ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis...

80
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014 ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA

Transcript of ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis...

Page 1: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014

ANALISIS IMPLEMENTASI

SISTEM RESI GUDANG KOMODITI LADA

Page 2: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar belakang

1. Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu pondasi utama dalam

memperkuat struktur perekonomian Indonesia. Namun demikian, daya saing

petani dan pelaku usaha pertanian sebagai aktor penting pengembangan

pertanian bangsa masih relatif lemah. Petani/pelaku usaha pertanian masih sulit

mendapatkan pembiayaan untuk kesinambungan usaha taninya karena akses

terhadap sumber pendanaan guna kesinambungan kegiatan produksinya, seperti

perbankan atau lembaga keuangan non bank terkadang memberatkan petani. Di

lain pihak, petani juga menghadapi harga produk pertanian yang fluktuatif dan

rendah pada saat panen karena pasar akan mengalami kelebihan pasokan

komoditi, sehingga petani sulit mendapatkan harga yang layak.

2. Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan di atas adalah penerapan

Sistem Resi Gudang (SRG). Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang

Sistem Resi Gudang dijelaskan bahwa SRG bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang merupakan instrumen yang dibentuk dengan

salah satu tujuan untuk memberdayakan petani, dimana komoditi yang

dihasilkannya mampu memberikan nilai ekonomis dalam bentuk penjaminan,

yang dapat dipergunakannya untuk memperoleh kredit dan bank dan lembaga

keuangan non bank, dengan tingkat bunga yang rendah.

3. Menurut Bappebti (2011), penerapan SRG menawarkan beberapa manfaat bagi

petani, dunia usaha, perbankan dan bagi pemerintah antara lain untuk

keterkendalian dan kestabilan harga komoditi, keterjaminan modal produksi,

keleluasaan penyaluran kredit bagi perbankan dan memberi kepastian nilai

minimum dari komoditi yang diagunkan. Secara definisi Resi Gudang

(Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrument penting, efektif dan

negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem

pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu Resi Gudang juga dapat

dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan

barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivative yang jatuh tempo.

4. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan saat

ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi

pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan

kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah

Page 3: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

ii

satu subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang

merupakan sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang.

5. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2012, sebagai

komoditi unggulan, lada memiliki total produksi sebesar 75.000 metric ton pada

2012, dimana jumlah yang diekspor mencapai 62.600 metric ton, yang terdiri dari

ekspor lada hitam sebesar 49.500 metric ton, dan lada putih sebanyak 13.100

metric ton. Bukan hanya belum memanfaatkan, bahkan Provinsi Bangka Belitung

dan Lampung yang merupakan daerah utama penghasil lada Indonesia sampai

saat ini belum didirikan gudang SRG, padahal produksi lada di kedua daerah

tersebut merupakan penyumbang terbesar bagi total produksi lada Indonesia

6. Dengan latar belakang masalah tersebut, maka tujuan analisis ini adalah untuk (i)

Mengidentifikasi permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi lada;

(ii) Menganalisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada; (iii)

Menyusun rumusan usulan mengimplementasikan SRG komoditi lada.

Metode Penelitian

7. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan analisis kualitatif

deskriptif untuk mengidentifikasi profil komoditas dan permasalahan yang terjadi.

Penelitian kualitatif sebagai pendekatan pada kajian ini sangat memanfaatkan

wawancara terbuka untuk memahami pandangan, sikap, perilaku individu atau

sekelompok orang, dan observasi.Selanjutnya melakukan analisis pelaku pasar

dan analisis harga untuk memetakan siapa saja pelaku pasar, pelaku utama,

pelaku penunjang, atau pendukung dengan fungsi dan peran masing-masing

yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada terbentuknya harga komoditas

disamping mengkaji perkembangan harga komoditas dari waktu ke waktu dan

apa faktor pemicu terjadinya perubahan harga. Terakhir melakukan analisis

kelembagaan dan kebijakan terkait dengan perdagangan komoditi dan resi

gudang

Pembahasan dan Kesimpulan

8. Menjadikan Lada sebagai Subjek Resi Gudang didasarkan pemikiran strategik

agar nilai komoditi masih berarti dan terhindarnya “petani” dari kerugian akan

jatuhnya harga serta dapat menjadikan obyek sebagai agunan untuk memperoleh

modal kerja. Surat atau Resi Gudang menjadi berharga atau “menjadi surat

berharga” untuk melakukan transaksi dengan lembaga keuangan. Harga lada

Page 4: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

iii

yang berfluktuasi 10 tahunan membawa ancaman tersendiri bagi petani lada.

Fluktuasi harga yang tinggi selama 20 tahun terakhir terutama periode 1999 –

2006 membuat minat petani untuk bertanam lada menurun bahkan hilang sama

sekali. Namun kenaikan harga lada yang stabil dari tahun 2007 hingga saat ini,

membuat minat petani untuk bertanam bangkit kembali. Di sisi lain adanya

komitmen pemerintah daerah baik Provinsi Lampung maupun Provinsi Bangka

Belitung untuk mengembalikan kejayaan lada baik lada hitam atau lada putih

Indonesia seperti dahulu, menjadikan komoditi lada merupakan salah satu

komoditi yang menjanjikan.

9. Namun sejak ditetapkan sebagai subyek resi gudang pada tahun 2007 hingga

saat ini belum dimanfaatkan oleh para petani. Hal ini disebabkan selain belum

tersosialisasikan dengan baik mengenai sistem resi gudang kepada para petani

lada di Provinsi Lampung, juga disebabkan sistem yang berkembang saat ini

adalah pembiayaan dengan menggunakan Collateral Management Agreement

(CMA) yang hampir serupa dengan sistem resi gudang.

10. Pelaku usaha sudah memiliki rantai pasok yang solid yang sudah terbentuk

selama bertahun-tahun. Selain itu juga, permintaan pasar yang tinggi terhadap

komoditi ini membuat komoditi tidak sempat disimpan. Selain itu juga fluktuasi

harga lada yang tinggi selama 10 tahun terakhir ini membuat para petani lada

cukup waspada terhadap perubahan pasar yang ada sehingga yang dibutuhkan

petani adalah kepastian untuk menjual komoditinya dengan harga yang layak.

11. Banyaknya lembaga yang terkait dalam implementasi sistem resi gudang yaitu

pelaku usaha baik petani, gapoktan, dll; pengelola gudang, lembaga penilai

kesesuaian, asuransi, pengawas dan lembaga perbankan memberikan

kelemahan maupun kekuatan. Kelembagaan yang banyak ini di satu sisi

merupakan kelemahan tetapi di sisi lain merupakan kekuatan dari sistem resi

gudang karena memberikan kepastian hukum. Meskipun memberikan kepastian

hukum, pada tataran implementasi, ketersediaan perangkat hukum masih

dianggap belum tersosialisasikan secara luas kepada para pemangku

kepentingan sehingga masih terdapatnya distorsi informasi sehingga belum

memahami operasionalisasi dari sistem resi gudang untuk komoditi lain selain

gabah dan beras.

12. Berdasarkan analisis kesiapan implementasi sistem resi gudang komoditi lada

dari sisi pelaku usaha yang mendapat manfaat dari implementasi sistem resi

gudang, kelembagaan dan sarana prasarana, maka agar implementasi SRG

komoditi lada dapat terwujud, harus diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut.

Page 5: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

iv

a. Adanya Komitmen Pemerintah Daerah khususnya Kepala Daerah Komitmen pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota untuk mempercepat

implementasi SRG di daerahnya dalam rangka meningkatkan perekonomian

lokal sangat dibutuhkan. Komitmen pemerintah daerah bukan hanya secara

lisan saja tetapi juga tertulis melalui surat keputusan.

b. Terintegrasinya kelembagaan dalam satu tempat Seperti yang telah dijelaskan di atas, kelembagaan dalam sistem resi gudang

sangat banyak dan dan setiap lembaga pasti terdapat biaya yang harus

dikeluarkan. Hal ini menjadi tidak efisien bagi pelaku usaha khususnya skala

kecil, terlebih lagi jika kelembagaan ini terletak pada tempat yang berbeda

sehingga membutuhkan usaha lebih untuk menjangkaunya. Sistem resi

gudang menjadi kalah jika dibandingkan dengan CMA (collateral management

asset) dimana hanya tiga pihak saja yang terlibat.

c. Edukasi dan Sosialisasi kepada Pelaku Usaha Komoditi Lada Edukasi dan sosialisasi secara khusus dilakukan di sepanjang rantai proses

komoditi lada mulai dari petani, pengumpul, pedagang, asosiasi baik secara

masing-masing maupun secara bersama-sama. Edukasi dan sosialisasi

merupakan kegiatan yang terus menerus (kontinue) sehingga terbangun

kesatuan pemikiran bagaimana menjamin keberlangsungan produksi dan

perluasan areal perkebunan lada sepanjang masa. Hal ini sekaligus menjamin

pasokan lada berkualitas dari berbagai jenis. d. Peningkatan Produksi dan Proses Pasca Panen

Sistem resi gudang dapat terimplementasi dalam dua kondisi, pertama, harga

komoditi lada sedang mengalami penurunan harga dan kedua, terdapat

surplus produksi yang tidak terserap. Kondisi pertama merupakan kondisi

utama yang menyebabkan sistem resi gudang di Indonesia diimplementasikan.

Sedangkan apabila harga komoditi sedang mengalami peningkatan, maka

kondisi kedua yang harus terpenuhi.

e. Terdapat Off Taker/Buyer/ Pasar Lelang untuk Menjual Komoditi yang disimpan Salah satu keresahan para petani ketika menunggu harga jual yang tinggi

adalah keberadaan pembeli (buyer) yang akan membeli komoditi di gudang.

Keresahan yang sama juga dialami oleh lembaga keuangan selaku yang

memberikan dana kredit. Untuk itu perlu dibuat suatu mekanisme atau

mengembangkan jejaring untuk menciptakan off taker dari komoditi yang

disimpan di dalam gudang. Meskipun jangka waktu penyimpanan komoditi lada

Page 6: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

v

cukup lama (bisa sampai 10 tahun) tetapi jangka waktu pembiayaan relatif

singkat maksimal hanya 6 bulan. Sehingga petani memiliki kesempatan untuk

mencari pembeli atau melakukan tunda jual selama 6 bulan, setelah itu

komoditi harus dijual dalam rangka pelunasan kredit.

13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan:

a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama pada daerah penelitian belum

siap baik dari sisi pelaku usaha, kelembagaan maupun sarana dan prasaran

yang digunakan.

b. Terdapat empat faktor kunci agar implementasi SRG komodti lada dapat

terwujud, yaitu adanya komitmen kepala pemerintah daerah, terintegrasinya

kelembagaan dalam satu tempat, edukasi dan sosialisasi, peningkatan

produksi dan mutu serta terdapatnya offtaker/buyer/pasar lelang.

Rekomendasi kebijakan

14. Untuk meningkatkan kesadaran petani akan manfaat SRG maka perlu dilakukan:

sosialisasi teknis pelaksanaan SRG yang melibatkan instansi terkait bukan

hanya dinas perdagangan tetapi juga dinas pertanian atau perkebunan. Selain

itu, sosialisasi perlu menghadirkan petani yang telah mendapat manfaat dari

penggunaan SRG.

penyuluhan dan pendampingan bagi petani untuk meningkatkan kualitas dan

mutu hasil produksi agar memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan untuk

masuk dalam sistem resi gudang. Hal ini juga perlu disinergikan dengan

program peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian dari lembaga

terkait.

penguatan lembaga di tingkat petani, baik dalam bentuk kelompok tani maupun

koperasi untuk mencapai skala ekonomis. Hal ini mengingat petani pada

umumnya memiliki produksi dibawah 5 ton sehingga kurang memenuhi skala

ekonomis untuk diresigudangkan.

15. Gudang-gudang SRG yang telah didirikan perlu dilengkapi sarana penunjang

umum seperti listrik, telepon, jalan dan keamanan. Gudang ini juga perlu

dilengkapi sarana penunjang khusus seperti dryer, cleaner, blower, pengayak,

yang spesifikasinya disesuaikan dengan masing-masing komoditas. Selain itu,

perlu dikoordinasikan pembangunan sarana penguji mutu barang di daerah sentra

produksi yang belum memiliki sarana tersebut.

Page 7: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

vi

16. Perlu adanya sinergitas antar lembaga pelaksana SRG seperti pengelola gudang,

lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu, pemerintah daerah dan

pemerintah pusat dalam mengimplementasikan SRG berupa:

Pemerintah pusat memberikan petunjuk teknis operasional dalam

mengimplementasikan sistem resi gudang kepada pemerintah daerah,

pengelola gudang, lembaga penjamin mutu dan lembaga pembiayaan

Pemerintah pusat atau daerah perlu menyediakan biaya operasional

pengelolaan gudang pada awal pelaksanaan minimal selama dua tahun

sampai dengan biaya operasional dapat dibebankan kepada petani.

Pemerintah daerah berperan aktif memberikan insentif berupa biaya angkut

dari sentra produksi ke gudang SRG dalam rangka efisiensi biaya angkut dan

memutus rantai pasok pedagang pengumpul.

Pengelola gudang dan lembaga penjamin mutu perlu ditunjuk secara jelas

sehingga operasional gudang dapat berjalan. Selain itu juga peranan pengelola

gudang tidak hanya secara teknis menjaga mutu produk, pengurusan

administrasi, tetapi juga harus memberikan masukan dan informasi kepada

petani mengenai kapan harus menyimpan dan kapan harus menjual.

Lembaga pembiayaan memfasilitasi petani untuk mendapatkan akses

pembiayaan dengan menggunakan sistem resi gudang. Selain itu waktu

pencairan kredit dapat dipercepat sehingga petani tidak menemukan kesulitan

untuk mengakses pembiayaan.

Lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu dan gudang letaknya harus

berdekatan, sehingga tidak menimbulkan biaya ekstra bagi petani untuk

memanfaatkan SRG.

17. Perlu adanya pihak yang bertindak sebagai off taker bagi komoditas yang

diagunkan untuk memberikan kepastian bagi lembaga pembiayaan dan pengelola

gudang misalnya untuk komoditas gabah dan beras, off taker-nya adalah bulog.

18. Pengembangan sistem resi gudang di daerah dilakukan secara simultan dengan

pengembangan pasar lelang sehingga apabila tidak terdapat pihak yang bertindak

sebagai off taker, masih terdapat kepastian bahwa agunan dapat dijual dengan

harga yang layak.

Page 8: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga

laporan “Analisis Implementasi Sistem Resi Gudang Komoditi Lada” dapat

diselesaikan. Analisis ini dilatarbelakangi belum optimalnya pelaksanaan Sistem Resi

Gudang, yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009 melalui penetapan UU

nomor 9 tahun 2006 .Hingga saat ini SRG belum terlalu dikenal oleh kalangan para

pelaku komersial, termasuk kalangan perbankan maupun kalangan yang

menggunakan resi gudang itu sendiri (Induk Koperasi Unit Desa). Banyak faktor yang

menjadi penentu berkembangnya SRG antara lain: kesiapan infrastruktur, koordinasi

para stakeholder dalam sistem resi gudang dan pemilihan komoditi yang diresi

gudangkan.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan

saat ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi

pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan

kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah satu

subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang merupakan

sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang.

Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim penelitian yang terdiri dari Yudha Hadian Nur

sebagai koordinator dan peneliti terdiri dari Firman Mutakin, Riffa Utama, Sri Hartini

dan Nasrun. Penelitian ini dibantu oleh tenaga ahli Indria Febriati.

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau

dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam

kesempatan ini tim peneliti menyampaikan terima kasih terhadap semua pihak yang

membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini

dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang

sarana dan lembaga perdagangan.

Jakarta, Juli 2014 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 9: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

viii

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1 1.2. Tujuan Analisis.......................................................................................................... 4

1.3. Keluaran Analisis ...................................................................................................... 4 1.4. Dampak Analisis ....................................................................................................... 4 1.5. Ruang Lingkup .......................................................................................................... 4 1.6. Sistematika Penulisan .............................................................................................. 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6

2.1. Definisi dan Manfaat Sistem Resi Gudang .............................................................. 6 2.1.1. Sistem Resi Gudang Menurut Undang-Undang ............................................ 6

2.1.2. Manfaat Sistem Resi Gudang Komoditas Pertanian ..................................... 9

2.2. Deskripsi Umum dan Potensi Komoditi Lada di Indonesia .................................... 12 2.3. Kebijakan dan Sistem Tata Niaga .......................................................................... 14

2.3.1. Lembaga-Lembaga Pemasaran ................................................................... 16

2.3.2. Saluran Pemasaran ...................................................................................... 17

BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................................... 19

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................................... 17 3.2. Kerangka Alur Kerja Analisis .................................................................................. 20 3.3. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 21 3.4. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen ........................................................... 21

3.4.1. Studi Literatur ............................................................................................... 22 3.4.2. Kuesioner ...................................................................................................... 22 3.4.3. Wawancara Mendalam ................................................................................. 23 3.4.4. Observasi Lapangan .................................................................................... 23

3.5. Metode Penentuan Sampel .................................................................................... 24 3.6. Lokasi Penelitian ..................................................................................................... 24 3.7. Metode Pengolahan Dan Analisis Data ................................................................. 24

Page 10: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

ix

3.7.1. Analisis Kualitatif Deskriptif .......................................................................... 24 3.7.2. Analisis Pelaku Pasar ................................................................................... 26

3.7.3. Analisis Harga ............................................................................................... 26 3.7.4. Analisis Kelembagaan Pendukung Sistem Resi Gudang Untuk Komoditi Lada .............................................................................................................. 26 3.7.5. Analisis Kebijakan Perdagangan Yang Mendukung Resi Gudang Daerah

dan Pusat ...................................................................................................... 26 BAB IV. PROFIL KOMODITI LADA DI DAERAH.......................................................... 27

4.1. Bangka Belitung ...................................................................................................... 27

4.2. Lampung ................................................................................................................. 33 BAB V. ANALISIS KOMODITI LADA SEBAGAI SUBYEK SRG ................................. 38

5.1. Analisa Komoditi Lada Sebagai Subyek SRG ....................................................... 38

5.1.1. Analisis SWOT.............................................................................................. 38 5.1.2. Sistem Penyimpanan.................................................................................... 40 5.1.3. Kesiapan Komoditi Lada Dalam Rangka Implementasi SRG Komoditi Lada ............................................................................................... 41

5.2. Analisis Implementasi SRG Komoditi Lada Pada Daerah Penelitian .................... 42 5.2.1. Landasan Berpikir ......................................................................................... 42 5.2.2. Analisis Implementasi SRG dari Aspek Hukum/Legalitas ........................... 44 5.3. Analisis Implementasi SRG Berdasarkan Pihak yang Membutuhkan ................... 45

5.4. Kesiapan Lembaga Terkait Dalam Implementasi SRG ......................................... 47 5.4.1. Pengelola Gudang ........................................................................................ 47 5.4.2. Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) ............................................................ 50 5.4.3. Pusat Registrasi............................................................................................ 51

5.4.4. Lembaga Pembiayaan (Bank dan Non Bank) ............................................. 52 5.4.5. Lembaga Penjamin ....................................................................................... 55 5.4.6. Asuransi ........................................................................................................ 56 5.4.7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ........................................................... 56

5.5. Kesiapan Sarana dan Prasarana Dalam Implementasi SRG ................................ 58 5.5.1. Gudang dan Perlengkapannya .................................................................... 59 5.5.2. Infrastruktur Jalan ......................................................................................... 60 5.6. Faktor Kunci Kesuksesan Implementasi SRG Komoditi Lada ............................... 60

Page 11: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

x

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................. 64

6.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 64

6.2. Rekomendasi .......................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA

Page 12: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

xi

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1. Produksi Lada Indonesia, Tahun 2008 - 2012 ......................................................... 3 4.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada di Bangka Belitung ................................................................................................................... 29

4.2. Luas Areal dan Produksi Lada di Bangka Belitung Tahun 2012 ........................... 31 4.3. Perkembangan Harga Lada di Babel Pada Tingkat Pedagang Besar .................. 33 4.4. Perkembangan Produksi Lada di Propinsi Lampung Tahun 2009 - 2012 ............. 34 4.5. Luas Areal Perkebunan Lada di Propinsi Lampung .............................................. 34

4.6. Perkembangan Harga Lada di Lampung Pada Tingkat Produsen Tahun 2010, 2011 dan 2013. ................................................................................. 36 5.1. Analisis SWOT Komoditi Lada ............................................................................... 39 5.2. Perbandingan SRG dan CMA ................................................................................ 46

5.3. Kesiapan Kelembagaan Dalam Implementasi SRG Lada ..................................... 57

Page 13: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian ............................................................. 15 2.2. Saluran Pemasaran Utama Dalam Agribisnis ........................................................ 18

3.1. Kerangka Alur Kerja Analisis .................................................................................. 21 4.1. Grafik Perkembangan Harga Lada di Babel Tahun 2011 - 2013 .......................... 32 4.2. Grafik Perkembangan Harga Lada di Propinsi Lampung Pada Tingkat Peladang Besar Tahun 2010 - 2013 ...................................................................... 36

4.4. Perkembangan Produksi Lada di Propinsi Lampung Tahun 2009 - 2012 ............. 34 4.5. Luas Areal Perkebunan Lada di Propinsi Lampung .............................................. 34

Page 14: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab I - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan sektor pertanian merupakan salah satu pondasi utama dalam

memperkuat struktur perekonomian Indonesia. Namun demikian, daya saing petani

dan pelaku usaha pertanian sebagai aktor penting pengembangan pertanian bangsa

masih relatif lemah. Petani/pelaku usaha pertanian masih sulit mendapatkan

pembiayaan untuk kesinambungan usaha taninya karena akses terhadap sumber

pendanaan guna kesinambungan kegiatan produksinya, seperti perbankan atau

lembaga keuangan non bank terkadang memberatkan petani, misalnya perlunya petani menyerahkan jaminan kredit bank yang berupa fixed asset (aset tetap). Di lain pihak,

petani juga menghadapi harga produk pertanian yang fluktuatif dan rendah pada saat

panen karena pasar akan mengalami kelebihan pasokan komoditi, sehingga petani

sulit mendapatkan harga yang layak.

