ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP...
Transcript of ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP...
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP NON PERFORMING FINANCING
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2005 – 2013
Oleh
Ahmad Tabrizi NIM: 1070 8400 3530
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Ahmad Tabrizi
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 03 Agustus 1987
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kp. Utan Jati 04/03 Ds. Kedaung Barat Kec. Sepatan
Timur Kab. Tangerang
Agama : Islam
No Telp/HP : 0218469620 / 082125364497
Email : [email protected]
PENDIDIKAN
Formal
TK Islam Sepatan (1992-1994)
SDN Karolina Tangerang (1994-2000)
MTs An-Nur Bantul Yogyakarta (2000-2003)
MAK An-Nur bantul Yogyakarta (2003-2006)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2014)
ii
ABSTRACT
This study aims to determine empirically the effect from macroeconomic variables
that have been chosen, which are the Gross Domestic Product, Inflation, and
Exchange Rate, on Non-Performing Financing in Islamic Banks in Indonesia. By
using the method of Ordinary Least Square on time-series data from January
2005 to December 2013, and the results showed that the Gross Domestic Product
has a positive effect 4.160814% on Non Performing Financing and Exchange
Rate has a positive effect 0,489263% on Non Performing Financing, while
Inflation has a negative effect 0,015934% on Non Performing Financing.
Simultaneously Non Performing Financing can be explained by GDP, Inflation,
and Exchange Rate in the amount of 93.1%. Because of this study only limited to
three macroeconomic variables, so further studies are expected to add other
macroeconomic variables and microeconomic variables that considered to be
more potential.
Keywords: Gross Domestic Product (GDP). Inflation, Exchange Rate (Kurs), Non
Performing Financing (NPF), time-series, Ordinary Least Square (OLS).
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris pengaruh dari variabel
makroekonomi yang telah dipilih, yaitu Pendapatan Domestik Bruto, Inflasi, dan
Nilai Tukar, terhadap Non Performing Financing pada Bank Umum Syariah di
indonesia. Dengan menggunakan metode Ordinary Leasr Square terhadap data
time-series dari bulan Januari 2005 sampai bulan Desember 2013, hasil
menunjukan bahwa Produk Domestik Bruto mempunyai pengaruh positif sebesar
4.160814% terhadap Non Performing Financing, Nilai Tukar mempunyai
pengaruh positif sebesar 0,489263% terhadap Non Performing Financing dan
Inflasi mempunyai pengaruh negatif sebesar 0,015934% terhadap Non Performing
Financing. Secara simultan Non Performing Financing dapat dijelaskan oleh
PDB, Inflasi dan Kurs sebesar 93,1%. Karena penelitian ini hanya terbatas pada
tiga variabel makroekonomi, maka penelitian selanjutnya diharapkan
menambahkan variabel makroekonomi lain dan variabel mikroekonomi yang
dianggap lebih potensial.
Kata kunci: Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Inflasi, Nilai Tukar (Kurs), Non
Performing Financing (NPF), time-series, Ordinary Least Square (OLS).
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah Subhanahu Wata’ala yang selalu melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Analisis Pengaruh Variabel Makro terhadap Non Performing Financing
Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2005-2013” sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya
dukungan, bantuan, bimbingan, nasehat, dan doa dari berbagai pihak selama
proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih setulus-tulusnya kepada :
1. Kedua Orang Tua, H. Sukari dan Hj. Umu habibah yang menyayangi,
merawat dan mendidik saya dengan penuh keikhlasan, doa-doanya
tidak pernah putus, selalu mengiringi langkah saya untuk dapat selalu
menebar manfaat. Dan kepada saudara sekandung: Syihabudin, Siti
Ruqhoyah dan Ahmad Badru Munir smoga allah tetap menyatukan
kita hingga surgaNYA nanti,.
2. Izzati Shabrina karena telah berusaha menjadi istri sholihah, yang juga
menemani dalam pembuatan skripsi ini, smoga allah menjadikan kita
tauladan terbaik untuk anak anak kita. Aamiin.
3. Anak-anakku Muzzammil Ahza Al-hadiid dan Ghaziya Farhana
semoga allah menjadikan Islam dalam Hati kalian, dunia di dalam
genggaman untuk menebar manfaat bagi kemakmuran bumi. Amiin.
v
4. Bibi Lili Farichah yang telah memberikan kasih sayangnya selama
penulis tinggal diciputat. Semoga allah melimpahkan anugrahnya
kepada bibi sekeluarga. Amiin.
5. Teman teman halaqoh yang tetap kompak dari mulai masuk kampus
sampai dengan dengan saat ini, semoga hati kita selalu disatukan
dalam keimanan dan keislaman, dan selalu dipertemukan dalam setiap
aktifitas kemanfaatan.
6. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku pembimbing Pertama,
sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dukungan
dan bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.
7. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E., M.Sc selaku pembimbing II dan
selaku ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang
telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian, dan semangat serta
memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada penulis, demi
selesainya skripsi ini dengan baik.
8. Bapak Zaenal Muttaqin, SE., dan Ibu Utami Baroroh SE, MSi selaku
Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan yang
telah memberikan dukungan dan kesempatan yang sangat besar
kepada penulis dalam membantu dalam penyelesaikan studi di
Universitas Islam Negeri Jakarta.
9. Bapak Tony S. Chendrawan selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberikan banyak ilmu kepada penulis, terutama
dalam membentuk insan ekonomi moneter yang berlandaskan syariah
Islam di UIN Jakarta.
10. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terutama kepada
ayahanda Bapak Dr. Herni Ali, HT, Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni,
Bapak Dr. Ir. H. Roykhan M Aziz, MM, Bapak Pheni Chalid, Ph.D
dan Bapak Prof. Faisal Badrun yang mendengarkan keluh kesah dan
telah memberikan ilmunya yang bermanfaat untuk penulis.
vi
11. Prof. Dr. H.A. Tib Raya, Ma dan Dr. Sudarnoto Abdul Hakim yang
telah membimbing kami dalam dinamika organisasi kemahasisiwaan
Universitas.
12. Seluruh Staff Akademik, Keuangan, Umum Fakultas Ekonomi dan
Bisnis terutama kepada Ibu Siska, Ibu halimah, Bapak Sofyan, Bapak
Alfred dan bapak ibu lainnya yang belum tersebut terimakasih atas
kerja kerasnya dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi
mahasiswa, khususnya di Jurusan IESP. Juga kepada Mpo dan
karyawan lainnya dari mulai teman teman OB sampai Satpam, semoga
allah melapangkan anugrahnya untuk semuanya.
13. Para sahabat organisai baik intra maupun ekstra kampus mulai dari
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Fraksi Partai
Intelektual Muslim (F-PIM), Dewan Perwakilan Mahasiswa
Universitas (DPMU), Lingkar Studi Ekonomi Islam (LISENSI),
Badan Eksekutif Mahasisiwa Jurusan dan Fakultas, Generasi Baru
Indonesia (Gen-BI) dll, berkat sahabat semua penulis mendapatkan
lingkungan positif.
14. Keluarga besar IESP 2007, konsentrasi Ekonomi Islam, Pembangunan
dan Moneter Angkatan 2007 terutama kepada Milad, Edo, Finsa,
Dini, Luthfi dan Ully, Anin, Hery Handoko, Fahmi, Syamsul, Mamet,
Ahmad, JB, Slamet, Pranowo, Aga, Mario, Danang, Alisah,
Fenny, dan Arini Yunie, Riska, Alisah, Hikmah, Muis, Ahong, Niar,
Saiful, Rudi, Satria, Hafa, Huza, Regina, Reza. Dengan segala
dinamika selama empat tahun bersama kalian pasti tidak akan
terlupakan. Semoga teman-teman semua mencapai kesuksesan dunia
akhirat. Amin.
15. Teman-teman di UIN mulai dari fakultas ekonomi sampai fakultas
kedokteran baik dalam aktifitas akademis maupaun aktifitas organisasi
tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih saya dengan tidak
dapat menyebutkan nama teman-teman satu persatu semoga penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
A. Landasan Teori .......................................................................................... 9
1. Bank Syariah ................................................................................. 9
a. Pengertian Bank Syariah ................................................. 9
b. Prinsip Bank Syariah ....................................................... 10
ix
c. Sumber Dana Bank Syariah ............................................ 11
d. Risiko Usaha Bank Syariah ............................................. 13
2. Pembiayaan / Kredit ..................................................................... 16
a. Pengertian Pembiayaan / Kredit ...................................... 16
b. Sistem Pembiayaan / Kredit ............................................ 17
c. Penilaian Pembiayaan / Kredit ........................................ 19
d. Penyisihan Penghapusan Aktiva ..................................... 20
3. Non Performing Financing (NPF) .............................................. 22
a. Pengertian NPF ................................................................ 22
b. Penilaian Kesehatan Non Performing Financing ......... 24
c. Macam macam Perhitungan NPF .................................... 26
4. ProdukDomestik Bruto (PDB) ................................................... 28
a. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB) .................... 28
b. Perhitungan Pendekatan Produk Domestik Bruto
(PDB) ................................................................................ 29
c. Pengelompokan Produk Domestik Bruto (PDB) . .......... 32
5. Inflasi ............................................................................................. 35
a. Pengertian Inflasi ............................................................. 35
b. Cara Mengukur Inflasi ..................................................... 36
c. Jenis Inflasi ....................................................................... 37
d. Sebab - sebabTerjadinya Inflasi ...................................... 38
e. Dampak Inflasi ................................................................. 39
x
6. Nilai Tukar (Kurs) ........................................................................ 40
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 43
C. Keterkaitan Hubungan antar Variabel ..................................................... 52
1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Berpengaruh Negatif
terhadap Non Performing Financing (NPF) ........................... 52
2. Inflasi (INF) Berpengaruh Positif terhadap Non Performing
Financing (NPF) ....................................................................... 53
3. Nilai Tukar (Kurs) terhadap Non Performing Financing
(NPF) .......................................................................................... 55
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 56
E. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 58
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 61
A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 61
B. Model Penentuan Sampel .......................................................................... 62
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 62
D. Teknik Analisis .......................................................................................... 64
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................ 64
a. Uji Normalitas .................................................................. 64
b. Uji Multikolinieritas ........................................................ 65
c. Uji Heterokedastisitas ...................................................... 66
d. Uji Otokorelasi ................................................................. 66
2. Uji Statistik ................................................................................... 67
xi
a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ....................... 67
b. Uji Simultan (Uji - F) ...................................................... 69
c. Uji Parsial (Uji-T) ............................................................ 70
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................... 72
1. Variabel Dependent (Variabel Terikat) ...................................... 72
2. Variabel Independent (Variabel Bebas) ..................................... 73
a. Produk Domestik Bruto (PDB) ....................................... 73
b. Inflasi ................................................................................ 74
c. Nilai Tukar (Kurs) ........................................................... 74
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ..................................................... 75
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................ 75
1. Perkembangan Non Performing Financing ............................ 75
2. Perkembangan Produk Domestik Bruto .................................. 77
3. Perkembangan Inflasi Di Indonesia .......................................... 79
4. Perkembangan Nilai Tukar (Kurs) ............................................ 83
B. Hasil Analisa ........................................................................................ 86
1. Uji asumsi Klasik ...................................................................... 86
a. Hasil Uji Normalitas.......................................................... 86
b. Uji Otokorelasi .................................................................. 87
c. Uji Multikolinieritas .......................................................... 88
2. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square ......................... 90
a. Uji Probabilitas t-statistik ...................................................... 91
xii
b. Uji F-statistik .......................................................................... 93
c. Koefisien Determinasi (Adjusted R-square)......................... 94
C. Analisis Ekonomi .................................................................................. 94
1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) .......................................... 94
2. Inflasi (INF) ................................................................................ 95
3. Nilai Tukar (KURS)................................................................... 97
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 99
A. Kesimpulan .......................................................................................... 99
B. Saran .................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 102
LAMPIRAN ......................................................................................................... 107
xii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan PDB, Inflasi, Kurs dan Non PerformingFinancing
(NPF) Bank Syariah 2
2.1 Tingkat Resiko Dalam Setiap Jenis Pembiayaan Bank
Syariah ............................................................................................... 15
2.2 Perhitungan NPF berdasarkan ketepatan pembayaran pokok
bunga dan kategori kualiatas kredit Bank syariah .......................... 25
2.3 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 48
4.1 Hasil Uji Otokorelasi ........................................................................ 88
4.2 Hasil Uji Multikolineritas................................................................. 89
4.3 Hasil Olah Data dengan Metode OLS ............................................. 90
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 59
4.1 Perkembangan NPF Di Indonesia ..................................................... 76
4.2 Perkembangan PDB Di Indonesia ...................................................... 79
4.3 Perkembangan Inflasi Di Indonesia .................................................. 80
4.3 Perkembangan Kurs Di Indonesia ...................................................... 84
4.4 Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera ...................................................... 87
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
1 Data Penelitian ................................................................................... 107
2 Hasil Uji Dengan Metode Ordinary Least Square (OLS) ............. 110
3 Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 111
4 Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................................... 111
5 Hasil Uji OLS setelah di LN/Log ..................................................... 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan produk turunannnya kemudian menyalurkannya kembali
dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan demikian, bank merupakan
bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yang
strategis sebagai penghimpun dan penyalur dana dari dan kepada
masyarakat secara efektif dan efisien guna terciptanya pertumbuhan PDB di
suatu wilayah.
Menurut Hemawan (2008), Sebagaimana diketahui pasca krisis
hebat 1997, Indonesia pada tahun 2005 dan 2008 kembali terkena krisis.
Tahun 2005 kondisi makro ekonomi terjadi peningkatan inflasi yang dipicu
oleh meningkatnya harga minyak dunia, tercatat pada tahun 2005 harga
bahan bakar minyak bersubsidi meningkat dua kali yaitu sebesar 30% pada
maret 2005 dan sebesar 100% pada Oktober 2005 sehingga menyebabkan
inflasi mencapai 17,11% pada Desember 2005. Sedangkan pada tahun 2008
dipicu oleh krisis subprime mortgage di AS serta lonjakan harga minyak
dunia yang tak terkendali.
2
Kondisi demikian berpengaruh pada perkembangan industri
perbankan Indonesia, tidak terkecuali industri perbankan syariah, khususnya
pada penyaluran kredit atau dalam terminologi bank syariah kredit disebut
pembiayaan (UU no 21 tahun 2008). Perkembangan aset dan pembiayaan
bank syariah dapat digambarkan pada tabel 1.1 berikut:
Tabel. 1.1
Perkembangan PDB, Inflasi, Kurs dan Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah 2005-2013
No Tahun PDB
(Miliar RP)
Inflasi
(%)
Kurs
(Rp)
Pembiayaan*
(Miliar Rp)
NPF (%)
1 2005 439.484,10 17,07 9.830 15.232 2,82
2 2006 466.101,10 6,60 9.020 20.445 4,75
3 2007 493.331,50 6,59 9.419 27.944 4,05
4 2008 519.391,70 11,06 10.950 38.195 3,95
5 2009 548.479,10 2,78 9.400 46.886 4,01
6 2010 585.812,00 6,96 8.991 68.181 3,02
7 2011 623.519,80 3,79 9.067 102.655 2,52
8 2012 662.063,20 4,30 9.670 151.754 2,22
9 2013 699.903,10 8,50 12.081 184.120 2,96
Sumber : Bank Indonesia, BPS, diolah.
Pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa selama rentang tahun 2005
hingga 2013 NPF mengalami fluktuasi untuk beberapa rentang tahun,
seperti pada gambar diatas pada tahun 2006 sampai tahun 2009 NPF
3
mengalami fluktuasi yang tinggi hampir rata rata mencapai batas
kesehatan bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 5%, yang
artinya bank harus berhati-hati menyalurkan dananya pada sektor riil.
Seperti yang banyak diberitakan oleh berbagai media di Indonesia,
berita tentang NPL selalu menjadi perhatian serius untuk dicermati
diantarnya pernah dialami oleh penulis dalam mengadvokasi nasabah
pembiayaan macet pada Bank Negara Indonesia (BNI 46) dan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Mustindo. Penulis menemukan banyak faktor
yang menyebabkan macetnya suatu pembiayaan / kredit, diantaranya
dikarenakan tidak stabilnya nilai inflasi dan kurs yang mengakibatkan
turun atau naiknya daya beli masyarakat (purceshing power parity).
NPF akan dirasa meningkat manakala adanya penurunan jumlah
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, penurunan
penjualan tersebut menjadikan pendapatan perusahaan menurun, apabila
kondisi ini terus terjadi maka akan mempengaruhi kelancaran pembayaran
kredit nasabah tersebut. Penurunan penjualan yang dilakukan oleh
perseorangan ataupun perusahaan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor yang diantaranya adalah disebabkan oleh fluktuasi inflasi dan nilai
tukar.
Menurut Nasution, (2007). jika bank mengalami kebangkrutan
disebabkan tingginya nilai NPF, maka deposan akan kehilangan aset atau
dihadapkan dengan jaminan yang tidak seimbang. Dalam perbankan
konvensional bank juga membagi risiko kerugian mereka kepada debitur
4
lain dengan cara menetapkan suku bunga pinjaman yang tinggi. Tingkat
bunga deposito yang rendah dan suku bunga pinjaman yang tinggi akan
menekan tabungan dan pasar keuangan, dan menghambat pertumbuhan
ekonomi dalam Non performing loan akan mengakibatkan jatuhnya sistem
perbankan, mengkerutnya pasar saham dan bahkan mengakibatkan
kontraksi dalam perekonomian.
