ANALISIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN RAWAI TUNA DI … · ANALISIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN RAWAI TUNA...
Transcript of ANALISIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN RAWAI TUNA DI … · ANALISIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN RAWAI TUNA...
ANALISIS HASIL TANGKAP SAMPINGAN RAWAI TUNA DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA SUMATERA BAGIAN BARAT
Dian Novianto dan Budi Nugraha Peneliti pada Loka Penelitian Perikanan Tuna
ABSTRAK
Bungus merupakan salah satu basis pangkalan pendaratan ikan tuna di pulau Sumatera
bagian barat.Kapal-kapal tuna longline yang berpangkalan di Bungus didominasi oleh kapal
yang berasal dari Muara Baru ada 69 kapal tuna longline yang pemah berpangkalan di
Bungus, namun saat ini tinggal 27 kapal saja. Daerah penangkapan kapal-kapal tuna longline
yang berbasis di Bungus yaitu di perairan Samudera Hindia barat Sumatera atau sekitar
Kepulauan Mentawai. Target dari tuna longline di Samudera Hindia adalah ikan madidihang
dan tuna mata lebar (Thunnus Obesus). Walaupun demikian terdapat jenis-jenis ikan lain yang
ikut tertangkap sebagai basil tangkap sampingan. Komposisi basil tangkap sampingan tuna
longline di Samudera Hindia bagian barat Sumatera pada bulan November 2010 terdiri dari 17
jenis didominasi oleh lancetfish (0,82%) di ikuti oleh escolar (0,49%) dan stingray
{Pteroplatytrygon violacea) sekitar 0,21%, dengan rata-rata hook rate 1,89.
Kata Kunci: hasil tangkapan sampingan, rawai tuna, Barat Sumatera
PENDAHULUAN
Bungus merupakan salah satu basis pangkalan pendaratan ikan tuna di Pulau Sumatera
bagian barat. Kapal-kapal rawai tuna (tuna longline) yang berpangkalan di Bungus
didominasi oleh kapal yang berasal dari Muara Baru ada 69 kapal rawai tuna yang pemah
berpangkalan di Bungus, namun saat ini tinggal 24 kapal saja. Daerah penangkapan kapal-
kapal rawai tuna yang berbasis diBungus yaitu di perairan Samudera Hindia bagian barat
pulau Sumatera atau sekitar Kepulauan Mentawai.
Rawai tima mempakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap tuna. Menurut
Sainsbury (1986), rawai tuna adalah alat tangkap yang efisien bahan bakar, ramah lingkungan
dan memiliki metode penangkapan paling bersih serta dapat digunakan untuk menangkap ikan
demersal maupun pelagis. Rawai tuna bersifat pasif dalam pengoperasiannya sehingga tidak
memsak sumber daya hayati yang ada di perairan, hal inilah yang menjadikan penangkapan
rawai tuna memiliki metode penangkapan paling bersih.
Selama pengoperasian rawai tuna didapat juga hasil tangkapan sampingan. Beverly et
al. (2003), menyatakan bahwa hasil tangkapan sampingan adalah hasil tangkapan yang tidak
diinginkan, tetapi tertangkap secara kebetulan selama operasi penangkapan rawai tuna. Hasil
tangkapan rawai tuna terdiri dari dua jenis yaitu hasil tangkapan utama (target species) dan
bukan hasil tangkapan utama (non target species) (Chapman, 2001). Ikan non target dapat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERIKANAN TANGKAP MANADO. 30-31 OKTOBER 2012
berupa bukan jenis tujuan atau jenis ikan target tapi dengan ukuran di bawah standar yang diinginkan (yuwana atau ikan muda). Penanganan basil tangkapan sampingan terbagi dua, yaitu disimpan karena memiliki nilai ekonomi tinggi {by-product) dan dibuang karena tidak memiliki nilai ekonomi {discard).
