Analisis Kebisingan Produksi Gula
-
Upload
rusland-tumpeun -
Category
Documents
-
view
279 -
download
17
Transcript of Analisis Kebisingan Produksi Gula
SKRIPSI
ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA
STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE
DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG
Oleh:
BUDI SANTOSO
F14104079
2008
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA
STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE
DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
BUDI SANTOSO
F14104079
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGO
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA
STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
BUDI SANTOSO
F14104079
Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1986
Tanggal lulus,
Bogor, September 2008
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Sam Herodian, MS NIP. 131 671 602
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS NIP. 131 671 603
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Budi Santoso dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 16 Juni 1986. Penulis merupakan anak ke delapan
dari delapan bersaudara dari bapak yang bernama
Suratman dan ibu Saliyem.
Selama ini penulis telah menjalani pendidikan di
SD Negeri 9 Jakarta lulus tahun 1998, SLTP Negeri 59
Jakarta lulus tahun 2001, SLTA Negeri 5 Jakarta lulus tahun 2004. Pada tahun
yang sama, penulis diterima di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian bagian Ergonomika dan
Elektronika Pertanian (Ergotron), melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) tahun 2004 sampai lulus dari Institut Pertanian Bogor tahun 2008.
Selama menyelesaikan studi, penulis pernah melakukan praktek lapangan
dengan judul “Aspek Ergonomika Pada Produksi Industri Gula Di PT. Sweet Indo
Lampung, Lampung”. Penulis melakukan penelitian dengan judul tugas akhir
“Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Putaran
(Centrifuge), dan Power House di PG Bungamayang, Lampung”.
Budi Santoso, F14104079. Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Sam Herodian, MS. 2008.
RINGKASAN
Pabrik Gula Bunga Mayang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula. Dalam menunjang proses produksinya perusahaan menggunakan masin-mesin dengan daya dan kapasitas besar. Adanya mesin-mesin tesebut, dalam pengoperasiannya melibatkan banyak tenaga kerja seperti pada stasiun masakan dan stasiun putaran dalam proses produksi gula. Mesin-mesin yang bekerja dalam stasiun tesebut menyebabkan kebisingan pada lingkungan kerja.
Kebisingan merupakan proses terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu pendek mengakibatkan turunnya produktivitas pekerja. Sedangkan dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak alat pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan mengganggu kenyamanan dalam bekerja. (Wilson, 1989).
Adanya kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja, maka dipandang perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek K3 dalam industri untuk mengetahui batas waktu maksimal bekerja sesuai dengan standar kebisingan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk meneliti hal tersebut dengan metode pemetaan kebisingan yang ada di pabrik yang meliputi stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan power house. Pemetaan kebisingan ini ditujukan untuk mengetahui pola penyebaran kebisingan yang terjadi serta memberikan alternatif pemecahan masalah kepada perusahaan yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan kesehatan kerja.
Penelitian ini dilakukan di PG Bungamayang, Lampung. Adapun waktu pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment Meter. Pengolahan data kebisingan dengan membuat peta sebaran kontur menggunakan software golden surfer. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan di masing-masing stasiun untuk tiap-tiap shiftnya sebagian besar tidak begitu berbeda.
Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan yang tidak begitu berbeda untuk setiap shiftnya yang terjadi pada stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan stasiun power house. Perbedaan pola penyebaran kebisingan ini dipengaruhi oleh besarnya daya mesin, tingkat putaran poros, jenis transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa. Intensitas kebisingan yang terjadi di stasiun masakan berkisar antara 81.94 – 93.80 dB(A), stasiun centrifuge berkisar antara 86.04 – 102.46 dB(A), dan stasiun power house berkisar antara 84.43 – 100 dB(A). Dengan tingkat kebisingan yang ada pada masing-masing stasiun, menurut standart MENAKER RI secara aman dan kontinu untuk
berada di stasiun masakan adalah 2 Jam 28.8 Menit, pada stasiun centrifuge adalah 45.24 Menit, dan pada stasiun power house adalah 1 Jam.
Untuk mengetahui efek kebisingan secara kualitatif, maka dilakukan pengisian kuesioner oleh para pekerja yang setiap hari bekerja di pabrik. Kuesioner ini digunakan sebagai pembanding antara efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan akibat kebisingan secara teoritis dan aktual yang dirasakan oleh pekerja. Berdasarka hasil kuesioner didapatkan gangguan seperti gangguan cara komunikasi dengan persentase tertinggi, gangguan pendengaran, gangguan kenyamanan, gangguan aktivitas, gangguan konsentrasi, dan gangguan penurunan prestasi. Selain itu pekerja pada ketiga stasiun tersebut juga mengalami keluhan-keluhan yang antara lain: keluhan penurunan pendengaran dengan persentase tertinggi, mudah lelah, keluhan pusing, lekas marah, mudah tersinggung, sulit tidur dan rasa mual sebagai akibat kebisingan yang diterima secara kontinu.
Melihat kondisi kerja di lapangan dan efek yang ditimbulkan terhadap pekerja, maka disarankan kepada perusahaan dan pemerintah untuk melakukan melakukan penelitian lanjutan tentang kebisingan yang terjadi di pabrik, melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat sesuai dengan tingkat kebisingan yang diterima pekerja, memberikan fasilitas yang cukup berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja salah satunya adalah alat pelindung telinga, memberikan bahan peredam kebisingan pada dinding ruangan dan lantai untuk mengurangi intensitas kebisingan yang terjadi terutama untuk stasiun masakan dan stasiun centrifuge yang terdapat banyak pekerja, memberikan program penyuluhan yang lebih intensif kepada pekerja tentang kebisingan dan dampaknya terhadap kesehatan. Sedangkan untuk pekerja pabrik disarankan untuk menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja pada intensitas kebisingan tinggi, segera memeriksakan diri ke dokter jika terdapat gangguan dan keluhan kesehatan akibat kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan,
Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung”. Skripsi ini
merupakan tugas akhir dalam penyelesaian program studi S1 pada Departemen
Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Sam Herodian, MS., sebagai dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, kesabaran dan pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Mad Yamin, MT dan Bapak Lamto Widodo, ST. MT., sebagai dosen
penguji yang telah meluangkan waktunya menjadi penguji dan telah
memberikan masukan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
3. Bapak Ir. A. Nasulian Arifin, MM (Manajer BUMA), So’im (KA Teknik),
Nur Ali (KA TUK), Ali Muksin (Sinder Proses), Amin (Sinder Teknik),
Taufik Bukhari (Centrifuge), Chomsyah Wahyudi (Power House), dan seluruh
pekerja di PG Bungamayang atas bantuannya selama penulis penelitian.
4. Pak Lamto dan Pak Farry atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
5. Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan do’a dan semangatnya.
6. Teman-teman TEP’41 yang telah memberikan do’a, dukungan dan semangat,
terutama tim penelitian (Malik, Bayu, Ludy, Sukris, Tania, Heru, dan Vidy).
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya sehingga terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
oleh penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan permohonan maaf dan
mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, September 2008
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
II. TIJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
A. Ergonomika ................................................................................................ 3
B. Kebisingan (Noise) ..................................................................................... 4
C. Pengukuran Kebisingan .............................................................................. 6
D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja ..................................... 9
E. Pengendalian Kebisingan ......................................................................... 12
III. METODOLOGI ......................................................................................... 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 15
B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 15
C. Metode Pengambilan Data ....................................................................... 16
D. Metode Pengolahan Data ......................................................................... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 21
A. Kebisingan di Stasiun-stasiun .................................................................. 21
1. Stasiun Masakan ................................................................................. 22
2. Stasiun Putaran .................................................................................... 25
iii
3. Stasiun Power House .......................................................................... 30
B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun .......................................... 35
1. Stasiun Masakan ................................................................................. 35
2. Stasiun Putaran .................................................................................... 36
3. Stasiun Power House .......................................................................... 36
C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja ...................... 38
D. Evaluasi Hasil Kuesioner ........................................................................ 39
C. Upaya Pencegahan Kebisingan dan Pemeliharaan Pendengaran ............ 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53
A. Kesimpulan .............................................................................................. 53
B. Saran ......................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55
LAMPIRAN ....................................................................................................... 57
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu ................... 5
Tabel 2. Jumlah dB(A) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar ...................... 8
Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari ............. 11
Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja
kontinu yang diperkenankan ............................................................... 12
Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu .................................................................................. 14
Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan .............................. 36
Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran .................................. 36
Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House ........................ 37
Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan ......................................... 43
Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga .................... 45
Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ................... 46
Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ................... 47
Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ..................... 48
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment .................................... 15
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian ....................................................................... 19
Gambar 3. Layout Stasiun Masakan ................................................................... 22
Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi ............................... 23
Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore ............................... 23
Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam . ......................... 24
Gambar 7. Layout Stasiun Putaran...................................................................... 26
Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi ................................. 26
Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore ................................. 26
Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam ........................... 27
Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran ............................................ 29
Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi .................................. 29
Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore .................................. 29
Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam .............................. 29
Gambar 15. Layout Stasiun Power House .......................................................... 31
Gambar 16. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Pagi ...................... 32
Gambar 17. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Sore ...................... 32
Gambar 18. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Malam .................. 33
Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran
(centrifuge), dan stasiun power house ............................................. 37
Gambar 20. Pengaruh Kebisingan terhadap Pendengaran Pekerja ..................... 40
Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja ................................ 40
Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising .................. 41
Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga .................. 42
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi Unit Usaha Bungamayang .............................. 58
Lampiran 2. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Masakan dan Power House ......... 59
Lampiran 3. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Putaran dan Kontrol Panel ........... 61
Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja ................................................................. 63
Lampiran 5. Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja . 67
Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Lingkungan Kerja ........... 68
Lampiran 7. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Perilaku Kerja ................. 69
Lampiran 8. Hasil Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga
Kerja ............................................................................................... 70
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini pembangunan segala bidang di Indonesia terus ditingkatkan,
baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental. Dengan adanya
pembangunan tersebut, memang banyak dirasakan manfaatnya terutama dalam
peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan
dan lain sebagainya.
Pabrik Gula Bungamayang, Lampung merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri
gula. Dalam menunjang proses produksi guna memenuhi tuntutan peningkatan
produktivitas dan penurunan tenaga kerja baik di sektor pertanian maupun di
sektor industri, maka pabrik gula Bunga Mayang telah menerapkan sistem
mekanisasi pada alat dan mesin pertanian, serta industri pengolahan tebu yang
berpotensi dalam mengolah tebu menjadi gula sehingga diharapkan kebutuhan
masyarakat akan komoditi gula yang semakin meningkat dapat terpenuhi.
Sebagai salah satu perusahaan besar yang begerak dalam perkebunan
tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula, PG Bunga Mayang
menjalankan proses memproduksi gula menggunakan mesin-mesin produksi
dalam skala besar. Dengan penerapan mesin produksi tersebut, pekerjaan
dengan bahan baku sangat besar dapat meningkatkan kualitas dan kontinuitas
produksi serta menambah kenyamanan dan efisiensi dalam bekerja, sehingga
hasil yang diperoleh menjadi optimal. Namun pada sisi lain dengan adanya
mesin-mesin produksi tersebut tanpa disadari dapat menimbulkan dampak yang
kurang baik bagi kesehatan manusia dan lingkungannya jika tidak diperhatikan
dengan baik dan cermat. Kebisingan mesin-mesin produksi yang digunakan
oleh para tenaga kerja secara tidak langsung dapat merugikan kesehatan,
menurunkan performansi dan produktifitas tenaga kerja.
Kebisingan yang melebihi standar dapat berakibat buruk terhadap
manusia, seperti menggangu kenyamanan, penurunan ketajaman pendengaran
sampai tuli, terganggunya sistem keseimbangan, gangguan konsentrasi,
meningkatkan kadar emosi dan juga dapat mengganggu sistem metabolisme
2
tubuh. Hingga saat ini kebisingan pada kegiatan industri belum banyak
diperhatikan terutama industri di Indonesia. Hal ini tercermin dari sedikitnya
penelitian-penelitian mengenai kebisingan dan masih kurangnya perhatian
pihak pengusaha industri serta kurangnya kesadaran para tenaga kerja akan
pengaruh kebisingan di lingkungan pabrik.
Salah satu usaha pemerintah melalui Departemen Tenaga kerja, untuk
menangani masalah tersebut adalah dengan memasyarakatkan program K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang bertujuan meningkatkan
produktivitas. Salah satu unsur yang digalakkan dalam program K3 adalah
pengendalian kebisingan pada berbagai bidang industri.
Berdasarkan hal tersebut, maka kita perlu mengetahui karakteristik
tingkat kebisingan yang dialami tenaga kerja dalam suatu lingkungan kerja
serta tinjauannya dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam industri
perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan ergonomika. Aplikasi ilmu
ergonomika bertujuan untuk menghasilkan hubungan yang sinergi antara
manusia, mesin dan lingkungan kerja dengan tolak ukur keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga dihasilkan produktifitas kerja yang optimal.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan
masalah yang berarti bagi perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan lain
pada umumnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja selama
melakukan proses produksi. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa untuk pemahaman terhadap ergonomika.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisa tingkat dan pola sebaran kebisingan pada proses produksi gula,
meliputi stasiun masakan, stasiun putaran dan power house.
2. Mengetahui waktu maksimal berada dalam lingkungan kerja berdasarkan
nilai ambang batas kebisingan yang sesuai dengan standar ketenagakerjaan.
3. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan aspek
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) terutama yang berhubungan dengan
kebisingan pada lingkungan kerja.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ergonomika
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan
Nomos berarti aturan atau hukum alam. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et.al.
1979, ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang secara
sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan
keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga
orang/pekerja yang ada didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik,
yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman.
Menurut Eko Nurmianto, 2004, istilah ergonomi didefinisikan sebagai
studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/
perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan,
keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat
rekreasi. Dalam ergonomi membutuhkan studi tentang sistem dimana antara
manusia, fasilitas kerja dan lingkungan kerja dapat saling berinteraksi dengan
tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.