Kajian Bank Indonesia menginformasikan bahwa di Indonesia
terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh
menurunnya tingkat konsumsi dan ekspor. Menurunnya tingkat konsumsi
dan ekspor berkaitan dengan nilai tuker riil yang ada dalam negeri, ketika
nilai tukar riil tinggi maka akan menaikan harga barang-barang domestik
dan akan meurunkan ekspor juga daya beli masyarakat. Menurunnya
pendapatan masyarakat akan mempengaruhi pengembalian kredit, dengan
kata lain akan meningkatkan potensi terjadinya kredit bermasalah atau non
performing financing (NPF).
Rahmawulan (2008) menyatakan bahwa ketika krisis menerpa
lembaga keuangan indonesia bank syariah akan bersedia menanggung
risiko, tanpa takut mengurangi kekuatan financialnya dalam membangun
cadangan pengganti kerugian pada saat bisnis bagus. Sehingga perbankan
syariah seharusnya akan lekas pulih dari krisis ekonomi. Akan tetapi
melihat data non performing financing (NPF) pada tabel 1.1 bank syariah
tetap terkena imbas krisis yang terjadi. Jika dibandingkan dengan bank
konvensional, pola NPF bank syariah seolah-olah tetap mengikuti pola
5
NPL bank konvensional. Oleh karena itu, keberadaan sistem syariah perlu
diteliti pengaruhnya terhadap rasio NPF.
Beberapa penelitian tentang faktor-faktor eksternal yang meliputi
kondisi makro ekonomi yakni: Pendapatan Domestik Bruto (PDB), Inflasi,
dan Kurs yang mempengaruhi tingkat rasio non performing loan (NPL)
atau non performing financing (NPF) pada bank umum syariah telah
dilakukan, antara lain: Rahmawulan (2008) meneliti faktor eksternal yang
mempengaruhi kredit bermasalah (NPL/NPF). Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa PDB berpengaruh positif signifikan terhadap kredit
bermasalah (NPL/NPF). Sedangkan Tarron Khemraj (2005) menunjukkan
hasil PDB berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit bermasalah
(NPL/NPF). Sementara itu, hasil yang berbeda dari Soebagia (2005), dan
Muntoha Ihsan (2011) yang menunjukkan bahwa PDB tidak berpengaruh
signifikan terhadap kredit bermasalah (NPF).
Hermawan Soebagia (2005) menunjukkan bahwa inflasi
memberikan dampak positif signifikan terhadap kredit bermasalah (NPL)
bank umum komersial di Indonesia. Sedangkan Muntoha Ihsan (2011)
menyatakan bahwa inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap perubahan NPF.
Hoony K. Tannudjaja (2006) menyatakan bahwa nilai tukar tidak
berpengaruh signifikan terhadap non performing loan perbankan
indonesia. Penelitian ini didukung oleh Taufan verdino (2009) yang
menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US dolar tidak memiliki
6
pengaruh terhadap kredit bermasalah pada perbankan indonesia.
Sedangkan menurut Anin Diyanti (2012), Analita Yunita (2014), Tarron
khemraj (2005) dan rahmawulan (2008) menyatakan sebaliknya yaitu
Inflasi memiliki pengarus positif terhadap NPL.
Penelitian ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan penelitian
lainnya mulai dari variabel dan data yang diambil dalam kurun waktu yang
berbeda. Dengan menggunakan data terbaru sehingga hasil yang didapat
akan lebih menggambarkan situasi perbankan pada saat ini.
Berdasarkan pada fenomena gap dan keragaman argumentasi
(research gap) hasil penelitian yang ada mengenai pengaruh eksternal
perbankan terhadap NPL/NPF. Maka dengan hal ini penulis ingin
menindaklanjuti dan lebih meneliti pengaruh pada NPF perbankan syariah
maka oleh karena itu penulis sangat terdorong untuk mengangkat
permasalahan mengenai “Analisis Pengaruh Variabel Makro Terhadap
Non Performing Financing Bank Umum Syariah di Indonesia Periode
2005-2013”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan
permasalahan yaitu, terdapat hasil penelitian yang tidak konsisten atas
pengaruh pertumbuhan PDB, Inflasi dan nilai tukar terhadap NPF.
7
Adapun permasalahan yang akan dirumuskan dalam pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh PDB secara parsial terhadap NPF pada Bank
Umum Syariah di indonesia pada tahun 2005 sampai 2013 ?
2. Bagaimana pengaruh Inflasi secara parsial terhadap NPF pada Bank
Umum Syariah di indonesia pada tahun 2005 sampai 2013 ?
3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar secara parsial terhadap NPF pada
Bank Umum Syariah di indonesia pada tahun 2005 sampai 2013 ?
4. Bagaimana pengaruh PDB, Inflasi dan Nilai Tukar secara simultan
terhadap NPF pada Bank Umum Syariah di indonesia pada tahun
2005 sampai 2013?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan penelitian dan pertanyaan penelitian,
maka tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan PDB terhadap NPF pada Bank
Umum Syariah di Indonesia pada tahun 2005-2013?
2. Menganalisis pengaruh Inflasi terhadap NPF pada Bank Umum
Syaria di Indonesia pada tahun 2005-2013?
3. Menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap NPF pada Bank Umum
Syariah di Indonesia pada tahun 2005-2013?
4. Menganalisis pengaruh PDB, Inflasi dan nilai tukar secara simultan
terhadap NPF pada Bank Umum Syariah di Indonesia pada tahun
2005-2013?
8
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagi Praktisi Perbankan
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat bagi penentu kebijakan perbankan Syariah dalam
menentukan kebijakan pada tahun tahun yang akan datang dan
menjadi masukan bagi praktisi perbankan khususnya perbankan
syariah dalam mengambil keputusan berkaitan risiko pembiayaan
dalam rangka intermediasi perbankan.
b. Bagi Akademisi
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan referensi bagi peneliti sendiri maupun bagi peneliti selanjutnya
yang tertarik untuk meneliti berkenaan dengan topik perbankan
Syariah khususnya tentang pengaruh PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar
terhadap Non Performing Financing pada Bank Syariah di Indonesia
periode tahun 2005 sampai 2013.
c. Bagi penulis
Penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi
penulis tentang bagaimana pengaruh PDB, Inflasi, dan Nilai Tukar
terhadap Non Performing Financing pada Bank Syariah di Indonesia
periode tahun 2005 sampai 2013 dan sebagai dasar untuk
mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan tema tersebut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Yusak Laksamana (2009) menjelaskan Secara konsep, Bank
Syariah adalah bank yang beroprasi berdasarkan prinsip prinsip
syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan
dan universalitas bagi seluruh kalangan
Dalam Malayu Hasibuan (2007). Bank berdasarkan prinsip
syariah (BPS) adalah Bank Umum Syariah atau Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) yang beroprasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam, atau dengan kata lain yaitu bank yang tata cara
beroprasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Islam
Menurut Muhammad (2005) Bank Syariah adalah bank yang
beroprasi dengan tidak mengandalkan bunga. Bank Islam atau biasa
disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan
berlandaskan pada Al-Quran dan hadist Nabi SAW. Dengan kata lain,
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya desesuaikan
dengan syariat Islam.
10
Sedangkan menurut Darmawi (2006), Bank Syariah adalah
lembaga keuangan yang operasionalnya dengan cara menggunakan
prinsip-prinsip syariah. Bank Syariah dinamakan sebagai Bank tanpa
bunga Karena dalm menghimpun dana tidak memberikan imbalan
bunga dan dalam pinjaman tidak dipungut bunga.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Bank Syariah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian (akad)
antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum Islam.
Sehingga perbedaan antara bank islam dengan bank konvensional
terletak pada prinsip dasar operasinya yang tidak menggunakan
bunga, akan tetapi menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli dan
prinsip lain yang sesuai dengan prinsip Islam, karena bunga diyakini
mengandung unsur riba yang di haramkan (dilarang) oleh agama
Islam.
b. Prinsip Bank Syariah
Prinsip syariah adalah aturan atau perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan
syariah. Bank Syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan
dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam ke dalam
transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
11
Menurut Rodoni (2009) Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islami
itu adalah:
1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan
perolehan keuntungan yang sah.
3. Mengeluarkan zakat.
c. Sumber Dana Bank Syariah
Menurut Arifin (2009) sumber dana Bank Syariah terdiri dari :
1. Modal inti,
Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal
dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya
dana modal inti terdiri dari :
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham.
b. Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang
disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di
kemudian hari.
c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya
dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para
pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang
Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
12
2. Kuasi Ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip
mudharabah, berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai
mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa :
a. Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan
dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana
mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah
mutlaqah (unrestricted investment account) bank dapat
menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24
bulan dan seterusnya.
b. Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai
manager investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau
lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk
menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau
proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka
kehendaki.
c. Rekening tabungan Mudharabah, prinsip mudharabah juga
digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu
syarat mudharabah adalah dananya harus dalam bentuk uang
(monetary form), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada
mudharib.
13
3. Dana Titipan (Wadi’ah/Non Remunerated Deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan kepada
bank yang umumnya berdasarkan giro atau tabungan. Dana titipan ini
terdiri dari :
a. Rekening giro wadi’ah, dalam hal ini bank menggunakan
prinsip wadi’ah yad dhamanah. Pemilik simpanan dapat
menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian
atau seluruhnya.
b. Rekening tabungan wadi’ah, prinsip wadi’ah yad dhamanah
juga dimanfaatkan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan,
yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan
dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya
kembali.
d. Risiko Usaha Bank Syariah
Bank merupakan salah satu lembaga intermediasi keuangan.
Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang
berkaitan erat dengan fungsi tersebut. Pesatnya perkembangan
lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan
semakin kompleknya risiko kegiatan usaha perbankan.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang
penerapan manajemen resiko bagi bank umum yang meliputi berbagai
macam resiko dan dari 8 resiko bank umum syariah hanya wajib
menerapkan 4 jenis resiko, diantaranya :
14
1. Risiko kredit : risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan
counterparty memenuhi kewajibannya.
2. Risiko pasar : risiko yang timbul karena adanya pergerakan
variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki
oleh Bank, yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar meliputi
suku bunga dan nilai tukar.
3. Risiko likuiditas : risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak
mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
4. Risiko operasional : risiko yang antara lain disebabkan adanya
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko yang terjadi terhadap perbankan dapat menimbulkan
kerugian, karenanya perlu dicegah dan jika terlanjur terjadi maka
wajib hukumnya untuk ditanggulangi. Risiko yang terkandung dalam
setiap jenis pembiayaan bisa menjadi pertimbangan Bank Syariah
dalam memilih jenis akad yang dipakai. Berikut ini tabel tingkat risiko
menurut jenis akad pembiayaan:
15
Tabel 2.1 Tingkat Resiko dalam Setiap Jenis Pembiayaan Bank Syariah**
No Jenis
Pembiayaan
Resiko
Kredit*
Resiko
Harga
Resiko
Likuiditas
Resiko
Oprasional
1 Murobahah 2,56 2,87 2,67 2,93
2 Mudhorobah 3,25 3 2,67 3,08
3 Musyarokah 3,69 3,4 2,92 3,18
4 Ijaroh 2,64 2,92 3,1 2,9
5 Istisnha’ 3,13 3,57 3 3,29
6 Salam 3,2 3,5 3,2 3,25
7 Dimishing
Musyarokah 3,33 3,4 3,33 3,4
* Skala 1 sampai dengan 7, dimana 1 sebagai pembiayaan yang paling tidak berisiko dan 7 sebagai pembiayaan yang berisiko
** Sumber: Khan and Ahmad (2001) dalam Ihsan (2011)
Tabel 2.1 menunjukkan skala 1 sampai 7, dimana 1
sebagai pembiayaan yang paling tidak berisiko dan 7 sebagai
pembiayaan yang berisiko. Dalam tabel tersebut dapat dilihat dengan
jelas, bahwa murabahah adalah pembiayaan yang memiliki risiko
yang paling kecil dari sisi risiko kredit, risiko mark-up, risiko
likuiditas, maupun risiko operasional. Jenis pembiayaan mudharabah
memiliki risiko yang lebih tinggi dari murabahah namun lebih rendah
dari musyarakah.
Pembiayaan yang memiliki risiko paling tinggi adalah
pembiayaan profit loss sharing (mudharabah dan musyarakah). Hal ini
disebabkan akad mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan
juga memberikan hak penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha
16
tanpa campur tangan shahibul maal dan ditanggungnya kerugian oleh
shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad
pembiayaan ini sangat rentan terhadap segala risiko yang
ditimbulkannya. Pembiayaan murabahah memiliki risiko yang paling
kecil karena pembiayaan tersebut memiliki tingkat return yang pasti.
Hal tersebut dikarenakan kedua pihak (pihak debitur dan bank) harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran dan akad jual
beli tersebut tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
2. Pembiayaan / Kredit
a. Pengertian Pembiayaan / Kredit
Kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak
(kreditor) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau
penghutang) dengan janji membayar dari si penerima kredit kepada
pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. (Veithzal dan Andria, 2007:4)
Sedangkan menurut Susilo (2000) kredit adalah penyedian uang
atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
meminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu
tertentu. Kewajiban tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
17
b. Sistem Pembiayaan / Kredit
Bank berfungsi untuk mengalihkan dana dari penabung
(lender/savers) kepada peminjam (borrower/spender) untuk
membiayai kegiatan yang produktif. Dana dapat berpindah dari
penabung (unit surplus) ke peminjam (unit defisit) dalam 3 (tiga) cara,
yaitu Pembiayaan Langsung (Direct Finance), Pembiayaan Semi
Langsung (Semi Direct Finance), dan Pembiayaan Tidak Langsung
(Indirect Finance). Berikut ini akan dijelaskan masing-masing cara:
1. Pembiayaan Langsung
Pemberian kredit/pembiayaan langsung dilakukan oleh
pemilik dana (unit surplus) ke peminjam (unit defisit) tanpa
melibatkan lembaga intermediasi keuangan, sehingga ada
penyerahan bukti hutang, seperti obligasi, saham atau promes
kepada unit surplus. Bukti hutang atau surat berharga ini
merupakan sekuritas primer.
2. Pembiayaan Semi Langsung
Proses pemindahan dana yang dipinjamkan dari unit
surplus ke unit defisit menggunakan perantara perorangan atau
institusi. Pembiayaan dapat dilakukan dalam dua cara yaitu
melalui bank investasi (investment bank) atau broker/dealer.
Jika dilakukan dengan menggunakan jasa bank investasi
dan bank tersebut berfungsi sebagai underwriting surat berharga,
maka transaksi ini dikenal sebagai pasar perdana (primary
18
market). Pasar perdana merupakan pasar keuangan dimana surat
berharga pertama kali dikeluarkan dan dijual kepada pembeli
awal yang disebut dengan IPO (Initial Public Offering).
Underwriting surat berharga merupakan institusi yang menjamin
suatu harga dari surat berharga tertentu dan kemudian
menjualnya kepada masyarakat.
Jika dilakukan dengan menggunakan jasa broker/dealer
maka transaksi ini dikenal dengan pasar sekunder (secondary
market). Pasar sekunder merupakan pasar keuangan dimana
surat berharga diperdagangkan setelah dikeluarkan oleh bursa.
Broker merupakan agen dari investor yang mempertemukan
pembeli dan penjual surat berharga, sedangkan dealer
merupakan penghubung pembeli dan penjual surat berharga
dengan cara membeli dan menjual pada saat transaksi.
3. Pembiayaan Tidak Langsung
Proses pemindahan dana pinjaman dari unit surplus ke
unit defisit melalui lembaga intermediasi keuangan seperti bank,
perusahaan asuransi, dana pensiun, pembiayaan sekuritas dan
reksadana. Penggunaan lembaga intermediasi penting dalam
perekonomian karena dapat mengatasi kelemahan yang ada
dalam pembiayaan langsung.
19
c. Penilaian Pembiayaan / Kredit
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah Tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Produktif. Di dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa kualitas pembiayaan (kredit) ditetapkan
berdasarkan faktor penilaian sebagai berikut :
1) Prospek usaha;
2) Kinerja (performance) debitur;
3) Kemampuan membayar
Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap
komponen- komponen sebagai berikut :
1) Potensi pertumbuhan usaha;
2) Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
4) Dukungan dari grup atau afiliasi; dan
5) Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup
Penilaian terhadap kinerja debitur meliputi penilaian terhadap
komponen- komponen sebagai berikut :
1) Perolehan lab
2) Struktur permodalan
20
3) Arus kas dan
4) Sensitivitas terhadap risiko pasar
Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1) Ketepatan pembayaran pokok dan bunga.
2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur.
3) Kelengkapan dokumentasi kredit.
4) Kepatuhan terhadap perjanjian kredit.
5) Kesesuaian penggunaan dana.
6) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
7) Diragukan.
8) Macet.
d. Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA)
Perbankan syariah diwajibkan membentuk Penyisihan
Penghapusan Aktiva (PPA) Kredit paling kurang sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 8/21/PBI/2006 yang dibentuk
untuk pembiayaan berupa Cadangan Umum dan Cadangan Khusus.
Besarnya cadangan umum minimal 1% dari kredit dengan kualitas
lancar tidak termasuk SWBI dan surat berharga dan atau tagihan yang
diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan prinsip syariah. sedangkan
besarnya cadangan khusus adalah :
1) 5% untuk kredit dengan kualitas Dalam Pengawasan Khusus
(DPK) setelah dikurangi nilai agunan.
