Analisis Perencanaan Suksesi Bisnis Keluarga dari...
Transcript of Analisis Perencanaan Suksesi Bisnis Keluarga dari...
1
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Bisnis Keluarga
Brahma Tirta Sari (BTS) adalah sebuah perusahaan keluarga yang resmi
didirikan pada tahun 1992 di Yogyakarta oleh Agus Ismoyo dan istrinya Nia
Fliam. Namun sejarah perkembangan Brahma Tirta Sari Batik Studio sudah
dimulai tahun 1985 disebuah lahan kecil disamping kediaman orangtua dari Agus
Imoyo. Keputusan Agus Ismoyo untuk mendirikan BTS dilandasi atas semangat
mempertahankan tradisi keluarga sebagai pengerajin batik yang sudah dimulai
dari dua generasi diatas Agus Ismoyo. Tujuh tahun kemudian mereka
memutuskan untuk memindahkan lokasi perusahaan ke daerah Kota Gede,
Yogyakarta sampai saat ini. Secara khusus Agus Ismoyo dan Nia Fliam
berkolaborasi untuk menghasilkan karya seni tinggi berupa batik, namun disisi
lain melalui Brahma Tirta Sari Batik Studio, mereka juga memproduksi karya seni
batik komersial untuk dilempar kepasar dalam bentuk hiasan interior (wall
hanging, table cloth, pillow dll) serta produk fashion (perhiasan, jacket, tas, scraf
dll). Segmentasi yang mereka tuju adalah kalangan premium, ekspatriat, turis
mancanegara dan pecinta seni.
BTS sendiri didirikan atas kesadaran bahwa untuk menghasilkan karya seni
bernilai tinggi, seorang seniman perlu memiliki dukungan waktu dan keuangan
2
yang memadai, tanpa adanya kedua aspek tersebut ekplorasi kreatifitas dan
inovasasi akan terbentur dengan keterbatasan material dan waktu pengerjaan.
Namun, sejak awal berdiri sampai saat ini, pemilik tidak pernah menganggap BTS
sebagai sebuah bisnis komersial yang selalu berorientasi pada keuntungan materi,
melainkan lebih sebagai cultural business dimana setiap kegiatan bisnis yang
dilakukan selalu mengusung aspek kebudayaan didalamnya terlepas dari besaran
keuntungan finansial yang dapat dihasilkan dari kegiatan tersebut. Dalam setiap
kegiatan perusahaan, pemilik selalu berpatokan pada konsep Tribawana atau
kosep tiga dunia, sebuah konsep budaya Jawa yang menjelaskan tentang
hubungan manusia dengan sesama manusia, lingkungan dan kehidupan yang ada
didalamnya serta Tuhan dan hal-hal yang tak terlihat, hubungan-hubungan ini
yang kemudian menjadi sumber dari kreatifitas manusia. Kesatuan dari ketiga
hubungan tersebut diatur oleh hukum alam yang nantinya akan mendukung dan
memandu manusia menuju takdir kehidupan. Karena konsep inilah, pemilik selalu
berganggapan bahwa BTS akan mengalir kearah yang baik jika mereka selalu
berusahaan untuk menumbuhkannya tanpa perlu menyusun rencana kedepan.
Brahma Tirta Sari Batik Studio bernaung dibawah yayasan keluarga nirlaba,
Babaran Segara Gunung (BSG) yang juga menaungi dua perusahaan lain yang
masih dimiliki oleh satu keluarga besar yang sama. Keterkaitan Brahma Tirta Sari
Batik Studio dengan Babaran Segara Gunung dan dua perusahaan keluarga
lainnya dapat dijelaskan melalu bagan jaringan pemasaran dibawah ini :
3
Diagram 3. Jaringan Pemasaran Brahma Tirta Sari Batik Studio
Sumber : Brahma Tirta Sari Batik Studio (2012)
Babaran Segara Gunung
(yayasan nirlaba)
Keluarga Djajakusumo
Brahma Tirta
Sari Batik
Studio
(karya seni
tinggi)
Agus Ismoyo +
Nia Fliam
RedLotus
(karya seni
komersial)
Nia Fliam +
Rana
Studio Babaran
Segara Gunung
(pendidikan
seni)
Agus Imoyo +
Nia Fliam
(Desmond)
Meet the Makers
Artisan Table
Borneo Chic
Pekonden the
Potter
Ihsan Gallery
Singapore
Boutique Show
Sung singapore
Ihsan Gallery
Singapore
Argasoka
Gallery Ubud
Agus Ismoyo +
Nia Fliam
Galeri Babaran
Segara Gunung
Agus Ismoyo +
Nia Fliam
Tread of Life
Ubud
Island Gallery
Bainbridge
Washinton DC
textile Museum
Keterangan :
Teks = nama perusahaan
Teks = pemilik yang
merupakan anggota
keluarga
4
BTS memasarkan produk karya seni tinggi mereka melalui beberapa galeri
dan museum seni di Indonesia, Singapura dan Amerika Serikat. Sementara untuk
penjualan produk karya seni komersil, mereka melakukan kerjasama dengan
RedLotus. BTS juga bekerjasama dengan Studio Segara Gunung dalam bentuk
program pelatihan intentif membatik.
Diawal berdirinya, pemilik BTS terlibat langsung dalam proses produksi
mulai dari desain, pembatikan, pewarnaan, sampai pengecapan dengan dibantu
oleh dua orang karyawan yang juga teman dari pemilik. Proses perekruitan
karyawanpun didasari atas keinginan mereka untuk membantu pemilik dalam
mengerjakan karya batik. Namun, seiring berkembangnya bisnis keluarga ini,
BTS mulai melakukan penataan dalam struktur organisasinya. Saat ini, pemilik
berfokus pada pengerjaan karya seni tinggi dan menyerahkan pengerjaan karya
seni komersial pada para karyawan.
Untuk menjaga idententitasnya sebagai bisnis keluarga, Argosoka Gallery
Ubud dan Geleri Babaran Segara Gunung dikelola oleh kerabat dan keluarga
sendiri, sementara untuk manajemen perusahaan, beberapa kerabat dan anggota
keluarga pernah dan masih bekerja dalam perusahaan. Struktur hierarki organisasi
perusahaan berbentuk horisontal dimana seluruh komando terpusat dipemilik yang
dijembatani oleh supervisor umum.
5
4.1.1. System Theory
Secara khusus dan terlepas dari BSG, jika ditinjau dari System
Theory, BTS dapat dijabarkan sebagai berikut :
Diagram 4. System Theory
Sumber : Brahma Tirta Sari Batik Studio (2012)
Dalam organisasinya, BTS tidak memiliki bagan nomor 2 (anggota keluarga
yang menjadi pemilik namun tidak terlibat dalam manajemen), 3 (pemilik
yang bukan keluarga namun terlibat dalam manajemen) dan 5 (pemilik
bukan keluarga dan tidak terlibat dalam manajemen).
Bagan nomor 1 diisi oleh Agus Ismoyo dan Nia Fliam pasangan
pemilik saat ini yang juga bertindak sebagai pemberi keputusan perusahaan
secara umum dan memegang kontrol produksi dalam manajemen
perusahaan., bagan nomor 4 diisi oleh Agung Harjuno yang merupakan
anggota keluarga sekaligus manajer Argasoka Gallery Ubud, galeri milik
pemilik
manajemen keluarga
5
2 1
6
3
4
7
6
BTS yang berlokasi di Bali, sementara bagan 6 adalah anggota keluarga inti
seperti anak (Desmond Wahyu Sekarbatu, Lintang Dyah Tara) , anggota
keluarga yang pernah bekerja di BTS (Bayu Seno, Marco Dewanto) dan
anggota keluarga besar lainnya, sedangkan bagan nomor 7 diisi oleh 26
karyawan BTS bukan keluarga.
Calon suksesor potensial BTS berada didalam bagan nomor 4, 6 dan 7
yaitu Desmond wahyu Sekarbatu anak pertama dari pemilik, Agung
Harjuno kakak laki-laki dari Agus Ismoyo sekaligus manajer Argasoka
Gallery Ubud, Bayu Seno adik dari Agus Ismoyo dan Marco Dewanto adik
ipar Agus Ismoyo yang pernah bekerja pada BTS dan juga Jarot, Akuntan
BTS yang juga merupakan kerabat dekat keluarga besar Agus Ismoyo.
