Analisis efektivitas proses dan hasil penerapan Gugus ... · analisis efektivitas proses dan hasil...
Transcript of Analisis efektivitas proses dan hasil penerapan Gugus ... · analisis efektivitas proses dan hasil...
ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN
GUGUS KENDALI MUTU (GKM)
DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI
Oleh
MUNAWAR HOLIL
H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
MUNAWAR HOLIL. H24060428. Analisis Efektivitas Proses dan Hasil
Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Di
bawah bimbingan PRAMONO D. FEWIDARTO
PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah perusahaan yang memproduksi
minuman ringan dan biskuit yang merupakan member dari Garuda Food Group.
PT. Triteguh Manunggal Sejati dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi
dan mutu pelayanannya. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan salah satu
implementasi Total Quality Management (TQM). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, mengetahui
efektivitas proses dan hasil pelaksanaan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati,
dan Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas
kinerja GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Penelitian dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati di Gunung Putri,
Bogor. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di
Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data
perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survei, dengan analisa
statistik yaitu uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, analisis faktor, dan
statistik deskriptif dengan bantuan SPSS Versi 17.0.
Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di TRMS terdiri dari
empat tahap yaitu : (1) sosialisasi, (2) pembuatan struktur, (3) pelaksanaan, dan
(4) pembudayaan. Aktivitas konvensi diadakan setiap enam bulan sekali. terdapat
tiga macam konvensi yaitu konvensi lokal, Tudung Innosummit, dan Temu Karya
Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN). Indikator-indikator penentu
keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari delapan faktor yaitu : komitmen
manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,
partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas.
Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen puncak,
kepemimpinan dan fasilitas dengan nilai rotation matrix masing-masing sebesar
0,891, 0,792, dan 0,670.Perbandingan antara sebelum dan sesudah GKM
berdasarkan persepsi responden dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa
terjadi perubahan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan GKM berkaitan
dengan efisiensi, kinerja mutu produk, produktivitas tenaga kerja dan penurunan
produk / material reject. Ini berarti kegiatan GKM di perusahaan dinyatakan
efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan
ANALISIS EFEKTIVITAS PROSES DAN HASIL PENERAPAN
GUGUS KENDALI MUTU (GKM) DI PT. TRITEGUH
MANUNGGAL SEJATI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MUNAWAR HOLIL
H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali
Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati
Nama : Munawar Holil
NIM : H24060428
Menyetujui
Pembimbing,
(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS)
NIP 1958 0202 1984 03 1003
Mengetahui
Ketua Departemen :
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc)
NIP 1961 0123 1986 01 1002
Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 16 Juni 1988. Penulis adalah
putra ke 4 dari 6 bersaudara dari ayah Muhammad Rosyidin dan ibu Een.
Sebelum menjadi mahasiswa, penulis menghabiskan pendidikan di SDN 4
Nagarajati pada tahun 1994, dilanjutkan ke MTSN Nagarapageuh pada tahun
2000, dan dilanjutkan ke MAN 2 Bogor pada tahun 2003.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Departemen Manajemen sebagai angkatan ke empat puluh tiga.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi. Kegiatan organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain menjadi
ketua ROHIS Departemen Manajemen, menjadi ketua departemen PSDM Forum
Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB, menjadi staff
Administrasi dan Keuangan DPM FEM IPB, dan menjadi staff Eksternal SES-C
IPB.
Prestasi yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain menjadi
juara I MTQ Mahasiswa IPB tahun 2007 dan 2009, finalis MTQ mahasiswa
tingkat Nasional di Universitas Sriwijaya dan Universitas Malikussaleh tahun
2007 dan 2009, Juara 3 Agribusiness Debate in English Competition tahun 2009,
Finalis Case Competition tingkat nasional di Universitas Parahyangan tahun 2009,
mendapatkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian
Masyarakat (PKMM) dari DIKTI tahu 2010, dan lolos program GO Entrepreneur
Perum Pegadaian tahun 2010.
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT.
Tuhan seru sekalian alam. Atas berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Proses dan Hasil
Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Penulisan skripsi ini berguna bagi PT. Triteguh Manunggal Sejati untuk
mengetahui efektivitas penerapan GKM di perusahaan. Penentuan indikator
penentu keberhasilan gugus dan analisis perbandingan persepsi aktivis GKM
sebelum dan sesudah GKM memberikan gambaran komprehensif bagi perusahaan
dalam evaluasi efektivitas penerapan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
sarandan kritik yang membangun tentunya sangat dinantikan oleh penulis.
Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, April 2011
Penulis
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Efektivitas Proses dan
Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati”,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah mendukung penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia
memberikan arahan, bimbingan, saran yang sangat bermanfaat, dan dukungan
serta motivasi yang kuat kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini dengan
baik.
2. Prof. Dr. Ir. W.H Limbong, MS dan Dr. Ir. Muhamad Syamsun, MSc selaku
dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini
dapat lebih baik.
2. Ibunda tercinta yang telah memberikan spirit dan do’a serta kakak-kakak dan
adik tersayang (teh Engkoy, A Aef, A Enjen, Ela, Dede, mang Amat, mih
Nunung, Fadli, Lia) yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Syifa Ummissa’adah, SPd yang telah memberikan motivasi dan semangat
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Bapak Agus Sumitro sebagai pembimbing dalam penelitian di lapangan atas
bimbingan danarahan yang telah diberikan, Mbak Lina, Mbak Nesya dan mas
Agus Dwi yang senantiasa memberikan masukan kepada penulis selama
penelitian, Bapak Sulthoni Taufiq selaku Kadept. HRS dan Bapak Prayitno
selaku People Development atas kemudahan dan izin penelitiannya, Bapak
Ahmad Rifa’i yang telah dengan setia mengantar penulis memasuki area
produksi, dan seluruh staf bagian Produksi atas bantuan dan kesediaan
waktunya dalam memberikan informasi kepada penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB.
6. Rekan-rekan seperjuangan di PPSDMS angkatan 4 yang telah memberikan
semangat juang dan semangat kebersamaan bersama penulis baik dalam suka
maupun duka.
v
vi
7. Teman-teman Manajemen 43 yang selalu ceria dan selalu bersemangat dalam
menjalani perkuliahan.
8. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah
SWT. membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1. Definisi Kualitas ................................................................................... 6
2.2. Dimensi Kualitas .................................................................................. 8
2.3. Total Quality Management (TQM) ...................................................... 9
2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) ................... 10
2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan TQM ............................................ 12
2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) .................................... 12
2.4.1. Definisi GKM ............................................................................ 12
2.4.2. Struktur GKM ............................................................................ 14
2.4.3. Mekanisme Kerja GKM ............................................................. 15
2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus ............................................................ 17
2.5. Analisis Faktor ...................................................................................... 17
2.5.1. Model Analisis Faktor ................................................................ 18
2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO) ....................................................... 19
2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel) ................................ 20
2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 20
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 24
3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 24
3.2. Tahapan penelitian ................................................................................ 26
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 28
3.4. Jumlah dan Sumber Data ...................................................................... 28
3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel .................................... 28
3.6. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 28
3.7. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 29
vii
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
4.1. Profil Perusahaan .................................................................................. 31
4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan .................................... 31
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ........................................................... 32
4.1.3. Struktur Organisasi .................................................................... 33
4.1.4. Proses Produksi di Divisi Minuman Ringan .............................. 35
4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. TMS .................................. 37
4.2.1. Sejarah Pembentukan GKM di PT. TMS ................................... 37
4.2.2. GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.................................... 38
4.2.3. Proses Pembentukan dan Pelaksanaan GKM di PT. TMS ......... 39
4.2.4. Aktivitas Konvensi ..................................................................... 44
4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM ....................................................... 46
4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .......................... 46
4.3.2. Karakteristik Responden ............................................................ 47
4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden .................... 48
4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM ......................... 50
4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM Terhadap Kinerja Karyawan......... 55
4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. TMS ................................... 57
4.3.7. Implikasi Manajerial .................................................................. 66
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 68
1. Kesimpulan ................................................................................................. 68
2. Saran ........................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN .................................................................................................... 72
viii
ix
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati ....................................... 39
2 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lama masa kerja ........................... 48
3 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM ......................... 49
4 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. 50
5 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM.............................. 50
6 Nilai ekstraksi dari setiap variabel ............................................................. 51
7 Nilai faktor loading dari setiap faktor ........................................................ 53
8 Distribusi setiap variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor ....... 54
9 Dampak pelaksanaan GKM terhadap kinerja karyawan ............................ 56
10 Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir (sebelum GKM) ..................... 58
11 Data pemakaian lakban sesudah dilakukan perbaikan (setelah GKM) ...... 59
12 Data rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap pergantian seal.......... 60
13 Kondisi QCDSME sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM .................... 62
14 Data dus rusak di Bulan Mei 2008 ............................................................. 63
ix
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Kerangka pemikiran konseptual ................................................................. 25
2 Diagram alur penelitian .............................................................................. 27
3 Alur proses poduksi minuman ringan ....................................................... 37
4 Waktu down time penggantian seal pada mesin filling 3 ........................... 61
5 Pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM .................................... 64
6 Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM................... 65
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Kuesioner Penelitian .................................................................................. 72
2 Pedoman pertanyaan wawancara dengan fasilitator .................................. 78
3 Struktur organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati ................................... 79
4 Jumlah tenaga kerja di setiap departemen .................................................. 84
5 Bentuk pembudayaan di PT. TMS dengan menampilkan
GKM berprestasi ........................................................................................ 85
6 Pocket guidance bagi aktivis GKM di PT. TMS ....................................... 86
7 Taman SGA sebagai tempat aktivis gugus melakukan pertemuan
Dan perkembangan GKM di PT. TMS ...................................................... 87
8 Salah satu komiten manajemen terhadap pelaksanaan GKM
di perusahaan .............................................................................................. 88
9 Daftar GKM berprestasi pada konvensi lokal dan nasional ....................... 89
10 Pengolahan dan analisis data ...................................................................... 90
11 Hasil uji validitas indikator penentu keberhasilan GKM ........................... 91
12 Hasil uji reliabilitas indikator penentu keberhasilan GKM ........................ 93
13 Identitas Responden berdasarkan
indikator penilaian keberhasilan GKM ..................................................... 96
14 Nilai total variance explained pada analisis faktor .................................... 95
15 Diagram Ishikawa (fishbone diagram)
penyebab waste lakban tinggi .................................................................... 99
xi
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis yang terjadi
saat ini memberi dampak serius terhadap persaingan dalam industri
manufaktur. Kondisi ini membuat persaingan untuk menguasai pasar semakin
ketat, sehingga perusahaan-perusahaan dalam industri ini perlu melakukan
berbagai upaya untuk bisa bersaing dan bertahan dalam arus kompetisi yang
ketat di pasar. Salah satu strategi untuk menghadapi persaingan tersebut
adalah dengan menghasilkan produk-produk berkualitas supaya bisa diterima
oleh konsumen.
Kualitas adalah hal yang sangat penting bagi konsumen dalam
menentukan barang dan jasa mana yang menjadi pilihan untuk memenuhi
kebutuhannya. Kualitas suatu produk dikatakan baik apabila produknya
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Bilaluaran (output) dari proses
produksi sesuai dengan spesifikasi, maka proses tersebut dikatakan memiliki
kemampuan(capable). Menciptakan produk berkualitas berarti menciptakan
suatu proses kerja dalam perusahaan yang menjamin dihasilkannya suatu
produk yang sesuai dengan standar kualitas tertentu. Upaya peningkatan
kualitas antara lain adalah dengan memperbaiki rancangan, standardan
prosedur kerja sedemikian rupa, sehingga jumlah produk cacat dapat ditekan
sekecil mungkin.
PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) adalah salah satu perusahaan
yang bergerak di bidang produksi minuman ringan dan biskuit. Dalam upaya
peningkatan kualitas produk dan kualitas sumber daya manusia di
perusahaan, PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok-kelompok
mutu (quality circle). PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok
kelompok mutu menjadi dua bagian, yaitu Cross Functional Team (CFT) dan
Small Group Activities (SGA). Cross Functional Team (CFT) yaitu
penyelesaian berdasarkan perbaikan dalam inovasi dan kinerja silang dalam
tim yang menghasilkan kunci penyelesaian bisnis yang efektif. Sedangkan
2
Small Group Activities (SGA) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah
sekelompok kecil karyawan dari unit kerja yang sama dan bekerja sama
melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang pekerjaan masing-
masing.