Penangkapan berlebih atau "over-fishing' sudah menjadi kenyataan pada berbagaiperikanan tangkap di dunia. Saat ini, 80% dari stok perikanan global telah tereksploitasi secara berlebihan, semakin berkurang atau dalam tahap pemulihan dari tekanan penangkapan yang tinggi (Pulvenis 2009). Konsekuensidari basil tangkapan sampingan adalah penurunan keanekaragaman ikan di alam. Beberapa jenis ikan basil tangkapan sampingan merupakan populasi yang rawan terhadap kepunahan dikarenakan karakteristik yang dimiliki antara lain, tingkat fekunditas yang rendah, pertumbuhan yang lambat, memerlukan waktu yang lama untuk mencapai dewasa, umur yang panjang dan resiko kematian yang tinggi disetiap tingkat umur (Fahmi dan Dharmadi, 2005).
Kurangnya informasi dan data basil tangkap sampingan akan berdampak pada penetapan status stok sumber daya perikanan serta skema pengelolaan di kemudian hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis basil tangkap sampingan perikanan rawai tuna yang beroperasi di Samudera Hindia Sumatera bagian barat.
BAHAN DAN M E T O D E
Pengumpulan data
Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung dikapal rawai tuna, yang melakukan operasi penangkapandi Samudera Hindia bagian barat Sumatera pada koordinat 0^42,449 - 6*̂ 55,700 LS dan 95''23,909 - 102"54,165 BT (Gambar 1).
— - I — ' — • — • — I — • — • — • — I — ' — ' ' 94 se sa -loo 102
Gambar 1. Daerah penangkapan kapal rawai tuna KM. l ( i ) pada bulan Oktober -November 2010 dan KM.2 (*) pada bulan Februari - April 2009 di Samudera Hindia bagian Barat Sumatera.
518
BAGIAN III MAKALAH SIDANG KELOMPOK
Trip pertama dilaksanakan pada bulan Februari- April 2009 menggunakan kapal K M .
berukuran 86 GT mempunyai kekuatan 240 PK. Dengan jumlah palkah 8 buah dengan
kapasitas 6-8 ton. Spesifikasi alat tangkap dengan ukuran panjang tali tali cabang 25m dengan
jarak antar tali cabang 52m, panjang tali pelampung 30m. Jumlah pancing yang digimakan
bervariasi antara 1062 hingga 1368 buah dimana jumlah pancing antar pelampung berjumlah
17 buah, dengan menggunakan 1 jenis umpan yaitu Lemuru {Sardinella lemuru).
Trip kedua dilaksanakan pada bulan Oktober - November tahun 2010 megikuti KM.X^
berukuran 62 GT mempunyai kekuatan 350 PK dan mempunyai 2 mesin bantu (genset)
bermerk Chaming 250 PK. Palkah untuk menyimpan hasil tangkapan berjumlah 9 buah
dengan kapasitas 7-9 ton. Spesifikasi alat tangkap kapal rawai tuna dengan ukuran Panjang
tali cabang 25m dengan jarak antartali cabang 60 m. Panjang tali pelampung 35 m. Jumlah
pancing dan jumlah pelampung yang digunakan setiap setting bervariasi. Jumlah pancing
yang digunakan mulai dari 715 hingga 1.210 buah pancing, sedangkan jumlah pelampung 65
hingga 110 buah. Jumlah pancing antarpelampung tetap yaitu 11 buah. Umpan yang
digunakan adalah ikan lemuru (S. lemuru), ikan layang (Decapterus spp.), dan ikan bandeng
(Chanos chanos) baik yang hidup maupun mati.
Data yang dikumpulkan berupa data operasional penangkapan (spesifikasi alat tangkap,
informasi setting , dan hauling), posisi daerah penangkapan, hasil tangkapan dan aspek
biologi meliputi pengukuran panjang baku ikan (fork length). Pengukuran panjang ikan
menggunakan meteran dengan ketelitian sampai 0,5 em. Informasi daerah penangkapan ikan
diketahui dari GPS (Global Positioning System).
Analisis data
Data jenis hasil tangkapan digunakan untuk memperoleh komposisi hasil tangkapan
rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia bagian barat Sumatera dan dianalisis
dengan menggunakan program Microsoft Office Excel.
