BAB II DASAR TEORI 2.1. Erosi dan Sedimentasi 2.1.1. Erosi Erosi dan sedimentasi merupakan
Analisis Limpasan Erosi Dan Sedimentasi
-
Upload
unggie-unggu -
Category
Documents
-
view
106 -
download
1
description
Transcript of Analisis Limpasan Erosi Dan Sedimentasi
-
TRANSFORMASI HUJAN MENJADI LIMPASAN, EROSI,
DAN SEDIMENTASI DI SUB DAS BERHUTAN DAN
TIDAK BERHUTAN
(STUDI KASUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT,
SUKABUMI JAWA BARAT)
MARIA C. L. HUTAPEA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
-
RINGKASAN
MARIA C. L. HUTAPEA (E14052994). Transformasi Hujan menjadi
Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak
Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa
Barat). Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Dampak perubahan penggunaan hutan di suatu DAS
dicerminkan oleh perilaku hidrologi seperti perubahan laju
aliran permukaan dan debit sungai, erosi dan sedimentasi.
Penelitian transformasi hujan, erosi, dan sedimentasi akibat
perubahan penggunaan lahan dipandang perlu sebagai upaya
pengendalian aliran permukaan, erosi dan sedimentasi, serta
banjir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi
hujan menjadi limpasan, laju erosi permukaan, dan muatan
sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan (Sub DAS Cipeureu) dan tidak
berhutan (Sub DAS Cibadak) serta mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi
permukaan menggunakan pendekatan USLE dan persamaan SDR. Penelitian ini
dilaksanakan di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak pada bulan Mei
sampai dengan 1 Agustus 2010. Data yang dikumpulkan berupa data curah hujan,
data debit aliran sungai, data konsentrasi sedimen aliran, data sifat fisik tanah,
data kemiringan lereng, data penggunaan lahan dan konservasi tanah, serta data
batas wilayah Sub DAS yang masing-masing diperoleh dari stasiun curah hujan,
didapat dengan cara pengambilan sampel air sungai, pengambilan sampel tanah
dengan ring sample, analisis digital, dan studi literatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi debit Sub DAS Cipeureu
lebih kecil dibandingkan dengan Sub DAS Cibadak, hasil pendugaan erosi
permukaan dengan metode USLE di Sub DAS Cibadak lebih besar dari Sub DAS
Cipeureu, yaitu di Sub DAS Cibadak sebesar 2857,46 ton/ha/thn dan di Sub DAS
Cipeureu sebesar 3,49 ton/ha/thn. Hasil pendugaan erosi dengan perhitungan laju
sedimen dan SDR di Sub DAS Cipeureu yaitu sebesar 6,57 ton/ha/thn dan 3,43
ton/ha/thn, sedangkan di Sub DAS Cibadak sebesar 9,46 ton/ha/thn dan 6,36
ton/ha/thn.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Sub DAS berhutan mentransformasikan
hujan menjadi limpasan sebesar 35%, laju sedimen relatif lebih kecil (0,0015
mm/hari), erosi permukaan sangat ringan (SR). Sedangkan Sub DAS tidak
berhutan, mentransformasikan hujan menjadi limpasan sebesar 52%, laju sedimen
0,02 mm/hari, dan erosi permukaan termasuk kelas berat (B). Hasil pendugaan
erosi permukaan menggunakan pendekatan USLE, yang dibandingkan dengan laju
sedimen, dan hasil pendugaan menggunakan SDR cenderung overestimate.
Kata kunci: Limpasan, erosi, sedimentasi, USLE, SDR
-
SUMMARY
MARIA C. L. HUTAPEA (E14052994). Rainfall-Surface Run Off
Transformation, Erosion, and Sedimentation in the Forested Watershed and
non Forested (Case Study in Gunung Walat Education Forest, Sukabumi
West Java). Under Supervision of HENDRAYANTO.
Land use changes impacts of a watershed could be
showed by hydrological behaviors, such as surface run off and
discharge changes, surface erosion and sedimentation changes.
Researches related to rainfall transformation, erosion, and
sedimentation in the different land uses are necessary as an
effort to control surface run-off, erosion, sedimentation and
flood. The aim of this research is to know the differences of
rainfall transformation, surface erosion, and sediment load of
river in the forested watershed and non forested (bare land) watershed also to
know the difference of USLE and SDR methods to estimate the soil loss (erosion).
The research was conducted in Cipeureu sub watershed and Cibadak sub
watershed in Sukabumi, West Java in the period of Mei-1 Agustus 2010.
Collected data were daily rainfall, discharge, sediment concentration, physical soil
properties, slope data, forest land use area and land conservation, also the data of
boundaries of catchment area. The data were obtained from rainfall station, using
ring samples for soil properties, digital analysis for slope, interview, and literature
studies for additional data.
The research shows that discharge fluctuation of Cipeureu sub watershed is
smaller than Cibadak sub watershed, the guess result of surface erosion with
USLE method in Cibadak sub watershed is bigger than Cipeureu sub watershed,
those are in Cibadak sub watershed is about 2857,46 ton/ha/year and in Cipeureu
sub watershed is about 3,49 ton/ha/year. The guess result of erosion with sediment
rate measurement and SDR in Cipeureu sub watershed is about 6,57 ton/ha/year
and 3,43 ton/ha/year, while in Cibadak sub watershed is about 9,46 ton/ha/year
and 6,36 ton/ha/year.
This research concludes that forest sub watershed transforms rainfall to
surface run off is about 35%, sediment rate smaller (0,0015 mm/day), surface
erosion is in the very small class. While non forest sub watershed transforms
rainfall to surface run off is about 52%, sediment rate is about 0,02 mm/day, and
surface erosion is in the heavy class. Besides, the guess result of surface erosion
using USLE method, that compared with sediment rate, and guess result using
SDR approach is overestimate.
Keyword: Surface run off, Erosion, Sedimentation, USLE, SDR
-
TRANSFORMASI HUJAN MENJADI LIMPASAN, EROSI,
DAN SEDIMENTASI DI SUB DAS BERHUTAN DAN
TIDAK BERHUTAN
(STUDI KASUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT,
SUKABUMI JAWA BARAT)
MARIA C. L. HUTAPEA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
di Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
-
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Transformasi Hujan
menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak
Berhutan (Studi Kasus di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa
Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah di perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
-
iii
Judul Skripsi : Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan Sedimentasi
di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat)
Nama : Maria C. L. Hutapea
NIM : E14052994
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP. 19611126 198601 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
-
iii
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus
karena atas segala kasih, anugerah, dan kuasaNya penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah dengan judul Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan
Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) di bawah bimbingan Dr. Ir.
Hendrayanto, M.Agr. Karya ilmiah ini merupakan tugas akhir (Skripsi) sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Dalam karya ilmiah ini, penulis mencoba memaparkan hasil penelitian
untuk mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, erosi permukaan, dan
muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan dan tidak berhutan. Selain itu
untuk mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan
pendekatan USLE dan persamaan SDR menggunakan parameter luas DAS.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dampak dari
perubahan penggunaan lahan yang penting diketahui sebagai masukan untuk
tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan agar perubahan tersebut tidak
berdampak negatif.
Penulis berharap semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam Skripsi ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
i
-
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada
tanggal 25 Maret 1987 sebagai anak pertama dari enam
bersaudara pasangan S. Hutapea dan Nurliana Ompusunggu.
Penulis dibesarkan dan menyelesaikan pendidikan formal di TK
Xaverius 2 Bandar Lampung tahun 1991-1993, SD Fransiskus 1
Bandar Lampung tahun 1993-1999, SMP Fransiskus Bandar
Lampung tahun 1999-2002 dan SMA Stella Duce 2 Yogyakarta pada tahun 2002-
2005.
Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk IPB program strata satu
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) IPB. Pada tahun 2006,
penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
Komisi Pelayanan Siswa (KPS) PMK IPB tahun 2006-2009, menjadi asisten
praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan tahun 2009-2010. Selain itu penulis juga
melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Indramayu-
Linggarjati tahun 2007, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat (HPGW) Sukabumi-Tanggeung-Perhutani KPH Cianjur tahun
2008, dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Korintiga Hutani Kalimantan
Tengah tahun 2009.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
Skripsi dengan judul Transformasi Hujan menjadi Limpasan, Erosi, dan
Sedimentasi di Sub DAS Berhutan dan Tidak Berhutan (Studi Kasus di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi Jawa Barat) dibimbing oleh Dr. Ir.
Hendrayanto, M. Agr.
ii
-
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat
berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dan mama tersayang (S. Hutapea dan Nurliana Ompusunggu) serta adik-
adikku (Martha C. L. Hutapea, S.E, Roma Hutapea, Elizabeth Hutapea, Valentine
Hutapea, dan Adelia Hutapea) yang senantiasa memberikan doa, dorongan,
dukungan, dan semangat.
2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, bantuan, masukan, dan nasehat selama proses
penyelesaian skripsi.
3. Staf dan manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) atas bantuan
tempat, pengambilan data lapangan, penyediaan data dan kerjasamanya,
khususnya kepada Ir. Budi Prihanto Siswosuwarno, MS selaku Direktur Eksekutif
HPGW, Bapak Rizaldi, Bapak Alimi, Bapak Agung, Bapak Lilik, Bapak Efendi.
4. Staf Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat atas penyediaan data, informasi, dan kerjasamanya, khususnya kepada
Kepala Dinas PSDA dan Bapak Adi S. N.
5. Staf Pemerintah Desa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi
atas bantuan penyediaan data dan kerjasamanya, khususnya kepada Kepala Desa
Karang Tengah dan Bapak Azud Suamban.
