Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

10
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN: 2548-964X Vol. 1, No. 10, Oktober 2017, hlm. 1172-1181 http://j-ptiik.ub.ac.id Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya 1172 Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming dari Segi Quality Of Service Vico Andrea Budi Harto 1 , Rakhmadhany Primananda 2 , Aswin Suharsono 3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1 [email protected], 2 [email protected] 3 [email protected] Abstrak Penduduk dunia sudah berkembang dengan internet menjadi salah satu penemuan manusia yang paling bermanfaat. Berbicara internet di Indonesia maka penyataan Telkom untuk membatasi pemakaian tersebut pada 1 Febuari 2016 menjadi salah satu kontraversi. Telkom membandingkan pemakaian wajar senilai 300 GB dengan 1200 streaming film berkualitas HD. Tentunya streaming video memiliki alur dan proses yang menarik untuk diikuti, tapi muncul pertanyaan tentang codec terbaru seperti H.265/HEVC yang dapat menekan 50% bandwidth daripada pendahulunya H.264/AVC. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap streaming menggunakan metode kompresi H.264/AVC dan H.265/HEVC. Pengujian dilakukan untuk mengetahui efek dari penggunaan metode kompresi menurut perubahan bitrate, framerate, dan bandwidth yang digunakan. Dari hasil pengukuran menurut parameter tersebut didapatkan nilai durasi streaming live H.264 dan H.265 adalah 22.870 sec dan 34.039 sec, ketika store adalah 10.927 sec dan 11.789 sec. Nilai throughput streaming live H.264 dan H.265 adalah 0.28 MBit/sec dan 0.18 MBit/sec, ketika store adalah 0.81 MBit/sec dan 0.79 MBit/sec. Nilai delay streaming live H.264 dan H.265 adalah 18.04 ms dan 24.67 ms, ketika store adalah 8.47 ms dan 8.60 ms. Dapat disimpulkan performa streaming H.264 lebih baik dari H.265 dikarenakan memiliki nilai durasi streaming yang lebih rendah, throughput yang lebih tinggi, dan delay yang lebih kecil. Kata Kunci: streaming live, streaming store, quality of service, H.264, H.265 Abstract Human knowledge has grown. Internet become one of the most useful human's invention. Speaking internet in Indonesia, Telkom declarated FUP on Feb 1 2016. Telkom comparing 320 GB bandwidth with 1,200 movie streaming HD-quality. Of course, streaming video is an interesting thing, but the question arises about the latest codecs such as H.265 that can compresed 50% bandwidth better than H.264. This research make experiment between H.264/AVC and H.265/HEVC compression method. Purpose of this research is to get quantity value from each bitrate, framerate, and bandwidth are used. This research uses streaming duration, throughput, and delay as parameter. The result from measure streaming quality with parameter, streaming duration value at streaming live codec H.264 and H.265 are 22.870 sec, 34.039 sec, streaming store are 10.927 sec, 11.789 sec. Throughput value streaming live codec H.264 dan H.265 are 0.28 Mbit/sec, 0.18 Mbit/sec, streaming store are 0.81 Mbit/sec, 0.79 Mbit/sec. Delay value streaming live codec H.264 and H.265 are 18.04 ms, 24.67 ms, streaming store are 8.47 ms, 8.60 ms. The conclution is streaming H.264 performa is better than H.265, because lower streaming duration, lower delay, and better throughput. Keywords: streaming live, streaming store, quality of service 1. PENDAHULUAN Internet merupakan kemajuan bagi peradaban manusia. Pada 1 Febuari 2016 PT. Telkom yang merupakan provider internet terbesar di Indonesia menerapkan FUP (Fair Usage Policy, Kebijakan Penggunaan Wajar) pada paket-paket intenet yang telah ditawarkan. Menurut Telkom, kebijakan FUP yang mereka sediakan melalui IndiHome masih memadai pemakaian rumah tangga. Sebagai contoh untuk layanan 10 Mbps, IndiHome yang sebelumnya unlimited, saat ini memberikan FUP 300 GB atau setara dengan menonton 1200 film pada kualitas HD (Telkom, 2016).