Tujuan diberlakukannya Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh
Manunggal Sejati adalah untuk melatih berfikir secara sistematis,
menanamkan mentalitas dasar utama yaitu speak by data, kemampuan
menyusun prioritas, PDCA (plan, do, check and action), memberi
kesempatan pada setiap karyawan untuk bekerja sama, menumbuhkan
partisipasi dari setiap karyawan, serta meningkatkan kualitas produk. Di
dalam GKM, karyawan dituntut untuk melakukan peningkatan dan perbaikan
kerja dengan berpedoman pada delapan langkah pemecahan masalah.
Kedelapan langkah kerja tersebut adalah mengidentifikasi masalah dan
penetapan target, mencari akar masalah, pengujian hipotesa, rencana
perbaikan, pelaksanaan dan pengendalian perbaikan, evaluasi pelaporan
tindakan perbaikan, standarisasi dan penyusunan rencana selanjutnya.
Pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal
Sejati adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas produk. Gugus
Kendali Mutu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Gugus
Kendali Mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang
bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan
pada partisipasi dan kreatifitas karyawan. Dengan dibentuknya Gugus
Kendali Mutu akan memberikan kesempatan kepada semua komponen dalam
perusahaan untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kualitas.
Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal
Sejati dimulai pada tahun 2007. Pada tahun 2010, jumlah kelompok GKM di
perusahaan ini sudah mencapai 45 kelompok yang tersebar di semua
departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Kelompok GKM yang paling
banyak terdapat di Departemen Produksi Minuman Ringan (beverages)
sebanyak 14 kelompok. Awal mula pembentukan GKM di PT. Triteguh
3
Manunggal Sejati memang hanya di Departemen Produksi Minuman Ringan,
sehingga pada perkembangannya, GKM di departemen ini memiliki
kelompok GKM lebih banyak dan lebih aktif dalam mengikuti konvensi
GKM.
Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati
diharapkan dapat mendorong karyawan untuk menggunakan kemampuan
kreatif dalam menyelesaikan masalah pekerjaannya. Dengan adanya
kesempatan untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan tersebut, maka
dapat mendorong karyawan untuk menaruh perhatian dan memiliki rasa
bangga terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, pelaksanaan GKM yang
optimal diharapkan mampu mewujudkan harapan perusahaan untuk mampu
memecahkan masalah mutu dan melakukan tindakan perbaikan sehingga
target mutu dapat dicapai.
Pada era tahun 90-an, pemerintah (Departemen Perindustrian)
mendorong dunia usaha untuk meningkatkan mutu dan produktivitasnya
dengan pembentukan GKM di perusahaan masing-masing. Khusus kepada
BUMN diwajibkan untuk membentuk GKM, menyelenggarakan konvensi di
tingkat perusahaan, wilayah maupun nasional. Pembentukan GKM di
perusahaan dengan demikian tidak didasarkan pada kesadaran dan komitmen
untuk peningkatan mutu dan produktivitas. Partisipasi anggota hanya karena
tekanan manajemen, meniru-niru, konvensi oriented (ber GKM hanya untuk
berlomba) atau alasan lain. Untuk itu, perlu dikaji efektivitas implementasi
GKM berdasarkan indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dan
efektivitas hasil dari kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu aspek untuk mencapai keunggulan mutu yangberkelanjutan
adalah dengan menerapkan konsep Gugus Kendali Mutu (GKM). Gugus
Kendali Mutu (GKM) adalah salah satu alat untuk mencapai keunggulan
mutu yang berkelanjutan, karena mendorong karyawan untuk mencari dan
memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Hal ini menjadi cara yang
sangat efektif meningkatkan partisipasi karyawan dalam peningkatan
kualitas produk.
4
Implementasi GKM dalam perusahaan tidak selalu berjalan dengan
baik, karena adanya kendala baik secara internal maupun eksternal sehingga
pelaksanaannya tidak optimal. PT. Triteguh Manunggal Sejati sudah
menerapkan GKM di perusahaan selama tiga tahun. Sampai pertengahan
tahun 2010 perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap efektivitas GKM
di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Berdasarkan permasalahan tersebut,
makayang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
efektivitas implementasi GKM dengan menggunakan indikator-indikator
penentu keberhasilan gugus dan efektivitas hasil (kinerja) GKM yang terkait
dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT.
Triteguh Manunggal Sejati?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) yang ada di PT.
Triteguh Manunggal Sejati.
2. Menganalisis efektivitas proses GKM menggunakan indikator penentu
keberhasilan gugus, dan efektivitashasil GKM menggunakan indikator
efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT. Triteguh
Manunggal Sejati.
3. Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas
GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1) Bagi perusahaan, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dan kebijakan pengembangan Gugus Kendali Mutu yang ada.
Dengan mengetahui efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja
perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi terhadap konsep
GKM.
2) Bagi masyarakat umum, sebagai media informasi ilmiah serta bahan
penelitian selanjutnya.
5
1.5. Ruang Lingkup
Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu
di PT. Triteguh Manunggal Sejatiyang menjadi topik dalam penelitian.
Penelitian hanya dilakukan di Departemen ProduksiMinuman Ringan (G1)
saja, yang terdiri dari 14 GKM yang dilakukan pada bulan Juli – September
2010. Efektivitas dalam penelitian ini adalah efektivitas proses Gugus
Kendali Mutu dan Efektivitas hasil GKM. Efektivitas proses gugus dapat
diketahui dengan mengetahui implementasi gugus kendali mutu di
perusahaan dan mengetahui indikator-indikator penentu keberhasilan GKM
berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan yaitu komitmen
manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,
partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM dan
fasilitas. Efektivitas hasil GKM dihitung dengan menggunakan perbandingan
penilaian responden pada kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM yang
berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk, dan
penurunan produk atau material reject.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kualitas
Kata kualitas memiliki definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang
konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi yang konvensional dari
kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk,
seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam
penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi
strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu
memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (Garpersz, 2003). Menurut Juran
dalam Nasution (2004), kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for
use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Penggunaan kecocokan
ini didasarkan atas lima karakteristik utama berikut :
a. Teknologi,yaitu kekuatan atau daya tahan.
b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status.
c. Waktu, yaitu kehandalan.