6. Seluruh dosen dan staf administrasi (KPAP) Fakultas Kehutanan IPB terutama
Departemen Manajemen Hutan, khususnya Prof. Dr. Ir Hardjanto, MS, Prof. Dr.
Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr, Bapak Edi, Mas Saipul, Bapak Uus, Kak
Edwine, dan laboran Fakultas Kehutanan atas ilmu dan bantuannya selama penulis
melaksanakan kuliah. Juga kepada Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr selaku
dosen penguji ujian komprehensif, Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku ketua ujian
komprehensif, dan Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop selaku moderator seminar skripsi.
7. Teman seperjuangan Popi Puspitasari dan Hangga Prihatmaja atas bantuan dan
kerjasamanya selama menyusun skripsi.
iii
-
iii
8. Sahabat penulis Mega Indah, Mei Arista Sinaga, Maryani Payungallo, Victoria,
Dessy Dameria, Siska Setianingsih, Catur Hertika, Ronald A. P. Siagian, Canny
Mitra Caroline, Faqih Hudin. Terima kasih kalian telah mengukir hidupku dengan
berbagai bentuk dan memberikan warna-warni kehidupan dalam hariku.
9. Teman-teman Civitas Fahutan IPB (MNH, SVK, KSH, dan THH seluruh
angkatan khususnya FAHUTAN 42), kesebelasan MNH 42, dan KPS PMK IPB
atas bantuan dan dukungannya.
10. Seluruh karya yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan tugas akhir ini.
Dunia adalah ilmu pengetahuan yang tidak akan pernah ada habisnya.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah menemani,
membantu, memberikan dukungan dan masukan.
iv
-
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian............................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................................... 3
2.2 Erosi ................................................................................................. 3
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi ........................................ 5
2.4 Metode Pendugaan Erosi .................................................................. 6
2.5 Sedimentasi .................................................................................... 18
2.6 Sistem Informasi Geografi (SIG) ................................................... 20
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 23
3.3 Pengumpulan Data ......................................................................... 24
3.3.1 Jenis Data ............................................................................... 24
3.3.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 24
3.4 Pengolahan Data ............................................................................. 32
3.4.1 Transformasi Hujan - Debit Aliran ........................................ 32
3.4.2 Muatan Sedimen .................................................................... 32
3.4.3 Pendugaan Laju Erosi dengan Metode USLE ....................... 32
3.4.4 Perhitungan Erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen
(Sediment Delivery Ratio) .................................................... 33
3.4.5 Tingkat Bahaya Erosi ............................................................ 33
v
-
iii
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas ............................................................................... 34
4.2 Iklim ............................................................................................... 34
4.3 Hidrologi ........................................................................................ 34
4.4 Topografi Lapangan ....................................................................... 35
4.5 Jenis Tanah dan Geologi ................................................................ 35
4.5.1 Tanah Sub DAS Cipeureu ..................................................... 36
4.5.2 Tanah Sub DAS Cibadak ...................................................... 37
4.6 Tutupan Lahan................................................................................ 37
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Curah Hujan ................................................................................... 38
5.2 Transformasi Hujan Debit Aliran ................................................ 38
5.3 Muatan Sedimen ............................................................................. 42
5.4 Pendugaan Laju Erosi dengan Metode USLE ................................ 43
5.5 Perhitungan Erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen
(Sediment Delivery Ratio) ............................................................. 45
5.6 Tingkat Bahaya Erosi ..................................................................... 46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan..................................................................................... 47
6.2 Saran ............................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 48
LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
vi
-
iii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah.............. 11
2. Nilai bahan organik (b) untuk setiap kisaran kandungan bahan organik...... 11
3. Nilai struktur tanah ...................................................................................... 11
4. Nilai permeabilitas tanah .............................................................................. 11
5. Penilaian faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) .................................. 12
6. Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan tanaman/ tumbuhan ...... 13
7. Besaran faktor P untuk aneka teknik konservasi tanah ................................ 15
8. Klasifikasi tingkat bahaya erosi ................................................................... 33
9. Penyebaran luas areal Sub DAS Cipeureu HPGW dan
Sub DAS Cibadak berdasarkan kelas kemiringan lahan .............................. 35
10. Luas penutupan lahan Sub DAS Cipeureu berdasarkan kelas kemiringan
Lahan ............................................................................................................ 37
11. Statistik hujan dan debit langsung Sub DAS Cipeureu dan
Sub DAS Cibadak selama pengamatan ........................................................ 40
12. Statistik laju sedimen di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak
selama pengamatan ....................................................................................... 43
13. Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS
Cipeureu ........................................................................................................ 44
14. Rekap nilai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi di Sub DAS
Cibadak ......................................................................................................... 44
15. Perhitungan erosi dengan nilai Sediment Delivery Ratio (SDR)
berdasarkan pendekatan fisik Sub DAS ....................................................... 45
vii
-
iii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Nomograf erodibilitas tanah ........................................................................ 10
2. Peta lokasi penelitian ................................................................................... 22
3. Kontur Kecamatan Cibadak ......................................................................... 27
4. TIN dari shapefile ......................................................................................... 28
5. Digital Elevation Model (DEM) dalam bentuk grid ..................................... 28
6. Halaman depan tampilan software ArcView SWAT.................................... 29
7. Kolom pengisian data yang akan ditampilkan .............................................. 29
8. Menu dan kolom pengisian proyeksi ............................................................ 30
9. Kolom pengisian angka untuk menentukan jaringan sungai ........................ 30
10. Jaringan sungai beserta outlet di tiap Sub DAS
di Kecamatan Cibadak .................................................................................. 31
11. Batas Sub DAS Cipeureu beserta jaringan sungai ........................................ 31
12. Grafik curah hujan bulanan Sub DAS Cipeureu dan Cibadak
Januari 2005-Juli 2010 .................................................................................. 38
13. Hyetograph dan hidrograph debit total Sub DAS Cipeureu dan
Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan ......................................... 39
14. Hyetograph dan hidrograph debit langsung Sub DAS Cipeureu dan
Sub DAS Cibadak hasil pengukuran di lapangan ......................................... 39
15. Diagram pencar hubungan antara curah hujan dengan debit langsung
di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak .............................................. 41
16. Hubungan jumlah muatan sedimen dengan debit langsung dan curah
hujan di lokasi pengamatan .......................................................................... 42
17. Hubungan debit dan muatan sedimen di (a) Sub DAS Cipeureu dan
(b) Sub DAS Cibadak ................................................................................... 43
viii
-
iii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Data curah hujan bulanan Stasiun Hujan Sekarwangi
Kecamatan Cibadak ................................................................................. 52
2. Data curah hujan Stasiun Sekarwangi selama pengamatan
di Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak ......................................... 53
3. Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cipeureu ................. 53
4. Data debit dan Tinggi Muka Air (TMA) Sub DAS Cibadak................... 56
5. Data sedimentasi Sub DAS Cipeureu ...................................................... 59
6. Data sedimentasi Sub DAS Cibadak ....................................................... 62
7. Peta topografi Sub DAS Cipeureu ........................................................... 65
8. Peta topografi Sub DAS Cibadak ............................................................ 66
9. Peta jenis tanah Sub DAS Cipeureu ........................................................ 67
10. Peta jaringan sungai Sub DAS Cipeureu ................................................. 68
11. Peta tutupan lahan Sub DAS Cipeureu .................................................... 69
12. Hasil analisis sifat fisik tanah Sub DAS Cipeureu dan
Sub DAS Cibadak .................................................................................... 70
13. Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cipeureu ................................. 71
14. Nilai faktor erodibilitas (K) di Sub DAS Cibadak................................... 71
15. Hasil analisis bahan organik dan tekstur tanah ........................................ 72
16. Rekapitulasi faktor-faktor yang mempengaruhi erosi
dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) ........................... 73
ix
-
1
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Hutan terutama hutan hujan tropis merupakan sumberdaya alam yang
memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu peran
penting dari hutan yaitu memperkecil resiko terjadinya banjir, erosi dan tanah
longsor. Peran hutan dalam pengendalian aliran permukaan, banjir, erosi dan
tanah longsor sangat ditentukan oleh kerapatan penutupan lahan, struktur tajuk,
dan interaksi dengan sifat tanah dan batuan serta iklim tempat tumbuh hutan.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan hutan
tanpa memperhatikan aspek kelestarian fungsinya, telah mengakibatkan kerusakan
hutan yang sangat mengkhawatirkan. Kementerian Kehutanan menyebutkan
bahwa laju kerusakan hutan Indonesia telah mencapai 1,17 juta ha per tahun
(Kementerian Kehutanan 2009). Salah satu penyebab terjadinya kerusakan hutan
adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan non hutan untuk
berbagai tujuan. Dampak perubahan penggunaan hutan di dalam suatu DAS
dicerminkan oleh perilaku hidrologi, antara lain: perubahan laju aliran
permukaan, debit sungai, erosi dan sedimentasi.
Perubahan perilaku hidrologi, erosi dan sedimentasi dapat diketahui melalui
pengukuran langsung terhadap besaran perubahan tersebut, maupun melalui
pendugaan menggunakan parameter-parameter klimatik dan bio-fisik DAS.
Pendugaan erosi umumnya menggunakan persamaan umum kehilangan tanah
yang dikenal dengan USLE (Universal Soil Loss Equation) yang pertama kali
diperkenalkan oleh Wischmeir dan Smith (1965), kemudian mengalami
pengembangan metode pendugaan komponen USLE (MUSLE, RUSLE).
Penelitian tentang USLE telah banyak dilakukan (Nugraha 2003, Bhestari 2005,
Hermiawati 2006) yang umumnya memberikan hasil lebih besar dibandingkan
dengan hasil pengukuran secara langsung.