21
2) 15% untuk kredit dengan kualitas Kurang Lancar (KL) setelah
dikurangi nilai agunan.
3) 50% untuk kredit dengan kualitas Diragukan (D) setelah
dikurangi nilai agunan.
4) 100% untuk kredit dengan kualitas Macet (M) setelah
dikurangi nilai agunan.
Jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang
dalam pembentukan PPA adalah :
1) Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa
efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat
secara gada.
2) Tanah, rumah tinggal dan gedung yang diikat dengan hak
tanggungan.
3) Pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 meter
kubik yang diikat dengan hipotek. dan atau
4) Kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia.
Agunan yang akan digunakan sebagai faktor pengurang dalam
pembentukan PPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Dilengkapi dengan dokumen hukum yang sah.
2) Diikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga memberikan hak preferensi bagi Bank. dan
22
3) Dilindungi asuransi dengan banker’s clause, yaitu klausula
yang memberikan hak kepada Bank untuk menerima uang
pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim.
Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang
dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai berikut :
1) Giro dan/atau tabungan Wadiah, giro Mudharabah, tabungan
dan/atau deposito Mudharabah dan setoran jaminan dalam mata
uang rupiah dan valuta asing yang diblokir disertai dengan
surat kuasa pencairan.
2) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan/atau surat berharga
dan/atau tagihan yang diterbitkan pemerintah berdasarkan
prinsip syariah.
3) Surat Berharga Syariah yang memiliki peringkat investasi,
mudah dicairkan dan aktif diperdagangkan di pasar modal.
4) Tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara dan kapal laut
dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik.
5) Kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia.
3. Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian NPF
NPF adalah rasio antara pembiayan yang bermasalah
dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Dalam praktik perbankan sehari-hari, pembiayaan bermasalah
adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya
23
masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan
diragukan, dan pembiayaan macet. (Dendawijaya, 2005:82).
Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan
waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa
bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses
pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat
menekan NPF sekecil mungkin, dengan kata lain tingginya NPF
sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank-bank syariah dalam
menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun
dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan
(monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan
pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit
maupun indikasi gagal bayar.
Menurut Antonio (2001). Risiko kredit muncul jika bank
tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga
dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang
dilakukannya. Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank
benar-benar tidak mampu mengahadapi risiko yang ditimbulkan
oleh kredit tersebut. Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko
kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty)
tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk
membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada
saat jatuh tempo atau sesudahnya.
24
Bank sangat memperhatikan risiko ini, mengingat
sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis
utamanya. Saat ini, sejarah menunjukkan bahwa risiko kredit
merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank
memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat
besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat. Indikator
yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah
tercermin dari besarnya Non Performing Financing (NPF).
b. Penilaian Kesehatan Non Performing Financing
Andi Arifin (2009) menyatakan bahwa berdasarkan
pengaruh jenis pembiayaan dan segmentasi pembiayaan
terhadap non performing financing Bank Syariah dan Besarnya
NPF yang diperbolehkan di Bank Indonesia adalah 5% jika
melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan
bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang
diperoleh. kredit yang tergolong non lancar yaitu dengan
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif.
Tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan
pembiayaan maupun indikasi gagal bayar. Persamaannya adalah
sebagi berikut
NPF= ۶ۯۺۯ܁ۯۻ܀۰۳ ۼۯۯ܇ۯ۰۷ۻ۳۾ ۼۯۯ܇ۯ۰۷ۻ۳۾ ۺۯ܂۽܂
܆
25
Standar terbaik NPF menurut bank indonesia adalah bila
NPF berda di bawah 5% variabel ini mempunyai bobot nilai
20% sektor nilai NPF di tentukan sebagai berikut:
Jika nilai NPF:
a. Lebih dari 8% skor nilai= 0
b. Antara 5%-8% skor nilai=80
c. Antara 3%-5% skor nilai=90
d. Kurang dari 3%, skor nlai=100%
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk
pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar, dalam
pengawasan khusus, kurang lancar , diragukan, macet.
Tabel 2.2 Perhitungan NPF berdasarkan ketepatan pembayaran
pokok bunga dan kategori kualiatas kredit Bank syariah
Kolektabilitas Lama tunggakan Lancar 0 hari Dalam pengawasan khusus 1-90 hari Kurang lancer 91-120 hari Diragukan 121-180 hari Macet Lebih dari 180 hari
Surat edaran BI no 7/10/DPNP tanggal 31 maret 2005
Meningkatnya Non Performing Financing akan
berdampak pada menurunnya tingkat bagi hasil yang dibagikan
pada pemilik dana. Hubungan antara bank dan nasabah
26
didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan
kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan
mengembangkan usahanya apabila nasabah percaya untuk
menempatkan uangnya. Kemudian setelah menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, bank kemudian
menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Menurut Ihsan (2011). Kredit macet dalam jumlah besar
yang relatif besar atau bahkan informasi yang tidak benar
mengenai kredit macet yang dialami bank tertentu, jika tidak
segera diambil langkah penanggulangan, maka akan
menimbulkan kegelisahan pada nasabah bank yang
bersangkutan dan memungkinkan terjadinya trust yang hilang
dari para nasabah bank.
Faktor – faktor yang menyebabkan kredit bermasalah
menurut Veithzal Rivai dan Andria Permata Veitzhal (2006)
disebabkan dari sisi kesalahan bank itu sendiri, dari sisi
kesalahan nasabah dan dari sisi faktor eksternal.
c.. Macam-Macam Perhitungan NPF
Berikut adalah macam-macam perhitungan NPF diantaranya
yaitu:
1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah)
Gross
27
NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan
yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5
dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh
bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan
yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special
mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan
macet (loss) (Septiana Ambarwati,2008:65). Berikut ini adalah
rumusnya:
Keterangan :
1) Penyediaan atau penyaluran dana berupa piutang dan
ijarah
2) Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan
kepada pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada
bank lain)
3) Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet
4) Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak
dikurangi PPAP
5) Angka dihitung perporsi sesuai dengan pembiayaan yang
tidak lancar (tidak disetahunkan).
Penyediaan Dana Bermasalah NPF =
Total Penyediaan Dana
28
2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana
Bermasalah) Net
Keterangan : PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang
berlaku bagi bank syariah.
4. Produk Domestik Bruto (PDB)
a. Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Produk adalah jumlah semua barang dan jasa
yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu. Komponen
yang ada dalam PDB yaitu pendapatan, pengeluaran/investasi,
pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor – import. Produk Domestik
Bruto merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu, baik
atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun
berjalan, sedang PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai
tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDB
Penyediaan Dana Bermasalah – PPAP
NPF Net =
Total Penyediaan Dana
29
menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan
sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu negara.
Sementara itu, PDB konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau
pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga
PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi yang komponennya terdiri dari pendapatan,
pengeluaran/investasi, pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor –
import.
b. Perhitungan Pendekatan Produk Domestik Bruto (PDB)
Perhitungan Produk Domestik Bruto secara konseptual
menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Produksi:
Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas
barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di
wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya
satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini
dikelompokkan dalam sembilan lapangan usaha (sektor),
diantaranya:
a) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
1. Subsektor Tanaman Bahan Makanan
30
2. Subsektor Tanaman Perkebunan
3. Subsektor Peternakan
4. Subsektor Kehutanan
5. Subsektor Perikanan
b) Sektor Pertambangan dan Penggalian
1. Subsektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
2. Subsektor Pertambangan Bukan Migas
3. Subsektor Penggalian
c) Sektor Industri Pengolahan
1. Subsektor Industri Migas
a. Pengilangan Minyak Bumi
b. Gas Alam Cair (LNG)
2. Subsektor Industri Bukan Migas
a. Makanan, Minuman dan Tembakau
b. Teksil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
c. Barang Kayu dan Produk Lainnya
d. Produk Kertas dan Percetakan
e. Produk Pupuk, Kimia dan Karet
f. Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam
g. Logam Dasar Besi dan Baja
h. Peralatan, Mesin dan Perlengkapan
Transportasi
i. Produk Industri Pengolahan Lainnya
31
d) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
1. Subsektor Listrik
2. Subsektor Gas
3. Subsektor Air Bersih
e) Sektor Konstruksi
f) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
1. Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran
2. Subsektor Hotel
3. Subsektor Restoran
g) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
1. Subsektor Pengangkutan
a. Angkutan Rel
b. Angkutan Jalan Raya
c. Angkutan Laut
d. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
e. Angkutan Udara
f. Jasa Penunjang Angkutan
2. Subsektor Komunikasi
h) Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
1. Subsektor Bank
2. Subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank
3. Subsektor Jasa Penunjang Keuangan
4. Subsektor Real Estate
32
5. Subsektor Jasa Perusahaan
i) Jasa-Jasa
1. Subsektor Pemerintahan Umum
a. Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan
b. Jasa Pemerintahan Lainnya
2. Subsektor Swasta
a. Jasa Sosial Kemasyarakatan
b. Jasa Hiburan dan Rekreasi
c. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
2. Pendekatan Pengeluaran:
Produk Domestik Bruto adalah semua komponen
permintaan akhir yang terdiri dari :
a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
nirlaba,
b) Konsumsi pemerintah,
c) Pembentukan modal tetap domestik bruto,
d) Perubahan inventori dan
e) Ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).
c. Pengelompokan Produk Domestik Bruto (PDB)
Sementara itu, PDB berdasarkan penggunaan dikelompokkan
dalam 6 komponen yaitu:
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, mencakup semua
pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa dikurangi dengan
33
penjualan neto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah
tangga selama setahun.
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah, mencakup pengeluaran
untuk belanja pegawai, penyusutan dan belanja barang, baik
pemerintah pusat dan daerah, tidak termasuk penerimaan dari
produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Data yang dipakai
adalah realisasi APBN.
3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, mencakup
pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam
negeri dan barang modal bekas atau baru dari luar negeri.
Metode yang dipakai adalah pendekatan arus barang.
4. Perubahan Inventori. Perubahan stok dihitung dari PDB hasil
penjumlahan nilai tambah bruto sektoral dikurangi komponen
permintaan akhir lainnya.
5. Ekspor Barang dan Jasa. Ekspor barang dinilai menurut harga
free on board (fob).
6. Impor Barang dan Jasa. Impor barang dinilai menurut cost
insurance freight (cif).
Menurut Stiglitz dan Walsh (2006), PDB menyediakan
penilaian terbaik untuk mengukur tingkat produksi. Akan tetapi
perubahan sifat dasar produksi dari bentuk pertumbuhan dalam
underground economy menjadi bentuk inovasi teknologi baru bisa
memengaruhi kemampuan PDB untuk menyediakan gambaran yang
34
akurat mengenai kinerja ekonomi. Lebih jauh PDB menggambarkan
keseluruhan tingkat aktivitas ekonomi dalam sebuah negara, yaitu
jumlah barang dan jasa yang diproduksi untuk sebuah pasar.
Hal itu menunjukkan bahwa PDB adalah indikator dari
pertumbuhan ekonomi yang merupakan ukuran penting dalam
menjelaskan kinerja ekonomi yang secara langsung merupakan
kinerja dari pelaku ekonomi yang menyediakan barang dan jasa
termasuk industri perbankan.
Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan cash flow bank
dengan cara meningkatkan permintaan pembiayaan oleh perusahaan
dan rumah tangga. Selama periode pertumbuhan ekonomi yang kuat
permintaan pembiayaan cenderung meningkat. Karena pembiayaan
cederung menghasilkan keuntungan lebih baik dari pada investasi
surat-surat berharga, maka expected cash flow akan lebih tinggi.
Alasan lain dari tingginya cash flow adalah semakin sedikit tingkat
risiko default yang terjadi selama masa pertumbuhan ekonomi yang
kuat.
Rahmawulan (2008) menyatakan bahwa kaitannya dengan
kredit bermasalah, dalam kondisi resesi (terlihat dari penurunan
PDB) dimana terjadi penurunan penjualan dan pendapatan
perusahaan, maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
mengembalikan pinjamannya. Hal ini akan menyebabkan
bertambahnya outstanding kredit non lancar. Sementara itu ketika
35
PDB meningkat secara teori terjadi peningkatan transaksi ekonomi,
dunia bisnis mengge lihat, sehingga non performing financing turun.
Berdasarkan tulisan Rahmawulan (2008) antara lain
mengemukakan bahwa pertumbuhan PDB mempunyai dampak
terhadap kualitas pinjaman yang diberikan oleh perbankkan. Lebih
jauh dikemukakan bahwa apabila suatu perekonomian mengalami
penurunan dalam arti pertumbuhan PDB negatif, maka hal ini akan
berdampak pada memburuknya kualitas perbankan. Fenomena ini
seperti tersebut diatas dapat dilihat ketika pada tahun 1998 indonesia
mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada menurunnya
kegiatan di sektor rill sehingga menyebabkan kredit yang diberikan
bermasalah.
5. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara
umum dan terus menerus. Inflasi juga dapat mencerminkan
kemerosotan nilai mata uang suatu Negara, yang dimaksud dengan
inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus menerus selama suatu priode tertentu. Kenaikan harga ini
diukur dengan menggunakan indeks harga (Nopirin,1990:25).
Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi
antara lain:
36
(1) Indeks beaya hidup (consumer price indeks)
(2) Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
(3) GNP deflator.
Para ekonomi modern memberikan definisi bahwa inflasi
adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus
dibayarkan (nilai unit perhitungan moneter) terhadap barang-barang
atau komoditas dan jasa. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah
penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap barang-
barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation)
(A.karim, 2008:510).
Tingkat inflasi adalah persentase kecepatan kenaikan harga-
harga dalam satu tahun. Selain itu juga dalam buku yang berbeda
memberikan pengertian bahwa inflasi adalah kenaikan dalam harga
barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar
dibandingkan dengan penawaran dipasar. Dengan kata lain, terlalu
banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit (Sadono
Sukirno, 2004:333).
b. Cara Mengukur Inflasi
Menurut Nopirin (1990), inflasi atau kenaikan harga dapat
diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga
yang sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah:
37
1) Indeks biaya hidup (consumer price indeks) yaitu mengukur
biaya atau pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa
yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluan hidup.
Banyaknya barang tersebut bermacam-macam, di Indonesia
terdapat 9 bahan pokok, 62 macam barang serta 162 barang.
2) Indeks harga perdagangan besar (wholesale price indekx) yaitu
menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat
perdagangan berat seperti harga bahan mentah, bahan baku atau
setengah jadi.
3) PDB atau GNP deflator yaitu jenis barang yang mencakup
dalam perhitunga PDB. Dimana perhitungannya diperoleh dari
membagi GNP nominal (atas harga berlaku) dengan GNP riil
(atas dasar harga konstan).
c. Jenis Inflasi
Menurut Nopirin (1990) berdasarkan sifatnya, inflasi dapat
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Inflasi merayap (creeping inflation) yaitu inflasi yang
mempunyai laju kurang dari 10% pertahun.
2) Inflasi menengah (galloping inflation) yaitu inflasi yang
mempunyai laju yang cukup besar ( biasanya double digit atau
bahkan triple digit).
38
3) Inflasi tinggi (hyper inflation) yaitu inflasi yang lajunya
meningkat sampai 5 atau 6 kali lipat.
d. Sebab-sebab Terjadinya Inflasi
Menurut teori kuantitas sebab utama timbulnya inflasi adalah
kelebihan permintaan yang disebabkan oleh penambahan jumlah uang
beredar dan ada 3 sebab terjadinya inflasi, diantaranya:
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull Inflation)
Inflasi tarikan permintaan ini bermula dari adanya
kenaikan permintaan total (agregat demand), sedangkan
produksi telah berada pada keadaaan kesempatan kerja penuh
atau hampir mendekati kesempatan penuh.
2) Inflasi Desakan Biaya (cosh push inflation)
Inflasi ini bersumber dari masalah kenaikan harga-harga
dalam perekonomian yang diakibatkan kenaikan biaya produksi.
Pertambahan biaya produksi mendorong perusahaan-perusahaan
menaikkan harga, walaupun mereka harus mengambil resiko
yang akan menghadapi pengurangan dalam permintaan barang-
barang yang diproduksinya. Inflasi ini juga terjadi pada saat
perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran
sangat rendah.
3) Inflasi di impor (imported inflation)
39
Inflasi ini muncul akibat meningkatnya harga barang-
barang impor. Apalagi barang tersebut mempunyai peranan
penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.
Contohnya minyak bumi.
e. Dampak Inflasi
Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus
menerus telah menimbulkan beberapa dampak buruk terhadap
masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Menurut
Nopirin (1990), kenaikan harga atau inflasi memiliki dampak
terhadap masyarakat dan perekonomian, yaitu sebagai berikut:
1) Dampak terhadap pendapatan (equity effect)
Efek terhadap pendapatan adalah terjadinya
pendapatan yang tidak merata. Ada yang dirugikan dan
ada yang diuntungkan.
2) Dampak terhadap efisiensi (efficiency effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-
faktor produksi. Dengan adanya inflasi permintaan akan
barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari
barang lain, yang kemudian produksi barang tersebut
mengalami kenaikan. Kenaikan produksi barang ini pada
40
gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi
yang sudah ada.
3) Dampak terhadap output (output effect)
Disaat laju inflasi sangat tinggi maka akan
mengurangi output nasional. Karena dalam keadaan inflasi
yang tinggi, nilai mata uang riil turun dengan drastis,
masyarakat cenderung tidak suka memegang uang kas,
transaksi mengarah kearah barter, yang biasanya diikuti
dengan penurunan produksi barang.
