Analisis Malam Pengantin Di Bukit Kera
-
Upload
christopher-allen-woodrich -
Category
Documents
-
view
441 -
download
23
description
Transcript of Analisis Malam Pengantin Di Bukit Kera
PENGERTIANMALAM PENGANTIN DI BUKIT KERA
KARYA MOTINGGO BUSYE
MakalahDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratLulus Mata Kuliah Kajian Drama Indonesia
Oleh:Christopher Allen Woodrich
NIM: 084114001
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIAJURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, ..........................................
Penulis
Christopher Allen Woodrich
ii
KATA PENGANTAR
Atas bantuan mereka dalam penyelesaian makalah ini saya ingin ucapkan
terima kasih kepada orang-orang berikut:
Trifosa Sie Yulyani Retno Nugroho, atas dukungannya dalam semua tugas
akademik.
S. E. Peni Adji, untuk segala ajarannya dan untuk peminjaman naskah
drama ini.
Motinggo Busye untuk menulis karya yang cukup menarik ini.
Makalah ini tidak sempurna dan apabila terjadi kekurangan saya mohon maaf
lebih dahulu. Terima kasih.
Yogyakarta, ………………….. 2010
Christopher Allen Woodrich
NIM: 084114001
DAFTAR ISI
iii
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Tujuan dan Metode Analisis .............................................................. 1
C. Sistematik Penyajian ......................................................................... 1
BAB II: PENGERTIAN TEORI STRUKTURAL .......................................... 3
BAB III: KAJIAN STRUKTURAL ................................................................. 4
A. Alur .................................................................................................. 4
B. Latar ................................................................................................. 5
C. Penokohan ........................................................................................ 6
1) Rabimalan .............................................................................. 6
2) Bujang Tambun....................................................................... 7
3) Maya ...................................................................................... 7
4) Raja Dukungan Tambun......................................................... 8
5) Masroi .................................................................................... 8
D. Tema ................................................................................................. 8
BAB IV: KOMENTAR MENGENI PEMENTASAN .................................... 10
BAB V: KESIMPULAN ................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13
BAB I: PENDAHULUAN
iv
A. Latar Belakang Masalah
Malam Pengantin di Bukit Kera, karya Motinggo Busye, adalah suatu drama
yang berbentuk novelette. Karya ini ditulis pada tahun 1962 dan menceritakan salah
satu malam pengantin sepasang suami-istri baru di rumah nenek sang suami serta
kejadian di sana pada saat itu.
B. Tujuan dan Metode Penelitian
Penelitian dimaksud untuk memahami naskah drama Malam Pengantin di
Bukit Kera dan mengemukakan hal-hal yang perlu diingat saat pementasannya. Untuk
memahami naskah tersebut, akan digunakan teori struktural sedangkan untuk
mengemukakan hal-hal yang perlu diingat akan digunakan hemat penulis berdasarkan
pengalamannya dalam dunia acting.
C. Sistematika Penyajian
Makalah ini dibagi menjadi lima bab dan delapan subbab. Bab satu adalah bab
pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi menjadi tiga subbab
dan menjelaskan latar belakang masalah, tujuan dan metode penelitian, dan sistem
penyajian.
Bab dua berfungsi sebagai informasi latar belakang teori struktural yang
digunakan pada bab tiga. Bab ini mengemukakan hal-hal yang diteliti dalam teori
struktural serta sudut pandang dasarnya.
Bab tiga adalah kajian struktural Malam Pengantin di Bukit Kera. Bab ini
dibagi dalam empat subbab. Setiap subbab merupakan penjelasan salah satu aspek
struktur Malam Pengantin di Bukit Kera, yaitu alur cerita, latar cerita, penokohan,
dan tema. Penokohan dibagi lagi menjadi lima sub-subbab, satu per tokoh.
Bab empat adalah pengemukaan hal-hal yang perlu diingat saat
mempentaskan Malam Pengantin di Bukit Kera. Bab ini adalah hasil hemat penulis
berdasarkan pengalamannya dalam dunia acting dari SMA sampai sekarang.
v
Bab terakhir adalah bab lima. Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari
makalah.
vi
BAB II: PENGERTIAN TEORI STRUKTURAL
Teori struktural dalam sastra adalah pengertian suatu karya, baik prosa, puisi
maupun drama, berdasarkan strukturnya; dalam drama ini termasuk alur cerita, latar,
penokohan dan tema.