Selama ini ketika panen, petani dihadapkan pada situasi tanpa pilihan kecuali

menjual komoditi hasil panennya kepada para pedagang tengkulak, pada saat harga

hasil komoditi cenderung turun. Harga dasar yang ditetapkan Pemerintah atas suatu

komoditi dalam prakteknya terdistorsi di tingkat pasar dan tidak optimal memberikan

manfaat kepada para petani. Nilai yang mereka terima atas hasil penjualan

komoditinya seringkali tidak memadai, baik untuk mendukung kehidupan yang layak

bagi dirinya dan keluarganya, atau lebih jauh lagi menjadi modal produksi/tanam

musim selanjutnya.

Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan di atas adalah penerapan

Sistem Resi Gudang (SRG). Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang

dijelaskan bahwa SRG bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang

merupakan instrumen yang dibentuk dengan salah satu tujuan untuk memberdayakan

petani, dimana komoditi yang dihasilkannya mampu memberikan nilai ekonomis dalam

bentuk penjaminan, yang dapat dipergunakannya untuk memperoleh kredit dan bank

dan lembaga keuangan non bank, dengan tingkat bunga yang rendah. Menurut

Bappebti (2011), penerapan SRG menawarkan beberapa manfaat bagi petani, dunia

usaha, perbankan dan bagi pemerintah antara lain untuk keterkendalian dan kestabilan

harga komoditi, keterjaminan modal produksi, keleluasaan penyaluran kredit bagi

perbankan dan memberi kepastian nilai minimum dari komoditi yang diagunkan.

Page 15: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab I - 2

Secara definisi Resi Gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu instrument

penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan)

dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu Resi Gudang

juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti

penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivative yang jatuh tempo,

sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka.

Sistem Resi Gudang (SRG) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2009

melalui penetapan UU nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang,

memperlihatkan bahwa SRG masih belum berkembang secara optimal. Hingga saat ini

SRG belum terlalu dikenal oleh kalangan para pelaku komersial, termasuk kalangan

perbankan maupun kalangan yang menggunakan resi gudang itu sendiri (Induk

Koperasi Unit Desa). Banyak faktor yang menjadi penentu berkembangnya SRG

antara lain: kesiapan infrastruktur, koordinasi para stakeholder dalam sistem resi

gudang dan pemilihan komoditi yang diresi gudangkan.

Menyangkut penentuan komoditi Sistem Resi Gudang, pemerintah melalui

Permendag No. 08/M-DAG/PER/2/2013 tentang Perubahan Atas Permendag No.

37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam

Penyelengaraan Sistem Resi Gudang telah menetapkan 10 (sepuluh) komoditas yang

dapat diresigudangkan terdiri dari gabah, beras, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut,

jagung, rotan dan garam. Dalam Permendag tersebut dipersyaratkan komoditi yang

dapat diresigudangkan memiliki 3 (tiga) kriteria yaitu memiliki daya simpan paling

sedikit 3 (tiga) bulan, memenuhi standar mutu tertentu dan jumlah minimum komoditi

yang disimpan. Berdasarkan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Sistem Resi Gudang, pada

pasal 9 (1) disebutkan bahwa resi gudang dan derivatifnya dapat diperdagangkan di

bursa. Oleh karenanya kriteria barang SRG diatas perlu ditambah memiliki harga yang

berfluktuasi, tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan

pasokan, tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen, dan tidak dimonopoli

oleh kelompok tertentu, merupakan komoditi potensial dan sangat berperan dalam

perekonomian daerah setempat dan nasional.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 sampai dengan

saat ini pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG) masih terbatas pada komoditi

pangan seperti gabah, jagung dan beras serta hasil perkebunan seperti kopi dan

kakao. Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2007, menetapkan lada sebagai salah satu

subjek sistem resi gudang, tapi sampai saat ini, tidak seluruh daerah yang merupakan

sentra produksi lada telah memanfaatkan sistem resi gudang. Berdasarkan data

Page 16: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab I - 3

Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2012, sebagai komoditi unggulan, lada

memiliki total produksi sebesar 75.000 metric ton pada 2012, dimana jumlah yang

diekspor mencapai 62.600 metric ton, yang terdiri dari ekspor lada hitam sebesar

49.500 metric ton, dan lada putih sebanyak 13.100 metric ton. Bukan hanya belum

memanfaatkan, bahkan Provinsi Bangka Belitung dan Lampung yang merupakan

daerah utama penghasil lada Indonesia sampai saat ini belum didirikan gudang SRG,

padahal produksi lada di kedua daerah tersebut merupakan penyumbang terbesar bagi

total produksi lada Indonesia (tabel 1,1).

Tabel 1.1. Produksi Lada Indonesia, Tahun 2008 – 2012

(ton)

Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 Bangka Belitung 15.601 15.671 18.383 28.242 30.717 Lampung 22.311 22.164 22.236 22.121 22.128 Indonesia 80.422 82.834 83.663 87.089 87.841

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Adapun pelaksanaan SRG di lapangan memiliki beberapa kendala, seperti

yang dinyatakan oleh Direktorat Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana

Pertanian, Kementerian Pertanian (2011), berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan

SRG di beberapa daerah terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan SRG di

daerah antara lain: (a) rata – rata lahan yang dimiliki sempit sehingga sulit dalam

konsolidasi hasilnya; (b) lemahnya kelembagaan oleh petani maupun petugas

pendamping di lapangan; (c) keterbatasan kemampuan pemahaman SRG baik oleh

petani maupun petugas pendamping; (d) beban operasional yang memberatkan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa lada merupakan satu dari

sepuluh komoditi yang dapat diresigudangkan. Namun, hingga saat ini pemanfaatan

SRG masih belum diimplementasikan secara maksimal pada komoditi lada, padahal

komoditi ini merupakan salah satu komoditi unggulan dengan jumlah produksi yang

terus meningkat setiap tahunnya serta memiliki potensi ekspor yang cukup besar. SRG

dapat bermanfaat bagi petani khususnya, serta dunia usaha pada umumnya untuk

memberikan kepastian harga serta akses untuk memperoleh tambahan modal usaha.

Oleh karena itu, analisis mengenai SRG komoditi lada perlu dilakukan untuk

mengetahui hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan SRG di Indonesia

khususnya untuk komoditi lada terutama di daerah sentra produksinya, agar

pemanfaatan SRG dapat dimaksimalkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan petani dan tetap meningkatkan gairah para petani lada untuk terus

Page 17: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab I - 4

menanam lada yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan perekonomian

nasional.

1.2. Tujuan Analisis Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi lada.

2. Menganalisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada.

3. Menyusun rumusan usulan mengimplementasikan SRG komoditi lada.

1.3. Keluaran Analisis Keluaran yang diharapkan dari analisis ini adalah:

1. Terindentifikasinya permasalahan dalam mengimplementasikan SRG komoditi

Lada.

2. Analisis faktor kunci kesuksesan dalam SRG komoditi lada.

3. Rumusan usulan implementasi SRG komoditi Lada.

1.4. Dampak Analisis Hasil analisis diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah

dalam mengimplementasikan SRG komoditi di daerah.

1.5. Ruang Lingkup a. Ruang lingkup analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Komoditi yang dipetakan adalah Komoditi Lada: Lada putih dan lada hitam

2. Studi Dokumentasi, guna menganalisis permasalahan dalam

mengimplementasikan komoditi lada sebagai SRG.

3. Studi Lapangan, melakukan survey ke beberapa daerah untuk melakukan

pemetaan permasalahan dan identifikasi faktor-faktor pendukung dalam rangka

mengimplementasikan SRG bagi komoditi lada.

4. Gambaran Keadaan Pasar Fisik Komoditi

• Aspek Produksi

• Kualitas Komoditi

• Perdagangan Dalam Negeri

• Kebijakan Nasional

5. Kajian Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan resi gudang

Page 18: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab I - 5

6. Analisis Manfaat Ekonomi Komoditi

• Analisis Pelaku-Pelaku Pasar

• Analisis Harga

b. Daerah kajian

Penelitian Lapangan dilakukan pada dua lokasi penghasil lada terbesar di Indonesia

yaitu Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Lampung

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I : Mendeskripsikan latar belakang, tujuan dan keluaran, serta ruang

lingkup penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan.

BAB II : Menjelaskan tinjauan literatur yang akan digunakan sebagai referensi

dalam penelitian.

BAB III : Menjelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

metode pengambilan data dan alat analisis yang digunakan.

BAB IV : Memaparkan profil komoditi lada terutama di dua daerah survey yang

merupakan daerah produsen lada terbesar.

BAB V : Menganalisis pelaksanaan SRG serta permasalahannya dan kesiapan

daerah dalam implementasi SRG komoditi lada

BAB VI : Memberikan kesimpulan dan implikasi kebijakan

Page 19: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Manfaat Sistem Resi Gudang

Sistem Resi Gudang – SRG diciptakan dalam mendukung pemberdayaan pasar

dalam negeri menuju pasar global. Pembangunan institusi pasar lelang baik pasar

lelang di dalam satu wilayah maupun antar daerah sudah saatnya diwujudkan

sehingga memberikan kemudahan akses pasar dan transparan kepada semua pelaku

usaha dimanapun berada. Agar transaksi dan kegiatan perdagangan dapat

ditingkatkan, pasar lelang perlu didukung pendanaan yang lebih kompetitif melalui

pendanaan Sistem Resi Gudang. Sistem ini sesungguhnya sudah berjalan lama di Indonesia melalui Warehouse Receipt Financing dimana PT. Sucofindo sebagai

collateral manager, dan eksportir Indonesia memperoleh kredit dari bank asing dengan

agunan komoditas. Upaya yang dilakukan adalah agar bank dalam negeri dapat

berperan dalam skema Resi Gudang.

Percontohan SRG telah diluncurkan pada bulan Maret 2003 di Makasar untuk

komoditas Kakao, melalui perjanjian tiga pihak yaitu Bank Niaga, eksportir Kakao dan

PT. Bhanda Ghara Reksa (pengelola agunan). Beberapa komoditas yang masuk

dalam percontohan Resi Gudang adalah kakao di Makasar dan kopi dan lada di

Bandar Lampung. Dalam contoh tersebut dijelaskan tentang dana kredit yang sudah

disalurkan secara akumulatif yaitu sebesar US$ 11,7 juta telah dimanfaatkan oleh

eksportir dalam sebagai modal kerja (laporan PT. Sucofindo 2010).

2.1.1 Sistem Resi Gudang Menurut Undang-Undang Penyelenggaraan sistem resi gudang – SRG menurut Peraturan menteri

perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/11/2011; adalah kegiatan yang berkaitan dengan

penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi gudang.

Sedangkan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan barang yang

disimpan dalam gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Pihak yang

melakukan usaha pergudangan (baik gudang milik sendiri atau orang lain)

menyimpan, memelihara dan mengawasi barang yang disimpan oleh pemilik barang

disebut pengelola gudang dan berhak menerbitkan Resi Gudang. Pengelola berhak

menerbitkan resi gudang untuk setiap penyimpanan barang setelah si pemilik barang

menyerahkan barangnya kepada pengelola gudang.

Page 20: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 7

Barang yang dapat diterbitkan resi gudangnya memiliki persyaratan: setiap

barang bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu dan

diperdagangkan secara umum, diutamakan barang yang memiliki nilai strategis,

komoditas unggulan, tujuan ekspor dan/atau tujuan ketahanan pangan. Pada pasal 3

Permendag No.37/M-DAG/PER/11/2011 juga disebutkan persyaratan lain barang

yang dapat disimpan di gudang untuk diterbitkan resi gudang paling sedikit memenuhi

persyaratan : a) memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan; b) memenuhi

standar mutu tertentu (Indonesia SNI); c) Jumlah minimum barang yang disimpan.

Barang yang dapat disimpan di Gudang dalam rangka Sistem Resi Gudang adalah:

a. Gabah;

b. Beras;

c. Jagung

d. Kopi

e. Kakao

f. Lada

g. Karet

h. Rumput laut

i. Rotan; dan

j. Garam

Jumlah komoditas yang ditetapkan pada permen terbaru berjumlah sepuluh

komoditas dengan memasukkan rotan sebagai subyek SRG. Pada saat peraturan

menteri No. 37/M-DAG/PER/11/2011 berlaku, maka Peraturan Menteri Perdagangan

No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang yang dapat disimpan di Gudang (delapan

komoditas) dalam penyelenggaraan SRG dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Penetapan selanjutnya tentang barang dalam rangka SRG dilakukan dengan

pertimbangan rekomendasi dari pemerintah daerah, instansi terkait, atau asosiasi

komoditas dengan tetap memperhatikan persyaratan sebagai mana disebutkan dalam

pasal 3 diatas.

Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dijelaskan secara detail yang

dimaksud dengan Resi Gudang, antara lain adalah:

1. Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan,

pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.

2. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di

Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.

Page 21: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 8

3. Derivatif Resi Gudang adalah turunan Resi Gudang yang dapat berupa kontrak

berjangka Resi Gudang, opsi atas Resi Gudang, indeks atas Resi Gudang, surat

berharga diskonto Resi Gudang, unit Resi Gudang atau derivatif lainnya dari Resi

Gudang sebagai instrumen keuangan. 4. Gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat

dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai

khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara

umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.

5. Barang adalah setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam jangka waktu

tertentu dan diperdagangkan secara umum.

6. Barang Bercampur adalah barang-barang yang secara alami atau kebiasaan dalam

praktik perdagangan dianggap setara serta sama satuan unitnya dan dapat disimpan

secara bercampur.

7. Pemegang Resi Gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima

pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut.

8. Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang

milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan,

dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak

menerbitkan Resi Gudang. 9. Hak Jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan adalah hak

jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang

memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap

kreditor yang lain.

10. Menteri adalah Menteri yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang

perdagangan.

11. Badan Pengawas Sistem Resi Gudang yang selanjutnya disebut Badan Pengawas

adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan

pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang.

12. Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang melakukan

serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu

yang berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personel terpenuhi.

13. Pusat Registrasi Resi Gudang yang selanjutnya disebut Pusat Registrasi adalah

badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk

melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi

pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan,

pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi.

Page 22: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 9

14. Lembaga Jaminan Resi Gudang yang selanjutnya disebut Lembaga Jaminan

adalah badan hukum Indonesia yang menjamin hak dan kepentingan pemegang Resi

Gudang atau Penerima Hak Jaminan terhadap kegagalan, kelalaian, atau

ketidakmampuan Pengelola Gudang dalam melaksanakan kewajibannya dalam

menyimpan dan menyerahkan barang.

15. Penerima Hak Jaminan adalah pihak yang memegang atau berhak atas Hak

Jaminan atas Resi Gudang sesuai dengan Akta Pembebanan Hak Jaminan.

2.1.2 Manfaat Sistem Resi Gudang Komoditas Pertanian Secara umum ada beberapa manfaat yang diberikan dengan mengembangkan

sistem Resi Gudang untuk komoditas pertanian, perkebunan dan rotan (Bappebti

2011), yakni :

A. Memperpanjang Masa Penjualan Hasil Produksi Petani Petani yang menyerahkan hasil panennya ke perusahaan pergudangan yang

berhak mengeluarkan Resi Gudang, akan menerima tanda bukti berupa Resi

Gudang, yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman

jangka pendek di bank. Dengan demikian, para petani tidak perlu tergesa -

gesa menjual hasilnya pada masa panen yang umumnya ditandai dengan

turunnya harga komoditas. Hal ini dilakukan petani, yang berkeyakinan bahwa

harga setelah panen akan naik,sehingga dengan menunda penjualan justru

akan memberikan hasil yang optimal bagi petani.

B. Sebagai Agunan Bank

Pemegang Resi Gudang dapat memperoleh sumber kredit dari bank untuk

digunakan sebagai modal kerja seperti pembelian bibit, pupuk dan keperluan

lainnya. Surat Resi Gudang memberikan jaminan adanya persediaan

komoditas dengan kualitas tertentu kepada pemegangnya tanpa harus

melakukan pengujian secara fisik. Resi Gudang dapat dimanfaatkan petani

untuk pembiayaan proses produksi/budidaya/pemanenan, sedangkan bagi

produsen untuk membiayai persediaanya. Bila terjadi penyimpangan dalam

sistem ini, para pemegang Resi Gudang dijamin akan memperoleh prioritas

dalam penggantian sesuai dengan nilai agunnya. Terkumpulnya persediaan

komoditas dalam jumlah besar akan mempermudah memperoleh kredit dan

menurunkan biaya untuk memobilisasi sektor agrobisnis.

Page 23: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 10

C. Mewujudkan Pasar Fisik dan Pasar Berjangka Yang Lebih Kompetitif Sistem Resi Gudang dapat memberikan Informasi yang diperlukan penjual dan

pembeli dalam melakukan transaksi, yang merupakan dasar untuk melakukan

perdagangan komoditas secara luas. Keberadaan Resi Gudang dapat

meningkatkan volume perdagangan sehingga dapat menurunkan biaya

transaksi. Hal ini dimungkinkan karena dalam bertransaksi tidak perlu lagi

dilakukan inspeksi terhadap barang yang disimpan, baik yang ada di gudang

atau di tempat transaksi dan transaksi umumnya hampir tidak pernah lagi

dilakukan di gudang. Bila transaksi dilakukan untuk penyerahan barang di

kemudian hari (perdagangan berjangka), Resi Gudang dapat dijadikan sebagai

instrumen untuk memenuhi penyerahan komoditas bagi kontrak berjangka di

Bursa Komoditas yang jatuh tempo.

D. Mengurangi Peran Pemerintah Dalam Stabilisasi Harga Komoditas

Bila harga komoditas strategi berada dibawah harga dasar, maka pemerintah

dapat membeli Resi Gudang, sehingga tidak perlu lagi menerima penyerahan

barang secara fisik. Pemerintah dalam rangka pengelolaan cadangan strategis

cukup memegang Resi Gudang saja karena adanya jaminan kualitas dan

kuantitas komoditas di gudang - gudang penyimpanan. Bila swasta melakukan

pembelian, penyimpanan, dan penjualan komoditas melalui mekanisme Resi

Gudang dalam jumlah yang besar dan sekaligus melakukan perlindungan nilai

di pasar berjangka, maka peran pemerintah dalam stabilisasi harga dapat

dihapuskan.

E. Memberikan Kepastian Nilai Minimum Dari Komoditas Yang Dijadikan Agunan

Bank dapat memberikan kredit yang lebih besar kepada peminjam yang melakukan lindung nilai (hedging) untuk komoditas yang dipinjamkannya

(sampai dengan 80-90 % dari nilai agunan).

Sistem Resi Gudang menurut Keputusan Menteri Perdagangan 2011

merupakan instrumen untuk mengatasi resiko dan akses pembiayaan bagi dunia

usaha. Menurut keterangan BAPPEBTI, Sistem Resi Gudang komoditas pertanian

dan ketahanan pangan ada beberapa pihak yang mendapat manfaat dari sistem resi

gudang diantaranya adalah : Petani, Pedagang, Pengusaha industri pengolahanan

produk jadi.

Page 24: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 11

Manfaat Sistem Resi Gudang bagi Petani adalah: 1. Peluang mendapatkan harga jual yang lebih baik, dengan menyimpan

komoditas di gudang saat panen raya dimana harga umumnya rendah, untuk

kemudian menjualnya beberapa bulan kemudian pada saat harga telah kembali

normal.

2. Mendapatkan kepastian mutu dan jumlah pada saat awal penyimpanan karena

test uji dilakukan oleh Lembaga Penguji yang berdiri sendiri.

3. Serta mendapatkan jaminan keamanan mutu dan jumlah selama masa

penyimpanan di gudang.

4. Peluang mendapatkan pinjaman dari bank untuk pembiayaan modal kerja pada

musim tanam berikutnya dengan jaminan resi gudang.

Manfaat Resi Gudang bagi Pedagang adalah: 1. Peluang mendapatkan jaminan kepastian mutu dan jumlah atas komoditas

yang diperdagangkan.

2. Peluang mendapatkan suplai komoditas yang lebih pasti, dikarenakan dapat

mengetahui secara pasti jumlah komoditas yang tersimpan di gudang.

