Analisis Keruntuhan Bendungan Rukoh Kabupaten Pidie ...
Transcript of Analisis Keruntuhan Bendungan Rukoh Kabupaten Pidie ...
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: [email protected]
Analisis Keruntuhan Bendungan Rukoh
Kabupaten Pidie Menggunakan Aplikasi
HEC-RAS dan Berbasis InaSAFE
Muhammad Ariq Fathyan Khairi1*, Heri Suprijanto1, Andre
Primantyo Hendrawan1 1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono No.167, Malang, 65145, INDONESIA
*Korespondensi Email: [email protected]
Abstract: Rukoh Dam has 125.7 million m3 reservoir capacity, with
Irrigation and flood control as the main purpose. Beside the lot of benefit,
dams are also a potential threat to public safety if dam break occurred.
When dam break occurs, the water energy stored behind dam capable to
cause rapid and unexpected flood, resulting in loss of life and massive
material damage. The purpose of this study was to discover the maximum
impact from various scenario of Rukoh Dam break. The economic loss by
dam break, measured using regional population data. Rukoh dam break
were modeled using HEC-RAS v5.0.7 based on available geometry data,
therefrom the economic loss calculated using InaSAFE. The simulation
results showed the Probable Maximum Flood (PMF) with a peak discharge
of 517.102 m3/s did not generate overtopping scenario. From the result of
the simulation, the Rukoh dam break due to piping scenario at flood water
level condition result the maximum impact which has a maximum water
depth of 21,94 m with the area of inundation covers 237,409 km2. Those
imply that flood from the dam failure are classified as high-hazard
category. The economic loss estimation as result of Rukoh dam break using
InaSAFE amounted to Rp. 573,068,311,480.
Keywords: Dam Break, HEC-RAS, InaSAFE, Piping, Rukoh Dam.
Abstrak: Bendungan Rukoh memiliki tampungan efektif sebesar 125,7
juta m3 dengan tujuan utama untuk optimalisasi pemenuhan kebutuhan air
irigasi, dan untuk pengendalian banjir Kabupaten Pidie. Dibalik
manfaatnya yang besar, bendungan berpotensi membahayakan keamanan
publik apabila terjadi keruntuhan bendungan. Ketika terjadi keruntuhan
bendungan, air dalam jumlah besar pada waduk dapat mengakibatkan
banjir yang cepat dan tiba-tiba, mengakibatkan kerugian nyawa serta
kerusakan material yang masif. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui
dampak maksimum yang dapat terjadi dari berbagai macam skenario
keruntuhan bendungan pada Bendungan Rukoh. Menggunakan data
populasi regional, kerugian ekonomi akibat keruntuhan bendungan
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
56
kemudian dihitung. Keruntuhan Bendungan Rukoh disimulasikan
menggunakan program HEC-RAS v5.0.7 dengan basis data geometri yang
tersedia, kemudian dihitung kerugian ekonominya dengan bantuan aplikasi
InaSAFE. Hasil simulasi menunjukkan puncak debit banjir rancangan
Probable Maximum Flood (PMF) dengan Qinflow sebesar 517,102
m3/detik tidak mengakibatkan skenario overtopping. Dari hasil simulasi,
keruntuhan Bendungan Rukoh oleh skenario piping tengah kondisi muka
air banjir menghasilkan dampak paling besar dengan ketinggian air
maksimum sebesar 21,94 m dengan luasan banjir melingkupi 237,409 km2.
Angka-angka tersebut menandakan bahwa keruntuhan Bendungan Rukoh
dikategorikan sebagai bahaya tingkat tinggi. Estimasi kerugian ekonomi
akibat keruntuhan Bendungan Rukoh menggunakan program InaSAFE
adalah sebesar Rp. 573.068.311.480.
Kata kunci: Bendungan Rukoh, HEC-RAS, InaSAFE, Keruntuhan
Bendungan, Piping.
