ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG …/Analisis... · Teman-teman karate UKM INKAI UNS, yang telah banyak...
-
Upload
nguyenhanh -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG …/Analisis... · Teman-teman karate UKM INKAI UNS, yang telah banyak...
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH
DI JAWA TENGAH
SKRIPSI
Oleh :
SALWA NUR FITRIA
H0307023
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH
DI JAWA TENGAH
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh :
SALWA NUR FITRIA
H0307023
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur ke hadirat Allah SWT atas
segala limpahan berkah dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya
penelitian ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Rosulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang
mengikuti Beliau sampai hari akhir nanti.
Penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Volume Ekspor Minyak Cengkeh Di Jawa Tengah” ini disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Ucapan terimakasih tersebut ingin Penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/
Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta, sekaligus dosen penguji yang telah banyak memberikan saran,
masukan dan arahan kepada penulis.
4. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing utama skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan
masukan kepada penulis.
5. Ibu Umi Barokah, SP, MP selaku dosen pembimbing pendamping yang
senantiasa memberikan semangat, saran, bimbingan dan arahan kepada penulis.
6. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama menempuh
perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan
Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, atas izin penelitian yang telah
diberikan.
8. Seluruh jajaran kepengurusan dan staf Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah,
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, dan Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah atas bantuannya dalam
menyediakan data-data serta informasi yang dibutuhkan penulis dalam penelitian
ini.
9. Kedua orangtua tercinta Bapak Muhamad Djazuli (Alm) dan Ibu Hartati, Mbah
Uti, kedua kakak Arief Rachman Hakim dan Muhammad Bisyri Musthofa, serta
adik tersayang Shofiatu Al-Mukarromah. Terimakasih atas segala bentuk
dukungan, motivasi, perhatian, kasih sayang, dan doa yang setiap saat
dipanjatkan untuk kesuksesan penulis.
10. Calon imam penulis, atas segala bentuk perhatian, doa, kasih sayang dan
dukungan sejak awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
11. Kedua tangan kanan penulis, Primadani Setyo Prakoso dan Nurul Fadlillah, atas
doa, pendampingan, dukungan dan motivasi yang luar biasa kepada penulis sejak
awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
12. Sahabat-sahabat setia penulis, PONKS: Lala, Dhea, Ratna dan Mumun.
Terimakasih untuk jalinan persaudaraan, kebersamaan, dan tempat berbagi
segala bentuk pahit manis perjuangan di kampus selama ini.
13. Para pejuang analisis ekspor Jawa Tengah: Prima, Yosep, Bela dan Adia, yang
telah menjadi sarana diskusi dan berbagi solusi selama proses penyusunan
penelitian ekspor kita.
14. Teman-teman HIBITU - Himpunan Bisnis 2007: Joko, Dedy, Antony, Nasir,
Tyok, Diki, Rochmat, Adam, Maman, Nita Dwi, Istikomah, Helmi, Ferinika,
Nurana, Clara, Sabila, Wahyuni, Maria, Echa, Aliyah, Peppy, Kiky, Nita Yudita,
Sukma, dll. Terimakasih untuk segala pengalaman yang diberikan semasa kuliah
dan bantuannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15. Teman-teman karate UKM INKAI UNS, yang telah banyak mengajarkan
keberanian, kekuatan dan ketangguhan mental dalam menghadapi segala
rintangan.
16. Teman-teman BEM FP UNS Kabinet Pembaharuan dan Kabinet Revolusioner,
yang telah banyak mengajarkan idealisme, kebersamaan, dan penggalian potensi
diri.
17. Teman-teman FUSI FP UNS, yang telah banyak mengajarkan kejujuran, kerja
keras dan ukhuwah.
18. Para hamster penetralisir stres: sippi, popo, cemil, cemol, moci, onyit, coki,
unyil, 6 kawanan cendol dan 7 bayi mungil.
19. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengembangan diri dan
membantu penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan, baik
dalam penyajian maupun pembahasan. Dengan segala kerendahan hati, penulis
berharap di balik kekurangan karya ini masih ada manfaat yang bisa diberikan baik
bagi penulis sendiri, bagi pihak almamater, dan bagi pembaca.
Surakarta, Februari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x RINGKASAN .................................................................................................... xi SUMMARY ....................................................................................................... xii I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 7 B. Landasan Teori ....................................................................................... 8
1. Tanaman Cengkeh ............................................................................. 8 2. Minyak Cengkeh ............................................................................... 9 3. Standar Mutu Minyak Cengkeh ........................................................ 10 4. Teori Perdagangan Internasional....................................................... 12 5. Ekspor ............................................................................................... 14 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor ....................................... 16 7. Estimasi Fungsi Ekspor ..................................................................... 18 8. Elastisitas Penawaran Ekspor ............................................................ 19
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ..................................................... 21 D. Hipotesis ................................................................................................. 23 E. Asumsi-asumsi ....................................................................................... 23 F. Pembatasan Masalah .............................................................................. 23 G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ........................ 23
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................ 26 B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ..................................................... 26 C. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 26 D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 27 E. Metode Analisis Data ............................................................................. 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ..................................................................................... 34 B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja ................................................. 38 C. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 41 D. Keadaan Pertanian ............................................................................... 42 E. Keadaan Umum Sub Sektor Perkebunan ........................................... 45
V. HASIL PENELITIAN A. Kondisi Umum Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah ................... 49 B. Volume Ekspor Minyak Cengkeh dan Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah..................................................................................................... 49
C. Hasil Analisis Data ................................................................................. 61
VI. PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh
Jawa Tengah............................................................................................ 69 VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 75 B. Saran........................................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman Tabel 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia
Tahun 1999-2003 (Juta US $) ..................................................... 1 Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi
Sentra Produksi ........................................................................... 3 Tabel 3. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh
Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003. .................................. 4 Tabel 4. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 06-
2387-2006). ................................................................................. 12 Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan dan Jenis Pengairan di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009 .................................................................... 35 Tabel 7. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2005-2009 ......................................................................... 39 Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 39 Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2009 ...................................................................... 40 Tabel 10. Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2005-2009. ........................................................... 40 Tabel 11. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat di
Provinsi Jawa Tengah, 2005-2009 .............................................. 47 Tabel 12. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah
Tahun 1987-2003 ........................................................................ 51 Tabel 13. Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa
Tengah, Tahun 1987-2003 .......................................................... 53 Tabel 14. Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa Tengah,
Tahun 1987-2003 ....................................................................... 55 Tabel 15. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah,
Tahun 1987-2003 ........................................................................ 57 Tabel 16. Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap
Rupiah, Tahun 1987-2003........................................................... 59 Tabel 17. Rekapitulasi Variabel-Variabel Penelitian .................................. 61 Tabel 18. Analisis Varian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......................... 62 Tabel 19. Analisis Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap
Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......................... 63 Tabel 20. Nilai Standar Koefisien Regresi Tiap Variabel Yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah 64 Tabel 21. Matriks Korelasi .......................................................................... 65 Tabel 22. Nilai Durbin-Watson ................................................................... 66 Tabel 23. Nilai Koefisien Elastisitas Variabel bebas yang Berpengaruh
Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah ......... 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR Nomor Judul ............................ Halaman Gambar 1. Diagram Kerangka Teori Pendekatan Masalah .......................... 22 Gambar 2. Grafik Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa
Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... 52 Gambar 3. Grafik Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa
Tengah, Tahun 1987-2003 .......................................................... 54 Gambar 4. Grafik Perkembangan Harga Domestik Minyak Cengkeh Jawa
Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... 56 Gambar 5. Grafik Perkembangan Harga Ekspor Minyak Cengkeh Jawa
Tengah, Tahun 1987-2003. ......................................................... 58 Gambar 6. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat
Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003. ......................................... 60 Gambar 7. Diagram Pencar (Scatter Plot) .................................................... 66 Gambar 8. Bagan Alur Pemasaran Minyak Atsiri ........................................ 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Lampiran 1. Rekapitulasi Data Variabel Tak Bebas dan Variabel-variabel
Bebas Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah, 1987-2003
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah
Lampiran 3. Perhitungan Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar 2002 Lampiran 4. Pendeflasian Harga Domestik Minyak Cengkeh, Harga
Ekspor Minyak Cengkeh, dan Nilai Tukar Dollar Terhadap Rupiah.
Lampiran 5. Perhitungan Nilai Standar Koefisien Regresi Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian Lampiran 7. Gambar Peta Provinsi Jawa Tengah Lampiran 8. Gambar Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keterangan 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nomor Induk Mahasiswa H0307023
2. Dosen Pembimbing Utama 3. Dosen Pembimbing Pendamping
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR MINYAK CENGKEH
DI JAWA TENGAH
Salwa Nur Fitria1
Dr.Ir.Minar Ferichani, M.P.2 Umi Barokah, S.P., M.P.3
ABSTRAK
Naskah publikasi ini disusun berdasarkan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dan mengkaji tingkat elastisitas ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif analitis. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan adalah data sekunder time series 17 tahun (1987-2003). Analisis data yang digunakan adalah regresi nonlinier berganda. Hasil analisis menunjukkan model volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah adalah Y = 28,67 X1
0,985 X2-0,001 X3
0,171 X4-0.457, X5
0,035. Model ini memiliki nilai R2 sebesar 0,983 yang berarti 98,3% variasi variabel volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, dan 1,7% lainnya dijelaskan oleh variasi variabel diluar model. Hasil uji F diperoleh bahwa semua variabel yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Hasil uji t menunjukkan variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah. Kurs Dolar AS terhadap Rupiah memiliki nilai koefisien regresi tertinggi. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Kata kunci: Faktor-faktor, ekspor, minyak cengkeh, elastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem
perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat
penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Syarat pembangunan
ekonomi adalah kesejahteraan penduduk yang harus meningkat. Salah satu
ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan
ekonomi (Hakim, 2002).
Perdagangan internasional khususnya ekspor diyakini merupakan
penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan kumpulan output
yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Tanpa adanya jalinan
kerjasama dengan negara lain, suatu negara akan kesulitan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Komoditas ekspor Indonesia terbagi atas komoditas
minyak dan gas (migas) dan komoditas non minyak dan gas (nonmigas).
Gambaran mengenai besarnya nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas dan Nonmigas Indonesia Tahun 1999-2003 (Juta US$)
No Tahun Migas Nonmigas Laju Pertumbuhan (%)
Migas Nonmigas 1 1999 9792.2 38873.2 0,00 0,00 2 2000 14388.6 47757.4 46,94 22,85 3 2001 12636.3 43694.6 -12,18 -8,51 4 2002 12112.7 45046.1 -4,14 3,09 5 2003 13651.4 47406.8 12,70 5,24
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 1999-2003. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun nilai
ekspor migas dan nonmigas Indonesia cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan nilai ekspor migas tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan yang
berfluktuatif. Lain halnya pada nilai ekspor nonmigas, sama-sama mengalami
kecenderungan yang meningkat namun laju pertumbuhan setiap tahunnya
cenderung lebih stabil dari laju pertumbuhan komoditas migas. Selain laju
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pertumbuhan yang sangat berfluktuatif, perolehan devisa Indonesia dari ekspor
migas tiap tahunnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan perolehan devisa
dari ekspor nonmigas. Kecilnya jumlah tersebut telah memacu sektor nonmigas
untuk berkembang, yang ditunjukkan dengan lebih besarnya perolehan devisa
pada sektor nonmigas.
Perkembangan ekspor nonmigas memiliki makna strategis bagi
perekonomian nasional. Makna strategis pengembangan ekspor nonmigas
bertolak dari kenyataan kondisi makro perekonomian Indonesia yang masih
selalu dibayang-bayangi oleh rentannya kinerja di sektor eksternal, khususnya
defisit transaksi neraca berjalan. Upaya meningkatkan ekspor nonmigas pun
sangat strategis dilihat dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut menjadikan
puluhan juta pekerja menggantungkan pendapatannya pada kegiatan ekspor.
Selain itu, ekspor nonmigas menghasilkan devisa yang dibutukan untuk
pembiayaan kegiatan pembangunan. Keberhasilan meningkatkan ekspor
nonmigas juga mencerminkan peningkatan daya saing nasional sekaligus
merupakan salah satu indikasi timbulnya dinamikan positif dalam
kewirausahana di tanah air (Basri, 1995).
Indonesia telah dikenal sebagai pusat rempah-rempah dunia. Salah satu
produknya adalah minyak atsiri, yang merupakan salah satu komoditas ekspor
nonmigas Indonesia. Di Indonesia terdapat 40 jenis minyak atsiri yang
diperdagangkan dunia, sekitar 11 jenis diantaranya telah diekspor ke pasar
dunia. Beberapa produk minyak atsiri Indonesia bahkan sangat dominan di
pasar dunia, misalnya minyak nilam, akar wangi, pala, dan cengkeh. Kegiatan
produksi minyak atsiri nasional melibatkan banyak pihak mulai dari petani
penghasil bahan baku, industri kecil dan menengah penyulingan, pedagang,
pengumpul sampai industri pengolahan lanjut dan eksportir (Dewan Atsiri
Indonesia, 2006).
Minyak atsiri yang dihasilkan di dalam negeri memang diproduksi
dengan tujuan ekspor sehingga boleh dikatakan bahwa jumlah yang diproduksi
identik dengan jumlah ekspor. Minyak atsiri yang di olah di Indonesia hanya di
tingkat hulu dengan cara tradisional. Justru industri yang memanfaatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
minyak atsiri ini banyak terdapat di luar negeri (Nazaruddin, 1993). Tabel
berikut merupakan gambaran mengenai jenis minyak atsiri yang menjadi
komoditas ekspor utama minyak atsiri Indonesia beserta provinsi sentra
produksinya:
Tabel 2. Komoditas Utama Ekspor Minyak Atsiri Indonesia dan Provinsi Sentra Produksi
No. Minyak Atsiri Sentra Produksi 1. Minyak Nilam (Patchouli Oil) NAD, Sumatera Utara, Lampung,
Bengkulu, Jawa Tengah 2. Minyak Akar Wangi (Vetiver Oil) Jawa Barat 3. Minyak Pala (Nutmeg Oil) NAD, Sumatera Barat, Jawa Barat,
Sulawesi Utara, Maluku 4. Minyak Cengkeh (Cloves Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, DIY, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan
5. Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur
6. Minyak Kenanga (Cananga Oil) Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY
7. Minyak Kayu Putih (Cajuput Oil) Jawa Timur, Maluku, Papua 8. Minyak Cendana (Sandal Wood Oil) NTT 9. Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil) Sumatera Barat
10. Lawang Papua 11. Masoi Papua
Sumber: Sianipar, 2003.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah
satu sentra produksi komoditas utama ekspor minyak atsiri Indonesia. Jawa
Tengah dan Jawa Barat memproduksi macam minyak atsiri paling banyak
diantara sentra produksi minyak atsiri lainnya. Jenis-jenis minyak atsiri yang
diproduksi dan diekspor oleh Provinsi Jawa Tengah berupa minyak nilam,
minyak cengkeh, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga. Diantara empat
jenis minyak atsiri tersebut, minyak atsiri yang paling banyak diekspor oleh
provinsi Jawa Tengah adalah minyak cengkeh karena tanaman penghasil
minyak atsiri terbesar di Jawa Tengah adalah tanaman cengkeh.
Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di
Indonesia mulai dari NAD sampai Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Sulawesi. Adapun luas areal lahan, produksi dan produktivitas tanaman
cengkeh di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Cengkeh Provinsi Jawa Tengah, Tahun 1999-2003.
Variabel Perkebunan Tahun Rata-
rata 1999 2000 2001 2002 2003
Luas PTPN IX 0 0 0 0 0 0
(Ha) PBS 1.488,76 1.126,12 1.466,78 1.369,78 1.328,92 1.356,07
Rakyat 49.842,97 47.709,17 46.982,67 45.553,00 45.553,00 47.128,16
Total 51.331,73 48.835,29 48.449,45 46.922,78 46.881,92 48.484,23
Produksi PTPN IX 0 0 0 0 0 0
(Ton) PBS 34,52 394,64 261,88 385,68 385,68 292,48
Rakyat 5.939,48 5.939,48 5.705,53 5.471,57 5.471,57 5.705,53
Total 5.974,00 6.334,12 5.967,41 5.857,25 5.857,25 5.998,01
Produkti-vitas
PTPN IX 0 0 0 0 0 0
(Ton/Ha) PBS 0,02 0,35 0,18 0,28 0,29 0,22
Rakyat 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
Total 0,14 0,47 0,30 0,40 0,41 0,35
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah 1999-2003. Tabel 3 di atas menunjukkan luas lahan, produksi dan produktivitas
tanaman cengkeh yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan
menurun. Fluktuasi produksi tanaman cengkeh diduga akan mempengaruhi
produksi minyak cengkeh, sehingga akan berpengaruh pada volume minyak
cengkeh yang diekspor. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dapat
memicu terjadinya kegiatan ekspor. Selain itu, harga minyak cengkeh domestik
yang lebih rendah dari harga minyak cengkeh di pasar internasional juga
diduga juga dapat mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh di Jawa
Tengah.