Alur cerita (plot) adalah apa yang terjadi dalam cerita. Alur ini dibagi dalam
lima bagian, yakni perkenalan, penimbulan konflik, perkembangan konflik, klimaks
dan penyelesaian. Walau secara klasik kelima bagian itu terurut sama seperti di atas,
ada pula karya non-konvensional yang menggunakan urutan yang beda melalui
flashback untuk mengembangkan cerita.
Latar ada tiga jenis, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosio-budaya.
Latar tempat adalah ruang lingkup di mana cerita terjadi, baik secara sempit
(misalnya ruang tamu) maupun luas (misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta). Latar
waktu adalah kurung waktu ketika cerita terjadi, baik secara sempit (misalnya jam
tiga pagi) maupun luas (misalnya tahun 1965). Latar sosio-budaya adalah keseluruhan
adat dan kebudayaan di tempat dan waktu di mana cerita terjadi.
Penokohan adalah perkembangan tokoh-tokoh dalam cerita. Ada tiga jenis
tokoh, yaitu protagonis (pelaku / pendorong cerita), antagonis (penghambat
protagonis), dan tritagonis (pembantu protagonis dan atau antagonis). Hubungan di
antara para tokoh dapat menyebabkan dan menyelesaikan konflik.
Tema adalah hal-hal dasar yang dibahas dalam naskah yang merupakan
perjuangan universal. Ada tema klasik, di antara lain ‘yang baik mengalahkan yang
jahat,’ dan yang lebih jarang digunakan seperti ‘yang jahat mengalahkan yang baik.’1
Dari azas-azas ini karya Malam Pengantin di Bukit Kera oleh Motinggo
Busye akan kami teliti.
BAB III: KAJIAN STRUKTURAL
1 S. B. Peni Adji, Perkuliahan, 2009.
vii
A. Alur
Malam Pengantin di Bukit Kera mempunyai alur lurus. Perkenalan terdapat
pada lima halaman pertama. Di sini dikenalkan Bukit Kera, Rabimalan, Bujang
Tambun, dan Maya, serta latar cerita: sepasangan orang baru menikah sekarang bulan
madu di desa asal si suami.
Pada halaman tiga dan empat dimunculkanlah konflik, yaitu nenek dari si
Bujang Tambun tampaknya sudah gila. Ada pula konflik sekunder yang
dimunculkan, yaitu perbedaan pendapat antara Bujang Maya:
“’Kenapa kau diam saja seperti orang kena sihir, Maya?’‘Aku memang seperti kena sihir. Mereka mengatakan bahwa
nenek kita Rabimalan telah gila...’‘Gila? Nenekku Rabimalan gila, kata mereka? Setan! Siapa, siapa
yang telah mengatakan kepadamu?’‘Waktu aku sore tadi mandi di tanggal. Kau kan tahu, aku kuran
paham bahasa daerah sini, tapi dari kau aku belajar sedikit, bukan? Dan, dan, mereka katakan, Si Rabimalan – ya, begitulah kata mereka, gila!’
‘Si Rabimalan, dengan pakai si di depan nama nenekku, kata mereka? Sungguh biadab setan-setan betina itu. Siapa setan betina yang mengatakannya, kau kenal orangnya?’
Istri Bujang Tambun menjadi gelisah.‘Katakan saja, Maya.’‘Ya, aku akan katakan, Kak Bujang, akan kukatakan. Tapi, kau
jangan marah. Aku khawatir timbul lagi temperamenmu seperti dalam film-film koboi, kauajak pula mereka berkelahi.’”
Di antara halaman 4 dan halaman 32 terjadilah peningkatan konflik.
Pertengkaran Bujang Tambun dan Maya menjadi semakin heboh sehingga mereka
malas berbicara. Sementara, alasan mengapa Rabimalan mulai menjadi gila
dikemukakan: mantan suaminya dibunuh oleh teman judinya, Masroi, dan Rabimalan
hanya bisa memikirkan balas dendam.