1. Pendahuluan
Sebagian besar penduduk Kabupaten Pidie berkerja di sektor pertanian [1],
menandakan Kabupaten Pidie merupakan daerah agraris dengan padi yang menjadi fokus
produksi utamanya. Pada daerah agraris permasalahan ketersediaan air merupakan hal yang
perlu di prioritaskan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menampung
sebanyak-banyaknya air hujan pada musim penghujan dan memanfaatkan air tersebut
secara tepat guna. Untuk menampung air dalam volume besar dibutuhkan bangunan yang
dapat menahan laju aliran air hingga menjadi waduk, atau biasanya disebut bendungan [2].
Dengan jumlah tampungan air yang besar, bendungan tidak hanya memberikan
manfaat saja, namun terdapat potensi bencana yang dapat memberikan dampak pada area
yang luas diikuti oleh kerugian baik nyawa maupun harta benda pada hilir bendungan.
Bencana tersebut terjadi apabila adanya kegagalan bendungan dalam menahan air atau
dapat disebut dengan keruntuhan bendungan. Keruntuhan bendungan adalah keruntuhan
sebagian atau seluruh bendungan atau bangunan pelengkapnya yang menyebabkan tidak
berfungsinya bendungan [3].
Maka daripada itu, setiap bendungan harus dilengkapi dengan Rencana Tindak Darurat
(RTD) [3] untuk mengantisipasi penyelamatan jiwa dan harta benda apabila terjadi
keruntuhan. Salah satu bentuk dari Rencana Tindak Darurat adalah melakukan analisis
keruntuhan bendungan agar dapat diketahui resiko bahaya bendungan pada daerah
terdampak sesuai dengan klasifikasi yang telah diberikan.
2. Bahan dan Metode
2.1 Bahan
a. Data Hujan
Data hujan yang akan digunakan pada penelitian ini memiliki rentang waktu selama
14 tahun dari tahun 2006 – 2019, data hujan ini akan digunakan untuk melakukan analisis
hidrologi dari uji kualitas data hingga flood routing.
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
57
b. Data Teknis dan Peta Isohyet Aceh
Data teknis yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa data teknis tinggi
bendungan, lengkung kapasitas waduk, dan dimensi bendungan. Sementara untuk Peta
Isohyet yang digunakan pada penelitian ini yaitu Isohyet Curah Hujan Maksimum Boleh
Jadi (PMP). Nantinya peta ini digunakan untuk membandingkan hasil PMP hitung dengan
PMP Peta. Apabila nilai PMP Hitung > PMP Peta, maka yang digunakan adalah PMP
Hitung pada perhitungan selanjutnya, begitupula dengan sebaliknya.
c. Peta DEM
Peta DEM atau Digital Elevation Model digunakan pada penelitian ini untuk
menggambarkan kondisi bagian hilir bendungan pada software HEC-RAS.
d. Data Jumlah Penduduk
Sesudah melakukan overlay terhadap peta banjir untuk mendapatkan daerah
terdampak, selanjutnya adalah menggunakan data jumlah penduduk agar mengetahui
berapa jumlah jiwa yang terdampak. Tahap ini digunakan pada aplikasi InaSAFE.
e. Data OSM
Data OSM ini merupakan data yang akan digunakan pada aplikasi InaSAFE sebagai
data objek yang terdampak. Data yang digunakan dalam bentuk .shp. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan 4 basis data, berupa data bangunan, jalan, tata guna lahan dan
penduduk.
2.2 Metode
Data yang diperlukan dalam studi ini adalah peta isohyet Provinsi Aceh, data curah
hujan, data teknis bendungan, peta DEM, dan data jumlah penduduk, data bangunan, jalan,
beserta tata guna lahan. Penelitian dimulai dengan melakukan uji kualitas data hujan,
dilanjutkan dengan melakukan analisis frekuensi dan menguji kesesuaian distribusinya.
