ANALISIS PENGARUH ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP...
Transcript of ANALISIS PENGARUH ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP...
-
ANALISIS PENGARUH ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL
REPORTING INDEKS PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Taufik Akbar
NIM. 1111082000038
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
-
ii
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Senin, 8 Juni 2015 telah dilakukan ujian komprehensif atas
mahasiswa:
1. Nama : Taufik Akbar
2. NIM : 1111082000038
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Berdasarkan Islamic Social
Reporting Indeks Pada Bank Syariah di Indonesia
-
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 22 September 2015 telah dilakukan ujian skripsi atas
mahasiswa:
1. Nama : Taufik Akbar
2. NIM : 1111082000038
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Berdasarkan Islamic Social
Reporting Indeks Pada Bank Syariah di Indonesia
-
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Taufik Akbar
No. Induk Mahasiswa : 1111082000038
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa ijin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu mempertanggung jawab
atas karya ini.
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
memalui pembukuan yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Demikian pernyataan
ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 22 September 2015
Taufik Akbar
-
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Taufik Akbar
2. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 8 September 1993
3. Agama : Islam
4. Alamat : Tanjung Bayang, Makassar
5. Telepon : 082310492960
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Bayang Makassar Tahun 1999-2005
2. MTS Negeri Model Makassar Tahun 2005-2008
3. MAN Insan Cendekia Gorontalo Tahun 2008-2011
4. S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Tahun 2011-2015
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. SEMINAR DAN TRAINING
1. Peserta dalam seminar nasional The eurozone crisis and the
depressed US economy: Their impact on global economy and
Indonesia di Institut Bisnis dan Informatika Indonesia.2011.
2. Peserta Seminar Pasar Modal Invest Now Retire Rich Lab Pojok
Bursa FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
3. Diskusi Enterpreneurship Chairul Tanjung & Joko Widodo. 2013. Di
SMESCO Convention Hall
4. Peserta pada Seminar Nasional Accounting Fair 2014 Kredibilitas
Seorang Akuntan dalam Menghadapi Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Peserta pada Seminar dalam Safari Ramdhan OJK 2014 Edukasi
Produk dan Jasa Keuangan Gerakan Literasi Keuangan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
-
vii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : H. Suharto
2. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 21 Januari 1965
3. Ibu : Hj. Sohrah
4. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 12 Januari 1968
5. Alamat : Kampung Lette, Tanjung Bayang RT
D RW 4 Kelurahan Tanjung Mardeka
Kecamatan Tamalate Kota Makassar
6. Anak ke Dari : 1 dari 3 bersaudara
-
viii
ABSTRACT
This study aims to analyze the characteristic factors of Islamic
Corporate Governance in Islamic Banks in Indonesia that can affect the
disclosure of Islamic Social Reporting in the Annual Reports of Islamic
Banks. These characteristic factors are Islamic Governance including the size
of supervisory board, the size of board of commissioners, board of
commissioners meeting, size of the audit commitee, and audit meeting.
This research used 33 annual reports of syariah banking in Indonesia
from 2012-2014. Sample was selected using purposive sampling method.
Disclosure of Islamic Social Reporting is measured by content analysis
method. Data analysis was performed with the classical assumption test and
hypothesis testing using multiple linear regression method.
The result of this study shows that there is an increase of Islamic Social
Reporting index in 2012, 2013, and 2014. The size of supervisory board affect
significantly on Islamic Social Reporting disclosure of sharia banking in
Indonesia, while the four independent variable (Commissioners Board size,
board of commissioners meeting,audit commite size, and audit commite
meeting) does not affect Islamic Social Reporting of sharia banking in
Indonesia.
Keywords: Corporate Social Responsibility, Islamic Social Reporting,
characteristics of ICG, Islamic Bank
-
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor Islamic
Corporate Governance pada Bank Umum Syariah di Indonesia yang terdapat
di dalam laporan tahunan perusahaan dan pengaruhnya terhadap Islamic
Social Reporting. Faktor-faktor Islamic Governance tersebut seperti ukuran
anggota DPS, ukuran Dewan Komisaris, rapat Dewan Komisaris, ukuran
Komite Audit, dan rapat Komite Audit.
Penelitian ini menggunakan 33 laporan tahunan Bank Umum Syariah di
Indonesia pada tahun 2012-2014. Sampel dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling. Pengungkapan Islamic Social Reporting diukur
dengan menggunakan metode analisis content. Analisis data dengan
menggunakan asumsi klasik dan uji hipotesis dengan menggunakan metode
regresi linear berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan indeks Islamic
Social Reporting pada tahun 2012,2013, dan 2014. Ukuran Dewan Pengawas
Syariah secara signifikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan Islamic
Social Reporting. Sedangkan 4 variabel bebas yaitu ukuran Dewan
Komisaris, rapat Dewan Komisaris, ukuran Komite Audit, dan rapat Komite
Audit tidak terbukti berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Islamic Social Reporting,
karakteristik ICG, bank syariah
-
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tidak ada kata yang lebih tepat selain ucapan puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ruang, waktu,
kesehatan, dan kesempatan bagi penulis dan atas semua limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Analisis Pengaruh Islamic Corporate Governance Terhadap Corporate
Social Responsibility Berdasarkan Islamic Reporting Indeks pada Bank
Syariah di Indonesia.. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan
teladan bagi semua umat manusia.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus dielesaikan sebagai
syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak
yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu,
syukura alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah
anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku, atas semua jasa yang tak ternilai harganya yang telah
diberikan, atas kerja keras, binaan, dukungan, dan didikan selama ini dan
menjadi pelita semangat dalam setiap langkah penulis.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, SE., Msi., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Rini, Ak., CA. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing
peneliti selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna
-
xi
penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah
diberikan selama ini.
5. Ibu Putriesty Mandasari, SP., M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II
yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan, saran,
motivasi, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas
segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.
6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan bantuan
kepada peneliti selama menuntut ilmu yang menjadi bekal bagi peneliti serta
motivasi yang tidak henti-henti diberikan kepada peneliti.
7. Sahabat seperjuangan seluruh keluarga akuntansi B angkatan 2011 dan
keluarga besar akuntansi angkatan 2011. Terima kasih telah menjadi
sepenggal bagian dari kehidupan peneliti sehingga membuatnya menjadi
lebih berwarna dengan adanya canda dan tawa dari kalian. Semoga kita
semua dipertemukan dengan kesuksesan.
8. Teman-teman dan Abi-abi asrama UICCI Sulaimaniyah yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam kebersamaan selama ini kepada
penulis.
9. Teman-teman Matatta khususnya Matatta Jabodetabek yang telah
memberikan semangat dan memberikan banyak kesan dalam hidup penulis.
10. Teman-teman KKN AKSI yang telah memberikan motivasi dan pengalaman
berharga bersama warga Desa Sirnajaya, Kecamatan Sukamakmur, Bogor.