Ergonami dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi,
misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu
kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain
Menurut Internasional Ergonomics Association (IEA), ergonomika
dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara
manusia dan elemen lainnya dalam sistem yang berhubungan dengan
perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya untuk mendapatkan
kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (Syuaib,
2003). Human Factors (disebut juga Human Engineering) adalah nama lain
ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika
Serikat. Menurut Zander, 1972, menyatakan bahwa kata ergonomika atau
human factors adalah serupa, keduanya memfokuskan pada manusia dan
hubungannya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan
yang digunakan pada pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
4
Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting, yaitu pertama
adalah untuk menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain
yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan penggunaan, mengurangi
kesalahan dan meningkatkan produktifitas. Kedua adalah untuk menaikkan
keinginan tertentu manusia; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan
pengguna, kepuasan kerja dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan
mengurangi kelelahan dan stress (Fitriyani, 2003).
B. Kebisingan (Noise)
Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang
merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan
tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki
termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh
transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan
dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak
pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja (Wilson, 1989).
Bunyi dikatakan bising apabila mengganggu pembicaraan, membahayakan
pendengaran dan mengurangi efektifitas kerja.
Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi
menjadi 2 golongan (Soemanegara, 1975), yaitu :
1. Tidak mempengaruhi sistem penginderaan tetapi mempengaruhi berupa
keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit.
2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara maupun
bersifat permanen (tetap), terdiri dari:
a. Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukaan insidental yang merusak
sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan
senjata api, ledakan-ledakan atau suara dahsyat.
b. Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh
pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua
telinga yang disebabkan oleh kebisingan atau suara gaduh yang terus
menerus di lingkungan kerja.
5
Menurut Suma’mur, 1996; jenis kebisingan dalam lingkungan kerja
dapat dikategorikan menjadi beberapa hal, antara lain:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin dan lain-lain.
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steasy state,
narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, pesawat
terbang di lapangan udara dan lain-lian.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul,
tenbakan bedil atau meriam, ledakan dan lain-lain.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.
Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang
diukur dengan satuan decibel (dB) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu Tingkat Bising (dB(A)) Sumber Bunyi Skala Intensitas
Waktu Kontak (Jam)
0 – 20 Gemerisik daun Suara gemerisik Sangat tenang 219
20 – 40 Perpustakaan Percakapan Tenang 215
40 – 60 Radio pelan Percakapan keras Rumah gaduh Kantor
Sedang 211
60 – 80 Perusahaan Radio keras Jalan
Keras 27
80 – 100 Peluit polisi Jalan raya Pabrik tekstil Pekerjaan Mekanis
Sangat keras 23
100 – 120 Ruang ketel Mesin turbin uap Mesin diesel besar Kereta bawah tanah
Sangat amat keras 2-1
> 120 Ledakan bom Mesin jet Mesin roket
Menulikan 2-2
Sumber : Suharsono (1991)
6
C. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB).
Decibel (dB) adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang
merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyakan secara logaritmik.
Sederhananya, skala decibel (dB) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10)
perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Satuan tingkat kebisingan (decibel)
dalam skala A, yaitu kelas tingkat kebisingan yang sesuai dengan respon
telinga normal.
Ada dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu :
a) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat per
satuan waktu (cps = cycle per second), dengan satuan Hertz. Bunyi yang
dapat diterima telinga manusia biasanya mempunyai batas frekuensi antara
20-20000 Hz. Apabila frekuensi kurang dari 20 Hz maka disebut infrasound
dan bila frekuensi lebih dari 20000 Hz maka disebut ultrasound dan tidak
dapat didengar oleh telinga mnusia.
b) Intensitas
Intensitas bunyi diartikan sebagai daya fisik penerapan bunyi.
Kuantitas intensitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi
yang menyebabkan getaran, semakin besar daya intensitas maka intensitas
bunyi semakin tinggi.
Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam
suatu logaritmik yang disebut decibel (dB) dengan membandingkan
kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm2 (2x10-5 N/m2) yaitu kekuatan dari bunyi
dengan frekuensi 1000 Hz dan tepat menjadi ambang pendengaran manusia
dengan telinga normal. Ukuran kebisingan dinyatakan dengan istilah sound
pressure level (SPL). Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan
yaitu sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30 – 130 dB
dan dengan frekuensi 20 – 20000 Hz. Sound level meter ini mengukur
perbedaan tekanan yang hasil keluaran dari alat ini adalah dalam decibel
(dB) dengan menggunakan dasar persamaan (Chanlett, 1979):
7
SPL = 10 log (P/Pref)2..........................................................................(1)
dimana: SPL = tingkat tekanan kebisingan (dB)
P = tekanan suara (N/m2)
Pref = tekanan bunyi reference (2x10-5 N/m2)
Terdapat 3 skala pengukuran untuk sound level meter :
a. Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang
besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga
untuk intensitas rendah (35 – 135 dB)
b. Skala pengukuran B: digunakan suara dengan kekerasan yang moderat
( > 40 dB) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi.
c. Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras ( > 45 dB)
yang menghasilkan gambaran respons terhadap bising antara 20 sampai
dengan 20000 Hz.
Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber
bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari
sumbernya dinyatakan dengan persamaan:
Untuk sumber diam:
SL1 – SL2 = 20 log (r2/r1) ......................................................(2)
Untuk sumber bergerak:
SL1 – SL2 = 10 log (r2/r1) ......................................................(3)
dimana: SL1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1
SL2 = intensitas suara sumbu 2 pada jarak r2
r1 = jarak ke sumber bising yang pertama
r2 = jarak ke sumber bising yang kedua
Jika jumlah sumber bising lebih dari satu maka pertambahan yang
terjadi pada intensitas kebisingan tersebut bisa dijumlahkan secara aljabar dan
menggunakan tabel 2.
Tekanan suara dari dua sumber bunyi secara aljabar adalah:
P2/P02 = antilog (SPL/10) = 10SPL/10 ......................................(4)
8
Dengan menggunakan persamaan tekanan suara dua sumber bunyi:
(P)r2 = (P1)r
2 + (P2)r2 ..............................................................(5)
dimana: r = rata-rata
Jika persamaan (1) dimasukkan ke dalam persamaan (3) dan kedua ruas
dibagi dengan P02 didapat:
(P)r2/P0
2 = (P1)2/ P02 + (P2)2/ P0
2 ............................................(6)
Apabila terdapat banyak sumber bunyi, maka:
(P)r2/(P0)2 = Σ (P1)2/ P0
2 = Σ 10SPL/10 .....................................(7)
dimana: P1 = tekanan suara di sumber 1
P2 = tekanan suara di sumber 2
Resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan
secara langsung karena skala bising adalah logaritmik sehingga resultan bising
dari kedua sumber tersebut tergantung dari perbedaan tingkat kebisingan
antara kedua sumber tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dB(A) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar Perbedaan antar sumber bunyi
(dB(A)) Jumlah yang harus ditambahkan
(dB(A))
0 3.0
1 2.6
2 2.1
3 1.8
4 1.5
5 1.2
6 1.0
7 0.8
8 0.6
10 0.4
12 0.3
14 0.2
16 0.1 Sumber : Wilson (1989)
9
D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja
Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja pekerja
dan pada taraf yang buruk dapat menyebabkan kehilangan fungsi pendengaran.
Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan
kerugian bagi pekerja, maka perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja
yang aman dan nyaman. Kebisingan dapat meliputi variasi yang luas dari
situasi bunyi yang dapat merusak pendengaran. Kebisingan di lingkungan kerja
berakibat buruk bagi kesehatan, diantaranya adalah kehilangan pendengaran
sementara, merusak pendengaran, gangguan pada susunan syaraf pusat dan
organ keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya
perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi
kesalahan-kesalahan dalam bekerja.
Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia
bising dapat dibagi menjadi 3, antara lain:
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu keras,
misalnya: suara mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena teriakan atau
tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise). Merupakan bunyi yang
intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat
mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain :
a. Jika peningkatan ambang dengar > 80 dB(A), menyebabkan kerusakan
pendengaran sebagian.
b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 – 125 dB(A), menyebabkan
gangguan pendengaran sementara.
c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 –140 dB(A), bisa menyebabkan
telinga sakit.
10
d. Jika peningkatan ambang pendengaran antara < 150 dB(A), menyebabkan
kehilangan pendengaran permanen
McCornick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis besar,
ditinjau penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu
Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara
yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam/ hari setelah terkena bising
jika terpapar pada selang waktu yang pendek. Akan tetapi dengan tambahan
terkena bising, daya penyembuh akan menurun dan terus menurun sehingga
mengakibatkan gangguan pendengaran permanen.
2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu
Hal ini bisa disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling
(mesin yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan
impulsif (senjata api). Tekanan kebisingan tinggi ini dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang
relatif lama tergantung berapa sering dan intensitas yang ditimbulkan.
Menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak pada
gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu:
a. Gangguan tidur dan istirahat,
b. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja,
c. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar, dan lain-lain
d. Dalam segi psikologis, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan
sikap atau kebiasaan.
Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-
51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB),
antara lain menyebutkan Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di tempat
kerja 85 dB(A). Bila kebisingan melebihi NAB maka waktu pemaparan
(Exposure Limit) ditetapkan dalam Tabel 3.
11
Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari
Intensitas kebisingan (dBA) Lama mendengar per hari
85 8 Jam
88 4 Jam
91 2 Jam
94 1 Jam
97 30 Menit
100 15 Menit
103 7.5 Menit
106 3.75 Menit
109 1.88 Menit
112 0.94 Menit
115 28.12 Detik
118 14.06 Detik
121 7.03 Detik
124 3.52 Detik
127 1.76 Detik
130 0.88 Detik
133 0.44 Detik
136 0.22 Detik
139 0.11 Detik Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat Sumber: MENAKER (1999)
Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang membahayakan,
maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) tentang kebisingan juga telah
diatur secara internasional oleh ISO (International Standard Organization) dan
OSHA (Occupational Safety and Health Association), serta di Indonesia diatur
oleh MENAKER seperti disajikan dalam Tabel 4.
12
Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan.
Intensitas (dB) Waktu Kerja
ISO OSHA Indonesia (Jam)
85 90 85 8
,,, 92 87,5 6
88 95 90 4
,,, 97 92,5 3
91 100 95 2
94 105 100 1
97 110 105 0,5
100 115 110 0,25 Sumber (Sudirman, 1992 dalam Wijaya A, 1995)
E. Pengendalian Kebisingan
Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan
kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Untuk meminimalkan
efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Menurut
Peterson dalam Tampang (1999), bahwa upaya pengendalian kebisingan
diantaranya sebagai berikut :
a) Pengendalian keteknikan, yaitu memodifikasi peralatan penyebab
kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan
dan proses tersebut berjalan dengan bahan konstruksi yang tepat.
b) Pengendalian sumber kebisingan, yaitu dilakukan dengan subtitusi antar
mesin, proses dan meterial terutama penambahan penggunaan spesifikasi
kebisingan pada masing-masing peralatan dan mesin lama maupun baru.
c) Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari
bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan
peredam geteran, rongga resonansi, dan peredam suara (isolator).
d) Alat Pelindung Diri, yaitu menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT),
misalnya sumbat telinga, tutup telinga, dan helmet. Alat-alat tersebut dapat
mengurangi intensitas kebisingan sekitar 25 dB sampai 50 dB.
13
Menurut Hutagalung (2007), Permasalahan yang berkaitan dengan
kebisingan dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan sistematik
dimana sistem perpindahan semua suara dipecah menjadi tiga elemen yaitu
sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerima akhir. Metode yang
umumnya digunakan untuk mengendalikan sumber suara kebisingan antara
lain, yaitu menggunakan peralatan dengan tingkat kebisingan rendah,
menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi, silencer
(peredam sumber kebisingan), dan vibration damper (peredam sumber
getaran). Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan
berkurang dengan cara melakukan pengadaan penghalang dan absorpsi oleh
peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen
penerima akhir, yaitu dengan melakukan improvisasi sistem operasi,
improvisasi pola kerja, dan pengunaan alat pelindung pendengaran.
Menurut Mc Cormick dan Sanders (1987), terdapat 2 tipe APT, yaitu
APT permanen (earmuffs, earplugs dan headphone) dan APT tidak permanen
(sumbat telinga seperti kapas kering atau basah dan glassdown). Menurut
Sembodo (2004), selain sumbat telinga dan tutup telinga, untuk mengurangi
kebisingan ada juga yang menggunakan helm. Jika sumbat telinga mampu
mengurangi kebisingan 8 – 30 dB dan tutup telinga 25 – 40 dB, sedangkan
helm mampu mengurangi kebisingan 40 – 50 dB.
Menurut Wilson (1989), menyatakan bahwa pengendalian kebisingan
dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu: desain mesin atau peralatan dan
sistem operasi mesin; dan desain konstruksi bangunan. Desain mesin sebagai
sumber utama kebisingan mendapat pertimbangan utama untuk didahulukan.
Desain ini meliputi banyak hal tentang komponen-komponen yang sering
menimbulkan kebisingan, diantaranya: motor listrik, transmisi gear, pompa,
sabuk, puli, poros, cam, bearing, tombol, dan katup. Mesin diesel sebagai
penggerak utama kebanyakan mesin industri dan transportasi perlu mendapat
perhatian yang lebih karena jika dibandingkan dengan motor bensin dan
motor listrik, kebisingan yang dihasilkan motor diesel jauh lebih besar. Hal
ini disebabkan oleh besarnya kompresi di ruang bakar sebagai persyaratan
agar solar mudah terbakar dan menghasilkan tenaga yang efektif.