Selanjutnya melakukan perhitungan curah hujan maksimum boleh jadi (PMP), setelah
didapat nilai hujan PMP nilai tersebut dibandingkan dengan nilai hujan PMP pada Peta
Isohyet Aceh, dari kedua nilai tersebut diambil nilai paling ekstrem untuk perhitungan
selanjutnya. Lalu ditentukan nilai dari debit banjir rancangan menggunakan Metode
Hidrograf Satuan Sintetis, selanjutnya dapat diketahui nilai dari debit banjir maksimum
boleh jadinya (PMF). Dengan diketahuinya nilai debit banjir PMF dilakukan penelusuran
banjir melalui pelimpah dengan tujuan dapat diketahuinya apakah bendungan mengalami
overtopping jika menerima debit banjir PMF. Selanjutnya dilakukan simulasi Aplikasi
HEC-RAS untuk mendapatkan informasi berupa peta genangan dan karakteristik genangan
yang akan terjadi apabila Bendungan Rukoh runtuh, dengan informasi tersebut dapat
ditentukan klasifikasi bahaya dan estimasi dampak kerugian yang akan ditimbulkan dengan
melakukan simulasi pada Aplikasi InaSAFE.
2.3 Persamaan
2.3.1 Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi bertujuan mencari hubungan diantara besarnya kejadian ekstrem
terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi probabilitas. Dalam analisis
frekuensi hujan harian maksimum, kebenaran perhitungan pada analisis tidak dapat benar-
benar dipastikan kebenaran secara absolut, oleh karena itu diperlukan aplikasi teori
peluang.
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
58
2.3.1.1 Distribusi Log Pearson Tipe III
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology of Water
Resources Council, USA menganjurkan untuk mentransformasikan data keharga
logaritmanya, kemudian menghitung parameter statistiknya. [4]
Log Xt = Log X ̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅̅ + K.S Pers. 1
Dimana :
Log Xt = nilai logaritma hujan rencana dengan periode ulang T
Log X ̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅̅ = nilai rata-rata log x
K = faktor frekuensi
S = standar deviasi
2.3.1.2 Distribusi Gumbel
Metode Gumbel biasanya digunakan pada analisis data maksimum, yaitu seperti
analisis frekuensi banjir. Sementara persoalan yang biasanya dibicarakan berhubungan
dengan nilai-nilai ekstrim yang datang dari persoalan banjir [4]. Tujuan dari teori statistik
nilai ekstrim adalah untuk menganalisis hasil dari pengamatan nilai ektrim tersebut untuk
memperkirakan nilai ekstrim berikutnya.
Yt = -In [− ln (𝑇𝑟 (𝑋)−1
𝑇𝑟 (𝑋))] Pers. 2
Tr = 1
1−𝑒−𝑒−𝑌𝑡 Pers. 3
K = 𝑌𝑡−𝑌𝑛
𝑆𝑛 Pers. 4
X = �̅� + 𝑆𝑑 . 𝐾 Pers. 5
Dimana :
Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
Yn = reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya n
Sn = reduced standar deviasi
K = faktor frekuensi
X = besar curah hujan rancangan
X ̅ = rerata curah hujan
Sd = standar deviasi
2.3.2 Uji Kesesuaian Distribusi
Untuk menentukan apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam perhitungan
curah hujan rancangan diterima atau ditolak perlu dilakukan sebuah pengujian hipotesis
berdasarkan pada derajat kepercayaan (level of significance) dan derajat kebebasan
(degress of freedom), pengujian hipotesis tersebut menentukan suatu hipotesis diterima
atau ditolak, yaitu dengan menggunakan Uji Kesesuaian Distribusi Smirnov Kolmogorov
dan Chi Square [5].
2.3.3 Debit Banjir Rancangan
Hidrograf satuan digunakan dalam analisis banjir rancangan [6]. Hidrograf satuan
sintetis yang telah dikembangkan oleh beberapa pakar antara lain yaitu HSS Nakayasu,
HSS Snyder, HSS Gama I, HSS Limantara, dan banyak lainnya [7]. Debit Banjir Rencana
pada penelitian ini dihitung menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis dengan Metode
Nakayasu dan Metode Snyder.