11. Nanang Shekar , Norfie Syahri, dan Saepul Sholihin yang telah memberi
arahan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas
segala dukungannya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, 22 September 2015
-
xii
Taufik Akbar
-
xiii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................... i
Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ...................................................................... iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................................. iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya ............................................................................... v
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................... vi
Abstract .......................................................................................................................... viii
Abstrak ........................................................................................................................... ix
Kata Pengantar ............................................................................................................... x
Daftar Isi ........................................................................................................................ xii
Daftar Tabel ................................................................................................................... xiv
Daftar Gambar ............................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ............................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 10
A. Landasan Teori ............................................................................................. 10
1. Teori Stakeholder ..................................................................................... 10
2. Teori Legitimasi ....................................................................................... 11 3. Corporate Social Responsibility (CSR) 14
a. Definisi Corporate Social Responsibility ............................................ 14
b. Prinsip Corporate Social Responsibility ............................................. 15
c. Corporate Social Responsibility dalam Persepektif Islam .................. 17
d. Pengungkapan Islamic Social Reporting ............................................. 18
4. Good Corporate Governance .................................................................... 23
a. Definisi Good Corporate Governance ................................................. 23
b. Implementasi Good Corporate Governance ........................................ 24
c. Struktur Good Corporate Governance ................................................. 28
d. Syariah Governance (Dewan Pengawas Syariah) ............................... 32
B. Keterkaitan Antar Variabel ........................................................................... 37
-
xiv
C. Penelitian Sebelumnya ................................................................................. 43
D. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 52
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 52
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................... 53
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 53
D. Metode Analisis Data ................................................................................... 54
E. Operasionalisasi Variabel ............................................................................. 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................................. 70
A. Analisis Deskriptif........................................................................................ 70
1. Pengungkapan Islamic Social Reporting .................................................. 70
B. Analisis Statistik Deskriptif .......................................................................... 75
C. Uji Asumsi Klasik ........................................................................................ 78
1. Uji Normalitas .......................................................................................... 78
2. Uji Multikolonieritas ................................................................................ 79
3. Uji Heterokedastisitas .............................................................................. 80
4. Uji Autokorelasi ....................................................................................... 82
D. Uji Hipotesis ................................................................................................. 84 1. Hasil Uji Statistik F 84
2. Hasil Uji Koefisien Determinasi .............................................................. 85
3. Hasil Uji t ................................................................................................. 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 93
A. Kesimpulan .................................................................................................. 93
B. Saran ............................................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 96
LAMPIRAN.................................................................................................................. 100
-
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan
Halaman
2.1 Penelitian Sebelumnya ............................................................ 44
3.1 Data Bank Umum Syariah ....................................................... 52
3.2 Sampel Penelitian .................................................................... 53
3.3 Klasifikasi nilai DW untuk Autokorelasi ................................. 58
3.4 Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS .............. 63
4.1 Nilai ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia ................. 71
4.2 Nilai content analysis BUS di Indonesia berdasarkan tema .....
74
4.3 Hasil Statistik Deskriptif .......................................................... 75
4.4 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ............................................... 79
4.5 Hasil Uji Multikolonieritas ....................................................... 80
4.6 Hasik Uji Glejser ...................................................................... 82
4.7 Hasil Uji Durbin Watson .......................................................... 82
4.8 Hasil Uji Analisis Durbin Watson ............................................ 83
4.9 Hasil Uji F ................................................................................ 85
4.10 Hasil Uji Koefisien Determinasi .............................................. 85
4.11 Hasil Uji t ................................................................................. 87
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan
Halaman
2.1 Struktur Board of Directors dalam One Tier System
29
2.2 Struktur Two Tiers System yang berkembang di Indonesia
30
2.3 Kerangka Pemikiran
52
4.1 Perbandingan pengungkapan ISR
72
4.2 Hasil Uji Heterkedastisitas
81
4.3 Daerah Pengambilan Keputusan Durbin Watson
83
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan
Halaman
1 Jumlah anggota DPS Bank Umum Syariah .............................. 101
2 Jumlah anggota Dewan Komisaris BUS 2012-2014 ................ 101
3 Jumlah Rapat Dewan Komisaris BUS 2012-2014 ................... 102
4 Jumlah anggota Komite Audit BUS 2012-2014 ....................... 102
5 Jumlah rapat Komite Audit BUS 2012-2014 ........................... 103
6 Pengungkapan ISR Bank Umum Syariah 2012........................ 104
7 Pengungkapan ISR Bank Umum Syariah 2013........................ 109
8 Pengungkapan ISR Bank Umum Syariah 2014........................ 114
9 Hasil Uji SPSS .......................................................................... 115
10 Tabel Nilai Durbin Watson ...................................................... 122
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada nilai
perusahaan yang hanya direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja.
Akan tetapi tanggung jawab perusahaan juga dapat direfleksikan dengan
memperhatikan masalah sosial dan lingkungan. Dewasa ini berkembang suatu konsep
mengenai sustainability development yang bertujuan untuk membatasi eksploitasi
alam ataupun sosial yang dilakukan perusahaan. Konsep pengembangan
keberlanjutan dapat dilihat dari berbagai dimensi antara lain manusia, sosial,
lingkungan, dan ekonomi (Badroen, 2006).
Eklington (1997) dalam Wibisono (2007) berpendapat bahwa jika perusahaan
ingin sustain, maka perusahaan tidak hanya memperhatikan profit ekonomi, namun
juga perlu memperhatian kontribusi positif kepada masyarakat dan ikut aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan.
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) pada umumya menyatakan
bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang
saham saja tetapi juga terhadap stakeholder yang terkait dan tidak hanya terbatas
pada konsep pemberian sesuatu yang sifatnya charity. Di Indonesia sendiri, pelaporan
Corporate Social Responsbility (CSR) diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun
-
2
2007 pasal 66 dan 74. Pasal 66 ayat 2 bagian c disebutkan bahwa selain
menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan
pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sedangkan dalam Pasal 74 ayat 1
Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa laporan tahunan perusahaan harus
mencerminkan tanggung jawab sosial, bahkan perusahaan yang kegiatan usahanya di
bidang dan / atau berkaitan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab
sosial. Menteri Badan Usaha Milik Negara melalui Keputusan Nomor KEP-
04/MBU/2007 yang merupakan penyempurnaan dari surat Keputusan Menteri
BUMN Nomor 236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, memberikan arahan
secara lebih operasional tentang praktik tanggung jawab sosial (social responsibility),
meskipun masih terbatas pada perusahaan BUMN dan perusahaan yang operasinya
bersinggungan dengan eksploitasi sumber daya alam.
Menurut Mulyanita (2009), alasan perusahaan khususnya di bidang perbankan
melakukan pelaporan sosial adalah karena adanya perubahan paradigma
pertanggungjawaban, dari manajemen ke pemilik saham menjadi manajemen kepada
seluruh stakeholder. Sebagai wujud bukti kepedulian para ahli akuntansi di Indonesia
dapat dilihat melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 revisi 2009 paragraf sembilan secara implisit
menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan
sosial.
-
3
Entitas dapat pula menyajikan terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya
bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi
industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup
Standar Akuntansi Keuangan.
Industri perbankan termasuk industri yang diwajibkan melakukan CSR.
Coprorate governance menjadi salah satu fokus yang menjadi perhatian dalam
perbankan syariah karena Bank Syariah memainkan peran penting dalam
pengungkapan tanggung jawab sosial. Keberadaan praktik corporate governance
yang baik pun harus menjadi perhatian yang lebih oleh pihak manajemen perbankan
syariah agar menjaga kepercayaan dan harapan masyarakat.
Dalam perspektif Islam, transparansi merupakan salah satu amanah yang
menuntut organisasi untuk melakukan pengungkapan, baik yang bersifat wajib
maupun sukarela. Salah satu bagian dari pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan pertanggungjwaban sosial islami bagi perbankan syariah (Haniffa,
2002).
Menurut Meutia (2010), Bank Syariah seharusnya memiliki dimensi spiritual
yang lebih banyak. Dimensi spiritual ini tidak hanya menghendaki bisnis yang non
riba, namun juga mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas, terutama
bagi golongan masyarakat ekonomi lemah. Konsep CSR sangat luas dan merupakan
hak dan kewajiban bersama yang dimiliki stakeholders. Sehingga dengan
implementasi CSR, bank syariah tidak hanya mendapatkan keuntungan berupa profit
-
4
saja melainkan dapat menambah kepercayaan dan semakin mendekatkan Bank
Syariah dengan masyarakat. Pelaksanaan program CSR Bank Syariah bukan hanya
untuk memenuhi amanah Undang-Undang, akan tetapi lebih jauh dari itu bahwa
tanggung jawab sosial Bank Syariah dibangun atas dasar falsafah dan tasawwur
(Islam) yang kuat untuk menjadi salah satu lembaga keuangan yang dapat
mensejahterakan masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maali (2006) dijelaskan bahwa
Bank Syariah tidak sepenuhnya menjalankan peran sosialnya sesuai dengan tuntutan
Islam, melainkan lebih memprioritaskan aspek ekonomi dengan indikasi bahwa
kriteria ekonomi lebih diutamakan dibandingkan dengan kriteria social ketika
mengevaluasi peluang investasi. Oleh karena itu, kerangka corporate governance
dalam suatu perusahaan sangat diperlukan agar kegiatan-kegiatan yang diterapkan
oleh perusahaan dapat diungkapkan sesuai dengan kenyataan yang ada.