3. Peluang mendapatkan pinjaman berulang (revolving loan) dari bank untuk

modal kerja. Dengan jumlah modal kerja yang sama, dapat diperoleh omzet

perdagangan yang lebih, dengan cara meminjam dari bank atas jaminan resi

gudang secara berulang-ulang.

Manfaat Sistem Resi Gudang bagi Industri Pengolahan Menurut Kementerian Perdagangan

1. Pengamanan pasokan bahan baku industri pengolahan komoditas menjadi

produk turunannya (hilirisasi lada).

2. Mengatur sistem persediaan sesuai dengan kapasitas gudang yang dimiliki dan

kebutuhan industrinya.

3. Mendapat jaminan kepastian mutu yang baik sesuai SNI dan jumlah yang

dibutuhkan pada waktu yang tepat.

4. Mendapat tambahan pinjaman berulang dari anggunan surat resi gudang

kepada Bank penjamin untuk modal kerja.

5. Mempermudah mekanisme verifikasi lada dan mengontrol perdagangan lada

antar pulau.

Page 25: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 12

2.2 Deskripsi Umum dan Potensi Komoditi Lada di Indonesia

Lada merupakan salah satu jenis rempah yang sudah dikenal sejak jaman

dahulu kala. Theoprastus dari Yunani (372 – 387 SM) sudah mengenal dua jenis Lada

yaitu Piper nigrum (Lada Hitam) dan Piper longum. Tahun 600 – 1500 para pedagang

Arab mengangkut biji Lada dari pantai Malabar di India. Hubungan perdagang lada

antara Jawa dan Cina tercatat mulai tahun 1500, dan bangsa-bangsa Eropa antara lain

Inggris, Spanyol, Portugis dan Belanda menjajah bangsa-bangsa di Asia termasuk

Indonesia antara lain disebabkan oleh komoditi rempah dan obat termasuk Lada.

Di Indonesia pada masa penjajahan Belanda tanaman Lada pernah menjadi

komoditas ekspor utama, tercatat antara tahun 1930 – 1938 rata-rata ekspor Indonesia

meliputi 50.000 ton per tahun. Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1980 s.d saat

ini rata-rata ekspor pertahun hanya sekitar 30.000 ton. Penghasil Lada di Indonesia

antara lain Lampung, Bangka dan Kalimantan Barat.

Lada (Piper nigrum Linn) merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang

berasal dari Ghat Barat, India. Kurang lebih 80% hasil lada Indonesia merupakan

komoditas ekspor. Untuk dapat bersaing di pasaran dunia, peningkatan kuantitas dan

kualitas produksi lada menjadi tuntutan utama. Usaha untuk meningkatkan kuantitas

dan kualitas produksi lada nasional antara lain dilakukan dengan strategi pemanfaatan

potensi sumber daya dan pengembangan usaha tani lada. Lada atau merica

merupakan salah satu komoditas perdagangan dunia. Lada dikenal dengan sebutan

The King of Spice (Raja Rempah-Rempah) menjadi mata dagangan antar Negara

(Rukmana, 2003).

Jenis Lada

Kementerian Pertanian telah melepas beberapa varietas lada yaitu, Petaling 1,

Petaling 2, Lampung Daun Kecil (LDL), Chunuk, Natar 1, Natar 2 dan Bengkayang

dengan deskripsi Umum sebagai berikut :

1. Petaling 1

Umur mulai berbunga ± 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau,

warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 9 bulan, rata-

rata buah pertandan ± 60 butir, persentase buah sempurna ± 64,8%, rata-rata hasil

produksi 4,48 ton/ha (± 2,8 kg/pohon) lada putih kering, agak tahan terhadap

penyakit kuning, agak peka terhadap busuk pangkal batang. Dapat ditanam

Page 26: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 13

ditanah-tanah yang kurang subur, pada tanah yang subur di usia tua

pertumbuhannya akan lebih baik. Pemakaian tiang panjat mati dan mulsa lebih

cocok.

2. Petaling 2

Umur mulai berbunga 11 bulan, bentuk buah bulat besar, warna buah muda hijau,

warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak ± 8 bulan, rata-

rata buah pertandan ± 80 butir, persentase buah sempurna ± 66,1%, rata-rata hasil

produksi 4,80 ton/ha (± 3,0 kg/pohon) lada putih kering, agak tahan terhadap

penyakit kuning, agak peka terhadap busuk pangkal batang. Dianjurkan tanam di

tanah yang bebas penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning serta tingkat

kesuburan sedang sampai tinggi. Tiang penegak mati lebih cocok.

3. Lampung Daun Kecil

Umur mulai berbunga 7 bulan, bentuk buah lonjong, warna buah muda hijau tua,

warna buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 196 hari,

rata-rata buah pertandan 73,52 butir, persentase buah sempurna ± 48,46%, rata-

rata hasil produksi 3,86 ton/ha, agak tahan terhadap penyakit kuning, toleran

terhadap busuk pangkal batang. Dapat dianjurkan untuk ditanam di daerah yang

belum mendapat serangan penyakit kuning.

4. Chunuk

Umur mulai berbunga 8 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna

buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 225 hari, rata-rata

buah pertandan 66,56 butir, persentase buah sempurna ± 43,39%, rata-rata hasil

produksi 1,97 ton/ha, peka terhadap penyakit kuning, toleran terhadap busuk

pangkal batang. Dapat dianjurkan tana untuk dibudidayakan sebagai lada perdu.

5. Natar 1

Umur mulai berbunga 10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau, warna

buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah masak 8 bulan, rata-rata buah

pertandan 57,3 butir, persentase buah sempurna ± 66,7%, rata-rata hasil produksi

4,00 ton/ha (± 2,5 kg/pohon) lada hitam kering, agak tahan terhadap penyakit

kuning, medium sampai agak tahan terhadap busuk pangkal batang. Dianjurkan

tanam di daerah yang tingkat penularan penyakit busuk pangkal batang belum

Page 27: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 14

begitu tinggi. Varietas ini responsive terhadap pupuk dan cahaya. Pemangkasan

tiang panjat hidup 1 x 4 bulan, setinggi ± 3 meter diperlukan.

6. Natar 2

Umur mulai berbunga ±10 bulan, bentuk buah bulat hingga lonjong, warna buah

muda hijau muda, warna buah masak merah jingga, mulai berbunga s/d buah

masak ±7 bulan, rata-rata buah pertandan 56 butir, persentase buah sempurna

60%, rata-rata hasil produksi 3,53 ton/ha (± 2,5 kg/pohon) lada hitam kering, agak

tahan terhadap penyakit kuning, rendah sampai peka terhadap busuk pangkal

batang. Dianjurkan tanam di daerah yang tingkat kesuburan sedang sampai tinggi,

belum ketularan penyakit busuk pangkal batang. Untuk lampung tidak boleh tiang

penegak hidup terlalu rimbun daunnya. Tiang penegak harus dipangkas 1 x 4

bulan, setinggi ± 3 meter.

7. Bengkayang

Umur mulai berbunga ±10 bulan, bentuk buah bulat, warna buah muda hijau muda,

warna buah masak kuning kemerahan, mulai berbunga s/d buah masak 189 hari,

rata-rata buah pertandan 85,22 butir, persentase buah sempurna 68,30%, rata-rata

hasil produksi 4,67 ton/ha, toleran terhadap penyakit kuning, toleran terhadap

busuk pangkal batang, dapat dianjurkan untuk ditanam di daerah yang kurang

subur. Memakai tiang panjat mati dan mulsa lebih baik

2.3 Kebijakan dan Sistem Tata Niaga Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ekspor lada sangat mempengaruhi

tataniaga lada ditingkat petani/pemungut, dan juga berdampak pada perkembangan

industri pengolahan lada menjadi berbagai produk siap pakai. Untuk menganalisis

tataniaga lada disentra-sentra produksi serta keterkaitan keseluruh perdagangan lada

Indonesia serta fungsi-fungsi pemasaran yang berperan terhadap pengembangan

komoditas ini digunakan pendekatan fungsi, kelembagaan dan perilaku pemasaran:

Khols dan Uhl (1985) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem

pemasaran yaitu :

A. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran apa

saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran lada. Fungsi-

fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik

Page 28: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 15

(penyimpanan, transportasi, dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (standarisasi dan

grading, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar).

B. Pendekatan Kelembagaan (The Institual Approach) Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui beberapa macam

lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran komoditas lada. Pelaku-

pelaku ini adalah pedagang perantara (menchant middleman) yang terdiri dari

pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang spekulatif, agen,

manufaktur, dan organisasi lainya yang terlibat.

C. Pendekatan Perilaku (The Behavior System Approach) Merupakan pelengkap dan pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui

aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku lembaga

yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi pemasaran. Pendekatan

ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication

system.

Gambar 2.1 Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian

Sumber : Khols dan Downey, 1985

Pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai semua bentuk kegiatan dan usaha

yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan hak fisik dari barang-barang

hasil kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen, termasuk

didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari

barang untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi

kepada konsumen (Limbong dan Sitorus, 1997).

Page 29: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 16

2.3.1 Lembaga-Lembaga Pemasaran

Hanafi dan Saefudin (1983), menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah

badan-badan yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan atau fungsi

pemasaran dimana barang harus bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Tugas

lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi

keingainan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa

kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran. Limbong dan Sitorus (1987)

dalam pemasaran barang dan jasa terlibat beberapa lembaga pemasaran mulai dari

produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antar produsen

yang menghasilkan barang dan jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi

badan perantara sangat diharapkan kehadiranya untuk menggerakan baranga-barang

dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga pemasaran

merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan, dan perseroan

yang akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berusaha untuk memperlancar

arus barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui beberapa

kegiatan/aktivitas. Lembaga-lembaga pemasaran tersebut juga berfungsi sebagai

sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Dalam sistem pemasaran terdapat

lembaga-lembaga pemasaran yang cukup penting yaitu : a. Pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli dan mengumpulkan barang-barang

hasil pertanian dari produsen kemudian memasarkan dalam partai besar kepada pedagang

lain. Dalam hal ini pedagang pengumpul biasanya ada di setiap desa.

b. Pedagang besar yaitu pedagang yang membeli dari pedagang pengumpul dalam

partai besar dan mendistribusikan ke setiap pedagang pengecer ataupun ke pasar.

c. Pengecer yaitu pedagang yang membeli barang dari pedagang besar dan

mendistribusikanya barang secara langsung ke konsumen akhir.

Menurut Sudiono (2001), lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap

komoditas yang diperjual belikan dapat dibedakan atas tiga :

a. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen, makelar (broker,

selling broker, buying broker).

b. Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditas-komoditas pertanian yang

diperjual-belikan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir dan importir.

c. Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditas-komoditas

pertanian yang diperjual-belikan. Seperti perusahaan yang menyediakan fasilitas-

fasilitas trasnportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk

pertanian (surveyor).

Page 30: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 17

2.3.2 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa

dari produsen ke konsumen yang didalamnya terlibat beberapa lembaga pemasaran

yang menjelaskan fungsi-fungsi pemasaran. Beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan dalam memilih aliran pemasaran yaitu a) adanya pertimbangan

pasar, yang meliputi konsumen sebagai tujuan akhir mencangkup pembeli potensial,

konsentrasi pasar secara geografis, volume pemesanan dan kebiasaan membeli ; b)

pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang,

tingkat kerusakan, sifat tekis barang dan apakah barang tersebut untuk memenuhi

pasaran; c) pertimbangan internal perusahaan/pengusaha yang meliputi sumber

permodalan, kemampuan dan pengalaman penjualan; d) pertimbangan terhadap

lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga

perantara dengan kebijakasanaan dari pertimbangan biaya.

Panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada : a) jarak antar

produsen dan konsumen dimana semakin jauh jarak antar produsen dan konsumen

makin panjang saluran pemasaran yang terjadi. b) skala produksi yang meliputi

semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cendrung panjang karena

memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya. c) capat tidaknya produk

rusak dimana produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang

pendek, karena harus segera diterima konsumen. d) posisi keuangan pengusaha,

dalam hal ini pedagang yang posisis keuangannya kuat cendrung dapat melakukan

lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran. Saluran pemasaran dapat

dilihat pada gambar 2.1 di atas dan gambar 2.2 di bawah ini.

Page 31: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab II - 18

Gambar 2.2 Saluran Pemasaran Utama dalam Agribisnis

Sumber : Downey dan Erickson, 1987

Page 32: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007

tentang Barang Yang Dapat Disimpan di Gudang, lada termasuk salah satu komoditi

yang dapat disimpan di gudang dalam rangka SRG karena telah memenuhi

persyaratan : a) memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan; b) memenuhi

standar mutu tertentu (Indonesia SNI); c) Jumlah minimum barang yang disimpan.

Sampai dengan penelitian dilakukan (2014) SRG untuk komoditi lada belum dilakukan,

sementara untuk beberapa komoditi lainnya (Padi, Jagung, Rumput Laut, Kopi) telah di

SRGkan.

Keberhasilan SRG ditentukan oleh banyak faktor. Secara garis besar faktor-

faktor yang mempengaruhi keberhasilan SRG ditentukan oleh faktor kelembagaan,

pasar dan komoditi. Faktor kelembagaan yang terdiri dari kesiapan pengelola gudang,

komitmen pemerintah daerah, serta lembaga penunjang lainnya seperti bank, lembaga

penguji, dan sebagainya sangat brpengaruh terhadap keberhasilan SRG. Peran

pemerintah sangat diperlukan khususnya untuk memulai ataupun megkoordinir pada

awal berjalannya SRG, untuk memsosialisasi SRG, mendanai operasional SRG dan

sebagainya. Tidak adanya dana pada awal operasi, tidak adanya sosialisasi, kurang

aktifnya koordinasi maupun komitmen dari pemerintah daerah akan menghambat

berjalannya SRG. Demikian juga peran dari lembaga lainnya memiliki peran yang

penting sesuai dengan fungsinya. Lemahnya peran dari salah satu lembaga akan

mempengaruhi kinerja SRG.

Kemudian lembaga lain yang tidak dibentuk dalam SRG yaitu hubungan petani

dan pedagang. Seberapa kuat ketergantungan petani dengan pedagang juga sangat

mempengaruhi keberhasilan keterlibatan petani dalam SRG. Hubungan petani dengan

pedagang yang kuat akan menghambat jalannya SRG dan sebaliknya. Dengan adanya

SRG diharapkan posii tawar petani menjadi kuat karena petani akan cederung

berkelompok dalam bentuk kelompok tani ataupun melalui koperasi.

Faktor pasar yang termasuk didalamnya perkembangan harga, struktur pasar

dan sebagainya. Fluktuasi harga yang terpola sepanjang tahun merupakan salah satu

faktor yang dapat menunjang berjalannya SRG, jadi tanpa adanya fluktuasi harga yang

terpola, penyimpanan barang dalam sistem SRG menimbulkan resiko yang besar

karena penyimpanan di gudang SRG memerlukan biaya-biaya tambahan seperti biaya

Page 33: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 20

asuransi, pengujian mutu, bunga bank dan sebagainya. Kemudian yang tidak kalah

penting adalah struktur pasarnya. Pasar yang pembelinya dikuasai oleh segelintir

pemain, ini akan menyulitkan jalannya sistem SRG.

Untuk faktor ketepatan komoditi yang terdiri lama disimpan, penyususutan dan

mutu produk merupakan faktor penting. Kemampuan lama disimpan dan kecilnya

penyusutan merupakan faktor utama produk dapat diresigudangkan. Produk yang tidak

tahan lama dan mudah susut kemungkinan akan merugi kalau produk lama disimpan

produk akan rusak.

Bagi komoditi lada secara komoditi dapat dikatakan sudah memenuhi syarat

karena relatif tahan lama disimpan dengan penyusutan yang relatif kecil. Selain itu

kandungan kadar air yang dipersyaratkan bagi SRG realtif mudah dipenuhi petani.

Kemungkinan yang menjadi penyebab belum berjalannya SRG lada berada pada

fluktuasi harga yang tidak terpola, perilaku petani dalam memasarkan produknya dan

kesiapan kelembagaannya. Kelembagaan terkait dengan SRG dapat disiapkan dan ini

trgantung juga dari komitmen pemerintah daerah.

3.2 Kerangka Alur Kerja Analisis

Salah satu komoditas unggulan di Indonesia adalah Lada mengingat Indonesia

sebagai penghasil lada terbesar di dunia dengan pasokan sekitar 80 persen. Lada

banyak dihasilkan di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan dengan sentra produksi di

Provinsi Bangka Belitung dan Lampung. Saat ini lada merupakan salah satu komoditi

yang dapat diresi gudangkan, tetapi pada kenyataannya, kondisi ini tidak berjalan

sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis mendalam

mengenai permasalahan yang terdapat dalam mengimplementasikan SRG bagi

komoditi lada. Untuk itu kerangka alur studi yang akan dilakukan adalah sebagai

berikut:

Page 34: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 21

Gambar 3.1 Kerangka Alur Kerja Analisis

3.3. Jenis Dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam kajian ini dibagi menjadi data primer dan data

sekunder baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang

didapat dari sumber pertama individu. Jenis data yang dikumpulkan berupa data terkait dengan lada ditinjau dari produksi, pasar, distribusi, pohon industri, rantai nilai,

kelembagaan, dan tata niaga. Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber yang

dipilih, diantaranya dinas terkait dan pelaku usaha terkait. Data sekunder merupakan

data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data

primer maupun pihak lain seperti dalam bentuk tabel ataupun diagram. Data sekunder

yang dikumpulkan berupa Provinsi dalam Angka, dokumen-dokumen terkait dengan

hulu dan hilir dari komoditas lada.

3.4. Metode Pengumpulan Data Dan Instrumen

Data dan informasi baik primer maupun sekunder yang telah disebutkan di atas,

dapat dikumpulkan dengan beberapa metode pengumpulan data dan menggunakan

instrumen sebagai berikut:

Komoditi Lada sebagai subjek resi gudang

• Anggota /pelaku distribusi

• Lembaga terkait dan penunjang

• Informasi Harga

3. Analisis manfaat Ekonomi

• pelaku-pelaku pasar • pergerakan harga

dunia • kelayakan ekonomi

penyimpanan

• Pelaku distribusi • Jenis Produk

olahan • Struktur pasar • Lembaga terlibat • Harga

1. Potensi komoditi lada

2. Analisis Faktor Penghambat dan Pendukung Gambaran

Kondisi pasar fisik komoditas

4. Analisis Kebijakan Pemerintah Terkait dengan Lada dan Resi Gudang

• Jumlah produksi • Kualitas Komoditi • Potensi

Perdagangan

Faktor Kunci Sukses Implementasi SRG Komoditi Lada

Page 35: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 22

3.4.1. Studi Literatur Kajian Literatur atau Studi pustaka (desk study) merupakan suatu metode

pengumpulan data berupa laporan-laporan studi terdahulu, makalah, serta data

sekunder yang dibutuhkan dalam mendesain riset, serta menganalisis hasil studi.

Studi kepustakaan dapat diartikan sebagai suatu langkah untuk memperoleh informasi

dari penelitian terdahulu yang harus dikerjakan, tanpa memperdulikan apakah sebuah

penelitian menggunakan data primer atau data sekunder, apakah penelitian tersebut

menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium atau didalam museum.

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi

penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-

laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Dilaksanakan

untuk me-review berbagai regulasi dan kebijakan, tinjauan litertaur, dan pengumpulan

data sekunder terkait dengan data/informasi, kerangka teori tataniaga, rantai distribusi ,

rantai nilai, kajian komoditi lada dan kajian sistem resi gudang untuk komoditi

pertanian/perkebunan. Beberapa data dasar tentang kajian komoditi lada, kebijakan

pemerintah dan kajian sistem resi gudang, adalah:

a. Profil Komoditi Lada, Tataniaga Lada dan peta lahan penghasil lada

b. Pemahaman sistem resi gudang dan manfaatnya bagi segenap stakeholder

yang terlibat di dalam sistem perdagangan/tataniaga komoditi lada

c. Pergerakan harga karena pengaruh kebijakan

d. Undang-Undang No 10 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

e. Undang-Undang No 9 Tahun 2011 Tentang Resi Gudang

f. Teori tataniaga, sistem resi gudang (warehouses system) dengan biaya-biaya

g. Kajian sistem resi gudang untuk produk pertanian/perkebunan

3.4.2. Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang

berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau

sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan yang diperlukan oleh

peneliti. Cara menjaring data dengan menggunakan kuesioner ini diantaranya ialah

dengan mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden, namun

dapat pula dilakukan dengan cara wawancara langsung dan hasilnya diisikan ke

kuesioner oleh pewawancara. Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan persepsi

dari instansi terkait khususnya pelaku perdagangan lada termasuk diantaranya dari

asosiasi.

Page 36: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 23

3.4.3 Wawancara Mendalam (In-depth interview) Wawancara mendalam merupakan cara menjaring data yang secara langsung

menghadapkan pewawancara dengan informan melalui serangkaian kegiatan tanya

jawab yang berkaitan dengan pelaku disepanjang rantai pasok dan industri di daerah,

termasuk juga wawancara dengan aparatur dari dinas-dinas setempat yang terkait

dengan komoditi lada. Wawancara yang dilakukan selain wawancara mendalam,

biasanya dikombinasikan dengan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

Wawancara pendalamannya tergantung dari pewawancara menggunakan efek

snowbowling atas jawaban dari informan dan kejelian dari penanya serta keterbukaan

dari informan. Wawancara akan dilakukan pada pelaku usaha hulu dan hilir dari

industri lada pada lokasi target dan asosiasi terkait.