4.2. Kebudayaan
Agus Ismoyo dilahirkan di Yogyakarta dan berasal dari garis keturunan
keluarga pengerajin batik. Ayahnya merupakan seorang pendeta Hindu Kejawen
yang memiliki pemahaman mendalam tentang budaya Jawa. Pemahaman ini
kemudian diteruskan pada setiap anaknya melalui pendidikan penanaman moral
kehidupan dilihat dari kacamata kebudayaan Jawa. Hingga saat ini Agus Ismoyo
selalu mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, termasuk dalam
pengerjaan karya seni dan pengembangan bisnis keluarga yang ia miliki.
Walau beberapa kali ia pernah tinggal di tempat lain, Ismoyo dibesarkan
dan menetap di Yogyakarta, sebuah kota yang sarat akan kehidupan kebudayaan
Jawa pada masyarakatnya, namun Ismoyo sendiri memiliki pemahaman serta
7
penghargaan tentang arti dari keragaman berbudaya sehingga bagi Agus Ismoyo,
seperti dikutip dari Agus Ismoyo berikut :
“..apa bagaimana itu kesatuan. Jadi, tidak ada menurut saya
tidak ada gender tidak ada apa-apa gitu..”
ia tidak mengenal konsep primogenature yang memandang hanya anak
laki-laki yang memegang hak atas warisan keluarga dan sexist yang
medeskriminasi manusia berdasarkan gender mereka, dimana kedua konsep
tersebut melekat pada kebudayaan Jawa asli.
Nia Fliam, istri dari Agus Ismoyo adalah seorang warga negara Amerika
Serikat yang dibesarkan didalam keluarga Katolik konservatif dengan pola
kehidupan agraris. Kedua orangtua dari Nia bekerja sebagai petani di negara
bagian Missippi yang merupakan salah satu daerah paling konsevatif di Amerika
Serikat. Orangtua Nia Fliam memiliki pemahaman bahwa tanggungjawab dari
anak perempuan adalah bekerja, menikah dan mengabdi pada suami, tinggal dekat
orangtua, pergi ke gereja setiap hari minggu dan makan bersama keluarga besar
dihari yang sama. Nia merasa tidak menemukan kecocokan dengan pola
kehidupan yang orangtuanya inginkan, seperti dikutip dari Nia Flism berikut :
“..keluarga saya sangat agamis mereka memandang bahwa
pendidikan itu menjadi apa sarang setan itu. Nah saya
mengalami kedua dunia dirumah itu keluarga saya sangat
8
agamis dan punya pandangan hidup seperti seorang petani
sementara saya kesekolah yang baik..”
Kemudian ia memutuskan untuk melawan kebudayaan tersebut dan pergi
ke New York untuk memperoleh pendidikan seni di Pratt Institute dan mengambil
African and Asian textile sebagai jurusan yang ia pelajari. Pada tahun 1983 Nia
pergi ke Indonesia guna mendalami batik dan disanalah ia bertemu dengan Agus
Ismoyo serta Romo Djajakusumo, ayah dari Ismoyo. Pertemuan ini kemudian
menjadi titik awal pemahaman kebudayaan jawa sampai saat ini.
Secara garis besar, Agus Ismoyo dan Nia Fliam memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Untuk melihat perbedaan kebudayaan dari pasangan
pemilik BTS tersebut, kebudayaan dari masing-masing pemilik dianalisis
mengunakan teori Kluchohn tentang lima dimensi kebudayaan yang
mempengaruhi sikap dan prilaku manusia dalam kehidupannya melalui tabel
berikut :
9
Tabel 3. Lima Dimensi Kebudayaan Kluchohn
Brahma Tirta Sari Batik Studio (Pembahasan)
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
Orientasi terhadap
hubungan antara
manusia dengan hidup
(jelek – campuran -
baik)
Memiliki konsep
Tribawana dimana
konsep ini mengatur
hubungan manusia
dengan Tuhan, sesama
manusia dan kehidupan,
seperti dikutip dari karya
tulis Agus Ismoyo yang
berjudul creative
procces of Rasa :
“kami telah
diajarkan
mengenai konsep
Tribawana atau
konsep tiga dunia.
Ajaran nenek
Nia fliam dididik dan
dibesarkan dalam
keluarga Katolik
konservatif, dimana
dalam ajaran tersebut
manusia sudah
seharusnya menjaga
hubungan baik dengan
Tuhan dan sesama
manusia, seperti dikutip
dalam wawancara
dengan beliau :
“..Jadi intinya,
mereka sederhana
sekali ya, tinggal
10
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
moyang ini
menunjukan
bahwa kita
sebagai manusia
harus hidup
harmonis didalam
ketiga dunia
tersebut..”
dekat mereka, setiap
hari minggu makan
bersama, terus ke
gereja bersama dan
saya punya suami
dan anak begitu..”
Walaupun saat ini Nia
bukanlah seorang
Nasrani, namun didikan
masa kecil tersebut masih
tersisa didalam
kehidupannya.
Orientasi manusia
terhadap waktu
(lampau – kini –
mendatang)
Dalam kebudayaan Jawa
yang dipegang oleh
Agus Ismoyo, ia
mengenal konsep
reinkarnasi dimana
hidup sekarang berasal
Nia berasal dari keluarga
Katolik konsevatif dan
besar di Amerika
sehingga ia melihat
kehidupan hanya sebagai
kehidupan masa kini
11
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
dari masa lalu dan akan
diulang kembali jika
kematian kita tidak
membawa jiwa ke
Moksa, hal ini dijelaskan
Agus Ismoyo dalam
kutipan wawancara
berikut :
“Saya punya
keyakinan bahwa
saya ini bagian
dari pada
kehidupan yang
sebelumnya...”
yang terlepas dari
konsep kehidupan
lampau dan mendatang
12
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
Orientasi terhadap
kerja
Agus Ismoyo
berpendapat bahwa
segala sesuatunya sudah
ada yang mengatur, asal
kita mau berusaha tanpa
adanya perencanaan
kehidupan ini akan
mengalir kearah yang
lebih baik, konsep ini ia
dapat dari pemahaman
kebudayaan Jawa yang
ia pelajari sejak kecil
melalui didikan
keluarganya, seperti
dikutip dalam
wawancara berikut :
“..konsepnya itu
kan kalau saya itu
kan mengalir...
Nia Fliam menyetujui
paham yang dipegang
oleh suaminya tentang
konsep kehidupan
mengalir, namun dalam
bekerja ia memilik etos
kerja yang lebih tinggi
serta disiplin terhadap
tanggungjawab kerja.
Hal ini dibuktikan dalam
peran Nia yang lebih
condong kepada
pemegang kendali bisnis
daripada Agus Ismoyo.
13
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
Jadi bukan kok
pikiran mau
berbisnis terus
dapat uang terus
menggali
bisnisnya tidak.”
Orientasi terhadap
hubungan antar
sesama
Konsep Tribawono yang
dipegang oleh Agus
Ismoyo mengharuskan
manusia menciptakan
hubungan yang harmonis
dengan sesama.
Walaupun kecendrungan
budaya Amerika bersifat
individualism, namun
Nia Fliam telah lama
tinggal bersama Agus
Ismoyo sehingga ia
memiliki kesepahaman
pendapat dengan Agus
Ismoyo tentang konsep
menciptakan hubungan
yang harmonis dengan
sesama, lagipula konsep
14
Dimensi Kebudayaan Agus Ismoyo
(Yogyakarta,
Indonesia)
Nia Fliam
(Missisippi,
Amerika Serikat)
seperti ini sudah ia kenal
semenjak kecil melalui
ajaran Katolik yang
dianut oleh keluarganya.
Orientasi manusia
terhadap hubungan
antara manusia dengan
lingkungan dan alam
(menyerah-harmoni-
menguasai)
Konsep Tribawono yang
dipegang oleh Agus
Immoyo mengharuskan
manusia menciptakan
hubungan yang harmonis
dengan lingkungan dan
alam.