Pendugaan sedimentasi di sungai, salah satunya dilakukan dengan
menggunakan parameter luas DAS (Auerswald 1992) untuk menduga nisbah
pengangkutan sedimen (sediment delivery ratio, SDR), dan menduga erosi
permukaan berdasarkan data sedimen di sungai. Faktor-faktor yang
-
2
mempengaruhi nisbah pengangkutan sedimen tidak hanya faktor luas, namun juga
faktor-faktor lain,antara lain: geomorfologi, faktor lingkungan, lokasi sumber
sedimen, karakteristik relief dan kemiringan, pola drainase dan kondisi saluran,
penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah (Williams dan Berndt 1972
dalam Suripin 2001), dengan demikian hasil pendugaan perlu dikaji
keakuratannya.
Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada saat ini ditutupi
oleh hutan campuran sebagai hasil kegiatan penanaman lahan kosong (bare land).
Kondisi ini berbeda dengan kondisi di sekitar kawasan HPGW terutama di bagian
Utara, berupa lahan kosong.
Perubahan lahan kosong menjadi hutan dan sebaliknya lahan berhutan
menjadi lahan kosong berdampak pada aliran permukaan, debit, erosi dan
sedimentasi, dan besaran dampaknya dipengaruhi oleh tingkat perubahan tersebut.
Upaya mengetahui besaran dampak dari perubahan penggunaan lahan penting
untuk diketahui sebagai masukan tindakan pengelolaan lahan yang diperlukan
agar perubahan tersebut tidak berdampak negatif.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, erosi permukaan, dan
muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan dan tidak berhutan.
2. Mengetahui perbedaan hasil pendugaan erosi permukaan menggunakan
pendekatan USLE dan persamaan SDR menggunakan parameter luas
DAS.
1.3. Manfaat Penelitian
1. Memperkaya informasi transformasi hujan-limpasan, erosi, dan
sedimentasi di DAS berhutan dan tidak berhutan
2. Memberikan informasi bagi pengelola hutan, khususnya pengelola HPGW,
pemerintah, dan pihak lainnya, tentang peran hutan dalam transformasi
hujan-limpasan, mengendalikan erosi dan sedimen, dan sebagai bahan
pertimbangan bagi pengelola HPGW dalam perencanaan pengelolaan
hutan di HPGW
3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
-
3
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Menurut kamus Webster (1976) yang dikutip oleh Manan (1976), daerah
aliran sungai adalah a region or area bounded peripherally by a water parting
(topographic devide) and draining ultimately to a particular watercourse or body
of water, yang berarti Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan
yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan
mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara
ke danau atau ke lautan. Pemisah topografi adalah bukit dan di bawah tanah juga
terdapat pemisah bawah tanah yang berupa batuan. Sebuah DAS merupakan
kumpulan dari banyak Sub DAS yang lebih kecil.
Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis dalam Sub DAS-
Sub DAS. Sedangkan Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah daratan
yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui satu outlet
atau tempat peruntukannya (Departemen Kehutanan 1998).
Secara makro, DAS terdiri dari unsur: biotik (flora dan fauna), abiotik
(tanah, air, dan iklim) dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan
saling ketergantungan membentuk sistem hidrologi (Haridjaja 1980). Sedangkan
Seyhan (1990) berpendapat bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem
hidrologi yang dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) sebagai masukan ke dalam
sistem. DAS mempunyai karakteristik yang spesifik yang berkaitan erat dengan
unsur-unsur utamanya, antara lain: jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi,
vegetasi, dan tata guna lahan.
2.2 Erosi
Erosi tanah didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya
tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh
pergerakan air, angin, dan atau es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi
terutama disebabkan oleh air hujan (Rahim 2003).
Menurut Arsyad (2006) erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor
iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia. Faktor iklim yang paling
-
4
berpengaruh terhadap erosi adalah intensitas curah hujan. Kecuraman dan panjang
lereng merupakan faktor topografi yang berpengaruh terhadap kadar lumpur.
Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yang terjadi adalah: luas
jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi dan luas
tanah berkedalaman rendah. Faktor vegetasi yang mempengaruhi aliran
permukaan dan erosi berlangsung melalui beberapa proses, sebagai berikut:
1. Intersepsi hujan untuk tajuk tanaman,
2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak,
3. Pengaruh akar dan kegiatan biologis yang berhubungan dengan stabilitas
struktur dan porositas tanah,
4. Transpirasi yang menyebabkan turunnya kandungan air tanah.
Menurut Morgan (1986) erosi dapat diklasifikasikan dalam enam bentuk,
sebagai berikut:
1. Erosi percikan, erosi yang terbentuk karena tanah yang terbawa oleh
percikan air hujan,
2. Erosi aliran permukaan, erosi yang terjadi karena aliran air yang mampu
membawa butir-butir tanah yang terdapat di permukaan,
3. Erosi aliran di bawah permukaan, erosi yang disebabkan oleh aliran air
yang terpusat pada terowongan-terowongan atau saluran-saluran air yang
terdapat di bawah permukaan tanah.
4. Erosi alur, erosi yang terjadi karena adanya aliran yang cukup keras
sehingga secara mendadak aliran air terhadang oleh benda yang ada di
kaki gunung.
5. Erosi selokan, merupakan kelanjutan dari erosi alur, akibat runtuhnya
terowongan atau saluran di bawah tanah, akibat terjadinya longsor yang
arahnya memanjang.
6. Erosi gerak massa tanah, erosi ini dapat berbentuk rayapan, longsoran,
runtuhan batu atau aliran lumpur.
-
5
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi erosi menurut Nurhayati
(1986) dapat diringkas dalam rumus berikut:
E = f ( C, T, V, S , H) ............... (1)
dimana:
C = faktor iklim S = faktor tanah
T = faktor topografi H = campur tangan manusia
V = faktor vegetasi f = fungsi tertentu
E = Erosi
Dalam rumus tersebut terdapat dua macam variabel, yaitu: (1) Faktor yang
mudah dikendalikan (manusia dan vegetasi) dan (2) Faktor-faktor yang sulit
dikendalikan oleh manusia secara langsung (iklim, topografi, dan sifat tanah
tertentu tetapi pengaruhnya secara tidak langsung dapat dimodifikasikan
manusia).
Sedangkan menurut Hardjowigeno (1995) faktor yang mempengaruhi
besarnya erosi yang terpenting,yaitu: curah hujan, tanah, lereng, vegetasi, dan
manusia.
Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan
disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan
kerusakan akibat erosi (Arsyad 2006).
Kekuatan menghancurkan tanah dari curah hujan jauh lebih besar
dibandingkan dengan kekuatan pengangkut dari aliran permukaan (Hardjowigeno
1995).
Selain curah hujan, berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi
yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah
tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-
sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi, yaitu: (1) Sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air dan (2)
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap disperse
dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan (Arsyad
2006).
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin
-
6
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan
kecuraman 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin
curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang demikian
memperbesar energi angkut air. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali
lebih curam maka banyaknya erosi per satuan luas menjadi 2,0-2,5 kali lebih
banyak (Arsyad 2006).
Pengaruh panjang lereng terhadap erosi bervariasi tergantung jenis tanahnya
(Baver 1959). Musgrave (1955) dalam Baver (1959) mengemukakan bahwa
pengaruh panjang lereng terhadap erosi tergantung intensitas hujan. Erosi
meningkat dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang
tinggi, tetapi erosi menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas
hujan yang rendah.
Menurut Seta (1987) tanaman dapat memperkecil erosi karena (1)
Intersepsi air hujan oleh tajuk tanaman (2) Pengurangan aliran permukaan (3)
Peningkatan agregasi tanah serta porositasnya dan (4) Peningkatan kehilangan air
tanah sehingga tanah cepat kering. Intersepsi air hujan oleh vegetasi
mempengaruhi jumlah air yang sampai ke tanah sehingga dapat mengurangi aliran
permukaan dan mempengaruhi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh ke
tanah (Arsyad 2006).
Menurut Arsyad (1980) banyak faktor yang menentukan apakah manusia
akan memperlakukan dan mempergunakan tanahnya secara bijaksana sehingga
menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka
waktu yang tidak terbatas, antara lain: (1) Luas tanah pertanian yang dapat
diusahakan, (2) Tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, (3) Harga hasil
pertanian, (4) Pasar dan sumber keperluan usaha tani, (5) Infrastrukstur dan
fasilitas kesejahteraan.