6. Nilai Tukar (Kurs)
Kurs (exchange rate) atau nilai tukar sering didefinisikan
sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya.
Samuelson dan Nordhaus (2004) menyatakan bahwa nilai tukar valuta
asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang
lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu
pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan
Menurut Gregori Mankiw (2000), macam-macam nilai tukar
dapat dibedakan menjadi dua macam:
1) Nilai tukar nominal (nominal exchange rate)
Nilai tukar nominal adalah nilai atau uang tarif
dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang
41
suatu negara dengan mata uang lainnya. Jika nilai tukar
rupiah terhadap dolar meningkat artinya peningkatan
tersebut disebut dengan apresiasi. Sedangkan jika nilai
tukar rupiah terhadap dolar mengalami penurunan itu
disebut depresiasi.
2) Nilai tukar riil (real exchange rate)
Nilai tukar riil adalah tingkatan dimana seseorang
dapat memperdagangkan barang atau jasa dari suatu
negara dengan barang dan jasa di negara lainnya. Sebagai
contoh seseorang berbelanja dan mendapati bahwa harga
suatu krat minuman ringan yang dibuat di negara lain
adalah dua kali harga minuman sejenis buatan lokal.
Berdasarkan perbandingan harga tersebut, kita kemudian
dapat mengatakan bahwa nilai tukar riil adalah setengah
krat minuman ringan impor tersebut persatu krat
minuman ringan lokal. Nilai tukar riil tersebut dinyatakan
sebagai unit-unit barang asing perunit dari barang
domestik.
Menurut Gregori Mankiw (2000), formula untuk
Perhitungan nilai tukar riil dengan cara sebagai berikut:
Nilai tukar nominal x Harga domestik Nilai tukar riil :
Harga luar negeri
42
Kurs valuta asing diklasifikasikan kedalam kurs jual, kurs beli,
dan kurs tengah. Selisih dari penjualan dan pembelian merupakan
pendapatan bagi pedagang valuta asing sedangkan bila ditinjau dari
waktu yang dibutuhkan dalam menyerahkan valuta asing setelah
transaksi kurs dapat diklasifikasikan dalam kurs spot dan kurs berjalan
(forward exchange).
Untuk melihat pengertian dari kurs jual dan kurs beli maka
lihatlah dari sudut pandang bank. Kurs jual adalah harga yang
ditetapkan saat bank menjual mata uang asing (masyarakat membeli
mata uang asing). Begitu pula sebaliknya dengan kurs beli . kurs beli
adalah harga yang ditetapkan saat bank membeli uang asing
(masyarakat menjual uang asing). Kurs tengah adalah nilai rata-rata
dari kurs jual dan kurs beli. Kurs tengah lebih bersipat netral karena
merupakan rata-rata dari kurs jual dan kurs beli.
Menurut Miskhin (2009). Titik awal untuk memahami
bagaimana kurs ditentukan merupakan ide sederhana dari apa yang
disebut sebagai hukum satu harga, jika dua Negara menghasilkan
barang yang sama, dan biaya transportasi dan hambatan perdagangan
sangat rendah, harga barang seharusnya sama di seluruh dunia, tidak
peduli Negara mana yang menghasilkannya.
Menurut kuncoro (2008) kurs rupiah adalah nilai tukar
sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar).
Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar
43
atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar. Sedangkan menurut
Miskin (2009), Kurs adalah harga dari asset domestik (deposito bank,
obligasi, saham, dan lain-lain yang didenominasikan dalam mata uang
domestik) dinyatakan dalam asset luar negeri (asset serupa yang
dengan didedominasi dalam mata uang asing).
B. Penelitian Terdahulu
Tarron Khemraj (2005) meneliti The determinants of non-
performing loans: an econometric case study of Guyana1 untuk meneliti
non performing loans di dunia perbankan, tarron khemraj menggunakan
alat analisis Ordinary least square dengan variable peneliti inflasi, GDP,
dan kurs sebagai variabel bebas, dari hasil penelitian ini menunjukan
bahwa variable inflasi dan kurs memiliki dampak positif yang signifikan
atas kredit non-performing loans sedang variabel GDP berbanding terbalik
dengan kredit bermasalah, GDP berpengaruh negatif signifikan terhadap
NPL.
Soebagio (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan pada
Bank Umum Komersial” (Studi Empiris pada Sektor Perbankan di
Indonesia) melakukan analisis pengaruh berbagai faktor baik makro
maupun mikro. Sebagai variabel dependen digunakan rasio NPL,
sedangkan variabel independennya adalah kurs, inflasi, GDP, CAR, KAP,
tingkat bunga pinjaman bank dan LDR. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa diantara
44
ketiga variabel makroekonomi, GDP tidak pengaruh terhadap NPF,
sedangkan kurs dan inflasi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
NPL. Sedangkan hasil pengujian terhadap variabel mikroekonomi
menunjukkan KAP mempunyai pengaruh paling kuat diantara ketiga
variabel mikroekonomi lainnya.
Honny K.Tannudjaya (2006) meneliti tentang analisis hubungan
dan pengaruh variabel makroekonomi terhadap kredit bermasalah
perbankan indonesia, variabel yang diuji variabel makro ekonomi terdiri
dari harga minyak, jub dan kurs terhadap kualitas kredit perbankan, hasil
penelitian menunjukan variabel ekonomi (harga minyak, dan jub) memiliki
pengaruh yang signifikan dengan kredit bermasalah sedangkan kurs tidak
berpengaruh terhadap non performing loan (NPL) dengan menggunakan
metode ordinary least square.
Rahmawulan (2008) membandingkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kredit bermasalah di bank konvensional dan Bank Syariah,
yaitu faktor eksternal bank yang direpresetasikan dengan gross domestic
product (GDP), inflasi, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau dalam
Bank Syariah berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Serta
faktor internal bank yang direpresentasikan dengan pertumbuhan kredit
(dalam bank syariah disebut pembiayaan), loan to deposite ratio (LDR)
atau dalam terminologi bank syariah disebut financing to deposit ratio
(FDR). Hasil penelitian dengan menggunakan alat analisis Vector
Autoregression, Impulse Response menunjukkan bahwa pertumbuhan
45
kredit atau pembiayaan tidak berpengaruh terhadap kredit bermasalah.
Baik NPL maupun NPF merespon positif terhadap perubahan GDP dan
inflasi. Variabel LDR berpengaruh negative terhadap NPL akan tetapi
FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap NPF. Sedangkan SBI
berpengaruh positif terhadap NPL, akan tetapi sebaliknya, SWBI direspon
negatif oleh NPF.
Penelitian yang dilakukan oleh Saiful Anwar (2010) meneliti
Predicting Future Depositor`s Rate of Return Applying Neural Network: A
Case-study of Indonesian Islamic Bank from Department of Management
and Information System Science Nagaoka University of technology japan
dalam penelitian saiful anwar meneliti perbankan syariah di indonesia
dengan menggunakan sampel bank syariah mandiri, penelitian ini
menggunakan variabel makroekonomi (bursa efek Jakarta, inflasi, nilai
tukar, tingkat bunga sertifikat bank indonesia dan jumlah uang beredar)
terhadap pengembalian pembiayaan Bank Syariah Mandiri dengan
menggunakan data time series dengan analisis Artificial Neural Networks
(ANN) yaitu menganalisis ramalan masa yang akan datang hasil yang
diperoleh dari metode (ANN) yaitu nilai tukar dan jumlah uaang beredar
sebagai tingkat pertama mempengaruhi pengembalian kredit dan variabel
bursa efek jakarta, inflasi, suku bunga sertifikat Bank Indonesia menjadi
tingkat kedua yang dapat mempengaruhi pengembalian kredit Bank
Syariah Mandiri.
46
Muntoha Ihsan (2011) meneliti tentang Pengaruh Gross Domestic
Product, Inflasi, dan Kebijakan Jenis Pembiayaan Terhadap Rasio Non
Performing Financing Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2005
sampai 2010, Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel
independen secara simultan berpengaruh terhadap rasio non performing
financing. Sedangkan secara parsial variabel GDP, Inflasi, RR tidak
berpengaruh signifikan terhadap rasio NPF. Hanya variabel Rasio alokasi
piutang murabahah dibanding alokasi pembiayaan profit loss sharing (RF)
yang berpengaruh signifikan terhadap NPF. Nilai koefisien determinasi
(Adjusted R2) model regresi sebesar 13,7 persen, hal ini berarti 13,7%
variasi NPF dijelaskan oleh variabel independen, sedangkan sisanya 86,3
persen dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian
ini.
Taufan Verdino (2012) meneliti tentang analisis pengaruh suku
bunga riil, money supply, nilai tukar dan harga minyak mentah terhadap
NPL perbankan indonesia, hasil dari penelitian dengan menggunakan
metode yang digunakan dengan metode regresi linier berganda
menunjukan bahwa nilai kurs dan harga minyak tidak terdapat pengaruh
signifikan terhadap NPL sedangkan suku bunga riil dan money supply
terdapat pengaruh signifikan terhadap non performing loan (NPL)
Anin Diyanti (2012) meneliti tentang Analisis Pengaruh Faktor
Internal dan Eksternal terhadap Terjadinya NPL (Studi Kasus pada bank
Umum Konvemsional yang menyediakan layanan KPR periode 2008-
47
2011) dengan menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasilnya
menunjukan adanya bahwa Bank Size, Capital Adequacy Ratio (CAR),
Pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) dan Laju Inflasi
berpengaruh signifikan terhadap Non-Performing Loa (NPL). Kemampuan
prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Non-Performing Loan
(NPL) sebesar 30,4%, sedangkan sisanya 69,6% dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.
Anatia Yulita (2014) meneliti tentang analisis pengaruh faktor
makroekonomi terhadap tingkat kredit bermasalah pada Bank Umum di
Indonesia januari tahun 2008 sampai desember 2012, dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda yang hasinya menunjukkan
adanya pengaruh positif yang signifikan antara BI rate terhadap NPL dan
nilai tukar terhadap NPL, sedangkan pertumbuhan total kredit berpengaruh
secara signifikan negatif terhadap NPL. Hasil estimasi regresi
menunjukkan kemampuan prediksi model 69,9% sedangkan 30,1%
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model yang belum tercakup
dalam penelitian ini.
Adapun penelitian tedahulu yang relevan dan menjadi landasan
dalam penelitian ini antara lain:
48
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel Skripsi Penulis
Hasil Persamaan Perbedaan
1 Tarron khemraj india (2005)
The determinants of non-performing loans: an econometric case study of Guyana1
Variabel Independen: Inflasi, GDP, dan kurs, Dependen: Non performing loans (NPL)
Metode: OLS Variabel: KURS, Inflasi
Variabel : NPL Tahun:
Hasil dari penelitian variabel kurs dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap NPL, sedangkan GDP berpengaruh negatif signifikan.
2 Hermawan Soebagia (2005)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan pada Bank Umum Komersial” (Studi Empiris pada Sektor Perbankan di Indonesia)
Variabel Independen: Kurs, Inflasi, GDP, CAR, KAP dan LDR Variabel Dependen: NPL
Metode : OLS Variabel: GDP,Kurs, Inflasi,
Variabel: NPL, KAP, CAR, LDR, Tingkat Bunga Piinjaman
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketiga variabel makro ekonomi GDP Pengaruhnya tidak signifikan, sedangkan Kurs dan Inflasi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap NPL sedangkan hasil pengujian terhadap variabel mikroekonomi menunjukkan KAP mempunyai pengaruh paling kuat diantara
49
ketiga variabel mikroekonomi lainnya.
3 Honny K.tannudjaya (2006)
analisis hubungan dan pengaruh
variabel makroekonomi terhadap kredit
bermasalah perbankan indonesia
Independen: Makro ekonomi (kurs, jub dan harga minyak), Inflasi Dependen: NPL
Variabel: Kurs, Inflasi
Metode : OLS Variabel: JUB, harga Minyak, SBI
hasil variabel kurs tidak terdapat pengaruh signifikan terhdap NPL, jub dan harga minyak mempengaruhi signifikan terhadap NPL
4 Rahmawulan (2008)
faktor-faktor yang mempengaruhi kredit bermasalah di bank konvensional dan Bank Syariah,
Independen: GDP, inflasi, SBI, SWBI, LDR/ FDR. Dependen: NPL dan NPF perbankan konvensional dan syariah
Variabel : GDP, inflasi, NPF
Metode: Vector Autoregression,Impulse Response Variabel: SBI, SWBI, LDR/ FDR.
Hasil dari penelitian membandingkan variabel depeden terhadap kredit macet bank syariah dan konvensional dengan melihat NPL/NPF, pembiayaan tidak berpengaruh terhadap kredit bermasalah, GDP dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap NPLdan NPF, LDR berpengaruh negatif terhadap NPL, FDR tidak signifikan terhadap NPF, SBI bepengruh positif terhadap NPL, sedangkan SBIS berpengaruh negatif terhadap NPF
5 Saiful anwar japan (2010)
Predicting Future Depositor`s Rate of
BEJ, inflasi, nilai tukar,
Variabel: Nilai tukar,
Metode: artificial
Hasil dari penelitian nilai tukar dan JUB tingkat pertama
50
Return Applying Neural Network: A Case-study of Indonesian Islamic Bank
tingkat bunga SBI, JUB Dependen: Pengembalian bank dari rasio NPF
Inflasi netral networks (ANN)
Variabel: JUB, Suku Bunga SBI,BEJ
Periode ja-maret 2009
mepengaruhi, suku bunga SBI, bursa efek jakartadan inflasi tingkat 2 terhadap kredit perbankan
6 Muntoha Ihsan (2011)
Pengaruh Gross Domestic Product,
Inflasi, dan Kebijakan Jenis
Pembiayaan Terhadap Rasio Non
Performing Financing Bank
Umum Syariah di Indonesia Periode 2005 sampai 2010,
Independen: GDP, Inflasi,
kebijakan jenis pembiayaan
Dependen: NPF Bank
Umum syariah
Metode OLS
Variabel : GDP, Inflasi,
Variabel: Risk Ratio
Tahun: 2005-2010
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap rasio non performing financing. Sedangkan secara parsial variabel GDP, Inflasi, RR tidak berpengaruh signifikan terhadap rasioNPF.
7 Taufan Verdino (2012)
analisis pengaruh suku bunga riil, money supply, nilai tukar dan harga minyak mentah terhadap NPL perbankan indonesia
Suku bunga riil, money supply, nilai tukar, dan harga minyak mentah Dependen:
Metode: OLS Variabel: nilai tukar,
Variabel: harga minyak mentah,
Hasil dari penelitian kurs dan harga minyak mentah tidak berpengaruh signifikan terhadap NPL, sedan suku bunga riil dan money supply terdapat pengaruh signifikan
51
NPL 8 Anin Diyanti Analisis Pengaruh
Faktor Internal dan Eksternal terhadap Terjadinya NPL
(KPR 2008-2011)
Independen: Bank Size, LDR, CAR, GDP, Inflasi
Dependen: NPL KPR
Metode: OLS
Variabel: GDP, Inflasi,
Variabel: LDR,CAR, Bank Size, NPL KPR
Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dan hasilnya menunjukkan bahwa Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Non-Performing Loan (NPL) sebesar 30,4%, sedangkan sisanya 69,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian
9 Analita Yunita (2014)
analisis pengaruh faktor
makroekonomi terhadap tingkat
kredit bermasalah pada Bank Umum di
Indonesia januari tahun 2008 sampai
desember 2012
Independen: Pertumbuhan GDP, tingkat suku bunga, nilai tukar,
pertumbuhan ekspor dan
Pertumbuhan kredit
Dependen:
NPL
Metode OLS
Variabel : Kurs, PDB.
Variabel : NPL, BI rate, Pertumbuhan Ekspor, Pertumbuhan Kredit. Tahun : 2008-2012
Hasilnya menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan antara BI rate terhadap NPL dan nilai tukar terhadap NPL, sedangkan pertumbuhan total kredit berpengaruh secara signifikan negatif terhadap NPL. Hasil estimasi regresi menunjukkan kemampuan prediksi model 69,9% sedangkan 30,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model
52
C. Keterkaitan Hubungan antar Variabel
1. Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Non Performing
Financing (NPF)
Dalam Rahmawulan (2008). Produk Domestik Bruto
menunjukkan indikator dari pertumbuhan ekonomi yang merupakan
ukuran penting dalam menjelaskan kinerja ekonomi yang secara
langsung yang merupakan kinerja dari pelaku ekonomi yang
menyediakan barang dan jasa termasuk industri perbankan. Kaitan
PDB dengan kredit bermasalah, dalam kondisi resesi dimana terjadi
penurunan penjualan dan pendapatan perusahaan, maka akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengembalikan
pinjamannnya. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya outstanding
kredit non lancar Sementara itu ketika PDB meningkat maka NPF
menurun, sebab pada saat ekonomi makro meningkat, maka
kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajibannya (capability to
pay-back) meningkat, sehingga NPF menurun
Menurut Soebagia (2005) pertumbuhan ekonomi merupakan
kenaikan PDB/GDP atau GNP Riil yang dalam hal ini tingkat
kenaikan GDP atau GNP Riil adalah pada suatu tahun tertentu yang
dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Menurutnya,
pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang
dan jasa yang berlaku di suatu negara. Dengan demikian dapat
53
disimpulkan bahwa dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang baik
dan meningkat maka dapat mengurangi jumlah NPL.
