ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN...

107
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran, Salem, Brebes) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Dalam Ilmu Syari’ah Disusun Oleh: KUROH NIM. 082311058 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Transcript of ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN...

Page 1: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

ANALISIS HUKUM ISLAM

TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI

(Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah

Di Ds. Banjaran, Salem, Brebes)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S-1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Disusun Oleh:

KUROH

NIM. 082311058

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

Page 2: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

ii

Drs. H. Nur Khoirin M.Ag. Jl. Tugu Lapangan Tambakaji Ngaliyan Semarang

Nur Hidayah S, S.H., M.H.,

Jl. Merdeka Utara 1/ B.9, Ngaliyan, Semarang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lam : 4 (empat) eks

Hal : Naskah Skripsi

A.n. Sdri. KUROH

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini saya kirimkan naskah saudari:

Nama : KUROH

NIM : 082311058

Jurusan : Hukum Ekonomi Islam (Muamalah)

Judul Skripsi : PERSEPSI ULAMA BREBES TENTANG

PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Studi Kasus

Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Banjaran, Kec.

Salem, Brebes)

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan.

Demikian atas perhatiannya, harap maklum adanya dan kami ucapkan

terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, Juni 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Nur Khoirin M.Ag Nur Hidayati S, S.H., M.H.,

NIP.19630801 199203 1 001 NIP.19670320 199303 2 001

Page 3: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

iii

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS SYARI’AH

Jl. Prof. Dr. Hamka KM 02 Ngaliyan Telp. (024) 7601291 Semarang

PENGESAHAN

Nama : KUROH

NIM : 082311058

Jurusan : MUAMALAH

Judul Skripsi : ANALISIS HUKUM ISLAM SALEM TERHADAP

PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Persepsi Ulama Salem

Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran, Salem,

Brebes)

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang, dinyatakan lulus pada tanggal:

27 Juni 2012

Dan dapat diterima sebagai pelengkap ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari’ah.

Semarang, 03 Juli 2012

Mengetahui

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Dr. H. Imam Yahya, M.Ag. Nur Hidayati Setyani, S.H., M.H.

NIP. 19700410 199503 1 001 NIP.19670320 199303 2 001

Penguji I Penguji II

H. Tolkah, M.A. Afif Noor, S.Ag., S.H., M.H.,

NIP. 19690507 199603 1 001 NIP. 19760615 200501 1 005 Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag Nur Hidayati Setyani, S.H., M.H., NIP.19630801 199203 1 001 NIP.19670320 199303 2 001

Page 4: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, dengan ini

Penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

telah pernah ditulis oleh pihak lain atau telah diterbitkan.

Demikian juga skripsi ini tidak juga berisi tentang pemikiran-

pemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, Juni 2012

Deklarator,

KUROH

NIM: 082311058

Page 5: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

v

M O T T O

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah;

dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya DIA akan memberi petunjuk

kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

(Ath- Thagaabun/ 64: 11)

Page 6: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

vi

ABSTRAK

Gadai merupakan suatu sarana saling tolong-menolong bagi umat muslim

yang didasari prinsip ta’aawun, karena dalam pelaksanaannya tidak mensyaratkan

adanya imbalan jasa. Praktek gadai sudah sangat dikenal dan lazim dilaksanakan

sebagai salah satu akad dalam aktivitas ekonomi. Akad gadai ini merupakan solusi

yang biasanya diambil oleh masyarakat ketika mengalami kesulitan dalam

pendanaan secara tidak terduga. Pelaksanaan akadnya ialah ketika seorang rahin

(pemberi gadai) meminjam sejumlah dana dari murtahin (penerima gadai),

kemudian rahin menyerahkan suatu jaminan yang berupa harta benda miliknya

yang memiliki nilai. Jaminan dalam akad gadai digunakan sebagai bentuk

kepercayaan antara rahin dan murtahin.

Adapun perumusan masalah dari skripsi ini ialah: (a). Bagaimanakah

Praktek Gadai sawah di Banjaran, Kec. Salem, Brebes? (b). Bagaimanakah

persepsi Ulama Brebes tentang pemanfaatan sawah gadai oleh Murtahin yang

dilaksanakan di Banjaran, Kec. Salem, Brebes?

Tujuan dari penulisan skripsi ini ialah: untuk mengetahui bagaimana

pelaksanaan praktek gadai sawah yang dilaksanakan di Banjaran, Kec. Salem,

Brebes. Serta Untuk mengetahui bagaimanakah persepsi ulama Brebes terhadap

praktek pemanfaatan sawah gadai oleh murtahin yang dilaksanakan di Banjaran,

Kec. Salem, Brebes.

Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau

field research yang dilakukan di ds. Banjaran, kec. Salem, kab. Brebes. Untuk

mendapatkan data yang valid, penulis menggunakan beberapa metode

pengumpulan data yaitu dokumentasi dan wawancara. Sumber data dalam

penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer (secara langsung) hasil dari

wawancara (interview) dengan para ulama serta para rahin dan murtahin,

sementara sumber data sekunder (tidak langsung) berupa dokumen-dokumen,

buku, catatan dan sebagainya. Berkenaan dengan penganalisaan data-data yang

telah terkumpul, dalam hal ini Penulis menggunakan metode deskriptif analisis

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Dari hasil penelitian mengenai praktek gadai sawah tersebut menunjukkan

bahwa pelaksanaan praktek gadai sawah yang dilaksanakan di ds. Banjaran, kec.

Salem, kab. Brebes tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat akad gadai sesuai

yang dijelaskan dalam hukum Islam. Serta sesuai dengan dasar hukum yang

dijadikan sebagai dasar hukum akad gadai baik dari segi hukum Islam maupun

dari segi hukum normatif. Mengenai persepsi para ulama Brebes tentang

pemanfaatan sawah gadai tersebut terdapat dua kelompok, yakni kelompok yang

memiliki persepsi bahwa pemanfaatan sawah gadai oleh mrtahin yang

dilaksanakan di ds. Banjaran tersebut diperbolehkan dan tidak termasuk kedalam

kegiatan yang eksploratif. Kelompok lainnya ialah kelompok yang memiliki

persepsi bahwa pemanfaatan sawah gadai oleh murtahin di ds. Banjaran tersebut

tidak diperbolehkan meskipun hasil yang diperoleh hanya sedikit saja, namun

kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

dapat dikategorikan sebagai riba.

Page 7: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Ayah dan Bunda tercinta (Bpk Abidin dan Ibu Kesih).

“Yang selalu menjaga, mendoakan, dan mendukung serta selalu mencurahkan

kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada Penulis dalam

segala hal. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi Beliau”.

Sisters (Fenty Fumiaty, Ika Nur Handayani, & Lady Nahdiyatul. U)

“Yang senantiasa memberikan dukungan, & doa, memberikan senyuman saat

Penulis sedih, membangunkan saat Penulis terjatuh dan memotivasi disaat

Penulis rapuh.

Terima kasih Sist.”

“Sahabat-Sahabatku”

(Kos Anggur, ‘Akhi & Ukhti di MUB ’08, Sisters & Brothers di posko

Indongarep 54) Makasih buat semangat yang senantiasa kalian berikan

padaku.

“Special For My ‘AMOR’ ”

“Terima Kasih untuk kasih dan cintamu, untuk perhatian dan semangat

darimu, untuk cahaya yang Kau nyalakan di perjalanan hidupku.”

Page 8: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah

SWT yang telah menurunkan syariat Islam sebagai tuntunan bagi hamba-Nya,

agar kita dapat hidup sejahtera lahir dan batin, dunia dan akhirat. Sholawat dan

salam mudah-mudahan tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Besar

Muhammad SAW, pembawa risalah dan suri teladan dalam menjalankan syariat

Islam.

Berkat limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta usaha yang

sungguh-sungguh, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Persepsi Ulama Brebes Terhadap Pemanfaatan Sawah Gadai (Studi Kasus

Terhadap Praktek Gadai Sawah di Ds. Banjaran, kec. Salem, kab. Brebes)”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Strata 1 (S1) di Fakultas Syariah IAIN Walisongo. Dalam penulisan skripsi ini

tentu Penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga dalam hal ini

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang Terhormat:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhibbin, MA., selaku pengemban Rektor IAIN

Walisongo Semarang

2. Bapak DR. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang.

3. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan, atas didikan, dukungan serta

bantuannya pada Penulis.

4. Bapak Drs. H. Nur Khoirin M.Ag, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini secara sabar dan akomodatif.

5. Ibu Nur Hidayati S., SH.,MH selaku Dosen Pembimbing II, telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya di sela-sel kesibukannya untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

Page 9: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

ix

6. Segenap bapak dan ibu dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama duduk dibangku

kuliah di Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

7. Segenap karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Bapak / Ibu pegawai Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Perpustakaan Institut

IAIN Walisongo Semarang, yang telah memberikan izin dan layanan

kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi

9. Para pegawai di kantor kelurahan, para alim Ulama dan masyarakat desa

Banjaran, kec. Salem, kab. Brebes, atas kerjasamanya dan yang telah

memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh Penulis.

10. Bapak dan Ibu tercinta, beserta segenap keluarga, atas segala do’a, dukungan,

perhatian, arahan, dan kasih sayangnya, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku semua yang selalu memberi do’a, dukungan, dan semangat

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. “Semoga Allah membalas semua amal

kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan pada

Penulis” amin.

Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan

skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang

membangun sangat Penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Amin Ya Rabbal A’lamin.

Semarang, Juni 2012

Penulis

KUROH

NIM. 082311058

Page 10: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii

PENGESAHAN ............................................................................................... iii

DEKLARASI .................................................................................................. iv

MOTTO ........................................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8

D. Telaah Pustaka ......................................................................... 9

E. Metode Penelitian..................................................................... 12

F. Sistematika Penulisan............................................................... 17

BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI GADAI (AR- RAHN)

A. Definisi Gadai ........................................................................... 19

B. Dasar Hukum Gadai (Ar- Rahn) ............................................... 27

1. Dalil Al- Qur’an ................................................................... 27

2. Hadits ................................................................................... 28

3. Pendapat Ulama ................................................................... 29

4. Fatwa Dewan Syari’ah- Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) .................................................................................... 30

C. Rukun Dan Syarat Gadai .......................................................... 32

1. Rukun Gadai ........................................................................ 32

2. Syarat Gadai ......................................................................... 33

Page 11: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

xi

3. Hak Dan Kewajiban Pemberi (Rahin) dan Penerima

Gadai (Murtahin) ................................................................. 37

4. Berakhirnya Akad Gadai ..................................................... 39

D. Ketentuan Khusus Akad Gadai ................................................ 40

1. Tambahan Pada Barang Gadai (al- Marhun) ....................... 40

2. Pengambilan Manfaat Atas Barang Gadai (al- Marhun) ..... 43

BAB III PERSEPSI ULAMA TERHADAP PRAKTEK PELAKSANAAN

PENGAMBILAN MANFAAT ATAS MARHUN

OLEH MURTAHIN DI DS. BANJARAN, SALEM. BREBES

A. Profil Desa Banjaran ................................................................. 54

1. Kondisi Geografis ................................................................ 54

2. Kondisi Demografi .............................................................. 55

a. Kependudukan ................................................................ 55

b. Kondisi Sosial, Budaya, Keagamaan dan Ekonomi ........ 56

B. Pelaksanaan Praktek Pemanfaatan Barang Gadai Sawah

di desa Banjaran, Kec. Salem, Kab. Brebes ............................. 63

1. Praktek Gadai Sawah di Desa Banjaran, Kec. Salem,

Kab. Brebes ......................................................................... 63

2. Pendapat Para Pihak Terhadap Pemanfaatan Sawah Gadai. 68

C. Pendapat Ulama Terhadap Pemanfaatan Sawah Gadai ............ 70

BAB IV ANALISIS PERSEPSI ULAMA TERHADAP PEMANFAATAN

SAWAH GADAI YANG DILAKSANAKAN DI DS. BANJARAN,

KEC. SALEM. BREBES

A. Analisis Pelaksanaan Praktek Gadai Sawah di ds. Banjaran,

Salem, Brebes Berdasarkan Syarat dan Rukun Gadai ............. 76

B. Analisis Terhadap Persepsi Ulama Mengenai Praktek

Pemanfaatan Sawah Gadai oleh Murtahin yang dilaksanakan

di Ds. Banjaran. Salem. Brebes ............................................... 81

Page 12: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

xii

1. Analisis Terhadap Persepsi Ulama yang Membolehkan

Pemanfaatan Marhun oleh Murtahin dalam Pelaksanaan

Gadai Sawah di Ds. Banjaran, Salem, Brebes ..................... 81

2. Analisis Terhadap Pesepsi Ulama yang Membolehkan

Pemanfaatan Marhun oleh Murtahin dalam Pelaksanaan

Gadai Sawah di Ds. Banjaran, Salem, Brebes ..................... 84

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 88

B. Saran-Saran .............................................................................. 90

C. Penutup ..................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu

(a comprehensive way of life). Ia memberikan panduan yang dinamis dan

lugas terhadap aspek kehidupan,1 yakni melalui al-Qur‟an dan as-Sunnah

Rasulullah SAW. Al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai penuntunan, mempunyai

daya jangkau dan daya atur yang universal, meliputi segenap aspek dalam

persoalan kehidupan umat manusia, baik pada masa lampau (setelah al-

Qur‟an diturunkan), masa kini, maupun masa yang akan datang. Hal itu dapat

terlihat dari segi teksnya yang selalu tepat untuk diimplikasikan dalam

kehidupan aktual, misalnya dalam bidang muamalah duniawiyah,2 yaitu

bidang yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat mengenai

kebendaan dan hak-hak serta penyelesaian persengketaan-persengketaan yang

mungkin terjadi dalam pelaksanaan muama

lah tersebut, dalam hal ini salah satunya yang berkaitan dengan

pelaksanaan praktek gadai.3

1 Muh. Syafi‟i Antonio, “Bank Syari‟ah „Dari Teori ke Praktek‟ ”, Jakarta: Gema Insani,

Cet. 1, 2001, bag. Pengantar. 2 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi. K. Lubis, “Hukum Perjanjian Dalam Islam”,

Jakarta: Sinar Grafika. 3 Gemala Dewi, dkk., “Hukum Perikatan Islam di Indonesia”, Jakarta: Kencana, Cet. 1,

2005, hlm. 5.

Page 14: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

2

Pembahasan tentang gadai ini kembali muncul ke permukaan dalam

beberapa tahun terakhir ini seiring dengan makin seringnya masyarakat

melaksanakan praktek gadai tersebut dalam menyelesaikan permasalahan

yang dihadapinya. Salah satu alasan yang melatar belakangi dilaksanakannya

gadai oleh masyarakat ialah karena proses gadai yang tidak memakan waktu

yang berlebihan. Selain itu, seseorang dapat menyelesaikan masalah yang

dihadapinya dengan segera dengan menggunakan barang berharga yang

dimilikinya sebagai jaminan tanpa harus takut kehilangan barang tersebut,

karena pada akhirnya saat ia mengembalikan pinjaman yang diambilnya,

maka ia dapat langsung mengambil kembali barang yang dijaminkannya

tersebut. Sehingga ia dapat memperoleh yang diinginkannya tanpa harus

mengorbankan apa yang dimilikinya. Sehingga kemudian banyak literatur-

literatur mengenai akad gadai tersebut.

Syafi‟i Antonio dalam karyanya menerangkan bahwa Gadai yang

dalam fikih dikenal dengan akad ar-Rahn diartikan sebagai “suatu akad

dimana menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas

pinjaman yang diterimanya”.4 Maksudnya bahwa dalam hal ini si peminjam

(rahin) harus menyediakan harta benda yang dimilikinya, yang benda tersebut

kemudian akan dijadikan jaminan untuk piutang yang diambilnya dari si

pemberi pinjaman (murtahin).

Disampaikan pula oleh Hasbi as-Shiddieqy sebagai berikut:

4 Muh. Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah ‟Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia

Institute, 1999, hlm. 182.

Page 15: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

3

Artinya: “Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara‟ sebagai

jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, untuk

mengembalikan atau mengambil sebagian benda itu”.5

Penjelasan lain tentang gadai ini dikemukakan pula oleh Dr. H. Hendi

Suhendi dalam bukunya, bahwa rahn merupakan:

Artinya: “Akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang

mungkin diperoleh bayaran yang sempurna darinya”.6

Berkenaan dengan akad gadai ini diberikan penjelasan dalam firman

Allah SWT. Qs. Al- Baqarah: 283.7

Artinya: “Jika (hendak bermuamalah tidak secara tunai) engkau dalam

perjalanan sedangkan engkau idak menemukan seorang Penulis,

maka hendaklah ada barang jaminan. Jika kamu sekalian saling

mempercayai, maka hendaklah orang yang dipercayai tersebut

selalu menjaga kepercayaan tersebut. (Al- Baqarah: 283)”.

5 Hasbi as-Shiddieqy, “Pengantar Fiqh Muamalah”, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, hlm.

86-87. 6 Hendi Suhendi, M “Fiqh Muamalah”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm.

105. 7 Departemen Aganma RI, „Abdul „Aziz „Abdur Ra‟uf dan Al- Hafiz (edit), “Mushaf Al-

Qur‟an Terjemah Edisi Tahun 2002”, Jakarta: Al- Huda, 2005.

Page 16: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

4

Kemudian telah dicontohkan pula oleh Rasulullah SAW, yang

dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari

Aisyah r.a.:

Artinya: “Dan dari Aisyah r.a, bahwasanya Nabi saw, mengambil makanan

dari seorang Yahudi yang harganya akan dibayarkan dalam satu

jangka waktu tertentu, sedang Nabi saw, Sebagai jaminan Nabi

menggadaikan baju besi beliau.” (HR. Bukhary; Muslim; al-

Muntafaqa II: 350).8

Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada umumnya aspek hukum

keperdataan Islam (fiqh mu‟amalah) dalam hal transaksi mempersyaratkan

rukun dan syarat dan syarat syah, hal inipun berlaku dalam akad gadai.

Demikian yang termasuk ke dalam rukun gadai ialah:

1. Aqid (orang yang berakad)

Aqid ialah merupakan pihak yang melaksanakan akad tersebut

yang meliputi dua arah. Dalam akad gadai ini terdapat dua aqid yang

saling berkaitan, yakni;

a. Rahin yang merupakan pihak menggadaikan barangnya (barang gadai)

dan;

b. Murtahin yang merupakan pihak yang berpiutang dan menerima

barang gadai.

