Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

18
62 Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration Terkait Pelanggaran HAM Terhadap Aktivis dan Pembela HAM di Propinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2015 Karina Putri Indrasari 1 Abstract Cases of abuses and violence in Asia, particularly in the member countries of ASEAN are still happening despite of the fact that the member countries of ASEAN has approved the ASEAN Human Rights Declaration (AHRD) and adopted it in legislation. However, in practice, the implementation of the ASEAN Human Rights Declaration is still slow in progress and receiving less special attention by both national governments member country concerned, or by the member countries of ASEAN. Unreasonable arrest and torture cases against human rights activists and defenders in Papua and West Papua, for example, are double human rights violation cases. First of all, it violates the right to speak and express the activists’ opinions. It violates their civil and political rights. Secondly, activists and human rights defenders were unreasonably arrested, and they were tortured and threatened by officers Indonesian National Police (INP) and the Indonesian National Armed Forces (INAF) during the arrest. This study examines the challenges in implementing AHRD both at national and sub-national levels by the ASEAN member countries due to ASEAN Way. Also, this research paper analyzes the challenges to implement the AHRD in Papua and West Papua Indonesia through the process associated with human rights violations suffered by human rights defenders and activists in Papua and West Papua Provinces. Then, the study presents an analysis of the violence that occurs to the human rights activists and defenders, and the de-securitization processes that hinder the implementation processes of AHRD in national and sub-national level. Then it focuses on matters what has been done by the government of Papua and West Papua in implementing this AHRD. Keywords: Human Rights; Freedom of Speech; Papua Province; West Papua Province; activists; tortured activists; ASEAN Human Rights Declaration; ASEAN Way. Pendahuluan Isu HAM telah menjadi isu yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara Barat, apalagi seusainya Perang Dingin, dimana Amerika Serikat bangkit menjadi Negara superpower. Amerika Serikat gencar menyebarkan ideologi-ideologi 1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Transcript of Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Page 1: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

62

Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration

Terkait Pelanggaran HAM Terhadap Aktivis dan Pembela HAM

di Propinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2015

Karina Putri Indrasari1

Abstract

Cases of abuses and violence in Asia, particularly in the member countries of

ASEAN are still happening despite of the fact that the member countries of ASEAN has

approved the ASEAN Human Rights Declaration (AHRD) and adopted it in legislation.

However, in practice, the implementation of the ASEAN Human Rights Declaration is

still slow in progress and receiving less special attention by both national governments

member country concerned, or by the member countries of ASEAN.

Unreasonable arrest and torture cases against human rights activists and

defenders in Papua and West Papua, for example, are double human rights violation

cases. First of all, it violates the right to speak and express the activists’ opinions. It

violates their civil and political rights. Secondly, activists and human rights defenders

were unreasonably arrested, and they were tortured and threatened by officers

Indonesian National Police (INP) and the Indonesian National Armed Forces (INAF)

during the arrest.

This study examines the challenges in implementing AHRD both at national and

sub-national levels by the ASEAN member countries due to ASEAN Way. Also, this

research paper analyzes the challenges to implement the AHRD in Papua and West

Papua Indonesia through the process associated with human rights violations suffered by

human rights defenders and activists in Papua and West Papua Provinces. Then, the study

presents an analysis of the violence that occurs to the human rights activists and

defenders, and the de-securitization processes that hinder the implementation processes

of AHRD in national and sub-national level. Then it focuses on matters what has been

done by the government of Papua and West Papua in implementing this AHRD.

Keywords: Human Rights; Freedom of Speech; Papua Province; West Papua

Province; activists; tortured activists; ASEAN Human Rights Declaration; ASEAN Way.

Pendahuluan

Isu HAM telah menjadi isu yang sangat diperjuangkan oleh negara-negara

Barat, apalagi seusainya Perang Dingin, dimana Amerika Serikat bangkit menjadi

Negara superpower. Amerika Serikat gencar menyebarkan ideologi-ideologi

1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Page 2: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

liberalismenya dan konsep HAM sebagai dasar tercapainya liberalisme. Hal ini

pun mempengaruhi negara-negara Asia, terutama setelah Krisis Financial di Asia

pada tahun 1997-1998. Krisis tersebut membawa banyak perubahan terhadap Asia

terutama setelah Structural Adjustment Programs (SAPs) yang diwajibkan

International Monetary Funds (IMF) untuk meliberalisasi ekonomi dan

pemerintahan. Lalu, negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam

ASEAN mulai membuat ASEAN Charter dan membentuk ASEAN

Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) untuk membantu

dalam memantau penegakan HAM di negara-negara anggota ASEAN. Seluruh

anggota negara menandatangani Charter tersebut dan kemudian dilanjutkan oleh

pembentukan Deklarasi HAM ASEAN.