Dalam kerangka corporate governance di perbankan syariah, sebuah dewan
pengawas yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) dibentuk untuk bertanggungjawab
menjalankan praktik syariah governance yang menjadi hal esensial dalam model
corporate governance keuangan islam dengan tujuan untuk membangun dan menjaga
kepercayaan semua pemangku kepentingan bahwa seluruh transaksi dan aktivitas
perbankan syariah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Selain memiliki Dewan Pengawas Syariah, perbankan syariah juga mempunyai
struktur dalam Good Corporate Governance yang diantaranya meliputi Direksi,
komposisi Dewan Komisaris, dan Komite Audit. Agustini dan Aggraeni (2012)
-
5
berpendapat bahwa pelaksanaan Good Corporate Governance di Indonesia sangat
terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam situasi kompetisi global
seperti saat ini, Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu keharusan
dalam rangka membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan berkelanjutan.
Sejauh ini pengukuran CSR disclosure pada perbankan syariah masih mengacu
kepada Global Reporting Initiative Indeks (Indeks GRI) (Haniffa, 2002). Padahal,
terkait dengan adanya kebutuhan mengenai pengungkapan CSR tersebut, terdapat
indeks yang masih jarang digunakan oleh perbankan syariah yaitu indeks Islamic
Social Reporting (ISR). Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan kinerja sosial
perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh
AAOIFI (Acconting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions)
yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item
CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam (Othman et al, 2009).
Pentingnya pengungkapan ISR menunjukkan akuntabilitas perusahaan kepada
masyarakat. Namun apa yang sebenarnya mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan pengungkapan ISR belum diungkapkan secara empiris. Meskipun studi
tentang pelaporan sosial telah banyak diteliti, namun penelitian tersebut mengabaikan
pentingnya Islamic Social Reporting (ISR).
Terdapat beberapa penelitian tentang pengungkapan praktik CSR antara lain:
Farook dan Lanis (2005) menyelidiki tentang pelaksanaan CSR Bank Syariah dalam
laporan tahunan dan menilai faktor-faktor penting dalam pelaksanaan CSR yang
mungkin ada. Selanjutnya Othman, et.al (2009) menguji karakteristik perbankan
-
6
syariah terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial Islami (ISR). Hasil riset
tersebut menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan komposisi
Dewan Komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial
Islam di Malaysia.
Priantina dan Yustian (2011), menjelaskan mengenai pengaruh struktur Good
Corporate Governance (GCG) terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hasilnya kepemilikan manajerial secara individual dan komite audit tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan yang terdaftar
di BEI. Namun, komposisi Dewan Komisaris secara individual berpengaruh
signifikan positif terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan keuangan yang
terdaftar di BEI. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sudaryati dan Eskadewi
mengenai pengaruh Coorporate Governance terhadap tingkat pengungkapan CSR di
Bank Syariah menjelaskan bahwa Islamic Governance memiliki pengaruh positif
yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility pada
Bank Islam Malaysia Berhad. Charles dan Chariri (2012) meneliti apakah ukuran
Dewan Komisaris dan rapat Komite Audit berpengaruh terhadap pengungkapan CSR,
hasilnya adalah ukuran Dewan Komisaris dan rapat Komite Audit berpengaruh positif
terhadap pengungkapan CSR. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh Islamic
Corporate Governance terhadap pengungkapan CSR pada 10 bank syariah dengan
metode analisis regresi linier berganda. Hasilnya adalah Bank Syariah cenderung
melakukan pengungkapan CSR dalam hal mendukung image positif perusahaan dan
-
7
cenderung tidak mengungkapkan kegiatan informasi yang dapat menimbulkan efek
negatif, seperti potensi perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan cenderung
tidak diungkapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pengungkapan CSR berdasarkan
Islamic Social Reproting sangat penting diterapkan oleh perbankan syariah karena
pelaksanaan CSR erat kaitannya dengan hubungan perusahaan dengan stakeholder
dan masyarakat luas.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami dan menganalisis pengaruh
Islamic Corporate Governance terhadap pengungkapan CSR berdasarkan Islamic
Social Reporting (ISR) dengan menjawab pertanyaan berikut ini:
1. Apakah ukuran Dewan Pengawas Syariah dapat mempengaruhi pengungkapan
Islamic Social Reporting (ISR)?
2. Apakah ukuran Dewan Komisaris dapat mempengaruhi pengungkapan Islamic
Social Reporting (ISR) ?
3. Apakah jumlah rapat Dewan Komisaris dapat mempengaruhi pengungkapan
Islamic Social Reporting (ISR) ?
4. Apakah ukuran Komite Audit dapat mempengaruhi pengungkapan Islamic
Social Reporting (ISR) ?
5. Apakah jumlah rapat Komite Audit dapat mempengaruhi pengungkapan Islamic
Social Reporting (ISR) ?
-
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh ukuran Dewan Pengawas Syariah terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting pada bank syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting pada bank syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh rapat Dewan Komisaris terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada bank syariah di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Komite audit terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada bank syariah di Indonesia.
5. Untuk mengetahui pengaruh rapat Komite Audit terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada bank syariah di Indonesia.
-
9
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan informasi ini:
1. Bagi pihak akademisi
Penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi peneliti lain di bidang
akuntansi untuk melakukan penelitian tidak hanya terbatas pada aspek
financial perusahaan saja, melainkan juga dalam aspek sosial yang dapat
menambah nilai perusahaan di mata masyarakat.
2. Bagi pihak praktisi
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak perusahaan dalam
memahami dan menerapkan prinsip-prinsip GCG dan untuk mengukur
sejauh mana pengungkapan program CSR berdasarkan indeks ISR yang
dilakukan oleh perusahaan.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak
eksternal perusahaan terkait program CSR yang diterapkan oleh perusahaan
dan dapat menjadi nilai tambah di mata masyarakat / nasabah terkait
pelaksanaan dan pengungkapan program CSR perusahaan.
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1.Teori Stakeholder
Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang
memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat
langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan (Reny dan Denies, 2012).
Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya
memperhatikan stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan
dipengaruhi baik secara langsung mapun tidak langsung atas aktivitas serta
kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan.
Teori ini menunjukkan pengaruh yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
seluruh pemangku kepentingan, yaitu pemegang saham, investor, kreditor,
pemasok, hingga rekan bisnis maupun pihak eksternal perusahaan yang memiliki
kepentingan. Semakin kuat posisi stakeholders, semakin besar pula kecenderungan
perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para stakeholdersnya
(Sembiring, Rismanda, 2003). Menurut Syuhada (2012), teori stakeholder
menjelaskan pengungkapan CSR perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi
dengan stakeholders. Implikasinya adalah perusahaan akan secara sukarela
melaksanakan CSR, karena pelaksanaan CSR adalah merupakan bagian dari peran
perusahaan ke stakeholders. Teori ini jika diterapkan akan mendorong perusahaan
-
11
melaksanakan CSR. Dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari
stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang
harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis
akan berakibat pada perusahaan dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian
perusahaannya (sustainability).
Keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang
diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Fenomena
seperti ini terjadi, karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative
externalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi (Harahap, 2002).
Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya diukur sebatas indikator
ekonomi dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan memperhitungkan
faktor-faktor sosial terhadap stakeholder, baik internal maupun eksternal.
2. Teori Legitimasi
Gray et.al, (1996) dalam Hadi (2011) berpendapat bahwa legitimasi
merupakan a system-oriented view of organisation and society, permits us to
focus on the role of information and disclosure in the relationship between
organizations, the state, individuals and group. Definisi tersebut mengisyaratkan
bahwa legitimasi merupakan sistem pengolahan perusahaan yang berorientasi
pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan
kelompok masyarakat. Sedangkan ODonovan (2002) berpendapat bahwa
legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat
kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
-
12
masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung
keberlangsungan hidup suatu perusahaan (going concern).
Legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan
perusahaaan tidak mengganggu atau sesuai dengan eksistensi sistem nilai yang ada
dalam masyarakat dan lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju
ketidaksesuaian, maka pada saat itu legitimasi perusahaan dapat tercancam.