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
59
➢ Rumus Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu:
tg = 0.21 L0.7 (untuk L < 15km) Pers. 6
tg = 0.4 + 0.058L (untuk L > 15km) Pers. 7
tr = 0.5 sampai 1 tg Pers. 8
Tp = tg + 0.8 tr Pers. 9
T 0.3 = α tg Pers. 10
Qp = 1
3.6 [
CA x Ro
0.3 Tp + T0.3 ] Pers. 11
Dimana :
tg = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang sungai utama (km)
T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
tr = satuan waktu dari curah hujan (jam)
α = koefisien karakteristik DAS atau parameter hidrograf
Tp = waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf (jam)
Qp = debit puncak banjir (m3/det/mm)
CA = luas DAS (km2)
R0 = hujan satuan atau hujan efektif (mm)
➢ Rumus Hidrograf Satuan Sintetis Snyder:
Tp = Ct x (L x Lc)n
te = tp/5,5
Tp = tp’ + 0.5 (untuk te > tr)
Tp = tp + 0.5 tr (untuk te < tr)
Tp = tp (untuk te = tr)
qp = 0,278 x [Cp/tp]
Qp = qp x A
Pers. 12
Pers. 13
Pers. 14
Pers. 15
Pers. 16
Pers. 17
Pers. 18
Dimana :
L = panjang aliran utama (km)
Lc = panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km)
tp = waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (jam)
N = koefisien proporsional terhadap Ct ≈ 0,03
Ct = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 1,10 – 1,40
Qp = debit puncak (m3/dt/mm)
qp = puncak hidrograf satuan (m3/dt/mm/km2)
Cp = koefisien bergantung pada karakteristik DAS ≈ 0,58 – 0,69
Tp = waktu mencapai puncak banjir (jam)
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
60
2.3.4 Keruntuhan Bendungan
Sebuah konstruksi bendungan selain menyimpan banyak manfaat, menyimpan banyak
resiko bahaya pula, salah satunya adalah adanya potensi terjadinya kegagalan atau
keruntuhan bendungan yang bisa disebabkan oleh overtopping dan atau piping.
Pada keruntuhan bendungan dengan sekenario piping, air yang keluar melalui celah
bendungan dimodelkan dengan persamaan tekanan aliran orifice. Persamaan ini juga
membutuhkan koefisien debit dan menghitung seberapa efisien aliran bisa mengalir
melalui pipa. Karena keruntuhan bendungan dengan sekenario piping tidak didesain secara
hidrolika, maka diasumsikan bahwa rekahan tidak merata. Nilai yang direkomendasikan
untuk koefisien tekanan untuk sekenario piping yaitu berkisar 0,5 sampai 0,6 [8].
Gambar 1: Proses keruntuhan bendungan
akibat overtopping [8]
Gambar 2: Proses keruntuhan bendungan
akibat piping [8]
Berikut adalah koefisien keruntuhan bendungan sesuai dengan jenis bendungannya.