2. Ma‟qud ‟alaih (Barang yang diakadkan).

8 T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, “Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7”, Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putera, Cet. 3, Ed. 2, 2001, hlm. 130

Page 17: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

5

Ma‟qud ‟alaih meliputi dua hal yakni;

a. Marhun merupakan barang yang digadaikan dan;

b. Marhun bihi merupakan utang yang karenanya diadakan akad rahn. 9

3. Shigat al-‟Aqd (Ijab dan kabul)

Merupakan ungkapan para pihak yang melakukan akad.

a. Ijab adalah pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

b. Qabul merupakan pernyataan menerima dari pihak kedua atas

penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.10

Berkenaan dengan barang gadai (marhun) bahwa dalam hal ini semua

barang yang boleh diperjual-belikan, boleh digadai sebagai tanggungan

hutang. Dan barang-barang yang tidak boleh diperjual-belikan tidak boleh

digadaikan, sebab gadai (hakikatnya) menjual nilai dari barang itu.11

Sementara bekenaan dengan status marhun tersebut tetap menjadi hak dari

pemberi gadai (Rahin), sehingga baik dalam hal yang berkaitan dengan

keuntungan maupun kerugian atas barang gadai tersebut menjadi hak dan

kewajiban pemberi gadai (rahin). Seperti dijelaskan dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Syafi‟i dan Daruquthni dari Abu Hurairah r.a.:

9 Zainuddin Ali, “Hukum Gadai Syari‟ah”, Jakarta: Sinar Grafika, Edi. 1, Cet. 1, 2008,

hlm. 20. 10

Gemala Dewi, op. cit. hlm. 63. 11

Moh. Rifa‟i, Terjemah Kifayatul Ahyar, CV. Thoha Putra, Semarang, 1978, hlm. 196.

Page 18: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

6

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW,: Gadaian itu tidak menutup

akan yang punyanya dari manfaat barang itu, faidahnya kepunyaan

dia dan dia wajib mempertanggungjawabkan segala resikonya”.

(HR. as- Syafi‟I dan ad- Daruquthni).12

Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa dalam masyarakat

praktek gadai juga sudah sangat dikenal dan lazim dilaksanakan sebagai salah

satu akad dalam aktivitas ekonomi atau yang dalam Islam dikenal dengan

aktivitas bermuamalah. Akad gadai ini biasanya dilakukan ketika seseorang

itu sangat membutuhkan sejumlah dana, sementara dirinya hanya memiliki

suatu benda/ harta (bukan uang) yang jika menunggu dijual dahulu akan

membutuhkan waktu lama. Atau karena orang tersebut memang

menginginkan untuk tetap memiliki barang tersebut, dikarenakan itu adalah

barang berharga yang sangat berarti untuk dirinya. Maka solusi yang diambil

ialah dengan cara menggadaikan barang tersebut sehingga dia tetap

memperoleh dana, juga barangnya tetap dapat dimilikinya kembali saat dia

sudah dapat mengembalikan uang bayaran gadai tersebut.

Salah satu praktek gadai yang Penulis temukan ialah praktek gadai

yang dilaksanakan oleh masyarakat di Banjaran, Kec. Salem, Brebes.

Masyarakat biasanya menggunakan sawah mereka sebagai barang jaminan

(marhun) atas akad gadai yang mereka lakukan.

Proses gadai tersebut digambarkan dimana Rahin menggadaikan

sawahnya dengan teknis Rahin menyerahkan sawahnya kepada Murtahin,

kemudian Rahin akan memperoleh sejumlah uang yang telah disepakati

12

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer III”, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. 3, 2004, hlm. 94.

Page 19: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

7

dalam akad tersebut, selain itu ditentukan pula berapa lama waktu akad gadai

akan berlangsung. Selama akad gadai tersebut berlangsung, lahan sawah

berada dalam penguasaan Murtahin serta ia pulalah yang yang berhak dalam

hal penggunaan lahan sawah tersebut kaitannya dengan pengambilan

manfaatnya, semua kebijakan/ keputusan (dalam hal perawatan, pengolahan

dan pemanfaatan) atas lahan tersebut diserahkan kepadanya. Sementara Rahin

tidak mempunyai hak untuk memanfaatkan sawah tersebut, bahkan ia tidak

dapat sekedar mengambil sebagian kecil manfaat dari lahan sawah tersebut

sampai ia dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya dulu dari Murtahin.

Sehingga lahan sawah tersebut dikuasai oleh Murtahin, ditanami sesuai

kehendaknya asal itu membawa keuntungan baginya.

Dalam peristiwa tersebut tentu menarik untuk dikaji ulang, mengingat

hal tersebut berbeda dengan yang apa dijelaskan dalam literatur-literatur yang

membahas tentang akad gadai. Hal ini seperti yang telah tersirat dalam hadits

yang diriwayatkan oleh Imam Syafi‟i dan Daruquthni bahwa mengenai

barang gadai tersebut menjadi hak dari pihak yang memberikan gadai tadi,

sehingga baginya pula segala keuntungan dan kerugian yang mungkin akan

ditanggung.

Sehubungan dengan adanya praktek gadai yang terjadi di Banjaran,

Kec. Salem, Brebes tersebut, Penulis tertarik untuk membahasnya mengenai

bagaimana kajian hukum Islam berkenaan dengan praktek gadai yang terjadi

di desa Banjaran, Kec. Salem, Kab. Brebes tersebut. Untuk membahas

permasalahan tersebut Penulis mengambil sebuah judul yaitu: “ANALISIS

Page 20: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

8

HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI

(Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran,

Salem, Brebes).

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari penjelasan di atas, ada beberapa permasalahan yang

ingin penulis bahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah praktek gadai sawah di Banjaran, Kec. Salem, Brebes?

2. Bagaimanakah persepsi ulama Salem tentang pemanfaatan sawah gadai

oleh Murtahin yang dilaksanakan di Ds. Banjaran, Kec. Salem, Brebes?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktek gadai sawah yang

dilaksanakan di Banjaran, Kec. Salem, Brebes.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah persepsi ulama Salem terhadap praktek

pemanfaatan sawah gadai oleh murtahin yang dilaksanakan di Banjaran,

Kec. Salem, Brebes.

Manfaat Penelitian ini adalah:

1. Dapat mengetahui bagaimana praktek pemanfaatan sawah gadai oleh

murtahin dalam pelaksanaan gadai sawah yang dilaksanakan di desa

Banjaran, Salem, Brebes.

2. Dapat mengetahui bagaimanakah persepsi Ulama Salem tentang

pemanfaatan sawah gadai yang dilaksanakan di Banjaran, Kec. Salem,

Brebes.

Page 21: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

9

3. Dapat mengetahui bagaimana hukum Islam mengkaji proses pemanfaatan

lahan sawah dalam akad gadai yang dilaksanakan di Banjaran, Kec. Salem,

Brebes.

4. Bagi IAIN Walisongo, diharapkan skripsi ini dapat menjadi tambahan

informasi dan referensi belajar khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi

fakultas Syari‟ah jurusan Hukum Ekonomi Islam atau Muamalah.

D. Telaah Pustaka

Terkait penelitian Penulis ini, Penulis menemukan beberapa sumber

yang terkait dengan penelitian Penulis. Diantaranya:

1. Karya ilmiah berupa skripsi yang ditulis oleh Muhamad Jamroni

(042311028) yang merupakan mahasiswa S1 IAIN Walisongo Semarang,

Fakultas Syari‟ah. Dalam karyanya yang berjudul “Analisis Hukum Islam

Terhadap Praktek Gadai Sawah (Studi Kasus gadai Di Desa Penyalahan

Kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal)”. Dalam skripsi tersebut

mengkaji tentang permasalahan yang berkaitan dengan bagaimanakah

praktek gadai sawah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Penyalahan

Kecamatan Jatinegara Kabupaten Tegal, serta bagaimana tinjauan Hukum

Islam terhadap praktek gadai tersebut. Dari skripsi tersebut kemudian

diketahui bahwa praktek gadai yang dilaksanakan oleh masyarakat di desa

Penyalahan, Kec. Jatinegara, Tegal tersebut sudah memenuhi syarat dan

rukun gadai, hanya saja perlu dilakukan pembenahan terhadap hal yang

berkaitan dengan pengelolaan dan pembagian hasil barang jaminan.

Sementara dari segi pandangan Hukum Islam, praktek gadai di desa

Page 22: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

10

Penyalahan tersebut dipandang tidak sesuai dengan konsep ta‟awun. Hal

ini dikarenakan segala keuntungan terhadap pengelolaan barang jaminan

diambil sepenuhnya oleh Penerima Gadai.

2. Penelitian Nur Rif'ati (2103141) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Praktek Gadai Sepeda Motor (Studi Kasus Di Desa

Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal)”. Dalam

penelitian tersebut bermaksud untuk membahas bagaimana tinjauan

hukum Islam terhadap praktek gadai sepeda motor, dimana barang tersebut

berupa barang hutangan, adanya unsur tambahan serta pemanfaatan

dengan cara menyewakan barang gadai tersebut. Kemudian dari penelitian

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa praktek gadai yang dilaksanakan

di desa Karangmulyo, kec. Pegandon, Tegal tersebut tidak sesuai dengan

Hukum Islam, ini dilihat dari segi ma‟qud alaih yang berupa hutang.

Padahal dalam syarat gadai dijelaskan bahwa ma‟qud alaih tidak boleh ada

tanggungan dengan pihak lain, yakni harus berupa milik sempurna. Dari

akad gadai yang tersebut ini juga diketahui bahwa akad gadai tersebut

terkontaminasi oleh praktek riba, dimana murtahn selain mengambil

manfaat dari ma‟qud alaih juga meminta bunga dari pokok pinjaman yan

diambil oleh rahin. Selain itu dijelaskan juga bahwa dalam praktek gadai

tersebut ditemukan adanya unsur gharar, ini digambarkan dengan kegiatan

murtahin yang menyewakan ma‟qud alaih yang dalam hal ini merupakan

bentuk penipuan dan kecurangan terhadap rahin.

Page 23: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

11

3. Penelitian oleh Nur Asiah (2101171) yang berjudul “Pemanfaatan

Barang Gadai Oleh Pemberi Gadai (Rahin) Dalam Perspektif Hukum

Islam Dan KUH-Perdata”. Dalam penelitian ini memfokuskan pada

bagaimana pemanfaatan barang gadai oleh rahin ditinjau dari Hukum

Islam serta Pasal 1150 KUH Perdata. Dari penelitian ini dijelaskan bahwa

baik ditinjau dari Hukum Islam maupun KUH Perdata bahwa praktek

pemanfaatan barang gadai tidak diperbolehkan. Namun, dalam Hukum

Islam dijelaskan bahwa pemegang gadai diperbolehkan mengambil

manfaat atas barang jaminan yang berupa binatang ternak yang

memerlukan perawatan atasnya. Dalam hal ini pemegang gadai

diperkenankan mengambil manfaat sebesar biaya perawatan dan

pemeliharaan binatang tersebut.

4. Penelitian Siti Zainab (2103142), yang berjudul “Analisis Pendapat Imam

Malik Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Yang Menggadaikan

Dengan Penerima Gadai Terhadap Barang Yang Rusak”. Dalam penelitian

tersebut memfokuskan pada beberapa permasalahan yakni: bagaimana

pandangan Imam Malik tentang penyelesaian perselisihan antara yang

menggadaikan dengan penerima gadai. Serta metode istinbat hukum yang

bagaimana yang digunakan Imam Malik dalam rangka penyelesaian

perselisihan antara yang menggadaikan dengan penerima gadai tersebut.

Kemudian dari penelitian tersebut dijelaskan bahwa langkah yang

dilaksanakan dalam rangka penyelesaian perselisihan antara yang

menggadaikan dengan pemegang gadai ialah dengan menerima pengakuan

Page 24: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

12

dan keterangan dari pemegang gadai, hal ini seperti dijelaskan dalam

kitabnya al-Muwatta‟.

E. Metode Penelitian

Dalam skripsi ini penulis menggunakan beberapa tipe metode

penelitian agar didapat data-data yang akurat, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian

Lapangan (Field Research) yang juga disebut dengan penelitian kasus

(Case Study) dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar

belakang keadaan dan posisi saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial

tertentu yang bersifat apa adanya (given). Penelitian kasus ini merupakan

studi mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu

memberi gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu.13

Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara

mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi, atau masyarakat

tertentu, tentang latar belakang, keadaan/ kondisi, faktor-faktor, atau

interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi di dalamnya.14

Dalam hal ini

penulis mencoba mengamati langsung mengenai praktek gadai yang

dilakukan oleh rahin dan murtahin yang berada di Banjaran, Kec. Salem,

Brebes. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian lapangan ini penulis

13

Sudarwan Danim, “Menjadi Peneliti Kualitatif „Ancangan metodologi, presentasi dan

publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang ilmu-ilmu social,

pendidikan, dan humaniora‟ ”, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. I, 2002, hlm. 54. 14

Bambang Sunggono, “Metodologi Penelitian Hukum „Suatu Pengantar”, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, Cet. 2, 1998, hlm. 36.

Page 25: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

13

akan memperoleh data yang akurat mengenai proses dilakukannya akad

gadai di Banjaran tersebut.

2. Sumber Data

Data yang Penulis gunakan dalam penelitian skripsi ini berasal dari

dua sumber, yakni:

a. Sumber Primer

Yakni sumber yang langsung memberikan data kepada

pengumpul.15

Data ini diperoleh secara langsung dari masyarakat baik

yang melalui wawancara, observasi dan alat lainnya. Data ini masih

mentah dan perlu adanya analisa lebih lanjut atasnya.16

Dalam hal ini sumber data primer penulis ialah berupa data

langsung yang diperoleh dari hasil pengamatan dan penelitian penulis

berkenaan dengan dengan praktek gadai sawah yang dilaksanakan oleh

rahin dan murtahin di Banjaran, Kec. Salem, Brebes. Selain itu juga

berasal dari persepsi/ pendapat ulama yang berada di sekitar Ds.

Banjaran, Salem, Brebes.

b. Sumber Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui dokumen.17

Dalam hal ini menggunakan literatur-literatur berupa buku-buku

khususnya yang membahas tentang penelitian ini.

15

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D, Bandung: Alfabeta,

2009, hlm. 225 16

Joko Subagyo. “Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek”, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, Cet. I, 1991, hlm. 87. 17

Sugiyono. op. cit., hlm. 230

Page 26: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

14

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendukung penulisan skripsi ini, ada beberapa metode yang

Penulis gunakan dalam mengumpulkan data, yakni:

a. Observasi

Ialah suatu pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian

dilakukan pencatatan.18

Yakni cara pengumpulan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

keperluan tersebut.19

Dalam hal ini Penulis melakukan observasi dengan cara

mengamati praktek akad gadai yang dilakukan oleh rahin dan murtahin

di ds. Banjaran, Kec. Salem, Brebes. Observasi yang dimaksud ialah

berkaitan dengan bagaimana masyarakat ds. Banjaran melaksanakan

praktek gadai tersebut. Bagaimana murtahin memanfaatkan sawah yang

dijadikan jaminan gadai oleh rahin, sehingga rahin tidak memiliki hak

apapun atas sawahnya tersebut sampai ia mampu mengembalikan

pinjaman yang ia ambil dari murtahin. Praktek gadai yang penulis amati

dalam hal ini terdapat 2 praktek gadai, ini dimaksudkan untuk

membandingkan di antara keduanya.

b. Interview/ Wawancara.

Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau

lebih, yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau

18

P. Joko Subagyo, op. cit. hlm. 63. 19

Moh. Nazir, “Metode Penelitian”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 212

Page 27: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

15

sekelompok subjek peneliti untuk dijawab.20

Yakni merupakan suatu

metode pengumpul data yang untuk mendapatkan informasi secara

langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para

responden. Wawancara sendiri bermakna berhadapan langsung antara

interviewer(s) dengan responden, dan kegiatannya dilakukan secara

lisan.21

Dalam hal ini Penulis melakukan interview langsung dengan

pihak-pihak yang terkait dalam akad gadai sawah tersebut. Responden

dalam penelitian ialah ulama,22

sebagai pihak yang berkompeten untuk

menjelaskan tentang kajian hukum Islam berkenaan dengan akad gadai

(baik secara teoritis, maupun berkaitan dengan pelaksanaan gadai

sawah di ds. Banjaran). Penelitian ini melibatkan 6 orang yang

mewakili ulama. Ulama yang dimaksud penulis diantaranya mewakili

pihak pemilik tempat pendidikan agama (pondok pesantren), pihak

yang mewakili penceramah/ guru yang biasanya menyampaikan pesan/

pengajaran agama, yang mewakili organisasi keagamaan (dalam hal ini

penulis mengambil sampel dari organisasi NU dan Muhammadiyah).

20

Sudarwan Denim, op. cit., hlm. 130 21

Joko Subagyo, op. cit. hlm. 39. 22

Kata ulama merupakan bentuk jamak dari kata „alim. (Ibnu Mandhur, Lisan al-arab,

Juz I, Beirut : Dar al-Lisan al-Arab, tth., hlm. 273). Namun dalam perkembangannya kata “ulama”

ini telah mengalami penyempitan makna yakni kata “ulama” tersebut dimaknai sebagai bentuk

tunggal. Seorang alim digambarkan sebagai seorang yang berilmu, sementara seorang ulama

ditujukan kepada seorang yang memiliki pengetahuan agama, terutama dalam bidang fikih atau

hukum Islam. Meskipun sebenarnya untuk sebutan seorang ahli fikih itu sendiri lebih tepat disebut

sebagai faqih atau jamaknya fuqaha. Sehingga dapat dikatakan bahwa ulama merupakan seorang

yang ahli atau memiliki pengetahuan baik ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan ke-

alaman, yang dengan pengetahuannya tersebut menjadikannya memiliki rasa taqwa, takut dan

tunduk kepada Allah SWT (Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam,

Jilid VI, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, hlm. 1841).

Page 28: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

16

Penelitian ini juga tentu saja melibatkan rahin dan murtahin sebagai

pihak pelaksana praktek gadai sawah tersebut. Wawancara dengan

pihak rahin dan murtahin disini berkaitan dengan perihal bagaimana

proses pelaksanaan gadai sawah tersebut, kemudian bagaimana

pendapat mereka terhadap praktek pelaksanaan gadai sawah di ds.

Banjaran, serta bagaimana pendapat mereka tentang pemanfaatan

sawah gadai terseut. Penelitian ini melibatkan 7 orang responden yang

berasal dari pihak rahin. serta dari pihak murtahin sebanyak 7 orang

pula.

4. Metode Analisis Data

Proses analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha

memaknai data yang berupa teks atau gambar. Analisis data merupakan

proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap

data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis secara

singkat sepanjang penelitian. Analisis data melibatkan pengumpulan data

yang terbuka yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan umum, dan

analisis informasi dari para partisifan.23

Dalam penelitian ini metode

analisis yang digunakan adalah deskriptif, yaitu metode penelitian untuk

membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,24

Penelitian deskriptif

disini bertujuan untuk membuat pencanderaan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah

23

John. W. Creswell, “Research Design „Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed”,

diterjemahkan oleh Achmad Fawaid dari “Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approache”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2002, hlm. 274-275. 24

Moh Nazir, hal. 64

Page 29: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

17

tertentu.25

Dan atau bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan

yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa

sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.26

Situasi atau kejadian yang

dimaksud dalam skripsi ini ialah praktek gadai yang dilakukan oleh

masyarakat desa Banjaran.

F. Sistematika Penelitian

Untuk memberi kemudahan dalam memahami skripsi ini, maka

Penulis menguraikan susunan penulisan secara sistematis, yakni sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN.

Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, telaah pustaka, metode peneltian, sistematika

penelitian.

BAB II : Ketentuan Umum Mengenai Gadai (Ar-Rahn)

Pembahasan umum mengenai pandangan Islam mengenai praktek

akad gadai (ar-Rahn). Yakni berkaitan dengan definisi gadai (ar-

Rahn), dasar hukum, rukun dan syarat, serta ketentuan khusus

gadai berkaitan dengan tambahan pada barang gadai serta

pengambilan manfaat atas barang gadai.

