0,953
(0,364 – 2,492)
1,000
Baik 34 65,4 18 34,6 52 100
Total 52 65 28 35 80 100
60
Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara
pengetahuan dengan personalhygiene penjual makanan gado –
gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 18 responden
(24,6%) dengan pengetahuan baik dan sebanyak 18 responden
(64,3%) dengan pengetahuan tidak baik memiliki
personalhygiene tidak baik.
Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 1,000 (p
value>0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan personalhygiene.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,953, yang artinya
bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang
hygiene dan sanitasi makanan mempunyai peluang 0,953 kali
memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik
dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan
baik.
5.2.1.4 Hubungan antara Sikap dengan PersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan
personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel
5.11 berikut ini.
61
Tabel 5.11
Hubungan Antara Sikap Responden dengan
Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado –
Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara sikap
penjamah makanan dengan personalhygiene pada penjual
makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 9
responden (69,2%) dengan sikap baik dan sebanyak 40
responden (60,6%) dengan sikap tidak baik memiliki
personalhygiene tidak baik.
Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,855 (p
value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara sikap dengan personalhygienepada
penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga
nilai OR= 0,855, yang artinya bahwa responden yang
mempunyai sikap tidak baik mempunyai peluang 0,855 kali
memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik
dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik.
Sikap PersonalHygiene Total OR 95% CI P
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
Tidak Baik 42 63,6 24 36,4 66 100 0,700
(0,198 – 2,476) 0,760 Baik 10 71,4 4 28,6 14 100
Total 52 65 28 35 80 100
62
5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene
Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah ketersediaan sarana
hygiene dan sanitasi penjamah makanan. Adapun hubungan variabel
tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut :
5.2.2.1 Hubungan Sarana Pribadi denganPersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara sarana pribadi
dengan personal hygienepenjamah makanan gado – gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan
pada tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12
Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal
Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015
Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara
sarana pribadi dengan personalhygiene pada penjual makanan
gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 32responden
Sarana
Pribadi
PersonalHygiene Total OR 95% CI P
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
20 55,6 16 44,4 36 100 0,469
(0,84–1,193)
0,157 Memenuhi
Syarat
32 72,7 12 27,3 44 100
Total 52 65 28 35 80 100
63
(72,7%) memenuhi syarat tidak baik dan sebanyak 20
responden (55,6%) tidak memenuhi syarat memiliki
personalhygienetidak baik.
Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,157 (p
value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara sarana pribadi yang dimiliki oleh
penjamah makanan dengan personalhygiene pada penjual
makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai
OR= 0,469, yang artinya bahwa responden yang memiliki
sarana pribadi tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 0,469
kali memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik
dibandingkan dengan responden yang memiliki sarana pribadi
memenuhi syarat.
5.2.3 Faktor Pendorong dengan Personal Hygiene
Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah kegiatan
pelatihan/penyuluhan tentang hygiene penjamah makanan. Adapun
hubungan variabel tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan
sebagai berikut :
5.2.3.1 Hubungan Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan
denganPersonalHygiene
Untuk mengetahui hubungan antara kegiatan
pelatihan/penyuluhan dengan personal hygiene penjamah
makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
64
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji
chi – square yang disajikan pada tabel 5.17 berikut ini.
Tabel 5.13
Hubungan Antara Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan
dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado
– Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Ciputat Timur Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara
kegiatan pelatihan/penyuluhan dengan personalhygiene pada
penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu
dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa
sebanyak 27 responden (61,4%) pernah melaksanakan kegiatan
pelatihan/penyuluhan hygiene makanan, kemudian sebanyak 25
responden (69,4%) tidak pernah melaksanakan kegiatan
pelatihan/penyuluhan higiene makanan memiliki
personalhygiene tidak baik.
Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,488 (p
value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara kegiatan pelatihan/penyuluhan tentang
hygiene penjamah makanan dengan personalhygiene pada
Penyuluhan/
Pelatihan
PersonalHygiene Total OR 95% CI P-
Value Tidak
Baik
Baik
n % n % N %
Tidak
Pernah
25 69,4 11 30,6 100 100 1,431
(0,563- 3,639) 0,488
Pernah 27 61,4 17 38,6 100 100
Total 52 65 28 35 80 100
65
penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga
nilai OR= 1,431, yang artinya bahwa responden yang tidak
pernah menerima pelatihan/penyuluhan mempunyai peluang
1,431 kali memiliki personal hygienemakanan yang tidak baik
dibandingkan dengan responden yang pernah menerima
pelatihan atau penyuluhan.
66
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dengan
menggunakan kuesioner dan observasi. Terdapat beberapa keterbatasan
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Kuesioner yang diisi langsung oleh responden memungkinkan
responden untuk bertanya kepada orang lain tanpa sepengetahuan
peneliti. Selain itu, terdapat responden sambil berjualan makanan
gado – gado sehingga konsentrasi terbagi dua dan akhirnya kuesioner
di isi seadanya saja dan terburu – buru.
2. Pada penelitian ini sanitasi lingkungan warung pedagang tidak
diteliti, sehingga tidak dapat melihat keadaan baik dan buruknya
sanitasi di warung tersebut. Penelitian ini hanya berfokus pada
personalhygiene penjamah makanan saja.
3. Pengisian kuesioner oleh responden memungkinkan terjadi bias
informasi dikarenakan sulitnya untuk membuat responden jujur
terkait higiene dan sanitasi. Hal ini disebabkan dari sisi psikologi,
agak sulit untuk membuat seseorang menunjukkan sisi buruknya
apalagi responden tersebut dalam kesehariannya berdagang di warung
tersebut. Maka dampak negatifnya akan membawa nama warung
menjadi buruk.
67
6.2 Gambaran Personal HygienePenjamah Makanan
Personalhygiene yang baik mempunyai pengaruh yang besar dalam
peningkatan kesehatan manusia. Menurut Sundjaja (2009) Personal
hygienepenjamah makanan harus diperhatikan seperti tangan, rambut, hidung
dan mulut yang merupakan jalan masuknya mikroba untuk mencari makanan
dan pernapasan.
Berdasarkan distribusi pada personal hygiene penjamah makanan pada
tabel 5.1. menunjukkan bahwa responden yang memiliki personal hygiene
tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 63,8%. Hasil studi ini didukung oleh
penelitian Mardewi (2013) tentang hygiene dan sanitasi pada pedagang kaki
lima di Pasar Sukawati yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki personalhygiene yang tidak baik yaitu sebesar 69,3%. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2008) bahwa 65,8%
responden memiliki personalhygienedan sanitasi yang tidak baik.
Apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygieneyang
tidak baik dengan pengetahuan maka di dapatkan personalhygiene yang baik
memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu sebesar 34,6%. Kemudian
penjamah makanan yang memiliki sikap tidak baik lebih banyak yaitu sebesar
80,8%. Selain itu, ternyata penjamah makanan yang tidak pernah mengikuti
penyuluhan atau pelatihan jumlahnya lebih banyak yaitu sebesar 48,1%.
Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan akibat kurangnya penyuluhan
atau pelatihan, pembinaan dan sosialiasi tentang higiene sanitasi makanan
kepada penjual makanan jajanan dari Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
68
khususnya di area penelitian, sehingga mempengaruhi pengetahuan dan sikap
tidak baik terhadap personalhygienemakanan.
Berdasarkan pengamatan pada penelitian ini ada beberapa
personalhygienejuga yang belum dilakukan dengan baik seperti penjamah
makanan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan
sebesar 63,7%. Menurut Puspita (2013) kebiasaan mencuci tangan sebelum
menangani makanan bertujuan untuk membantu memperkecil risiko terjadi
kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan. Perilaku cuci tangan sebelum
menangani makanan merupakan perilaku yang sangat penting. Para penjamah
makanan masih belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan
kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan.
Kemudian diketahuinya penjamah makanan yang berbicara menghadap
makanan sebesar 50%. Menurut Winarno (2004) hal yang harus dihindari dari
kebiasaan tidak sehat dalam menangani makanan adalah berbicara menghadap
makanan. Hal ini dapat terjadi tanpa sepengetahuan penjamah makanan ketika
berbicara tidak sengaja cipratan air liur dari mulut dapat masuk ke makanan,
sehingga kejadian tersebut merupakan kebiasaan tidak sehat yang harus
diperhatikan oleh penjamah makanan.