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.
Feigenbaum (1996), mendefinisikan kualitassebagai keseluruhan gabungan
karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi
ekspektasi pelanggan. Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas
menurut Feigenbaum adalah 9M berikut:
1. Market (Pasar)
2. Money (Uang)
3. Management (Manajemen)
4. Men (Manusia)
5. Motivation (Motivasi)
6. Materials (Bahan)
7. Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi)
8. Modern Information Method (Metode Informasi Modern)
9. Mounting Product Requirment (Persyaratan Proses Produksi)
7
Scherkenbach dalam Ariani (2002), menyatakan bahwa kualitas ditentukan
oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai
dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang
menunjukkan nilai produk tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan
organisasi atau perusahaan adalah mengetahui dan menyetujui apa yang
diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan). Langkah kedua adalah suatu
organisasi harus memproduksi tepat dengan apa yang diinginkan pelanggan,
dengan biaya yang serendah mungkin.
Ibrahim (2000), mengemukakan bahwa kualitas berdasarkan sifat produk
dapat ditinjau dari dua perspektif yang berbeda, yaitu dari perspektif konsumen
dan produsen. Pada umumnya konsumen mendefinisikan kualitas produk atau jasa
menurut penilaian pribadi yang bersifat subjektif dan abstrak. Akibatnya penilaian
antara satu konsumen dengan konsumen lainnya akan berbeda. Sebaliknya dari
perspektif produsen, pengertian kualitas dilihat dari klasifikasi produk secara fisik
maupun kimiawi yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar kualitas produk
tertentu.
Goetsch dan Davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia atau tenaga
kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
konsumen. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus
benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk
yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004).
Nasution (2004) menjelaskan konsep kualitas dari dua sudut, yaitu dari
sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut
manajemen operasional, kualitas produk merupakan suatu kebijakan penting
dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada
konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat
dari sudut manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur
utama dalam bauran pemasaran (marketing mix) yakni produk, harga, promosi,
dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pangsa
pasar perusahaan.
8
Kualitas merupakan indikator efisiensi dari sistem ekonomi yang produktif,
dimana pada sistem yang efisien memungkinkan diproduksi barang dan jasa yang
dapat diterima dengan harga yang ekonomis. Output yang dihasilkan harus
memenuhi spesifikasi mutu, sementara biaya diperoleh melalui optimisasi alokasi
sumber daya. Disisi lain, kualitasjuga menghasilkan efisiensi proses dan mampu
mengindikasi performa yang baik.
2.2. Dimensi Kualitas
Sifat khas kualitas suatu produk yang handal bersifat multidimensi, karena
harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui
berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang
mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harus ada ukuran yang
bersifat kualitatif, sehingga terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk
walaupun satu sama lain bervariasi tingkat spesifikasinya.
Garvin dalam Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa dimensi kualitas
untuk industri manufaktur terdiri dari :
a. Performance, yaitu aspek fungsional dari produk dan merupakan
karakterisktik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli
suatu produk.
b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang
merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik
bagi perusahaan.
c. Reliability, yaitu kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam
periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau
sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang
telah ditetapkan sebelumnya.
e. Durability, berkaitan dengan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik
ini berkaitan dengan daya tahan dari produk tersebut.
f. Servicebility, yaitu kemudahan produk jika akan diperbaiki atau kemudahan
memperoleh komponen tersebut.
9
g. Aesthetics, merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat
subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi atau pilihan individual.
h. Perceived quality, bersifat subjektif yang berkaitan dengan perasaan dalam
mengkonsumsi produk.
Dimensi kualitas pada industri jasa (Garvin dalam Ariani,2002) terdiri dari :
a. Communication, yaitu komunikasi antara penerima jasa dengan pemberi jasa.
b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa.
c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.
d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pemberi jasa terhadap keluhan
dan harapan pemakai jasa.
e. Tangibles, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan standar
yang dapat diukur.
f. Reliability, yaitu konsistensi pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam
memenuhi janji para penerima jasa.
g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan
harapan penerima jasa.
h. Competence, yaitu kemampuan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang
dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa.
i. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan
atau penerima jasa.
j. Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam hubungan
personil.
Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui
sejauh mana kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka
terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, maka ini
menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh
pelanggannya (Yamit, 2004).
2.3. Total Quality Management
Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa pada dasarnya Total Quality
Management (TQM) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus
menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau
10
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan Nasution (2004)
berpendapat bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-
menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya.
Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang
sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali
di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di
beberapa perusahaan di Jepang. Dua orang pakar yang merupakan ahli TQM, baik
di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Demming dan Joseph
M. Juran (Prawirosentono, 2004).
The Demming Wheel mencakup beberapa tahapan dalam mencapai
kemajuan, yaitu Plan, Do, Check, Action (PDCA). Juran mempunyai gagasan
bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas
mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu : (1) perencanaan mutu (quality
planning), (2) monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality), (3)
memperbaiki mutu (quality improvement). Philip Crosby berasumsi bahwa ada
pertukaran (trade off) antara mutu barang yang berkualitas dengan biaya lebih
rendah (Nasution, 2004).
2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM)
Prawirosentono (2004) mengungkapkan tentang delapan prinsip utama dari
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau TQM, yakni sebagai berikut :
1. Tanggung jawab utama manajemen puncak
2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis
konsumen.
3. Desain proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai
kesesuaian mutu produk (conformance quality product).
4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang lebih
baik.
5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal
pembuatan komponen.
11
6. Temukan masalah secara tepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify
problem quickly and corrected immediately).
7. Organisasi harus berusaha keras melaksanakan perbaikan mutu produk secara
terus-menerus.
8. Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan
TQM.