Hasil penelitian yang dilakukan Ihsan (2011) menunjukkan
bahwa PDB berpengaruh negatif signifikan terhadap kredit
bermasalah. Demikaian juga penelitian yang dilakukan Desti
Setyowati (2008) menyatakan bahwa PDB riil berpengaruh negatif
signifikan terhadap NPF.
2. Inflasi (INF) terhadap Non Performing Financing (NPF)
Menurut Ihsan (2011). Inflasi merupakan peningkatan tingkat
harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara
terus-menerus dari waktu ke waktu. Sedangkan menurut Khalwaty
dalam Wikutama (2010) inflasi adalah suatu keadaan yang
mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan
semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Secara umum inflasi didefinisikan naiknya harga barang dan jasa
sebagai akibat jumlah uang (permintaan) yang lebih banyak
dibandingkan jumlah barang atau jasa yang tersedia (penawaran),
sebagai akibat dari inflasi adalah turunnya nilai uang. Meskipun kredit
bank berjalan lancar dimana utang pokok dan bunga telah dibayar,
namun dengan berjalannya waktu, nilai uang tetap turun karena inflasi
sehingga daya beli uang menjadi lebih rendah dibandingkan
sebelumnya yaitu pada saat kredit diberikan. Apalagi bila kredit tidak
berjalan lancar (bermasalah).
54
Soebagia (2005) menyatakan bahwa inflasi umumnya
memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam
perekonomian. Menurutnya sebagai akibat dari kepanikan masyarakat
dalam menghadapi kenaikan harga barang-barang yang naik terus
menerus dan perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi
ada masyarakat yang berlebihan memborong barang, sementara yang
kekurangan uang tidak dapat membeli barang, akibatnya negara rentan
terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya. Sebagai
akibat kepanikan tersebut, masyarakat cenderung untuk menarik
tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehinga banyak bank
di rush, akibatnya bank kekurangan dana dan berdampak pada
penutupan bank (bangkrut) atau rendahnya dana investasi yang ada.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
angka inflasi maka semakin tinggi pula kesempatan terjadinya NPL.
Inflasi dapat berpengaruh terhadap kredit bermasalah, inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan
menyebabkan menurunnya pendapatan riil masyarakat sehingga
standar hidup masyarakat juga turun. Kedua, inflasi yang tidak stabil
akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi
dalam mengambil keputusan. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang
lebih tinggi dibandingkan inflasi dinegara tetangga menjadikan tingkat
suku bunga riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
55
tekanan kepada nilai tukar rupiah. Dengan meningkatnya inflasi maka
akan mengakibatkan kemampuan nasabah dalam membayar cicilan
kreditnya juga akan terganggu.
Pengaruh perubahan inflasi terhadap NPF adalah inflasi yang
tinggi akan menyebabkan menurunnya pendapatan riil masyarakat
sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Sebelum inflasi,
seorang debitur masih sanggup untuk membayar angsuran kreditnya,
namun setelah inflasi terjadi, harga-harga mengalami peningkatan
yang cukup tinggi, sedangkan penghasilan debitur tersebut tidak
mengalami peningkatan, maka kemampuan debitur tersebut dalam
membayar angsurannya menjadi melemah sebab sebagian besar atau
bahkan seluruh penghasilannya sudah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sebagai akibat dari harga-harga yang
meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan Hermawan Soebagia (2005),
menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap
Non Performing Loan (NPL). Penelitian yang dilakukan Lindiawati
(2007) inflasi memiliki pengaruh atau dampak yang kecil serta
hubungan searah atau positif dengan pembiayaan macet pada
perbankan syariah.
3. Nilai Tukar (Kurs) terhadap Non Performing Financing (NPF)
Nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan positif terhadap
pelaku ekspor impor di satu negara. Dalam arti bahwa penurunan nilai
56
tukar (mata uang domestik nilainya turun terhadap mata uang asing)
maka hal ini akan menguntungkan para eksportir, sebab para eksportir
akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari selisih penurunan
kurs mata uang domestik terhadap kurs mata uang asing tersebut
(keuntungan jangka pendek). Begitu juga nilai tukar mengalami
kenaikan (mata uang domestik nilainya naik terhadap mata uang
asing), maka akan mengakibatkan peningkatan impor, sebab barang-
barang yang diimpor harganya menjadi lebih murah. Perubahan kurs
mata uang juga akan sangat berpengaruh pada kelancaran usaha
nasabah. Jika nilai rupiah jatuh dibandingkan dengan valuta asing dan
jika usaha tersebut dijalankan menggunakan bahan impor, maka akan
memukul usaha nasabah.
Hasil riset BI (2002) menunjukkan bahwa jika suatu negara
memiliki pinjaman dalam bentuk valuta asing dalam jumlah yang
besar, baik itu dilakukan oleh bank, lembaga keuangan, ataupun
nasabah bank maka kondisi tersebut telah menyebabkan sistem
keuangan secara keseluruhan rentan terhadap gejolak nilai tukar.
Menurut Wikutama (2010), Penurunan rupiah terhadap valuta asing
menyebabkan pinjaman dalam mata uang asing meningkat nilainya
secara relatif sesuai dengan penurunan tersebut. Peningkatan jumlah
kewajiban tersebut berdampak pada kemampuan membayar kewajiban
yang semakin menurun, bahkan banyak kasus mengakibatkan
ketidakmampuan membayar dan meningkatkan besaran NPL.
57
Perbankan menghadapi resiko penurunan kualitas kredit valuta
asing (valas) jika rupiah tiba tiba jatuh karena dana global pergi
mendadak. Kredit bermasalah pada pinjaman berdenominasi dollar AS
akan melonjak selain utang valas yang akan membengkak jika asing
menarik danyanya dari pasar keuangan dalam negri. Jika bank
menerbitkan surat utang dolar AS dan menyalurkan kredit dalam mata
uang rupiah, maka utangnya bisa membaengkak.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan
terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing (terutama dollar Amerika), karena gagal mengatasi krisis
moneter dalam jangka waktu pendek menyebabkan kenaikan tingkat
harga terjadi secara umum, akibatnya angka inflasi nasional melonjak
cukup tajam dan mengakibatkan pendapatan riil masyarakat semakin
merosot. Dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing juga menyebabkan melemahnya Non Performing Loan
perbankan nasional.
Perubahan nilai tukar rupiah memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap debitur bank. Dengan asumsi tidak dilakukan
hedging untuk debitur yang bergerak dalam bidang eksportir,
penguatan mata uang rupiah terhadap mata uang asing lain akan
mengurangi pendapatannya, namun untuk debitur yang bergerak
dalam bidang importir hal sebaliknya yang akan terjadi yaitu
penguatan mata uang rupiah akan menambah pendapatannya.
58
Perbedaan tersebut menyebabkan pengaruh perubahan nilai tukar
rupiah terhadap kinerja debitur akan berbeda-beda sehingga
pengaruhnya tehadap NPL juga akan berbeda. Apalagi jika suatu bank
tidak memberikan pinjaman kepada debiturnya dalam bentuk valuta
asing, maka kemungkinan terjadi pelemahan NPL sebagai akibat dari
perubahan nilai tukar menjadi kecil. Hasil penelitian yang dilakukan
Hermawan Soebagia (2005) menunjukkan bahwa perubahan nilai
tukar rupiah memberikan hasil yang positif dan dampak yang cukup
signifikan terhadap perubahan NPL bank umum komersial di
Indonesia.
D. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 3 (tiga) variabel
independen yang diduga berpengaruh terhadap Non Performing
Financing (NPF). Adapun variabel independen yang diprediksikan
berpengaruh terhadap Non Performing Financing (NPF) adalah produk
domestik bruto, Inflasi, dan Nilai Tukar.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
59
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Kesehatan suatu bank dianggap baik ketika tingkat kesehatan dibawah 5% (kajian bank indonesia) dilihat dari rasio non performing financing (NPF) dalam perbankan syariah variabel depeden (y), banyak hal yang dapat mempengaruhi NPF, diantaranya dari faktor eksternal bank tersebut antara lain akan dijelaskan oleh variabel indepeden (x)
Variabel Dependen : Non Performing Financing
(NPF) (Y)
Uji Statistik : 1. Uji koefisien determinasi
(Adjusted-R2) 2. Uji Statistik F 3. Uji Statistik t
Uji Asumsi Klasik : 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinieritas 3. Uji otokorelasi 4. Uji Heterokedastisitas
Kesimpulan dan Saran
Variabel Independen : 1. Produk Domestik Bruto ( x1 ) 2. Inflasi ( x2 ) 3. Nilai Tukar ( x3 )
Analisis Bahasan
60
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari beberapa penelitian terdahulu tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi Non Performing Loan atau Non performing Financing
tersebut, maka diperoleh beberapa hipotesis secara parsial dan simultan
yaitu :
1. PDB, Inflasi, dan Kurs secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
NPF Bank Umum Syariah di Indonesia Periode penelitian 2005-2013.
2. PDB secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF
Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode penelitian tahun 2005-
2013.
3. Inflasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF
Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode penelitian tahun 2005-
2013.
4. Kurs secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap NPF
Bank Umum Syariah di Indonesia pada periode penelitian tahun 2005-
2013.
61
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Bank Umum Syariah di
Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel
yang memiliki pengaruh terhadap Non Performing Financing. Variabel
yang disanggap dapat mempengaruhi diantaranya Pendapatan Domestik
Bruto, Inflasi dan Nilai tukar.
Penelitian ini akan dilakukan dengan memperhatikan aspek umum
kondisi perekonomian negara Indonesia, dan juga beberapa spesifikasi
yang dimiliki bank Umum Syariah di Indonesia. Data yang digunakan
tersebut merupakan data eksternal dari bank Umum Syariah. Pemilihan
data diambil berdasarkan penelitian sebelumnya dan literatur yang telah
ada serta kemudahan dalam perolehan data.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
laporan yang dipublikasikan oleh badan pusat statistik dan dari laporan
keuangan bulanan yang telah di publikasikan oleh Bank Indonesia dalam
rangkuman Statistik Perbankan Indonesia. Penelitian ini menggunakan
data runut waktu (time series) dari data PDB, Inflasi, Nilai tukar dan NPF,
dan periode yang diambil dalam penelitian ini adalah bulan Januari tahun
2005 sampai dengan bulan Desember tahun 2013.
62
B. Metode Penentuan Sampel
Menurut Soeratno dan Arsyad (2008) populasi adalah "jumlah
keseluruhan dari obyek yang diteliti". Dalam penelitian ini populasi yang
digunakan adalah seluruh data NPL, PDB, Inflasi, nilai tukar yang ada di
Indonesia.
Sampel adalah bagian yang menjadi obyek yang sesungguhnya dari
penelitian tersebut. Data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian
ini adalah data NPF Bank Umum Syariah, PDB riil, Inflasi dan nilai tukar
(Kurs tengah). Data ini berbentuk data bulanan tiap-tiap variabel mulai dari
periode Januari tahun 2005 sampai dengan periode Desember 2013, kecuali
untuk variabel PDB hanya tersedia dalam bentuk kuartalan yang kemudian
diinterpolasi menjadi data bulanan melalui metode quadratic match sum.
Alasan pemilihan periode tahun yang digunakan adalah untuk mendapatka
hasil yang lebih akurat sesuai dengan keadaan sekarang ini.
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang bersifat data time series berupa data NPF, PDB, Inflasi dan nilai tukar.
Data ini merupakan data bulanan tiap-tiap variabel mulai dari periode
Januari tahun 2005 sampai dengan periode Desember 2013, kecuali untuk
variabel PDB hanya tersedia dalam bentuk kuartalan yang kemudian
diinterpolasi menjadi data bulanan melalui metode quadratic match sum.
Data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh dari pihak
63
kedua atau data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan
dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2003: 127).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
statistik, laporan tahunan Bank Indonesia yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) serta sumber-sumber lainya
yang berkaitan dengan penelitian ini dari tahun 2005 hingga 2013.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Dokumenter
Metode dokumenter adalah pengumpulan data melalui catatan-
catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa yang lalu
yang berhubungan dengan aspek penelitian. (W Gulo, 2002: 110).
Dengan kata lain mengumpulkan data dengan cara mencatat dokumen
yang berhubungan dengan penelitian ini, yang terdapat dalam
publikasi Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, internet dan sumber
sumber lainnya.
2. Metode Observasi Pustaka
Library reserach yaitu dengan mencari dan mengumpulkan
literatur yang terdiri dari buku-buku referensi, artikel, jurnal penelitian
dan media internet sebagai bahan pengutipan serta referensi (Imam
Akbar,2009:57). Dengan kata lain melakukan telaah pustaka,
eksplorasi, dan mengkaji berbagai literatur pustaka seperti berbagai
majalah, jurnal, dan sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian.
64
D. Teknik Analisis
Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh antara PDB, Inflasi
dan Nilai Tukar terhadap perubahan NPF. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program
komputer (software) Eviews dan Microsoft Excel 2007. Berikut adalah
metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini:
1. Uji Asumsi Klasik
Model regresi linear adalah salah satu teknik analisis kuantitatif
yang dapat digunakan untuk memberikan informasi besarnya hubungan
sebab akibat (kausatif) antara suatu faktor dengan faktor lainnya. Setelah
dilakukan analisis regresi, maka dilakukan pengujian asumsi klasik untuk
mengetahui apakah model tersebut bersifat Best Linear Unbiased
Estimator (BLUE) dengan beberapa pengujian, yaitu pengujian normalitas,
pengujian multikolinieritas, pengujian heteroskedastisitas dan pengujian
otokorelasi (Nachrowi dan Usman, 2006:7).
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi
sebuah data yang didapatkan mengikuti atau mendekati hukum normal
baku. Pada penelitian ini uji yang digunakan untuk permasalah
normalitas yaitu Jarque-Bera (JB) (Winarno, 2009:5.37).
Hipotesis :
65
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi tidak normal
Pengambilan keputusan dengan kriteria :
Probabilitas R2 > 0,05 maka signifikan, H0 diterima.
Probabilitas R2 < 0,05 maka tidak signifikan, H0 ditolak.
b. Uji Multikoloniaritas
Pengertian Multikolinieritas berarti terjadi korelasi linier
antar variabel hingga mendekati sempurna antara satu atau lebih dari
variabel bebas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau
sempurna diantara variabel bebas.
Uji multikolinieritas bermaksud untuk membuktikan atau
menguji ada tidaknya hubungan linier antara variabel bebas
(indefendent) satu dengan variabel lainnhya (gujarati, 2006: 67).
Hipotesis :
H0 : Variabel Independen tidak saling multikorelasi
H1 : Variabel Independen ada multikorelasi
Pengambilan keputusan dengan kriteria :
Correlation variabel independen < 0,80 maka H0 diterima.
66
Correlation variabel independen > 0,80 maka H0 ditolak.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan lain (Gujarati, 2006: 82)
Heteroskedastisitas berarti ada varian pada model yang tidak
sama (konstan). Sebaliknya, jika varian variabel pada model regresi
memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan
homoskedastisitas.
Hipotesis :
H0 : Model bersifat homoskedastisitas
H1 : Model bersifat heteroskedastisitas
Pengambilan keputusan dengan kriteria :
Probabilitas R2 > 0,05 maka signifikan, H0 diterima.
Probabilitas R2 < 0,05 maka tidak signifikan, H0 ditolak.
d. Uji Otokorelasi
Menurut Ghozali (2005), Uji otokorelasi ini dilakukan untuk
menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
Otokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual tidak
67
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Uji Otokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada
korelasi antara anggota serangkaian data obserfasi runut waktu (time
series) atau ruang (Cross-cetion). (suliyanto,2011:125)
Hipotesis :
H0 : Model tidak ada masalah otokorelasi
H1 : Model ada masalah otokorelasi
Pengambilan keputusan dengan kriteria :
Probabilitas R2 > 0,05 maka signifikan, H0 diterima (model tidak
ada masalah otokorelasi).
Probabilitas R2 < 0,05 maka tidak signifikan, H0 ditolak (model
ada masalah otokorelasi).
2. Uji Statistik
a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Uji koefisien determinasi (Adj.R2) bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen
menjelaskan variabel dependen. Nilai R square berada diantara 0 – 1,
semakin dekat nilai R square dengan 1 maka garis regresi yang
digambarkan menjelaskan 100% variasi dalam Y. Sebaliknya, jika
68
nilai R square sama dengan 0 atau mendekatinya maka garis regresi
tidak menjelaskan variasi dalam Y.
Koefisien determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel
bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien
determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam
menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya. Koefisien
determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel
bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap
penambahan satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model
akan meningkatkan nilai R2 meskipun variabel yang dimasukkan
tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
terikatnya, Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square
(Adj.R2) (Suliyanto, 2011:55).
Koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adj.R2)
berarti bahwa koefisien tersebut telah dikoreksi dengan memasukkan
jumlah variabel dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan
menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan maka nilai
koefisien determinasi yang disesuaikan itu dapat naik atau turun oleh
adanya penambahan variabel baru dalam model.