Pendeklarasian HAM di ASEAN (ASEAN Human Rights Declaration)

yang dilakukan oleh pada November 2012 menjadi pondasi awal negara-negara

anggota ASEAN dalam menguatkan kedaulatan negara masing-masing anggota

dalam mengatasi masalah-masalah domestiknya, terutama masalah Hak Asasi

Manusia (HAM) (Narine, 2012, p. 366). Dengan adanya AHRD ini diharapkan

negara mampu membela HAM masyarakatnya dan meredam amarah dari

mayarakat sipil dan LSM yang sangat menentang kekerasan dan pelanggaran

HAM. Meskipun AHRD telah dideklarasikan dan diadopsi di undang-undang

negara-negara ASEAN, kekerasan dan pelangggaran HAM terus terjadi.

Di Indonesia, misalnya, sebagai salah satu negara anggota ASEAN,

mempunyai catatan pelanggaran HAM yang cukup banyak. Beberapa kasus

pelanggaran HAM yang masih belum tuntas hingga hari ini adalah kasus

pembunuhan massal di tahun 1965, kasus Petrus 1982-1985, peristiwa Talangsari

Lampung tahun 1989, penembakan mahasiswa Trisakti tahun 1998, tragedi

Semanggi 1 dan 2, kerusuhan Mei 1998, dan kasus Waisor dan Wamena Papua

(Galih, 2015). Setiap kasus pelanggaran HAM ini memakan banyak korban jiba

hingga ada yang mencapai ribuan orang (Galih, 2015). Secara garis besar,

pelanggaran HAM yang terjadi di kasus-kasus tersebut merupakan kasus

pelanggaran HAM berat yang mencakup tentang pemerkosaan, penganiayaan,

pembunuhan, penyiksaan dan lainnya (Galih, 2015). Menilik kasus-kasus

Page 3: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

64 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

tersebut, tampaknya sulit bagi Negara untuk mengimplementasikan deklarasi hak

asasi manusia yang telat dibuat.

Dari kedelapan kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut, wilayah

Papua termasuk wilayah yang rentan terhadap terjadinya pelanggaran HAM. Hal

ini terjadi dikarenakan secara historis, Papua baru bergabung dengan Indonesia

tahun 1969 dengan bantuan dukungan dari PBB (Cultural Survival, 1991). Banyak

dari masyarakat Papua sendiri yang tidak setuju dengan bergabungnya Papua

dengan Indonesia, sehingga banyak terjadinya konflik di daerah ini. Konflik yang

terjadi antara masyarakat asli Papua yang ingin merdeka dari Indonesia dengan

masyarakat Indonesia pendatang menyebabkan banyaknya terjadi pelanggaran

terhadap HAM di wilayah ini. Selain itu, mengingat wilayah Papua memiliki

sumber daya alam yang sangat melimpah, perebutan sumber daya alam antara

orang asli Papua dan para pendatang termasuk korporasi multi nasional

menyebabkan banyak terjadinya pertumpahan darah dan penyiksaan di tanah

Papua.

Dari tahun ke tahun, hingga hari ini, Papua dan Papua Barat tetap menjadi

wilayah yang rentan dengan kasus pelanggaran HAM. Di tahun 2013 misalnya

POLRI telah memenjarakan tujuh orang Papua Barat karena diduga akan

mengibarkan bendera Bintang Kejora (Amnesty International, 2014). Kenam

orang yang diduga sebagai warga Papua yang Pro-Papua Merdeka ditangkap pada

saaat doa bersama pada acara Pesta Mama (Amnesty International, 2014).

Keenam orang tersebut adalah Obaja Kamesrar, Yordan Magablo, Klemens

Kodimko, Antonius Saruf, Obeth Kamesrar, Hengky Mangamis, dan Isak

Kalaibin, yang ditangkap seminggu setelah acara Pesta Mama (Amnesty

Internasional, 2014).

Tidak hanya kasus-kasus tersebut saja pada tahun 2013, baru-baru ini di

pada Januari 2015, sekitar lima orang Papua ditangkap oleh POLRI dan TNI

karena diduga tergabung dalan masyarakat pro-Papua Merdeka (Papuans Behind

Bar, 2015). Selain mereka banyak sekali aktivis-aktivis pembela HAM yang

dipenjara karena mereka membela warga Papua yang tersiksa dan dipenjara

karena menyuarakan suaranya (Amnesty Internasional, 2014). Ada sekitar lebih

Page 4: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

dari 35 orang aktivis pembela HAM yang dianiaya dan dipenjara di Provinsi

Papua Barat semenjak tahun 1970 (Papuans Behind Bar, 2015).

Pelanggaran-pelanggaran HAM ini menunjukkan betapa masih minimnya

usaha pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam

menerapkan dan mengimlementasikan kerjasama dalam menunjung tinggi HAM

melalui AHRD dan AICHR. ASEAN yang merupakan bentuk kerjasama regional

yang dibentuk pada 1967 oleh negara-negara Asia Tenggara yang merasa

meemiliki kedekatan historis maupun kultural. Kerjasama regional ini dapat juga

disebut sebagai regionalisme. Seperti yang disebutkan oleh Hopkins dan

Mansbach (1973), “Pengelompokan regional diidentifikasikan dari basis

kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan ekonomi

yang saling menguntungkan, komunikasi serta keikutsertaan dalam organisasi

internasional”. ASEAN yang merupakan forum solidaritas dan kerjasama negara-

negara Asia Tenggara yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masing-

masing anggotanya menjadi terlihat lemah. ASEAN diharapkan dapat menjadi

platform bagi negara-negara ASEAN yang memiiliki sejarah dan kultur yang

sama untuk saling membantu dalam mewujudkan HAM menjadi kehilangan

kekuatan dan signifikansinya di kawasan Asia Tenggara.