2.4 Metode Pendugaan Erosi
Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari
erosi lahan adalah persamaan Musgrave yang selanjutnya berkembang terus
menjadi persamaan yang sangat terkenal dan masih banyak digunakan sampai saat
ini, yang biasa disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). Model ini
-
7
dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith pada tahun 1965. Model USLE
dirancang untuk memprediksi rata-rata kehilangan tanah yang disebabkan oleh
aliran permukaan dalam jangka panjang pada daerah yang memiliki sistem
pengelolaan dan tanaman yang spesifik. Model ini juga dapat digunakan pada
lahan non pertanian (Wischmeier dan Smith 1978). Bentuk persamaannya adalah
sebagai berikut:
A = R . K . L . S . C . P.................(2)
dimana:
A : Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R : Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K : Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
L : Faktor panjang lereng
S : Faktor gradien kemiringan lereng
C : Faktor tanaman (vegetasi)
P : Faktor usaha-usaha pencegahan erosi (konservasi)
Penjelasan terhadap persamaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Faktor erosivitas hujan (R)
Asdak (2006) menyatakan tenaga pendorong yang menyebabkan
terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat yang lebih
rendah dikenal dengan istilah erosivitas hujan. Kemampuan air hujan
sebagai penyebab terjadinya erosi adalah bersumber dari laju dan
distribusi tetesan air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya
energi kinetik air hujan. Faktor erosivitas hujan merupakan hasil perkalian
antara energi kinetik (E) dari suatu kejadian hujan dengan intensitas hujan
maksimum 30 menit (I30). Indeks erosivitas hujan adalah nilai R yang
digunakan dalam USLE yaitu:
dimana:
100
30EIR ................................................................................................(3)
E : Energi kinetik (joule/m2/mm)
I30 : Intensitas hujan 30 menit maksimum
Nilai E dapat dihitung dari pencatatan hujan pada kertas pias
dengan rumus (Wischmeier dan Smith 1978):
E = 210 + 89 log I................................................................................... (4)
-
8
dimana:
I : Intensitas hujan (cm/jam)
Bila tersedia data curah hujan harian maka nilai erosivitas bulanan
(RM) dapat dihitung dengan menjumlahkan erosivitas hujan harian (RH)
selama satu bulan. Nilai RH dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
725,002727,0
467,22
h
h
R
RRH ......................................................................(5)
dimana:
Rh : Curah hujan harian (cm)
RH : Erosivitas hujan harian
Apabila data yang tersedia data curah hujan bulanan, maka nilai
harga erosivitas hujan bulanan (RM) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus Bols (1978) sebagai berikut:
RM = 6,119 (Rain)m1,21
. (Days)m-0,47
. (Max.P)m0,53
................................(6)
dimana:
RM : Erosivitas hujan bulanan
(Rain)m : Banyaknya hari hujan setiap bulan
(Days)m : Hujan harian maksimum (cm)
(Max.P) : Hujan harian maksimum rata-rata (cm)
Bila data jumlah curah hujan harian maksimum rata-rata (Max.P)m
dan banyaknya hari hujan tidak tersedia, maka nilai erosivitas hujan
bulanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain (1975) dalam
Bols (1978) sebagai berikut:
RM = 2,21 (Rain)m1,36
...............................................................................(7)
dimana:
RM : Erosivitas hujan bulanan
(Rain)m : Curah hujan bulanan (cm)
Nilai R (erosivitas hujan) setahun diperoleh dengan menjumlahkan
RM selama satu tahun.
-
9
2. Faktor erodibilitas tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang rata-
rata setiap tahun per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang
tanah tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi, lereng 9%
(5o), dan panjang lereng 22 meter (Hardjowigeno 1995).
Faktor erodibilitas tanah menunjukkan kekuatan partikel tanah
terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya
energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas tanah ditentukan oleh
karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas
infiltrasi, dan kandungan bahan organik serta bahan kimia tanah.
Beberapa metode penetapan nilai faktor erodibilitas tanah (K),
adalah sebagai berikut:
a. Melihat tabel penentuan nilai K dengan terlebih dahulu
mengetahui informasi jenis tanah.
b. Menggunakan nomograf erodibilitas tanah seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Nomograf ini disusun oleh
lima parameter yaitu % fraksi debu dan pasir sangat halus,
% fraksi pasir, % bahan organik, struktur tanah, dan
permeabilitas tanah (Poerwowidodo 1999).
c. Analisa laboratorium secara statis yang dirumuskan oleh
Wischmeier dan Smith (1978). Nilai erodibilitas tanah
yang didapatkan dari metode ini paling mendekati nilai K
aktual. Untuk tanah-tanah yang mengandung 70 % debu
dan pasir sangat halus, nomograf akan memberikan
persamaan:
35,2225,312101,2100 414,1 cbaMK .....(8) dimana:
K : Erodibilitas tanah
M : (% debu + % pasir sangat halus) (100-% liat)
Jika tidak tersedia data analisis pisahan-pisahan tanah, maka
penetapannya menggunakan kelas tekstur, dengan nilai M
untuk setiap kelas tekstur tersaji pada Tabel 1.
a : kode/ nilai % bahan organik ( =% C-organik x
1,724; Tabel 2)
-
10
24
Gambar 1 Nomograf erodibilitas tanah (K) (untuk satuan metric) (Wischmeier et.al., 1971 dalam Poerwowidodo 1999) 25
-
11
b : kode/ nilai struktur tanah (Tabel 3)
c : kode/ nilai permeabilitas tanah (Tabel 4)
Tabel 1 Nilai ukuran butir-butir tanah (M) untuk suatu kelas tekstur tanah Kelas Tekstur
(USDA) Nilai M
Kelas Tekstur
(USDA) Nilai M
Liat berat 210 Pasir 3035
Liat sedang 750 Lempung berpasir 3245
Liat berpasir 1213 Lempung liat berdebu 3770
Liat ringan 1685 Lempung berpasir 4005
Lempung liat berpasir 2160 Lempung 4390
Liat berdebu 2830 Lempung berdebu 6330
Lempung liat 2830 Debu 8245
Sumber: Purwowidodo 2002
Tabel 2 Nilai bahan organik (b) untuk setiap kisaran kandungan bahan organik
Pisahan Organik (%) Kelas Nilai
C-Organik Bahan Organik
< 1 5 >11,444 Sangat tinggi 4
Sumber: Purwowidodo 2002
Pengukuran persen organik di atas dilakukan dengan menggunakan metode
Walkley dan Black, dengan mengasumsikan 58% kandungan C-total tanah adalah
bahan organik. Nilai bahan organik diketahui melalui rumus:
B.O. Tanah (%) = C-Organik (%) x 1,724 ........................................................ (9)
Tabel 3 Nilai struktur tanah Tipe Struktur Nilai
Butiran sangat halus 1
Butiran halus 2
Butiran sedang dan kasar 3
Gumpal, lempeng, pejal 4
Sumber: Purwowidodo 2002
Tabel 4 Nilai permeabilitas tanah Kelas Permeabilitas Besaran Permeabilitas Tanah (cm/ jam) Nilai
Cepat >25,4 1
Sedang sampai cepat 12,7 25,4 2 Sedang 6,3 12,7 3 Lambat sampai sedang 2,0 6,3 4 Lambat 0,5 2,0 5 Sangat lambat < 0,5 6
Sumber: Purwowidodo 2002
3. Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili
pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang
-
12
lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi
dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan
lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam (Departemen Kehutanan
1998).
Penilaian faktor panjang lereng pada setiap satuan lahan
pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (Eyles 1968
dalam Departemen Kehutanan 1998) :
L = (Lo/22)0,5
..........................................................................................(10)
dimana :
L : Faktor panjang lereng
Lo : Panjang Lereng (m)
Penilaian faktor kemiringan lereng setiap satuan lahan
menggunakan persamaan (Epink 1979 dalam Departemen Kehutanan 1998) :
S =(s/9)1,4
................................................................................................(11)
dimana :
S : Faktor kemiringan lereng
s : Kemiringan lereng (%)
Menurut Wischmeier dan Smith (1978) dalam Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja (1992), faktor lereng dapat ditentukan dengan persamaan :
LS = (l/22)0,5
(0,065 + 0,045 S + 0,0065 S2)......................................... (12)
dimana :
l : Panjang lereng (m)
S : Kemiringan lahan (%)
Nilai LS dapat ditentukan menurut kemiringan lerengnya, yang
terlihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Penilaian faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Kemiringan Lereng (%) Nilai LS
0-5 0,25
5-15 1,20
15-35 4,25
35-50 9,50
>50 12,00
Sumber: Hardjowigeno dan Sukmana 1995
4. Faktor pengelolaan tanaman (C)
Faktor pengelolaan tanaman adalah rasio rata-rata kehilangan tanah
dari tahun yang ditanami dengan pengelolaan tertentu terhadap rata-rata
-
13
kehilangan tanah yang diolah tanpa tanaman, pada tanah, lereng, dan curah
hujan yang sama. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan
pengelolaannya. Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan
tanaman/tumbuhan dapat dilihat pada tabel di bawah. Semakin baik
perlindungan permukaan tanah oleh tanaman pangan/ vegetasi, semakin rendah
tingkat erosi (Departemen Kehutanan 1998).