Transcript of Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Page 1: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN: 2548-964X Vol. 1, No. 10, Oktober 2017, hlm. 1172-1181 http://j-ptiik.ub.ac.id

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya 1172

Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming dari Segi

Quality Of Service

Vico Andrea Budi Harto1, Rakhmadhany Primananda2, Aswin Suharsono3

Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Email: [email protected], [email protected] [email protected]

Abstrak

Penduduk dunia sudah berkembang dengan internet menjadi salah satu penemuan manusia yang paling

bermanfaat. Berbicara internet di Indonesia maka penyataan Telkom untuk membatasi pemakaian

tersebut pada 1 Febuari 2016 menjadi salah satu kontraversi. Telkom membandingkan pemakaian wajar

senilai 300 GB dengan 1200 streaming film berkualitas HD. Tentunya streaming video memiliki alur

dan proses yang menarik untuk diikuti, tapi muncul pertanyaan tentang codec terbaru seperti

H.265/HEVC yang dapat menekan 50% bandwidth daripada pendahulunya H.264/AVC. Pada penelitian

ini, dilakukan pengujian terhadap streaming menggunakan metode kompresi H.264/AVC dan

H.265/HEVC. Pengujian dilakukan untuk mengetahui efek dari penggunaan metode kompresi menurut

perubahan bitrate, framerate, dan bandwidth yang digunakan. Dari hasil pengukuran menurut parameter

tersebut didapatkan nilai durasi streaming live H.264 dan H.265 adalah 22.870 sec dan 34.039 sec, ketika

store adalah 10.927 sec dan 11.789 sec. Nilai throughput streaming live H.264 dan H.265 adalah 0.28

MBit/sec dan 0.18 MBit/sec, ketika store adalah 0.81 MBit/sec dan 0.79 MBit/sec. Nilai delay streaming

live H.264 dan H.265 adalah 18.04 ms dan 24.67 ms, ketika store adalah 8.47 ms dan 8.60 ms. Dapat

disimpulkan performa streaming H.264 lebih baik dari H.265 dikarenakan memiliki nilai durasi

streaming yang lebih rendah, throughput yang lebih tinggi, dan delay yang lebih kecil.

Kata Kunci: streaming live, streaming store, quality of service, H.264, H.265

Abstract

Human knowledge has grown. Internet become one of the most useful human's invention. Speaking

internet in Indonesia, Telkom declarated FUP on Feb 1 2016. Telkom comparing 320 GB bandwidth

with 1,200 movie streaming HD-quality. Of course, streaming video is an interesting thing, but the

question arises about the latest codecs such as H.265 that can compresed 50% bandwidth better than

H.264. This research make experiment between H.264/AVC and H.265/HEVC compression method.

Purpose of this research is to get quantity value from each bitrate, framerate, and bandwidth are used.

This research uses streaming duration, throughput, and delay as parameter. The result from measure

streaming quality with parameter, streaming duration value at streaming live codec H.264 and H.265

are 22.870 sec, 34.039 sec, streaming store are 10.927 sec, 11.789 sec. Throughput value streaming

live codec H.264 dan H.265 are 0.28 Mbit/sec, 0.18 Mbit/sec, streaming store are 0.81 Mbit/sec, 0.79

Mbit/sec. Delay value streaming live codec H.264 and H.265 are 18.04 ms, 24.67 ms, streaming store

are 8.47 ms, 8.60 ms. The conclution is streaming H.264 performa is better than H.265, because lower

streaming duration, lower delay, and better throughput.

Keywords: streaming live, streaming store, quality of service

1. PENDAHULUAN

Internet merupakan kemajuan bagi

peradaban manusia. Pada 1 Febuari 2016 PT.

Telkom yang merupakan provider internet

terbesar di Indonesia menerapkan FUP (Fair

Usage Policy, Kebijakan Penggunaan Wajar)

pada paket-paket intenet yang telah ditawarkan.

Menurut Telkom, kebijakan FUP yang mereka

sediakan melalui IndiHome masih memadai

pemakaian rumah tangga. Sebagai contoh untuk

layanan 10 Mbps, IndiHome yang sebelumnya

unlimited, saat ini memberikan FUP 300 GB

atau setara dengan menonton 1200 film pada

kualitas HD (Telkom, 2016).

Page 2: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1173

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Video streaming merupakan proses

menkonsumsi video tanpa mengunduhnya

terlebih dahulu. Website yang menyediakan jasa

streaming seperti Youtube bahkan media sosial

seperti Facebook pun memiliki fitur video

streaming. Untuk mengolah video yang

kemudian akan distreamingkan, maka

dibutuhkan codec. Codec berfungsi sebagai alat

untuk merekam, mengompres, dan

mendistribusikan suatu video. Pada satu sisi

video yang ingin didistribusikan memiliki

ukuran file yang terlalu besar dan memiliki

format video yang tidak sesuai untuk

dikonsumsi, dan di situ peran codec seperti

H.264 dan H.265 untuk mengompres video

dengan algoritma yang dimilikinya

(Wulaningsih, 2011).

H.264/AVC merupakan codec yang

diluncurkan pada tahun 2003, perusahaan besar

seperti Facebook dan Youtube menggunakan

codec H.264 dalam mengolah videonya untuk

distreaming pengunjung situsnya (Wikipedia,

2017) (WISTIA, 2017). Sedangkan H.265

merupakan codec yang diciptakan pada tahun

2013 dengan menawarkan penekanan bitrate

video dua kali lebih kecil dalam pengolahanya.