Namun demikian, kerjasama regional yang sudah lama dibentuk dan

difokuskan pada perlindungan HAM melalui AHRD dalam

pengimplementasikannya ke domestik negara anggota belum sempura karena

masih banyaknya kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi. AHRD

sendiri sudah terkandung dalam Undang-Undang Negara Indonesia, bahkan

Pancasila Negara Indonesia pada sila kedua, walaupun pada prakteknya

pelanggaran masih marak terjadi. Hal inilah yang menjadi perhatian penting

perwujudan dari AHRD sebagai salah satu produk kerjasama antar negara

ASEAN ini dapat menjadi sarana penegakan HAM secara nyata. Lalu sebenarnya,

Bagaimanakah implementasi ASEAN Human Rights Declaration di Provinsi

Papua dan Papua Barat tahun 2015 terkait pelanggaran HAM terhadap aktivis dan

pembela HAM ?.

Page 5: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

66 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

HAM dan ASEAN

Hak Asasi Manusia pada hakekatnya adalah hak dasar yang kita memiliki

sebagai manusia. Hak-hak dasar tersebut merupakan hak yang wajib dilindungi

selama individu masih menjadi manusia. Seperti yang Donnelly (2003) katakan

tentang HAM,

“Human rights are equal rights: one either is or is not a human being, and

therefore has the same human rights as everyone else (or none at all). They are

also inalienable rights: one cannot stop being human, no matter how badly one

behaves nor how barbarously one is treated. And they are universal rights, in the

sense that today we consider all members of the species Homo sapiens “human

beings,” and thus holders of human rights (p.10).”

Jadi, HAM adalah hak yang sama sebagai manusia, dan HAM adalah hak

yang individu miliki sebagai manusia tanpa kemudian terpengaruh kepada

bagaimana individu tersebut bersikap. Secara alami selama seorang individu

masih menjadi manusia dan menjadi keturunan dari species Homo sapiens, hak

itu akan tetap melekat sampai kapanpun.

Karena universalitas dari HAM ini, dan bagaimana HAM ini dapat

diaplikasikan kepada seluruh warga di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun

telah memberikan wadah agar HAM dapat diterapkan dan diimplementasikan di

seluruh dunia. Pada United Nation Declaration of Human Rights menyatakan

bahwa tiap-tiap hak individu dilindungi dan hak tiap individu sebagai manusia

adalah untuk memperoleh kebebasan sebagai manusia bebas dan sederajat (United

Nations, diakses 08/05/2015).

Oleh karena perkembangan dunia internasional yang dipengaruhi oleh

supremasi Amerika Serikat sebagai superpower setelah Perang Dingin, dunia

internasional memberikan atensi lebih terhadap isu HAM. Konsep HAM yang

universal sendiri mulai dianut oleh actor regional seperti ASEAN. ASEAN sendiri

mengadopsi HAM dengan membentuk Komisi HAM di ASEAN yang disebut

dengan ASEAN Intergovernmental Commissions on Human rights (AICHR)

(Narine, 2012, p. 366). Dengan adanya AICHR, dibentuklah kesepakatan

kerjasama regional untuk menangani isu HAM melalui dideklarasikannya

ASEAN Human Rights Declarations ( Narine, 2012, p. 366).

Page 6: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

Pendeklarasian AHRD ini menjadi tahapan awal dari negara Asia

Tenggara dalam merespon tekanan terhadap negara- negara Barat dan cara untuk

menguatkan legitimasi dan posisi negara-negara Asia Tenggara di mata dunia

internasional (Narine, 2012, p. 376). Namun demikian, hal inilah yang

menyebabkan penerapan dari AICHR sendiri menjadi sulit bagi negara- negara

anggota ASEAN karena sifatnya yang tidak terlalu mengikat dan bertentangan

dengan ASEAN Way.

ASEAN Way sendiri menjadi penting untuk digunakan sebagai acuan

dalam menganalisis implementasi AHRD, karena ASEAN Way dapat

menghambat pengimplementasian dari AICHR di tingkat nasional maupun sub-

nasional. ASEAN Way adalah dua sisi metode dan norma yang terstruktur yang

memberikan gambaran dan pesan kepada partai ketiga dalam rezim ASEAN

(Jones, 2014, p. 73). ASEAN Way juga bisa diartikan sebagai persetujuan antara

negara-negara ASEAN yang tidak ingin urusan domestiknya dicampuri oleh

negara lain dan menggunakan cara perdamaian dalam menyelesaikan segala

masalah anatar negara-negara anggota ASEAN (Jones, 2014, p. 73). Berdasarkan

definisi, dapat dikatakan bahwa ASEAN Way tidak ingin adanya campur tangan

dari pihak manapun yang mencampuri urusan internal negara.