Terdapat kesenjangan legitimasi antara perusahaan dan stakeholders (ODonovan,
2002). Kesenjangan tersebut terjadi karena beberapa faktor, seperti:
a. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap
kinerja perusahaan tidak berubah.
b. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap
perusahaan telah berubah.
c. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat berubah ke arah yang berbeda,
atau ke arah yang sama tetapi waktunya berbeda.
Lindblom (1993) dalam Dowling dan Prefer (1975) mengatakan bahwa
terdapat empat strategi legitimasi yang dapat diadopsi organisasi ketika mereka
dihadapkan pada gangguan atas legitimasinya atau jika dipandang terdapat gap
legitimasi. Dalam hal ini suatu organisasi dapat:
a. Merubah outputnya, metode atau tujuan agar sesuai dengan harapan dari
masyarakat yang relevan dan kemudian mereka menginformasikan perubahan
ini kepada kelompok masyarakat tersebut.
-
13
b. Tidak mengubah output, metode ataupun tujuan, tapi mendemonstrasikan
kesesuaian dari output, metode dan tujuan melalui pendidikan dan informasi.
c. Mencoba untuk mengubah persepsi dari masyarakat dengan menghubungkan
organisasi dengan simbol-simbol yang memilii status legitimasi yang tinggi.
d. Mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyesuaikan harapan
mereka dengan output, tujuan, dan metode organisasi.
Legitimasi perusahaan dimata stakeholder dapat dilakukan dengan integritas
pelaksanaan etika dalam berbisinis serta meningkatkan tanggung jawab sosial
perusahaan. Wibisono (2007) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan memiliki kemanfaatan untuk meningkatkan reputasi perusahaan,
menjaga image dan strategi perusahaan. Terdapat beberapa upaya yang perlu
dilakukan perusahaan dalam mengelola legitimasi agar efektif (Hadi, 2011), yaitu
dengan cara:
a. Melakukan identifikasi dan komunikasi dialog dengan publik
b. Melakukan komunikasi atau dialog tentang masalah nilai sosial kemasyarakatan
dan lingkungan, serta membangun persepsi tentang perusahaan.
c. Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan terkait dengan CSR.
Dalam konteks ini CSR dipandang sebagai suatu kebijakan yang disetujui
antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah
masyarakat yang telah memberikan izin kepada perusahaan untuk
menggunakan sumber daya alam dan manusianya serta izin untuk melakukan
fungsi produksinya. Jadi dalam pelaporan CSR perusahaan harus mengikuti
-
14
aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Karena itu, CSR merupakan suatu
kewajiban asasi perusahaan yang tidak bersifat sukarela. Namun harus diingat
bahwa izin tersebut tidaklah tetap sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan
dari perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan secara terus menerus
berevolusi dan beradaptasi terhadap perubahan keinginan dan tuntutan dari
masyarakat (Syuhada, 2012).
3. Corporate Social Responsibility (CSR)
a. Definisi Corporate Social Responsibility
Sebagai satu konsep yang menjadi populer, Corporate Social Responsibility
(CSR) belum memiliki batasan yang sepadan. Banyak ahli, praktisi dan peneliti
belum memiliki kesamaan dalam memberikan definisi. Eklington (1997) dalam
bukunya yang berjudul Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21th
Century Business mengemukakan bahwa perusahaan yang menunjukkan tanggung
jawab sosialnya akan memberikan perhatian pada kemajuan masyarakat,
khususnya komunitas sekitar (people), serta lingkungan hidup/bumi (planet), dan
peningkatan kualitas perusahaan (profit). ( Mursitama, 2011).
The world Business Council for Suitainable Development (WBCSD)
mendefinisikan Corporate Social Responsibility. Continuing commitment by
business to behave ethically and contributed to economic development while
improving the quality of life of the workface and their families as well as of the
local community and society at large (Hadi, 2011).
-
15
Definisi tersebut menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat
dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi,
yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut
keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan
masyarakat secara lebih luas.
Sementara Bowman dan Haire (1976) dalam Faroek et al. (2005)
mendefinisikan CSR secara luas sebagai including the concern for the impact of
all of the corporations activities on the total welfare of society. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan suatu bentuk
komitmen perusahaan untuk dapat menyelaraskan kegiatan usahanya dengan
kepentingan stakeholders serta berkontribusi dalam pengembangan ekonomi
berkelanjutan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat dan alam di sekitar
lingkungan perusahaan.
b. Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kepedulian perusahaan yang
didasari atas tiga prinsip (Hadi, 2011), yaitu:
1) Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan
aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa
depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumber
daya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan
generasi masa depan. Dengan demikian, sustainability berputar pada
-
16
keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumber daya agar
tetap memperhatikan generasi masa datang.
2) Accountability, adalah upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas
aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktiivitas
perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. Konsep ini
menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak internal
dan eksternal.
3) Transparancy, merupakan prinsip yang penting bagi pihak eksternal.
Transparansi berperan mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman,
khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dan
lingkungan.
Perkembangan CSR semakin berkembang sampai saat ini, John Eklington
(1997) dalam Wibisono (2007) mengemukakan konsep The Triple Bottom Line
yang menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya
memikirkan profit tapi juga harus memberikan kontribusi pada masyarakat
(people) serta aktif dalam melestarikan lingkungan (planet).
1) Profit. Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap
kegiatan usaha. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan
meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga
-
17
perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai
tambah semaksimal mungkin.
2) People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.
Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu
stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar
sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan
perusahaan. Maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat
lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan
manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Misalnya, pemberian beasiswa
bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan,
serta penguatan kapasitas ekonomi lokal.
3) Planet. Hubungan perusahaan dengan lingkungan adalah hubungan sebab
akibat, dimana jika perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan
memberikan manfaat kepada perusahaan. Sudah kewajiban perusahaan untuk
peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati.
Mislanya, penghijauan lingkungan hidup, perbaikan pemukiman, serta
pengembangan pariwisata.
c. Corporate Social Responsibility dalam Persepektif Islam
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam persepktif Islam menurut
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
adalah segala kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi
kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika dan discretionary responsibilities
-
18
sebagai lembaga finansial intermediary baik itu bagi individu maupun bagi
institusi. Tanggung jawab religius yaitu kewajiban bagi institusi finansial Islam
untuk mematuhi hukum Islam pada semua kegiatan operasionalnya. Tanggung
jawab ekonomi yaitu kewajiban bank syariah untuk mematuhi kelayakan ekonomi
secara efisien dan menguntungkan. Tanggung jawab hukum yaitu kewajiban
institusi financial Islam untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di
negara beroperasinya institusi tersebut. Tanggung jawab etika yaitu menghormati
masyarakat, norma agama dan kebiasaan yang tidak diatur dalam hukum.
Discretionary responsibilities mengacu pada ekspektasi yang diharapkan oleh
pemegang saham bahwa institusi finansial Islam akan melaksanakan peran
sosialnya dalam mengimplementasikan cita-cita Islam (Rizkiningsih, 2012).
d. Pengungkapan Islamic Social Reporting
Konsep CSR juga terdapat dalam ajaran Islam. Lembaga yang menjalankan
bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar
Al Quran dan Sunah, sehingga menjadikan dasar bagi pelakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya (Sofyani et al, 2012).
Perbankan syariah merupakan salah satu lembaga bisnis yang menjalankan
operasionalnya sesuai syariah. Dusuki dan Dar (2005) menyatakan bahwa pada
perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat relevan untuk dibicarakan
mengingat beberapa faktor yaitu perbankan syariah berlandaskan syariah yang
beroperasi dengan landasan moral, etika dan tanggung jawab sosial dan adanya
prinsip atas ketaaatan pada perintah Allah dan khalifah.