B. Perumusan Masalah
Perdagangan minyak atsiri dunia sangat dipengaruhi oleh situasi
perekonomian internasional. Masalah utama yang dihadapi komoditas minyak
atsiri Indonesia di pasaran internasional adalah tidak stabilnya mutu maupun
supply. Hal ini terutama karena sebagian besar usaha produksi minyak atsiri
masih dilakukan secara sangat sederhana, baik dalam budidaya tanamannya
maupun pengolahan hasilnya. Efisiensi dan efektivitas usaha agribisnis minyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
atsiri selama ini juga masih relatif rendah, sehingga turut mempengaruhi
kestabilan mutu maupun supply minyak atsiri. Indonesia sebagai negara
pengekspor minyak atsiri yang penting di dunia harus mengupayakan
pengembangan produksi, kualitas dan nilai tambah minyak atsiri serta produk
turunannya agar daya saingnya senantiasa menguat dan memberikan devisa
yang semakin besar (Dewan Atsiri Indonesia, 2006).
Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tersebut adalah produksi
minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak
cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak
cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Produksi minyak cengkeh Jawa
Tengah diduga berpengaruh karena bila produksi dalam negeri berkurang atau
terhenti, maka akan mengurangi volume ekspor yang dapat ditawarkan. Harga
ekspor dan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah digunakan dalam
penelitian ini, karena dalam hukum penawaran, jika harga meningkat maka
akan meningkatkan jumlah penawaran. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar
Amerika Serikat merupakan faktor pendukung yang memungkinkan terjadinya
perdagangan Internasional dan diduga mempengaruhi volume ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah, karena melemahnya nilai tukar rupiah dapat memicu
para pelaku perdagangan internasional untuk meningkatkan jumlah produk
yang diekspor. Jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun
sebelumnya juga diduga sebagai faktor yang mempengaruhi, karena naik
turunnya jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada saat ini dapat
diperkirakan oleh jumlah ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tahun
sebelumnya.
Dari uraian di atas, diperoleh rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga
domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa
Tengah, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, serta volume
ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, mempengaruhi
volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Bagaimana elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Minyak Cengkeh Jawa Tengah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah faktor-faktor produksi minyak cengkeh Jawa Tengah,
harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat,
serta volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya,
mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah.
2. Mengetahui elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan menambah wawasan Penulis terkait
dengan bahan yang dikaji. Disamping itu, penelitian ini dimaksudkan
sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat
kelengkapan dalam meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian UNS.
2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan
informasi dan pembanding bagi penelitian masalah yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. Salwa Nur Fitria_H0307023TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006) tentang “Status
Pengusahaan Minyak Atsiri Dan Faktor-Faktor Teknologi Pascapanen yang
Menyebabkan Rendahnya Rendemen Minyak” menyebutkan bahwa, tanaman
atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan
terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana,
sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah. Pada umumnya,
petani masih menggunakan ketel penyuling yang terbuat dari bekas drum atau
plat besi, kecuali di Propinsi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah ada
yang menggunakan alat penyulingan berteknologi cukup baik/maju (minyak
nilam dan kenanga). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya rendemen
dan mutu minyak antara lain adalah bahan konstruksi alat penyuling,
penyiapan/ penanganan bahan baku dan proses penyulingan.
Penelitian mengenai analisis ekspor komoditas pertanian pernah
dilakukan antara lain oleh Fauzi (2007) dalam tesisnya yang berjudul
“Analisis Volume Ekspor Komoditi Kakao Indonesia”. Jumlah sampel yang
diambil pada penelitian ini sebanyak 21 dari rentang waktu tahun 1985-2005.
Pengujian hipotesis sementara digunakan model analisis metode kuadrat
terkecil biasa (OLS/Ordinary Least Square Method) dan diuji asumsi klasik
untuk kelayakan uji regresi berganda. Sedangkan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume ekspor kakao
digunakan aplikasi model regresi berganda (log linier berganda).
Hasil uji koefisien determinasi (R2) menunjukkan nilai sebesar 0,972,
yang artinya sebesar 97,2% pengaruh variabel-variabel bebas terhadap volume
ekspor kakao Indonesia dijelaskan oleh model ini. Hasil uji F menunjukkan
bahwa nilai Fhitung > dari FTabel, yang artinya harga domestik, harga
internasional, produksi nasional, dan kurs rupiah-dolar AS secara bersama-
sama mempengaruhi volume ekspor kakao pada tingkat kepercayaan 95%
(α=0,05). Sedangkan dari uji t dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05)
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperoleh bahwa variabel yang secara individu berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor kakao adalah harga internasional dan jumlah produksi kakao
nasional.
Penelitian terdahulu memberikan beberapa sumbangan pemikiran
terhadap penelitian ini. Penelitian JT. Yuhono dan Shinta Suhirman (2006)
bermanfaat untuk mengetahui kendala-kendala yang sering terjadi dalam
produksi komoditas ekspor dalam penelitian ini, yaitu minyak atsiri.
Sedangkan penelitian ekspor yang telah dilakukan oleh Fauzi (2007) digunakan
sebagai acuan untuk menentukan model analisis dan variabel-variabel dominan
yang mempengaruhi ekspor.
B. Landasan Teori
1. Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan
persyaratan lingkungan tumbuh yang spesifik. Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap tanaman cengkeh antara lain adalah iklim, tinggi
tempat dan jenis tanah.Curah hujan yang optimal untuk perkembangan
tanaman cengkeh adalah 1.500 - 2.500 mm/tahun atau 2.500 – 3.500
mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 2 bulan. Intensitas penyinaran
61 – 60 % dan suhu udara 22 - 28 °C serta tidak ada angin kencang
sepanjang tahun.Tanaman cengkeh dapat ditanam dan masih berproduksi
pada ketinggian tempat 0 – 900 m di atas permukaan laut (dpl). Namun
demikian, makin tinggi tempat maka produksi bunga makin rendah tetapi
pertumbuhan makin subur. Ketinggian tempat yang optimal untuk
pembungaan tanaman cengkeh berkisar 200-600 m dpl.Tanah yang sesuai
adalah yang gembur, lapisan olah minimal 1,5 m dan kedalaman air tanah
lebih dari 3 m dari permukaan tanah serta tidak ada lapisan kedap air. Jenis
tanah yang cocok antara lain Andosol, Latosol, Regosol dan Podsolik
Merah. Selain jenis tanah, kemasaman tanah (pH) ikut berperan dalam hal
memacu pertumbuhan tanaman. Kemasaman tanah yang optimum berkisar
antara 5,5-6,5. Apabila pH tanah lebih rendah atau lebih tinggi maka
pertumbuhan tanaman cengkeh akan terganggu karena penyerapan unsur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hara oleh akar menjadi terhambat.Untuk mengurangi resiko kegagalan dan
biaya tinggi dalam budidaya cengkeh, maka dianjurkan tanaman cengkeh
hanya dikembangkan pada daerah yang sangat sesuai dan sesuai saja.
Tanaman cengkeh yang berada diluar kriteria tersebut dianjurkan untuk
diganti dengan tanaman lain yang sesuai dan menguntungkan (Puslitbang
Perkebunan, 2010).
2. Minyak Cengkeh
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile),
mempunyai rasa getir, dan bau mirip tanaman asalnya yang diambil dari
bagian-bagian tanaman seperti daun, buah, biji, bunga, akar, rimpang, kulit
kayu, bahkan seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh
tanaman, dapat juga sebagai bentuk dari hasil degradasi oleh enzim atau
dibuat secara sintetis. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor
agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk
mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa
konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke
tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan
untuk industri food flavouring, industri komestik dan wewangian
(Polontalo, 2009).
Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri meliputi sekitar 200
spesies (Ketaren, 1985), 40 spesies diantaranya terdapat di Indonesia (Rusli
dan Hobir, 1990). Jenis minyak atsiri yang telah diproduksi dan beredar di
pasar dunia saat ini mencapai 70-80 macam, 15 macam diantaranya berasal
dari Indonesia (NAFED, 1993). Macam minyak atsiri yang berasal dari
Indonesia tersebut antara lain adalah minyak nilam, minyak akar wangi,
minyak pala, minyak cengkeh, minyak sereh wangi, minyak kenanga,
minyak kayu putih, minyak cendana, minyak kayu manis, lawang dan
masoi. Minyak atsiri digunakan dalam berbagai industri parfum, kosmetik,
makanan, minuman dan obat-obatan. Produk dari industri tersebut jenisnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangat banyak, tetapi kuantitas minyak atsiri bagi setiap produk relatif
sangat kecil.
Ada beberapa jenis minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman
cengkeh. Yang pertama adalah clove stem oil yang merupakan minyak
sulingan serbuk tangkai cengkeh. Yang Kedua adalah clove leaf oil, berupa
minyak atsiri dari penyulingan daun cengkeh. Sedangkan yang ketiga
adalah clove oil yang merupakan hasil penyulingan dari serbuk kuntum
cengkih kering. Berbagai macam minyak cengkeh tersebut banyak
digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan dalam industri
farmasi, penyedap masakan, dan wewangian (Nazaruddin, 1993).
Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon
mengandung minyak, mulai dari akar, batang, daun sampai bunga.
Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut
bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada
bagian bunga (20%) sedangkan bagian gagang dan daun mengandung
sekitar 4–6 %. Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan
minyak cengkeh adalah dengan penyulingan air dan uap dengan lama
penyulingan sekitar 7–8 jam untuk daun basah dan 6-7 jam untuk
penyulingan daun kering. Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar
sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan menjadi 4–5 jam.
Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-
kuningan mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh.
Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi
kontak dengan besi atau akibat penyimpanan (Dewan Atsiri Indonesia,
2009).
3. Standar Mutu Minyak Cengkeh
Standar merupakan dokumen yang sangat penting dalam
menentukan kualitas suatu bahan dengan persyaratan tertentu, yang
meliputi persyaratan spesifikasi, prosedur dan aturan yang bersifat dinamis,
sehingga perlu dikelola secara profesional dengan memperhatikan
kebutuhan pengguna serta perkembangan teknologinya. Bila tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti
menurunkan persaingan akibat adanya hambatan dalam menembus pasar
serta tidak cukupnya proteksi terhadap pengguna dan perlindungan
lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan berdasarkan acuan ke
standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar internasional
yang merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi
khusus untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses
perencanaan, mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan
lebih mudah baik di pasar domestik dan pasar bebas (Hernani dan Tri
Marwati, 2006).
Anonim (1975) Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fayemeta
IPB menyatakan bahwa setiap jenis minyak atsiri mempunyai sifat khas
tersendiri dan sifat ini tergantung dari persenyawaan kimia yang
menyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu minyak dapat berubah mulai dari
minyak yang masih berada dalam bahan yang mengandung minyak, selama
proses ekstraksi penyimpanan dan pemasaran. Karena itu penilaian mutu
perlu dilakukan dengan cara menganalisa sifat fisika kimianya.
Tujuan dari menganalisa sifat fisika–kimia minyak atsiri adalah: 1)
mendeteksi pemalsuan, 2) mengevaluasi mutu dan kemurnian minyak, dan
3) mengidentifikasi jenis dan kegunaan minyak.
Penilaian mutu minyak atsiri dapat dilakukan dengan:
1. Pengujian mutu berdasarkan uji organoleptik
Pemeriksaan secara organoleptik biasanya dilakukan dengan cara
mencium bau (odor) dari minyak yang menguam di atas kertas kembang
(blotting paper). Cara pengujian ini dapat menentukan mutu dan
pemalsuan minyak secara kualitatif.
2. Pengujian mutu berdasarkan uji sifat fisika-kimia
Sifat fisik minyak atsiri merupakan suatu tetapan yang konstan pada
kondisi yang tetap, dan sifat fisik ini digunakan untuk mengetahui
kemurnian minyak. Analisa sifat kimia bertujuan untuk menentukan
mutu dan persentase jumlah persenyawaan kimia yang terdapat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minyak atsiri. Pada umumnya analisis sifat fisika-kimia yang dilakukan
adalah: a) Pemeriksaan pendahuluan, b) Berat jenis, c) putaran optik, d)
indeks refraksi, e) Kelarutan dalam etil alcohol pada berbagai
konsentrasi, f) Bilangan asam, g) Bilangan ester dan penyabunan, h)
Persentase alcohol, i) Kadar aldehida dan keton, j) Kadar fenol, k) Uji
logam, l) Kadar cineole, m) Uji pemalsuan, dan n) Analisis dengan paper
chrasstography. Berikut adalah Tabel mengenai standar mutu minyak
cengkeh Indonesia:
Tabel 4. Standar Nasional Indonesia Untuk Minyak Cengkeh (SNI 06-2387-2006).
Karakteristik Syarat Warna Bau Bobot jenis 20oC / 20oC Indeks bias (nD20) Kelarutan dalam etanol 70% Eugenol total Beta caryophillene
Kuning – coklat tua Khas minyak cengkeh 1,025 – 1,049 1,528 – 1,535 1:2 jernih Minimum 78%, v/v Maksimum 17%
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2006. 4. Teori Perdagangan Internasional
Dalam “Modul Pengantar Ekspor Impor” (Anonim, 2008)
disebutkan bahwa perdagangan Internasional adalah perdagangan yang
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas
dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar
perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
Perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negri. Kerumitan
ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan
2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya
melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari
pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam
bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan
dan sebagainya.
Menurut Sukirno (2008), manfaat perdagangan internasional adalah
sebagai berikut:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di
setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi,
iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan
yang tidak diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk
memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun
suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya
dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik
apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat
produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi
kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk
mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan
produk tersebut keluar negeri.
4. Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk
mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.
Perdagangan luar negeri terutama ekspor sangat penting peranannya
dalam perekonomian Indonesia. Devisa yang diperoleh dari ekspor
merupakan sumber pembiayaan pembangunan. Peningkatan penerimaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
devisa dari ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang
terdiri dari transaksi ekspor dan impor barang. Surplus ekspor menentukan
surplus neraca perdagangan (Halwani, 2002).
5. Ekspor
Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam
masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah
dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Tujuan dilakukannya
ekspor antara lain:
1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk
memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestic
(membuka pasar ekspor).
3. Memanfaatkan kelebihan ekspor terpasang (idle capacity).
4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih
dalam persaingan yang ketat.
(Amir, 2004)
Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor mempunyai ciri-ciri
antara lain:
1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat
dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri.
2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah,
mutu, unik atau lainnya, bila disbandingkan dengan komoditi serupa
yang diproduksi di negara lain.
3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking
industries) ataupun industri yang pindah lokasi (relocation industries).
4. Komoditi tersebut memperoleh izin pemerintah untuk di ekspor.
(Amir, 2004)
Menurut Polontalo (2009) dalam Minyak Atsiri Indonesia, Komoditi
minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri
dalam bentuk kasar (crude essential oil) yang hampir seluruhnya
diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil penyulingan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri.
Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai
perdagangan minyak atsiri di dalam negeri memperoleh minyak atisiri
melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara adalah juga
“agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas.
Pedagang perantara membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang
berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang pengumpul umumnya
memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga
minyak yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada
pengumpul tersebut dengan harga yang ditentukan oleh
pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh
pembeli secara subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar
atau kandungan senyawa esensial dalam produk minyak atsiri tersebut.
Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah
yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri
bermutu rendah dengan yang bermutu baik atau bahkan penyuling enggan
untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.
Bahasan tentang perdagangan internasional tidak terlepas dari
kegiatan ekspor impor. Dalam melakukan kegiatan ekspor impor tersebut
perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang tersebut.
Dalam “Modul pengantar ekspor impor” (Anonim, 2008) disebutkan
bahwa ketentuan umum di bidang ekspor biasanya meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan proses pengiriman barang ke luar negri. Ketentuan
tersebut meliputi antara lain :
1. Ekspor
Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar
wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku.
2. Syarat-syarat Ekspor
b. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
c. Mendapat izin usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah
Non-Departemen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Memiliki izin ekspor berupa :
- APE (Angka Pengenal Ekspor) untuk Eksportir Umum berlaku
lima tahun.
- APES (Angka Pengenal Ekspor Sementara) berlaku dua tahun
- APET (Angka Pengenal Ekspor Terbatas) untuk PMA/PMDN
3. Eksportir
Pengusaha yang dapat melakukan ekspor, yang telah memiliki SIUP
atau izin usaha dari Departemen Teknis/LembagaPemerintah Non-
Departemen berdasarkan ketentuan yang berlaku.
4. Eksportir Terdaftar (ET)
Perusahaan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan
untuk mengekspor barang tertentu sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Barang Ekspor
Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang ekspor dan sesuai
dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor
a. Produksi
Menurut Assoury (2008) pengertian produksi adalah kegiatan
mentranspormasikan masukan (input) menjadi keluaran (output),
tercakup semua aktifitas atau kegiatan menghasilkan barang dan jasa,
serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau usaha untuk
menghasilkan produksi tersebut.