69
b. Uji Simultan (Uji – F)
Uji-F digunakan untuk menguji koefisien bersama-sama, sehingga
nilai dari koefisien regresi tersebut dapat diketahui secara bersam
(Suliyanto,2011:55). Uji F hitung digunakan untuk menguji pengaruh
secara simultan variabel bebas terhadap variabel terikatnya atau untuk
menguji ketepatan model (goodness of fit) (Nachrowi & Usman,
2006:17). Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan
terhadap variabel terikat maka model persamaan regresi masuk dalam
kriteria cocok atau fit. Sebaliknya, jika tidak terdapat pengaruh secara
simultan maka masuk dalam kategori tidak cocok atau not fit. Untuk
menghitung besarnya nilai F hitung digunakan formula sebagai
berikut: (Suliyanto:2011:45)
퐹 =R2/(퐾 − 1)
1 − 푅2/(푁 − 퐾)
Keterangan: F = Nilai F hitung
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel
n = Jumlah pengamatan (ukuran sampel)
Selain itu, dapat juga dilihat dari nilai F hitung dan F
tabel. Jika F hitung > F tabel, maka variabel bebas secara simultan
berpengaruh terhadap variabel terikatnya dimana F tabel dengan
70
derajat bebas, df: α, (K-1), (n- K). n = jumlah pengamatan, k =
jumlah variabel
Hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis secara simultan
Ho: prob. F > α = Pendaptan Domestik Bruto (PDB), inflasi (INF),
dan nilai tukar (Kurs) tidak signifikan terhadap
NPL secara simultan.
H1: prob. F < α = Pendaptan Domestik Bruto (PDB), inflasi (INF),
dan nilai tukar (Kurs) berpengaruh signifikan
terhadap NPL secara simultan.
Adapun aturan dalam pengambilan keputusan adalah:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan menolak H1
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima H1
c. Uji Parsial (Uji – T)
Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan,
maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara
individu, dengan menggunakan suatu uji yang dikenal dengan sebutan
(Uji-t Nachrowi & Usman, 2006:18). Uji t digunakan untuk menguji
signifikasi konstanta dan setiap variabel independen (Singgih Santoso,
2012:225). Menurut Suliyanto (2011), nilai t hitung digunakan untuk
menguji pengaruh secara parsial (per variabel) terhadap terikatnya.
71
Apakah variabel tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap
variabel terikatnya atau tidak. Menurut Ghozali (2011) Uji t
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing
variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel
dependen yang diuji pada tingkat signifikasi 0.05 maka variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Menurut
Suliyanto (2011) rumus uji t sebagai berikut:
푡푖 =
Keterangan : ti = Nilai t hitung
bj = Koefisien regresi
sbj = Kesalahan baku koefisien regresi
Hipotesis secara parsial
Ho: b1 = 0: Pendapatan domestik produk tidak berpengaruh
signifikan terhadap Non Performing Loan (NPL)
secara parsial.
H1: b1 ≠ 0: Pendapatan domestik produk berpengaruh signifikan
terhadap Non Performing Loan (NPL) secara parsial.
Ho: b2 = 0: Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Non
Performing Loan (NPL) secara parsial.
H1: b2 ≠ 0: Inflasi berpengaruh signifikan terhadap Non
Performing Loan (NPL) secara parsial.
72
Ho: b3 = 0: Nilai tukar ( Kurs ) tidak berpengaruh signifikan
terhadap Non Performing Loan (NPL) secara parsial.
H1: b3 ≠ 0: Nilai tukar ( Kurs ) berpengaruh signifikan terhadap
Non Performing Loan (NPL) secara parsial.
1. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel merupakan definisi dari serangkaian variabel
yang digunakan dalam penulisan (Abdul Hamid, 2010:20). Pengertian
operasional variabel adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat yang
dapat diamati (diobservasi) dari definisi operasional tersebut dapat
ditentukan alat pengambilan data yang cocok dipergunakan. Definisi dari
variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel independen. Dalam penelitian ini variabel dependennya
adalah Non Performing Financing pada bank Umum Syariah, NPF
pada bank Umum Syariah ini merupakan variabel terikat atau
dependent (Y).
Menurut Undang- Undang Perbankan No. 10 tahun 1998
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Data diperoleh dari statistik perbankan Indonesia
73
pada laporan kegiatan kinerja Bank Persero periode Januari 2005
sampai Desember 2013 yang dipublikasi oleh Bank Indonesia. Data
dalam bentuk satuan persentase (%).
2. Variabel Independent (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang secara bebas
berpengaruh terhadap variabel dependen, dalam penelitian ini variabel
independen ada 4 yaitu:
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Menurut Rahmawulan (2008), Produk Domestik Bruto
(PDB) ini merupakan variabel bebas pertama (X1). Maksud dari
variabel ini adalah Pendapatan Domestik Bruto adalah jumlah
semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam
periode tertentu. Komponen yang ada dalam PDB yaitu
pendapatan, pengeluaran/investasi, pengeluaran pemerintah dan
selisih ekspor – import. Dalam kaitannya dengan kredit
bermasalah, dalam kondisi resesi (terlihat dari penurunan
PDB) dimana terjadi penurunan penjualan dan pendapatan
perusahaan, maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan
dalam mengembalikan pinjamannya. Hal ini akan menyebabkan
bertambahnya outstanding kredit non lancar. Sementara itu
menurut Nasution (2007). Ketika PDB meningkat secara teori
terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis
menggelihat, sehingga NPF turun.
74
b. Inflasi
Inflasi merupakan variabel bebas kedua (X2). Maksud dari
variabel ini adalah kecenderungan meningkatnya harga barang-
barang pada umunya secara terus menerus, yang disebabkan
oleh karena jumlah uang yang beredar terlalu banyak
dibandingkan dengan barang-barang dan jasa yang tersedia
(Firdaus, 2011:115). Data inflasi ini diperoleh dari Badan Pusat
Statitik (BPS) dan dari bi.go.id dalam laporan inflasi (indek
harga konsumen), periode Januari 2005 sampai dengan
Desember 2013 berupa persentase (%).
c. Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), Kurs
merupakan variabel ketiga (X3), artinya harga satu satuan mata
uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing
ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu pasar tempat berbagai
mata uang yang berbeda diperdagangkan.
Nilai tukar rupiah adalah perbandingan nilai dua mata
uang rupiah dengan negara lainnya. Dalam penelitian yang
digunakan dalam nilai tukar adalah mata uang rupiah terhadap
mata uang dolar AS di wilayah Indonesia dengan menggunakan
kurs tengah atas ketetapan Bank Indonesia. Data yang
digunakan tersebut adalah data dari tahun 2005 hingga 2013.
Satuan yang digunakan adalah ribu rupiah (Rp).
75
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Non Performing Financing
Non performing Financing Adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, kategori
yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan lancar, dalam pengawasan
khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.
Berdasarkan pengaruh jenis pembiayaan dan segmentasi
pembiayaan terhadap besarnya NPF yang diperbolehkan oleh Bank
Indonesia adalah 5% (Arifin, 2009:19). Tingkat NPF ini nantinya akan
mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan pada bank umum syariah.
Pembiayaan non lancar merupakan hal yang selalu ditemukan
dalam setiap kegiatan lembaga keuangan syariah. Pembiayaan non lancar
merupakan suatu hal yang harus dihindari dan tidak boleh sama sekali
terjadi, karena setiap pembiayaan melibatkan nasabah, dalam prakteknya
setiap nasabah menjalankan kegiatan dengan kondisi dan tingkat
keberhasilan yang berbeda-beda.
Perkembangan NPF periode 2005 -2013 dapat dilihat dalam grafik
dibawah ini:
76
Gambar 4.1 Perkembangan NPF di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Tahun 2005-2013, diolah.
Senada dengan apa yang dilaporkan oleh Bank Indonesia (BI)
dalam laporan tahunannya, perkembangan pola NPF periode 2005 sampai
2013 berfluktuasi karena adanya berbagai pengaruh kebijakan ekonomi,
diawali dari bulan januari 2005 NPF berada pada angka 2.84%. Angka
tersebut masih berada pada kisaran normal hingga sampai tahun 2006,
namun pada tahun 2007 dimulai dari bulan Januari hingga desember
keadaan perbankan mulai menunjukkan kenaikan NPF yang cukup tinggi
melewati ambang batas normal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia
yaitu mencapai 6.5% pada bulan Juli, sebesar 6.63% pada bulan Agustus
dan 6.29% pada bulan September, kondisi ini disebabkan oleh pengaruh
krisis yang terjadi di Amerika dan juga karena kekuranghati-hatian bank
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
2005
.120
05.6
2005
.11
2006
.420
06.9
2007
.220
07.7
2007
.12
2008
.520
08.1
020
09.3
2009
.820
10.1
2010
.620
10.1
120
11.4
2011
.920
12.2
2012
.720
12.1
220
13.5
2013
.10
NPF
77
syariah dalam menempatkan dananya pada sektor riil, sehingga
mengakibatkan meningkatnya NPF.
NPF terendah terjadi pada bulan Desember 2011 sebesar 2,52%,
November 2,74% dan Oktober sebesar 3,11%, pada tahun tersebut
fluktuasi NPF perbankan syariah mulai menurun ke tingkat yang lebih
normal karena bank syariah mulai berkembang pesat dan bank syariah
mulai semakin berhati hati dan selektif dalam pemberian pinjaman
bermasalah pada nasabah.
Tidak dapat dipungkiri pembiayaan bermasalah perbankan syariah
lebih kecil dari kredit bermaslah pada bank konvensional. Data Bank
Indonesia (BI) secara jelas menunjukan perbedaan signifikan, bahkan
selama hampir satu setengah dekade NPF perbankan syariah hanya
separuh NPL (Non Performing Loan) pada perbankan konvensional.
2. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB)
Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikkan
ouput perkapita jangka panjang. Penekanan pada proses karena
mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan (Mankiw,
2004:505). Oleh karena itu, pemakaian indikator pertumbuhan
ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu tertentu. Misalnya Pelita
atau periode tertentu tapi dapat pula secara tahun. Laju pertumbuhan
ekonomi akan diukur melalui perkembangan PDB yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik. Adapun cara perhitungannya:
78
PDB = C + G + I + ( X - M )
Keterangan:
PDB = Produk Domestik Bruto
C = Pengeluaran rumah tangga
G = Pengeluaran pemerintah
I = Pengeluaran investasi
X = Ekspor
M = Impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh
rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah
oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan
yang diterima faktor produksi:
PDB = Sewa + Upah + Bunga + Laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap
seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal,
dan laba untuk pengusaha.
Pertumbuhan PDB Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000
ditunjukkan pada grafik berikut:
79
Gambar 4.2 Perkembangan PDB Di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, BPS, diolah.
Dari gambar 4.2 tampak bahwa PDB Indonesia relatif stabil
dan mengalami puncak tertinggi pada triwulan ketiga Tahun 2012.
Dalam deskriptif gambar (Gambar 4.2) terlihat bahwa PDB Terendah
adalah 519.204,6 pada triwulan kedua tahun 2008 dan PDB tertinggi
sebesar 671.780,8 terjadi pada triwulan ketiga tahun 2012.
3. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Inflasi dapat diartikan sebagai proses kenaikan harga barang-
barang umum secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Masalah
lain yang menjadi perhatian utama pemerintah adalah masalah inflasi.
Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga agar tingkat inflasi
yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah. Tingkat inflasi 0 %
bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena ia adalah sukar untuk
0.00
100000.00
200000.00
300000.00
400000.00
500000.00
600000.00
700000.00
800000.0020
05.1
2005
.520
05.9
2006
.120
06.5
2006
.920
07.1
2007
.520
07.9
2008
.120
08.5
2008
.920
09.1
2009
.520
09.9
2010
.120
10.5
2010
.920
11.1
2011
.520
11.9
2012
.120
12.5
2012
.9
PDB
80
dicapai, yang paling penting untuk diusahakan adalah menjaga agar
tingkat inflasi tetap rendah. Adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan
tiba-tiba atau perwujudan dari akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku
diluar ekpektasi pemerintah, misalnya efek dari penurunan nilai uang
(depresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidakstabilan politik.
Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan
menyusun langkah-langkah yang bertujuan agar kestabilan harga-harga
dapat diwujudkan kembali (Sukirno, 2004:333).
Indonesia pernah mengalami hiper inflasi pada tahun 1960-an yang
mencapai 650 persen. Indonesia pernah pula mengalami inflasi berat yaitu
mencapai 60 persen pada tahun 1998. Di tahun 1999 inflasi sedikit
melemah yaitu mencapai 20 % (Amalia, 2010:107).
Gambar 4.3 Perkembangan Inflasi Di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Tahun 2005-2013, diolah.
0.002.004.006.008.00
10.0012.0014.0016.0018.0020.00
2005
.620
05.1
020
06.2
2006
.620
06.1
020
07.2
2007
.620
07.1
020
08.2
2008
.620
08.1
020
09.2
2009
.620
09.1
020
10.2
2010
.620
10.1
020
11.2
2011
.620
11.1
020
12.2
2012
.620
12.1
020
13.2
2013
.620
13.1
0
INFLASI
81
Pada gambar pergerakan grafik di atas menunjukkan bahwa
tingginya inflasi di tahun 2005 dipengaruhi oleh dampak signifikan
kenaikan harga BBM baik melalui dampak langsung (first round) maupun
dampak lanjutan (second round). Selain itu, beberapa kebijakan
administered prices lainnya seperti harga rokok, tarif tol, dan PAM juga
turut mendorong kenaikan harga-harga barang tersebut. Sementara itu,
adanya gangguan pasokan dan distribusi ini disebabkan oleh penimbunan
bahan-bahan pokok menyusul adanya kecenderungan kenaikan harga dan
kelangkaan pasokan BBM di berbagai daerah, sehingga semakin
meningkatkan tekanan inflasi yang berakhir pada kenaikan harga-harga
barang tersebut (Bank Indonesia, 2005:83).
Tekanan inflasi pada tahun 2006 disebabkan oleh meningkatnya
inflasi volatile food, gangguan pasokan, distribusi barang dan jasa maupun
kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga beras. Selain itu rencana
penerapan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) oleh pemerintah namun
pada prakteknya kenaikan TDL diundur sehingga tidak terdapat dampak
kenaikan TDL terhadap inflasi.
Pada tahun 2008 inflasi kembali bergejolak yang bersumber dari
kredit macet di Amerika Serikat sehingga berdampak ke Indonesia yang
menyebabkan menjadi penyumbang inflasi terbesar pada tahun 2008 ini
lebih banyak dari sisi cosh push inflation. Meningkatnya harga minyak
dunia yang akhirnya memaksa pemerintah untuk menaikkan harga BBM
pada bulan Mei 2008 sehingga memberikan kontribusi yang sangat
82
signifikan terhadap tingkat inflasi. Selain itu, meningkatnya harga
komoditas pangan dunia (kebutuhan bahan pangan impor seperti kedelai,
jagung, dan terigu) sejak akhir tahun 2007 yang otomatis meningkatkan
biaya pokok produksi perusahaan juga memberikan kontribusi angka
inflasi yang sangat besar.
Dalam laporan perekonomian Bank Indonesia pada tahun 2010,
inflasi mulai mengalami kenaikan kembali secara berangsur- angsur mulai
triwulan I dan menembus nilai tertinggi pada triwulan IV bulan Desember
2010 yang mencapai angka 6,96%. Tekanan inflasi yang cenderung
meningkat bersumber dari kelompok volatile food terutama beras.
Tingginya inflasi dari kelompok bahan makanan disebabkan anomali
cuaca yang mengakibatkan gangguan distribusi dan produksi akibat
tingginya curah hujan di beberapa daerah. (statistik perbakan syariah).
Inflasi tahun 2011 tingkat inflasi mulai berangsur-angsur
mengalami penurunan yang cukup tajam di tengah peningkatan
pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh tidak diterapkannya kebijakan
Pemerintah dalam menaikkan harga komoditas strategis seperti BBM
bersubsidi dan tarif tenaga listrik sehingga inflasi administered prices
terjaga pada level yang rendah. Inflasi yang cukup stabil pada tingkat yang
relatif rendah didukung oleh perekonomian yang memadai, penguatan
nilai tukar rupiah yang mampu meredam dampak inflasi dari tingginya
harga komoditas internasional sehingga inflasi dapat dikendalikan pada
83
level yang disepakati oleh Pemerintah untuk menjaga tingkat nflasi yang
diharapkan. (Laporan Perekonomian Indonesia, Bank Indonesia: 2011).
Pada triwulan I tahun 2012 komoditas beras menjadi penyumbang
inflasi yang tertinggi disebabkan oleh kenaikan HPP (Harga Pokok
Pembelian) beras per 1 Maret 2012 sebesar 30%, selain itu cuaca buruk
menjadi pendorong kenaikan harga sedangkan pada triwulan II tahun 2012
inflasi juga mengalami peningkatan tingkat inflasi pada kelompok volatile
food yang disebabkan oleh lonjakan harga aneka bumbu seperti cabai
merah dan bawang putih, daging, telur ayam ras dan beras sedangkan pada
kelompok barang disebabkan oleh kenaikan harga elpiji 3 kg disebabkan
terjadinya kelangkaan barang di pasar domestik.
4. Perkembangan Nilai Tukar (KURS)
Kurs valuta asing adalah kurs mata uang asing menunjukkan harga
atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara
lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang
domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit mata uang asing. (Soebagia, 2005)
Fluktuasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS dapat
digambarkan oleh gambar 4.3 dibawah ini:
84
Gambar 4.3 Perkembangan Kurs Di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia Tahun 2005-2013, diolah.
