ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN KAWASAN PERKOTAAN …
Transcript of ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN KAWASAN PERKOTAAN …
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN
KAWASAN PERKOTAAN WAWO
KABUPATEN KOLAKA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
FACHMI ANUGROH YAHYA
NIM. 45 16 042 005
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2021
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN
KAWASAN PERKOTAAN WAWO
KABUPATEN KOLAKA UTARA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2021
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik (ST)
Oleh
FACHMI ANUGROH YAHYA
NIM 45 16 042 005
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fachmi Anugroh Yahya
NIM : 45 16 042 005
Jurusan : Perencanaan Wilayah Dan Kota
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan
skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Maret 2021
Yang Menyatakan
Fachmi Anugroh Yahya
ABSTRAK
Fachmi Anugroh Yahya, 2020 “Analisis Kemampuan Lahan Kawasan
Perkotaan Wawo Kabupaten Kolaka Utara”. Dibimbing Oleh Batara Surya
dan Rusneni Ruslan.
Tujuan Penelitian ini ialah Untuk mengetahui apa saja klasifikasi
kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten
Kolaka Utara dan mengidentifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan
di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.
Penelitian ini menggunakan penelitian metode kuantitatif sebagai metode
Utama dan didukung dengan pendekatan spatial analysis. Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis spasial overlay
dan analysis deskritif. Hasil analisis spasial overlay bergantung pada data
aspek fisik dasar untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan
sedangkan analisis deskritif sangat bergantung dengan hasil analisis
pertama.
Kesimpulan utama dari penelitian ini ialah klasifikasi kemampuan lahan
Perkotaan Wawo terdapat empat (4) Kelas E dengan Klasifikasi
Pengembangan Tinggi, Kelas D dengan Klasifikasi Pengembangan
Cukup, Kelas C dengan Klasifikasi Pengembangan Sedang, dan Kelas D
dengan Klasifikasi Pengembangan Kurang. Sedangkan Kemampuan
Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi, sangat sesuai untuk
dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan kawasan perkotaan serta
tidak memiliki hambatan fisik lingkungan, sedangkan Kemampuan Lahan
Pengembangan Sedang tetap bisa dikembangkan menjadi kawasan
perkotaan, serta pada kawasan dengan Kemampuan Lahan
Pengembangan Kurang tidak direkomendasikan untuk dijadikan kawasan
pengembangan.
Kata kunci : Kemampuan Lahan, Daya Dukung Lahan, Perkotaan
Wawo.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Teriring Rasa Puji dan Syukur Kehadirat Allah subhanahu wa ta‟ala
senantiasa kita curahkan atas segala limpahan Rahmat dan Karunia serta
Hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis
Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo Kabupaten Kolaka
Utara”. Tugas Akhir ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi untuk
memperoleh gelar sarjana STRATA SATU (S-1) pada Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Bosowa
Makassar dan Merupakan salah satu proses akhir dari kegiatan
pembelajaran di Universitas pada umumnya dan Jurusan Perencanaan
Wilayah Dan Kota pada khususnya.
Penulis menyadari telah sepenuhnya mengarahkan segala
kemampuan dan usaha, namun sebagai manusia biasa yang tidak luput
dari kesalahan dan lupa serta keterbatasan pengetahuan yang penulis
miliki, masih banyak terdapat kekurangan dari tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karen itu, dengan rasa
tulus dan ikhlas, selayaknya penulis menghantarkan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
ii
1. Dekan Fakultas Teknik, Bapak. Ridwan, ST., M.Si dan Ketua Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Dr. Ir. Rudi Latief, M.Si.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu
Rusneni Ruslan, ST., M.Si selaku pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ilham Yahya, ST, MSP dan Bapak Dr. Ir. Syahriar Tato, MS
selaku dosen penguji.
4. Bapak dan Ibu Staf pengajar serta Karyawan(i) Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, atas segala bimbingan, didikan, dan bantuan
selama penulisan mentut ilmu dibangku perkuliahan.
5. Pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara yaitu Kepala Kantor Camat
Kecamatan Wawo yang telah membantu dan mengarahkan saya pada
lokasi penelitian.
6. Orangtua dan keluarga saya terutama Ayah saya Drs. Yahya Fasa
dan Ibu saya Dra. Susanti Mokodompit serta Kakak saya Fiqih Fidya
Albanjar, S.TP, M.SI, Nurlaila Albanjar, S.H dan Adik saya Putri
Bulawan Anamiroh Yahya yang telah memberikan bantuan material,
moral dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kepada Dosen Ilham Yahya, S.T M.SP yang selalu memberikan
bimbingan, didikan, dan ilmunya kepada saya, sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini.
iii
8. Kepada teman saya Siska dan Ayensi Mokoginta yang telah berperan
besar dalam membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Kepada teman seperjuangan saya Muhammad Fikri Haikal, Candra
Deswanto, dan Kristianto Erdiansyah Widodo yang telah
menyempatkan waktunya menemani saya untuk survey lapangan di
Kabupaten Kolaka Utara selama 3 hari.
10. Teman bimbingan saya Ayu Afrianti, Siska, dan Hakim Asurah yang
telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman seperjuangan saya Yudhistira Taufiq Hidayat, Panjhi Arieq,
Muhammad Rizkiawan, Ariadi Abil, Noel Diaken Patandean,
Muhammad Arif Gunawan, Siska, Nur Ainsyah Pakaya, Ayu Afrianti,
Farah Alivia Yunita Laoh, Mutya Alizia Putri B, yang senantiasa
memberikan semangat penulis dalam penyusunan skripsi.
12. Angkatan saya yaitu Planologi 2016 (SPACE) yang saling
memberikan support dalam penyususnan skripsi ini.
iv
Akhir kata, semoga Allah SWT. Senantiasa mencurahkan segala
keberkahan dan Rahmatnya kepada mereka yang telah luar biasa
membantu penulis dalam menyelesaikan studi ini, amin. Semoga skripsi
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Makassar, Maret 2021
Fachmi Anugroh Yahya
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
D. Batasan Masalah .................................................................... 5
E. Sistematika Pembahasan ....................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lahan ................................................................... 6
1. Tanah ............................................................................... 6
2. Iklim .................................................................................. 7
3. Topografi .......................................................................... 9
4. Vegetasi ........................................................................... 10
B. Pengertian Analisis ................................................................. 12
C. Pengertian Kemampuan Lahan .............................................. 12
1. Analisis Kemampuan Lahan ............................................. 13
vi
2. Klasifikasi Kemampuan Lahan .......................................... 30
D. Pengertian Perkotaan ............................................................. 31
E. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) ......................... 32
F. Penelitian Terdahulu ............................................................... 33
G. Kerangka Pikir ........................................................................ 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 37
1. Lokasi Penelitian ........................................................... 37
2. Waktu Penelitian ............................................................ 38
C. Pendekatan Penelitian ............................................................ 39
D. Pendekatan Analisis .............................................................. 40
E. Metode Pengumpulan Data .................................................... 40
F. Variabel Penelitian ................................................................. 44
G. Metode Analisis ...................................................................... 45
1. Analisis Spasial (Overlay) Satuan Kemampuan Lahan ... 45
2. Analisis Deskriptif ........................................................... 46
H. Definisi Operasional Penelitian ............................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil........................................................................................ 50
1. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka Utara ................... 50
a. Aspek Fisik Dasar .................................................... 50
vii
b. Wilayah Administrasi ................................................ 50
c. Iklim ......................................................................... 53
d. Curah Hujan ............................................................. 53
2. Kependudukan ............................................................... 54
a. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan ................ 54
b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk ........................ 55
c. Penduduk Menurut Kelompok dan Jenis Kelamin .... 56
3. Gambaran Umum Kecamatan Wawo ............................. 57
a. Aspek Fisik Dasar .................................................. 57
1) Keadaan Geografis .......................................... 57
2) Iklim dan Curah Hujan ..................................... 61
3) Jenis Tanah ..................................................... 64
4) Topografi dan Kemiringan Lereng .................... 66
5) Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota
Kecamatan dan Kabupaten .............................. 69
6) Pembagian Daerah Administratif ...................... 69
b. Kependudukan ....................................................... 70
1) Perkembangan Jumlah Penduduk 3 Tahun
Terakhir ........................................................... 70
2) Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 71
3) Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin .................................. 72
viii
4) Kepadatan Penduduk ...................................... 73
5) Perkembangan Rumah Tangga ....................... 73
4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................... 74
5. Kedudukan Kawasan Perkotaan Wawo .......................... 76
6. Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian............................. 77
7. Lahan Terbangun dan Non Terbangun ........................... 79
8. Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo ............................. 81
9. Topografi/Ketinggian Kawasan Perkotaan Wawo ........... 83
10. Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo .............. 85
11. Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo ........................ 87
12. Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo ........................ 89
13. Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo .................. 91
B. Pembahasan........................................................................... 93
1. Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan di
Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ................... 93
a. SKL Morfologi ...................................................... 93
b. SKL Kemudahan Dikerjakan ................................ 95
c. SKL Kestabilan Lereng ........................................ 97
d. SKL Kestabilan Pondasi....................................... 99
e. SKL Ketersediaan Air ........................................... 101
f. SKL Untuk Drainase ............................................ 103
g. SKL Terhadap Erosi ............................................. 105
ix
h. SKL Pembuangan Limbah ................................... 107
i. SKL Terhadap Bencana Alam .............................. 109
j. Klasifikasi Kemampuan Lahan ............................. 111
2. Kemampuan Lahan yang ada di Kawasan Perkotaan
Wawo Kabupaten Kolaka Utara ...................................... 117
a. Kemampuan Pengembangan Kurang .................. 117
b. Kemampuan Pengembangan Sedang.................. 118
c. Kemampuan Pengembangan Cukup dan Tinggi .. 118
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ......................................................................... 120
B. SARAN ................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
2.1 Klasifikasi Data Satuan Lahan ............................................................ 14
2.2 Analisis SKL Morfologi ........................................................................ 16
2.3 Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan ................................................. 18
2.4 Analisis SKL Kestabilan Lereng .......................................................... 20
2.5 Analisis SKL Kestabilan Pondasi ........................................................ 22
2.6 Analisis SKL Ketersediaan Air ............................................................. 23
2.7 Analisis SKL Untuk Drainase .............................................................. 24
2.8. Analisis SKL Terhadap Erosi ............................................................... 25
2.9 Analisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah ..................................... 27
2.10. Analisis SKL Terhadap Bencana Alam ............................................... 28
2.11 Kelas Kemampuan Lahan .................................................................. 30
2.12 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 34
3.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Lokasi Penelitian Tahun 2020 ........... 38
3.2 Schedule Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 39
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian ..................................................... 41
3.4 Variabel Penelitan .............................................................................. 45
4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara
Tahun 2019 ......................................................................................... 51
4.2 Rata-Rata dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019 ................................................................... 53
xi
4.3 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019 ................................................................... 54
4.4 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut
Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara Tahun
2015,2016,2017,2018,2019. ................................................................ 55
4.5 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan
di Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019 ............................................. 56
4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2018.................................................. 57
4.7 Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018 ..................................... 58
4.8 Hari Hujan dan Curah Hujan Perbulan Di Kecamatan Wawo, Tahun
2018 .................................................................................................................. 61
4.9 Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 68
4.10 Pembagian Daerah Administratif Menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 69
4.11 Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Wawo Tahun
2016,2017 dan 2018 ........................................................................... 70
4.12 Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Berdasarkan Jenis
Kelamin di Kecamatan Wawo Tahun 2018 .......................................... 70
4.13 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 71
xii
4.14 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 72
4.15 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Wawo Tahun 2018 ........................................................... 73
4.16 Luas Wilayah Menurut Desa Di Kawasan Perkotaan Wawo
Tahun 2020 ......................................................................................... 73
4.17 Luas Penggunaan Lahan dirinci menurut jenisnya Di Kawasan Perkotaan
Wawo Tahun 2020 .......................................................................................... 76
4.18 Luas Kawasan Terbangun dan Non Terbangun Di Kawasan Perkotaan
Wawo .................................................................................................. 78
4.19 Data Morfologi Di Kawasan Perkotaan Wawo ..................................... 80
4.20 Data Topografi/Ketinggian Di Kawasan Perkotaan Wawo ................... 82
4.21 Data Kemiringan Lereng Di Kawasan Perkotaan Wawo ...................... 84
4.22 Data Jenis Tanah Di Kawasan Perkotaan Wawo................................. 88
4.23 Data Rawan Bencana Di Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 90
4.24 Analisis SKL Morfologi......................................................................... 92
4.25 Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan .................................................. 94
4.26 Analisis SKL Kestabilan Lereng ........................................................... 96
4.27 Analisis SKL Kestabilan Pondasi ......................................................... 98
4.28 Analisis SKL Ketersediaan Air ............................................................. 100
4.29 Analisis SKL Untuk Drainase ............................................................... 102
4.30 SKL Terhadap Erosi ............................................................................ 104
xiii
4.31 Analisis SKL Pembuangan Limbah ..................................................... 106
4.32 Analisis SKL Terhadap Bencana Alam ................................................ 108
4.33 Analisis Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo ...................... 111
4.34 Analisis Overlay 9 Variabel SKL dan Total Nilai Akhir X Bobot
Kawasan Perkotaan Wawo ................................................................. 112
4.35 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ................. 113
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................... 36
3.1 Alur Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 42
4.1 Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara .................................................. 52
4.2 Peta Administrasi Kecamatan Wawo ............................................................. 60
4.3 Curah Hujan Kecamatan Wawo .......................................................... 62
4.4 Peta Jenis Tanah Kecamatan Wawo ................................................... 64
4.5 Peta Topografi Kecamatan Wawo ....................................................... 66
4.6 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wawo ........................................ 67
4.7 Peta Kawasan Perkotaan Wawo ......................................................... 74
4.8 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 77
4.9 Peta Lahan Terbangun Dan Non Terbangun Kawasan Perkotaan
Wawo .................................................................................................. 79
4.10 Peta Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo .......................................... 81
4.11 Peta Topografi Kawasan Perkotaan Wawo ......................................... 83
4.12 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo .......................... 85
4.13 Peta Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo .................................... 87
4.14 Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo ..................................... 89
4.15 Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo .............................. 91
4.16 Peta Analisis SKL Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo ..................... 93
4.17 Peta Analisis SKL Kemudahan DiKerjakan Kawasan Perkotaan
Wawo .................................................................................................. 95
xv
4.18 Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo ....... 97
4.19 Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kawasan Perkotaan Wawo ..... 99
4.20 Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kawasan Perkotaan Wawo ......... 101
4.21 Peta Analisis SKL Untuk Drainase Kawasan Perkotaan Wawo ........... 103
4.22 Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kawasan Perkotaan Wawo ........... 105
4.23 Peta Analisis SKL Pembuangan Limbah Kawasan Perkotaan
Wawo .................................................................................................. 107
4.24 Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Alam Kawasan Perkotaan
Wawo .................................................................................................. 109
4.25 Peta Kelas Kemampuan Lahan ........................................................... 116
4.26 Peta Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo ......................... 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya
harus dilakukan dengan hati-hati dan harus sesuai dengan
kemampuannya agar tidak mengurangi tata guna dan daya guna lahan
serta menurunkan produktivitas lahan. Untuk memenuhi kebutuhan
pokok, manusia akan cenderung memanfaatkan sumberdaya alam
secara berlebihan, padahal ketersediaanya amat terbatas. Apabila
kecenderungan tersebut dibiarkan terus berlangsung dikhawatirkan
dalam waktu dekat akan terjadi kerusakan lahan atau tanah sebagai
akibat tekanan penduduk atas lahan yang melebihi tingkat
kemampuannya. Untuk menghindari kesalahan dalam tata guna lahan
dan daya guna lahan serta mengatasi masalah turunnya produktivitas
lahan salah satu jalan adalah perencanaan penggunaan lahan yang
sesuai dengan kemampuannya. Perencanaan penggunaan lahan yang
baik tidak terlepas dari tindakan evaluasi sumberdaya lahannya.
