ANALISIS KINERJA SDM DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI … · kesejahteraan petani di daerah pedesaan...
Transcript of ANALISIS KINERJA SDM DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI … · kesejahteraan petani di daerah pedesaan...
13
14
ANALISIS KINERJA SDM DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS
WIRAUSAHA AGRIBISNIS UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
PETANI DI DAERAH KOTA PAGARALAM PROPINSI SUMATERA SELATAN
Marko Ilpiyanto,S.E.,M.M.
ABSTRAK
Dengan makin meningkatnya peran serta anggota koperasi dalam kegiatan usaha
koperasinya, maka dapat memberikan kontribusinya pada peningkatan kesejahteraan
anggota. Dengan demikian, anggota termotivasi untuk berperan serta aktif pada
koperasinya karena merasakan adanya kemanfaatan dan mendapatkan nilai tambah
dari keanggotaannya itu, sehingga pada dirinya timbul rasa memiliki (sense of
belonging) dan dukungan pada koperasinya. Ada tidaknya anggota untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh kemampuan pengelolah untuk memberikan
bimbingan dan penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap anggota yang bersangkutan. Koperasi sebagai unit usaha di bidang agribisnis, secara umum mencakup bidang-
bidang usaha yang sangat luas yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan pada lima
komponen :Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan saprodi berupa alat-
alat dan mesin pertanian.Bidang usaha dalam produksi komoditas pertanian.Bidang usaha industri pengelolaan hasil (Agroindustri)Bidang usaha pelayanan
seperti:Perbankan, angkutan, asuransi dan penyimpanan. Koperasi juga
berfungsiuntuk :Mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti: penyediaan kredit, pembentukkan modal bersama melalui tabungan, penyediaan
saprodi, memasarkan produk, dsb.Memberikan kemudahan berupa pelatihan dan
pembinaan kepada pengusaha dalam usaha yang dilakukannya.Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam
menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan dengan pihak lain.
Kata Kunci : Analisis Kinerja SDM Dan Pemberdayaan Koperasi Berbasis
Wirausaha Agribisnis
1.1. Latar Belakang
Menurut Undang-undang Nomor
kekeluargaan. Adapun tujuan koperasi
adalah mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
25 Tahun 1992 koperasi adalah badan serta ikut membangun tatanan
usaha yang beranggotakan orang-seorang
atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
15
perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1946.
Dr. Moh. Hatta menyatakan bahwa
mengkoordinasikan
ketiga
pelaku
“bangsa Indonesia akan dapat mengangkat
dirinya ke luar dari lumpur, tekanan, dan hisapan, apabila ekonomi rakyat disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan
koperasi” (Nasution, 1999). Dalam
ekonomi, yaitu badan usaha milik negara,
swasta, dan koperasi. Kegiatan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangan
koperasi adalah dengan menggunakan
ketentuan hukum dan atau peraturan pernyataan ini jelas terkandung makna perundang-undangan yang berlaku
bahwa upaya untuk membangun dan
mengembangkan ekonomi rakyat dalam
wadah koperasi yang rasional dan
ekonomis merupakan suatu keharusan.
Pada saat ini, tidak sedikit pihak-
pihak yang memberikan penilaian dan
pernyataan bahwa koperasi belum berhasil
menunjukkan ciri keunggulannya sebagai
lembaga ekonomi milik rakyat. Hal ini
tampak jika dikaji, baik pada aspek
dirangkaikan dengan pengembangan
nasional. Disamping itu dukungan pemerintah dalam pemberdayaan dan
pengembangan koperasi diarahkan kepada
terwujudnya”keberhasilan koperasi” yang
dinyatakan dalam tingkat pertumbuhan koperasi (cooperative growth), besarnya
sumbangan koperasi sebagai pangsa pasar
(cooperative sharea), dan dampak koperasi (cooperative effect), dan
kemampuan organisasi dalam pengaruh koperasi (cooperative impact).
mengaplikasikan nilai-nilai dasar dan
prinsip-prinsip koperasi secara konsisten
Tidak berkembangnya sektor pertanian
dan wilayah pedesaan mengantarkan kita maupun pada aspek kemampuan pada kondisi yang semakin
menerapkan konsep-konsep manajemen
dan konsep-konsep ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan
iklim yang kondusif, berbagai peraturan
dan kebijakan dikeluarkan pemerintah, di
antaranya adalah dalam bentuk undang-
undang sebagai pengejewantahan dari
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
(sistem demokrasi ekonomi). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang
No.12 Tahun 1967 tentang Perkoperasian.
Selanjutnya, disusul dengan beberapa
peraturan pemerintah dan beberapa
instruksi presiden, yang pada dasarnya
mengkhawatirkan dimana dijumpai
fenomena enggan-nya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani
ini. Dalam konteks sistem agribisnis,
disamping sub-sistem on-farm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu
yaitu penyediaan input faktor maupun
yang di hilir yaitu pengolahan dan
pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service sub-
system). Aktivitas pada sub-sistem
penunjang ini mencakup pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, penelitian dan
pengembangan, permodalan dan asuransi,
pemerintah memberikan dukungan, advokasi serta pengadaan aspek legal
fasilitas, dan kemudahan bagi peraturan yang mendukung. Pada pemberdayaan
koperasi.
dan pengembangan umumnya, sub-sistem penunjang ini
ditafsirkan sebagai aktivitas yang
Dukungan atau keterlibatan seharusnya dijalankan oleh pemerintah. pemerintah dalam pemberdayaan dan
pengembangan koperasi pada dasarnya
merupakan perwujudan dari kedudukan dan peran pemerintah dalam sistem
demokrasi ekonomi Indonesia. Dalam
Karena tentunya petani secara perorangan
tidak akan mampu melakukan peran
tersebut. Dewasa ini tingkat kesejahteraan
petani terus menurun sejalan dengan
sistem ini, pemerintah berperan sebagai persoalan-persoalan klasik yang
regulator dalam pengembangan ekonomi nasional. Tugas dan tanggung jawab
pemerintah adalah menyelaraskan dan
dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di
tingkat produsen pertanian. Tingkat
menyeimbangkan serta
14
keuntungan kegiatan agribisnis selama ini
lebih banyak dinikmati oleh para pedagang
dan pelaku agribisnis lainnya di hilir
(Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu,
usaha di pedesaan dan pelaksana penuh
pemasaran produk agribisnis.
Ke depan pembangunan ekonomi harus
diperlukan kelembagaan ekonomi memulainya dari ekonomi pedesaan,
pedesaan yang mampu memberikan
kekuatan bagi petani. Salah satu kelembagaan tersebut adalah koperasi
agribisnis.
karena di pedesaan itu sebagian besar
penduduk mencari nafkah dari sektor pertanian. Untuk memajukan ekonomi di
daerah sebagai percepatan pembangunan
Untuk pembangunan ekonomi ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka pedesaan pemerintah daerah Popinsi
Sumatera Selatan telah mengembangkan
sektor pertanian berbasis agribisnis.
Program ini dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
di pedesaan. Dalam pengembangan
perlu dikembangkan koperasi sebagai
sokoguru perekonomian masyarakat.
Berkembangnya koperasi di daerah
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah
dan sekaligus meningkatkan ekonomi di
agribisnis masih ditemukan daerah pedesaan. Untuk itu perlu permasalahannya, antara lain: lemahnya
struktur permodalan dan akses terhadap
sumber permodalan; ketersediaan bahan
baku dan kontinuitasnya; terbatasnya
kemampuan dalam penguasaan teknologi;
lemahnya organisasi dan manajemen
usaha; dan kurangnya kuantitas dan
kualitas sumberdaya manusia. Salah satu
alternatif pemecahannya untuk mengatasi
masalah tersebut adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu
koperasi.Di Sumatera selatan terdapat 5
ribu lebih jumlah koperasi yang ada 10
persen diantaranya koperasi berkategori
tidak aktif. Karena menurut Kepala dinas
Koperasi dan UKM Sumatera Selatan
dilakukan suatu kajian yang dapat
memberikan masukan untuk kebijakan
pengembangan koperasi di daerah
Sumatera Selatan.
1.2. Rumusan masalah dalam penelitian
adalah :
Di berbagai negara, kehadiran
koperasi diakui dapat memberikan
kontribusi yang cukup berati dalam
pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Terlebih lagi negara-negara sosialis.
Koperasi telah memberikan peran yang
sangat signifikan dibandingkan dengan
pelaku ekonomi lainnya. Koperasi ini Adul Shobur 10 persen koperasi tersebut tidak aktif dalam operasional namun masih
diyakini
kesejahteraan
mampu
anggota,
mewujudkan
membuka
tetap tercatat dalam instansinya. kesempatan kerja, dan meningkatkan Jumlah koperasi di Sumatera Selatan pendapatan masyarakat. Kontribusi
yang tidak aktif tersebut masih dibawah
angka nasional yang sudah mencapai 24
persen. Saat ini banyak koperasi yang
hanya tinggal nama saja seperti contoh di Kota Pagaralam ada 134 koperasi tetapi
koperasi bukan saja pada ekonomi
melainkan juga berperan dalam dalam mengembangkan modal sosial, keadilan
dan tanggung jawab sosial, dan
pemerataan. Koperasi merupakan wadah yang aktif hanya 30 koperasi jadi pembelajaran demokrasi dan bagaimana sekarang ini kita pembangunan wilayah (masyarakat). memberdayakan koperasi supaya dengan
berdayanya koperasi di pedesaan bisa
mensejahterakan masyarakat. Karena
koperasi memegang peranan sangat penting pada kegiatan pemberdayaan
ekonomi masyarakat terutama di pedesaan.
Koperasi harus berfungsi sebagai badan
15
Disamping itu, koperasi memberikan peran
yang sangat strategis untuk mewujudkan kedamaian dan stabilitas sosial.
Koperasi adalah milik anggota,
yang jumlahnya cukup banyak, dan sekaligus juga menjadi pelanggan. Dalam
hal ini, keuntungan ekonomi yang
diperoleh anggota berupa nilai tambah
yang didapat pada waktu transaksi dengan
2. Bagaimana pemberdayaan
koperasi berbasis agribisnis
koperasinya, sehingga makin besar pula untuk meningkatkan nilai tambah yang diperolehnya. Oleh
karena sifatnyha itulah, koperasi harus
dianggap sebagai public firm, sehingga
pembinaannya pun harus menggunakan
paradigma supervise. Menyadari akan
adanya pengaruh globalisasi, yang
kesejahteraan petani di daerah
pedesaan propinsi Sumatera
Selatan ? 3. Kendala-kendala apa yang
dihadapi dalam pemberdayaan
koperasi berbasis agribisnis di
dicirikan antara lain oleh makin ketatnya untuk meningkatkan
persaingan dan mengingat strategisnya
posisi koperasi di indonesia
Koperasi di pedesaan kebanyakan
hanya koperasi simpan pinjam padahal
kesejahteraan petani di daerah
pedesaan propinsi Sumatera
Selatan ? 4. Bagaimana model percepatan
koperasi bisa menjadi pusat kegiatan
agribisnis yang tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan. Kegiatan unit usaha ini
akan menimbulkan multiplier efek
ekonomi dalam kehidupanmasyarakat.
Agribisnis sebagai unit usaha dapat
menciptakan peluang usaha dalam
pembangunan
pedesaan pengembangan
berbasis agribisnis ?
1.3. Tujuan Penelitian
ekonomi
melalui koperasi
kegiatan ekonomi pedesaan sehingga Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini
menyebabkan naiknya pendapatan adalah sebagai berikut : mayarakat
meningkatkan
yang pada akhirnya
kesejahteraan.
1. Mendiskripsikan
kinerja
Pemberdayaan koperasi secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu
menyelaraskan struktur perekonomian
nasional, mempercepat pertumbuhan
ekonomi nasional, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan
tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor
koperasi berbasis agribisnis untuk meningkatkan
kesejahteraan petani di daerah
pedesaan propinsi Sumatera Selatan
2. Mendiskripsikan pemberdayaan
koperasi berbasis agribisnis
riil, dan memperbaiki pemerataan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan
koperasi juga akan meningkatkan
pencapaian sasaran di bidang pendidikan,
kesehatan, dan indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia lainnya. Untuk itu
kesejahteraan petani di daerah
pedesaan propinsi Sumatera
Selata 3. Mengidentifikasikan kendala-
kendala yang dihadapi dalam tulisan ini akan mencoba menganalisis pemberdayaan koperasi bagaimana kinerja dan pemberdayaan
koperasi berbasis agribisnis. Maka secara
ringkas rumusan masalah yang dihadapi
dalam pembangunan koperasi berbasis
adalah sebagai berikut :
berbasis agribisnis untuk meningkatkan kesejahteraan
petani di daerah pedesaan
propinsi Sumatera Selatan 4. Memformulasi model
1. Bagaimana kinerja koperasi percepatan pembangunan berbasis agribisnis untuk ekonomi pedesaan melalui meningkatkan kesejahteraan petani di daerah pedesaan
propinsi Sumatera Selatan ?
16
pengembangan
berbasis agribisnis
koperasi
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat :
1. Untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama ilmu
manajemen agribisnis, ikut
serta memperkaya konsep
c. Harus mendapat persetujuan dari
Gubernur Jendral
d. Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi
yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda.
Namun setelah para tokoh Indonesia
pengembangan
khususnya
pemberdayaan berbasis agribisnis.
keilmuan,
dalam
koperasi
mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU Nomor 91 pada Tahun
1927, yang isinya lebih ringan dari UU no.
431 seperti :
2. Bagi pemerintah, sebagai
bahan pertimbangan dan
sumber informasi dalam
a. Hanya membayar 3 gulden untuk materai
b. Bisa menggunakan bahasa daerah
merencanakan
mengimplementasikan
dan c. Hukum dagang sesuai daerah masing- masing
pemberdayaan koperasi d. Perizinan bisa didaerah setempat
berbasis agribisnis di daerah
pedesaaan.