Ada 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara :

• Mampu mendeteksi kadar pengertian subyek terhadap pertanyaan yang diajukan.

Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan

penjelasan

• Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu

• Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik lain tidak

memungkinkan

Metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu :

• Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan kurang tepat

• Rentan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai

• Probing yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat

• Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh

pewawancara

3.4.5. Observasi Lapangan Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan jalan mengamati

langsung. Pengumpul data secara langsung mengamati dan mengukur kejadian yang

sedang belangsung, sehingga diperoleh data aktual dan faktual. Pengamatan

dilakukan secara sistematik dan tercatat terhadap obyek yang sedang diobservasi.

Pada kegiatan ini jenis observasi yang dilakukan ialah jenis observasi langsung ke

industri lada dan gudang pengumpul lada.

Page 37: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 24

3.5. Metode Penentuan Sampel Penentuan jumlah sampel atau responden merupakan hal yang penting dalam

suatu penelitian, karena dibutuhkan sampel yang mewakili karakteristik dari populasi

penelitian yang diwakilinya. Menurut Umar (2005), populasi merupakan sekumpulan

satuan analisis yang terdapat didalamnya terkandung informasi yang ingin diketahui.

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk dilibatkan dalam penelitian,

melalui sampel diharapkan peneliti mengetahui informasi mengenai populasi, dimana

metode ini dilakukan dengan mengambil orang-orang yang dipilih langsung oleh

peneliti (justifikasi tenaga ahli). Purposive sampling adalah sampel yang dipilih dengan

cermat hingga relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2003). Sampel dalam

kajian ini diambil dari stakeholder terkait/instansi terkait yang berperan pengembangan

Industri lada serta para pelaku usaha yang mewakili dari skala kecil, menengah dan

besar.

3.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di daerah Lampung dan Bangka, dengan

pertimbangan bahwa kedua daerah ini merupakan sentra penghasil lada di Indonesia.

3.7. Metode Pengolahan Dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, baik primer maupun sekunder untuk selanjutnya

dianalisis. Metode yang digunakan melakukan analisis data, adalah :

1) Analisis Kualitatif Deskriptif untuk mengidentifikasi profil komoditas dan

permasalahan yang terjadi

2) Analisis pelaku pasar

3) Analisis Harga

4) Analisis kelembagaan

5) Analisis kebijakan terkait dengan perdagangan komoditi dan resi gudang

6) Analisis faktor pendorong (kebijakan) dan penarik (manfaat secara ekonomis)

3.7.1. Analisis Kualitatif Deskriptif

Penelitian kualitatif sebagai pendekatan pada kajian ini sangat memanfaatkan

wawancara terbuka untuk memahami pandangan, sikap, perilaku individu atau

sekelompok orang, dan observasi. Wawacara ini dapat secara mendalam satu

pewawancara dengan informan atau melalui diskusi kelompok terfokus. Dalam

penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan sisi proses dimana manusia menjadi

bagian penting. Peneliti akan berusaha memahami arti perstiwa dan kaitannya

terhadap orang yang berada pada situasi tertentu. Analisis kualitatif deskriptif adalah

Page 38: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 25

analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun

secara kelompok. Tujuan dari analisis deskriptif untuk membuat gambaran secara

sistematis data yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki atau diteliti (Riduwan dan Akdon, 2008). Ada empat tahap

analisis data yang diselingi dengan pengumpulan data yakni analisis domein, analisis

taksonomi, analisis komponen dan analisis tema. Analisis domein dilakukan terhadap

data yang diperoleh dari pengamatan, wawancara atau analisis deskriptif yang

terdapat dalam catatan lapangan. Analisis taksonomi dilakukan setelah selesai analisis

domein dengan pengamatan dan wawancara terfokus melalui pengajuan pertanyaan

kontras. Sedang analisis komponen adalah mengidentifikasi seluruh kontras yang telah

ditemukan, mengidentifikasikan dimensi kontras, menggabungkan dimensi kontras

yang berkaitan erat menjadi satu, menyiapkan pertanyaan kontras untuk ciri yang tidak

ada dan mengadakan pengamatan terpilih. Terdapat pula menyebutkan melakukan

proses triangulasi yakni menarik kesimpulan-kesimpulan yang sama dari informan

berbeda, dan mencari keberbedaan sehingga diperoleh kesimpulan yang menyeluruh.

Pada kajian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber data dan teknik

pengumpulan data.

Triangulasi sumber data yaitu penggunaan beragam sumber data dalam suatu

kajian. Sebagai contoh, beberapa informan ditanya pertanyaan yang sama terkait

dengan suatu permasalahan yang diteliti. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk

mendapatkan jawaban atau pandangan yang sama terkait permasalahan yang

ditanyakan, sehingga meningkatkan pemahaman peneliti terkait dengan permasalahan

tersebut. Dalam kajian ini, setiap informan dari dinas terkait dan pelaku usaha ditanya

hal yang sama terkait berbagai kemungkinkan implementasi komoditas lada masuk

menjadi resi gudang dengan berbagai kemungkinan terkait persiapan.

Responden/informan berasal dari dinas terkait (Disperindagkop, Bappeda dan instansi

lainnya) dan pelaku usaha.

Triangulasi teknik pengumpulan data merupakan usaha mengecek keabsahan

data, atau mengecek keabsahan temuan peneIitian. Trianggulasi ini dapat dilakukan

dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

data yang sama. Pelaksanaannya dapat juga dengan cek silang. Pada kajian ini

digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu kuesioner serta pengumpulan

berbagai dokumen terkait, wawancara dan observasi. Berdasarkan data kualitatif

tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga bisa dibuat pendekatan dalam

penerapan sistem resi gudang bagi komoditas lada

Page 39: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab III - 26

3.7.2. Analisis Pelaku Pasar Dalam mengkaji struktur pasar, maka sekaligus akan dipetakan siapa saja

pelaku pasar, pelaku utama, pelaku penunjang, atau pendukung dengan fungsi dan

peran masing-masing yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada terbentuknya

harga komoditas.

3.7.3. Analisis Harga Bagian ini akan mengkaji perkembangan harga komoditas dari waktu ke waktu

dan apa faktor pemicu terjadinya perubahan harga. Apakah harga berubah secara

musiman, atau stabil dari waktu ke waktu dan apakah perubahan harga dimaksud

dapat diprediksi.

3.7.4. Analisis Kelembagaan Pendukung Sistem Resi Gudang Untuk Komoditi

Lada Bagian ini akan mengkaji kesiapan kelembagaan yang dapat mendukung

penerapan Sistem Resi Gudang di lokasi-lokasi survei. Kesiapan kelembagaan

diperlukan agar pelaksanaan Sistem Resi Gudang dapat berjalan dengan baik. Institusi

yang dianalisis termasuk: kelembagaan petani, perbankan dan lembaga keuangan,

lembaga penilai kesesuaian, dukungan pemerintah daerah, serta infrastruktur

pendukung.

3.7.5. Analisis Kebijakan Perdagangan Yang Mendukung Resi Gudang Daerah dan Pusat

Kajian kebijakan perdagangan komoditi yang mendukung pemanfaatan resi

gudang perlu dilakukan untuk melihat peluang dan hambatan yang dapat terjadi

karena adanya kebijakan pemerintah daerah dan pemerintahan pusat yang saling

mendikung atau kebijakan yang secara tidak sengaja menghambat.

Page 40: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 27

BAB IV

PROFIL KOMODITI LADA DI DAERAH

Lada atau dalam bahasa Latinnya Piper Nigrum, adalah sejenis tanaman

merambat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bumbu makanan. Lada

dipasarkan dalam dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Pada dasarnya, kedua

jenis lada tersebut berasal dari tanaman yang sama, namun perbedaannya terdapat

pada prosesnya. Untuk menghasilkan lada putih, buah dipetik pada saat buah matang,

kemudian dicuci dengan menggunakan air yang mengalir. Sementara itu, untuk

menghasilkan lada hitam, pemetikan buah dilakukan pada saat buah masih hijau,

kemudian dikeringkan dengan menggunakan terik matahari sampai warnanya berubah

menjadi hitam dan setelah itu direndam dengan air sampai kulitnya mudah terkelupas.

Propinsi yang penghasil lada hitam adalah Lampung, sedangkan yang menghasilkan

lada hitam adalah Bangka Belitung.

Terkait dengan Sistem Resi Gudang Lada, keberhasilan pelaksanaannya

sangat ditentukan oleh berbagai variabel diantaranya perkembangan harga, kontinuitas

pasokan, mutu komoditi, kesiapan kelembagaan dan sebagainya. Bab ini akan

menjelaskan lebih detail mengenai profil komoditi lada termasuk perkembangan

produksi dan harga lada di dua daerah penelitian yakni Propinsi Bangka Belitung dan

Lampung.

4.1. Bangka Belitung Produksi

Sebagai komoditi tradisional, perkembangan perkebunan lada di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung telah mengalami pasang surut. Meskipun demikian, bagi

masyarakat Bangka Belitung, lada merupakan salah satu produk unggulan yang

keberadaannya telah membawa sejarah panjang bagi kehidupan masyarakat Bangka

Belitung. Bahkan kegiatan bertanam lada telah dilakukan secara turun menurun dan

sudah merupakan budaya bagi masyarakat Bangka Belitung.

Sejarah telah mencatat bahwa komoditi lada di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung pernah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap pertumbuhan

perekonomian daerah, hal tersebut ditandai dengan luasnya perkebunan lada pada

masa tersebut. Pada tahun 1990 luas perkebunan lada tercatat mencapai 90.000

hektar namun sepuluh tahun kemudian masa kejayaan tersebut cenderung menurun

yang ditandai dengan luas areal yang mengalami penurunan. Namun demikian

Page 41: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 28

semenjak tahun 2006 budidaya lada mulai bergairah kembali, ditandai dengan

semakin meningkatnya luas areal perkebunan lada dan sampai dengan tahun 2012

luas areal perkebunan lada telah mencapai 34.379 hektar.

Masa surutnya perkebunan lada di Propinsi tersebut dipengaruhi oleh banyak

faktor baik faktor eksternal maupun faktor internal. Salah satu faktor internal penyebab

menurunnya produksi lada Bangka Belitung adalah adanya kebijakan Pemerintah

setempat melalui Perda No. 6 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pertambangan

Umum, dimana disebutkan bahwa usaha pertambangan dapat dikelola oleh

perorangan. Dampak dari kebijakan tersebut adalah meningkatnya pertumbuhan

usaha pertambangan perorangan yang membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga

petani lada khususnya buruh dan petani kecil banyak beralih menjadi buruh tambang

dikarenakan pendapatan yang diperoleh lebih besar dan upah dapat diperoleh setiap

hari. Sementara itu untuk mendapatkan penghasilan dari lada membutuhkan waktu

relatif lama. Oleh karena itu, banyak perkebunan lada yang tidak lagi dimanfaatkan

sehingga luas areal perkebunannya berkurang.

Menyusutnya areal perkebunan lada selain dikarenakan penggunaan lahan

untuk penambangan timah, juga banyak perkebunan lada yang beralih fungsi menjadi

perkebunan kelapa sawit, baik yang dikelola oleh perusahaan besar maupun oleh

rakyat. Berdasarkan data dari Tribun News.com, Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan

kelapa sawit di Propinsi Bangka Belitung mencapai 252.902 hektar yang tersebar di

berbagai daerah baik di Pulau Bangka maupun di Belitung. Tercatat perkebunan sawit

terbanyak berada di Kabupaten Bangka Selatan yang juga sebagai sentra perkebunan

lada sehingga secara otomatis bergesekan dengan areal perkebunan lada. Sementara

itu perkebunan sawit milik rakyat diwilayah Bangka Belitung juga cukup luas yaitu

mencapai 57.668 hektar.

Namun demikian, dalam beberapa tahun belakangan ini, tepatnya sejak tahun

2006, produksi lada di Propinsi tersebut menunjukkan kecenderungan yang

meningkat, walaupun produktivitasnya menurun. Luas lahan perkebunan lada pada

tahun 2006 tercatat seluas 11.654 hektar dengan produksi 26.369 ton, kemudian pada

tahun 2010 meningkat menjadi 18.472 hektar dengan produksi 36.569 ton dan tahun

2012 meningkat lagi menjadi 34.379 hektar dengan produksi sebesar 45.066 ton.

Peningkatan luas areal perkebunan lada tersebut kemungkinan besar

disebabkan oleh ketertarikan petani untuk meningkatkan usaha tani ladanya

sehubungan dengan adanya perkembangan harga yang meningkat secara signifikan.

Harga lada di bulan Januari tahun 2011 ditingkat konsumen sebesar Rp 70.000/kg,

Page 42: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 29

kemudian pada bulan Desember tahun 2013 meningkat sekitar 70% sehingga menjadi

Rp 120.000/kg.

Tabel 4.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada Di Bangka Belitung

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Produksi (ton) 26.369 35.842 33.739 37.041 36.569 36.165 45.060

Luas (Ha) 11.654 16.424 15.671 15.601 18.472 28.241 34.379

Produktivitas 2,26 2,18 2,15 2,37 1,98 1,28 1,31 Sumber : BPS Prov. Bangka Belitung

Perkebunan lada di Propinsi Bangka Belitung tersebar di berbagai wilayah,

Kabupaten Bangka Selatan tercatat sebagai wilayah penghasil utama dengan luas

areal 21.141 hektar (46,91%), disusul Kabupaten Belitung dengan luas 7.610 hektar

(16,88%) dan Bangka Barat seluas 7.358 hektar (16,32%). Namun demikian, kalau

dilihat dari produktivitasnya, Kabupaten Bangka Tengah tercatat sebagai wilayah yang

memiliki produktivitas tertinggi yaitu 2,56 ton/hektar, disusul Kabupaten Bangka Barat

dengan produktivitas 1,93 ton/hektar dan Kabupaten Belitung 1,44 ton/hektar.

Dengan adanya dukungan program-program yang dilakukan oleh Dinas

Perkebunan dan Peternakan Propinsi Bangka Belitung terhadap pengembangan lada,

diharapkan produksi lada di Propinsi tersebut dapat terus meningkat di waktu yang

akan datang. Program-program pengembangan lada putih di Propinsi Bangka Belitung

antara lain :

a. Ektensifikasi yaitu dengan menambah areal pertanaman baru pada tanah yang

sesuai dengan pertanaman lada.

b. Intensifikasi yaitu meningkatkan produktivitas tanaman yang ada melalui

penyiangan, pemangkasan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit.

c. Diversifikasi vertikal dan horizontal. Diversifikasi vertikal yaitu penganekaragaman

produk yang dihasilkan oleh setiap jenis tanaman dengan menggunakan inovasi

teknologi antara lain pengolahan lada bubuk, minyak lada dan sebagainya.

Diversifikasi horizontal yaitu melakukan penganekaragaman produk yang

dihasilkan dari usaha tani antara lain integrasi dengan ternak dan tanaman sela. d. Peningkatan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) yaitu peningkatan

mutu dan kualitas lada putih dengan melakukan antara lain penyebaran unit

pengolahan, sosialisasi standar mutu dan sebagainya.

Page 43: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 30

e. Penguatan kelembagaan melalui penguatan kelompok tani agar dapat

memperbaiki posisi tawar petani.

Selain upaya-upaya tersebut, di Propinsi Bangka Belitung juga telah dibentuk

suatu lembaga dalam bentuk Badan Pengelolaan Pengembangan dan Pemasaran

Lada (BP3L) pada tahun 2009. Terbentuknya BP3L ini dilatar belakangi dari sejumlah

pelaku usaha Lada di Bangka Belitung yang prihatin atas kurangnya perhatian

pemerintah daerah terhadap perkembangan perkebunan lada tersebut. BP3L

mempunyai tugas untuk membangkitkan kembali masa kejayaan lada di daerah

tersebut. Lembaga tersebut berdiri sendiri dan tidak ada hubungan horizontal dengan

dinas yang bertanggungjawab terhadap pengembangan lada, sehingga pendanaan

operasionalnya selama ini berasal dari dari program Corporate Social Responsibility

(CSR) perusahaan yang terpanggil diantaranya PT. Timah.

Langkah awal yang dilakukan BP3L antara lain dengan membuka perkebunan

lada terpadu di Kabupaten Bangka Selatan. Perkebunan lada terpadu selain memiliki

areal perkebunan lada, di dalamnya juga dibangun kebun bibit lada unggul, lantai

penjemuran yang bersih, tempat pencucian/pengolahan lada dan kandang-kandang

hewan sebagai sumber pupuk organik. Pembibitan lada diperuntukkan bagi siapa saja

termasuk petani lada sehingga diharapkan produktivitas perkebunannya meningkat.

Tempat penjemuran dan pengolahan juga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja

termasuk petani sehingga dapat dijadikan sebagai sarana pelatihan bagi petani

tentang bagaimana cara memproses lada untuk menghasilkan lada dengan mutu yang

baik.

Dalam hal pemasaran, BP3L relatif tidak banyak menemui kendala, mengingat

anggotanya banyak dari kalangan pengusaha lada. Sementar itu, pasar dalam negeri

yang mulai di rintis adalah dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan besar

seperti Indofood. Dalam hal ini BP3L berencana akan memasok kebutuhan lada ke

perusahaan tersebut secara kontinu.

Page 44: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 31

Tabel 4. 2. Luas Areal dan Produksi Lada di Bangka Belitung Tahun 2012

Kabupaten Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

Bangka 3.326 2.813 118

Belitung 7.610 5.255 144

Bangka Barat 7.358 6.167 193

Bangka Tengah 2.347 916 256

Bangka Selatan 21.141 16.789 123

Bangka Timur 3.282 2.441 134

Pangkal Pinang 0 0 0

Total 45.065 34.379 151

Sumber : BPS Bangka Belitung, 2013.

Perkembangan Harga

Perkembangan harga lada di Propinsi Bangka Belitung selalu berfluktuasi.

Fluktuasi harga tersebut menunjukkan pola yang tidak menentu sebagaimana pola

fluktuasi pada harga tanaman pangan/padi. Biasanya, harga padi pada musim panen

cenderung lebih rendah dan sebaliknya pada musim paceklik harga padi meningkat,

dan hal ini terjadi hampir di sepanjang tahun. Sementara itu, fluktuasi harga untuk

komoditi lada tidak terpola sehingga pada saat musim panen belum tentu harganya

menurun.

Musim panen lada biasanya terjadi di bulan Juli sampai dengan September.

Logikanya pada periode tersebut harga lada akan menurun secara signifikan, namun

yang terjadi harga lada justru meningkat pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 relatif

stabil (Lihat gambar 4.1). Sementara itu pada tahun 2013 pada saat musim panen

harga menunjukkan sedikit penurunan.

Dengan pola fluktuasi harga yang relatif tidak terpola sepanjang tahun,

menjadikan komoditi tersebut kurang menarik untuk diresigudangkan bagi petani

apalagi berdasarkan informasi dari BP3L untuk saat ini produk lada relatif langka

sehingga pemasarannya menjadi mudah dengan harga yang relatif tinggi. Budaya

untuk menyimpan komoditi lada sebenarnya sudah dilakukan oleh sebagian petani,

namun penyimpanannya digudang milik sendiri/di rumah sehingga tidak mengeluarkan

biaya, sementara itu untuk menyimpan lada di gudang SRG membutuhkan biaya.

Fluktuasi harga lada relatif sulit diprediksi karena sebagian besar hasil produksi

lada Indonesia (lebih dari 50%) diekspor ke luar negeri, sehingga harga di dalam

negeri sangat dipengaruhi oleh harga lada di pasar internasional. Sebagaimana

Page 45: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 32

diketahui bahwa Indonesia bukan satu-satunya negara penghasil lada di dunia, akan

tetapi banyak negara lainnya yang menghasilkan lada seperti China, Vietnam, Brazil

dan Malaysia.

Disisi lain, petani lada di Bangka Belitung memiliki budaya untuk tidak langsung

menjual hasil panennya. Pada saat panen dan harganya tidak menarik, mereka

cenderung menyimpan produknya dan mereka akan menjual produk yang disimpan

jika harganya sudah meningkat. Petani yang biasa melakukan penyimpanan hasil

panen ladanya biasanya adalah petani yang memiliki diversifikasi usaha atau yang

memilliki usaha dengan skala.

Gambar 4.1. Grafik Perkembangan Harga Lada Di Babel Tahun 2011 - 2013

Sumber : BPS Bangka Belitung, 2014.

Berdasarkan perkembangan harga bulanan selama tiga tahun terakhir, tercatat

bahwa harga lada dari bulan Januari sampai dengan Desember selalu berfluktuasi atau

naik turun. Namun demikian, khusus pada bulan Juli selama tiga tahun tersebut selalu

mengalami penurunan dan meningkat kembali pada 1 atau 2 bulan berikutnya dengan

selisih harga (kenaikan dengan penurunan harga) Rp 49/kg sampai dengan Rp10.241/Kg.