14
Pengendalian kebisingan yang terjadi pada lingkungan kerja tidak boleh
menimbulkan kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Oleh
karena itu, perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang aman dan
nyaman. Kebisingan yang bersumber dari alat dan mesin-mesin tidak
mungkin dihilangkan tetapi kebisingan dapat diminimalkan, maka tindakan
efektif untuk mengatasi kebisingan antara lain mengurangi pada sumber
bisingnya dengan modifikasi mesin dan bangunan dengan bahan konstruksi
yang tepat. Desain konstruksi bangunan juga termasuk dalam pengendalian
barrier/ penghalang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi
bangunan misalnya konstruksi tembok, konstruksi dan jenis ubin, konstruksi
pintu, jendela, konstruksi ventilasi, konstruksi langit-langit dan genting.
Sebagai dasar menentukan konstruksi bangunan, Tabel 5 dibawah ini
memuat data tingkat reduksi kebisingan dari berbagai material dengan
ketebalan tertentu.
Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu.
Tingkat Reduksi Kebisingan (dB)
Bahan Ketebalan
3 mm 5 mm 10 mm 20 mm
1. Kaca 5 – 10 7 – 15 10 – 20 15 – 25
2. Baja 10 – 15 12 – 20 15 – 25 22 – 32
3. Kayu tripleks/lapis 5 – 9 9 – 12 10 – 15 12 – 20
4. Beton 8 – 12 10 – 18 12 – 20 18 – 25
5. Fiber glass 9 – 15 9 – 14 12 – 25 20 – 30 Sumber : Bruel (1984) dalam Sembodo (2004)
15
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Mei sampai
dengan Agustus 2008, di mana kegiatannya meliputi pengukuran tingkat
kebisingan di pabrik, penghitungan data yang telah diperoleh, studi
pustaka dan analisis hasil perhitungan.
2. Tempat
Adapun lokasi penelitian ini akan bertempat di PG Bungamayang
milik PTPN VII (Persero), Lampung. Tempat penelitian dikhususkan pada
stasiun masakan, stasiun puteran dan power house yang dianggap kritis
atau memiliki tingkat kebisingan yang dapat mengganggu maupun
membahayakan kenyamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja operator.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian adalah:
1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment Meter, meliputi Sound Level
Meter, Relative Humidity Meter, Temperature Meter, dan Light Meter
(Krisbow® tipe KW06-291) digunakan untuk mengukur tingkat
kebisingan, kelembaban, temperature, dan pencahayaan yang terjadi pada
pabrik pengolahan gula. Hasil pengukuran dalam satuan decibel (dB),
%RH, oC, dan Lux.
Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment
16
2. Meteran digunakan untuk mengukur luasan daerah yang diukur
kebisingannya dan mengetahui jarak sumber kebisingan antar titik.
3. Kertas Milimeter Blok untuk memetakan tingkat kebisingan di lapangan.
4. Alat tulis dan komputer untuk pencatatan, penanda dan pengolahan data
hasil pengukuran kebisingan di lapangan.
C. Metode Pengambilan Data
Penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian deskriptif. Menurut
Koentjaraningrat (1983), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang
memberikan gambaran yang secermat mungkin mangenai suatu keadaan
individu, gejala atau kelompok tertentu, dalam hal ini lebih lanjut dianalisis
berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan.
1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan sebagai percobaan
pengambilan data untuk mengetahui kemungkinan permasalahan yang
terjadi selama melakukan penelitian. Selain itu, memberikan penjelasan
kepada pekerja tentang prosedur dalam pengambilan data.
2. Pengambilan Data di Lapangan
Pengambilan data pada awalnya dengan melakukan survei lapangan
dalam mengukur intensitas kebisingan di tempat kerja selama hari kerja
sehingga dapat menunjukkan intensitas bising dan membantu mengenali
setiap tempat dengan kebisingan yang berbahaya. Survei yang dilakukan
merupakan survei bising terperinci, sehingga relatif mudah menetapkan
lokasi yang memerlukan perhatian khusus. Penelitian lebih terperinci dibuat
pada setiap lokasi untuk menetapkan bising yang diterima tenega kerja
selama 8 jam kerja.
Pengambilan data dilakukan pada masing-masing shift kerja yaitu
waktu kerja pagi, sore dan malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh waktu kerja dengan tingkat kebisingan yang
ditimbulkan dan keluhan yang dialami oleh para pekerja. Lama waktu kerja
di pabrik gula Bunga Mayang Lampung adalah 24 jam per hari yang
dilakukan selama kurang lebih enam bulan masa kerja produktif.
17
Waktu kerja pada pabrik ini dibagi menjadi 3 shift kerja, pemilihan
jadwal pergantian shift kerja (waktu kerja) yaitu shift pertama (pagi hari)
dimulai dengan rentang waktu 06.00 – 14.00 WIB, shift kedua (sore hari)
dimulai dengan rentang waktu 14.00 – 22.00 WIB, dan shift ketiga (malam
hari) dimulai dengan rentang wakyu 22.00 – 06.00 WIB.
Pada setiap minggunya ada pergantian shift kerja (shift rotation)
berdasarkan giliran shift kerja yang telah dilakukan, misalnya: bagi pekerja
yang telah shift pagi akan diganti ke bagian shift malam dengan jeda waktu
istirahat 8 jam, bagi pekerja yang telah shift sore akan diganti ke bagian shift
pagi dengan jeda waktu istirahat 8 jam, sedangkan pekerja yang telah shift
malam akan diganti ke bagian shift sore dengan jeda waktu istirahat 32 jam
dan begitu pula selanjutnya.
Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan mengukur tingkat
kebisingan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power
house, serta pengukuran ruang kotrol panel saat mesin produksi gula sedang
berlangsung. Pengukuran dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan.
Titik-titik pengukuran terutama diambil pada wilayah pabrik atau halaman
kerja tempat tenaga kerja mengalami pemaparan kebisingan. Pengukuran
dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan yang jarak setiap
titiknya 1 sampai 2 meter pada setiap stasiunnya sehingga membentuk
luasan tertentu. Setiap titik pengukuran yang digunakan harus tegak lurus
terhadap titik pengukuran lainnya sehingga jika digambarkan akan terlihat
persegi dan pada setiap titik sudutnya merupakan titik pengukurannya.
Pada masing-masing titik diukur tingkat kebisingannya dengan
mengambil beberapa titik pengukuran, pengukuran sebanyak 10 kali
pengulangan di setiap titiknya bagi setiap kondisi pengukuran pada masing-
masing shift kerja. Pengukuran kebisngan dilakukan dengan tinggi alat pada
saat pengukuran ± 100 cm dari lantai. Kemudian digambarkan peta kontur
kebisingan di setiap lokasi yang diukur tingkat kebisngannya. Pengukuran
kebisngan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power
house di PG Bungamayang berguna untuk mengetahui intensitas bising pada
tempat operator yang bekerja di lokasi pabrik. Data hasil pengukuran tingkat
18
kebisingan tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan nilai ambang batas
(NAB) kebisingan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 dB(A).
Bila hasil pengukuran lokasi bervariasi dan tingkat kebisingannya
kurang dari 85 dB(A), maka dibuat pengukuran setiap ruang kerja serta
dicatat tingkat kebisingan minimum dan maksimumnya. Hasil pengukuran
kebisingan kurang dari 85 dB(A) digambarkan sebagai daerah yang aman
bagi tenaga kerja. Sedangkan hasil pengukuran kebisingan yang melebihi
batas 85 dB(A) digunakan sebagai petunjuk adanya tekanan bising dan
menjadi daerah yang kurang aman bagi tenaga kerja, sehingga harus
dilakukan pengendalian lebih lanjut. Untuk tenaga kerja dengan pola kerja
bervariasi di tempat kerja yang berbeda-beda perlu ditetapkan intensitas
bising dan lama tenaga kerja terkena bising. Hal ini dapat diperoleh dari
keterangan tenaga kerja dan pengamatan langsung.
Selain melakukan survei dan pengukuran terhadap kebisingan di PG
Bungamayang, survei penelitian terhadap tenaga kerja juga dilakukan untuk
mengetahui tingkat kenyamanan dan kesehatan pekerja. Kuesioner ini
dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data, seperti: identitas, unit kerja,
keluhan yang berkaitan dengan gangguan pendengaran, pengetahuan, sikap,
dan perilaku tenaga kerja serta kebiasaan memakai alat pelindung telinga.
Data tersebut diperoleh bedasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan
kepada seluruh tenaga. Setelah memperoleh data-data dari hasil kuesioner
maka akan diketahui pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan yang
ditimbulkan oleh kegiatan industri tesebut.
Pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan tersebut kemudian
dibandingkan dengan tingkat kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang,
sehingga diketahui seberapa besar pengaruh kebisingan yang terjadi
terhadap kenyamanan dan kesehatan bagi tenaga kerja PG Bungamayang.
Tahap kegiatan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
Pengukuran Kebisingan di Lokasi yang ditetapkan
Tingkat Kebisingan
Usul Pengendalian
Pemahaman Tenaga Kerja Terhadap
Kebisingan
Kenyamanan dan Kesehatan Tenaga Kerja
dan Masyarakat
Wawancara dan Kuesioner
NAB Kebisingan sebesar 85 dB(A)
Memenuhi Standar Nilai Ambang Batas
Kebisingan
Tidak
Mulai
Penetapan Lokasi Pengukuran
Ya
Selesai
20
D. Metoda Pengolahan Data
Metoda pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Data pengukuran kebisingan digunakan sebagai input data dalam
pembuatan peta kontur kebisingan yang ada pada masing-masing stasiun.
2. Membuat kontur kebisingan menggunakan perangkat lunak Surfer pada
masing-masing stasiun.
3. Menganalisa data hasil pengukuran dan pola kontur kebisingan tersebut,
kemudian dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan
yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 dB(A) sesuai dengan standart
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
4. Menganalisa data hasil kuesioner yang akan menjadi referensi subyektif
dari para pekerja yang bersangkutan dalam kaitannya dengan dampak
kondisi lingkungan kerja.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kebisingan di Stasiun-stasiun
Pada lingkungan industri, sesuatu yang mengancam pendengaran
manusia ialah suara bising yang ditimbulkan oleh suara mesin-mesin pabrik
atau suara-suara lain yang ditimbulkan oleh pekerjaan-pekerjaan pada industri
tersebut. Pola penyebaran kebisingan yang terjadi pada masing-masing stasiun
dari setiap mesin sangat beraneka ragam ini karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah besarnya daya mesin, tingginya putaran poros, jenis
transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya
sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin
uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa.
Pengukuran tingkat kebisingan pada pabrik gula tersebut dilakukan pada
stasiun masakan, stasiun puteran dan power house. Setelah dilakukan
pengukuran pada setiap shift kerja, secara keseluruhan, perbedaan tingkat
kebisingan masing-masing shift untuk setiap stasiun tidak terlalu berbeda jauh.
Hal ini dikarenakan operasi mesin yang konstan dan kontinu. Perbedaan
terjadi pada masing-masing shift untuk setiap stasiun disebabkan oleh
pengaruh kebisingan lingkungan. Untuk setiap stasiun tidak memiliki
penyekat ruangan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lain sehingga
memungkinkan adanya penguatan kebisingan dari luar. Sebagian besar
masing-masing stasiun, tingkat kebisingan yang paling tinggi umumya terjadi
pada shift pagi, misalnya pada stasiun masakan dan putaran (centrifuge),
sedangkan stasiun power house kebisingan tertinggi pada shift malam. Hal ini
dikarenakan banyak kegiatan yang dilakukan pada pagi hari, seperti lalu lintas
truk angkutan tebu dan traktor pengatur muatan tebu, kegiatan maintenance,
dan sebagainya yang dilakukan di sekitar area pabrik, sehingga kebisingan
masing-masing pekerjaan ini berpengaruh terhadap tingkat kebisingan yang
terjadi di pabrik.
Berikut ini beberapa stasiun proses produksi gula di PG Bungamayang
yang telah dilakukan pengukuran intensitas kebisingan, antara lain:
22
1. Stasiun Masakan
Kegiatan pada stasiun masakan ini adalah setelah melalui proses
penguapan, nira kental diberi gas SO2 (Sufitasi) akan dimasak manggunakan
vacuum steam uap dan dikristalkan sehingga menghasilkan gula massecuite,
kemudian gula massecuite didinginkan di crystalizer untuk digunakan
sebagai bahan baku di stasiun puteran. Pada setiap vacuum pan dioperasikan
oleh satu operator yang bertugas mengendalikan dan mengawasi jalannya
proses memasak dan pengkristalan gula.
Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun masakan
dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja
untuk mengoprasikan vacuum pan. Setiap vacuum pan yang berada di
stasiun masakan membutuhkan satu orang pekerja untuk mengendalikan
proses masakan dari setiap unit vacuum pan, sehingga dalam satu shift kerja
membutuhkan 8 orang pekerja.
Lokasi stasiun masakan yang menjadi obyek pengukuran mempunyai
dimensi luas ± 40 m x 1.5 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam
peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m. Berikut ini adalah layout dan kontur
dari stasiun masakan:
Berikut ini adalah gambar layout dan kontur dari stasiun masakan:
S
T B
U
Keterangan: X = Posisi Pekerja VP = Vacuum Pan
Gambar 3. Layout Stasiun Masakan
VP 7 VP 6 VP 5 VP 4 VP 3 VP 2 VP 1
Continous Pan Calandria Magma Tank D
X X
X
X
X X X X X X
X X
23
82 dB
83 dB
84 dB
85 dB
86 dB
87 dB
88 dB
89 dB
90 dB
91 dB
92 dB
93 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi
VP 4 VP 3 VP 2 VP 1
Magma Tank D
84 dB84 dB85 dB85 dB86 dB86 dB87 dB87 dB88 dB88 dB89 dB89 dB90 dB90 dB91 dB91 dB92 dB92 dB93 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore
VP 4 VP 3 VP 2 VP 1
Magma Tank D
24
Tingkat kebisingan pada stasiun masakan termasuk sedang jika
dibandingkan dengan stasiun puteran dan power house. Kebisingan di
stasiun masakan ini termasuk dalam jenis kebisingan kontinyu dengan
spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise) pada saat proses
masakan berlangsung sekitar ± 3 jam dan pada waktu tertentu kebisingannya
dapat menjadi tinggi sekitar ± 15 menit yang disebabkan karena dibukanya
katup hampa udara yang melepaskan steam uap untuk memanaskan badan
vacuum pan masakan, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding
pipa. Sumber kebisingan di stasiun masakan ini selain berasal dari suara
yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun masakan itu sendiri,
melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun penguapan dan
stasiun pemurnian yang berada sebelah barat (kanan) dari stasiun masakan,
serta pengaruh kebisingan berasal dari stasiun putaran yang berada di bawah
stasiun masakan, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas
suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.
Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran
kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya tidak seragam, sumber
kebisingan tertinggi tersebar sesuai dengan sumber bunyi yang terjadi pada
83 dB83 dB84 dB84 dB85 dB85 dB86 dB86 dB87 dB87 dB88 dB88 dB89 dB89 dB90 dB90 dB91 dB91 dB92 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam
VP 4 VP 3 VP 2 VP 1
Magma Tank D
25
saat pengukuran. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi
berkisar antara 81.94 dB(A) sampai dengan 93.80 dB(A). Pada shift sore,
tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 83.89 dB(A) sampai dengan
91.28 dB(A). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi
berkisar antara 85.55 dB(A) sampai dengan 92.09 dB(A).
Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan
vacuum pan masakan yang berkisar antara 91.28 dB(A) hingga 93.80 dB(A)
pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah
terjadi di sebelah utara stasiun masakan berada dekat mushola dan kursi
operator pusat yaitu sekitar 81.94 – 85.55 dB(A). Dari seluruh gambar pada
stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan
tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses masakan berlangsung
jarang terjadi pergerakan pekerja. Para pekerja hanya mengamati jalannya
proses masakan dan memeriksa butiran kristal gula hasil masakan pada
setiap proses masakan akan selasai di setiap unit puteran. Oleh sebab itu,
dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun masakan pabrik tersebut secara
umum tingkat kebisingan melebihi 85 dB(A) sehingga lokasi tersebut
dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang tinggi, tidak
memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja
selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan pengendalian lebih
lanjut terutama terhadap ruang kerja.
2. Stasiun Putaran (Centrifuge)
Stasiun putaran merupakan stasiun yang melakukan proses pemisahan
gula kristal dengan stroop atau larutannya dan menjadi salah satu bagian
stasiun dalam proses pengolahan tebu menjadi gula. Gula yang sudah dalam
bentuk kristal akan dipisahkan dengan larutannya dalam sebuah mesin
pemutar yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal. Dalam stasiun putaran
sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu putaran HGF (High Grade Fugal)
dan LGF (Low Grade Fugal). Bagian LGF digunakan untuk memproses
gula jenis C dan D, sedangkan bagian HGF digunakan untuk memproses
gula jenis A, yang nantinya akan menjadi gula produk (SHS).
26
Lokasi stasiun putaran yang menjadi obyek pengukuran mempunyai
dimensi luas ± 40 m x 1 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam
peta kontur berdimensi 1.5 m x 1 m. Berikut ini adalah layout dan kontur
dari stasiun putaran:
Keterangan: X = Posisi Pekerja R = Mesin Rusak
Gambar 7. Layout Stasiun Putaran
S T B U
TSK 3 LGF
HGF
TSK 1TSK 2
Kontrol
R R R
G U L A C
Daerah Pengukuran Stasiun Putaran
X
X
X
X X
X X
X X X
Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi
Kontrol Panel
TSK 3 TSK 1TSK 2
R R R
86 dB87 dB88 dB89 dB90 dB91 dB92 dB93 dB94 dB95 dB96 dB97 dB98 dB99 dB100 dB101 dB102 dB
Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore
Kontrol Panel
TSK 3 TSK 1TSK 2
R R R
86 dB87 dB88 dB89 dB90 dB91 dB92 dB93 dB94 dB95 dB96 dB97 dB98 dB99 dB100 dB101 dB
27
Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun putaran
dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja
untuk mengoprasikan setiap unit putaran HGF dan LGF. Hampir setiap unit
HGF dan LGF yang berada di stasiun putaran membutuhkan satu orang
pekerja untuk mengendalikan proses putaran dari unit HGF dan LGF,
sehingga dalam satu shift kerja membutuhkan 15 orang pekerja.
Tingkat kebisingan pada stasiun putaran termasuk kebisingan yang
tinggi dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum
frekuensi luas (steady state, wide band noise) yang disebabkan karena
banyaknya putaran poros mesin dengan kecepatan tinggi, suara motor
penggerak mesin, jenis transmisi (screw atau piston), gesekan aliran antara
jenis material gula dengan dinding tabung mesin puteran, serta adanya
sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna dan aus yang dapat
menambah beban pada mesin putaran yang cukup berat sehingga
menimbulkan suara bising yang cukup tinggi. Selain sumber kebisingan di
stasiun puteran ini berasal dari suara yang dihasilkan mesin-mesin yang
berada di stasiun puteran tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh kebisingan
dari stasiun finishing yang bersumber dari mesin vibrating screen (saringan
gula) di sebelah timur stasiun putaran, kebisingan dari stasiun penguapan
dan stasiun pemurnian yang berada sebelah barat stasiun putaran, serta
pengaruh kebisingan berasal dari stasiun masakan yang berada di atas
stasiun putaran, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas
suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.
Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam
Kontrol Panel
TSK 3 TSK 1TSK 2
R R R
86 dB
87 dB
88 dB
89 dB
90 dB
91 dB
92 dB
93 dB
94 dB
95 dB
96 dB
97 dB
98 dB
28
Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran
kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya cukup seragam, seperti pada
daerah mesin putaran bagian HGF terlihat bahwa adanya penyebaran
kebisingan yang tingggi dan rapat. Pengukuran tingkat kebisingan yang
terjadi pada shift pagi berkisar antara 86.72 dB(A) sampai 102.46 dB(A).
Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 86.38 dB(A)
sampai 101.96 dB(A). Sedangkan pada shift malam, tingkat kebisingan yang
terjadi berkisar antara 86.04 dB(A) sampai 98.73 dB(A).
Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan
mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin putaran TSK Centrifugal 3 di
unit puteran HGF yang berkisar antara 98.73 – 102.46 dB(A) pada radius
tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah terjadi di bagian
LGF pada sebelah utara stasiun, yaitu sekitar 86.04 – 86.38 dB(A).
Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa
pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses
puteran berlangsung sering terjadi pergerakan pekerja yang harus mengamati
setiap jalannya proses putaran dan memeriksa jika terjadi permasalahan pada
setiap mesin. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun
putaran (centrfuge) tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85
dB(A) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan
bising yang tinggi, tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga
manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan
pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja.
Lokasi pengukuran selanjutnya pada stasiun putaran ini dilakukan di
ruangan kontrol panel dengan obyek pengukuran yang memiliki dimensi
ukuran ruang ± 14 m x 3 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam
peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m, hal ini disesuaikan dengan kondisi
lapangan yang ada pada bagian kontrol panel. Ruangan kontrol panel yang
diukur adalah kontrol panel bagian HGF saja karena panel bagian LGF tidak
memerlukan pengawasan yang serius sehingga tidak perlu ada operator yang
harus mengawasi terus menerus di kontrol panel tersebut. Berikut adalah
layout dan kontur dari ruangan kontrol panel pada stasiun putaran:
29
Keterangan: X = Posisi Pekerja
Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran
5 4 3 2 1
8 7 6
SC 3
SC 2 SC 1
Daerah Pengukuran Kontrol Panel
X
X
X
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam
75 dB75 dB75 dB75 dB75 dB76 dB76 dB76 dB76 dB76 dB77 dB77 dB77 dB77 dB77 dB78 dB78 dB78 dB78 dB78 dB79 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore
74 dB74 dB75 dB75 dB76 dB76 dB77 dB77 dB78 dB78 dB79 dB79 dB80 dB80 dB81 dB81 dB82 dB82 dB83 dB83 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi
0.0 1.5 3.0 4.5 6.0 7.5 9.0 10.5 12.00.0
1.5
72 dB
72 dB
73 dB
73 dB
74 dB
74 dB
75 dB
75 dB
76 dB
76 dB
77 dB
77 dB
78 dB
30
Kebisingan pada stasiun ruang kontrol panel ini relatif kecil
dibandingkan dengan kondisi di luar, yaitu pada bagian HGF dan LGF dari
stasiun putaran. Hal ini disebabkan oleh pada bangunan ruang kontrol panel
terbuat dari beton dan pintu dari kaca yang dapat mereduksi kebisingan
sehingga mandor pimpinan dan para oprator dapat bekerja lebih aman dan
nyaman. Ruang kontrol panel ini terdapat di daerah mesin putaran bagian
HGF. Untuk menngetahui letaknya dapat dilihat pada gambar layout dari
stasiun putaran pada Gambar 11. Tingkat kebisingan pada ruang kontrol
panel ini masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diizinkan oleh
pemerintah yaitu 85 dB(A) untuk selama 8 jam kerja. Pada gambar 10-12
dapat dilihat bahwa letak ruang panel pertama memiliki kontur kebisingan
yang tersebar hampir di seluruh lemari kontrol panel dan lemari switch
control. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar
antara 71.94 dB(A) sampai 78.08 dB(A). Pada shift sore, tingkat kebisingan
yang terjadi berkisar antara 73.76 dB(A) sampai dengan 83.90 dB(A).
Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar
antara 74.69 dB(A) sampai dengan 78.87 dB(A).
Dari seluruh gambar pada ruangan kontrol panel di atas dapat dilihat
bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift sore.
Kebisingan tertinggi ruang panel terkonsentrasi lemari kontrol 2, 3, 7, dan
pada lemari switch control ketiga yang berkisar antara 78.08 dB(A) hingga
83.90 dB(A) pada radius tertentu dari alat ukur.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ruang control panel tersebut
secara umum tingkat kebisingan tidak melebihi 85 dB(A) sehingga lokasi
tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang rendah
dan memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang
bekerja selama maksimum 8 jam sehari.
3. Stasiun Power House
Stasiun power house merupakan salah satu stasiun penghasil sumber
tenaga listrik terbesar sekitar 80 % di pabrik. Energi listrik yang dihasilkan
dari stasiun power house tersebut menjadi sumber tenaga utama yang
digunakan dalam keseluruhan proses produksi gula, sehingga keberadaan
31
dan pengoperasian stasiun ini sangat vital dalam proses produksi. Generator
pembangkit menggunakan tenaga penggerak dari turbin uap yang tentu saja
digerakkan oleh uap panas yang dihasilkan dari stasiun boiler dengan bahan
baku ampas tebu. Oleh karena itu apabila terjadi gangguan pada stasiun ini
maka secara otomatis stasiun yang lain juga akan mengalami gangguan
akibat suplai energi listrik dari stasiun power house akan berhenti.
Pada stasiun power house memiliki tiga buah generator dan dua buah
diesel penggerak generator, namun pada saat pengukuran tingkat kebisingan
hanya menggunakan dua buah generator yang digerakkan oleh turbin uap,
yaitu generator turbin 1 dan 3. Hal ini disebabkan dengan pengoperasian
kedua generator tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik
pada proses produksi di dalam pabrik. Pada stasiun power house hanya
dijaga oleh dua operator yang bertugas mengoperasikan dan mengawasi
jalannya mesin turbin generator. Luas daerah stasiun power house yang
menjadi obyek pengukuran adalah ± 20 m × 12 m, dan masing-masing titik
koordinat pemetaan seluas 2 m × 2 m.
Berikut ini adalah layout dan kontur kebisingan dari stasiun power
house berdasarkan sebaran tingkat kebisingannya:
Keterangan: X = Posisi Pekerja
Gambar 15. Layout Stasiun Power Huose
T U S B
Kontrol Panel Power House
Turbin 1
Turbin2
Turbin 3
X
X
32
85 dB
86 dB
87 dB
88 dB
89 dB
90 dB
91 dB
92 dB
93 dB
94 dB
95 dB
96 dB
97 dB
98 dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 16. Kontur kebisingan power house pada shift pagi
84dB
85dB
86dB
87dB
88dB
89dB
90dB
91dB
92dB
93dB
94dB
95dB
96dB
97dB
98dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 17. Kontur kebisingan power house pada shift sore
33
Pada stasiun power house berbeda dengan stasiun sebelumnya, yaitu
stasiun masakan dan stasiun putaran. Pengambilan data kebisingan pada
power house dilakukan karena pada stasiun tersebut memiliki intensitas
kebisingan yang cukup tinggi. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang bertugas
untuk untuk mengendalikan operasional pada stasiun power house dalam
satu shift kerja hanya membutuhkan 2 orang pekerja.
Tingkat kebisingan pada stasiun power house termasuk cukup tinggi
dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum
frekuensi luas (steady state, wide band noise). Intensitas kebisingan tertinggi
untuk stasiun power house pada shift malam. Hal ini disebabkan karena pada
saat kondisi malam hari pabrik membutuhkan energi listrik lebih besar untuk
produksi dan penerangan pabrik, sehingga operasional dari turbin generator
lebih ditingkatkan kinerjanya. Berdasarkan kondisi tersebut mengakibatkan
pada tingginya putaran poros mesin generator, adanya kebocoran
sambungan antar pipa saluran steam uap panas dari boiler menuju turbin
uap, serta gesekan aliran antara steam uap panas dengan dinding saluran
pipa. Sumber kebisingan di stasiun power house ini selain berasal dari suara
yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun power house tersebut,
melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun gilingan yang
84dB
85dB
86dB
87dB
88dB
89dB
90dB
91dB
92dB
93dB
94dB
95dB
96dB
97dB
98dB
99dB
Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)
Gambar 18. Kontur kebisingan power house pada shift malam
34
berada di sebelah utara dari stasiun power house, dan kebisingan dari stasiun
boiler yang berada sebelah barat stasiun power house, sehingga
memungkinkan terjadinya penguatan intensitas suara bising yang berasal
dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.
Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran
kebisingan di stasiun power house untuk setiap shiftnya cukup seragam.
Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara
85.28 dB(A) sampai dengan 98.41 dB(A). Pada shift sore, tingkat
kebisingan yang terjadi berkisar antara 84.85 dB(A) sampai dengan 99.52
dB(A). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi
berkisar antara 84.43 dB(A) sampai dengan 100 dB(A).
Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah barat dekat dengan
mesin turbin generator pertama bagian kiri bawah yang berkisar antara 98.41
dB(A) sampai 100 dB(A) pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan
pada tingkat yang rendah terjadi pada bagian tempat duduk operator sebelah
timur stasiun power house, yaitu sekitar 84.43 dB(A) sampai 85.28 dB(A).
Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa
pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift malam. Pada saat
mesin turbin generator beroperasi tidak sering terjadi pergerakan pekerja.
Para pekerja hanya mengamati jalannya proses penyaluran energi listrik dan
memeriksa sesekali jika terjadi permasalahan pada setiap mesin. Biasanya
para pekerja berada di depan unit mesin turbin generator kedua pada titik
pengukuran ke-29 dan berada di sebelah kiri mesin turbin generator ketiga di
titik pengukuran ke-38. Pada daerah tersebut merupakan tempat yang cukup
berbahaya bagi pekerja dalam segi pemajanan kebisingan yang tinggi.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun power
house tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85 dB(A) sehingga
lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang
tinggi dan tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia
yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan
pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja.
35
B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun
Nilai ambang batas (NAB) waktu kontak pada lingkungan bising yang
terdapat pada Tabel 4 merupakan waktu kontak maksimum yang diizinkan
untuk berada dalam intensitas kebisingan yang bersangkutan. Apabila waktu
kontak melebihi batas waktu tersebut, maka akan terjadi gangguan pada alat
pendengaran. Semakin tinggi intensitas kebisingan, maka akan semakin
sedikit waktu kontak yang diizinkan. Suara dengan tingkat kebisingan tinggi
dan nada tinggi dapat mengganggu, terlebih lagi bila datangnya secara
terputus-putus dan tiba-tiba. Apalagi jika letak sumber kebisingannya tidak
diketahui, maka pengaruhnya akan lebih terasa mengganggu.
Ada beberapa standar mengenai berapa waktu yang aman berdasarkan
keadaan bising tertentu sesuai dengan intensitas suara yang ada, diantaranya :
OSHA (Occupational Safety and Health Association), ISO (International
Standard Organization), dan Menaker RI. Berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja, Nomor : KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 tentang
Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja, NAB untuk
ditetapkan sebesar 85 dB(A) untuk lama pemajanan 8 jam kerja. Oleh karena
itu lingkungan kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan
tersebut, maka harus dilakukan usaha pengendalian dan pencegahan terjadinya
gangguan pendengaran terhadap para pekerja.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan, dapat dilihat bahwa tingkat
kebisingan untuk masing-masing stasiun untuk setiap shiftnya relatif sama
dan mempunyai pola penyebaran yang hampir sama pula.
1. Stasiun Masakan
Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun masakan unit PG
Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.
Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun
masakan, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut
secara aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami
gangguan menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap
shiftnya dapat dilihat pada Tabel 6 ini.
36
Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 4 Jam 48 Menit 6 Jam 43.2 Menit 5 Jam 56.4 Menit Indonesia 2 Jam 28.8 Menit 3 Jam 29.28 Menit 3 Jam 9.84 Menit ISO 1 Jam 4.02 Menit 1 Jam 54.42 Menit 1 Jam 38.22 Menit
2. Stasiun Putaran (Centrifuge)
Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun putaran unit PG
Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.
Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun putaran,
maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara aman
dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan
menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya
dapat dilihat pada Tabel 7 ini.
Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 1 Jam 30.5 Menit 1 Jam 36.5 Menit 2 Jam 25.4 Menit Indonesia 45.24 Menit 48.24 Menit 1 Jam 15.24 Menit ISO 1.35 Menit 2.6 Menit 21.35 Menit
Namun, kebisingan yang dihasilkan pada area ruang kontrol panel di
setiap shift kerja berdasarkan standart keamanan OSHA, ISO maupun
Indonesia masih berada di bawah nilai ambang batas yang diizinkan, yaitu
lebih dari 8 jam kerja sehari.
3. Stasiun Power House
Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun power house unit PG
Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.
Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun power
house, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara
aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan
37
menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya
dapat dilihat pada Tabel 8 ini.
Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 2 Jam 31.8 Menit 2 Jam 9.6 Menit 2 Jam Indonesia 1 Jam 43.08 Menit 1 Jam 5.76 Menit 1 Jam ISO 22.95 Menit 17.4 Menit 15 Menit
0
20
40
60
80
100
120
140
160
OSHA MENAKER ISO
Lam
a Ke
rja (M
enit)
Shift Pagi Shift Sore Shift Malam
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
OSHA MENAKER ISO
Lam
a Ke
rja (M
enit)
Shift Pagi Shift Sore Shift Malam
0
20
40
60
80
100
120
140
160
OSHA MENAKER ISO
Lam
a Ke
rja (M
enit)
Shift Pagi Shift Sore Shift Malam
(a) Stasiun Masakan
(b) Stasiun Putaran (Centrifuge)
(c) Stasiun Power House
Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge), dan stasiun power house
38
C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja
Kebisingan pada lingkungan kerja merupakan faktor penting dalam
perancangan pabrik karena kebisingan yang terjadi terus menerus di
lingkungan kerja dengan intensitas tinggi tidak sekedar menimbulkan rasa
tidak nyaman namun juga dapat menimbulkan efek serius bagi kesehatan
manusia. Dalam pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (1984),
menyatakan bahwa kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja,
mulai dari gangguan ringan berupa gangguan konsentrasi kerja, pengaruh
dalam komunikasi dan kenyamanan kerja sampai pada cacat yang berat karena
kehilangan daya mendengar (tuli) yang menetap.
Kebisingan pada lingkungan pabrik dapat menyebabkan berbagai
gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan komunikasi, gangguan
keseimbangan dan efek pada pendengaran, antara lain:
1. Gangguan komunikasi
Pada umumnya, sumber bising yang tinggi sangat mengganggu,
apalagi bila terputus-putus atau suara yang datangnya tiba-tiba. Gangguan
komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Kebisingan yang
mengganggu komunikasi menyebabkan pembicaraan para pekerja harus
dilakukan dengan cara berteriak dan bersuara keras dalam berkomunikasi
dengan pekerja lain pada suasana kerja yang bising. Gangguan ini bisa
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap
orang lain karena tidak mendengar syarat atau tanda bahaya; gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga
kerja dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas
kerja. Hal ini sejalan dengan Suma’mur (1996) bahwa terdapat efek
kebisingan yang merugikan daya kerja, yaitu dapat terjadi resiko apabila
cara komunikasi harus dilakukan dengan berteriak. Oleh karena pekerja
tersebut sudah terbiasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah
39
keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di
kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.
2. Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan, misalnya gangguan perhatian, dan
konsentrasi, sehingga menyebabkan terjadi kesalahan-kesalahan dan
akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Bising yang sangat tinggi dapat
menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat
menimbulkan gangguan berupa kelelahan, gangguan konsentrasi, mudah
tersinggung, kepala pusing atau mual-mual.
3. Gangguan pada pendengaran
Kebisingan pada level tertentu dapat menimbulkan gangguan pada
pendengaran paling serius adalah dapat menyebabkan ketulian yang bersifat
progresif. Pada awalnya gangguan pendengaran bersifat sementara dan akan
segera pulih kembali setelah berhenti bekerja pada tempat yang bising.
Namun bila bekerja secara terus menerus pada tempat yang bising, maka
akan mengakibatkan kehilangan kemampuan pendengaran secara permanen
dan tidak akan pulih kembali.
D. Evaluasi Hasil Kuesioner
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan di
lapangan terhadap perkerja yang setiap harinya bekerja pada lingkungan
tersebut, sebanyak 18 orang pekerja diminta untuk mengisi kuesioner. Data
kuesioner dan tabulasi hasil-hasilnya disajikan pada Lampiran 4 - 8.
Menurut Suma’mur (1996), bahwa kebisingan yang cukup tinggi akan
memberikan dampak bagi karyawan yang bekerja pada di perusahaan tersebut,
seperti gangguan terhadap konsentrasi kerja, gangguan tehadap komunikasi,
gangguan terhadap kenyamanan kerja yang berbeda-beda untuk setiap orang
dan penurunan daya pendengaran. Dari jawaban yang terkumpul, dapat
diketahui bahwa sebagian besar pekerja di stasiun masakan, stasiun putaran,
dan stasiun power house, yaitu gangguan pendengaran akibat kebisingan
pernah dialami 77.78 % dan pendengaran normal sebanyak 22.22 % pekerja.
40
Besarnya pengaruh intensitas kebisingan terhadap pendengaran pekerja
dapat dilihat pada Gambar 20 ini.
Selain itu pekerja pada ketiga stasiun di pabrik juga mengalami beberapa
gangguan lainnya, seperti pada Gambar 21 ini.
Menurut Sumakmur (1992), bahwa pengaruh tempat kerja yang bising
mengakibatkan pekerja menjadi tuli atau gangguan daya dengar baik
sementara atau permanen dan dapat mengakibatkan beberapa gangguan,
seperti gangguan tidur, kelelahan, gangguan konsentrasi, dan mudah
Gambar 20. Pengaruh kebisingan terhadap pendengaran pekerja
22,22 22,22
16,67
5,56
33,33
0
5
10
15
20
25
30
35
1
Pers
enta
se (%
)
Telinga masihbiasa (Normal)
Berdenging atauberdesis,
Kurang dengarsementara
Berdenging dankurang dengarsementaraKetiga gangguanpendengaran
100
16,67 16,67
83,33
33,33
0
20
40
60
80
100
120
1Jenis Gangguan
Pers
enta
se (%
) Komunikasi
Aktivitas
Kenyamanan
Terhadap telinga
Penurunan prestasi
Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja
41
tersinggung. Hal ini didukung oleh data hasil kuesioner sehingga diketahui
keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja sebagai akibat waktu pemaparan
kebisingan secara kontinu di pabrik, seperti pada Gambar 22 ini.
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja merupakan salah satu
dampak kebisingan di tempat kerja yaitu pengaruh kebisingan pada telinga
(auditoir) yang akan menyebabkan ketulian dan pengaruh bukan pada
pendengaran (non auditoir) antara lain kelelahan, gangguan konsentrasi dan
mudah tersinggung.
Selain masalah kesehatan yang dikeluhkan oleh para pekerja, ada
beberapa hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut aspek keselamatan
kerja, antara lain lama jam bekerja, waktu istirahat, kondisi lingkungan kerja,
alat pelindung diri, dan penyuluhan tentang efek kebisingan terhadap
kesehatan. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak (100 %) pekerja menjawab
mereka bekerja selama 8 jam dalam setiap shift kerja, (94.44 %) menjawab
tidak ada jam istirahat. Dengan tidak adanya waktu istirahat pada waktu kerja
yang ditetapkan oleh perusahaan tidak menjadi penghalang bagi pekerja,
namun istirahat tetap diadakan di dalam pabrik dengan memanfatkan waktu
senggang diantara proses produksi berlangsung. Dan waktu istirahat ini
dilakukan dengan cara bergantian dengan teman kerja dalam satu shift kerja
sehingga kemungkinan tidak akan mengganggu proses produksi gula. Adanya
83,33
50
27,7833,33
11,11
72,22
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1Jenis Keluhan
Pers
enta
se (%
)Terhadap pendengaranPenurunan pendengaranKelelahanKepala pusingLekas marahMudah tersinggungSulit tidurRasa mual
Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising
42
faktor bising di lingkungan kerja diakui oleh seluruh (100 %) pekerja di ketiga
stasiun pabrik. Kebisingan tersebut cukup mengganggu cara komunikasi
(berbicara) antara pekerja yang satu dengan lainnya sehingga pembicaraan
harus berteriak dalam jarak 1 meter maupun lebih dengan lawan bicaranya.
Perilaku yang kurang terhadap penggunaan alat pelindung telinga yang
ditujukan oleh sebagian besar pekerja (44.44 %) dengan kondisi yang bising,
sehingga akan sangat mudah menyebabkan gangguan kesehatan terhadap
tenaga kerja baik gangguan pendengaran maupun keluhan yang dirasakan oleh
tenaga kerja. Alasan dari para pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung
telinga adalah karena alat tersebut menggangu aktivitas dalam bekerja, malas,
dan menurut hasil kuesioner sebanyak (88.89 %) pekerja menyatakan mereka
tidak menggunakan APT dengan alasan belum diberikan dari perusahaan.
Tetapi hanya sebagian kecil dari pekerja yang menggunakan APT berjenis
sumbat telinga sederhana yang terbuat dari kapas. Sumbat telinga sederhana
dengan bahan kapas (acoustic wool) ini mampu mengurangi kebisingan 10
dB(A) sampai dengan 15 dB(A).
Berdasarkan hasil kuesioner sebagian besar pekerja belum mengetahui
tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran.
Hasil kuesioner mengenai pengetahuan pekerja terhadap alat pelindung telinga
dapat dilihat pada Gambar 23 ini.
31,7129,27
39,02
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1Pengetahuan Pekerja
Per
sent
ase
(%)
Tidak mengertikegunaan APTBelum mengerti caramenggunakan APTBelum mengerti caramemelihara APT
Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga
43
Oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyuluhan terhadap
pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja tentang efek kebisingan dan
penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran. Program penyuluhan dapat
dilakukan oleh para pimpinan, tenaga kesehatan, maupun tim khusus terhadap
para pekerja di pabrik.