3. Bagi kalangan akademis dan peneliti lain, sebagai sumber
inspirasi dan bahan referensi
untuk penelitian lanjutan
Koperasi menjamur kembali
hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan
usaha koperasi untuk yang kedua kalinya.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan
khususnya pemberdayaan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini
koperasi berbasis agribisnis di
daerah pedesaan.
berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk
mengeruk keuntungan, dan
II.TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Pengertian Koperasi Koperasi diperkenalkan
di
menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi
di Indonesia mengadakan Kongres
Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari
Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di
Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit
dengan tujuan membantu rakyatnya yang
terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi
tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan
SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan
dijadikan tempat pusat perlawanan,
mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang
isinya yaitu :
a. Harus membayar minimal 50 gulden
untuk mendirikan koperasi
b. Sistem usaha harus menyerupai sistem
di Eropa
17
Koperasi Indonesia. Peran koperasi dalam
perekonomian Indonesia paling tidak dapat
dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
berbagai sektor, (2) penyedia lapangan
kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi
lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4)
pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga
neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil
dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu
menjadi fokus pembangunan ekonomi
nasional pada masa mendatang.
Pemberdayaan koperasi secara
sebenarnya tidak dikemudikan oleh cita-
tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan cita keuntungan (erwerbsprinzip),
akan mampu menyelaraskan struktur melainkan oleh cita-cita memenuhi perekonomian nasional, mempercepat keperluan bersama
pertumbuhan ekonomi nasional, (bedarfdeckungsprinzip).
mengurangi tingkat pengangguran terbuka, Setelah proklamasi peranan menurunkan tingkat kemiskinan, koperasi ditulis dalam konstitusi sehingga
mendinamisasi sektor riil, dan memiliki posisi politis strategis, kemudian
memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan koperasi juga
akan meningkatkan pencapaian sasaran di
bidang pendidikan, kesehatan, dan
pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan
koperasi, yang saat ini bernama Dekopin,
yang berarti tahun ini usia organisasi
indikator kesejahteraan masyarakat gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Indonesia lainnya.
Koperasi menurut Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian Bab I tentang Ketentuan
Umum, Pasal Ayat (1) Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang-
seorang atau badan hukum koperasi
Dengan modal pengalaman selama lebih
dari satu abad, dukungan politis dari
negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia
sudah bisa mapan sebagai lembaga
ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat.
Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi dengan melandaskan kegiatannya yang dengan landasan konstitusi pernah
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus didambakan sebagai “soko guru
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan; ayat
(2) Perkoperasian adalah segala sesuatu
yang menyangkut kehidupan koperasi;
ayat (3) Koperasi Primer adalah koperasi
yang didirikan dan beranggotakan orang-
perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti,
sehingga amat jauh ketinggalan dari
koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang
berkembang.
seorang; ayat (4) Koperasi Sekunder Perkembangan koperasi di
adalah koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan koperasi; ayat (5) Gerakan
Koperasi adalah keseluruhan organisasi
dan kegiatan perkoperasian bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita
bersama koperasi.
Indonesia pada masa sekarang banyak mengalami peningkatan. Jumlah koperasi
primer tingkat nasional mencapai 873 unit
dan koperasi sekunder menjadi 165 unit. Sedangkan total koperasi Indonesia yang
tersebar di seluruh Indonesia sebanyak
Menurut Internastional 149.793 Koperasi, jumlah yang tidak
Cooperative Alliance (ICA, 1995): Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
yang mandiri (autonomous) bersatu secara
sedikit. Secara Jumlah ini memang cukup luar biasa tetapi secara kualitas masih jauh
dibawah usaha-usaha kapitalis apalagi jika
sukarela untuk memenuhi kepentingan dibandingkan dengan koperasi bersama dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, dan aspirasi, melalui suatu badan
usaha (enterprise) yang dimiliki bersama dan dikontrol secara demokratis.
Menurut Hatta (1955): Koperasi
yang benar-benar koperasi (the ideal type
cooperative) adalah bentuk kerja sama dengan sukarela antara mereka yang sama
cita-citanya untuk membela keperluan dan
kepentingan bersama. Koperasi yang
18
internasional, selain itu pada tahun 2008
jumlah koperasi berkualitas mencapai
42.267. koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam
memakmurkan negara ini sejak zaman
penjajahan sampai sekarang. Hanya saja
perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi
pekembanganya tidak sepesat di negara –
negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal
yaitu:
1. Imej koperasi sebagai ekonomi kelas
dua masih tertanam dalam benak
orang – orang Indonesia sehingga,
menjadi sedikit penghambat dalam
partisipasi anggota tidak ada kontrol
dari anggota nya sendiri terhadap
pengurus. 4. Manajemen koperasi yang belum
profesional, ini banyak terjadi di
koperasi koperasi yang anggota dan
pengembangan koperasi menjadi unit pengurusnya memiliki tingkat
ekonomi yang lebih besar ,maju dan
punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2. Perkembangan koperasi di Indonesia
yang dimulai dari atas (bottom up)
tetapi dari atas (top down),artinya
koperasi berkembang di indonesia
bukan dari kesadaran masyarakat,
tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke
bawah. Berbeda dengan yang di luar
negeri, koperasi terbentuk karena
adanya kesadaran masyarakat untuk
pendidikan yang rendah. contohnya
banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak
sekali KUD yang bangkrut karena
manajemenya kurang profesional baik
itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun
finansialnya. Banyak terjadi KUD
yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana
bantuan dari pemerintah yang banyak
mengucur. Karena hal itu, maka KUD
banyak dinilai negatif dan disingkat saling membantu memenuhi Ketua Untung Duluan.
kebutuhan dan mensejahterakan yang
merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi
pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double
selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah
sehingga rakyat menjadi mengerti
akan manfaat dan tujuan dari koperasi. 3. Tingkat partisipasi anggota koperasi
masih rendah, ini disebabkan
sosialisasi yang belum optimal.
Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya
untuk melayani konsumen seperti
biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat
belum tahu esensi dari koperasi itu
sendiri, baik dari sistem permodalan
5. Pemerintah terlalu memanjakan
koperasi, ini juga menjadi alasan kuat
mengapa koperasi Indonesia tidak
maju maju. Koperasi banyak dibantu
pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap
bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun
tidak wajib dikembalikan. Tentu saja
ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja”
dan tidak mandiri hanya menunggu
bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan
seperti ini pula akan menjadikan
koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan
bantuan dengan sistem pengawasan
nya yang baik, walaupun dananya maupun sistem kepemilikanya. bentuknya hibah yang tidak perlu
Mereka belum tahu betul bahwa
dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak
berpartisipasi menyumbang saran
demi kemajuan koperasi miliknya
serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu
sangat rentan terhadap penyelewengan
dana oleh pengurus, karena tanpa
19
dikembalikan. Dengan demikian akan
membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu
bersaing.
Dengan melihat sejarah dan
perkembangan koperasi di Indonesia tersebut, kita diharapkan dapat terus
memajukan dunia perkoperasian di
Indonesia dengan pesat seiring dengan
perkembangan zaman. Dan tetap
mempertahankan citra koperasi sebagai
salah satu lembaga yang memajukan
dan informasi pasar serta akses ke lembaga
keuangan yang lemah, membuat petani
selalu menjadi bulan-bulanan pengusaha perkembangan
Indonesia.
perekonomian di penyedia sarana produksi dan para
tengkulak. Padahal, dari hasil penelitian
sudah jelas jika penghasilan dari on-farm
2.1.2. Koperasi Agribisnis Dewasa ini globalisasi telah
merubah masyarakat petani menjadi
masyarakat industri.
Perubahan ini sedikit banyak
agribusiness sangat rendah. Karena
lemahnya penanganan pascapanen, value
added (50-70%) usaha pertanian jadi dinikmati oleh pihak lain, dan bukan
petani.
menyebabkan pertanian Indonesia Dalam pemilihan varietas/ benih
cenderung terpinggirkan. Koperasi sebagai lembaga yang menjunjung nilai-nilai
keadilan dan kebersamaan, akan
memegang peran kritis terutama dalam membentuk dan menggerakkan perubahan-
perubahan dalam globalisasi, serta dapat
berjalan beriringan dengan pelaku
ekonomi masyarakat lainnya sehingga koperasi memegang peran kunci dalam
beberapa hal terutama untuk menciptakan
era globalisasi yang berkeadilan. Agribisnis diartikan sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari unsur-unsur
misalnya, akibat varietas/ benih yang ditanam berbeda-beda, membuat waktu
pemupukan maupun pengendalian hama/
penyakit yang berbeda di antara petakan- petakan petani. Dengan penyatuan areal,
pengendalian hama/ penyakit akan jauh
lebih efektif jika dilakukan serempak
dalam satu hamparan. Pengendalian individual petak-sepetak sawah tidak akan
banyak berhasil karena cuma mengusir
hama/ penyakit dari satu petak ke petak lain. Dengan penyatuan sawah menjadi
sebuah hamparan akan memungkinkan
kegiatan: (1) pra-panen, (2) panen, (3) dilaksanakannya prinsip-prinsip pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai
suatu sistem, kegiatan agribisnis tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling
menyatu dan saling terkait. Terputusnya
salah satu bagian akan menyebabkan
timpangnya sistem tersebut. Agribisnis
merupakan konsep yang memandang secara holistik kaitan antara berbagai
subsistem, yaitu on-farm agribusiness dan
off-farm agribusiness yang meliputi up-
stream agribusiness dan down-stream
agribusiness. On-farm agribusiness
manajemen input terpadu yang berintikan
pola just in time mulai dari turunnya
modal, tanam, pemupukan, panen hingga
pemasaran. Kecil sekali peluang harga jatuh ketika panen. Peluang semacam ini
tidak terjadi jika pemilihan varietas
dikoordinasi/ disatukan. Dalam pengadaan sarana produksi,
koperasi bisa menjadi titik distribusi dari
perusahaan/ BUMN pemasok sarana
produksi. Misalnya, benih dari PT Sang Hyang Seri, pupuk langsung dari gudang
meliputi semua aktivitas yang Pusri, pestisida langsung dari produsen/
berhubungan dengan subsistem produksi, formulator. Harganya pasti lebih murah. sedangkan up-stream agribusiness Ini sangat mungkin karena skala ekonomi
berkaitan dengan aktivitas subsistem
sarana produksi. Sementara down stream
dapat terpenuhi. Dari satu hamparan 1.000
hektar setidaknya dibutuhkan benih 25 ton agribusiness menyangkut sistem dan pupuk urea 400 ton.
pengolahan dan pemasaran.
Sejauh ini, sebagai pelaku on-farm
agribusiness posisi petani sangat lemah. Dengan kepemilikan lahan yang sempit,
keterampilan yang kurang, adopsi
teknologi yang rendah, penguasaan pasar
20
Manajemen input terpadu oleh
koperasi juga bisa berperan menangani
pergudangan dan pengeringan yang diperlukan. Dengan cara ini, lewat
koperasi petani akan punya opsi kapan
harus menjual produknya dengan harga
yang paling menguntungkan. Dengan
manajemen ini kecil kemungkinan
terbukanya peluang petani dipermainkan
tengkulak.
Ada beberapa hal yang bisa
disarankan dalam rangka upaya
mendorong, atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan
untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
(Oakley dan Marsden, 1984).
pengembangan usaha agribisnis yang dapat Upaya pemberdayaan tanpa diterapkan sebagai alternatif peningkatan
kualitas koperasi, yaitu sebagai berikut :
melakukan dialog dengan baik, maka apa
yang ingin disampaikan dalam rangka
memberikan kekuatan dan memotivasi
a. Melakukan pemberdayaan untuk maju sesuai dengan tujuan dan target masyarakat pelaku agribisnis agar
mampu meningkatkan produksi,
produktivitas komoditi pertanian
serta produk-produk olahan
pertanian, yang dilakukan dengan
pengembangan sistem dan usaha
agribisnis yang efisien.
b. Penguatan kelembagaan petani.
yang telah ditentukan. Dalam keadaan ini,
masing-masing individu mempunyai
pilihan dan kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari seperti pekerjaa,
akses kepada sumber daya, parsisipasi, dan
pembuatan keputusan sosial, dan sebagainya. Walaupun demikian ada suatu
kontradiksi di dalam pemberdayaan
c. Pengembangan kelembagaan individu karena orang sering cenderung sistem agribisnis (penyedia ingin menguasai yang lain sebagai hasil
agroinput, pengelolaan hasil,
pemasaran dan penyedia jasa).
d. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu.
dari hubungan-hubungan sosial dan
struktur di luar kontrol mereka sendiri.
Oleh karena itu pendapat dari Hulme dan
e. Pengembangan iklim yang Turner (1990) bahwa pemberdayaan
kondusif bagi usaha dan investasi. f. Melakukan kegiatan pembinaan
dan pengembangan koperasi
agribisnis.
2.1.3. Konsep Pemberdayaan
mendorong terjadinya suatu proses
perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya
untuk memberikan pengaruh yang lebih
besar di arena politik baik secara lokal
maupun nasional dan pemberdayaan ini bersifat individual dan sekaligus kolektif
Konsep pemberdayaan karena menyangkut hubungan-hubungan
(empowerment) dibakukan berdasarkan ide
yangmenempatkan manusia lebih sebagai subjek dari dunianya sendiri. Proses
kekuatan yang berubah antar individu, kelompok, dan lembaga-lembaga sosial.
Kemiskinan bukan merupakan
pemberdayaan mengandung dua suatu kondisi alamiah semata, melainkan
kecendrungan. Pertama : kecendrungan
primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses pemberian atau
pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan,
atau kemampuan kepada masyarakat agar
individu menjadi lebih berdaya. Proses ini
dapat dilengkapi pula dengan upaya
suatu proses peningkatan pemberdayaan
secara sosial, ekonomi dan politis.