Karena Nia Fliam telah
lama tinggal bersama
Agus Ismoyo sehingga ia
memiliki kesepahaman
pendapat dengan Agus
Ismoyo tentang konsep
meciptakan hubungan
yang harmonis dengan
lingkungan dan alam.
Sumber : Nia Fliam dan Agus Ismoyo
Walaupun terjadi perbedaan pandangan terhadap dimensi orientasi kerja
dimana Nia Fliam memiliki tingkat terhadap dimensi kerja yang lebih tinggi
dibandingkan Agus Ismoyo serta dimensi orientasi terhadap waktu dimana dalam
15
kebudayaan Nia Fliam tidak mengenal konsep kehidupan masa lalu yang ada pada
kebudayaan Agus Ismoyo, namun secara umum mereka memiliki kemiripan
kebudayaan ditinjau dari lima dimensi kebudayaan Kluchohn karena adanya
kesamaan pandangan terhadap dimensi-dimensi kebudayaan lainnya.
Banyak orang masih sering mempersoalkan perbedaan antara kebudayaan
Barat dan kebudayaan Timur. Konsep itu berasal dari orang Eropa Barat dalam
zaman ketika mereka berekspansi menjelajah dunia, menguasai wilayah luar di
Afrika, Asia dan Oseania, dan memantapkan pemerintahan jajahan mereka
dimana-mana. Semua kebudayaan diluar kebudayaan mereka di Eropa Barat
disebutnya kebudayaan Timur, sebagai lawan dari kebudayaan mereka sendiri
yang mereka sebut kebudayaan Barat.
Secara kontras perbedaan antara kebudayaan Barat dan Timur dapat
dianalisis mengunakan beberapa variabel kebudayaan yang didasari dari teori
Neuling (1999) dan Qingxue (2003). Perbedaan kebudayaan tersebut dapat
dijabarkan melalui tabel berikut :
16
Tabel 4. Perbedaan Kebudayaan Barat dan Timur
Ditinjuau Dari Variabel Kebudayaan Neuling (1999) dan Qingxue (2003)
(Pembahasan)
Variabel kebudayaan
Barat (Nia Fliam) Timur (Agus Ismoyo)
Individualism
Nia Fliam memiliki karakterisitik
individualism yang kuat, ia memilih
untuk keluar dari pola kehidupan
keluarganya dan memperjuangkan apa
yang ia sukai walaupun mendapat
tentangan dari keluarga, seperti dikutip
berikut :
“Jadi, pola hidup saya yang bohimian
sangat bikin mereka susah itu. Jadi
saya merasa waktu meninggal
(orangtua Nia) agak kayak tragedi ya,
jadi tidak ada happy ending ya.
Karena, ya mereka tidak paham apa
yang dorong saya itu, kenapa saya
Collectivism
Berdasarkan hasil observasi, Agus
Ismoyo memiliki karakteristik
kebudayaan collectivism dimana ia
menjadikan keluarga sebagai salah satu
faktor terpenting dalam kehidupan.
Loyalitas terhadap keluarga dan
mengharapkan hal yang serupa dari
anaknya. Kebudayaan Kejawen yang ia
anut, mengharuskan seorang anak
bertanggungjawab atas segala urusan
pemakaman orangtua mereka nantinya,
hal ini menunjukan ikatan serta
loyalitas pada kelompok yang tinggi.
17
Variabel kebudayaan
Barat (Nia Fliam) Timur (Agus Ismoyo)
tidak bisa seperti sepupu-sepupu yang
lain yang punya suami, punya anak
menjadi ibu rumah tangga..”
High Uncertainty Avoidance
walaupun memang Nia Fliam meyakini
bahwa segala sesuatu yang terjadi pada
kehidupannya adalah atas kehendak
Tuhan baik dalam bentuk hal positif
maupun negatif. Nia Fliam memiliki
high uncertainty avoidance terbukti
dari keinginnya untuk mengurus
legalitas hukum serta perhatiannya
terhadap pajak bisnis keluarga dan
perannya yang dominan dalam
manajemen BTS .
Low Uncertainty Avoidance
Agus Ismoyo memiliki karakterisitik
kebudayaan low uncertainty avoidance
terbukti dari keacuhannya untuk
mengurus legalitas hukum serta
perhatiannya terhadap pajak bisnis
keluarga, juga menyerahkan sebagian
besar urusan bisnis keluarga kepada
Nia Fliam.
Low Power Distance
Nia Fliam memiliki karakterisitik low
High Power Distance
Agus Ismoyo secara pribadi mengakui
18
Variabel kebudayaan
Barat (Nia Fliam) Timur (Agus Ismoyo)
power distance dengan menganjurkan
anak buahnya untuk tidak memanggil
dia dengan sebutan “nyoya”, “bos” atau
sebutan superior lainnya, melainkan
meminta mereka untuk memanggilnya
dengan sebutan “mbak”, juga kepada
rekan bisnis ia lebih suka untuk
dipanggil mengunakan nama tanpa
imbuhan kata horofic.
tidak menginginkan adanya jarak antar
pekerja dan dirinya, ia tidak memiliki
masalah terhadap rekan bisnis yang
memanggilnya dengan sebutan nama
tanpa gelar, ia sendiri tidak pernah
menggunakan gelar pendidikannya pada
hampir seluruh kegiatan bisnisnya.
Namun dalam kehidupan sosialnya ia
tetap menggunakan imbuhan horofic
berkenaan dengan kebudayaan Jawa
yang ia anut.
Assertiveness
Nia Fliam memiliki karakteristik
assertiveness
Terbukti dari pernyataannya menganai
permasalahanya yang pernah terjadi
ketika ia masih tinggal bersama dengan
mertua dan keluarga Agus Ismoyo,
berikut :
“..saya merasa yang masa yang paling
sulit untuk saya dalam proses ini waktu
Interpersonal Harmony
Agus Ismoyo memiliki karakteristik
kebudayaan interpersonal harmony,
dimana keharmonisan kelompok
merupakan hal utama. Terbukti dari
penanganan masalah yang dihadapi Nia
Fliam terkaitan penangan konflik
dengan keluarga, ia meminta Nia Fliam
untuk memahami kebudayaan Jawa dan
19
Variabel kebudayaan
Barat (Nia Fliam) Timur (Agus Ismoyo)
saya tinggal di Gedongkuning, tinggal
disatu rumah dengan Romo dengan
ibu, masih ada Wiwis, ada Bayu, Esta,
Atit, saya merasa sangat sangat sulit
sekali itu karena sangat berbeda
problem solving nya ya. Jadi orang
marah itu tidak bereaksi tidak bereaksi
sperti saya mengenal di Amerika itu,
jadi saya banyak ada kesulitan waktu
itu untuk bagaimana caranya kalo ngak
boleh marah bagaimana untuk
mengolah perasaaan..”
cara masyarakat Jawa dalam
mengekspresikan emosi mereka.
Sumber: Neuling (1999) dan Qingxue (2003)
Selain itu, peneliti juga menggunakan teori Hosftede (2003) yang
mengklasifikasikan kebudayaan kedalam dua kelompok dalam menganalisis
perbedaan kebudayaan antar pemilik BTS, kebudayaan maskulinisme dan
kebudayaan feminisme. Masyarakat dengan kebudayaan maskulinisme berada
dalam kehidupan sosial dimana peranan gender secara sosial memiliki perbedaan
yang jelas : pria seharusnya tegas, kuat dan fokus pada kesuksesan material;
wanita seharusnya lembut, rendah hati dan memperhatikan kualitas hidup.
20
Sementara masyarakat kebudayaan feminisme berada dalam kehidupa sosial
dimana tidak ada batasan dalam peran gender: baik pria maupun wanita
seharusnya rendah hati, lembut dan keduanya memperhatikan kualitas hidup.
(Hofstede, 2003;297). Untuk mengklasifikasikan kebudayaan Agus Ismoyo dan
Nia Fliam kedalam klasifikasi maskulinisme dan feminisme, peneliti
penggunakan analisis karakteristik kebudayaan maskulinisme dan feminisme
sebuah negara milik Hofstede melalui tabel berikut yang didasari atas observasi
peneliti.