E. Upaya Pencegahan Kebisingan Dan Pemeliharaan Pendengaran
Pengendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan
dalam suatu pabrik yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun,
pengendalian kebisingan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar perancangan pabrik, yaitu faktor kelayakan ekonomi, faktor
safety, kemudahan operasi alat, dan kemudahan maintenance.
Setelah dilakukan pengukuran kebisingan di lingkungan kerja pabrik,
maka diperlukan pengendalian bising yang terjadi pada stasiun masakan,
putaran, dan power house. Pengendalian kebisingan pada masing-masing
stasiun untuk setiap shift tersebut dilakukan dengan mereduksi kebisingan
sampai di bawah nilai ambang bising yang diizinkan. Menurut standar
kebisingan yang ditetapkan MENAKER RI, maka tingkat bising yang perlu
direduksi sampai batas aman pendengaran pekerja dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan Shift Kebisingan (dB(A))
Stasiun Kerja Intensitas NAB Reduksi
Pagi 93.80 85 8.80
Masakan Sore 91.28 85 6.28
Malam 92.09 85 7.09
Pagi 102.46 85 17.46
Putaran Sore 101.96 85 16.96
Malam 98.73 85 13.73
Pagi 98.41 85 13.41
Power House Sore 99.52 85 14.52
Malam 100.00 85 15.00
44
Jika sifat operasi suatu mesin mengeluarkan bunyi melebihi nilai
ambang batas 85 dB(A), maka perlu dilakukan pengendalian secara teknis atau
kontrol engineering. Kontrol engineering ini ditujukan pada sumber bising
dan sebaran kebisingan; misalnya:
1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan
bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.
2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang.
3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin,
kecepatan putaran atau isolasi.
4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan.
5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas, menggunakan bahan peredam suara pada
dinding dan langit-langit kerja.
6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara di turbin uap.
Penurunan kemampuan mendengar akibat suara bising di lingkungan
kerja pada tahap awal biasanya tidak dirasakan secara sementara dan bila telah
disadari ada gangguan pendengaran sudah pada tahap ketulian yang menetap
dan tidak dapat diperbaiki lagi. Oleh karena itu tindakan yang terpenting
adalah melakukan pengendalian kebisingan dan pemeliharaan pendengaran.
Salah satunya dengan menggunakan alat pelindung telinga (APT). alat
pelindung telinga di tempat kerja yang bising adalah suatu hal yang harus ada
dan harus tersedia, hal ini untuk menjaga kesehatan tenaga kerja khususnya
kesehatan terhadap pendengaran. Dalam buku Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (1984), menjelaskan bahwa fungsi alat pelindung telinga adalah
menurunkan intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran.
Pengurangan intensitas kebisingan dari alat pelindung telinga ini tergantung
dari macamnya, cara pemakaiannya, serta keteraturan penggunaannya dari alat
pelindung telinga. Berikut ini berbagai jenis alat pelindung telinga dengan
tingkat peredaman kebisingan berdasarkan kisaran frekuensi, seperti Tabel 10.
45
Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga Reduksi Tingkat Bising*) [dB(A)]
Jenis Pelindung 125 Hz
250 Hz
500 Hz
1000 Hz
2000 Hz
4000 Hz
8000 Hz
Sumbat Kapas 2 (2)
3 (2)
4 (3)
8 (3)
12 (6)
12 (4)
9 (5)
Sumbat Kapas Berlilin
6 (7)
10 (9)
12 (9)
16 (8)
27 (11)
32 (9)
26 (9)
Sumbat Wol Gelas 7 (4)
11 (5)
13 (4)
17 (7)
29 (6)
35 (7)
31 (8)
Sumbat tercetak sesuai telinga ybs.
15 (7)
15 (8)
16 (5)
17 (5)
30 (5)
41 (5)
28 (7)
Penutup berperapat busa
8 (6)
14 (5)
24 (6)
34 (8)
36 (7)
43 (8)
31 (8)
Penutup berperapat cairan
13 (6)
20 (6)
33 (6)
35 (6)
38 (7)
47 (8)
41 (8)
Helm Penerbang 14 (4)
17 (5)
29 (4)
32 (5)
48 (7)
59 (9)
54 (9)
(*) Angka dalam kurung menyatakan penyimpangan (deviasi)
Menurut jeninya, alat pelindung telinga terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Sumbat telinga (ear plug), dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alami dan
sintetis. Pengurangan tekanan bising pada sumbat telinga ini adalah sekitar
8-30 dB(A). Namun hal tersebut tergantung pada longgar tidaknya
pemasangan sumbat telinga yang menutupi lubang telinga. Daya proteksi
alat ini kurang baik untuk tingkat bising di atas 100 dB(A), alat tidak dapat
dipakai bila ada infeksi pada telinga, penggunaan alat sukar dimonitor
karena dari jauh tidak terlihat, harus disediakan berbagai ukuran dan akan
mudah hilang karena kecil, serta perlu perawatan untuk menjaga
kebersihan alat. Berikut ini beberapa jenis ear plug berdasarkan reduksi
tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 11 ini.
46
Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan
Jenis Ear Plug Reduksi Bising dan
Kisaran Harga
Gambar APT
a. 3M™ Banded Hearing
Protector Ear Plugs 1310
21 dB(A)
b. Comfort BandTM Hearing
Protector Ear Plugs
23 dB(A)
c. Tri-SealTM Reusable
Silicone Ear Plugs
25 dB(A) Rp.12.000,00 / pcs
d. Foam FitTM Disposable
Foam Ear Plugs
31 dB(A)
Rp.10.000,00 / pcs
2) Tutup telinga (ear muff), dapat dipakai pada tekanan bising sampai dengan
110 dB(A) karena dapat mengurangi tekanan bising sekitar 25 – 40 dB(A),
dapat digunakan walaupun terdapat infeksi pada telinga dan cukup
disediakan satu ukuran, tidak mudah hilang serta mudah dimonitor
pemakaiannya karena dapat dilihat dari luar. Kerugian alat ini adalah tidak
nyaman dalam penggunaan yang lama di lingkungan yang panas dan
menggannggu penggunaan alat pelindung diri lainnya. Kombinasi antara
tutup telinga dan sumbat telinga dianjurkan penggunaannya untuk tekanan
kebisingan antara 120 – 125 dB(A). Berikut ini beberapa jenis ear muff
berdasarkan reduksi tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 12 ini.
47
Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan
Jenis Ear Muff Reduksi Bising dan
Kisaran Harga
Gambar APT
a. EconomuffTM Earmuff 20 dB(A)
Rp.136.160,00 / pcs
b. SlimProTM Plus Muff 23 dB(A)
Rp.146.280,00 / pcs
c. 3MTM Three Position
Ear Muff 1427
25 dB(A)
Rp. 1.096.640,00/pcs
d. Sound BlockerTM 26
Muff
26 dB(A)
Rp. 367.080,00 / pcs
e. ApexTM 30 Muff 30 dB(A)
Rp. 643.080,00 / pcs
3) Helmet, dapat mengurangi tingkat bising sekitar 40 – 50 dB(A) dan
mengurangi masuknya gelombang suara melalui getaran tulang kepala.
Kerugian alat ini adalah mahal dan tidak nyaman penggunaannya karena
berat dan besar. Berikut ini beberapa jenis helmet berdasarkan reduksi
tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 13 ini.
48
Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan
Jenis Helmet Reduksi Bising Gambar APT
a. SlimProTM Plus Cap
Models
22 dB(A)
b. Suprano Muff 25 dB(A)
c. Sound BlockerTM 26
Cap Models
26 dB(A)
Rp. 803.360,00 / pcs
Berdasarkan intensitas kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang,
maka diperlukan peredaman kebisingan sampai batas aman dan nyaman. Salah
satu cara meredam kebisingan yaitu dengan menggunakan alat pelindung
telinga. Intensitas kebisingan yang terjadi pada stasiun masakan cukup tinggi,
maka penggunaan APT jenis sumbat telinga (ear plug) disarankan bagi
pekerja di stasiun masakan mengingat intensitas kebisingan tertinggi dekat
pada vacuum pan masakan berkisar antara 91.28 dB(A) hingga 93.80 dB(A),
seperti gambar jenis ear plug yang terdapat pada Tabel 11 memiliki daya
reduksi kebisingan antara 21–31 dB(A) misalnya Disposable Foam Ear Plugs.
Pada stasiun putaran, beberapa pekerja khususnya yang mengoperasikan
mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin TSK Centrifugal 3 di unit
puteran HGF sangat perlu menggunakan alat pelindung telinga berjenis APT
kombinasi antara tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) sangat
disarankan mengingat intensitas kebisingan tertinggi pada stasiun putaran
mencapai berkisar antara 98.73 dB(A) hingga 102.46 dB(A), seperti gambar
jenis ear plug pada Tabel 11 dan ear muff Tabel 12 memiliki daya reduksi
kebisingan antara 21 – 31 dB(A) untuk jenis ear plug misalnya Disposable
Foam Ear Plugs dan 20 – 30 dB(A) untuk ear muff misalnya ApexTM 30 Muff.
Sedangkan pada stasiun power house sangat disarankan penggunaan APT
49
jenis ear plug yang terdapat pada Tabel 11 memiliki daya reduksi kebisingan
antara 21–31 dB(A) misalnya Disposable Foam Ear Plugs, mengingat
intensitas kebisingan tertinggi pada stasiun power house mencapai 84.43
dB(A) sampai dengan 100 dB(A). Penggunaan APT jenis helmet maupun APT
kombinasi antara tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) dapat
mengurangi kebisingan hingga 50 dB(A).
Menurut penjelasan hasil wawancara dengan seseorang pekerja pabrik,
bahwa beberapa pekerja di stasiun-stasiun telah menggunakan APT yang
paling sederhana dengan kapas (acoustic wool). Kapas ini digunakan pekerja
tersebut kira-kira sesuai dengan besar lubang telinga dan penggunaan sumbat
telinga kapas ini menjadi suatu kebiasaan yang cukup baik di antara sebagian
para pekerja. Menurut Wiyadi (1987), Sumbat telinga kapas ini dapat
mengurangi intensitas kebisingan berkisar antara 10 dB(A) sampai 15 dB(A)
pada frekuensi kurang dari 1000 Hz, dan mengurangi kebisingan 25 dB(A)
sampai 30 dB(A) untuk frekuensi di atas 1800 Hz. Namun kebiasaan tersebut
dapat berakibat negatif bagi pekerja sendiri, misalnya setelah pulang kerja
kadang-kadang pekerja terlupa untuk melepaskan sumbat kapas yang telah
digunakan pada saat bekerja sehingga sumbat kapas tersebut akhirnya
mengeras hingga seperti batu. Dengan penjelasan tersebut, maka pekerja yang
mengalami peristiwa itu segera dibawa ke dokter dan harus menjalani operasi
pada telinga yang tersumbat kapas keras. Namun, apabila dilihat dari peristiwa
tersebut dan pola penyebaran intensitas kebisingan yang terjadi pada masing-
masing stasiun berkisar antara 84.43 – 102.46 dB(A), maka sumbat telinga
menggunakan kapas sangat tidak aman dan nyaman di lingkungan pabrik.
Masalah kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja terutama kebisingan
yang terjadi pada stasiun masakan, stasiun putaran dan stasiun power house.
Intensitas kebisingan pada ketiga stasiun di gedung pabrik ini termasuk tinggi
karena melebihi NAB 85 dB(A), maka perlu upaya pengendalian kebisingan
terhadap ketiga stasiun tersebut, yaitu dengan cara:
1) Pengendalian terhadap sumber bunyi
Pada dasarnya pengendalian sumber bunyi dengan mengusahakan
output suara sekecil mungkin, antara lain mengurangi permukaan yang
50
bergetar, yaitu dengan mengisolasi atau mengecilkan tenaga mesin-mesin
yang berada di gedung pabrikasi, mengurangi sumber bising dengan
memberikan penutup yang sempurna pada mesin.
2) Pengendalian terhadap ruang rambat bising
Metode yang digunakan untuk pengendalian kebisingan terhadap
ruang rambat bising adalah dengan menjauhkan sumber bising dari
pekerja, karena dengan memperbesar jarak akan menyebabkan energi
suara berkurang sehingga tingkat tekanan suara kebisngan yang sampai ke
alat pendengaran pun berkurang. Cara pengendalian bising lainnya dengan
mengaborpsi (penyekat) berupa ruangan kedap suara pada mesin dan
mengurangi pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langit
dan lantai, menutup sumber kebisingan dengan peredam suara.
Untuk mengurangi kebisingan lingkungan di stasiun putaran, mengingat
tingkat kebisingan tertinggi yang berkisar antara 98.73 dB(A) hingga 102.46
dB(A) telah melebihi NAB yang diizinkan dan dapat mengganggu aktivitas
pekerja. Sehingga beberapa dari para pekerja di stasiun putaran memanfaatkan
ruang kontrol panel yang berada pada stasiun tersebut untuk istirahat selama
beberapa menit secara bergantian. Hal ini dilakukan karena pekerja sudah
berada di lingkungan kerja yang bisingnya melebihi batas waktu maksimum
yang diperbolehkan, maka pekerja tersebut harus istirahat meninggalkan
tempat kerja tersebut selama beberapa menit dan kembali lagi ke tempat
semula untuk bekerja lagi. Ruangan kontrol panel ini terbuat dari dinding
beton dengan ketebalan ±15 cm dan pintu berbahan kayu tripleks dan sebagian
berbahan kaca setebal ±5 mm, sehingga dengan kondisi ruang tersebut dapat
mengurangi bising dari luar.