Hal ini dapat mempengaruhi penerapan dari AICHR di negara-negara

maupun sub-nasional anggota-anggota ASEAN. Karena apabila negara tidak

dapat mencampuri urusan negara lain, perjanjian terakhir dari AICHR yaitu

menjunjung tinggi HAM melalui kerjasama sulit untuk diterapkan.

Page 7: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

68 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) dan

ASEAN Human Rights Declaration (AHRD) sebagai Proses Sekuritisasi

HAM

AICHR sebagai badan intergovernmental ASEAN berperan paling penting

dalam mempromosikan dan memastikan terlindunginya HAM masyarakat negara-

negara anggota ASEAN (Clarke, 2012, hal. 44). AICHR adalah pilar penting bagi

ASEAN dalam memajukan sistem HAM (Clarke, 2012, hal. 44). Selain berperan

sebagai promotor dan penegak HAM di ASEAN, AICHR juga bertugas sebagai

“konsultan” antar badan nasional. Regional maupun internasional dalam

penanganan HAM (Clarke, 2012, hal. 46). AICHR juga berperan penting dalam

penyusunan draft Deklarasi HAM di ASEAN atau AHRD.

AHRD dibentuk oleh negara anggota ASEAN dengan dasar pemikiran

bahwa dengan adanya standarisasi sistem stabilitas HAM tertulis atau norma,

yang mana diharapkan mampu untuk mempromosikan serta memastikan

komitmen negara-negara anggota ASEAN dalam penegakan HAM di negaranya.

Pembuatan AHRD ini tetap mengindahkan aspek saling menghormati dalam hal

latar belakang politik, sejarah, budaya dan agama masing-masing negara anggota

(Clarke, 2012, hal. 51). Dengan adanya AHRD ini juga diharapkan akan

membantu proses pembentukan masyarakat ASEAN baik ekonomi, politik,

maupun keamanan.

Dengan adanya pendeklarasian HAM secara regional di Asia Tenggara,

hal ini menunjukkan bahwa negara-negara anggota ASEAN sedang men-

sekuritisasi perihal HAM. Sekuritisasi sendiri dapat diartikan sebagai proses yang

dilakukan oleh aktor untuk membuat isu yang bukan termasuk isu keamanan

menjadi isu keamanan yang penting untuk dicari solusinya. Proses sekuritisasi

menurut Barry Buzan (1998) dalam William (2008) dikonstruksikan secara sosial

dan politikal melalui speech act (hal. 125). Bourdieu dan Thompson (1991) dalam

William (2008) menyebutkan,

A successful speech act is then a combination of language (the grammar of

security) and society (the social and symbolic capital of the enunciator, the magic

of ministry he belongs to), an intrinsic features of the speech, and the

Page 8: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

representativity of the spokeperson regarding the group that authorizes and

recognize it (p. 125).

Kesuksesan speech act bergantung pada bahasa yang digunakan dalam

menggambarkan keamanan yang diperlukan, aktor yang melakukan pidato atau

speech act, serta audience atau target sasaran dalam menerima proses sekuritisasi

ini.

AHRD sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk speech act yang digunakan

negara-negara anggota. Pasal-pasal dari AHRD sendiri menggunakan bahasa yang

sangat mendukung untuk sekuritisasi ini dijalankan. Terbukti dengan isu HAM

yang tadinya tidak dianggap sebagai isu keamanan yang perlu diberikan perhatian

lebih, menjadi isu keamanan yang harus diperhatikan. Terlebih ketika kepala

negara meratifikasi AHRD ini. Hal ini menjadi karakteristik speech act yang khas

yang diciptakan oleh aktor-aktor negara anggota ASEAN. Target sasarannya pun

adalah masyarakat-masyarakat negara ASEAN yang rentan terhadap kasus

pelanggaran HAM. Hal ini menjadikan perlunya HAM menjadi isu keamanan

yang penting. Adanya AICHR juga menjadi alat utama proses sekuritisasi ini

berjalan.

Walaupun AHRD menjadi bentuk sekuritisasi yang dilakukan oleh negaa

anggota ASEAN, beberapa poin yang ada dalam AHRD yang masih menjunjung

prinsip non-intervensi menjadikan kendala proses sekuritisasi tersebut. Prinsip-

prinsip non intervensi negara anggota ASEAN atau yang biasa disebut dengan

ASEAN Way ini dapat menjadi akar sulitnya implementasi AHRD di tingkat

nasional dan sub nasional.

Singkatnya, AHRD pun menjadi lambang komitmen negara-negara

anggota ASEAN kepada nilai-nilai demokrasi. Namun, karena beberapa poin

AHRD yang menjunjung Prinsip non-intervensi ASEAN atau ‘ASEAN Way’,

menimbulkan kritik dari berbagai pihak (Pembukaan atau Preamble dari AHRD).

AHRD justru malah menjadi sarana untuk merasionalisasikan tindakan-tindakan

pelanggaran HAM yang terjadi di negara-negara anggota (Weatherbee, 2013, hal.