Hensler and Brunell dalam Nasution (2004) mengemukakan bahwa ada
empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas
tidak hanya kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan pula oleh
pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan eksternal.
Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dilayani dalam segala aspek,
termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu,
segala aktifitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para
pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan.
Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan yang
diperoleh pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas khusus.
Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan
baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim
pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya adalah bahwa
setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan.
Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas,
yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan
pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber
12
daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen
dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu
yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik
dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian
yang wajar dari sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat
memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di
sini adalah siklus plan-do-check-act-analyze (PDCAA), yang terdiri dari
langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil
yang diperoleh.
2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan Total Quality Management (TQM)
Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak
sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menyebabkan
penghalang bagi perusahaan dalam menerapkan TQM adalah sebagai berikut : (1)
kesenjangan komitmen manajemen puncak, (2) salah memfokuskan perhatian, (3)
tidak tersedianya karyawan yang memadai dan mendukung, (4) hanya
mengandalkan pelatihan semata, (5) harapan memperoleh sesaat, bukan hasil
jangka panjang, (6) memaksa mengadopsi suatu metode padahal tidak cocok
(Prawirosentono, 2004).
2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)
2.4.1. Definisi GKM
Ishikawa (1992) mendefinisikan GKM sebagai suatu kelompok kecil yang
melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara suka rela dalam tempat kerja
yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan kendali mutu secara terus-menerus
sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan perbaikan dalam tempat kerja,
dengan memanfaatkan teknik-teknik pengendalian yang melibatkan partisipasi
seluruh anggota.
Menurut Japanese Union of Scientist Engineers (1991), GKM adalah suatu
kelompok kecil yang secara sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di
dalam tempat kerja mereka sendiri. Tiap anggota kelompok kecil ini berpartisipasi
13
sepenuhnya secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu
menyeluruh perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama,
pengendalian dan perbaikan di tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik
pengendalian mutu.
Chandra et al. (1991) mendefinisikan GKM sebagai sekelompok orang dari
wilayah kerja yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi
permasalahan dalam wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya.
Gugus tersebut mengajukan solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah
disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan lanjut dari pelaksanaan solusi juga
merupakan tanggung jawab dari gugus.
Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan
pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan
mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan
persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretifitas di antara
karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang
membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bersifat
proaktif, tidak menunggu bergerak jika persoalan timbul dan tidak menghentikan
kegiatannya jika suatu persoalan telah ditemukan dan dipacahkan. Artinya adalah
GKM harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi.
Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau
produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan
bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat
dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan
pekerjaan. Walaupun demikian, GKM merupakan pendekatan yang membina
manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia (Crocker et al., 2004).
Jepang dan Amerika Serikat merupakan negara yang menerapkan GKM dan
mencapai hasil yang sangat baik. Di Jepang, keberhasilan ini bermula pada suatu
kejadian di tahun 1950, yaitu ketika Japanese Union of Scientist and Engineers
(JUSE) mengundang Demming, seorang pakar manajemen mutu dari Amerika
Serikat, untuk berbicara di depan para ahli industri yang saat itu tengah mencari
jalan keluar dalam menghadapi krisis ekonomi dan sosial Jepang akibat perang.
14
2.4.2. Struktur GKM
Crocker at al. (2004) mengemukakan bahwa struktur Gugus Kendali Mutu
terdiri dari beberapa bagian diantaranya :
1. Panitia Pengarah
Anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkat.
Paling sedikit dari manajemen senior, manajemen menengah, satu dari sarikat
buruh, staf pengawas tingkat pertama, inti operasi, staf pendukung dan personalia
struktur teknis. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari tetapi
menentukan pedoman umum. Tanggung jawab panitia pengarah meliputi :
a. Membuat kebijaksanaan umum mengenai struktur dan proses gugus.
b. Menentukan saluran pelaporan. Mencakup pedoman-pedoman pembuatan
risalah rapat, publisitas dan kesempatan untuk melaporkan penemuan dan
rekomendasi bagi bidang fungsional dan meminta perhatian manajemen senior.
c. Menentukan jumlah gugus yang sesuai untuk persoalan. Jika hanya satu gugus
yang bekerja, sejumlah besar tekanan untuk mencapai keberhasilan ditujukan
pada anggota gugus tersebut.
d. Menentukan metode pemilihan dan keanggotaan akhir gugus kendali.
e. Menentukan apakah gugus akan mengadakan pertemuan dalam jam kerja atau
di luar jam kerja.
f. Menentukan bagaimana saran pekerja dapat diminta dan dilaksanakan.
g. Membuat pedoman sistem balas jasa yang sesuai dengan perbaikan yang
diperoleh dari usaha Gugus Kendali Mutu.
2. Fasilitator
Jika terdapat lebih dari satu Gugus Kendali Mutu, diperlukan seseorang
untuk mengkoordinir dan memperlancar kegiatan gugus dan menjalankan peranan
dalam gugus. Tugas dan peranan dari fasilitator adalah menghadiri sebagian
pertemuan yang diadakan oleh setiap gugus yang ada, secara aktif
mempromosikan Gugus Kendali Mutu, mengatur kunjungan ke pabrik lain dan
pembicara tamu untuk berbicara di depan GKM di pangkalan dasarnya,
mengkoordinasi kegiatan semua gugus, membantu gugus membuat laporan dan
presentasi, dan memberikan dukungan serta bantuan jika diperlukan.
15
3. Pemimpin Gugus
Sama seperti koordinator merupakan orang kunci dalam gerakan gugus
kendali mutu dalam perusahaan, para pemimpin gugus merupakan orang penting
dalam setiap gugus. Para pemimpin biasanya merupakan para pengawas lini
pertama. Dalam peranan tersebut, mereka telah mempelajari bagaimana menjadi
atasan dan bagaimana menghasilkan barang.
Para pemimpin gugus mempunyai tanggung jawab pada anggota kelompok
untuk menjaga supaya lingkungan menunjang kelancaran pekerjaan. Yang
menjadi kunci dalam hal ini adalah kadar saling percaya dan sistem, metode dan
filsafat kerja, termasuk yang menyangkut rantai komando, kebutuhan informasi
dan jalur pada informasi tersebut, kesediaan untuk menerima gagasan,
kesempatan untuk promosi, keluwesan, perencanaan, pengambilan keputusan dan
pengawasan.