Tabel 6 Besaran faktor C untuk aneka bentuk pengelolaan tanaman/ tumbuhan
No Macam Penggunaan Besaran Faktor C
1 Tanah bera tanpa tanaman 1
2 Sawah irigasi 0,01
3 Sawah tadah hujan 0,05
4 Tegalan,tanaman tidak spesifik 0,7
5 Rumput Brachiaria
Tahun pertama 0,3
Tahun kedua 0,02
Tahun ketiga 0,002
6 Ubikayu 0,8
7 Jagung 0,64
8 Padi gogo, tegalan lahan kering 0,5
9 Kacang-kacangan 0,6
10 Kacang gogo 0,16
11 Kacang tanah 0,452
12 Kedelai 0,399
13 Sorgum 0,242
14 Sereh wangi 0,434
15 Kentang 0,4
16 Pisang 0,6
17 Tebu 0,2
18 Talas 0,85
19 Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi
Kerapatan tinggi 0,1
Kerapatan sedang 0,3
Kerapatan rendah 0,5
20 Tanah perkebunan dengan penutup tanah (permanen)
Kerapatan tinggi 0,1
Kerapatan rendah 0,5
21 Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama 0,3
22 Kopi dengan penutup tanah 0,2
23 Tanaman bumbu (cabai, jahe) 0,9
24 Perladangan berpindah 0,4
-
14
Tabel 6 Lanjutan
No Macam Penggunaan Besaran Faktor C
25 Kolam ikan
0,001
26 Lahan kritis, tanpa vegetasi 0,95
27 Semak belukar/ padang rumput 0,3
28 Hutan, hutan alami (primer) berkembang baik
Serasah tinggi 0,001
Serasah rendah 0,005
29 Hutan produksi
Tebang habis 0,5
Tebang pilih 0,2
30 Kebun produksi (penutup tanah jelek)
Karet 0,8
Teh 0,5
Kelapa sawit 0,5
Kelapa 0,5
31 Sorgum-sorgum (terus-menerus) 0,341
32 Padi gogo - jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dari 10-
20 ton/ha pupuk kandang 0,03
33 Padi gogo tumpang sari jagung + ubi kayu dirotasikan
dengan kedelai/ kacang tanah 0,421
34 Padi gogo - jagung + mulsa jagung 0,183
35 Padi gogo - jagung (dalam rotasi) 0,209
36 Pemukiman 0,6
37 Alang-alang, permanen 0,021
38 Alang-alang, dibakar satu kali 0,2
39 Semak, lamtoro 0,51
40 Sengon dengan semak campuran 0,012
41 Sengon tanpa tanaman bawah 1
42 Kentang ditanam mengikuti lereng 1
43 Kentang ditanam mengikuti kontur 0,35
44 Bawang ditanam dalam kontur 0,08
45 Pohon tanpa semak 0,32
46 Ubikayu, tumpang sari dengan kedelai 0,181
47 Ubikayu, tumpang sari dengan kacang tanah 0,195
48 Ubi kayu + sorghum (tumpang sari) 0,345
49 Padi gogo + sorgum (tumpang sari) 0,417
50 Kacang tanah + kacang gude (tumpang sari) 0,495
51 Kacang tanah + kacang tunggak (tumpang sari) 0,571
52 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049
-
15
Tabel 6 Lanjutan
No Macam Penggunaan Besaran Faktor C
53 Padi gogo + mulsa jerami 4 ton/ ha 0,096
54 Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ ha 0,128
55 Kacang tanah, mulsa Clotalaria sp 3 ton/ ha 0,136
56 Kacang tanah, mulsa kacang tunggak 0,259
57 Kacang tanah, mulsa jerami 2 ton/ ha 0,377
58 Padi gogo, mulsa Clotalaria sp 3 ton/ ha 0,387
59 Padi gogo-jagung-ubi kayu, mulsa jerami 6 ton/ha, setelah
padi ditanami kacang tanah 0,790
60
Padi gogo - jagung - kacang tanah dalam rotasi, dengan sisa
tanaman jadi mulsa
0,347
61 Padi gogo - jagung - kacang tanah dalam rotasi 0,496
62 Padi gogo + jagung + kacang tanah (dalam rotasi dengan
mulsa tanaman) 0,357
63 Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpang sari) 0,588
Sumber: Pusat Penelitian Tanah dalam Arsyad (1989), Asdak (1985), dan Sutrisno
(2002)
5. Faktor usaha pencegahan erosi/ konservasi lahan (P)
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah
nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi
tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi.
Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip,
pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah satu
yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi. Beberapa nilai faktor P
untuk berbagai tindakan konservasi diberikan dalam tabel berikut ini (Suripin
2002).
Tabel 7 Besaran faktor P untuk aneka teknik konservasi tanah No Teknik Konservasi Tanah Besaran P
1 Teras bangku 0,370
- sempurna 0,040
- sedang 0,150
- jelek 0,350
2 Teras tradisional 0,400
3 Padang rumput (permanent grass field)
- bagus 0,040
- jelek 0,400
4 Hill side ditch atau field pits 0,300
5 Pertanaman garis tinggi
- dengan kemiringan 0-8% 0,500
- dengan kemiringan 9-20% 0,750
- dengan kemiringan >21% 0,900
Tabel 7 Lanjutan
-
16
No Teknik Konservasi Tanah Besaran P
6 Mulsa jerami yang digunakan
- 6 ton/ ha/ tahun 0,300
7
- 3 ton/ ha/ tahun 0,500
- 1 ton/ ha/ tahun 0,800
Tanaman perkebunan
- dengan penutup tanah rapat 0,100
8
9
- dengan penutup tanah sedang 0,500
Reboisasi dengan penutup tanah pada tahun awal 0,300
Pertanaman baris jagung-kacang tanah dan sisa tanaman dijadikan
mulsa 0,050
10 Jagung - kedelai dan sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087
11 Jagung mulsa jerami padi 0,080 12 Padi gogo kedelai, mulsa jerami 4 ton/ ha 0,193 13 Kacang tanah kacang hijau 0,730 14 Kacang tanah kacang hijau mulsa jerami 0,013 15 Padi gogo jagung kacang tanah + mulsa 0,267 16 Jagung + padi gogo + ubi kayu + kacang tanah, sisa tanaman dijadikan
mulsa 0,159
17 Teras gulud: padi jagung 0,013 18 Teras gulud: sorghum - sorghum 0,041
19 Teras gulud: ketela pohon 0,063
20 Teras gulud: jagung kacang tanah, mulsa + sisa tanaman dijadikan mulsa
0,006
21 Teras gulud: kacang tanah + kedelai 0,105
22 Teras gulud: padi jagung kacang tunggak, kapur 2 ton/ ha 0,012 23 Teras bangku: jagung ubi kayu/ kedelai 0,056 24 Teras bangku: sorghum sorghum 0,024 25 Teras bangku: kacang tanah kacang tanah 0,009 26 Teras bangku: tanpa tanaman 0,039
27 Serai wangi 0,537
28 Alang alang 0,021 29 Ubikayu 0,461
30 Sorghum sorghum 0,341
31
Clotalaria ussaramuensis
0,502
32 Padi gogo jagung 0,209 33 Padi gogo jagung mulsa jerami 0,083 34 Padi gogo jagung kapur 2 ton/ ha mulsa/ pupuk kandang 10 20
ton/ ha 0,030
35 Jagung + padi gogo + ubikayu kedelai/ kacang tanah 0,421 36 Jagung + kacang tanah kacang hijau mulsa 0,014 37 Strip Clotalaria sp sorghum sorghum 0,264 38 Strip Clotalaria sp kacang tanah ketela pohon 0,405 39 Strip Clotalaria sp padi gogo - kedelai 0,193 40 Strip rumput padi gogo 0,841
Sumber: Purwowidodo 2002
Selain metode USLE digunakan juga metode SLEMSA (Soil Loss
Estimation Model for South Africa). SLEMSA merupakan metode yang
digunakan sebagai upaya menyederhanakan model USLE berdasarkan perbedaan
batasan kuantitatif erodibilitas tanah. Model ini dirancang untuk mengurangi
-
17
kebutuhan biaya dan waktu kerja kajian petak ukur lapangan dalam menetapkan
nilai-nilai mandiri masing-masing faktor pengendali erosi tanah. Penetapan
parameter pengendali erosi tanah dengan model ini tetap berdasarkan pada kajian
satuan petak ukur yaitu (Poerwowidodo 1999):
Z = K . C . X ................................................................................................ (13)
dimana:
Z : nilai tengah prakiraan laju erosi tanah tahunan (ton/ha/tahun)
K : nilai tengah laju erosi tanah tahunan (ton/ha/tahun) dari petak
contoh baku berukuran 30 m x 10 m pada kemiringan 4,5%, terbuka
dan diketahui nilai erodibilitasnya
C : nilai perbandingan laju erosi tanah antara petak ukur bertanaman dan
petak ukur yang diberakan dalam keadaan tanpa penutup
X : perbandingan antara laju erosi tanah antara lapangan yang memiliki
panjang lereng dan kemiringan tertentu dengan laju erosi dari petak ukur.
Dengan semakin banyaknya data dan informasi yang dihasilkan dari
penelitian dan percobaan, para ahli konservasi tanah Amerika Serikat terus
melakukan penyempurnaan terhadap USLE, yang berakhir dengan
dikembangkannya RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation). Menurut
Poerwowidodo (1999) metode ini dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan-
kelemahan yang terdapat pada metode USLE dengan memperbaharui data dan
pendekatan baru, koreksi kelemahan-kelemahan USLE, dan penggunaan
teknologi baru yaitu teknologi berdasarkan komputer. Metode RUSLE ini
diterbitkan pertama kali pada bulan Desember 1992. Sejak pertama kali
dipublikasikan program RUSLE telah mengalami berbagai perubahan pada
perangkat lunaknya.
Pada kasus tertentu, terutama untuk daerah tangkapan air yang belum
diketahui besarnya komponen-komponen penyusun rumus USLE perlu
diupayakan cara prakiraan yang lebih sederhana tetapi masih dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya. Cara prakiraan erosi yang dimaksud adalah
dengan memanfaatkan data debit, muatan sedimen, berat jenis tanah di daerah
kajian, dan besarnya nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio, SDR).
Untuk selanjutnya prakiraan erosi dengan cara ini disebut prakiraan erosi metode
SDR.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan data debit dan
muatan sedimen di titik pengamatan (outlet) suatu DAS yang akan diperkirakan
-
18
tingkat erosinya. Data ini diusahakan dalam periode waktu yang cukup panjang
(tahunan). Umumnya, untuk mendapatkan data muatan sedimen dalam jangka
panjang dapat dibuat persamaan debit-sedimen (sediment-discharge rating curve)
dari data debit dan muatan sedimen yang tersedia di lokasi pengamatan tersebut,
data muatan sedimen untuk tahun-tahun berikutnya dapat dihitung dengan hanya
menggunakan data debit (Asdak 1995).
2.5 Sedimentasi
Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu
tempat yang tererosi. Sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh
suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat
atau berhenti disebut dengan sedimentasi (Arsyad 2006).
Menurut Manan (1976), sedimentasi adalah proses pengendapan dari bahan
organik dan nonorganik yang tersuspensi di dalam air dan diangkut oleh air.