Jenis-jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari
berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi
proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses
transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari,
2002).
Proses produksi minyak atsiri dapat ditempuh melalui 3 cara,
yaitu: (1) pengempaan (pressing), (2) ekstraksi menggunakan pelarut
(solvent extraction), dan (3) penyulingan (destillation). Penyulingan
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minyak atsiri. Penyulingan dilakukan dengan mendidihkan bahan
baku di dalam ketel suling sehingga terdapat uap yang diperlukan
untuk memisahkan minyak atsiri dengan cara mengalirkan uap jenuh
dari ketel pendidih air (boiler) ke dalam ketel penyulingan. Minyak
atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial
yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan
devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa
konsumsi minyak atisiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun
ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan
kebutuhan untuk industri food flavouring, industri komestik dan
wewangian (Polontalo, 2009).
b. Harga
Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa
yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu
penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan
seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari
penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan
harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun,
namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang
dapat diperoleh organisasi perusahaan (Anonim, 2008).
Dalam melaksanakan penetapan harga, berdasarkan pendapat
Kotler (1996), maka produsen harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kondisi pasar
Dalam hal ini produsen harus memperhatikan secara mendalam
kondisi pasar (monopoli atau persaingan bebas atau hal lainnya)
yang akan dimasuki,
2. Harga produk saingan
3. Elastisitas permintaan dan besaran permintaan
Elastisitas disini adalah mengetahui seberapa besar perubahan
permintaan yang disebabkan dengan permintaan harga. Disamping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu pula sangat dibutuhkan respon dari para konsumen terhaedap
perubahan harga yang dikaitkan dengan penggunaan produk itu
sendiri.
c. Kurs Mata Uang Asing
Salah satu pokok perbedaan antara ekonomi internasional dengan
bidang-bidang ekonomi lainnya adalah bahwa setiap negara memiliki
mata uang sendiri-sendiri. Setiap mata uang biasanya dapat
dikonversikan satu sama lainnya, namun harga relatif suatu mata uang
bisa berubah setiap saat sehingga berdampak pula terhadap
perdagangan atranegara (Krugman dan Obstfeld, 1997).
Devisa berwujud valuta asing. Valuta asing diperlukan untuk
mengimpor barang-barang (barang konsumsi, bahan baku industri dan
sektor produksi lainnya), melunasi jasa pihak asing, membiayai kantor
kedutaan Indonesia di luar negeri, dan melunasi hutang luar negeri
(Amir, 1991).
Valuta asing (foreign exchange) adalah mata uang asing yang
diperlukan untuk melaksanakan transaksi internasional. Penawaran
dan permintaan valuta asing muncul bersama di pasar mata uang asing
dan menghasilkan tingkat pertukaran ekuilibrium (Mc Eachern, 2000).
7. Estimasi Fungsi Ekspor
Fungsi ekspor dapat diestimasikan melalui analisis regresi. Analisa
regresi merupakan salah satu uji statistika yang memiliki dua jenis pilihan
model yaitu linear dan non linear dalam parameternya. Model linear
memiliki dua sifat yaitu regresi sederhana dan regresi berganda dengan
kurva yang dihasilkan membentuk garis lurus, sedangkan untuk model non
linear dalam parameternya bersifat kuadratik dan kubik dengan kurva yang
dihasillkan membentuk garis lengkung. Regresi non linear model
kuadratik merupakan hubungan antara dua peubah yang terdiri dari
variabel dependen (Y) dan variabel independen (X) sehingga akan
diperoleh suatu kurva yang membentuk garis lengkung menaik (b2>0) atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menurun (b2<0). Bentuk persamaan matematis model kuadratik secara
umum menurut Steel dan Torrie (1980) adalah :
(a). Polynomial : E(Y) = b0 + b1X + b2X2 ;
(b). Exponential : E(Y) = b0b1X
(c) . Logarithmic : Log E(Y) = b’0b’1X
Metode yang paling luas digunakan dalam analisis regresi adalah
metode kuadrat terkecil biasa (method of ordinary least square, OLS).
Metode tersebut dikemukakan oleh Carl Friedrich Gqauss, seorang ahli
matematika bangsa Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode OLS
mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik sehingga
membuatnya menjadi metode analisis regresi yang paling kuat dan popular
(Gujarati, 2002).
8. Elastisitas Penawaran
Penawaran adalah hubungan antara harga dan jumlah barang yang
ditawarkan. Secara lebih spesifik, penawaran menunjukkan seberapa
banyak produsen suatu barang mau dan mampu menawarkan per periode
pada berbagai kemungkinan tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan
bahwa jumlah yang ditawarkan biasanya berhubungan secara langsung
dengan harganya, hal lain diasumsikan konstan. Jadi, semakin rendah
harganya, jumlah yang ditawarkan semakin sedikit; semakin tinggi
harganya, semakin tinggi juga jumlah yang ditawarkan (Mc Eachern,
2000).
Menurut Mankiw (2000) dalam bukunya Pengantar Ekonomi jilid 1,
hukum penawaran menyatakan bahwa kenaikan harga suatu barang akan
menaikkan kuantitas atau tingkat penawarannya. Elastisitas penawaran
terhadap harga mengukur seberapa banyak kuantitas penawaran atas suatu
barang berubah mengikuti perubahan harga tersebut. Penawaran suatu
barang dikatakan elastis jika perubahan harga menyebabkan perubahan
kuantitas penawaran yang cukup besar. Sebaliknya, penawaran dikatakan
tidak elastis apabila kuantitas penawaran itu sedikit saja berubah ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harganya berubah. Secara matematis elastisitas penawaran terhadap harga
dirumuskan sebagai berikut:
Elastisitas penawaran terhadap harga = % perubahan kuantitas penawaran % perubahan harga
Desmizar dan Iskandar (2004) mengartikan elastisitas penawaran
sebagai suatu koefisien yang menjelaskan besarnya pengaruh perubahan
jumlah barang yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga. Jenis
elastisitas penawaran yaitu:
a. Inelastis sempurna
Nilai elastisitas penawarannya adalah nol (0).
b. Elastis unit
Nilai elastisitas penawarannya sama dengan 1
c. Elastisitas sempurna
Nilai elastisitas penawarannya nilainya tidak terbatas
d. Elastis
Penawaran elastis jika persentase perubahan dari jumlah yang
ditawarkan produsen melebihi persentase kenaikan atau penurunan
harga.
e. Inelastis
Penawaran inelastis jika jumlah yang ditawarkan produsen berubah
dengan persentase yang lebih kecil daripada persentase perubahan harga.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Kegiatan ekspor merupakan kegiatan yang memegang peranan penting
bagi suatu negara. Ekspor dianggap penting karena merupakan salah satu
sumber pendapatan negara. Salah satu sektor yang mampu memberikan
sumbangan devisa bagi perekonomian Indonesia berasal dari sektor industri
pengolahan yang berupa industri penyulingan minyak atsiri.
Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah diduga dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut diperkirakan adalah produksi
minyak cengkeh, harga minyak cengkeh domestik, harga ekspor minyak
cengkeh, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya. Menurut Kelana (1996), untuk
mengetahui besar kecilnya volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
sebagai akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan
konsep elastisitas. Elastisitas diartikan sebagai besarnya perubahan relatif dari
suatu variabel yang dijelaskan (Y) yang disebabkan oleh perubahan relatif dari
suatu variabel penjelas (X).
Model regresi mencerminkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tak bebas. Untuk hubungan ekspor dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dinyatakan dengan persamaan model regresi non
linear berganda berbentuk kepangkatan. Metode analisis regresi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa (OLS).
Metode tersebut menurut Gujarati (2002) menggunakan kriteria
meminimumkan jumlah kuadrat residual (kesalahan pengganggu) sehingga
menghasilkan penaksir yang dikenal sebagai penaksir kuadrat terkecil. Sifat
dari penaksir tersebut adalah linier dan efisien (tak bias dan mempunyai
varians minimum) atau BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator). Analisis data
dilakukan dengan bantuan komputer dan program SPSS.
Pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebas dianalisis
dengan menggunakan prinsip elastisitas. Elastisitas merupakan konsep
kuantitatif yang sangat penting untuk mengidentifikasi secara kuantitatif respon
sebuah variabel karena pengaruh variabel lainnya. Koefisien dari variabel
bebas merupakan nilai elastisitas masing-masing variabelnya (Sunaryo 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka teori pendekatan masalah
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
D. Hipotesis
1. Diduga produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak
cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai
tukar dolar AS terhadap rupiah, dan volume ekpor minyak cengkeh Jawa
Tengah tahun sebelumnya berpengaruh terhadap volume ekspor minyak
cengkeh di Jawa Tengah.
2. Diduga elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
bersifat inelastis.
E. Asumsi-asumsi
Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa variabel-variabel di luar model
dianggap konstan (ceteris paribus).
Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah
Faktor-faktor yang berpengaruh: - Produksi minyak cengkeh di Jawa
Tengah - Harga domestik minyak cengkeh di
Jawa Tengah - Harga ekspor minyak cengkeh - Nilai tukar USD terhadap rupiah - Volume ekspor minyak cengkeh di
Jawa Tengah tahun sebelumnya
Produksi Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
Konsumsi domestik
Konsumsi luar negeri
Volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Pembatasan Masalah
1. Data volume dan nilai ekpor terbatas berdasarkan Pemberitahuan ekspor
Barang (PEB) yang kegiatan ekpornya dilakukan melalui pelabuhan di
seluruh wilayah Jawa Tengah.
2. Data yang dianalisis terbatas pada data sekunder berupa data time series
dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003).
3. Data yang diteliti terbatas untuk pasar luar negeri.
4. Jenis minyak cengkeh yang diteliti terbatas berasal dari daun cengkeh.
G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah yaitu kegiatan menjual minyak
cengkeh hasil produksi Provinsi Jawa Tengah ke luar negeri.
2. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak
cengkeh yang diekspor dari Jawa Tengah ke luar negeri per tahun,
dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
3. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah adalah jumlah minyak cengkeh
yang dihasilkan di wilayah Jawa Tengah per tahun, dinyatakan dalam
satuan kilogram (kg).
4. Harga Domestik minyak cengkeh adalah harga minyak cengkeh rata-rata
terdeflasi per tahun di Jawa Tengah, dinyatakan dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/kg). Pengertian harga domestik minyak cengkeh dalam
penelitian ini menggunakan konsep harga konstan (harga terdeflasi/riil).
Harga konstan (base year price) adalah nilai barang dan jasa yang dihitung
berdasarkan harga pada tahun dasar untuk menghilangkan pengaruh
inflasi. Rumus harga terdeflasi menurut Widodo (2001) sebagai berikut:
HKx = 100 . HBx IHKx
Keterangan:
HKx = Harga konstan pada tahun x (harga terdeflasi tahun x) (Rp/kg)
HBx = Harga berlaku (sebelum terdeflasi) pada tahun x (Rp/kg)
IHKx = Indeks harga konsumen pada tahun x
100 = Indeks harga konsumen pada tahun dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IHK yang digunakan dalam penelitian ini merupakan IHK umum yang
berlaku di Jawa Tengah dengan tahun dasar 2002. Pemilihan tahun dasar
ini berdasar pada ketentuan pemilihan tahun dasar menurut Dajan (1976),
yaitu:
1) Sebagai tahun dasar, hendaknya dipilih tahun dimana keadaan
perekonomian relatif stabil. Pada tahun-tahun yang perekonomiannya
tidak stabil harga-harga akan berfluktuasi dengan hebat sedangkan
kebiasaan membeli para konsumen tidak menentu. Harga pada tahun
sedemikian ini tidak dapat dipakai sebagai dasar perbandingan.
2) Tahun dasar sebagai dasar perbandingan hendaknya jangan terlalu jauh
dari tahun-tahun yang akan diperbandingkan. Makin jauh tahun dasar
yang dipakai sebagai dasar perbandingan, makin kabur sifat
perbandingan tersebut.
5. Harga ekspor minyak cengkeh adalah harga rata-rata relatif minyak atsiri
yang diekspor per tahun, dihitung dengan membagi total nilai ekspor
minyak cengkeh dengan total volume ekspor minyak cengkeh pada tahun
yang sama. Total nilai ekspor minyak cengkeh adalah harga sampai di
pelabuhan ekspor (harga FOB) yang dinyatakan dalam satuan dolar AS per
kilogram (USD/kg). Harga tersebut lalu dideflasikan menjadi harga
konstan.
6. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah adalah nilai kurs tengah rata-rata
Dolar AS terhadap rupiah per tahun yang berlaku di Bank Indonesia,
dinyatakan dalam satuan rupiah per dolar AS (Rp/USD).
7. Volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya adalah jumlah minyak
cengkeh yang dijual dari Jawa Tengah ke luar negeri pada tahun
sebelumnya, dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
8. Elastisitas penawaran ekspor minyak cengkeh adalah respon jumlah yang
ditawarkan (volume ekspor minyak cengkeh) terhadap perubahan variabel-
variabel yang mempengaruhi volume ekspornya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis, yaitu metode yang mempunyai ciri memusatkan diri pada
pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dimana data yang
dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis
(Surakhmad, 1994).
B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive
sampling, yaitu penentuan lokasi yang ditetapkan secara sengaja berdasarkan
kriteria atau pertimbangan tertentu (Wirartha, 2006). Lokasi penelitian yang
dipilih adalah Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa Jawa
Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mendominasi
penanaman cengkeh di Indonesia. Data pendistribusian lahan cengkeh di
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Distribusi Lahan Cengkeh Indonesia menurut Propinsi, Tahun 2007.
No Provinsi Luas (ha) % 1. Sulawesi Utara 74,844 16,5 2. Sulawesi Tengah 44,446 9,8 3. Sulawesi Selatan 41,084 9,1 4. Jawa Timur 41,004 9,1 5. Jawa Tengah 38,280 8,4 6. Maluku 35,740 7,9 7. Jawa Barat 32,318 7,1 8. Nanggroe Aceh Darusalam 22,166 4,9 9. Maluku Utara 17,240 3,8
10. Bali 15,617 3,4 11. Lainnya 90,553 20,0
Jumlah 453,292 100,0
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistic of Indonesia) 2007-2009: Cengkeh/Clove, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008.
Selain luas lahannya, Jawa Tengah merupakan provinsi yang
mengusahakan minyak cengkeh dan telah mengekspornya selama lebih dari 15
tahun secara kontinyu.
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data time series dalam rentang waktu 17 tahun (tahun 1987-2003).
Alasan pemilihan data penelitian di tahun 1987-2003 adalah karena
keterbatasan data yang tersedia di dinas terkait jenis komoditas yang diteliti.
Komoditas yang diteliti adalah minyak cengkeh, dan data terkait minyak
cengkeh hanya tersedia dari tahun 1987 hingga tahun 2003.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, dan Bank Indonesia Kantor
Semarang, serta instansi-instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Pencatatan
Pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data primer dan
sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah
atau lembaga, serta untuk mencatat informasi dari narasumber yang tekait
dengan penelitian ini.
2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mendapatkan penjelasan atas data-data
sekunder yang dikumpulkan, serta keterangan-keterangan lain yang terkait
dengan penelitian ini. Pencatatan digunakan untuk mendapatkan data
sekunder, yaitu dengan mencatat data yang ada pada instansi pemerintah
atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini, serta pencatatan atas data
yang diperoleh dari hasil wawancara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
E. Metode Analisis Data
1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak
Cengkeh Jawa Tengah
Hubungan ekspor dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat
dinyatakan dengan persamaan model regresi non linear berganda berbentuk
kepangkatan, secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
Y = βo X1β1 X2
β2 X3β3 X4
β4 X5β5
Keterangan:
Y = volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (kg)
X1 = produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (kg)
X2 = harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (Rp/kg)
X3 = harga ekspor minyak cengkeh Jawa tengah (FOB) (USD/kg)
X4 = nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (Rp/USD)
X5 = volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya (kg)
bo = intersep
b1-b5 = nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel
Model regresi tersebut mencerminkan fungsi regresi populasi. Fungsi
tersebut dapat ditaksir atas dasar fungsi regresi sampel. Parameter βo, β1,
β2, β3, β4, β5 merupakan karakteristik dari suatu populasi. Estimasi
parameter tersebut dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Squre
Method).
Menurut Supranto (2004) model regresi dalam metode OLS berdasar
pada asumsi klasik yang menghasilkan pemerkira linear terbaik tak bias
(BLUE = Best Linear Unbiased Estimator). Asumsi-asumsinya adalah:
1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu nol.
2. varian σ2 sama untuk semua kesalahan pengganggu (homoskedastis)
3. tidak ada otokorelasi antara kesalahan pengganggu
4. variabel bebas konstan dalam sampling yang terulang (repeated
sampling) dan bebas terhadap kesalahan pengganggu.