Nilai tukar rupiah pada 2005 mengalami depresiasi disertai
volatilitas yang meningkat. Melemahnya rupiah tercermin dari rata-rata
nilai tukar rupiah selama 2005 yang mencapai Rp. 9.713 per dolar atau
terdepresiasi sekitar 8,6% dibanding rata-rata 2004. Pelemahan rupiah di
2005 tidak terlepas dari pengaruh negatif faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal berhubungan dengan meningkatnya harga minyak dunia
serta berlanjutnya kebijakan kenaikan suku bunga di AS. Sementara itu,
faktor internal terkait dengan tingginya impor serta kebutuhan untuk
pembayaran kewajiban luar negeri turut memberikan tekanan terhadap
rupiah. Tekanan terhadap rupiah mulai berkurang sejalan dengan dampak
positif serangkaian kebijakan stabilisasi makroekonomi yang ditempuh
Bank Indonesia dan Pemerintah ( Bank Indonesia, 2005:68).
02000400060008000
100001200014000
2005
.620
05.1
020
06.2
2006
.620
06.1
020
07.2
2007
.620
07.1
020
08.2
2008
.620
08.1
020
09.2
2009
.620
09.1
020
10.2
2010
.620
10.1
020
11.2
2011
.620
11.1
020
12.2
2012
.620
12.1
020
13.2
2013
.620
13.1
0
KURS
85
Nilai tukar rupiah terhadap dolar menguat dari Rp. 9.857,- per
dolar pada akhir 2005 menjadi Rp. 9.020,- per dolar pada akhir 2006.
Terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah selama 2006 didukung oleh
kondisi ekonomi global yang secara umum lebih kondusif dan
membaiknya fundamental makroekonomi yang didukung kebijakan
moneter yang konsisten dalam mencapai sasaran inflasi serta kebijakan
fiskal yang berhati-hati (Bank Indonesia, 2006:83).
Pada pertengahan tahun 2008 nilai tukar rupiah mengalami
depresiasi terhadap dolar AS disebabkan oleh krisis global yang melanda
dunia bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Dampak
krisis global yang melanda dunia juga mengakibatkan nilai tukar rupiah
mengalami tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat,
terutama sejak Oktober 2008. Perkembangan tersebut menyebabkan rupiah
tertekan hingga sempat mencapai Rp11.711 per dolar AS di November
2008. (Bank Indonesia, 2008:82)
Pada triwulan II 2009 nilai tukar rupiah mengalami tren yang
menguat didukung oleh perbaikan persepsi risiko terhadap emerging
market dan kondisi domestik yang tetap terjaga mendorong terus naiknya
pasokan valas dari investor asing dipasar keuangan domestik. Kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan nilai tukar rupiah
selama tahun 2011 menyebabkan terapresiasinya rupiah terhadap dolar AS
pada emester I 2011 dan semester II 2011 mengalami depresiasi
disebabkan kondisi ekonomi dan keuangan global yang masih memburuk.
86
B. Hasil Analisa
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft
Excel Windows 2007 dan program pengolahan data Eviews untuk
mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-
variabel yang diteliti. Variabel bebas yaitu PDB, Inflasi dan Nilai
Tukar, sedangkan Variabel terikatnya yaitu Non Performing
Financing.
Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji
normalitas terhadap seluruh variabel yang diuji. Uji normalitas
digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel
terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang baik.
Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau
mendekati normal. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Uji
Jarque-Bera test atau JB-test (Winarno, 2009:5.37)
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: residual berdistribusi normal
H1: residual berdistribusi tidak normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
87
a) Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, H0 diterima
(residual berdistribusi normal).
b) Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan, H0
ditolak (residual berdistribusi tidak normal)
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Jarque-Bera
Sumber: Lampiran 3
Dari diagram pada gambar 4.5 Dapat dilihat bahwa nilai
probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.160110 lebih besar dari 0,05. hal
ini berarti Ho diterima, dengan kata lain data terdistribusi normal.
b. Uji Otokolerasi
Uji otokorelasi yang telah dilakukandengan menggunakan
program Eviews menunjukan hasil seperti berikut :
88
Tabel 4.1 Hasil Uji Otokorelasi
Sumber: Lampiran 5
Pada hasil uji Otokorelasi dengan metode Lagrange-Multiplier
test pada tabel 4.1, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Chi Square
sebesar 0.2616 lebih besar dari α (0,2616 > 0,05). Maka dengan
hipotesis sebagai berikut :
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probalbiliti Chi Square > 0,05 maka signifikan, H0
diterima (dapat dikatakan dalam model tidak terjadi
otokorelasi)
Bila probalbiliti Chi Square < 0,05 maka tidak signifikan,
H0 ditolak (dapat dikatakan dalam model ada masalah
otokorelasi)
Maka dapat diambil kesimpulan dari uji otokorelasi yang
dilakukan nilai probabilitas Chi Square lebih besar dari α
(0,2616>0,05) sehingga tidak terdapat otokorelasi dalam model.
c. Hasil Uji Multikolineritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linear
antarvariabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.297606 Prob. F(2,99) 0.2778 Obs*R-squared 2.682186 Prob. Chi-Square(2) 0.2616
89
independen, maka multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan
regresi sederhan (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu
variabel independen) (Wing Wahyu Winarno, 2009:5.1).
Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolineritas
PDB INF KURS
PDB 1.000000 -0.543313 0.050932
INF -0.543313 1.000000 0.130480
KURS 0.050932 0.130480 1.000000
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa nilai korelasi
variabel independen antara PDB dan Inflasi sebesar -0.543313, antara
PDB dan KURS adalah sebesar 0.050932, antara INF dan KURS
sebesar 0.130480. Nilai korelasi variabel independen (yaitu produk
domestik bruto, inflasi dan kurs) tertinggi hanya mencapai 0.130480
yaitu nilai korelasi antara INF dan KURS. Karena nilai 0.130480 <
0.85 maka diputuskan tidak terdapat multikolineritas. Hasil ini
menginformasikan model OLS yang dilakukan dapat dikatakan
terbebas dari gejala multikolineritas sehingga dapat dilakukan
pengujian selanjutnya.
Selain itu hasil multikolineritas bisa dilihat seperti dibawah ini:
a) Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap nilai tukar (KURS)
dengan nilai korelasinya sebesar 0.05093 sehingga tidak terjadi
multikolineritas.
90
Dependent Variable: LNNPF Method: Least Squares Date: 06/14/14 Time: 13:57 Sample: 2005M01 2013M10 Included observations: 106
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNPDB 4.160814 0.142059 29.28939 0.0000
LNKURS 0.489263 0.244392 2.001965 0.0479 INF -0.015934 0.005490 -2.902380 0.0045 C -51.90202 2.735077 -18.97644 0.0000 R-squared 0.933808 Mean dependent var 7.457697
Adjusted R-squared 0.931861 S.D. dependent var 0.678499 S.E. of regression 0.177112 Akaike info criterion -0.587063 Sum squared resid 3.199606 Schwarz criterion -0.486556 Log likelihood 35.11433 Hannan-Quinn criter. -0.546327 F-statistic 479.6540 Durbin-Watson stat 0.287982 Prob(F-statistic) 0.000000
b) Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap inflasi (INF) dengan
nilai correlationnya sebesar -0.543313 sehingga tidak terjadi
multikolineritas.
c) Inflasi (INF) terhadap Nilai Tukar (KURS) dengan nilai
korelasinya sebesar 0.130480 sehingga tidak terjadi
multikolineritas
2. Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Estimasi hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi Non
Performing Financing (NPF) dilakukan dengan pendekatan Ordinary
Least Square OLS yang ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Hasil Olah Data dengan Metode OLS
Sumber: Lampiran 5
91
Dari tabel 4.3 maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut:
(NPF) = -51,90202+4,160814 PDB -0,015934 INF+ 4,160814 KURS + et
Dengan nilai konstanta sebesar -51,90202, hal ini dapat diartikan
bahwa apabila semua variabel bebas dianggap konstan atau tidak
mengalami perubahan maka Non Performing Financing (NPF) mengalami
penurunan sebesar 51,90202.
Berdasarkan tabel 4.3 bisa memberikan gambaran melalui hasil
regresi linier berganda dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS)
menunjukkan hasil sebagai berikut:
a. Uji Probabilitas t-statistik (Uji Parsial)
Uji probabilitas t-statistik menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individu dalam menjelaskan variabel
dependen. Untuk melakukan uji t dengan cara quick lock, yaitu dengan
melihat probabilitas dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam
penelitian. Dengan kriteria pengujian tingkat signifikan (α) = 0,05.
Hipotesis:
H0 : prob. t-statistic < α = Terdapat pengaruh signifikan antara
variabel independent terhadap variabel
dependent secara parsial.
92
H1 : prob. t-statistic > α = Tidak terdapat pengaruh signifikan antara
variabel independent terhadap variabel
dependent secara parsial.
Dari hasil regresi linier berganda diatas memperlihatkan hasil
uji probabilitas t-statistik sebagai berikut:
1. Pengaruh Jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Non
Performing Financing (NPF)
Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) mempunyai nilai
signifikan 0.0000 dan koefisiennya 4.160814 pada penelitian ini,
alpha yang digunakan adalah 5% (0.05). Variabel Produk Domestik
Bruto (PDB) mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan
alpha (α) (0.0000 < 0.05). Karena nilai signifikan lebih kecil
dibandingkan alpha, maka memberikan penjelasan bahwa variabel
PDB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap NPF.
Dengan demikian menerima H0 dan menolak H1.
2. Pengaruh Inflasi (INF) terhadap Non Performing Financing
(NPF)
Variabel nilai Inflasi (INF) mempunyai nilai signifikan 0.0045
dan koefisiennya -0.015934. Pada penelitian ini, alpha yang
digunakan adalah 5% (0.05). variabel Inflasi (INF) mempunyai nilai
signifikan lebih kecil dibandingkan alpha (α) (0.0045 < 0.05). Karena
nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha, maka memberikan
93
penjelasan bahwa variabel Inflasi (INF) mempunyai pengaruh negatif
dan signifikan terhadap NPF. Dengan demikian menerima H0 dan
menolak H1.
3. Pengaruh Nilai Tukar (KURS) terhadap Non Performing
Financing (NPF)
Variabel Nilai Tukar (KURS) mempunyai nilai signifikan
0.0479 dan koefisiennya 0.489263. Pada penelitian ini, alpha yang
digunakan adalah 5% (0.05). variabel Nilai Tukar (KURS)
mempunyai nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha (α) (0.0479
< 0.05). Karena nilai signifikan lebih kecil dibandingkan alpha, maka
memberikan penjelasan bahwa variabel Nilai Tukar (KURS)
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap NPF. Dengan
demikian menerima H0 dan menolak H1.
b. Uji F-statistik
Dalam pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel independent (X) terhadap
variabel dependent (Y) secara bersama-sama.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dengan menggunakan eviews
maka terlihat hasil probabilitas F-Statistik sebesar 0.000000. Karena
nilai probabilitasnya 0.000000 < alpha (0.05) yang berarti dapat
disimpulkan bahwa variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Inflasi
94
(INF) dan Nilai Tukar (KURS) secara bersama-sama mempunyai
pengaruh terhadap variabel Non Performing Financing (NPF).
c. Koefisien Determinasi (Adjusted R-square)
Koefisien determinasi ini menunjukkan seberapa besar variabel
independen mempengaruhi variabel dependen dalam sebuah model
penelitian. Dari hasil data menunjukkan bahwa adjusted R-square
yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebesar 0.931. Hal ini berarti
bahwa 93,1% dari variasi NPF mampu dijelaskan oleh variabel PDB,
INF, dan KURS. Sedangkan 6,9% dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.
C. Analisis Ekonomi
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Berdasarkan hasil olah data yang menggunakan regresi
tersebut menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Non Performing
Financing (NPF). Dimana nilai koefisiennya adalah 4.160814.
Artinya jika PDB meningkat 1% maka akan menambah NPF sebesar
4.160814%.
Dalam N. Gregory Mankiw (2003:502) PDB adalah nilai dasar
dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi disuatu negara
selama kurun waktu tertentu.
95
Menurut Rahmawulan (2008) Produk Domestik Bruto
menunjukkan indikator dari pertumbuhan ekonomi yang merupakan
ukuran penting dalam menjelaskan kinerja ekonomi yang secara
langsung yang merupakan kinerja dari pelaku ekonomi yang
menyediakan barang dan jasa termasuk industri perbankan. Kaitan
PDB dengan kredit bermasalah, dalam kondisi resesi dimana terjadi
penurunan penjualan dan pendapatan perusahaan, maka akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengembalikan
pinjamannnya. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya outstanding
kredit non lancar. Hasil penelitian dengan menggunakan alat analisis
Vector Autoregression, Impulse Response menunjukkan bahwa
pertumbuhan kredit / pembiayaan tidak berpengaruh terhadap kredit
bermasalah. Baik NPL maupun NPF merespon positif terhadap
perubahan PDB dan inflasi.
Hasil penelitian yang sama didapat oleh Muhammad Iqbal
(2008), dengan judul penelitian “Perbandingan Faktor Faktor Yang
Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah Pada Perbankan Syariah dan
Perbankan Konvensional” yang hasilnya menunjukkan bahwa variabel
indepeden secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
NPL/NPF.
2. Inflasi (INF)
Berdasarkan hasil olah data yang menggunakan regresi
tersebut menunjukkan bahwa Inflasi (INF) berpengaruh negatif dan
96
signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF). Dimana nilai
koefisiennya adalah -0.015934. Jika Inflasi (INF) meningkat 1%
maka Non Performing Financing (NPF) akan turun sebesar
0.015934%.
Menurut teori Keynes inflasi disebabkan oleh permintaan total
terhadap barang dan jasa yang melebihi kemampuan berproduksi
masyarakat. Dengan demikian permintaan masyarakat akan barang
melebihi jumlah yang tersedia. Apabila hal ini berlangsung dalam
kurung waktu tertentu dan terus menerus akan mengakibatkan naiknya
harga yang pada akhirnya menurunkan pendapatan riil masyarakat
yang berakibat munculnya potensi NPF.
Penelitian yang dilakukan oleh Saiful anwar japan (2010)
meneliti Predicting Future Depositor`s Rate of Return Applying
Neural Network: A Case-study of Indonesian Islamic Bank from
Department of Management and Information System Science Nagaoka
University of technology japan dalam penelitian saiful anwar meneliti
perbankan syariah di indonesia dengan menggunakan sampel bank
syariah mandiri, penelitian ini menggunakan variabel makroekonomi
(bursa efek Jakarta, inflasi, nilai tukar, tingkat bunga sertifikat bank
indonesia dan jumlah uang beredar) terhadap pengembalian
pembiayaan bank syariah mandiri dengan menggunakan data time
series dengan analisis Artificial Neural Networks (ANN) yaitu
menganalisis ramalan masa yang akan datang hasil yang diperoleh
97
dari metode (ANN) yaitu nilai tukar dan jumlah uaang beredar sebagai
tingkat pertama mempengaruhi pengembalian kredit dan variabel
bursa efek jakarta, inflasi, suku bunga sertifikat bank indonesia
menjadi tingkat kedua yang dapat mempengaruhi pengembalian kredit
bank syariah mandiri.
3. Nilai Tukar (KURS)
Berdasarkan hasil olah data yang menggunakan regresi
tersebut menunjukkan bahwa Nilai Tukar (KURS) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF). Dimana
nilai koefisiennya adalah 0.489263. Jika Nilai Tukar (KURS)
meningkat 1% maka Non Performing Financing (NPF) akan naik
sebesar 0.489263%.
Menurut Sadono Sukirno (2004), kurs valuta asing atau kurs
mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara
dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat
juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan,
yaitu banyaknya Rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu
unit mata uang asing.
Perbankan menghadapi resiko penurunan kualitas kredit valuta
asing (valas) jika rupiah tiba tiba jatuh karena dana global pergi
mendadak. Kredit bermasalah pada pinjaman berdenominasi dollar AS
akan melonjak selain utang valas yang akan membengkak jika asing
menarik dananya dari pasar keuangan dalam negeri. Jika bank
98
menerbitkan surat utang dolar AS dan menyalurkan kredit dalam mata
uang rupiah, maka utangnya bisa membengkak. Wikutama (2010)
menyebutkan bahwa bankir jelas akan menghadapi masalah besar
karena depresiasi rupiah akan membuat portofolio aset perbankan
dalam kredit akan semakin memburuk. Upaya BI menahan laju
pelemahan rupiah dengan jalan menaikkan suku bunga justru
berpotensi meningkatkan NPL/NPF.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hermawan Soebagio
(2005) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Non Performing Loan (NPL) pada Bank Umum Komersial
(Studi Empiris pada Sektor Perbankan di Indonesia)”, yang hasilnya
menunjukkan bahwa variabel Kurs memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap NPF.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan
pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel bebas yang diteliti yaitu produk domestik bruto, inflasi,
dan nilai tukar secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
perubahan nilai non performing financing pada bank umum
Syariah periode 2005-2013 dengan hasil pengujian probabilitas
F statistik sebesar 0.000000 < α (0.05) yang berarti dapat
disimpulkan bahwa PDB, INF, dan KURS secara bersama sama
berpenaruh signifikan terhadap variabel dependen (NPF).
2. Variabel bebas produk domestik bruto, inflasi, dan nilai tukar
secara parsial atau individu memiliki pengaruh signifikan
terhadap perubahan nilai non performing financing pada bank
umum syariah periode 2005-2013 dengan nilai probabilitas
yang berbeda-beda. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa
semua variabel independen terdapat hubungan yang positif
dengan varibel dependennya yaitu antara PDB dengan nilai NPF
Bank Umum Syariah, Inflasi dengan NPF dan KURS dengan
NPF.