Sedimen dimana partikelnya bergerak melayang dalam air yang dibawa oleh
aliran air disebut suspended load atau muatan melayang. Sedimen yang gerakan
partikel-partikelnya dengan cara menggelinding, bergeser dan melompat disebut
bed load atau muatan dasar.
Total erosi yang terjadi pada sebuah DAS dikenal sebagai gross erosion.
Akan tetapi tidak semua material yang tererosi dari DAS terbawa ke sungai,
tergantung dari kekuatan pengangkut dalam hal ini aliran permukaan. Jumlah total
material yang tererosi yang mampu menyelesaikan perjalanannya sampai ke hilir
(tempat pengamatan) dikenal sebagai sediment yield. Besarnya sediment yield
yang didapat dari pengukuran dapat dipergunakan untuk memperkirakan gross
erosion yang terjadi dalam suatu daerah pengaliran (Shen 1971).
Perbandingan antara jumlah sedimen yang dihasilkan suatu DAS terhadap total
jumlah erosi pada periode waktu yang sama disebut Nisbah Pelepasan Sedimen
(NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Nilai SDR diperlukan untuk
mengkonversi besarnya erosi hasil dugaan dari suatu wilayah DAS ke dalam hasil
sedimen, sehingga penentuan nilai tersebut merupakan tahapan kritik yang sangat
mempengaruhi keakuratan erosi bersih hasil dugaan (Morris dan Fan 1997).
Untuk memperkirakan besarnya erosi yang terjadi dalam DAS sebagai
berikut (Arsyad 2006):
-
19
SDR
QSE ...................................................................................................(14)
Nilai SDR diperoleh dari persamaan Auerswald (1992) dalam Arsyad (2006):
SDR = -0,02 + 0,385 A-0,2
................................................................................ (15)
dimana :
Qs = Laju sedimen (ton/ha/tahun)
E = Erosi total (ton/ha/tahun)
SDR = Nisbah pelepasan sedimen (Sediment Delivery Ratio)
A = Luas daerah tangkapan air (km2)
Secara khusus pengaruh luas DAS terhadap SDR dijelaskan oleh Robinson
(1979) dalam Arsyad (1989) bahwa semakin luas suatu DAS akan semakin
menurun SDR, tapi penurunannya tidak linear. Ditambahkan oleh Shen dan Julien
(1979) bahwa penurunan SDR terjadi secara linear dengan meningkatnya luas
areal drainase. Kondisi fisik DAS yang menentukan SDR sangat komplek dan
bervariasi untuk setiap DAS, pada daerah-daerah tertentu SDR pada suatu DAS
sangat ditentukan oleh adanya penghambat atau dataran di pinggir sungai (Morris
dan Fan 1997).
Williams dan Berndt (1972) dalam Suripin (2002) menunjukkan bahwa
besarnya sediment delivery ratio sangat bervariasi antara satu DAS dengan DAS
lainnya dan bervariasi dari tahun ke tahun. SDR tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor luas DAS tapi juga faktor-faktor lain, diantaranya geomorfologi, faktor
lingkungan, lokasi sumber sedimen, karakteristik relief dan kemiringan, pola
drainase dan kondisi saluran, penutup lahan, tata guna lahan, dan tekstur tanah.
Besaran SDR berkisar dari 0,1 sampai 1,0. SDR=1 berarti seluruh massa
tanah tererosi memasuki aliran air sungai dan hal itu mencerminkan kemampuan
lahan yang sangat rendah dalam mengendalikan erosi tanahnya (Purwowidodo
2002).
Hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi
di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu.
Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai
atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk. Hasil sedimen tergantung
pada besarnya erosi total di DAS/ Sub DAS dan tergantung pada transpor partikel-
-
20
partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/ Sub
DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang
mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu sistem DAS. Tidak
semua tanah akan tererosi di permukaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik
pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungan-
cekungan permukaan tanah, di kaki-kaki lereng dan bentuk-bentuk penampungan
sedimen lainnya. Oleh karenanya, besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi
mengikuti karakteristik fisik DAS/ Sub DAS (Asdak 1995).
2.6 Sistem Informasi Geografi (SIG)
Menurut Aronof (1989) mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG)
sebagai suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk
menangani data yang bereferensi geografi yang mencakup pemasukan,
manajemen data, manipulasi dan analisis serta pengembangan produk dan
percetakan.
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari
perangkat keras, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang
secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi. Peta menyajikan kumpulan data maupun informasi spasial mengenai
permukaan bumi untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Suatu peta
biasanya disajikan dalam bentuk lembaran dengan informasi secukupnya,
sedangkan data atribut yang lebih komplek disimpan terpisah dengan lembar peta
tersebut membentuk bank data. SIG dapat mempresentasikan mengenai dunia
nyata di atas layar monitor komputer sebagaimana lembaran peta. Sistem ini
merelasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasi-informasi
deskripsinya (atribut), sehingga pengguna dapat membuka peta dan menganalisa
informasinya secara langsung dan cepat sesuai tujuan. SIG menghubungkan
sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya di dalam satuan-satuan
yang disebut layer. Sungai, vegetasi, jalan, merupakan contoh-contoh layer.
Kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basis data SIG. Beberapa alasan
dalam pemakaian SIG, antara lain: (1) SIG menggunakan baik data spasial
maupun atribut secara terintegrasi hingga sistemnya dapat menjawab baik
-
21
pertanyaan spasial maupun non spasial-memiliki kemampuan analisis spasial dan
non-spasial, (2) SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan atau coverage data
spasial, (3) Menggunakan sistem komputer, data dalam jumlah besar dapat
dipanggil dengan kecepatan yang lebih tinggi dan lebih murah dibanding cara
manual, (4) SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualkan
data spasial berikut atributnya, mampu memanipulasi data spasial dan
mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan
berbagai tipe data dalam satu analisis dan (5) SIG dengan mudah dapat
menghasilkan peta-peta tematik yang merupakan turunan dari peta-peta yang lain
dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya (Prahasta 2001).
-
22
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yaitu Sub DAS Cipeureu yang
terletak di dalam kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, dan Sub DAS
Cibadak. Kedua lokasi tersebut terletak di Kecamatan Cibadak, Kabupaten
Sukabumi, pada bulan Mei sampai dengan 1 Agustus 2010.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
-
23
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. GPS Garmin 60 CSX
2. Ring sampel tanah
3. Botol ukuran 60 ml
4. Meteran
5. Oven
6. Desikator
7. Gelas ukur
8. Timbangan digital
9. Corong
10. Labu takar
11. Bola pimpong
12. Palu
13. Komputer, MS Excel 2007, MS Word 2007, Software Arcview 3.3,
alat alat tulis
14. Plastik
15. Kertas label
16. Kertas saring
17. Data spasial meliputi:
a. Peta digital topografi Hutan Pendidikan Gunung Walat skala
1:25000. Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung
Walat
b. Peta digital penutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat
skala 1:25000. Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung
Walat
c. Peta jenis tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1:
25000. Sumber: Manajemen Hutan Pendidikan Gunung Walat
d. Peta penutupan lahan Kabupaten Sukabumi skala 1:25000.
Sumber: Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten
Sukabumi
-
24
e. Peta jenis tanah Kabupaten Sukabumi skala 1:25000. Sumber:
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Sukabumi
f. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1209-121 Cibadak skala
1:25000. Sumber: Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis data
Data yang dikumpulkan adalah:
1. Data curah hujan
2. Data debit aliran sungai
3. Data konsentrasi sedimen aliran
4. Data sifat fisik tanah
5. Data kemiringan lereng
6. Data penggunaan lahan dan konservasi tanah
7. Data batas wilayah Sub DAS
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
1. Data curah hujan
Data curah hujan didapat dari stasiun curah hujan Sekarwangi. Data curah
hujan yang digunakan yaitu data curah hujan tahunan (tahun 2005 sampai dengan
tahun 2009).
2. Data debit aliran sungai
Debit aliran sungai di titik patusan (outlet) Sub DAS Cipeureu diukur secara
tidak langsung dengan mengukur kecepatan aliran dan luas penampang basah titik
patusan. Luas penampang di titik patusan Sub DAS Cipeureu menggunakan luas
penampang basah flume, sedangkan di Sub DAS Cibadak menggunakan luas
penampang basah sungai alami.
Kecepatan aliran sungai diukur secara manual dengan menggunakan
pelampung bola pimpong dan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, yaitu
pukul 07.00, pukul 12.00 dan pukul 17.00. Langkah-langkah pengukuran yaitu
sebagai berikut:
-
25
a. Bola pimpong dilemparkan beberapa meter di sebelah pangkal flume (Sub
DAS Cipeureu) dan pangkal sungai yang telah ditentukan (Sub DAS
Cibadak), kemudian gerakannya diikuti
b. Mencatat waktu yang diperlukan oleh aliran untuk menghanyutkan
pelampung mulai dari pelampung melewati garis pertama hingga garis
terakhir (hilir)
c. Pengukuran kecepatan aliran tersebut dilakukan sebanyak tiga kali ulangan
pengukuran
Luas penampang basah sungai diukur dengan langkah sebagai berikut:
a. Menentukan lokasi segmen aliran air yang akan diukur
b. Mengukur lebar aliran air dengan menggunakan meteran dengan cara
mengukur jarak dari satu dinding ke dinding lainnya tepat di permukaan
aliran air
c. Mengukur kedalaman segmen aliran
3. Data konsentrasi sedimen aliran
Konsentrasi sedimen aliran sungai diukur melalui pengukuran konsentrasi
sedimen contoh air. Pengambilan sampel air sungai dilakukan bersama-sama
dengan pengukuran debit, yaitu dilakukan setiap hari pada pukul 07.00, pukul
12.00 dan pukul 17.00. Langkah-langkah pengukuran kandungan sedimen aliran
dilakukan sebagai berikut:
a. Mengambil contoh air di titik/ lokasi yang telah ditentukan, yaitu di bagian
tengah aliran dan diambil dari jeluk bagian tengah, sebanyak 60 ml.
b. Menyaring contoh air dengan menggunakan kertas saring yang
sebelumnya kertas tersebut sudah dioven selama 2 jam pada suhu 105 0
C dan diketahui beratnya (berat awal). Disaring sampai benar-benar tidak
ada airnya lagi.
c. Mengeringkan sedimen yang tersaring tersebut menggunakan oven listrik
dengan suhu 1050 C selama 24 jam.
d. Setelah dikering oven selama 24 jam, sedimen didiamkan sesaat dengan
memasukkan ke dalam desikator, kemudian ditimbang untuk mengetahui
berat kering sedimen.