25

Sumadi Suryabrata, “Metodologi Penelitian”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet.

9, 1995, hlm. 18. 26

Consuelo. G. Sevilla, dkk. , “Pengantar Metode Penelitian”, diterjemahkan oleh

Alimuddin Tuwu dari “An Introduction to Research Methods”, Jakarta: UI-Press, Cet. 1, 1993,

hlm. 71.

Page 30: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

18

BAB III : Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Pelaksanaan

Pengambilan Manfaat atas Marhun oleh Murtahin di Ds.

Banjaran, Salem. Brebes

Berisi tentang deskripsi profil ds. Banjaran dan kondisi sosial

kemasyarakatan di Ds. Banjaran, kec. Salem, kab. Brebes.

Dilanjutkan tentang penjelasan berkaitan dengan pelaksanaan

praktek gadai sawah yang dilaksanakan di desa tersebut serta

penjelasan dalam kaitannya dengan pendapat para ulama Salem

dan para pihak yang terkait dengan pelaksanaan praktek gadai

tersebut, terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan sawah

gadai oleh murtahin.

BAB IV : Analisis Terhadap Persepsi Ulama Terhadap Pemanfaatan

Sawah Gadai yang dilaksanakan di Ds. Banjaran, Kec. Salem,

Brebes.

Analisis penulis terhadap pelaksanaan praktek gadai yang

dilakukan oleh masyarakat di desa Banjaran, Kec. Salem, Kab.

Brebes. Serta analisis berkaitan dengan persepsi Ulama Salem

terhadap pelaksanaan pemanfaatan sawah gadai dalam praktek

gadai tersebut.

BAB V : PENUTUP

Berisi kesimpulan, saran dan juga kritik penulis.

Page 31: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

19

BAB II

KETENTUAN UMUM MENGENAI GADAI (AR- RAHN)

A. Definisi Gadai

Gadai merupakan suatu sarana saling tolong-menolong bagi umat

muslim, tanpa adanya imbalan jasa.27

Sehingga kemudian akad gadai ini

dikategorikan kedalam akad yang bersifat derma (tabarru), hal ini disebabkan

karena apa yang diberikan rahin kepada murtahin tidak ditukar dengan

sesuatu. Sementara yang diberikan oleh murtahin kepada rahin adalah utang,

bukan penukar dari barang yang digadaikan (marhun). Selain itu, rahn juga

digolongkan kepada akad yang bersifat ainiyah, yakni akad yang sempurna

setelah menyerahkan barang yang diakadkan. Sehingga kemudian dijelaskan

bahwa semua akad yang bersifat derma dikatakan sempura setelah memegang

(al-qabdu), sempurna tabarru‟, kecuali setelah pemegangan).28

Selain itu,

gadai ini juga termasuk ke dalam jenis akad musamma.29

27

Nasrun Haroen, “Fiqh Muamalah”, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 2, 2007, hlm.

251. 28

Rahmat Syafe‟i, “Fiqh Muamalah”, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. 10, 2001. hlm.

160 29

Akad (al „aqd – al „uqud) secara bahasa diartikan sebagai al- rabath yakni menghimpun

atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga

keduanya bersambung dan menjadi seutas tali yang satu. [Hukum Perikatan Islam di Indonesia

oleh Gemala Dewi et al, op. cit., hlm. 45].

Dalam terminologi hukum Islam, akad diartikan sebagai pertalian antara ijab dan qabul

yang dibenarkan oleh syara‟ (bahwasanya setiap akad tidak boleh bertentangan dengan ketentuan

syari‟at Islam) yang menimbulkan akibat hukum bagi objeknya. Pengertian akad yang tersebut

merupakan satu perbuatan atau tindakan hukum, maksudnya ialah bahwa dengan dilakukannya

akad tersebut maka akan menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait

baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan akad tersebut. Akad ini kemudian

mengalami pengelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Salah satu pengelompokan yang

dimaksudkan adalah berdasarkan segi penamaan yang dinyatakan oleh syara‟, yang dibedakan

menjadi akad musamma dan ghoiru musamma. Akad musamma merupakan sejumlah akad yang

disebutkan oleh syara‟ dengan terminologi tertentu beserta akibat hukumnya, diantara jenis akad

19

Page 32: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

20

Secara etimologi gadai atau yang dalam bahasa arab disebut dengan

rahn berasal dari kata rahana-rahnan.30

Yang dalam hal ini rahn berarti

( / tetap dan lama), yakni tetap atau berarti ( /

pengekangan dan keharusan)31

Akar kata rahn itu sendiri berasal dari al-Qur‟an surat al- Mudatstsir:

38, sebagai berikut:

Artinya: “tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah

diperbuatnya”.32

Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap pribadi tergadai di sisi Allah

SWT. Ia pun harus menebusnya dengan amal-amal perbuatan yang baik.

Setiap pribadi tersebut seakan-akan berhutang pada Allah SWT, maka ia

harus membayar utang tersebut sebagai cara pembebasan diri atas utang

tersebut kepada Allah SWT.33

Sementara itu, gadai menurut istilah merupakan akad utang di mana

terdapat suatu barang yang dijadikan peneguhan atau penguat kepercayaan

dalam utang piutang, barang itu boleh dijual apabila utang tak dapat dibayar,

musamma ialah akad gadai (rahn). Akad ghoiru musamma adalah akad yang mana syara‟ tidak

menyebutkan dengan terminologi tertentu dan tidak pula menerangkan akibat hukum yang

ditimbulkannya, berkembang berdasarkan kebutuhan manusia dan perkembangan kemaslahatan,

diantara akad ghoiru musamma ialah akad „istishna‟.(Tentang akad baca lebih lanjut dalam

bukunya Ghufron. A, Mas‟adi, “Fiqh Muamalah Kontekstual”, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

Ed. 1, Cet. 1, 2002, hlm. 75-77, dan 106. 30

Ahmad Wardi Muslich, “Fiqh Muamalat”, Jakarta: AMZAH, Cet. I, 2010, hlm 286 31

Rahmat Syafe‟i, op. cit. hlm. 159 32

Departemen Negara RI, “Al- Qur‟an dan Terjemahnya al- Jumánstul „Alí”, Bandung:

CV. Penerbit Jumanatul „Ali-Art, 2005, hlm. 577. 33

M. Quraish Shihab, “Tafsir al- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur‟an”,

Jakarta: Lentera Hati, vol. 14, cet. 4, 2006, hlm. 606

Page 33: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

21

hanya saja penjualan itu hendaknya dilaksanakan dengan keadilan (dengan

harga yang berlaku di waktu itu).34

Para Imam Madzhab mengartikan kata gadai (rahn) sebagai berikut:

Hanafiah sebagaimana dikutip oleh Sayid Syabiq mendefinisikan gadai

(rahn) sebagai:

Artinya: “Sesungguhnya rahn (gadai) adalah menjadikan benda yang

memiliki nilai harta dalam pandangan syara‟ sebagai jaminan

untuk utang, dengan ketentuan dimungkinkan untuk mengambil

semua utang, atau mengambil sebagiannya dari benda (jaminan)

tersebut”.

Syafi‟iyah sebagaimana dikutip oleh Wahbah Zuhaili menjelaskan

bahwasanya gadai (rahn) merupakan:35

Artinya: “gadai adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan untuk utang,

dimana utang tersebut bisa dilunasi (dibayar) dari benda (jaminan)

tersebut ketika pelunasannya mengalami kesulitan”.

Sementara itu Hanabilah mendefinisikan gadai (rahn) sebagai:

Artinya: “Gadai adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan untuk utang

yang bisa dilunasi dari harganya, apabila terjadi kesulitan dalam

pengembaliannya dari orang yang berutang”.

34

Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: PT.Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm. 309 35

Ahmad Wardi Muslich, op. cit. hlm. 286-287.

Page 34: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

22

Madzhab Malikiyah mendefinisikan gadai (rahn) sebagai;

Artinya: “rahn adalah sesuatu yang bernilai harta yang diambil dari

pemiliknya sebagai jaminan untuk utang yang tetap (mengikat)

atau menjadi tetap”.

Berdasarkan pada pengertian gadai (rahn) menurut Imam madzhab

tersebut Dr. H. Ahmad Wardi Muslich menarik suatu intisari bahwasanya

gadai (rahn) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang,

dengan ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya

maka utang tersebut dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan

jaminan tersebut.36

Disampaikan pula oleh Hasbi as-Shiddieqy sebagai berikut:37

Artinya:“Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara‟ sebagai

jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, untuk

mengembalikan atau mengambil sebagian benda itu”.

Syafi‟i Antonio dalam karyanya menjelaskan bahwa Gadai merupakan

“suatu akad dimana menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya”.38

Sementara itu, Sayid Sabiq

dalam kitabnya menjelaskan bahwasanya yang dimaksud dengan gadai ialah

menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut syara‟ sebagai

36

Ibid. hlm. 287-288 37

Hasbi as-Shiddieqy, op. cit.,, hlm. 86-87. 38

Muh. Syafi‟i Antonio, op. cit., hlm.182.

Page 35: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

23

jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang

atau bisa mengambil sebagian (manfaat) barang itu.39

Pendapat lain dikemukakan oleh Al-Imam Abu Zakaria Al-Anshari,

menurut beliau bahwasanya ta‟rif (definisi) ar-rahn ialah menjadikan benda

yang bersifat harta (harta benda) sebagai kepercayaan dari suatu utang yang

dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar.40

Syekh

Zainuddin Bin Abdul Azis Al-Malibari menjelaskan bahwasanya gadai

merupakan suatu kegiatan menjaminkan barang yang dapat dijual sebagai

jaminan utang, jika penanggung tidak mampu membayar utangnya karena

kesulitan. Oleh karena itu tidak boleh menggadaikan barang wakaf atau

ummu al-walad (budak perempuan yang punya anak di tuannya).41

Ditinjau dari segi perikatan, perjanjian gadai ini merupakan perjanjian

dua pihak (bersegi dua; pemberi dan penerima/ pemegang gadai), namun

demikian dalam praktiknya perjanjian ini sering juga melibatkan tiga pihak

yakni debitur, pemberi gadai serta pemegang gadai/ kreditur.42

Susilo dalam bukunya Pegadaian Syari‟ah, menjelaskan bahwa gadai

ialah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas

suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang

39

Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 12, Jakarta: Pustaka Percetakan Offset, 1998, hlm.139 40

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, op. cit., hlm. 445 41

Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemah Fathul Mu‟in, Jilid

I,Bandung: Sinar Baru Algesindo, Cet I, 1994, hlm. 838. 42

Penerima/ pemegang gadai (kreditur) merupakan orang yang berpiutang, Pemberi

gadai merupakan orang yang menyerahkan benda yang dijadikan obyek perjanjian gadai, debitur

merupakan orang yang berutang (Lihat Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi. K. Lubis, “Hukum

Perjanjian Dalam Islam”, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 2, 1996, hlm. 139

Page 36: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

24

yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain

atas nama orang yang mempunyai utang.43

Sementara itu pengertian gadai menurut KUH Perdata (Burgerlijk

Wetbook) yang diuraikan dalam Pasal 1150 disebutkan sebagai:

“Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang di

serahkan oleh seorang berpiutangatas suatu barang bergerak, yang

diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang

lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si

berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara

didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan

kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah

dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,

biaya-biaya mana harus didahulukan”.44

Dengan demikian bahwa menurut KUH Perdata, Gadai merupakan hak

kebendaan yang bersifat sebagai jaminan atas suatu hutang, dengan obyeknya

berupa benda bergerak.45

Berkenaan dengan hutang yang menggunakan

jaminan tersebut, dalam KUH Perdata selain gadai dibahas pula jenis lainnya,

yakni hipotek, yang selanjutnya tentang hipotek ini dijelaskan dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang

disahkan pada tanggal 9 april 1996. Demikian berdasarkan KUH Perdata

dijelaskan bahwa:

43

Muhamad Sholihul Hadi, Pegadaian Syari‟ah, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003,

hlm.16. 44

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata‟ Dengan

Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan”, Jakarta: PT.

Pradnya Paramita, Cet. 27, 1995, hlm. 297. 45

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “Hukum Perdata; Hukum Benda”, Yogyakarta:

Liberty, 1974, hlm. 96

Page 37: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

25

“Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak,

untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu

perikatan.”46

Persamaan antara hipotik dan gadai tersebut merupakan hak kebendaan

maka juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu: selalu mengikuti

bendanya (droit de suite) yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam

pemenuhannya (droit de preference asas prioriteit) dapat dipindahkan dan

lain-lain. Selain itu baik hipotik maupun gadai mempunyai kedudukan

preferensi yaitu didahulukan dalam pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur

lainnya (pasal 1133 KUH Perdata). 47

Persamaan lainnya dijelaskan ialah

bahwa baik hipotik maupun pand bersifat accessoir, yakni diadakan sebagai

akibat dari suatu perjanjian pokok, yakni perjanjian pinjam uang (utang-

piutang).48

Namun, dalam bahasannya selain keduanya memiliki persamaan,

terdapat pula perbedaannya. Perbedaan yang terdapat antara gadai

(pandrecht) dan hipotek (hypotheek) diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam pandrecht harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang

yang dijadikan jaminan, sementara dalam hypotheek tidak.

2. Pandrecht hapus, jika barang yang dijadikan jaminan berpindah ke tangan

orang lain, tetapi dalam hypotheek tetap terletak sebagai beban di atas

benda yang dijadikan jaminanan meskipun benda ini dipindahkan kepada

orang lain.

46

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit, hlm. 300 47

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, loc. Cit. 48

Subekti, op. cit, hlm. 83

Page 38: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

26

3. Bahwa meskipun undang-undang tidak melarangnya, dalam kehidupan

sehari-hari hampir tidak pernah terjadi adanya lebih dari satu pandrecht

atas satu barang jaminan. Sementara dalam hypotheek merupakan suatu

hal yang biasa terdapat beberapa hypotheek yang bersama-sama yang

dibebankan di atas satu barang jaminan, misalnya hypotheek atas rumah. 49

Prof. Subekti, SH di dalam bukunya “Pokok-pokok Hukum Perdata”

mengatakan, di dalam hukum Romawi semacam hak gadai itu disebut

“Fiducia” yaitu suatu pemindahan hak milik sebagai suatu perjanjian bahwa

benda tersebut akan dikembalikan apabila si berutang sudah membayar utang

atau pinjamannya.50

Jadi dalam hal ini jaminan berupa surat-surat berharga

yang saat ini banyak berkembang dalam masyarakat.

Berdasarkan beberapa definisi tentang gadai (rahn) tersebut dapat

disimpulkan bahwa gadai merupakan kegiatan menjaminkan suatu barang/

benda yang memiliki nilai (harta benda) atas pinjaman yang diambil (oleh

rahin), yang hak penguasaannya berpindah kepada pihak yang memberikan

pinjaman (murtahin) sampai pinjaman yang diambil tersebut dikembalikan,

dan seandainya sampai masa yang ditentukan si peminjam (rahin) tidak

mampu untuk mengembalikan pinjaman yang diambilnya maka si pemberi

pinjaman (murtahin) berhak melakukan penjualan atas barang jaminan

(tentunya dengan kesepakatan bersama rahin), hasil penjualan tersebut

digunakan untuk mengganti pinjaman, seandainya masih terdapat kelebihan

maka diserahkan kepada si Peminjam (rahin), namun seandainya hasil

49

Ibid, hlm. 83 50

Ibid, hlm. 78

Page 39: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

27

penjualan tersebut kurang dari jumlah pinjaman maka kekurangan tersebut

ditanggungkan kepada si Peminjam (rahin).

Berkaitan dengan bahasan gadai dalam KUH Perdata dengan rahn

dalam Hukum Islam tersebut terdapat satu perbedaan yang signifikan, yakni

bahwa dalam hal objek gadai dalam KUH Perdata hanya meliputi benda

bergerak saja51

. Sementara objek rahn selain meliputi benda bergerak,

mencakup pula benda tidak bergerak.

B. Dasar Hukum Gadai (Ar-Rahn)

1. Dalil al-Qur‟an

Berkenaan dengan pinjam-meminjam dengan menyertakan

jaminan ini didasarkan pada firman Allah SWT, Qs. Al-Baqarah: 283:

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara

tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka

hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang

berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai

sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu

menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa

kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)

menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang

51

Mengenai benda bergerak tersebut dibedakan menjadi:

a. Benda bergerak yang berwujud.

b. Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu yang berupa pelbagai hak untuk

mendapatkan pembayaran uang, yaitu yang berwujud surat-surat piutang aan toonder (kepada si

pembawa), aan order (atas tunjuk), op naam (atas nama). (Baca dalam bukunya Sri Soedewi

Masjchoen Sofwam, op. cit, hlm. 98.

Page 40: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

28

berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan”. (Qs. Al-Baqarah: 283)52

Ayat tersebut menjelaskan tentang kebolehan memberikan barang

tanggungan (marhun) sebagai jaminan atas pinjaman (menggadai).

Jaminan yang dimaksudkan bukan berupa tulisan atau saksi, melainkan

amanah dan kepercayaan timbal balik. Hutang diterima oleh pengutang,

dan jaminan diterima oleh pemberi hutang. Mengenai amanah tersebut

dimaksudkan sebagai bentuk kepercayaan dari si Pemberi kepada si

Penerima (pihak yang dititipi), bahwa apa yang dititipkannya tersebut akan

dipelihara dengan baik, serta pada saat waktunya untuk dikembalikan

dapat kembali secara utuh tanpa ada keberatan dari pihak yang dititipi.

Demikian pula si penitip tidak akan meminta melebihi dengan apa yang

telah disepakati kedua belah pihak.53

2. Hadits

Berkenaan dengan akad gadai ini dijelaskan pula dalam hadits dari

Aisyah r.a.:

Artinya: “Dan dari Aisyah r.a, bahwa sesungguhnya Nabi saw, pernah

membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo,sedang

Nabi saw, menggadaikan sebuah baju besi kepada Yahudi itu.”

52

Departemen Aganma RI, „Abdul „Aziz „Abdur Ra‟uf dan Al- Hafiz (edit), “Mushaf Al-

Qur‟an Terjemah Edisi Tahun 2002”, Jakarta: Al- Huda, 2005, hlm. 110 53

M. Quraish Shihab, “Tafsir al- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur‟an”,

Jakarta: Lentera Hati, vol. 2, cet. 5, 2005, hlm. 610-611.

Page 41: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

29

Artinya: “Dari Anas, ia berkata, Nabi saw, pernah sebuah menggadaikan

sebuah baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah dan Nabi

mengambil gandum dari si Yahudi itu untuk keluarganya.” (HR.

Bukhori, Nasai, dan Ibnu Majah).