Ketidakberdayaan bukan menunjukkan
pada tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realita mereka tampaknya hanya
memiliki sedikit kekuatan yang ternyata
mampu untuk bertahan dan kadang-kadang
memanfaatkan asset material guna dapat mentransformasikan kondisi
mendukung pembangunan kemandirian
mereka melalui organisasi. Kedua :
kecendrungan sekunder, proses ini
menekankan pada proses menstimulasi,
21
hidupnya. Jadi kekuatannya perlu dibina
dan dikembangkan. Pemberdayaan masyarakat sebagai
sebuah strategi, sekarang telah banyak
diterima, bahkan telah berkembang dalam
berbagai literatur di dunia barat.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen
Tahun 1992 juga telah memuatnya dalam
berbagai kesepakatannya. Namun, upaya
pemerataan, karena seperti dikatakan oleh
Donald Brown (1995), keduanya tidak
harus diasumsikan sebagai “incompatible or antithetical”. Konsep ini mencoba
melepaskan diri dari perangkap
“zero-sum game” dan “trade off”. Ia mewujudkannya dalam praktik bertitik tolak dari pandangan bahwa
pembangunan tidak selalu berjalan mulus.
Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini
bahwa konsep pemberdayaan merupakan
alternatif pemecahan terhadap dilema-
dilema pembangunan yang dihadapi.
Mereka yang berpegang pada teori-teori
pembangunan model lama juga tidak
mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutan-
tuntutan keadilan. Mereka yang tidak
nyaman terhadap konsep partisipasi dan
demokrasi dalam pembangunan tidak akan
dengan pemerataan tercipta landasan yang
lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang
berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti
dikatakan oleh Kirdar dan Silk (1995),
“the pattern of growth is just as important as the rate of growth”. Yang dicari adalah
seperti dikatakan Ranis, “the right kind of
growth”, yakni bukan yang vertikal menghasilkan “trickle-down”, seperti yang
terbukti tidak berhasil, tetapi yang bersifat
horizontal (horizontal flows), yakni
“broadly based, employment intensive, merasa tentram dengan konsep andnot compartmentalized” (Ranis, 1995).
pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari Lahirnya konsep pemberdayaan
pula adanya berbagai bias terhadap sebagai antitesa terhadap model pemberdayaan masyarakat sebagai suatu
paradigma baru pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat adalah
sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep
ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yakni yang bersifat
pembangunan yang kurang memihak pada
rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari
kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan terbangun
dari pemusatan kekuasaan faktor produksi;
(2) pemusatan kekuasaan faktor produksi
akan melahirkan masyarakat pekerja dan “people-centered, participatory, masyarakat pengusaha pinggiran; (3)
empowering, and sustainable” (Chambers,
1995 dalam Kartasasmita, 1996). Konsep
ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs)
atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safetynet), yang pemikirannya belakangan
ini banyak dikembangkan sebagai upaya
mencari alternatif terhadap konsep-konsep
pertumbuhan dimasa yang lalu. Konsep ini
berkembang dari upaya banyak ahli dan
praktisi untuk mencari apa yang antara lain
oleh Friedmann (1992) disebut alternative
kekuasaan akan membangun bangunan
atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi
yang manipulatif untuk memperkuat
legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem
pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan
menciptakan dua kelompok masyarakat,
yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya (Prijono dan Pranarka, 1996).
Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu
masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi
development, yang menghendaki menguasai dan dikuasai, maka harus
“inclusivedemocracy, appropriate dilakukan pembebasan melalui proses
economic growth, gender equality and pemberdayaan bagi yang lemah intergenerational equity”.
Konsep pemberdayaan tidak
mempertentangkan pertumbuhan dengan
22
(empowerment of the powerless). Alur
pikir di atas sejalan dengan terminologi
pemberdayaan itu sendiri atau yang
dikenal dengan istilah empowerment yang
berawal dari kata daya (power). Daya
dalam arti kekuatan yang berasal dari
merupakan pusatkegiatan agribisnis yang
tepat untuk setiap unit usaha di pedesaan.
Kegiatan unitusaha ini akan menimbulkan dalam tetapi dapat diperkuat dengan multiplier efek ekonomi dalam
unsur–unsur penguatan yang diserap dari
luar. Ia merupakan sebuah konsep untuk
kehidupanmasyarakat. Agribisnis sebagai
unit usaha dapat menciptakan peluang memotong lingkaran setan yang usahadalam kegiatan ekonomi pedesaan
menghubungkan power dengan pembagian sehingga menyebabkan naiknya
kesejahteraan. Keterbelakangan dan kemiskinan yang muncul dalam proses
pendapatanmayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan.
pembangunan disebabkan oleh Kegiatan unit usaha ini akan
ketidakseimbangan dalam pemilikan atau
akses pada sumber–sumber power. Proses historis yang panjang menyebabkan
terjadinya power dis powerment, yakni
peniadaan power pada sebagian besar masyarakat, akibatnya masyarakat tidak
memiliki akses yang memadai terhadap
akses produktif yang umumnya dikuasai
oleh mereka yang memiliki power. Pada
menimbulkan multiplier efek ekonomi
dalam kehidupan masyarakat, pada hakekatnya agribisnis sebagai unit usaha
dapat menciptakan peluang usaha dalam
kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada
akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan.
gilirannya keterbelakangan secara 2.1.6. Pengertian Kinerja ekonomi menyebabkan mereka makin jauh
dari kekuasaan. Begitulah lingkaran setan
itu berputar terus. Oleh karena itu,
pemberdayaan bertujuan dua arah.
Kinerja adalah penentuan secara
periodik efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
Pertama, melepaskan belenggu yang telah ditetapkan sebelumnya kemiskinan, dan keterbelakangan. Kedua, (Srimindarti, 2006). Menurut
memperkuat posisi lapisan masyrakat
dalam struktur ekonomi dan kekuasaan.
2.1.4. Pemberdayaan Koperasi
Mangkunegara (2001), kinerja adalah:
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
Guna percepatan ekonomi di tanggung
kepadanya.
jawab yang diberikan
daerah pedesaan, kebijaksanaan ekonomi
harusmenganut paradigma baru dimana
pemberdayaan ekonomi rakyat harus
menjadiperhatian utama. Sebagian besar
rakyat hidup pada sektor pertanian (terutamapedesaan) dan sektor ini masih
memberikan kontribusi yang besar
padaperekonomian, maka pemberdayaan
Kinerja adalah penampilan hasil karya
personel baik kuantitas maupun kualitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personel. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personel yang
memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan
ekonomi rakyat juga berarti jajaran personel di dalam organisasi (Ilyas,
membangunekonomi pertanian. 2001).
Pelaksanaan pembangunan pertanian di
daerah pedesaanharus dirancang dengan
sistem agribisnis dengan melibatkan
berbagai lembagaekonomi dan penunjang,
antara lain; perguruan tinggi, lembaga
perkreditan,pengusaha, pengusaha tani
Deskripsi dari kinerja menyangkut
tiga komponen penting, yaitu: tujuan,
ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan
dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja.
Tujuan ini akan memberi arah dan
(petani), dan koperasi. Koperasi
23
memengaruhi bagaimana seharusnya
perilaku kerja yang diharapkan organisasi
terhadap setiap personel. Walaupun
demikian, penentuan tujuan saja tidaklah
cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran,
apakah seseorang telah mencapai kinerja
yang diharapkan.
1. Individual task outcome (hasil kerja
individu). Hasil kerja individu
merupakan satu tugas yang diharapkan
terjadi dari setiap tindakan pekerjaan.
Menilai hasilk kerja pegawai dapat
dilakukan hanya pada suatu organisasi Menurut Kusnadi (2003;64) yang sudah menetapkan standar kerja
menyatakan bahwa kinerja adalah setiap
gerakan, perbuatan, pelaksanaan, kegiatan
atau tindakan yang diarahkan untuk
yang disesuaikan dengan jenis
pekerjaannya serta dinilai berdasarkan periode waktu tertentu.
mencapai tujuan atau target tertentu. 2. Behaviors (perilaku), perilkau
Hariandja (2002;195) mengemukakan
kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai atau prilaku nyata yang
ditampilkan sesuai dengan perannya dalam
organisasi. Kinerja pegawai merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam usaha
organisasi mencapai tujuannya, sehingga
berbagai kegiatan harus dilakukan
pegawai berkaitan dengan kinerja
dapat dilihat dari kesegaran dia dalam menyampaikan laporan bulanannya,
apakah ia suka menunda-nunda
pekerjaan, gaya dalam bekerja, kepatuhan pada aturan, tingkat
kedisplinan dalam bekerja dan
meliputi gaya kepemimpinannya
organisasi meningkatkannya.
tersebut untuk sebagai pimpinan. 3. Traits (sifat atau ciri), sifat atau ciri
Sedangkan menurut (Mathis dan
Jackson 2002:78) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak
dikerjakan oleh karyawan. Kinerja
karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada
organisasi. (Mathis dan Jackson, 2002:8)
lebih lanjut memberikan standar kinerja
sesorang yang dilihat kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap
kooperatif. Standar kinerja tersebut
ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan
yaitu menjelaskan apa-apa saja yang sudah
diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh
karyawannya, oleh karena itu kinerja individual dalam kriteria pekerjaan
haruslah diukur, dibandingkan dengan
standar yang ada dan hasilnya harus
didefinisikan sebagai kecendrungan
yang dapat diduga, yang mengarahkan perilaku dalam berbuat dengan cara
yang konsisiten dan khas. Robbins
pun menerangkan bahwa ciri individu merupakan perangkat kriteria yang
terlemah dalam menilai kinerja,
namun masih secara luas dipakai oleh
organisasi.
2.1.6. Kinerja Koperasi
2.1.6.1. Variabel kinerja
Secara umum, variabel kinerja
koperasi yang diukur untuk melihat perkembangan atau pertumbuhan (growth)
koperasi di Indonesia terdiri dari
kelembagaan ( jumlah koperasi per dikomunikasikan kepada seluruh propinsi, jumlah koperasi per jenis/
karyawan. (Mathis dan Jackson, 2002:81)
juga menjelaskan standar kinerja dapat berupa output produksi atau lebih dikenal
dengan standar kinerja numerik dan
standar kinerja non numerik.
Robbins (2012) dalam Umiyati Indris menerangkan, bahwa terdapat tiga
kriteria penting yang dapat digunakan
dalam mengevaluasi kinerja yaitu :
24
kelompok koperasi, jumlah koperasi aktif
dan non aktif), keanggotaan, volume
usaha, permodalan, aset, dan sisa hasil usaha.Variabel-variabel tersebut pada
dasarnya belumlah dapat mencerminkan
secara tepat untuk dipakai melihat peranan atau pangsa (share) koperasi terhadap
pembangunan ekonomi nasional.
2.1.6.2. Jumlah Koperasi
Penataan kelembagaan koperasi
dilakukan pada awal Kabinet Reformasi
Pembangunan, yaitu bulan Juni 1998.
Penataan kelembagaan yang dimaksudkan
ialah pendataan ulang atau pemutakhiran
data koperasi yang ada.Dalam pendataan
ulang tersebut diidentifikasi koperasi yang
terdaftar, dan kemudian dikelompokkan
menjadi 2 kelompok besar yaitu (1)
koperasi yang aktif dan (2) koperasi yang
tidak aktif.
Koperasi tidak aktif adalah koperasi yang
2.1.6.3. Anggota Koperasi
Jumlah koperasi Indonesia tahun 2012
sebanyak 194.443 unit dengan jumlah anggota sebanyak 33.687.417 orang.
Anggota koperasi di Indonesia terus
meningkat yakni pada tahun 2009 jumlah koperasi Indonesia sebanyak 170.411 unit
dan meningkat pada tahun 2010 sebesar
177.482 unit, kemudian pada tahun 2011
jumlah koperasi mencapai 188.181 unit (Menkop dan UKM. 2012).
Peningkatan jumlah koperasi salah
satunya didukung oleh Program Gerakan dalam dua tahun terakhir secara berturut- Masyarakat Sadar Koperasi
turut tidak melakukan Rapat Anggota
tahunan (RAT) dan atau tidak melakukan
kegiatan usaha. Hasil pendataan
(GEMASKOP) dari Kementerian Koperasi
dan UKM bekerjasama dan sinergi dengan Dekopin.
menunjukkan bahwa, dari jumlah koperasi Rata-rata pertumbuhan total
total pada akhir tahun 1997 sebanyak 52.458 unit, 74,7% diantaranya atau
39.200 unit merupakan koperasi aktif.
anggota koperasi primer selama 3 tahun terakhir ( 1997-1999) adalah sebesar 6,7
persen per tahun. Sedangkan untuk
Dengan dikeluarkannya Instruksi koperasi sekunder rata-rata
Presidan Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pemberdayaan Koperasi, masyarakat
diberikan kesempatan yang seluas-luasnya
untuk membentuk koperasi.Hal ini merupakan reformasi kebijakan dimana
sebelumnya di pedesaan hanya dibuka
kesempatan untuk mendirikan Koperasi Unit Desa (KUD). Sejak diterbitkannya
Inpres tersebut, data kelembagaan koperasi
menunjukkan peningkatan yang sangat
signifikan selama 3 tahun terakhir (1997- 1999), yaitu ada tahun 1998 jumlah
koperasi meningkat menjadi 59.441 unit (
13,31 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya). Pada tahun 1999 sampai
dengan Juni, jumlah koperasi meningkat
28,13 persen dari tahun 1998, atau 45,18 persen dari tahun 1997. Sedangkan
koperasi aktif pada tahun 1998 dan 1999
berturut-turut adalah 78,0 persen dan 84,11
persen dari jumlah koperasi total. Rata-rata pertumbuhan jumlah
koperasi total selama 3 tahun terakhir (
1997-1999) adalah sebesar 18,26 persen per tahun. Rata-rata pertumbuhan jumlah
koperasi aktif pada periode yang sama juga
meningkat sebesar 23,73 persen.
25
pertumbuhannya cukup besar, yaitu sebesar 42,13 persen per tahun.