Dari penelitian Thomas H. Doria di Cisco pada

2013 dari paper “Great Codec Debut” yang

isinya adalah mendemonstarsi kalau

kompleksitas coding HEVC dapat menekan 50%

bandwidth dan mampu mengolah video dengan

resolusi ultra dan mengharapkan penelitianya

dapat berguna pada kegiatan coding dalam

keadaan real-time video conversation, agar

dapat mengatasi keterbatasan konsumsi

bandwidth (Doria, 2013).

Streaming membutuhkan bandwidth yang

besar, sedangkan codec H.265/HEVC

menawarkan kualitas sama dengan penekanan

50% bandwidth daripada H.264/AVC. Untuk

menganalisa performansi streaming antara

kedua codec H.265/HEVC dan H.264/AVC,

maka dibutuhkan tolak ukur berupa data yang

dapat dianalisa secara kuantitas. Data untuk

tolak ukur tersebut didapat dari parameter

Quality of Service, antara lain nilai delay, jitter,

packet loss, dan throughput dari kegiatan

streaming tersebut.

2. DASAR TEORI

2.1 Video Streaming

Live Model client server memisahkan secara

jelas antara server dan client. Pihak server

memberikan layanan jaringan sedangkan pihak

client menerima layanan. Server dan client dapat

berkomunikasi menggunakan aplikasi jaringan

yang disebut server program pada server dan

client program pada client (Sutanta, 2005).

Gambar 1 Arsitektur Client-Server

(Sumber: Sutanta, 2005)

Prinsip kerja jaringan dengan arsitektur ini

sangat sederhana, di mana Server akan

menunggu permintaan dari Client, memproses

dan memberikan hasilnya kepada Client,

sedangkan Client akan mengirimkan permintaan

ke Server, menunggu proses dan melihat

visualisasi hasil prosesnya. Sistem Client-Server

ini menggunakan protokol tama TCP/IP

(Transmission Control Protokol Internet

Protokol), dan sistem operasi yang digunakan

adalah Windows NT.

2.2 Live Streaming

Live streaming merupakan proses streaming

yang berjalan ketika konten yang

distreamingkan masih berlangsung (real-time),

contohnya seperti pertandingan sepak bola atau

menonton acara dari saluran televisi melalui

internet.

Streaming live menggunakan protokol yang

unreliable seperti UDP sehingga konten

terdistribusi secara real-time, namun konten

yang disugukan tidak dikonsumsi user secara

penuh karena unreliable dari UDP tersebut.

Streaming live membutuhkan media

menumpangkan konten yang distreamingkan

secara live. Dalam penyebaran datanya konten

video yang live akan diencode kemudian

didecode kembali oleh end-user. Encode video

biasanya menggunakan H.264/AVC untuk

konten visual dan AAC untuk konten audio

(Sinky, 2013).

2.3 Streaming Store

Streaming store merupakan proses

streaming yang berjalan ketika konten yang

ingin distreaming benar-benar sudah berada

Page 3: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1174

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

pada server secara sempurna. Pada streaming

store user dapat melakukan forward, pause, dan

playback.

Streaming store menggunakan protokol

yang realiable end-to-end seperti TCP, yang

artinya konten yang disugukan akan dikonsumsi

secara penuh oleh end-user. Buffering

merupakan mekanisme dalam streaming untuk

menahan bagian konten agar dapat terstreaming

secara maksimal (Yildirim, 2009) (Shen, 2009)

Berbeda dengan live streaming, streaming store

membutuhkan webcast untuk menyimpan

konten yang akan distreamingkan (Shiao, 2012).

2.4 RTMP Streaming

Real time messaging protokol (RTMP)

merupakan protokol proprietary yang

dikembangkan oleh adobe system untuk

keperluan streaming video dan audio melalui

flash player. RTMP dirancang dengan perfroma

tinggi untuk mentansmisikan data video dan

audio. Protokol ini mempunyai banyak versi

seperti RTMPS, RTMPE, dan RTMPT. RTMPS

merupakan RTMP melalui TSL /SSL koneksi,

RTMPE RTMP yang dienkripsi dengan

mekanisme keamanan, sementara RTMPT

merupakan RTMP yang dibungkus dalam HTTP

permintaan untuk melintasi firewall. RTMP

merupakan protokol berbasis TCP (Guniganti,

2012).

2.5 HTTP Streaming

HTTP streaming berbasis TCP adalah

protokol pada aplikasi website. HTTP Dynamic

Streaming memberikan layanan untuk konten

media on-demand yang dapat menyediakan

streaming dengan kualitas tinggi menggunakan

H.264. HTTP streaming mampu

mengintegrasikan flash platform pada konten

video dengan sangat efesien (Singh, et al., 2012).