Tabel 5. Karakteristik Masyarakat Dari Negara dengan
Kebudayaan Maskulinisme dan Feminisme (Pembahasan)
Maskulinisme Feminisme
Norma sosial Orientasi Ego
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
tidak memiliki
orientasi terhadap ego.
Uang dan kebenda
Orientasi hubungan
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
beranggapan bahwa
hubungan manusia,
alam dan Tuhan harus
berjalan secara
harmonis.
Kualitas hidup dan
21
Maskulinisme Feminisme
merupakan hal
penting
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
tidak memiliki
orientasi terhadap
uang dan kebendaan,
namun dalam praktek
manajemen bisnis
keluarga, Nia Fliam
mendominasi kegiatan
bisnis dan memiliki
perhatian lebih besar
terhadap permasalahan
pajak dari pada Agus
Ismoyo.
Hidup untuk bekerja
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
beranggapakan bahwa
hidup itu perlu
manusia merupakan
hal penting
Karena keduanya
berorientasi pada
hubungan, maka
kualitas hidup
manusia menjadi hal
yang penting buat
mereka.
Bekerja untuk hidup
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
melakukan pekerjaan
mereka karena mereka
22
Maskulinisme Feminisme
dinikmati, sehingga
tidak ada istilah
mengejar target
pekerjaan dan hidup
untuk bekerja dalam
diri mereka masing-
masing.
mencintai pekerjaan
tersebut dan memiliki
kesadaran untuk dapat
hidup sejahtera dan
memiliki keluasaan
berkarya, mereka
membutuhkan
sokongan dana dan
waktu yang dihasilkan
dari bekerja dan
membangun bisnis
keluarga ini.
Politik dan ekonomi Pertumbuhan
ekonomi merupakan
prioritas utama
(lihat “uang dan benda
merupakan hal
penting” hal. 56)
Perlindungan
lingkungan
merupakan prioritas
utama
Dalam kaitannya
dengan perlndungan
lingkungan, Agus
Ismoyo memiliki
konsep Tribawana
23
Maskulinisme Feminisme
Pemecahan konflik
melalui pemaksaan
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
tidak tertarik dengan
metode pemecahan
konflik dengan
dimana salah satu inti
dari konsep tersebut
adalah menjalin
hubungan yang
harmonis dengan alam
dan lingkungan. BTS
dalam melakukan
pekerjaannya selalu
berusaha untuk
meminimalisir bahan
pewarna kimia dan
memperhatikan sistem
pembuangan limbah
beracun.
Pemecahan konflik
melalui negosiasi
Pemecahaan konflik
selalu melalui
negosiasi dan
perundingan dengan
anggota keluarga
24
Maskulinisme Feminisme
pemaksaan maupun manajemen
inti BTS dengan
pertemuan-pertemuan
yang diadakan oleh
pemilik baik rutin,
spontan, formal
maupun non formal.
Agama Agama merupakan
hal terpenting dalam
hidup
Baik Agus Ismoyo
maupun Nia Fliam
meyakini adanya
kekuatan yang lebih
besar diatas manusia.
Dalam hal aliran
kepercayaan, Agus
Ismoyo memiliki
kedalam spritual yang
tinggi dan Nia Fliam
masih dalam proses
Agama merupakan
hal yang kurang
penting dalam hidup
(lihat “agama
merupakan hal
terpenting dalam
hidup” hal. 58)
25
Maskulinisme Feminisme
belajar.
Hanya pria yang
dapat menjadi
pemuka agama
(lihat “baik pria
maupun wanita dapat
menjadi pemuka
agama” hal. 59)
Baik pria maupun
wanita dapat
menjadi pemuka
agama
Baik Nia Fliam dan
Agus Ismoyo
beranggapan bahwa
pria dan wanita dapat
menjadi pemimpin
agama tergantung dari
kedalam nilai spritual
mereka.
Pekerjaan Besarnya
kesenjangan
pendapatan antara
pria dan wanita
Baik Agus Ismoyo
maupun Nia Fliam
Kecilnya
kesenjangan
pendapatan antara
pria dan wanita
(lihat “besarnya
kesenjangan
26
Maskulinisme Feminisme
tidak memandang
adanya perbedaan
pada gender seseorang
terkait peranannya
dalam kehidupan.
Tidak ada pemisahan
pendapatan antara Nia
Fliam dengan Agus
Ismoyo.
Sedikit wanita yang
bekerja
Baik Agus Ismoyo
maupun Nia Fliam
tidak memandang
adanya perbedaan
pada gender seseorang
terkait peranannya
dalam kehidupan.
Pemilihan karyawan
didasari atas keahlian
dan keanggotaan
pendapatan antara pria
dan wanita” hal. 59)
Lebih banyak wanita
yang bekerja
(lihat “sedikit wanita
yang bekerja” hal. 65)
27
Maskulinisme Feminisme
mereka dalam
keluarga.
Memilih pekerjaan
berdasarkan besaran
pendapatan
Baik Nia Fliam
maupun Agus Ismoyo
tidak memiliki
orientasi terhadap
uang, pekerjaan
didasari atas minat
mereka.
Memilih pekerjaan
berdasarkan
fleksibilas waktu
kerja
(lihat “memilih
pekerjaan berdasarkan
besaran pendapatan
hal. 60)
Keluarga dan sekolah Sturktur keluarga
tradisional
Agus Ismoyo memilki
sturtur keluarga
tradisional, dimana
status sosial tiap
anggota dalam
keluarga jelas terlihat.
Sturktur keluarga
fleksibel
Nia Fliam memilki
struktur keluarga yang
fleksibel, dimana
setelah bekerja
seorang anak telah
lepas dari
28
Maskulinisme Feminisme
Anak perempuan
menangis, anak laki-
laki tidak; anak laki-
laki berkelahi, anak
perempuan tidak
Baik Agus Ismoyo
maupun Nia Fliam
tidak memandang
adanya perbedaan
pada gender seseorang
terkait peranannya
dalam kehidupan.
Setiap anak bebas
menangis, setiap anak
bebas berkelahi.
Kegagalan adalah
malapetaka
(lihat “kegagalan
tanggungjawab
keluarga dan orangtua.
Baik anak laki-laki
maupun perempuan
menangis ; tidak
satupun yang
berkelahi
(Selihat perti yang
telah dijelasan pada
pembahasan “anak
perembuan menangis.
Anak laki-laki tidak,
anak laki-laki
berkelahi, anak
perempuan tidak” hal
61)
Kegagalan adalah
kecelakaan kecil
Baik Nia Fliam
29
Maskulinisme Feminisme
adalah kecelakaan
kecil” hal 62)
maupun Agus Ismoyo
berpendapat bahwa
kegagalan adalah
kecelakaan kecil. Nia
Fliam beranggapaan
kegagalan adalah
bentuk dari
pembelajaran
sementara Agus
Ismoyo
beranggapakan bahwa
kegagalan adalah
takdir yang akan
membawa manusia
pada kehidupan yang
lebih baik jika mau
berusaha.
Sumber : Nia Fliam dan Agus Ismoyo
Kebudayaan timur yang dominan pada Agus Ismoyo tidak membuatnya
memiliki kebudayaan maskulinisme yang cendrung melekat pada masyarakat
30
timur. Berdasarkan hasil observasi, Agus Ismoyo justru memiliki karakterisitik
dominan pada kebudayaan feminisme. Hal ini dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa
yang dimiliki oleh Agus Ismoyo adalah kebudayaan Jawa modern yang
meninggalkan sistem hierarki status sosial serta paham sexist yang membuatnya
memiliki pandangan bahwa manusia memiliki kesetaraan kedudukan terlepas dari
gender dan posisi mereka dalam masyarakat.
Sementara Nia Fliam, walaupun merupakan masyarakat dengan kebudayaan
barat namun ia memiliki keseimbangan karakterisitik antara kebudayaan
maskulinisme dan feminisme. Pernikahannya yang sudah cukup lama dengan
Agus Ismoyo yang dominan feminisme dan karakterisitik individualism dan high
uncertainty avoidance yang membuatnya memiliki karakterisitik maskulinisme
mempangaruhi hal tersebut sehingga alkulturasi kebudayaan terjadi pada kasus
ini.
