Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi Teraupetik Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat...
-
Upload
dilfera-hermiati -
Category
Documents
-
view
86 -
download
3
description
Transcript of Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Komunikasi Teraupetik Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat...
USULAN PROPOSAL TESIS
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
KOMUNIKASI TERAUPETIK PERAWAT PELAKSANA DI RUANG
RAWAT INAP BEDAH RSUD. M.YUNUS BENGKULU
PROPOSAL TESIS
DILFERA HERMIATI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal
dibutuhkan pelayanan yang berkualitas yang harus dapat dilaksanakan di seluruh sarana
pelayanan kesehatan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta.
Dengan pelayanan kesehatan yang bermutu diharapkan masyarakat akan memperoleh
derajat kesehatan yang sesuai dengan harapan. Bagaimanapun kualitas pelayanan yang
diberikan, hal ini erat kaitannya dengan perilaku si penerima pelayanan kesehatan tersebut,
artinya diharapkan agar setiap pasien turut berpartisipasi dalam mengatasi masalah
kesehatan mereka sendiri.
Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum, 1974). Oleh sebab itu, untuk
membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada faktor perilaku sangat penting dan strategis, mengingat pengaruh yang
ditimbulkannya.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi
bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam
rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun
hubungan antara manusia (Mundakir, 2006).
Sebagai tenaga kesehatan yang paling lama dan sering berinteraksi dengan pasien
(klien), perawat diharapkan dapat menjadi “obat” secara psikologis. Kehadiran dan interaksi
yang dilakukan perawat hendaknya membawa kenyamanan dan kerinduan bagi klien.
Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan
untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada
tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan
lainnya oleh Heri Purwanto (1994) disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi
senantiasa berperan penting dalam proses kehidupan. Komunikasi merupakan inti dari
kehidupan sosial manusia dan merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia.
Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat diidentifikasi dan dipecahkan
melalui komunikasi, tetapi banyak pula hal-hal kecil dalam kehidupan manusia menjadi
permasalahan besar karena komunikasi.
Komunikasi pada kakekatnya adalah suatu proses sosial. Sebagai proses sosial, dalam
komunikasi selain terjadi hubungan antar manusia juga terjadi interaksi saling memengaruhi
(Anwar, 1998). Dengan kata lain komunikasi adalah inti dari semua hubungan sosial.
Apabila dua orang atau lebih telah mengadakan hubungan sosial, maka sistem komunikasi
yang mereka lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau
merenggangkan hubungan, menurunkan atau menambah ketegangan serta menambah
kepercayaan atau menguranginya.
Penggunaan komunikasi terapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan,
sikap, dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha
mengatasi berbagai masalah psikologis klien. Dengan komunikasi terapeutik, klien akan
mengetahui apa yang sedang dilakukan dan apa yang akan dilakukan selama di rumah sakit,
sehingga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis klien dapat teratasi,
seperti kecemasan, ketakutan.
Rumah Sakit (RS) sebagai ujung tombak pembangunan dan pelayanan kesehatan
masyarakat, tetapi tidak semua rumah sakit yang ada di Indonesia memiliki standar
pelayanan dan kualitas yang sama. Semakin ketatnya persaingan diantara rumah sakit, serta
pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan menilai yang baik, mengharuskan
perawat Rumah Sakit DR. M.Yunus Bengkulu selaku salah satu pemberi jasa pelayanan
kesehatan, agar selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya.
Pada saat ini banyak ditemukan kasus dimana pasien merasa tidak nyaman dengan
komunikasi yang dilakukan oleh perawat baik pada fase orientasi, kerja dan fase terminasi.
Hal ini juga berlaku pada tindakan-tindakan keperawatan lainya yang menggunakan alat-alat
medis seperti ECG, nebulizer. Realitanya perawat terkesan kurang berkomunikasi. Tidak
heran pada saat melakukan tindakan-tindakan tersebut pasien tampak ketakutan, gelisah,
menarik nafas panjang, wajah tampak cemas dengan ditandai munculnya pertanyaan pada
perawat yang sedang melakukan tindakan keperawatan. Sehingga seringkali ditemukan
pasien menolak untuk dilakukan suatu tindakan keperawatan dengan alasan takut.
Pelaksanaan komunikasi terapeutik sampai saat ini masih belum baik dan hanya bersifat
rutinitas. Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi terapeutik pada pasien
diantaranya pengetahuan, sikap perawat tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan,
jumlah tenaga yang dirasa masih kurang. Untuk mempunyai sikap yang positif dalam
komunikasi terapeutik maka diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila
pengetahuan kurang maka sikap dalam komunikasi terapeutik akan menjadi kurang. Bila hal
ini dibiarkan akan menjadi dampak pada psikologis klien seperti kecemasan, ketakutan,
perubahan sikap maladaptif.