35). Sehingga, proses sekuritisasi terhadap HAM yang sudah dirancang melalui

AHRD ini sendiri mengalami proses de-sekuritisasi karena adanya ASEAN Way.

Page 9: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

70 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

ASEAN Way sebagai Proses De-Sekuritisasi

Nilai-nilai yang digunakan oleh negara-negara di ASEAN dalam

menjalankan kerjasama regionalnya berdasarkan pada ASEAN Way. ASEAN

Way pun tertuang di ASEAN Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Di dalam

TAC Artikel 2 menekankan bahwa negara-negara anggota ASEAN harus

menjunjung tinggi kedaulatan, kemerdekaan, dan batas wilayah seluruh negara

anggota, tidak mencampuri urusan atau masalah internal satu negara dengan

lainnya (non-intervention), serta menyelesaikan sengketa melalui jalur

musyawarah dan dengan jalur damai (tanpa kekerasan atau perang), dan

menjunjung tinggi kerjasama diantara anggota (Goh, 2003, hal. 114; ASEAN

website, 2014). Dari Artikel 2 TAC ini nilai dan norma pembuatan ASEAN

berdasarkan kepada 2 (dua) norma besar yaitu regulatif dan prosedural (Jones,

2014, hal. 73). Norma-norma regulatif adalah pada poin kedaulatan, kemerdekaan

serta batas wilayah negara yang harus dihormati, prinsip non-intervensi antara

negara anggota dan jalur damai dalam penyelesaian sengketa (Jones, 2014, hal.

73). Sedangkan norma-norma prosedural terletak pada poin musyawarah (Jones,

2014, hal. 73). ASEAN Way ini sebagai prinsip-prinsip penuntun langkah anggota

ASEAN dalam mencapai suatu kesepakatan. Hal ini menekankan pada

informalitas dari proses pengambilan keputusan di dalam tubuh ASEAN sendiri

(Masilamani and Peterson, 2014, hal. 11)

Nilai dan norma yang regulatif dan prosedural yang sangat dijunjung

tinggi oleh negara anggota ASEAN ini menjadi penghalang proses implementasi

AHRD sebagai bentuk speech act dari sekuritisasi masalah HAM di regional. Poin

non-intervensi yang ditekankan dalam TAC ini menjadi ujung tombak proses de-

sekuritisasi yang telah dijalankan. Proses de-sekuritisasi terjadi karena secara

regional, ASEAN telah menyepakati masalah HAM menjadi masalah keamanan,

sedangkan di tingkat nasional dan sub-nasional, negara dapat mendefinisikan

maalah HAM sebagai masalah non keamanan. Apabila negara tidak

mengindahkan masalah HAM sebagai masalah keamanan yang penting untuk

segera ditangani, negara lain pun tidak boleh mengintervensi masalah ini.

Sehingga, kerjasama secara regional dalam hal penegakan HAM masih jauh dari

Page 10: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

harapan. ASEAN Way secara tidak langsung tidak memperhitungkan kepentingan

negara (Weatherbee, 2013, hal. 65). Kepentingan negara anggota ASEAN dalam

hal HAM bisa berbeda-beda tergantung kepada bentuk pemerintahannya juga. Di

Indonesia, meskipun sudah demokrasi dalam kepemimpinannya, tidak menjamin

bahwa pelanggaran HAM tidak akan terjadi. Pada kasus Papua dan Papua Barat,

beberapa aktivis dari Organisasi Papua Merdeka tidak dapat menyuarakan

pendapatnya ke publik karena hal ini tidak sejalan dengan kepentingan negara.

Banyak dari para aktivis dari OPM yang ditangkap dan dipenjarakan bahkan

dianiaya karena dianggap tidak memiliki kepentingan yang selaras dengan

kepentingan negara Indonesia. Walaupun tindak pelanggaran HAM terjadi di

Indnesia, negara anggota ASEAN lain tidak dapat memaksakan atau bahkan

mencampuri keputusan pemerintah Indonesia dalam menghadapi hal ini. Oleh

karena itu, ASEAN Way ini menjadi sarana de-sekuritisasi bagi negara-negara

anggota untuk mencapai kepentingan nasionalnya.

Hal ini terbukti dari temuan peneliti tentang kasus penganiayaan terhadap

aktivis HAM yang ada di provinsi Papua dan Papua Barat. Masih banyak

terjadinya kasus-kasus pelnggaran HAM baik pelanggaran HAM berat maupun

ringan yang terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat dapat memperliatkan peran

regional speech act atau AHRD tidak menjadikannya momok bagi negara-negara

anggota yang telah menandatanganinya.