Pada halaman 32, Rabimalan menembak Masroi di luar panggung. Ini
merupakan klimaks:
“... terdengar letusan senapan dua kali. ...‘Jangan cemas. Dua ekor kera telah dihabisinya. Besok pagi
datang pembelinya tepat menjelang fajar. Ini hanya letusan rutin saja.’Maya berpikir sebentar.
viii
‘Ah, tidak mungkin,’ katanya. ...‘Aku tidak gila,’ ulang nenek itu... Kemudian matanya menentang
ke sekeliling, terutama kepada Maya. ... ‘Kalau kau menuduhku gila, kalian sama saja dengan Masroi dalam menghargai kehormatan. Sekarang aku telah puas. ... Raja, Rajaku Dukungan Tambun, sayangku, gunungku, sungaiku, bukitku ... aku telah menuntut bela atas kematianmu... ... Bujang Tambun! Kauangkat ke sini mayat jahanam itu!
Pada bab 35 dan 36 terjadilah penyelesaian masalah. Di sini Bujang Tambun
dan Maya bisa menyelesaikan masalah mereka dan akhirnya sadar bahwa Rabimalan
telah terbuai karena dendam:
“Salahkah aku, Maya?”Maya terdiam saja.“Salahkah aku, Maya. Didekapnya Maya dan ketika
dilepaskannya, Maya menggeleng kepalanya.“Tidurlah,” kata Nenek Rabimalan kemudian. “Nikmatilah
malam-malam yang tinggal ini sebelum kalian pulang.
B. Latar
Secara luas cerita terjadi di Bukit Kera, suatu desa yang terkenal untuk kera-
keranya yang dulu banyak sekali tetapi sudah lenyap2 karena dijual kepada orang
Tionghoa untuk membuat obat kuat.3 Secara sempit, drama ini terjadi di ruang tamu
rumah Nenek Rabimalan. Tokoh-tokoh keluar masuk ruang itu saja; ruangan lain
tidak diperlihatkan.
Latar waktu yang luas dalam cerita ini tidaklah jelas; dengan itu, bisa diduga
bahwa cerita terjadi secara kontemporer dengan penulisan naskah drama ini (tahun
1962). Hanya diberi tahu latar waktu yang sempit, yaitu pada malam kelima minggu
pengantin Bujang Tambun dan Maya.4
Latar sosio-budaya adalah budaya di desa Bukit Kera. Apabila dinilai dari
tokoh-tokoh yang berasal dari daerah itu (Rabimalan, Bujang Tambun, Raja
2 Busye, Motinggo. 1962. Malam Pengantin di Bukit Kera. Diketik ulang pada tahun 2008 oleh Ivana de Xavier, Adinda Proborini dan Rosa Sekar Manggalandung. Hal. 1
3 Ibid. Hal. 304 Ibid. Hal. 2
ix
Dukungan Tambun, dan Masroi), orang di daerah tersebut keras dan kasar. Misalnya
pada halaman 35:
“Bujang Tambun! Kauangkat mayat jahanam itu, supaya istrimu tahu, bahwa aku tidak gila.” – Rabimalan
Di Bukit Kera kehormatan keluarga dinilai di atas segala-galanya. Misalnya
pada halaman 4:
“Si Rabimalan, dengan pakai si di depan nama nenekku, kata mereka? Sungguh biadab setan-setan betina itu. Siapa setan betina yang mengatakannya, kau kenal orangnya?” – Bujang Tambun
Selain itu, orang di Bukit Kera suka bergosip mengenai orang lain, khususnya
yang dianggap berperilaku aneh, seperti pada halaman 4:
“Waktu aku sore tadi mandi di tanggul. ... Dan... dan... mereka katakan, Si Rabimalan – ya begitulah kata mereka – gila!” – Maya
C. Penokohan
1) Rabimalan
Rabimalan adalah mantan istri Raja Dukungan Tambun dan nenek Bujang
Tambun; dia orang Bukit Kera. Secara fisik, dia tua5 tetapi mempunyai gigi yang
masih utuh dan putih sekali.6 Tenaganya tidak kurang ketika diperlukan; walau dia
pergi dengan langkah tua, dia masih cukup kokoh untuk membuat suara tapakan
dengan bunyi dari terompahnya.7
Batin Rabimalan sangat rumit. Di suatu sisi, Rabimalan berperilaku aneh
sehingga disebut gila oleh tetangga-tetangga: dia berjudi,8 menembak-tembak di
malam hari,9 dan sering memikirkan dan membicarakan seks. Misalnya:
“Hohoo..., sekarang aku tahu, istrimu sedang mengidam. Itu maknanya ia ingin berkelahi saja selama di sini dengan kau, bahkan dengan aku
5 Ibid. Hal. 16 Ibid. Hal. 37 Ibid. Hal. 28 Ibid. Hal. 19 Ibid. Hal
x
tampaknya. Gembiralah kau, cucuku, gembiralah! Kau akan jadi bapak tak lama lagi.”10 – Rabimalan
Namun, Rabimalan juga mempunyai hati rohani yang kuat: salah satu
pertanyaan yang dia bertanya kepada Maya ialah apakah Maya pandai membaca
kalimat syahadat. Juga, ketika Maya mengakui takut pada Rabimalan, Rabimalan
berusaha untuk membuat Maya tenang dan nyaman di rumah.11 Dia juga sangat cinta
pada mantan suaminya, sehingga membunuh demi membalas dendam atas
pembunuhannya.12
2) Bujang Tambun
Bujang Tambun adalah suami baru Maya dan cucu dari Rabimalan dan Raja
Dukungan Tambun. Secara fisik, dia mirip dengan kakeknya.13
Bujang Tambun sangat mementingkan nama baik keluarganya dan setiap kata
yang dianggap tidak baik ditentang dengan keras.14 Dia juga kasar dengan istrinya
dan dari awal hubungan mereka telah berkali-kali berdusta.15 Namun, akhirnya dia
bisa mengakui bahwa dia yang salah dan berusaha untuk perbaiki hubungannya
dengan Maya.16
3) Maya
Maya adalah istri baru Bujang Tambun. Fisiknya tidak dijelaskan. Dari sudut
kepribadiaannya, Maya adalah seorang gadis kota yang berani menentang suaminya
ketika dia merasa bahwa dirinya benar.17 Namun, kadang-kadang dia masih kanak-
kanakan; ketika dia harus menghadapi Rabimalan, dia mengaku takut dan agak
minder:
10 Ibid. Hal. 26 – 27 11 Ibid. Hal. 13 – 14 12 Ibid. Hal. 34 – 36 13 Ibid. Hal. 214 Ibid. Hal. 3 – 4 15 Ibid. Hal. 5 – 10 16 Ibid. Hal. 3617 Ibid. Hal. 3 – 4
xi
“Bujang Tambun segera meninggalkan ruangan. Tinggallah Maya yang makin kecut menghadapi si tua yang kini mulai menakutkan itu.
Tiba-tiba Maya menjerit.“He, kenapa kau, kenapa kau?” tanya nenek itu.“Aku takut,” kata Maya lemah.“Sama siapa?”“Sama nenek.”“Takut padaku?”“Ya.”18
4) Raja Dukungan Tambun
Raja Dukungan Tambun adalah mantan suami Rabimalan dan kakek Bujang
Tambun. Dia seorang penjudi yang amat dicintai Rabimalan tetapi akhirnya lebih
memilih berjudi daripada bersama istrinya. Sudah meninggal pada awal cerita,
menurut Rabimalan diracuni Masroi.19
5) Masroi
Masroi adalah teman berjudi Raja Dukungan Tambun dari Bukit Kera.
Menurut tokoh lain, dia tampan tetapi brengsek. Dituduh bahwa dia yang membunuh
Raja Dukungan Tambun. Dibunuh oleh Rabimalan pada klimaks.20
D. Tema
Hemat penulis ialah ada tiga tema utama yang terwujud dalam drama ini.
Ketiga tema itu ialah balas dendam, cinta mati, dan mengatasi perbedaan.
Pokok plot ialah rencana Rabimalan untuk membalas dendam pembunuhan
mantan suaminya; dia akhirnya berhasil. Dalam naskah drama ini, balas dendam
digambarkan sebagai sesuatu yang bisa membawa kehancuran kepada penyimpannya;
nenek Rabimalan sudah ditinggal orang-orang Bukit Kera lain karena dianggap gila.
18 Ibid. Hal. 1319 Ibid. Hal. 10 – 3320 Ibid. Hal. 15 – 25
xii
Tema kedua ialah cinta mati. Ini terwujud dalam Rabimalan, yang walaupun
ditinggal pergi oleh suaminya masih terbayang-bayang dan mencintainya sampai
mampu melanggar prinsipnya dan membunuh Masroi. Bujang Tambun dan Maya
merupakan cinta yang belum cukup kuat untuk dibawa sampai mati; mereka baru
menikah dan sudah sering bertengkar. Dengan demikian, cinta mati digambarkan
sebagai sesuatu yang hanya terdapat setelah lama bersama orang lain.