4. Anggota Gugus
Anggota Gugus Kendali Mutu terdiri dari sukarelawan. Keanggotaan
berkisar dari tiga sampai dua puluh orang. Biasanya tujuh sampai sepuluh
merupakan jumlah yang ideal. Jika keanggotaan terlalu kecil, tidak banyak
gagasan yang dikemukakan, dan jika anggota terlalu besar sebagian orang merasa
tidak diperhatikan sehingga tidak memberikan sumbangan dengan sebaik-baiknya.
Salah seorang anggota gugus biasanya menjadi pemimpin. Pemimpin dapat
ditunjuk siapa saja. Biasanya yang menjadi pemimpin adalah pengawas lini
pertama yang telah memperoleh latihan dalam teknik memimpin pertemuan,
memberikan semangat pada orang lain untuk berpartisipasi, menguasai teknik
sumbang saran dan orang yang tidak gila kekuasaan.
2.4.3. Mekanisme Kerja GKM
GKM menangani berbagai macam masalah dan melalui beberapa tahapan.
Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahap yang berkelanjutan, yakni
pengumpulan masalah, analisis masalah, pemecahan masalah, presentasi
manajemen, implementasi, peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al.,
1991).
16
1. Pengumpulan Masalah
Tugas pertama dari anggota gugus pada pertemuan pertama adalah
mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada
setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun, misalnya manfaat
potensial dan tingkat kepentingan. Pengumpulan masalah adalah aktivitas
yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam menemukan masalah, adala
beberapa metode yang dilakukan menurut Crockeret al. (2004) diantaranya
sumbang saran, pendekatan Gordon, teknik kotak hitam, sistem sintetik,
metode buku catatan kolektif, pertemuan Philip 66.
2. Pemilihan Masalah
Anggota gugus memilih salah satu dari sekumpulan masalah sesuai dengan
prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada gugus, namun
prioritas diputuskan oleh gugus. Dalam memilih masalah biasanya digunakan
pendekatan trisula (Crockeret al., 2004). Pendekatan ini meliputi : (1)
singkirkan semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit, (2)
singkirkan masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah
ditentukan oleh gugus, (3) menggunakan teknik Delphi yang telah direvisi
untuk menentukan persoalan yang paling unik.
3. Analisis Masalah
Setiap masalah memiliki dampak. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi
penyebab mendasar sebelum memikirkan langkah perbaikan. Selama tahap ini
gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab akibat. Ada dua
metode utama untuk membuat analisis sebab akibat : diagram sebab-akibat
(diagram Ishikawa atau Fishbone), dan analisis proses atau diagram arus.
4. Pemecahan Masalah
Kondisi lingkungan yang sesuai dan proses berfikir grup dikombinasikan
dengan keahlian di tempat kerja menghasilkan pemecahan masalah yang
cocok. Seringkali alternatif pemecahan masalah sangat beragam sehingga
harus dipilih solusi optimum. Secara umum, pemecah masalah yang paling
baik adalah orang yang terlibat dalam tempat kerja itu sendiri, dan solusi yang
diberikan adalah yang paling layak.
17
5. Presentasi Manajemen
Pemecahan masalah dipresentasikan di depan pihak manajemen perusahaan.
Anggota gugus memberikan presentasi sekitar 20 menit, menyoroti
pengamatan utama yang telah dilakukan dan manfaat dari rekomendasi yang
diberikan. Presentasi ini merupakan puncak dari usaha gugus yang
menggambarkan kebanggan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang
dihadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain
membantu anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen,
presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota gugus potensial.
6. Implementasi, Peninjauan Ulang, dan Tindak Lanjut
Anggota gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah yang telah dibuat
setelah mendapatkan persetujuan dari manajemen perusahaan. Mereka juga
meninjau ulang hasil yang diperoleh dari proyek ini dan mengambil tindak
lanjut jika diperlukan, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab gugus yang
berkelanjutan.
2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus
Penilaian gugus memerlukan tiga jenis pengukuran (indikator), yaitu : (1)
ukuran produktivitas objektif, (2) ukuran sikap subjektif mengenai pengaruh
gugus terhadap organisasi, dan (3) analisi proses intern yang berlangsung dalam
gugus (Crocker et al., 2004). Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap,
kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan
kecelakaan, perawatan dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi
kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan-bawahan, bolos kerja,
keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan gugus, kepuasan pribadi,
jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses gugus meliputi struktur,
pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan. Pengukuran jenis
kedua yaitu sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari
pertanyaan mengenai gugus dan latihan, proses gugus, efektivitas gugus, sikap
atau perasaan terhadap gugus dan organisasi dan pertanyaan mengenai identitas
responden.
18
2.5. Analisis Faktor
Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang
kesalingtergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan
dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa
variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel
yang diteliti (Suliyanto, 2005). Menurut Maholtra dalam Suliyanto (2005),
analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat yang tujuan
umumnya untuk menemukan satu atau beberapa variabel atau konsep yang
diyakini sebagai sumber yang melandasi seperangkat variabel nyata.
Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan
untuk 1.) Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor
yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan
korelasi diantara variabel indikator. 2.) Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi,
solusi faktor yang paling masuk akal. 3.) Estimasi bentuk dan struktur loading,
communality dan varian unik dari indikator. 4.) Intrepretasi dari faktor umum. 5.)
Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor (Sharma, 1994).
2.5.1. Model Analisis Faktor
Suliyanto (2005), mengelompokkan model analisis faktor menjadi dua,
yaitu sebagai berikut :
1. Principal Components Analysis
Principal Components Analysis merupakan model dalam analisis faktor
yang bertujuan untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan
dihasilkan. Model Principal Components Analysis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Fm = ℓm1 + ℓm1X1 + ......ℓmpXp
Syarat, m ≤ p
Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah :
F = ℓX, dimana :
F = faktor principal components (unobservable)
X= variabel yang diteliti (observable)
ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)
19
Model Principal Components Analysis secara sederhana dapat dinyatakan
bahwa semakin besar bobot suatu variabel terhadap faktor, semakin erat pula
hubungan variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk, demikian pula
sebaliknya. Kontribusi suatu variabel akan lebih besar terhadap faktor yang
terbentuk dibandingkan dengan kontribusi variabel tersebut terhadap faktor lain.