-
19
Ada beberapa hal yang penting dalam social reporting menurut perspektif
Islam yaitu pemahaman mengenai akuntabilitas, keadilan sosial, dan kepemilikan
sosial (Maali, 2006). Ketiga hal ini sangat erat kaitannya dengan hubungan sosial
diantara manusia. Islam menunjukkan bahwa akuntabilitas umat dipengaruhi oleh
hubungan antara individu dan perusahaan dengan Allah SWT. Menurut konsep ini,
pencipta dari segala sesuatu itu hanya Allah SWT semata dan segala sesuatu
berasal dari Nya. Adanya konsep keesaan Allah SWT ini menegaskan bahwa
dalam Islam segala sesuatu harus dipertanggung jawabkan hanya kepada Allah
SWT dan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan perintah Nya. Oleh
sebab itu, seorang muslim melakukan kegiatan sosial dan membuat laporannya
bukan untuk keuntungan finansial semata melainkan untuk tujuan yang lebih
utama yaitu mendapatkan ridho Allah SWT.
Keadilan sosial menurut Maali (2006) juga merupakan hal yang penting dalam
Islamic Social Reporting (ISR). Keadilan yang dimaksud disini adalah berlaku
adil kepada siapapun karena seorang muslim tidak boleh melakukan eksploitasi
dan tindakan yang dapat merugikan sesama. Oleh sebab itu konsep keadilan sosial
dalam kegiatan bisnis Islam termasuk keadilan kepada karyawan, pelanggan, dan
seluruh anggota masyarakat.
Konsep terakhir yang juga penting dalam ISR menurut Maali (2006) yaitu
konsep mengenai kepemilikan. Islam mengakui kepemilikan individu, namun
kepemilikan tersebut bukan kepemilikan yang absolut karena segala sesuatu di
dunia ini adalah milik Allah SWT. Oleh sebab itu setiap pemilik bertanggung
-
20
jawab untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan perintah
Allah SWT dan bertujuan untuk memberi manfaat kepada umat.
Dalam teori pendukung adanya pengungkapan CSR seperti teori legitimasi
dan teori stakeholder berpendapat bahwa perusahaan memberikan informasi CSR
sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan masyarakt luas. Bahkan jika
kegiatan organisasi telah sesuai dengan harapan masyarakat, legitimasi organisasi
dapat terancam jika ia gagal untuk melakukan pengungkapan yang menunjukkan
bahwa kegiatannya memang sudah sesuai dengan harapan masyarakat (Newson
dan Deegan, 2002).
Sama seperti ruang lingkup CSR secara konvensional, perusahaan yang
operasionalnya berbasis pada hukum Islam dan prinsip syariah sudah seharusnya
memiliki standar atau pedoman tersendiri dalam pengungkapan kegiatan CSR.
Namun, pada kenyataannya belum ada standar pelaporan yang baku yang khusus
dijadikan pedoman bagi entitas Islam dalam melakukan pengungkapan atas
kegiatan CSR perusahaan. Othman et al. (2009) mencoba mengembangkan suatu
indeks Islamic Social Reporting (ISR) berdasarkan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya terkait dengan poin-poin pengungkapan CSR dalam perspektif Islam.
Penelitiannya didasarkan pada kebutuhan entitas Islam akan suatu standar
pelaporan CSR yang dapat mengungkapkan secara penuh dan memiliki
akuntabilitas sosial sesuai dengan konsep pengungkapan dalam perspektif Islam.
-
21
Menurut Meutia (2010), syariah enterprise theory mengajukan beberapa
karakteristik terkait tema dan item yang diungkapkan dalam laporan tanggung
jawab sosial perusahaan perbankansyariah.
Karakteristik-karakteristik ini, adalah:
1) Menunjukkan upaya memenuhi akuntabilitas vertikal terhadap Allah SWT
dan akuntabilitas horizontal terhadap direct stakeholders, indirect
stakeholders, dan alam.
2) Menunjukkan upaya memenuhi kebutuhan material dan spiritual seluruh
stakeholders, sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi konsep
keseimbangan.
3) Mengungkapkan informasi kualitatif dam kuantitatif sebagai upaya untuk
memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh.
Meutia (2010) mengatakan terdapat beberapa dimensi yang ditawarkan oleh
syariah enterprise theory dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
terutama oleh perbankan syariah. Dimensi tersebut adalah akuntabilitas vertikal
dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal ini, ditujukan hanya kepada
Allah. Beberapa contoh item yang bertujuan menunjukkan akuntabilitas vertikal
kepada Allah menurut syariah enterprise theory adalah adanya opini Dewan
Pengawas Syariah dan adanya pengungkapan mengenai fatwa dan aspek
operasional yang dipatuhi dan tidak dipatuhi beserta alasannya.
Sedangkan akuntabilitas horizontal, ditujukan kepada tiga pihak, yaitu direct
stakeholders, indirect stakeholders, dan alam. Pihak-pihak yang disebut direct
-
22
stakeholders menurut syariah enterprise theory adalah nasabah dan karyawan.
Sedangkan pihak yang termasuk indirect stakeholders menurut syariah enterprise
theory adalah komunitas. Beberapa item pengungkapan tanggung jawab sosial
yang menunjukkan akuntabilitas horizontal kepada nasabah menurut syariah
enterprise theory adalah adanya pengungkapan kualifikasi dan pengalaman
anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS), laporan tentang dana zakat dan qardhul
hasan serta audit yang dilakukan terhadap laporan tersebut, informasi produk dan
konsep syariah yang mendasarinya, penjelasan tentang pembiayaan dengan skema
Profit and Loss Sharing (PLS), dan penjelasan tentang kebijakan/usaha untuk
mengurangi transaksi non-syariah di masa mendatang. Sedangkan, beberapa item
yang mengungkapkan adanya akuntabilitas horizontal kepada karyawan menurut
syariah enterprise theory adalah adanya pengungkapan mengenai kebijakan
tentang upah dan renumerasi, kebijakan mengenai pelatihan yang meningkatkan
kualitas spiritual karyawan dan keluarganya, ketersediaan layanan kesehatan dan
konseling bagi karyawan, dan kebijakan non dikriminasi yang diterapkan pada
karyawan dalam hal upah, training, dan kesempatan meningkatkan karir.
Beberapa item yang menunjukkan akuntabilitas kepada indirect stakeholders,
dalam hal ini komunitas, berdasarkan syariah enterprise theory. Item tersebut
antara lain adanya pengungkapan tentang inisiatif untuk meningkatkan akses
masyarakat luas atas jasa keuangan bank Islam, kebijakan pembiayaan yang
mempertimbangkan isu-isu diskriminasi dan HAM, kebijakan pembiayaan yang
mempertimbangka kepentingan masyarakat banyak, dan kontribusi yang dilakukan
-
23
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di bidang agama, pendidikan, dan
kesehatan. Sedangkan item pengungkapan yang menunjukkan akuntabilitas
horizontal kepada alam menurut syariah enterprise theory adalah adanya
pengungkapan tentang kebijakan pembiayaan yang mempertimbangkan isu-isu
lingkungan, menyebutkan jumlah pembiayaan yang diberikan kepada usaha-usaha
yang berpotensi merusak lingkungan dan alasan memberikan pembiayaan tersebut,
dan usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran lingkungan pada pegawai.
4. Good Corporate Governance
a. Definisi Good Corporate Governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Yudha Pranata
(2007), mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.
Sementara itu, World Bank dalam (Anggraeni dan Silviana, 2012)
mendefinisikan bahwa Good Corporate Governance merupakan suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab
yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun
-
24
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang berisi peraturan-
peraturan serta etika yang wajib dipenuhi untuk meningkatkan kinerja perusahaan
sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya.
b. Implementasi Good Corporate Governance
Perbankan Syariah memiliki peraturan tersendiri mengenai pelaksanaan Good
Corporate Governance, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/33/PBI/2009. Terbitnya peraturan ini diharapkan mampu memperkuat
industriperbankan syariah menjadi industri yang sehat dan tangguh. Kemudian
peraturan ini juga memperjelas bahwa pelaksanaan GCG di dalam industri
perbankan syariah berbeda dengan pelaksanaan GCG di perbankan konnvensional,
dimana pelaksanaan GCG perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah
(Sharia compliance).
Sharia Compliance merupakan ketaatan bank syariah terhadap prinsip-
prinsip syariah. Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, artinya bank dalam beroperasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya menyangkut tata cara
bermuamalat secara Islam (Antonio, 1999).
-
25
Prinsip Good Corporate Governance dalam Islam juga sesuai dengan yang
dirumuskan oleh OECD maupun KNKG. Prinsip-prinsip tersebut adalah
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan keadilan.