Sebelum bekerja mengolah makanan, sebaiknya semua perhiasan
penjamah makanan terutama wanita harus dilepas untuk menghindari
terjatuhnya perhiasan ke dalam bahan makanan (Laelasari, 2015). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa responden memakai perhiasan di tangan
saat menjamah makanan sebesar 78,8%. Penggunaan perhiasan saat mengolah
makanan atau cuci tangan yang tidak bersih karena kuku penjamah panjang
69
dan kotor, hal ini kemungkinan menjadi sumber kontaminan pada tangan
(Adams & Motarjemi, 2003). Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa responden yang kontak langsung dengan makanan (tidak memakai alat
atau sarung tangan plastik sekali pakai) sebesar 55%. Hal ini konsumen
memiliki kecenderungan yang besar terhadap kontaminasi silang dari tangan
penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum
mengolah makanan sehingga kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan
dapat berakibat sakit pada konsumen.
Dari hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju untuk
mencuci tangan dengan sabun dan tidak memakai perhiasan saat menjamah
makanan masing- masing sebesar 85% dan 62,5%. Padahal salah satu syarat
menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/2003 tentang higiene sanitasi
penjamah makanan adalah bahwa seorang penjamah makanan dalam
mengelola makanan harus memperhatikan personalhygiene makanan
diantaranya yaitu kebersihan tangan, kulit, rambut dan pakaian pekerja.
Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh
penjamah makanan yang tidak memperhatikan higiene saat mengolah
makanan, maka sebaiknya penjamah makanan selalu menjaga dan
meningkatkan kualitas higiene saat mengolah makanan. Selain itu perlu juga
dilakukannya pelatihan atau penyuluhan dan pembinaan dari Dinas Kesehatan
setempat secara berkala kepada penjual makanan jajanan di daerah tersebut,
mengingat bahwa sudah menjadi keharusan bagi setiap penjamah makanan
untuk menjaga kesehatan dan kebersihannya. Berikut ini akan dibahas satu
70
persatu mengenai variabel – varibel yang menjadi faktor – faktor yang
berhubungan dengan personalhygiene pada penjamah makanan tradisional
gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur.
6.3 Faktor Predisposisi
6.3.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan PersonalHygiene
Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi
atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan
tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah –
masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Variabel pendidikan pada
penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu kelompok
pendidikan rendah (SD - SMP) dan kelompok pendidikan tinggi ( SMA
– Perguruan Tinggi). Berdasarkan distribusi pada
personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.4. menunjukkan
bahwa pendidikan kategori tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) lebih
banyak yaitu sebesar 93,8%. Hal ini berarti penjamah makanan di
daerah penelitian hampir merata mendapatkan pendidikan minimal
sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun. Hasil
studi ini di dukung oleh penelitian Meikawati (2008) mengenai higiene
dan sanitasi penjamah makanan di Semarang yang menunjukkan bahwa
penjamah makanan dengan pendidikan SMA – Perguruan Tinggi lebih
banyak jumlahnya yaitu sebesar 75%.
Pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna membina
proses intelektual penjamah makanan dan jenis pendidikan responden
71
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap hygiene
perorangan, semakin tinggi pendidikan dicapai oleh seseorang, maka
semakin besar keinginannya untuk dapat memanfaatkan pengetahuan
dan keterampilan (Notoatmodjo, 2011). Kemudian, hal yang sama di
ungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007) bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dicapai seseorang, maka semakin besar untuk
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan perilakunya. Sehingga
pendidikan tinggi yang di tempuh penjamah makanan mempunyai
kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang lebih baik. Akan
tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut.
Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan
kategori pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) memiliki
personalhygiene yang tidak baik dibandingkan dengan kategori
pendidikan rendah (SD - SMP) yaitu sebesar 61,3%.
Ketidaksesuaian antara kelompok pendidikan tinggi (SMA –
Perguruan Tinggi) dengan personalhygiene makanan tersebut
kemungkinan karena lama kerja penjamah makanan pada kelompok
pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama daripada kelompok
pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi), sehingga masih ada
responden yang memiliki personal hygiene yang tidak baik. Disebabkan
hal tersebut, kelompok pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama
bekerja kemungkinan hal yang terjadi responden mendapatkan
pengetahuan tentang personalhygiene yang baik dari kegiatan
penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi yang pernah di ikuti
72
oleh responden. Hal ini dibuktikan bahwa sebesar 40% kelompok
pendidikan (SD - SMP) pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan
hygienesanitasi makanan.
Personalhygiene yang tidak baik pada kelompok pendidikan
tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) dalam penelitian ini menyebabkan
tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat
dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,654. Hasil
penelitian ini di dukung oleh penelitian Marsaulina (2004)
menunjukkan, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan perilaku higiene. Hal yang sama juga ditunjukkan
oleh penelitian yang dilakukan Sachriani (2001), bahwa pendidikan
tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan higiene perorangan.
Begitupula berdasarkan penelitian Rosia tentang hygiene dan sanitasi
makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan
Cibinong tahun 2010.
Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok
pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) tidak memiliki
personalhygiene baik adalah apabila di lihat penjamah makanan yang
memiliki personalhygiene tidak baik dengan pengetahuan, maka pada
kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang memiliki
pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 33,3%. Kemudian, sebesar 81,3%
memiliki sikap tidak baik. Selain itu, ternyata penjamah makanan pada
kelompok tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang tidak pernah
73
mengikuti penyuluhan atau pelatihan yaitu sebesar 44%. Hal ini yang
dimungkinkan tidak terwujudnya personalhygiene yang baik tersebut,
dikarenakan banyaknya kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan
Tinggi) yang tidak mengikuti penyuluhan atau pelatihan tentang
hygiene sanitasi makanan, sehingga hal tersebut mempengaruhi
pengetahuan dan sikap responden.
Dengan demikian, peran Dinas Kesehatan setempat secara berkala
perlu memberikan pendidikan ilmu pengetahuan tambahan tentang
penyuluhan atau pelatihan tentang higienesanitasi makanan kepada
penjual makanan tradisional atau kaki lima di area penelitian.
Pemberian dan penyampaian ilmu pengetahuan sebaiknya disesuaikan
dengan latar belakang pendidikan penjamah makanan agar tercipta
kesamaan persepsi, terutama pada sikap yang baik dalam mengolah
makanan.
6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene
Lama kerja merupakan salah satu faktor resiko yang
mempengaruhi personalhygiene seorang penjamah makanan gado –
gado. Variabel lama kerja pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu kelompok lama kerja ≤ 5 tahun dan kelompok lama kerja
> 5 tahun. Berdasarkan distribusi pada personalhygiene penjamah
makanan pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa kelompok lama kerja ≤ 5
tahun lebih banyak dibandingkan kelompok lama kerja > 5 tahun yaitu
sebesar 83,8%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan penelitian
Sofiana (2010) mengenai hygiene dan sanitasi pangan jajanan sekolah
74
Dasar di Depok yang menunjukkan bahwa lama kerja responden > 5
tahun lebih banyak dari lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar 82,4%.
Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan daerah penelitian ini
merupakan daerah pemekaran dari Jakarta Selatan menjadi kota
Tangerang Selatan pada tahun 2008, sehingga kemungkinan masih
banyak responden yang baru membuka warung di tempat tersebut.
Kemudian daerah penelitian ini adalah salah satu sentral makanan
jajanan yang dapat di nikmati setiap harinya.
Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
(Mubarak dkk, 2007). Sehingga lama kerja yang lebih lama berarti
mempunyai kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang baik.
Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut.
Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan
lama kerja > 5 tahun lebih besar memiliki personalhygiene yang tidak
baik (58,2%) dibanding dengan lama kerja ≤ 5 tahun. Ketidaksesuaian
antara lama kerja > 5 tahun dengan personalhygiene makanan tersebut
memiliki kemungkinan, bahwa masa kerja penjamah makanan lebih
lama, sehingga pengalaman yang di miliki lebih banyak.
Akan tetapi, apabila responden memiliki perilaku yang tidak baik
dan ditunjang dengan sikap yang buruk maka penjamah makanan
tersebut cenderung memiliki personalhygiene yang buruk seperti tidak
memakai alat penjepit atau sarung tangan plastik saat menjamah
makanan, sehingga makanan dapat terkontaminasi melalui tangan
75
responden yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Rogers dalam Fitriani (2010) hal yang
pertama dalam proses orang mengadopsi perilaku baru adalah
Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut harus menyadari dalam
arti mengetahui stimulus (objek) lebih dahulu untuk melakukan sesuatu.
Personal hygiene yang tidak baik pada kelompok lama kerja > 5
tahun dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene penjamah
makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square
menghasilkan nilai p sebesar 0,526. Hasil penelitian ini di dukung oleh
penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene di kantin kampus
Universitas “X”.
Menurut Mubarak dkk (2007), bahwa walaupun pengalaman akan
membentuk perilaku seseorang, belum tentu selalu dapat melaksanakan
semua tugas yang memang dipengaruhi oleh perubahan – perubahan
dan perkembangan yang selalu terjadi. Sehingga pada penelitian ini
penjamah makanan masih perlu banyak pengalaman tambahan
pendidikan dan pengetahuan khususnya tentang personal hygiene
makanan.
Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok lama
kerja > 5 tahun tidak memiliki personalhygiene baik adalah apabila di
lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak
76
baik dengan pengetahuan maka didapatkan lebih banyak kelompok
lama kerja > 5 tahun yang memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu
sebesar 53,8%. Kemudian, kelompok lama kerja > 5 tahun yang
memiliki sikap tidak baik juga lebih banyak yaitu sebesar 92,3%. Selain
itu, ternyata penjamah makanan pada kelompok lama kerja > 5 tahun
yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan jumlahnya
lebih banyak yaitu sebesar 69,2%. Hal ini yang dimungkinkan tidak
terwujudnya personalhygiene yang baik tersebut, dikarenakan
banyaknya kelompok lama kerja > 5 tahun yang tidak mengikuti
penyuluhan atau pelatihan tentang hygienesanitasi makanan, sehingga
mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden.
Dengan demikian, untuk meningkatkan personalhygieneyang
baik, penjamah makanan perlu mengikuti penyuluhan atau pelatihan
sebagai bekal pengalaman ilmu pengetahuan yang berguna dalam hal
mengolah makanan yang layak di perjualbelikan dan memenuhi syarat
kesehatan. Sehingga diharapkan dapat mewujudkan sikap yang baik
dalam meningkatkan personal hygiene makanan.
Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut, apabila
jumlah sampelnya kecil maka pengelompokan lama bekerja sebaiknya
dibuat cut off point yaitu dilakukan observasi terlebih dahulu sejak
kapan tempat tersebut menjadi sentral penjualan makanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan atau kapan lamanya
warung-warung tersebut dibuka untuk menjual makanan di area
penelitian, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik
77
6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan PersonalHygiene
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (fitriani, 2010).
Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan adalah salah satu
faktor yang mempermudah perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi dan Makhfudi, 2009).
Pengukuran mengenai pengetahuan terhadap personalhygiene
penjamah makanan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
yaitu, baik dan tidak baik. Pengukuran pengetahuan dilakukan
menggunakan 16 pertanyaan mengenai pengertian higiene sanitasi,
tujuan, manfaat, cara dan dampak melakukan personalhygiene pada
makanan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak dibandingkan
dengan pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 57,5%. Hasil studi ini di
dukung oleh penelitian Sofiana (2010) yang menunjukkan bahwa
pengetahuan dalam kategori baik lebih banyak pada penjamah makanan
mengenai hygiene dan sanitasi makanan yaitu sebesar 58,5%.
Diketahui sebanyak 52 responden (65%) telah mengetahui bahwa
hygiene sanitasi makanan merupakan penyelenggaraan pengolahan
makanan yang memenuhi syarat kesehatan. Diketahui 58 responden
(72,5%) mengetahui tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan
78
sabun sebelum menangani makanan yaitu untuk mencegah pencemaran
makanan oleh bibit penyakit melalui tangan. Sebanyak 66 responden
(82,5%) mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti
pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas kaki untuk
menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah makanan.
Kemudian, sebanyak 57 responden (71,2%) mengetahui cara
menyimpan makanan matang yang higienis yaitu dengan suhu
penyimpanan makanan harus diperhatikan, menggunakan wadah dan
penjamah alat yang bersih. Selain itu, 65 responden (81,2%)
mengetahui akibat penyakit yang ditimbulkan dan ditularkan melalui
media makanan yaitu penyakit saluran pencernaan.
Menurut Notoatmodjo, S (2007) yang mengutip penelitian Rogers
(1974) bahwa orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi diharapkan
akan dapat berpengaruh terhadap perilaku yang baik. Penelitian ini
tidak membuktikan pernyataan Noatmodjo (2007) tersebut, dari analisa
tabel silang menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuannya
baik memiliki personalhygieneyang tidak baik, dibandingkan dengan
responden berpengetahuan tidak baik yaitu sebesar 76,5%. Hasil
tersebut diperkuat dengan hasil uji chi square menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Adapun besar nilai p
yang didapatkan adalah 1,000 dengan menghasilkan nilai OR = 0,953
yang artinya bahwa penjamah makanan yang memiliki pengetahuan
baik tentang personalhygiene makanan mempunyai peluang 3,250 kali
79
memiliki personal hygiene makanan yang baik dibandingkan dengan
penjamah makanan yang memiliki pengetahuan tidak baik.
Kemudian penelitian ini tidak sesuai dengan teori Lawrence
Green (1980). Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama
yaitu faktor predisposing yang mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Faktor enabling yaitu
tersedianya sumber – sumber yang diperlukan khususnya untuk
mendukung terjadinya perubahan perilaku seperti adanya fasilitas
tersebut dari pemukiman masyarakat dan faktor reinforcing yaitu sikap
dan perilaku dari petugas yang bertanggungjawab terhadap perubahan
perilaku masyarakat, yang menjadi sasaran. Kosa dan Robertson dalam
Notoatmodjo 2010 mengatakan bahwa “perilaku kesehatan individu
cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan
terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang pengetahuan
biologi”.
Adanya hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan
dengan personalhygienepenjamah makanan menunjukkan bahwa
sebenarnya pengetahuan memegang peranan penting terhadap personal
hygiene. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan responden
tidak mengetahui benar tentang personal hygiene makanan, sertatidak
mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti celemek dan
pakaian bersih. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan
80
bahwa responden tidak mengetahui manfaat memakai perlengkapan
khusus seperti pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas
kaki untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah
makanan yaitu sebesar 82,5%.
Dengan demikian, diharapkan peran pemerintah yaitu Dinas
Kesehatan setempat untuk memberikan pengetahuan berupa
penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi makanan secara
berkala kepada penjajah makanan di daerah penelitian, agar semua
penjajah makanan mengetahui personalhygieneyang baik saat
mengolah makanan dan dapat menghasilkan makanan yang sehat setiap
hari.
6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Fitriani,
2010). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain
atau objek lain (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian ini mengukur sikap responden menggunakan kuesioner
dengan 11 pertanyaan yang diberi jawaban setuju dan tidak setuju.
Variabel sikap dikelompokkan menjadi dua yaitu sikap baik dan sikap
tidak baik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang
81
memiliki sikap tidak baik mengenai personalhygiene penjamah makanan
lebih banyak jumlahnya yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan
responden yang memiliki sikap baik mengenai personalhygiene
penjamah makanan. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Iriani
(2000) menunjukkan bahwa sebesar 54,5% responden memiliki sikap
kurang baik dalam praktek hygiene perorangan pada penjamah makanan
di Lampung.
Sikap tidak baik responden terhadap personalhygiene penjamah
makanan yang tidak diwujudkan oleh perilaku yang sesuai, dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu sebanyak 50 responden (62,5%) yang
mengatakan setuju setelah dari kamar mandi tidak perlu mencuci tangan
dengan sabun. Kemudian, 38 responden (47,5%) mengatakan setuju
penjamah makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung
tangan plastik sekali pakai dan sebanyak 51 responden (63,7%)
mengatakan setuju penutup rambut tidak diperlukan karena tidak akan
mengotori makanan. Selain itu, masing – masing sebanyak 61 responden
(76,2%) mengatakan setuju teman kerja bersin atau batuk tetapi tidak
menutup mulut pada saat melakukan pengolahan makanan dan yang
sedang melakukan pengolahan makanan sambil merokok.
Orang yang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia
akan memiliki perilaku atau tindakan yang baik pula (Notoatmodjo,
2010). Kemudian menurut Dartini (2000) bahwa kemampuan dalam
menerima, merespon, menghargai dan mampu
mempertanggungjawabkan sikap yang dipilih akan menentukan tingkatan
82
sikap. Seseorang yang memiliki sikap baik terhadap
personalhygienemempunyai kecenderungan untuk memiliki
personalhygiene yang baik pula. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak
membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan
bahwa penjamah makanan yang bersikap baik yang memiliki
personalhygiene tidak baik (71,4%) daripada penjamah makanan yang
bersikap tidak baik (60,4%).
Ketidaksesuaian antara sikap tidak baik responden dengan
personalhygiene penjamah makanan kemungkinan dikarenakan sikap
yang dikemukakan tidak tercermin dalam perilaku yang kemungkinan
dapat disebabkan karena adanya sarana pribadi yang kurang memenuhi
syarat dan mungkin juga kesulitan penjamah makanan untuk
mempersepsikan jawaban dari kuesioner yang ada sehingga responden
cenderung untuk memberikan jawaban yang diharapkan, seperti
pertanyaan tidak diperbolehkannya penjamah makanan memakai
perhiasan tangan (cincin dan gelang) terdapat 30 responden (37,5%)
dengan sikap tidak setuju dengan dan pertanyaan saat menjamah
makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung tangan plastik
sekali pakai terdapat 38 responden (47,5%) dengan sikap setuju.