Artinya: “Dan dalam satu lafal (dikatakan): Nabi saw, wafat sedang baju

besinya masih tergadai pada seorang Yahudi dengan tiga puluh

sha‟ gandum”. (HR. Bukhari dan Muslim).54

Dari riwayat tersebut diketahui bahwa Nabi SAW membeli

makanan sebanyak 30 gantang dari seorang Yahudi yang bernama Abu

Syahmi, sedang pembayarannya diangguhkan, akan dibayar kemudian,

dan sebagai agunan Nabi menyerahkan baju besinya.55

Dan secara jelas

dapat kita ketahui bahwasanya kita dibolehkan melakukan perjanjian

(muamalah) meski dengan seorang kafir (non-muslim) sekalipun.56

3. Pendapat Ulama

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-Rahn dibolehkan

dalam syariat Islam dengan berdasarkan pada ketentuan al-Qur‟an dan

sunnah Rasul. Para ulama fiqh menyepakati bahwasanya rahn boleh

54

Mu‟ammal Hamidy, Terjemah Nailul Authar Jilid IV, Surabaya: Bina Ilmu, hlm. 1785-

1786. 55

T. M. Hasbi as-Shiddieqy, “Mutiara Hadits 5”, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

Cet. 1, Ed. 2, 2003, hlm. 82. Serupa dalam bukunya M. Ali Hasan, hlm. 255. 56

T. M. Hasbi as-Shiddieqy, “Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7”, Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, Cet. 3, Ed. 2, 2001, hlm. 131.

Page 42: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

30

dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan hadir di tempat, asal

barang yang dijaminkan tersebut dapat dipegang/ dikuasai (al-qabdh)

secara hukum oleh pemberi piutang (murtahin). Dalam hal ini, karena

seperti yang kita ketahui bahwasanya tidak semua barang dapat dipegang/

dikuasai secara langsung, dalam keadaan tersebut maka paling tidak ada

semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status al-

marhun (menjadi agunan hutang). Misalnya, untuk barang jaminan

berupa sebidang tanah maka yang dikuasai surat jaminan atas tanah (al-

qabdh) tersebut.57

Pendapat berbeda disampaikan oleh kelompok yang berpegang

pada makna zahir dari surat al-Baqarah ayat 283, kelompok tersebut ialah

Imam Mujahid, Dhahhak, dan Zahiriyah, menurutnya gadai (rahn) hanya

dibolehkan bagi orang yang sedang dalam perjalanan.58

4. Fatwa Dewan Syari‟ah-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Yang menjadi rujukan akad rahn ialah fatwa yang dikeluarkan oleh

Dewan Syari‟ah MUI yakni fatwa Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang

RAHN yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Rabi‟ul Akhir 1423 H/

26 Juni 2002 M. Bahwasanya:59

a. Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang

dalam bentuk Rahn dibolehkan.

57

Nasroen Harun, op. cit. Hlm. 253 58

Ahmad Wardich Muslich, op. cit. hlm. 289 59

DSN-MUI, “Himpunan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional”, Ciputat: CV. Gaung Persada,

cet. 4, Ed. 4, 2006, hlm. 153-154

Page 43: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

31

b. Bahwa murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan

Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan

barang) dilunasi.

c. Bahwa marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada

prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali

seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan

pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan

perawatannya.

d. Bahwa pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi

kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin,

sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi

kewajiban Rahin.

e. Bahwa besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh

ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

f. Bahwa apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin

untuk segera melunasi utangnya.

g. Bahwa apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka

Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

h. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya

pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya

penjualan

i. Bahwa kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan

kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

Page 44: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

32

j. Bahwa jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.60

Berdasarkan pada keterangan tersebut dapatlah disimpulkan

bahwasanya:

a. Hukum akad rahn itu sendiri ialah jaiz (boleh).

b. Akad rahn boleh dilaksanakan dalam keadaan bermukim maupun

dalam keadaan sedang melakukan perjalanan.

c. Boleh dilaksanakan dengan orang muslim, dan juga orang non-muslim.

C. Rukun dan Syarat Gadai 61

1. Rukun Gadai

Diantara yang termasuk kedalam rukun gadai ialah sebagai

berikut:62

a. Sighat (Ijab dan Qabul), yakni pernyataan kalimat akad, yang lazimnya

dilaksanakan melalui pernyataan ijab dan qabul.63

b. Orang Yang Berakad (al „Aqidain)

Orang yang berakad yang dimaksud dalam hal ini ialah pihak

yang terlibat/ yang melaksanakan akad gadai. Yakni:

60

DSN-MUI, Ibid, hlm. 154 61

Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

perbuatan atau lembaga yang mentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut, serta ada atau

tidaknya sesuatu itu. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan

hokum syar‟I dan ia berada diluar hukum itu sendiri, ketiadaan syarat tersebut menyebabkan

hukum tidak ada pula. (Baca Gemala Dewi, op. cit., hlm. 50) 62

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi. K. Lubis, op. cit. hlm. 254. 63

Ghufron. A. Mas‟adi, op. cit. hlm. 78

Page 45: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

33

1) Rahin, yaitu orang yang memberikan gadai.

2) Murtahin, yaitu orang yang menerima gadai.

c. Ma‟qud „Alaih (Barang yang diakadkan)

Berkenaan dengan ma‟qud „alaih ini terdiri dari 2(hal),64

yakni:

1) Marhun/ Rahn (Barang yang digadaikan), yaitu harta yang

digadaikan untuk menjamin hutang.65

Yakni yang dipegang oleh

murtahin (penerima gadai), atau wakilnya.66

2) Marhun Bihi (dain), yaitu utang yang karenanya akad rahn

dilakukan. Utang dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban bagi

pihak yang berhutang terhadap orang yang memberikan hutang.67

Sementara itu, menurut Hanafiyah bahwasa rukun gadai hanya

terdiri dari ijab dan qabul, rukun yang lainnya hanya turunan dari

adanya ijab dan Qabul.68

Akan tetapi, menurut mereka pula bahwa

untuk menyempurnakan dan demi mengikatnya akad gadai ini,

diperlukan al-qabdh yakni penguasaan barang oleh pemberi utang.69

2. Syarat Gadai

a. Orang yang berakad (Aqid)

Syarat bagi aqid dalam pelaksanaan akad gadai ialah aqid harus

memiliki kecakapan (ahliyah).70

Dijelaskan kemudian bahwa aqid tidak

64

Zainuddin Ali, op. cit., hlm. 20 65

Ahmad Wardi Muslich, op. cit. hlm. 290 66

Zainuddin Ali, op. cit. hlm. 22 67

Ibid, hlm. 20-22 68

Dimyauddin Djuwaini, “Pengantar Fiqh Muamalah”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Cet. 1., 2008, hlm, 263 69

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi. K. Lubis, loc. cit. 70

Ahmad Wardi Muslich, loc. cit.

Page 46: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

34

berstatus dalam pengampuan (mahjur „alaih). Aqid harus merupakan

seorang ahli tasharuf yakni mampu membelanjakan harta dan mampu

memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.71

Dijelaskan oleh Malik, bahwa seorang Washi (orang yang

dipesan untuk mengurusi wasiat) boleh menggadaikan untuk

kepentingan orang yang berada dalam kekuasaannya manakala tindakan

tersebut untuk melunasi utang dan memang perlu. Sementara menurut

Syafi‟i dibolehkannya washi untuk menggadaikan dikarenakan adanya

kepentingan yang jelas. Selain itu menurut Malik, budak mukatab

(budak yang berupaya memerdekakan dirinya dengan cara mencicil)

dan orang yang diberi izin dibolehkan pula untuk menggadaikan.72

Sahnun dan Syafi‟i memiliki pendapat yang sama bahwa jika

seseorang menerima gadai karena harta yang diutangkan, maka itu tidak

dibolehkan. Sedangkan bagi muflis (orang yang bangkrut, pailit), baik

Syafi‟i maupun Malik sepakat bahwa baginya tidak boleh

menggadaikan. Hal ini bertentangan dengan Abu Hanifah yang

membolehkannya.73

b. Ma‟qud „Alaih (Barang yang diakadkan)

Menurut Imam Syafi‟i bahwa syarat sah gadai adalah harus ada

jaminan yang berkriteria jelas dalam serah terima. Bahwa orang yang

71

H. Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm.

107. 72

Ibnu Rusyd, “Analisa Fiqih Para Mujtahid”, diterjemahkan oleh Imam Ghazali Said

dan Achmad Zaidun dari “Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid”, Jakarta: Pustaka Amani,

Cet. II, 2002, hlm. 92 73

Ibnu Rusyd, Ibid, hlm, 92

Page 47: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

35

menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang

menerima gadai.74

1) Marhun/ Rahn

Berkenaan dengan syarat yang melekat pada marhun/ rahn

ini para ulama menyepakati bahwasanya yang menjadi syarat yang

harus melekat pada barang gadai merupakan syarat yang berlaku

pada barang yang dapat diperjual-belikan.75

Berikut beberapa syarat yang harus melekat pada jaminan/

agunan, yakni:

a) Agunan itu harus bernilai dan dapat dimanfaatkan sesuai

dengan ketentuan syariat Islam.

b) Agunan itu harus dapat dijual dan nilainya seimbang dengan

besarnya utang yang diambil.

c) Agunan itu harus jelas dan tertentu (dapat ditentukan secara

spesifik).

d) Agunan harus merupakan milik sah debitur (rahin).

e) Agunan tidak terikat dengan hak orang lain (bukan merupakan

milik orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya). Karena

apabila debitur (rahin) menghendaki barang milik orang lain

untuk dapat dijadikan agunan, maka kemudian akad yang

dilaksanakanpun harus ditempuh dengan prinsip kafalah bukan

rahn.

74

M. Shalikul Hadi, op.cit., hlm.53 75

Zainuddin Ali, op. cit. hlm 22

Page 48: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

36

f) Agunan itu harus dapat diserahkan kepada orang lain, baik

materinya maupun dari segi manfaatnya.

2) Marhun Bih

Ketentuan yang berkaitan dengan marhun bihi ini ialah

bahwasanya harus merupakan barang yang dapat dimanfaatkan,

sehingga apabila marhun bihi ini tidak dapat dimanfaatkan, maka

dianggap tidak sah. Selain itu, marhun bihi haruslah merupakan

barang yang dapat dihitung jumlahnya.76

Marhun bihi juga harus

lazim pada waktu akad, jelas serta diketahui oleh rahin dan

murtahin.77

c. Ijab dan Qabul

Ijab dan Qabul adalah sighat aqdi atas perkataan yang

menunjukkan kehendak kedua belah pihak, seperti kata “Saya gadaikan

ini kepada saudara untuk utangku yang sekian kepada engkau”, yang

menerima gadai menjawab “Saya terima runggukan ini”.

Sighatul aqdi memerlukan tiga ketentuan (urusan) pokok, yaitu:

1) Harus terang pengertiannya

2) Harus bersesuaikan antara ijab dan qabul

3) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang

bersangkutan.78

Namun demikian sighat dapat pula dilakukan dengan

menggunakan isyarat bagi pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini seperti

76

Ibid. hlm 22-23. 77

Rahmat Syafe‟i, op. cit. hlm. 164 78

Hasbi Ash-Shidieqy, op. cit., hlm. 29.

Page 49: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

37

dijelaskan TM. Hasby ash- Shiediqi dalam karyannya bahwas Isyarat

bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah (sama dengan ucapan

penjelasan dengan lidah).79

Selanjutnya bahwa dalam pelaksanaannya, shighat yang terdapat

dalam akad gadai tidak boleh digantungkan (mu‟allaq) dengan syarat

tertentu yang bertentangan dengan substansi akad gadai (rahn), serta

shighat ini tidak boleh digantungkan dengan waktu di masa

mendatang.80

3. Hak Dan Kewajiban Pemberi (Rahin) dan Penerima Gadai (Murtahin)

Para pihak (pemberi dan penerima gadai) masing-masing

mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan

kewajiban adalah sebagai berikut:

a. Hak dan kewajiban pemberi gadai (rahin)

1) Hak pemberi gadai

a) Mendapatkan kembali barang miliknya setelah pemberi gadai

melunasi utangnya.

b) Menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang

gadai apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian penerima gadai.

c) Mendapatkan sisa dari penjualan barangnya setelah dikurangi

biaya pelunasan utang dan biaya lainnya.

d) Meminta kembali barangnya apabila penerima gadai telah jelas

menyalah-gunakan barangnya.

79

Ibid. hlm. 31 80

Dimyauddin Djuwaini, op.cit., hlm. 263.

Page 50: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

38

2) Kewajiban pemberi gadai.

a) Melunasi utang yang telah diterimanya dari penerima gadai

dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.

b) Merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam

jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat

melunasi utangnya kepada pemegang gadai.81

b. Hak dan kewajiban penerima gadai (murtahin)

1) Hak penerima gadai (murtahin)82

a) Menjual barang yang digadaikan, apabila pemberi gadai pada

saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibanya sebagai

orang yang berhutang.

b) Mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk

menjaga keselamatan barang jaminan.

c) Selama utangnya belum dilunasi, maka penerima gadai berhak

untuk menahan barang jaminan yang diserahkan oleh pemberi

gadai.83

2) Kewajiban penerima gadai (Murtahin)

a) Bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya harga barang

yang digadaikan jika itu semua atas kelalaianya.

b) Tidak dibolehkan menggunakan barang yang di gadaikan untuk

kepentingan pribadi.

81

Muhammad Sholikul Hadi, Ibid, hlm. 23-24 82

Sri Soedewi Masjchoen Sofwam, op. cit. hlm. 101-102 83

Ibid., hlm. 102

Page 51: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

39

c) Memberitahu kepada pemberi gadai sebelum di adakan

pelelangan barang gadai.

Dalam perjanjian gadai, baik pemberi gadai ataupun penerima

gadai tidak akan lepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak

penerima gadai adalah menahan barang yang digadaikan, sehingga orang

yang menggadaikan barang dapat melunasi barangnya. Sedangkan hak

menahan barang gadai adalah bersifat menyeluruh, artinya jika seseorang

menggadaikan barangnya dengan jumlah tertentu, kemudian ia melunasi

sebagiannya, maka keseluruhan barang gadai masih berada di tangan

penerima gadai, sehingga rahin menerima hak sepenuhnya atau melunasi

seluruh utang yang ditanggungnya.84

4. Berakhirnya Akad Gadai

Beberapa hal yang bias mengakibatkan berakhirnya akad gadai

yaitu:

a. Rahin (yang menggadaikan barang) telah melunasi semua

kewajibannya kepada murtahin (yang menerima gadai).

b. Rukun dan syarat gadai tidak terpenuhi. 85

c. Borg diserahkan kepada pemiliknya.

d. Dipaksa menjual borg.

e. Pembebasan utang.

84

Ibnu Rusyd, op. cit. hlm. 311 85

M. Sholikhul Hadi, op. cit. hlm. 53

Page 52: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

40

Pembebasan utang dalam bentuk apa saja dapat menyebabkan

berakhirnya gadai, meskipun pembebasan tersebut berupa pemindahan

utang kepada orang lain.

f. Pembatalan rahn dari pihak murtahin.

g. Rahin meninggal.

Begitu juga apabila murtahin meninggal sebelum mengembalikan borg

pada rahin.

h. Borg rusak.

i. Tasharruf dan borg.

Rahn dinyatakan berakhir apabila borg di-tasharruf-kan ke dalam

bentuk lain, seperti: hibah, sedekah, dan lainnya atas izin pemiliknya.86

j. Baik penggadai dan penerima gadai atau salah satunya ingkar dari

ketentuan syara‟ dan akad yang telah disepakati oleh keduanya.87

D. Ketentuan Khusus Akad Gadai

1. Tambahan Pada Barang Gadai (al-Marhun)

Tambahan pada barang gadai yang dimaksudkan dalam hal ini

dicontohkan seperti: buah dari pohon yang digadaikan, hasil bumi, atau

upah dan kerja budak (gallah) dan anak. Berkenaan dengan tambahan

tersebut, terdapat silang pendapat di antara Fuqaha.

Sebagian fuqaha berpendapat bahwa tambahan yang terpisah dari

barang gadai sama sekali tidak termasuk dalam barang gadai. Sementara

86

Rachmat Syafe‟i, op. cit. hlm. 178-179. 87

M. Sholikhul Hadi, loc. cit.

Page 53: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

41

sebagian fuqaha yang lainnya berpendapat bahwa seluruh tambahan masuk

barang gadai.

Berkenaan dengan tambahan pada barang gadai ini, Malik

mengadakan pengklasifikasian menjadi:

a. Jika tambahan yang dimasudkan memiliki bentuk dan rupa seperti

barang gadainya, maka termasuk kedalam barang gadai tersebut.

misalnya: anak dari budak perempuan.88

b. Jika tambahan tersebut tidak mengikuti bentuk dan rupa dari barang

gadainya, maka tambahan tersebut tidak termasuk kedalam barang

gadai, baik secara konkret keluar darinya, misalnya: buah kurma dari

pohon kurma, maupun yang secara tidak konkret keluar darinya,

misalnya: hasil penyewaan rumah atau penghasilan budak.

Berkenaan dengan penghasilan dan tambahan atas barang gadai,

para fuqaha menyandarkan pendapatnya pada sabda Rasulullah SAW,:

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, bersabda

Rasulullah SAW,: Barang jaminan itu dapat ditunggangi dan

diperah.”

Menurut mereka, segi pengambilan dalil dari hadits tersebut adalah

bahwa yang dikehendaki oleh kata-kata mahlub wa markub (diambil air

susunya dan ditunggangi) bukan berarti orang yang menggadaikan itu

88

Ibnu Rusyd, op. cit. hlm. 201.

Page 54: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

42

menunggang dan mengambil air susunya, karena barang tersebut tidak

berada dalam kekuasaannya. Dan itu juga berlawanan dengan status

barang tersebut sebagai barang gadai. Karena barang gadai itu harus

dipegang dan dikuasai oleh penerima gadai.

Namun demikian, mereka juga tidak membenarkan jika yang

dimaksudkan “yang mengambil air susu dan menunggangi” adalah

penerima gadai. Karena pengertian dari hadits tersebut yakni bahwa upah

tunggangan -hasil penyewaan barang gadai- itu untuk pemiliknya (orang

yang menggadaikan) dan pembiayaannya juga atas tanggungannya. Dalam

hal ini, mereka menguatkannya dengan sabda Rasulullah SAW.:89

Artinya: “Barang gadai adalah dari orang yang menggadaikannya, baginya

keuntungannya dan atasnya kerugiannya” (H.R. Malik).

Mereka menambahkan, bahwa karena tambahan tersebut

merupakan kelebihan dari yang diterimanya sebagai gadai, tidak

seharusnya tambahan tersebut untuknya kecuali dengan tambahan syarat.

Sementara itu, menurut Abu Hanifah bahwa cabang itu mengikuti

pokoknya, sehingga demikian pula kedudukan hukumnya mengikuti

pokoknya. Karena itu, hukum anak juga mngikuti ibunya dalam masalah

tabdir (janji pemerdekaan setelah tuannya meninggal) dan kitabah

(penebusan seorang budak atas kemerdekaan dirinya dengan cara

mencicil).

89

Ibnu Rusyd, ibid, hlm. 201-202

Page 55: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

43

Lain halnya dengan Malik yang beralasan bahwa hukum anak

sama dengan hukum ibunya dalam jual-beli, yakni anak itu mengikuti

ibunya. Namun, dalam hal ini beliau membedakan antara buah-buahan

dengan anak berdasarkan sunnah yang membedakan. Karenanya buah-

buahan itu tidak mengikuti penjualan pohonnya kecuali dengan syarat.