Tabel 1: Koefisien keruntuhan bendungan
Dam Types Overflow/Weif Coefficient Piping/Pressure Flow
Coefficients
Earthen Clay or Clay
Core 2,6 – 3,3 0,5 – 0,6
Earthen Sand and Gravel 2,6 – 3,0 0,5 – 0,6
Concrete Arch 3,1 – 3,3 0,5 – 0,6
Concrete Gravity 2,6 – 3,0 0,5 – 0,6
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
61
Gambar 3: Sketsa parameter keruntuhan bendungan [8]
Pada penelitian ini, penulis menggunakan persamaan yang ditemukan oleh Froehlich
yang tercantum pada user guide di aplikasi HEC-RAS [8], yang telah digunakan pada
beberapa perhitungan keamanan bendungan. Berdasakan penelitian terbarunya, Froehlich
menyebutkan bahwa sisi rata-rata lereng adalah 1,0H : 1,0V untuk keruntuhan overtopping
dan 0.7H : 1.0V untuk keruntuhan piping [8]. Berikut adalah persamaan regresi untuk lebar
rerata keruntuhan bendungan dan waktu runtuhnya:
Bave = 0.27 . Ko . Vw0.32 . hb0.04 Pers. 19
tf = 63.2 √𝑉𝑤
𝑔ℎ𝑏2 Pers. 20
dimana:
Bave = Lebar rerata rekahan (m)
Ko = Konstanta (1,3 untuk overtopping dan 1,0 untuk piping)
Vw = Volume waduk saat keruntuhan terjadi (m3)
hb = Tinggi akhir rekahan (m)
g = Persamaan gravitasi (9,81 m/detik2)
tf = Waktu keruntuhan (detik)
2.3.5 Aplikasi HEC-RAS
HEC-RAS (Hydraulic Engineering Center’s River Analysis System) merupakan
aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan simulasi hidraulik aliran satu dimensi,
perhitungan aliran sungai tidak seragam satu maupun dua dimensi, pemodelan pergerakan
sedimen dalam aliran tidak seragam dan aliran tidak seragam penuh, analisis suhu air, dan
pemodelan kualitas air secara umum. Dalam melakukan simulasi keruntuhan bendungan
dengan HEC-RAS biasanya dilakukan beberapa tahap, yaitu:
- Memulai proyek baru
- Memasukkan data geometris sesuai dengan lokasi bendungan
- Memasukkan data aliran
- Memasukkan kondisi batas
- Melakukan perhitungan hidraulik
- Melihat dan mencetak hasil banjir akibat keruntuhan bendungan
2.3.6 Klasifikasi Tingkat Bahaya
Untuk mendapatkan klasifikasi tingkat bahaya dan karakteristik banjir, digunakan
bantuan aplikasi InaSAFE 5.0.1 dengan analisis ancaman (hazard) berdasarkan Peraturan
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
62
BNPB No.02 Tahun 2012. Dimana indeks yang digunakan merupakan indeks tinggi banjir
yang telah disusun berdasaran data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu
daerah [9]. Menurut Peraturan BNPB No.02 Tahun 2012 klasifikasi bahaya terdiri dari
indeks ancaman dengan ketinggian banjir < 1 meter merupakan ancaman rendah, 1 - 3
meter merupakan ancaman sedang, dan > 3 meter merupakan ancaman tinggi.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis Hidrologi
a. Hujan PMP (Probable Maximum Precipitation) yaitu ketebalan hujan maksimum
dalam lama waktu tertentu yang mungkin terjadi pada suatu wilayah yang nantinya
kemudian akan digunakan dalam melakukan perhitungan banjir PMF (Probable
Maximum Flood) [5]. Berikut adalah perhitungan hujan PMP dengan Metode
Hersfield: Tabel 2: Perhitungan Hujan PMP Metode Hersfield Rukoh
No. Tahun Curah Hujan
(mm)
Curah Hujan Terurut
(mm)
1 2006 125,50 77,50
2 2007 77,50 80,50
3 2008 92,50 92,50
4 2009 120,10 100,70
5 2010 216,00 103,90
6 2011 80,50 109,95
7 2012 103,90 120,10
8 2013 124,40 124,40
9 2014 109,95 125,00
10 2015 125,00 125,50
11 2016 100,70 125,80
12 2017 144,50 144,50
13 2018 125,80 158,70
14 2019 158,70 216,00
Total X 1705,050
Xrerata 121,789
Jumlah Data (n) 14
Standar Deviasi (Sd) 35,337
Xrerata - m 114,542
Standar Deviasi - m 23,584
Contoh Perhitungan Hujan PMP Rukoh:
Xn terkoreksi (Xp) = Xn . f1 . f2
= 121,789 x 1,00 x 1,03
= 125,44 mm
Sn terkoreksi (Sp) = Sn . f3. f4
= 35,337 x 0,78 x 1,15
= 31,70
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
63
Xm = Xp + Km . Sp
= 125,44 + 14,40 x 31,70
= 581,879 mm
PMPhitung = 581,879 x 1,13 (Faktor pengali SNI)
= 657,524 mm
Berdasarkan nilai Peta PMP Isohyet Aceh, PMP yang terjadi di Bendungan Rukoh
yaitu sebesar 600 mm, namun hasil PMPhitung lebih besar sebesar 657,524 mm, maka dari
itu untuk perhitungan selanjutnya digunakan nilai PMP terbesar yaitu PMPhitung.