Mengacu pada Prisantoso et al. (2010), hasil tangkapan persatuan upaya ini disebut juga
dengan laju pancing (hook rate) yang ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
H R = J L x A JP
Di mana:
HR laju pancing (ekor/100 pancing)
JI = jumlah ikan (ekor)
JP = jumlah pancing
A = 100 (per 100 pancing)
519
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERIKANAN TANGKAP MANADO. 30-31 OKTOBER 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tangkapan Tuna Sebagai Target
Hasil tangkapan ikan tuna sebagai target dari 26 kali setting di bulan Februari - April 2009 diperoleh tuna mata besar sebesar 78,02% dengan rata-rata laju pancing sebesar 0.22 dan jenis tuna madidihang sebesar 21,98% dengan rata-rata laju pancing sebesar 0.06. Sedangkan hasil tangkapan ikan tima sebagai target di bulan Oktober - November 2010 dari 14 kali setting didominasi oleh tuna mata besar sebesar 56,5% dengan laju pancing (hook rate) sebesar 0,23, sedangkan jenis tuna madidihang sebesar 43.5% dengan laju pancing 0,18 (label 1 dan 2). Tabel 1. Laju pancing (hook rate) hasil tangkapan utama kapal rawai tuna KM. X per setting.
Setting Total pancing
Yellowfln tuna HR (%)
Bigeye tuna HR Jumlah
1 1062 0 0,09 0,09 2 1368 0,07 0,22 0,29 3 1325 0,00 0,08 0,08 4 1300 0,15 0,31 0,46 5 1242 0,00 0,32 0,32 6 1296 0,15 0,23 0,39 7 1286 0,00 0,16 0,16 8 1314 0,23 0,00 0,23 9 1292 0,23 0,31 0,54 10 1292 0,08 0,00 0,08 11 1292 0,08 0,23 0,31 12 1292 0,00 0,15 0,15 13 1292 0,00 0,46 0,46 14 1292 0,00 0,77 0,77 15 1292 0,08 0,23 0,31 16 1292 0,08 0,23 0,31 17 1292 0,00 0,23 0,23 18 1156 0,00 0,26 0,26 19 1292 0,08 0,00 0,08 20 1088 0,00 0,55 0,55 21 1292 0,15 0,15 0,31 22 1139 0,09 0,26 0,35 23 1207 0,00 0,00 0,00 24 1292 0,00 0,00 0,00 25 1292 0,08 0,15 0,23 26 1173 0,00 0,26 0,26
Jumlah 32752 0,06 0,22 0,28
520
BAGIAN III MAKALAH SIDANG KELOMPOK
Tabel 2. X per setting.
Setting Total oanciiiff
Yellowfm tuna HR (%) Bigeye tuna HR (%) Jumlah
1 880 0,11 0,11 2 1.155 0,43 0 17 0,60 3 1.100 0 09 0 18 0 27 4 1 100 0 s s
O , J J
0 SS U , J J 5 1.155 0,26 0 26
V , X V
0 52 1.155 0,26 0 17 0,43
/ 1.1 J J u,uy 0,35 ft A A
0,44 Q o
71 S 0 14 0 42 u,tz 9 1.210 0,08 0,08 10 1.155 0,09 0,09 11 1.155 0,35 0,35 12 1.155 0,26 0,17 0,43 13 1.155 0,09 0,26 0,35 14 1.155 1,04 1,04
Jumlah 15.400 0,19 0,22 0,41
Nugraha dan Nurdin (2006), menyebutkan bahwa dalam 5 kali setting didapat basil tangkapan rawai tuna di Samudera Hindia bagian Barat Sumatera, tuna mata besar/^zgeye tuna (11,69%) dengan hook rate 0,34 dan tuna madidihang/ye//ovy/zn tuna (3,90%) dengan hook rate 0,11, sedangkan untuk laju pancing basil tangkapan tuna di Samudera Hindia bagian Selatan Jawa rata-rata untuk tuna mata besar 0,33 dan tuna madidibang 0,25, (Prisantoso et al. 2010).
Laju pancing tuna diperairan Samudera Hindia Sumatera bagian barat pada tabun 2009 dan 2010 lebib kecil daripada laju pancing pada tabun 2006 dan laju pancing di Perairan Selatan Jawa pada tabun 2005, terjadi penurunan laju tangkap ikan tuna sebagai target diselurub Samudfera Hindia dikarenakan tekanan penangkapan yang tingggi dimana dapat dilibat dari ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil serta semakin bertambabnya armada rawai tuna yang beroperasi di Samudera Hindia.