Sementara bagi anak budak perempuan mengikuti ibunya tanpa syarat.90

2. Pengambilan Manfaat Atas Barang Gadai (al- Marhun)

Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa barang yang dijadikan

jaminan gadai tidak boleh dibiarkan untuk sama sekali tidak diambil

manfaatnya, karena ini termasuk kedalam tindakan menyia-nyiakan harta

benda yang dilarang oleh Rasulullah SAW. 91

Hal ini seperti dijelaskan

dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim, seperti

berikut:

Artinya: “dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw, bersabda:

„sesungguhnya Allah Ta‟ala menyukai tiga macam perbuatan,

dan membenci tiga macam perbuatan bagi kalian. Allah suka

jika kalian menyembah-NYA dan tidak menyekutukan-NYA

dengan sesuatu apapun, serta bilamana kalian selalu berpegang

teguh pada tali (agama) Allah dan tidak bercerai-berai. Allah

90

Ibnu Rusyd, Ibid, hlm. 202-203. 91

Nasroen Harun, op. cit., hlm. 256

Page 56: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

44

membenci apabila kalian banyak bicara, banyak bertanya, dan

menyia-nyiakan harta”.92

Namun demikian, berkenaan dengan pemanfaatan atas barang

jaminan gadai tersebut dijelaskan bahwasanya pada dasarnya tidak boleh

terlalu lama memanfaatkannya, sebab akan menyebabkan barang jaminan

tersebut rusak atau hilang.93

Masalah yang kemudian timbul ialah

berkenaan dengan siapakah yang sesungguhnya mempunyai hak untuk

mengambil manfaat dari barang jaminan tersebut?

Seperti ditemukan bahwa dalam masyarakat kita ada cara gadai

dimana barang yang dijadikan jaminan langsung dimanfaatkan oleh

pegadai (orang yang memberi piutang). Peristiwa tersebut terutama

banyak terjadi dalam masyarakat di desa-desa, misalnya dalam praktek

gadai yang menggunakan sawah dan kebun sebagai barang jaminannya

dan langsung dikelola oleh penerima gadai sehingga secara otomatis

hasilnya pun dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh penerima gadai

tersebut.

Namun ditemukan cara lain pula, dimana sawah dan atau kebun

yang dijadikan jaminan tersebut diolah oleh pemilik sawah atau kebun

(pemberi gadai/ penggadai), akan tetapi hasil yang diperoleh dibagi antara

pemberi dan penerima gadai. Hal ini disebabkan karena barang jaminan

92

Al- Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an- Nawawi, “Riyadhus Shalihin”,

diterjemahkan oleh Achmad Sunarto, Jakarta: Pustaka Amani, cet. IV, 1999, hlm. 582. 93

Rachmat Syafe‟i, op. cit. hlm 172.

Page 57: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

45

tersebut dianggap sebagai milik penerima gadai sampai piutang yang

diambil oleh pemberi gadai dikembalikan.94

Berkenaan dengan pemanfaatan marhun dalam hal ini berikut

pendapat dari Imam Madzhab:

a. Madzhab Syafi‟iyah95

Mengenai pemanfaatan barang jaminan gadai (marhun) para

ulama syafi‟iyah menyampaikan bahwa “orang yang menggadaikan

adalah orang yang mempunyai hak atas manfaat barang yang

digadaikan, meskipun barang yang digadaikan itu ada dibawah

kekuasaan penerima gadai. Kekuasaan atas barang yang digadaikan

tidak hilang kecuali mengambil manfaat atas barang gadaian itu.”

Pendapat tersebut dilatar belakangi oleh hadits Rasulullah SAW,

sebagai berikut:

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW,: Gadaian itu tidak

menutup akan yang punyanya dari manfaat barang itu,

faidahnya kepunyaan dia dan dia wajib mempertanggung

jawabkan segala resikonya”. (HR. as-Syafi‟i dan ad-

Daruquthni).96

Dilanjutkan dengan hadits Rasulullah yang berbunyi:

94

Hasan. M. Ali, op. cit. hlm. 256 95

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, op. cit. hlm. 84 96

Ibid., hlm. 94

Page 58: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

46

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, bersabda

Rasulullah SAW,: Barng jaminan itu dapat ditunggangi dan

diperah.”

Hadits tersebut kemudian dikomentari oleh Imam asy-Syafi‟i:

“dan ini tidak boleh menunggangi dan memeras (barang jaminan itu),

kecuali bagi pemiliknya, yaitu yang menggadaikan bukan yang

menerima gadai”.97

Berdasarkan hadits dan keterangan tersebut dapat disimpulkan

bahwa orang yang dapat menunggangi dan memerah barang jaminan

adalah pihak yang menggadaikan, ini karena dia yang memiliki barang

tersebut. Sehingga dia pula yang bertanggung jawab atas segala resiko

yang menimpa barang tersebut, serta baginya pula manfaat yang

dihasilkan.98

Sehingga dalam hal ini ketika pemberi gadai ingin

memanfaatkan barang jaminan, ia tidak perlu meminta izin dahulu pada

penerima gadai. Hal ini karena barang jaminan tersebut merupakan

miliknya, dan bagi seorang pemilik tidak boleh dihalang-halangi untuk

memanfaatkan hak miliknya.Namun demikian pemanfaatan barang

jaminan tersebut tidak boleh merusak barang itu, baik dari segi kualitas

maupun kuantitasnya.Apabila terjadi kerusakan atas barang jaminan

97

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, Ibid, hlm. 84-85 98

Ibid, hlm. 86

Page 59: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

47

tersebut saat dimanfaatkan pemiliknya tersebut, maka pemilik tersebut

pula yang bertanggung jawab atasnya.99

b. Madzhab Malikiyah

Para ulama Malikiyah menjelaskan bahwa: “hasil dari barang

gadaian dan segala sesuatu yang dihasilkan daripadanya, adalah

termasuk hal-hal yang menggadaikan. Hasil gadaian itu adalah bagi

yang menggadaikan bagi yang menggadaikan selama si penerima gadai

tidak mensyaratkan”.100

Menurut ulama malikiyah ada beberapa hal yang menjadi syarat

kebolehan penerima gadai mensyaratkan pengambilan hasil dari barang

gadai olehnya, yakni:

1) Utang terjadi disebabkan karena jual-beli, bukan karena

mengutangkan. Misalnya: seseorang menjual suatu barang kepada

orang lain dengan harga yang ditangguhkan (tidak dibayar kontan),

kemudian ia meminta gadai dengan suatu barang sesuai dengan

utangnya.

2) Pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat dari barang

gadai adalah untuknya.

3) Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan itu telah

ditentukan, apabila tidak ditentukan dan tidak diketahui batas

waktunya, maka menjadi tidak sah.

99

Nasroen Haroen, op. cit. hlm. 258-259 100

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, op. cit, hlm. 87

Page 60: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

48

Jika syarat tersebut telah jelas ada, maka sah bagi penerima

gadai mengambil manfaat dari barang yang digadaikan. Hal ini berbeda

apabila gadai tersebut dilatarbelakangi sebab mengutangkan, maka

keberadaan syarat tersebut diatas tidak berarti apa-apa. Sehingga

pemanfaatan marhun oleh murtahin tidak diperbolehkan meskipun

terdapat izin dari rahin, terdapat penentuan mengenai batas waktu.

Ketidakbolehan ini disebabkan karena keadaan demikian termasuk ke

dalam mengutangkan yang mengambil manfaat, dan ini merupakan

salah satu dari macam riba101

. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah

SAW.:102

Artinya: “dari Ali‟ r.a., ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda;

setiap mengutangkan yang menarik manfaat adalah termasuk

riba”, (HR. Harits bin Abi Usamah).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut

ulama malikiyah yang dapat memanfaatkan marhun ialah rahin, akan

tetapi murtahinpun dapat memanfaatkan marhun dengan berdasarkan

syarat-syarat yang telah ditentukan.

c. Madzhab Hanabilah

101

Ibid, hlm. 88 102

Ibid, hlm. 89

Page 61: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

49

Ulama Hanbaliyah,103

dalam masalah pemanfaatan marhun oleh

murtahin ini mendasarkan pendapatnya pada barang yang dijadikan

jaminan. Jika barang yang dijadikan jaminan gadai tersebut berupa

hewan yang dapat ditunggangi dan diperah susunya, maka penerima

gadai diperbolehkan untuk menunggangi dan memerah susu hewan

tersebut, dengan ketentuan atas seizin rahin, dan bukan disebabkan atas

alasan mengutangkan. Sementara untuk barang selain dari hewan yang

dapat ditunggangi dan diperah susunya tersebut, tidak dapat di-qiyas-

kan atasnya ketentuan yang berlaku bagi hewan tadi.

Berkenaan dengan barang jaminan gadai yang tidak bisa

ditunggangi dan diperah, dalam hal ini terbagi menjadi dua ketentuan:

1) Apabila barang yang digadaikan tersebut berupa hewan, seperti

amat atau abid, maka boleh menjadikannya sebagai khadam.

2) Apabila bukan, seperti: rumah, kebun, sawah, dan sebagainya, maka

tidak boleh mengambil manfaatnya.

Kebolehan pengambilan manfaat atas barang jaminan yang

dapat ditunggangi dan diperah didasarkan pada hadits Rasulullah saw,

melalui Abi Hurairah, r.a., yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

103

Ibid, hlm. 92

Page 62: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

50

Artinya: “dari Abu Hurairah, r.a., ia berkata: bersabda Rasulullah SAW,

gadaian dikendarai oleh sebab nafkahnya apabila ia

digadaikan dan susu diminum dengan nafkahnya apabila

digadaikan dan atas orang yang mengendarai dan meminum

susunya wajib nafkahnya”. (H.R. Bukhari). 104

Sementara ketidakbolehan pengambilan manfaat atas barang

jaminan selain dari barang jaminan yang dapat ditunggangi dan diperah

didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan oleh Syafi‟I dan Daruquthni

yang berbunyi:

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW,: Gadaian itu tidak

menutup akan yang punyanya dari manfaat barang itu,

faidahnya kepunyaan dia dan dia wajib

mempertanggungjawabkan segala resikonya”. (HR. as-

Syafi‟I dan ad- Daruquthni).105

Dijelaskan dalam hadits Nabi SAW, lain yang melalui Ibnu

Umar sebagai berikut:

104

Ibid, hlm. 93 105

Ibid, hlm. 94

Page 63: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

51

Artinya: “dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah saw, hewan

seseorang tidak boleh diperah tanpa seizin pemiliknya”.106

(H.R. Bukhari)

Selain itu, mengenai barang jaminan gadai ini tidak semua

barang dapat dijadikan sebagai barang jaminan gadai. Ada beberapa

kriteria barang yang dapat dijadikan sebagai barang jaminan gadai,

diantaranya ialah:107

1) Barang yang dapat dijual, bahwa barang tersebut harus ada pada

saat akad dan dimungkinkan untuk diserahkan.

2) Barang yang digadaikan harus dikuasai oleh rahin baik sebagai

pemilik atau wali, atau washiy.

3) Barang yang digadaikan harus berupa mal (harta). Dalam hal ini

lebih spesifiknya harus berupa mal mutaqawwim, yakni yang boleh

diambil manfaatnya menurut syara‟, sehingga memungkinkan dapat

digunakan untuk melunasi utangnya.

4) Barang yang digadaikan harus diketahui (jelas).

5) Barang yang digadaikan harus kosong, yakni terlepas dari hak

rahin. Sehingga tidak sah menggadaikan pohon kurma yang ada

buahnya tanpa disertakan buah kurmanya.

6) Barang yang digadaikan harus sekaligus bersama-sama dengan

pokoknya. Sehingga tidak sah menggadaikan buah-buahan saja

tanpa disertai pohonnya.

106

Ibid, hlm. 94 107

Ahmad Wardic Muslich, op. cit. hlm 292-293

Page 64: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

52

7) Barang yang digadaikan harus terpisah dari hak milik orang lain

dan bukan merupakan milik bersama108

.

d. Madzhab Hanafiah109

Ulama-ulama hanafiyah berpendapat bahwa tidak ada bedanya

antara pemanfaatan barang jaminan gadai yang mengakibatkan

berkurang atau tidaknya harga dari barang jaminan tersebut, apabila

yang menerima gadai (Rahin) memberikan izin, maka sah mengambil

manfaat atas barang jaminan tersebut oleh si pemberi gadai. Hal ini

dikarenakan yang berhak mengambil manfaat atas barang jaminan gadai

tersebut ialah pihak penerima gadai, ketentuan tersebut didasarkan pada

hadits Nabi saw, yang berbunyi:

Artinya: “Dari Abu Shalih dari Abi Hurairah, sesungguhnya Nabi saw,

bersabda: barang jaminan utang bias ditunggangi dan diperah,

dan atas menunggangi dan memerah susunya wajib

menafkahi”. (HR. Bukhari).

Pihak yang memiliki kewajiban untuk menafkahi barang

jaminan gadai ialah Penerima gadai. Hal ini disebabkan karena barang

tersebut ditangan dan kekuasaan Penerima gadai, maka selanjutnya

baginya pula hak atas pemanfaatan barang jaminan tersebut.Selain itu,

pemanfaatan ini tidak hanya berlaku bagi barang jaminan yang berupa

108

Ibid, hlm. 293. 109

Chuzaimah T. Yanggo dan A. Hafiz Anshory, A.Z, op. cit., hlm. 95

Page 65: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

53

binatang yang dapat diperah susunya dan ditunggangi, namun barang-

barang selain binatangpun dapat di-qiyas-kan kepadanya.

Alasan lain yang menjadi dasar bagi ulama Hanafiyah ialah

bahwa sesuai dengan fungsinya barang gadaian sebagai jaminan dan

kepercayaan bagi pihak yang meminjamkan uang, maka barang

jaminan tersebut dikuasai oleh penerima gadai, hal ini disebabkan

karena apabila barang jaminan tersebut masih dipegang oleh Pemberi

gadai, maka barang jaminan tersebut keluar dari tangan penerima gadai,

sehingga barang jaminan tersebut tidak memiliki arti apa-apa. Selain

itu, apabila barang jaminan itu dibiarkan tanpa adanya pemanfaatan

oleh yang menguasainya ini berarti menghilangkan manfaat dari barang

tersebut, sedangkan barang jaminan tersebut memerlukan biaya untuk

pemeliharaannya.

Kemudian jika setiap saat pemberi gadai harus datang kepada

penerima gadai untuk memelihara dan mengambil manfaat dari barang

jaminan, ini akan membawa kemadlorotan bagi kedua belah pihak,

terutama bagi pihak pemberi gadai. Namun juga akan mendatangkan

kemadlorotan apabila setiap saat penerima gadai harus melakukan

pemeliharaan atas barang jaminan, namun Ia harus memberikan

hasilnya pada pemberi gadai.

Berdasarkan hal tersebut, maka sepakatlah ulama Hanafiyah

bahwa yang berhak mengambil manfaat dari barang jaminan ialah

Page 66: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

54

penerima gadai, karena barang jaminan tersebut ada dibawah kekuasaan

tangannya.110

110

Ibid, hlm. 95-96

Page 67: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

55

BAB III

PERSEPSI ULAMA TERHADAP PRAKTEK PELAKSANAAN

PENGAMBILAN MANFAAT ATAS MARHUN OLEH MURTAHIN

DI DESA BANJARAN, SALEM, BREBES

A. Profil Desa Banjaran

1. Kondisi Geografis

Desa Banjaran berada dibawah pemerintahan kecamatan Salem

yang merupakan bagian dari kabupaten Brebes.Wilayahnya merupakan

daerah perbatasan antara kabupaten Brebes dan kabupaten Cilacap. Secara

geografis Ds. Banjaran terletak didaerah dataran tinggi, dengan batas

wilayahnya meliputi; di bagian utara berbatasan dengan lahan pesawahan

milik penduduk, di bagian timur berbatasan dengan ds.Balong, di bagian

barat berbatasan dengan Ds.Ujung Barang yang merupakan bagian dari

kec.Majenang, kab.Cilacap, sementara di bagian selatan di batasi oleh

lahan perkebunan pinus milik pemerintah.

Luas wilayah desa Banjaran per Tahun 2011 ialah 790,09

ha,dengan rincian:

1) Luas tanah sawah: 172,80 ha

2) Luas tanah kering (tegal/ ladang dan pemukiman): 378,29 ha

3) Luas tanah basah (rawa dan pasang surut): 0 ha

4) Luas tanah perkebunan (kebun rakyat, swasta, negara): 326, 29 ha

54

Page 68: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

56

5) Luas tanah fasilitas umum (kas desa, lapangan, perkantoran

pemerintah, lainnya): 9,90 ha

6) Tanah hutan (lindung, produktif, konversi): 239,00 ha.111

2. Kondisi Demografi

a. Kependudukan

Desa Banjaran terdiri dari 1.738 kepala keluarga dengan

penduduk yang berjumlah 6.458 jiwa, dengan perincian sebagai

berikut:

1) Berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan

Jumlah 3.175 3.283

Tabel. 1 Klasifikasi menurut jenis kelamin112

Tabel tersebut menunjukan bahwa berdasarkan data

kependudukan per tahun 2011 dapat kita ketahui jumlah penduduk

laki-laki cenderung lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk

perempuan.

2) Berdasarkan tingkat pendidikan (umur 10 tahun ke atas)

Belum

pernah

SD/ MI Tamat PT/

Akademi Tidak

Tamat

Tamat SLTP/MTs SLTA/MA

685 2.543 2.021 365 176 94

111

Data Potensi Desa up date Tahun 2011 112

Data potensi Desa up date tahun 2011

Page 69: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

57

Tabel. 2 Jenis Pendidikan Penduduk Desa Banjaran Pada Tahun

2011113

Berdasarkan tabel tersebut, dapat kita ketahui bahwa

masyarakat ds. Banjaran sangat mengedepankan masa depan

generasi penerusnya, yakni dengan memperhatikan tingkat

pendidikan mereka.

b. Kondisi Sosial, Budaya, Keagamaan dan Ekonomi

1) Keadaan Sosial

Berkaitan dengan segi kehidupan sosial masyarakat ds.

Banjaran dapat dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya dilihat

dari aspek pendidikan, bahwa dalam hal ini masyarakat sangat

memperhatikan pendidikan untuk masa depan anak-anaknya. Hal

ini tercermin dari banyaknya jumlah penduduk usia sekolah yang

berhasil menyelesaikan pendidikan sampai taraf SLTA dan bahkan

kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

Selanjutnya dilihat dari aspek kesadaran umum. Yakni

dalam hal ini tercermin pada kesadaran masyarakat dalam

membangun dan memelihara fasilitas umum. Di desa Banjaran

terdapat beberapa fasilitas umum seperti tempat peribadatan,

sekolah, lapangan olahraga dan sebagainya. Seperti dijelaskan

sebagai berikut:

113

Monografi Desa Tahun 2011

Page 70: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

58

No Jenis sarana Jumlah

1 Masjid 4

2 Musholla 42

3 Pondok Pesantren 2

4 PAUD 1

5 Taman Kanak-kanak 3

6 Sekolah Dasar 5

8 Madrasah Ibtidaiyyah 1

9 Balai Desa 1

10 Lapangan Olah Raga 1

Total 61

Tabel.3 Banyaknya Sarana Umum di Desa Banjaran Tahun 2011114

Berdasarkan tabel tersebut dapat kita ketahui bahwa baik

pemerintah maupun masyarakat ds.Banjaran sangat memperhatikan

kepentingan umum, sehingga memaksimalkan pembangunan

sarana umum, demi terciptanya kondusivitas kehidupan

bermasyarakat.