2.1.6.4. Volume Usaha Koperasi
Volume usaha adalah total nilai
penjualan atau penerimaan dari barang
atau jasa pada suatu periode atau tahun
buku yang bersangkutan. Dengan
demikian, volume usaha koperasi adalah akumulasi nilai penerimaan barang dan
jasa sejak awal tahun buku ( Januari )
sampai dengan akhir tahun buku ( Desember). Pada hakekatnya, aktivitas
ekonomi koperasi dapat dilihat dari
besaran volume usaha koperasi itu sendiri.
2.1.7. Peran Koperasi dalam Sistem
Agribisnis
Pengalaman di berbagai negara
maju menujukkan bahwa koperasi pertanian merupakan wadah yang efektif
dalam memperjuangkan kepentingan
petani. Melalui koperasi diharapkan petani mampu meningkatkan kekuatan rebut
tawar (bargaining power) mereka, bahkan
untuk mewujudkan kekuatan penyeimbang
(coutervailing power) terhadap berbagai
iklim usaha yang selama ini merugikan mereka. Selain itu melalui koperasi para
2.1.7. Strategi Pengembangan Koperasi
Berbasis Agribisnis
Strategi pembangunan ekonomi
petani dapat mengembangkan pasar input melalui pendekatan pemberdayaan
dan output yang lebih menguntungkan,
memperbaiki efisiensi produksi dan koperasi merupakan langkah yang tepat
dalam mewujudkan masyarakat yang pemasaran, lebih baik dalam memiliki daya saing. Ada peran yang
mengendalikan resiko, serta menjamin kelangsungan usaha dan meningkatkan
pendapatan mereka.
sangat fundamental dapat dilakukan
koperasi yaitu mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui penciptaan lapangan
Dalam sistem agribisnis, peran kerja yang berkesinambungan.
koperasi dapat diwujudkan untuk
memperkuat sub-sistem hulu (up-stream
agribusiness sub-system) yang terkait
dengan penyediaan input faktor yang diperlukan petani, maupun sub-sistem hilir
(down-stream agribusiness sub-system)
yang terkait dengan kegiatan pengolahan
hasil pertanian beserta pemasarannya.
Disamping itu koperasi juga dapat
berperan untuk memperkuat sub-sistem
jasa penunjang (supporting service sub- system) yang terkait dengan kegiatan
penyediaan jasa bagi pengembangan
agribisnis seperti regulasi, keuangan,
pendidikan, latihan dan penyuluhan,
konsultasi, advokasi dan lain-lain. Peran
koperasi ini tidak lain bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan usahatani (on-farm sub-system)
yang dimiliki dan dikelola oleh para petani
anggota koperasi.
Cukup banyak pembahasan dan
Pemberdayaan koperasi seyogyanya dalam lingkup makro maupun mikro.
Pada skala makro pemberdayaan
koperasi diarahkan pada peran yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada potensi ekonomi lokal dalam rangkan mendukung ekonomi nasional. Sebenarnya banyak peran yang dapat dimainkan oleh koperasi, mulai dari pengambilan keputusan ekonomi yang demokratis sampai implementasinya.
Hal ini tentunya peran pemerintah
dalam menyusun kebijakan ekonomi harus
mempertimbangkan kepentingan pelaku
koperasi. Oleh karena itu fakta perjanjian pada level internasional tidak terpaku pada
pelaku ekonomi besar, tetapi perlu
memperhatikan pelaku bisnis kecil yang ada pada koperasi untuk menghindari
gagalnya strategi pembangunan.
2.1.8. Peran DEKOPIN
program terkait dengan peran koperasi
pertanian dalam memperkuat sub-sistem Untuk
pemberdayaan
melaksanakan
dan pengembangan hulu maupun hilir agribisnis, namun masih relatif sedikit terkait dengan peranannya pada sub-sistem jasa penunjang. Untuk
kondisi negara berkembang seperti Indonesia seolah ada anggapan bahwa
sub–sistem jasa penunjang ini merupakan
bagian tugas dari pemerintah, sementara
koperasi dianggap belum atau tidak
memiliki kompetensi untuk menjalankan
aktivitas.
26
koperasi agar berhasil sesuai dengan misi
yang diembannya, maka seluruh lapisan
masyarakat terutama yang menjadi anggota koperasi dan gerakan koperasi,
para pencinta koperasi, pemerintah dan
pihak-pihak yang berkepentingan, harus berperan serta aktif dan dinamis sesuai
dengan fungsi dan perannya masing-
masing. Dalam kaitan ini, DEKOPIN sebagai wadah gerakan koperasi dan mitra-
kerja pemerintah dan memiliki kekuatan
dokongan moral sebagai gerakan harus
mampu bertindak sebagai ujung tombak
dalam pemberdayaan dan pengembangan
koperasi. Hal ini mengingat DEKOPIN
adalah wadah atau organisasi tunggal
masyarakat koperasi berfungsi sebagai
pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan,
Sebagai satu wadah kegiatan
gerakan koperasi (cooperative movement)
DEKOPIN juga memiliki tugas pokok untuk berjuang melidungi anggotanya.
Selain melalui kegiatan promosi dan
serta promosi dan jatidiri koperasi. Oleh advokasi. DEKOPIN dapat karena itu, DEKOPIN dituntut untuk
menunjukkan peran yang lebih pro-aktif
mengembangkan pola dan program
pendidikan dan pelatihan yang efektif bagi
dalam pemberdayaan dan mengembangkan anggotanya dan demi kemajuan koperasi dibandingkan dengan peran perkoperasian nasional. Lembaga ini pula
pemerintah. yang mengembangkan dan
Namun, peran DEKOPIN yang
seharusnya sudah mampu secara bertahap dan terencana menempatkan dirinya pada
posisi sebagai “pemain utama”, yaitu
dengan cara mewujudkan dirinya sebagai”mitra kerja” pemerintah, ternyata
beleum efektif DEKOPIN belum mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat
koperasi, di samping melaksanakan
pendidikan dan pelatihan yang dapat
mendukung pengembangan usaha koperasi
dan usaha para anggotanya. Selama ini, memang DEKOPIN telah melaksanakan
tugasnya, tetapi masih menggantungkan
perannya itu pada inisiatif dan penyediaan sarana dari pemerintah.
Selaras dengan pembatasan peran
aktif pemerintah dan didorong oleh
menyelenggarakan hubungan internasional
secara konsisten antara koperasi-koperasi primer dan asosiasi atau koperasi di manca
negara. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk membina sistem jaringan usaha koperasi agar bterwujud kerjasama yang
bermanfaat b agi tumbuh-kembangnya
jajaran kopoerasi Indonesia pada masa
yang akan datang.
2.2. Penelitian Terdahulu
a. Penelitian Umiyati Idris kesimpulan
dari hasil penelitian Umiyati idris yang berjudul”Kinerja Sistem Birokrasi Dalam
Memberdayakan Petani Miskin di
Kabupaten Banyuasin Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan
datangnya era liberalisasi telah (PUAP). mengharuskan pemerintah untuk segera
mengurangi keterlibatannya secara
1. Kendala pemberdayaaan Program
langsung, maka pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) kemampuan DEKOPIN menjadi salah satu jawaban strategis. Lembaga ini perlu
mengambil alih sebagian kegiatan
realisasinya hanya 15,3 persen
sebelum memperhitungkan biaya-
biaya yang dikeluarkan yang pendidikan dan pelatihan dalam diestimasi 61 persen, dan 23,7 persen pemberdayaan dan pengembangan kredit macet petani secara koperasi yang telah dikerjakan pemerintah.
Dengan demikian, upaya pemerintah dalam memberdayakan dan
mengembangkan koperasi sesuai dengan
perannya, sebagian dapat digantikan oleh DEKOPIN. Oleh karena itu, DEKOPIN
dituntut untuk mampu memperkokoh
kedudukan dan mengefektifkan kinerjanya
agar berfungsi memberikan kepemimpinan bagi seluruh jajaran gerakan koperasi dan
bertindak sebagai mitra kerja yang setara
dengan pemerintah.
27
keseluruhan, sedangkan kredit macet
pada sampel penelitian 4,7 persen. Beberapa kendala lain yang dihadapi
antara lain; 1) rendahnya tingkat
pendidikan, 2) jauhnya letak lokasi desa penerima PUAP, 3) masih terjadi
kredit macer, dan 4) kurangnya dana
pendamping.
2. Strategi SO adalah menggunakan
kultur (kebersamaan, tenggang rasa,
kerjasama dll) dan struktur Gapoktan
(wewenang,
tanggung
jawab,
Diantaranya adalah di Indonesia
koordinasi dll) yang baik dapat koperasi diberi peran utama sebagai
meningkatkan partisipasi dan bagian dari pembangunan dalam dukungan masyarakat petan, tokoh
masyarakat, dan pemerintah. Dengan
rangka
kemiskinan,koperasi
mengentaskan
mempunyai
menggunakan kemampuan penyuluh
dan kewirausahaan petani dapat
menjalin kemitraan dengan usaha
menengah dan usaha besar. Strategi ST adalah kultur dan struktur
Gapoktan tetap dipertahankan bila
perlu ditingkatkan sehingga dengan
peran agar jiwa dan semangatnya juga berkembang di perusahaan swasta dan
Negara, serta perbedaan prinsip
Koperasi yang mendasar. Jati diri Koperasi adalah kesatuan dari definisi,
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi
yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
sendirinya tidak memerlukan Perlu adanya penjenihan kembali citra pengawasan dari pemerintah. Gunakan
kemampuan penyuluh dan wirausaha
petani agar dapat mengakses inovasi teknologi yang berbasis agribisnis.
Strategi WO adalah dukungan tokoh
masyarakat dan partisipasi petani yang
kuat dapat membentuk kelompok belajar untuk meningkatkan komitmen
penyuluh. Manfaatkan dana Gapoktan
untuk menambah dan pendampingan penyuluh agar kelompok belajar
berjalan seccara intensif. Strategi WT
adalah tetap bertahan pada pola pikir dan manajemen yang dipunyai dan
secara pasti mengenal inovasi
teknologi dan terus menjalin
koperasi di mata masyarakat pedesaan
agar gerakan koperasi dapat diterima
kembali oleh masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat sekitar
juga sangat diperlukan dalam upaya
pengembangan gerakan koperasi di
pedesaan, seperti pemberdayaan capital dan pemberdayaan knowledge.
Serta adanya peningkatan kualitas
kelembagaan koperasi di wilayah pedesaan juga sangat membantu
dalam upaya pengembangan gerakan
koperasi. Peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dewan Koperasi
Indonesia, dan lembaga-lembaga dan
pelatihan perkoperasian yang dimiliki
hubungan baik dengan penyuluh. oleh Negara juga sangat Berikan kepercayaan pada Gapoktan mempengaruhi tumbuh dan
dalam mengelolah dana BLM-PUAP
agar biaya kepengurusan tidak benar.
b. Penelitian Mochamad Setyadi yang
berjudul“Koperasi dan
Pengembangan Agribisnis ” hasil
penelitian adalah bahwa Konsep
koperasi adalah konsep umum di
dunia. Di berbagai negara, koperasi ini dijadikan sebagai salah satu bentuk
dari suatu badan usaha yang dimiliki
oleh banyak orang dengan prinsip satu
orang satu suara. Ide koperasi sesungguhnya berasal dari negara
Eropa. Tetapi ketika konsep koperasi
ingin diterapkan di Indonesia yang digagas oleh Bung Hatta, ada
perbedaan yang paling mendasar
mengenai konsep koperasi Indonesia.
28
berkembangnya gerakan koperasi di
wilayah pedesaan.
4. Penelitian Dr.Ir.Muslimin Nasution,
APU yang berjudul” Evaluasi Kinetja
Koperasi”. Dari hasil penelitian
memberikan indikasi bahwa kinerja
koperasi dicirikan oleh enam faktor
utama. Dalam hal ini, keenam faktor
itu saling beriteraksi antara faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam
mata rantai yang tidak terputus dan
memiliki saling-tergantung. Faktor
dukungan/peran serta anggota terhadap koperasinya merupakan
faktor utama pertama yang
mempengaruhi kinerja koperasi. Kemampuan pengelola untuk
memberikan bimbingan dan
penyuluhan yang efektif guna
meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
anggota yang bersangkutan. Hal ini
hanya dapat dilaksanakan oleh
pengelolah profesional, yang benar- benar memahami pengertian koperasi.
Kesehatan keuangan koperasi,
keuangan koperasi ini secara terus- menerus dipantau oleh pengelola
terutama Badan Pengawas yang
selanjutnya dilaporkan kepada
anggota maupun dalam kesempatan rapat anggota tahunan koperasi secara
transparan. Disamping ketiga faktor
tersebut, faktor dukungan pemerintah memang masih
diperlukan dalam upaya
pemberdayaan dan pengembangan
koperasi berdasarkan tahapan pengelompokan koperasi yang berada
dalam kuadran I, Kuadran II, dan
Kuadaran III. Dalam hal ini peran pemerintah harus terbatas hanya
sebagai fasilisator dan regulator
melalui prakarsa kebijakan, dengan maksud agar koperasi benar-benar
berfungsi sebagai lembaga ekonomi
otonom yang mandiri dan kokoh yang
dimiliki rakyat. Kesesuaian usaha antara anggota dan koperasinya, jika
anggota sudah mendapatkan
kesesuaian usaha dalam kegiatan ekonominya, diperkirakan tidak
mungkin meninggalkan koperasinya
dengan alasan untuk mencari tempat
dan wadah lain yang sesuai dengan usaha yang dijalankan anggotanya,
bahkan dukungan kepada
koperasinyha makin kuat.
Peningkatan Kesejahteraan baik
dalam pendapatan yang diperoleh dari
SHU maupun nilai tambah lainnya yang sangat bermanfaat bagi kegiatan
ekonomi anggota dan keluarganya.
Dalam hal ini, makin meningkat peran
serta aktif dan kegiatan transaksi anggota dalam koperasinya, maka
makin meningkat pula
kesejahteraannya.