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi Proses komunikasi teraupetik
diantaranya Pendidikan, Lama bekerja, Pengetahuan, Sikap, Kondisi psikologis, dan
Situasi/suasana . Selain faktor di atas ada faktor lain, yaitu : 1. Faktor internal yang meliputi
usia klien, kondisi klien, stress hospitalisasi. 2. Faktor eksternal diantaranya sistem sosial,
sikap tubuh dan Lingkungan mempengaruhi keberhasilan komunikasi terapeutik. (Potter &
Perry, 1993).
Dalam Pelayanan Kesehatan Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk
membina hubungan terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan yang
diberikan perawat kepada klien sangat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, lama bekerja,
pelatihan, supervisi, beban kerja, status kepegawaian dan faktor penghargaan.
Banyaknya factor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat
akan sangat mempengaruhi kinerja dari perawat itu sendiri dan akan berujung pada mutu
pelayanan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah factor apa saja yang berpengaruh
terhadap komunikasi terapeutik perawat kepada pasien Rumah Sakit Dr. M. Yunus
Bengkulu.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap komunikasi terapeutik perawat ruang Bedah kepada pasien Rumah Sakit Dr. M.
Yunus Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Pengaruh factor Pelatihan terhadap komunikasi terapeutik
perawat kepada pasien Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu.
b. Untuk Mengetahui Pengaruh factor beban kerja terhadap komunikasi terapeutik
perawat kepada pasien Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu.
c. Untuk Mengetahui Pengaruh supervisi terhadap komunikasi terapeutik perawat
kepada pasien Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu
d. Untuk Mengetahui Pengaruh factor status kepegawaian terhadap komunikasi
terapeutik perawat kepada pasien Rumah Sakit Dr. M. Yunus Bengkulu.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Konsep komunikasi terapeutik
1. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang di rencanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Sedangkan
menurut Setuar dan Sundeen (1995) komunikasi terapeutik merupakan cara untuk
membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan
perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan
orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat di ubah dan mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier et.al,2000). Komunikasi
terapeutik berbeda dengan komunikasi social yaitu pada komunkasi terapeutik selalu
terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di
atas dapat di simpulkan bahwa komunikasi trapeutik merupakan komunikasi yang di
rencanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya di pusatkan untuk kesembuhan
pasien dan membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien.
2. Fungsi komunikasi terapeutik
Menurut vancarolis (1990) dalam purwanto (1994) fungsi komunikasi terapeutik
adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat-klien melalui
hubungan perawat-klie. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi
dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang di lakukan dalam perawat.
Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat professional selalu
mengupayakan untuk berprrilaku terapeutik, yang berarti bahwa tiap intraksi yang
dilakukan menimbulkan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan
berkembang. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang
menurut stuart dan sundeen (1995) dan limberg, hunter dan kruszweski (1983) meliputi:
a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan
diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan ras integritas yang tinggi.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal intim dan saling tergantung dan
mencintai.
d. Meningkatkan kesejakterahan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
3. Karateristik komunikasi terapeutik
Menurut arwani (2002) ada tiga hal mendasar yang memneri cirri-ciri komunikasi
terapeutik antara lain;
a. Keikhlasan (genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nila, sikap dan persaan yang di miliki terhadap
keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai
keasadaran mengenai sikap yang yang dipunyai terhadap klien sehingga mampu
belajar untuk mengkomunikasikan secara cepat.
b. Empati (empathy)
Empati merupakan perasaan”pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
persaan yang di alami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien. Empati
merupakan sesuatu yang jujur, sensitive dan tidak di buat-buat (objektif) didasarkan
atas apa yang di alami orang lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan
pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi.
c. Kehangatan (warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekpresikan ide-ide
dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut di maki atau
dikonfrontasi. Suasan yang hangat, permisif dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan
mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
4. Prinsip komunikasi terapeutik (Kliat 1996)
Tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila perawat dalam “helping relationship”
memiliki prinsip-prinsip/karakteristik dalam menerapkan komunikasi terapeutik yang
meliput:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang di anut.
b. Komunikasi harus di tandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
c. Perawat harus memahami , menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapt memecahkan masalah-masalah yang di hadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira,sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasr dari hubungan terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan
sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap menggangu.
l. Perawat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa
rasa takut.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan
prisip kesejakterahan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, di harapkan perawat akan mampu menggunakan
dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of self). Selanjutnya upaya perawat
untuk meningkatkan kemampuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang
dinamika komunikasi, penghaayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan
kepekaan terhadap kebutuhan orang lain sngat di perlukan dalam therapeutic use of self.
Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga kemampuan
tersebut (Dwidiyanti, 2008).
5. Teknik komunikasi terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen tahun (1995), teknik komunikasi terdiri dari:
a. Mendengarkan (listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui perasaan
klien. Teknik mendengarkan dengan cara member kesempatan klien untuk bicara
banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Menurut Ellis (1998), menjelaskan
bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada
orang lain bahwa apa yang di katakannya adalah penting dan dia adalah orang yang
penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan”anda bernilai untuk saya”dan”saya
tertarik padamu”.
b. Pertanyaan terbuka (brood opening)
Memberikan inisiatif kepad klien, mendorong klien untuk menyeleksi topic yang akan
di bicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan
dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi
intraksi dan menolak renpon klien (Stuart dan Sundeen, 1995)
c. Mengulang (restating)
Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang di
ungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan member
indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik di tandai
dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan
memberikan respon apa yang baru saja dikatakan oleh klien.
d. Penerimaan (acceptance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan.
Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan
atau ketidaksejuaan. Di kerenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi
nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata keatas, menggelengkan
kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi
dengan klien.
e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang di gunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak
mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba
memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang di dengar,
refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaan. Teknik ini akan
membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyn dan
Nihart, 1998), di kutip oleh Nurjanah (2001)
g. Asertif
Menurut Smith (1992) dalam Nurjanah (2001) asertif adalah kemampuan dengan cara
meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai hak orang lain. Tahap-tahap menjadi lebih asertif menurut Lindberg
(1998) dalam Nurjanah (2001) antara lain menggunakan kata “tidak” sesuai dengan
kebutuhan, mengkomunikasikan maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan
mendengar, pengungkapan komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat,
meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topic yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada
realitas.
i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal
yang dirasakan dan dipikirkan.
j. Identifikasi ”tema”
Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan
berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi maslah yang penting.
k. Diam
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi,
menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan
dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam
juga dapat di artikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan
kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berfikir, meskipun begitu diam
yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers, 1999), di kutip
oleh Nurjanah (2001)
l. Infoming
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih
lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi
komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi
yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal
yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan ifnformasi.
m. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa
sakit yang di sebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi
asietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi
rasa takut dan tidak enak tau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi
dengan klien. Sedangkan menurut Nurjanah (2001) humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stress ketegangan dan rasa
sakit akibat stress, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Teknik ini
tidak tepat di pakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.
6. Tahapan dalam komunikasi terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai
tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Fase pra interaksi
Prainter aksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien, perawat mengumpulkan
data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri, dan membuat
rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi
Fase orientasi fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama
kalinya. Hal utama yang perl dikaji adalah aalsan klien minta petolongan yang akan
mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien. Dalam memulai hubungan tugas
pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang
tebuka dalam perumusan kontrak dengan klien. Pada tahap ini perawat melakukan
kegiantan sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada klien, melakukan validasi
(kognitif, psikomotor, efektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama
kesukaan klien, menjelaskan kegiatan yang akan di lakukan, menjelaskan waktu yang
akan di butuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir
pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.
c. Fase kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai
kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat
memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang
memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien
dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada
klien.
d. Fase terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang di lakukan perawat
adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien melakukan kontrak
waktu, tempat dan topic mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart dan
Sundeen, 1995).
7. Cara perawat menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi
yang terapeutik (Egan dalam Keliat,1992)
Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi
terapeutik antara lain:
a. Berhadapan
Berhadapan langsung dengan orang yang diajak, komunikasi mempunyai arti bahwa
komunikator siap untuk komunikasi.
b. Mempertahankan kontak
Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien
Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Sikap ini di tunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan, menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dengan
relaksasi dalam memberi respon para klien. Menurut Tamsuri (2005) sikap rileks
menciptakan iklim yang kondusif bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan
memungkinkan pengambangan komunikasi.
8. Factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik (Potter dan Perry dalam
Nurjanah, 2001, Tamsuri,2005)
Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi yang tera peutik
beberapa hal antara lain :
a. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk komunikasi dalam dua aspek, yaitu
tingkat perkembangan tubuh mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan teknik
komunikasi tertentu dan untuk mempersepsikan pesan yang di sampaikan. Agar
dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh
perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikir orang tersebut.