Penurunan harga yang terpola tersebut (terjadi sepanjang tahun pada bulan Juli)

merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan petani untuk memanfaatkan program SRG.

Berdasarkan pengalaman petani padi yang memanfaatkan SRG, biaya penyimpanannya

selama 3 bulan berkisar Rp 145/kg untuk 1.500 ton, Rp 158/kg untuk 1.000 ton dan Rp

195/kg per 500 ton (biaya pengelolaan gudang dikelola pemerintah). Dengan asumsi biaya

penyimpanan gabah sama dengan lada, maka petani lada akan beruntung memanfaatkan

Page 46: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 33

SRG kalau selisih penurunan dan kenaikan harga lada dalam 1-2 bulan di atas biaya

penyimpanan tersebut dan sebaliknya.

Tabel 4.3. Perkembangan Harga Lada Di Babel Pada Tingkat Pedagang Besar Tahun 2011-2013

Bulan 2011 2012 2013

Januari 47.162 ( t ) 83.090 ( + ) 96.207 ( + )

Februari 50.350 ( + ) 83.160 ( - ) 98.600 ( + )

Maret 50.175 ( - ) 83.180 ( + ) 98.600 ( t )

April 51.675 ( + ) 84.050 ( + ) 98.600 ( t )

Mei 56.825 ( + ) 84.000 ( + ) 83.344 ( - )

Juni 58.012 ( + ) 83.910 ( - ) 87.411 ( + )

Juli 57.887 ( - ) 83.770 ( - ) 84.759 ( - )

Agustus 58.450 ( + ) 84.360 ( + ) 84.759 ( t )

September 59.387 ( + ) 84.680 ( + ) 95.000 ( + )

Oktober 71.762 ( + ) 84.860 ( + ) 95.000 ( t )

November 72.700 ( + ) 84.750 ( - ) 85.000 ( - )

Desember 75.537 ( + ) 84.770 ( + ) 85.000 ( t ) Sumber : BPS Bangka Belitung (diolah).

4.2. Lampung

Seperti halnya lada putih di Propinsi Bangka Belitung, produksi lada hitam di

Propinsi Lampung juga mengalami perkembangan yang pasang surut. Surutnya

perkebunan lada biasanya disebabkan oleh jatuhnya harga komoditi tersebut sehingga

petani sudah enggan untuk meremajakan tanamannya, produksi lada yang ada hanya

dihasilkan dari tanaman yang umurnya sudah tua dengan produktivitas rendah.

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil lada hitam terbesar di

Indonesia dengan area potensial tanaman lada terletak di berbagai wilayah.

Dalam lima tahun terakhir, produksi lada di Lampung terlihat masih mengalami

naik turun, namun semenjak tahun 2011 mengalami peningkatan yang diakibatkan

oleh meningkatnya gairah petani untuk menanam lada seiring dengan meningkatnya

harga lada secara signifikan. Produksi lada selama lima tahun terakhir mengalami

penigkatan yang terjadi pada tahun 2009 dan 2013.

Seiring dengan perkembangan harga yang membaik dan didukung oleh

kebijakan Pemerintah Daerah yang dituangkan melalui Program Kejayaan Lada

Page 47: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 34

Lampung, diharapkan pada beberapa tahun kedepan produksi lada Lampung terus

meningkat apalagi lada Lampung dikenal memiliki keunikan aroma dan rasa yang tidak

dimiliki oleh daerah lain. Program yang dikembangkan oleh pemerintah daerah antara

lain mengembangkan cagar budaya lada lampung yang dilakukan di Kabupaten

Lampung Timur. Melalui program tersebut diharapkan lada lampung menjadi terkenal

di berbagai daerah. Program pengembangan lada lainnya yang cukup dikenal adalah

Model Economic Circle. Pengembangan model ini bertujuan untuk memandirikan

petani dari hulu sampai hilir, dari produksi sampai pengolahan hasil dan pemasaran.

Dalam hal ini petani lada juga mendapat bantuan ternak sapi, hasil sampingannya

berupa kotoran sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik. Bantuan ternak sapi

tersebut dikenal sebagai program diversifikasi produk petani lada.

Tabel 4.4. Perkembangan Produksi Lada Propinsi Lampung Tahun 2009-2012

Tahun Produksi (ton) 2008 22.164

2009 23.343

2010 22.725

2011 21.905

2012 23.005

Hampir semua wilayah di Propinsi Lampung menghasilkan lada dengan

produksi yang bervariasi disesuaikan dengan luas lahannya. Propinsi yang memiliki

perkebunan lada terluas berada di Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten

Lampung Barat masing-masing memiliki luas areal sebesar 23.752 hektar dan 9.447

hektar. Sementara luas areal perkebunan lada di wilayah lainnya pada umumnya

masih dibawah 10 ribu hektar dan yang luas arealnya terkecil adalah Kabupaten

Lampung Selatan dan Kabupaten Tulang Bawang.

Tabel 4.5. Luas Areal Perkebunan Lada Di Propinsi Lampung No Kabupaten Luas Areal (Ha) % 1 Lampung Barat 9.447 14,8

2 Lampung Selatan 223 0,35

3 Lampung Tengah 610 0,95

4 Lampung Timur 8.266 12,95

Page 48: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 35

5 Lampung Utara 23.752 37,23

6 Pesawara 687 1,07

7 Tanggamus 6.246 9,79

8 Pring Sewu 2.312 3,62

9 Tulang Bawang 166 0,26

10 Way kanan 12.081 18,94

Total 63.790 100

Perkembangan Harga Lada Sama halnya dengan harga lada di Bangka Belitung, harga lada di Propinsi

Lampung mengalami perkembangan yang pasang surut. Namun demikian dalam

beberapa tahun terakhir tercatat bahwa perkembangan lada di Propinsi Lampung

mengalami perkembangan yang cenderung meningkat.

Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, tercatat bahwa

harga lada di daerah tersebut pada tingkat produsen mengalami peningkatan. Pada

bulan Desember tahun 2010 harga lada sebesar Rp 23.330/kg, kemudian meningkat

pada bulan Desember 2013 sebesar Rp 76.150/kg. Peningkatan tersebut tentunya

berdampak pada gairah para petani lada untuk kembali menanam perkebunan

ladanya.

Pergerakan harga lada di Propinsi Lampung ternyata tidak jauh berbeda

dengan pola pergerakan harga lada di Propinsi Bangka Belitung. Berdasarkan data

selama dua sampai tiga tahun terakhir, terdapat pola pergerakan harga yang tidak

menentu di setiap tahunnya. Pada tahun 2011 terlihat bahwa mulai bulan Januari

sampai dengan Mei harga mengalami naik turun setiap bulannya, kemudian meningkat

pada periode bulan Juni hingga Juli, pada bulan Agustus menurun kembali, pada

periode bulan September sampai dengan Oktober kembali meningkat dan bulan

Nopember sampai dengan Desember harganya menurun kembali.

Harga lada di tahun 2013 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli

cenderung stabil, kemudian bulan selanjutnya terus meningkat. Pola pergerakan harga

yang demikian akan menyulitkan petani/pelaku usaha untuk meresigudangkan ladanya

karena sulitnya memprediksi kapan harga lada akan mengalami penurunan dan

peningkatan.

Page 49: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 36

Gambar 4.2. Grafik Perkembangan Harga Lada Di Propinsi Lampung Pada Tingkat Peladang Besar Tahun 2010-2013

Berdasarkan perkembangan harga bulanan, selama tiga tahun terakhir tercatat

bahwa harga lada dari bulan Januari sampai dengan Desember selalu berfluktuasi atau

naik turun. Pada masa panen raya yang umumnya terjadi pada bulan Mei – Juli ternyata

harga lada mengalami peningkatan kecuali harga lada di bulan Juli tahun 2013. Hal ini

mennjukkan bahwa pola naik turunnya harga tidak terpola dan sulit untuk diprediksi. Pola

naik turunnya harga lada tersebut akan menimbulkan resiko yang besar apabila sistem resi

gudang diterapkan di Propinsi Lampung. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara

ekonomi komoditi lada belum layak diterapkan di Propinsi Lampung walaupun dalam

Pemendag Nomor 26/M-DAG/PER/6/2007 lada merupakan salah satu komoditi yang dapat

diresigudangkan.

Tabel 4.6. Perkembangan Harga Lada Di Lampung Pada Tingkat Produsen Tahun 2010, 2011 dan 2013

Bulan 2010 2011 2013

Januari 21.000 ( t ) 35.313 ( + ) 53.300 ( .. )

Februari 22.250 ( + ) 35.000 ( - ) 54.000 ( + )

Maret 23.000 ( + ) 37.750 ( + ) 53.100 ( - )

April 22.400 ( - ) 36.188 ( - ) 54.000 ( + )

Mei 22.500 ( + ) 39.250 ( + ) 53.150 ( - )

Juni 23.500 ( + ) 40.075 ( + ) 54.000 ( + )

Page 50: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab IV - 37

Juli 23.500 ( t ) 41.362 ( + ) 54.150 ( + )

Agustus 24.000 ( + ) 27.375 ( - ) 57.700 ( + )

September 26.000 ( + ) 39.450 ( + ) 58.200 ( + )

Oktober 23.500 ( - ) 61.900 ( + ) 69.850 ( + )

Nopember 23.500 ( t ) 60.250 ( - ) 72.000 ( + )

Desember 23.330 ( - ) 50.850 ( - ) 76.150 ( + )

Sumber : Dinas Perkebunan (diolah).

Page 51: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 38

BAB V

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG

5.1 ANALISIS KOMODITI LADA SEBAGAI SUBYEK SRG

Setelah pada bab IV telah dikemukakan profil dan tata niaga komoditi lada, pada

sub bab ini akan dibahas kesiapan komoditi lada sebagai subyek SRG. Kesiapan

komoditi lada sebagai subyek SRG dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT

dan sistem penyimpanan.

5.1.1 Analisis SWOT Analisis situasi industri Lada pada provinsi Lampung dan provinsi Bangka

dilakukan dengan mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dengan

tujuan pemetaan secara tajam guna membuat perencanaan di masa depan dalam

penyusunan perencanaan, khususnya terkait dengan Resi Gudang Lada. Seperti yang

telah dijelaskan dalam bab IV, sejak turunnya harga ladasecara drastis dari tahun 1999

hingga tahun 2006 yang merupakan titik terendah harga lada putih di Provinsi Bangka

yaitu Rp. 22.000/kg di tingkat konsumen, dengan asumsi harga di tingkat petani

sebesar 70% dari harga di tingkat konsumen maka harga jual petani hanya sebesar

Rp. 15.400/kg. Hal ini yang menyebabkan beralih fungsinya areal perkebunan lada

menjadi kelapa sawit. Bahkan di Provinsi Bangka, sejak harga lada putih jatuh drastis,

hampir sebagian besar petani lada memutuskan untuk menjadi penambang timah

ilegal. Hal ini yang membuat produksi lada putih di provinsi Bangka semakin lama

semakin menurun, meskipun tetap menjadi provinsi penghasil lada putih terbesar di

Indonesia.

Hal yang sama juga terjadi pada lada hitam di Provinsi Lampung. Pada tahun

2006, lada hitam Lampung mencapai angka tertinggi Rp. 40.000/kg, namun pada

tahun 2007 – 2008 turun kembali menjadi 25.000 – 35.000/kg dan harga ini turun

kembali menjadi Rp. 20.000/kg pada tahun 2009. Kondisi ini yang menyebabkan

banyaknya petani lada di Provinsi Lampung juga mengalihfungsikan sebagian atau

seluruh lahannya dengan tanaman lain seperti kopi dan kelapa sawit.

Atas kondisi tersebut di atas terjadi penurunan bahkan penutupan areal

perkebunan. Areal perkebunan lada 100% dimiliki oleh perkebunan rakyat, tidak ada

perkebunan besar baik swasta maupun negara yang mengelola perkebunan ini. Untuk

menganalisis komoditi lada secara menyeluruh dilakukan dengan pendekatan SWOT

seperti yang terdapat pada tabel di bawah.

Page 52: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 39

Tabel 5.1. Analisis SWOT Komoditi Lada

SWOT Faktor Keterangan Kekuatan Pasokan 1. Indonesia masih termasuk 5 besar negara penghasil lada

terbesar di dunia. Peringkat dua setelah Vietnam. 2. Kontribusi lada Indonesia terhadap kebutuhan lada dunia

berkisar 23 – 36% per tahunnya 3. Provinsi Bangka Belitung sebagai provinsi penghasil lada putih

terbesar di Indonesia dengan hasil produksi 31.195 ton per tahun pada tahun 2013.

4. Provinsi Lampung sebagai penghasil lada hitam terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi sebsar 22.244 ton per tahun pada tahun 2013.

5. Telah memiliki jejaring petani pemungut hingga pengumpul untuk masing-masing perusahaan pengolahan bahan baku atau eksportir

6. Lada Indonesia memiliki keunggulan dalam hal rasa yang tidak dimiliki oleh negara lain

Sumber Daya dan SDM

1. Memiliki tenaga kerja petani dan pemungut Lada, dengan produktivitas 776 kg/Ha.

2. Khusus untuk di wilayah Provinsi Sulatera selatan dan Bangka Belitung, produktivitas di atas 1.000 kg/Ha

3. Terdapat Badan Pengelolaan Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) di Bangka sehingga dihasilkan hasil yang baik dari Lada.

4. Terdapat industri lada yang mengembangkan menjadi tepung lada, minyak lada dan lada segar dalam kalengan yang menjadi industri hilir dari lada.

Lembaga Terdapat kelembagaan yang saling terkait dari hulu hingga hilir terdiri dari : 1. Industri pengolah/pembuatan bahan baku menjadi tepung lada,

minyak lada maupun lada segar kalengan. 2. Badan Pengelolaan Pengembangan dan Pemasaran Lada

(BP3L) di Provinsi Bangka Belitung yang berusaha mengembalikan kejayan lada putih di Bangka Belitung

3. Industri penunjang seperti teknologi dan perbankan selaku penyedia dana kredit.

4. Asosiasi terkait seperti: AELI, Kompali (Koperasi Masyarakat Lada Putih Indonesia), APLI (Asosiasi Petani Lada Indonesia)

Fasilitas Terdapat beberapa fasilitas yang dapat mendukung perkembangan lkomoditi lada di Indonesia, seperti: 1. Fasilitas penyimpanan berupa gudang maupun silo. Pada

Provinsi Lampung, beberapa gudang sudah dibangun oleh pemerintah daerah. Di Provinsi Bangka Belitung, gudang yang ada adalah milik pribadi atau swasta.

2. Fasilitas BP3L di Provinsi Bangka yang mengkhususkan untuk lada putih dan SMK Negeri 1 Pangkalan Lada yang akan menghasilkan tenga-tenaga di bidang pengolahan tanaman perkebunan.

Kelemahan Pasokan 1. Ketersediaan pasokan dipengaruhi oleh harga lada, dimana untuk mengurangi risiko turunnya harga lada, banyak petani yang melakukan tumpang sari dengan karet, coklat, kopi maupun singkong.

2. Baik lada putih maupun lada hitam rentan terhadap penyakit dan hama.

3. Persaingan petani pemungut Lada dengan peluang dari sektor

Page 53: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 40

SWOT Faktor Keterangan lainnya khususnya tambang dan perkebunan.

4. Modal kerja, mengingat semua kebutuhan pemungutan Lada oleh pemungut harus dipenuhi dan hasil pemungutan dibayar kontan.

5. Tanaman lada baru dapat dipanen setelah 2-3 tahun dan hanya terjadi panen raya satu kali dalam setahun yaitu antara bulan Juli – September.

6. Karena 100% merupakan perkebunan rakyat, maka seringkali tidak terjadi peremajaan tanaman lada.

Sumber Daya Manusia/ SDM

1. Pengolahan lada dari mulai dari perontokon hingga Pembersihan memerlukan sumber daya yang baik seperti air yang mengalir untuk pembersihan yang merupakan masalah di Provinsi Bangka.

2. Tanaman lada memerlukan pupuk organik untuk meningkatkan produktivitasnya, sedangkan saat ini pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia atau non organik pada pohon yang sudah tua.

3. Upah rendah petani pemungut Lada dari waktu ke waktu belum mampu memberikan kesejahteraan.

4. Industri hulu lebih mengandalkan fisik orang sehingga diperlukan tenaga prima.

5. Kesadaran dari pelaku usaha di penyiapan bahan baku untuk secara konsisten memelihara mutu.

Fasilitas Fasilitas yang ada belum sepenuhnya dipergunakan oleh petani lada.

Ancaman Pesaing Produsen dan eksportir lada hitam terbesar saat ini adalah Vietnam dengan biaya produksi yang lebih rendah daripada Indonesia

Penyakit dan Hama

Penyakit dan hama menjadi musuh utama bagi tanaman lada yang dapat menyebabkan gagal panen

Alih fungsi Areal perkebunan dialihfungsikan menjadi areal pertambangan pada beberapa provinsi di Indonesia, misalnya di Provinsi Bangka dan Pulau Kalimantan.

Peluang Pasar 1. USA, Belanda, Inggris, Rusia, Perancis, Jepang, dan Singapura.

2. Selain pasar internasional juga terdapat pasar domestik 3. Banyaknya resep makanan yang berbahan dasar lada 4. Selain dibutuhkan untuk makanan juga dibutuhkan sebagai

campuran kosmetik dan obat-obatan tradisional 5. Terdapatnya intervensi pemerintah daerahuntuk

menghidupkan kejayaan lada kembali baik di Provinsi Lampung maupun Provinsi Bangka Belitung.

5.1.2 SISTEM PENYIMPANAN

Baik lada putih maupun lada hitam, memerlukan perlakuan yang baik untuk

menjaga mutu dan kualitas lada. Untuk itu, penyimpanan lada harus dilakukan dengan

baik dan benar sebagai berikut (Deptan, 2009):

Page 54: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 41

1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering dengan ventilasi udarayang cukup,

diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yangbebas dari hama seperti

tikus dan serangga.

2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupukyang

mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan ladaharus mempunyai

ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yangtinggi.

3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanyagejala

kerusakan karena hama atau kontaminasi.

Syarat-Syarat Penyimpanan Lada sangat membutuhkan ketepatan proses pengeringan. Lada harus memenuhi kadar air di

bawah 12% atau bila digigit dapat pecah menjadi 6. Lada yang sudah kering dapat dikemas di

dalam kantong yang dilapisipolythene untuk mencegah penyerapan air. Atau lada kering yang

sudah bersih dapat dikemas dalam kantong yang bersih dan kering atau kemasan lain yang

cocok untuk penyimpanan dan pengangkutan seperti karung goni atau sejenisnya. Kantong

untuk lada harus diperhatikan kebersihannya agar lada tidak terkontaminasi, khususnya yang

disebabkan karena kantong yang digunakan adalah kantong yang sebelumnya telah

dipergunakan untuk pupuk, bahankimia pertanian atau bahan-bahan lainnya.Kantong harus

benar-benar bersih dan bila perlu dilakukan pemeriksaan secaraseksama untuk memastikan

bahwa kantong tersebut bebas dari debu atau benda-benda asing.

Penyimpanan lada yang kurang baik mengakibatkan mutu dan kualitas lada menurun.

Dengan demikian, manajemen gudang dan pengetahuan mengenai komoditi lada perlu

dikuasai oleh Perusahaan Pengelola Gudang.

5.1.3 Kesiapan Komoditi Lada Dalam Rangka Implementasi SRG Komoditi Lada Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, penurunan produksi lada selama

10 tahun terakhir (2004 – 2014) yang disebabkan karena terjadinya penurunan harga secara

drastis pada tahun 1999 – 2006 meskipun pada tahun 2007 – 2008 sempat mengalami

peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali membuat banyak petani

lada baik lada putih maupun lada hitam mengalihkan areal perkebunannya menjadi areal

perkebunan kelapa sawit di Provinsi Bangka Belitung dan areal perkebunan kopi, coklat,

singkong di Provinsi Lampung. Bahkan di Provinsi Bangka, sebagian besar petani lada

meninggalkan mata pencaharian sebagai petani dan memutuskan untuk melakukan

penambangan timah.

Penurunan areal perkebunan juga diperburuk dengan adanya penurunan produktivitas

yang disebabkan tanaman lada yang sudah tua dan juga penggunaan pupuk non organik. Hal

ini membuat kontribusi ekspor lada Indonesia terhadap pasar dunia mengalami penurunan,

kalah dengan negara tetangga Vietnam. Penurunan ini juga disebabkan mutu lada yang

Page 55: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 42

dihasilkan di tingkat petani cenderung rendah bahkan tidak memenuhi mutu yang disyaratkan

negara importir. Tinggi kadar kotoran dan terkontaminasi mikroorganisme yang disebabkan

proses perendaman dan pengeringan masih dilakukan secara tradisional membuat lada

Indonesia kalah secara mutu dibandingkan dengan Vietnam dan Brazil, meskipun demikian

lada Indonesia masih memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh negara lain dalam hal rasa dan

aroma.