5. tidak ada kolinearitas ganda (multicollinearity) diantara variabel bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
6. kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol
dan varian σ2
Oleh karena itu, model tersebut ditransformasikan dalam OLS linear /
model regresi linear berganda dengan me log-naturalkan persamaan tersebut
menjadi:
ln Y = ln βo+ β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + β5 ln X5
Setelah ditransformasikan, hasilnya dikembalikan kedalam persamaan
asal yaitu model regresi non linear berganda berbentuk perpangkatan.
Y = βo X1β1 X2
β2 X3β3 X4
β4 X5β5
Pengujian Model
a. Uji koefisien determinasi (R2)
Presentase variasi total ekspor minyak cengkeh (Y) yang dijelaskan
oleh variabel-variabel bebasnya (X) diukur dengan koefisien determinasi
(R2). Nilai R2 berkisar 0 - 1. Semakin besar R2 atau mendekati 1 maka
semakin besar proporsi variasi variabel tak bebasnya.
R2 = _ESS_ TSS
Keterangan:
ESS = Explained Sum of Squares (jumlah kuadrat regresi)
TSS = Total Sum of Squares (jumlah kuadrat total)
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel
bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya dengan
tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji F dirumuskan
sebagai berikut:
F hitung = _R2 / (k – 1)_ (1-R2) / (n – 1)
Keterangan:
R2 = koefisien determinasi
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel
α = tingkat signifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Dengan hipotesis:
Ho : βi = 0 (βi = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0) atau koefisien regresi tidak
signifikan
Ha : βi ≠ 0 (βi/β1/β2/β3/β4/β5≠0) atau minimal salah satu bi bernilai
tidak nol atau koefisien regresi signifikan
Menurut Gujarati (2002), uji signifikansi merupakan pendekatan
alternatif, namun bersifat melengkapi dan merupakan pendekatan yang
lebih singkat dalam suatu pengujian hipotesis. Kriterianya adalah sebagai
berikut:
1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila
probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan
nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah
besar (lebih kecil dari α).
2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila
probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan
nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar
(lebih besar dari α).
c. Uji t
Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individu
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dilakukan uji t dengan
tingkat kepercayaan 90% (α=10%). Secara matematis uji t dirumuskan
sebagai berikut
t hitung = ___βi____ Se (bi)
Keterangan:
bi = koefisien regresi variabel bebas ke-i
Se (βi) = standar error koefisien regresi variabel bebas ke-i
Hipotesis yang hendak diuji adalah
Ho : βi = 0 Ha : βi ≠ 0
Kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Suatu pengujian dikatakan signifikan secara statistik, apabila
probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan tidaklah
besar (lebih kecil dari α).
2) Suatu pengujian dikatakan tidak signifikan secara statistik, apabila
probabilitas bahwa selisih yang diobservasi antara nilai sampel dan
nilai yang dihipotesiskan diakibatkan oleh suatu kebetulan itu besar
(lebih besar dari α).
d. Standar koefisien regresi
Menurut Arief (1993), untuk menentukan variabel bebas yang
paling menentukan dalam mempengaruhi dependent variable dalam
suatu model regresi, maka digunakanlah koefisien beta (beta coefficient).
Koefisien beta juga disebut standardized regression coefficient atau
standar koefisien regresi. Nilai koefisien beta dirumuskan sebagai
berikut:
βi = β*
Keterangan:
βi : Standar koefisien regresi variabel bebas ke-i
β* : Koefisien regresi variabel bebas ke-i
σy : Standar deviasi variabel tidak bebas
σi : Standar deviasi variabel bebas ke-i
Nilai βi yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang
bersangkutan adalah yang paling dominan dalam penentuan nilai variabel
tak bebas.
Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya
penyimpangan terhadap asumsi klasik. Sumodiningrat (1999) menyatakan
bahwa pelanggaran terhadap asumsi klasik menyebabkan terjadinya
multikolinearitas (kolinearitas ganda), heteroskedastisitas, dan otokorelasi.
Pelanggaran terhadap asumsi klasik berakibat pada ketidakbiasan pemerkira
koefisien regresi (unbiased), varian dan koefisien-koefisien OLS akan salah
(underestimate) dan peramalan (prediksi) menjadi tidak efisien (inefficient).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
a. Uji multikolinearitas
Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi
linear diantara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model
terjadi multikolinearitas, akan menyebabkan nilai R2 yang semakin tinggi
dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel
bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun.
Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinearitas dapat digunakan
pendekatan matriks korelasi, dengan melihat nilai matriks Pearson
correlation (PC). Apabila nilai PC < 0,8 berarti antar variabel bebas tidak
terjadi multikolinearitas. Bila terjadi angka korelasi > 0,8 maka kedua
variabel tersebut perlu dipertimbangkan apakah digunakan atau tidak
dalam model (Soekartawi, 1993).
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas bermakna variabel disturbansi tidak lagi
mempunyai varian yang konstan untuk setiap observasi. Varian
disturbansi menjadi nonrandom atau berubah-ubah dengan berubahnya
nilai variabel bebas (Lains, 2003).
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Dalam penelitian ini digunakan metode grafik
dengan melihat diagram pencar (scatterplot) untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2006), kriteria
pengambilan keputusan untuk uji heteroskedastisitas dengan
menggunakan scatterplot adalah sebagai berikut:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Uji otokorelasi
Otokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi di antara
anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam
rangkaian waktu (time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian
ruang (data silang/cross-sectional data). Suatu jenis pengujian yang
umum digunakan untuk mengetahui ada tidaknya otokorelasi adalah
statistik d Durbin-Watson dengan kriteria:
1) 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi otokorelasi.
2) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat
disimpulkan.
3) DW < 1,21 atau DW > 2, 79 yang artinya terjadi otokorelasi.
(Sulaiman, 2002).
2. Analisis Elastisitas Penawaran Ekspor
Besar kecilnya perubahan ekspor sebagai akibat perubahan faktor-
faktor yang mempengaruhi dapat diketahui dengan konsep elastisitas. Pada
model double log, koefisien lereng (slope coefficient) βi merupakan
elastisitas Y terhadap X (Sumodiningrat, 1993). Besarnya elastisitas dapat
bervariasi antara nol sampai tak terhingga, bila:
1) Es = 0, penawaran bersifat inelastis sempurna, terjadi bila jumlah yang
ditawarkan tidak berubah dengan adanya perubahan harga.
2) 0 < Es < 1, penawaran bersifat inelastis yang terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase lebih kecil dari perubahan harga.
3) Es = 1, penawaran bersifat elastis uniter, terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase sama dengan perubahan harga.
4) 1 < Es < ~, penawaran bersifat elastis, terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase lebih besar dari pada perubahan
harga.
5) Es = ~, penawaran bersifat elastis sempurna, sempurna atau tak
terhingga, terjadi bila penjual siap menjual dengan segala kemampuan
mereka pada beberapa tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun
dengan harga yang sedikit lebih rendah.
(Lipsey et al, 1990).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa, letaknya diapit
oleh dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya antara
5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur
(termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263
km dan dari Utara ke Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa).
Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah:
a. Sebelah Utara : Laut Jawa
b. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur
c. Sebelah Selatan : Daerah Istimewa Yogyakarta dan Samudra Hindia
d. Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat
Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29
kabupaten dan 6 kota, 568 Kecamatan, 8.573 Kelurahan, dan 31.820 Desa.
Luas wilayah Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3,25 juta hektar
atau sekitar 25,04 % dari luas Pulau Jawa (1,70 % luas Indonesia). Daerah
yang terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas sebesar 212.883 hektar,
sedangkan daerah yang paling kecil adalah Kota Magelang dengan luas
wilayah 1.803 hektar.
2. Luas Penggunaan Lahan
Lahan di Jawa Tengah terdiri dari 991 ribu hektar (30,44 %) lahan
sawah dan 2,26 juta hektar (69,56 %) bukan lahan sawah. luas lahan sawah
yang berpengairan teknis adalah sebesar 383.262 hektar, sisanya
berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Berikutnya, lahan
kering dari bagian bukan lahan sawah sebagian besar dipakai untuk
tegal/kebun. Data mengenai penggunaan lahan di Provinsi Jawa Tengah
dapat dilihat pada tabel berikut.
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan dan Jenis Pengairan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009
Penggunaan Lahan Luas (Hektar) Lahan Sawah
Pengairan teknis Pengairan setengah teknis Pengairan sederhana Pengairan desa Tadah hujan Pasang surut Lebak, polder, dan lain-lain
Subtotal
383.262 133.769 136.635 52.596 282.521 1.613 1.256
991.652 Bukan Lahan Sawah
Lahan kering: Bangunan/pekarangan Tegal/kebun Ladang/huma Padang rumput Sementara tidak diusahakan Hutan rakyat Hutan negara Perkebunan negara Lain-lain
Lahan lainnya: Rawa-rawa (yang tidak ditanami) Tambak Kolam/empang
Subtotal
503.923 730.370 13.413 1.184 1.628
103.402 578.107 69.345 204.284
9.035 39.810 8.259
2.262.760 Total 3.254.412
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010
Secara umum, pemanfaatan lahan di Provinsi Jawa Tengah meliputi
991.652,00 Ha lahan sawah dengan persentase 30,44% dan 2.262.760,00 Ha
lahan bukan sawah dengan persentase 69,56%. Penggunaan lahan sawah
terbesar adalah sawah irigasi teknis dengan luas 383.262 Ha. Selain lahan
sawah pemanfaatan lahan yang lain ialah lahan bukan sawah yang terdiri dari
pekarangan/bangunan, tegal/kebun, ladang, kolam/empang, tanaman kayu-
kayuan dan perkebunan negara/swasta, hutan negara, dan lain-lain. Oleh
karena itu dapat diketahui bahwa sebagian besar lahan di Provinsi Jawa
Tengah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, sehingga dapat diartikan
bahwa sebagian besar masyarakat Jawa Tengah masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Penggunaan lahan bukan sawah yang cukup besar adalah pekarangan/
bangunan dengan luas 503.923 hektar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang
hidup menetap di Provinsi Jawa Tengah. Dengan demikian tidak menutup
kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau tegal
menjadi pekarangan/ bangunan sehingga akan menyebabkan penurunan
output di sektor pertanian. Oleh karena itu perlu adanya usaha dari
pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan output di sektor
pertanian terutama sektor tanaman bahan makanan guna memenuhi
kebutuhan pangan penduduk yang semakin lama semakin bertambah. Salah
satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan intensifikasi pertanian dan
pembatasan alih fungsi lahan pertanian yang diharapkan dapat menambah
dan mempertahankan output pertanian guna memenuhi ketersediaan pangan
penduduk.
3. Keadaan Topografi Wilayah
Keadaan topografi wilayah Jawa Tengah terdiri dari daerah pantai,
dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah perbukitan dengan pegunungan
yang landai sampai curam. Wilayah Jawa Tengah berdasarkan topografinya
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu bagian utara dan selatan yang sebagian
besar terdiri atas dataran rendah dan pantai, serta bagian tengah yang terdiri
dari dataran tinggi.
Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa) 572
km) memiliki mata air di Pegunungan Sewu, sungai ini mengalir ke utara,
melintasi Kota Surakarta, dan akhirnya menuju ke Jawa Timur dan bermuara
di daerah Gresik (dekat Surabaya). Sungai-sungai yang bermuara di Laut
Jawa diantaranya adalah Kali Pemali, Kali Comal, dan Kali Bodri. Sedang
sungai-sungai yang bermuara di Samudra Hindia diantaranya adalah Serayu
dan Kali Progo.
Diantara waduk-waduk utama di Jawa Tengah adalah Waduk
Gajahmungkur, Waduk Kedungombo, Rawa Pening, Waduk Cacaban,
Waduk Malahayu dan Waduk Sempor. Terdapat 6 gunung berapi yang aktif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
di Jawa Tengah, yaitu Gunung Merapi (Boyolali), Gunung Slamet
(Pemalang), Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing (Temanggung,
Wonosobo), dan Gunung Dieng (Banjarnegara).
Wilayah dataran di Provinsi Jawa Tengah memiliki ketinggian yang
bervariasi, yakni dari ketinggian sekitar puluhan mdpl (meter di atas
permukaan laut) hingga ketinggian >1000 mdpl. Adapun penggolongan
wilayah di Jawa Tengah menurut ketinggian tempat dari permukaan laut
adalah sebagai berikut:
a. Ketinggian 0-100 mdpl, memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan
wilayah Jawa Tengah seluas 53,33% dari luas Jawa Tengah.
b. Ketinggian 100-500 mdpl, memanjang di bagiantengah wilayah Jawa
Tengah seluas 27,4% dari luas Jawa Tengah.
c. Ketinggian 500-1000 mdpl dengan luas 14,7% dari luas Jawa Tengah.
d. Ketinggian >1000 mdpl dengan luas 4,6% dari luas Jawa Tengah.
Sedangkan klasifikasi wilayah Jawa Tengah berdasarkan derajat
kemiringan tanahnya adalah sebagai berikut:
a. Derajat kemiringan 0o-2o meliputi 41,3% wilayah Jawa Tengah.
b. Derajat kemiringan 2o-15o meliputi 27,7% wilayah Jawa Tengah.
c. Derajat kemiringan 15o-40o meliputi 21,1% wilayah Jawa Tengah.
Derajat kemiringan >40o meliputi 9,8% wilayah Jawa Tengah.
4. Keadaan Tanah
Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1969, jenis wilayah
Jawa Tengah didominasi oleh tanah latosol, alluvial, dan gromosol sehingga
hamparan tanah di provinsi ini tergolong tanah yang memiliki tingkat
kesuburan relative subur. Adapun beberapa jenis tanah yang terdapat di
Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
a. Tanah alluvial, meliputi 29% wilayah Jawa Tengah. Jenis tanah ini
terdapat di daerah pantai utara dan pantai selatan.
b. Tanah regosol, meliputi 20,5% wilayah Jawa Tengah. Tanah ini tersebar
di daerah perbukitan dan pegunungan kapur sepanjang Kabupaten
Grobogan sampai dengan Kabupaten Wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
c. Tanah latosol, meliputi 19% wilayah Jawa Tengah. Tanah ini banyak
terdapat di daerah Kabupaten Brebes, Kabupaten Banyumas, dan daerah
Kedu sampai Lawu.
d. Tanah andosol sebesar 14% wilayah Jawa Tengah.
e. Tanah gromosol sebesar 13,5% wilayah Jawa Tengah. Jenis tanah ini
terdapat di daerah datar dan bergelombang seperti di daerah timur dan
tenggara.
f. Tanah litosol sebesar 9% wilayah Jawa Tengah.
g. Tanah mediterania merah kuning sebesar 14% wilayah Jawa Tengah.
Penyebarannya membujur dari Pegunungan Kedu hingga ke timur
Pegunungan Lawu.
h. Tanah hidromorf yang berada di sepanjang Kabupaten Kudus,
Kabupaten Rembang, hingga Kabupaten Blora.
i. Tanah podzolik kuning yang dapat dijumpai di daerah Kabupaten
Purwokerto dan Kabupaten Purworejo.
5. Keadaan Iklim
Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang memiliki iklim
tropis. Menurut Stasiun Klimatologi Klas I Semarang, suhu udara rata-rata di
Jawa Tengah tahun 2009 berkisar antara 24,5°C sampai dengan 28,2°C.
Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu
udara rata-rata relatif tinggi. Untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi,
dari 75% sampai dengan 83%. Curah hujan tertinggi dan hari hujan
terbanyak tercatat di Stasiun Meteorologi Cilacap yaitu sebesar 3.590 mm
dan 207 hari. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi
kekeringan ketika musim kemarau berada di daerah Blora dan sekitarnya
serta di bagian Selatan Kabupaten Wonogiri.
B. Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja
1. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009,
jumlah penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 32,86 juta jiwa atau sekitar
14% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menempatkan Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk
terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Tabel 7. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009
Tahun Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah Total (jiwa)
Rasio jenis kelamin
(sex ratio) 2005 16.368.724 16.540.126 32.908.850 98,96 2006 16.054.473 16.123.257 32.177.730 99,57 2007 16.064.122 16.316.157 32.380.279 98,46 2008 16.192.295 16.434.095 32.626.390 98,53 2009 16.123.190 16.741.373 32.864.563 96,31
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebanyak 238.173 jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih
besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Kondisi tersebut ditunjukkan
oleh rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 96,31.
Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009
Tahun Luas Daerah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk per km2
2005 32.544,12 32.908.850 1.011,21 2006 32.544,12 32.177.730 988,74 2007 32.544,12 32.380.279 994,97 2008 32.544,12 32.626.390 1.002,53 2009 32.544,12 32.864.563 1.009,85
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2010
Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh
wilayah Jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah
kota dibandingkan di daerah kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk
Jawa Tengah tercatat sebesar 1.010 jiwa/km2. Wilayah terpadat adalah Kota
Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 12 ribu jiwa/km2, sedangkan
wilayah terjarang adalah Kabupaten Rembang dengan tingkat kepadatan
sebesar 570 jiwa/km2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009
Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) 0-14 8.784.425 15-64 21.598.118 ≥ 65 2.482.020 Total 32.864.563
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2010
Komposisi penduduk Jawa Tengah menurut kelompok umur pada
tahun 2009 didominasi oleh kelompok umus 15-64 tahun sebesar 21.598.118
jiwa. Penduduk usia 14 tahun ke bawah sebesar 8.784.425 jiwa. Sedangkan
penduduk usia di atas 65 tahun memiliki jumlah terkecil yaitu sebanyak
2.482.020 jiwa. Jika digambarkan, komposisi penduduk Jawa Tengah
menurut kelompok umur memiliki bentuk yang kecil di bagian atas
kemudian membesar di bagian tengah dan menyempit di bagian bawah. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Jawa Tengah adalah
penduduk usia produktif dan termasuk dalam angkatan kerja.