Personalhygiene penjamah makanan yang lebih banyak dilakukan
oleh responden dengan sikap tidak baik dalam penelitian ini
menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap
dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut
terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,760. Hasil
83
penelitian ini tidak di dukung oleh penelitian yang dilakukan Meikawati
(2008), bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan praktek
hygiene dan sanitasi pada penjamah makanan di Semarang.
Tidak adanya hubungan antara sikap dengan
personalhygienepenjamah makanan gado – gado karena responden harus
mempunyai kesadaran dalam diri untuk melakukan personalhygiene yang
baik. Hal ini harus sesuai dengan pernyataan pada penelitian Rogers
dalam Fitriani (2010) yang mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan yaitu :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,
3. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,
5. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Dalam hal ini untuk merubah perubahan perilaku mungkin
penjamah makanan harus melewati tahap – tahap di atas. Kemudian
Rogers menjelaskan kembali adopsi perilaku harus melalui proses seperti
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya
84
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama.
Kemudian apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki
personalhygiene yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan
lebih banyak penjamah makanan bersikap baik memiliki pengetahuan
yang tidak baik yaitu sebesar 50%. Selain itu, ternyata penjamah
makanan bersikap baik yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau
pelatihan yaitu sebesar 35,7%.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan
personalhygieneyang baik bagi penjamah makanan khususnya di area
penelitian maka Dinas Kesehatan setempat harus melakukan penyuluhan
atau pelatihan tentang hygiene sanitasi makanan yang difokuskan pada
kesamaan persepsi ilmu pengetahuan terhadap sikap hygiene sanitasi
yang seharusnya di lakukan kepada penjamah makanan.
6.4 Faktor Pendukung
6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene
Ketersediaan fasilitas seperti kepemilikan sarana pribadi
penjamah makanan merupakan salah satu faktor pemungkin yang
menyebabkan suatu perubahan perilaku untuk memiliki
personalhygiene yang baik. Sentra pedagang makanan jajanan harus
dilengkapi dengan fasilitas sanitasi untuk kebersihan penjamah
makanan seperti celemek, pakaian bersih, penutup kepala, masker,
tempat cuci tangan dan sabun khusus cuci tangan (Kepmenkes, 2003).
85
Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih
diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung
perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat
dipengerahui oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak,
serta kecukupan fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang melakukannya (Effendy, 1997). Sarana pribadi penjamah
makanan dalam penelitian ini diukur menggunakan enam buah
pertanyaan dalam kuesioner seputar kepemilikan baju bersih, celemek,
topi atau penutup kepala, alas kaki atau sepatu, tempat cuci tangan dan
sabun cuci tangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana pribadi yang
dimiliki oleh responden makanan yang kurang memenuhi syarat lebih
banyak dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebesar 55%.
Diketahui sebanyak 44 responden (55%) tidak memiliki tempat cuci
tangan dan 69 responden (82,6%) tidak memiliki sabun cuci tangan
khusus. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan dari menurut
observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa tidak tersedianya sarana
pribadi yang memenuhi syarat seperti tempat cuci tangan dikarenakan
keterbatasan tempat yang sempit di warung tersebut, untuk fasilitas
sabun cuci tangan yang tidak tersedia, kemungkinan disebabkan oleh
harga sabun yang tidak terjangkau oleh pedagang gado – gado.
Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang
diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan
memiliki personalhygieneyang baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini
86
tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang
menunjukkan bahwa sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat
memiliki personalhygieneyang tidak baik (70,5%) daripada sarana
pribadi yang memenuhi syarat (52,8%). Hal ini menunjukkan bahwa
sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat akan berdampak pada
perilaku yang tidak baik.
Personalhygiene penjamah makanan yang tidak baik lebih banyak
didapatkan oleh responden dengan sarana pribadi yang memenuhi
syarat. Hal ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna
antara kepemilikan sarana pribadi dengan personalhygiene penjamah
makanan. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan
nilai p sebesar 0,157. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak
terdapatnya hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan
personalhygiene adalah kemungkinan dikarenakan sarana pribadi
seperti seperti celemek, penutup rambut dan pakaian bersih responden
tidak mengetahui manfaat pemakaian perlengkapan khusus tersebut.
Kemudian hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju
terhadap pemakaian celemek, pakaian bersih, penutup rambut/topi,
sepatu kerja, dan dalam mencuci tangan. Padahal sikap dan perilaku
tersebut merupakan syarat Kepmenker RI No. 942/Menkes/Sk/2003
tentang hygiene sanitasi yang harus di penuhi oleh seorang penjamah
makanan dalam mengelola makanan.
87
Pada penelitian ini responden yang memiliki sarana pribadi
memenuhi syarat juga memiliki personal hygiene yang tidak baik. Hal
ini di duga karenalebih banyak responden dengan kepemilikan sarana
pribadi memenuhi syarat memiliki lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar
72,7%. Sehingga pengalaman yang mereka dapatkan mengenai
personal hygiene tidak banyak. Menurut Mubarak (2007) bahwa
seseorang yang lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Variabel lain yang di duga pada kepemilikan sarana pribadi memenuhi
syarat juga memiliki personal hygiene tidak baik adalah sikap
responden. Diketahui bahwa lebih banyak responden dengan
kepemilikan sarana pribadi memenuhi syarat memiliki sikap tidak baik
yaitu sebesar 77,3%. Menurut Notoatmodjo (2010) orang yang
memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki
perilaku atau tindakan yang baik pula. Sehingga, meskipun responden
lebih banyak yang memiliki sarana pribadi yang memenuhi syarat tetapi
karena sebagian besar memiliki sikap yang tidak baik maka akan
berpengaruh terhadap personal hygiene yang tidak baik pula.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personal hygiene
yang baik untuk penjamah makanan perlu dilakukannya pelatihan atau
penyuluhan dan pembinaan kepada pedagang baru yang berjualan
makanan tradisional gado - gado secara intensif dari Dinas Kesehatan
setempat. Kemudian dilakukan pula pelatihan atau penyuluhan dan
pembinaan mengenai sikap yang baik terhadap pentingnya
88
menggunakan dan melengkapi fasilitas sarana personal hygiene saat
mengelola makanan kepada penjamah makanan jajanan.
6.5 Faktor Pendorong
6.5.1 Hubungan Kegiatan Penyuluhan atau Pelatihan dengan Personal
Hygiene
Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dengan cara menyebarkan
pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar,
tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran
yang ada hubungan dengan kesehatan (Azrul Azwar, 2001 dalam
Mubarak dkk, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007) pelatihan dapat
berarti mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka
akhirnya dapat menimbulkan perubahan perilakunya. Dengan
mengikuti pelatihan mengenai personal hygiene penjamah makanan
akan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga secara tidak langsung
dapat merubah perilaku.
Pada penelitian ini variabel penyuluhan atau pelatihan mengenai
hygiene sanitasi yang dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ya
pernah dan tidak pernah. Berdasarkan distribusi pada
personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.9. menunjukkan
bahwa responden yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan
mengenai hygiene sanitasi makanan lebih banyak dari pada yang tidak
pernah yaitu sebesar 55%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan
penelitian Fathoni (2008) mengenai higiene dan sanitasi Penjamah
makanan di Universitas “X” yang menunjukkan bahwa responden tidak
89
pernah mendapatkan pelatihan mengenai hygiene dan sanitasi makanan
yaitu sebesar 71,2%.
Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pelatihan (Training) adalah
suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui pelatihan,
sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman
belajar yang pada akhirnya menimbulkan pengaruh terhadap perilaku
yang baik bagi mereka. Responden yang mengikuti kegiatan
penyuluhan atau pelatihan yang berkaitan dengan hygienesanitasi
makanan diharapkan akan mempunyai perilaku yang baik. Akan tetapi,
hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa
tabel silang menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti
penyuluhan/pelatihan memiliki personal hygiene yang tidak baik yaitu
sebesar 59,1%. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan
penerapan higiene sanitasi dianggap merepotkan dan memperlambat
pekerjaan bagi responden yang pernah mendapatkan penyuluhan atau
pelatihan tentang personal hygiene makanan.