Adalah sangat berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja dengan usia balita.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa,
persepsi di bentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Gender
Laki-laki dan perempuan menunjukkan gaya komunikasi yang berbeda dan memiliki
interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan. Tannen (1990) menyatakan
bahwa kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi,
meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki
lebih menunjukkan indepedensi dan status dalam kelompoknya.
d. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi prilaku sehingga penting bagi perawat
untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha megklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien.dalam
hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai
pribadinya.
e. Latar belakang social budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya
juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi.
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah,
sedih, senang akan mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat perlu mengkaji emosi klien agar dan keluarganya sehingga mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu
mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan
keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang
dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang
mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Hal
tersebut berlaku juga dalam penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit.
Hubungan terapeutik akan terjalin dengan baik jika di dukung oleh pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang akan di
lakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat
dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapt memberikan asuhan keperawatan
yang tepat pada klien secara profesional.
h. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam pergaulan bebas,
komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal karena tuntutan
profesionalisme.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi efektif. Suasana yang bising,
tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan
nyamansebelum memulai interaksi dengan pasien. Menurut Ann Mariner (1986)
lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhinya
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
j. Jarak
Jarak dapt mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan
control. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tetap pada saat
melakukan hubungan dengan klien.
k. Masa bekerja
Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja.
Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang di milikinya
sehingga akan semakin baik komunikasinya (Kariyoso, 1994)
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa hubungan perawat dan klien yang
terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi klien. Bagi klien, dalam hal
ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai teknik komunikasi agar
prilaku klien dapat berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Perawat harus
menganalisa dirinya tentang kesadaran dirinya, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan
sebagai role model agar dapt berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan yang di
sampaikan baik secara verbal maupun nonverbal bertujuan secara terapeutik untuk klien.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta
ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut
mempengaruhi kepuasan klien. Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
tercapai kepuasan klien dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan dengan
komunikasi yang juga merupakan kepuasan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara professional.
9. Factor yang mempengaruhi kemampuan perawat melaksanakan komunikasi terapeutik
(Stuart dan Laraia,2001, Kariyoso, 1994).
a. Kualitas personal
Yang terdiri dari kesadaran, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan, kemampuan
untuk menjadi role model, motivasi, altruistic dan kemandirian.
b. Komunikasi fasilitatif
Terdiri dari perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah dan tekni
terapeutik.
c. Dimensi responsive, terdiri dari
1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang serasi, autentik
dan transparan.
2) Hormat, bahwa klien diperlakukan sebagai orang yang berharga dan di terima
tanpa syarat.
3) Empati, yaitu memandang dunia klien dari sisi internal klien.
4) Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan intilah khusus dari pada istilah yang
abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan perilaku klien (Hidayat,
2004)
d. Dimensi tindakan (Purba, komunikasi dalam keperawatan
http://inna-ppni.or.id/index.php), terdiri dari:
1) Konfrontasi adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan perilsku
klien untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff(dikutip oleh stuart dan
sundeen, 1998,h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a) Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya)
dan ideal diri (cia-cita/keinginan klien).
b) Ketidak sesuain antara ekspresi nonverbal dan prilaku klien.
c) Ketidak sesuian antar pengalaman klien dan perawat.
Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh
karena itu sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antar lain:
tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat
kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien
yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakubelum berubah.
2) Kesegeraan, terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan dan di gunakan untuk
mempelajri fungsi klien dalam hugungan interpersonal. Perawat harus sensitive
terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3) Pengungkapan diri, tanpak ketika perawat memberikan informasi tentang diri,
ide, nilai, perasan dan sikapnya sendir untuk memfasilitasi kerja sam, proses
belajar, katarsis atau dukungan klien. Melalui penelitian yang di lakukan oleh
Johnson (di kutip oleh stuart dan sundeen, 1987.h 134) ditemukan bahwa
peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan
perawat klien.
4) Katarsis, klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat
mengganggungya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat
harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika
klien mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat
membantu dengan mengekspresikan perasaanya jika berada pada situasi klien.
5) Bermain peran, membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
penghayatan klien kedalam hubungan antara manusia.
e. kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, trasferens, kontransferens dan
pelanggaran batasan.
1) Resistence
Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau
kegelisaan yang di alaminya. Hal ini terjadi akibat dari ketidakseimbangan
klien untuk berubah ketika kebutuhanuntuk berubah tidak di rasakan.
2) Transference
Adalah penugasan yang tidak di sadari terhadap orang lain yang berasal dari
perasaan dan perilaku yang pada dasarnya berhubungan dengan figur yang
penting di masa lalu.