2. Ketenagakerjaan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk usia kerja
didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas, dan
dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan bukan Angkatan Kerja. Adapun
penduduk yang tergolong Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di
Jawa Tengah pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Angkatan Kerja Dan Bukan Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009.
Tahun
Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja
Jumlah
Bekerja Mencari Pekerjaan Sekolah
Mengurus Rumah Tangga
Lainnya
2005 15.655.303 978.952 4.408.095 4.133.181 2.147.948 27.323.479 2006 15.210.931 1.197.244 4.481.229 4.233.527 1.918.152 27.041.083 2007 16.304.058 1.360.219 1.899.719 4.156.073 1.458.103 25.178.172 2008 15.463.658 1.227.308 1.867.882 4.328.235 1.524.518 24.411.601 2009 15.835.382 1.252.267 1.879.303 4.271.035 1.431.538 24.669.525
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2010
Berdasarkan tabel di atas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2009
mencapai 17,09 juta orang atau naik sebesar 2,38 % dibanding tahun
sebelumnya. Dengan angka ini, tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Jawa Tengah tercatat sebesar 70,96 %. Sedangkan angka pengangguran
terbuka di Jawa Tengah relatif kecil, yaitu sebesar 7,32 %. Mata pencaharian
paling banyak adalah di sektor pertanian (37,04%), diikuti dengan
perdagangan (21,86%), industri (16,78%), jasa (11,60%), konstruksi
(6,49%), komunikasi (4,32%), keuangan (0,98%) dan paling kecil adalah di
sektor pertambangan dan galian, listrik, gas dan air (0,93%).
C. Keadaan Perekonomian
1. Struktur Perekonomian dan Pendapatan Perkapita
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2008 yang ditunjukkan
oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar
harga konstan 2000, lebih lambat dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 4,71
% (2008 sebesar 5,46 %). Hal tersebut cukup beralasan mengingat kondisi
perekonomian pada tahun ini cukup bergejolak dengan adanya krisis moneter
yang melanda seluruh negara di dunia. Pertumbuhan riil sektoral tahun 2009
mengalami fluktuasi dari tahun sebelumnya.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa-jasa (7,85%), diikuti
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (7,78%), Pengangkutan dan
komunikasi (6,96%), bangunan (6,77%), Perdagangan , hotel dan restoran
(6,01%), listrik, gas, dan air bersih (5,55%), pertambangan dan penggalian
(5,49%), pertanian (4,38%) dan pertumbuhan terlambat adalah sektor
industri pengolahan (1,84%). Pada tahun 2009, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku mencapai 11,9 juta rupiah,
naik 7,49 % dari tahun sebelumnya. Sementara untuk PDRB per kapita atas
dasar harga konstan 2000 mencapai 5,3 juta rupiah atau meningkat 3,95 %.
PDRB menurut komponen penggunaan terdiri dari konsumsi
rumahtangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal serta ekspor dan
impor barang dan jasa. PDRB dari sudut penggunaan yang terbesar adalah
untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga. Menurut harga berlaku tahun
2009, konsumsi rumahtangga mempunyai konstribusi 62,52 % dari total
PDRB Provinsi Jawa Tengah atau senilai 256.411,7 milyar rupiah.
Dibandingkan tahun sebelumnya nilai tersebut naik 10,55 %. Jika didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
harga konstan tahun 2000 nilainya mencapai 113.231,2 milyar rupiah, naik
sebesar 5,42 % dari tahun 2008. Penggunaan lain yang cukup besar dari
Produk Domestik Regional Bruto adalah untuk pembentukan modal tetap
bruto (PMTB). Menurut harga berlaku, tahun 2009 mencapai 75.945,2
milyar rupiah (meningkat sebesar 13,06 %), dan sebesar 31.865,3 milyar
rupiah atas dasar harga konstan 2000 (meningkat sebesar 5,62 %).
2. Ekspor Impor
Investasi yang ditanamkan di berbagai sektor ekonomi berhasil
meningkatkan produksi. Meningkatnya produksi akan lebih mendorong
ekspor. Nilai ekspor atas dasar harga berlaku yang dicapai Jawa Tengah pada
tahun 2009 sebesar 177.121,7 milyar rupiah, turun sebesar 1,92 % dari tahun
sebelumnya. Kegiatan ekspor ke luar negeri sebesar 19,08 % dari total nilai
ekspor. Sedangkan nilai ekspor atas dasar konstan 2000 hanya sebesar
81.697,4 milyar rupiah. Nilai impor barang dan jasa masih di bawah kegiatan
ekspor. Pada tahun 2009, nilai impor atas dasar harga berlaku mencapai
170.338,2 milyar rupiah, naik 5,51 % dari tahun sebelumnya. Namun untuk
nilai impor atas dasar harga konstan 2000 mengalami penurunan sebesar
0,64 % atau tercatat sebesar 78.131,4 milyar rupiah.
D. Keadaan Pertanian
1. Pertanian Tanaman Bahan Makanan
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga
pangan nasional, oleh karena itu produktivitas padi lebih diutamakan untuk
terus dipacu. Pada tahun 2009, produktivitas padi sekitar 55,56 kuintal per
hektar, meningkat 1,07 % dibanding produktivitas tahun sebelumnya. Begitu
pula dengan luas panen padi dan jumlah produksi padi yang juga mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 3,96 % dan 5,07 %. Sebagian besar
produksi padi merupakan padi sawah, yaitu sekitar 97,71 %, sedangkan
sisanya merupakan padi ladang
Secara umum, luas panen, produktivitas per hektar dan produksi
tanaman palawija di Jawa Tengah tahun 2009 hampir semua mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
produksi beberapa jenis sayuran (bawang merah, bawang putih, kentang,
kubis, cabe, tomat, wortel, kacang panjang, buncis, ketimun, dll) selama
tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi. Hampir semua produksi jenis sayuran
mengalami peningkatan produksi, kecuali bawang putih, wortel, bayam,
kubis, kacang merah dan lobak. Produksi beberapa jenis buah-buahan seperti
mangga, rambutan, duku, klengkeng, blimbing, durian, pisang, salak, jeruk,
nanas dan pepaya dalam periode tahun 2005–2009 juga fluktuatif.
2. Perkebunan
Produksi tanaman perkebunan merupakan salah satu sumber devisa
sector pertanian. Perkebunan terdiri dari perkebunan besar dan perkebunan
rakyat. Luas dan produksi tanaman perkebunan besar tahun 2009 pada
umumnya mengalami penurunan dibanding dengan luas tanaman dan
produksi tahun sebelumnya. Dilihat dari sisi luas, tanaman perkebunan
rakyat yang mempunyai area yang cukup luas pada tahun 2009 adalah
tanaman kelapa, tebu, kapok, kopi, cengkeh, tembakau dan jambu mete.
Sedangkan dilihat dari sisi produksi, tanaman kelapa, tebu, kapok, tembakau,
kopi dan nilam mempunyai produksi yang cukup besar.
3. Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Jawa Tengah, adalah ternak besar,
yaitu sapi (potong/perah), kerbau dan kuda, sedangkan ternak kecil terdiri
dari kambing, domba dan babi. Disamping itu juga diusahakan aneka ternak,
termasuk unggas (ayam, itik dan burung puyuh) dan kelinci. Populasi ternak
besar pada tahun 2009 untuk sapi, kerbau dan kuda masing-masing tercatat
sebanyak 1.645.927 ekor, 105.506 ekor dan 14.264 ekor. Kabupaten Blora
merupakan kabupaten dengan jumlah ternak besar terbanyak di Jawa
Tengah. Pada tahun 2008, populasi kambing, domba dan babi yang
merupakan ternak kecil tercatat sebanyak 3.356,80 ribu ekor, 2.083,43 ribu
ekor dan 145,81 ribu ekor. Pada tahun 2009, populasi kambing, domba dan
babi yang merupakan ternak kecil tercatat sebanyak 3.499.848 ekor,
2.148.752 ekor dan 144.027 ekor. Dibandingkan tahun sebelumnya, populasi
ternak kecil dan unggas mengalami peningkatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Banyaknya ternak besar yang dipotong pada tahun 2009, untuk sapi
tercatat sebesar 255 ribu ekor (naik 25,87%), kerbau 14,5 ribu ekor (naik
10,54%) dan kuda 14 ekor (turun 12,5%). Untuk ternak kecil yang paling
banyak dipotong adalah kambing sebanyak 695 ribu ekor (naik 28,04%) dan
domba 394 ribu ekor (26,15%). Produksi telur (ayam ras, ayam kampung,
itik dan burung puyuh) tahun 2009 tercatat sebesar 249,80 ribu ton, atau
meningkat sebanyak 30,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk
produksi susu meningkat sebesar 2,05 %, sedangkan produksi kulit
mengalami penurunan sebesar 1,76 %.
4. Perikanan
Sub sektor perikanan, meliputi kegiatan usaha perikanan laut dan
perikanan darat. Perikanan darat terdiri dari usaha budidaya (tambak, sawah,
kolam, karamba) dan perairan umum (waduk, sungai, telaga dan rawa).
Produksi yang dihasilkan dari kegiatan perikanan tersebut pada tahun 2008
di Jawa Tengah mencapai 358 ribu ton dengan nilai 2.896,7 milyar rupiah.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi ikan meningkat 11,68 %
dan nilai produksinya meningkat 24,03 %. Produksi perikanan didominasi
oleh perikanan laut sebesar 198 ribu ton (55,42 % dari total produksi
perikanan) dengan nilai sebesar 1.105,92 milyar rupiah. Pada tahun 2009,
produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan di perairan umum
mengalami peningkatan. Produksi usaha budidaya perikanan dan perikanan
di perairan umum tercatat masing-masing sebesar 142,08 ribu ton dan 17,66
ribu ton dengan nilai produksi mencapai 1.630,1 milyar dan 160,7 milyar
rupiah.
5. Kehutanan
Luas hutan yang tercatat pada PT. Perhutani (Persero) Unit I Jawa
Tengah 635.707,57 hektar atau 19,53 % dari total luas Jawa Tengah.
Menurut fungsinya, hutan tersebut terbagi dalam hutan produksi (86,71%),
hutan lindung (13,29%) dan suaka alam/hutan wisata. Pada tahun 2009,
produksi kayu jati (pertukangan) tercatat sebanyak 171 ribu meter kubik,
meningkat 4,91 % dibanding tahun 2008. Demikian pula dengan produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kayu rimba yang mengalami peningkatan sebesar 2,64 %, yaitu dari 72 ribu
kubik di tahun 2008 menjadi 74 ribu kubik di tahun 2009.
E. Keadaan Umum Subsektor Perkebunan
1. Pembangunan Subsektor Perkebunan
Pembangunan subsektor perkebunan di Jawa Tengah memiliki peran
yang strategis, ditinjau dari aspek ekonomi, sosial maupun ekologi. Untuk
itu, arah pembangunan perkebunan dalam jangka pendek adalah mendukung
terwujudnya pemulihan ekonomi nasional dan berjalannya ekonomi daerah.
Hal tersebut dilakukan dengan mengupayakan peningkatan ekspor dan
penyediaan bahan baku industri, penciptaan sebesar-besar lapangan kerja
produktif, tersedianya sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kualitas
sumberdaya perkebunan, peningkatan mutu dan pelestarian lingkungan hidup
serta pengembangan diversifikasi usaha.
Program pembangunan perkebunan bertujuan untuk meningkatkan
kesediaan pangan dalam jumlah dan mutu yang cukup dengan tingkat
distribusi dan harga yang terjangkau oleh masyarakat sepanjang waktu. Oleh
karena itu, maka prioritas pembangunan perkebunan disesuaikan dengan
program pertanian secara luas. Program tersebut tertuang dalam Program
Pemerintah Daerah Jawa Tengah maupun arah pembangunan Departemen
Pertanian Republik Indonesia yang meliputi atas tiga program, yaitu:
a. Peningkatan ketahanan pangan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesediaan pangan dalam
jumlah dan mutu yang cukup dengan tingkat distribusi dan harga yang
terjangkau oleh masyarakat sepanjang waktumelalui produksi,
produktivitas, pendapatan usaha tani, perbaikan distribusi serta kualitas
konsumsi serta kualitas gizi masyarakat.
b. Program pengembangan agribisnis
Program ini bertujuan untuk mengembangkan agrobisnis perkebunan
yang berwawasan lingkungan guna meningkatkan nilai tambah dan daya
saing produk, mendayagunakan sumberdaya perkebunan di pedesaan dan
meningkatkan pendapatan petani pekebun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
c. Program peningkatan kesejahteraan petani
Program ini berujuan untuk membangun sosial masyarakat petani,
kualitas sumberdaya manusia petani, dan peningkatan pendapatan petani
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan petani.
2. Luas dan Jenis Komoditas
Luas total areal Perkebunan Rakyat, PTP Nusantara IX, dan Perkebunan
Besar Swasta (PBS) pada tahun 2009 sebesar 577.403,87 hektar dengan
produksi sebesar 834.923,34 ton ditambah 974.654 butir kelapa kopyor.
Adapun rincian luas areal dan produksi komoditas perkebunan adalah
sebagai berikut:
a. Perkebunan Rakyat
Luas total areal perkebunan rakyat pada tahun 2009 sebesar
534.881,24 hektar atau 92,63% dari luas perkebunan di Jawa Tengah,
dengan produksi sebesar 796.336 ton ditambah 974.654 butir kelapa
kopyor. Komoditas yang diusahakan oleh perkebunan rakyat di Jawa
Tengah sebanyak 65 komoditas, 23 diantaranya merupakan komoditas
utama yang terdiri dari 17 tanaman tahunan dan 6 tanaman semusim.
Komoditas unggulan dari tanaman tahunan meliputi aren, cassiavera,
cengkeh, jambu mete, kakao, kapok, karet, kelapa dalam, kelapa deres,
kemukus, kopi (kopi arabika, kopi robusta), lada, pala, panili, teh, glagah
arjuna dan siwalan. Sedangkan dari tanaman semusim meliputi
komoditas kapas, tebu, tembakau rakyat, tembakau virginia, tembakau
asepan dan tembakau vorstenland.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 11. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat di Provinsi Jawa Tengah, 2005-2009
No Komoditas Produksi (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009 1 Aren 4.223 4.017 3.510 3.487 3.764 2 Casiavera 841 817 545 494 492 3 Cengkeh 4.586 4.032 6.295 5.869 6.108 4 Glagah arjuna 1.424 1.406 1.415 1.412 1.347 5 Jambu mete 4.914 8.706 8.313 8.537 8.804 6 Kakao 1.236 1.157 1.113 1.083 1.231 7 Kapas 551 179 219 89 295 8 Kapok 40.971 39.130 39.403 39.570 38.585 9 Karet 459 544 550 732 795
10 Kelapa Dalam 240.666 231.846 230.910 230.426 231.241 11 Kelapa Deres 21.480 21.499 22.184 21.918 22.763 12 Kemukus 353 373 363 357 348 13 Kopi 12.364 12.396 13.659 13.704 14.410 14 Lada 625 955 956 923 966 15 Pala 24 23 35 35 43 16 Panili 71 73 57 69 89 17 T e h 4.655 4.400 5.009 5.579 5.512 18 Tebu 209.893 223.516 243.632 272.007 227.214 19 Temb. Asepan 1.282 909 2.198 3.311 4.542 20 Temb. Rakyat 23.230 17,109 26,832 21,598 26,110 21 Temb. Virginia 246 40 22 15 73 22 Temb. Vorstenland 799 682 625 406 484 23 Siwalan 545 545 545 545 540
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah, 2009
Tabel 11 menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2009 produk
perkebunan rakyat yang memiliki produksi terbesar adalah komoditas
kelapa dalam. Besarnya produksi komoditas pala dari tahun ke tahun
selama tahun 2005-2009 semakin menurun. Penurunan produksi kelapa
dalam tersebut ada kaitannya dengan penurunan penggunaan lahan
perkebunan rakyat di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan adanya proyek
pelebaran jalan, jaringan listrik baru, tanaman terserang hama dan
penyakit, alih fungsi dari tanaman perkebunan ke tanaman non
perkebunan dan alih fungsi lahan perkebunan menjadi perumahan.
b. Perkebunan Negara (PTPN IX)
Luas areal Perkebunan Negara di Jawa Tengah yang dikelola oleh
PTPN IX tahun 2009 adalah seluas 30.998 hektar atau sekitar 5,37% dari
luas perkebunan yang ada di Jawa Tengah. PTPN IX mengusahakan 7
macam komoditas, yaitu: karet, kopi, kapok, teh, pala, kakao dan kelapa.