Implementasi AHRD di Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia

Provinsi Papua dan Papua Barat sangat rentan terhadap kasus-kasus

penganiayaan dan pelanggaran berat HAM. Hal ini terjadi karena secara historis,

Papua dan Papua Barat merupakan provinsi yang awalnya adalah wilayah jajahan

Belanda yang dipersiapkan untuk merdeka secara utuh. Namun, setelah Indonesia

merdeka pada tahun 1945, Indonesia mengklaim bahwa wilayah jajahan Hindi-

Belanda adalah termasuk dalam wilayah Indonesia (M., Danni, 2015). Namun

setelah diadakannya Komando Mandala dan Tri Komando Rakyat untuk melawan

Belanda dan mengusir Belanda dari wilayah Papua Barat yang dipimpin Presiden

Soekarno, wilayah pulau Papua bagian Barat menjadi bagian dari wilayah

Indonesia (M., Danni, 2015). Hal ini ditandai dengan penyerahan wilayah Papua

Page 11: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

72 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Barat oleh United Nations Temporaray Executive Authority (UNTEA) kepada

Indonesia pada tahun 1962 (M., Danni, 2015).

Oleh karena kondisi historis ini, munculah pergerakan-pergerakan aktivis

pembela Papua Merdeka yang meresa bahwa Papua Barat seharusnya tidak

bergabung dengan Indonesia tetapi berdiri sendiri sebagai negara merdeka.

Aktivis ini sering menyuarakan tentang kemerdekaan Papua sebagai tujuan

organisasi mereka. Oleh sebab itu, pemerintah Indoseia dalam mempertahankan

kedaulatan Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) berusaha untuk meredam

gerakan yang dianggap sebagai gerakan separatis ini. Peredaman gerakan

separatis ini biasanya dilakukan oleh TNI dengan tujuan mempertahankan

kedaulatan. Aktivis ini ditangkap bahkan disiksa ataupun dianiaya dengan harapan

bahwa mereka tidak lagi akan menyuarakan keinginan mereka untuk Papua

menjadi negara yang merdeka dan berpisah dari Indonesia. Penangkapan dan

penganiayaan ini dapat juga dikatakan sebagai bentuk pelanggaran HAM terhadap

kebebasan berpendapat dan berbicara serta hak untuk hidup tanpa siksaan atau

penganiayaan.

Beberapa penyiksaan, penangkapan, dan kriminalisasi terhadap aktivis-

aktivis HAM di Papua dan papua Barat, bahkan kepada warga Papua yang sedang

tidak berada di Papua mengalami tindak kekerasan dan penangkapan secara

sewenang-wenang (Lihat Tabel 1.1).

Tabel 1.1

Event

Record

Number

Event Title

Local

Geograph

ical Area

Initial

Date Local Index

yfAeNO/e

vent/2220

Kriminalisasi 5

aktivis

kemerdekaan

Papua oleh oleh

Papua

Barat

4/14/15 PENANGKAPAN

SEWENANG

WENANG,

PENAHANAN

SEWENANG

Page 12: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

Polisi di bandara

Sentani

WENANG,

KRIMINALISASI

yfAeNO/e

vent/2229

Penangkapan

sewenang-

wenang oleh

Polisi terhadap 3

aktivis Papua di

Bandung

Jawa Barat 4/23/15 PENANGKAPAN

SEWENANG

WENANG

yfAeNO/e

vent/2239

Penangkapan

sewenang-

wenang terhadap

3 Pemuda di

Nabire oleh Polisi

Papua 4/28/15 PENANGKAPAN

SEWENANG

WENANG

yfAeNO/e

vent/2242

Penangkapan

Puluhan Aktifis

dan Tahanan

Politik Papua

Merdeka Pada

perayaan 1 Mei di

Manokwari

Papua

Barat

4/30/15 PENANGKAPAN

SEWENANG

WENANG,

LAINNYA

yfAeNO/e

vent/2243

Penangkapan 16

Aktivis

Kemerdekaan

Papua

Papua 4/1/15 PENAHANAN

SEWENANG

WENANG

yfAeNO/e

vent/2244

Penahanan dua

orang Aktivis

Papua Merdeka

pada saat

perayaan hari

Papua

Barat

5/1/15 PENAHANAN

SEWENANG

WENANG

Page 13: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

74 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

Integrasi papua

oleh Polres

Manokwari

yfAeNO/e

vent/2267

Penangkapan 14

Mahasiswa di

Jayapura oleh

Polisi saat aksi

Penggalangan

dana bagi tim

adhoc kasus

Paniai

Papua 6/22/15 PENANGKAPAN

SEWENANG

WENANG,

KEBEBASAN

BEREKSPRESI

yfAeNO/e

vent/2268

Penembakan di

Ugapuga,

Kabupaten

Dogiyai, Papua

terhadap dua

siswa SMP oleh

Polisi Brimob

Papua 6/25/15 PENEMBAKAN,

PENYIKSAAN

yfAeNO/e

vent/2276

Kekerasan

seksual pada anak

SMP oleh Polisi

di Timika, Papua

Papua 3/1/15 KEKERASAN

SEKSUAL

yfAeNO/e

vent/2291

Penganiayaan

karyawan

perusahaan

tambang oleh TNI

di Papua

Papua

Barat

6/29/15 PENGANIAYAAN

yfAeNO/e

vent/2294

Penganiayaan

terhadap warga

Papua 7/5/15 PENGANIAYAAN

Page 14: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

oleh TNI di

lokalisasi Tanjung

Elmo, Papua

Sumber: Data diperoleh dari hasil Interview dengan anggota LSM KontraS Arif Fikri