-
26
4. Data sifat fisik tanah
Sifat fisik tanah yang diukur meliputi:
a. Kerapatan bongkah (bulk density)
b. Porositas
c. Kadar air pada retensi 1 pF, 2 pF, 2.54 pF, 4.2 pF
d. Pori drainase
e. Jumlah air tersedia
f. Permeabilitas
g. C-organik
h. Tekstur tanah.
Data sifat fisik tanah point (a)-(f) didapat dari hasil analisis data contoh
tanah tidak terganggu (undisturbed soil samples) . Contoh tanah diambil dengan
menggunakan ring sample untuk mewakili kedalaman 0-15 cm. Sedangkan sifat
fisik tanah poin (g) dan (h) didapat dari hasil analisis data contoh tanah terganggu
(disturbed soil samples) di titik pengambilan yang sama dengan titik pengambilan
contoh tanah terganggu. Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan
perbedaan kelas kemiringan lahan.
Jumlah contoh tanah yang diambil sebanyak 8 contoh dari Sub DAS
Cipeureu dan 4 contoh dari Sub DAS Cibadak. Selanjutnya contoh tanah yang
telah diambil dianalisis sifat fisik tanahnya di Laboratorium Fisika Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
5. Data kemiringan lereng
Data kemiringan lereng di dua lokasi pengamatan diperoleh dari analisis
digital yang bersumber dari peta digital topografi Hutan Pendidikan Gunung
Walat skala 1:25000 dan peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 1209-121 Cibadak
skala 1:25000.
6. Data penggunaan lahan dan konservasi tanah
Data penggunaan lahan dan konservasi lahan didapat dari peta digital
tutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat skala 1:25000, peta tutupan lahan
Kabupaten Sukabumi, wawancara dan studi literatur.
-
27
7. Data batas wilayah sub DAS
Data batas wilayah sub DAS Cipeureu dan sub DAS Cibadak didapat
dengan menggunakan software ArcView versi 3.3. Tahapan pembuatan batas
wilayah sub DAS sebagai berikut:
a. Persiapan data (Generating DEM dari data kontur)
Langkah yang dilakukan dalam persiapan data adalah sebagai berikut:
1. Mengaktifkan program ArcView
2. Mengaktifkan Extension Spatial Analyst
Untuk mengaktifkan Extension Spatial Analyst, pilih menu File
Ekstension, kemudian pilih Extension Spatial Analyst
3. Menampilkan data spasial yang akan dianalisis.
Buat New View, lalu tampilkan data kontur yang akan dianalisis.
Gambar 3 Kontur Kecamatan Cibadak.
4. Membangun Digital Elevation Model (DEM) dari data spasial yang
dianalisis, dengan cara menggunakan (mengklik) Sub Menu Create TIN
From Features dalam Menu Surface
-
28
Gambar 4 Triangulated Irregular Network (TIN) dari shapefile.
5. Membuat Digital Elevation Model (DEM) dalam GRID berdasarkan
DEM TIN, dengan cara menggunakan Sub Menu Convert to Grid
dalam Menu Theme, kemudian menentukan spesifikasi output Grid.
Gambar 5 Digital Elevation Model (DEM) dalam bentuk grid.
b. Generalisasi jaringan sungai
Jaringan sungai digenerating dengan menggunakan Extension AVSWAT
2000 Blackland Research Center- Ver.1.0.
-
29
Gambar 6 Halaman depan tampilan software ArcView SWAT.
Langkah yang dilakukan:
1. Menampilkan data (dalam bentuk DEM Grid) yang akan dibangun
jaringan sungai
Gambar 7 Kolom pengisian data yang akan ditampilkan.
2. Mengecek DEM Properties, lakukan Modifikasi Projection dengan
memilih Custom Projection.
Untuk Projection Properties:
Category : UTM 1983
-
30
Type : Zone 48
Gambar 8 Menu dan kolom pengisian proyeksi.
3. Memilih apply untuk melakukan preprocessing pada DEM untuk
mengisi Sinks yang ditemukan. (Sinks merupakan sebuah nilai yang
salah, yang lebih rendah dari nilai sekitarnya sehingga air yang
mengalir ke dalamnya tidak bisa mengalir ke luar. Untuk itu lubang-
lubang tersebut harus diisi).
4. Mendefinisikan jaringan sungai yang diinginkan dengan memasukkan
angka pada Threshold Area yang ada dalam tampilan window
Gambar 9 Kolom pengisian angka untuk menentukan jaringan sungai.
5. Memilih apply maka akan terbentuk jaringan sungai berikut outletnya di
tiap-tiap sub basin
-
31
Gambar 10 Jaringan sungai beserta outlet di tiap Sub DAS di
Kecamatan Cibadak
c. Generalisasi batas DAS dan Sub DAS
Langkah- langkah yang dilakukan:
1. Mendefinisikan DAS yang akan dibatasi dengan memilih (select) salah
satu outlet (Whole Watershed Outlet)
2. Daerah Aliran Sungai bisa dideliniasi berikut jaringan sungai yang ada
di dalamnya
Gambar 11 Batas Sub DAS Cipeureu beserta jaringan sungai.
-
32
3.4 Pengolahan Data
3.4.1 Transformasi hujan - debit aliran
Transformasi hujan-limpasan dihitung dengan persamaan:
RQR dP bd QQQ ...(17)
dimana:
RP = Respon hidrologi terhadap hujan
R = Curah hujan (mm)
Q = Limpasan total(m3/detik)
Qd = Limpasan langsung (m3/detik)
Qb = Limpasan dasar (m3/detik)
Debit aliran dihitung dengan persamaan berikut:
VAQ .................................................................................................(18)
dimana:
Q = Debit aliran (m3/detik)
A = Luas penampang melintang (m2)
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
Transformasi hujan - limpasan di kedua Sub DAS dianalisis dari:
1. Hyetograph dan hydrograph
2. Hujan netto (hujan yang menjadi debit, % debit thd CH)
3. Ratio Qmax/Qmin
4. Diagram pencar dan regresi curah hujan dengan debit
3.4.2 Muatan sedimen
Muatan sedimen harian dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
QCsQs ...................................................................................................(19)
dimana:
Qs = Debit sedimen (gr/detik)
Cs = Konsentrasi sedimen contoh air (mg/l)
Q = Debit aliran air sungai (m3/ detik)
3.4.3 Pendugaan laju erosi dengan metode USLE
Laju erosi permukaan tahunan diduga dengan menggunakan USLE yaitu
persamaan (2), (7), (8),(9), Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel
7.
-
33
3.4.4 Perhitungan erosi dengan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment
Delivery Ratio)
Perhitungan Nisbah Pengangkutan Sedimen (Sediment Delivery Ratio)
menggunakan persamaan (15) dan (16).
3.4.5 Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan berdasarkan laju erosi tahunan rata-
rata dan kedalaman tanah. Klasifikasi TBE mengacu pada klasifikasi Departemen
Kehutanan (1998) sebagimana disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Klasifikasi tingkat bahaya erosi
Solum (cm) Kelas Bahaya Erosi
I II III IV V
Laju Erosi Tanah (ton/ ha/ tahun) < 15 15 60 60 - 180 180 480 > 480
Tebal (> 90) SR R S B SB
Sedang (60 - 90) R S B SB SB
Tipis (30 - 60) S B SB SB SB
Sangat tipis (
-
34
BAB IV.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Sub DAS Cipeureu terletak di dalam kawasan Hutan Pendidikan Gunung
Walat Sukabumi. Secara geografis Sub DAS Cipeureu terletak antara 654'00"
654'02" LS dan 106
48'02" 10649'00" BT. Secara administrasi pemerintahan
terletak di wilayah Desa Batununggal dan Hegarmanah, Kecamatan Cibadak,
Kabupaten Sukabumi. Luas Sub DAS Cipeureu adalah 17,97 ha atau sekitar 5%
dari luas hutan pendidikan Gunung Walat. Sub DAS Cipeureu merupakan sub
DAS ordo-2, terdiri dari 2 sub-sub DAS ordo-1, yaitu Cipeureu I dan Cipeureu II.
Luas kedua sub DAS tersebut masing-masing seluas 8,3 ha dan 9,6 ha.
Secara geografis Sub DAS Cibadak terletak antara 653'71" 654'27" LS
dan 10648'18" 10649'34" BT. Secara administrasi pemerintahan terletak di
wilayah Desa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi dengan
luas 5,28 hektar. Sub DAS Cibadak merupakan Sub DAS ordo 1 dan sungainya
bermuara di Sungai Ciheulang.
4.2 Iklim
Iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Sub DAS Cibadak menurut
Klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan dengan nilai Q
(persentase rata-rata bulan kering terhadap bulan basah) sebesar 14,3% 33% dan
banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 4400 mm. Suhu udara
maksimum di siang hari 29 C dan minimum 19 C di malam hari (Rencana
Pengembangan HPGW 2009 2013 dan Profil Kecamatan Cibadak 2005).