Kerangka dasar dari evaluasi lahan adalah membandingkan
persyaratan tertentu dengan sifat-sifat lahan yang ada pada lahan
tersebut.
2
Dalam perubahan penggunaan lahan sering tidak
memperhatikan kelestarian lahan terutama pada lahan-lahan yang
mempunyai keterbatasan - keterbatasan baik keterbatasan fisik
maupun kimia. Pengaruh langsung dari perubahan penggunaan lahan
yang terjadi pada lahan diantaranya adalah perlindungan tanah
terhadap pukulan air hujan secara langsung berkurang, berkurangnya
pembentukan bahan organik dalam tanah, aliran permukaan lebih besar
daripada yang meresap dalam tanah dan sebagainya serta
berkurangnya kemampuan lahan. Kemampuan lahan adalah penilaian
atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari
masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya dan tidak diikuti dengan usaha
konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila
tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad
2010)
Analisis kemampuan lahan ini bermaksud untuk mengkaji
tingkatan kemampuan lahan berdasarkan aspek fisik dasar. Aspek
dasar ini merupakan salah satu materi yang diperlukan dalam rencana
pengembangan suatu kota, hal ini seperti tertuang dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007 tentang pedoman teknik
analisis fisik dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam
penyusunan rencana tata ruang. Aspek – aspek fisik kemampuan lahan
3
tersebut dalam analisis ini dikenal dengan satuan kemampuan lahan
(SKL).
Pengembangan wisata di Kabupaten Kolaka Utara menunjukan
perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Pertumbuhan aktivitas wisatawan harus sejalan dengan kelestarian
lingkungan karena yang terjadi adalah aktivitas pengunjung
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di darat atau pesisir,
salah satu kecamatan yang memiliki potensi parawisata yaitu
Kecamatan Wawo yang dikembangkan sebagai kawasan perkotaan
untuk di jadikan pusat kegiatan lokal sebagai pintu masuk bagian
selatan Kabupaten Kolaka Utara.
Seiring dengan pesatnya laju pembangunan dan pertambahan
jumblah penduduk di Kawasan Perkotaan Wawo yang disebabkan oleh
aktivitas parawisata, ancaman terhadap sumber daya alam dan
ekosistem semakin meningkat pula. Salah satu ancaman serius
terhadap keutuhan sumber daya alam dan ekosistem adalah daya
dukung wisatawan yang menyebabkan kebutuhan akan ruang semakin
meningkat pula, maka perlu dikaji tingkat kemampuan lahan di
Kawasan Perkotaan Wawo sebagai satu langkah untuk menjaga
kelestarian alamnya baik lingkungan pesisir maupun daratan. Sehingga
penulis melakukan penelitian terkait analisis kemampuan lahan
kawasan perkotaan di kecamatan tersebut. Analisis ini dilakukan untuk
4
mengetahui seberapa besar kemampuan lahan untuk dapat
mendukung upaya pemanfaatan lahan Kawasan Perkotaan Wawo.
Analisis kemampuan lahan ini sekaligus untuk mengetahui faktor –
faktor fisik lahan yang bersifat menghambat dan tidak menghambat
dalam merencanakan Kawasan Perkotaan Wawo. Output (keluaran)
dari analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan yang terdiri
dari kawasan kemungkinan (pengembangan), kawasan kendala dan
kawasan limitasi, yang merupakan gambaran dari tingkatan
kemampuan lahan pada daerah penelitian, kemudian diinterpretasikan
secara deskriptif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan suatu masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di
Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ?
2. Bagaimana kemampuan lahan yang ada di kawasan perkotaan di
Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan
perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.
5
2. Untuk mengidentifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di
Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.
D. Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Lokasi penelitian berada di kawasan perkotaan Kecamatan Wawo
Kabupaten Kolaka Utara .
2. Analisis kemampuan lahan dilakukan dengan merujuk pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007.
E. Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN yang menjelaskan tentang latar belakang,
rumusan masalah yang diangkat, tujuan penelitian, batasan masalah,
serta sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang tinjauan pustaka,
pengertian kemampuan lahan, dan menguraikan teori – teori yang
terkait dalam mendukung penelitian ini .
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ini menguraikan tentang lokasi
dan waktu penelitian, obyek penelitian, teknik pengumpulan data,
metode analisis data, dan definisi operasional variabel.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN memuat gambaran umum wilayah
studi dan hasil Pembahasan
BAB 5 PENUTUP memuat tentang kesimpulan dan saran
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk tanah, iklim, topografi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial
akan berpengaruh yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu
maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang
telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan
tertentu (Djaenudin et al, 2003).
Menurut Ritohardoyo, Su (2013) lahan merupakan salah satu
sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia, mengingat
kebutuhan masyarakat baik untuk melangsungkan hidupnya maupun
kegiatan kehidupan sosio-ekonomi dan sosio-budayanya. Lahan
memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam
usaha meningkatkan kualitas hidupnya.
1. Tanah
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat di permukaan
kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil
pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil
7
pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan
medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat
tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor
iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu
pembentukan (Yuliprianto, 2010: 11).
Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia serta biologi
tanah dan interaksinya. Agar tanah dapat berfungsi efektif, ketiga
komponen tersebut harus disertakan. Hasil akhir dari proses-proses
degradasi dan konservasi yang berlangsung pada suatu tanah akan
berpengaruh terhadap kualitas tanah. Oleh karena itu, kualitas
tanah tidak hanya mencakup produktivitas dan perlindungan
lingkungan, tetapi juga keamanan pangan serta kesehatan manusia
dan hewan (Purwanto, 2009).
2. Iklim
Iklim (climate) adalah sintesis atau kesimpulan dari
perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi
bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu
wilayah. Sintesis tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik
yang meliputi: rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi kejadian.
Iklim sering dikatakan sebagai nilai statistik cuaca jangka panjang
di suatu tempat atau suatu wilayah. Iklim dapat pula diartikan
sebagai sifat cuaca di suatu tempat atau wilayah. Data iklim terdiri
8
dari data diskontinu (radiasi, lama penyinaran matahari, presipitasi
dan penguapan) dan data kontinu (suhu, kelembaban, tekanan
udara, kecepatan angin) (Atmaja, 2009).
Iklim berperan dalam setiap kejadian penyakit dan kematian,
oleh karena penyakit berkaitan dengan ekosistem. Manusia
merupakan bagian dari sebuah ekosistem. Sementara itu kejadian
penyakit merupakan inti dari permasalahan kesehatan. Perubahan
iklim akan diikuti perubahan ekosistem. Atau tata kehidupan yang
pada akhirnya merubah pola hubungan interaksi antara lingkungan
dan manusia yang berdampak terhadap derajat kesehatan
masyarakat. Beberapa variabel yang merupakan komponen iklim
seperti suhu lingkungan, kelembaban lingkungan, kelembaban
ruang, kemarau panjang dan curah hujan mempengaruhi
pertumbuhan dan persebaran berbagai spesies mikroba dan parasit
serta berbagai variabel kependudukan. Iklim juga berperan
terhadap budaya dan behavioral aspect manusia. Hubungan antara
lingkungan, kependudukan dan determinan iklim serta dampaknya
terhadap kesehatan dapat digambarkan ke dalam teori simpul atau
paradigma kesehatan lingkungan (Achmadi, 2008).
Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklim di Indonesia
berdasarkan perhitungan jumlah bulan kering dan bulan basah.
Mereka memperoleh delapan jenis iklim dari iklim basah sampai
9
iklim kering. Kemudian Oldeman juga memakai unsur iklim curah
hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman
lebih menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut
klasifikasi iklim pertanian (agro-climatic classification) (Tjasyono,
2004).
3. Topografi
Menurut M. Suparno dan Marlina Endy (2005:139), keadaan
topografi adalah keadaan yang menggambarkan kemiringan lahan,
atau kontur lahan, semakin besar kontur lahan berarti lahan
tersebut memiliki kemiringan lereng yang semakin besar.
Pengertian Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi
dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya),
dan asteroid. Dalam pengertian yang lebih luas, topografi tidak
hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi juga vegetasi dan
pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan
lokal (Ilmu Pengetahuan Sosial). Topografi umumnya
menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi
jenis lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani
kuno dan berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu
tempat. Kata itu datang dari kata Yunani, topos yang berarti tempat,
dan graphia yang berarti tulisan. Objek dari topografi adalah
mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada
10
koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan
secara vertikal yaitu ketinggian.
Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan
lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung
(convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah
puncak merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi
dibanding daerah bawahnya, demikian pula lereng tengah yang
kadang cekung atau cembung mendapat gerusan aliran permukaan
relief lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng
merupakan daerah endapan. Salim 1998 (Sahara, 2014).
Faktor topografi umumnya dinyatakan ke dalam kemiringan
dan panjang lereng. Kecuraman, panjang, dan bentuk lereng
(cembung atau cekung) semuanya mempengaruhi laju aliran
permukaan dan erosi. Kecuraman lereng dapat diketahui dari peta
tanah, namun keduanya sering dapat menjadi petunjuk jenis tanah
tertentu, dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengolahan
tanah dapat dievaluasi sebagai bagian satuan peta (Suripin, 2001).
4. Vegetasi
(Marsono, 1997 dalam Rahim, S. dkk, 2017 ) vegetasi
adalah sekumpulan kelompok tumbuhan dari berbagai jenis yang
saling berinteraksi dengan sesamanya, atau dengan hewan yang
11
hidup disekitarnya dan memiliki hubungan yang erat terhadap faktor
lingkungan yang mempengaruhi. Dengan demikian berarti vegetasi
bukan hanya kumpulan individu suatu tumbuhan tetapi merupakan
suatu kesatuan dimana individu-individu yang ada di dalamnya
saling berkaitan dan berhubungan erat antara satu dengan yang
lainnya yang dalam hal ini disebut ekosistem. Maka dalam hal ini
semua faktor penyusun vegetasi sangat berpengaruh terhadap
kualitas vegetasi yang ada, baik itu dari segi tumbuhan, hewan,
maupun kondisi lingkungan yang ada disekitarnya.
(Agustina, 2008; Maryantika, 2010; Susanto, 2012). Vegetasi
didefinisikan sebagai keseluruhan tumbuhan dari suatu area yang
berfungsi sebagai area penutup lahan, yang terdiri dari beberapa
jenis seperti herba, perdu, pohon, yang hidup bersama-sama pada
suatu tempat dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain,
serta lingkungannya dan memberikan kenampakan luar vegetasi.
Fachrul (2007) mendefinisikan struktur vegetasi sebagai hasil
penataan ruang oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk
hidup, stratifikasi, dan penutupan vegetasi yang digambarkan
melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam ruang,
keanekaragaman tajuk, serta kesinambungan jenis.
12
B. Pengertian Analisis
Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan
seperti; mengurai, membedakan, dan memilah sesuatu untuk
dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari
kaitannya lalu ditafsirkan maknanya.
Menurut Komaruddin, pengertian analisis adalah aktivitas
berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen-
komponen kecil sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
hubungan masing-masing komponen, dan fungsi setiap komponen
dalam satu keseluruhan yang terpadu.
Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang
melibatkan sejumlah fungsi hitungan dan evaluasi logika matematis
yang dilakukan terhadap data spasial dalam rangka untuk
mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau informasi baru yang juga
beraspek spasial.
C. Pengertian Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk
berproduksi (Anonim 2012). Kemampuan ini sering diartikan sebagai
potensi lahan untuk penggunaan pertanian secara umum dengan
kemampuan produksi dari tanah tersebut yang didasarkan pada fakta-
fakta iklim, drainase dan kemiringan.
13
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan penilaian lahan
secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan
penghambat dalam penggunaannya secara lestari (Arsyad,2006).
Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan
untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor
penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya dan tidak diikuti dengan usaha konservasi tanah yang
baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi
maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010),
Menurut peraturan pemerintah untuk daya dukung lahan
dengan mengetahui kemampuan lahan wilayah studi dengan
melakukan pembobotan satuan kemampuan lahan (SKL) yang
bersumber pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.20/prt/m/2007 tentang teknik analisis aspek fisik & lingkungan,
ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan rencana tata ruang.
1. Analisis Kemampuan Lahan
Analisis overlay digunakan untuk menganalisis satuan
kemampuan lahan atau SKL berdasarkan sembilan analisis yang
mengacu pada(Permen Pu No 20 Tahun, 2007), yaitu, SKL
Morfologi, SKL Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng,
14
SKL Kestabilan Pondasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Untuk
Drainase, SKL Terhadap Erosi, SKL Pembuangan Limbah, SKL
Terhadap Bencana Alam. Kemudian kesembilan SKL ini akan di
overlay kembali sehingga menghasilkan kemampuan lahan/
sesuai dengan klasifikasi kemampuan lahan.
Tabel 2.1.
Klasifikasi Data Satuan Lahan
No. Satuan Kemampuan Lahan
1. SKL Morfologi
2. SKL Kemudahan Dikerjakan
3. SKL Kestabilan Lereng
4. SKL Kestabilan Pondasi
5. SKL Ketersediaan Air
6. SKL Terhadap Erosi
7. SKL Untuk Drainase
8. SKL Pembuangan Limbah
9. SKL Terhadap Bencana Alam
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
a. SKL Morfologi
Tujuan Memilah bentuk bentang alam/ morfologi pada
wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk
dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Dengan data yang
15
dibutuhkan seperti Peta Morfologi, Peta Kemiringan Lahan, dan
Hasil Pengamatan (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).