100
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis
mencoba mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat di antaranya:
1. Bagi Praktisi Perbankan
Dengan adanya temuan bahwa variabel produk domestik bruto,
inflasi, dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap non
performing financing dengan tingkat kontribusi yang berbeda-beda.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk evaluasi perkembangan
sistem Bank Umum Syariah dan langkah untuk mengambil kebijakan
yang terkait seperti:
a. Kebijakan yang terkait dengan Produk Domestik Bruto
Hendaknya Bank Umum Syariah berhati hati dalam
menyalurkan kredit kepada masyarakat, Kaitan PDB dengan
kredit bermasalah, dalam kondisi resesi dimana terjadi
penurunan penjualan dan pendapatan perusahaan, maka akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengembalikan
pinjamannnya. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya
outstanding kredit non lancar.
b. Kebijakan yang terkait dengan Inflasi
Hendaknya Bank Persero lebih memperhatikan penetapan arah
kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, yaitu dalam hal
penetapan arah inflasi. Sehingga Bank Umum Syariah dapat
101
mengatasi sedini mungkin pengaruhnya terhadap sektor kredit
perbankan, serta menyesuaikan dengan suku bunga kredit.
c. Kebijakan yang terkait dengan Nilai Tukar (KURS)
Hendaknya peraktisi perbankan lebih memperhatikan kebijakan
pemerintah yang terkait dengan perkembangan Kurs dalam
menentukan kebijakan pembiayaan Sehingga Bank Umum
Syariah dapat mengatasi sedini mungkin pengaruhnya terhadap
sektor kredit perbankan, serta menyesuaikan dengan suku bunga
kredit.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini akan menambah kepustakaan di bidang manajemen
khusunya perbankan dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang Pendapatan
Domestik Bruto (PDB), Inflasi (INF), dan Nilai Tukar (KURS) yang
mempengaruhi Non-Performing Financing pada bank umum syariah.
3. Bagi Penulis
Untuk melanjutkan penelitian dengan menambahkan atau
memperbanyak jumlah variabel kebijakan moneter, misalnya : Harga
minyak dunia, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan lainnya.
Selain itu bisa dengan menambah variabel lain seperti LDR, SBIS, ROA,
ROE, dan CAR perbankan di Indonesia.
102
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud. “Asset Liability Management, Menyiasati Risiko Pasar dan
Risiko Operasional dalam Perbankan”. Jakarta, PT. Elex Media
Kompetindo Kelompok Gramedia. 2004.
Amin, Riawan.” Menata Perbankan Syariah Di Indonesia”, UIN Press,
Jakarta, 2009
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik”,
Jakarta, Gema Insani Press,2003.
Anwar, Saiful, “Predicting Future Depositor’s Rate of Return Applying
Neural Network: A Case-Study of Indonesian Islamic Bank”,
Jurnal from Department of Management and Information
Syistem Science Nagaoka University of Tecnology, Japan,
2010.
Arifin, Andy, “Pengaruh Jenis Produk, Pembiayaan dan Segmentasi
Pembiayaan Terhadap Non Performing Financing Pada
Perbankan Syariah”, Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009.
Badan Pusat Statistik. n.d. Data Produk Domestik Bruto Kuartalan tahun
2005-I sampai 2013-III. www.bps.go.id.
Bank Indonesia. n.d. Data Inflasi (Indeks Harga Konsumen) Berdasarkan
Perhitungan Inflasi Tahunan.
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter /Inflasi/Data+Inflasi/.
Bank Indonesia. n.d. Data Statistik Perbankan Syariah Tahun 2005-I sampai
2013-IV. http://www.bi.go.id
Case dan Fair. “ Prinsip-prinsip Ekonomi”. Erlangga, Jakarta, 2006
103
Gregory, N. Mankiw, “Prinsiles of Economics” Thomson South-Western,
USA, 2003
Gujarati, Damodar. “ Dasar Dasar Ekonometrika”, edisi Ketiga, Erlangga,
Jakarta, 2006
Hamja, Yahya, “ Modul I Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Hamid, Abdul. “Buku Pedoman Penulisan Skripsi”. FEB UIN Jakarta,
Jakarta, 2010
Haryati, Sri. “Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi
dan Pengaruh Variabel Makro Ekonomi”, Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Vol. 13 No.2, Surabaya, 2007.
Hemawan, Sakariza Qori. 2008. “Pengaruh Turbulensi Ekonomi Terhadap
Kredit Konsumer” Economic Review, Edisi Juni 2008,
Honny K. Tanudjaja. “Analisis hubungan dan pengaruh variabel-variabel
makroekonomi terhadap kredit bermasalah.” 2006
Ihsan, Muntoha,“ Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi dan Kebijakan
Jenis Pembiayaan Terhadap Rasio Non Performing Financing
Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode 2005 sampai 2010”,
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.
Iqbal, Muhammad, “Perbandingan Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Pembiayaan Bermasalah Pada Perbankan Syariah dan
Perbankan Konvensional”, Tesis pasca Sarjana FEUI, Jakarta ,
2008.
Ismail, “Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi”, Kencana,
Jakarta.2011
104
Khan, Thariqullah dan Habib Ahmed.” Risk Management: An Analysis of
Issues in Islamic Financial Industry”. Islamic Development
Bank, Jeddah 2009.
Khemraj, Tarron, “ The Determinants Of Non Performing Loan : An
Ekonometric Case Study Of Guyana 1”, Journal Of Economic
New College Or Florida Sukrishnalall Pasha Lecturer University
Of Guyana,2005.
Laporan Bank Indonesia Statistik Perbankan Syariah 2005 - 2013
Lukman, Dendawijaya.” Manajemen Bank”. Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Mankiw, N. Gregory, “ Makroekonomi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006
Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja. “Uang, Perbankan dan
Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia),” FEUI. Jakarta,
2004
Mariam, Siti, “ Pengaruh Financing Deposit to Rasio dan Tingkat Inflasi
Terhadap Non Performing Financing Perbankan Syariah”,
Fakultas Syariah dan Hukum, Uin Jakarta, 2009.
Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan
edisi8. Salemba Empat : Jakarta.
Muhammad, “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta, 2005.
Nachrowi dan Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”.
Universitas Indonesia, 2006.
Nopirin. “ Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro”. BPFE, Yogyakarta,
2000
105
Putong, Iskandar. “Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro”. Jakarta, Ghalia
Indonesia. 2000
Rahmawulan, Yunis.“Perbandingan Faktor Penyebab Timbulnya NPL dan
NPF pada Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia”,
Tesis, Program Pascasarjanan, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta, 2008.
Republika.co.id “FDR Melambung, OJK Minta Induk Bank Syariah Suntik
Dana,” Republika Online,diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/14/03/06/n207q2-fdr-melambung-ojk-minta-induk-
bank-syariah-suntik-dana)pada tanggal 20 mei 2014 pukul
20.00
Rivai, Veithal dan Andria Permata Veithal. “Credit management handbook:
Teori,Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan Praktis
Mahasiswa, Bankir, dan Nasabah”. Ed.1-2, PT Raja Gafindo
Persada, Jakarta, 2007
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid. “Lembaga Keuangan Syariah”. Zikrul
Hakim, Jakarta, 2008.
Samuelson, Paul A and Wiliam D. Nordhaus, “ Ilmu makro Ekonomi Edisi
Tujuh Belas”, Alih Bahasa Gretta, Theresa Tanoto, Bosco
Carvallo, Anna Elly, PT Mendia Global Edukasi, Jakarta, 2004.
Soebagio, Hermawan. 2005. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Non Performing Loan (NPL) pada Bank Umum
Komersial (Studi Empiris pada Sektor Perbankan di
Indonesia)”, Tesis, Program Magister Managemen, Universitas
Diponegoro, 2005.
Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Makro Ekonomi”. 3rdedition, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004
106
Suliyanto. “Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS”. Andi,
Yogyakarta, 2011.
Susilo, dkk. “Bank dan Lembaga Keungan Lain”. Jakarta, Salemba
Empat.2000
Veitzhal, Rivai dan Andria Permata Veitzhal, “Credit Management
Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi Panduan
Praktis Mahasiswa, Banker, dan Nasabah”, PT Grafindo
Persada, Jakarta, 2006
Verdino, Taufan , “ Analisis Pengaruh Suku Bunga Rill, Money Suplay,
Nilai Tukar dan Harga Minyak Mentah Terhadap Non
Performing Loan Perbankan Indonesia”, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Uin Jakarta, 2009.
Wikipedia Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Produk_domestik_bruto)
Wikutama, Arya, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Non Performing
Loan Bank Pembangunan Daerah (BPD)”, FEUI, Jakarta,
2010.
Wiliasih, Ranti. “Profit Sharing dan Morl Hazard dalam Penyaluran Dana
Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia” Tesis, PSTTI
Program Pascasarjanan, Universitas Indonesia, 2005
Winarno, Wing Wahyu,”Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews”. Edisi 2. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009.
Wu, Wen Chieh, Chin Oh Chang, and Zekiye Selvili, “Banking System,
Real Estate Market, and Non Performing Loan”, International
Real Estate Review, Vol 6.,2003.
107
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penelitian
Obs NPF PDB INF KURS 2005.1 331 426612.10 7.32 9165 2005.2 388 429781.83 7.15 9262 2005.3 359 432951.57 8.81 9480 2005.4 445 436121.30 8.12 9570 2005.5 478 439240.40 7.40 9605 2005.6 549 442359.50 7.46 9713 2005.7 578 445478.60 7.82 9819 2005.8 613 448597.70 8.32 10240 2005.9 696 446319.30 9.06 10310
2005.10 629 444040.90 17.93 10090 2005.11 616 441762.50 18.34 10035 2005.12 429 439484.10 17.07 9830 2006.1 532 448485.30 17.06 9395 2006.2 610 451535.80 17.95 9230 2006.3 683 454586.30 15.73 9075 2006.4 661 457636.80 15.40 8775 2006.5 728 461953.48 15.60 9220 2006.6 767 466270.15 15.53 9300 2006.7 872 470586.83 15.15 9070 2006.8 967 474903.50 14.90 9100 2006.9 1007 472702.90 14.55 9235
2006.10 1019 470502.30 6.29 9110 2006.11 1067 468301.70 5.27 9165 2006.12 971 466101.10 6.60 9020 2007.1 1045 475641.70 6.26 9090 2007.2 1132 479901.50 6.30 9160 2007.3 1193 484161.30 6.52 9118 2007.4 1310 488421.10 6.29 9083 2007.5 1352 493049.08 6.01 8828 2007.6 1423 497677.05 5.78 9054 2007.7 1557 502305.03 6.06 9186
108
2007.8 1633 506933.00 6.51 9410 2007.9 1601 503532.63 6.95 9137
2007.10 1628 500132.25 6.88 9103 2007.11 1501 496731.88 6.71 9376 2007.12 1131 493331.50 6.59 9419 2008.1 1132 505218.80 7.36 9291 2008.2 1183 509880.73 7.40 9051 2008.3 1237 514542.67 8.17 9217 2008.4 1362 519204.60 8.96 9234 2008.5 1596 524063.70 10.38 9318 2008.6 1442 528922.80 11.28 9225 2008.7 1469 533781.90 12.01 9118 2008.8 1478 538641.00 11.74 9153 2008.9 1554 533828.68 11.93 9378
2008.10 1711 529016.35 11.55 10995 2008.11 1913 524204.03 11.48 12151 2008.12 1509 519391.70 11.06 10950 2009.1 1676 528056.60 8.24 11355 2009.2 1789 532263.67 7.76 11980 2009.3 2019 536470.73 6.98 11575 2009.4 2053 540677.80 6.04 10713 2009.5 1942 545917.60 4.62 10340 2009.6 1851 551157.40 3.65 10225 2009.7 2204 556397.20 2.71 9920 2009.8 2462 561637.00 2.76 10060 2009.9 2547 558347.53 2.83 9681
2009.10 2492 555058.05 2.57 9545 2009.11 2534 551768.58 2.41 9480 2009.12 1882 548479.10 2.78 9400 2010.1 2053 599683.40 3.72 9365 2010.2 2302 590693.20 3.82 9335 2010.3 2275 581703.00 3.43 9115 2010.4 2309 572712.80 3.91 9012 2010.5 2540 579097.25 4.16 9180 2010.6 2170 585481.70 5.05 9083 2010.7 2388 591866.15 6.22 8952
109
2010.8 2470 598250.60 6.44 9041 2010.9 2406 595140.95 5.80 8924
2010.10 2486 592030.30 5.67 8928 2010.11 2628 588921.65 6.33 9013 2010.12 2061 585812.00 6.96 8991 2011.1 2288 595721.80 7.02 9057 2011.2 2615 601314.73 6.84 8823 2011.3 2675 606907.67 6.65 8709 2011.4 2869 612500.60 6.16 8574 2011.5 2955 617581.43 5.98 8542 2011.6 2937 622622.25 5.54 8597 2011.7 3168 627743.08 4.61 8508 2011.8 3198 632823.90 4.79 8578 2011.9 3253 630497.88 4.61 8823
2011.10 3015 628171.85 4.42 8835 2011.11 2725 625845.83 4.15 9170 2011.12 2588 623519.80 3.79 9067 2012.1 2722 633414.90 3.65 9000 2012.2 2930 639389.27 3.56 9085 2012.3 3011 645363.63 3.97 9180 2012.4 3098 651338.00 4.50 9190 2012.5 3304 656534.08 4.45 9565 2012.6 3384 661730.15 4.53 9480 2012.7 3533 666926.23 4.56 9485 2012.8 3468 672122.30 4.58 9560 2012.9 3575 669607.53 4.31 9588
2012.10 3499 667092.75 4.61 9615 2012.11 3506 664577.98 4.32 9605 2012.12 3269 662063.20 4.30 9670 2013.1 3725 671593.40 4.57 9698 2013.2 4197 677350.30 5.31 9665 2013.3 4434 683107.20 5.90 9719 2013.4 4664 688864.10 5.57 9722 2013.5 4883 694144.20 5.47 9800 2013.6 4518 699424.30 5.90 9929 2013.7 4798 704704.40 8.61 10578
110
Lampiran 2: Hasil Uji OLS
Dependent Variable: NPF Method: Least Squares Date: 06/14/14 Time: 13:47 Sample: 2005M01 2013M10 Included observations: 106
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDB 0.014455 0.000400 36.16971 0.0000
INF 3.594031 8.572565 0.419248 0.6759 KURS 0.167432 0.038611 4.336351 0.0000
C -7544.425 414.5485 -18.19914 0.0000 R-squared 0.949373 Mean dependent var 2112.670
Adjusted R-squared 0.947884 S.D. dependent var 1227.619 S.E. of regression 280.2517 Akaike info criterion 14.14626 Sum squared resid 8011185. Schwarz criterion 14.24677 Log likelihood -745.7517 Hannan-Quinn criter. 14.18699 F-statistic 637.5817 Durbin-Watson stat 0.459048 Prob(F-statistic) 0.000000
2013.8 5249 709984.50 8.79 10324 2013.9 4962 707464.15 8.40 11613
2013.10 5302 704943.80 8.32 11234 2013.11 4880 702423.45 8.70 11977 2013.12 5598 699903.10 8.50 12081
111
0
2
4
6
8
10
12
-600 -400 -200 0 200 400 600 800
Series: ResidualsSample 2005M01 2013M10Observations 106
Mean 1.73e-12Median -1.927842Maximum 770.4885Minimum -652.3276Std. Dev. 276.2191Skewness 0.452160Kurtosis 3.108363
Jarque-Bera 3.663787Probability 0.160110
Lampiran 3: Hasil Uji Normalitas Lampiran 4: Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil uji Heteroskedasticity
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 6.976528 Prob. F(9,96) 0.0000 Obs*R-squared 41.91486 Prob. Chi-Square(9) 0.0000 Scaled explained SS 40.91401 Prob. Chi-Square(9) 0.0000
b. Hasil uji Otokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 69.95962 Prob. F(2,100) 0.0000 Obs*R-squared 61.81847 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
112
c. Hasil Uji Multikolinieritas PDB INF KURS
PDB 1.000000 -0.543313 0.050932 INF -0.543313 1.000000 0.130480
KURS 0.050932 0.130480 1.000000 Lampiran 5: Hasil Uji OLS setelah di LN/Log
Dependent Variable: LNNPF Method: Least Squares Date: 06/14/14 Time: 13:57 Sample: 2005M01 2013M10 Included observations: 106
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNPDB 4.160814 0.142059 29.28939 0.0000
LNKURS 0.489263 0.244392 2.001965 0.0479 INF -0.015934 0.005490 -2.902380 0.0045 C -51.90202 2.735077 -18.97644 0.0000 R-squared 0.933808 Mean dependent var 7.457697
Adjusted R-squared 0.931861 S.D. dependent var 0.678499 S.E. of regression 0.177112 Akaike info criterion -0.587063 Sum squared resid 3.199606 Schwarz criterion -0.486556 Log likelihood 35.11433 Hannan-Quinn criter. -0.546327 F-statistic 479.6540 Durbin-Watson stat 0.287982 Prob(F-statistic) 0.000000
113
a. Uji Heteroskedasticity
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.694699 Prob. F(9,95) 0.7121 Obs*R-squared 6.483711 Prob. Chi-Square(9) 0.6907 Scaled explained SS 11.96831 Prob. Chi-Square(9) 0.2151
b. Uji Autokorelsasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.297606 Prob. F(2,99) 0.2778 Obs*R-squared 2.682186 Prob. Chi-Square(2) 0.2616