521
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERIKANAN TANGKAP MANADO. 30-31 OKTOBER 2012
30
25 -I 20
15
10
5
0
BET SYFT
61-70 71-80 81-90 91-100 101-110 111-120 121-130 131-140 141-150 151-160
Gambar 2. Distribusi frekuensi panjang basil tangkap utama kapal rawai- tuna KM. I pada bulan Februari - April 2009 di Samudera Hindia Sumatera bagian barat.
12
10
8 •
6 •
4 -
2 -
0
BET «YFT
• .1 50-60 61-70 71-80 81-90 91-100 101-110 111-120 121-130 131-140 141-150 151-160 161-170 >171
Gambar 3. Distribusi frekuensi panjang basil tangkap utama kapal rawai tuna KM.2 pada bulan Oktober - November 2010 di Samudera Hindia Sumatera bagian barat.
Dari basil tangkapan ikan tuna sebagai target, tertangkap ikan tuna yang berukuran dibawab standar sebingga tidak termasuk ikan target namun tetap disimpan karena memiliki nilai ekomi (byproduct). Ikan tuna target berukuran 15 kg ke atas diproses menjadi tuna segar untuk tujuan ekspor. Dari total 93 ekor tuna yang tertangkap di bulan Februari - April 2009 terdapat 9 ekor tuna dibawab ukuran standar sedangkan pada bulan Oktober - November 2010 Dari total 63 ekor tuna terdapat 17 ekor tuna dibawab ukuran standar dengan kisaran panjang dibawab 90 cm sebagai basil tangkapan sampingan (Gambar 2 dan 3). Hasil Tangkap Sampingan
Pada bulan Februari - April 2009 dari 26 kali setting dengan total 32.752 pacing didapat 255 ekor basil tangkapan sampingan terdiri dari 17 jenis ikan dan 1 jenis penyu dengan rata-rata laju pancing 0,78. Oktober - November tabun 2010 dari basil 14 kali setting dengan total
522
BAGIAN III MAKALAH SIDANG KELOMPOK
15.400 pancing didapat 294 ekor hasil tangkapan sampingan yang terdiri dari 16 jenis ikan
dan 1 jenis penyu dengan rata-rata laju pancing 1,89. Sedangkan di (Lampiran 1).
Menurut Chapman 2001, proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan
akan hervariasi secara signifikan tergantung pada musim, lokasi penangkapan, jenis umpan
yang digunakan dan konfigurasi peralatan memancing.
Hasil tangkapan sampingan (by-catch) di perairan Samudera Hindia bagian barat
Sumatera yang didapat terdiri dari ikan naga (lancetfish; Alepisaurus spp.), alu-alu
(Sphyraena spp.), bawal sabit (sickle pomfret; Taractichthys steindachneri), pari lemer
(Pelagic stingray ; Pteroplatytrygon violacea), pari burung (Mobula japanica) ikan setan
(escolar; Lepidocybium flavobrunneum), lemadang (Coryphaena hippurus),ikstn gindara
(oiljish; Ruvettus pretiosus), cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan pedang (Xiphias gladius),
setuhuk biru (Makaira mazara), setuhuk hitam (M. indica), setuhuk loreng (Tetrapturus
audax) ikan layaran (Istiophorus platypterus), ikan todak berparuh pendek (Tetrapturus
angustirostris),tenggm laki (Acanthocybium solandri), hiu koboy (Carcharhinus
Longimanus), hiu lanjaman (C. falciformes), hiu coklat (C. brevipinna), hiu tikus (Alopis
pelagicus), hiu tenggiri (Isurus Oxyrinchus), hiu bojor (dan layur hitam(Gempylus serpens),
penyu lekang (Lepidochelys olivacea), serta penyu belimbing (Demorchelys coriacea).