Morfologi berarti bentang alam. Kemampuan lahan dari
morfologi rendah berarti kondisi morfologi suatu kawasan
kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya,
kemampuan pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit
dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan
seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah
lindung atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia,
contohnya untuk wisata alam. Morfologi rendah tidak bisa
digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan
kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologi
tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah
dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Morfologi lebih jelasnya pada tabel dibawah
ini:
16
Tabel 2.2
Analisis SKL Morfologi
No Morfologi Lereng SKL
Morfologi Nilai
1 Bergunung >40% Kemampuan Lahan
Morfologi Rendah
1
2 Berbukit 25 – 40 %
Kemampuan Lahan
Morfologi Kurang
2
3 Bergelombang 15 – 25 %
Kemampuan Lahan
Morfologi Sedang
3
4 Berombak 2 – 15 %
Kemampuan Lahan
Morfologi Cukup
4
5 Datar 0 – 2 % Kemampuan Lahan
Morfologi Tinggi
5
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
b. SKL Kemudahan di kerjakan
Tujuan analisi SKL Kemudahan Dikerjakan Untuk
mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau
kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan
maupun pengembangan kawasan. (Permen Pu No 20 Tahun,
2007).
Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis
17
tanah, peta penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta
SKL Kemudahan Dikerjakan dan penjelasannya. akan ditinjau
faktor pembentukan tanah dari aspek waktu pembentukannya
dimana tanah merupakan benda alam yang terus menerus
berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus.
Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan kurus.
Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis
mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar
lapuk seperti kuarsa. Karena proses pembentukan tanah yang
terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi
tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis skl kemudahan dikerjakan lebih jelasnya pada
tabel dibawah ini:
18
Tabel 2.3
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
No Topografi
(mdpl) Morfologi Lereng
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
SKL Kemudahan Dikerjakan
Nilai
1 > 3000 Bergunung >40% Andosol,Podsolik,dst
Lahan Non Terbangun
Kemudahan Dikerjakan Cukup
4
2 1500 - 3000 Berbukit 25 – 40 % Brown
Forest Soil, dst
Kemudahan Dikerjakan Sedang
3
3 500 - 1500 Bergelomba
ng 15 – 25 % Latosol
Lahan Terbangun
Kemudahan Dikerjakan Rendah
2
4 250 – 500 Berombak 2 – 15 % Aluvial, dst
Kemudahan Dikerjakan Sangat
Rendah 1
5 0 – 250 Datar 0 – 2 %
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
19
c. SKL Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng Untuk
mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah/ kawasan
pengembangan dalam menerima beban baik pembangunan/
maupun pengembangan kawasan (Permen Pu No 20 Tahun,
2007).
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat
dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya dengan melihat
kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut
kestabilan lerengnya rendah, maka 44 kondisi wilayahnya tidak
stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak yang
artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau
permukiman dan budi daya. Kawasan ini bisa digunakan untuk
hutan, perkebunan dan resapan air.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Kestabilan Lereng lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini:
20
Tabel 2.4
Analisis SKL Kestabilan Lereng
No Morfologi Lereng Ketinggian Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Kestabilan
Lereng Nilai
1 Bergunung >40% > 3000
Regosol, Litosol,dst
>500
Lahan Non Terbangun
Kestabilan Lereng Rendah
2
2 Berbukit 25 – 40
% 1500 - 3000
Andosol,Podsolik,
dst 300 - 500
Kestabilan Lereng Sedang
3
3 Bergelombang 15 – 25
% 500 - 1500
Brown Forest
Soil, dst 100 - 300
Lahan Terbangun
Kestabilan Lereng Cukup
4
4 Berombak 2 – 15 % 250 – 500 Latosol
0 - 100
Kestabilan Lereng Tinggi
5
5 Datar 0 – 2 % 0 – 250
Aluvial, dst
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
21
d. SKL Kestabilan Pondasi
Tujuan dari analisis SKL Kestabilan Pondasi
Mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung
bangunan berat dalam pengembangan Perkotaan, serta jenis-
jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan
(Permen Pu No 20 Tahun, 2007).
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang
mendukung stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan
terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis
pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya
wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apa saja
atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah
berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan.
Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang
stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih
stabil, misalnya, pondasi cakar ayam.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Kestabilan Pondasi lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini:
22
Tabel 2.5
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
No Jenis Tanah
Penggunaan Lhan
SKL Kestabilan
Lereng SKL Kestabilan Pondasi Nilai
1 Andosol,Podsolik,
dst Lahan Non Terbangun
Kestabilan Lereng Rendah
Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Rendah
1
2 Brown Forest
Soil, dst
Kestabilan Lereng Sedang Daya Dukung dan Kestabilan
Pondasi Kurang 2
3 Latosol
Lahan Terbangun
Kestabilan Lereng Cukup
4 Aluvial,
dst
Kestabilan
Lereng Tinggi
Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Tinggi
5
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
e. SKL Ketersediaan Air
Tujuan dari analisis SKL Ketersediaan Air Mengetahui
tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada
masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan
(Permen Pu No 20 Tahun, 2007).
Geohidrologi sudah memperlihatkan ketersediaan air.
Geohidrologi sudah ada kelasnya yaitu tinggi, sedang, hingga
rendah. Untuk melihat ketersediaan air seharusnya
menggunakan data primer, tetapi karena keterbatasan waktu
dan dana biasanya pengambilan data primer tidak dapat
dilakukan. Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan
air tanah dalam dan dangkal cukup banyak. Sementara
23
ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup
banyak tapi air tanah dalamnya banyak.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Ketersediaan Air lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.6
Analisis SKL Ketersediaan Air
No Morfologi Lereng Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Ketersediaan Air
Nilai
1 Bergunung >40% Andosol,Podsolik,dst
>500
Lahan Non Terbangun
Ketersediaan Air Rendah
1
2 Berbukit 25 – 40
%
Brown Forest Soil,
dst 300 - 500
Ketersediaan Air Kurang
2
3 Bergelomba
ng 15 – 25
% Latosol 100 - 300
Lahan Terbangun
Ketersediaan Air Sedang
3
4 Berombak 2 – 15
% Aluvial, dst 0 - 100 Ketersediaan Air
Tinggi 5
5 Datar 0 – 2 % Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
f. SKL Untuk Drainase
Tujuan dari analisis SKL Untuk Drainase Mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam mematuskan air hujan secara alami,
sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun
meluas dapat dihindari (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).
Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir
lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah
tergenang.
24
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Untuk Drainase lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.7
Analisis SKL Untuk Drainase
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
g. SKL Terhadap Erosi
Tujuan dari analisis Terhadap Erosi Mengetahui
daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga
dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta
antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir (Permen Pu
No 20 Tahun, 2007).
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah
terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah
terkelupas dan terbawa 50 oleh angin dan air. Erosi rendah
No Morfologi Lereng Ketinggian Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Untuk Drainase
Nilai
1 Bergunung >40% > 3000 Regosol,
Litosol,dst >500
Lahan Non Terbangun
Kemampuan Drainase
Tinggi 5
2 Berbukit 25 – 40
% 1500 - 3000
Andosol,Podsolik,dst
300 - 500
3 Bergelombang 15 – 25
% 500 - 1500
Brown Forest
Soil, dst 100 - 300
Lahan Terbangun
Kemampuan Drainase
Cukup
4
4 Berombak 2 – 15
% 250 – 500 Latosol
0 - 100
5 Datar 0 – 2 % 0 – 250 Aluvial,
dst
KemampuanDrainase Kurang
2
25
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak
ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Terhadap Erosi lebih jelasnya pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.8
Analisis SKL Terhadap Erosi
No Morfologi Lereng Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Terhadap
Erosi Nilai
1 Bergunung >40% Regosol, Litosol,dst
>500 Lahan Non Terbangun
Erosi Tinggi 1
2 Berbukit 25 – 40
% Andosol,Pod
solik,dst 300 - 500
Erosi Cukup Tinggi
2
3 Bergelomb
ang 15 – 25
%
Brown Forest Soil,
dst
100 - 300
Lahan Terbangun
Erosi Sedang 3
4 Berombak 2 – 15
% Latosol
0 - 100
Erosi Sangat Rendah
4
5 Datar 0 – 2 % Aluvial, dst Tidak Ada
Erosi 5
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
26
h. SKL Terhadap Pembuangan Limbah
Tujuan dari analisis Terhadap Pembuangan Limbah
Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati
sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah,
limbah padat maupun baik limbah cair (Permen Pu No 20
Tahun, 2007).
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk
memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai
lokasi pembuangan. Analisis ini menggunakan peta hidrologi
dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tetapi biasanya tidak
ada data rinci yang tersedia. SKL pembuangan limbah kurang
berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai
tempat pembuangan limbah.
Adapun parameter data dan pemberian nilai dalam
menganalisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah lebih
jelasnya pada tabel dibawah ini:
27
Tabel 2.9
Analisis SKL Terhadap Pembuangan Limbah
No Morfologi Lereng Ketinggian Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Pembuangan
Limbah Nilai
1 Bergunung >40% > 3000
Regosol, Litosol,d
st >500
Lahan Non Terbangun
Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan
Limbah Kurang
2 2 Berbukit
25 – 40 %
1500 - 3000 Andosol,Podsolik,
dst 300 - 500
3 Bergelombang 15 – 25
% 500 - 1500
Brown Forest
Soil, dst 100 - 300
Lahan terbangun
Kemampuan Lahan
Pembuangan Limbah Sedang
3
4 Berombak 2 – 15 %
250 – 500 Latosol
0 - 100
Kemampuan Lahan
Pembuangan Limbah Cukup
4 5 Datar
0 – 2 % 0 – 250 Aluvial,
dst
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
28
i. SKL Terhadap Bencana Alam
Tujuan dari analisis Bencana Alam Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima
bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/ mengurangi kerugian dan korban akibat
bencana tersebut (Permen Pu No 20 Tahun, 2007).
Tabel 2.10
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
Sumber: Permen Pu No 20 Tahun 2007
No Morfologi Ketinggian Lereng Jenis Tanah
Curah Hujan
Penggunaan Lahan
SKL Bencana Alam Nilai
1 Bergunung > 3000 >40% Regosol, Litosol,dst
>500 Lahan Non Terbangun
Potensi Bencana Alam Tinggi
5 2 Berbukit 1500 - 3000 25 – 40 %
Andosol,Podsolik,dst
300 - 500
3 Bergelombang
500 - 1500 15 – 25 % Brown Forest
Soil, dst 100 - 300
Lahan terbangun
Potensi Bencana Alam Cukup
4 4 Berombak 250 – 500 2 – 15 % Latosol
0 - 100 5 Datar 0 – 250 0 – 2 % Aluvial, dst
Potensi Bencana Alam Kurang
1
29
Setelah mendapatkan sembilan satuan kemampuan lahan
(SKL) maka langkah selanjutnya adalah melakukan overlay
berdasarkan kesembilan SKL dan mengalikan bobot dengan nilai
tersebut untuk mendapatkan klasifikasi kemampuan lahan.
Dari total nilai, dibuat beberapa kelas yang memperhatikan
nilai minimum dan maksimum total nilai. Dari angka di atas, nilai
minimum yang mungkin didapat adalah 32, sedangkan nilai
maksimum yang mungkin didapat adalah 160. Dengan begitu,
pengkelasan dari total nilai ini adalah:
Kelas a dengan nilai 32-58
Kelas b dengan nilai 59-83
Kelas c dengan nilai 84-109
Kelas d dengan nilai 110-134
Kelas e dengan nilai 135-160
Perlu diperhatikan dimana setiap kelas lahan memiliki
kemampuan yang berbeda-beda seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
30
Tabel 2.11
Kelas Kemampuan Lahan
No. Total
Nilai
Kelas Kemampuan
Lahan Klasifikasi Pengembangan
1. 32-58 Kelas A Kemampuan Pengembangan Rendah
2. 59-83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Kurang
3. 84-109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang
4. 110-134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Cukup
5. 135-160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Tinggi
Sumber: Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007
2. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan merupakan proses penilaian
lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan
pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas
sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. (Sartohadi, dkk 2012).
Arsyad (2010) menyatakan bahwa dalam menentukan
klasifikasi kemampuan lahan harus memperhatikan beberapa faktor
pembatas/penghambat kemampuan lahan yaitu kemiringan lereng,
hidrologi, jenis tanah menurut tingkat erosi, topografi, curah hujan,
drainase, batuan dan kerentanan bencana.
31
D. Pengertian Perkotaan
Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat dibedakan dalam dua
pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk „‟urban”.
Pengertian city diidentikkan dengan kota, Sedangkan urban berupa suatu
daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern,
dapat disebut daerah perkotaan.
Perkotaan adalah suatu pemukiman bukan pedesaan yang
berperan dalam satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah
nasional sebagai simpul jasa, menurut pengamatan tertentu.
Perkotaan adalah suatu perkembangan kota yang melibatkan
seluruh elemen-elemen di dalamnya yang menyangkut kota itu sendiri.
Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU RI No 26 Tahun 2007,
2007).
Daerah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah
pengaruh di luar batas administratif nya yang berupa daerah pinggiran
sekitarnya / daerah subur urban.
Kawasan perkotaan adalah aglomerasi kota-kota dengan daerah
sekitarnya yang memiliki sifat kekotaan; dapat melebihi batas politik /
administrasi dari kota yang bersangkutan.
32
Kawasan perkotaan yang besar dengan jumlah penduduk di atas
satu juta orang dan berdekatan dengan kota satelit disebut sebagai
metropolitan. Teori kota satelit dengan sendiri sudah cukup menjelaskan.
Kota satelit merujuk pada kota-kota kecil di sekitar sebuah kota besar.
Kota-kota satelit ini berfungsi sebagai penyangga, terutama dalam hal
menampung limpahan populasi dan aktivitas di kota utama.
E. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)
Secara umum SIG adalah sistem untuk pengelolaan,
penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data
secara spasial terkait dengan muka bumi . SIG adalah sistem informasi
khusus yang 15 mengelola data yang memiliki informasi spasial
(bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah
sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,
menyimpan, mengolah dan menampilkan informasi bereferensi geografis,
misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
database Dengan adanya berbagai macam kemampuan yang dimiliki
membuat sistem informasi ini menjadi berguna untuk berbagai keperluan
seperti menjelaskan kejadian (Purnomo, 2013).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem
informasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyajikan secara
digital dan menganalisis penampakan geografis yang ada di permukaan
33
bumi. Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk
digital. Setiap objek yang ada di permukaan bumi merupakan “geo-
referenced”, yang merupakan kerangka hubungan database ke SIG.
“Geo-referenced” menunjukkan lokasi suatu objek di ruang yang
ditentukan oleh sistem koordinat, sedangkan database yaitu sekumpulan
informasi tentang sesuatu dan hubungannya antara satu dengan lainnya.
(Supriadi. 2007).
Informasi Geografis merupakan data yang ditempatkan dalam
konteks ruang dan waktu. Sistem Informasi Geografis (SIG) atau
Geographic Information Sistem (GIS) sendiri merupakan sistem berbasis
komputer yang biasanya digunakan untuk menyimpan, memanipulasi,
dan menganalisa informasi geografis. Sebelum adanya Sistem Informasi
Geografis (SIG) ini, sejumlah informasi permukaan bumi disajikan dalam
peta yang dibuat secara manual. Hadirnya SIG dapat mengolah
komponen peta tersebut dalam komputer, kemudian hasilnya berupa peta
digital (Prahasta, 2010).
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan
34
penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian
yang dilakukan penulis. Berikut merupakan tabel penelitian terdahulu.