Meskipun demikian, sejak tahun 2009, komitmen pemerintah daerah baik pemerintah

daerah Provinsi Lampung maupun Bangka Belitung untuk mengembalikan kejayaan lada di

daerahnya baik lada hitam di Provinsi Lampung maupun lada putih munthok di Provinsi Bangka

Belitung. Selain itu harga lada yang meningkat terus sejak tahun 2010 hingga saat ini membuat

petani lada kembali berminat untuk menanam lada yang diharapkan dapat meningkatkan hasil

produksi. Areal perkebunan yang sebelumnya digunakan untuk tanaman perkebunan lainnya,

sedikit demi sedikit mulai tergantikan oleh lada terutama di Kabupaten Lampung Timur sebagai

daerah penghasil lada di Provinsi Lampung. Sedangkan untuk Provinsi Bangka Belitung,

karena sebagian besar areal sudah digunakan untuk penambangan timah, maka penambahan

luas areal perkebunan sangat sulit dilakukan. Tetapi dengan adanya penelitian dan BP3L di

Provinsi Bangka Belitung membuat proses produksi dan pasca panen semakin baik sehingga

produktivitas semakin tahun semakin meningkat dengan mutu yang memenuhi standar.

Meskipun kalah dengan Vietnam, Indonesia masih menjadi negara eksportir kedua

terbesar dengan peningkatan ekspor pada tahun 2012 sebesar 75% secara kuantitas dan

101% secara nilai ekspor. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan produksi yang tajam pada

tahun 2012 sebesar 83% untuk lada hitam dan 18% untuk lada putih.

Berdasarkan analisis kesiapan dari sisi komoditi maka komoditi lada dinyatakan siap

untuk diimplementasikan untuk resi gudang di Indonesia. Selain fluktuasi harga yang tinggi

untuk periode 8 – 10 tahunan, komoditi lada Indonesia yang sebagian besar diekspor

membutuhkan resi gudang untuk memberikan modal kerja kembali kepada petani karena lada

baru dapat dipanen setelah 2-3 tahun dan hanya mengalami panen raya selama satu kali yaitu

pada bulan Juli – September setiap tahunnya.

5.2 ANALISIS IMPLEMENTASI SRG KOMODITI LADA PADA DAERAH PENELITIAN

5.2.1 Landasan Berpikir

Menjadikan Lada sebagai Subjek Resi Gudang didasarkan pemikiran strategik

agar nilai komoditi masih berarti dan terhindarnya “petani” dari kerugian akan jatuhnya

harga serta dapat menjadikan obyek sebagai agunan untuk memperoleh modal kerja.

Surat atau Resi Gudang menjadi berharga atau “menjadi surat berharga” untuk

melakukan transaksi dengan lembaga keuangan. Harga lada yang berfluktuasi 10

tahunan membawa ancaman tersendiri bagi petani lada. Fluktuasi harga yang tinggi

Page 56: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 43

selama 20 tahun terakhir terutama periode 1999 – 2006 membuat minat petani untuk

bertanam lada menurun bahkan hilang sama sekali. Namun kenaikan harga lada yang

stabil dari tahun 2007 hingga saat ini, membuat minat petani untuk bertanam bangkit

kembali. Di sisi lain adanya komitmen pemerintah daerah baik Provinsi Lampung

maupun Provinsi Bangka Belitung untuk mengembalikan kejayaan lada baik lada hitam

atau lada putih Indonesia seperti dahulu, menjadikan komoditi lada merupakan salah

satu komoditi yang menjanjikan.

BerdasarkanPeraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007,Lada

telah dinyatakan sebagai Subyek dalam Resi Gudang. Dengan demikian, lada yang

disimpan dalam gudang SRG dapat dijadikan sebagai agunan dengan menggunakan

resi gudang.Resi gudang komoditi lada memungkinkan terwujudnya pasar komoditi

berjangka lada dan sekaligus memberikan manfaat bagi petani.

Namun sejak ditetapkan sebagai subyek resi gudang pada tahun 2007 hingga

saat ini belum dimanfaatkan oleh para petani. Hal ini disebabkan selain belum

tersosialisasikan dengan baik mengenai sistem resi gudang kepada para petani lada di

Provinsi Lampung, juga disebabkan sistem yang berkembang saat ini adalah

pembiayaan dengan menggunakan Collateral Management Agreement (CMA) yang

hampir serupa dengan sistem resi gudang. Berikut ini adalah ada analisis berpikir dari

sudut pandang pelaku usaha.

Komoditi Lada sebagai komoditi usaha masih dipandang tepat untuk pasar fisik

konvensional dimana terjadi transaksi langsung pembeli dan penjual. Ketika dijadikan

produk berjangka dengan memenuhi syarat minimum 3 bulan masa simpan di gudang,

kondisi tersebut dinilai : 1) Opportunity lost

2) Short term based (produk tidak sempat disimpan), jumlah produksi yang ada saat ini

langsung terserap pasar.

3) Ketidaksesuaian permintaan danpenawaran dimana permintaan bahan baku lebih tinggi

daripada penawaran bahan baku

4) Belum adanya role model dari petani lainnya yang merasakan manfaat penggunaan sistem

resi gudang untuk komoditi lada.

5) Meskipun komoditi lada sudah memiliki SNI Lada, namun dalam prakteknya penilaian mutu

komoditi sesuai dengan permintaan buyer.

Dengan kata lain landasan berpikir konseptual Resi Gudang untuk Lada belum

sesuai – simetris dengan landasan berpikir pelaku. Pelaku usaha sudah memiliki rantai

pasok yang solid yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun. Selain itu juga,

permintaan pasar yang tinggi terhadap komoditi ini membuat komoditi tidak sempat

Page 57: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 44

disimpan. Selain itu juga fluktuasi harga lada yang tinggi selama 10 tahun terakhir ini

membuat para petani lada cukup waspada terhadap perubahan pasar yang ada

sehingga yang dibutuhkan petani adalah kepastian untuk menjual komoditinya dengan

harga yang layak.

5.2.2 Analisis Implementasi SRG dari Aspek Hukum/Legalitas Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang sesuai dengan Peraturan Menteri

PerdaganganNo. 37/M-DAG/PER/11/2011 yakni kegiatan yang berkaitan dengan

penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi Resi Gudang.

Berdasarkan peraturan menteri dimaksud, manfaat Sistem Resi Gudang Komoditi

Pertanian adalah a) memperpanjang produk hasil pertanian dari Petani, b) sebagai

agunan bank, c) mewujudkan Pasar Fisik dan Pasar Berjangka yang lebih kompetitif

dan d) mengurangi peran pemerintah dalam stabilisasi harga komoditi.

Berdasarkan aspek legalitas dan digabungkan dengan landasan berpikir

dipandang bahwa: 1. Aspek legalitas telah kuat terdiri dari Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tentang Sistem

Resi Gudang sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. Tahun 2011,

Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan, Peraturan Menteri

PerdaganganNo. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang barang yang dapat disimpan di gudang

dalam penyelenggaraan sistem Resi Gudang.

2. Berdasarkan butir 1 dimaksud, sejumlah pelaku usaha memandang apa yang dilakukan

pemerintah sebagai pemikiran strategik dalam:

a. Melindungi komoditi Lada dan diperolehnya nilai tambah bagi Negara.

b. Kesatuan antara industri dan perdagangan dalam menguatkan Industri Nasional.

c. Penatakelolaan perdagangan yang memberikan manfaat bagi petani yang selama ini

termarginalisasikan.

d. Terdapatnya landasan hukum bagi perdagangan komoditi berjangka.

e. Terpelilharanya kepemilikan kompetensi dan komoditi dalam hal perkebunan lada yang

dalam hal tertentu hanya terdapat di Indonesia.

3. Aspek legalitas tersebut telah mencakup peran dan fungsi masing-masing lembaga yakni

pelaku, pengelola gudang, penjamin, pengawas dan mekanismenya.

4. Kelemahan dari aspek legalitas adalah banyaknya lembaga yang terkait dalam

implementasi sistem resi gudang yaitu pelaku usaha baik petani, gapoktan, dll; pengelola

gudang, lembaga penilai kesesuaian, asuransi, pengawas dan lembaga perbankan.

Kelembagaan yang banyak ini di satu sisi merupakan kelemahan tetapi di sisi lain

merupakan kekuatan dari sistem resi gudang karena memberikan kepastian hukum.

5. Meskipun memberikan kepastian hukum, pada tataran implementasi, ketersediaan

perangkat hukum masih dianggap belum tersosialisasikan secara luas kepada para

pemangku kepentingan sehingga masih terdapatnya distorsi informasi sehingga belum

Page 58: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 45

memahami operasionalisasi dari sistem resi gudang untuk komoditi lain selain gabah dan

beras.

5.3 Analisis Implementasi SRG berdasarkan pihak yang membutuhkan Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan, manfaat SRG sesungguhnya ditujukan

pada pihak yang termarginalkan agar diperoleh manfaat ketika produk ditahan untuk dijual

kemudian, dengan peluang mendapatkan dana. Ditinjau dari kepemilikan, lada pada dasarnya

miliki petani. Jadi petani dipandang sebagai pihak yang tepat untuk melakukan Resi Gudang,

dengan catatan ia adalah pemilik Lada tersebut. Pengumpul perorangan atau kelompok usaha

bisa sebagai pihak yang diberi izin, dan karenanya menjadi pemilik Lada.

Namun, menurut Undang-undang No. 9 Tahun 2011, tidak hanya dapat digunakan

oleh skala kecil saja (petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi) saja tetapi

juga dapat digunakan oleh pelaku usaha skala menengah dan besar (pedagang, prosesor,

eksportir dan perusahaan perkebunan). Meskipun diprioritaskan bagi pada petani dengan

tujuan agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan oleh para

petani, serta menetapkan strategi jadwal tanam dan pemasarannya.

Hal ini terbukti dari hasil lapangan yang menyatakan bahwa kredit resi gudang yang

selama ini berjalan adalah berdasarkan Collateral Management Agreement (CMA) yang banyak

dilakukan oleh para eksportir dan pelaku usaha skala besar. Perbedaan kredit resi gudang

berdasarkan UU Resi Gudang No. 9 Tahun 2006 (SRG) dengan CMA dapat dilihat pada tabel

5.2 berikut.

Kredit resi gudang yang diberikan kepada petani atau pelaku usaha skala kecil

mendapatkan fasilitas subsidi bunga. Sedangkan kredit resi gudang yang berikan kepada

pelaku usaha skala menengah dan besar tidak mendapatkan subsidi bunga. Manfaat yang

diperoleh adalah para pelaku usaha dapat menjadikan komoditi yang disimpan dalam gudang

SRG menjadi agunan demi kebutuhan modal kerja.

Dengan demikian, berdasarkan dari pihak yang memerlukan kredit resi gudang, maka

baik pelaku usaha skala kecil (petani, kelompok tani, gapoktan) maupun skala menengah

(pengumpul desa, pengumpul kabupaten) bahkan skala besar (eksportir dan pengusaha besar)

menyambut baik adanya sistem resi gudang ini. Namun dalam implementasinya, tentunya

pelaku usaha berhitung permasalahan biaya dengan membandingkan sistem resi gudang

dengan CMA yang selama ini telah berjalan ataupun sistem “nota titip” yang selama ini berjalan.

Page 59: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 46

Tabel 5.2. Perbandingan SRG dengan CMA Aspek Sistem Resi Gudang CMA

Definisi Pemberian kredit kepada para pemegang resi gudang yang merupakan pemilik barang atau pihak yang menerima peralihan dari pemilik barang

Suatu skim kredit dimana bank memberikan fasilitas kredit modal kerja kepada debitur berdasarkan agunan yanng berada pada suatu gudang yang terkontrol secara independen oleh pengelola gudang.

Kelembagaan Pemilik barang, Pengelola gudang, Lembaga penilai kesesuaian, Asuransi, Pengawas dan Lembaga Pembiayaan

Bersifat tripartit yaitu bank, debitur dan pengelola gudang.

Proses Pembiayaan 1. Pemilik barang menyimpan barang di gudang SRG yang terdapat pengelola gudang

2. Barang yang disimpan dianalisis sertifikasi mutu

3. Barang yang disimpan diasuransikan (asuransi kerugian dan fidelity)

4. Pengelola gudang mendaftarkan barang yang disimpan ke pusat registrasi resi gudang

5. Pengelola gudang menerbitkan resi gudang (atas barang yang disimpan)

6. Pemilik brang mengajikan kredit di bank dengan Jaminan Resi Gudang

7. Bank melakukan cross check keabsahan dan konfirmasi resi gudang ke pusat registrasi

8. Apabila sertifikat resi gudang telah sesuai dan terdaftar kredit dapat diproses lebih lanjut dan dicairkan maksimal plafond kredit adalah 70% dari Nilai Resi Gudang

9. Pengikatan Resi Gudang dan Pencairan Kredit

10. Penurunan/pelunasan plafond kredit dapat dilakukan apabila terjadi pembayaran ke pihak bank (kreditur)

11. Calon pembeli barang milik debitur (pemegang resi gudang) melakukan

1. Pemilik barang menyimpan barang di Pengelola Gudang

2. Pengelola Gudang menerbitkan resi gudang

3. Pemilik barang mengajikan kredit ke bank dengan agunan resi gudang

4. Bank melakukan cross check resi gudang yang dijaminkan ke pengelola gudang

5. Pencairan kredit maksimal 70% dari nilai resi gudang

6. Apabila pemilik barang melakukan pembayaran/ penurunan plafond kredit maka bank menerbitkan Release Instruction (RI) kepada pengelola gudang.

Page 60: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 47

Aspek Sistem Resi Gudang CMA pembayaran ke bank/kreditur

12. Selanjutnya pihak pembeli menerima Release Instruction (RI) dari bank untuk mengambil barang di pengelola gudang

13. Melakukan penghapusan pengikatan resi gudang.

5.4 Kesiapan Lembaga Terkait Dalam Implementasi SRG Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011 dibutuhkan

sejumlah perangkat organisasi yakni pemilik barang, pengelola gudang, lembaga penilaian

kesesuaian mutu, lembaga keuangan, lembaga penjamin ,asuransi dan pemerintah daerah

agar sistem resi gudang khususnya komoditi lada dapat terimplementasi. Berikut adalah

kesiapan lembaga yang terkait dalam Implementasi SRG.

5.4.1 Pengelola Gudang Pengelola gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik

gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan,

pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta

berhak menerbitkan resi gudang. Pengelola gudang ditunjuk dan diawasi oleh Badan

Pengawas. Dalam hal penunjukkan, pengelola gudang harus memenuhi persyaratan

yang telah ditetapkan dalam UU No. 9 Tahun 2006 pasal 23 tentang Sistem Resi

Gudang. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1. Pengelola gudang harus berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan Badan

Pengawas dalam hal ini adalah Bappebti

2. Pengelola gudang dilarang menerbitkan lebih dari satu Resi Gudang untuk barang yang

sama yang disimpan di Gudang.

Ketentuan pertama adalah pengelola gudang harus berbadan hukum, dalam hal ini

yang dapat menjadi pengelola gudang yang memiliki badan hukum berbentuk

Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi. Persyaratan untuk PT dan koperasi diatur

dalam Peraturan KepalaBappebti No. 01/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang

Penunjukkan Pengelola Gudang, antara lain: 1. Perseroan Terbatas (PT)

Pengelola gudang yanng berbentuk PT wajib:

a. Memenuhi persyaratan modal dasar paling sedikit Rp 1.500.000.000

(satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan modal disetor paling sedikit

Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).

Page 61: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 48

b. Mempertahankan kekayaan bersih paling sedikit Rp 500.000 (lima ratus

juta rupiah) atau 15% dari nilai komoditi yang dikelola

c. Memiliki pengurus dengan integritas moral dan reputasi bisnis yang

baik.

d. Menguasai paling sedikit 1 (satu) gudang yang telah mendapat

Persetujuan dari Bappebti.

e. Memiliki Sertifikat Manajemen Mutu.

f. Memiliki tenaga dengan kompetensi yang diperlukan dalam pengelolaan

gudang barang.

2. Koperasi Pengelola gudang yang berbentuk koperasi wajib:

a. Memenuhi persyaratan modal sendiri paling sedikit Rp 250.000.000 (dua

ratus lima puluh juta rupiah).

b. Mempertahankan kekayaan bersih paling sedikit Rp 200.000.000 (dua

ratus juta rupiah) atau sebesar 15% dari nilai komoditi yang dikelola

c. Memiliki pengurus dengan integritas moral dan reputasi bisnis yang

baik.

d. Menguasai paling sedikit 1 (satu) gudang yang telah mendapat

persetujuan dari Bappebti.

e. Memiliki Pedoman Operasional Baku yang mendukung kegiatan

operasional sebagai Pengelola Gudang.

f. Memiliki tenaga dengan kompetensi yang diperlukan dalam pengelolaan

gudang dan barang.

g. Memiliki rekomendasi dari pejabat yang berwenang dalam menilai

kredibilitas koperasi di tempat kedudukan (domisili) koperasi.

Selanjutnya, secara umum, tenaga pengelola gudang baik PT ataupun

Koperasi harus memiliki kompetensi sebagai berikut; 1) Memahami peraturan

perundang-undangan di bidang SRG; 2) Memiliki keahlian mengenai karakteristik

barang yang disimpan; 3) Memiliki keahlian mengenai pemeliharaan barang; 4)Memiliki

keahlian mengenai administrasi pengelolaan gudang.

Persyaratan ini berhubungan dengan tanggung jawab yang diemban oleh

Pengelola gudang, dimana pengelola gudang harus bertanggung jawab atas: 1. Kelayakan gudang untuk penyimpanan komoditas

2. Keabsahan kepemilikan barang

3. Barang diterima sesuai persyaratan (SNI atau SK Bappebti)

Page 62: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 49

4. Kebenaran jumlah, nilai, kepemilikan barang yang tercantumdalam Resi Gudang, Resi

Gudang Pengganti dan SRG-Online

5. Kebenaran petugas penandatanganan Resi Gudang/ResiGudang Pengganti sesuai

spesimen tanda tangan

6. Pengeluaran barang kepada pemilik sah dengan jumlah sesuaidengan Resi

Gudang/Resi Gudang Pengganti

7. Kebenaran rekap administrasi kegiatan Sistem Resi Gudangdan SRG-Online

8. Kehilangan/kerugian yang disebabkan karena kelalaianPengelola Gudang

9. Mempertahankan kekayaan bersih minimal

Saat ini, pengelola gudang yang telah mendapatkan persetujuan dari Bappebti untuk

mengelola gudang SRG antara lain PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero), PT. Petindo Daya

Mandiri, Koptan Bidara Tani, PT. Pertani (Persero), PT. Sucofindo (Persero), PT. Reksa Guna

Interservice dan PT. Pos Indonesia. Pengelola gudang ini masih akan terus bertambah tidak

hanya dari BUMN saja, melainkan dari BUMD dan Kelompok Tani dapat menjadi pengelola

gudang.

Terkait dengan implementasi SRG untuk komoditi lada di daerah penelitian, untuk

Provinsi Lampung, pengelola gudang yang ditunjuk oleh Bappebti pada awal implementasi

SRG adalah PT. Pertani pada tahun 2010. Namun dalam implementasinya, PT. Pertani tidak

dapat menjalankan pengelolaan gudang SRG di Provinsi Lampung. Sehingga pada tahun 2014

ini, dimana SRG direncanakan akan diimplementasikan di Kabupaten Lampung Selatan pada

bulan Mei 2014, pengelola gudang diganti oleh PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero). Meskipun

demikian, hal ini masih dalam tahap penjajakan dan belum implementasi.

Sementara itu, PT. BGR sejak tahun 2008 telah melakukan kerjasama pengelolaan

gudang lada milik PT. Pancabinamas Ekamuda dengan sistem CMA. Kerjasama yang terjadi

antara PT. BGR- PT Pancabinamas Ekamuda dan PT. Rabobank International Indonesia.

Adapun komoditi yang dijadikan agunan dalam perjanjian ini adalah biji lada mentah dan biji

lada siap ekspor. Jika dilihat dari sisi pengelola gudang di Provinsi Lampung, dengan

pengalamanan dan kompetensi dalam hal manajemen agunan komoditi lada, PT. BGR mampu

menjadi pengelola gudang SRG komoditi lada.

Hal yang berbeda terjadi di Provinsi Bangka Belitung, dimana belum terdapat pengelola

gudang untuk SRG. Gudang yang terdapat di provinsi tersebut sebagian besar milik swasta,

dalam hal ini pemilik lahan perkebunan. Dengan demikian belum terdapat pengelola gudang

untuk implementasi SRG.

Melihat hal ini, sebagai salah satu perangkat utama dalam implementasi SRG komoditi

lada belum terpenuhi baik di Provinsi Lampung maupun Provinsi Bangka Belitung. Belum

adanya pengelola gudang yang bertanggung jawab atas gudang SRG, disebabkan karena

adanya kendala pembiayaan awal bagi para pengelola gudang yang seharusnya diberikan oleh

pemerintah daerah sebagai stimulus baik bagi pengelola gudang maupun pada para petani

lada.

Page 63: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 50

Pembiayaan pengelolaan gudang SRG yang diajukan oleh PT. BGR kepada Pemda

Lampung Selatan sebesar Rp. 17.500.000 per bulan. Pembiayaan ini meliputi penyimpanan,

pensortiran, pencatatan dan pelaporan serta penerbitan resi gudang untuk pemilik barang.