4.3. Perencanaan Suksesi
Bork (1986: 125-132) menerangkan model suksesi dalam bisnis keluarga
terbatas sesuai dengan jumlah keluarga dan situasi yang dihadapi oleh keluarga
tersebut, secara garis besar ia mengklarifikasikan model-model tesebut kedalam
lima kelompok dan sesuai dengan jumlah keluarga dan situasi yang dihadapi, BTS
termasuk dalam kelompok suksesi dengan beberapa pewaris.
31
4.3.1. Suksesi dengan Beberapa Pewaris
Merupakan sesuatu yang lazim bagi sebuah bisnis keluarga memiliki
lebih dari satu pewaris. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah anak pemilik
yang lebih dari satu orang dan atau terdapat anggota keluarga lain yang
dinilai pantas untuk menjadi pewaris bisnis keluarga.
Dalam kasus BTS, walaupun pemilik hanya mempertimbangkan
Desmond sebagai pewaris bisnis keluarga dan tidak memasukan Lintang
Dyah Tara kedalam daftar calon suksesor potensial. Terlepas dari gender
dan statusnya yang merupakan anak angkat, hal ini disebabkan oleh usianya
yang masih terlalu muda, 10 tahun. Selain dari anak kandung, pemilik juga
menganggap bahwa anggota keluarga lain seperti Bayu Wiyoso, Marco
Dewanto dan Agung Harjuno layak sebagai pewaris perusahaan.
Pemilik beranggapan bahwa pewaris dari generasi mereka lebih
cocok untuk mewarisi BTS karena mereka dinilai telah memiliki
pemahaman kebudayaan yang matang sehingga proses perjalanan BTS
nantinya akan tetap berada dalam arah yang benar sesuai dengan keingingan
pemilik. Pendekatan-pendekatan terhadap calon suksesor potensial dari
yang berasal dari generasi merekapun telah dilakukan, seperti dikutip dalam
wawancara dengan Nia Fliam ketika disinggung tentang pendekatan yang
dilakukan terkait proses perencanaan suksesi terhadap calon suksesor
potensial dari generasi mereka :
32
“Dari dulu mas Juno itu crisis center itu, kalau ada apa-apa
disni dia udah paham dan dia memegang galerinya itu, dia
paham permasalahannya itu, jadi dari dulu memang
penasehat, tapi ini terakhir ini dia jadi lebih intensif dia kalo
pulang ke Jogja ya sebagian waktunya untuk membantu
mengolah kita itu. Ya memang jarot juga repot karena
sekarang karena tepat dia di Padepokan Bagong
Kusiraharjo. Dia dulu satu hari seminggu disini, terakhir ini
dia tidak bisa, karena dia sangat dibutuhkan disana. Karena
dia bukan lagi cuma akuntansi dia juga masuk kemanejemen,
jadi untuk dia perkembangan disana baik, tapi dia masih
setiap minggu ada disini untuk beberapa waktu dan dia
terlibat dalam panitia dan lembaga kita..”
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori five steps
succession planning Grassi and Giamarcos sebagai landasan untuk
menjelaskan proses perencanaan suksesi pada bisnis keluarga Brahma Tirta
Sari Batik Studio. Kelima tahapan tersebut dijabar sebagai berikut :
4.3.1.1. Menentukan Tujuan dan Misi Jangka Panjang Pemilik
Terhadap Bisnis Keluarga
Dari awal berdiri sampai saat ini dan untuk kedepannya,
kedua pemilik akan tetap mempertahankan BTS sebagai cultural
33
business. Seluruh kegiatan perusahaan akan selalu didasari oleh
konsep Tribawana dan akan terus memuat unsur kebudayaan
didalamnya. Kedua pemilik tidak berminat untuk mengubah BTS
menjadi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan, terbukti dari
penolakan pengajuan kerja sama pembuatan PT untuk memproduksi
karya komersil BTS secara masal oleh seorang pengusaha asal Cina,
walupun nilai investasi yang ditawarkan menurut pengakuan pemilik
tergolong luar biasa. Dikutip dari wawancara dengan Agus Ismoyo
sebagai berikut :
“..kita pernah didatangi orang Shanghai, dia itu
datang kesini untuk mengajak bikin PT, industri batik.
Katanya dia, kita kalau ini dibuat PT-nya akan bisa
membantu tenaga kerja ratusan, tapi saya tidak bisa
ya, tidak bisa. Dia heran kenapa wong mau dapat
usaha dan tinggal dia diam karya-karya itu diproduk
dengan indusrti dengan teknologi terus dapet uang.
Ya saya ngak bisa, hidup saya itu tidak itu, saya ini
seniman..”
Tujuan jangka panjang tersebut, terkait dengan kebudayaan
feminisme yang secara dominan ada pada Agus Isomyo dan aspek
“kualitas hidup dan manusia adalah hal penting” serta “pertumbuhan
34
ekonomi bukanlah prioritas utama” pada kebudayaan feminisme
yang dipercaya oleh Nia Fliam. Dilandasi dari kesamaan inilah
kedua pemilik tidak menemukan hambatan dalam menentukan
tujuan jangka panjang BTS.
Pemahaman terhadap konsep cultural business dan Tribawana
adalah syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang suksesor
karena tanpa adanya pemahaman tersebut, pemilik khawatir BTS
akan kehilangan jatidirinya.
Sependapat dengan Ismoyo, Nia Fliam pun ingin tetap
mempertahankan bisnis ini sebagai cultural business, dikutip dari isi
surel dengan beliau :
“...BTS itu merupakan cultural business, kegiatan
BTS ya membawa misi kebudayaan, saya tidak
memandang besar kecilnya keuntungan, break even
saja sudah cukup..”
Pemilik telah mengkomunikasikan konsep tersebut kepada
para kandidat suksesor potensial baik dengan menyisipkan agenda
ini kedalam pertemuan rutin manajemen, pertemuan khusus yang
diadakan secara spesifik untuk membahas permasalahan ini maupun
pada percakapan sehari-hari, mengutip pembicaraan Nia Fliam :
35
“..tapi ini terakhir ini dia (Agung Harjuno) jadi lebih
intesif dia kalo pulang ke Jogja ya sebagian waktunya
untuk membantu mengolah kita itu, ya memang Jarot
juga repot ....dia (Jarot) dulu satu hari seminggu
disni, terakhir ini dia tidak bisa,... tapi dia masih
setiap minggu ada disini untuk beberapa waktu..”
Melalui kegiatan pengkomunikasian tersebut, predesesor dapat
menilai sejauh mana para suksesor dapat memahami dan memiliki
kesamaan visi dan minat dengannya, juga sebagai sarana penilai
terhadap mereka.
Sejauh ini berdasarkan penilaian predesesor, keseluruhan
kandidat suksesor potensial telah memiliki pemahaman mengenai
kedua konsep tersebut, namun bobot pemahaman dari mereka yang
masih berbeda satu dengan yang lainnya.
Tidak adanya batas waktu mengenai kapan BTS akan
diserahkan dikarena pemilik merasa bahwa mereka ingin dan mampu
untuk tetap bekerja, termasuk pandangan bahwa karya seni tinggi
hanya dapat dibuat oleh tangan seniman aslinya. Jika dalam
pengerjaan sebuah karya seni tinggi BTS melibatkan campur tangan
besar dari pihak lain, maka karya tersebut tidak dapat dikatakan
karya seni asli dari BTS. Produk karya seni tinggi yang dihasilkan
36
melalui BTS harus dihasilkan oleh tangan-tangan pemilik saat ini,
Agus Ismoyo dan Nia Fliam. Seperti dikutip dari surel Nia Fliam :
“..kami sering melakukan kolaborasi seni dengan
seniman lain, karena dasarnya kami suka
berkolaborasi. Setiap karya seni kolaborasi kami
memiliki keunikan karena dikerjakan bersama, jadi
karya ini sudah bukan karya original kami melainkan
karya bersama..”