Kondisi beberapa ikan hasil tangkapan sampingan yang tidak memiliki nilai ekonomi
(discard) saat tertangkap dan diangkat ke atas dek kapal selalu dalam keadaan terluka atau
mati. Kurangnya perhatian dan penanganan yang maksimal pada saat pelepasan kembali
menyebabkan resiko kematian yang tinggi. Tingginya tangkapan untuk ikan hasil tangkapan
sampingan dapat menyebabkan terganggunya fiingsi ekosistem. Hal ini dikarenakan beberapa
jenis ikan hasil tangkap sampingan memiliki peranan yang cukup besar di dalam sistem jaring
makanan. Menurut Lewison (2004), vertebrata laut memiliki peranan yang penting dalam
struktur jaring makanan dan fungsi ekositem.
Jenis-jenis hiu dan pari (ikan bertulang rawan/elasmobranchii) sering tertangkap secara
tidak sengaja di perikanan rawai tuna. Siklus hidup yang panjang dan kemampuan reproduksi
yang rendah menyebabkan jenis ini rentan terhadap over-eksploitasi karena kemampuan
pulihnya yang rendah.
Penyu merupakan salah satu hasil tangkapan sampingan yang tidak sengaja tertangkap
rawai tuna hal ini dikarenakan penyu menghabiskan sebagian besar hidup mereka di
lingkungan pelagis, hanyut dan mencari makan di bagian atas lapisan laut. Oleh karena itu
tidak mengherankan bila terjadi interaksi antara penyu dan alat pancing rawai untuk
menangkap ikan tuna dan beberapa jenis ikan lain di daerah bagian atas lapisan laut
(Chapman 2001).
Semua jenis penyu telah dinyatakan langka dan dilindungi berdasarkan undang-undang
baik secara nasional maupun intemasional. Dalam CITES (Convension on International
Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) penyu tercantum dalam appendix I ,
523
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERIKANAN TANGKAP MANADO. 30-31 OKTOBER 2012
artinya penyu termasuk satwa langka yang terancam punah dan dilarang xmtuk diperdagangkan secara intemasional termasuk hasil-hasilnya seperti telur, daging dan kulit kecuali untuk kepentingan penelitian dan usaha hudidaya (Sukresno 1997).
Hasil tangkap sampingan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori; tertangkap secara tidak sengaja, akan dimanfaatkan atau disimpan jika memiliki nilai ekonomi (by product) tetapi tidak mempakan ikan target dan akan dibuang {discard) karena jenis ini tidak dapat dimakan (dan karena itu tidak memiliki nilai komersial), atau karena jenis ini terancam punah dan jenis ikan yang dilindungi (Beverly et al. 2009). Tabel 3. Komposisi hasil tangkap sampingan berdasarkan tingkat pemanfaatan kapal rawai
tuna di Samudera Hindia Sumatera Bagian Barat.
Ekonomi Penting {by-product) Ikan berparuh / billfishes Ikan pedang Xiphias gladius Setuhuk bim Makaira mazara Setuhuk hitam Makaira indica Ikan layaran Istiophorus platypterus Ikan layaran j arum Tetrapturus angustirostris Jenis-jenis bin / shark Hiu lanjam Carcharhinus falciformis Hiu coklat Carcharhinus hrevipina Hiu koboi Carcharhinus longimanus Hiu Tikus Alopias pelagicus Hiu Tengiri Isurus oxyrinchus Hiu Bojor Pseudocarcharias kamoharai Jenis-jenis tuna / tuna like species Cakalang Katsuwonus pelamis Tenggiri laki Acanthocybium solandri Ikan Teleostei lain / bony fishes Bawal Taractichthys sp. Ikan setan Lepidocybium flavobrunneum Gindara Ruvettus pretiosus Baracuda Sphyraena spp Lemadang Coryphaena hippurus Tidak Ekonomi {discard) Ikan Pari / Rays Pari Lemer Pteroplatytrygon violacea Pari Burung Mobula japanica Ikan Telesostei lain / bony fishes Layur Hitam Gempylus serpens
524
BAGIAN III MAKALAH SIDANG KELOMPOK
Ikan naga
P e n y u / Turtle
Penyu Belimbing
Penyu Lekang
lancetfish; Alepisaurus ferrox.