Sementara itu untuk menjaga kestabilan sosial ini, terdapat

beberapa upaya yang dilaksanakan terutama oleh pemerintah desa

Banjaran, diantaranya yaitu:

a) Peningkatan kesadaran sosial

b) Perbaikan pelayanan sosial

114

Monografi Desa, serta wawancara dengan Ka. Ur Umum Bpk. Sefudin yang

dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2012

Page 71: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

59

c) Bantuan sosial bagi anak-anakyatim piatu dan fakir-miskin.115

2) Keadaan Budaya

Masyarakat Desa Banjaran sebagai masyarakat yang ber-

etnis Sundamemiliki budaya yang sebagian besar dipengaruhi oleh

ajaran Islam, budaya tersebut dipertahankan oleh masyarakat Desa

Banjaran sejak dahulu sampai sekarang. Adapun budaya tersebut

adalah:

a) Berzanji, kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat dengan cara

membaca kitab Al-Berzanji, biasanya dilakukan beberapa kali

dalam seminggunya sebelum diadakannya pengajian rutin ibu-

ibu.

b) Yasinan, budaya ini dilaksanakan seminggu sekali oleh

masyarakat dengan membaca Surat Yasin pada malam Jum‟at.

Dan telah menjadi salah satu program kegiatan rutin

RISMA.116

c) Rebana, kegiatan kesenian ini dilakukan untuk memeriahkan

acara khusus, misalnya pada peringatan hari-hari besar Agama

Islam.

d) Tahlil, kegiatan tahlil merupakan kegiatan membaca kalimat

toyyibah yang dilaksanakan pada saat masyarakat Desa

Banjaran mempunyai hajat, kematian. Bacaan tahlil tersebut

115

Wawancara dengan P. Sefudin (Ka. Ur Umum) pada tanggal 12 Maret 2012 116

Wawancara dengan P. Solihin (Sekretaris RISMA) pada tanggal 15 April 2012

Page 72: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

60

dilakukan oleh bapak-bapak ataupun ibu-ibu di rumah

penduduk yang mempunyai hajat tersebut.117

Begitupun dalam hal pelaksanaan upacara adat yang ada di

Desa Banjaran ini dipengaruhi pula oleh nilai-nilai Islam, seperti

halnyapada selamatan upacara pernikahan, upacara kelahiran dan

kematian, upacara sedekah desa, serta beberapa upacara adat

lainnya.

Selain budaya tersebut, masyarakat Desa Banjaran juga

berusaha melestarikan budaya bangsa agar bisa mencerminkan

nilai-nilai luhur bangsa yang berdasarkan Pancasila.Dengan

melakukanpembinaan kepada generasi muda, agar mereka tidak

melupakan nilai-nilai tradisi yang telah turun-temurun dilakukan.

3) Kondisi Keagamaan

Kegiatan keagamaan di desa Banjaran diwujudkan dalam

bentuk ibadah, pengajian, peringatan hari besar Islam, sillaturahmi,

pengumpulan zakat, sadaqah, infaq dan sebagainya, baik

diselenggarakan di masjid, mushola secara terorganisir maupun di

rumah penduduk.

Kondisi masyarakat Banjaran yang beragama Islam,

membuat kegiatan di Desa tersebutkuat dengan nuansa Islam. Hal

tersebut terlihat dari seringnya dilaksanakan aktifitas-aktifitas

seperti pengajian rutin, peringatan hari besar Islam dan yang

117

Pengamatan Penulis.serta wawancara dengan P. Nasihin (Ketua BKM desa Banjaran)

pada tanggal 16 April 2012.

Page 73: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

61

lainnya, juga tampak dari bangunan-bangunan tempat ibadah yang

terdapat di setiap RW dan terdapat dua masjid raya. Ada beberapa

langkah-langkah yang dapat diambil dalam rangka menjaga dan

melestarikan kehidupan beragama di desa Banjaran, diantaranya

seperti:

a) Mengadakan pengajian rutin setiap Ibu-Ibu yang dilaksanakan

di Mushola-Mushola di sekitar desa Banjaran secara

bergantian.

b) Anak-anak disekolahkan di pondok pesantren.

c) Memberdayakan pemuda dan pemudi desa dengan

mengikutsertakan mereka dalam penyelenggaraan organisasi,

diantaranya dengan di bentuknya organisasi RISMA.

d) Memberdayakan alumni pondok pesantren.118

4) Keadaan Ekonomi

Masyarakat Desa Banjaran sebagian besar bermata

pencaharian sebagai Petani, dengan 3 kali musim tanam-panen

setiap tahunnya. Dengan deskripsi jenis areal tanah sebagai

berikut:

No Jenis areal tanah Luas dalam (Ha)

1 Sawah irigasi 127,70 Ha

2 Sawah tadah hujan 45,10 Ha

118

Wawancara dengan P. Nasihin (Ketua BKM desa Banjaran) pada tanggal 16 April

2012.

Page 74: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

62

3 Tanah tegal/ lading 326,29 Ha

4 Pemukiman 52,00 Ha

5 Tanah kas desa 67 Ha

Total 772.240 Ha

Tabel.4 Jenis Areal Tanah Desa Banjaran Tahun 2011119

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagian

besar lahan persawahan di ds.Banjaran tersebut mengandalkan

sumber air irigasi.Sehingga baik musim kemarau maupun musim

penghujan masyarakat tetap dapat mengolah lahan persawahannya.

Sementara itu, untuk menggambarkan keadaan sosial

ekonomi masyarakat Desa Banjaran secara lebih jelas data

ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini yang mendiskripsikan

tentang mata pencaharian penduduk Desa Banjaran:

No Jenis mata pencaharian Jumlah

1 Petani 1.720

2 Buruh tani 908

3 Nelayan -

4 Buruh Bangunan 175

5 Buruh Industri 147

6 Pengusaha 130

7 Pedagang 375

8 Pegawai negeri/ TNI/ POLRI 84

119

Monografi Desa Banjaran

Page 75: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

63

9 Pensiunan 38

10 Supir/ Angkutan 136

11 Peternak 42

Total 3755

Tabel.5 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Penyalahan Pada

Tahun 2008.120

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kondisi

ekonomi masyarakat ds.Banjaran sebagian besar di topang dari

hasil-hasil pertanian. Meskipun demikian terdapat pula sumber-

sumber lainnya seperti bekerja sebagai: pegawai negeri, pedagang/

wirausahawan, buruh (tani/ rumah tangga/ pabrik), pengrajin,

peternak, tukang kayu, tukang batu, penjahit, kontraktor, karyawan

swasta, supir dan sebagainya.

Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga

kestabilan tingkat perekonomian di desa Banjaran, diantaranya:

a) Bidang pertanian

(1) Mengaktifkan kelompok-kelompok tani.

(2) Meningkatkan produksi pangan dengan meningkatkan

penyuluhan-penyuluhan terhadap kelompok tani agar

memahami carapenanaman pangan yang baik dan bermutu.

120

Monografi Desa Banjaran

Page 76: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

64

(3) Memperbaharui saluran irigasi yang sudah tidak berfungsi

agar bisa difungsikan kembali dan bisa dimanfaatkan oleh

para petani pengguna saluran irigasi tersebut.

b) Bidang industri

(1) Mengadakan penyuluhan-penyuluhan terhadap kelompok

industri kecil dan industri rumah tangga untuk

meningkatkan hasil yang berkualitas dan berkuantitas.

(2) Memanfaatkan industri rumah tangga seperti: pembuatan

sale pisang, telur asin serta beberapa industri rumah tangga

lainnya.121

B. Pelaksanaan Praktek Pemanfaatan Barang Gadai Sawah di desa

Banjaran, Kec. Salem, Kab. Brebes

1. Praktek Gadai Sawah di Desa Banjaran, Kec. Salem, Kab. Brebes

Gadai dalam pandangan masyarakat ds. Banjaran digambarkan

dengan suatu kegiatan utang-piutang dengan menjaminkan harta benda/

barang berharga, yang dalam masyarakat ds. Banjaran tersebut

menjadikan lahan persawahan sebagai jaminannya. Barang jaminan

tersebut kemudian diserahkan kepada pihak penerima gadai (murtahin),

dan dikuasai serta dimanfaatkan olehnya sampai pemberi gadai (rahin)

dapat mengembalikan utang yang diambilnya.

Alasan utama yang melatarbelakangi dilaksanakannya akad gadai

sawah di desa Banjaran ialah karena Rahin mengalami kesulitan dalam

121

Wawancara dengan P. Sefudin (Ka. Ur Umum Ds. Banjaran) pada tanggal 12 Maret

2012.

Page 77: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

65

menyelesaikan masalahnya, hal ini seperti dijelaskan oleh P. Sefudin.

Beliau menambahkan karena apabila mengambil pendanaan di lembaga

keuangan harus melewati prosedur yang lama, sedangkan biasanya

kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut sifatnya tak terduga. Sehingga

langkah yang mereka anggap paling bijak yang dapat diambil dalam

rangka penyelesaian masalah mereka tersebut ialah dengan cara mereka

mengambil pinjaman dari sesama masyarakat, dan menjaminkan sawah

yang dimilikinya.122

Berkaitan dengan alasan ini salah satunya di

sampaikan oleh P. Burhanudin, bahwa saat beliau akan memulai

usahanya, beliau kemudian menggadaikan lahan sawah yang dimilikinya

untuk dijadikan jaminan utang yang diambilnya yang kemudian akan

dijadikan sebagai modal usahanya tersebut. Beliau berpendapat

menggadaikan lahan sawah yang dimilikinya merupakan cara yang efisien

untuk beliau mendapatkan modal. Hal berbeda jika kemudian ia

mengambil pendanaan dari lembaga keuangan (Bank), tentu akan

melewati prosedur yang rumit dan memerlukan waktu yang lama. Selain

itu, pendanaan melalui lembaga keuangan akan membawa masalah

lainnya, yakni beliau harus melakukan pengangsuran disaat usaha beliau

saja masih belum stabil.

Pak. Burhanudin menjelaskan pula bahwa jika dilihat dari sisi

alasan murtahin melakukan praktek gadai, terdapat dua jenis praktek

122

Wawancara dengan P. Sefudin (Ka. Ur. Umum) pada tanggal 12 Maret 2012.

Page 78: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

66

gadai sawah di desa Banjaran.123

Pertama, gadai sawah karena alasan

sosial, yakni murtahin melaksanakan akad gadai karena ia bermaksud

untuk membantu rahin, dalam hal ini murtahin tidak melihat letak dan

luas sawah yang dijadikan jaminan. Ini seperti dijelaskan oleh Ibu Aam,

bahwa ia mengambil gadai dari seorang tetangganya saai tetangganya

tersebut akan melakukan syukuran keluarga dan untuk syukuran tersebut

ia memerlukan biaya yang besar dalam waktu yang cepat. Sehingga

dengan alasan saling membantu Bu Aam memberikan pinjaman, dan

sebagai bentuk penghargaan atas kepercayaan dari tetangganya tersebut

kemudian ia menerima dan mengolah lahan sawah yang ditipkan

kepadanya sebagai jaminan pinjaman yang ia berikan tersebut.

Selanjutnya ialah gadai sawah karena alasan komersial, yakni murtahin

mengambil gadai tersebut karena ia bermaksud untuk mengambil

keuntungan dan manfaat atas sawah yang dijadikan jaminan tersebut,

dalam hal ini murtahin akan melihat letak dan luas sawah yang dijadikan

jaminan tersebut, serta menjadikannya sebagai pertimbangan berapa besar

ia akan memberikan pinjaman pada rahin. Maksudnya ialah semakin

besar pinjaman yang diambil, maka penguasaan murtahin atas sawah

gadai tersebut semakin lama juga. Ini seperti dijelaskan oleh Ny. Elis,

menurutnya daripada uang yang dimilikinya didiamkan saja dan tidak

123

Wawancara dengan P. Burhanudin (Bag. Humas BKM) pada tanggal 12 April 2012.

Page 79: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

67

memberikan hasil, ia kemudian mengambil gadai yang ditawarkan

kepadanya.124

Selanjutnya berkenaan dengan pelaksanaan praktek gadai sawah

tersebut dijelaskan oleh P. Burhanudin bahwa pelaksanaan praktek gadai

diawali dengan proses dimana pihak pemberi gadai terlebih dahulu

memberitahu besarnya uang yang akan dipinjam dan menawarkan barang

yang akan di jadikan barang jaminan (berupa sawah) kepada si penerima

gadai. Kemudian si penerima gadai menaksir luas lahan (sawah) dengan

sejumlah uang. P. Burhanudin menjelaskan bahwa seperti beliau pernah

juga melaksanakan akad gadai saat beliau akan memulai usahanya dengan

menggadaikan sawahnya seluas 70 bata,125

dan beliau dapat mengambil

utang sebesar Rp. 3,5 juta dari P. Wahyudin yang dalam hal ini bertindak

sebagai penerima gadai. Sebelumnya terjadi tawar-menawar antara P.

Burhanudin dan P. Wahyudin.Setelah terjadi kesepakatan antara kedua

belah pihak, kemudian P. Burhanudin menerima sejumlah uang yang

dipinjam dari si Penerima gadai yakni P. Wahyudin.Begitu pula P.

Wahyudin, menerima barang jaminannya. Penyerahan utang dan barang

jaminan ini tentu saja melalui proses ijab-qabul antara P. Burhanudin dan

P. Wahyudin. Ijab disini diucapkan oleh P. Burhanudin yang berbunyi:

“Saya gadaikan lahan sawah ini yang sejumlah 70 bata tersebut dan saya

terima pinjaman ini yang sejumlah Rp 3.500.000, kemudian silahkan anda

manfaatkan sampai Saya dapat mengembalikan pinjaman yang Anda

124

Wawancara dengan Ny. Elis (Ibu rumah tangga)/ Murtahin. 125

1 bata = 14 m2.

Page 80: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

68

berikan.” Yang kemudian dijawab oleh P. Wahyudin selaku murtahin,

yang dalam hal ini disebut dengan qabul yang berbunyi, “Saya serahkan

uang Rp. 3.500.000, dan Saya terima lahan sawah tersebut.” Kemudian

setelah ijab-qabul ini, menurut Beliau maka secara otomatis hak

kepemilikan dan hak penguasaan atas sawahnya yang dijadikan jaminan

tersebut berpindah pada P. Wahyudin, sehingga segala hak dan kewajiban

(Pengolahan, perawatan. Dan pemanfaatan) yang melekat pada sawah

tersebut berada ditangan P. Wahyudin.126

Sementara itu berkaitan dengan praktek gadai sawah ini, menurut

pengamatan Penulis, serta adanya keterangan dari masyarakat, dapat

dijelaskan bahwa terdapat beberapa permasalahan/ kendala dalam

pelaksanaan akad gadai tersebut, di antaranya:

a. Pembagian hasil dari pemanfaatan barang jaminan

Masalah ini muncul karena hasil dari pengelolaan sawah

sebagai barang jaminan tidak dibagi rata. Bahkan si rahin terkadang

tidak diberi sedikitpun dari hasil keuntungan pengelolaan sawah oleh

si murtahin. Hal tersebut muncul, karena menurut si murtahin bahwa

si rahin tidak memiliki hak atas sawah yang dijadikan jaminan.

Sehingga pemanfaatan sawah sepenuhya hak si murtahn dan hasil dari

pengelolaanpun sepenuhnya milik si murtahin.

b. Berlarut-larutnya gadai

126

Wawancara dengan P. Burhanudin (Bag. Humas BKM) pada tanggal 16 April 2012.

Page 81: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

69

Hal ini muncul ketika batas waktu yang diberikan si murtahin

kepada si penggdai jatuh tempo. Kemudian si rahin tidak mampu

mengembalikan hutangnya sesuai batas waktu yang di berikan si

murtahin. Kemudian pihak murtahin menahan barang jaminan sampai

si rahin melunasi hutangnya.Sehingga sering mengakibatkan gadai

tersebut berlangsung sampai bertahun-tahun. Hal inilah yang sering

menimbulkan konflik antara kedua belah pihak.127

Kebanyakan dalam pelaksanaan akad gadai timbul

permasalahan yang sama di kemudian hari. Hal ini salah satunya

dilatarbelakangi oleh minimnya pengetahuan masyarakat pelaku gadai

mengenai bagaimana pelaksanaan gadai yang benar.

2. Pendapat Para Pihak Terhadap Pemanfaatan Sawah Gadai

Adanya pemanfaatan sawah yang dijadikan jaminan gadai di desa

Banjaran menimbulkan reaksi yang berbeda dari para pihak yang

bersangkutan. Pemanfaatan sawah gadai seperti yang dilaksanakan oleh

masyarakat desa Banjaran tersebut, sebenarnya merupakan kendala, ini

seperti dijelaskan oleh Ibu Kustiah salah seorang rahin. Baginya

pemanfaatan sawah gadai secara penuh oleh murtahin membuatnya

mengalami kesulitan dalam hal ekonomi. Jangankan untuk

mengembalikan pinjaman yang diambilnya, untuk memenuhi kebutuhan

127

Wawancara dengan Murtahin dan Rahin pada 9-13 Maret dan 15-16 April 2012

Page 82: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

70

sehari-hari keluarganyapun menjadi sulit, karena ia kehilangan akses

untuk memanfaatkan sawah miliknya tersebut.128

Pendapat berbeda disampaikan oleh P. Burhanudin yang

merupakan rahin juga. Menurutnya, pemanfaatan atas sawah gadai

tersebut tidak menjadikan keberatan baginya sebagai pemilik sawah.Ia

berpendapat bahwa pelaksanakan praktek gadai tersebut membawa

manfaat bagi kedua belah pihak (murtahin dan rahin). Bagi rahin, ia

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah tanpa harus

kehilangan harta yang sudah dimiliki sebelumnya, meskipun dalam

jangka waktu tertentu sawah yang dimilikinya berada dalam penguasaan

murtahin namun ia dapat memilikinya kembali ketika ia mengembalikan

pinjamannya. Bagi murtahin, selain ia dapat menolong rahin, ia juga

tertolong oleh rahin dimana ia dapat mengambil manfaat dari sawah yang

di jadikan jaminan tersebut, sehingga ia mendapatkan tambahan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain adanya manfaat tersebut.129

Menurut P. Burhanudin pula bahwa yang membuatnya tidak

keberatan dengan pemanfaatan sawah gadai tersebut ialah bahwa di jaman

sekarang ini tidak akan mudah untuk meminta bantuan finansial jika

bermodalkan kepercayaan saja. Hal ini sesuai dengan pendapat P. Yana

(murtahin), bahwa pemanfaatan sawah gadai yang dilaksanakan di desa

Banjaran tersebut tidak berlebihan. Menurutnya meskipun murtahin

mendapatkan manfaat dari sawah gadai tersebut, namun manfaat yang

128

Wawancara dengan Ibu Kusti‟ah (Rahin, Ibu Rumah Tangga). Pada tanggal 13 Maret

2012. 129

Wawancara dengan P. Burhanudin (Bag. Humas BKM) pada tanggal 16 April 2012

Page 83: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

71

diperoleh tersebut tidak seberapa jika dibandingkan dengan modal yang

harus dikeluarkan untuk mengolah sawah tersebut.130

P. Sefudin memperkuat pendapat yang disampaikan oleh P.

Burhanudin dan P. Yana, menurut beliau bahwa pelaksanaan gadai yang

dilaksanakan di desa Banjaran tersebut biasanya dilaksanakan secara tiba-

tiba untuk menyelesaikan kebutuhan rahin yang sifatnya tak terduga.