3) Counter Transference
Merupakan kebuntuan terapeutik yang di buat oleh perawat yaitu reaksi
perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan,konflik masalah dan
pandangan mengenal dunia yang tidak disadari oleh perawat.
4) Boundary violations
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang
terapeutik dan membina hubungan social, ekonomi atau personal dengan klien.
f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat.
10. Factor-faktor penghambat komunikasi terapeutik
Menurut Purwanto (1994) ada beberapa hal yang dapat menghambat komunikasi
terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman yang berbeda, pengamatan atau
penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu, komunikasi yang berbeda dan
mengalihkan topic pembicaraan.
Sedangkan menurut dewit (2001), ada beberapa factor yang dapat menghambat
terciptanya komunikasi yang efektif di antara lain:
a. Mengubah subjek atau topic (changing the subject)
Mengubah objek pembicaraan akan menunjukkan empati yang kurang terhadap
klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak nyaman, tidak tertarik dan cemas,
sehingga menjadi kacau dan informasi yang ingin di dapatkan dari klien tidak
mencukupi.
b. Mengungkapkan keyakinan palsu (offering false reassurance)
Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan sangat berbahaya
karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klien terhadap perawat.
c. Memberi nasihat (giving advice)
Memberi nasihat menunjukkan bahwa perawat tahu yang terbaik dan bahwa klien
tidak dapat berfikir untuk diri sediri. Klien juga merasa bahwa dia harus melakukan
apa yang dipertahankan perawat. Hal ini akan mengakibatkan penolakan klien
merasa lebih berhak untuk menentukan masalah mereka sendiri.
d. Komentar yang bertahan (defensive comments)
Perawat yang menjadi defensive dapat mengakibatkan klien tidak mempunyai hak
untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak peduli.sikap defensive ini muncul
karena perawat meras terancam yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak
defensive perawat perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu
setuju.
e. Pertanyaan penyelidikan (prying or probing questions)
Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat difensif. Karena klien merasa
digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang mereka dapat berikan. Banyak
klien yang marah karena pertanyaan yang bersifat pribadi.
f. Menggunakan kata klise (using clichés)
Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan perawat dak klien.
Klien akan merasa bahwa perawat tidak peduli dengan situasinya.
g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (in attentive listening)
Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba
mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa bahwa dirinya tidak
penting dan perawat sudah bosan dengannya.
11. Kriteria keberhasilan komunikasi terapeutik (Potter dan Perry, 1992)
Evaluasi komunikasi yang telah di lakukan sudh terepautik atau belum dapat di
tandai dengan meningkatnya komunikasi dan hubungan perawat klien. Evaluasi di
dasarkan pada tujuan yang di tentukan sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan
klien akibat tindakan yang di lakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat di tandai
dengan kepuasan yang di tunjukkan klien terhadap pesan yang di terima. Kenyamanan
klien secara fisik, klien bersedia mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat
berkomunikasi, klien merasa cocok untuk berkonsultasi dengan tim perawat dapat di
jadikan sebagai evaluasi keberhasilan komunikasi terapeutik.
Keberhasilan suatu tindakan di lihat dengan membandingkan hasil yang di
harapkan. Hal ini juga di gunakan untuk mengevaluasi efektivitas dari komunikasi
termasuk gaya dan teknik komunikasi.
Beberapa pertanyaan yang dapat di jawab untuk mengevaluasi perawat sendiri
antara lain:
a. Apakah pertanyaan diri atau bersedia mendengar saat klien mengekspresikan
perasaannya.
b. Apakah perawat berespon supportif ataukah kritis dalam menyampaikan idenya atau
Nampak hambar.
c. Apakah pertanyaan yang di gunakan berupa pertanyaan terbuka atau tertutup.
Jika hasil yang di harapkan belum tercapai dan pasien merasa tidak puas perawat
harus mengevaluasi rencana yang telah di buan dan di modifikasinya.
12. Penilaian keberhasilan komunikasi terapeutik
Menurut standar asuhan keperawatan / SAK dari depkes 1994 pelaksanaan
komunikasi terapeutik dapat di nilai dengan cara observasi. Item-item yang terdapat
dalam instrumen observasi pelaksanaan komunikasi terapeutik menurut SAK antara lain:
a. Criteria persiapan : menciptakan situasi lingkungan yang nyaman.
b. Criteria pelaksanaan
1) perawat menampilkan sikap yang ramah dan sopan
2) memperkenalkan diri
3) menyampaikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah di pahami pasien
4) menyapa klien dengan ramah
5) mengamati respon klien
6) mencatat hasil komunikasi
13. Komunikasi dalam proses keperawatan
Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk mengorganisasikan dan
memberi tindakan keperawatan dari perawat kepada klien. Komponen proses
keperawatan (pengkajian, diagnose, perencanaan, evaluasi) sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang hendak di capai melalui pendekatan poses keperawatan. Satu hal
yang penting tidak bisa dipisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut adalah
komunikasi. Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang selalu dan dapat di
lakukan pada setiap tahap atau komponen proses keperawatan. Perawat tidak dapat
melakukan proses keperawatan dengan baik tanpa mengetahui kebutuhan klien. Disinilah
komunikasi dibutuhkan sebagai sarana untuk menggali kebutuhan klien.
Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode dalam
mendekatkan hubungan antara klien dan perawat.sentuhan yang di berikan oleh perawat
juga dapat sebagai therap bagi klien khususnya klien dengan depresi, kecemasan dan
kebingungan dalam mengambil keputusan (Manurung, 2004)
B. KONSEP PERAWAT
1. pengertian perawat
Menurut Harlley (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yang berperan
dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
injuri dan proses penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggung jawab
dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI,2002)
2. Peran dan Fungsi Perawat
Menurut Perry dan Potter (2005) perawat memiliki beberapa peran perawat antara lain:
a. pemberi asuhan keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada
kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya pengembalian kesehatan
emosi, spiritual dan social.
b. Pembuat keputusan klinis
Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat membuat
keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat juga berkolaborasi
dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.
c. Pelindung dan advokat klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien
dari kemungkinan efek yang tidak di inginkan dari suatu tindakan diagnostic atau
pengobatan. Perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hokum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila di butuhkan.
d. Manajer kasus
Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab
asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya.
e. Rehabilitator
Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari keadaan sakit sampai
penyembuhan baik fisik maupun emosi.
f. Pemberi kenyamanan
Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik secara fisik maupun mental.
Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk mencapai tujuan yang
terepeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
g. Komunikator
Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang lain. Dalam
melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan komunikasi dengan baik.
Kualitas komunikasi merupakan factor yang menentukan dalam memenuhi
kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
h. Penyuluh atau pendidik
Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain.
i. Role model
Perawat haus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh bagi kliennya.
Baik dalam berprilaku, sikap maupun penampilan secara fisik.
j. Peneliti
Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak untuk melakukan
penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.
k. Kolaboratror
Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan professional lainnya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan klien.
Menurut Carolus yang di kutip dalam Zaidin (2001) perawat memiliki beberapa fungsi
yaitu:
a. Fungsi pokok
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehatdalam
melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau mengadapi
kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila
mereka memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang di berikan
bertujuan menolong dirinya sendiri secepat mungkin.
b. Fungsi tambahan
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksnakan rencana
pengobatan yang di tentukan oleh dokter.
c. Fungsi kolaboratif
Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan
melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, penyenbuhan dan rehabilitasi.
C. HUBUNGAN KARATERISTIK PERAWAT DENGAN PENERAPAN
KOMUNIKASI TERAPEUTIK.
Perawat adalah manusia biasa yang unik dengan karakteristik masing-masing. Dalam
melaksanakan perannya sebagai seorang perawat, perawat tidak bisa terlepasdari
karakteristik yang di miliki. Karakteristik individu sedikit banyak adalah dalm menerapkan
komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan. Beberapa
karakteristikperawat tersebut meliputi:
1. Umur
Menunjukkan periode waktu yang telah di lewati seorang manusia selama
hidupnya yaitu sejak lahir sampai meninggal dunia. Usia sebagai unsure biologis dari
seseorang yang menunjukkan tingkat kematangan organ perceptual. Hampir semua
aspek kehidupan manusia terkaid dengan usia misal; personalitas (mental, moral,
kecerdasan an emosi) berkembang sesuai dengan usia seseorang.tingkatan usia pada
seseorang menunjukkan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan serta banyaknya
pengalaman kehidupan yang di alami. Usia juga mempengaruhi kedewasaan seseorang
dalam berhubungan interpersonal.
Usia di kaitkan dengan kinerja/prestasi yang tinggi, di mana usia produktif (20-35
tahun) identik dengan idealism yang tinggi. Usia juga mempengaruhi fisik dak psikis
seseorang, dimana dengan bertambahnya usia seseorang cenderung mengalami
perubahan potensi kerja, selain itu factor jenis kelamin juga akan mempengaruhi kinerja
seseorang, (Gibson, 1996). Karakteristik seorang perawat berdasarkan usia sangat
berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan termasuk di dalamnya
penerapan komunikasi terapeutik, di mana semakin tua usi perawat maka dalam
menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Hal
ini berdampak pada penerapan komunikasi terapeutik pada klien semakin baik pula.