Demorchelys coriacea Lepidochelys olivacea
Hasil tangkapan sampingan yang memiliki nilai ekonomi (by product) diantaranya
adalah ikan berparuh (suku Xiphiidae dan Istiophoridae), cakalang, tenggiri \2k\lwah00 (suku
Scombridae), hiu(suku Carcharhinidae dan Lamnidae), ikan seXBnlescolar (suku
Gempylidae), ikan barakuda (Sphyraena spp) . Sedangkan yang tidak memiliki nilai ekonomi
(by catch) diantaranya adalah pari lumpur/^imgray (suku Dasyatidae), layur hiXamlsnake mackerel (suku Gempylidae), ikan naga/lancetjish (suku Alepisauridae), penyu lekang
(Lepidochelys olivacea) dan penyu hQlvcabmg (Demorchelys coriacea) (Tabel 2).
Hasil tangkapan sampingan di perairan Samudera Hindia bagian Barat Sumatera
didominasi oleh ikan naga sebesar 42,9% dengan hook rate sebesar 0,80, kemudian ikan
setan sebesar 25,5% dengan hook rate sebesar 0,49, disusul ikan pari lumpur sebesar 10,9%
dengan hook rate sebesar 0,21, dan hiu lanjam sebesar 3,1% dengan hook rate sebesar 0.1%
(Gambar 3).
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00
Ikan naga Ikan setan
Tuna Mata lebar Pari lemer
Tuna Madidihang Hlu Lanjam
Setuhuk bIru Tenggiri lakI Layur hItam Ikan pedang
Penyu lekang GIndara
Cakalang Baracuda
Hlu koboy layaran
Setuhuk HItam Bawal bulat
Hiu coklat
42,86 25,51
• 11,90 • 10,88 9,52
• i 3,06 m 2,38 • 238 • 238 I 1,70 I 1,70 I 1,36
1,02 1,02 1,02 1,02 0,68 0,68 034
Gambar 4. Persentase komposisi hasil tangkapan sampingan kapal rawai tuna K M . X pada
bulan Oktober - November 2010 di Samudera Hindia Sumatera Bagian Barat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pancing untuk ikan yang tidak memiliki nilai
ekonomi lebih tinggi dibanding laju pancing ikan yang memiliki nilai ekonomi. Rata-rata laju
pancing ikan non ekonomi 1 - 2,5 sedangkan ikan target (tuna) hanya 0,11 - 1. Hal ini
sebagai gambaran penyebaran jenis-jenis ikan non target sangat luas dan selalu terdapat
disetiap Setting.
525
PROSIDING
SEIVIINAR NASIONAL PERIKANAN TANGKAP
MANADO. 30-31 OKTOBER 2012
0,0 10,0 20,0 30,0
lA.all ll<tga
Pari lemer
I a l l i c i l i c i
iDavvai o u i a i
Tkan sptati
1 1 1
lA.all ll<tga
Pari lemer
I a l l i c i l i c i
iDavvai o u i a i
Tkan sptati
lA.all ll<tga
Pari lemer
I a l l i c i l i c i
iDavvai o u i a i
Tkan sptati
lA.all ll<tga
Pari lemer
I a l l i c i l i c i
iDavvai o u i a i
Tkan sptati llvCUl dCLOll
iKdu. peaang I ^ ^ ^ ^ M 7,8
A 111 i l i i 5,9
• ^ H 3,9
M M 3,1
Hiu tenggiri mm 2,7
Hiu Buaya 2,4
Layaran Jarum • 1,2
Penyu Belimbing " 1,2 Layur Hitam • 1,2
Lemadang • 0,8
Hiu Tikus • 0,8
Cakalang 1 0,4
Setuhuk loreng 1 0,4
Pari Burung 1 0,4
Gambar 5. Persentase komposisi basil tangkapan sampingan kapal rawai tuna K M . X pada
bulan Februari - April 2009 di Samudera Hindia Sumatera Bagian Barat
Terdapat 12 jenis spesies basil tangkapan sampingan rawai tuna yang diperoleb di
perairan Samudera Hindia Barat Sumatera yang didominasi oleb jenis Lepidocybium
flavobrunneum (escolar) sebesar 32,65%. Kemudian disusul oleb Alepisaurus ferox
(lancet/ish) 18,39% dan Prionace glauca {blue shark) 14,29% (Nugraba dan Nurdin, 2006).