2.6 Bitrate

Bitrate dalam bahasa Indonesia berarti

satuan dasar. Bitrate merupakan satuan bits yang

terproses pada suatu unit dalam suatu waktu

(Gupta, 2006). Seperti satuan panjang, satuan

waktu, satuan kecepatan, bitrate juga memiliki

satuan dan yang paling sering digunakan adalah

bit/s (bit per detik). Sama seperti dari meter ke

kilometer, atau gram ke kilogram, atau m/detik

ke km/jam, bitrate juga memiliki tangga satuan

kilobit/s merupakan 103 dari bit/s, megabit/s

merupakan 106 dari bit/s, gigabit/s merupakan

109 dari bit/s, terabit/s merupakan 1012 dari bit/s.

Penulisan kependekan dari bit per second adalah

bps, dengan huruf “b” kecil, karena huruf “B”

besar dimiliki oleh satuan ukuran besar pada

suatu data, sehingga untuk penulisan satuan-

satuan bitrate menjadi bps, Kbps, Mbps, dlsb

(IEC, 2007).

2.6.1 Constant Bit Rate

Constant bitrate merupakan metode

encoding/mengolah video dengan bit output

yang relatif konstan atau tetap.

Gambar 2 CBR vs VBR

(Sumber: streaminglearningcenter.com)

CBR memiliki hasil yang konsisten, yang

artinya video dengan CBR memiliki trafik

pemakaian bandwidth yang tidak berubah-ubah.

CBR diterapkan pada website youtube dan

facebook, karena penggunaan bandwidth yang

konstan membuat kualitas pengalaman

berstreaming menjadi lebih baik (Singh, et al.,

2012).

Dari percobaan yang dilakukan oleh Cliff

pada 1 Feb 2016, didapatkan data usage dari

streaming youtube sebagai berikut.

Gambar 3 Youtube Data Usage Per Menit

(Sumber: http://www.clifftam.com/much-data-

youtube-video-use/)

Dari data terlihat konsumsi video resolusi

144p dalam satu menit memakan bandwidth

sebesar 1.90 MB, yang berarti video tersebut

memiliki bitrate 32 Kbps.

Dasar dalam pengembangan video codec

CBR adalah kesederhanaan dalam disain sistem.

Page 4: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1175

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

CBR menunjukkan kompleksitas yang rendah

karena tidak menggunakan statistical

multiplexing. Dan juga, CBR menunjukkan

latency/periode yang rendah untuk setiap frame

video, sekitar 100 ms. Disain CBR mengijinkan

sinkronisasi ulang frame video saat terjadi errors

pada waktu pengiriman paket.

CBR baik digunakan untuk streaming server

yang tidak ingin terganggu oleh Progressive

Download (http). Pada streaming server

diperlukan kontrol bandwidth yang cukup kuat

untuk digunakan pada waktu tertentu dan CBR

mampu melakukan hal itu. Dengan CBR,

encoder memutuskan apakah paket data harus

didrop atau tidak untuk menjaga bit rate agar

tetap konstan (Reflina, 2008).

2.7 Video Coding

Video coding berarti mengkompres,

memapatkan, atau mengecilkan ukuran data

video (Lubis, 2015). Sistem video coding antara

lain:

Gambar 4 Sistem Video Coding

(Sumber: Wien, 2015)

• Video Acquisition—Sumber video

bersekuensial dengan output dalam bentuk

digital. Proses acquisition hanya berlangsung

sementara dan tidak terikat dengan proses

lain.

• Pre-Processing—Kegiatan yang dilakukan

pada video mentah yang belum dikompres.

Seperti melakukan trimming, color format

conversion, color correction, atau de-noising.

• Encoding—Mentransformasi video yang

diinput menjadi coded bitstream. Tujuan

encoding adalah untuk menggenerate

compact representation dari iputan video

yang lebih sesuai untuk metode transmisi

pada aplikasi.

• Transmission—Membungkus bitstream

kedalam format yang tepat dan

ditransmisikan ke channel. Transmission

juga meliputi mengirim dan mengantarkan

video ke sisi penerima.

• Decoding—Transformasi bitstream yang

diterima menjadi sebuah video.

• Post-Processing—Kegiatan yang terjadi

pada data video untuk enhancement atau

untuk adaptation dalam display.

• Display—Presentasi dari video untuk

dikonsumsi. Video perlu ditransfer color

format yang tepat untuk display.

Tahapan proses terjadi setelah menjalankan

beberapa aplikasi. Pada kenyataannya, video

mentah yang belum dikompresi mengalami

proses re-encoding (Wien, 2015).