1) Transparansi
Keakuratan juga menjadi prinsip penting dalam pelaksanaan Corporate
Governance yang Islami. Informasi yang akurat dapat diperoleh jika sistem
yang ada di perusahaan dapat menjamin terciptanya keadilan dan kejujuran
semua pihak. Kondisi ini dapat dicapai jika setiap perusahaan menjalankan
etika bisnis yang Islami dan didukung dengan sistem akuntansi yang baik
dalam pengungkapan yang wajar dan transparan atas semua kegiatan bisnis.
(Widiyanti, 2009).
2) Akuntabilitas
Akuntabilitas tidak hanya terbatas pada pelaporan keuangan yang jujur dan
wajar, tetapi yang lebih mengedapankan esensi hidup manusia yang yaitu
merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah sebagai zat
pemilik seluruh alam semesta. Konsep Islam yang fundametal meyakini
bahwa alam dan seluruh isinya sepenuhnya milik Allah dan manusia
dipercaya untuk mengelola sebaik-baiknya demi kemaslahatan umat
(Widiyanti, 2009).
3) Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban keuangan perusahaan juga perlu disampaikan dalam
bentuk pengungkapan yang jujur dan wajar atas kondisi keuangan perusahaan.
-
26
Sehingga pemegang saham dan stakeholder dapat mengambil keputusan yang
tepat. Pelaporan keuangan yang benar dan akurat, juga akan mengahasilkan
keakuratan dalam pembayaran zakat. Karena dari setiap keuntungan yang
diperoleh muslim dalam kegiatan bisnisnya, setidaknya ada 2,5% yang
menjadi hak kaum fakir miskin. Masalah zakat menjadi penting dalam
perspektif Islam karena merupakan ciri diimplementasikannya Good
Corporate Governance. Pengelolaan perusahaan yang baik tidak hanya
bertujuan untuk memakmurkan manajemen dan pemegang saham, tetapi juga
masyarakat di sekitar perusahaan tersebut khususnya kaum fakir dan miskin
(Widiyanti, 2009).
4) Independensi
Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap
berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko.
5) Keadilan
Prinsip pencatatan yang jujur, akurat dan adil juga telah diatur dalam Al
Quran (2: 282). Al-Quran 2: 283 dan Al Quran 21: 47 juga menekankan
bahwa pencatatan atas transaksi keuangan harus dilakukan dengan baik dan
benar. Orang yang bertanggungjawab atas pencatatan harus dipilih mereka
yang jujur dan adil. Sekali lagi, ini menunjukkan Islam menghendaki
diselenggarakannya bisnis secara adil dan jujur bagi semua pihak (Widiyanti,
2009).
-
27
Good Corporate Governance dalam prinsip syariah dijalankan tidak hanya
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pemilik modal, tetapi
lebih pada kebutuhan dasar setiap muslim untuk menjalankan syariat Islam secara
utuh dan sempurna. Dengan dasar keyakinan kepada Allah maka Good Corporate
Governance akan memotivasi transaksi bisnis yang jujur, adil dan akuntabel.
Isfandayani (2012) menyatakan bahwa GCG mempunyai pilar-pilar
mekanisme supaya sistem GCG efektif. Pilar-pilar tersebut adalah:
1) Peran dan tanggung jawab DPS harus dioptimalkan untuk memberikan
keyakinan bahwa seluruh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan tidak
melanggar kaidah-kaidah syariah.
2) Bank syariah harus memiliki sistem pengawasan internal dan manajemen
resiko yang tangguh untuk mendeteksi dan menghindari terjadinya salahkelola
dan penipuan maupun kegagalan sistem dan prosedur pada bank syariah.
3) Dalam konteks syariah, auditor eksternal tidak saja berperan untuk
memberikan opini bahwa laporan keuangan bank telah disajikan secara wajar
sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Auditor eksternal juga harus
bekerjasama dan mengorelasikan pekerjaannya dengan DPS dan auditor
internal untuk mendapatkan keyakinan bahwa penyajian laporan keuangan
telah memiliki tingkat pengungkapan dan transparansi yang memadai.
4) Transformasi budaya korporasi yang Islami dan peningkatan kualitas SDM
harus menjadi komitmen bagi manajemen bank syariah.
-
28
5) Perangkat hukum dan peraturan Bank Indonesia dan pasar modal yang sesuai
dengan karakteristik bank syariah menjadi prasyarat guna terciptanya iklim
pengawasan dan GCG yang sehat bagi perbankan syariah.
c. Struktur Good Corporate Governance
1) Dewan Komisaris
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) menyebutkan bahwa
kepengurusan Perseroan Terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan yaitu
Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang
jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk hal ini adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa organ perusahaan terdiri dari RUPS,
Direksi, dan Dewan Komisaris.
Menurut Egon Zehnder (2000) dalam FCGI (2001), Dewan Komisaris
merupakan inti dari corporate governance, yang ditugaskan untuk menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan, dan mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Komisaris bersifat
independen, mereka tidak terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan diharapkan
mampu melaksanakan tugasnya secara obyektif (Andayani. 2010).
Dewan Komisaris memiliki wewenang untuk mengawasi dan memberikan
petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Dengan wewenang yang dimiliki,
Dewan Komisaris dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam menekan
-
29
manajemen untuk mengungkapkan CSR (Gray et al. dalam Anggraini, 2006).
Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 memiliki ketentuan bahwa
suatu Perseroan Terbatas paling sedikit memiliki dua anggota Dewan Komisaris.
Terdapat dua sistem manajemen yang membedakan mekanisme pengawasan
yang dilakukan oleh Dewan Komisaris yaitu (FCGI, 2001):
a) Sistem satu tingkat atau One Tier System
Sistem ini berasal dari sistem hukum anglo saxon, dalam sistem ini perusahaan
hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi
antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen
yang bekerja dengan paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Negara-negara yang
menganut One Tier System adalah Amerika Serikat dan Inggris.
Gambar 2.1Struktur Board of Directors dalam One Tier System
b) Sistem Dua Tingkat atau Two Tier System
Sistem ini berasal dari sistem hukum kontinental Eropa. Dalam sistem ini
perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan
Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Anggota Dewan Direksi
diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris).
Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas
-
30
manajemen. Negara negara yang menganut sistem ini adalah Denmark, Jerman,
Belanda, Jepang dan Indonesia.
Gambar 2.2 Struktur Two Tiers System yang berkembang di Indonesia
Secara umum Dewan Komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini
penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen
laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya
Dewan Komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan.
Dewan Komisaris tidak memiliki otoritas dalam perusahaan, maka Dewan Direksi
bertanggungjawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada
Dewan Komisaris (KNKG 2006).
Dewan komisaris ada dua jenis yaitu Komisaris independen dan Komisaris non-
independen. Komisaris independen merupakan Komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi, sedangkan Komisaris non-independen merupakan Komisaris yang
terafiliasi yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan
bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan
-
31
Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi
dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka
waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG 2006).
Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota Dewan
Komisaris, maka semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang
dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk
mengungkapkannya.
2) Komite Audit
Dewan Komisaris dapat membentuk komite-komite yang dapat membantu
pelaksanaan tugasnya. Salah satunya adalah Komite Audit, yang memiliki tugas
terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya
dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh (FCGI, 2002). Dalam Pedoman
GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa Komite Audit mempunyai tanggung
jawab pada tiga bidang, yaitu:
a) Laporan Keuangan (Financial Reporting), adalah untuk memastikan bahwa
laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan ganbaran yang
sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, serta rencana dan komitmen
jangka panjang.
b) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), adalah untuk memastikan
bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya
-
32
secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh
karyawan perusahaan.
c) Pengawasan perusahaan (Coprorate Control)
Tanggung jawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di
dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung
risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi
pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengwasan
intern.
Selain itu, menurut KNKG (2006), jumlah anggota Komite Audit harus
disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas
dalam pengambilan keputusan. Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen
dan anggotanya terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.
Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi dan atau
keuangan.
d. Syariah Governance (Dewan Pengawas Syariah)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009, Dewan Pengawas
Syariah (DPS) adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dewan Pengawas Syariah merupakan komponen yang hanya dimiliki oleh
perusahaan yang dijalankan sesuai syariah Islam. Laporan DPS dibuat untuk
meyakinkan stakeholder bahwa perusahaan telah menjalankan aktivitas operasinya
-
33
sesuai dengan prinsip syariah. Keberadaan pengawasan syariah dalam Bank Syariah
merupakan penentu dalam pelaksanaan seluruh transaksi dan produk yang ditawarkan
sesuai dengan peraturan dan prinsip Islam. Pentingnya keberadaan pengawasan
syariah dalam bank syariah ini sama pentingnya dengan keberadaan corporate
governance dalam suatu perusahaan. Menurut Bhatti dan Bhatti (2010) dalam
Rahman dan Abdullah (2013), struktur corporate governance Islam dalam bank
syariah serupa dengan struktur corporate governance konvensional. Dalam corporate
governance Islam, praktik corporate governance dilakukan dengan pengawasan yang
dilakukan oleh suatu dewan yang disebut dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Tugas dan Tanggung Jawab DPS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
No.11/33/PBI/2009 pada pasal 46 dan 47. Pada pasal 46, Dewan Pengawas Syariah
wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah sebagaimana pada
Pasal 47 meliputi antara lain :
1) Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedomanoperasional
dan produk yang dikeluarkan Bank.
2) Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar sesuai denganfatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
3) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesiauntuk
produk baru Bank yang belum ada fatwanya.
-
34
4) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah
terhadapmekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan
jasa bank.
5) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank
dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Farook et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu
pengungkapan CSR di bank-bank Islam memilih proxy keberadaan Sharia
Supervisory Board (SSB) atau Dewan Pengawas Syariah sebagai atribut pengujian
yang mewakili struktur shariah governance. Menurut pendapatnya, sejumlah bank
Islam membentuk lembaga khusus pengawasan untuk membatasi perbedaan
kepentingan antara investor Islam dengan pengelolaan bank syariah. Dewan
Pengawas Syariah berfungsi untuk meyakinkan investor bahwa bank-bank Islam
patuh pada hukum dan prinsip-prinsip syariah. Faroek et al. (2011) menambahkan
dalam penelitiannya bahwa idealnya masyarakat mengharapkan Dewan Pengawas
Syariah dapat mewakili hukum dan prinsip-prinsip Islam lebih dari manajemen.
Sejauh mana keberadaan Dewan Pengawas Syariah mempengaruhi pengungkapan
CSR tergantung pada fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan
dari sudut pandang investor. Faktor penentu dari tingkat pengawasan tersebut yaitu:
1) Keberadaan Dewan Pengawas Syariah
Fungsi Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dinyatakan oleh AAOIFI
yaitu peran Dewan Pengawas Syariah dalam hal memberikan keyakinan kepada
investor maupun stakeholder bahwa bank Islam dalam menjalankan kegiatannya telah
-
35
patuh pada hukum-hukum dan prinsip-prinsip syariah seperti yang tercantum dalam
Alquran dan hadits. Sifat kepatuhan terhadap hukum dan prinsip Islam tidak hanya
dilihat dari kepatuhan dalam menerbitkan laporan syariah saja, namun juga lebih
banyak terlibat dalam kegiatan CSR, termasuk pengungkapan CSR (Farook et al.
2011).
2) Jumlah Anggota Dewan
Standar AAOIFI menyatakan bahwa jumlah minimum anggota Dewan
Pengawas Syariah untuk persyaratan bank-bank syariah paling sedikit tiga anggota.
Semakin besar jumlah anggota dalam sebuah Dewan Pengawas Syariah, semakin
tinggi tingkat pengawasannya, maka menyiratkan semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan bank terhadap hukum dan prinsip syariah. DPS akan mampu
mengalokasikan fungsinya dalam kelompok yang memiliki anggota lebih banyak,
yang memungkinkan DPS untuk meninjau lebih banyak aspek dari kegiatan bank
sehingga dapat memastikan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi. Salah satu aspek
kepatuhan ini adalah pengungkapan CSR yang lebih luas. Selain itu, dengan jumlah
anggota yang lebih besar, penyatuan ide-ide dan perspektif yang lebih beragam dapat
berdampak pada aplikasi yang lebih baik dari hukum Islam, khususnya dalam hal
pengungkapan. AAOIFI merekomendasikan bahwa sebaiknya anggota yang duduk
dalam DPS berasal dari latar belakang profesi (AAOIFI, 2003).
3) Kualifikasi Pendidikan
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa latar belakang pendidikan yang
dimiliki oleh direktur atau anggota dewan dalam hal ini DPS juga memengaruhi
-
36
tingkat pengungkapan (Farook et al. 2011). Biasanya anggota DPS terdiri dari ahli
hukum Islam yang mungkin tidak berpendidikan tinggi dalam studi sekuler (Farook
et al, 2011). Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka dalam penerapan hukum-
hukum dan prinsip-prinsip Islam secara menyeluruh dikarenakan kurangnya
pengetahuan komersial praktis mereka. Oleh karena itu, para ahli dengan gelar doktor
di bidang ekonomi dan bisnis dapat dikatakan memiliki informasi lebih baik
mengenai implikasi Islam dalam lembaga keuangan, khususnya berkaitan dengan
pengungkapan CSR (Farook et al, 2011).
Tugas pokok dan concern utama dari DPS adalah dalam hal sharia compliant.
Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa kompetensi yang dibutuhkan bagi DPS adalah
keahlian dalam hal hukum Islam. Namun perlu disadari pula bahwa keahlian dalam
bidang keuangan / perbankan juga diperlukan bagi DPS (Charles dan Chariri, 2012).
Tentu akan sulit untuk menentukan (istimbat) mengenai halal atau haramnya suatu
aktivitas atau bahkan produk bank, jika DPS hanya mengusai hukum Islam tanpa
memahami praktik perbankan. Lebih lanjut Bakar (2002) dalam Farook et.al (2011)
menyatakan bahwa idealnya penasehat syariah (anggota dewan) harus mempu
memahami bukan saja isu-isu syariah tetapi juga isu-isu mengenai hukum dan
ekonomi, karena isu-isu demikian saling melengkapi.
GSFI No.1 tentang Dewan Pengawas Syariah : Penunjukkan, Komposisi, dan
laporan, secara khusus pada paragraf kedua memberikan rekomendasi tentang
komposisi keahlian DPS. Bank syariah harus menunjukkan dan mengangkat DPS
dengan keahlian utama fiqh muamalah, namun hendaknya diangkat pula seseorang
-
37
yang ahli dalam bidang institusi keuangan Islam (ahli keuangan/perbankan) dengan
pengetahuan fiqh muamalah. Dalam kaitan dengan pengungkapan CSR, diduga Bank
Syariah dengan DPS yang memiliki kompetensi dalam bidang keuangan dan
perbankan akan melakukan pengungkapan CSR dengan lebih baik.
3) Reputasi Para Ahli
Menurut Farook et al (2011) beberapa ahli syariah memiliki jumlah yang
signifikan dalam hal pengetahuan tentang penerapan hukum Islam dalam institusi
keuangan. Namun, kualifikasi yang mereka miliki mungkin belum diakui secara
formal atau tidak berasal dari lembaga pendidikan sekuler. Hussain dan Mallin dalam
(2003) dalam Farook et al. (2011) melaporkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penunjukan direktur pada perusahaan di Bahrain adalah kemampuan
yang relevan, pengalaman bisnis dan reputasi. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan
bahwa reputasi sebagai proxy untuk pengetahuan industri dan oleh karena itu para
ahli memiliki reputasi dengan tingkat pengetahuan tentang prinsip syariah dan bisnis
yang relevan dan banyak menjadi perwakilan bagi Dewan Pengawas Syariah di
lembaga keuangan dan perbankan syariah yang paham akan implikasinya pada
perbankan syariah, khususnya berkaitan dengan pengungkapan CSR. Oleh karena itu,
ahli yang memiliki reputasi lebih memungkinkan untuk meningkatkan kegiatan CSR
serta pengungkapan informasi CSR kemudian.