Sehingga menurutnya mengenai pemanfaatan sawah gadai oleh murtahin

bukan termasuk kedalam akad qard yang mensyaratkan manfaat.

Pemanfaatan sawah gadai tersebut lebih dimaksudkan sebagai bentuk rasa

terima kasih dari pihak rahin.131

C. Persepsi Ulama Salem Terhadap Pemanfaatan Sawah Gadai

Berkenaan dengan pelaksanaan praktek pemanfaatan barang jaminan

gadai oleh murtahin dalam praktek gadai yang dilaksanakan oleh masyarakat

di desa Banjaran, kec.Salem, kab.Brebes tersebut menimbulkan pro dan

kontra diantara para ulama. Sebagian dari ulama Salem tidak merasa

keberatan dengan adanya pemanfaatan sawah gadai, sementara yang sebagian

lagi merasa keberatan dengan praktek pemanfaatan sawah gadai tersebut.

Pendapat yang bersifat pro diantaranya disampaikan oleh:

1. KH. Holid Nawawi, yang merupakan seorang tokoh agama terkemuka di

ds. Banjaran, beliau merupakan pemilik pondok pesantren. Selain itu

merupakan kepala KUA kec. Salem, dan juga ketua Majelis Perwakilan

130

Wawancara dengan P. Yana (Murtahin, PNS) pada tanggal 11 Maret 2012 131

Wawancara dengan P. Sefudin (Ka. Ur Kesra desa Banjaran) pada tanggal 12 Maret

2012

Page 84: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

72

Cabang NU kec. Salem.Menurut beliau bahwa segala akad yang dilakukan

akan dikembalikan lagi pada aqid-nya, selama diantara para aqid saling

rela , maka akad yang dilaksanakan sah. Demikian pula

berkenaan dengan pelaksanaan akad gadai yang dilaksanakan di desa

Banjaran, beliau berpendapat bahwa akad gadai tersebut sah. Sedangkan

mengenai pemanfaatan sawah oleh si murtahin, menurut beliau selama itu

berdasarkan kesepakatan bersama, maka tidak menjadi suatu masalah.132

2. Kyai. Burhanuddin, merupakan tokoh agama. Beliau juga merupakan

seorang guru di sekolah keagamaan, yang juga merangkap sebagai kabag.

Humas BKM Mesjid Raya at-Taqwa ds. Banjaran. Menurut bahwa

pelaksanaan gadai sawah di desa Banjaran diperbolehkan baik menurut

hukum Islam, maupun berdasarkan pada hukum normatif. Berkenaan

dengan pemanfaatan sawah gadai, beliau menjelaskan bahwa hal tersebut

tidak termasuk kedalam kategori ekploratif. Menurut beliau, dalam

pelaksanaan akad gadai tersebut tidak hanya murtahin yang memperoleh

manfaat dari pengolahan sawah gadai itu, tapi rahin juga mendapat

manfaat yakni dengan pinjaman yang diperolehnya dari murtahin, maka ia

dapat segera memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus melalui proses

legal formal.Sehingga dalam pelaksanaan akad gadai tersebut terjadi

simbiosis mutualisme antara rahin dan murtahin.133

132

Wawancara dengan Kyai Holid Nawawi (Ketua KUA Kec.Salem merangkap sebagai

Ketua MPC NU Kec.Salem) pada tanggal. Pada tanggal 11 Maret 2012 133

Wawancara dengan P. Burhanudin (ulama di desa Banjaran dan merupakan bagian

humas Badan Kesejahteraan Mesjid di desa Banjaran). Pada tanggal 16 April 2012

Page 85: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

73

3. P. Nasihin, yang merupakan tokoh agama, selain itu juga merupakan ketua

Badan Kesejahteraan Mesjid Raya ds. Banjaran. Menurut beliau mengenai

pelaksanaan gadai sawah tersebut diperbolehkan dan tidak melanggar

ketentuan hukum. Mengenai pemanfaatan sawah gadai oleh murtahin

tersebut bukan bentuk aniaya, sehingga tidak dapat dikategorikan ke dalam

macam riba. Pemanfaatan sawah gadai tersebut merupakan bentuk rasa

terima kasih dan rasa kepercayaan dari rahin. Bagaimanapun pada zaman

sekarang tidak mudah mencari bantuan finansial jika hanya bermodal

kepercayaan saja. Bahkan seandainya melibatkan lembaga keuangan harus

melalui prosedur yang panjang, dan keadaan tersebut hanya akan membuat

rahin semakin kesulitan.134

Pendapat ulama yang tidak menyetujui praktek pelaksanaan

pemanfaatan barang jaminan (sawah gadai), diantaranya disampaikan oleh:

1. Bpk. Kyai H. Karso. Beliau merupakan pemuka agama terkenal di kec.

Salem, merupakan pemilik yayasan pendidikan islami, juga wirausahawan

ternama. Selain itu beliau merupakan ex. Ketua Majelis Pimpinan Cabang

Muhammadiyah untuk kec. Salem.

Beliau tidak setuju dengan adanya praktek gadai dengan

mensyaratkan pemanfaatan barang jaminan oleh murtahin, seperti yang

dilaksanakan di ds. Banjaran tersebut, dan tentu saja ini tidak

diperbolehkan menurut ketentuan hukum. Beliau berpendapat bahwa

134

Wawancara dengan P. Nasihin (Ulama di desa Banjaran dan merupakan Ketua Badan

Kesejahteraan Mesjid desa Banjaran) Pada tanggal 16 April 2012

Page 86: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

74

pemanfaatan sawah gadai yang dilaksanakan di ds.Banjaran tersebut dapat

dikategorikan kedalam utang-piutang (Qard) dengan mensyaratkan adanya

manfaat, dan beliau tidak setuju dengan pelaksanaannya. Beliau

mendasarkan pendapatnya tersebut pada hadits Rasulullah SAW, sebagai

berikut:

Artinya: “tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka ia semacam

dari beberapa macam riba”. (HR. Baihaqi).

Menurut Beliau bagaimana mungkin seorang yang sudah jelas

sedang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, justru

harta yang telah dimilikinyapun dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang

lain. Mungkin dalam jangka pendek masalah terselesaikan dengan adanya

utang yang diambil tersebut, namun dalam jangka panjang rahin justru

akan mengalami permasalahan yang baru dimana rahin akan kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sementara ia juga harus

mengembalikan pinjaman yang diambilnya.135

2. P. Kyai Khoerul Bassyar, merupakan aktifis keagamaan terkemuka. Saat

ini beliau menjabat sebagai ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyyah

untuk kec. Salem.

Menurut beliau bahwa akad gadai sawah dengan mensyaratkan

pemanfaatan sawahnya sebagai barang jaminan tersebut tidak dibenarkan

dalam hukum Islam. Menurut beliau akan lebih baik apabila akadnya

135

Wawancara dengan P. Kyai Karso (Tokoh ulama di desa Bentar, Kec.Salem, dan

merupakan Mantan Ketua PC Muhammadiyah kec. Salem) Pada tanggal 12 Maret 2012

Page 87: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

75

tersebut diubah dimana pinjaman dilaksanakan dengan batas waktu yang

telah disepakati, kemudian jika telah sampai pada batas waktu yang telah

ditentukan rahin tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut barulah

rahin memberikan kuasa kepada murtahin untuk mengolah dan

mengambil manfaat dari sawah yang dimilikinya selama kurun waktu

tertentu. Dengan catatan bahwa lamanya penguasaan tersebut harus

disesuaikan dengan besarnya pinjaman, dengan cara mengukur jumlah

hasil panen yang mungkin dapat diperoleh dari sawah tersebut jika

dibandingkan dengan jumlah hasil panen yang biasanya dapat diperoleh

setiap musimnya.136

3. P. Kyai Anto Fatulloh. Beliau merupakan pemilik pondok pesantren di ds.

Banjaran. Selain itu beliau juga merupakan pimpinan dari suatu kelompok

keagamaan di sekitar kec. Salem. Beliau merupakan penceramah ternama

untuk wilayah kec. Salem.

Beliau setuju bahwa mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

dari pinjaman yang diambil tidak diperbolehkan. Namun, berkenaan

dengan pemanfaatan sawah sebagai jaminan atas pinjaman yang diambil

seperti yang dilaksanakan di desa Banjaran tersebut menurut beliau bukan

merupakan bentuk akad gadai.Menurut beliau bahwa akad gadai yang

dimaksudkan ialah apabila barang yang dijaminkan berupa harta benda

bergerak.Sementara yang dilaksanakan di ds.Banjaran ialah dengan

136

Wawancara dengan P. Kyai Khoerul Bassyar (ulama di desa Talaga, kec. Salem dan

merupakan Ketua PC Muhammadiyyah), pada tanggal 12 Maret 2012

Page 88: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

76

menggunakan barang jaminan berupa barang tidak bergerak yakni lahan

sawah.

Berkenaan dengan pelaksanaan akad gadai dengan menambahkan

pemanfaatan atas sawah yang dijadikan jaminan oleh murtahin seperti

yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Banjaran tersebut P. Kyai Anto

memberikan satu solusi yang dapat diambil yakni dengan mengubah akad,

salah satunya dengan mengubahnya menjadi akad sewa.137

137

Wawancara dengan P. Kyai Anto Fatulloh (ulama di desa Banjaran), pendapat ini

serupa dengan pendapat yang disampaikan oleh P. Rusdi dan P. Amir Hasyim yang masing-

masing merupakn ketua serta Pembina organisasi RISMA desa Banjaran. Pada tanggal 12 Maret

2012.

Page 89: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

77

BAB IV

ANALISIS PERSEPSI ULAMA SALEM TERHADAP PEMANFAATAN

SAWAH GADAI YANG DILAKSANAKAN DI DS. BANJARAN,

KEC. SALEM. BREBES

A. Analisis Pelaksanaan Praktek Gadai Sawah di ds. Banjaran, Salem,

Brebes Berdasarkan Syarat dan Rukun Gadai

Secara terminologis dijelaskan bahwa gadai (rahn) adalah

menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan

bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut

dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan tersebut.138

Selanjutnya dijelaskan pula bahwa secara prinsipil, gadai merupakan salah

satu sarana tolong-menolong diantara sesama manusia dengan tanpa

mengharapkan adanya imbalan jasa.139

Akad gadai dalam hal ini

dilaksanakan dengan akad pokok pinjam-meminjam dengan disertai barang

jaminan yang berfungsi sebagai penjamin atas utang yang diambil, dan

bukan untuk mengambil manfaat/ keuntungan dari barang jaminan

tersebut.140

Berdasarkan pada konsep tersebut, baik secara terminologis maupun

secara prinsipil dapat penulis fahami bahwa dalam hal pelaksanaan gadai

sawah di ds. Banjaran, kec. Salem, kab. Brebes tersebut telah terjadi

138

Ahmad Wardi Muslich, op. cit., hlm. 287-288 139

Nasrun Haroen, op. cit., hlm. 251. 140

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi.K. Lubis, op. cit., hlm 143

76

Page 90: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

78

kekeliruan penafsiran, yakni dalam hal pemanfaatan marhun yang

dilaksanakan oleh murtahin (Pemberi utang).

Dilihat dari segi rukun akad, jumhur ulama sepakat bahwa rukun

suatu akad itu diantaranya diwujudkan dengan adanya141

:

1. Shigat lafal ijab (pernyataan menyerahkan barang (sawah) sebagai

agunan yang dalam hal ini dilakukan oleh pemilik sawah/ rahin) dan

qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang

agunan/ sawah itu, yang dalam hal ini dilakukan oleh pemilik uang/

murtahin).

2. Aqidain (yakni rahin dan murtahin).

3. Mahallul „aqd, yakni obyek akad, merupakan sesuatu yang hendak

diakadkan. Mahallul „aqd dalam akad gadai/ rahn ini terdiri atas:

a. (Al-marhun), yakni harta yang dijadikan agunan, dalam hal ini yakni

berupa sawah.

b. (Al-Marhun bih), dalam hal ini utang yang diberikan oleh murtahin

kepada rahin.

Kemudian berkaitan dengan syarat gadai diantaranya yaitu:

1. Orang yang berakad (Aqidain).

Syarat bagi aqid dalam pelaksanaan akad gadai ialah aqid harus

memiliki kecakapan (ahliyah),142

maksudnya ialah orang yang cakap

untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan

141

Ghufron. A. Mas‟adi, op. cit., hlm. 78. 142

Ahmad Wardi Muslich, op. cit. hlm. 290

Page 91: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

79

syari‟at Islam, yaitu berakal dan baligh.143

Selain itu, aqid tidak berstatus

dalam pengampuan (mahjur „alaih).144

Bahwa dalam hal praktek gadai

sawah tersebut dilaksanakan oleh rahin dan murtahin yang memiliki

kecakapan baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Serta lahan

sawah yang digunakan sebagai jaminan merupakan lahan milik rahin

sendiri.

2. Ma‟qud „Alaih (Barang yang diakadkan).

Menurut Imam Syafi‟i bahwa syarat sah gadai adalah harus ada

jaminan yang berkriteria jelas dalam serah terima. Bahwa orang yang

menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang

menerima gadai.145

Berkenaan dengan syarat yang melekat pada marhun/

rahn, para ulama menyepakati bahwasanya yang menjadi syarat yang

harus melekat pada barang gadai merupakan syarat yang berlaku pada

barang yang dapat diperjual-belikan, dalam praktek gadai sawah tersebut

marhun yang dimaksudkan ialah berupa sawah. Sementara itu yang

berkaitan dengan marhun bihi ini harus merupakan barang yang dapat

dimanfaatkan, apabila marhun bihi ini tidak dapat dimanfaatkan, maka

dianggap tidak sah.Selain itu, marhun bihi haruslah merupakan barang

yang dapat dihitung jumlahnya,146

dalam praktek gadai tersebut marhun

bihi-nya berupa uang.

143

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi. K. Lubis, op. cit. hlm. 142 144

H. Hendi Suhendi, op. cit. hlm. 107. 145

Muhamad Sholihul Hadi, op. cit., hlm.53 146

Zainuddin Ali, op. cit., hlm 22.

Page 92: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

80

Berkenaan dengan ma‟qud „alaih tersebut, baik marhun (sawah)

maupun marhun bih langsung ada saat akad dilaksanakan.Yakni

penyerahan uang dari murtahin secara langsung, dan penyerahan sawah

secara lisan oleh rahin.

3. Shighat (Ijab dan Qabul).

Berkenaan dengan shighat dalam pelaksanaan praktek gadai

sawah tersebut sudah memenuhi kriteria Sighatul aqdi, yakni telah

memenuhi tiga ketentuan (urusan) pokoknya, yaitu:

a. Harus terang pengertiannya

b. Harus bersesuaikan antara ijab dan qabul

c. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang

bersangkutan.147

Shighat yang dimaksudkan dalam pelaksanaan gadai sawah

tersebut ialah berupa ucapan si penggadai yang berbunyi: “saya gadaikan

sawah di wilayah A dengan luas sekian”, yang kemudian dijawab

dengan ucapan dari Si penerima gadai yang berbunyi: “saya terima gadai

sawahnya”.148

Shighat inipun dilaksanakan oleh rahin dan murtahin

dalam pelaksanaan praktek gadai sawah di ds. Banjaran.

Akan tetapi, kerancuan justru timbul dalam kesepakatan yang

terjadi diantara rahin dan murtahin, dimana ketika shighat keduanya

menyepakati adanya ketentuan yang menyatakan bahwa selama rahin

147

Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

Cet. 1, 1997, hlm. 29. 148

Wawancara dengan P. Burhanudin (Bag.Humas BKM) pada tanggal 16 April 2012,

Bab III hlm. 11.

Page 93: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

81

belum dapat mengembalikan pinjaman yang diambilnya, maka selama

itu pula hak kepemilikan dan hak penguasaan atas lahan sawah yang

dijaminkan berpndah ke tangan murtahin. Hal ini bertentangan dengan

syarat shighat akad yang menyatakan bahwa shighat yang terdapat dalam

akad gadai tidak boleh digantungkan (mu‟allaq) dengan syarat tertentu

yang bertentangan dengan substansi akad gadai (rahn).149

Sementara itu

secara substansial dapat kita ketahui bahwa akad gadai ini merupakan

suatu kegiatan menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang,

dengan ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya

maka utang tersebut dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang

dijadikan jaminan tersebut. 150

Sehingga jelas kemudian kita ketahui

bahwa fungsi harta benda (dalam hal ini sawah), hanyalah sebagai

penjamin saja, bukan obyek yang dapat diambil pemanfaatan atasnya

oleh murtahin, Karena dalam hal ini hak murtahin hanya mempunyai

hak untuk menahan marhun (lahan sawah), sementara hak kepemilikan

atas marhun dan manfaatnya tetap berada di tangan rahin. 151

Selain itu, pensyaratan pemanfaatan lahan sawah yang dilakukan

oleh murtahin juga bertentangan dengan fungsi gadai yang merupakan

sarana tolong-menolong antara sesama umat muslim (Khususnya),

umumnya bagi manusia, dengan tanpa adanya imbalan jasa.152

149

Dimyauddin Djuwaini, op. cit., hlm. 263. 150

Ibid. hlm. 287-288 151

Fatwa DSN-MUI, op. cit. hlm. 154 152

Nasroen Haroen, op. cit. hlm. 251.

Page 94: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

82

Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis analisa bahwa

praktek gadai sawah yang dilaksanakan di ds. Banjaran, Kec. Salem,

Kab. Brebes tersebut tidak sah karena ada salah satu bagian dari rukun

gadai tu sendiri yang mengalami kerusakan, dalam hal ini yakni sighat

akad.

B. Analisis Terhadap Persepsi Ulama Mengenai Praktek Pemanfaatan

Sawah Gadai oleh Murtahin yang dilaksanakan di Ds. Banjaran.

Salem. Brebes

Berkenaan dengan penelitian yang telah Penulis lakukan mengenai

persepsi ulama Brebes tentang praktek pemanfaatan sawah gadai yang

dilakukan oleh murtahin dalam pelaksanaan gadai sawah di ds.Banjaran.

Salem. Brebes tersebut, Penulis dapat menganalisanya sebagai berikut:

1. Analisis Terhadap Persepsi Ulama yang Membolehkan Pemanfaatan

Marhun oleh Murtahin dalam Pelaksanaan Gadai Sawah di Ds. Banjaran,

Salem, Brebes.