Tabel 2.12
Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Variabel Metode
Penelitian Teknik
Analisis
1. Rasyid
Ridha
Analisis Daya
Dukung Lahan
sebagai
Pengembangan
Fasilitas
Perkotaan
Kecamatan
Mpunda Kota
Bima
Satuan
kemampuan
lahan
Kondisi
eksisting
Kemampuan
lahan
deskripsi
kualitatif
dan
kuantitatif
Overlay atau
superimpose
2. Widiatmaka
Daya Dukung
Lingkungan
Berbasis
Kemampuan
Lahan Di
Tuban, Jawa
Timur
Kemampuan
lahan
Deskriptif
Kualitatif
dan
Kualitatif
Overlay atau
superimpose
3. Nurlia Ayu
Pratama
Evaluasi Daya
Dukung
Lingkungan
Berbasis
Kemampuan
Lahan di
Perkotaan Batu
Kemampuan
lahan
RTRW
analisa
spasial
Overlay atau
superimpose
4.
Rivaldo
Restu
Wirawan
Daya Dukung
Lingkungan
Berbasis
Kemampuan
Lahan Di
Perkotaan Palu
Satuan
Kemampua
n Lahan
Kondisi
Lahan
Eksisting
Deskriptif
Kualitatif
Overlay atau
superimpose
35
G. Kerangka Pikir
Dalam mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan awal, diperlukan
langkah-langkah yang terstruktur dan sistematis dalam pengumpulan
data, pengolahan dan analisis menentukan Output (keluaran) dari
analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan (zonasi) yang
terdiri dari kawasan kemungkinan (pengembangan), kawasan kendala
dan kawasan limitasi, yang merupakan gambaran dari tingkatan
kemampuan lahan pada daerah penelitian, kemudian diinterpretasikan
secara deskriptif.
36
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Kecamatan Wawo merupakan daerah pintu masuk bagian selatan Kabupaten Kolaka
Kecamatan Wawo telah ditetapkan Sebagai kawasan perkotaan pusat
kegiatan lokal (PKL)
Perkembangan penduduk meningkat 14,14% dalam
5 tahun terakhir
Meningkatnya kebutuhan lahan
Perlunya kajian tingkat kemampuan lahan berdasarkan aspek fisik dasar sesuai dengan arahan PERMEN PU No. 20 Tahun
2007 dalam merencanakan pengembangan suatu kota
Apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara
Bagaimana kemampuan lahan yang ada di kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara
Kemampuan Lahan
SKL Morfologi
SKL Kemudahan Dikerjakan
SKL Kestabilan Lereng
SKL Kestabilan Pondasi
SKL Ketersediaan Air
Analisis yang digunakan
Analisis Spasial (superimpose)
Analisis Deskriptif
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara
Untuk mengidentifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara.
ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN KAWASAN PERKOTAAN WAWO KABUPATEN KOLAKA UTARA
SKL Untuk Drainase
SKL Terhadap Erosi
SKL Pembuangan Limbah
SKL Terhadap Bencana Alam
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2016), metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Metode penelitian sendiri, digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian. Sedangkan untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini dengan permasalahan yang dikemukakan
yaitu Bagaimana Kemampuan lahan yang berada di Kawasan Perkotaan
Wawo dan apa saja klasifikasi kemampuan lahan di Kawasan Perkotaan
Wawo, yakni dengan menggunakan metode kuantitatif sebagai metode
Utama dan didukung dengan pendekatan spatial analysis. Selain itu dalam
merumuskan masalah dalam penelitian kali ini yang digunakan adalah
deskriptif. penggunaan rumusan masalah deskriptif sendiri bertujuan untuk
mengetahui atau mengeksplorasi permasalahan secara menyeluruh, luas
dan mendalam.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di kawasan perkotaan Kecamatan
Wawo Kabupaten Kolaka Utara, Kawasan Perkotaan Wawo ini terdiri
dari sebagian 5 (lima) desa yang ada di Kecamatan Wawo ,5 (lima)
38
desa yang masuk dalam kawasan perkotaan wawo yaitu Desa Wawo,
Desa Uluwawo, Desa Puumbolo, Desa Walasiho, dan Desa Latawe
dengan luas keseluruhan sekitar 611,22 Ha. Desa dengan luas
terbesar yaitu desa Uluwawo dengan luas sekitar 251,43 Ha dan yang
paling terkecil yaitu desa Puumbolo dengan luas sekitar 6,15 Ha.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Desa
Di Lokasi Penelitian Tahun 2020
No. Desa Luas (Ha) %
1. Wawo 211.48 34.60
2. Uluwawo 251.43 41,14
3. Puumbolo 6.15 0,01
4. Walasiho 59.20 9,69
5. Latawe 82.97 13,57
Total 611.22 100 Sumber : Dinas PUPR Kabupaten Kolaka Utara
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 15 September 2020 hingga
bulan 15 Desember 2020. Penelitian ini dilakukan di Kawasan
Perkotaan Wawo yang berada dalam wilayah administrasi Kabupaten
Kolaka Utara tepatnya di Kecamatan Wawo. Pemilihan lokasi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa kawasan ini merupakan salah
satu kawasan perkotaan yang sedang berkembang sehingga peneliti
melakukan penelitian terkait Analisis Kemampuan Lahan.
39
Tabel 3.2 Schedule Pelaksanaan Penelitian
No Agenda
Waktu
September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan Sinopsis
2 Persiapan Berkas (SK)
3 Penyusunan bab I,II,III
4 Survei Pengambilan Data
5 Penyusunan bab IV,V
6 Seminar Hasil
7 Seminar Tutup
C. Pendekatan Penelitian
Lingkup penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Kemampuan Lahan serta memberikan arahan pengembangan fungsi
kawasan perkotaan sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Dalam
mengetahui kemampuan lahan digunakan analisis satuan kemampuan
lahan (SKL) yang memperhatikan SKL morfologi, SKL kemudahan
dikerjakan, SKL kestabilan lereng, SKL kestabilan pondasi, SKL untuk
drainase, SKL ketersediaan air, SKL erosi, SKL terhadap pembuangan
limbah, SKL terhadap bencana alam. Berdasarkan dari kelas kemampuan
lahan dapat dihitung ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk
pembangunan dan pengembangan perkotaan serta untuk mengetahui
arahan penggunaan lahan berdasarkan tingkat kemampuan lahan di
40
perkotaan wawo dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif
dengan metode spasial dalam memperoleh satuan kemampuan lahan.
D. Pendekatan Analisis
Pendekatan Analisis yang digunakan adalah Analisis deskriptif
kuantitatif dan metode spasial di wilayah perkotaan wawo yang
menjelaskan gambaran umum geografis hingga kondisi wilayah fisik.
Pendekatan analisis yang digunakan ini mengacu pada peraturan Menteri
pekerjaan umum No.20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis
Fisik dan Lingkungan. Analsis deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul yang bermaksud untuk
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi dengan
sebuah metode yang digunakan peneliti dalam menemukan pengetahuan
atau waktu tertentu yang dimana hasil olahan yang didukung dengan
metode kuantitatif didalamnya.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis dan sumber data
Sumber data yang dimaksud untuk memudahkan peneliti dalam
melakukan penelitian dan menyusun laporan serta meminimalisir waktu
dan tenaga dalam melakukan survei. Sesuai dengan data yang
41
dibutuhkan dalam penelitian ini maka diketahui sumber data sebagai
berikut:
Tabel 3.3
Jenis dan Sumber Data Penelitian
No Nama Data Jenis Data Sumber Data
1 Klimatologi Skunder BMKG, Dinas pertanian dan BPS
2 Topografi Skunder Bappeda , PU, dan dinas pertanian dan lokasi penelitian
3 Geologi Skunder Bappeda , PU, dan dinas pertanian dan lokasi penelitian
4 Hidrologi Skunder Bappeda , PU, dan dinas pertanian dan lokasi penelitian, Dinas Pegairan
5 Sumber Daya Mineral/Bahan Galian
Skunder Bappeda , PU, dan dinas pertanian dan lokasi penelitian, Dinas Pegairan dan Pertanahan, Dinas SDA
6 Bencana Alam Skunder Bappeda , PU, dan dinas pertanian dan lokasi penelitian, Dinas Pegairan dan Pertanahan, Dinas SDA BMKG, Dinas pertanian dan BPS.
7 Penggunaan lahan Primer Survey Lapangan lokasi penelitian
42
2. Teknik Pengumpulan Data
Gambar 3.1 Alur Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini menggunakan 2 jenis data, berupa data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung
diperoleh dari lapangan atau lokasi studi penelitian. Sedangkan data
sekunder merupakan data yang bisa didapatkan melalui buku-buku,
hasil penelitian, jurnal, peta ataupun sarana lainya yang diambil dari
instansi terkait, seperti PU, BAPPEDA, BPS, Departemen ESDM dan
lain-lain. Adapun Untuk teknik pengumpulan data dalam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
SUMBER DATA
DATA SEKUNDER DATA PRIMER
OBSERVASI DOKUMENTAS STUDI PUSTAKA
Penggunaan Lahan
Eksisting
1. Klimatologi
2. Topografi
3. Geologi
4. Hidrologi
5. Sember Daya
Mineral/Bahan Galian
6. Bencana Alam
7. Jumlah Penduduk
43
a. Survei Primer
Survei primer adalah cara dalam perolehan data dengan
melalui beberapa kegiatan peneliti baik langsung dalam
memperoleh data yang dibutuhkan dengan lengkap yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Observasi Lapangan
Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan informasi adalah dengan
melakukan observasi. Observasi lapangan, dengan
melakukan kunjungan dan pengamatan langsung ke
lapangan untuk mendapatkan data pengunaan lahan
eksisting.
- Kondisi Eksisting
- Data penggunaan lahan eksisting
2) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu proses pengumpulan data
dengan melakukan dokumentasi yang relevan dengan
penelitian ini.
- Visualisasi penelitian lapangan
44
b. Survei Skunder
Studi pustaka merupakan usaha dalam penelitian untuk
memperoleh data atau informasi yang relevan dan riil dalam
membahas topik ataupun isu permasalahan yang sedang
diteliti. Studi pustaka dapat diperoleh dari buku-buku penelitian,
buku literatur, jurnal, pedoman-pedoman terkait, dan hasil riset
dari hasil peneliti yang juga dapat berupa data sekunder yang
didapatkan dari instansi terkait seperti PU, BAPPEDA, BPS,
Departemen ESDM dan lain-lain dan data tersebut meliputi
beberapa jenisnya diantaranya:
1) Klimatologi
2) Topografi
3) Geologi
4) Hidrologi
5) Sumber Daya Mineral/Bahan Galian
6) Bencana Alam
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut sugiyono (2006:60) adalah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
45
kesimpulannya. Berikut merupakan variabel yang digunakan dalam
penelitian ini:
Tabel 3.4 Variabel Penelitian Tujuan Variabel Indikator
Analisis Kemampuan Lahan Di Perkotaan Wawo Kabupaten Kolaka Utara
Kemampuan Lahan Morfologi
Kemudahan dikerjakan
Kestabilan lereng
Kestabilan pondasi
Drainase
Ketersediaan air
Erosi
Limbah
Bencana alam
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini diklasifikasikan atas 3 (tiga), yaitu
: metode analisis deskriptif kualitatif, metode analisis spasial (overlay
peta), metode analisis kuantitatif. Adapun alat analisis yang digunakan
adalah :
Untuk menjawab rumusan masalah pertama maka peneliti akan
menggunakan pendekatan analsisis spasial
Untuk menjawab rumusan masalah kedua maka peneliti akan
menggunakan pendekatan analisis Deskriptif
1. Analisis Spasial (Overlay) Satuan Kemampuan Lahan
Analisis overlay digunakan untuk menganalisis satuan kemampuan
lahan atau SKL berdasarkan sembilan analisis yaitu, SKL morfologi,
46
SKL Kemudahan dikerjakan, SKL Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan
Pondasi, SKL Untuk Drainase, SKL Ketersediaan Air, SKL Erosi, SKL
Terhadap Pembuangan Limbah, SKL Terhadap Bencana Alam.
Kemudian kesembilan SKL ini akan dioverlay kembali sehingga
menghasilkan Kemampuan Lahan/ sesuai dengan klasifikasi
kemampuan lahan.
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memperjelas hasil dari analisis
overlay, dengan cara mendeskripsikan dan memaparkan sehingga
mampu memperjelas dari hasil analisis klasifikasi kemampuan lahan,
dan mampu dalam memberikan arahan penggunaan lahan
berdasarkan tingkat kemampuan lahan di Perkotaan Wawo Kabupaten
Kolaka Utara.
H. Definisi Operasional Penelitian
Definisi operasional perlu untuk memberikan pemahaman
mengenai topik operasional yang akan dilakukan. Beberapa definisi
penelitian yang penting diuraikan adalah sebagai berikut :
1. Lahan adalah tanah atau lahan terbuka yang dihubungkan dengan arti
atau fungsi sosial atau ekonominya bagi masyarakat dapat berupa
47
tanah/lahan terbuka, tanah/lahan garapan yang belum diolah atau
diusahakan.
2. Satuan Kemampuan Lahan
a. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi adalah Memilah
bentuk bentang alam/ morfologi pada wilayah dan/atau kawasan
perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan
fungsinya.
b. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan dikerjakan adalah
Untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau
kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/
maupun pengembangan kawasan di lokasi studi
c. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng adalah Untuk
mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah/ kawasan
pengembangan dalam menerima beban baik pembangunan/
maupun pengembangan kawasan
d. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi adalah
Mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan
berat dalam pengembangan Perkotaan, serta jenis-jenis pondasi
yang sesuai untuk masing-masing tingkatan
e. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Untuk Drainase adalah
Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mematuskan air
48
hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari
f. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air adalah
Mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan
air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
g. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi adalah
Mengetahui daerah-daerah yang mengalami keterkikisan tanah,
sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi
serta antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir.
h. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Pembuangan Limbah
adalah Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati
sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik
limbah padat maupun limbah cair
i. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam adalah
Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana
alam khususnya dari sisi geologi, untuk menghindari/ mengurangi
kerugian dan korban akibat bencana tersebut
3. Klasifikasi Kemampuan Lahan adalah gambaran tingkat kemampuan
lahan dari hasil nilai akhir di kali bobot yang menentukan nilai tertinggi
dan terendah serta pembagian atas beberapa kelas yaitu kelas A
dengan kemampuan lahan pengembangan rendah, kelas B dengan
kemampuan lahan pengembangan kurang, Kelas C dengan
49
kemampuan lahan pengembangan sedang, Kelas D dengan
kemampuan lahan pengembangan cukup, dan Kelas E dengan
kemampuan lahan pengembangan tinggi, yang menjadi tolak ukur
untuk penggunaan lahan tertentu.
4. Kemampuan Lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan
pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas
sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari.
5. Daya Dukung dan Daya Tampung Lahan
Daya Dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya.