29
KESIMPULAN
1. Dengan makin meningkatnya peran
serta anggota koperasi dalam kegiatan usaha koperasinya, maka
dapat memberikan kontribusinya
pada peningkatan kesejahteraan
anggota. Dengan demikian,
anggota termotivasi untuk berperan
serta aktif pada koperasinya karena
merasakan adanya kemanfaatan
dan mendapatkan nilai tambah dari
keanggotaannya itu, sehingga pada
dirinya timbul rasa memiliki (sense of belonging) dan dukungan pada
koperasinya. Ada tidaknya anggota
untuk berperan serta pada koperasinya dipengaruhi oleh
kemampuan pengelolah untuk
memberikan bimbingan dan
penyuluhan yang efektif guna meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap anggota yang bersangkutan. 2. Koperasi sebagai unit usaha di
bidang agribisnis, secara umum
mencakup bidang-bidang usaha yang sangat luas yang pada
prinsipnya dapat dikelompokkan
pada lima komponen :
a. Bidang usaha yang menyediakan dan menyalurkan
saprodi berupa alat-alat dan
mesin pertanian. b. Bidang usaha dalam produksi
komoditas pertanian.
c. Bidang usaha industri
pengelolaan hasil
(Agroindustri)
d. Bidang usaha pelayanan seperti
: Perbankan, angkutan, asuransi dan penyimpanan.
3. Koperasi juga berfungsi untuk :
a. Mencarikan alternatif
pemecahan masalah pengusaha
kecil seperti: penyediaan kredit,
pembentukkan modal bersama
melalui tabungan, penyediaan saprodi, memasarkan produk,
dsb.
b. Memberikan
kemudahan
Hatta,M. 1995. Koperasi sebagai Institut
berupa pelatihan dan Pendidikan Oto-Aktivitas dan Budi
pembinaan kepada pengusaha Pekerti yang Murni dalam Nasution, dalam usaha yang M. dan Taupiq, M. 1992. Dikotomi
dilakukannya.
c. Pengusaha di pedesaaan perlu diorganisasi untuk memperkuat
dan Evolusi Nilai-Nilai Koperasi.
INKOPOK Nomor 11 Tahun IX, Mei 1992. Badan Penelitian dan
posisi tawar-menawarnya Pengembangan Koperasi,
dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraaan
dengan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Koperasi, Jakarta.
Nasution, M.1999. Kelembagaan untuk
Memberdayakan Agroindustri.
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Almasdi Syahza. 2002. Potensi Sukanto Reksohadiprodjo, 1988.
Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam
Usahawan Indonesia, No. 04/TH
XXXI April 2002, halaman 45-51,
Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta.
Anonimous.1967. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1967. Departemen Koperasi, Jakarta
Anonimous.1992. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992. Departemen Koperasi, Jakarta
Ali Marwan Hanan. 2002. “Evaluasi
Kinerja Koperasi” Diterbitkan Bank
Bukopin dan TPP-KUKM.
Manajemen Koperasi:. Penerbit
BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Umiyati Idris. 2012. Kinerja Sistem
Birokrasi Dalam Upaya
Memberdayakan Petani Miskin di
Kabupaten Banyuasin Melalui
Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP),
Disertasi tidak diterbitkan, PPS Universitas Sriwijaya.
DR. A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara.2005 “ Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”.
Penerbit. PT. Refika Aditama
Bandung.
Fachrurrozie Sjarkowi, 2010” Manajemen
Pembangunan Agribisnis” Penerbit
Baldad Grafiti Press. Palembang.
Hadisaputra,S. 1984. Peranan DEKOPEN
dalam Pembangunan Koperasi dalam
Memperkokoh Pilar-Pilar
Kemandirian Koperasi, Antologi Esei. Badan Penelitian dan
Pengembangan Koperasi,
Departemen Koperasi, Indonesia.
PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA DI KOTA PAGARALAM
Yadi Maryadi
ABSTRACT
The purpose of this study to determine the positive and significant impact of partial and
simultaneous independent variables of leadership, organizational culture, job satisfaction and
intervening variables on the dependent variable on the employee's performance at City Colleges Pagaralam and find out which of the independent variables that have a dominant influence the
dependent variable.
This study suggests two hypotheses to address existing problems, by using census of 110 respondents through questionnaires to employees in Private Universities Pagaralam city. The
questionnaire was completed by 110 respondents, then analyzed by using Structural Equation
Modeling ( SEM ) which is operated through a program lisrel 8.50. The results showed that the first hypothesis of this study is acceptable while the second hypothesis can not be accepted.
The results showed that in partial leadership, organizational culture and job satisfaction
positive and significant impact on employee performance, simultaneous variable leadership,
organizational culture and job satisfaction also affects the performance of employees at City
Colleges Pagaralam. The magnitude of the effect of leadership on employee performance is 0.22,
while the influence of organizational culture of 0.26, meaning that organizational culture has a
dominant influence on employee performance rather than leadership. While the magnitude of the
direct influence of organizational culture on employee performance is 0.26 or greater than the
indirect effect through job satisfaction that is equal to 0.04, then the job satisfaction in this study is
not an intervening variable or variables intermediate good.
Based on this study, the theoretical implications of variables leadership, organizational culture and job satisfaction positive and significant impact on the performance of the employee,
meaning that if the leadership, organizational culture and better job satisfaction increases, then the
employee's performance will increase.
Keywords: Leadership, Organizational Culture, Job Satisfaction and Employee, Performance.
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan salah
satu sumber daya yang paling menentukan
sukses tidaknya suatu organisasi. Dan
mempunyai fungsi yang penting dalam
pencapaian kinerja organisasi, dan lebih
banyak bergantung dari unsur manusianya.
Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk
mengelola SDM yang dimiliki dengan baik
demi kelangsungan hidup dan kemajuan
organsiasi. Menurut pendapat Robbins dan Judge (2009 : 5) bahwa organisasi adalah :
“Sebuah unit sosial yang dikoordinasi secara
sadar, terdiri atas dua individu atau lebih, dan
31
berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus-
menerus guna mencapai satu atau serangkaian
tujuan bersama”. Dalam organisasi, karyawan
yang bekerja membutuhkan seorang pemimpin agar organisasi berjalan dengan baik sesuai
dengan yang diharapkan. Kepemimpinan
berperan sangat penting dalam manajemen dan
diperlukan agar semua sumber daya yang telah diorganisasikan dapat digerakkan untuk
merealisasikan tujuan bersama serta bisa
memberikan inspirasi pada orang-orang yang dipimpinnya sehingga akan memberikan
dampak terhadap sikap dan perilaku karyawan
dalam menciptakan nilai dan budaya dalam
organisasi.
Budaya organisasi menjadi penting
dalam hubungan organisasi dengan karyawan
karena budaya adalah sebuah system nilai yang
dianut bersama mengenai hal-hal yang penting
dan keyakinan-keyakinan tentang cara kerja,
Jika kulturnya kuat akan mendorong standar
etika yang tinggi, sehingga akan berpengaruh kuat dan positif terhadap perilaku dan kepuasan
kerja dalam organisasi. Kepuasan kerja
mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Pada dasarnya seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan tinggi
kesetiannya pada perusahaannya jika dalam
bekerja memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang di inginkannya.
Kepuasan kerja merupakan refleksi dari
perasaan dan sikap individu terhadap pekerjaannya, yang merupakan interaksi antara
yang bersangkutan dengan lingkungan
tinggi, penuh komitmen, dapat berprestasi,
serta lingkungan yang kondusif dan sinergis
Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam merupakan lembaga yang
bertanggung jawab atas peserta didik
(masyarakat). Sebagai gambaran, menurut Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta II
(www.dikti.go.id;2012), terdapat 3 Perguruan
Tinggi Negeri dan 208 Perguruan Tinggi Swasta di Wilayah Kopertis II. Daftar
Perguruan Tinggi Negeri dan daftar Perguruan
Tinggi Swasta. Pagaralam adalah sebuah Kota
yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah penduduk Pagaralam
pada tahun 2011 berjumlah 127.706 jiwa (BPS
Kota Pagaralam, 2012:65). Dalam hal pendidikan, Kota Pagaralam mempunyai 5
(lima) Lembaga Pendidikan Tinggi antara lain
seperti disajikan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
kerjanya. Pimpinan organisasi perlu Daftar Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam
mengetahui, menyadari dan berusaha No Nama PTS
memenuhi kebutuhan karyawannya agar bekerja sesuai dengan harapan organsiasi,
sehingga kinerja dapat tercapai. Kinerja yang
dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya
adalah prestasi para anggota organisasi itu
sendiri mulai dari tingkat eksekutif sampai
pada pegawai operasional. Oleh karena itu, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak
mungkin dapat berhasil jika perilaku pegawai
tidak diarahkan dengan baik. Pentingnya peran pimpinan dalam menghadapi berbagai
tantangan dan dalam melaksanakan perubahan
menuju peningkatan kualitas perguruan tinggi berkelanjutan tidak dapat dipungkiri. Tanpa
kepemimpinan di semua tingkat dalam lembaga
pendidikan, proses tersebut tidak mungkin
dapat dicapai. Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga
pendidikan yang memiliki potensi sumber
daya manusia dan agen perubahan dalam
masyarakat perlu memperhatikan sumber daya
yang dimilikinya, terutama pimpinan selaku
pengelola dan penanggung jawab kinerja
lembaganya. Kinerja dari suatu perguruan
tinggi ditentukan oleh kinerja pimpinan
perguruan tinggi itu, untuk mencapai kinerja
yang efektif dari suatu perguruan tinggi, diperlukan pimpinan yang berkualitas,
berkemampuan, memiliki sikap kreatif yang
32
1 STKIP Muhammadiyah
2 STIE Lembah Dempo
3 AMIK Lembah Dempo
4 Sekolah Tinggi Teknologi
5 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Sumber : (Badan Pusat Statistik Kota Pagaralam, 2012)
Jumlah Pendidikan Tinggi diatas jika
dibandingkan dengan jumlah Pendidikan
Tinggi di Sumatra Selatan hanya 0,02 dari jumlah Lembaga Pendidikan Tinggi yang ada.
Namun yang menarik adalah sekalipun jumlah
presentasenya kecil dibanding dengan jumlah Lembaga Pendidikan Tinggi di Sumatera
Selatan, tetapi di Pagaralam keberadaan
Lembaga Pendidikan Tinggi hampir merata. Ada bidang keilmuan Pendidikan, Teknik,
Ekonomi, Komputer bahkan Agama. Hal ini
pula yang menjadi alasan penulis untuk
memilih Kota Pagaralam sebagai daerah penelitian.
Dalam penelitian awal yang penulis
lakukan pada Lembaga Pendidikan Tinggi di Kota Pagaralam penulis temukan fenomena
diantaranya : pertama di berbagai Perguruan
Tinggi yang ada di Pagaralam proses belajar
mengajar belum berjalan sebagaimana mestinya, kuliah yang seharusnya 3 sks
berjalan 2,5 jam tetapi berjalan 1 jam. Kedua
masih kurang disiplin para dosen dalam
memberikan kuliah, sehingga jam kuliah masih sering berubah-ubah, sering pulang cepat, dan
sering terlambat. Ketiga dikalangan mahasiswa
sendiri motivasi belajarnya rendah. Keempat belum terciptanya suasana akademik yang
variabel manifest (Disiplin , Keterbukaan,
Saling menghargai, Kerja sama ) dan
kepuasan kerja yang di konstruk oleh variabel manifest (Pekerjaan itu sendiri,
Atasan, Rekan sekerja, Promosi, Gaji )
terhadap kinerja karyawan yang di konstruk oleh variabel manifest ( Kualitas
kondusif yang tercermin dari proses Pekerjaan, Kuantitas Pekerjaan,
pembelajaran yang berlangsung di lingkungan
kampus.
Masalah lain mengenai kualitas dan
profesionalisme sumber daya pimpinan, serta
kinerja perguruan tinggi swasta di daerah, pada
Pengetahuan Keterampilan, Ketepatan Waktu Kerja) pada Perguruan Tinggi
Swasta di Kota Pagaralam ?
2. Variabel mana yang paling berpengaruh
dari variabel independent; kepemimpinan, umumnya menunjukkan fenomena dan budaya organisasi, dan variabel
gambaran tingkat pendidikan yang relatif
kurang memadai, jumlah penelitian dan publikasi yang diterbitkan relatif terbatas,
jumlah calon mahasiswa pendaftar dan
mahasiswa yang diterima sedikit, jumlah dan
kualifikasi tenaga dosen kurang memadai,
sarana kampus dan fasilitas akademik relatif
intervening kepuasan kerja terhadap
variabel dependent kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Pagaralam ?
TINAUAN PUSTAKA
Kepemimpinan terbatas, organisasi belum berjalan secara Suatu organisasi membutuhkan
efektif dan dinamis. Kesemuanya itu pemimpin yang efektif, yang mempunyai terefleksikan dalam perolehan peringkat kemampuan mempengaruhi perilaku
akreditasi Badan Akreditasi Nasional
Pendidikan Tinggi (BAN-PT) yang pada umumnya berkisar pada peringkat C, ini berarti
bahwa PTS tersebut masih memerlukan
pembinaan dan belum mandiri.
Dari keadaan diatas, sudah barang tentu akan mempengaruhi tujuan dibangunnya
lembaga pendidikan tinggi di Pagaralam. Dari
fenomena masalah diatas berkaitan erat dengan
masalah kepemimpinan, yakni adanya
ketidakmampuan para pengelola lembaga
pendidikan tinggi dan cenderung sudah membudaya, menurut penulis dibutuhkan
upaya yang serius untuk mengatasi keadaan
tersebut.