Mengenai pendapat ulama Brebes yang membolehkan

pelaksanaan gadai sawah yang dilaksanakan di ds. Banjaran, kec. Salem,

kab. Brebes tersebut yakni pendapat yang disampaikan oleh:

a. Bpk. Kyai Holid Nawawi, menurut beliau bahwa segala akad yang

dilakukan akan dikembalikan lagi pada aqid-nya, selama diantara para

aqid sama-sama saling rela , maka akad yang dilaksanakan

sah. Demikian pula berkenaan dengan pelaksanaan akad gadai yang

dilaksanakan di desa Banjaran, beliau berpendapat bahwa akad gadai

Page 95: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

83

tersebut sah. Sedangkan mengenai pemanfaatan sawah oleh si

murtahin, menurut beliau selama itu berdasarkan kesepakatan

bersama, maka tidak menjadi suatu masalah.153

b. P. Burhanuddin, menurutnya pemanfaatan sawah gadai di desa

Banjaran tidak termasuk kedalam kategori ekploratif. Menurut beliau,

dalam pelaksanaan akad gadai tersebut tidak hanya murtahin yang

memperoleh manfaat dari pengolahan sawah gadai itu, tapi rahin juga

mendapat manfaat yakni dengan pinjaman yang diperolehnya dari

murtahin, maka ia dapat segera memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa

harus melalui proses legal formal. Sehingga dalam pelaksanaan akad

gadai tersebut terjadi simbiosis mutualisme antara rahin dan

murtahin.154

c. P. Nasihin, menurut beliau mengenai pemanfaatan sawah gadai oleh

murtahin tersebut bukan bentuk aniaya, melainkan sebagai bentuk

rasa terima kasih dan rasa kepercayaan dari rahin. Bagaimanapun

pada zaman sekarang tidak mudah mencari bantuan finansial jika

hanya bermodal kepercayaan saja. Bahkan seandainya melibatkan

lembaga keuangan harus melalui prosedur yang panjang, dan keadaan

tersebut hanya akan membuat rahin semakin kesulitan.155

153

Wawancara dengan Kyai Holid Nawawi (Ketua KUA Kec. Salem merangkap sebagai

Ketua MPC NU Kec. Salem) pada tanggal. Pada tanggal 11 maret 2012 154

Wawancara dengan P. Burhanudin (ulama di desa Banjaran dan merupakan bagian

humas Badan Kesejahteraan Mesjid di desa Banjaran). Pada tanggal 16 April 2012 155

Wawancara dengan P. Nasihin (Ulama di desa Banjaran dan merupakan Ketua Badan

Kesejahteraan Mesjid desa Banjaran) Pada tanggal 16 April 2012

Page 96: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

84

Berkenaan dengan pendapat ulama tersebut, menurut analisa

Penulis dalam hal kelonggaran yang disampaikan oleh para ulama

tesebut didasarkan pada firman Allah SWT, Q.S. An-Nissa ayat 29,

sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka

diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs.

An- Nissa/ 4: 29).156

Bahwa jika telah ada kesuka relaan diantara kedua belah pihak

maka akad perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dianggap

sah. Demikian menurut ulama Salem tersebut bahwa kesepakatan yang

terjadi diantara rahin dan murtahin dapat dikatakan sebagai bentuk

kesuka relaan diantara para pihak.

Pendapat para ulama Salem yang memperbolehkan pelaksanaan

praktek gadai sawah ini juga sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,

sebagai berikut:

156

Departemen Agama RI, op. cit. hlm 84.

Page 97: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

85

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, bersabda

Rasulullah SAW,: Barang jaminan itu dapat ditunggangi dan

diperah.”157

Berkaitan dengan pemanfaatan tersebut dengan ketentuan bahwa

selain murtahin memanfaatkan marhun, ia juga berkewajiban atas segala

nafkah yang mengikat pada marhun tersebut, seperti biaya perawatan dan

pengolahan marhun, serta menjaga agar marhun tidak berkurang baik

secara kuantitas maupun secara kualitas. Dalam hal ini sesuai dengan

hadits Rasulullah SAW, sebagai berikut:

Artinya: “dari Abu Hurairah, r.a., ia berkata: bersabda Rasulullah SAW,

gadaian dikendarai oleh sebab nafkahnya apabila ia digadaikan

dan susu diminum dengan nafkahnya apabila digadaikan dan

atas orang yang mengendarai dan meminum susunya wajib

nafkahnya”. (H.R. Bukhari) 158

2. Analisis Terhadap Pesepsi Ulama yang Tidak Memperbolehkan

Pemanfaatan Marhun oleh Murtahin dalam Pelaksanaan Gadai Sawah di

Ds. Banjaran, Salem, Brebes.

Mengenai pendapat ulama Brebes yang membolehkan

pelaksanaan gadai sawah yang dilaksanakan di ds. Banjaran, Salem.

Brebes seperti yang disampaikan oleh:

157

Chuzaimah. T. Yanggo, op. cit. hlm. 88. 158

Ibid, hlm. 93

Page 98: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

86

a. Bpk. Kyai H. Karso, menurut beliau bahwa pemanfaatan sawah gadai

yang dilaksanakan di desa Banjaran tersebut dapat dikategorikan

kedalam akad pinjam meminjam dengan mensyaratkan adanya

manfaat, dan beliau tidak setuju dengan pelaksanaanya. Beliau

mendasarkan pendapatnya tersebut pada hadits Rasulullah SAW,

sebagai berikut:

Artinya: “tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka ia

semacam dari beberapa macam riba”. (HR. Baihaqi)

Beliau tidak setuju dengan adanya praktek gadai dengan

adanya pemanfaatan barang jaminan oleh murtahin, seperti yang

dilaksanakan di desa Banjaran tersebut. Menurut beliau bagaimana

mungkin seorang yang sudah jelas sedang membutuhkan dana untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, justru harta yang telah

dimilikinyapun malah dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang lain.

Mungkin dalam jangka pendek masalah terselesaikan dengan adanya

pinjaman yang diambil tersebut, namun dalam jangka panjang rahin

justru akan mengalami permasalahan yang baru dimana rahin akan

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sementara ia

juga harus mengembalikan pinjaman yang diambilnya.159

b. P. Kyai Khoerul Bassyar, menurutnya akan lebih baik apabila akadnya

tersebut diubah dimana pinjaman dilaksanakan dengan batas waktu

159

Wawancara dengan P. Kyai Karso (Tokoh ulama di desa Bentar, Kec.Salem, dan

merupakan Mantan Ketua PC Muhammadiyah kec. Salem) Pada tanggal 12 Maret 2012

Page 99: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

87

yang telah disepakati, kemudian apabila sampai batas waktu yang

telah ditentukan rahin tidak mampu mengembalikan pinjaman

tersebut barulah rahin memberikan kuasa kepada murtahin untuk

mengolah dan mengambil manfaat dari sawah yang dimilikinya.

Dengan catatan bahwa lamanya penguasaan tersebut harus

disesuaikan dengan besarnya pinjaman, dengan cara mengukur jumlah

hasil panen yang mungkin dapat diperoleh dari sawah tersebut jika

dibandingkan dengan jumlah hasil panen yang biasanya dapat

diperoleh setiap musimnya.160

c. P. Kyai Anto Fatulloh, beliau setuju bahwa mensyaratkan adanya

pengambilan manfaat dari pinjaman yang diambil tidak

diperbolehkan. Namun, beliau menambahkan bahwa berkenaan

dengan pemanfaatan sawah sebagai jaminan atas pinjaman yang

diambil seperti yang dilaksanakan di desa Banjaran tersebut bukan

merupakan bentuk akad gadai. Menurut beliau bahwa akad gadai yang

dimaksudkan ialah apabila barang yang dijaminkan berupa harta

benda bergerak.

Berkenaan dengan pendapat para ulama Salem yang tidak

memperbolehkan pelaksanaan praktek gadai seperti yang dilaksanakan

oleh masyarakat ds. Banjaran tersebut, dalam hal ini mendasarkan

pendapatnya pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa

dalam bentuk apapun, hal yang menuju ke dalam suatu keadaan yang

160

Wawancara dengan P. Kyai Khoerul Bassyar (Ulama di desa Talaga, kec. Salem dan

merupakan Ketua PC Muhammadiyyah), pada tanggal 12 Maret 2012

Page 100: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

88

menunjukan tindakan riba, ini tidak boleh ditoleransi. Hadits tersebut

sebagai berikut::

Artinya: “dari Ali‟ r.a., ia berkata: Rasulullah saw, telah bersabda; setiap

mengutangkan yang menarik manfaat adalah termasuk riba”,

(HR. Harits bin Abi Usamah).161

Selain itu, pemanfaatan atas marhun oleh murtahin ini juga

bertentangan dengan hak rahin sebagai pemilik dari lahan sawah

tersebut. Ini seperti dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW:

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW,: Gadaian itu tidak

menutup akan yang punyanya dari manfaat barang itu,

faidahnya kepunyaan dia dan dia wajib

mempertanggungjawabkan segala resikonya”. (HR. as- Syafi‟I

dan ad- Daruquthni).162

161

Chuzaimah T. Yanggo, op. cit. hlm. 89. 162

Ibid, hlm. 94

Page 101: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan pembahasan-pembahasan dalam skripsi

yang berjudul “PERSEPSI ULAMA BREBES TENTANG PEMANFAATAN

SAWAH GADAI (Studi Kasus Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Banjaran,

Kec. Salem, Brebes)” tersebut di atas dapat penulis ambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Berdasarkan penjelasan yang telah Penulis deskripsikan dapat diketahui

bahwa pelaksanaan praktek gadai yang dilaksanakan oleh masyarakat di

ds. Banjaran, Salem, Brebes tersebut jika dilihat dari segi rukun dan syarat

akad maka akad tersebut tidak sah.

Ketidaksahan disebabkan adanya kecacatan dalam sighat antara

Rahin dan murtahin, yakni dalam sighat yang mereka laksanakan terdapat

ketentuan yang menyatakan bahwa dalam praktek gadai sawah tersebut

terdapat persyaratan yang berkaitan dengan pemanfaatan marhun (lahan

sawah), yang secara keseluruhan berpindah ke tangan murtahin. Dan

syarat tersebut merusak shighat akad, dimana dijelaskan bahwa dalam

shighat akad tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu di masa

mendatang, serta tidak boleh bertentangan dengan substansi akad gadai itu

sendiri.

88

Page 102: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

90

2. Persepsi Ulama Brebes tentang pemanfaatan sawah gadai oleh Murtahin

yang dilaksanakan di Banjaran, Kecamatan. Salem, Kabupaten. Brebes.

Mengenai pendapat para ulama Brebes berkenaan dengan pelaksanaan

gadai sawah yang dilakukan oleh masyarakat di desa Banjaran, Kec.

Salem, Kab. Brebes tersebut terdapat dua pendapat yang berbeda, yakni:

a. Pendapat ulama yang membolehkan pemanfaatan marhun oleh

murtahin dalam pelaksanaan gadai sawah di Ds. Banjaran, Salem,

Brebes dengan alasan bahwa kebolehan pemanfaatan barang jaminan

oleh penerima gadai ini sesuai dengan fungsinya barang gadaian

sebagai jaminan dan kepercayaan bagi pihak yang meminjamkan uang,

maka barang jaminan tersebut dikuasai oleh penerima gadai, hal ini

disebabkan karena apabila barang jaminan tersebut masih dipegang

oleh Pemberi gadai, maka barang jaminan tersebut keluar dari tangan

penerima gadai, sehingga barang jaminan tersebut tidak memiliki arti

apa-apa. Sehingga untuk menjaga kemadlorotan yang mungkin terjadi

di antara pemberi dan penerima gadai, maka dibolehkan bagi penerima

gadai memanfaatkan barang jaminan sehingga barang jaminan tersebut

senantiasa terpelihara. Selain itu, pemanfaatan yang dimaksud tersebut

merupakan suatu bentuk rasa saling tolong-menolong pula, dimana

rahin dapat tertolong kebutuhannya, dan murtahin juga dapat tertolong

karena dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil pemanfaatan tersebut.

b. Persepsi Ulama yang Tidak Membolehkan Pemanfaatan Marhun oleh

Murtahin dalam Pelaksanaan Gadai Sawah di Ds. Banjaran, Salem,

Page 103: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

91

Brebes, beralasan bahwa praktek pemanfaatan barang jaminan (sawah)

tersebut dapat dikategorikan kedalam akad qard yang mensyaratkan

tambahan tertentu, dan ini tidak diperbolehkan oleh agama dan dapat

dikategorikan ke dalam macam riba. Selain itu juga pemanfaatan

barang jaminan oleh murtahin ini keluar dari ketentuan bahwa yang

berhak memanfaatkan suatu barang ialah pemiliknya. Sementara

murtahin bukan pemiliknya, sehingga yang berhak mengambil manfaat

atas barang jaminan gadai ialah pemberi gadai, hal ini tetap berlaku

meskipun barang tersebut pada dasarnya berada di bawah kekuasaan

penerima gadai. Ketentuan ini dikarenakan meskipun kedudukan

barang tersebut sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima gadai,

namun kepemilikan atasnya tetap melekat pada pemiliknya yakni

pemberi gadai. Selain itu, adanya pemanfaatan barang jaminan oleh

penerima gadai menyebabkan turunnya kualitas barang jaminan, dan

hal ini tidak dibenarkan tanpa adanya izin dari pemberi gadai.

B. Saran-Saran

Dengan adanya beberapa uraian di atas, maka penulis memberikan

saran-saran untuk menjadi bahan pertimbangan yakni sebagai berikut:

1. Bagi para ulama, diharapkan untuk senantiasa memberikan pengarahan

tentang bagaimana melaksanakan praktek gadai sawah dalam hal ini yang

sesuai dengan hukum Islam.

2. Mengenai pelaksanaan gadai sawah tersebut, antara Pemberi Gadai dan

Penerima Gadai harus ada kejelasan mengenai waktu pengembalian

Page 104: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

92

hutang dan barang jaminan, sehingga pelaksanaan gadai tidak berlarut

lama.

3. Bahwa dalam pelaksanaan praktek gadai jangan sampai mengabaikan

prinsip ta‟awwun, yang merupakan dasar dilaksanakannya praktek gadai.

4. Bahwa untuk meminimalisir masalah dalam praktek gadai tersebut lebih

baik menjadikan tanda kepemilikannya (sertifikat) sebagai barang

jaminan dan bukan manfaat yang melekat pada barang jaminan tersebut.

5. Solusi lainnya ialah dengan mengubah akad yang digunakan, di antaranya

mengubahnya menjadi akad sewa-menyewa,

C. Penutup

Seiring dengan karunia dan limpahan rahmat yang diberikan kepada

segenap makhluk, maka tiada puji dan puja yang patut dipersembahkan

melainkan hanya kepada Allah SWT. Dengan hidayah-Nya pula tulisan

sederhana ini dapat diangkat dalam skripsi yang tidak luput dari kekurangan

dan kekeliruan. Menyadari akan hal itu, bukan suatu kepura-puraan bila

penulis mengharap kritik dan saran untuk menuju kesempurnaan tulisan ini.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada

para pihak yang senantiasa membantu penulis dalam menyusun tulisan ini.

Semoga tulisan sederhana ini dapat diterima untuk memperoleh, memenuhi

dan melengkapi syarat-syarat Sarjana Strata 1. Akhirnya penulis berharap

semoga tulisan ini dapat menambah khazanah keilmuan, bermanfaat sebagai

tambahan ilmu dan wawasan bagi para pembacanya. Amiin.

Page 105: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Gadai Syari’ah, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

An-Nawawi, Al- Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf, Riyadhus Shalihin,

diterjemahkan oleh Achmad Sunarto, Jakarta, Pustaka Amani, 1999.

Antonio, Muh. Syafi‟i, Bank Syari’ah ’Suatu Pengenalan Umum’, Jakarta: Tazkia

Institute, 1999.

_____________, Bank Syari’ah ‘Dari Teori ke Praktek’, Jakarta, Gema Insani,

2001.

As-Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta, Bulan Bintang, 1984/

1997.

_____________, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Semarang, PT. Pustaka Rizki

Putra, 2001.

_____________, Mutiara Hadits 5, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2003.

Creswell, John. W., Research Design ‘Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.

Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif Rancangan Metodologi, Presentasi

Dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Peneliti Pemula

Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan, Dan Humaniora’, Bandung: CV.

Pustaka Setia, 2002.

Departemen Aganma RI, „Abdul „Aziz „Abdur Ra‟uf dan Al- Hafiz (ed), Mushaf

Al- Qur’an Terjemah Edisi Tahun 2002, Jakarta, Al- Huda, 2005.

Departemen Aganma RI, „Abdul „Aziz „Abdur Ra‟ufdan Al- Hafiz (edit),

“Mushaf Al- Qur’an Terjemah Edisi Tahun 2002”, Jakarta, Al- Huda,

2005.

Departemen Negara RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya al- Jumánstul ‘Alí,

Bandung: CV. Penerbit Jumanatul „Ali-Art, 2005.

Dewi, Gemala, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana,

2005.

Djuwaini, Dimyauddin, Fiqih Muamalah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008

DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Ciputat, CV. Gaung

Persada, 2006

Page 106: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

Hadi, Muhamad Sholihul, Pegadaian Syari’ah, Jakarta, Salemba Diniyah, 2003.

Hadi, Muhamad Sholihul, Pegadaian Syari’ah, Jakarta, Salemba Diniyah, 2003.

Hamidy, Mu‟ammal, Terjemah Nailul Authar Jilid IV, Surabaya, BinaIlmu.

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007.

Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Mandhur, Ibnu, Lisan al-arab, Beirut, Dar al-Lisan al-Arab.

Mas‟adi, Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, 2002.

Mundayat, Arif, Membangun Budaya Kerakyatan Kepemimpinan Gus Dur,

Yogyakarta, Titian Illahi Press, 1997.

Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, Jakarta: AMZAH, 2010.

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988.

Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, “Hukum Perjanjian Dalam

Islam”, Jakarta, Sinar Grafika, 1996.

Pasaribu, Chairuman, Suhrawardi. K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta, Sinar Grafika.

Raharjo, M. Dawam, Intelektual, IntelegensiadanPrilakuPolitikBangsa, Bandung

:Mizan, 1993.

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Jakarta, at- Tahiriyah, 1954.

Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung, PT. Sinar Baru Algensindo, 1994.

Rifa‟i, Moh.,Terjemah Kifayatul Ahyar, Semarang, CV. Thoha Putra, 1978.

Rusyd, Ibnu, Analisa Fiqih Para Mujtahid, diterjemahkan oleh Imam Ghazali

Said dan Achmad Zaidun dari Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul

Muqtashid, Jakarta, Pustaka Amani, 2002.

Sabiq, Sayid, Fiqih Sunnah 12, Jakarta, Pustaka Percetakan Offset, 1998.

_____________, Fiqih Sunnah, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin, dkk., dari

judul asli, Fiqhus Sunnah, Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006

Sevilla, Consuelo. G., dkk., Pengantar Metode Penelitian, Jakarta, UI-Press,

1993.

Page 107: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/137/jtptiain--kuroh... · kegiatan pinjam-meminjam yang mensyaratkan adanya pengambilan manfaat

Shihab, M. Quraish, Tafsiral- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata; Hukum Benda, Yogyakarta,

Liberty, 1974.

Subekti, R., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata’ Dengan

Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang

Perkawinan”, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1995.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D, Bandung,

Alfabeta, 2009.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum ‘Suatu Pengantar’, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1998

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1995.

Syafe‟i, Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2001.

Tim Penyusun Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta,

Ikhtiar Baru Van Hoeve.

Yanggo, Chuzaimah T., A. Hafiz Anshory, Al- Fanani, Zainudin bin Abdul Aziz

Al-Malibari, Terjemah Fathul Mu’in, Bandung, Sinar Baru Algesindo,

1994.

Yanggo, Chuzaimah T.dan A. Hafiz Anshory, A.Z, “Problematika Hukum Islam

Kontemporer III”, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.