Untuk mengurangi kebisingan lingkungan di stasiun masakan dan power
house, mengingat tingkat kebisingan tertinggi di kedua stasiun adalah 93.80
dB(A) dan 100 dB(A) telah melebihi NAB yang diizinkan sehingga dapat
mengganggu aktivitas pekerja. Sebagai alternatif pengendalian kebisingan,
pihak perusahaan dapat mengurangi intensitas kebisingan dengan membuat
tambahan ruang kontrol yang terisolasi dan kedap suara berbahan transparan
yang terbuat dari kaca setebal 20 mm atau fiber setebal 10 mm, sehingga
51
dengan menggunakan bahan dari kaca dan fiber tersebut diharapkan dapat
meredam kebisingan sebesar 15 – 25 dB(A) dan para pekerja yang berada di
ruangan kontrol tetap bisa mengamati lingkungan sekitarnya.
Setelah pengukuran kebisingan di lingkungan kerja, maka hendaknya
perlu ada tindak lanjut dari perusahaan dengan memasang rambu-rambu
tingkat kebisingan pada setiap stasiun di pabrik sehingga tenaga kerja selalu
waspada terhadap bahaya pemajanan kebisingan terhadap alat pendengaran
berdasarkan waktu maksimal yang diizinkan pada lingkungan tersebut.
Berdasarkan hasil kuesioner sebagian besar pekerja belum mengetahui
tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran.
Oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyuluhan terhadap pendidikan
keselamatan dan kesehatan kerja. Program penyuluhan dapat dilakukan oleh
para pimpinan, tenaga kesehatan, maupun tim khusus terhadap para pekerja di
pabrik. Pendidikan kesehatan bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit
akibat kerja, dalam hal ini kehilangan daya mendengar akibat bising.
Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan pengetahuan bagaimana
cara bekerja di tempat bising. Program ini biasanya diisi dengan pendidikan
dan pelatihan keselamatan kerja, karena pendidikan dan pelatihan dipandang
merupakan cara terbaik bagi pekerja untuk mengembangkan sikap pencegahan
meningkatnya ambang pendengaran. Program pelatihan keselamatan kerja
berisikan tentang pencegahan meningkatnya ambang pendengaran dan
mempunyai tujuan utama, yaitu:
1) Mengembangkan kesadaran (awareness) tentang masalah proses ketulian.
2) Mengembangkan metode pencegahan meningkatnya ambang pendengaran
akibat bising.
3) Mengembangkan sikap menggunakan APT.
4) Mengintegrasikan berbagai pengertian tentang proses ketulian dan
penggunaan APT ke dalam struktur norma dan filosifi setiap anggota yang
terlibat.
Upaya pengendalian secara administratif digunakan untuk mengurangi
waktu pemajanan terhadap pekerja dengan cara pengaturan waktu kerja dan
istirahat, sehingga waktu kerja dari pekerja masih berada dalam batas aman.
52
Pengaturan waktu kerja ini disesuaikan antara pemajanan intensitas kebisingan
dengan waktu maksimum yang diizinkan untuk setiap stasiun. Yang dimaksud
dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat adalah jika pekerja sudah berada
di lingkungan kerja yang bising sesuai dengan batas waktu maksimum yang
diperbolehkan, maka pekerja tersebut harus istirahat meninggalkan tempat
kerja tersebut selama beberapa menit dan kembali lagi ke tempat kerja tersebut
untuk bekerja seperti biasa.
Pengendalian administratif lainnya dilakukan dengan cara mengatur
jadwal produksi, menentukan jadwal kerja dan rotasi tenaga kerja,
penjadwalan pengoperasian mesin, transfer pekerja dengan keluhan
pendengaran, dan membuat peraturan perundangan dari setiap langkah
operasional di pabrik yang mengikuti peraturan Standard Operation
Procedure (SOP) sesuai dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Penataan lingkungan kerja sangatlah penting, baik untuk meningkatkan
produktivitas, maupun dalam rangka menjaga keselamatan dan kesehatan
para pekerja. Oleh karena itu diperlukan untuk mendukung program
pencegahan kebisingan dan pemeliharaan pendengaran, maka dibutuhkan
sikap dan komitmen yang mendukung dari semua pihak yang terlibat dalam
program ini, yaitu pihak perusahaan dan pimpinan tertinggi, tenaga kerja,
bagian logistik, serta badan pengawas dari penanggung jawab program ini.
Perusahaan berkewajiban menyediakan dan melakukan penataan secara
optimal, sementara pekerja berkewajiban menggunakan dan memelihara
keadaan lingkungan kerjanya untuk menunjang keselamatan dan kesehatan
kerja yang bersangkutan sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang
nyaman dan sehat.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari uraian pada bab sebelumnya, didapatkan beberapa kesimpulan
mengenai kebisingan yang terjadi di pabrik gula Bungamayang yang meliputi
stasiun masakan, stasiun putaran, dan stasiun power house, yaitu:
1. Pola penyebaran kebisingan dipengaruhi oleh spesifikasi dan kondisi dari
mesin-mesin yang bekerja, yaitu daya mesin, putaran poros, jenis transmisi,
bagian mesin aus, sambungan elemen mesin kurang sempurna, aliran steam
turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa.
2. Nilai kebisingan paling tinggi di stasiun masakan adalah 93.80 dB(A), pada
stasiun putaran sebesar 102.46 dB(A), dan stasiun power house sebesar 100
dB(A). Intensitas kebisingan pada ketiga stasiun tersebut melebihi NAB
kebisingan sebesar 85 dB(A), sehingga stasiun-stasiun tersebut dikategorikan
sebagai daerah dengan tekanan bising tinggi, tidak aman bagi alat
pendengaran pekerja. Sedangkan kebisingan tertinggi pada ruang kontrol
panel di stasiun putaran sebesar 83.90 dB(A), sehingga ruangan tersebut
dikatergorikan sebagai daerah aman bagi alat pendengaran pekerja.
3. Batas waktu maksimal secara aman dan kontinu sesuai standart DEPNAKER
RI untuk berada pada stasiun masakan dengan kebisingan tertinggi 93.80
dB(A) adalah 2 Jam 28.8 Menit, pada stasiun putaran dengan kebisingan
tertinggi 102.46 dB(A) adalah 45.24 Menit, dan pada stasiun power house
dengan kebisingan tertinggi 100 dB(A) adalah 1 Jam.
4. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan secara teknis (kontrol engineering),
modifikasi lingkungan kerja, pengaturan pola kerja dan penggunaan alat
pelindung telinga secara baik dan benar bagi pekerja, serta pelaksanaan
program penyuluhan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
5. Dari hasil kuesioner yang telah diisikan oleh para pekerja, didapatkan
beberapa gangguan misalnya gangguan cara komunikasi dengan persentase
tertinggi, gangguan pendengaran, gangguan kenyamanan, gangguan aktivitas,
gangguan konsentrasi, dan gangguan penurunan prestasi. Selain itu pekerja
pada ketiga stasiun tersebut juga mengalami keluhan-keluhan yang antara lain:
54
keluhan seperti keluhan penurunan pendengaran dengan persentase tertinggi,
mudah lelah, keluhan pusing, lekas marah, mudah tersinggung, sulit tidur dan
rasa mual sebagai akibat terpapar kebisingan secara kontinu di pabrik.
6. Dari hasil kuesioner yang diisikan para pekerja, sebagian besar pekerja tidak
menggunakan alat pelindung telinga dengan alasan kurang nyaman dan alat
pelindung telinga tersebut juga belum disediakan dari perusahaan.
B. SARAN
Dengan melihat kondisi yang terjadi di lingkungan, maka disarankan kepada
pihak perusahaan dan pemerintah untuk melakukan hal-hal seperti dibawah ini.
1. Melakukan penelitian lanjutan tentang kebisingan yang terjadi di pabrik,
mengingat tingkat kebisingan di pabrik tersebut cukup tinggi dan untuk
mencegah bertambahnya kasus kehilangan daya dengar pada pekerja.
2. Melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat sesuai dengan tingkat
kebisingan yang diterima pekerja, sehingga lama kerja maksimal tenaga kerja
dalam ruangan sesuai dengan standart NAB kebisingan ketenagakerjaan.
3. Memberikan fasilitas yang cukup kepada pekerja berkaitan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja terutama yang berhubungan dengan
kebisingan, salah satunya adalah alat pelindung telinga.
4. Memberikan bahan peredam kebisingan pada dinding-dinding ruangan dan
lantai untuk mengurangi intensitas kebisingan yang terjadi, terutama untuk
stasiun masakan dan stasiun putaran yang terdapat banyak pekerja.
5. Pemerintah diharapkan bertindak sebagai pelaksana program penyuluhan yang
lebih intensif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya tentang
kebisingan dan alat pelindung diri. Hal-hal lainnya yang perlu diperhatikan
adaalah masalah penataan kembali kawasan pemukiman dan kawasan industri.
Sedangkan untuk pekerja yang sehari-hari di pabrik disarankan untuk:
1. Wajib menggunakan alat pelindung telinga secara baik dan benar ketika
berkerja pada intensitas kebisingan tinggi di lingkungan kerja.
2. Segera memeriksakan diri ke dokter jika terdapat gangguan dan keluhan
kesehatan akibat kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja.
55
DAFTAR PUSTAKA
Bruel, Kjaer. 1984. Instruction Manual Precision Integrating Sound Level Meter
Type 2230. Denmark. Buchari. 2007. Kebisingan dan Hearing Conservation Program. USU
Respository. [terhubung berkala]. http://digilib.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf [10 Juli 2008].
Chanlett, ET. 1979. Environmental Protection. Edisi Kedua. USA: McGraw-Hill Book Company.
Fitriyani, D. 2003. Uji Kebisingan dan Getaran Mekanis Pada Traktor Tangan
Yanmar Y5T-DX dan Perkasa 85-DI Terhadap Operator. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor.
Himpunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1984. Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Pekerja. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Jakarta. Hutagalung, Michael. 2007. Pengendalian Kebisingan dalam Pabrik Kimia.
[terhubung berkala]. http://www.majarikanayakan.com/2007/12/pengendalian-kebisingan-dalam-pabrik-kimia/ [10 Juli 2008].
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua.
Guna Widya. Surabaya. Mc Cormick, E. J. And Mark S. Sanders. 1970. Human Factor in Engineering
and Design. Tata Mc Graw-Hill Book Co., New Delhi. Menteri Tenaga Kerja. 1999. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dalam Kebisingan
di Tempat Kerja. Edisi 1999/ 2000. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.
Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon, Inc., Boston.
Ramadhani, Rohmatsyah. 2006. Analisis Beban Kerja Serta Kebisingan dan Temperatur Pada Proses Pabrikasi Alat Berat PT Natra Raya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sastrowinoto, Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
56
Sembodo, Joko. 2004. Evaluasi Tingkat Kebisingan di Industri Terhadap Kenyamanan dan Kesehatan Pekerja (Studi Kasus di PT XYZ). Skripsi. FATETA-IPB. Bogor.
Singleton, W.T. 1972. Introduction to ergonomics. World Health Organization. Geneva, Switzerland.
Suharsono, H. 1991. Dampak pada Udara dan Kebisingan. Bahan Kuliah Kursus
AMDAL. PPLH-IPB, Bogor. Suma’mur, P. K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.
Jakarta. Sutalaksana Z. Iftikar, at.al. 1987. Teknik Tata Cara Kerja. TI – ITB. Bandung. Soemanegara, R. 1975. Ketulian Akibat Pekerjaan dan Pemeliharaan Indera
Pendengaran Di Dalam Lingkungan Bising. Majalah Hiegene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja VIII (2): 27-29. Lembaga Hiperkes. Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Jakarta.
Syuaib, M. F. 2003. Ergonomic Study on The Proces of Mastering Tractor
Operation. Disertasi. Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo. Japan.
Wilson, Charles E. 1989. Noise control: measurement, analysis and control of
sound and vibration. Harper & Row Publisher, Inc. New York, USA. Wijaya, A. T. Analisis Kebisingan dan Getaran Mekanis Di Ruang Engineering
Divisi Cold Storage PT Centralpertiwi Bahari, Lampung. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor.
Wiyadi, M.S. 1987. Pemeliharaan Pendengaran di Industri. Litb./U.P.F. Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. [terhubung berkala]. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PemeliharaanPendengarandi
Industri.pdf/10_PemeliharaanPendengarandiIndustri.html [10 Juli 2008]. Zander, J. 1972. Ergonomics in Machine Design. N.V. Veenman and Zonen.
Wageningen.