Daya Tampung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka Utara
a. Aspek Fisik Dasar
1) Wilayah Administrasi
Secara geografis Kabupaten Kolaka Utara terletak pada daratan
Sulawesi Tenggara dengan koordinat geografis 020 00‟ – 050 00‟
Lintang Selatan dan 120 45‟ – 1210 60‟ Bujur Timur, mencakup luas
daratan dan pulau-pulau kecil seluas ± 3.391,62 Km². Selain itu, juga
memiliki wilayah perairan laut membentang sepanjang Teluk Bone,
seluas + 12.376 Km2. Secara administratif, wilayah Kabupaten Kolaka
Utara ini terbagi atas 15 wilayah kecamatan 7 kelurahan dan 132 desa
dengan batas – batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Luwu Timur
Sebelah Timur : Kabupaten Konawe
Sebelah Barat : Perairan Teluk Bone
Sebelah Selatan : Kabupaten Kolaka
Berdasarkan BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Kolaka
Utara dalam angka 2020, kecamatan terluas yaitu Kecamatan
Porehu dengan luas 647,23 Km2
sedangkan kecamatan dengan
51
luas terkecil yaitu Kecamatan Tiwu dengan luas 81,92 Km2. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Km2) %
1. Ranteangin 189,92 5,60%
2. Lambai 162,74 4,80%
3. Wawo 234,99 6,93%
4. Lasusua 287,67 8,48%
5. Katoi 82,64 2,44%
6. Kodeoha 250,49 7,39%
7. Tiwu 81,92 2,42%
8. Ngapa 149,18 4,40%
9. Watunohu 109,99 3,24%
10. Pakue 313,25 9,24%
11. Pakue Utara 131,25 3,87%
12. Pakue Tengah 191,82 5,66%
13. Batu Putih 374,95 11,06%
14. Porehu 647,23 19,08%
15. Tolala 183,58 5,41%
Kolaka Utara 3.391,62 100%
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020
6% 5%
7%
9%
3% 8%
2%
5% 3% 10%
4%
6%
12%
20%
0%
Diagram 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kolaka Utara, Tahun 2019 Ranteangin
Lambai
Wawo
Lasusua
Katoi
Kodeoha
Tiwu
Ngapa
Watunohu
Pakue
Pakue Utara
Pakue Tengah
Batu Putih
Porehu
Tolala
52
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Kolaka Utara
53
2) Iklim
Berdasarkan pencatatan Badan Stasiun Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) rata-rata suhu udara bulanan di
Kabupaten Kolaka Utara adalah 30,000C tiap bulannya. Suhu
bulanan paling rendah adalah 20,000C yang terjadi pada bulan
Maret 2019 sedangkan yang paling tinggi adalah 38,000C yang
terjadi pada bulan Oktober 2019. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Rata-rata dan Kelembaban Udara Menurut Bulan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019
No. Bulan
Suhu Udara Kelembaban Udara
Min Rata-Rata
Maks Min Rata-Rata
Maks
1. Januari 23,20 30,05 34,80 52,00 73,30 97,00
2. Februari 23,40 29,44 34,90 55,00 75,50 95,00
3. Maret 20,00 29,68 36,20 54,00 75,70 97,00
4. April 23,40 29,26 35,00 52,00 78,30 97,00
5. Mei 23,60 29,17 35,00 50,00 76,80 97,00
6. Juni 22,20 28,54 34,70 50,00 75,60 98,00
7. Juli 20,60 28,42 34,80 38,00 67,60 97,00
8. Agustus 20,80 29,20 35,60 37,00 62,70 95,00
9. September 21,00 29,84 36,80 30,00 62,40 94,00
10. Oktober 22,20 30,36 38,00 31,00 66,40 98,00
11. November 21,00 31,28 37,70 39,00 65,80 85,00
12. Desember 23,80 30,57 35,30 50,00 72,20 95,00 Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020
3) Curah Hujan
Keadaan musim di Kabupaten Kolaka Utara umumnya sama
seperti di daerah lainnya di indonesia, mempunyai dua musim yaitu
54
musim hujan dan musim kemarau. Curah Hujan yang terjadi cukup
merata setiap bulannya, sehingga Kabupaten Kolaka Utara memiliki
wilayah yang subur.
Pada bulan April curah hujan menyentuh angka 264 mm3,
dimana ini merupakan curah hujan tertinggi di tahun 2019, dan di
bulan November tidak terjadi curah hujan 0 mm3 , untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019
No Bulan Jumlah Curah Hujan Jumlah Hari Hujan
1. Januari 152 16
2. Februari 231 12
3. Maret 146 20
4. April 264 21
5. Mei 209 15
6. Juni 253 16
7. Juli 45 11
8. Agustus 54 7
9. September 7 3
10. Oktober 75 9
11. November - 1
12. Desember 137 17 Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020
b. Kependudukan
1) Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan
Berdasarkan data BPS Kabupaten Kolaka Utara dalam angka
tahun 2020, penduduk Kabupaten Maros pada Tahun 2019
sebanyak 138.686 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di
55
Kecamatan Lasusua dengan jumlah penduduk 26.231 jiwa dan
jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Tolala dengan
jumlah penduduk 3.471 jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2015,2016,2017,2018,2019.
No. Kecamatan
Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk
PerTahun (%)
2015 2016 2017 2018 2019 2015-2016
2016-2017
2017-2018
2018-2019
1. Ranteangin 5.747 5.786 5.876 5.933 6.160 0.68 1.56 1.99 1.85
2. Lambai 6.071 6.140 6.231 6.277 6.479 1.14 1.48 0.74 3.22
3. Wawo 5.960 5.987 6.082 6.283 6.836 0.45 1.59 3.30 8.80
4. Lasusua 28.270 28.968 29.338 29.748 26.231 2.47 1.28 1.40 -11.82
5. Katoi 6.806 6.908 7.006 7.049 6.947 1.50 1.42 0.61 -1.45
6. Kodeoha 11.199 11.238 11.419 11.911 11.441 0.35 1.61 4.31 -3.95
7. Tiwu 4.282 4.300 4.369 4.524 4.705 0.42 1.60 3.55 4.00
8. Ngapa 21.514 21.939 22.236 22.495 17.704 1.98 1.35 1.16 -21.30
9. Watunohu 6.406 6.416 6.522 6.940 6.937 0.16 1.65 6.41 -0.04
10. Pakue 9.383 9.873 10.032 10.458 10.513 5.22 1.61 4.25 0.53
11. Pakue Tengah 6.366 6.379 6.498 6.894 7.533 0.20 1.87 6.09 9.27
12. Pakue Utara 8.152 8.265 8.369 8.440 8.218 1.39 1.26 0.85 -2.63
13. Batu Putih 8.664 8.790 8.915 8.993 8.663 1.45 1.42 0.87 -3.67
14. Porehu 7.765 7.841 7.960 8.022 6.848 0.98 1.52 0.78 -14.63
15. Tolala 3.666 3.784 3.828 3.896 3.471 3.22 1.16 1.78 -10.91
Total 140.706 142.614 144.681 147.863 138.686 1.36 1.45 2.20 -6.21
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2016,2017,2018,2019,2020
2) Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data BPS dalam angka tahun 2020 Kabupaten
Kolaka Utara, tingkat kepadatan penduduk tertinggi ditemukan di
Kecamatan Lasusua dengan kepadatan penduduk 238 jiwa/km2
sedangkan yang terendah di Kecamatan Katoi dengan kepadatan
56
penduduk 11 jiwa/km2 . Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.5
Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di
Kabupaten Kolaka Utara, Tahun 2019
No. Kecamatan Persentase Penduduk
Kepadatan Penduduk Per
Km2
1. Ranteangin 4,44 38
2. Lambai 4,67 28
3. Wawo 4,93 36
4. Lasusua 18,91 238
5. Katoi 5,01 11
6. Kodeoha 8,25 62
7. Tiwu 3,39 57
8. Ngapa 12,77 93
9. Watunohu 5,00 28
10. Pakue 7,58 80
11. Pakue Tengah 5,43 26
12. Pakue Utara 5,93 26
13. Batu Putih 6,25 58
14. Porehu 4,94 18
15. Tolala 2,50 42
Total 100 41 Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020
3) Penduduk Menurut Kelompok dan Jenis Kelamin
Keterbandingan antara penduduk laki-laki dengan
perempuan, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk perempuan dengan perbandingan 100 laki-laki
dibanding dengan 96 perempuan di Kabupaten Kolaka Utara.
Namun, penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten
Kolaka Utara didominasi oleh kelompok umur 5-9 tahun
57
dibandingkan kelompok umur 70-75 tahun. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2018
No. Kelompok Umur Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. 0-4 8,151 7,849 16,000
2. 5-9 8,461 7,815 16,276
3. 10-14 7,563 7,179 14,742
4. 15-19 6,684 5,948 12,632
5. 20-24 6,705 5,995 12,700
6. 25-29 6,373 6,450 12,823
7. 30-34 6,374 6,357 12,731
8. 35-39 6,215 5,876 12,091
9. 40-44 5,447 4,912 10,359
10. 45-49 4,421 4,011 8,432
11. 50-54 3,331 2,769 6,100
12. 55-59 2,301 2,112 4,413
13. 60-64 1,852 1,745 3,597
14. 65-69 1,222 1,118 2,340
15. 70-74 659 727 1,386
16. 75+ 540 701 1,241 Total 76,299 71,564 147,863
Sumber: BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2019 *Data ini belum tersedia di BPS Kabupaten Kolaka Utara Dalam Angka 2020*
2. Gambaran Umum Kecamatan Wawo
a. Aspek Fisik Dasar
1) Keadaan Geografis
Daerah Kecamatan Wawo merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Kolaka Utara. Secara astronomis Kecamatan Wawo
terletak antara 3°20‟0” - 3°69‟0” Lintang Selatan dan antara
58
121°0‟0” - 121°05‟0” Bujur Timur. Berdasarkan Geografisnya,
Kecamatan Wawo memiliki batas-batas :
Sebelah Utara : Kecamatan Ranteangin
Sebelah Timur : Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka
Sebelah Selatan : Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka
Sebelah Barat : Teluk Bone
Wilayah Kecamatan Wawo Mencakup Wilayah Daratan dan
Lautan karena terletak di pesisir Pantai Teluk Bone. Luas Daratan
Kecamatan Wawo sebesar 232,99 Km². Relief Permukaan Daratan
Kecamatan Wawo sebagian besar berupa Daratan yang merata
hampir di seluruh Wilayahnya dengan ketinggian ± 5 m dari
permukaan Laut. Berikut data mengenai luas wilayah Administratif
Kecamatan Wawo Serta Jarak ke Ibu kota Kecamatan Berdasarkan
Desa/ kelurahan.
Tabel 4.7 Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Luas Km2 Persentase (%)
1. Walasiho 24,24 10,40
2. Wawo 44,28 19,01
3. Puumbolo 31,18 13,38
4. Tinukari 40,70 17,47
5. Salurengko 21,61 9,28
6. Uluwawo 37,66 16,16
7. Latawe 33,32 14,30 Total 232,99 100,00
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
59
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
11%
19%
13%
18%
9%
16%
14% Walasiho
Wawo
Puumbolo
Tinukari
Salurengko
Uluwawo
Latawe
Diagram 4.2
Luas Wilayah Kecamatan Wawo Tahun 2018
60
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kecamatan Wawo
61
Tabel 4.8 Tinggi Wilayah DPL Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Tinggi Wilayah Di Atas Permukaan
Laut (Meter)
1. Walasiho 6
2. Wawo 8
3. Puumbolo 23
4. Tinukari 33
5. Salurengko 43
6. Uluwawo 9
7. Latawe 10 Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
Tabel 4.9 Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan
Jarak Ke Ibu Kota
Kecamatan (Km)
Jarak Ke Ibu Kota
Kabupaten (Km)
1. Walasiho 3,00 49,00
2. Wawo 0,00 46,00
3. Puumbolo 1,00 50,00
4. Tinukari 2,30 48,30
5. Salurengko 2,00 48,00
6. Uluwawo 0,80 46,80
7. Latawe 1,33 47,00 Kecamatan Wawo 46
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
2) Iklim dan Curah Hujan
Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di Daerah
lain di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan
musim kemarau. Selama tahun 2019 musim hujan hampir terjadi di
sepanjang tahun, dimana pada bulan Januari sampai Juli terjadi curah
62
hujan yang cukup tinggi, begitu pula pada bulan Oktober sampai
Desember.
Sedangkan Musim kemarau terjadi antara bulan Agustus sampai
dengan September dimana antara bulan tersebut angin Timur yang
bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8
Hari Hujan dan Curah Hujan Perbulan
Di Kecamatan Wawo, Tahun 2018
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
No Bulan Curah Hujan (mm)
1 Januari 228,5
2 Februari 267
3 Maret 144,5
4 April 234,1
5 Mei 267,8
6 Juni 262,4
7 Juli 202,3
8 Agustus 75,9
9 September 147,3
10 Oktober 200,5
11 November 264,8
12 Desember 214,1
Total 2509,2
63
Gambar 4.3 Curah Hujan Kecamatan Wawo
64
3) Jenis Tanah
Di Kecamatan Wawo terdapat 3 (tiga) jenis tanah yang tersebar
di beberapa wilayah seperti jenis tanah aluvial, litosol, dan mediteran.
a) Aluvial merupakan endapan aluvium (endapan aluvial sungai,
pantai dan rawa yang berumur kuarter (resen) dan
menempati daerah morfologi pedataran dengan ketinggian 0-
60 m dengan sudut kemiringan lereng.
b) Litosol merupakan tanah mineral hasil pelapukan batuan
induk, berupa batuan beku (intrusi) dan/atau batuan sedimen
yang menempati daerah perbukitan intrusi dengan ketinggian
3-1.150 m dan sudut lereng < 70%. Kenampakan sifat fisik
berwarna coklat kemerahan, berukuran lempung, lempung
lanauan, hingga pasir lempungan, plastisitas sedang-tinggi,
agak padu, solum dangkal, tebal 0,2-4,5 m.
c) Mediteran merupakan tanah yang berasal dari pelapukan
batu gamping yang menempati daerah perbukitan karst,
dengan ketinggian 8-750 m dan sudut lereng > 70%.
Kenampakan fisik yang terlihat berwarna coklat kehitaman,
berukuran lempung pasiran, plastisitas sedang-tinggi, agak
padu, permeabilitas sedang, rentan erosi, tebal 0,1-1,5 m.
65
Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah Kecamatan Wawo
66
4) Topografi dan Kemiringan Lereng
Wilayah Kecamatan Wawo mencakup wilayah daratan dan
Lautan karena terletak di pesisir Pantai Teluk Bone. Luas daratan
Kecamatan Wawo sebesar 234,99 km². Relief permukaan daratan
Kecamatan Wawo sebagian besar berupa Dataran yang merata
hampir di seluruh wilayahnya dengan ketinggian ± 5 m dari
permukan Laut. Kondisi topografi atau ketinggian tempat di
Kecamatan Wawo cukup bervariasi antara 0 sampai diatas 3000
meter dari permukaan laut (mdpl).