Selain itu juga terdapat biaya handling barang in & out/ biaya bongkar muat barang dari truk ke

gudang sebesar Rp. 35/kg dengan ketentuan minimal 600 ton per tahun.

5.4.2 Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) Lembaga penilai kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang melakukan

serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang

berkaitan dengan produk, proses, sistem dan/atau personel terpenuhi. LPK bertanggung jawab

atas segala keterangan yang tercantum dalam sertifikat untuk barang. LPK ini terbagi dua

menjadi LPK Inspeksi Gudang dan LPK Mutu Barang.

1. LPK Inspeksi Gudang Dalam hal menilai kelayakan gudang, memeriksa kebenaran informasi yang tercantum

dalam sertifikat untuk gudang, kebenaran petugas penandatangan sertifikat untuk gudang

sesuai spesimen tanda tangan, kebenaran rekap administrasi kegiatan SRG dan SRG-

online dilakukan oleh LPK Inspeksi Gudang. LPK yang sudah mendapatkan persetujuan

adalah PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero), PT. Sucofindo (Persero) dan PT. Sawu

Indonesia.

PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR) yang saat ini ditunjuk oleh pemda sebagai pengelola

gudang, tidak dapat sekaligus menjadi LPK Inspeksi gudang di Provinsi Lampung. Oleh

sebab itu, LPK inspeksi gudang di Provinsi Lampung dilakukan oleh PT. Sucofindo

(Persero). PT. Sucofindo melakukan kelayakan gudang yang ada di Provinsi Lampung

sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Bappebti untuk menjadi gudang SRG. Biaya

untuk uji kelayakan gudang belum diketahui besaran yang harus dikeluarkan karena

sesuai dengan anggaran yang diajukan oleh LPK Inspeksi gudang.

Pada Provinsi Bangka Belitung juga sudah terdapat LPK inspeksi gudang dengan PT

yang sama. Tapi saat ini hanya terbatas pada komoditi timah saja dan bukan lada. Karena

gudang yang dikhususkan untuk SRG belum ada.

2. LPK Uji Mutu Komoditi

LPKuji mutu komoditi bertanggungjawab untuk memastikan mutu barang yang diterima

di gudang, kebenaran hasil analisis mutu yang tercantum dalam sertifikat untuk barang dan

SRG-Online, kebenaran petugas penandatangan sertifikat untuk barang sesuai spesimen

tanda tangan, kebenaran rekap administrasi kegiatan sistem resi gudang dan SRG-Online

dan kehilangan/kerugian yang disebabkan karena kelalaian LPK. LPK mutu barang ini

harus mendapatkan persetujuan dari Bappebti. Khusus untuk komoditi lada, LPK yang

sudah mendapatkan persetujuan untuk uji mutu komoditi lada putih adalah PT. Sucofindo

di wilayah Makasar dan di wilayah Bandar lampung untuk lada hitam. Selain PT.

Sucofindo, terdapat BPSMB & Tembakau Surabaya, BPSMB Makssar, PT. Beckjorindo

Page 64: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 51

Paryaweksana wilayah Bandar Lampung untuk komoditi Lada Hitam dan BPSMB Medan.

Selain LPK mutu barang yang mengajukan diri untuk menjadi LPK uji mutu komoditi,

terdapat juga LPK uji mutu komoditi yang ditunjuk oleh Ka. Bappebti. Tetapi untuk LPK uji

mutu komoditi yang ditunjuk, hanya untuk komoditi gabah, beras, jagung dan rumput laut.

Biaya untuk melakukan uji mutu komoditi sebesar Rp. 20/kg untuk gudang SRG yang

diajukan oleh PT. BGR. Angka ini masih dengan asumsi bahwa uji mutu komoditi dilakukan

oleh PT. Sucofindo yang berada di wilayah Bandar Lampung. Uji mutu ini dilakukan di

gudang SRG oleh laboratorium PT. Sucofindo dan hasilnya disampaikan kemudian harinya

pada pengelola gudang.

3. LPK Sertifikasi Sistem Mutu Gudang

LPK Sertifikasi Sistem mutu diperuntukkan bagi pengelola gudang. Hal ini untuk

menjamin bahwa pengelola gudang menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai standar

manajemen mutu sesuai dengan ISO 9001:2000.. Dalam hal ini, LPK sertifikasi sistem

mutu bertanggung jawab atas pemastian proses kegiatan pengelola gudang sesuai,

penerbitan Sertifikat Manajemen Mutu berdasarkanstandar ISO 9001:2000 atau SOB,

kebenaran hasil sertifikasi yang tercantum dalamSertifikat Manajemen Mutu sesuai

spesimen tanda tangan, kebenaran petugas penandatanganan SertifikatManajemen Mutu,

kebenaran rekap administrasi kegiatan Sistem ResiGudang dan kehilangan/kerugian yang

disebabkan karena kelalaianLPK Sertifikasi Manajemen Mutu.

LPK sertifikasi sistem mutu yang telah mendapatkan persetujuan Bappebti adalah PT.

Sucofindo. Kelemahannya, PT. Sucofindo hanya terdapat di ibukota provinsi saja, untuk

mencapai kabupaten/kota yang berada di pedalaman masih terkendala masalah

transportasi dan geografis dari masing-masing wilayah.

5.4.3 Pusat Registrasi Pusat registrasi adaPusat registrasi memiliki peran dalam hal pencatatan,

penyimpanan dan pelaporan dan catatan kegiatan yang berkaitan dengan sistem resi

gudang. Pusat registrasi menyampaikan laporan secara berkala dan/atau sewaktu-

waktu kepada Badan Pengawas. Pusat registrasi menurut ketentuan dalam UU No. 9

Tahun 2006 Pasal 34 ayat (1) harus badan usaha berbadan hukum dan mendapat

persetujuan Badan Pengawas. Pusat registrasi resi gudang saat ini adalah PT. Kliring

Berjangka Indonesia (PT. KBI).

Registrasi yang dilakukan oleh pengelola gudang saat ini dapat dilakukan

secara online. Dengan demikian, resi gudang yang telah mendapat persetujuan dari

Badan Pengawas dapat diterbitkan lebih cepat. Kendala yang terjadi adalah apabila

daerah terkait jauh dari ibukota dan tidak mendapat akses internet, sehingga hal ini

menjadi permasalahan bagi pengelola gudang untuk menerbitkan resi gudang.

Page 65: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 52

Pusat registrasi ini juga menarik biaya pemeliharaan dari pemilik barang

sebesar 0,01% x nilai barang x volume. Biaya ini berarti menambah beban bagi pemilik

barang.

5.4.4 Lembaga Pembiayaan (Bank dan Nonbank) Berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga pembiayaan

adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan

dana atau barang modal (ojk.go.id, Mei 2014). Lembaga Pembiayaan meliputi: 1. Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan

Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu

Kredit.

2. Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha

pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan

pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan

saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan

berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan

3. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus

untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek

infrastruktur.

Lembaga pembiayaan yang menyediakan dana dapat berbentuk lembaga bank

maupun non bank (BUMN 7 BUMD). Khusus untuk lembaga keuangan bank,

penggunaan resi gudang sebagai jaminan kredit diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia

No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Pada Pasal 46

dinyatakan bahwa resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang

merupakan agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam

pembentukan PPA. Pasal 48 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa nilai agunan yang

dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA bagi resi gudang

ditetapkan paling tinggi sebesar: a. 70% dari penilaian, apabila penilaian dilakukan dalam 12 bulan terakhir

b. 50% dari penilaian, apabila penilaian dilakukan telah melampaui 12 bulan

namun belim melampaui 18 bulan

c. 30% dari penilaian, apabila penilaian dilakukan telah melampaui jangka waktu

18 bulan namun belum melampaui 24 bulan

d. 0% dari penilaian, apabila penilaian dilakukan telah melampau jangka waktu 24

bulan.

Page 66: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 53

Kredit resi gudang terdapat dua skema yaitu skema subsidi resi gudang dan

skema resi gudang. Skema Subsidi Resi Gudang (selanjutnya disebut S-SRG) adalah

kredityang mendapat subsidi bunga dari pemerintah dengan jaminan Resi Gudang

yangdiberikan oleh bank pelaksana/Lembaga Keuangan Non Bank kepada

petani,kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi. S-SRG ini diatur

dalamPeraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.05/2009 tentang Skema Subsidi

ResiGudang.

Untuk pelaksanaan S-SRG tersebut, telah diterbitkan Peraturan

MenteriPerdagangan Republik Indonesia No. 66/M-DAG/PER/12/2009

tentangPelaksanaan Skema Subsidi Resi Gudang.Beban bunga kepada peserta S-

SRG ditetapkan sebesar 6%. Selisihtingkat bunga S-SRG dengan beban bunga

peserta S-SRG merupakan subsidipemerintah. Besarnya plafond kredit S-SRG adalah

70% dari nilai resi gudang atau maksimal maksimal Rp. 75.000.000. Jangka waktu

kredit maksimal 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan perpanjangan waktu dengan

analisis dari pihak bank.

Bukan hanya bank saja yang dapat memberikan pembiayaan dengan sistem

resi gudang, tetapi lembaga non bank juga dapat memanfaatkan sistem ini. Adapun

bank dan lembaga keuangan non bank yang telah bekerjasama dengan KBI adalah

Bank BRI, Bank Jatim, Bank Kalsel, Bank Jabar & Banten, Bank Yogyakarta, Bank

Jateng, Bank CIMB Niaga, PKBL KBI, LPDB dan BPRS Bina Amanah..

Untuk implementasi sistem resi gudang di Provinsi Lampung, khususnya

Kabupaten Lampung Selatan menggunakan lembaga pembiayaan Bank BRI.

Meskipun perjanjian kredit dengan jaminan Resi gudang bank BRI telah dilaksanakan

berdasarkan Surat Edaran Nose: S.2-DIR/ADK/01/2008 yang mengatur tentang Kredit

Modal Kerja Dengan Jaminan Resi Gudang, dan telah diberikan oleh BRI sejak tahun

2010, namun untuk BRI cabang Kabupaten Lampung Selatan belum memahami

operasional secara keseluruhnya, khususnya terkait dengan subsidi bunga yang

diberikan kepada para debitur nantinya dan mitigasi risiko pasar yang akan ditanggung

oleh bank.

Dalam ketentuannya, divisi ADK Kantor Pusat BRI, mengharuskan cabang

melakukan mitigasi risiko pasar apabila komoditi tidak terjual atau harga turun terus

menerus. Dalam hal ini resi gudang akan dilikuidasi untuk pelunasan kredit jika nilai

barang turun sampai dengan jumlah tertentu dari nilai barang yanng tercantum dalam

resi gudang apabila pemilik barang tidak menambah jumlah komoditas atau

menurunkan baki debet pinjamannya (menurunkan jumlah pinjaman dengan

melakukan pembayaran sebagian).

Page 67: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 54

Dalam pemberian kredit subsidi resi gudang, terdapat syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh petani antara lain: a. Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan sebagai petani dan diketahui oleh

Kepala Desa/Lurah Setempat

b. Berusia paling rendah 21 tahun atau sudah menikah

c. Tidak sedang memperoleh fasilitas kredit program lainnya dari pemerintah

d. Tidak memiliki tunggakan kartu kredit, kredit program dan/atau kredit komersil baik di

BRI maupun di bank/lembaga keuangan lain.

Sedangkan untuk kelompok tani, syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain: a. Tidak memiliki tunggakan kartu kredit,kredit program dan/atau kredit komersilbaik di

BRI maupun di bank/lembaga keuangan lain

b. Tidak sedang memperoleh fasilitas kredit program lainnya dari pemerintah

c. Melalui ketua yang ditunjuk harus menyerahkan kepada BRI persyaratan:Surat

pernyataan bermaterai yang menyatakan sebagai kelompok tanidan diketahui oleh

Kepala Desa/Lurah atau pejabat yang berwenang

d. Susunan pengurus kelompok tani yang aktif paling sedikit terdiri dariketua dan

sekretaris/bendahara

e. Surat kuasa dari anggota kelompok tani yang menunjuk ketuakelompok dari anggota

f. Peraturan kelompok tani yang disepakati oleh seluruh anggota

Syarat untuk memperoleh kredit bagi gabungan kelompok tani adalah sebagai berikut: a. Tidak memiliki tunggakan kredit program dan/atau kredit komersil baik diBRI maupun di

bank/lembaga keuangan lain

b. Tidak sedang memperoleh fasilitas kredit program lainnya dari pemerintah

c. Melalui ketua yang ditunjuk harus menyerahkan kepada BRI persyaratan:Surat

pernyataan bermaterai yang menyatakan sebagai gabungankelompok tani dan

diketahui oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat yangberwenang

d. Susunan pengurus gabungan kelompok tani yang aktif paling sedikitterdiri dari ketua

dan sekretaris/bendahara

e. Surat kuasa dari anggota gabungan kelompok tani yang menunjuk ketuakelompok

f. Peraturan gabungan kelompok tani yang disepakati oleh seluruhanggota

Dari persyaratan yang ditetapkan di atas, syarat yang paling berat adalah tidak sedang

memperoleh fasilitas kredit program lainnya dari pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar subsidi

dapat dinikmati oleh semua orang secara merata. Tetapi hal ini berat untuk dilaksanakan,

karena sebagian besar petani lada sudah atau sedang mengambil kredit program sebagai

modal kerja, sehingga untuk mendapatkan kredit dengan skema S-SRG tidak mungkin.

Page 68: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 55

Meskipun demikian, petani, kelompok tani dan gabungan petani masih dapat memperoleh

kredit resi gudang yang tidak ada subsidi bunga.

Sosialisasi dari perbankan mengenai bagaimana cara mendapatkan kredit resi gudang

belum dilakukan secara maksimal bagi petani lada, sehingga banyak petani lada baik yang

berada di Provinsi Lampung maupun Provinsi Bangka Belitung belum memahami dan

memanfaatkannya. Selain itu juga pihak perbankan tidak hanya perlu mensosialisasikan

dengan membandingkan kredit modal kerja lainnya, kelebihan dan kekurangan menggunakan

kredit resi gudang secara transparan kepada para pemanfaat.

Pemberian kredit yang diberikan kepada para pemilik barang tidak terkena biaya

provisi, biaya administrasi dan biaya komitmen untuk skema resi gudang subsidi SRG. Untuk

kredit resi gudang tanpa subsidi, maka terkena biaya provisi, administrasi, appraisal dan

komitmen yang ditanggung oleh debitur.

5.4.5 Lembaga Penjamin Lembaga jaminanmerupakan lembaga independen, transparan dan akuntabel.

Lembaga penjamin merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai penjamin dalam

SRG ketika terjadi kegagalan (default) pengelola gudang dalam penyelesaian transaksi

resi gudang. Kedudukan lembaga jaminan diatur dalam UU No. 9 Tahun 2011, dimana

lembaga jaminan memiliki fungsi untuk melindungi hak pemegang Resi Gudang

dan/atau Penerima Hak Jaminan apabila terjadi kegagalan, ketidakmampuan, dan/atau

kebangkrutan Pengelola Gudang dalam menjalankan kewajibannya. Lembaga

penjamin juga memiliki fungsi untuk memelihara stabilitas dan integritas Sistem Resi

Gudang sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun

2011 Pasal 37F.

Untuk memenuhi amanah yang terdapat dalam UU No. 9 Tahun 2011 akan

dilakukan dengan mendirikan Lembaga Dana Jaminan Ganti Rugi (LDJGR). Lembaga

ini nantinya akan melindungi baik petani sebagai debitur, pengelola gudang dan bank

sebagai kreditur dari risiko-risiko yang disebabkan bukan karena kelalaian pengelola

gudang seperti kebakaran, kebanjiran; dan juga risiko yang disebabkan karena

pengelola gudang mengalami pailit.

Namun sampai dengan saat ini, lembaga dana jaminan ganti rugi belum

didirikan. Sehingga sampai saat ini, risiko yang terdapat dalam implementasi sistem

resi gudang ditanggung sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat yaitu oleh petani,

pengelola gudang dan bank. Padahal keberadaan lembaga penjamin ini sangat

diperlukan untuk meningkatkan implementasi SRG di daerah-daerah.

Page 69: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 56

5.4.6 Asuransi Asuransi dalam sistem resi gudang dibebankan pada pemilik barang dan

pengelola gudang. Asuransi yang diwajibkan kepada pemilik barang adalah asuransi

kerugian. Asuransi kerugian ditujukan untuk memberikan jaminan keamanan bagi

pemilik barang ketika menyimpan barangnya di gudang SRG.

Asuransi fidelity (Fidelity Guarantee) adalah suatu jaminan yang diberikan

kepada pihak-pihak yang terlibat dalam resi gudang khususnya lembaga pembiayaan

atas kemungkinan adanya kerugian yang dideritanya sebagai akibat

ketidakjujuran/kecurangan yang dilakukan oleh pengelola gudang. Asuransi ini bersifat

optional diminta oleh lembaga perbankan sebagai upaya penghindaran risiko kerugian

yang akan terjadi akibat kelalaian pengelola gudang.

Saat ini, asuransi kerugian ditutup oleh PT. Jasindo untuk pengelola gudang

dari PT. Banda Ghara Reksa yang akan menjadi pengelola gudang di Provinsi

Lampung. Produk asuransi yang digunakan adalah asuransi aneka Fidelity Guarantee.

Biaya asuransi yang dibebankan kepada para pemilik barang (petani, kelompok tani

maupun gapoktan) adalah sebesar 15,5/kg dengan ketentuan minimal penyimpanan

300 ton atau per 300 ton, atau jika setahunkan 600 ton pertahun. Bila penyimpanannya

tidak sampai 300 ton maka premi yang harus dibayarkan akan lebih tinggi.

5.4.7 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Peran pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota sangat penting dalam

mempercepat pengembangan sistem resi gudang. Dalam UU No. 9 Tahun 2011 Pasal

33 mencantumkan bahwa di bidang pembinaan sistem resi gudang, pemerintah daerah

melakukan pembuatan kebijakan daerah untuk mempercepat pelaksanaan Sistem

Resi Gudang, mengembangkan komoditas unggulan di daerag, penguatan peran

pelaku usaha ekonomi kerakyatan untuk mengembangkan pelaksanaan sistem resi

gudang dan pemfasilitasi pengembangan pasar leleng komoditas. Dalam

pembianaannya dikoordinasikan dengan Bappebti

Beberapa pemerintah daerah yang telah dibangunkan gudang SRG sejak tahun

2009 telah menjalankan tugas yang diamanatkan, tetapi beberapa pemerintah daerah

lainnya khususnya pemerintah daerah yang berada di Provinsi Lampung belum

menjalankan tugasnya.

Terdapat beberapa alasan pemerintah daerah tidak/belum menjalankan amanat

yang terdapat dalam UU No. 9 Tahun 2011:

a. SDM yang memahami SRG kurang/tidak ada

b. Mutasi jabatan yang cepat

Page 70: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 57

c. Tidak ada pembiayaan dari APBD d. Tidak adanya komitmen kepala daerah untuk mempercepat implementasi SRG.

Selain keempat alasan di atas, pemerintah daerah tidak dapat

mengimplementasikan karena tidak adanya petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis

secara tertulis dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal apa yang

harus dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya terkait dengan pembiayaan awal

biaya pengelolaan gudang. Selain itu juga pemerintah daerah merasa program yang

dijalankan bukan merupakan program daerah dan merupakan program pusat,

sehingga dalam hal pendanaannya masih diharapkan berasal dari pusat.

Berdasarkan analisis kesiapan kelembagaan diatas, dalam hal implementasi SRG

khususnya komoditi lada di Provinsi Lampung, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.3. Kesiapan Kelembagaan dalam Implementasi SRG Lada

Lembaga Lembaga yang ditunjuk/disetujui Kesiapan Alasan

Pengelola Gudang • PT Bhandra Ghara Reksa (BGR) sebagai pengganti PT. Pertani

Siap selama terdapat pembiayaan awal

Pengelola gudang awal membutuhkan investasi awal yang dibiayai oleh APBD pemerintah daerah

LPK Inspeksi Gudang

• Belum ditunjuk Belum siap Penunjukan LPK Inspeksi Gudang masih menunggu kepastian adanya Pengelola Gudang

LPK Uji Mutu Komoditi

• PT. Sucofindo Siap PT. Sucofindo disetujui untuk melakukan uji mutu lada dan memiliki alat-alat pengujian yang sesuai dengan standar yang ditentukan

Pusat Registrasi • PT. KBI Siap Registrasi resi gudang saat ini sudah dapat dilakukan secara online melalui SRG-Online

Lembaga Pembiayaan

• PT. BRI Belum siap Meskipun sudah terdapat panduan dari kantor pusat, tetapi dalam implementasinya masih mempelajari proses bisnis dari SRG

Lembaga Penjamin • Belum ada Belum siap LPDGR belum didirikan oleh Bappebti

Asuransi • PT. Jasindo Belum siap Tergantung pada pengelola gudang

Pemerintah Daerah • Dinas Perdagangan dan Perindustrian

Belum siap • Kurangnya SDM yang memahami mengenai

Page 71: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 58

Lembaga Lembaga yang ditunjuk/disetujui Kesiapan Alasan

proses bisnis dari SRG dan terlalu cepat mutasi yang dilakukan oleh pemda.