2.7.1 H.264/AVC

H.264/AVC merupakan codec video yang

memiliki keunggulan dibanding codec video lain

dengan kamampuan untuk encoding video

dengan menekan bitrate pada video agar video

bisa dihasilkan lebih minim daripada video

aslinya. H.264 ini merupakan codec dengan

teknik kompresi dengan memprediksi inter-

frame (Marpe, et al., 2006). Jadi dalam video

yang memiliki ribuan frame di dalamnya,

terdapat beberapa frame yang tidak jauh berbeda

dari frame sebelumnya, terkecuali memiliki

scane dengan latar yang berbeda. Teknik

kompresi H.264 mempertimbangkan tiap frame

yang berlanjut tersebut untuk diencode. Video

standar pada saat ini menggunakan H.264 yang

bisa mengatur seperti apa setingan video yang

ingin diterapkan dari ketajaman, kecerahan, dan

lain sebagainya (Wiegand, et al., 2003).

2.7.2 H.265/HEVC

H.265/HEVC merupakan codec video yang

dikembangkan setelah H.264. Tujuan dari H.265

adalah mengefisiensikan bitrate video dengan

mengompres bitrate dua kali lebih baik agar

menghasilkan ukuran video yang lebih minim

dengan kualitas yang sama dengan aslinya

(Sullivan, et al., 2012). H.265 ini memiliki

keunggulan dari H.264 dari berbagai aspek. Dari

segi subjektif dan objektif visualisasi H.265

memiliki kualitas yang lebih baik dibanding

H.264. Dibanding H.264/AVC, HEVC

menyimpan lebih dari 57% bit rate dari segi

perceptual quality (Ohm, et al., 2012).

2.8 FFmpeg

FFmpeg merupakan sebuah tool open source

yang digunakan untuk encoder dan decoder.

FFmpeg merupakan multimedia yang mampu

memproses dengan sangat baik (Zhang, et al.,

2011). FFmpeg menyediakan fungsi multimedia

sesuai kebutuhan seperti mengecilan resolusi,

framerate, pemotongan, dan lain sebagainya

(Caron, et al., 2007). FFmpeg merupakan tool

Page 5: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1176

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

video converter praktis dan cepat yang dapat

mengolah video live (FFmpeg, 2012).

2.9 Quality Of Service

Qos tolak ukur suatu jaringan dikatakan baik

dari sisi trafik data yang berputar pada system

tersebut. Qos memiliki beberapa parameter yang

adalah durasi streaming, throughput, delay, dan

jitter.

1. Throughput merupakan bandwidth aktual

dalam satuan Mega bit per detik (Helton, 2013).

𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑘𝑒𝑡 (𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)

𝑀𝐵𝑖𝑡/𝐷𝑒𝑡𝑖𝑘 = 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝑥 8/106

2. Delay merupakan jeda waktu paket pertama

dan paket berikutnya pada suatu jaringan

(Helton, 2013). 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡

− 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑃𝑎𝑘𝑒𝑡

Dengan adanya Qos maka suatu jaringan dapat

dikatakan baik berdasarkan data berupa angka

kuantitas (Dawood, et al., 2014).

2.10 Struktur Group Of Pictures

Group of Pictures merupakan cara untuk

melihat karakteristik suatu video. I (Intra coded

frame) artinya frame yang diencode tanpa ada

pertimbangan frame video sebelumnya atau

sesudahnya, lalu P (Predictive coded frame)

artinya frame yang diencde dengan

pertimbangan frame sebelumnya, dan B

(Bipredictive coded frame) artinya frame yang

diencode dengan pertimbangan frame

sebelumnya dan frame ini juga akan dijadikan

rujukan untuk pertimbangan frame setelahnya

(Huszak & Imre, 2010).

Gambar 5 Struktur Group Of Pictures

(Sumber: http://www.joshunwin.com/explained-

inter-frame-intra-frame-and-gop-structure/)

Struktur GOP suatu video pada Gambar 5

terdiri dari frame IPPBP-IPBPP-IPPBP-IPBPP-

IPBPB. Jumlah I pada video tersebut biasanya

berdasarkan perubahan scene pada suatu

film/video yang begitu drastis, contohnya ketika

perubahan scene dari percakapan biasa-biasa

yang mendadak menjadi film aksi penuh efek

dan warna. Jumlah P yang banyak menunjukkan

kalau codec berfungsi secara baik untuk

mengambil informasi frame sebelumnya untuk

diproses. Jumlah B tidak terlalu banyak dan

selalu diapit dalam kedua P menunjukkan sifat B

sebagai frame yang bisa menggunakan frame

sebelumnya untuk diproses dan refrensi untuk

frame selanjutnya. P memiliki ukuran 50% dari

ukuran I, sedangkan ukuran B adalah 20% dari I

(Joshunwin, 2014).