(18/08/2015)

Dari data tabel di atas, dapat dikatakan bahwa hampir tiap bulannya dari

bulan Maret hingga Juli 2015 masih adanya kekerasan terhadap aktivis HAM baik

yang berada di Papua dan Papua Barat maupun yang berasal dari kedua Provinsi

tersebut. Data yang diperoleh peneliti yang palin komprehensif menyebutkan

tindak kekerasan terhadap aktivis pembela HAM adalah hanya dari Komisi untuk

Orang Hilang dan Korban tindak kekerasan (KontraS). Kontras pun menyatakan

kesulitan untuk mendapatkan data rinci mengenai tindak kekerasan ini karena

jarang adanya pelaporan dari pihak korban, kerena biasanya korban diancam oleh

pihak berwenang apabila melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya

(Interview dengan Bapak Arif, KontraS, 18/08/2015). Bentuk tindakan kekerasan

yang diterima oleh para aktivis HAM di Papua dan Papua Barat meliputi

penyiksaan, diskriminasi rasial dan intimidasi (Interview dengan Bapak Arif,

KontraS, 18/08/2015).

Selain itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) sendiri

tidak merasa banyak tindakan kekerasan terhadap aktivis-aktivis HAM di Papua

yang terjadi kecuali pada kasus Paniai (Interview dengan Ketua Komnas HAM,

Bapak Nur Kholis, 03/09/2015). Komnas HAM sebagai lembaga pemerintah yang

mengurusi soal HAM memperoleh data dari laporan masyarakat dan bekerja sama

dengan LSM untuk mendapatkan data tentang tindak penyiksaan dan pelanggaran

HAM di Indonesia (Interview dengan Ketua Komnas HAM, Bapak Nur Kholis,

03/09/2015). Laporan dari Bapak Fritz Komnas HAM Papua (Phone interview

(09/09/2015) juga hanya ada pelaporan dari Theo Hesegem Aktivis HAM di

Wamena dan Yan Warinusi dari Manokwari.

Tindakan yang dilaporkan maupun yang dikumpulkan melalui berita

adalah sumber utama bagi LSM dan bagi Komnas HAM sebagai lembaga negara.

Keduanya juga menggerakakan pemerintah daerah untuk memberikan

Page 15: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

76 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

rekomendasi kebijakan serta mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan

permasalahan terkait. Namun demikian, pemerintah masih belum dapat

menjauhkan kepentingan nasionalnya dalam penegakan HAM. Terlihat pada

kasus penangkapan mahasiswa di Jayapura ketika sedang menggalang dana untuk

Tim Adhoc kasus Paniai oleh Polisi setempat. Pemerintah setempat belum

mengindahkan adanya perjanjian regional dan hukum nasional yang melindungi

HAM. Undang Undang No. 39 Tahun 1999 merupakan Undang-Undang yang

melindungi Hak Asasi Manusia secara utuh bahkan jauh sebelum AHRD dibuat

(Komnas HAM Website, 2013). Namun demikian, meskipun undang-undang ini

sudah ada sejak lama, kasus pelanggaran HAM masih terus terjadi, dan tidak ada

satupun negara di ASEAN yang berhak ikut campur dalam hal ini.

Baru-baru ini, di Provinsi Papua dan Papua Barat, terjadi kasus

pembunuhan sadis dan pemerintah setempat masih belum dapat menyelesaikan

kasus tersebut. Contohnya adalah ketika terjadi pembunuhan sadis terhadap ibu

hamil dan dua anaknya di Teluk Bintuni (Berita Satu, 2015). Pemerintah provinsi

setempat masih sangat lambat dalam menanggapi hal ini. Evaluasi khusus,

terutama evaluasi keamanan, perlu dilakukan terhadap pemerintah setempat agar

kasus-kasus pelanggaran HAM dapat diselesaikan, baik pelanggaran HAM masa

lalu maupun yang terjadi saat ini.

Hal tersebut menunjukkan belum adanya penanganan pemerintah secara

lebih mendalam mengenai permasalahan HAM. Dibuatnya AHRD di tingkat

regional tidak membuat pemerintah nasional maupun sub nasional negara anggota

merasa harus mematuhi deklarasi HAM yang telah dibuat karena prinsip ASEAN

Way yang dimuat di dalam deklarasi tersebut tidak terlalu mengikat dan tidak

membuat negara anggota menyamakan kepentingannya dalam penegakan HAM.

Sehingga, implemetasi AHRD di tingkat nasional pun belum tercapai atau belum

berhasil. Hal ini juga menjadi gambaran singkat proses de-sekuritisasi yang terjadi

baik di tingkat nasional dan sub-nasional.

Penutup

Page 16: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa

proses sekuritisasi yang dilakukan oleh ASEAN untuk menjadikan isu HAM

menjadi isu yang penting untuk ditangani melalui pembuatan AHRD sebagai

sarana speech act tidak mampu membuat negara-negara anggota ASEAN yang

sudah meratifikasi AHRD benar-benar menjadikannya masalah kemananan yang

serius. Implementasi AHRD di Indonesia terutama di Provinsi Papua dan Papua

Barat masih belum dapat terimplementasikan dengan baik dikarenakan

berbenturan dengan ASEAN Way. Hal tersebut membuat Negara anggota

ASEAN, seperti Indonesia , mengabaikan proses sekuritisasi dan speech act yang

sudah dibuat melalui AHRD.