Tabel 3: Rekapitulasi Nilai Hidrograf Satuan Sintetis Rukoh
Metode HSS Debit Banjir Rancangan (m3/dt)
25 tahun 50 tahun 100 tahun 1000 tahun PMF
Nakayasu 187,337 216,653 238,719 288,006 517,102
Snyder 223,328 263,710 293,665 119,546 227,126
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, HSS Metode Nakayasu
menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan HSS Metode Snyder, maka debit paling
ekstrim didapat dari Metode HSS nakayasu dengan nilai debit banjir rancangan maksimum
sebesar 517 m3/dt.
b. Penelusuran Banjir diatas Pelimpah Bendungan
Perhitungan penelusuran banjir atau flood routing melalui pelimpah dilakukan untuk
mengetahui tinggi muka air yang ada diatas mercu pelimpah saat suatu debit dengan kala
ulang tertentu melewati pelimpah. Pada studi analisis keruntuhan bendungan, hasil analisis
penelusuran banjir melewati pelimpah digunakan untuk mentukan apakah bendungan
mengalami overtopping atau tidak.
Gambar 5: Grafik hubungan inflow dan outflow pada pelimpah
Bendungan Rukoh dengan QPMF
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
64
Pada perhitungan penelusuran banjir yang telah dilakukan penulis didapat elevasi
maksimum muka air diatas pelimpah setelah dilakukan penelusuran banjir dengan QPMF
sebesar +123,091 m, nilai tersebut lebih kecil dari nilai elevasi tubuh Bendungan Rukoh
yang bernilai +127 m. Maka Bendungan Rukoh tidak mengalami overtopping saat
menerima debit PMF.
3.2 Analisis Keruntuhan Bendungan dengan HEC-RAS 5.0.7
a. Parameter Keruntuhan
Keruntuhan Bendungan Rukoh disimulasikan menggunakan bantuan aplikasi HEC-
RAS versi 5.0.7 dengan pemodelan 2D HEC-RAS dengan computation spacing DY dan
DX 100x100 lalu menggunakan peta DEM untuk daerah Kabupaten Pidie yang disediakan
oleh DEMNAS. Melakukan analisis pada 6 (enam) macam sekenario saja karena pada
perhitungan penelusuran banjir Bendungan Rukoh tidak terjadi overtopping disaat
menerima debit banjir rencana PMF. Skenario yang dianalisis yaitu piping atas muka air
banjir, piping tengah muka air banjir, piping bawah muka air banjir, piping atas muka air
normal, piping tengah muka air normal beserta piping bawah muka air normal. Parameter
keruntuhan bendungan dihitung dengan rumus Froehlich [8].
Contoh perhitungan untuk sekenario piping atas Muka Air Banjir untuk Bendungan Rukoh:
Bave = 0,27 Ko Vw0.32 hb
0.04
= 0,27 1,0 . 154606251,80,32 670,04
= 133,340
tf = 63,2 √Vw
gℎ𝑏2
= 63,2 √154606251,8
9.81 (67)2
= 3744,74 detik
= 1,040 jam
Wb = Bave – 2 . slide slope x ½ Hakhir keruntuhan
= 133,340 – 2 x 0,7 x ½ x 67
= 86,440 m
Dimana:
Bave = Lebar rerata rekahan
Ko = Konstanta (1,3 untuk keruntuhan overtopping dan 1,0 untuk piping)
Vw = Volume tampungan air waduk
Wb = Lebar rekahan bagian bawah
hb = Elevasi puncak bendungan – Elevasi dasar bendungan
g = Koefisien gravitasi (9,81 m/s²)
tf = Waktu mulai keruntuhan bendungan
Parameter slope rekahan menurut Froehlich (2008)
1H : 1V = Keruntuhan akibat overtopping
0,7H : 1V = Keruntuhan akibat piping
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
65
b. Hasil Simulasi Keruntuhan
Gambar 6: Sebaran genangan banjir akibat keruntuhan Bendungan Rukoh
Tabel 4: Luas genangan banjir akibat keruntuhan Bendungan Rukoh
No Simulasi Keruntuhan Luas Kedalaman Maksimum
m2 km2 m
1 Piping Atas MAB 236325567,755 236,326 21,83
2 Piping Tengah MAB 237409124,162 237,409 21,94
3 Piping Bawah MAB 237373417,810 237,373 21,63
4 Piping Atas MAN 223263486,141 223,263 21,22
5 Piping Tengah MAN 223207699,798 223,208 21,61
6 Piping Bawah MAN 223547447,857 223,547 21,51
Dari tabel diatas didapatkan hasil yang beragam, namun dapat disimpulkan dari luas
genangan dan kedalaman maksimum banjir, bahwa keruntuhan bendungan dengan kondisi
terekstrim dihasilkan oleh sekenario piping tengah Muka Air Banjir.