Keadaan inilah yang menarik penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “
Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel
Intervening pada Perguruan Tinggi Swasta di
Kota Pagaralam”. Dengan rumusan masalah: 1. Berapa besar pengaruh positif dan
signifikan secara parsial dan simultan dari
variabel kepemimpinan yang di konstruk
oleh variabel manifest (suportif, direktif, partisipatif, Berorientasi pada Pencapaian),
budaya organisasi yang di konstruk oleh
33
anggotanya. Menurut Gibson et.al (2012:314),
menyatakan bahwa ”An attempt to use influence to motivate individuals to accomplish
some goal” Kepemimpinan diartikan sebagai
upaya pemimpin menggunakan pengaruhnya
dalam memotivasi individu untuk mencapai tujuan tertentu”. Selanjutnya Ivancevich,
Konopaske dan Matteson (2005:194)
mendefinisikan “kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi yang relevan”.
Selanjutnya menurut Robbins (2003:40) Kepemimpinan adalah “kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok kearah
tercapainya tujuan”. Sedangkan menurut
Bateman dan Snell (2008:22) kepemimpinan (leading) adalah “merangsang orang-orang
dalam organisasi agar berkinerja tinggi”. Hal
ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan harus memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh untuk menggerakkan,
mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud tujuan
organisasi. Kualitas dari pemimpin seringkali
dianggap sebagai faktor terpenting dalam
keberhasilan atau kegagalan organisasi. Daft (2006:313) mendefinisikan: “Kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang-orang untuk mencapai
tujuan organisasiinal”.
Menurut Daft (2006:334) perilaku
aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam
berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan
organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat pemimpin berdasarkan teori alur-tujuan (path- mampu memacu organisasi kearah
goal theory) mengusulkan klasifikasi rangkap
empat dari perilaku-perilaku pemimpin.
Klasifikasi ini merupakan tipe-tipe perilaku
pemimpin yang bisa digunakan oleh pemimpin:
1) Kepemimpinan suportif Melibatkan perilaku pemimpin yang
perkembangan yang lebih baik. Sedangkan
Menurut Robbins (2003: 525) budaya organisasi itu merupakan:“Suatu system nilai
yang dipegang dan dilakukan oleh anggota
organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut
menunjukan perhatian terhadap dengan organisasi lainnya”. Sedangkan
kesejahteraan dan kebutuhan pribadi para
bawahan. Perilaku kepemimpinan tersebut
Muchlas (2005: 531) Budaya organisasi
didefinisikan:“Sebuah corak dari asumsi- terbuka, bersahabat, dan ramah, asumsi dasar, yang ditemukan atau
menciptakan suasana tim dan dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu
memperlakukan para bawahan dengan sama.
2) Kepemimpinan direktif
Muncul ketika pemimpin memberi tahu para bawahan apa yang harus mereka
kerjakan. Perilaku pemimpin meliputi
untuk belajar mengatasi problem-problem kelompok dari adaptasi eksternal dan integrasi
internal, yang telah bekerja dengan baik”.
Biasanya budaya sebuah perusahaan atau organisasi sudah terbentuk sejak lama,
sudah terbiasa, sudah mendarah daging, jadi
perencanaan, pembuatan jadwal, kadang-kadang sulit untuk dirubah. Budaya ini
penentuan tujuan kerja dan standar perilaku, serta penekanan ketaatan pada
peraturan-peraturan.
3) Kepemimpinan partisipatif Berarti pemimpin berkonsultasi dengan
para bawahannya tentang keputusan-
keputusan. Perilaku pemimpin terdiri atas
menanyakan opini dan saran, mendorong
partisipasi dalam pembuatan keputusan,
dan menemui para bawahan di tempat
kerja. 4) Kepemimpinan yang Berorientasi pada
Pencapaian
Muncul ketika pemimpin menentukan
akan membentuk perilaku keseluruhan personel organisasi, yang dapat memperkuat nilai-nilai
atau memperlemah nilai-nilai dalam bekerja.
Nilai-nilai ini akan digunakan sebagai pedoman dalam organisasi yang kelak dapat membuat
sebuah organisasi tampil beda dengan
organisasi yang lain. Wirawan (2007:10)
mendefinisikan budaya organisasi: “Norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat,
kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi
budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan
anggota organisasi yang disosialisasikan dan
diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan tujuan yang jelas dan menantang bagi para dalam aktivitas organisasi sehingga
bawahan. Perilaku pemimpin menekankan
kinerja kualitas tinggi dan peningkatan
kinerja saat ini.
Budaya Organisasi
memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku
anggota organisasi dalam memproduksi
produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi”.
Menurut Alma (2004:296) menyatakan
Menurut (2006:128)
Mathis budaya
dan Jackson organisasional
bahwa Budaya organisasi dapat membuat karyawan gairah, disiplin, suka, memiliki
(organizational culture) adalah : “Pola nilai
dan keyakinan bersama yang memberikan arti
dan peraturan perilaku bagi anggota
organisasional”.
Budaya organisasi adalah suatu sistem
nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh
organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah
dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi
34
moral tinggi atau malah sebaliknya, tidak
bergairah, tidak disiplin, santai, atau malas, selalu mengharap imbalan dan sebagainya.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Bermacam-
macam sikap seseorang terhadap pekerjaannya
mencerminkan
pengalaman
yang
atasannya dan dengan pegawai lain, baik
menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam
pekerjaannya serta tahapan-tahapannya terhadap pengalaman masa depan. Menurut
Mathis dan Jackson (2006:121) kepuasan kerja
yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya. 4. Promosi (promotion), merupakan faktor
yang berhubungan dengan ada tidaknya
(job satisfaction) adalah :“Keadaan emosional kesempatan untuk memperoleh yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang”.
Pekerjaan yang menyenangkan untuk
dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu
memberi kepuasan bagi pemangkunya.
Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan
diperoleh bila suatu pekerjaan tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Dengan
kepuasan kerja seorang pegawai dapat
peningkatan karier selama bekerja.
5. Gaji atau upah (pay), merupakan faktor
pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
Kinerja Karyawan
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu lembaga/organisasi,
merasakan pekerjaannya apakah baik itu lembaga pemerintahan maupun menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk
dikerjakan.
Noe, et. all (2006:436) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai :“Perasaan yang
menyenangkan sebagai hasil dari persepsi
bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai
pekerjaan yang penting”. Sedangkan menurut Nelson dan Quick (2006:120) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah: “Suatu kondisi
emosional yang positif dan menyenangkan
sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau
pengalaman pekerjaan seseorang”.
Luthans (2005:120) menyatakan bahwa
ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Hal-hal utama dengan
mengingat dimensi-dimensi paling penting
yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi,
pengawasan, kelompok kerja dan kondisi kerja.
Ada lima aspek yang terdapat dalam kepuasan
kerja yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri (work it self), setiap
pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidang nya masing-
masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan
lembaga swasta. Istilah kinerja berasal dari kata
Job Performance atau Actual Performance
yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:378)
Kinerja (performance) pada dasarnya adalah
“apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan”. Mahsun (2006:25) mendefinisikan
kinerja (performance) adalah :“Gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic
planning suatu organisasi”. Pada dasarnya pengertian kinerja
berkaitan dengan tanggung jawab individu atau
organisasi dalam menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja karyawan sangat
menentukan bagi terwujudnya tujuan dari organisasi, maka dari itu peningkatan atas
prestasi kerja sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan karyawan dalam
berorganisasi. Selanjutnya Bangun (2012:231) serta perasaan seseorang bahwa mengatakan Kinerja (Performance) adalah
keahliannya dibutuhkan dalam melakukan
pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
:“Hasil pekerjaan yang dicapai seseorang
berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan ( job requirement)”.
2. Atasan (supervision), atasan yang baik Suatu pekerjaan mempunyai
berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa
dianggap sebagai figure ayah/ibu/teman
dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (workers), merupakan
faktor yang berhubungan dengan
hubungan antara pegawai dengan
35
persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga
sebagai standar pekerjaan ( job standard).
Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan
menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Kinerja merupakan suatu
gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi
serta organisasi.
Kinerja dapat diukur melalui empat
indikator : a. Kualitas, yaitu hasil kegiatan yang
dilakukan mendekati sempurna, dalam
artimenyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan kegiatan dalam memenuhi
tujuanyang diharapkan dari suatu kegiatan
b. Kuantitas, yaitu jumlah atau target yang
dihasilkan dinyatakan dalam istilah unit jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
c. Pengetahuan dan ketrampilan, yaitu
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai dari suatu
organisasi.
d. Ketepatan waktu, yaitu aktivitas yang diselesaikan pada waktu awal yang
diinginkan dilihat dari sudut koordinasi
dari hasil output serta memaksimalkan
waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
Penelitian Terdahulu
36
Kerangka Peneliatian
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu:
ε1= Variabel Laten Endogen : Kepuasan Kerja
ε2 =Variabel Laten Endogen : Kinerja Karyawan
ξ1 = Variabel Laten Eksogen : Kepemimpinan
ξ2 = Variabel Laten Eksogen : Budaya Organisasi
X1-X4 = Indikator variabel eksogen kepemimpinan
X5-X8= Indikator untuk variabel eksogen budaya organisasi
Y1-Y5= Indikator variabel endogen kepuasan kerja
Y6-Y9= Indikator untuk variabel endogen kinerja Karyawan
Model persamaan struktural dengan
variabel laten dan manifest dengan
menggunakan model Linear Structural
Relationship (Gunarto, 2013: 40) adalah : Model persamaan struktural : ε1 = γ11 ξ1+ δ1
ε2 = β12ε1 + γ22 ξ1+ δ2 Model persamaan variabel eksogen
X1 = λ11ξ1 + δ1
X2 = λ21ξ1 + δ2
X3 = λ31ξ1 + δ3
X4 = λ41ξ1 + δ4
X5 = λ51ξ2 + δ5
X6 = λ61ξ2 + δ6
X7 = λ71ξ2 + δ7
X8 = λ81ξ2 + δ8 Model persamaan variabel endogen
Y1 = λ11ε1 + ε1 Y6 = λ62ε2 + ε6
Y2 = λ21ε1 + ε2 Y7 = λ72ε2 + ε7
Y3 = λ31ε1 + ε3 Y8 = λ82ε2 + ε8
Y4= λ41ε1 + ε4 Y9 = λ92ε2 + ε9
Y5 = λ51ε1 + ε5 Keterangan: ε : (eta), variabel laten endogen (Y) ξ : (ksi), variabel laten eksogen (X) γ : (gamma), matriks koefisien jalur untuk hubungan variabel laten endogen dan variabel laten eksogen β : (beta), matriks koefisien jalur untuk hubungan antar variabel laten endogen. λ : (Lambda), hubungan langsung variabel eksogen ataupun endogen terhadap indikatornya.
:(delta), kesalahan pengukuran (error) dari indikator variabel eksogen ε : (epsilon), kesalahan pengukuran (error) yang berhubungan
dengan endogen δ : (zeta), kesalahan pengukuran (error) dalam persamaan struktural
Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini diajukan hipotesis
sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh yang signifikan
variabel kepemimpinan yang di konstruk
oleh variabel manifest (suportif, direktif, partisipatif, Berorientasi pada Pencapaian),
budaya organisasi yang di konstruk oleh
variabel manifest (Disiplin , Keterbukaan,
Saling menghargai, Kerja sama ) dan kepuasan kerja yang di konstruk oleh
variabel manifest (Pekerjaan itu sendiri,
Atasan, Rekan sekerja, Promosi, Gaji ) terhadap kinerja karyawan yang di
konstruk oleh variabel manifest ( Kualitas
Pekerjaan, Kuantitas pekerjaan, pengetahuan keterampilan, ketepatan
waktu kerja) pada Perguruan Tinggi
Swasta di Kota Pagaralam ?
2. Variabel kepemimpinan yang di konstruk oleh variabel manifest (Kepemimpinan
Ruang lingkup penelitian ini adalah
meliputi pengaruh kepemimpinan dan budaya
organisasi melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening terhadap kinerja karyawan
Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam.
Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada 5 (lima) Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Pagaralam. Dalam penelitian ini teknik
penentuan sampel yang digunakan adalah metode sensus dimana anggota populasi yang
bekerja pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Pagaralam dijadikan sampel dengan jumlah
populasi sebanyak 110 orang yang terdiri dari unsur pimpinan dan karyawan dan
menggunakan data kuantitatif yang diperoleh
dari data primer yang diperoleh langsung melalui penyebaran kuesioner.
Definisi Operasional Tabel 3.3
Operasional Variabel dan Indikator
Uji Instrumen
1. Uji Validitas
Pengujian ini dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for
Sosial Science) versi 17. Pengujian ini
dilakukan untuk menyatakan bahwa butir valid atau tidak valid digunakan patokan
0,2. Bila angka korelasi yang terdapat pada
Corrected item total correlation berada di
bawah 0,2 atau bertanda negatif (-), maka
dinyatakan tidak valid (gugur). Sebaliknya
bila angka korelasinya di atas 0,2 maka
suportif, Kepemimpinan direktif, dinyatakan valid. (Nisfiannoor, 2009:229).
Kepemimpinan Kepemimpinan
partisipatif, Berorientasi pada
2. Uji Realibilitas Pengujian ini dilakukan dengan SPSS versi
Pencapaian) yang paling berpengaruh
terhadap kinerja karyawan pada Perguruan
Tinggi Swasta di Kota Pagaralam.
METODE PENELITIAN
37
17.0. Pengujian reliabilitas terhadap seluruh item/pertanyaan yang
dipergunakan pada penelitian ini akan
menggunakan formula alfa cronbach
(koefisien alfa cronbach). Dimana secara
umum yang dianggap reliabel (andal)
apabila nilai alfa cronbachnya > 0,6.
(Sugiyono,2008:73)
Metode Analisis Data
Analisis Structural Equation Modeling
(SEM). Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Structural Equation
Modeling (SEM). MacCallum dan Austin
(2000) dalam Latan (2012:5) mendefinisikan
SEM sebagai suatu teknik analisis yang
digunakan untuk spesifikasi model dan
estimasi model dalam hubungan linear antar variabel. Dengan menggunakan program
LISREL (LInear Structural RELationship)
8.50. Program ini dikembangkan oleh Joreskog
dan Sorbom pada tahun 1974. LISREL
merupakan program SEM yang sangat
informatif dalam menghasilkan hasil uji
statistiknya sehingga modifikasi model dan penyebab buruknya goodness of fit model dapat
dengan mudah diatasi (Latan, 2012:6).