2. Jenis kelamin
Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan
yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan secara umum lebih baih dikerjakan oleh laki-laki
tetapi pemberian ketrampilan yang cukup memadai pada perempuan pun mendapatkan
hasil pekerjaan yang cukup memuaskan. Ada posisi lain dalam karakter perempuan
yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja. Hal ini akan mempengaruhi kerja secara
personal. Perbedaan jenis kelamin era 90-an, bain di Indonesia maupun di Negara maju
tidak sedikit yang berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan tidak sama. Laki-laki
lebih berhak di segala bidang di bandingkan dengan perempuan. Ada juga yang
berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang hakiki
dalam hak dan kewajiban.penelitian mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan
menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan berubah dari waktu ke waktu. Dalam profesi
keperawatan ini memungkinkan untuk laki-laki dan perempuan sama-sam berkarya
(Sukasta, 2006).
3. Tingkat pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang
lenih baik dan lebih matang pada diri individu,kelompok atau masyarakat. Konsep ini
berangkat ari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social dalam kehidupannya untuk
mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain
yang mempunyai kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut seorang individu,
kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Diharapkan semakin
tinggi pendidikan formal (profesi) maka akan semakin baik dalam bekerja
(Notoadmodjo, 2003). Pendidikan merupakan pengembangan diri dari individu dan
kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk
meningkatkan penegtahuan sikap dan keterampilan serta nilai-nilai sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pendidikan tidak hanya mempengaruhi unsure
kognitif seperti proses belajar dan pemecahan masalah atau pemulihan prilaku, tetapi
juga mengubah nilai seperti persepsi, minat, perasaan dan sikap (Yusuf, 2001 Jallaludin,
2000).
Kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan, pengetahuan dan
pengalaman seseorang. Untuk itu perawat di tuntut untuk meningkatkan pendidikan dan
keterampilan melalui pendidikan formal dengan melanjutkan sekolah lagi maupun non
formal melalui pelatihan-pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat intelektual. Bagi
perawat semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi motivasi pada dirinya terhadap
tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Perawat sebagai bagian penting dari rumah sakit dituntut memberikan perilaku
yang baik dalam rangka membantu klien dalam mencapai kesembuhan. Pendidikan
seorang perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Bagi
seorang perawat yang menjalankan profesinya harus memiliki pengetahuan dan
pendidikan dalam bidang-bidang tertentu, untuk ini dibutuhkan pendidikan yang sesuai
agar dapat berjalan dengan baik dan professional. Menurut Lindberg, Hunter dan
Kruszweski dan Leddy dan Pepper dalam Hamid (1995) menyatakan bahwa
karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki pengetahuan yang
melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar.
Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan.
Sesuai pendapat Sekjen Depkes RI dr. Hidayat Hardjoprawito yang menyatakan bahwa
mutu pelayanan perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan
(Hamid, 1995)
4. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2002) pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif
yang enam tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk
mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh beban yang
dipelajari. Di mana perawat dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan
mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik
sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Dimana perawat mampu menjelaskan alas an mengapa perlu adanya komunikasi
terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan
komunikasi terapeutik dengan benar secara professional.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
didalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sam yang lain. Sehingga
perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang
benar.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Sehingga perawat dapat menerapkan
komunikasi terapeutik secara terus menerus dan secara berkesinambungan.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan suatu criteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut
dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari
komunikasi terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan
keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003)
5. Masa bekerja
Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja.
Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman sehingga semakin baik
cara komunikasinya (Manullang, 1999). Demikian juga akan mempengaruhi dalam
melakukan pekerjaan, dalam hal ini sebagai perawatyang terapeutik. Masa kerja
seseorang dapat diketahui dari awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa
sekarang saat masih bekerja di rumah sakit (Ismanu, 2001).