Sementara Ke absenan action plan disebabkan karena pemilik
pada dasar mempercayai bahwa segala sesuatunya akan berjalan
dengan baik tanpa adanya sebuah perencanaan asalkan kegiatan
tersebut dilakukan dengan sepenuh hati. Itulah mengapa nantinya,
pemilik berencana untuk memisahkan BTS kedalam dua kontrol
utama, produksi karya seni tinggi yang akan tetap dipegang oleh
pemilik saat ini dan segala urusan manajemen termasuk produksi
karya seni komersial yang akan dipegang oleh suksesor.
Pada tahap ini, kesamaan karakterisitik kebudayaan feminisme
yang ada pada kedua pemilik menjadikan mereka memiliki
kesepahaman pandangan tentang tujuan jangka panjang BTS
kedepan.
37
4.3.1.2. Menentukan Kebutuhan Keuangan dari Pemilik dan
Pasangannya dan Mengembangkannya Dalam
Perencanaan Keuangan
Agus Ismoyo tidak memiliki perencanaan keuangan untuk
mendukung kehidupan finasial pemilik setelah suksesor ditentukan.
Terdapat dua faktor yang mempengaruh keputusan pemilik untuk
tidak memiliki perencanaan keuangan, faktor kebudayaan dan faktor
keingin pemilik untuk tetap memproduksi karya seni tinggi.
Faktor kebudayaan Kejawen yang dipegang teguh oleh
keluarga Agus Ismoyo mengharuskan seorang anak untuk
bertanggungjawab atas kehidupan masa tua pemilik. Dinilai dari
kacamata kebudayaan Kejawen, merupakan hal yang tidak pantas
bagi seorang anak untuk membiarkan orangtua mereka mendanai
kehidupan finasial dimasa tua mereka sendiri. Seorang anak
bertanggungjawab atas biaya hidup dari orangtua mereka termasuk
pendanaan biaya kematian jika dipandang perlu. Secara tidak
langsung, sistem ini telah memberikan jaminan keuangan bagi
pemilik jika seandainya nanti mereka tidak lagi mampu
memproduksi karya dan kehilangan pendapatan mereka. Seperti
dikutip dari pembicaraan dengan Desmond, anak laki-laki Agus
Imoyo berikut :
38
“..,ya sudah sewajarnya apa namanya saya
bertanggungjawab sama papa dan mama nanti. Salah
satu kewajiban saya sebagai umat Hindu kan Ngaben,
bentuk pertanggungjawaban saya kepada orangtua
ketika mereka sudah ngak ada..”
Sementara Nia Fliam walaupun tidak memiliki orientasi
keuangan pada bisnisnya, ia menyadari bahwa berseni itu
memerlukan dana sehingga jika dianalisis lebih jauh sebenarnya Nia
Fliam telah memiliki perencanaan keuangan bagi dirinya dan
keluarga dalam proses perencanaan suksesi walaupun tidak ia
jelaskan secara gamblang, seperti dikutip berikut :
“..jadi memang berkarya itu kita butuh dana dan
waktu supaya apa hasilnya bisa bagus, serius..”
Nia Fliam juga mengakui bahwa ia telah melakukan investasi
karya seni untuk kehidupan hari tua mereka dan kebutuhan anak-
anaknya kelak, hal ini dijabarkan dalam wawancara off record yang
peneliti lakukan. Sejalan dengan itu, Desmond mengakui bahwa ada
beberapa karya yang tidak boleh dijual untuk saat ini, berikut
kutipannya :
39
“..memang mama dulu pernah bilang ada karya yang
tidak boleh dijual, katanya untuk keperluan nanti
dimasa depan..”
Kebutuhan terhadap keamanan finasial yang dirasakan oleh
Nia Fliam berhubungan dengan karakterisitik kebudayaan
maskulinisme yang memiliki yaitu high uncertainty avoidance, ia
memiliki toleransi rendah terhadap ketidakpastian dan cendrung
memiliki tingkat kepanikan yang tinggi sehingga secara tidak
langsung, Nia Fliam dapat dikatakan telah memiliki perencanaan
keuangan meskipun tidak mendetail. Walaupun demikian, Nia Fliam
mengakui bahwa dirinya tidak memiliki perencanaan keuangan
dalam proses perencanaan suksesi bisnis keluarga ini.
Faktor keingin pemilik untuk tetap memproduksi karya seni
tinggi merupakan faktor lain mengapa pemilik tidak memiliki
perencanaan keuangan. Baik Nia Fliam maupun Agus Ismoyo ingin
tetap menghasilkan karya seni tinggi, karena bagi mereka hidup
adalah tentang seni, dan batik adalah media terbaik yang bisa mereka
ekplorasi termasuk juga tingkat kedekatan mereka dengan batik
sendiri yang sudah sangat tinggi. Dari wawacara off record diketahui
harga jual karya produk yang sangat tinggi, ditambah dengan
karakteristik harga dari sebuah karya seni yang akan semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dari seniman tersebut.
40
Selain itu, berbagai undangan mengajar dan pameran yang kebanyak
berasal dari luar negeri, membuat mereka yakin penghasilan mereka
mampu mendukung kebutuhan finansial mereka nantinya, hal ini
terbukti dari jadwal kegiatan Agus Ismoyo dan Nia Fliam yang
sudah memiliki jadwal workshop diluar negri sampai tahun 2014
nanti.
Berdasarkan atas perencanaan keuangan dari kedua pemilik,
peneliti mendapati perbedaan cara yang dilakukan oleh kedua
pemilik. Agus Ismoyo yang berbudaya Jawa dengan karakteristik
kebudayaan low uncertainty avoidance membuatnya merasa tidak
memerlukan sebuah perencanaan keuangan karena dalam
kebudayaan yang ia pahami, hidup akan mengalir tanpa adanya
sebuah perencanaan dan selalu akan ada keluarga yang dapat
diandalkan dalam keadaan susah. Namun Nia Fliam secara tidak
langsung telah memiliki sejumlah perencanaan keuangan, seperti
investasi karya seni yang akan digunakan untuk keperluan hari tua
serta segala jenis undangan workshop yang lebih ia atur daripada
oleh Agus Ismoyo juga dengan asuransi hari tua. Hal ini dipengaruhi
oleh kebudayaan Amerika Serikat dengan high uncertainty
avoidance yang memandang pentingnya sebuah kepastian.
Perbedaan sikap ini juga terkait dengan perbedaan orientasi
terhadap kerja pada tabel lima dimensi kebudayaan Kluchohn.
Dalam bekerja Nia Fliam memilik etos kerja yang lebih tinggi serta
41
disiplin terhadap tanggungjawab kerja. Hal ini dibuktikan dalam
peran Nia Fliam yang lebih condong kepada pemegang kendali
bisnis daripada Agus Ismoyo. Sementara suaminya, berdasarkan
pengamatan peneliti memiliki karakterisitik santai terhadap waktu
dan tanpa perencanaan. Kebudayaan yang dimiliki oleh Nia Fliam
menjadi penting bagi BTS karena hal inilah yang secara tidak
langsung menjadi kontrol dari konsep mengalir yang dimiliki oleh
Agus Ismoyo.
4.3.1.3. Menentukan Siapa Yang Akan Mengembangkan
Manajemen Bisnis Keluarga
Saat ini manajemen perusahaan diatur oleh supervisor umum
dengan pusat kendali ditangan kedua pemilik. BTS dalam
perencanaan suksesinya akan dipecah kedalam dua kontrol utama,
produksi karya seni tinggi yang akan tetap dipegang oleh pemilik
saat ini dan segala urusan manajemen termasuk produksi karya seni
komersial yang akan dipegang oleh suksesor.
Nia Fliam ingin menyerahkan manajemen BTS kepada orang
lain karena ia menyadari nantinya ketika sudah tua, ia akan
membutuhkan lebih banyak waktu untuk bekarya, sehingga segala
urusan manajemen BTS akan lebih baik jika diserahkan kepada
orang lain, seperti dikutip melalui surel berikut :
42
“..ia nanti BTS akan dibagi dua, ya satu yang urus
bisnis dan saya tetap bekarya..”