Uji Kecocokan ( Testing Fit )
Pada tahap ini dilakukan pengujian
terhadap kesesuaian model melalui telah
terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Beberapa indeks kesesuaian dan cut off value
nya yang digunakan untuk menguji apakah
sebuah model dapat diterima atau ditolak
antara lain : 1) x2 – chi square statistik
Model yang diuji dianggap baik atau
memuaskan apabila nilai chi-squarenya
rendah. Semakin kecil nilai x2 maka
semakin baik model itu dan semakin dapat
tinggi dalam indeks ini menunjukkan
better fit.
4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) Dimana tingkat penerimaan yang
direkomendasikan adalah bila AGFI
mempunyai nilai sama dengan atau lebih
besar dari 0,09.
5) CMIN/ DF
Adalah The minimum sample Discrepancy
Function yang dibagi dengan degree of
freedomnya. CMIN/ DF merupakan
statistic chi-square, x2 yang dibagi dengan
DFnya sehingga disebut x2 relatif. Nilai x2
relatif kurang dari 2,0 atau 3,0 adalah
indikasi dari acceptable fit antara model
dan data. 6) TLI (Tucker Lewis Index).
Merupakan incremental index yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana
nilai yang direkomendasikan sebagai
acuan untuk diterimanya sebuah model
adalah ≥0,95 dan nilai yang mendekati 1
menunjukkan a very god fit.
7) CFI (Comparative Fit Index).
Rentang nilai CFI adalah antara 0-1 dimana semakin mendekati 1 akan
mengindikasikan tingkat fit yang paling
tinggi (a very good fit).
Uji Validitas
1.Uji Validitas Variabel Kepemimpinan (X1)
Tabel 4.8.
Uji Validitas untuk Variabel X1 Pertanyaan Koefesien Korelasi p-value Keterangan
Item1 0.838** 0.000 Valid
Item2 0.830** 0.000 Valid
diterima berdasrkan probabilitas dengan
cut off value sebesar p >0,05 atau p>0,10. 2) RMSEA (The Root Mean Square Error of
Approximation)
Menunjukkan goodness of fit yang
diharapkan apabila model diestimasi dalam
Item3
Item4
Item5
Item6
Item7
Item8
Item9
Item10
0.861**
0.465*
0.656**
0.583**
0.729**
0.767**
0.792**
0.585**
0.000
0.039
0.002
0.007
0.000
0.000
0.000
0.070
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil
atau sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterima, model yang menunjukkan sebuah close fit dari model
itu berdasarkan degrees of freedom.
Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%.
2. Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi (X2)
Tabel 4.9.
Uji Validitas untuk Variabel X2
Pertanyaan Koefesien p-value Keterangan
3) GFI (Goodness of Fit Index) Merupakan ukuran non statistikal yang
mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit)
sampai dengan 10 (perfect fit). Nilai yang
38
item11
item12
item13
item14
item15
Korelasi 0.589 0.874 0.877 0.610 0.632
0.006
0.000
0.000
0.004
0.003
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%.
3. Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja (Y1)
Tabel 4.10.
Uji Validitas untuk Variabel Y1
Artinya dari 10 item pernyataan yang dijadikan
sebagai indikator pada variabel Kepuasan Kerja
(Y1) sudah reliabel.
Pertanyaan
Koefesien
Korelasi p-value Keterangan 4) Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan (Y2)
Item1
Item2
Item3
Item4
Item5
0.758** 0.000
0.722** 0.000
0.542* 0.014
0.551* 0.012
0.777** 0.000
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach
Alpha untuk variabel Kinerja Karyawan dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0,888.
Artinya dari 12 item pernyataan yang dijadikan Item6 0.517* 0.020 Valid sebagai indikator pada variabel Kinerja Item7
Item8
Item9
Item10
0.689** 0.001 0.693** 0.001 0.612** 0.004 0.817** 0.000
Valid Valid Valid Valid
Karyawan (Y2) sudah reliabel.
Analisis Deskriptif Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%. Analisis deskriptif dilakukan untuk
4. Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan (Y2)
Tabel 4.11.
Uji Validitas untuk Variabel Y2 Pertanyaan Koefesien Korelasi p-value Keterangan
Item11 0.697** 0.001 Valid
Item12 0.734** 0.000 Valid
mengungkapkan penilaian atau klasifikasi pada masing-masing indikator yang ada pada
masing-masing variabel. Skor pada tiap
indikator diperoleh dari jumlah skor semua pertanyaan dalam satu variabel.
Menurut Riduwan (2010:22) bahwa hasil
prosentase diinterprestasikan dengan kriteria Item13
Item14
Item15
Item16
Item17
Item18
Item19
Item20
Item21
Item22
0.633**
0.618**
0.576**
0.663**
0.600**
0.588**
0.678**
0.754**
0.588**
0.697**
0.003
0.004
0.008
0.001
0.005
0.006
0.001
0.000
0.006
0.001
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
dan kriteria tersebut digunakan untuk menginterprestasikan dari hasil deskriptif
setiap item kuesioner masing-masing variabel
dan dimensi.
Tabel 4.12. Rentang Skor
Kriteria Penilaian Skor Penilaian
Sangat Tidak Baik 0 % - 20 %
Keterangan: **) Nyata pada taraf 1%, *) Nyata pada taraf 5%.
Uji Realibilitas
Tidak Baik Biasa Saja
Baik
Sangat Baik
21 % - 40 % 41 % - 60 % 61 % - 80 %
81 % - 100 %
1) Reliabilitas Variabel Kepemimpinan (X1) Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach Alpha untuk variabel Kepemimpinan dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0.887.
Artinya dari 10 item pernyataan yang dijadikan
sebagai indikator pada variabel Kepemimpinan
(X1) sudah reliabel.
2) Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi (X2)
Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach Alpha untuk variabel Budaya Organisasi
dengan bantuan program SPSS adalah sebesar 0.770. Artinya dari 5 item pernyataan yang
dijadikan sebagai indikator pada variabel
Budaya Organisasi (X2) sudah reliabel.
3) Reliabilitas Variabel Kepuasan Kerja (Y1)
Hasil perhitungan nilai reliabilitas Cronbach
Alpha untuk variabel Kepuasan Kerja dengan
bantuan program SPSS adalah sebesar 0.882.
39
Sumber : Riduwan (2010)
1. Deskripsi Variabel Kepemimpinan (X1)
2. Deskripsi Variabel Budaya Organisasi (X2)
3. Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja (Y1)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory
Faktor Analysis) atau CFA. Analisis faktor konfirmatori dirancang
untuk menguji unidimensionalitas dari suatu konstruk teoritis. Analisis ini sering juga
disebut menguji validitas suatu konstruk
teoritis (Ghozali, 2008: 121). Untuk menguji
validitas dimensi dari konstruk dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara melihat
nilai muatan faktor standar dari masing-masing
indikator dalam model keseluruhan (Ful Model). Indikator dinyatakan valid apabila
memiliki nilai muatan faktor standar lebih
besar dari 0,5. Tingkat reliabilitas yang diterima
adalah apabila nilai Construct Reliability ≥
0,7 meskipun harga tersebut bukanlah sebuah
harga “mati” (Ferdinand, 2006 dalam Mariam,
2009:51). Uji reliabilitas dalam SEM menurut
Hair et al., (1995) dalam Mariam (2009:51)
dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
(Σ Standard Loading)2
Construct Reliabilit y= ------------------------------------
(Σ Standard Loading)2+ ∑ εj
Keterangan :
• Standard loading diperoleh dari standardized
loading untuk tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan LISREL 8.5, yaitu nilai
lamda yang dihasilkan oleh masing-masing
indikator.
• ∑ εj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement dapat diperoleh dari
4. Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan (Y2)
j (1 Std.Loading2 ) .
40
a. Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Konstruk Eksogen. Pengukuran model (Measurement Model)
untuk menguji validitas dan reliabilitas dari
indikator-indikator pembentuk konstruk laten
dilakukan dengan analisis faktor konfirmatori
(CFA). Model CFA Konstruk Eksogen dapat
dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 4.2. Model_1 CFA Konstruk Eksogen
Berdasarkan Gambar 4.2. diatas, dapat
dilihat bahwa terdapat indikator yang memiliki
nilai faktor muatan standar (standardized
loading factor) kurang dari 0,5, yaitu indicator
X1, X7, X8, X9 dan X10 pada variabel
Kepemimpinan, artinya indikator-indikator
tersebut belum valid dan harus dikeluarkan dalam analisis selanjutnya. Sehingga diperoleh
Model_2 CFA Konstruk Eksogen sebagai
berikut :
Gambar 4.3. Model_2 CFA Konstruk Eksogen.
Berdasarkan Gambar 4.3. dan Tabel
diatas mengindikasikan bahwa pada Model_2
CFA Konstruk Eksogen sudah tidak terdapat nilai muatan faktor loading yang kurang dari
0,5, sehingga semua indikator pada variabel
Eksogen sudah menunjukkan valid karena
semua indikator telah memiliki muatan faktor
loading lebih dari 0,5.
Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas
dengan Construct Reliability dari Analisis
Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor
Analysis) / CFA variabel eksogen terlihat
seperti pada Tabel 4.17.
41
Berdasarkan Tabel 4.17. menunjukan
bahwa nilai Construct Reliability (CR) dari
seluruh konstruk eksogen diatas 0,7. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh
dimensi dan varibel penelitian dalam Ful Model memiliki reliabilitas dan validitas yang
baik.
b. Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Konstruk Endogen.
Analisis faktor konfirmatori konstruk endogen
terlihat seperti pada Gambar 4.4. Berikut :
Gambar 4.4. Model_1 CFA Konstruk Endogen.
Diagram jalur dalam Model CFA
Konstruk Endogen terlihat masih ada nilai
muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, yaitu Y4, Y5, Y6, Y7, Y8, Y9 dan Y10 pada
variabel Kepuasan Kerja dan indikator Y11,
Y12, Y13, Y14, Y15, Y16, Y17 dan Y18 pada
variabel Kinerja Karyawan, artinya indikator- indikator tersebut belum valid dan harus
dikeluarkan dalam analisis selanjutnya.
Sehingga diperoleh Model_2 CFA Konstruk Endogen sebagai berikut :
Gambar 4.5. Model_2 CFA Konstruk Endogen.
Berdasarkan Gambar 4.5. diatas
mengindikasikan bahwa pada Model_2 CFA
Konstruk Endogen sudah tidak terdapat nilai
muatan faktor loading yang kurang dari 0,5, sehingga semua indikator pada variabel
Endogen sudah menunjukkan valid karena
semua indikator telah memiliki muatan faktor
loading lebih dari 0,5.
Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas
dengan Construct Reliability dari Analisis
Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor
Analysis) / CFA variabel endogen terlihat
seperti pada Tabel 4.18.
Berdasarkan Gambar 4.5. dan Tabel
diatas mengindikasikan bahwa pada Model_2 CFA Konstruk Endogen sudah terdapat nilai
muatan faktor loading yang kurang dari 0,5,
sehingga menunjukan semua indikator pada
variabel endogen sudah valid. Sedangkan nilai
Construct Reliability (CR) menunjukkan bahwa
dari seluruh konstruk eksogen diatas 0,7.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
seluruh dimensi dan varibel penelitian dalam
full model memiliki reliabilitas yang baik.
Untuk menguji kelayakan model secara
keseluruhan (Full Model) dilakukan dengan
memperhatikan hasil perhitungan Goodness of
Fit Statistics dengan Software LISREL 8.5 . Adapun pengujiannya merujuk pada kriteria
model fit yang terdapat pada tabel Goodness
Of Fit Index berikut :
42
Sumber : Ghozali (2008) dan Hasil Olah Data Penelitian
(2013).
Berdasarkan Tabel 4.19. dan hasil
analisis dari Lisrel di atas menunjukan bahwa model secara keseluruhan (Ful Model)
mempunyai enam kriteria goodness of fit
yang cukup baik, yaitu pada goodness of fit
index RMSEA, NFI, NNFI, CFI, GFI dan IFI. Hal ini menunjukan bahwa model secara
keseluruhan (Full Model) yang dihasilkan telah
mempunyai goodness of fit yang cukup, yang berarti seluruh model struktural yang
dihasilkan merupakan model yang cukup Fit,
sehingga dapat dilanjutkan dalam analisis selanjutnya.
Hasil pendugaan untuk analisis full
model SEM berdasarkan t-value ditampilkan pada Gambar berikut :
Gambar 4.6. Hasil Pendugaan Full Model berdasarkan
t-value
Berdasarkan Gambar 4.6. dapat
diketahui bahwa hampir semua parameter pada
Full Model seluruhnya signifikan (nilai t- hitung yang lebih besar dari 1,96), kecuali
untuk pengaruh Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja yang tidak signifikan pada
taraf 5%.
Hasil pendugaan untuk analisis full
model SEM berdasarkan standar loading ditampilkan pada Gambar berikut :
Gambar 4.7. Hasil Pendugaan Full Model berdasarkan
Standar Loading
Berdasarkan hasil standar loading di atas,
diperoleh persamaan struktural sebagai berikut.
Persamaan Sub-Struktural :
Kepuasan=0.28*Kepemimpinan+0.15*Buda
ya Organisasi Berdasarkan model struktural di atas
dapat di jelaskan bahwa Kepuasan Kerja
dipengaruhi secara langsung oleh variabel Kepemimpinan dan Budaya Organisasi, namun
hanya variabel Kepemimpinan yang
berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan
Kerja. Hal ini berarti bahwa semakin baik
Kepemimpinan maka Kepuasan kerja
Karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di
Kota Pagaralam akan semakin meningkat. Besarnya pengaruh Kepemimpinan
terhadap Kepuasan Kerja adalah 0,28,
sedangkan Budaya Organisasi hanya
0.26*Budaya Organisasi
Berdasarkan model struktural di atas dapat di jelaskan bahwa Kinerja Karyawan
dipengaruhi secara langsung oleh Kepuasan
Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi.