2. Common Factors
Common factors merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan
untuk mengetahui struktur dari variabel yang diteliti. Model common factors
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Xp = ℓp1F1 + ℓp2F2 + ......ℓpmFm + εm
Syarat, m ≤ p
Jika ditulis dalam bentuk matriks maka :
X = ℓF + ε, dimana :
F = common factors (unobservable)
X= variabel yang ditelitu (observable)
ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)
ε = specific factor
Model common factors memberikan gambaran bahwa variabel Xp
memberikan kontribusi terhadap faktor F1 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp1 dan
terhadap faktor F2 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp2 dan juga terhadap faktor
lain yang tidak diteliti.
2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO)
Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah
terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai
berikut :
Hipotesis
Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan
H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan
20
Statistik uji :
KMO =
p
1i
p
1i
p
1j
2
ij
p
1j
2
ij
p
1i
p
1j
2
ij
ar
r
....................................................(1)
i = 1, 2, 3, ..., p dan j = 1, 2, ..., p
rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j
aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j
Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat
disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan.
2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel)
Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar
variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat
saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas.
Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan
hipotesis sebagai berikut:
H0 : ρ = I
H1 : ρ ≠ I
Statistik Uji :
p
i
ikk rp
r11
1 , k = 1, 2,...,p
Dengan :
kr = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R
(matrik korelasi)
r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal
Daerah penolakan :
Tolak H0 jika
ki
ikrpp
r)1(
2
2
22
)1)(2(
)1(1)1(ˆ
rpp
rp
;2/)2()1(2
1
22
2)(ˆ)(
)1(
)1(
pp
p
k
k
ki
ik rrrrr
nT (3)
...........................................................................................
.
(2)
..........................
..........................
..........................
.........
(2)
21
Variabel-variabel yang saling berkorelasi berarti terdapat hubungan antar
variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama
metode analisis komponen utama dan analisis faktor.
2.6. Penelitian Terdahulu
Pratiwi (2006) mengkaji efektivitas peran Gugus Kendali Mutu (GKM)
dalam peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina unit pengolahan IV
Cilacap dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui
implementasi GKM di PT. Pertamina UP IV, mengidentifikasi indikator kinerja
perusahaan yang terkait dengan mutu serta mengukur korelasi efektivitas GKM
dengan kinerja PT. Pertamina UP IV yang meliputi kinerja mutu dan
produktivitas.
Implementasi GKM di Pertamina terdiri dari empat tahap yaitu : (1)
persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3)
pelaksanaan, (4) pembudayaan. Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam Key
Performance Indicator (KPI) general manager yang terdiri dari 10 kriteria
berdasarkan empat aspek balance scorecard. Indikator mutu yang berkontribusi
terhadap kinerja perusahaan, yaitu kepemimpinan, fokus pelanggan dan pasar,
fokus pada SDM, manajemen proses, dan hasil-hasil usaha. Hasil analisis regresi
berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja
perusahaan di PT. Pertamina UP IV Cilacap, karena koefisien determinasi
maksimal dari berbagai model yang telah dicoba sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen
terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai
macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang
nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kusumawati (1997) mengkaji implementasi GKM pada perusahaan
agroindustri teh di PT. Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor dengan
pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tahap-tahap
pembentukan dan pengimplementasian GKM, permasalahan yang dihadapi,
kinerja, dan manfaat GKM di perkebunan Gunung Mas. Permasalahan yang ada
berturut-turut adalah masalah pengembangan GKM dengan subkriteria masalah
berupa dukungan, penghargaan, dan GKM khusus, masalah pembentukan GKM
dengan subkriteria masalah faktor alam, pokok-pokok kegiatan GKM, metode dan
22
teknik, serta penilaian. Masalah penerapan dengan subkriteria masalah konsep
dasar GKM, kesiapan manajemen, motivasi kerja, dan mekanisme pembentukan.
Kinerja GKM terbaik terdapat di bagian teeknik, kemudian pengolahan, tanaman,
dan administrasi. Secara keseluruhan unsur GKM yang mempunyai kinerja
terbaik berturut-turut adalah unsur pengendalian, perbaikan, standar, teknik,
partisipasi, dan pengembangan.
Suryawati (2001) mengkaji efektivitas GKM terhadap mutu dan
produktivitas karyawan dalam mengimplementasi ISO 9000 pada PT. ISM
Bogasari Flour Mile dengan pendekatan studi kasus. Penelitian bertujuan untuk
mengkaji kegiatan dan efektivitas penerapan TQM melalui GKM terhadap mutu
dan produktivitas karyawan di PT. ISM Bogasari Flour Mile. Metode penelitian
yang dilakukan adalah metode survai dengan mengambil contoh dari populasi
dengan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data primer. Uji korelasi rank
spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor- faktor pendukung
keberhasilan GKM dengan efektivitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor pendukung keberhasilan
GKM yaitu komitmen manajemen puncak, motivasi, pendidikan dan pelatihan,
ISO 9000, fasilitas, partisipasi, kepemimpinan, komunikasi, kekompakan, tujuan
GKM, teknik kendali mutu berhubungan nyata dengan efektivitasnya baik
efisiensi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Efektivitas GKM berpengaruh
terhadap peningkatan mutu dan produktivitas karyawan yang ditunjukkan dengan
adanya penurunan produk cacat selama proses produksi.
Dewi (1993) mengkaji efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan
XII. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor penyusun efektivitas GKM
dan mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor penentu efektivitas GKM pada
masing-masing lokasi penelitian, serta memberikan saran bagi pengembangan
GKM bagi PT. Perkebunan XII. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan
kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden yaitu anggota GKM di
tiga lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survai, dengan
analisis statistik uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, korelasi rank spearman
dan regresi linier berganda.