Keinginan tersebut terkait dengan variabel kebudayaan high
uncertainty avoidance yang ada pada Nia Fliam dan didasari atas
kesadaran Nia Fliam yang kemudian disetujui oleh Agus Ismoyo,
bahwa nantinya mereka akan memerlukan lebih banyak waktu untuk
mengerjakan karya seni, berikut dikutip dari pendapat Nia Fliam
yang kemudian disetujui oleh Agus Ismoyo :
“..Ya mungkin kita tidur lebih banyak atau lebih
santai, tapi saya kira ngak akan ada kayak waktu kita
terus ngak jalan lagi itu ya ya sampai habis itu ya,
menurut saya ya. Ngak tau apa bayangan saya ngak
punya pikiran untuk tetep BTS karena sudah capai
karena apa yang kita kerjakan ya menyenangkan..”
Kesepahaman pandangan tersebut terkait dengan aspek
kebudayaan feminisme yang dipercaya Nia Fliam serta dominan
pada Agus Ismoyo yaitu “kualitas hidup dan manusia merupakan hal
penting” dan “bekerja untuk hidup”. Membatik dan berkecimpung
dalam dunia kebudayaan bagi mereka adalah sebuah kesenangan dan
43
merupakan sebuah kebutuhan guna memperoleh kualitas hidup yang
lebih baik.
Secara pribadi, Agus Ismoyo tidak memiliki pandangan
mengenai perencanaan suksesi, dikutip berikut :
“..ya makannya selalu kreataif dan inovatif semacam
kamu pikiran itu adala pikira yang kedepan yang
dihadapi dan selalu kreatif itu pokoknya jangan
membayang-bayangken yang nganu tapi nyatanya
bisa saya jawab sari kamu dari kamu bukan jawaban
..”
Pandang Agus Ismoyo tersebut erat kaitannya dengan variabel
kebudayaan low uncertainty avoidance, baginya tanpa sebuah
perencanaanpun hidup dapat berjalan kearah yang baik jika manusia
mau berusaha. Namun seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa
Agus Ismoyo menyadari nantinya ia akan memerlukan lebih banyak
waktu untuk bekarya, maka secara tidak langsung proses
perencanaan suksesipun telah ia lakukan tanpa ia sadari.
Terdapat empat orang kandidat yang pemilik rasa pantas
menjadi suksesor BTS, Agung Harjuno manajer Argasoka Gallery
Ubud sekaligus kakak dari Agus Ismoyo, Bayu Seno adik dari Agus
Ismoyo, Marco Dewanto adik ipar dari Agus Ismoyo dan Jarot
44
akuntan BTS sekaligus kerabat dari keluarga besar Agus Ismoyo dan
merupakan orang kepercayaan Nia Fliam. Pendekatan-pendekatan
personal telah dilakukan oleh kedua pemilik terhadap keempat orang
kandidat tersebut, namun Bayu Seno dan Marco Dewanto menolak
untuk menjadi suksesor dari BTS karena mereka telah memiliki
bisnis sendiri yang sedang berkembang yang membutuhkan banyak
waktu. Sementara Agung Harjuno dan Jarot belum memberikan
kepastian terhadap kesediaan mereka untuk mengurusi BTS namun
secara implisit diakui oleh pemilik, kedua orang tesebut telah
memberikan lampu hijau.
Pemilik sendiri lebih mengharapkan Agung Harjuno sebagai
penerus dari BTS daripada Jarot, dikarena posisinya sebagai anggota
keluarga sehingga mampu mempertahankan identitas BTS sebagai
bisnis keluarga juga selain memang kredibilitasnya yang berada
diatas Jarot. Kecenderungan Agus Ismoyo daam memilih Agung
Harjuno, terkait dengan variabel kebudayaan collectivism dimana
ikatan dan keharmonisan keluarga menjadi hal terpenting dalam
hidup. walaupun Jarot adalah kerabat dekat Agus Ismoyo, namun
Agung Harjuno adalah kakak kandung dari Agus Ismoyo.
Pertemuan lanjutan terhadap kedua orang tersebut secara
terpisah juga telah diadakan oleh pemilik dimana dalam pertemuan
tersebut, salah satu agenda yang dibahas merupakan keinginan
pemilik untuk mempertahankan beberapa karyawan setia mereka
45
yang telah mengabdi selama belasan tahun serta permintaan untuk
tidak merombak secara ekstrim sistem manajemen termasuk orang-
orang yang terlibat didalamnya. Keingingan-keinginan ini terkait
dengan aspek orientasi hubungan pada masyarakat dalam
kebudayaan feminisme dan varibel kebudayaan interpersonal
harmony yang dimiliki oleh Agus Ismoyo, dimana hubungan antar
manusia merupakan hal penting untuk dibina apalagi terhadap
mereka yang sudah dikenal dan bekerja dalam jangka waktu yang
lama.
Saat ini, kedua orang tersebut memiliki keinginan yang sama,
sehingga permasalahan manajemen perusahaan bukan menjadi
sebuah kendala yang dihadapi dalam perencanaan suksesi bisnis
keluarga BTS, ini terkait dengan aspek kebudayaan feminisme
“kualitas hidup dan manusia merupakan hal penting” serta “bekerja
untuk hidup”. Nantinya siapapun yang akan terpilih sebagai seorang
suksesor akan memilik kontrol terhadap manajemen serta karya seni
komersial BTS dan menggantikan posisi Nia Fliam sebagai salah
satu dari pemilik RedLotus, salah satu divisi usaha BSG yang
sebagian kepemilikannya dikuasai oleh Nia Fliam. mereka akan tetap
terlibat dalam BTS namun akan mengurangi kontrol mereka dalam
bisnis.
46
4.3.1.4. Menentukan siapa yang akan meneruskan bisnis
keluarga dan bagiamana ia menyerahkan bisnis
keluarga tersebut
Agus Imoyo tidak mengenal konsep suksesi, ia tidak pernah
memikirkan mengenai regenerasi BTS nantinya. Ia memiliki paham
bahwa tidak ada kata pensiun dalam berkarya, seperti dikutip dalam
wawancara dengan beliau :
“..tapi ya sudah yang saya katakan bahwa saya itu
tidak pernah menbayang-bayangken apa (suksesi
bisnis keluarga) saya itu hidup mengalir..”
Ditambahkan lagi oleh pemilik :
“..tidak ada pensiunnya karena apa yang kita
kerjakan apa yang kita cintai..”
Berbeda dengan Agus Imoyo, Nia Fliam sudah memikirkan
tentang suksesi pada BTS diakuinya , ia mengharapkan bahwa BTS
nantinya dapat dipegang oleh keluarga sendiri :
47
“..berberapa kali memikir bagaimana supaya BTS
bisa dipgang oleh orang lain dan kita arah kepada
keluarga..”
“..ya asik bahwa memang kalo kita percaya ada taksu
(warisan orangtua atau leluhur), taksunya itu bisa
turun kepada generasi selanjutnya ya seneng-seneng
aja. Seumpamanya ada sepupu Ika (Desmond) atau
istrinya Ika atau siapa yang bisa mengolah ya
seneng-senang aja..”
BTS nantinya akan tetap dipegang oleh pemilik saat ini namun
kontrol mereka akan berkurang berkaitan dengan perencanaan
pemecahan kontrol perusahaan. Salah satu dari dua kandidat
potensial suksesor yang nantinya akan meneruskan kepemilikan BTS
akan bertanggungjawab atas manajemen perusahaan juga terhadap
divisi produksi karya seni komersial.
Pemberian kuasa ini akan dilakukan dengan sistem hibah atau
pemberian cuma-cuma, hal ini berkaitan dengan kebudayaan jawa
yang mengangap pendiskusian uang antara keluarga adalah tabu.
Ketika ditanya mengapa pemilik tidak memilih generasi
dibawah mereka untuk menjadi suksesor dari BTS , Nia Fliam
48
mengakui sebenarnya ia mau saja menyerahkan BTS pada mereka,
seperti dikutip berikut :
“..seumpamanya ada sepupu Ika (Desmond) atau
istrinya Ika atau siapa yang bisa mengolah ya
seneng-senang..”