Kepentingan nasional negara Indonesia untuk mempertahankan

kedaulatan NKRI mengakibatkan tidak terimplementasinya komitmen kerjasama

regional yang tela dicapai Indoneisa melalui AHRD. Komitmen kerjasama yang

dibuat oleh Negara-negara anggota ASEAN dalam AHRD sebagai bentuk

sekuritisasi tidak berjalan sempurna. Adanya ASEAN Way terutama prinsip non

intervensi membuat proses de-sekuriti terjadi di tingkat nasional dan sub nasional.

Negara akan tetap mementingkan kepentingannya yang mungkin bertabrakan

dengan HAM demi tercapainya kepentingan tersebut. Negara lain tidak berhak

ikut campur atas pilihan kebijakan domestik negara tersebut walaupun negara

tersebut melanggar HAM.

Kasus penganiayaan aktivis di Papua dan Papua Barat menunjukkan

bahwa Indonesia masih mementingkan kepentingannya tanpa mengindahkan

proses sekuritisasi HAM tersebut di ranah regional. Pemerintah setempat pun

belum mampu mengatasi pelanggaran HAM di provinsi Papua dan Papua Barat,

karena pemerintah setempat masih sangat berpegang pada kepentingan nasional

NKRI untuk terciptanya kedaulatan NKRI. Hal ini sangat disayangkan sebab hal

ini menyebabkan kegagalan implementasi AHRD sendiri di tingkat nasional

maupun sub-nasional, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia.

Page 17: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

78 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2

REFERENSI

Amnesty International.2014. Indonesia: Papuan Activist Imprisoned in Sorong District.

Berita Satu.2015. Polres Bintuni dan Polda Papua Barat Tidak Serius Ungkap

Pembunuhan Sadis. [online] Available at:

http://www.beritasatu.com/nasional/307451-polres-bintuni-dan-polda-papua-

barat-tidak-serius-ungkap-pembunuhan-sadis.html

Clarke, Gerard.2012. The Evolving ASEAN Human Rights System: The ASEAN

Human Rights declaration of 2012. Journal of International Human Rights

Law. Vol 11(1). Pp. 1-83.

Cultural Survival.1991. West Papua: Forgotten War, Unwanted People. [online]

Available at: http://www.culturalsurvival.org/ourpublications/csq/article/west-

papua-forgotten-war-unwanted-people

Donelly, J.2003. Universal Human Rights in Theory and Practice. USA: Cornell

University Press.

Fikri, Arif.2015. Interviewed by Karina Indrasari [in person]. KontraS Office. 18

Agustus 2015

Galih, B.2015. Ini 8 Kasus Pelanggaran HAM yang Masih Macet Hingga Sekarang.

Kompas Online. [online] Available at:

http://nasional.kompas.com/read/2015/09/29/05220051/Ini.8.Kasus.Pelanggara

n.HAM.yang.Masih.Macet.hingga.Sekarang

Goh, Gillian.2003. The ASEAN Way: Non Intervention and ASEAN’s Role in

Conflict Management. Standford Journal of East Asian Affairs. Vol. 3 (1). Pp.

113-118.

Jones, W. J.2014. Universalizing Human Rights The ASEAN Way. International Journal

of Social Sciences.Vol. III(3). Pp. 72-89.

Kholis, Nur.2015. Interviewed by Karina Indrasari [in person]. Komnas HAM Indonesia

Jakarta. 3 September 2015. KOMNAS HAM Website. (2013). Accessed:

21/10/2015. <Available at: http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-

nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham>

M. Danni.2015 dalam Website TEMPO. Sejarah Dunia HAri Ini: Irian MAsuk

Indonesia. Accessed: 21/10/2015.<Available at:

http://dunia.tempo.co/read/news/2015/05/01/121662546/sejarah-dunia-hari-

ini-irian-masuk-indonesia>

Masilamani, Logan and Peterson, Jimmy.2014. The “ASEAN Way”: The Structural

Underpinnings of Constructivie Engagement. Foreign Policy Journal. Pp. 1-21.

Page 18: Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration ...

Karina Indrasari , Analisis Implementasi ASEAN Human Rights Declaration….|

Narine, Shaun.2012. Human Rights Norms and the Evolution of ASEAN : Moving

without Moving in a Changing Regional Environment. Contemporary Southeast

Asia. Vol 34(3). Pp. 365-388).

Papuan Behind Bars.2015. Current Prisoners. Accessed: 8/5/2015. <Available at:

http://www.papuansbehindbars.org/?page_id=17>

United Nations.2015. The Universal Declaration of Human Rights. Available:

http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml. Last accessed 08 May 2015.

Weatherbee, Donald.2013. Indonesia in ASEAN: Vision and Reality. Singapore: ISEAS

Publishing.