Berdasarkan data kemiringan lereng yang diperoleh,
Kecamatan Wawo memiliki kemiringan lereng yang bervariatif
mulai dari daerah landai, agak curam, dan sangat curam.
Dari aspek oseanografi Kecamatan Wawo memiliki perairan
laut yang cukup potensial untuk pengembangan usaha bidang
perikanan, dan saat ini masyarakat sudah memanfaatkan potensi
laut tersebut meskipun tidak begitu optimal dan masih rendah jika
dibandingkan dengan kecamatan lain yang berada dalam wilayah
teritorial Kabupaten Kolaka Utara.
67
Gambar 4.5 Peta Topografi Kecamatan Wawo
68
Gambar 4.6 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wawo
69
5) Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Menurut jaraknya, maka letak masing-masing desa/kelurahan ke
ibukota kecamatan sangat bervariasi. Jarak desa/kelurahan ke ibukota
kecamatan maupun ke ibukota kabupaten berkisar 0-3 Km.
Ibukota Kecamatan Wawo terletak di Desa Wawo. Desa
Walasiho merupakan desa yang paling jauh dari ibu kota
kecamatan yaitu mencapai 3 Km, sedangkan desa yang paling
dekat adalah Desa Wawo yang berjarak 0 Km r ke ibu kota
kecamatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut.
Tabel 4.9
Jarak Desa/Kelurahan Ke Ibu Kota Kecamatan Dan Kabupaten
Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan
Jarak Ke Ibu Kota
Kecamatan (Km)
Jarak Ke Ibu Kota
Kabupaten (Km)
1. Walasiho 3,00 49,00
2. Wawo 0,00 46,00
3. Puumbolo 1,00 50,00
4. Tinukari 2,30 48,30
5. Salurengko 2,00 48,00
6. Uluwawo 0,80 46,80
7. Latawe 1,33 47,00 Kecamatan Wawo 46
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
6) Pembagian Daerah Administratif
Kecamatan Wawo terbagi atas 7 Desa yaitu Walasiho, Wawo,
Puumbolo, Tinukari, Salurengko, Uluwawo, dan Latawe. Adapun
pembagian wilayah Desa terkait dusun/lingkungan, dimana
70
dusun/lingkungan terbanyak terdapat di Desa Wawo yaitu 6
dusun/lingkungan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.10
berikut.
Tabel 4.10
Pembagian Daerah Administratif Menurut Desa/Kelurahan
di Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Dusun/Lingkungan
1. Walasiho 4
2. Wawo 6
3. Puumbolo 4
4. Tinukari 4
5. Salurengko 5
6. Uluwawo 3
7. Latawe 3 Total 29
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
b. Kependudukan
1) Perkembangan Jumlah Penduduk 3 Tahun Terakhir
Dalam kurun waktu tahun 2016-2018 jumlah penduduk
Kecamatan Wawo mengalami peningkatan setiap tahunnya,
jumlah penduduk akhir tahun 2016 yaitu sekitar 5.987 jiwa, tahun
2017 naik menjadi 6.082 jiwa, dan pada tahun 2018 menjadi 6.283
jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut.
71
Tabel 4.11 Jumlah Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Wawo
Tahun 2016,2017 dan 2018
No. Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk
2016 2017 2018
1. Walasiho 800 812 839
2. Wawo 1,431 1,454 1,503
3. Puumbolo 870 885 914
4. Tinukari 663 637 695
5. Salurengko 841 854 882
6. Uluwawo 771 784 810
7. Latawe 611 620 640
Total 5,987 6,082 6,283 Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
2) Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin nampak bahwa jumlah penduduk
laki-laki tahun 2018 sebanyak 3.132 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 3.152 jiwa. Dengan demikian rasio jenis
kelamin adalah sekitar 99 yang berarti setiap 100 orang penduduk
perempuan terdapat sekitar 99 orang penduduk laki-laki. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.12 Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Penduduk
Jumlah Rasio Jenis
Kelamin Laki-Laki
Perempuan
1. Walasiho 417 422 839 99
2. Wawo 751 752 1,503 100
3. Puumbolo 453 461 914 98
4. Tinukari 355 340 695 104
5. Salurengko 474 408 882 116
6. Uluwawo 377 433 810 87
7. Latawe 305 335 640 91
Total 3,132 3,152 6,283 99 Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
72
3) Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin
Berdasarkan kelompok umur, nampak bahwa kelompok umur
terbanyak di Kecamatan Wawo yaitu 5-9 Tahun dengan jumlah
penduduk 690 jiwa dan yang terendah yaitu 75+ dengan jumlah
penduduk 52 jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel
4.13 berikut.
Tabel 4.13 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin di Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Kelompok Umur Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. 0-4 335 346 681
2. 5-9 346 344 690
3. 10-14 311 316 627
4. 15-19 275 264 539
5. 20-24 277 260 537
6. 25-29 263 285 548
7. 30-34 261 280 541
8. 35-39 256 258 514
9. 40-44 222 216 438
10. 45-49 183 177 360
11. 50-54 136 121 257
12. 55-59 94 93 187
13. 60-64 76 77 153
14. 65-69 50 50 100
15. 70-74 26 33 59
16. 75+ 21 31 52 Total 3,132 3,151 6,283
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
73
4) Kepadatan Penduduk
Ditinjau menurut desa/kelurahan, maka kepadatan penduduk
tertinggi adalah Desa Salurengko yaitu sekitar 40 jiwa/Km2 ,
menyusul Desa Wawo sekitar 33 jiwa/Km2, dan Desa Walasiho
sekitar 31 jiwa/Km2. Selanjutnya desa/kelurahan dengan
kepadatan penduduk paling rendah adalah Desa Tinukari dengan
kepadatan penduduk sekitar 17 jiwa/Km2. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut.
Tabel 4.14 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Luas Km2 Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
1. Walasiho 2624 839 31
2. Wawo 4428 1503 33
3. Puumbolo 3118 914 28
4. Tinukari 4070 695 17
5. Salurengko 2161 882 40
6. Uluwawo 3766 810 21
7. Latawe 3332 640 19 Total 234,99 6,283 26
Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
5) Perkembangan Rumah Tangga
Keadaan rumah tangga di Kecamatan Wawo yaitu jumlah
rumah tangga pada tahun 2018 adalah 1.442 rumah tangga,
dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga 5 jiwa per rumah
tangga. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.
74
Tabel 4.15 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Wawo Tahun 2018
No. Desa/Kelurahan Jumlah
Penduduk
Rumah Tangga
Penduduk Per Rumah Tangga
1. Walasiho 839 192 5
2. Wawo 1503 345 5
3. Puumbolo 914 210 5
4. Tinukari 695 159 5
5. Salurengko 882 203 5
6. Uluwawo 810 186 5
7. Latawe 640 147 5
Total 6,283 1,442 5 Sumber: BPS Kecamatan Wawo Dalam Angka 2019
3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di kawasan perkotaan Kecamatan
Wawo Kabupaten Kolaka Utara, Kawasan Perkotaan Wawo ini terdiri
dari sebagian 5 (lima) desa yang ada di Kecamatan Wawo ,5 (lima)
desa yang masuk dalam Kawasan Perkotaan Wawo yaitu Desa Wawo,
Desa Uluwawo, Desa Puumbolo, Desa Walasiho, dan Desa Latawe
dengan luas keseluruhan sekitar 611,22 Ha. Desa dengan luas terbesar
yaitu desa Uluwawo dengan luas sekitar 251,43 Ha dan yang paling
terkecil yaitu desa Puumbolo dengan luas sekitar 6,15 Ha. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.16 Luas Wilayah Menurut Desa
Di Kawasan Perkotaan Wawo Tahun 2020
No. Desa Luas (Ha) %
1. Wawo 211.48 34.60
2. Uluwawo 251.43 41,14
3. Puumbolo 6.15 0,01
4. Walasiho 59.20 9,69
5. Latawe 82.97 13,57
Total 611.22 100
Sumber : Dinas PUPR Kabupaten Kolaka Utara
75
Gambar 4.7 Peta Kawasan Perkotaan Wawo
76
4. Kedudukan Kawasan Perkotaan Wawo
Untuk memantapkan sistem perkotaan di Kabupaten Kolaka Utara
sesuai dengan masing-masing hierarki pusat pelayanan dan skala
pelayanan yang direncanakan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan
datang, maka perlu arahan fungsi untuk masing-masing kota yang berada di
Kabupaten Kolaka Utara sampai dengan akhir tahun perencanaan (tahun
2031). Sejalan dengan hierarki kawasan (perkotaan) sebagai pusat
kegiatan, maka rencana sistem (perkotaan) Kabupaten Kolaka Utara tahun
2031 adalah sebagai berikut : Kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) adalah : Wawo, Ranteangin, Lambai,
Katoi, Tiwu, Mala-Mala, Lapai, Watunohu, Olo-Oloho, Latali, Pakue, Batu
Putih, Porehu, dan Tolala.
Sejalan dengan potensi dan fungsi yang dimilikinya, maka kota-kota
Wawo, Ranteangin, Katoi, Lapai, Olo-Oloho, Batu Putih,Tolala untuk masa
mendatang diusulkan menjadi PKL, yaitu kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan. Sehingga cakupan wilayah Kawasan Perkotaan Wawo terdiri
atas sebagian Desa Wawo, Desa Uluwawo, Desa Tinukari, dan Desa
Walasiho. Letak kawasan perkotaan ini berada pada daerah pesisir
Kecamatan wawo yang memiliki letak sangat strategis.
77
5. Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian
Kondisi penggunaan lahan di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri
atas Permukiman, Perkebunan Kelapa, Perkebunan Cengkeh, Sawah,
Tambak, Ladang Campuran, Semak Belukar, Hutan Jati, Lapangan,
Lahan Kosong, Pemakaman Warga, Pelabuhan Wawo, Dan Sungai.
Penggunaan Lahan dengan luas terbesar yaitu Perkebunan Kelapa dengan
Luas 289,17 Ha dan Penggunaan Lahan dengan luas terkecil yaitu
Pelabuhan Wawo dengan luas 0.11 Ha. Potensi tersebut sangat
mendukung terhadap sumberdaya alam di Kawasan Perkotaan Wawo.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.17
Luas Penggunaan Lahan dirinci menurut jenisnya
Di Kawasan Perkotaan Wawo Tahun 2020
No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) %
1. Permukiman 55.08 9,01
2. Perkebunan Kelapa 289.17 47,31
3. Perkebunan Cengkeh 45.11 7,38
4. Sawah 107.26 17,55
5. Tambak 31.24 5,11
6. Ladang Campuran 68.04 11,13
7. Semak Belukar 10.27 1,68
8. Hutan Jati 1.78 0,29
9. Lapangan 2.05 0,34
10. Lahan Kosong 0.59 0,10
11. Pemakaman Warga 0.25 0,04
12. Pelabuhan Wawo 0.11 0,02
13. Sungai 0.27 0,04 Total 611.22 100
Sumber : Survey Lapangan Tahun 2020
78
Gambar 4.8 Peta Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo
79
6. Lahan Terbangun dan Non Terbangun
Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah
mengalami proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas
lahan tersebut. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan
tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi,
transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota
(pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan penambangan
sumber daya alam). Lahan Terbangun di Kawasan Perkotaan Wawo
sekitar 55,08 Ha atau 9,01% dari seluruh luas Kawasan Perkotaan
Wawo dan lahan non terbangun sekitar 556,14 atau 90,99% dari
seluruh luas Kawasan Perkotaan Wawo. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.18
Luas Kawasan Terbangun dan Non Terbangun
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Kawasan Luas (Ha) %
1. Terbangun 55.08 9,01
2. Non Terbangun 556.14 90,99
Total 611.22 100 Sumber : Survey Lapangan Tahun 2020
80
Gambar 4.9 Peta Lahan Terbangun Dan Non Terbangun Kawasan Perkotaan Wawo
81
7. Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo
Morfologi adalah pengelompokan bentuk bentang alam
berdasarkan rona, kemiringan lereng secara umum, dan ketinggiannya,
pada beberapa satuan morfologi. Satuan morfologi dataran adalah
bentuk bentang alam yang didominasi oleh daerah yang relatif datar
atau sedikit bergelombang, dengan kisaran kemiringan lereng 0% - 5%.
Satuan morfologi perbukitan adalah bentuk bentang alam yang
memperlihatkan relief baik halus maupun kasar, membentuk bukit –
bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi.
Morfologi di Kawasan Perkotaan Wawo sebagian besar adalah
dataran dengan luas 585,04 Ha, adapun perbukitan sedang hanya
dengan luas sekitar 26,18 Ha. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.19
Data Morfologi
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Morfologi Luas (Ha) %
1. Dataran 585.04 95,72
2. Perbukitan Sedang 26.18 4,28
Total 611.22 100 Sumber : RTRW Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019
82
Gambar 4.10 Peta Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo
83
8. Topografi/Ketinggian Kawasan Perkotaan Wawo
topografi adalah salah satu jenis peta khusus yang
menggambarkan bentuk relief permukaan bumi,
meliputi tinggi renadhnya kawasan dengan gambaran garis-garis. Garis
yang dimaksud adalah garis kontur, yaitu garis yang menghubungkan
daerah dengan ketinggian yang sama.
Sebagian besar Kawasan Perkotaan Wawo dengan luas 611,22
Ha merupakan dataran Rendah. Kondisi topografi atau ketinggian di
Kawasan Perkotaan Wawo cukup bervariasi antara 8 Meter Di
Permukaan Laut (MDPL) sampai dengan 184 Meter Di Permukaan Laut
(MDPL). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.20
Data Topografi/Ketinggian
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Topografi/MDPL Luas (Ha) %
1. 8 – 35 276.27 45,11
2. 35 – 64 235.42 38,52
3. 64 – 184 99.35 16,25 Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Digital Elevation Model (DEM) Tahun 2020
84
Gambar 4.11 Peta Topografi Kawasan Perkotaan Wawo
85
9. Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo
Kemiringan lereng diturunkan dari peta topografi, karena penataan
ruang dan peruntukannya banyak sekali ditentukan oleh kondisi
kemiringan suatu wilayah, demikian juga pengembangan jaringan
utilitas sangat dipengaruhi oleh besarnya kemiringan lereng.
Berdasarkan data kemiringan lereng yang diperoleh, Kawasan
Perkotaan Wawo memiliki 2 (dua) kategori kemiringan lereng yaitu datar
dan agak curam dengan kemiringan 0-28 persen. Berdasarkan data
yang ada, bahwa kemiringan lereng yang memiliki porsi terbesar adalah
kemiringan antara 2-5 persen dengan luas cakupan sebesar 321,08 Ha.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.21
Data Kemiringan Lereng
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Kemiringan Lereng
(%) Kategori Luas (Ha) %
1. 0 – 2 % Datar 82.37 13,48
2. 2 – 5 % Datar 321.08 52,53
3. 5 – 15 % Datar 186.82 30,57
4. 15 – 28 % Agak Curam 20.94 3,42
Total 611.22 100 Sumber : Hasil Analisis Digital Elevation Model (DEM) Tahun 2020
86
Gambar 4.12 Peta Kemiringan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo
87
10. Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo
Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di Daerah lain
di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim
kemarau. Selama tahun 2019 musim hujan hampir terjadi di sepanjang
tahun, dimana pada bulan Januari sampai Juli terjadi curah hujan yang
cukup tinggi, begitu pula pada bulan Oktober sampai Desember.