3.3 Klasifikasi Tingkat Bahaya
Hasil dari analisis keruntuhan Bendungan Rukoh yang telah dilakukan dengan bantuan
aplikasi InaSAFE 5.0.1 menunjukkan bahwa dengan sebaran banjir dengan luas maksimum
sebesar 237,409 km2 dan kedalaman banjir maksimum sebesar 21,94 m, didapat sebanyak
68.100 jiwa penduduk yang membutuhkan tempat evakuasi atau penampungan. Pada
Peraturan Kepala BNBP No.7 Tahun 2008 disebutkan tempat evakuasi atau penampungan
sementara adalah tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa
tempat penampungan massal maupun keluarga, atau individual [10].
Sesuai dengan indeks tinggi banjir, jika kedalaman banjir diatas 3 meter dengan
penduduk yang terdampak lebih dari 1000 jiwa [9], maka dapat disimpulkan bahwa
keruntuhan Bendungan Rukoh merupakan bahaya dengan klasifikasi tinggi.
Khairi, M.A.F. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 055-066
66
3.4 Analisis Kerugian
Berdasarkan analisis kerugian yang telah dilakukan, kerugian akan ditanggung oleh
pemerintah dan atau pengelola bendungan diperkirakan mencapai Rp. 573.068.311.480.
Hal tersebut sudah mencakup kerugian ekonomi, materil langsung dan tak langsung, dan
kerugian fungsional.
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada Bendungan Rukoh, dapat disimpulkan
bahwa debit banjir paling ekstrim yang didapat dari Metode HSS Nakayasu sebesar 517
m3/dt tidak menyebabkan Bendungan Rukoh mengalami overtopping. Hasil terekstrim
didapat dari skenario piping tengah Muka Air Banjir yang menghasilkan banjir dengan luas
sebaran 237,409 km2 dengan kedalaman maksimum sebesar 21,94 m dan dikategorikan
sebagai bahaya tingkat tinggi. Keruntuhan Bendungan Rukoh di estimasikan menghasilkan
kerugian sebesar Rp. 573.068.311.480.
Daftar Pustaka
[1] Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, Statistik Daerah Kabupaten Pidie 2020.
Pidie: Penerbit Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie, 2020
[2] S. Sosrodarsono dan K. Takeda, Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Penerbit
Pradnya Paramita, 1976
[3] Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Jakarta, 2015
[4] C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1987
[5] SNI 2415, Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Jakarta: Penerbit Badan
Standarisasi Nasional, 2016
[6] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Penerbit Beta Offset, 2008
[7] L. M. Limantara, Hidrologi Praktis. Bandung: Penerbit Lubuk Agung , 2010
[8] US Army Corps of Engineers Hydrolic Engineering Center team, User Guide
Using HEC-RAS for Dam Break Studies. CA: US Army Corps of Engineers
Hydrolic Engineering Center, 2014
[9] Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 02 Tahun 2012
tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta, 2012
[10] Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 07 Tahun 2008
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
Jakarta, 2008