2.11 CPU Usage

CPU usage adalah pemnggunaan kapasitas

CPU oleh device dalam suatu waktu (CPU

Time). CPU time menghitung jumlah clock ticks

atau seconds. Ketika CPU Usage di atas 70%,

pengguna akan merasakan lag (seperti tersendat-

sendat). Semakin tinggi penggunaan CPU maka

semakin tinggi power yang digunakan. CPU

perlu diupgrade dari waktu ke waktu karena

perkembangan teknologi membuat software

membutuhkan resource yang semakin besar

untuk user exprience, bila tidak maka pengguna

harus melakukan pengurangan untuk

menghindari lag, seperti mengurangi resolusi

atau animations pada game.

2.12 Memory Usage

Memory Usage adalah penggunaan RAM

pada suatu device. Heavy memory usage berarti

device kehabisan free RAM. CPU membuthkan

RAM untuk menjalankan perintah secara

singkat, ketika device menggunakan RAM

melebihi kapasitas maka proses yang akan

dieksekusi menjadi lambat (Ivan, 2016).

Gambar 6 Task Manager

Pada windows memory usage bisa dilihat

pada task manager. Perubahan kurva memory

Page 6: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1177

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

usage bisa dilihat ketika device digunakan untuk

melakukan proses yang banyak dalam waktu

cepat, seperti proses menginstal software atau

bermain game, atau memproses beberapa tab

pada browser secara sekaligus.

3. PERANCANGAN DAN

IMPLEMENTASI

3.1 Gambaran Umum Sistem

Sumber konten sudah berada pada server,

yang kemudian diencode oleh server dan

distreaming oleh client.

Gambar 7 Alur Streaming Video

Untuk melakukan streaming live, server

hanya perlu memproses konten video menjadi

url yang diproses sampai habis, sedangkan untuk

melakukan streaming store, server harus

menyimpan video hasil olahan terlebih dahulu.

3.2 Perancangan Streaming Live

Penerapan video streaming yang disiarkan

tanpa harus mengolah video secara keseluruhan

sebelum bisa distreaming oleh client. Server

mengolah suatu video ke dalam beberapa

spesifikasi, yakni:

1. Perbedaan Bitrate (1000 Kbps dan 400 Kbps)

2. Perbedaan Codec (H264 dan H265)

Kemudian client yang melakukan

streaming video tersebut dalam bandwidth yang

bervariasi:

2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps.

Gambar 8 Data Flow pada Streaming Live

Terlihat pada gambar, proses ini terbagi

menjadi tiga bagian di mana ketiga bagian ini

yakni server, access point, dan client memiliki

peran sendiri-sendiri dalam kegiatan streaming

live

3.3 Perancangan Streaming Store

Penerapan video streaming dapat disiarkan

setelah video diolah secara keseluruhan dalam

beberapa spesifikasi kemudian disimpan dalam

storage server, spesifikasi video tersebut sebagai

berikut:

1. Perbedaan Bitrate (1000 Kbps dan 400

Kbps)

2. Perbedaan Codec (H264 dan H265)

Kemudian client yang melakukan

streaming video tersebut dalam bandwidth yang

bervariasi:

2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps.

Gambar 9 Data Flow pada Streaming Store

Terlihat pada gambar, proses ini terbagi

menjadi tiga bagian di mana ketiga bagian ini

yakni server, access point, dan client memiliki

peran sendiri-sendiri dalam kegiatan streaming

store.

Page 7: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1178

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

3.4 Implementasi pada Server

apache2

apache2 digunakan sebagai basis untuk

streaming store. Tidak ada konfigurasi khusus

setelah melakukan instalisasi karena saat

streaming client menggunakan FFplay dari

fungsi FFmpeg melalui perintah pada terminal.

rtmp-nginx

rtmp-nginx sebagai basis streaming live.

rtmp-nginx memiliki konfigurasi dan aturan

yang harus diperhatikan. Sama seperti streaming

pada streaming store, client pada streaming live

juga menggunakan FFplay melalui perintah

terminal. Namun sebelumnya untuk pemasangan

rtmp-nginx itu sendiri diperlukan beberapa

penyesuaian untuk bisa digunakan.

Instalasi Encoder dan Codec Video

sudo apt-get install ffmpeg

sudo apt-get install libx264-dev

sudo apt-get install libx265-dev

4. PENGUJIAN DAN HASIL

4.1 Streaming Live H.264 vs. H.265

(30fps-400K, 30fps-1000K, 30fps-1500K)

Durasi Streaming (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 10 Durasi Streaming Live

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan).

Throughput (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 11 Throughput Streaming Live

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).

Delay (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 12 Delay Streaming Live

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan).

Retransmission (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 13 Retransmission Streaming Live

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).

4.2 Streaming Store H.264 vs. H.265

(30fps-400K, 30fps-1000K, 30fps-1500K)

Durasi Streaming (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 14 Durasi Streaming Store

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan),

meski nilainya hampir mendekati.