Berdasarkan perhitungan data curah hujan selama 5 tahun (2005-2009),
iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Sub DAS Cibadak termasuk tipe B
klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan nilai Q sebesar 30% dan rata-rata
hujan tahunan sebesar 2124,5 mm/tahun.
4.3 Hidrologi
Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan sumber air bersih yang
penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan. Sungai-sungai
mengalir dari bagian utara ke selatan HPGW, antara lain: Sungai Cipeureu,
-
35
Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar yang airnya mengalir
sepanjang tahun. Sub DAS Cipeureu merupakan sub DAS ordo-2, terdiri dari 2
sub-sub DAS ordo-1 yaitu Cipeureu I dan Cipeureu II. Sungai Cipeureu termasuk
sungai perenial yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan Sub DAS Cibadak
termasuk sub DAS ordo-1 yang merupakan cabang sungai Ciheulang.
4.4 Topografi Lapangan
Sub DAS Cipeureu terletak di lereng selatan Gunung Walat, dengan kondisi
lapangan yang miring dari utara ke selatan dan bergelombang dari barat ke timur.
Kemiringan lerengnya berkisar dari datar sampai curam. Secara geografis areal
tersebut berada di ketinggian 500-661 meter di atas permukaan laut.
Sub DAS Cibadak terletak di lereng Utara Gunung Walat, dengan kondisi
lapangan yang miring dari selatan ke utara dan bergelombang dari barat ke timur.
Sub DAS Cibadak bertopografi datar sampai curam, berada di ketinggian 555-658
meter di atas permukaan laut. Penyebaran kelas kemiringan lahan di Sub DAS
Cipeureu dan di Sub DAS Cibadak disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Penyebaran luas areal Sub DAS Cipeureu HPGW dan Sub DAS Cibadak
berdasarkan kelas kemiringan lahan
No Kelas Kemiringan*
Sub DAS Cipeureu Sub DAS Cibadak
Luas **
LS
* Luas
**
LS*
(ha) (%) (ha) (%)
1 Datar (0- 5%) 5,72 31,8 0,25 0,07 1,3 0,25
2 Landai ( 5-15%) 2,87 16,0 1,2 0,84 15,9 1,2
3 Sedang (15-35%) 8,32 46, 3 4,25 4,01 76,0 4,25
4 Curam (35-50%) 1,06 5,9 9,5 0,36 6,8 9,5
5 Sangat Curam (>50%) 0 0 12 0 0 12
Total 17,97 100 5,28 100
Sumber: *Hardjowigeno dan Sukmana 1995
**Hasil analisis digitasi
4.5 Jenis Tanah dan Geologi
Menurut peta geologi lembar Bogor, Gunung Walat dan sekitarnya
dibangun oleh batuan sedimen tersier bawah (oligosen) yang terdiri dari batu pasir
kwarsa berlapisan silang konglomerat bermassa dasar kuarsa, lempung karbonan,
lignin dan lapisan arang tipis. Formasi ini mempunyai ketebalan antara 100 m
sampai 1373 m. Dalam formasi ini tidak ditemukan fosil-fosil marin, tetapi
dijumpai sisa-sisa tanaman. Formasi napal batu asih menutupi batu pasir kuarsa
-
36
secara selaras, di beberapa tempat daerah ini ditemukan banyak fosil globigerina
oligosin (Effendi 1974 dalam Manan, dkk1991).
4.5.1 Tanah Sub DAS Cipeureu
Hasil analisa mineralogi tanah oleh Manan, dkk (1991) menunjukkan bahwa
susunan mineral pasir total didominasi oleh kuarsa penuh, diikuti adanya sanidin.
Hal ini menunjukkan bahwa bahan induk tanah di Sub DAS Cipeureu berasal dari
batuan sedimen tua (tersier) bersifat masam. Cadangan mineral umumnya rendah,
kecuali di beberapa tempat, yang banyak dipengaruhi bahan-bahan volkan, yang
diduga berasal dari Gunung Pangrango. Komplek liatnya didominasi oleh tipe liat
kaolinit, haulisit yang memiliki daya menahan hara dan air rendah. Jenis tanah
yang terdapat di Sub DAS Cipeureu adalah tanah latosol dan tanah podsolik.
Latosol merupakan tanah yang tergolong cukup baik jika dilihat dari sudut
kimia fisik yang berhubungan langsung dengan penggunaan praktis di lapangan.
Sifat gembur, struktur ramah dan tekstur liat dengan kadang-kadang berdebu atau
berlempung merupakan cirri khas baiknya sifat fisik. Sifat kimia, pH H20 berkisar
antara 4,4 sampai 4,9; kapasitas tukar kation (KTK) berkisar antara 14,6 sampai
24,5 mendukung adanya pendominasian tipe liat 1:1. Rata-rata kejenuhan basa
pada lapisan olah tergolong sedang (F=30); C-organik pada lapisan olah cukup
yaitu rata-rata lebih dari 2,5%; sedangkan rata-rata N-total di lapisan olah
tergolong sedang (lebih dari 0,2%). Permeabilitas tanah lapisan atas rata-rata 2,91
cm/jam, sedangkan tanah sub.soil rata-rata permeabilitasnya adalah 2,01 cm/jam.
Padanan nama tanah seperti ini dalam sistem taksonomi (USDA 1975) adalah
Tropohumult.
Tanah podsolik adalah yang paling luas penyebarannya di Indonesia.
Perbedaan utama dengan latosol adalah kedalaman tanah podsolik ini umumnya 1
meter. Sifat morfologi tanah dari profil F2 sukar dibedakan dengan latosol, tetapi
sifat kimia-fisiknya memiliki beberapa data yang mendukung podsolik. Sifat
tersebut diantaranya adalah permeabilitas yang lambat, yaitu untuk lapisan top
soil sebesar 0,78 cm/jam, sedangkan untuk lapisan sub soil sebesar 0,009 cm/jam.
Pada horison A berkadar C-organik 2,5 % dengan nilai nisbah C dan N lebih dari
12 (C/N=14,5)sehingga khusus untuk profil F2 dalam klasifikasi Dudal
Soepraptohardjo (1957) tergolong Latosol-Podsolik.
-
37
4.5.2 Tanah Sub DAS Cibadak
Jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Cibadak adalah tanah podsolik.
Tanah podsodik dinilai yang paling dominan dan terdapat pada bagian tengah
kearah barat kecamatan Cibadak. Jenis tanah ini adalah tanah yang berasal dari
bahan liat dengan solum dalam dan disertai dengan batas antar lapisan jelas (Profil
Kecamatan Cibadak 2005).
4.6 Tutupan Lahan
Tutupan lahan Sub DAS Cipeureu terdiri dari : tegakan pinus (Pinus
merkusii), agathis (Agathis lorantifolia), puspa (Schima walichii), dan lahan
kosong. Sedangkan tutupan lahan Sub DAS Cibadak seluruhnya berupa lahan
terbuka. Komposisi keadaan penutup tanah oleh tajuk pada Sub DAS Cipeureu
seperti tertera pada Tabel 10 di bawah ini:
Tabel 10 Luas penutupan lahan Sub DAS Cipeureu berdasarkan kelas
kemiringan lahan
No Jenis Tutupan Lahan Kelas Kemiringan (%)
Luas (ha) 0-5 5-15 15-35 35-50
1 Agathis + Puspa - 0,57 0,44 0,14 1,15
2 Pinus 0,10 0,31 1,29 0,09 1,79
3 Pinus+Mahoni - - 0,06 - 0,06
4 Puspa 0,96 2,00 9,95 0,77 13,67
5 Lahan Kosong 0,17 - 1,07 0,06 1,30
Total 1,22 2,87 12,81 1,06 17,97
Sumber: -Peta tutupan lahan Hutan Pendidikan Gunung Walat
-Hasil analisis digitasi
-
38
BAB V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Curah Hujan
Curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran
di stasiun curah hujan Sekarwangi selama periode Januari 2005 - Juli 2010
disajikan dalam Gambar 12.
Gambar 12 Grafik curah hujan bulanan Sub DAS Cipeureu dan Cibadak Januari
2005-Juli 2010.
Statistik curah hujan yang tercatat di stasiun curah hujan Sekarwangi
menunjukkan rata-rata curah hujan selama 5 tahun sebesar 2124,5 mm/thn dengan
curah hujan tahunan maksimum terjadi pada tahun 2008 sebesar 2721 mm/thn dan
curah hujan tahunan minimum terjadi pada tahun 2006 sebesar 1365 mm/thn.
Hasil klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson memperlihatkan bahwa
Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak termasuk tipe B, dengan nilai Q
sebesar 30%, rata-rata bulan basah yaitu sebanyak 8 bulan dan bulan kering
sebanyak 2 bulan. Musim penghujan terjadi mulai bulan November sampai bulan
Februari dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember. Musim kemarau
terjadi mulai bulan Juli hingga bulan September, dengan bulan terkering terjadi
pada bulan Agustus.
Data curah hujan selama 5 tahun yang diperoleh dari stasiun hujan
Sekarwangi disajikan dalam Lampiran 1. Sedangkan data hujan selama
pengamatan disajikan dalam Lampiran 2.
5.2 Transformasi Hujan - Debit Aliran
Hyetograph dan hidrograph Sub DAS Cipeureu dan Sub DAS Cibadak
disajikan dalam Gambar 13 (debit total) dan Gambar 14 (debit langsung). Data
selengkapnya hasil pengukuran hujan dan debit total di kedua lokasi selama
-
39
pengamatan disajikan dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4. Statistik hujan dan
debit langsung di kedua Sub DAS disa