Namun hanya pengaruh langsung Kepuasan, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi yang
signifikan terhadap Kinerja Karyawan,
sedangkan pengaruh tidak langsung Budaya Organisasi melalui variabel Kepuasan Kerja
tidak signifikan terhadap Kinerja Karyawan.
Ketiga variabel, yaitu Kepemimpinan,
Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Karyawan, artinya jika Kepemimpinan,
Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja meningkat, maka Kinerja Karyawan pada
Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam
akan semakin meningkat pula. Secara statistik, ketiga variabel tersebut berpengaruh signifikan
pada taraf kepercayaan 95%.
Besarnya pengaruh Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan adalah 0,22, sedangkan Budaya Organisasi berpengaruh
sebesar 0,26, artinya Budaya Organisasi
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap Kinerja Karyawan daripada
Kepemimpinan.
Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak
Langsung Analisis pengaruh ditujukan untuk
melihat seberapa besar pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya baik
secara langsung, maupun secara tidak
langsung. Interpretasi dari hasil ini akan memiliki arti yang penting untuk
menentukan strategi yang jelas dalam rangka
meningkatkan kinerja. Hasil perhitungan
pengaruh langsung dan tidak langsung oleh LISREL adalah sebagai berikut :
Tabel 4.20. Pengaruh Langsung.
berpengaruh sebesar 0,15, artinya Direct Effects (Group number 1 - Default model).
Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang
lebih besar terhadap Kepuasan Kerja daripada
Budaya Organisasi.
Persamaan Struktural :
Kepemimpinan
Kepuasan 0,28
Kinerja 0,22
Budaya
Organisasi
0,15
0,26
Kepuasan
0,30
Kinerja = 0.30*Kepuasan + 0.22*Kepemimpinan +
43
Sumber: Hasil Olah Data Penelitian, 2013.
Tabel 4.21. Pengaruh Tidak Langsung.
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default
model).
Budaya
Kepemimpinan Organisasi
Kepuasan
Kinerja 0,06 0,04
Sumber: Hasil Olah Data Penelitian, 2013.
1. Secara parsial variabel kepemimpinan,
budaya organisasi dan kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara
simultan variabel kepemimpinan, budaya
organisasi dan kepuasan kerja juga
mempengaruhi kinerja karyawan pada
Perguruan Tinggi Swasta di Kota
Pagaralam.
Berdasarkan hasil perhitungan pada 1.1 Kepemimpinan paling besar
Tabel 4.20. pengaruh langsung Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan
Kerja dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan memiliki pengaruh langsung lebih besar
terhadap Kepuasan Kerja (sebesar 0,28)
daripada pengaruh langsung Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja (hanya sebesar 0,15).
Adapun hasil perhitungan pengaruh langsung
Kepuasan Kerja, Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dapat disimpulkan bahwa Kepuasan Kerja memiliki
pengaruh langsung yang paling besar terhadap
Kinerja Karyawan (sebesar 0,30) daripada
pengaruh langsung Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi yang masing-masing hanya sebesar
0,22 dan 0,26. Tabel 4.21. menunjukkan hasil
perhitungan pengaruh tidak langsung dari
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja menunjukkan bahwa Kepemimpinan
memiliki pengaruh tidak langsung yang lebih
besar (sebesar 0,06) daripada Budaya Organisasi (sebesar 0,04).
Karena pengaruh langsung
Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan
(sebesar 0,22) lebih besar daripada pengaruh
tidak langsung dari Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja
(sebesar 0,06) dan pengaruh langsung Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (sebesar
0,26) lebih besar daripada pengaruh tidak
langsung melalui Kepuasan Kerja (sebesar 0,04), maka dapat disimpulkan Kepuasan Kerja
dalam penelitian ini bukan merupakan variabel
intervening atau variabel perantara yang baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
44
dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan direktif.
1.2 Budaya Organisasi paling besar dipengaruhi oleh faktor disiplin
1.3 Kepuasan Kerja paling besar
dipengaruhi oleh kepuasan terhadap atasan, dan kepuasan kerja dalam
penelitian ini bukan merupakan
variabel intervening atau variabel perantara yang baik.
1.4 Kinerja Karyawan paling besar
dipengaruhi oleh faktor ketepatan
waktu. 2 Variabel Budaya Organisasi memiliki
pengaruh dominan terhadap Kinerja
Karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam.
SARAN
1. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan
dari hasil penelitian sebagaimana telah dikemukakan, maka untuk meningkatkan
kinerja karyawan pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Pagaralam dapat dilakukan
saran-saran sebagai berikut :
1.1. Meningkatkan peran kepemimpinan melalui teladan kepemimpinan, maka
kedepan peran kepemimpinan
direktif perlu dirubah dengan cara
mengarahkan dan memberikan dukungann peningkatan kerja
karyawan pada Perguruan Tinggi
Swasta di Kota Pagaralam. 1.2. Meningkatkan budaya organisasi
dimana perlu dilakukan penilaian
kinerja dengan memberikan reward dan punishment , serta menerapkan
budaya disiplin waktu sehingga
penilaian karyawan berdasarkan
kinerja dan kompetensi. 1.3. Meningkatkan kepuasan kerja
karyawan perlu dilakukan evaluasi
setiap semester. Sebagai karyawan
akan senang bila selalu mendapat
dukungan dari atasan, dan sebagai
atasan tidak lupa untuk memberikan
motivasi kerja agar karyawan selalu
semangat dalam bekerja. 2. Pada penelitian dimasa yang akan datang,
maka perluasan yang disarankan dari
penelitian ini antara lain adalah menambah variabel independen yang mempengaruhi
kepuasan kerja dalam meningkatkan
kinerja karyawan. Variabel yang
Daft, Richard L, 2006, Manajemen, Edisi 6,
buku 2, Jakarta, Salemba Empat
Dessler, Gary. 2002. Manajemen Personalia.
Jakarta, PT. Gelora Aksar
Ghozali, Imam. 2008. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, James L. et.al., 2012. Organization:
disarankan seperti komitmen organisasi, Behaviour, Structure, dukungan organisasi, lingkungan kerja,
dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari, 2004, Pengantar Bisnis : Edisi
Revisi, Bandung , Alfabeta
Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Pagaralam
Dalam Angka 2012. Badan Pusat
Statistik, Pagaralam
Bangun, Wilson, 2012, Manajemen Sumber
Daya Manusia : Jakarta, Penerbit
Erlangga Bateman, Thomas S dan Snell Scott A, 2008,
Processes.14thEdition. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Greenberg, Jerald & Baron, Robert A..
2008. Behavior in Organization. Upper
Saddle River, New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Gunarto, Muji. 2013. Membangun Model
Persamaan Struktural (SEM) dengan
Program Lisrel. Tunas Gemilang Press. Palembang.
Handoko, Hani.2001, Manajemen Personalia.
Manajemen Kepemimpinan dan BPFE Yogyakarta
Kolaborasi dalam Dunia yang
Kompetitif, edisi 7, Buku 1, Jakarta, Salemba Empat.
Brahmasari Ida Ayu dan A. Suprayetno, 2008,
“Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei
Hai International Wiratama Indonesia)”.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 10, Nomor 2, September 2008 :
124-135.
Cahyono, Ari, 2012, “Analisis Pengaruh
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Dosen dan Karyawan Di Universitas Paywatan Daha Kediri”.
Jurnal Ilmu Manajemen,
REVITALISASI, Vol. 1, Nomor 1, Juni
2012.
45
Hasibuan, Malayu, 2007. Manajemen SDM .
Bumi Aksara. Jakarta.
Hughes, Richard L, Ginnett, Robert C &
Churpy, Gordon J. 2012. Leadership: Memperkaya Pelajaran dari
Pengalaman. Edisi 7, Jakarta, Salemba
Humanika.
Husein, Umar. 2010. Desain Penelitian MSDM
dan Prilaku Karyawan. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Istijanto, 2010, Riset Sumber Daya Manusia,
edisi revisi, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Ivancevich, Jhon M and Konopaske, Robert
and Matteson, Michael T, 2005,
Perilaku dan Manajemen Organisasi : Edisi 7, Jilid 2, Jakarta, Penerbit
Erlangga.
Kinicki, Angelo and R. Kreitner, 2005,
Organizational Behavior Key concepts
skills and best Practice, Mc Graw-Hill,
New York.
Koesmono, H. Teman, 2005, “Pengaruh
Budaya Organisasi Terhadap Motivasi
Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja
Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah Di
Jawa Timur”. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 7, Nomor 2, September 2005 : 171-188.
Kuncoro, Mudrajad, 2009, Metode Riset Untuk
Bisnis dan Ekonomi : Edisi 3, Jakarta,
Penerbit Erlangga.
Latan, Hengky, 2012, Structural Equation Modeling Konsep dan Aplikasi :
Afabeta, Bandung
Luthans, F., 2005, Organizational Behavior,
Kerja Dan Dampaknya Terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai Dinas
Perindustrian Perdagangan Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Aceh”.
Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 1, Nomor
1, Tahun 1, Agustus 2012 : 1-20.
Muchlas, Makmuri, 2008, Perilaku Organisasi,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Nawawi, H. Hadari, 2003, Kepemimpinan
Mengefektifkan Organisasi, Gadjah Mada University Press.
Nelson, D.L., and J.C., Quick, 2006,
Organizatonal Behavior Foundations
Realities and Challenges, Thompson
South Western, United States of
America.
Nisfiannoor, Muhammad, 2009, Pendekatan
Statistik Modern untuk Ilmu Sosial :
Jakarta, Salemba Humanika. Mc Graw-Hill Book Co-
Singapore,Singapura
Mahmudi, 2005. Manajemen Personalia dan
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
BPFE.
Noe, R. A. , et all, 2006, Human Resources
Management, Mc Graw-Hill, New York.
Nurwati, U. Nimran, M.Setiawan, Surachman,
2012, “Pengaruh Kepemimpinan
Mahsun, Mohamad, 2006, Pengukuran Kinerja Terhadap Budaya Organisasi, Sektor Publik : Edisi 1, Cetakan 1,
BPFE Yogyakarta.
Komitmen Kerja, Perilaku Kerja dan
Kinerja Pegawai (Studi pada Satuan
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2009, Kerja Perangkat Daerah Provinsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan : Cetakan 9, Bandung, PT.
Remaja Rosdakarya.
Mariam , Rani (2009). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan sebagai
Variabel Intervening. Tesis. Semarang.
Universitas Diponegoro
Mathis, Robet L & Jackson, John H, 2006,
Sulawesi Tenggara)”. Jurnal Aplikasi
Manajemen, Vol. 10, Nomor 1, Maret
2012.
Raharjo, Susilo, Toto dan Nafisah, Durrotun,
2006, “Analisis pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja,
komitmen organisasi Dan kinerja
karyawan (studi empiris pada
Departemen Agama Kabupaten Kendal
dan Departemen Agama Kota
Semarang)”. Jurnal Manajemen dan
Human Resource Management, Organisasi, Vol. 3, Nomor 2, Juli 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia :
Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Maulidar dan S. Musnadi dan M. Yunus, 2012,
69-81.
Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-
variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. “Pengaruh Kepemimpinan Dan
Kepuasan Kerja Terhadap Motivasi
46
Robbins, Stephen P & T. A., Judge, 2008,
Perilaku Organisasi, edisi 12, Buku 2,
Jakarta, Salemba Empat.
Robbins, Stephen P & T. A., Judge, 2009,
Perilaku Organisasi, edisi 12, Buku 1,
Jakarta, Salemba Empat.
Robbins, Stephen P, 2003, Perilaku
Organisasi, Edisi 9, Jilid 2, Alih
Bahasa Tim Indeks, Jakarta, PT. Indeks
Kelompok Gramedia.
Siagian, Sondang, 2004. Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara.
Siagian, Sondang, 2007, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara.
Simamora, Henry. 2002. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Yogyakarta, STIE
YKPN.
Soedjono, 2005, “Pengaruh Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Organisasi dan
Kepuasan Kerja Karyawan pada
Terminal Penumpang Umum di
Surabaya”. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol. 7, Nomor 1,
Maret 2005 : 22-47.
Solihin, Ismail, 2009, Pengantar Manajemen :
Jakarta, Penerbit Erlangga
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Bisnis :
pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
R&D, Bandung : Penerbit Alfabeta.
Suparmi, 2010, “Pengaruh Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Dinas Tata Kota dan
Permukiman Kota Semarang”. Jurnal
Media Ekonomi dan Manajemen, Vol.
21, Nomor 1, Januari 2010
Tintami, Lila dan A. Pradhanawati, dan H.
Sutanto, 2012, “Pengaruh Budaya
Organisasi dan gaya Kepemimpinan
Transformasional terhadap Kinerja
Karyawan melalui Disiplin Kerja pada
karyawan harian SKT Megawon II PT.
Djarum Kudus”. Diponegoro Journal
Of Social And Politic, 2012 : 1-8.
Usman, Husaini. 2009, Manajemen : Teori,
Praktek, dan Riset Pendidikan, Edisi 3,
Cetakan 1, Jakarta, Bumi Aksara. Wijanto, Serian. 2009. Pengelolaan Perguruan
Tinggi Secara Efisien, Efektif, dan
Ekonomis : Untuk Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Mutu
Lulusan, Jakarta : Salemba Empat.
Winardi dan J.J Ma’ruf dan S. Musnadi, 2012,
“Pengaruh Budaya Organisasi Dan
Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi
Pada Karyawan Dinas Pengairan
Provinsi Aceh)”. Jurnal Ilmu
Manajemen, Vol. 1, Nomor 1, Tahun 1,
Mei 2012 : 1-24.
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi :
Teori, Aplikasi dan Penelitian, Jakarta :
Salemba Empat.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber
Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan
Penelitian, Jakarta : Salemba Empat.
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan Dalam
Organisasi, Edisi Kelima, edisi Bahasa
Indonesia, PT. Indeks, Jakarta.