Sedangkan Musim kemarau terjadi antara bulan Agustus sampai
dengan September dimana antara bulan tersebut angin Timur yang bertiup
dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air.
Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan iklim.
Oleh karena itu curah hujan beragam menurut bulan. Berdasarkan
data, curah hujan di Kawasan Perkotaan Wawo mencapai rata-rata
2000-2500 mm. Kawasan Perkotaan Wawo dapat dikategorikan
sebagai wilayah daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm
per tahun.
88
Gambar 4.13 Peta Curah Hujan Kawasan Perkotaan Wawo
89
11. Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo
Kawasan Perkotaan Wawo terdapat 2 (dua) jenis tanah yaitu
jenis tanah aluvial dan mediteran.
Aluvial merupakan endapan aluvium (endapan aluvial sungai,
pantai dan rawa yang berumur kuarter (resen) dan menempati
daerah morfologi pedataran dengan ketinggian 0-60 m dengan
sudut lereng < 30%.
Mediteran merupakan tanah yang berasal dari pelapukan batu
gamping yang menempati daerah perbukitan karst, dengan
ketinggian 8-750 m dan sudut lereng > 70%. Kenampakan fisik
yang terlihat berwarna coklat kehitaman, berukuran lempung
pasiran, plastisitas sedang-tinggi, agak padu, permeabilitas
sedang, rentan erosi, tebal 0,1-1,5 m.
Tabel 4.22
Data Jenis Tanah
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Jenis Tanah Luas (Ha) %
1. Aluvial 500.82 81,94
2. Mediteran 110.40 18,06
Total 611.22 100 Sumber : RTRW Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019
90
Gambar 4.14 Peta Jenis Tanah Kawasan Perkotaan Wawo
91
12. Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo
Kawasan Perkotaan Wawo terdapat 3 (tiga) kelas tingkat rawan
bencana yaitu Kurang Rawan, Rawan Gerakan Tanah, Rawan
Gerakan Tanah Dan Banjir. Kawasan kurang rawan yang berarti
kawasan ini kurang rawan terhadap gerakan tanah dan banjir, pada
kawasan rawan gerakan tanah yang berarti kawasan ini sering terjadi
pergerakan tanah, sedangkan pada kawasan rawan gerakan tanah
dan banjir yaitu kawasan ini sering terjadi pergerakan tanah serta
banjir pada kawasan ini memang memiliki daerah cekungan dilihat dari
data kontur yang mungkin menyebabkan terjadinya banji. Kawasan
kurang rawan dengan luas sekitar 520,70 Ha dengan nilai persentasi
85,19% dan kawasan rawan dengan luas sekitar 90,64 atau 13,85%.
Maka bisa di simpulkan Kawasan Perkotaan Wawo tidak cukup rawan,
dilihat dari data kurang rawan yang cukup besar dengan persentase
85,19% dari total luas wilayah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.23
Data Rawan Bencana
Di Kawasan Perkotaan Wawo
No. Rawan Bencana Luas (Ha) %
1. Rawan Gerakan Tanah dan Banjir 22.69 3,71
2. Rawan Gerakan Tanah 67.95 10,14
3. Kurang Rawan 520.70 85,19 Total 611.22 100
Sumber : BPBD Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2019
92
Gambar 4.15 Peta Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Wawo
93
B. Pembahasan
1. Klasifikasi kemampuan lahan kawasan perkotaan di Kecamatan
Wawo Kabupaten Kolaka Utara di gunakan analisis spasial (overlay
peta).
Analisis Satuan Kemampuan Lahan
a. SKL Morfologi
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Morfologi di Kawasan Perkotaan Wawo terbagi atas tiga klasifikasi
yaitu Kemampuan Lahan Dari Morfologi Tinggi, Cukup, dan Sedang.
Kategori tinggi dan cukup yang dimana kawasan ini cocok
dikembangkan untuk kegiatan pembangunan dan aktivitas manusia,
untuk kawasan ini termasuk dalam kawasan budidaya sedangkan
kategori sedang bisa dikembangkan untuk kegiatan pembangunan
tetapi kawasan ini memiliki batasan-batasan untuk pembangunan
maka dari itu kawasan ini masuk dalam kawasan penyangga, Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.24
Analisis SKL Morfologi
Data Morfologi Data Kemiringan
Lereng (%) SKL Morfologi Nilai
Luas (Ha)
%
Dataran 0 – 2 % Kemampuan Lahan Dari
Morfologi Tinggi 5 396.45 64.86
2 – 5 %
Perbukitan Sedang
5 – 15 % Kemampuan Lahan Dari Morfologi Cukup
4 184.06 30.11
15 – 28 % Kemampuan Lahan Dari Morfologi Sedang
3 30.71 5.02
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
94
Gambar 4.16 Peta Analisis SKL Morfologi Kawasan Perkotaan Wawo
95
b. SKL Kemudahan Dikerjakan
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Kemudahan Dikerjakan di Kawasan Perkotaan Wawo terbagi atas
empat klasifikasi yaitu Kemudahan Dikerjakan Tinggi, Cukup,
Sedang, dan Rendah. Kategori rendah merupakan wilayah yang
memiliki lahan sangat sulit dikerjakan dan tidak sesuai untuk
dikembangkan, kategori sedang berarti bisa dikerjakan akan tetapi
harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, sedangkan kategori
cukup dan tinggi sangat mudah dikerjakan dan sangat sesuai untuk
dikembangkan sebagai kawasan pengembangan perkotaan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.25
Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan
Data Topografi
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Jenis Tanah
Data Penggunaan
Lahan
SKL Kemudahan Di Kerjakan
Nilai Luas Ha
%
8 – 35 Dataran 0 – 2 % Aluvial Terbangun Tinggi 5 385.10 63.01
35 – 64
Perbukitan Sedang
2 – 5 %
64 – 184 5 – 15 %
Mediteran Non
Terbangun
Cukup 4 198.24 32.43
Sedang 3 18.36 3.00
15 – 28 % Rendah 2 9.52 1.56
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
96
Gambar 4.17 Peta Analisis SKL Kemudahan DiKerjakan Kawasan Perkotaan Wawo
97
c. SKL Kestabilan Lereng
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Kestabilan Lereng di Kawasan Perkotaan
Wawo terdiri atas tiga klasifikasi yaitu Kestabilan Lereng Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang
berarti wilayah tersebut cukup stabil tetapi kurang sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan,
kategori cukup berarti kawasan ini stabil untuk kestabilan lereng, sedangkan kawasan kategori tinggi ini
memiliki kestabilan lereng yang sangat stabil untuk pembangunan kawasan perkotaan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.26
Analisis SKL Kestabilan Lereng
Data Topografi/
Mdpl
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Jenis Tanah
Curah Hujan/m
m
Data Penggunaan
Lahan
Data Bencana
Alam
SKL Kestabilan
Lereng Nilai
Luas Ha
%
8 – 35 Dataran 0 – 2 % Aluvial
2000 - 2500
Terbangun Kurang Rawan
Kestabilan Lereng Tinggi
5 511.38 83.67 35 – 64
Perbukitan Sedang
2 – 5 %
64 – 184 5 – 15 %
Mediteran Non
Terbangun
Rawan Gerakan Tanah dan Banjir
Kestabilan Lereng Cukup
4 81.81 13.38
Rawan Gerakan Tanah
Kestabilan Lereng Sedang
3 18.03 2.95 15 – 28 %
Total 611.22 100 Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 202
98
Gambar 4.18 Peta Analisis SKL Kestabilan Lereng Kawasan Perkotaan Wawo
99
d. SKL Kestabilan Pondasi
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Kestabilan Pondasi di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas tiga
klasifikasi yaitu Kemampuan Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi
Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang berarti wilayah ini
kurang stabil namun mungkin untuk jenis pondasi lain bisa lebih
stabil seperti pondasi cakar ayam atau yang lainnya, kategori cukup
berarti wilayah ini stabil, kategori tinggi berarti wilayah ini sangat
stabil untuk jenis pondasi apa saja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.27
Analisis SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan
Lereng
Data Jenis Tanah
Data Penggunaan
Lahan
SKL Kestablan Pondasi
Nilai Luas (Ha)
%
Tinggi Aluvial Terbangun Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Tinggi
5
500.57 81.90
Cukup
Mediteran Non Terbangun
Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Cukup
4 92.63 15.15
Sedang Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Sedang
3 18.03 2.95
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
100
Gambar 4.19 Peta Analisis SKL Kestabilan Pondasi Kawasan Perkotaan Wawo
101
e. SKL Ketersediaan Air
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Ketersediaan Air di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas empat
klasifikasi yaitu Ketersediaan Air Tinggi, Cukup, Sedang, dan
Kurang. Kategori kurang merupakan wilayah yang memiliki air tanah
sangat terbatas, kategori sedang berarti memiliki pasokan air tanah
akan tetapi ketersediaan air tanah terbatas, kategori cukup berarti
wilayah ini memiliki pasokan air tanah yang cukup, kategori tinggi
berarti pasokan air tanah banyak dan tidak terbatas. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.28
Analisis SKL Ketersediaan Air
Curah Hujan/mm
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Jenis Tanah
Data Penggunaan
Lahan
SKL Ketersediaan
Air Nilai
Luas Ha
%
2000 - 2500
Dataran 0 – 2 % Aluvial Terbangun
Tinggi 5 100.22 16.40
Perbukitan Sedang
2 – 5 % Cukup 4 402.77 65.90
5 – 15 % Mediteran
Non Terbangun
Sedang 3 80.48 13.17
15 – 28 % Kurang 2 27.75 4.54
Total 611.22 100 Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
102
Gambar 4.20 Peta Analisis SKL Ketersediaan Air Kawasan Perkotaan Wawo
103
f. SKL Untuk Drainase
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Untuk Drainase di Kawasan Perkotaan Wawo
terdiri atas tiga klasifikasi yaitu Kemampuan Drainase Tinggi, Cukup, dan Sedang. Kategori sedang
merupakan wilayah yang memiliki aliran drainase yang kurang lancar untuk mematuskan air hujan dan
menyebabkan penggenangan air hujan bersifat lokal, kategori cukup berarti kemampuan drainase cukup
lancar untuk mematuskan air hujan, sedangkan kategori tinggi berarti drainasenya dalam mematuskan air
hujan sangat lancar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.29
Analisis SKL Untuk Drainase
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Topografi
Data Jenis Tanah
Curah Hujan/mm
Data Penggunaan
Lahan
SKL Untuk Drainase
Nilai Luas Ha %
Dataran
0 – 2 % 8 – 35
Aluvial
2000 - 2500
Terbangun Kemampuan Drainase Tinggi
5 375.64 61.46 2 – 5 % 35 – 64
Perbukitan Sedang
5 – 15 %
64 – 184 Mediteran Non
Terbangun
Kemampuan Drainase Cukup
4 207.83 34.00
15 – 28 % Kemampuan Drainase Sedang
3 27.75 4.54
Total 611.22 100 Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
104
Gambar 4.21 Peta Analisis SKL Untuk Drainase Kawasan Perkotaan Wawo
105
g. SKL Terhadap Erosi
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Terhadap Erosi di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas tiga
klasifikasi yaitu SKL Terhadap Erosi Rendah, Kurang, dan Sedang.
Kategori rendah berarti lapisan tanah tidak mudah terbawa angin
dan air maka potensi terjadinya erosi rendah, kategori kurang berarti
lapisan tanah kurang mudah terbawa angin dan air maka potensi
terjadinya erosi kurang, kategori sedang berarti lapisan tanah sedikit
terbawa oleh angin dan air, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.30
SKL Terhadap Erosi
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Jenis Tanah
Curah Hujan/m
m
Data Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap
Erosi Nilai
Luas Ha
%
Dataran 0 – 2 %
Aluvial
2000 - 2500
Terbangun Rendah 5 375.64 61.46 2 – 5 %
Perbukitan Sedang
5 – 15 %
Mediteran Non
Terbangun
Kurang 4 207.83 34.00
15 – 28 % Sedang 3 27.75 4.54
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
106
Gambar 4.22 Peta Analisis SKL Terhadap Erosi Kawasan Perkotaan Wawo
107
h. SKL Pembuangan Limbah
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL
Pembuangan Limbah di Kawasan Perkotaan Wawo terdiri atas
empat klasifikasi yaitu Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan
Limbah Cukup, Sedang, Kurang, dan Rendah. Kategori rendah
berarti wilayah ini sangat tidak cocok dan tidak didukung untuk
daerah pembuangan limbah, kategori kurang berarti wilayah ini
kurang untuk dijadikan daerah pembuangan limbah, kategori sedang
berarti wilayah ini bisa dijadikan daerah pembuangan limbah tetapi
tidak untuk limbah padat, kategori cukup berarti wilayah ini bisa
dijadikan daerah pembuangan limbah padat maupun limbah cair.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.31
Analisis SKL Pembuangan Limbah
Data Morfologi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Topografi
Data Jenis Tanah
Curah Hujan/
mm
Data Penggunaan
Lahan
SKL Pembuangan Limbah
Nilai Luas Ha
%
Dataran
0 – 2 % 8 – 35
Aluvial
2000 - 2500
Terbangun
Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan Limbah Cukup
4 18.79 3.07
2 – 5 % 35 – 64 Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan Limbah Sedang
3 53.07 8.68
Perbukitan Sedang
5 – 15 %
64 – 184 Mediteran Non
Terbangun
Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan Limbah Kurang
2 163.78 26.80
15 – 28 % Kemampuan Lahan Untuk Pembuangan Limbah Rendah
1 375.59 61.45
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
108
Gambar 4.23 Peta Analisis SKL Pembuangan Limbah Kawasan Perkotaan Wawo
109
i. SKL Terhadap Bencana Alam
Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui bahwa SKL Terhadap Bencana Alam di Kawasan
Perkotaan Wawo terdiri atas empat klasifikasi yaitu SKL Terhadap Bencana Alam Cukup, Sedang, Kurang,
dan Rendah. Kategori cukup dan sedang merupakan wilayah cukup rawan terhadap bencana alam,
kategori kurang merupakan wilayah yang kurang rawan terhadap bencana alam, dan kategori rendah
merupakan wilayah yang relatif aman dari bencana alam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.32
Analisis SKL Terhadap Bencana Alam
Data Bencana Alam
Data Morfologi
Data Topografi
Data Kemiringan Lereng (%)
Data Jenis Tanah
Curah Hujan/m
m
Data Penggunaan
Lahan
SKL Terhadap Bencana Alam
Nilai Luas Ha %
Kurang Rawan Dataran 8 – 35 0 – 2 %
Aluvial
2000 - 2500
Terbangun
Rendah 4 100.22 16.40
Rawan Gerakan Tanah
Perbukitan Sedang
35 – 64 2 – 5 % Kurang 3 448.64 73.40
Rawan Gerakan Tanah dan Banjir
64 – 184 5 – 15 %
Mediteran Non
Terbangun
Sedang 2 39.93 6.53
15 – 28 % Cukup 1 22.43 3.67
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
110
Gambar 4.24 Peta Analisis SKL Terhadap Bencana Alam Kawasan Perkotaan Wawo
111
J. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Pengklasifikasian kemampuan lahan untuk Kawasan
Perkotaan Wawo dilakukan dengan cara mengoverlay (intersect)
setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh dari hasil
pengalian nilai akhir (tingkatan kemampuan lahan pada setiap SKL)
dengan bobotnya secara satu persatu sehingga diperoleh peta
jumlah nilai akhir dikalikan bobot seluruh SKL secara kumulatif. Hasil
pengalian nilai akhir dengan bobot setiap satuan, dalam analisis ini
disebut dengan istilah skor (Skor = nilai akhir x Bobot). Berdasarkan
peta jumlah skor kumulatif tersebut, maka kemampuan lahan untuk
Kawasan Perkotaan Wawo dibagi menjadi beberapa kelas yang
menunjukan tingkatan kemampuan lahan dan digambarkan dalam
satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk Kawasan Perkotaan
Wawo. Skor dari setiap satuan kemampuan lahan yang disebutkan di
atas merupakan nilai akhir dikalikan bobot dari masing-masing SKL.