Page 8: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1179

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Throughput (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 15 Throughput Streaming Store

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan)

ketika streaming dilakukan pada bandwidth 2

Mbps.

Delay (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 16 Delay Streaming Store

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan

ketika streaming dilakukan pada bandwidth 512

Kbps.

Retransmission (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)

Gambar 17 Retransmisison Streaming Store

Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki

nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).

4.3 Struktur GOP (H.264, H.265, RAW)

Pada gambar 18 terlihat encoding dengan

menggunakan codec H.265 memiliki

mekanisme yang lebih baik terlihat dari nilai B

yang lebih tinggi dari nilai B milik H.264.

Gambar 18 Struktur GOP

H.264, H.265, dan RAW

4.4 CPU Usage dan Memory Usage

Gambar 19 CPU Usage dan Memory Usage

Streaming Live

Gambar 20 CPU Usage dan Memory Usage

Streaming Store

Pada gambar terlihat tren H.264 jauh lebih

cepat turunnya daripada H.265 itu membuktikan

encoding dengan H.265 cukup membebani

server.

5. KESIMPULAN

Dari pengujian dapat disimpulkan bahwa:

1. Ketika menggunakan tool FFmpeg untuk

memberi bitrate yang sama pada encode

video dengan codec yang berbeda yakni

H.264 dan H.265, user dapat melakukan

dengan cara memasukkan perintah –b:v

“nominal” di teriminal sebelum

mengeksekusi proses encoding.

2. Codec H.265 dapat diterapkan ketika

melakukan streaming store menggunakan

http streaming, namun ketika ingin

melakukan streaming live dengan rtmp,

rtmp tidak support data dengan format

.mpegts melainkan .flv sedangkan H.265

tidak mendukung format .flv namun

mendukung format .mpegts sehingga untuk

Page 9: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1180

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

melakukan streaming live menggunakan

codec H.265 dibutuhkan cara proses

konversi dari output .mpegts dengan

protokol udp dan direstransmisi dengan

output .flv dengan protokol rtmp.

3. Dari segi parameter quality of service dapat

ditarik kesimpulan bahwa:

a. Nilai durasi streaming yang distreaming

dengan bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan

512 Kbps ketika live streaming H.264-

30fps-400kbps adalah 22.870 sec, 23.612

sec, dan 24.127 sec, sedangkan ketika live

streaming H.265-30fps-400kbps adalah

34.039 sec, 33.443 sec, dan 33.815 sec, lalu

ketika streaming store H.264-30fps-

400kbps adalah 10.927 sec, 15.052 sec,

17.790 sec, sedangkan ketika streaming

store H.265-30fps-400kbps adalah 11.789

sec, 15.562 sec, 18.255 sec. Maka bisa

dikatakan durasi streaming menggunakan

H.264 lebih kecil daripada saat

menggunakan H.265.

b. Nilai throughput yang distreaming dengan

bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps

ketika live streaming H.264-30fps-400kbps

adalah 0.28 MBit/sec, 0.28 MBit/sec, dan

0.32 MBit/sec, sedangkan ketika live

streaming H.265-30fps-400kbps adalah

0.18 MBit/sec, 0.19 MBit/sec, dan 0.24

MBit/sec, lalu ketika streaming store

H.264-30fps-400kbps adalah 0.81

MBit/sec, 0.68 MBit/sec, dan 0.64

MBit/sec, sedangkan ketika streaming store

H.265-30fps-400kbps adalah 0.79

MBit/sec, 0.68 MBit/sec, dan 0.63

MBit/sec. Maka bisa dikatakan throughput

H.264 lebih besar daripada throughput

H.265.

c. Nilai delay yang distreaming dengan

bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps

ketika live streaming H.264-30fps-400kbps

adalah 18.04 ms, 18.28 ms, dan 19.38 ms,

sedangkan ketika live streaming H.265-

30fps-400kbps adalah 24.67 ms, 24.12 ms,

dan 26.11 ms, lalu ketika streaming store

H.264-30fps-400kbps adalah 8.47 ms,

10.61 ms, dan 11.79 ms, sedangkan ketika

streaming store H.265-30fps-400kbps 8.60

ms, 10.67 ms, dan 12.02 ms. Maka bisa

dikatakan delay H.264 lebih kecil daripada

delay H.265.

d. Nilai retransmission yang distreaming

dengan bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan

512 Kbps ketika live streaming H.264-

30fps-400kbps adalah 2.82%, 4.64%, dan

18.11%, sedangkan ketika live streaming

H.265-30fps-400kbps adalah 0.09%,

0.81%, dan 17.98%, lalu ketika streaming

store H.264-30fps-400kbps adalah 19.41%,

27.43%, dan 29.03%, sedangkan ketika

streaming store H.265-30fps-400kbps

adalah 20.29%, 26.94%, dan 28.79%. Maka

bisa dikatakan retransmission H.264 lebih

besar daripada retransmission H.265.