Ketidaksesuaian antara pelatihan atau penyuluhan yang pernah
diikuti oleh penjamah makanan dengan personalhygiene makanan
tersebut kemungkinan dikarenakan pengetahuan tentang hygiene
sanitasi penjamah makanan yang didapatkan dari penyuluhan atau
pelatihan tidak di praktikkan ketika saat mengolah makanan. Mengingat
banyaknya penjamah makanan berumur > 44 tahun dalam hal ini di
kategorikan usia tua kemungkinan daya ingat penjamah makanan tidak
berfungsi dengan baik untuk melakukan personalhygiene yang baik.
90
Personalhygiene yang tidak baik pada penjamah makanan yang
tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene
sanitasi dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang
bermakna antara penyuluhan atau pelatihan dengan
personalhygienepenjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat
dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,488. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian Fathoni (2008) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan dengan perilaku
hygiene dan sanitasi di kantin kampus Universitas “X”. Meskipun tidak
menunjukkan adanya hubungan, menurut Fitriani (2010) mengatakan
bahwa kegiatan pelatihan dipakai sebagai salah satu cara atau metode
pendidikan, khususnya di dalam meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilan penjamah makanan.
Faktor lain yang menyebabkan responden pernah mengikuti
penyuluhan atau pelatihan tidak memiliki personalhygiene baik adalah
apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene
yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan penjamah
makanan pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan yang memiliki
pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 29,5%. Selain itu, ternyata
penjamah makanan yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan
memiliki sikap tidak baik yaitu sebesar 79,5%.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personalhygiene
yang baik khususnya di area penelitian maka Dinas Kesehatan setempat
perlu melakukan penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi
91
secara berkala yang mencakup semua penjamah makanan tidak hanya
warung makanan gado – gado saja. Personalhygiene yang tidak baik
dapat juga di alami oleh semua penjamah warung makanan. Sehingga
penjamah makanan dapat mewujudkan perilaku dan sikap yang baik
dalam mengelola makanan.
92
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai faktor predisposisi,
pendukung, pendorong dan personal hygiene penjamah makanan gado – gado
di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik memiliki
jumlah yang lebih banyak yaitu sebesar 50 responden (62,5%).
b. Ditribusi demografi penjamah makanan yang meliputi tingkat pendidikan
dan lama kerja menunjukkan sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu
SMA – Perguruan Tinggi, lama kerja ≤ 5 tahun.
c. Distribusi pengetahuan penjamah makanan Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang memiliki pengetahuan
baik lebih banyak yaitu sebesar 57,5% dibandingkan dengan pengetahuan
tidak baik.
d. Distribusi sikap penjamah makanan Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu sebesar
83,8% dibandingkan dengan sikap yang baik.
e. Distribusi sarana pribadi yang di miliki oleh penjamah makanan
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang
kurang memenuhi syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan
dengan yang memenuhi syarat.
93
f. Distribusi penyuluhan/pelatihan penjamah makanan Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pernah mengikutinya
lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang tidak pernah.
g. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.
h. Tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
i. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
j. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.
k. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan
personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.
l. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kegiatan
penyuluhan/pelatihan dengan personalhygiene penjamah makanan gado
– gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat.
94
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah
1. Perlu diadakan kegiatan pelatihan/penyuluhan penyehatan makanan
tentang personal hygiene yang baik khususnya mengenai manfaat
kesadaran mencuci tangan dengan sabun sebelum menjamah makanan.
Kemudian pengetahuan mengenai seharusnya tidak berbicara saat
menghadap ke makanan, tidak menggunakan perhiasan di tangan dan
memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai saat mengolah
makanan bagi penjamah makanan.Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh
pihak yang berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatansecara berkala sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan
penjamah makanan mengenai personal hygiene yang baik saat
mengolah makanan.
2. Perlu peningkatan pengawasan yang baik terhadap penjamah makanan
jajanan/tradisional di Kecamatan Ciputat Timur dari pihak yang
berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.
7.2.2 Bagi Pedagang
1. Penjamah makanan agar selalu meningkatkan personalhygiene yang
baik saat mengolah makanan, hendaknya selalu memakai celemek dan
alat atau sarung tangan plastik saat menjamah makanan.
2. Penjamah makanan harus membiasakan diri untuk selalu mecuci tangan
sebelum menangani makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang dari
tangan ke makanan.
95
7.2.3 Bagi penelitian selanjutnya
1. Perlu diadakannya penelitian yang lebih lanjut mengenai faktor – faktor
yang berhubungan dengan personalhygiene pada penjual makanan
tradisional dengan jumlah sampel yang lebih besar.
96
DAFTAR PUSTAKA
Adams M dan Moetarjemi Y. 2003. Dasar – Dasar Kemanan Makanan Untuk
Petugas Kesehatan. Jakarta. EGC
Agustina Febria, Prambayun dan Febri Fatma Fatmalina. 2009. Hygiene Sanitasi
pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah
Dasar di Kelurahan Demang Palembang Tahun 2009. Jurnal Kesmas.
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta, Gramedia Jakarta.
Arikunto, S. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bona Aksara.
Jakarta
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta. EGC
Armanti D. 2010. Kontaminasi Bakteri Coliform Pada Kerang Hijau (Perna
Vindis L) Yang Dibudidaya di Perairan Muara Kamal dan Cilincing, Teluk
Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Berita
Keracunan Bulan Oktober, November dan Desember Tahun 2014. Diakses
pada tangagal 05 April 2015 melalui http://ik.pom.go.id/v2014/berita-
keracunan/berita-keracunan-bulan-oktober-desember-2014
Cahyaningsih, CT dkk. 2009. Hubungan Hygiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah
Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Makanan di Warung Makan.
Jurnal FK UGM. Yogyakarta. Vol. 25 No. 4 Desember 2009.
Dainur. (1995). Materi – materi pokok kesehatan masyarakat. Jakarta.Widya
Medika.
David Mc. Swane, RN, Unlon Richard. 2000. Essential of Fodd Safety and
Sanitation America.
Datini. (2000). Tinjauan Hygiene Sanitasi Pada Pengelolaan Makanan Pasien Di
Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Tahun 2000. Skripsi FKM
UI.
Effendi Ferry, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori dan Praktik
dalam Keprawatan. Jakarta, Salemba Medika.
Effendy, Nasrul. (1997). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta. EGC
Fardiaz S. (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. IPB.
Bogor
97
Fathoni Ahmad (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Penjamah
Terhadap Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kualitas Makanan di
Kantin Universitas “X” tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia
Fitriani, Sinta. (2010). Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu
Hastono. S.P. (2001). Modul Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Univerisas Indonesia.
Iriani. (2000). Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Hygiene
Perorangan pada Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dr. H.A Moelok
Bandar Lampung Tahun 2000. Skripsi FKM UI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data Base Kemenkes. Diakses pada
tanggal 3 Maret 2015 melalui
http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/createtablepti
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No.
942/Menkes/SK/VII/2003.Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 715/Menkes/SK/2003 Tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 1096/Menkes/Per/VI/2011
Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga.
Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Grasindo. Jakarta
Kompas. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta. Kompas
Laelasari, Ela. (2015). Islam dan Keamanan Pangan. Ciputat. UIN Perss
Lawrance Green. 1980.Health Education Planning. Hopkins University
Mardewi I Gusti. (2013). Gambaran Hygiene Pedagang Kaki
Lima dan Sanitasi Lingkungan di Pasar Sukawati 1 Tahun 2013. Jurnal
kesehatan masyarakat
Marsaulina, Irnawati. 2004. Study Tentang Pengetahuan Perlaku dan Kebersihan
Penjamah Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII,
TIJA, TMR). Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra
Utara.
Meikawati (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Hygiene
dan Sanitasi Petugas Penjamah Makanan dengan Praktek Hygiene dan
Sanitasi di Instalasi Gizi RSJ DR Amino GondoHutomo Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 6 No. 1 Tahun 2010.
98
Mubarak W.I, Chayatin Nurul dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta.
Graha Ilmu
Mulyanto, H. (2003). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Hygiene dan Sanitasi Tenaga Penjamah Makanan di Instalansi Gizi dan
Ruangan Perawatan Rumah Sakit Umum R.A Kartini Jepara Tahun 2003.
Skripsi. Universitas Indoensia
Nanuwasa, Franklin & Munir. (2007). Tata Cara Laksana Hygiene Hidangan
Keracunan Hidangan, Jenis Bakteria. Diakses melalui
http://www.Ihsmakassar.com pada tanggal 20 Maret 2015.
Notoatmodjo, S (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S (2010). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT.
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Jakarta. PT. Rineka
Cipta.