57
58
Lampiran 1. Struktur Organisasi Unit Usaha Bungamayang
STRUKTUR ORGANISASI UNIT USAHA BUNGAMAYANG
MANAJER (Pembina)
Sinka Tanaman
TS (Penata)
Sinka Pengolahan
(Penata)
Sinka Teknik
(Penata)
Sinka Peltek
(Penata)
Sinka TMA
(Penata)
Sinka Tanaman
TR (Penata)
Sinka Litbang (Penata)
Sinka TUK
(Penata)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Sinder (Pengatur)
Mandor Besar
Mandor Besar
Mandor Besar
Mandor Besar
Mandor Besar
Mandor Besar
Mandor Besar Kra Kepala
Mandor (Juru)
Mandor (Juru)
Mandor (Juru)
Mandor (Juru)
Mandor (Juru)
Mandor (Juru)
Mandor (Juru) Krani
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Operator/ Mek/Jur
(Pelaksana)
Pembantu Krani
(Pelaksana)
59
Lampiran 2. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Masakan dan Power House
Stasiun Masakan Stasiun Power House PAGI SORE MALAM PAGI SORE MALAM84.13 84.71 82.55 85.56 84.85 86.99 83.19 90.93 83.42 87.84 87.62 87.21 83.51 87.84 83.54 88.15 88.12 88.33 83.53 87.78 83.66 88.30 88.55 88.48 84.04 84.10 86.38 88.69 89.02 87.85 83.63 84.61 87.68 88.13 88.43 87.06 84.18 88.09 86.42 86.97 87.22 87.00 82.38 88.38 83.86 87.46 86.30 87.30 84.44 84.52 85.97 87.53 86.62 87.42 83.25 85.16 86.04 87.60 86.94 87.54 84.89 83.89 84.76 87.87 87.26 87.66 83.28 83.95 83.54 87.73 87.58 87.78 83.32 90.20 83.02 88.30 88.19 88.48 83.12 90.06 83.94 88.29 88.44 87.99 82.94 87.99 84.60 88.06 88.68 87.33 83.91 91.28 84.55 87.70 88.35 87.76 82.55 89.12 83.90 86.86 86.18 87.33 82.79 90.99 85.18 87.13 86.65 87.54 82.15 86.18 84.31 86.96 86.35 86.88 81.94 85.30 84.61 86.20 85.58 86.76 83.42 84.04 84.83 86.51 86.12 86.25 83.19 84.25 83.95 85.28 85.00 86.20 84.57 85.42 85.31 87.88 87.43 87.73 84.30 85.66 87.36 87.28 87.05 87.98 84.13 86.00 85.01 88.54 88.51 89.52 83.63 85.33 85.24 88.94 90.27 84.43 88.41 85.90 85.38 87.99 87.93 88.59 82.97 86.07 85.20 87.21 87.21 86.43 86.27 85.79 85.45 87.15 87.69 87.05 87.12 84.84 86.80 87.06 86.75 87.59 86.15 86.42 85.70 87.08 86.79 87.45 87.69 87.37 86.19 87.12 86.86 87.16 84.94 85.47 84.83 87.13 86.89 87.01 84.51 85.78 88.89 90.48 90.07 90.51 93.80 86.22 85.73 90.08 89.87 90.26 86.81 86.48 85.84 89.67 89.67 90.01 86.23 85.53 92.09 90.61 90.61 89.68 84.69 87.16 87.48 90.38 90.38 89.41 85.87 86.59 86.19 90.32 90.22 88.82
60
91.71 86.93 85.41 90.26 90.06 88.22 86.84 86.73 86.26 89.18 89.18 87.93 84.51 87.92 86.99 88.85 88.85 87.79 86.77 90.65 87.75 88.19 88.19 87.50 85.77 84.25 87.69 87.85 87.85 87.35 88.45 84.63 87.56 93.67 93.67 92.24 87.98 89.54 88.78 94.60 94.57 94.09 89.18 90.63 88.09 95.52 95.52 95.94 90.93 92.94 88.47 94.65 94.65 93.31 86.98 84.84 88.34 91.19 91.19 91.00 85.81 85.77 90.68 90.43 90.43 89.84
89.66 89.66 88.68 89.50 89.50 88.94 89.66 89.71 88.86 89.96 90.01 88.70 90.11 90.11 88.61 94.63 94.63 94.23 98.41 99.52 96.92 97.15 97.15 100.00 94.13 94.06 90.75 92.50 92.38 89.81 91.47 91.31 89.16 90.43 90.23 88.50 90.19 90.17 88.70 90.31 90.28 88.88 90.54 90.50 89.25 90.65 90.61 89.43 96.21 94.66 93.53 96.68 95.67 98.36 97.14 96.67 95.67 94.78 94.55 92.51 92.43 92.43 89.35 91.60 91.60 88.90 91.71 91.71 88.17 91.25 91.17 88.66 90.79 90.63 89.15 90.43 90.24 88.44 89.13 89.14 87.81
61
Lampiran 3. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Putaran dan Kontrol Panel
Stasiun Putaran Kontrol Panel PAGI SORE MALAM PAGI SORE MALAM88.00 88.04 87.48 74.23 77.11 76.00 87.38 88.7 89.79 73.50 76.50 77.02 87.42 88.59 86.04 71.94 73.76 74.69 89.27 88.94 89.56 73.07 74.95 76.44 89.03 89.33 89.97 72.73 74.95 74.73 89.78 90.89 89.63 72.62 75.24 75.33 91.54 89.47 89.09 72.67 76.99 76.65 89.64 92.19 90.95 73.03 76.29 78.87 89.99 92.89 89.81 73.03 74.66 76.64 90.72 93.51 89.90 74.31 76.63 77.08 90.72 92.9 88.90 78.08 83.90 77.09 90.59 91.12 90.49 73.19 74.36 78.03 90.57 89.49 91.27 74.71 78.53 76.65 91.47 90.75 90.23 76.03 77.22 76.84 90.92 86.38 89.53 74.74 75.33 76.71 91.31 90.39 90.51 75.89 77.15 77.68 90.13 90.01 89.09 74.62 76.34 77.78 89.79 92.57 88.96 77.55 76.50 77.50 89.33 89.47 88.53 89.30 90.37 88.81 93.06 90.11 92.84 91.69 89.52 89.54 95.58 93.56 91.42 89.91 96.14 94.26 92.52 94.72 87.42 90.03 99.77 91.84 92.42 95.13 89.84 98.01 96.05 93.60 92.92 92.74 95.05 95.03 95.57 94.74 95.12 89.81 89.08 89.85 96.12 92.01 95.79 88.85 91.29 100.77 96.63 98.73 90.23 87.63 88.60 102.46 101.96 98.18 87.71 87.53 87.83 88.05 87.89 87.79 88.41 88.15 87.65 88.13 88.6 88.32 88.18 88.12 88.02 88.88 88.57 88.76
62
87.31 88.65 88.15 88.15 89.38 89.13 88.80 88.87 89.43 90.10 89.11 89.40 88.26 88.51 91.41 88.70 88.81 88.53 87.57 88.52 89.01 87.17 87.95 92.55 86.72 87.65 87.69 87.61 88.26 87.81 87.17 88.64 86.77 87.76 88.34 87.55 87.91 87.94 86.95 87.72 88.84 87.06 88.12 89.64 87.07 87.87 89.01 87.64 88.68 89.1 87.37 87.87 89.03 90.18
63
Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja
Kuesioner Tenaga Kerja
Terima kasih atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara untuk mengisi kuesioner
ini. Adapun kuesioner ini untuk kepentingan penelitian tentang pendengaran dan
tidak akan mempengaruhi konduite, status maupun kelangsungan pekerjaan
Bapak/ Ibu/ Saudara. Hasil kuesioner ini akan kami rahasiakan untuk kepentingan
penelitian. Jadi, kami mohon Bapak/ Ibu/ Saudara menjawab pertanyaan dengan
singkat dan benar. Bila ada pertanyaan yang tidak Bapak/ Ibu/ Saudara pahami,
tanyakan kepada saya.
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin : (…) Laki-laki, (…) Perempuan
4. Pendidikan : 1. Baca Tulis
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMU
5. Tamat Akademi
6. Tamat Perguruan Tinggi
5. Jabatan Kerja : …………………, Bagian : ……………………
6. Lama Kerja : (….) tahun, (….) bulan, (….) minggu
64
Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)
II. LINGKUNGAN KERJA
1. Berapa lama Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?
a. 8 jam sehari
b. < 8 jam sehari, yaitu…..
c. > 8 jam sehari, yaitu…..
2. Apakah ada waktu istirahat kerja ?
a. ada
b. tidak ada
3. Apakah pada waktu istirahat, aktivitas pekerjaan seluruhnya berhenti ?
a. ada
b. Tidak
4. Bila tidak, bagaimana cara mengatur pekerjaan tersebut ?
a. Istirahat bergantian dengan teman
b. Lain-lain, sebutkan …..
5. Apakah ada waktu libur pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?
a. Ada
b. Tidak ada
6. Adakah faktor kebisingan pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?
a. Ada
b. Tidak ada
7. Bila ada kebisingan, apakah kebisingan itu mengganggu pembicaraan
antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya sehingga cara
berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter ?
a. Ya
b. Tidak
8. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang kegunaan alat
pelindung telinga ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
65
Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)
9. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara
menggunakan alat pelindung telinga ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
10. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara memlihara
alat pelindung telinga ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
11. Siapa yang memberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga,
cara menggunakan dan memelihara alat pelindung telinga ?
a. Tenaga kesehatan
b. Manajer
c. Tim khusus
d. Lain-lain, sebutkan …..
III. PERILAKU
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga)
sewaktu bekerja di tempat yang kebisingannya tinggi ? (Ya/ Tidak)
2. Bila YA, sebutkan jenis alat pelindung telinga tersebut :
a. Kapas
b. Sumbat telinga (ear plug)
c. Tutup telinga (ear muft)
d. Helmet
e. Lain-lain, sebutkan…………………………………………….
3. Bila memakai APT (Alat Pelindung Telinga), apakah APT yang
Bapak/Ibu/Saudara pakai merupakan APT yang digunakan oleh
perusahaan ? (Ya/ Tidak)
4. Sebutkan alasan tidak memakai APT perusahaan : ........................
a. APT yang disediakan terasa sakit/gatal apabila digunakan
b. APT yang disediakan telah hilang
c. APT yang disediakan telah rusak
66
Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)
d. Lain-lain, sebutkan ……………………………………………
5. Apabila tidak menggunakan APT, sebutkan alasannya:…………..
a. Belum diberikan perusahaan
b. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….
6. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara mengalami gangguan pendengaran ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
7. Bila pernah,jenis gangguannya adalah ……………………………
a. Berdengung atau berdesis
b. Kurang dengar sementara
c. Tidak bisa mendengar
d. Berdengung dan kurang dengar sementara
e. a, b, dan c Benar
f. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….
8. Bila pernah,apakah tindakan Bapak/Ibu/Saudara ?
a. Tidak berbuat apa-apa
b. Meminta saran ke teman-teman sekerja dan atasan
c. Pergi ke dokter perusahaan untuk berobat
d. Tidak bekerja
e. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….
67
Lampiran 5. Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja
Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja
1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara bekerja di tempat yang bising: ( Ya / Tidak )
Berapa lama : ….…………..… tahun ….………..…… bulan
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa nyaman bekerja : ( Ya / Tidak )
3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara diberikan alat pelindung telinga oleh
perusahaan: ( Ya / Tidak )
4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa terganggu dengan adanya kebisingan:
( Ya / Tidak )
5. Gangguan apakah yang Bapak/Ibu/Saudara paling rasakan :
a. Gangguan komunikasi : ( Ya / Tidak )
b. Gangguan aktivitas : ( Ya / Tidak )
c. Gangguan konsentrasi : ( Ya / Tidak )
d. Gangguan kenyamanan : ( Ya / Tidak )
e. Gangguan terhadap telinga : ( Ya / Tidak )
f. Gangguan penurunan prestasi : ( Ya / Tidak )
6. Keluhan yang paling dirasakan oleh Bapak/Ibu/Saudara :
a. Keluhan terhadap pendengaran : ( Ya / Tidak )
b. Penurunan pendengaran : ( Ya / Tidak )
c. Pusing : ( Ya / Tidak )
d. Lekas marah : ( Ya / Tidak )
e. Mudah tersinggung : ( Ya / Tidak )
f. Sulit tidur : ( Ya / Tidak )
g. Kelelahan : ( Ya / Tidak )
h. Setelah selesai bekerja : ( Ya / Tidak )
i. Mual : ( Ya / Tidak )
7. Jenis alat pelindung telinga yang digunakan Bapak/Ibu/Saudara :…………
8. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menganggap kebisingan itu berbahaya :
( Ya / Tidak)
68
Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Lingkungan Kerja
Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)
Keterangan a b c d e f g a b c d e f g
1 18 100 Berapa lama Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja
2 16 2 88.89 11.11 Apakah ada waktu istirahat kerja
3 18 100 Apakah pada waktu istirahat, aktivitas pekerjaan seluruhnya berhenti
4 18 100 Bila aktivitas tidak berhenti, bagaimana cara mengatur pekerjaan tersebut
5 9 9 50 50 Apakah ada waktu libur pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja
6 18 100 Adakah faktor kebisingan pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja
7 15 3 83.33 16.67 Apakah kebisingan mengganggu pembicaraan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya sehingga cara berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter
8 5 13 27.78 72.22 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga
9 6 12 33.33 99.67 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara menggunakan alat pelindung telinga
10 2 16 11.11 88.89 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara memelihara alat pelindung telinga
11 6 2 33.33 11.11 Siapa yang memberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga, cara memakai dan memelihara alat pelindung telinga
69
Lampiran 7. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Perilaku Kerja
Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)
Keterangan a b c d e f g a b c d e f g
1 10 8 55.56 44.44
Apakah Bapak/Ibu/Saudara menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) sewaktu bekerja di tempat yang kebisingannya tinggi
2 10 8 55.56 44.44 Bila menggunakan APT , sebutkan jenis alat pelindung telinga tersebut
3 4 14 22.22 77.78 Apakah APT yang Bapak/Ibu/Saudara pakai merupakan APT yang digunakan oleh perusahaan
4 4 14 22.22 77.78 Sebutkan alasan tidak memakai APT perusahaan
5 14 4 77.78 22.22 Apabila tidak memakai APT, sebutkan alasannya
6 14 4 77.78 22.22 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara mengalami gangguan pendengaran
7 4 3 2 6 3 22.22 16.67 11.11 33.33 16.67 Bila pernah mengalami gangguan pendengaran, sebutkan jenis gangguannya
8 8 10 44.44 55.56
Bila pernah mengalami gangguan pendengaran, apakah tindakan Bapak/Ibu/Saudara
70
Lampiran 8. Hasil Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja
Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)
keterangan a b c d e f g a b c d e f g
1 18 100 Apakah Bapak/Ibu/Saudara bekerja di tempat yang bising
2 5 13 27.78 72.22 Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa nyaman bekerja di tempat bising
3 18 100 Apakah Bapak/Ibu/Saudara diberikan alat pelindung telinga oleh perusahaan
4 3 15 16.67 83.33 Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa terganggu dengan adanya kebisingan
5 18 3 5 11 15 6 100 16.67 27.78 61.11 83.33 33.33 Gangguan apakah yang Bapak/Ibu/Saudara paling rasakan
6 15 13 5 5 5 6 9 83.33 72.22 27.78 27.78 27.78 33.33 50 Keluhan yang paling dirasakan oleh Bapak/Ibu/Saudara
7 16 2 88.89 11.11 Apakah Bapak/Ibu/Saudara menganggap kebisingan itu berbahaya