6. Status kepegawaian
Status kepegawaian merupakan jabatan yang dimiliki seseorang yang bekerja di
sebuah instansi atau perusahaan dalam struktur organisasi (Lomenta,1989).status
kepegawaian dapat mempengaruhi kinerja dari seorang perawat. Perawat dengan status
PNS akan cenderung lebih baik daripada perawat dengan status pegawai tidak tetap,
namun tidak menutup kemungkinan hal sebaliknya juga dapat terjadi tergantung dari
Faktor yang mempengaruhi komunikasi teraupetik:
1. Pekembangan 2. Nilai3. Emosi4. Masa kerja5. Latar belakang social budaya6. Pengetahuan7. Persepsi8. Peran9. Lingkugan10. Jarak
Karakteristik individu:1. Umur2. Jenis kelamin3. Masa kerja4. Tingkat pendidikan5. Tingkat pengetahuan6. Status kepegawaian
Factor penghambat:1. Changing the subject2. Offering false
reassurance3. Giving advice4. Defensive comment5. Prying or probing
questions6. Using clicheis
Peran perawat:1. Pemberi asuhan keperawatan2. Advokat3. Rehabilitator4. Komunikator5. Educator6. Role model7. kolaborator
Factor yang mempengaruhi perawat dalam menerapkan komunikasi teraupetik:1. Kualitas personal2. Komunikasi fasilitatif3. Dimensi responsive4. Dimensi tindakan5. Kebuntuan teraupetik6. Hasil teraupetik
Komunikasi teraupetik:1. Fase praorientasi2. Fase orientasi3. Fase kerja4. Fase terminasi
Proses Keperawatan
individu masing-masing dan faktor-faktor lain yang mendukung hal tesebut. Di samping
itu terkadang tradisi dan system nilai juga dapat mendorong atau menghambat perawat
untuk melaksanakan komunikasi teraupetik.
D. KERANGKA TEORI
Pada penelitian ini kerangka teori yang berhubungan dengan komunikasi teraupetik antara
lain adalah dibawah ini:
Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi
1. Karakteristis individu:a. Tingkat pendidikanb. Status kepegawaian
2. Supervise3. Pelatihan4. Beban kerja5. Penghargaan
Komunikasi teraupetik:1. Fase praorientasi2. Fase orientasi3. Fase kerja4. Fase terminasi
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian
Independent variable Dependent variable
Variable counfounding
Keterangan:
Area yang diteliti
Gambar 3.1 skema Kerangka Konsep Penelitian
B. Hipotesa
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan beberapa hipotesa sebagai berikut:
1. Ha: ada hubungan pelatihan dengan penerapan komunikasi teraupetik dalam tindakan
keperawatan
2. Ha: ada hubungan supervisi dengan penerapan komunikasi teraupetik dalam tindakan
keperawatan
3. Ha: ada hubungan beban kerja dengan penerapan komunikasi teraupetik dalam tindakan
keperawatan
- Umur
- Pengetahuan
- Lingkungan
- Lama bekerja
4. Ha: ada hubungan status kepegawaian dengan penerapan komunikasi teraupetik dalam
tindakan keperawatan
C. DEFINISI OPERASIONAL
BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN
A. Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan rancangan cross sectional, dimana
akan dipelajari hubungan antara variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen)
dengan pengukuran satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro & Ismael, 1995). Pada penelitian
ini variable Tingkat pendidikan, Status kepegawaian, Supervise, Pelatihan, Beban kerja,
Penghargaan sebagai variabel independen diukur secara bersama-sama dalam satu waktu
dengan variabel Komunikasi teraupetik perawat sebagai variabel dependen. Sedangkan
umur, lama bekerja dan pengetahuan dan lingkugan merupakan variable perancu atau
confounding.
B. Populasi dan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat Pelaksana di ruang Bedah RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu. Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2005). Metode pengambilan sampel pada penelitian menggunakan metode total
sampling, yaitu selluruh populasi dijadikan sampel pada penelitian yaitu sejumlah...
C. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Rawat Inap Bedah (Seruni dan Flamboyan)
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu jalan Bayangkara S.Mulyo,Bengkulu
2. Jadwal penelitian
Jadwal penelitian ini dilakukan sesuai jadwal sebagai berikut :
Tabel 4.1Waktu Penelitian (Tahun 2014)
Mei minggu ke
Juni minggu ke
Juli minggu ke
Meiminggu ke
Agustus minggu ke
September minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Penyusunan proposalPengurusan ijinpenelitianUji validitas dan reliabilitasPengumpulan dataPenyusunan hasilSidang hasilSidang tesis
D. Etika Penelitian
Pada penelitian ini, kepada responden diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian,
prosedur, resiko ketidaknyamanan yang mungkin terjadi, manfaat penelitian, kerahasiaan
identitasnya, dan hak-hak responden apabila mengundurkan diri sebagai responden
penelitian. Kemudian responden yang dilibatkan menyatakan kesediannya secara sukarela,
bebas dari tekanan dan paksaan, namun terlebih dahulu responden dianjurkan untuk
membaca kembali isi lembar persetujuan (informed concent) menjadi reponden dan
kemudian dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden
tersebut.
E. Analisa Data
F.