• Kurangnya komitmen dari Pemda untuk mengimplementasikan SRG

Jika dilihat dari aspek kesiapan kelembagaan yang terdapat pada SRG komoditi

lada seperti yang ditunjukkan dalam tabel 5.3 di atas, maka dapat dikatakan bahwa

kelembagaan utama seperti pemerintah daerah, pengelola gudang, lembaga penjamin,

lembaga penilaian kesesuaian (LPK) dan lembaga keuangan yang berada di daerah

penelitian Provinsi Lampung belum siap untuk menjalannya. Demikian pula halnya

dengan Provinsi Bangka Belitung yang baru pada tahap sosialisasi SRG di provinsi.

Selain itu juga keterlibatan lembaga yang demikian banyak menyebabkan biaya

yang harus dikeluarkan oleh pemilik komoditas menjadi lebih besar dibandingkan

dengan skema CMA. Hal ini menjadi kendala utama ketika implementasi sistem resi

gudang dilakukan pada daerah-daerah terpencil yang berpotensi tetapi kelembagaan

yang dipersyaratkan tidak dapat dipenuhi di tempat tersebut.

Dalam hal komoditi lada, produksi yang dihasilkan oleh petani lada secara

kuantitas masih belum mencukupi kebutuhan lada di dunia, sehingga apabila

diresigudangkan maka tidak akan efisien karena kuantitas lada yang disimpan oleh

petani relatif kecil dan tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan,

Belum terimplementasinya sistem resi gudang di Provinsi Lampung baik untuk

komoditi lada maupun komoditi lainnya disebabkan pemerintah daerah belum

memahami manfaat resi gudang sebagai upaya untuk mengatasi scarcity of cash di

tingkat lokal. Hal ini menyebabkan sistem resi gudang masih belum termasuk program

prioritas di tingkat lokal.

5.5 Kesiapan Sarana dan Prasarana Dalam Implementasi SRG

Kesiapan sarana dan prasarana dalam implementasi SRG juga merupakan hal

penting untuk dianalisis selain kelembaan yang terkait. Sarana dan prasarana yang

diperlukan untuk implementasi sistem resi gudang antara lain gudang dan

perlengkapannya dan infrastruktur jalan.

5.5.1 Gudang dan Perlengkapannya Gudang merupakan sarana utama dalam implementasi SRG. Menyadari hal ini,

ketika implementasi SRG dilakukan, maka yang dibangun pertama kali adalah gudang.

Page 72: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 59

Pada tahun 2009, melalui dana stimulus fiskal, Kementerian Perdagangan dalam hal

ini Bappebti membangun 41 gudang di 34 kabupaten. Pada tahun 2010, melalui DAK

bidang sarana perdagangan, Bappebti mendirikan 11 gudang di 11 kabupaten/kota,

sedangkan tahun 2011 mendirikan 14 gudang di 14 kabupaten, pada tahun 2012

mendirikan 14 gudang dan pada tahun 2014 ini direncanakan akan didirikan 23

gudang. Gudang-gudang yang dibangun dilengkapi dengan mesin pengering (dryer)

untuk gabah dan dapat digunakan untuk jagung. Dari 78 kabupaten/kota yang terdapat

gudang SRG yang dibangun pada tahun 2009 – 2013, baru 60% kabupaten/kota yang

telah memanfaatkan fasilitas gudang tersebut dan menerbitkan resi gudang. Kurang

termanfaatkannya gudang-gudang ini disebabkan karena beberapa hal:

a. Belum adanya penyerahan aset dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah untuk dikelola pemerintah daerah

Kondisi ini terjadi pada gudang-gudang yang didirikan pada tahun 2009 dengan

menggunakan dana stimulus daerah. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan

gudang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Untuk mengatasi hal ini,

pemerintah pusat masih dalam proses untuk dihibahkan kepada pemerintah

daerah yang bersangkutan. Agar tidak menyalahi UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara dalam kaitannya dengan pengelolaan barang milik

negara.

b. Gudang yang dibangun dengan dana DAK tidak dengan fasilitas

Terdapat gudang-gudang yang dibangun tidak memiliki fasilitas sesuai dengan

standar yang ditetapkan untuk gudang komoditas. Ketidaksesuaian ini

disebabkan karena adanya perencanaan yang kurang matang dari pemerintah

daerah ketika membangun gudang.

Fasilitas yang belum ada misalnya listrik, air, palet dan lainnya. Fasilitas

pengadaan listrik di beberapa daerah seringkali menjadi kendala karena

keterbatasan daya dan kapasitas PLN yang berbeda di masing-masing daerah.

Demikian juga dengan fasilitas air bersih.

Terkait dengan pembangunan gudang di daerah penelitian, Provinsi Lampung,

selama tahun 2010 – 2011 telah didirikan enam gudang komoditas pertanian yang

nantinya diperuntukkan untuk gudang SRG. Keenam gudang komoditas tersebut

terdapat pada kabupaten lampung selatan, lampung barat, lampung tengah,

tanggamus, tulang bawang, lampung timur. Kabupaten penghasil lada di Provinsi

lampung terdapat di Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Utara,

Lampung Timur, Way Kanan, Tanggamus dan Lampung Tengah. Dari ketujuh

Page 73: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 60

kabupaten tersebut, lampung timur merupakan daerah penghasil lada terbesar di

Indonesia khusus untuk lada hitam.

Keenam gudang yang telah dibangun dengan menggunakan dana DAK dimana

90% pembangunan dibiayai oleh APBN dan 10% didanai oleh APBD belum berjalan.

Selain karena ketidaksiapan dari kelembagaan dan pemerintah daerah yang ada,

keenam gudang tersebut belum dilengkapi fasilitas listrik dan peruntukannya masih

bercampur, sedangkan untuk komoditi lada, sebaiknya dalam penyimpanan di gudang

tidak dicampur dengan komoditi lainnya karena standar mutunya akan mengalami

penurunan kualitas.

Gudang yang dibangun tersebut adalag gudang komoditas pertanian yang akan

digunakan untuk gudang SRG. Untuk menjadi gudang SRG harus mendapatkan

persetujuan terlebih dahulu dan gudang-gudang tersebut harus diuji kelayakan gudang

oleh LPK Inspeksi gudang. Hal ini tentunya menimbulkan pembiayaan lagi bagi

pemerintah daerah untuk melakukan uji kelayakan gudang, sehingga dianggap dalam

pengimplementasiannya tidak mudah dilakukan.

Akibat tidak terpakainya gudang menjadi gudang SRG, sebagian gudang ada

yang mengalami kerusakan seperti misalnya terdapat burung gereja yang menjadi

hama bagi komoditas gabah. Selain itu juga, beberapa gudang yang dibangun memiliki

letak yang kurang strategis dan jauh dari sentra produksi.

5.5.2 Infrastruktur Jalan Infrastruktur berupa akses jalan ke gudang merupakan komponen penting

dalam rangka efisiensi biaya transportasi dari sentra produksi ke gudang. Pada daerag

penelitian di Provinsi Lampung, akses menuju gudang di Kabupaten Lampung Selatan

cukup baik, tetapi terdapat gudang yang belum memiliki akses jalan menuju gudang

sehingga jika digunakan akan menimbulkan biaya tambahan baik bagi petani maupun

bagi pemerintah daerah.

Melihat dua sarana dan prasarana di atas, maka dapat dikatakan bahwa

meskipun telah terdapat gudang komoditas pertanian di Provinsi Lampung, tetapi

belum tentu dapat digunakan menjadi gudang SRG karena harus melalui persetujuan

Bappebti dan dilakukan uji kelayakan gudang. Sedangkan dari sisi prasarana seperti

jalan, listrik, perlengkapan penangkal hama, perlengkapan gudang lainnya belum

dapat dipenuhi. Oleh sebab itu maka dapat dikatakan provinsi Lampung belum siap

mengimplementasikan sistem resi gudang khususnya untuk komoditi lada.

Page 74: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 61

5.6 Faktor Kunci Kesuksesan Implementasi SRG Komoditi Lada Berdasarkan analisis kesiapan implementasi sistem resi gudang komoditi lada

dari sisi pelaku usaha yang mendapat manfaat dari implementasi sistem resi gudang,

kelembagaan dan sarana prasarana, maka agar implementasi SRG komoditi lada

dapat terwujud, harus diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut.

1. Adanya Komitmen Pemerintah Daerah khususnya Kepala Daerah Komitmen pemerintah daerah khususnya kabupaten/kota untuk mempercepat

implementasi SRG di daerahnya dalam rangka meningkatkan perekonomian lokal

sangat dibutuhkan. Komitmen pemerintah daerah bukan hanya secara lisan saja

tetapi juga tertulis melalui surat keputusan.

Faktor ini menjadi faktor kunci utama dalam implementasi SRG di daerah baik

untuk komoditi lada maupun komoditi lainnya, karena daerah-daerah yang sudah

terimplementasi SRGnya adalah daerah yang memiliki komitmen untuk

menjalankan. Komitmen yang dibutuhkan dalam rangka implementasi SRG

khususnya komoditi lada adalah untuk:

a. Menyediakan dana yang berasal dari APBD sebagai pembiayaan awal SRG

yang digunakan untuk biaya penilaian kelayakan gudang, biaya pengelolaan

gudang SRG, biaya handling barang in & out, biaya pemeliharaan barang,

biaya uji mutu komoditi, biaya asuransi dan biaya pusat registrasi resi gudang

minimal selama dua tahun awal. Hal ini digunakan untuk menarik minat para

petani khususnya petani lada dan merasakan manfaat penggunaan resi

gudang. Pendanaan ini juga ditujukan agar terdapat pengelola gudang yang

dapat menjalankan gudang yang sudah ada sehingga para petani yang akan

menyimpan dapat dengan mudah menemukan penanggungjawabnya.

b. Mengurangi biaya transportasi dari petani ke gudang dengan melakukan jemput

bola komoditi. Hal ini dimaksudkan untuk memutus rantai pasok yang sudah

solid dan pembiayaan dengan menggunakan sistem nota titip yang tidak

memiliki jaminan hukum bagi para petani.

c. Menyediakan SDM yang kompeten dan tidak melakukan mutasi pegawai

dengan cepat sehingga implementasi SRG dapat terlaksana. Apabila mutasi

pegawai dilakukan dengan cepat, maka SDM yang kompeten dan memahami

proses bisnis akan hilang dan harus memulai dari awal kembali.

d. Menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan operasional

gudang SRG.

Page 75: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 62

2. Terintegrasinya kelembagaan dalam satu tempat Seperti yang telah dijelaskan di atas, kelembagaan dalam sistem resi gudang

sangat banyak dan dan setiap lembaga pasti terdapat biaya yang harus

dikeluarkan. Hal ini menjadi tidak efisien bagi pelaku usaha khususnya skala kecil,

terlebih lagi jika kelembagaan ini terletak pada tempat yang berbeda sehingga

membutuhkan usaha lebih untuk menjangkaunya. Sistem resi gudang menjadi

kalah jika dibandingkan dengan CMA (collateral management asset) dimana hanya

tiga pihak saja yang terlibat.

Banyaknya lembaga dalam SRG ini dimaksudkan agar terdapat jaminan

keamanan bagi para pelaku-pelaku yang terlibat. Untuk meniadakan kelembagaan

tidak dimungkinkan karena menyangkut keamanan, tetapi bila menyederhanakan

dan mengintegrasikan dalam satu tempat, hal ini yang mungkin dilakukan.

Pengintegrasian terletak pada gudang SRG, dimana pada gudang yang sudah

disetujui terdapat juga lembaga pembiayaan, LPK uji mutu, asuransi. Untuk

efisiensi lembaga, dapat dengan melakukan penggabungan fungsi lembaga

tersebut dengan tidak meninggalkan sifat independen dan transparansi. Misalnya

lembaga pembiayaan dengan asuransi, LPK uji mutu dengan pengelolaan barang,

dsb sehingga meskipun banyak, tetapi tidak terlihat banyak.

Kredit resi gudang ini khususnya yang bersubsidi, bersaing dengan kredit

program modal kerja lainnya yang juga merupakan program pemerintah untuk

pelaku usaha skala kecil seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE),

KUR, kredit program pemda seperti kredit cinta rakyat di Jawa Barat yang sama-

sama memberikan fasilitas dan subsidi bunga seperti kredit SRG. Oleh sebab itu

biaya yang ditimbulkan karena menggunakan kredit SRG harus lebih rendah bila

dibandingkan dengan kredit modal kerja lainnya.

3. Edukasi dan Sosialisasi kepada Pelaku Usaha Komoditi Lada Edukasi dan sosialisasi secara khusus dilakukan di sepanjang rantai proses

komoditi lada mulai dari petani, pengumpul, pedagang, asosiasi baik secara

masing-masing maupun secara bersama-sama. Edukasi dan sosialisasi

merupakan kegiatan yang terus menerus (kontinue) sehingga terbangun kesatuan

pemikiran bagaimana menjamin keberlangsungan produksi dan perluasan areal

perkebunan lada sepanjang masa. Hal ini sekaligus menjamin pasokan lada

berkualitas dari berbagai jenis.

Materi edukasi dan sosialisasi yang diberikan adalah materi yang sifatnya

bukan merupakan teori tetapi langkah-langkah kongkrit untuk memanfaatkan

Page 76: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab V - 63

sistem resi gudang. Selain itu juga melakukan perbandingan manfaat

menggunakan sistem resi gudang dengan menggunakan sistem modal kerja

lainnya.

4. Peningkatan Produksi dan Proses Pasca Panen

Sistem resi gudang dapat terimplementasi dalam dua kondisi, pertama, harga

komoditi lada sedang mengalami penurunan harga dan kedua, terdapat surplus

produksi yang tidak terserap. Kondisi pertama merupakan kondisi utama yang

menyebabkan sistem resi gudang di Indonesia diimplementasikan. Sedangkan

apabila harga komoditi sedang mengalami peningkatan, maka kondisi kedua yang

harus terpenuhi.

Dalam hal implementasi komoditi lada, harus terdapat surplus produksi

terutama untuk saat ini dimana sebagian besar hasil produksi diekspor dan hanya

sedikit yang dikonsumsi secara domestik. Agar terdaoat surplus produksi, maka

harus dilakukan perbaikan dan peningkatan proses produksi dan pasca panen

yang dilakukan oleh petani dengan bantuan dari lembaga-lembaga penelitian dan

pendidikan sekitar.

5. Terdapat Off Taker/Buyer/ Pasar Lelang untuk Menjual Komoditi yang disimpan

Salah satu keresahan para petani ketika menunggu harga jual yang tinggi

adalah keberadaan pembeli (buyer) yang akan membeli komoditi di gudang.

Keresahan yang sama juga dialami oleh lembaga keuangan selaku yang

memberikan dana kredit. Untuk itu perlu dibuat suatu mekanisme atau

mengembangkan jejaring untuk menciptakan off taker dari komoditi yang disimpan

di dalam gudang. Meskipun jangka waktu penyimpanan komoditi lada cukup lama

(bisa sampai 10 tahun) tetapi jangka waktu pembiayaan relatif singkat maksimal

hanya 6 bulan. Sehingga petani memiliki kesempatan untuk mencari pembeli atau

melakukan tunda jual selama 6 bulan, setelah itu komoditi harus dijual dalam

rangka pelunasan kredit.

Selain off taker, diperlukan mekanisme lainnya untuk mendapatkan harga yang

wajar dan diinginkan oleh petani salah satunya dengan membangun dan

mempercepat implementasi pasar lelang di daerah. Pasar lelang ini selain dapat

digunakan untuk penyerahan saat ini (spot) juga bisa digunakan untuk penyerahan

pada masa yang datang (forward). Dengan adanya pasar lelang ini, diharapkan

komoditi yang disimpan mendapatkan harga yang tinggi di pasaran.

Page 77: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab VI -64

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama pada daerah penelitian belum

siap baik dari sisi pelaku usaha, kelembagaan maupun sarana dan prasaran

yang digunakan.

2. Terdapat empat faktor kunci agar implementasi SRG komodti lada dapat

terwujud, yaitu adanya komitmen kepala pemerintah daerah, terintegrasinya

kelembagaan dalam satu tempat, edukasi dan sosialisasi, peningkatan produksi

dan mutu serta terdapatnya offtaker/buyer/pasar lelang.

6.2 Rekomendasi Melihat permasalahan implementasi SRG untuk komoditi lada berasal dari

seluruh sisi maka rekomendasi yang diusulkan agar SRG dapat berjalan sebagai

berikut:

1. Untuk meningkatkan kesadaran petani akan manfaat SRG maka perlu dilakukan:

sosialisasi teknis pelaksanaan SRG yang melibatkan instansi terkait bukan

hanya dinas perdagangan tetapi juga dinas pertanian atau perkebunan.

Selain itu, sosialisasi perlu menghadirkan petani yang telah mendapat

manfaat dari penggunaan SRG.

penyuluhan dan pendampingan bagi petani untuk meningkatkan kualitas

dan mutu hasil produksi agar memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan

untuk masuk dalam sistem resi gudang. Hal ini juga perlu disinergikan

dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas hasil pertanian dari

lembaga terkait.

penguatan lembaga di tingkat petani, baik dalam bentuk kelompok tani

maupun koperasi untuk mencapai skala ekonomis. Hal ini mengingat petani

pada umumnya memiliki produksi dibawah 5 ton sehingga kurang

memenuhi skala ekonomis untuk diresigudangkan.

2. Gudang-gudang SRG yang telah didirikan perlu dilengkapi sarana penunjang

umum seperti listrik, telepon, jalan dan keamanan. Gudang ini juga perlu

Page 78: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab VI -65

dilengkapi sarana penunjang khusus seperti dryer, cleaner, blower, pengayak,

yang spesifikasinya disesuaikan dengan masing-masing komoditas. Selain itu,

perlu dikoordinasikan pembangunan sarana penguji mutu barang di daerah sentra

produksi yang belum memiliki sarana tersebut.

3. Perlu adanya sinergitas antar lembaga pelaksana SRG seperti pengelola gudang,

lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu, pemerintah daerah dan

pemerintah pusat dalam mengimplementasikan SRG berupa:

Pemerintah pusat memberikan petunjuk teknis operasional dalam

mengimplementasikan sistem resi gudang kepada pemerintah daerah,

pengelola gudang, lembaga penjamin mutu dan lembaga pembiayaan

Pemerintah pusat atau daerah perlu menyediakan biaya operasional

pengelolaan gudang pada awal pelaksanaan minimal selama dua tahun

sampai dengan biaya operasional dapat dibebankan kepada petani.

Pemerintah daerah berperan aktif memberikan insentif berupa biaya angkut

dari sentra produksi ke gudang SRG dalam rangka efisiensi biaya angkut

dan memutus rantai pasok pedagang pengumpul.

Pengelola gudang dan lembaga penjamin mutu perlu ditunjuk secara jelas

sehingga operasional gudang dapat berjalan. Selain itu juga peranan

pengelola gudang tidak hanya secara teknis menjaga mutu produk,

pengurusan administrasi, tetapi juga harus memberikan masukan dan

informasi kepada petani mengenai kapan harus menyimpan dan kapan

harus menjual.

Lembaga pembiayaan memfasilitasi petani untuk mendapatkan akses

pembiayaan dengan menggunakan sistem resi gudang. Selain itu waktu

pencairan kredit dapat dipercepat sehingga petani tidak menemukan

kesulitan untuk mengakses pembiayaan.

Lembaga pembiayaan, lembaga penjamin mutu dan gudang letaknya harus

berdekatan, sehingga tidak menimbulkan biaya ekstra bagi petani untuk

memanfaatkan SRG.

4. Perlu adanya pihak yang bertindak sebagai off taker bagi komoditas yang

diagunkan untuk memberikan kepastian bagi lembaga pembiayaan dan pengelola

gudang misalnya untuk komoditas gabah dan beras, off taker-nya adalah bulog.

5. Pengembangan sistem resi gudang di daerah dilakukan secara simultan dengan

pengembangan pasar lelang sehingga apabila tidak terdapat pihak yang bertindak

Page 79: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

Bab VI -66

sebagai off taker, masih terdapat kepastian bahwa agunan dapat dijual dengan

harga yang layak.

Page 80: ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG KOMODITI … Implementasi... · 13. Berdasarkan analisis yang dilakukan didapat kesimpulan: a. implementasi SRG untuk komoditi lada terutama

L A P O R A N A K H I R

DAFTAR PUSTAKA

Downey dan Erickson. 1987. Manajemen Agribisnis. Terjemahan oleh Ganda, Rochidayat dan Sirait, Alfonsus. Jakarta: Erlangga

Hanafiah dan Saefuddin. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Universitas Indonesia.

Jakarta Kohls, R. L. dan J, N. Uhl. 1985. Marketing of Agricultural products. MacMilan

Publishing Company. New York Kohls, R. L. dan W. D. Downey. 1985. Marketing of Agricultural Products. Macmilan

Publishing Company. New York Limbong, W.M. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah

Jurusan Ilmu Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Bogor IPB Nasution. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT Bumi Aksara Rukmana, Rahmat. 2003. Tanaman Perkebunan: Usaha Tani Lada Perdu.Yogyakarta:

Penerbit Kanisius Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Edisi Pertama. UUM Press. Penerbitan

Universitas Brawijaya Malang. Malang.