Namun ia menilai Desmond tidak memiliki ketertarikan di
bidang seni batik, itu kenapa pemilik mengarahkan ia untuk
mengurus Studio Babaran Segara Gunung dimana Desmond
memiliki bakat dan ketertarikan dibidang seni musik dan teater yang
kebetulan adalah bagian dari kegiatan yang dijalankan dalam Studio
Babaran Segara Gunung, seperti dikutip berikut :
“..lebih gampang untuk mengajak dia untuk terlibat
dalam kegiatan Babaran Segaro Gunung karen itu
menurut saya memberi ketrampilan kepada dia yang
masih dekat dengan apa yang dia perdalami..”
“..nanti menata semua supaya mereka bisa les
gamelan, bisa les teater atau apa gitu mereka apa
cultural wisata itu jadi dia (Desmond) sangat tertarik
untuk mengembangkan itu. Jadi dia dimana dia
49
merasa nyaman untuk berperan ya kita mendorong
dia cuma kita tidak mau memaksa dia untuk
memikirkan ini untuk BTS..”
Ismoyo menyetujui pemahaman Nia Fliam mengenai posisi
Desmond yang diarahkan untuk mengurusi Studio Babaran Segara
Gunung. Walaupun dalam kebudayaan Jawa dikenal konsep
primogeniture dimana hak waris keluarga hanya diberikan pada anak
laki-laki dan sexist dimana peranan manusia dibedakan oleh gender
mereka masing-masing, namun Ismoyo tidak menerapkan sistem
tersebut. Dikutip dari wawancara dengan Agus Ismoyo :
“..Itu satu, ngak ada mikirin iki lanang wedok, secara
keilmuan itu satu, itu yang menghiupi yang bisa jadi
kesatuan begitu, ya seperti segoro dan gunung ya..”
Lintang Dyah Tara yang merupakan anak perempuan hasil
adobsi tidak disebutkan dalam perencanaan suksesi bisnis keluarga
BTS dikarenakan umurnya yang masih terlalu muda sehingga fokus
pemilik jatuh kepada Desmond yang secara umur sudah dapat
dikatagorikan dewasa. Sementara Desmond, satu-satunya anak
lelaki pemilik, masih dinilai belum cukup matang dalam pemahaman
50
tentang konsep Tribawana, selain juga ia tidak memiliki minat
dibidang seni batik. Dikutip dari Nia Fliam :
“..tapi untuk pikir bisnis BTS kayaknya dia ngak
tertarik..”
“..untuk studio pendidkan baru, masih banyak waktu
untuk mengembangkan dia dan BSG itu..”
Desmond lebih tertarik pada seni sastra, musik dan teater
sehingga pemilik mengarahkan Desmond untuk terlibat didalam
Studio Babaran Segara Gunung dan menjadikan ia sebagai pemilik
usaha tersebut kelak. Desmond dinilai tepat dalam memimpin Studio
Babaran Segara Gunung, salah satu perusahaan yang dibuat oleh
Agus Ismoyo dan Nia Fliam yang bergerak dibidang edukasi seni,
selain karena karakteristik personal Desmond dan minat yang dinilai
cocok untuk berada disana, juga karena usaha ini masih tergolong
baru dan pemilik merasa mereka masih mempunyai cukup waktu
untuk memberikan pemahaman konsep Tribawana secara lebih
mendalam. Pendidikan pemahaman konsep ini akan berjalan seiring
dengan perkembangan Studio Babaran Segara Gunung nantinya.
Pada tahap menentukan siapa yang yang akan meneruskan
bisnis dan bagaimana cara menyerahkannya, jika dikaitkan dengan
51
lima dimensi kebudayaan Khuclohn bagian orientasi terhadap
hubungan antar sesama, masing-masing dari pemilik memiliki
kesepahaman bahwa hubungan antar sesama manusia harus dijalin
secara harmonis dan dimulai dari keluarga dengan konsep
Tribawana yang kedua pemilik percayai, juga ditunjukan melalui
komitmen tinggi kedua pemilik untuk mempertahankan identitas
BTS sebagai bisnis keluarga ditambah dengan kebudayaan
feminisme yang dimiliki oleh pasangan pemilik tersebut. Namun,
pada masing-masing pemilik memiliki perbedaan pandangan, Agus
Ismoyo tidak mengenal konsep perencanaan suksesi sehingga ia
tidak berpikiran tetang siapa dan bagaimana BTS akan diteruskan
nantinya dan cendrung pasif dalam melakukan tindakan ini.
Sementara Nia Fliam berpandangan penyerahan BTS perlu kepada
keluarga sendiri sehingga ia telah melakukan beberapa aktifitas
terkait perencanaan suksesi bisnis keluarga BTS. Dikaitkan kembali
dengan lima dimensi kebudayaan Khuclohn, sikap Nia terhadap
perencanaan suksesi BTS yang cendrung lebih aktif, berhubungan
dengan dimensi kebudayaan terhadap orientasi kerja. Ia memilik etos
kerja yang lebih tinggi serta disiplin terhadap tanggungjawab BTS.
52
4.3.1.5. Meminimalisir Pajak Dalam Proses Penyerahan
Kekuasaan
Secara hukum, BTS diakui sebagai sebuah studio seni, dimana
aktifitas pajaknya dimasukan kedalam pajak pendapatan perorangan.
Demikian juga nantinya ketika terjadi proses transefer kepemilikan,
dimana secara legal kepemilikan atas BTS akan tetap berada diatas
nama Agus Ismoyo, proses transfer kepemilikan akan dipandang
sama dengan proses perekruitan tanaga kerja baru sehingga pemilik
tidak terlalu mempedulikan faktor pajak dalam proses penyerahan
kekuasaan. Dipandang dari sisi ekonomi, sistem ini memberikan
keuntungan bagi BTS karena BTS tidak perlu menanggung beban
pajak pemberian saham.
Menurut pengakuan dari kandidat potensial suksesor, ia tidak
memiliki masalah dengan legalitas hukum yang tidak mencantumkan
namanya sebagai salah satu pemilik BTS, karena baginya secara
praktek, ketika proses sukesi telah berjalan ia akan mendapatkan
pengakuan sebagai seorang pemilik dari setiap orang yang
berhubungan dengan bisnis keluarga tersebut. Hal ini kembali lagi
berkaitan dengan faktor kebudayaan collectivism yang ada pada diri
para calon suksesor potensial, bahwa dalam ikatan keluarga, yang
terpenting adalah kepercayaan dan bukan legalitas hukum. Seperti
dikutip dari percakapan melalui telepon seluluar dengan Agung
Harjuno :
53
“..saya tidak mementingkan hal seperti itu (legalitas
hukum), namanya keluarga kan ada asas saling
percaya, toh nantinya siapapun pemiliknya semua
yang ada disitu akan mengakui orang tersebut..”
Agus Ismoyo dan Nia Fliam menyerahkan segala urusan pajak
kepada akuntan mereka sehingga ketika ditanya tentang
permasalahan ini, mereka tidak dapat menjawab dengan detail.
Namun Nia Fliam berpendapat bahwa pajak adalah komponen yang
sudah sepantasnya untuk dibahas jika nantinya proses suksesi ini
berjalan dikutip dari Nia Fliam :
“..ya urusan pajak itu penting, Jarot selalu urus pajak
kami karena untuk urus dengan bank itu perlu surat
pajak..”
Sementara Agus Ismoyo tidak terlalu memikirkan permasalahan
pajak atau legalitas hukum, dikutip dari beliau :
“..ya sama keluarga percaya saja, kalau masalah
nanti BTSnya gimana itu biarkan mengalir saja..”
54
Disini terlihat walaupun kedua pemilik tidak terlalu
memperdulikan permasalahan pajak dan semua urusan perpajakan
diurus oleh akuntan mereka, namun secara tidak langsung Nia Fliam
memiliki perhatian khusus tentang permasalahan perpajakan.
Perbedaan pandangan terhadap urusan pajak dipengaruh oleh
perbedaan kebudayaan high uncertainty avoidance Nia Fliam dengan
low uncertainty avoidance Agus Ismoyo. Dikaitkan kembali dengan
dimensi orientasi terhadap kerja Khuclohn, dalam kebudayaan
Amerika yang masih tertanam dalam kehidupan Nia, sebuah
kepastian hukum merupakan hal yang penting.