Pella, Darmin Ahmad & Afifah Inayati. (2011). Talent Management. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Purawidjaja. (1995). Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran
dan Jasaboga. Majesty
Purnawijayanti, H. (2001). Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta
Puspita Ika dkk. (2013). Hubungan Praktik Hygiene Sanitasi Penjamah Makanan
terhadap cemaran E.coli Pada Makanan Gado - Gado di Sepanjang Jalan
Kota Manado. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
Rangkuti, Freddy. (2002). The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand
Equaity dan Startegi Pengembangan Mereka + Analisis Kasus dengan
SPSS. Jakarta : Gramedia pustaka Utama.
Rosaria D. (2010). Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Tentang Hygiene
Dan Sanitasi Makanan Dengan Kualitas Escherichia Coli (Studi Kassus
Jajanan Di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor). Skrispis. FKM UI Depok.
Rukmana R dan Oesman YY. (2003). Aneka Olahan Kentang.Kanisius.
Yogyakata
99
Sachriani. (2001). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Hygiene
Perorangan Penjamah Makanan Jasa Boga A3 di Jakarta Selatan. Thesis
Program Pascasarjana FKM UI.
Selman A Carol dan Green R Laura. (2008). Environmental Health Specialist Self
– Reported Foodborne Ilness Outbreak Investigation Oractices. Journal of
Environment Health January – February Page 16 – 21. Volume 70. Number
6. Features.
Setiawan. (2004). Analsisis Bakteri Coliform pada Makanan Olahan di Kantin
Pusat ITS Sepuluh Nopember Surabaya. Abstrak
Soeripto, M. (2008). Hygiene indusrti. Jakarta. FKUI.
Sofiana Erna. (2012). Hubungan Hygiene dan Sanitasi Dengan Kontaminasi
Escherichia Coli Pada Jajanan Di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok
Tahun 2012. Skripsi. FKM UI Depok
Sundjaja. (2009). Kamus Gizi. Jakarta. Kompas
Supardi, et al. (2004). Pengaruh Penyuluhan Obat terhadap peningkatan Perilaku
Pengobatan Sendiri yang Sesuai dengan Aturan. Buletin Penelitian
Kesehatan. Vo.32, No, 4 : 178.
Susanna Dewi dan Hartono Budi (2003). Pemantauan Kualitas Makanan dan
Gado – Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan
Bakteriologis. Makara, Seri Kesehatan, Vol. 7 No. 1 Juni 2003.
Sumantri, A. (2010). Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta,
Kencana.
Susanna, Dewi dkk (2010). Kontaminasi Bakteri E. coli pada Peralatan Makanan
Pedagang Kaki Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat.
Jurnal Kesmas. Vol 5 No 3.
Tania, vina. 2008. Djakabaia 'Djalan - Djalan dan Makan di Soerabaia. CM.
Surabaya
Tarwotjo, Soejoeti C. (1998). Dasar – Dasar Kuliner Gizi. Jakarta. Grasindo
Yunita N dan Dwipayanti NM. (2010). Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo
Berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total dan Kandungan
Escherichia Coli. Jurnal Biologi XIV (1) : 15 – 19 ISSN ; 14105292
WHO. (2005). Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta.
EGC
Winarno. (2004). Kemanan Pangan. Bogor. M.Biro. Press Cet. I.
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL
GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEUDAN CEMPAKA PUTIH
CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015
Saya Eka Lestari Sitepu, mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ini saya
sedang melakukan peneltian atau skripsi dengan tema “ANALISIS PERSONAL HYGIENE
PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN
PISANGAN, CIRENDEU DAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR TAHUN
2015”.Untuk itu saya mohon bantuan kepada Ibu/Bapak/Saudara untuk mengisi kuesioner ini
dengan sebaik – baiknya. Kerahasiaan dari jawaban anda pada kuesioner ini dapat dijamin,
untuk itu saya mohon isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi yang sebenar – benarnya dan
mendekati kenyataan. Terima kasih
Responden Peneliti
(..................) (Eka Lestari Sitepu)
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih
dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan.
2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda silang (X) pada jawaban yang
dianggap paling tepat.
A. Data Umum
1. Nama :
2. Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4.Perguruan Tinggi (D3, S1, S2)
3. Lama bekerja sebagai penjamah makanan : Tahun
B. Pengetahuan Tentang Personal Hygiene Makanan
4. Apakah anda pernah mendengar tentang higiene makanan?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke no 10)
5. Bila ”Ya” apa arti higiene makanan?
1. Usaha pengendalian penyakit yang ditularkan melalui bahan
makanan
2. Usaha melindungi makanan dari bahaya penyakit/kotoran
3. Lain – lain________________
6. Apakah tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum
menangani makanan ?
1. Agar mencegah pencemaran makanan oleh bibit penyakit melalui
tangan
2. Agar tangan terlihat bersih dan tidak berbau yang kurang sedap
3. Lain – lain_____________________
7. Penjamah makanan perlu memotong kuku yang panjan atau membersihkan kuku
yang kotor, apa alasannya?
1. Agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya kuman penyakit
2. Agar tidak terlihat kotor dan tidak menganggu pada saat bekerja
3. Lain – lain______________________
8. Pada saat menangani makanan, penjamah makanan tidak dibolehkan mencicipi
makanan dengan jari atatu menggaruk anggota tubuh, mengapa?
1. Karena dari anggota tubuh / jari dapat mencemari makanan
2. Memudahkan pengambilan makanan
3. Lain – lain______________________
9. Apa manfaat penjamah makanan memakai perlengkapan khusus seperti pakaian
kerja, penutup rambut, celemek dan alas kaki / sepatu kerja pada saat mengani
makanan?
1. Menghindari terjadinya kontaminasi makanan dari tubuh penjamah
2. Gara terlohat rapi dan sopan
3. Lain – lain_____________________
10. Makanan dapat menjadi media perantara penyakit. Penyakit apakah yang dapat
ditularkan melalui media tersebut?
1. Saluran pencernaan
2. Saluran pernafasan
3. Lain – lain______________________
11. Apakah alasannya bahwa seorang penjamah makanan yang menderita penyakit
batuk, pilek/flu, penyakit kulit (bernanah, bisul, koreng dan luka terbuka) tidak
boleh mengani makanan?
1. Makanan dapat tercemar karena penyakit tersebut
2. Orang lain dapat tertular karena penyakit tersebut
3. Lain – lain________________________
12. Tenaga penjamah makanan tidak diperbolehkan merokok pada saat mengangani
makanan, apa alasannya?
1. Mencegah agar abu rokok tidak masuk ke dalam makanan
2. Berbahaya bagi kesehatan diri dan orang lain
3. Lain – lain___________________________
13. Pada saat kegiatan pengolahan makanan, tenaga penjamah makanan tidak
diperbolehkan berbicara menghadap makanan. Apa alasannya?
1. Karena dapat mencemari makanan melalui percikan air ludah
2. Karena menimbulkan kebisingan (suara berbisik) di tempat kerja
3. Lain – lain____________________________
14. Apakah anda pernah mendegar tentang cara menyimpan makanan matang yang
kurang baik dan higienis?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke no 21)
15. Bila “Ya” bagaimana cara penyimpanan makanan matanh yang baik?
1. Memperhatikaan suhu dan waktu penyimpanan
2. Tidak perlu memperhatikan suhu dan waktu penyimpanan, yang
penting tertutup dalam menyimpan
3. Lain – lain
16. Bila “Ya” Bagaimana cara menyimpan mkaanan matang yang higienis?
1. Suhu penyimpanan makanan diperhatikan, menggunakan wadah dan
penjamah alat yang bersih
2. Membawa dan menyimpan makanan dengan tertutup dan pada
tempat yang bersih
3. Lain – lain_____________________________
17. Apakah anda pernah mendegar bagaimana bahwa makanan dikatakan busuk/basi
dan cara mencegah agar kondisinya tetap baik pada saat penyimpaan makanan?