Luas areal masing-masing tanaman yaitu: karet 26.442 ha, kopi 1.442 ha,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
kapok 450 ha, teh 1.433 ha, pala 217 ha, kakao 529 ha dan kelapa 485 ha.
Produksi masing-masing tanaman yaitu: karet 24.283 ton, kopi 1.233 ton,
kapok 130 ton, teh 1.961 ton, pala 8 ton, kakao 151 ton dan kelapa
1.442.862 butir.
c. Perkebunan Besar Swasta (PBS)
Areal Konsesi Perkebunan Besar Swasta (PBS) di Jawa Tengah tahun
2009 adalah seluas 11.524,63 hektar atau sekitar 5,37% dari luas
perkebunan yang ada di Jawa Tengah. PBS mengusahakan 7 macam
komoditas yaitu karet, kopi, kapok, teh, cengkeh, kakao dan kelapa. Luas
areal masing-masing komoditas yaitu: karet 5.208,72 ha, kopi 675,49 ha,
kapok 523,51 ha, teh 2.451,01 ha, cengkeh 1.121,81 ha, kakao 1.242,07
ha dan kelapa 302,02 ha. Adapun produksi masing-masing yang
dihasilkan adalah sebagai berikut: karet 4.420,39 ton, kopi 172,8 ton,
kapok 197,38 ton, teh 4.395,03 ton, cengkeh 402,16 ton, kakao 1.232,87
ton dan kelapa 1.934.136 butir.
3. Produk Domestik Regional Bruto
Pembangunan perkebunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
petani dan kelompok tani melalui peningkatan pendapatan yang merupakan
salah satu indikator guna mendekati tingkat pertumbuhan ekonomi secara
kuantitaif sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Salah satu data
statistik yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB bidang perkebunan tahun 2005 hingga 2009 mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 14,15 % per tahun. PDRB tersebut dihitung
atas dasar harga berlaku dengan tahun dasar 2002. PDRB subsektor
perkebunan pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing
sebesar: Rp 4.083.974,98; Rp 4.784.835,18; Rp 5.462.345,84; Rp
6.171.802,78; Rp 6.924.665,83.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
V. HASIL PENELITIAN
A. Kondisi Umum Minyak Cengkeh di Provinsi Jawa Tengah
Fakta bahwa minyak cengkeh tidak dapat digantikan dengan produk sintetik,
menjadikan komoditas ini selalu memiliki peluang di pasar internasional. Jawa
Tengah merupakan salah satu sentra produksi dan pengekspor minyak cengkeh
terbesar kedua setelah Sulawesi selatan. Minyak cengkeh yang diekspor ke pasar
luar negeri tersebut masih berupa minyak kasar (crude essential oil) yang belum
diproses lebih lanjut. Minyak cengkeh yang diekspor dikemas dengan
menggunakan drum aluminium, plat timah putih, atau drum besi. Tiap-tiap drum
berisi 50 Kg netto minyak, dan disisakan rongga sekitar 5-10% dari volume
drum. Selain itu ada minyak yang dikemas dalam botol dengan volume yang
lebih sedikit, biasanya netto hanya 1-5 Kg.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data volume ekspor
minyak cengkeh yang berfluktuasi selama kurun waktu 1987-2003. Fluktuasi
volume ekspor tersebut memiliki kecenderungan menurun dengan rata-rata
penurunan sebesar 9.771,76 Kg atau sebesar 1,10% per tahun. Dalam rentang
waktu 17 tahun tersebut, volume ekspor rata-rata minyak cengkeh Jawa Tengah
mencapai 80,801.94 Kg per tahun dengan nilai ekspor rata-rata per tahunnya
sebesar US$ 387,437.62. Naik turunnya volume ekspor minyak cengkeh di Jawa
Tengah dipengaruhi berbagai hal. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang
diduga berpengaruh terhadap besarnya volume ekspor tersebut adalah produksi
minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah,
harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar AS, dan volume
ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya. Masing-masing variabel yang diduga
berpengaruh tersebut akan dibahas pada poin-poin di bawah.
B. Volume Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memproduksi
dan mengekspor minyak atsiri ke pasar dunia. Minyak atsiri yang diekspor ke
pasar luar negeri tersebut masih berupa minyak kasar (crude essential oil) yang
belum diproses lebih lanjut. Ekspor minyak dalam wujud kasar tersebut
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
diakibatkan adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam mengolah minyak
cengkeh menjadi produk-produk turunannya. Adanya keterbatasan tersebut
menyebabkan minimnya jumlah industri pengolahan yang ada di wilayah
domestik. Di lain pihak, tingginya permintaan pasar luar negeri serta banyaknya
jumlah industri yang memanfaatkan minyak cengkeh di luar negeri
menyebabkan minyak cengkeh yang diproduksi di Jawa Tengah sebagian besar
ditujukan untuk pasar luar negeri, dengan pasar utamanya adalah Amerika
Serikat. Volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berfluktuasi dari tahun
ke tahun, dengan laju pertumbuhan volume ekspor rata-rata sebesar -9.771,76
Kg atau -1,10% per tahun. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12. Perkembangan Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Tahun 1987-2003.
Tahun Volume Ekspor
(kg) Laju Pertumbuhan
Kg % 1987 171.280,00 0 0 1988 16.000,00 -155.280,00 -90,66 1989 65.500,00 49.500,00 201,31 1990 73.100,00 7.600,00 9,6 1991 80.700,00 7.600,00 9,4 1992 35.027,00 -45.673,00 -69,6 1993 75.000,00 39.973,00 100,12 1994 283.400,00 208.400,00 202,37 1995 222.033,33 -61.366,67 -38,65 1996 160.666,67 -61.366,67 -47,64 1997 99.300,00 -61.366,67 -58,2 1998 37.012,00 -62.288,00 -87,73 1999 2.818,00 -34.194,00 -97,39 2000 16.900,00 14.082,00 41,72 2001 18.104,00 1.204,00 5,12 2002 11.632,00 -6.472,00 -39,75 2003 5.160,00 -6.472,00 -58,64 Total 1.373.633,00 -166.120,00 -18,62
Rata-rata 80.801,94 -9.771,76 -1,10
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 12 menunjukkan bahwa laju perkembangan ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah berfluktuasi dengan kecenderungan menurun dari tahun ke
tahunnya. Fluktuasi volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berkaitan
dengan jumlah permintaan dari negara-negara pengimpor serta kualitas minyak
cengkeh yang dihasilkan. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1994 yaitu
mencapai 283.400 Kg, sedangkan volume ekspor terendah terjadi pada tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1999 yaitu hanya sebesar 2.818 Kg. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan luas
tanaman dan produksi di perkebunan Jawa Tengah untuk semua jenis tanaman
termasuk tanaman cengkeh. Hal tersebut menjadikan berlimpahnya bahan baku
yang diperlukan untuk memproduksi minyak cengkeh, sehingga dengan
meningkatnya produksi minyak cengkeh tersebut meningkatkan pula volume
ekspornya. Sedangkan pada tahun 1999, terjadi penurunan luas tanaman cengkeh
secara besar-besaran di perkebunan Jawa Tengah akibat adanya konversi
tanaman cengkeh dengan tanaman perkebunan lain yang lebih menguntungkan.
Hal tersebut menjadikan berkurangnya bahan baku yang dibutuhkan untuk
memproduksi minyak cengkeh, sehingga dengan demikian menjadikan volume
ekspornya merosot tajam.
C. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh di
Provinsi Jawa Tengah
Variabel-variabel yang mempengaruhi volume ekspor minyak cengkeh
adalah volume produksi minyak cengkeh (X1), harga domestik minyak cengkeh
(X2), harga ekspor minyak cengkeh (X3), nilai tukar Amerika Serikat terhadap
Rupiah (X4), dan volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya (X5).
Berikut adalah hasil penelitian dari variabel-variabel yang diteliti:
1. Produksi Minyak cengkeh di Jawa Tengah (X1)
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
mengusahakan minyak cengkeh untuk tujuan ekspor. Beberapa Kabupaten di
Jawa Tengah yang mengusahakan minyak cengkeh adalah Kabupaten
Banyumas, Batang, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Temanggung,
Brebes, Purworejo, dan Kebumen.
Minyak cengkeh Jawa Tengah sebagian besar diusahakan di
tingkat hulu dengan cara yang masih tradisional dan kualitas minyak
yang dihasilkan bervariasi oleh satu sentra dengan sentra produksi
lainnya, tergantung dari teknik penyulingan yang digunakan. Teknik
penyulingan yang digunakan pada umumnya masih sederhana, yaitu
teknologi penyulingan uap-air (water-steam distillation) dengan
menggunakan ketel penyuling dari bahan yang bukan stainless steel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Penggunaan teknologi dan ketel penyuling tersebut serta terbatasnya
penguasaan teknologi proses menyebabkan rendemen dan mutu minyak
cengkeh yang dihasilkan rendah, sehingga rata-rata produksi rendah dan
umumnya tidak dapat langsung diekspor. Perkembangan produksi minyak
cengkeh Jawa Tengah disajikan pada Tabel 13 berikut:
Tabel 13. Perkembangan Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003.
Tahun Volume Produksi
(kg) Laju Pertumbuhan
Kg % 1987 179.802,65 0 0 1988 16.558,00 -163.244,65 -90,79 1989 67.400,70 50.842,70 30,70 1990 73.995,34 6.594,64 9,78 1991 152.494,33 78.498,99 101,09 1992 36.365,24 -116.129,09 -79,15 1993 76.891,53 40.526,29 100,44 1994 284.595,30 207.703,77 230,13 1995 226.449,09 -58.146,21 -40,43 1996 175.899,57 -50.549,52 -46,32 1997 99.929,56 -75.970,01 -45,19 1998 78.100,87 -21.828,69 -27,84 1999 4.584,35 -73.516,52 -98,13 2000 21.408,66 16.824,31 36,99 2001 19.527,56 -1.881,10 -18,79 2002 12.106,58 -7.420,98 -38,67 2003 5.606,87 -6.499,71 -58,69 Total 1.531.716,20 -174.195,78 -34,87
Rata-rata 90.100,95 -10.246,81 -2,05
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 13 menunjukkan produksi minyak cengkeh Jawa Tengah yang
berfluktuasi dari tahun ke tahun. dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata
sebesar -10.246,81 Kg atau -2,05% per tahun. Laju pertumbuhan tertinggi
terjadi pada tahun 1994 yaitu meningkat sebesar 207.703,77 Kg (230,13%)
dari tahun sebelumnya. Sedangkan laju terendah terjadi pada tahun 1988
yaitu menurun sebesar 163.244,65 Kg (-90.79%) dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, persentase volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah terhadap volume produksinya dapat dilihat
pada Tabel 14 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 14. Persentase Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah Terhadap Volume Produksi Minyak Cengkeh Jawa Tengah.
Tahun Vol. Produksi
(Kg) Vol. Ekspor
(Kg)
Persen ekspor terhadap
produksi (%) 1987 179,802.65 171,280.00 95.26 1988 16,558.00 16,000.00 96.63 1989 67,400.70 65,500.00 97.18 1990 73,995.34 73,100.00 98.79 1991 152,494.33 80,700.00 52.92 1992 36,365.24 35,027.00 96.32 1993 76,891.53 75,000.00 97.54 1994 284,595.30 283,400.00 99.58 1995 226,449.09 222,033.33 98.05 1996 175,899.57 160,666.67 91.34 1997 99,929.56 99,300.00 99.37 1998 78,100.87 37,012.00 47.39 1999 4,584.35 2,818.00 61.47 2000 21,408.66 16,900.00 78.94 2001 19,527.56 18,104.00 92.71 2002 12,106.58 11,632.00 96.08 2003 5,606.87 5,160.00 92.03 Total 1,531,716.20 1,373,633.00 1,491.60
Rata-rata 90,100.95 80,801.94 87.74
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003.
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa persentase rata-rata
volume ekspor minyak cengkeh terhadap volume produksinya adalah sebesar
87,74%, sesuai dengan pernyataan Nazaruddin (1993), bahwa sebagian besar
minyak atsiri yang diproduksi di dalam negeri memang ditujukan untuk
pasar ekspor.
2. Harga Domestik Minyak cengkeh di Jawa Tengah (X2)
Perkembangan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah dalam
kurun waktu 1987-2003 berfluktuasi baik menurut harga berlaku maupun
harga konstan. Perkembangan harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah
disajikan pada Tabel 15 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 15. Perkembangan Harga Domestik Minyak cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003.
Tahun IHK
Harga Berlaku
Harga Konstan
Laju Perkembangan (%)
2002 = 100 (Rp/Kg) (Rp/Kg) Berlaku Konstan 1987 18,63 1.778,00 4.176,06 0 0 1988 20,15 1.196,00 5.935,48 -32,73 42,13 1989 21,52 1.614,00 7.500,00 34,95 26,36 1990 24,13 2.032,00 8.421,05 25,90 12,28 1991 26,31 2.450,00 9.312,05 20,57 10,58 1992 28,84 3.228,00 11.192,79 31,76 20,20 1993 32,17 3.621,00 11.255,83 12,17 0,56 1994 35,19 18.122,00 51.497,58 400,47 357,52 1995 37,65 32.623,00 86.648,07 80,02 68,26 1996 40,83 47.124,00 115.415,14 44,45 33,20 1997 42,62 61.625,00 144.591,74 30,77 25,28 1998 47,26 41.541,50 87.899,92 -32,59 -39,21 1999 80,47 21.458,00 26.665,84 -48,35 -69,66 2000 81,54 22.108,00 27.113,07 3,03 1,68 2001 88,52 23.438,00 26.477,63 6,02 -2,34 2002 100,00 40.500,00 40.500,00 72,80 52,96 2003 112,36 29.850,00 26.566,39 -26,30 -34,40 Total 838,19 354.308,50 691.168,64 622,94 505,38
Rata-rata 49,31 20.841,68 40.656,98 36,64 29,73
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Tabel 15 menyajikan dua macam harga domestik minyak cengkeh
Jawa Tengah serta perkembangannya selama kurun waktu 1987-2003.
Macam harga domestik yang disajikan berupa harga berlaku dan harga
konstan. Harga berlaku adalah harga pada saat komoditas diperdagangkan,
sedangkan harga konstan adalah harga berlaku yang telah dideflasikan atau
disesuaikan berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Harga domestik
minyak cengkeh yang dianalisis dalam penelitian ini adalah harga konstan
dengan pertimbangan untuk menghilangkan pengaruh inflasi selama rentang
waktu penelitian.
Tabel 15 juga menunjukkan perkembangan harga domestik yang
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata peningkatan per
tahunnya sebesar Rp 20.841,68 (36.64% per tahun) untuk harga berlaku, dan
Rp 40.656,98 (29,73% per tahun) untuk harga konstan. Pada harga berlaku,
harga domestik minyak cengkeh tertinggi terjadi pada tahun 1997 yaitu Rp
61.625,00 per Kg, sedangkan harga terendah terjadi di tahun 1988 yaitu Rp
1.196,00 per Kg. Pada harga konstan, harga domestik minyak cengkeh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tertinggi terjadi pada tahun 1997 yaitu Rp 144.591,74 per Kg, sedangkan
harga terendah terjadi di tahun 1987 yaitu Rp 4.176,06 per Kg.
3. Harga Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah (X3)
Harga ekspor merupakan harga komoditas saat diperdagangkan di
pasar internasional. Dengan memperhatikan perkembangan harga ekspor
suatu komoditas yang diekspor, dapat diketahui seberapa besar potensi
komoditas tersebut dalam memberikan sumbangan terhadap perolehan
devisa negara. Perkembangan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
selama kurun waktu 1987-2003 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.
Tabel 16. Perkembangan Harga Ekspor Minyak cengkeh Jawa Tengah, Tahun 1987-2003.
Tahun Volume Ekspor
Nilai FOB Harga Ekspor
(US$/Kg) Laju Perkembangan
(%) (Kg) (US$) Berlaku Konstan Berlaku Konstan
1987 171.280,00 309.245,00 1,81 9,69 0 0 1988 16.000,00 45.012,00 2,81 13,96 55,82 44,06 1989 65.500,00 155.177,00 2,37 11,01 -15,79 -21,15 1990 73.100,00 194.172,15 2,66 11,01 12,12 -0,01 1991 80.700,00 233.167,30 2,89 10,98 8,77 -0,24 1992 35.027,00 101.185,00 2,89 10,02 -0,02 -8,79 1993 75.000,00 810.000,00 10,80 33,57 273,86 235,16 1994 283.400,00 953.016,00 3,36 9,56 -68,86 -71,54 1995 222.033,33 773.918,00 3,49 9,26 3,65 -3,12 1996 160.666,67 594.820,00 3,70 9,07 6,21 -2,06 1997 99.300,00 415.722,00 4,19 9,82 13,08 8,33 1998 37.012,00 70.205,00 1,90 4,01 -54,69 -59,14 1999 2.818,00 9.822,00 3,49 4,33 83,75 7,92 2000 16.900,00 494.296,00 29,25 35,87 739,15 728,14 2001 18.104,00 940.111,00 51,93 58,66 77,54 63,54 2002 11.632,00 475.560,71 40,88 40,88 -21,27 -30,31 2003 5.160,00 11.010,42 2,13 1,90 -94,78 -95,35 Total 1.373.633,00 6.586.439,58 170,54 283,60 1.018,56 795,46
Rata-rata 80.801,94 387.437,62 10,03 16,68 59,92 46,79
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa harga ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah mengalami fluktuasi dengan harga rata-rata per tahun
sebesar US$ 10,03 untuk harga berlaku, dan US$ 16,68 untuk harga konstan.