Tema terakhir adalah mengatasi perbedaan. Bujang Tambun dan Maya adalah
contoh yang paling jelas. Bujang Tambun dan Maya pada awal cerita mempunyai
sudut pandang yang jauh berbeda dan akibatnya sering bertengkar. Namun, setelah
pendapat mereka menjadi satu setelah menyaksikan pembunuhan Masroi mereka
dapat saling memahami dan lebih mengawetkan hubungan mereka.
BAB IV: KOMENTAR MENGENAI PEMENTASAN
xiii
Hemat penulis ialah pementasan Malam Pengantin di Bukit Kera tidaklah
begitu susah pada umumnya. Naskahnya pendek; tidak ada empat puluh halaman.
Dengan demikian, mempelajari dan menghafal dialog lebih cepat dan tidak
memperberat pikiran pemain.
Jumlah tokohnya juga sedikit. Sepanjang naskah drama ini hanya ada lima
tokoh, yaitu Rabimalan, Bujang Tambun, Maya, Raja Dukungan Tambun dan Masroi.
Dengan demikian, kasting menjadi lebih mudah karena jumlah pemain yang harus
dipilih lebih sedikit. Dari segi finansial ini juga lebih menguntungkan karena tidak
harus membayar gaji banyak orang, apalagi extras.
Latar tempat di naskah drama hanyalah satu. Dengan demikian, saat
pertunjukkan tidak perlu ambil pusing dengan penggantian backdrop dan setting lain.
Sekali setting disiapkan, tidak perlu diturunkan sehingga pementasan selesai. Dari
segi finansial ini juga menguntungkan karena jumlah stage hands yang diperlukan
lebih sedikit.
Dari segi wardrobe atau costume, pementasan ini tidak merugikan.
Costume sebenarnya bebas, asal sesuai dengan penokohan. Tidak mungkin
Rabimalan memakai baju mewah dengan tinta emas. Yang ditentukan hanyalah
costume Maya dan Bujang Tambun, yang harus merupakan piyama bersaku, tetapi itu
pun harus sesuai dengan penokohan yang dikemukakan dalam dialog.
Dari segi sound effects dan lighting, tampaknya tidak rumit. Untuk sound
effect penembakan senjata Rabimalan dapat digunakan sepotong kayu yang dipukul
dengan kayu lain; sound effect lain bisa diwujudkan dengan bendanya sendiri, seperti
kartu. Untuk lighting, tinggal digunakan lampu seperti biasa digunakan di rumah;
untuk ultra-realisme, dapat digunakan lampu yang agak kekuningan seperti yang
masih digunakan di desa.
Namun, perlu juga pemilihan pemain yang cukup baik. Yang paling
menyusahkan ialah yang main Rabimalan; oleh karena tokohnya cukup dalam dan
mempunyai presence yang sangat kuat, perlu seorang actress yang luar biasa. Tokoh
xiv
Bujang Tambun dan Maya tidaklah susah; hanya perlu mencari pemain muda yang
bersuku Jawa. Pemain lain lebih bebas karena hanya muncul sebentar.
xv
BAB V: KESIMPULAN
Walau ceritanya sungguh pendek, Malam Pengantin di Bukit Kera memang
mempunyai nilai artistic yang cukup tinggi. Temanya bersifat universal dan tokoh-
tokohnya menarik. Dengan demikian, sebagian besar penonton bisa menikmatinya.
Dalam pementasan Malam Pengantin di Bukit Kera yang paling penting
diperhatikan ialah casting Rabimalan. Hal lain sungguh simple, tetapi untuk
mendapat pemain dengan cukup presence dan kemampuan perlu pencarian yang
cukup panjang.
xvi
DAFTAR PUSTAKABusye, Motinggo. 1962. Malam Pengantin di Bukit Kera. Diketik ulang pada tahun
2008 oleh Ivana de Xavier, Adinda Proborini dan Rosa Sekar Manggalandung.
S. E. Peni Adji. 2009. “Hakikat Teori Struktural.” Perkuliahan
xvii