1. Ya
2. Tidak (selesai)
18. Bila “Ya” Bagaimana tanda – tanda bahwa makanan dikatakan busuk atau basi?
1. Warna, rasa dan aroma berubah, mengeluarkan bau, berlendir dan
berjamur
2. Mengeluarkan bau tak sedap, berlendir dan berjamur
3. Lain – lain
19. Bila “Ya” Bagimana cara mencegah agar kondisi makanan tetap baik?
1. Cara memasaknya benar, memakai ala – alat yang bersih, tidak
kontak langsung dengan anggota tubuh dan disimpan dengan baik
2. Makanan tidak kontak langsung dengan tubuh dan menggunakan alat
– alat yang bersih
3. Lain – lain_________________________
C. Sikap Tentang personal hygiene Makanan
20. Kuku dan tangan adalah salah satu anggota tubuh yang mudah menyebabkan
pencemaran makanan. Oleh karena itu perlu dibersihkan setiap akan mengolah
makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
21. Apabila sebelum mengolah atau menjamah makanan, maka tidak perlu mencuci
tangan dengan menggunakan sabun. Bagaiamna menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
22. Pada saat melakukan pegolahan makanan, seorang tenaga penjamah makanan tidak
diperbolehkan memakai perhiasan tangan cincin. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
23. Cara menjamah makanan sebaiknya adalah tidak perlu memakai alat/sarung tangan
plastik sekali pakai. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
24. Pakaian dapat menjadi sumber pencemaran terhadap makanan. Oleh karena itu, pada
saat melakukan kegaiatan pengelolaan makanan harus memakai pakaian kerja yang
bersih. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
25. Memakai celemek pada saat mengolah, menyiapkan dan membagikan makanan adalah
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga penjamah makanan. Bagaimana
menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
26. Saat melakukan pengelolaan makanan, penjamah makanan (pria) harus berambut
pendek, tidak berkumis dan berjanggut panajng, serta (wanita) berambut pendek atau
tidak digerai bila panjang. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
27. Penutup rambut tidak diperlukan dalam mengolah maupun menyajikan makanan
karena tidak akan megotori makanan. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
28. Bila ada temen kerja anda yang bersin atau batuk, akan tetapi tidak menutup disaat
melakukan pengeloaan makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
29. Apabila ada temen kerja yang sedang melakukan pengolahan makanan sambil
merokok. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
30. Tenaga penjamah makanan yang menderita penyakit kulit (bisul, koreng, luka terbuka)
ataupun penyakit menular (Typus, kolera, TBC) tidak diperkenankan melakukan
pengelolaan makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju 2. Tidak Setuju
D. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Penjamah Makanan
31. Apakah anda pernah menerima pelatihan atau penyuluhan tentang Higiene dan
Sanitasi Makanan?
1. Ya pernah 2. Tidak pernah
TERIMA KASIH ATAS KEJUJURAN DAN KESEDIAAN ANDA
UNTUK MENGISI KUESIONER INI ^_^
E. PersonalHygienePenjamah Makanan (Observasi)
32. Apakah penjamah makanan memakai pakaian bersih / pakaian kerja pada saat
menagani / menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
33. Apakah penjamah memakai celemek pada saat menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
34. Apakah penjamah makanan memakai penutup kepala/rambut pada saat
menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
35. Apakah penjamah makanan menggunakan alas kaki/sepatu kerja pada saat
menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
36. Apakah penjamah makanan menggunakan penutup mulut pada saat menangani
makanan?
1. Ya
2. Tidak
37. Apakah penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum menangani
makanan, sesudah buang air besar, merokok, membuang sampah, meracik bahan
mentah dan lainnya?
1. Ya
2. Tidak
38. Apakah penjamah makanan selalu tidak merokok pada saat menangani makanan?
1. Ya
2. Tidak
39. Apakah penjamah makanan tidak berbicara menghadap ke makanan?
1. Ya
2. Tidak
40. Apakah penjamah makanan tidak menggaruk anggota badan pada saat menangani
makanan?
1. Ya
2. Tidak
41. Apakah penjamah makanan tidak memakai perhiasan tangan (misalnya cincin)?
1. Ya
2. Tidak
42. Apakah penjamah makanan tidak kontak langsung dengan makanan jadi?
1. Ya
2. Tidak
43. Apakah penjamah makanan tidak meludah di area kerja?
1. Ya
2. Tidak
44. Apakah penjamah makanan berkuku pendek dan bebas dari cat kuku?
1. Ya
2. Tidak
45. Apakah penjamah makanan menutup mulut saat bersin atau batuk?
1. Ya
2. Tidak
F. Ketersediaan sarana personal hygiene penjamah makanan (Observasi)
46. Apakah terdapat sarana pribadi untuk melindungi kebersihan makanan saat bekerja
pada penjamah makanan, seperti :
a. Pakaian bersih 1. Ya 2. Tidak
b. Celemek 1. Ya 2. Tidak
c. Penutup rambut/ topi 1. Ya 2. Tidak
d. Alas kaki / sepatu kerja 1. Ya 2. Tidak
e. Penutup mulut / masker 1. Ya 2. Tidak
f. Tempat cuci tangan 1. Ya 2. Tidak
Lampiran Univariat
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD- SMP
(rendah) 5 6.2 6.2 6.2
SMP-SMA
(tinggi) 75 93.8 93.8 100.0
Total 80 100.0 100.0
Lama_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >5 tahun 67 83.8 83.8 83.8
<_5 tahun 13 16.2 16.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
Penyuluhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 36 45.0 45.0 45.0
Pernah 44 55.0 55.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 28 35.0 35.0 35.0
Baik 52 65.0 65.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 66 82.5 82.5 82.5
Baik 14 17.5 17.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Personal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 51 63.8 63.8 63.8
Baik 29 36.2 36.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
Sarana
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 36 45.0 45.0 45.0
Baik 44 55.0 55.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
LAMPIRAN Bivariat
1. PENDIDIKAN
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Pendidikan SD- SMP Count 4 1 5
% within Pendidikan 80.0% 20.0% 100.0%
SMP-SMA Count 48 27 75
% within Pendidikan 64.0% 36.0% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Pendidikan 65.0% 35.0% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan
(SD- SMP / SMP-SMA) 2.250 .239 21.166
For cohort Personal = Tidak
Baik 1.250 .781 2.000
For cohort Personal = Baik .556 .094 3.291
N of Valid Cases 80
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
2. Lama Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Lama_kerja * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Lama_kerja <_ 5 tahun Count 42 25 67
% within Lama_kerja 62.7% 37.3% 100.0%
> 5 tahun Count 10 3 13
% within Lama_kerja 76.9% 23.1% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Lama_kerja 65.0% 35.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .970a 1 .325
Continuity Correctionb .445 1 .505
Likelihood Ratio 1.025 1 .311
Fisher's Exact Test .526 .257
Linear-by-Linear Association .958 1 .328
N of Valid Casesb 80
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,55.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Lama_kerja (<_ 5
tahun / > 5 tahun) .504 .127 2.007
For cohort Personal = Tidak Baik .815 .574 1.157
For cohort Personal = Baik 1.617 .572 4.574
N of Valid Cases 80
3. Pengetahuan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Pengetahuan Tidak Baik Count 18 10 28
% within Pengetahuan 64.3% 35.7% 100.0%
Baik Count 34 18 52
% within Pengetahuan 65.4% 34.6% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Pengetahuan 65.0% 35.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .010a 1 .922
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .010 1 .922
Fisher's Exact Test 1.000 .556
Linear-by-Linear Association .010 1 .922
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan
(Tidak Baik / Baik) .953 .364 2.492
For cohort Personal = Tidak
Baik .983 .700 1.381
For cohort Personal = Baik 1.032 .554 1.921
N of Valid Cases 80
4. Sikap
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sikap * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Sikap Tidak Baik Count 42 24 66
% within Sikap 63.6% 36.4% 100.0%
Baik Count 10 4 14
% within Sikap 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Sikap 65.0% 35.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .308a 1 .579
Continuity Correctionb .061 1 .805
Likelihood Ratio .316 1 .574
Fisher's Exact Test .760 .411
Linear-by-Linear Association .304 1 .581
N of Valid Casesb 80
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,90.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sikap (Tidak
Baik / Baik) .700 .198 2.476
For cohort Personal = Tidak
Baik .891 .610 1.300
For cohort Personal = Baik 1.273 .524 3.092
N of Valid Cases 80
5. Fasilitas Sanitasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sarana * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Sarana Tidakmemen
uhisyarat