Menurut Beverly (2003) jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi seperti pomfret, escolar dan
opah biasanya ditemukan di perairan laut dalam dan berkelompok dengan ikan tuna mata
besar, sedangkan snake mackerel, lancetfish dan pelagic rays dapat tertangkap pada setiap
kedalaman mata pancing. Prisantoso et al. (2010) menyebutkan terdapat 26 jenis ikan, 2 jenis
penyu dan 1 jenis burung yang mempakan basil tangkapan sampingan rawai tuna di
Samudera Hindia yang berbasis di Cilacap.
KESIMPULAN
Tertangkap 549 ekor basil tangkapan sampingan yang terdiri dari 21 jenis ikan dan 2
jenis penyu diperairan Samudera Hindia Sumatera bagian barat pada tabun 2009 - 2010. Laju
pancing untuk ikan yang tidak memiliki nilai ekonomi lebib tinggi dibanding laju pancing
ikan yang memiliki nilai ekonomi. Rata-rata laju pancing ikan non ekonomi 1 - 2,5
sedangkan ikan target (tuna) banya 0,11 - 1, bal ini sebagai gambaran penyebaran jenis-jenis
ikan non target sangat luas dan selalu terdapat disetiap Setting.
DAFTAR PUSTAKA
Beverly, S., L. Cbapman and W. Sokimi. 2003. Horizontal Longline Fishing Methods and
Techniques. A Manual for Fisbermen. Multipress, noumea. New Caledonia.
526
BAGIAN III MAKAUH SIDANG KELOMPOK
Chirat Nuangsang, Sayan Promjinda, Opas Chamason, Md. Jalilur Rahman, Rankiri P.P. Rrishantha Jayasinghe, U Aung Htay Oo and Manas Kumar Sinha Large Pelagic Fishery Resource Survey using Pelagic Longline in the Bay of Bengal
Chapman, L. 2001. By catch in the Tuna Longline Fishery. Working paper 5, 2"''SPG Heads of Fisheries Meeting, Noumea, New Caledonia, 23-27 July 2001. Secretariat of the Pacific Community, Coastal Fisheries Programme, Fisheries Development Section. Noumea, New Caledonia, http://wvyw.spc.int/coastfish/ diunduh pada tanggal 1 April 2011.
Fahmi dan Dharmadi. 2005. Status Perikanan Hiu dan Aspek Pengelolaannya. Oseana. 30 (1): 1-8.
Lewison, R.L., Crowder, L.B., Read, A.J. and Freeman, S.A. 2004. Understanding impacts of fisheries bycatch on marine megafauna. Trends in Ecology & 7 Evolution 19, 598-604. (www.sciencedirect.com) di unduh pada tanggal 24 Mei 2011.
Nugraha, B. dan E. Nurdin.2006. Penangkapan Tuna dengan menggunakan kapal riset M.V. SEAFDEC di perairan Samudera Hindia. Widya Riset Bawal.l(3): 95-105.
Pulvenis, J.-F., 2009. The State of World Fisheries and Aquaculture 2008. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy, (http://www.fao.org) di unduh pada tanggal 30 agustus 2011.
Prisantoso, B. I . Widodo, A. A. Mahiswara dan Sadiyah, L. 2010. Beberapa Jenis Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Kapal Rawai Tuna di Samudera Hindia yang Berbasis di Cilacap. Jumal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber daya dan Penangkapan. 16(3): 185-194.
Sainsbury, J.C. 1986. CommercialFishing Methods; Famham: An Introduction to Vessel and Gears. Second Edition. Fishing News Books.
Sukresno, S.A. 1̂997 pemanfaatan Penyu Laut di Indonesia. Makalah Seminar Penelitian dan
Pengelolaan Penyu di Indonesia. Jember. Indonesia.
527
Lampiran 1.