-
38
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Ukuran Dewan Pengawas Syariah tingkat Pengungkapan CSR
Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peran dalam pengungkapan CSR
berdasarkan Islamic Social Reporting (ISR) perbankan syariah. Hal ini karena
kepatuhan perusahaan terhadap prinsip syariah. Penelitian Farook dan Lanis (2005)
menemukan bahwa Islamic Governance (sebagai proksi corporate governance di
Bank Islam) terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial. Dalam variabel Islamic Governance tersebut dibahas mengenai jumlah
Dewan Pengawas Syariah, dimana semakin banyak jumlah DPS dapat meningkatkan
level pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Percy dan Stewart (2010)
dalam Widayuni (2014) menjelaskan bahwa fungsi dan tugas Dewan Pengawas
Syariah bisa dibagi antara anggota, sehingga memungkinkan anggota-anggota
tertentu untuk fokus pada pelaporan perusahaan. Ukuran Dewan Pengawas Syariah
dengan perspektif dan pengalaman yang beragam dapat mengakibatkan kepatuhan
yang lebih baik terhadap hukum syariah pada pelaporan perusahaan. Berdasarkan
uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1 : Ukuran Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positf terhadap pengungkapan
Corporate Social responsibility.
2. Ukuran Dewan Komisaris dengan Pengungkapan CSR
Dewan Komisaris berperan dalam mengawasi pelaksanaan bisnis perusahaan
yang sedang dikelola oleh Dewan Direksi dengan sebaik-baiknya. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Said et al (2009) menemukan hubungan yang tidak signifikan
-
39
dari kedua variabel tersebut. Sementara itu dalam penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring (2003) menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
Dewan Komisaris dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini
dikarenakan semakin besar ukuran Dewan Komisaris, maka akan semakin mudah
untuk mengendalikan CEO (manajemen puncak) dan pengawasan yang dilakukan
akan semakin efektif. Apabila dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab
sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk
mengungkapkannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai
berikut:
H2 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR.
3. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris dengan Pengungkapan CSR
Dewan Komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan,
memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Oleh karena itu Dewan Komisaris
seharusnya dapat mengawasi kinerja Dewan Direksi sehingga kinerja yang dihasilkan
sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Kemandirian Komisaris dalam
pengertian bahwa Dewan Komisaris harus memiliki kemampuan untuk membahas
permasalahan tanpa campur tangan manajemen, dilengkapi dengan informasi yang
memadai untuk mengambil keputusan, dan berpartisipasi secara aktif dalam
penetapan agenda dan strategi (Charles dan Chariri, 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Priantana dan Yustian (2011) menjelaskan
bahwa komposisi dan intensitas rapat Dewan Komisaris berpengaruh signifikan
-
40
positif terhadap pengungkapan CSR. Menurut Zehnder (2000) dalam Charles dan
Chariri (2012) menyatakan bahwa Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate
Governance yang ditugaskan menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, dan
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam rangka menjalankan
tugasnya, Dewan Komisaris mengadakan rapat-rapat rutin untuk mengevaluasi
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Dewan Direksi dan implementasinya.
Dalam rapat tersebut akan membahas masalah mengenai arah dan strategi
perusahaan, evaluasi kebijakan yang telah diambil atau dilakukan oleh manajemen,
dan mengatasi masalah benturan kepentingan (FCGI, 2002). Oleh karena itu, dengan
semakin sering Dewan Komisaris mengadakan pertemuan, maka fungsi pengawasan
terhadap manajemen menjadi semakin efektif. Dengan demikian diharapkan dengan
semakin efektifnya fungsi pengawasan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan
perusahaan juga akan semakin luas.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah
sebagai berikut:
H3 : Frekuensi rapat Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan
CSR.
4. Ukuran Komite Audit dengan Pengungkapan CSR
Sembiring (2003) menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara ukuran Komite Audit dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Semakin besar ukuran Komite Audit maka pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan semakin luas. Hal ini dikarenakan semakin semakin besar
-
41
ukuran Komite Audit, maka peran Komite Audit dalam mengendalikan dan
memantau manajemen puncak akan semakin efektif.
Hasil yang sama juga diperoleh Murwaningsari (2009), bahwa Komite Audit
mempengaruhi secara signifikan nilai perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa
Komite Audit juga dijadikan instrumen untuk meningkatkan luasnya pengungkapan
Corporate Sosial Responsibility. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
H4 : Ukuran Komite Audit berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan CSR.
5. Frekuensi Rapat Komite Audit dengan Pengungkapan CSR
Dalam menjalankan tugasnya Komite Audit melakukan rapat atau pertemuan
untuk melakukan koordinasi agar dapat menjalankan tugas secara efektif dalam hal
pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, dan pelaksanaan GCG
perusahaan (FCGI, 2012). Dengan semakin sering mengadakan pertemuan, maka
diharapkan koordinasi Komite Audit semakin baik dan dapat menjalankan tugasnya
secara efektif.
Penelitian Putri (2009) yang menemukan adanya hubungan antara jumlah
pertemuan audit yang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi laba
perusahaan. Hal ini berarti, semakin sering Komite Audit mengadakan pertemuan
maka pengungkapan informasi laba perusahaan semakin tranparan. Dengan demikian,
dengan lebih seringnya terjadi rapat atau pertemuan Komite Audit maka dapat
menambah keefektifan pengawasan manajemen, penerapan prinsip-prinsip GCG oleh
-
42
perusahaan dan dapat mendukung peningkatan pengungkapan CSR. Berdasarkan
asumsi tersebut, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H5 : Jumlah rapat Komite Audit berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan
CSR.
-
43
C. Penelitian Sebelumnya
PENELITIAN SEBELUMNYA MENGENAI Islamic Governance(X1), Komposisi Dewan Komisaris(X2), Rapat
Dewan Komisaris(X3), Komposisi Komite Audit(X4), Rapat Komite Audit(X5) dan Pengungkapan CSR(Y)
Tabel 2.1
Penelitian Sebelumnya
No Peneliti /Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X1
X2
X3
X4
X5
Y Hasil
1. Charles, Chariri
Analisis Pengaruh
Islamic Corporate
Governance
Terhadap
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility
Diponegoro Journal
Of Accounting, 2012
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: wawancara dan observasi
Sampel: 10 bank syariah dengan observasi 50
laporan tahunan
Tahun data: 2006-2010
Metode analisis: Regresi Linier Berganda
Variable lainnya:-
v
V v V V v
Ukuran Dewan Komisaris,
rapat Dewan Komisaris, ukuran
Komite Audit, secara bersama-
sama mempengaruhi
pengungkapan CSR hanya
sebesar 55%. Dengan demikian
faktor-faktor karakteristik GCG
tersebut diatas masih belum
dapat meningkatkan mekanisme
pengawasan dengan baik untuk
mendorong pengungkapan CSR
secara luas.
Bank Syariah cenderung melakukan pengungkapan CSR
dalam hal yang mendukung
image positif perusahaan dan
cenderung tidak
mengungkapkan informasi yang
dapat menimbulkan efek
negatif. Mereka banyak
mengungkapkan kegiatan sosial,
43
Bersambung ke halaman selanjutnya
-
44
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti /Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X1
X2
X3
X4
X5
Y
Hasil
amal, zakat, dan sebagainya.
Sebaliknya, informasi yang
berguna untuk pemakai laporan
tahunan tetapi dapat
menimbulkan efek negatif,
seperti potensi perusakan
lingkungan yang dilakukan
perusahaan cenderung tidak
diungkapkan.
Ukuran dewan komisaris dan rapat komite audit berpengaruh
positif dengan tingkat
pengungkapan CSR, sedangkan
rapat dewan komisaris dan
ukuran komite audit memiliki
koefisien negatif.
2.
Isfandayani
Pengawasan
Perbankan Syariah
untuk Optimalisasi
Good Corporate
Governance melalui
Islamic Corporate
Identity
Jenis penelitian: kualitatif
Sumber data: Annual report dari masing-
masing Bank syariah,
media cetak, dan BI.
Sampel: 11 bank yang terdaftar dalam Bank
Usaha Syariah
v v Terdapat beberapa bank yang
sangat minim dalam
mengaplikasikan akad dalam
produk banknya (Maybank
Syariah, Ba