Nilai akhir dari masing- masing SKL merupakan hasil temuan analisis
satuan kemampuan pada Kawasan Perkotaan Wawo, sedangkan
bobot merupakan nilai kepentingan dari setiap SKL. Adapun nilai
akhir dan bobot dari setiap SKL dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
112
Tabel 4.33 Analisis Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo
No. Satuan Kemampuan Lahan Klasifikasi Nilai Akhir Bobot Skor (Nilai
Akhir X Bobot)
1. SKL Morfologi
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
2. SKL Kemudahan Dikerjakan
Tinggi 5
1
5
Cukup 4 4
Sedang 3 3
Rendah 2 2
3. SKL Kestabilan Lereng
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
4. SKL Kestabilan Pondasi
Tinggi 5
3
15
Cukup 4 12
Sedang 3 9
5. SKL Ketersediaan Air
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
Kurang 2 10
6. SKL Untuk Drainase
Tinggi 5
5
25
Cukup 4 20
Sedang 3 15
7. SKL Terhadap Erosi
Rendah 5
3
15
Kurang 4 12
Sedang 3 9
8. SKL Pembuangan Limbah
Cukup 4
0
0
Sedang 3 0
Kurang 2 0
Rendah 1 0
9. SKL Terhadap Bencana Alam
Rendah 4
5
20
Kurang 3 15
Sedang 2 10
Cukup 1 5
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2020
113
Tabel 4.34
Analisis Overlay 9 Variabel SKL dan Total Nilai Akhir X Bobot Kawasan Perkotaan Wawo
N0. Skor
Morfologi
Skor Kemudahan di Kerjakan
Skor Kestabilan
Lereng
Skor Kestabilan
Pondasi
Skor Ketersediaan
Air
Skor Untuk
Drainase
Skor Terhadap
Erosi
Skor Pembuangan
Limbah
Skor Bencana
Alam
Total Skor
Nilai Kelas
Kemampuan Lahan
Kemampuan Lahan Zona
1. 25 5 25 15 25 25 15 0 20 155
135 - 155 Kelas E Kemampuan
Pengembangan Tinggi
Zona I
2. 25 5 25 15 20 25 15 0 20 150
3. 25 5 25 15 20 25 15 0 15 145
4. 20 5 25 15 20 25 15 0 15 140
5. 20 4 25 15 20 25 15 0 15 139
6. 20 5 25 15 20 25 12 0 15 137
7 20 4 25 15 20 25 12 0 15 136
8 20 5 25 15 20 20 15 0 15 135
9 20 4 25 15 20 20 15 0 15 134
113 - 134 Kelas D Kemampuan
Pengembangan Cukup
Zona II
10 25 4 25 12 20 20 12 0 15 133
11 20 5 25 15 20 20 12 0 15 132
12 20 4 25 15 20 20 12 0 15 131
13 25 4 20 12 20 20 12 0 15 128
14 20 4 25 15 15 20 12 0 15 126
15 20 4 25 12 15 20 12 0 15 123
16 20 4 20 15 15 20 12 0 15 121
17 20 4 20 12 15 20 12 0 15 118
18 20 4 20 12 15 20 12 0 10 113
19 20 3 20 12 10 15 9 0 10 99
84 - 99 Kelas C Kemampuan
Pengembangan Sedang
Zona III
20 20 2 20 12 10 15 9 0 10 98
21 20 3 20 9 10 15 9 0 10 96
22 20 2 20 9 10 15 9 0 10 95
23 15 3 20 12 10 15 9 0 10 94
24 15 2 20 12 10 15 9 0 10 93
25 15 3 20 9 10 15 9 0 10 91
26 15 2 20 9 10 15 9 0 10 90
27 15 3 15 12 10 15 9 0 10 89
28 15 2 15 12 10 15 9 0 10 88
29 15 3 15 9 10 15 9 0 10 86
30 15 2 15 9 10 15 9 0 10 85
31 15 3 15 12 10 15 9 0 5 84
32 15 2 15 12 10 15 9 0 5 83
80 - 83 Kelas B Kemampuan
Pengembangan Kurang Zona IV 33 15 3 15 9 10 15 9 0 5 81
34 15 2 15 9 10 15 9 0 5 80
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
114
Berdasarkan hasil analisis overlay dengan menggabungkan 9
variabel Satuan Kemampuan Lahan (SKL) dan pengalian bobot
dengan nilai akhir pada tabel sebelumnya maka terdapat empat (4)
klasifikasi kemampuan lahan di Kawasan Perkotaan Wawo yaitu,
Kelas E dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Tinggi, Kelas
D dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Cukup, Kelas C
dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Sedang, dan Kelas B
dengan klasifikasi kemampuan pengembangan Kurang. Kelas
kemampuan lahan yang paling dominan di Kawasan Perkotaan
Wawo adalah kelas kemampuan pengambangan tinggi dengan luas
375.63 Ha dan yang paling kecil yaitu di kelas kemampuan
pengembangan sedang dengan luas 9.99 Ha, Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.35 Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo
No. Total Nilai Kelas Klasifikasi Kemampuan Lahan Luas (Ha) %
1. 80 – 83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Kurang 18.03 2.95
2. 84 – 99 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang 9.99 1.63
3. 113 – 134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Cukup 207.57 33.96
4. 135 - 155 Kelas E Kemampuan Pengembangan Tinggi 375.63 61.46
Total 611.22 100
Sumber : Hasil Analisis Overlay Tahun 2020
115
Gambar 4.25 Peta Kelas Kemampuan Lahan
116
Gambar 4.26 Peta Kemampuan Lahan Kawasan Perkotaan Wawo
117
2. Kemampuan lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Wawo
Kabupaten Kolaka Utara.
Analisis Deskriptif
Berdasarkan hasil analisis Kemampuan Lahan, maka dapat
diketahui kemampuan lahan yang ada di Kawasan Perkotaan Wawo
terbagi beberapa kemampuan lahan pengembangan yaitu Kemampuan
Lahan Pengembangan Kurang, Kemampuan Lahan Pengembangan
Sedang, Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup, dan Kemampuan
Lahan Pengembangan Tinggi.
a. Kemampuan Lahan Pengembangan Kurang
Kawasan dengan kemampuan lahan yang Kurang artinya kawasan
ini tidak direkomendasikan untuk dijadikan kawasan pengembangan
ataupun kawasan perkotaan, karena kemampuan lahan ini memiliki
faktor hambatan fisik yang cukup signifikan dan cukup beresiko
untuk dampak lingkungan. Maka dalam Kawasan Perkotaan Wawo
kemampuan lahan ini masuk dalam kawasan lindung agar
pengembangan kawasan perkotaan yang berkelanjutan ini tidak
terjadi kerusakan lingkungan akibat hambatan fisik yang ada.
118
b. Kemampuan Lahan Pengembangan Sedang
Kawasan dengan kemampuan lahan sedang merupakan wilayah
sesuai bersyarat, meskipun bisa di kembangkan menjadi kawasan
pengembangan atau kawasan perkotaan, kawasan ini memiliki
syarat dan ketentuan untuk penggunaannya, untuk itu dalam
Kawasan Perkotaan Wawo kemampuan lahan sedang masuk dalam
kawasan penyangga karena kemampuan lahan ini memiliki
ketetapan pemanfaatan lahan yang dapat dikembangkan yaitu
maksimal 20% dari total keseluruhan luas kawasan penyangga atau
1.99 Ha.
c. Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi
Kawasan dengan kemampuan lahan Cukup dan tinggi ini
mempunyai kemampuan yang sangat sesuai untuk dimanfaatkan
sebagai lahan pengembangan kawasan perkotaan serta tidak
memiliki hambatan fisik apapun untuk pengembangan kawasan
perkotaan, maka dari itu Kawasan Perkotaan Wawo sangat
didukung dengan kemampuan pengembangan cukup dan tinggi
karena tidak memiliki hambatan fisik lingkungan sehingga Kawasan
Perkotaan Wawo dalam kemampuan lahan ini bisa dikembangkan
menjadi kawasan budidaya serta pengembangan pusat-pusat
119
pelayanan kawasan perkotaan dengan pemanfaatan lahan yang
cukup besar yaitu 583.20 Ha dari luas total Kawasan Perkotaan
Wawo.
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil penelitian tentang Analisis Kemampuan Lahan
Kawasan Perkotaan di Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara,
peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai
berikut:
1. Terdapat empat (4) Klasifikasi Kemampuan Lahan Kawasan
Perkotaan Wawo yaitu, Kelas E dengan Klasifikasi Pengembangan
Tinggi, Kelas D dengan Klasifikasi Pengembangan Cukup, Kelas C
dengan Klasifikasi Pengembangan Sedang, dan Kelas D dengan
Klasifikasi Pengembangan Kurang.
2. Kemampuan Lahan Pengembangan Cukup dan Tinggi sangat
sesuai untuk dijadikan kawasan budidaya di dalam Kawasan
Perkotaan Wawo, Kemampuan Lahan Pengembangan Sedang
sesuai bersyarat untuk pengembangan kawasan budidaya,
Kemampuan Lahan Pengembangan Kurang memiliki hambatan
fisik maka dari itu di fungsikan sebagai kawasan lindung pada
Kawasan Perkotaan Wawo.
121
B. Saran
Saran yang dapat diberikan terkait pengembangan penelitian lebih
lanjut adalah sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah daerah dapat mengarahkan prioritas utama
pengembangan wilayah pada kawasan dengan kemampuan lahan
yang tinggi (kawasan Budidaya) serta prioritas penataan fisik lahan
dengan menyediakan atau mempersiapkan sarana dan prasarana
untuk mengatasi hambatan fisik lahan.
2. Bagi Akademisi
Penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai variabel lainnya
perlu dilakukan. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut
diharapkan munculnya temuan-temuan baru yang dapat menjadi
masukan kepada pemerintah dalam merencanakan dan
menjalankan program pengembangan kawasan perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Haetami dan Supriadi. 2007. “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar
Siswa Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan” Dosen PMIPA
FKIP Unhalu dan Guru SMAN 1 Poleang Kendari. Skripsi.
Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat di
Indonesia, Penerbit Rineka Cipta
Agustina, D.K. (2008). Studi Vegetasi di Hutan Lindung RPH Donomulyo BK
PH Sengguruh KPH Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Biologi Fakultas Saintek UIN Mau-lana Malik Ibrahim Malang.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air Edisi ke 2.Bogor:IPB Press.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
Atmaja, F. D. 2009. Analisis Keseimbangan Panas pada Bak Penanaman
Dalam Sistem Hidroponik Deep Flow Technique (DFT) [skripsi]. Bogor:
Departemen Teknik Pertanian. IPB.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk
Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-
9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Fachrul, M.F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kecamatan Wawo Dalam Angka 2018/Wawo Subdistrict In Figures 2018.
(2018).
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik
Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang, Jakarta. Jakarta: Kementerian
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Prahasta, Eddy, (2010). Sistem Informasi Geografis Belajar dan Memahami
MapInfo. Bandung: Informatika Bandung
Purnomo, Edi. (2013). Betapa mudahnya export/ import data spasial di QGIS.
Purwanto. 2009. Biologi Tanah. Indonesia Cerdas. Yogyakarta.
Rahim, S, dkk. 201SS7. Hutan Mangrove dan Pemanfaatanya. Sleman: Grup
Penerbitan CV BUDI UTOMO
Ritohardoyo Su. 2013. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Ombak.
Yogyakarta.
Salim, E.H. 1998. Pengelolaan Tanah. Karya Tulis. Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung
Sartohadi Junun. 2012. Pengantar geografi Tanah. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Sugiyono.2006.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &
D.Bandung:Alfabeta.
Suparno, Satra M dan E. Marlina. 2005. Perencanaan danPengembangan
Perumahan.Yogyakarta andi Offset.
Suripin, (2001), Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air, Andi Offset,
Yogyakarta
Tjasjono, B., 2004. Klimatologi. ITB, Bandung.
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN RUANG
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
A. Dokumentasi Surey Lapangan Tahun 2020
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Fachmi Anugroh Yahya lahir di Kota
Kotamobagu 22 November 1998, merupakan
anak ke tiga dari pasangan Yahya Fasa dan
Susanti Mokodompit. Alamat rumah di Jln.
Ibantong Dalam RT 03 RW 02, Kelurahan
Sinindian, Kecamatan Kotamobagu Timur,
Kota Kotamobagu. Dengan riwayat pendidikan
yakni TK Bhayangkari Kotamobagu (2003-2004); SD Negeri 2 Sinindian
(2004-20010); SMP Negeri 4 Kotamobagu (2010-2013); SMK Cokroaminoto
Kotamobagu (2013-2016). Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan
tinggi di Universitas Bosowa Makassar melalui jalur reguler pada Program
Studi Sarjana (S1) pada Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik, Universitas Bosowa (UNIBOS), sehingga pada tahun 2021
penulis berhasil menyelesaikan studi S1 nya dengan gelar Sarjana Teknik
(ST).
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan baik yang
intra kampus. Penulis aktif menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa
Perencanaan Wilayah dan Kota (HMPWK) Universitas Bosowa Makassar
periode 2017-2018 sebagai Anggota Bidang Pengkaderan periode 2017-
2018 dan anggota kesekretariatan Periode 2019-2020.. Penulis juga pernah
aktif di kepanitiaan kegiatan-kegiatan Himpunan Mahasiswa Perencanaan
Wilayah dan Kota (HMPWK). Penulis juga pernah menjadi asisten pada dua
mata kuliah di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Bosowa Makassar.