Tabel 3. Laju pancing dan jenis ikan hasil tangkapan sampingan kapal rawai tuna KM. 2 per setting
No Hasil tangkap sampingan Jumlah Hook Setting
ALX L E C DAS SKJ FAL SWO L K V BLZ BAR WAH GES DCS BLM CCB OIL BWL SFA Jumlah Pancing rate
1 1 7 2 1 - - 1 - - - - - - - - - - 12 880 1,36
2 7 14 - 3 1 25 1155 2,16
3 11 3 2 - 1 - 1 1 19 1100 1,73
4 11 3 1 1 2 _ 2 1 - _ _ _ _ _ 21 1100 1,91
5 9 4 1 - - - 1 1 2 1 - - - - - - 19 1155 1,65
6 12 8 2 2 24 1155 2,08
7 10 3 1 1 2 1 19 1155 1,65
8 4 3 1 1 1 1 1 13 715 1,82
9 12 4 3 1 1 1 23 1210 1,90
10 14 1 6 1 22 1155 1,90
11 5 9 2 2 1 2 3 1 25 1155 2,16
12 11 7 7 2 1 1 2 31 1155 2,68
13 14 3 1 1 1 1 1 22 1155 1,90
14 5 6 4 1 1 1 1 19 1155 1,65
Jumlah 126 75 32 3 9 5 5 7 3 7 7 3 2 1 4 2 3 294 15400 1,90
Keterangan: ALX: Ikan Naga, L E C : Ikan setan, DAS: Ikan Pari, FAL: Hiu Lanjam, BLZ: Setuhuk Biru, WAH: Tenggiri laki, GES: Layur hitam, SWO: Ikan Pedang, OIL: Ikan gindara, SKJ: Cakalang, BAR: Barakuda, OCS: Hiu koboi, SFA: Ikan Layaran, BLM: Setuhuk Hitam,BWL: Bawal Hitam, CCB: Hiu Coklat, LKV: Penyu Lekang,
Lampiran 2.
Tabel 4. Laju pancing dan jenis ikan hasil tangkapan sampingan kapal rawai tuna KM. 1 per setting Nomor Setting
Hasil tangkap sampingan Jumlah Pancing
Hook rate
Nomor Setting
AXL L E C DAS swo BWL BAR WAH SMA CCB CSK CDF SSP MLS DKK PTH GES RMJ SKJ Jumlah
Jumlah Pancing
Hook rate
1 2 2 3 0 1 'o 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1062 0.85
2 3 2 2 0 3 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 12 1368 0.88
3 3 2 2 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 12 1325 0.91
4 2 1 3 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 10 1300 0.77
5 2 0 0 2 17 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 22 1242 1.77
6 3 1 1 1 0 3 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 11 1296 0.85
7 2 1 2 1 0 2 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 10 1286 0.78
8 2 0 1 0 0 1 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 7 1314 0.53
9 3 2 1 1 3 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 12 1292 0.93
10 2 2 1 1 0 2 1 0 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 15 1292 1.16
11 1 3 2 2 0 0 0 1 3 0 0 0 0 0 1 0 0 0 13 1292 1.01
12 2 1 1 3 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 1292 0.77
13 2 • 0 2 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 8 1292 0.62
14 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 1292 0.31
15 2 1 2 1 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 1292 0.85
16 4 2 2 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 11 1292 0.85
17 3 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 1292 0.62
18 2 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 9 1156 0.78
19 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5 1292 0.39
20 0 2 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 1088 0.37
21 3 0 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 1292 0.54
22 3 3 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 9 1139 0.79
23 2 0 1 1 3 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 9 1207 0.75
U1 ro to
Nomor Hasil tangkap sampingan Jumlah Hook Setting
AXL L E C DAS SWO BWL BAR WAH SMA CCB CSK CDF SSP MLS DKK PTH GES RMJ SKJ Jumlah Pancing rate
24 3 0 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 1292 0.54
25 1 1 3 2 3 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 1292 0.93
26 2 0 2 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8 1173 0.68
Jumlah 57 35 40 20 40 16 8 7 10 6 2 3 1 3 2 3 1 1 255 32752 0.78
Keterangan : ALX: Ikan Naga, LEC: Ikan setan, DAS: Ikan Pari, WAH: Tenggiri laki, GES: Layur hitam, SWO: Ikan Pedang, MLS: Setuhuk Loreng, SKJ: Cakalang, BAR: Barakuda, BWL: Bawal Hitam, CCB: Hiu Coklat, DKK: Penyu belimbing, SSP: Todak paruh pendek, SMA: Hiu Mako/tenggiri sirip pendek, RMJ : Pari manta, PTH: Hiu Tikus, CDF: Lemadang, CSK: Hiu Buaya