Harga berlaku tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar US$ 51,93, dan
harga terendah terjadi pada tahun 1987 dengan harga sebesar US$ 1,81.
Sedangkan harga konstan tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu sebesar US$
58,66, dan harga terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar US$ 2,13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Pertumbuhan harga berlaku lebih cepat daripada harga konstan.
Kondisi tersebut terjadi karena harga berlaku merupakan harga yang masih
terpengaruh oleh inflasi maupun kondisi nilai tukar mata uang pada waktu
tertentu. Sedangkan harga konstan merupakan harga yang telah mengalami
penyesuaian dengan kondisi perekonomian pada tahun yang dianggap stabil
(terdeflasi), yaitu berdasaran Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun dasar
tertentu (tahun 2002). Adanya pendeflasian tersebut menyebabkan kenaikan
harga berlaku terlihat cepat dibandingkan dengan harga yang sebenarnya.
4. Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah (X4)
Nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap Rupiah adalah
harga satu satuan dolar AS diukur dengan mata uang rupiah. Dolar AS
merupakan mata uang asing yang berperan penting dalam kegiatan
perdagangan internasional. Perubahan kurs dolar AS terhadap rupiah dapat
menjadi pemicu naik turunnya ekspor produk pertanian, dalam hal ini
minyak cengkeh. Perkembangan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah dapat
dilihat pada Tabel 17 berikut:
Tabel 17. Perkembangan Nilai Tukar Dolar Amerika Serikat Terhadap Rupiah, Tahun 1987-2003.
Tahun Nilai Tukar Dolar AS Terhadap
Rupiah (Rp/US$) Laju Perkembangan
(%) Berlaku Konstan Berlaku Konstan
1987 1.650,00 8.856,68 0 0 1988 1.729,00 8.580,65 4,79 -3,12 1989 1.795,48 8.343,31 3,84 -2,77 1990 1.901,00 7.878,16 5,88 -5,58 1991 1.992,00 7.571,27 4,79 -3,90 1992 2.062,00 7.149,79 3,51 -5,57 1993 2.110,00 6.558,91 2,33 -8,26 1994 2.200,00 6.251,78 4,27 -4,68 1995 2.308,00 6.130,15 4,91 -1,95 1996 2.383,00 5.836,39 3,25 -4,79 1997 4.650,00 10.910,37 95,13 86,94 1998 8.025,00 16.980,53 72,58 55,64 1999 7.100,00 8.823,16 -11,53 -48,04 2000 9.595,00 11.767,23 35,14 33,37 2001 10.400,00 11.748,76 8,39 -0,16 2002 8.940,00 8.940,00 -14,04 -23,91 2003 8.465,00 7.533,82 -5,31 -15,73 Total 77.305,48 149.860,96 217,93 47,50
Rata-rata 4.547,38 8.815,35 12,82 2,79
Sumber : Bank Indonesia Kantor Semarang, 1987-2003.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 17 menunjukkan perkembangan nilai tukar Dolar Amerika
Serikat terhadap Rupiah yang berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat
dari tahun ke tahun. Pada nilai berlaku, kurs tertinggi terjadi pada tahun 2001
yaitu sebesar Rp 10.400,00, sedangkan yang terendah terjadi pada tahun
1987 yaitu sebesar Rp 1.650,00. Pada nilai konstan, kurs tertinggi terjadi
pada tahun 2000 yaitu sebesar Rp 11.767,23, sedangkan yang terendah
terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar Rp 5.836,39.
Harga berlaku mempunyai kecenderungan meningkat karena masih
dipengaruhi oleh inflasi. Peningkatan terbesar pada harga berlaku terjadi
pada tahun 1997 yaitu sebesar 95,13% dari nilai sebelumnya. Sedangkan laju
perubahan rata-ratanya sebesar 12,82% per tahun. Fluktuasi kurs yang terjadi
pada harga berlaku merupakan dampak dari adanya inflasi yang terjadi pada
tahun tersebut, perekonomian suatu negara, serta dipengaruhi oleh daya beli
masyarakat terhadap barang impor. Keadaan tersebut mempengaruhi tingkat
kurs Rupiah terutama terhadap Dolar Amerika Serikat.
Dari hasil penelitian terhadap variabel-variabel bebas dan tak bebas
yang telah disajikan pada bab ini, maka dapat disusun sebuah tabel baru yang
menyajikan variabel-variabel penelitian menjadi sebagai berikut:
Tabel 18. Rekapitulasi Variabel-Variabel Penelitian.
Tahun Volume ekspor (Kg)
Volume produksi
(Kg)
Harga domestik (Rp/Kg)
Harga ekspor
(US$/Kg) Kurs
Volume ekspor tahun sebelumnya
Y X1 X2 X3 X4 X5
1987 171.280,00 179.802,65 4.176,06 9,69 8.856,68 195.240,00 1988 16.000,00 16.558,00 5.935,48 13,96 8.580,65 171.280,00 1989 65.500,00 67.400,70 7.500,00 11,01 8.343,31 16.000,00 1990 73.100,00 73.995,34 8.421,05 11,01 7.878,16 65.500,00 1991 80.700,00 152.494,33 9.312,05 10,98 7.571,27 73.100,00 1992 35.027,00 36.365,24 11.192,79 10,02 7.149,79 80.700,00 1993 75.000,00 76891,53 11.255,83 33,57 6.558,91 35.027,00 1994 283.400,00 284.595,30 51.497,58 9,56 6.251,78 75.000,00 1995 222.033,33 226.449,09 86.648,07 9,26 6.130,15 283.400,00 1996 160.666,67 175.899,57 115.415,14 9,07 5.836,39 222.033,33 1997 99.300,00 99.929,56 144.591,74 9,82 10.910,37 160.666,67 1998 37.012,00 78.100,87 87.899,92 4,01 16.980,53 99.300,00 1999 2.818,00 4.584,35 26.665,84 4,33 8.823,16 37.012,00 2000 16.900,00 21.408,66 27.113,07 35,87 11.767,23 2.818,00 2001 18.104,00 19.527,56 26.477,63 58,66 11.748,76 16.900,00 2002 11.632,00 12.106,58 40.500,00 40,88 8.940,00 18.104,00 2003 5.160,00 5.606,87 26.566,39 6,46 7.533,82 11.632,00
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1987-2003.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
D. Hasil Analisis Data
Dengan menggunakan analisis regresi linier logaritma natural berganda
dengan bantuan program SPSS diperoleh persamaan sebagai berikut:
Ln Y = 3,356 + 0,985 ln X1 – 0,001 ln X2 + 0,171 ln X3 – 0,457 ln X4 +
0,035 ln X5
Bila dikembalikan kedalam bentuk aslinya, persamaan diatas dapat ditulis
kembali menjadi persamaan linier berbentuk kepangkatan sebagai berikut:
Y = 28,67 X10,985 X2
-0,001 X30,171 X4
-0.457, X50,035
1. Ketepatan Model
Ketepatan model ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2). Dari
hasil analisis, diperoleh nilai R2 sebesar 0,983 dan nilai adjusted R2 sebesar
0,975. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan persamaan regresi tersebut
tepat untuk digunakan (goodness of fit). Berdasarkan nilai R2 yang diperoleh,
dapat diartikan bahwa seluruh variabel bebas yang digunakan dalam
penelitian, yaitu produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (X1), harga domestik
minyak cengkeh Jawa Tengah (X2), harga ekspor minyak cengkeh Jawa
Tengah (X3), nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X4) dan
volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya (X5) secara
bersama-sama mampu menjelaskan variasi perubahan yang terjadi pada
variabel tidak bebasnya yaitu volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
sebesar 98,3%. Sedangkan sisanya 1,7% dijelaskan oleh variabel-variabel lain
diluar model yang digunakan dalam penelitian.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh secara keseluruhan dari
variabel bebas (X1-X5) terhadap variabel tak bebas (Y), dengan kriteria jika
nilai signifikansinya lebih kecil dari α 10%, maka variabel-variabel bebas
yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Hasil analisis penelitian ini dengan uji
F dapat dilihat pada Tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 19. Analisis Varian Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah
Model Jumlah Kuadrat
Derajat Kebebasan
Rata-rata Kuadrat
Fhitung FTabel Sig.
Regresi 27,574 5 5,515 125,667 3,62 0,000 Residu 0,483 11 0,044
Total 28,057 16
Sumber: Hasil analisis data sekunder
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa dari hasil uji F diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel
bebas yang digunakan dalam penelitian, yaitu produksi minyak cengkeh Jawa
Tengah, harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dan
volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya yaitu
volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah pada tingkat kepercayaan 90%.
3. Uji t
Uji t adalah uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel bebas terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Kriteria
yang digunakan adalah jika nilai signifikansi lebih kecil dari α 10%, maka
variabel bebas tersebut berpengaruh secara parsial terhadap variabel tidak
bebas. Hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 20. Analisis Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah
Variabel Koefisien Regresi t hitung Sig.
Produksi minyak cengkeh (X1) 0,985 18,762 0,000 Harga Domestik minyak cengkeh (X2) -0,001 -0,016 0,988 Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) 0,171 2,024 0,068 Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4) -0,457 -2,241 0,047 Volume ekspor tahun sebelumnya (X5) 0,035 0,586 0,570
Sumber : Hasil Analisis Data Sekunder Berdasarkan Tabel 20 diketahui variabel bebas yang mempunyai nilai
signifikansi kurang dari atau sama dengan nilai α 10% adalah variabel yang
secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tengah. Variabel yang secara individu berpengaruh terhadap volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah adalah variabel produksi minyak cengkeh Jawa
Tengah (X1), harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah (X3), dan nilai tukar
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X4). Sedangkan variabel-variabel
harga domestik minyak cengkeh Jawa Tengah (X2) dan volume ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya (X5) mempunyai nilai signifikansi
yang lebih besar dari nilai α 10%, sehingga dapat diartikan bahwa kedua
variabel tersebut secara individu tidak berpengaruh terhadap volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah.
4. Standar Koefisien Regresi
Variabel bebas yang paling berpengaruh diketahui dari perhitungan nilai
standar koefisien regresi atau beta coefficient. Perhitungan ini dilakukan untuk
variabel-variabel yang secara individual berpengaruh terhadap volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah. Hasil perhitungan sebagai berikut.
Tabel 21. Nilai Standar Koefisien Regresi Tiap Variabel Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah
Variabel Standar koefisien
Regresi Peringkat
Produksi minyak cengkeh (X1) 1,0172 2 Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) 0,3159 3 Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4) -2,1816 1
Sumber : Hasil analisis data sekunder
Tabel 21 diatas menunjukkan bahwa variabel yang memiliki nilai
standar koefisien regresi terbesar adalah variabel kurs Dolar AS terhadap
Rupiah dengan nilai standar koefisien regresi sebesar 2,1816 dengan arah
hubungan negatif. Hal ini berarti bahwa variabel kurs Dolar AS terhadap
Rupiah memberikan pengaruh yang terbesar dibandingkan dengan variabel
lain yang digunakan dalam model. Hubungan negatif menjelaskan bawa bila
terjadi kenaikan kurs Dolar AS terhadap Rupiah, maka volume ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah akan menurun, begitu juga sebaliknya.
5. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik
Model yang telah diperoleh harus diuji terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa model tersebut sudah memenuhi syarat sebagai model
yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimation) atau belum. Pengujian model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Correlations
1.000 .984 .111 -.116 -.372 .587
.984 1.000 .135 -.187 -.294 .599
.111 .135 1.000 -.101 .132 .144
-.116 -.187 -.101 1.000 .157 -.482
-.372 -.294 .132 .157 1.000 -.292
.587 .599 .144 -.482 -.292 1.000
. .000 .335 .328 .071 .007
.000 . .302 .237 .126 .006
.335 .302 . .349 .307 .290
.328 .237 .349 . .273 .025
.071 .126 .307 .273 . .128
.007 .006 .290 .025 .128 .
17 17 17 17 17 17
17 17 17 17 17 17
17 17 17 17 17 17
17 17 17 17 17 17
17 17 17 17 17 17
17 17 17 17 17 17
LnY
LnX1
LnX2
LnX3
LnX4
LnX5
LnY
LnX1
LnX2
LnX3
LnX4
LnX5
LnY
LnX1
LnX2
LnX3
LnX4
LnX5
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
LnY LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5
agar termasuk dalam BLUE dilakukan dengan uji multikolineritas,
autokorelasi dan heteroskedastisitas.
a. Multikolineritas
Multikolinieritas merupakan keadaan adanya korelasi antar variabel
bebas dalam model regresi. Sedangkan untuk model regresi yang baik
seharusnya tidak ada korelasi antar variabel bebas. Oleh karena itu, untuk
mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai matrik
Pearson Correlation (PC < 0,8).
Tabel 22. Matriks Korelasi Sumber: Hasil analisis data sekunder
Berdasarkan Tabel 22 di atas, hasil dari analisis diperoleh nilai
matrik Pearson Correlation antar variabel bebas yang terbesar adalah
0,599, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model yang digunakan
tidak terjadi multikolinieritas.
b. Autokorelasi
Autokorelasi merupakan suatu keadaan dimana dalam suatu
persamaan regresi terdapat hubungan atau korelasi antara kesalahan
penggangu. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat diketahui
dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Sedangkan kriteria pengujian
yang digunakan adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Model Summaryb
.991a .983 .975 .20948 2.265Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), LnX5, LnX2, LnX4, LnX3, LnX1a.
Dependent Variable: LnYb.
-2 -1 0 1
Regression Standardized Residual
-2
-1
0
1
2
Regr
essio
n Stan
dard
ized P
redict
ed Va
lue
Dependent Variable: LnY
Scatterplot
1. 1,65 < DW < 2,35 artinya tidak terjadi autokorelasi.
2. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 artinya tidak dapat
disimpulkan.
3. DW < 1,21 atau DW > 2,79 artinya terjadi autokorelasi.
Tabel 23. Nilai Durbin Watson
Sumber: Hasil analisis data sekunder
Berdasarkan Tabel 23, hasil analisis dapat diketahui nilai Durbin
Watson yaitu sebesar 2,265 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam
model yang digunakan tidak terjadi autokorelasi karena nilai tersebut
berada di wilayah kriteria 1,65 < DW < 2,35.
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan diagram pencar (scatterplot).
Gambar 7. Diagram Pencar (Scatter Plot)
Berdasarkan scatterplot dapat diketahui bahwa titik-titik yang ada
dalam diagram tidak membentuk suatu pola tertentu, menyebar secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
acak dan tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Dengan kondisi yang demikian, berarti dapat disimpulkan bahwa di dalam
model yang digunakan tidak terjadi heterokedastisitas.
6. Elastisitas Ekspor Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
Pengukuran elastisitas ekspor bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar perubahan yang terjadi pada volume ekspor minyak cengkeh Jawa
Tengah apabila terjadi perubahan pada variabel-variabel bebas yang
mempengaruhinya. Dengan menggunakan model regresi log-ganda, maka
koefisien kemiringan (slope coefficient) atau koefisien regresi (b1) dari masing
masing variabel bebas merupakan ukuran elastisitas variabel tidak bebas
(volume ekspor minyak cengkeh) terhadap variabel bebas yang
mempengaruhinya. Koefisien regresi yang selanjutnya disebut koefisien
elastisitas dihitung hanya pada variabel bebas yang secara individu
berpengaruh nyata terhadap variabel volume ekspor minyak cengkeh. Adapun
koefisien elastisitas variabel tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 24. Nilai Koefisien Elastisitas Variabel bebas yang Berpengaruh Terhadap Volume Ekspor Minyak Cengkeh Jawa Tengah.
Variabel Koefisien Elastisitas Keterangan Produksi minyak cengkeh (X1) 0,985 Inelastis Harga Ekspor minyak cengkeh (X3) 0,171 Inelastis Kurs Dolar AS terhadap Rupiah (X4) -0,457 Inelastis
Sumber: Hasil analisis data sekunder Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa nilai koefisien elastisitas
dari variabel bebas produksi dan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
memiliki nilai elastisitas yang kurang dari satu (Es < 1) dengan arah hubungan
positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa penawaran ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan yang terjadi pada produksi
dan harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Artinya, volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah akan mengalami perubahan ketika produksi dan
harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah berubah dengan presentase
perubahan jumlah volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah lebih kecil
daripada presentase perubahan kedua variabel bebas tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah memiliki nilai
elastisitas sebesar 0,985. Artinya apabila terjadi peningkatan produksi minyak
cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh
sebesar 0,985% dalam kondisi normal, begitu pula sebaliknya. Variabel harga
ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah memiliki nilai elastisitas sebesar 0,171.