Count 20 16 36
% within Sarana 55.6% 44.4% 100.0%
Memenuhisy
arat
Count 32 12 44
% within Sarana 72.7% 27.3% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Sarana 65.0% 35.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.566a 1 .109
Continuity Correctionb 1.867 1 .172
Likelihood Ratio 2.566 1 .109
Fisher's Exact Test .157 .086
Linear-by-Linear Association 2.534 1 .111
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sarana
(Tidak Baik / Baik) .469 .184 1.193
For cohort Personal = Tidak
Baik .764 .542 1.077
For cohort Personal = Baik 1.630 .890 2.985
N of Valid Cases 80
6. Penyuluhan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penyuluhan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Crosstab
Personal
Total Tidak Baik Baik
Penyuluhan Tidak Pernah Count 25 11 36
% within Penyuluhan 69.4% 30.6% 100.0%
Pernah Count 27 17 44
% within Penyuluhan 61.4% 38.6% 100.0%
Total Count 52 28 80
% within Penyuluhan 65.0% 35.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .568a 1 .451
Continuity Correctionb .269 1 .604
Likelihood Ratio .571 1 .450
Fisher's Exact Test .488 .303
Linear-by-Linear Association .561 1 .454
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Penyuluhan
(Tidak Pernah / Pernah) 1.431 .563 3.639
For cohort Personal = Tidak
Baik 1.132 .822 1.557
For cohort Personal = Baik .791 .427 1.466
N of Valid Cases 80
LAMPIRANANALISIS UNIVARIAT
1. Personal Higiene Sanitasi
Personal * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Personal Tidak Baik Count 18 34 52
% within Personal 34.6% 65.4% 100.0%
Baik Count 10 18 28
% within Personal 35.7% 64.3% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Personal 35.0% 65.0% 100.0%
Personal * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Personal Tidak Baik Count 42 10 52
% within Personal 80.8% 19.2% 100.0%
Baik Count 24 4 28
% within Personal 85.7% 14.3% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Personal 82.5% 17.5% 100.0%
Personal * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Personal Tidak Baik Count 25 27 52
% within Personal 48.1% 51.9% 100.0%
Baik Count 11 17 28
% within Personal 39.3% 60.7% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Personal 45.0% 55.0% 100.0%
2. Pendidikan
Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Pendidikan SD- SMP Count 3 2 5
% within Pendidikan 60.0% 40.0% 100.0%
SMP-SMA Count 25 50 75
% within Pendidikan 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Pendidikan 35.0% 65.0% 100.0%
Pendidikan * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Pendidikan SD- SMP Count 5 0 5
% within Pendidikan 100.0% .0% 100.0%
SMP-SMA Count 61 14 75
% within Pendidikan 81.3% 18.7% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Pendidikan 82.5% 17.5% 100.0%
Pendidikan * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Pendidikan SD- SMP Count 3 2 5
% within Pendidikan 60.0% 40.0% 100.0%
SMP-SMA Count 33 42 75
% within Pendidikan 44.0% 56.0% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Pendidikan 45.0% 55.0% 100.0%
3. Lama Kerja
Lama_kerja * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Lama_kerja <_ 5 tahun Count 21 46 67
% within Lama_kerja 31.3% 68.7% 100.0%
> 5 tahun Count 7 6 13
% within Lama_kerja 53.8% 46.2% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Lama_kerja 35.0% 65.0% 100.0%
Lama_kerja * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Lama_kerja <_ 5 tahun Count 54 13 67
% within Lama_kerja 80.6% 19.4% 100.0%
> 5 tahun Count 12 1 13
% within Lama_kerja 92.3% 7.7% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Lama_kerja 82.5% 17.5% 100.0%
Lama_kerja * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Lama_kerja <_ 5 tahun Count 27 40 67
% within Lama_kerja 40.3% 59.7% 100.0%
> 5 tahun Count 9 4 13
% within Lama_kerja 69.2% 30.8% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Lama_kerja 45.0% 55.0% 100.0%
4. Pengetahuan
Pengetahuan * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Pengetahuan Tidak Baik Count 21 7 28
% within Pengetahuan 75.0% 25.0% 100.0%
Baik Count 45 7 52
% within Pengetahuan 86.5% 13.5% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Pengetahuan 82.5% 17.5% 100.0%
Pengetahuan * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Pengetahuan Tidak Baik Count 15 13 28
% within Pengetahuan 53.6% 46.4% 100.0%
Baik Count 21 31 52
% within Pengetahuan 40.4% 59.6% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Pengetahuan 45.0% 55.0% 100.0%
5. Sikap
Sikap * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Sikap Tidak Baik Count 21 45 66
% within Sikap 31.8% 68.2% 100.0%
Baik Count 7 7 14
% within Sikap 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Sikap 35.0% 65.0% 100.0%
Sikap * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Sikap Tidak Baik Count 31 35 66
% within Sikap 47.0% 53.0% 100.0%
Baik Count 5 9 14
% within Sikap 35.7% 64.3% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Sikap 45.0% 55.0% 100.0%
6. Sarana Personal Higiene
Sarana * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Sarana Tidak
Memenuhisy
arat
Count 9 27 36
% within Sarana 25.0% 75.0% 100.0%
MemenuhiSy
arat
Count 19 25 44
% within Sarana 43.2% 56.8% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Sarana 35.0% 65.0% 100.0%
Sarana * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Sarana TidakMemen
uhiSyarat
Count 32 4 36
% within Sarana 88.9% 11.1% 100.0%
MemenuhiSy
arat
Count 34 10 44
% within Sarana 77.3% 22.7% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Sarana 82.5% 17.5% 100.0%
Sarana * Penyuluhan Crosstabulation
Penyuluhan
Total Tidak Pernah Pernah
Sarana Tidak
MemenuhiSy
arat
Count 12 24 36
% within Sarana 33.3% 66.7% 100.0%
MemenuhiSy
arat
Count 20 24 44
% within Sarana 46.5% 54.5% 100.0%
Total Count 36 44 80
% within Sarana 45.0% 55.0% 100.0%
7. Penyuluhan atau Pelatihan
Penyuluhan * Pengetahuan Crosstabulation
Pengetahuan
Total Tidak Baik Baik
Penyuluhan Tidak Pernah Count 15 21 36
% within Penyuluhan 41.7% 58.3% 100.0%
Pernah Count 13 31 44
% within Penyuluhan 29.5% 70.5% 100.0%
Total Count 28 52 80
% within Penyuluhan 35.0% 65.0% 100.0%
Penyuluhan * Sikap Crosstabulation
Sikap
Total Tidak Baik Baik
Penyuluhan Tidak Pernah Count 31 5 36
% within Penyuluhan 86.1% 13.9% 100.0%
Pernah Count 35 9 44
% within Penyuluhan 79.5% 20.5% 100.0%
Total Count 66 14 80
% within Penyuluhan 82.5% 17.5% 100.0%
UJI NORMALITAS
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 43.92 .806
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 42.32
Upper Bound 45.53
5% Trimmed Mean 44.26
Median 46.00
Variance 51.994
Std. Deviation 7.211
Minimum 25
Maximum 56
Range 31
Interquartile Range 9
Skewness -.801 .269
Kurtosis .123 .532
Lama_kerja Mean 3.66 .222
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 3.22
Upper Bound 4.10
5% Trimmed Mean 3.57
Median 3.00
Variance 3.948
Std. Deviation 1.987
Minimum 1
Maximum 8
Range 7
Interquartile Range 3
Skewness .622 .269
Kurtosis -.413 .532
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur .126 80 .003 .938 80 .001
Lama_kerja .168 80 .000 .921 80 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Umur Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
1,00 Extremes (=<2
5)
3,00 2 . 788
7,00 3 . 0002
233
5,00 3 . 6888
9
19,00 4 . 0000
011112223333344
28,00 4 . 5555
666666777777788888889999
15,00 5 . 0000
11122233334
2,00 5 . 66
Stem width: 10
Each leaf: 1 case(s)
Lama_kerja Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
10,00 1 . 0000000000
17,00 2 . 00000000000000000
16,00 3 . 0000000000000000
12,00 4 . 000000000000
11,00 5 . 00000000000
5,00 6 . 00000
4,00 7 . 0000
5,00 8 . 00000
Stem width: 1
Each leaf: 1 case(s)
UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value .852
N of Items 15a
Part 2 Value .555
N of Items 14b
Total N of Items 29
Correlation Between Forms .287
Spearman-Brown Coefficient Equal Length .446
Unequal Length .446
Guttman Split-Half Coefficient .441
a. The items are: p1, p2, p3, p4, p5, p6, p7, p8, p9, p10, p11, p12, p13, p14, p15.
b. The items are: p16, p17, p18, s1, s2, s3, s4, s5, s6, s7, s8, s9, s10, s11.
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
p1 35.50 27.707 .510 . .537
p2 35.23 28.599 .745 . .569
p3 35.33 26.368 .473 . .523
p4 34.87 28.189 .645 . .563
p5 35.17 30.213 .388 . .575
p6 34.93 28.754 .378 . .564
p7 34.83 26.764 .386 . .532
p8 34.83 30.420 .551 . .586
p9 34.97 29.757 .364 . .579
p10 34.77 25.220 .606 . .502
p11 34.83 30.764 .450 . .593
p12 34.90 26.921 .371 . .535
p13 35.47 29.568 .607 . .567
p14 34.90 26.645 .502 . .546
p15 34.97 29.482 .492 . .573
p16 35.53 28.809 .502 . .556
p17 35.07 25.444 .418 . .519
p18 34.93 27.030 .398 . .534
s1 35.17 28.489 .741 . .557
s2 34.80 29.821 .465 . .587
s3 34.73 27.720 .370 . .547
s4 34.93 28.892 .308 . .566
s5 35.03 30.447 .786 . .584
s6 35.00 31.172 .470 . .595
s7 35.03 32.240 .391 . .616
s8 35.10 26.300 .476 . .522
s9 34.97 29.206 .430 . .583