Pada streaming live, H.265 memiliki

retransmission yang jauh lebih kecil daripada

H.264 sedangkan pada streaming store durasi

streaming kedua metode encoding ini relatif

mirip dengan H.264 yang jauh lebih kecil.

Sehingga dapat disimpulkan H.264 lebih baik

dari H.265 dari segi quality of service, karena

memiliki nilai durasi streaming yang lebih

rendah, throughput yang lebih tinggi, dan delay

yang lebih kecil. Dari sisi encoding, H.265

memiliki kompresi B (Bipredictive coded frame)

sebanyak 375 sedangkan pada H.264 sebanyak

359. Dari sisi CPU dan Memory Usage terlihat

penggunaan resource H.265 sedangkan H.264,

yang artinya H.265 lebih menggunakan banyak

CPU dan RAM.

Saran dari penulis untuk penelitian

selanjutnya adalah pengujian codec H.264,

H.265, dan atau yang terbaru menggunakan

metode VBR (Variant Bitrate). Proses encoding

dengan H.265 begitu membebani server

sehingga dibutuhkan server yang lebih baik

daripada server pada pengujian saat ini. Protokol

yang digunakan pada penelitian menjadi berubah

ketika H.265 tidak bisa melakukan streaming

live menggunakan protokol udp, itu membuat

penguji harus mengubah dari video dengan

protokol udp ke video dengan protokol rtmp,

sedangkan ketika H.265 tidak support format .flv

untuk protokol H.265, maka dibutuhkan metode

untuk melakukan pengujian yang lebih

sederhana tanpa media pengubahan protokol

terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Caron, F., Coulombe, S., & Wu, T. (2007). A

Transcoding Server for the Home

Domain. IEEE.

Doria, T. H., 2013. The Great Codec Debate

The Myths, Realities, and

Considerations You Need to Know

Before Making Your Next Video

Conferencing Purchase. s.l.:Cisco

SMO.

Page 10: Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming ...

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer 1181

Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

Guniganti, R. G. (2012). A Comparision of

RTMP and HTTP Protocols with

rescpect to Packet loss and Delay

Variation based on Qoe. Master Thesis

Electrical Engineering.

Huszak, A., & Imre, S. (2010). Analysing GOP

Structure and Packet Loss Effects on

Error Propagation in MPEG–4 Video

Streams. International Syaposium on

Communication, Control, and Signal

Processing (ISCCSP).

Lubis, N. S. (2015). Analisis Perbandingan

Kompresi File Video Dengan Motion

Picture Expert Group-4 Dan Flash

Video Dengan Menggunakan Algoritma

Huffman. Sumatra Utara: Universitas

Sumatra Utara.

Marpe, D., Wiegand, T., & Sullivan, G. J.

(2006). The H.264/MPEG4 advanced

video coding standard and its

applications. IEEE Communications

Magazine.

Merritt, L. (2013). X264: A HIGH

PERFORMANCE H.264/AVC

ENCODER. Seattle: University of

Washington.

Ohm, J.-R., Sullivan, G., Schwarz, H., Tan, T.,

& Wiegand, T. (2012). Comparison of

the coding efficiency of video coding

standards-including High Efficiency

Video Coding (HEVC). IEEE Trans.

Circuits Syst. Video Technol.

Singh, K. D., Hadjadj-Aoul, Y., & Rubino, G.

(2012). Quality of experience

estimation for adaptive HTTP/TCP

video streaming using h.264/AVC.

IEEE.

Sullivan, G. J., Ohm, J., Han, W., & Wiegand,

T. (2012). Overview of the High

Efficiency Video Coding (HEVC)

Standard. IEEE Trans. Circuits Syst.

Video Technol.

Telkom. (2016, 01 31). Penjelasan Indihome

Terkait Kebijakan FUP.

Wiegand, T., Sullivan, G. J., Bjøntegaard, G., &

Luthra, A. (2003). Overview of the

H.264 / AVC Video Coding Standard.

IEEE Transactions on Circuits And

Systems for Video Technology.

Wien, M. (2015). High Efficiency Video

Coding, Coding Tool, and

Specification. Springer.

https://en.wikipedia.org/wiki/YouTube

WikiRTMP. (2017). 2017. Retrieved 1 27,

2017, from

https://en.wikipedia.org/wiki/Real-

Time_Messaging_Protocol#HTTP_tun

neling_.28RTMPT.29

Wulaningsih, T. (2011). Analisa Kinerja Teknik

Kompresi Video Pada Internet Protocol

Televisi (IPTV). ITS.

Zhang, B., Zeng, S., Xu, R., Guo, D., Yan, J., &

Wang, W. (2011). Design and

implementation of a scalable system

architecture for embedded multimedia

terminal. IEEE.