Artinya apabila terjadi peningkatan harga ekspor minyak cengkeh sebesar 1%
maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,171%
dalam kondisi normal dan begitu pula sebaliknya.
Nilai koefisien elastisitas variabel bebas kurs dolar AS terhadap Rupiah
memiliki nilai elastisitas yang kurang dari satu (Es < 1) dengan arah hubungan
negatif. Besarnya koefisien elastisitas variabel adalah sebesar -0,457 artinya
apabila terjadi peningkatan kurs dolar AS terhadap Rupiah sebesar 1% maka
akan menaikkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,457% dalam
kondisi normal dan begitu pula sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
VI. PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa produksi minyak
cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, harga
domestik minyak cengkeh Jawa Tengah, nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah
dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun sebelumnya, secara
bersama-sama mampu menjelaskan perubaan yang terjadi pada volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah sebesar 98,3%. Variabel-variabel bebas tersebut
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah yang diketahui dari uji F, dimana nilai signifikansinya lebih kecil
dari α 10% (0,000 < 0,10).
Sedangkan melalui uji t, variabel yang secara individu berpengaruh terhadap
volume ekspor minyak cengkeh adalah variabel produksi minyak cengkeh Jawa
Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, dan Kurs Dolar AS tehadap
Rupiah. Lebih rincinya, variabel-variabel dalam penelitian dijelaskan sebagai
berikut:
1. Produksi Minyak Cengkeh di Jawa Tengah
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel produksi lebih
kecil dari α 10% (0,000 < 0,10). Hal ini berarti variabel produksi minyak
cengkeh Jawa Tengah berpengaruh secara individu terhadap volume ekspor
minyak cengkeh di Jawa Tengah pada tingkat kepercayaan 90%. Nilai
koefisien regresi dari variabel produksi yang juga merupakan koefisien
elastisitas menunjukkan nilai sebesar 0,985 dengan arah hubungan yang positif.
Artinya apabila terjadi peningkatan produksi minyak cengkeh sebesar 1%
maka akan meningkatkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,985%.
Dengan kata lain volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat
inelastis terhadap perubahan jumlah produksi minyak cengkeh Jawa Tengah.
Usaha minyak cengkeh bersifat musiman karena sangat tergantung pada
ketersediaan bahan baku. Pada musim kemarau ketersediaan bahan baku
melimpah dan sebaliknya pada musim penghujan terjadi kekurangan suplai
bahan baku. Bahan baku utama yang digunakan pada minyak daun cengkeh
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
adalah daun cengkeh kering. Bahan baku ini berasal dari dedaunan yang sudah
gugur, atau daun yang diperoleh setelah pemangkasan tajuk kemudian
dikeringkan. Apabila dedaunan tersebut diperoleh dari hasil pemangkasan,
maka pemangkasan dihentikan ketika tanaman cengkeh masuk pada masa
pembungaan. Pada umumnya, proses produksi minyak cengkeh dapat
dilakukan 5-6 bulan dalam satu tahun.
Daerah penyebaran usaha kecil yang bergerak pada industri minyak
cengkeh mengikuti sebaran daerah produksi masing-masing tanaman
penghasilnya. Secara umum, rantai aliran komoditas dan pelaku yang terlibat
dalam agroindustri minyak cengkeh tersebut relatif panjang. Pasar domestik
bahan dan produk minyak cengkeh bersifat oligopsoni, yaitu kondisi dimana
dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas komoditas di pasaran. Kondisi yang demikian
menyebabkan posisi tawar penyuling relatif lemah dibandingkan pedagang
pengumpul yang sebagian besar sekaligus sebagai agen dari eksportir. Menurut
Polontalo (2009), rantai pemasaran komoditas minyak cengkeh dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 8. Bagan Alur Pemasaran Minyak cengkeh
Minyak cengkeh yang diproduksi di Jawa Tengah sebagian besar
dihasilkan oleh usaha kecil dengan teknologi proses dan peralatan penyulingan
yang masih sederhana, sehingga menghasilkan produk dengan rendemen dan
kualitas yang rendah. Rendemen dan kualitas minyak yang rendah
menyebabkan minyak cengkeh yang telah diproduksi tidak dapat langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
diekspor. Agar dapat diekspor, minyak cengkeh harus melewati tahap
pemurnian untuk dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan pada
masing-masing jenis minyak cengkeh. Pelaku pemurnian biasanya adalah
pedagang pengumpul atau eksportir, dan tak jarang mereka mencampurkan
bahan-bahan lain sehingga menurunkan mutu dan hasil minyak yang jauh di
bawah standar mutu. Penurunan mutu ini menyebabkan minyak cengkeh asal
Jawa Tengah tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain dan berakibat
pada turunnya volume ekspor Jawa Tengah di pasaran dunia.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata sebesar 87,74% produksi minyak
cengkeh Jawa Tengah ditujukan untuk pasar luar negeri. Dengan kenyataan
tersebut, volume ekspor sangat bergantung kepada volume produksinya.
Berkurang atau terhentinya volume produksi akan mempengaruhi volume
ekspor yang ditawarkan ke pasar internasional. Sehingga dengan demikian
menjadikan variabel produksi minyak cengkeh Jawa Tengah berpengaruh nyata
terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah.
2. Harga Domestik Minyak cengkeh di Jawa Tengah
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel harga domestik
adalah sebesar 0,988 lebih besar dari nilai α 10% (0,988 > 0,10). Artinya,
secara statistik harga domestik tidak berpengaruh secara individual terhadap
volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Harga minyak cengkeh di
tingkat domestik selalu lebih rendah dari harga ekspornya. Rata-rata harga
domestik berlaku minyak cengkeh hanya sebesar Rp 20.841,68 / Kg.
Sedangkan rata-rata harga ekspor berlaku minyak cengkeh mencapai US$
10,03 / Kg atau setara dengan Rp 81.351,10 / Kg. Rendahnya harga minyak
cengkeh di wilayah domestik menyebabkan para pelaku perdagangan lebih
memilih untuk mengekspor ke pasar internasional.
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar produksi minyak cengkeh
Jawa Tengah ditujukan untuk pasar luar negeri karena keterbatasan teknologi
pengolahan minyak cengkeh menjadi produk-produk turunannya. Naik
turunnya harga minyak cengkeh di wilayah domestik tidak mempengaruhi
volume yang diekspor, karena sebagian besar produksi tetap akan diekspor ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
luar negeri untuk diproses lebih lanjut. Kondisi yang demikian menyebabkan
harga domestik minyak secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah.
3. Harga Ekspor Minyak cengkeh di Jawa Tengah
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel harga ekspor
lebih kecil dari α 10% (0,068 < 0,10). Artinya, secara statistik harga ekspor
minyak cengkeh berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor
minyak cengkeh Jawa Tengah di tingkat signifikansi 90%. Nilai koefisien
regresi dari variabel harga ekspor menunjukkan nilai sebesar 0,171 dengan
arah hubungan yang positif. Artinya apabila terjadi peningkatan produksi
minyak cengkeh sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor minyak
cengkeh sebesar 0,171%. Dengan kata lain volume ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
selalu lebih besar daripada harga domestiknya. Rata-rata harga ekspor berlaku
minyak cengkeh adalah Rp 81.351,10 / Kg. Sedangkan rata-rata harga
domestik berlaku minyak cengkeh hanya sebesar Rp 20.841,68 / Kg. Kondisi
tersebut menyebabkan para pelaku perdagangan lebih memilih untuk
mengekspor minyak cengkeh ke pasar luar negeri, karena dengan demikian
mereka akan memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada yang mereka
jual di wilayah domestik. Hal itu sesuai dengan pernyataan Darmansyah (1986)
yang menyatakan bahwa harga internasional merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penampilan ekspor, semakin tinggi selisih antar harga di pasar
internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang
akan diekspor menjadi bertambah banyak.
Meskipun harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah lebih tinggi dari
harga domestiknya, namun dipasar dunia harga ekspor minyak cengkeh di
pasar dunia relatif kecil. Nilai jual dari minyak cengkeh sangat ditentukan oleh
kualitas minyak dan kadar komponen utamanya. Minyak cengkeh di Indonesia
termasuk di Jawa Tengah sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
awam, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan. Kualitas atau mutu minyak cengkeh ditentukan oleh
karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan
asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut dengan
sendirinya akan merusak mutu minyak cengkeh yang bersangkutan. Bila tidak
memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih
murah. Sehingga dengan demikian menjadikan variabel harga ekspor sebagai
variabel yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor minyak cengkeh di
Jawa Tengah.
4. Kurs Dolar AS Terhadap Rupiah
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel kurs Dolar AS
terhadap Rupiah lebih kecil dari α 10% (0,047 < 0,10). Artinya, secara statistik
kurs Dolar AS terhadap Rupiah berpengaruh secara individual terhadap volume
ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah di tingkat kepercayaan 90%. Nilai
koefisien regresi dari variabel kurs Dolar AS terhadap Rupiah menunjukkan
nilai sebesar 0,457 dengan arah hubungan yang negatif. Artinya apabila terjadi
peningkatan kurs Dolar AS terhadap Rupiah sebesar 1% maka akan
menurunkan volume ekspor minyak cengkeh sebesar 0,457%. Dengan kata
lain, volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap
perubahan kurs Dolar AS terhadap Rupiah minyak cengkeh Jawa Tengah.
Kondisi melemahnya kurs rupiah terhadap dolar justru sangat
menguntungkan bagi eksportir minyak cengkeh, namun tidak demikian dengan
para penyuling dan petani atsiri. Dengan melemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing, para eksportir dapat menjual minyak cengkeh
dengan harga tinggi. Sedangkan para penyuling dan petani atsiri tidak dapat
menikmati keuntungan yang diperoleh dari melemahnya kurs rupiah terhadap
dolar secara proporsional akibat keterbatasan pasar dan akses informasi.
5. Volume Ekspor Minyak cengkeh Tahun sebelumnya di Jawa Tengah
Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel volume ekspor
minyak cengkeh tahun sebelumnya lebioh besar dari α 10% (0,570 > 0,10).
Artinya, secara statistik volume ekspor minyak cengkeh tahun sebelumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tidak berpengaruh secara individual terhadap volume ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah. Hal tersebut dapat terjadi karena eksportir tidak
mempertimbangkan volume ekspor pada tahun sebelumnya sebagai parameter
keberhasilan ekspor tahun berikutnya. Para eksportir lebih berfokus pada
kepastian negara tujuan yang berperan sebagai pelanggan dan permintaan
negara-negara importir minyak cengkeh lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga domestik minyak cengkeh
Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah, kurs dolar AS
terhadap rupiah dan volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah tahun
sebelumnya, secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume
ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah. Secara individu, faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah adalah
produksi minyak cengkeh Jawa Tengah (X1), harga ekspor minyak
cengkeh Jawa Tengah (X3) dan kurs dolar AS terhadap rupiah (X4).
2. Berdasarkan nilai standar koefisien regresi, kurs dolar AS terhadap rupiah
memberikan pengaruh paling besar terhadap volume ekspor minyak
cengkeh di Jawa Tengah yaitu sebesar -2,1816.
3. Volume ekspor minyak cengkeh di Jawa Tengah bersifat inelastis terhadap
produksi minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh
Jawa Tengah dan kurs dolar AS terhadap rupiah. Artinya apabila produksi
minyak cengkeh Jawa Tengah, harga ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah
dan kurs dolar AS terhadap rupiah mengalami peningkatan, maka volume
ekspor minyak cengkeh Jawa Tengah di Jawa Tengah juga akan
meningkat. Nilai koefisien elastisitas masing-masing faktor adalah sebesar
0,985; 0,171; dan 0,457.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Kurs Dolar AS terhadap Rupiah dalam penelitian ini merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor minyak cengkeh di Jawa
Tengah. Faktor tersebut menjadi paling berpengaruh karena apabila kurs
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Rupiah melemah, maka para eksportir akan sangat diuntungkan karena
dapat menjual minyak cengkeh dengan harga tinggi. Sedangkan para
penyuling dan petani atsiri tidak dapat menikmati keuntungan yang
diperoleh dari melemahnya kurs rupiah terhadap dolar secara proporsional.
Oleh karena itu sebaiknya dalam pengembangan industri minyak cengkeh,
Pemerintah perlu secara khusus mencakup jaminan harga yang memadai,
misalnya dengan regulasi pembatasan pelaku ekspor atau harga minimum
ekspor. Dengan demikian diharapakan kesejahteraan petani atsiri dan
penyuling juga dapat meningkat.
2. Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi pengekspor minyak cengkeh yang
penting di Indonesia, perlu mengupayakan pengembangan produksi,
kualitas dan nilai tambah minyak cengkeh serta produk turunannya.
Apabila kualitas minyak cengkeh telah meningkat, daya saingnya akan
menguat di pasar internasional sehingga harga ekspornya juga dapat
menjadi lebih tinggi. Dengan demikian diharapkan dari ekspor minyak
cengkeh ini dapat memberikan devisa yang semakin besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Amir M.S, 1991. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
________, 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. Penerbit PPM. Jakarta.
Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
______________________. 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Basri, F. 1995. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI: Distorsi, Peluang dan Kendala. Erlangga. Jakarta.
Dajan, A. 1976. Pengantar Metode Statistik Jilid 1. LP3ES. Jakarta.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian. 1975. Minyak Atsiri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fayemeta IPB. Bogor.
Desmizar dan K. Iskandar. 2004. Matematika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Fauzi. 2007. Analisis Volume Ekspor Komoditi Kakao Indonesia. Tesis. Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Gujarati, D.N. 2002. Ekonometrika Dasar. Judul asli: Basic Econometrics. Penerjemah: S.Zain. Erlangga. Jakarta.
Hakim, Abdul, 2002, Ekonomi Pembangunan, Edisi Pertama, Ekonisia, Jogjakarta.
Halwani, H. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Hernani dan Marwati, Tri. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. (Disampaikan pada Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006, Solo pada tanggal 18-20 September 2006.
Kelana, Said. 1996. Teori Ekonomi Mikro. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.
Kotler, Philip.1996. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Judul Asli: Marketing Management: Analysis Planning, Implementing and Control. Penerjemah: Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli. Prenhallindo, Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Krugman, Paul L dan Obstfeld, Maurice. 1997. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Edisi Kedua. Judul asli: International Economics: Theory and Policy. Penerjemah: Haris Munandar dan Faisal H. Basri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lains, A. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Jilid 1. LP3ES. Jakarta.
Lipsey, R.G. Peter O. Steiner. Dan Douglas D. Purvis. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Alih bahasa oleh Wasana dan Kirbrandoko. Erlangga. Jakarta.
Mankiw, Gregory. 2000. Pengantar Ekonomi jilid 1. Judul Asli: Principles of Economics. Penerjemah: Haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mc Eachern, W.A. 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer. Judul asli: Economic: A contemporary Introduction. Penerjemah: S. Triandaru. Salemba empat. Jakarta.
NAFED, 1993. Buyer’s Guide of Indonesia Essential Oils. Department of Coners, RI.
Nazaruddin. 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sianipar, Mindo . 2008. Reorientasi Kebijakan Dalam Pengembangan Industri Minyak Atsiri. Makalah disampaikan dalam Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2008; Surabaya, 2-4 Desember 2008.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian ; Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Steel, Robert G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistik Edisi kedua. Judul asli: Principles and Procedures of Statistics (2nd edition). Penerjemah: Bambang S. Gramedia. Jakarta.
Sulaiman, W. 2002. Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Sumodiningrat, G. 1993. Ekonometrika Pengantar. BPFE UGM. Yogyakarta.
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti & Interpretasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian-penelitian Ilmiah Dasar: Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung.
Widodo, S. T. 2001. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Ekonomi Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.
Yuhono, JT. dan Suhirman, Sintha. Status Pengusahaan Minyak Atsiri Dan Faktor-Faktor Teknologi Pasca Panen Yang Menyebabkan Rendahnya Rendemen Minyak. Bul. Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 79 – 90. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Sumber Dari Internet
Anonim. 2008. Perdagangan Internasional. http:// www.Organisasi.org. Diakses pada tanggal 21 Februari 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
______. 2008. Pengantar Ekspor Impor. http://www.scribd.com/doc/3115978/modul-exim-new1. Diakses pada tanggal 21 Februari 2011.
Dewan Atsiri Indonesia, 2006.Anggaran Dasar DAI. http://www.atsiri-indonesia.com. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.
Polontalo, Sahroel. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. http://www.minyakatsiriindonesia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.
produksi
Sofyan Assoury. 2008. Manajemen Produksi Dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi, Pengendalian Produksi. Yogyakarta: BPFE.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user