23
Hasil uji kesahihan menurut pretest adalah adanya perbaikan kuisioner
dengan nilai reliabilitas 0,889. Hasil korelasi rank spearman menunjukkan bahwa
dari sembilan variabel yang ditetapkan, tujuh variabel berpengaruh nyata terhadap
aktivitas GKM, yaitu kepemimpinan fasilitator, kepemimpinan ketua GKM,
partisipasi, struktur tugas, fasilitas, dan dukungan manajemen. Sedangkan
keanggotaan dan kekompakkan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas
GKM. Selanjutnya dari regresi linier berganda didapatkan empat faktor yang
dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator,
tujuan GKM, partisipasi, dan dukungan manajemen. Tingkat efektivitas ketiga
lokasi penelitian hampir sama, hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa
kepemimpinan fasilitator, pemahaman terhadap tujuan GKM dan partisipasi.
24
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Persaingan usaha dalam industri manufaktur semakin ketat. Hal
inimembuat perusahaan-perusahaan melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan
dalam persaingan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan
membentuk gugus kendali mutu dalam perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat efektivitas implementasi gugus kendali mutu yang dilakukan oleh
perusahaan, dalam hal ini mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh
manunggal sejati dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
gugus.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus meliputi intensitas pertemuan
gugus, pelaksanaan perbaikan dalam bidang kerja masing-masing, coaching and
conseling, pembuatan risalah dan konvensi yang dilakukan oleh gugus. Untuk
melihat efektivitas GKM perlu diketahui indikator yang paling berpengaruh
terhadap efektivitas GKM dari faktor-faktor yang telah ditentukan. Indikator-
indikator yang mempengaruhi efektivitas GKM diantaranya adalah komitmen
manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,
partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas.
Penilaian efektivitas hasil kerja gugus dilakukan dilakukan dengan
mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap kondisi sebelum
dan sesudah mengikuti GKM serta hasil akhir dari kegiatan gugus berdasarkan
data - data yang berhubungan dengan efisiensi, produk atau material cacat, dan
produktivitas. Tentunya gugus yang efektif adalah yang bisa melakukan
perubahan kearah yang positif berkaitan dengan kemampuan meminimalkan
biaya produksi, meningkatkan produktivitas karyawan, menurunkan produk cacat,
sehingga meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan efisiensi yang pada
akhirnya terjadi peningkatan daya saing bagi perusahaan.
25
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Peningkatan Efektivitas Hasil GKM
Persaingan Industri Manufaktur
PT. Triteguh Manunggal Sejati
Peningkatan
Efisiensi
Peningkatan
kualitas
Penurunan
Jumlah Cacat
Penurunan
biaya
Peningkatan
daya saing
perusahaan
Gugus Kendali
Mutu
Indikator Proses :
Pertemuan gugus
Pelatihan GKM
Pemecahan
masalah
Coaching and
Conseling
Konvensi Gugus
Indikator Penentu Keberhasilan:
Komitmen Manajemen
Puncak
Tujuan GKM
Pendidikan dan pelatihan
Komunikasi
Partisipasi
Seven Tools
Kepemimpinan
Fasilitas
Output Proses
Produksi
26
3.2. Tahapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan menetapkan tujuan penelitian untuk mengetahui
efektivitas penerapan gugus kendali mutu di perusahaan. Kemudian melakukan
studi pustaka sebagai landasan berfikir ilmiah berupa kegiatan mencari literatur-
literatur atau hasil penelitian terdahulu dalam memecahkan masalah yang diteliti.
Setelah itu mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi gugus.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus diantaranya adalah mengadakan
pertemuan gugus, pendidikan dan pelatihan bagi anggota gugus, pemecahan
masalah gugus, coaching and conseling dan aktivitas konvensi. Hal ini untuk
mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu yang dilakukan oleh
perusahaan.
Penyebaran kuesioner dilakukan kepada anggota gugus untuk mengetahui
indikator penentu keberhasilan kinerja gugus. Indikator-indikator penentu
keberhasilan yang diuji dalam kuesioner tersebut diantaranya adalah komitmen
manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi,
partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas
(Imae, 1997). Selain itu diperlukan data-data hasil GKM sebelumnya untuk
membandingkan persepsi responden dengan hasil dari kegiatan GKM sebenarnya.
Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dan
menggunakan perhitungan analisis faktor untuk mengetahui variabel yang paling
berpengaruh terhadap efektivitas gugus.
Perhitungan yang berkaitan dengan penilaian responden sebelum dan
sesudah mengikuti GKM dilakukan dengan statistika deskriptif. Perhitungan
analisis deskriptif dengan menggunakan modus dengan melihat angka yang paling
banyak muncul pada setiap variabel sebelum dan sesudah GKM. Dengan
demikian, dapat diketahui perubahan yang terjadi dari hasil perbandingan
tersebut. Hasil dari pembahasan mengenai analisis perbandingan tersebut akan
direkomendasikan kepada perusahaan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis
perusahaan dan menjadi masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan GKM di
PT. TMS. Tahapan penelitian digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut :
27
Gambar 2. Diagram Alir Tahap Penelitian
Model
analisis
statistik lain
Penentuan Tujuan Penelitian
Studi pustaka
Penentuan Teknik Pengumpulan data
Perancangan kuesioner
Pengujian data dan
penyebaran kuesioner
Ok?
??K
Pengolahan dan analisis data
pembahasan
Cukup?
Tabulasi data
Perhitungan
analisis faktor
Valid?
Valid?
Perhitungan
statistika
deskriptif
Pengumpulan data
profil perusahaan,
wawancara fasilitator
dan supervisor
produksi, data hasil
kegiatan GKM
Ya
Ya
Ya
Penarikan
Kesimpulan
Saran
Mulai
Selesai
Tidak
Tidak
k
28
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Juli
hingga September 2010. Lokasi penelitian bertempat di salah satu cabang PT.
Garuda Food Putra Putri Jaya yaitu PT. Triteguh Manunggal Sejati yang berlokasi
di Gunung Putri, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja,
mengingat PT. TMS telah menerapkan Gugus Kendali Mutu sebagai salah satu
upaya peningkatan kualitas produk dan mendorong partisipasi karyawan, dan
bersedia dijadikan objek penelitian.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di
Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data
perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian. Untuk lebih jelasnya, jenis data dan sumber data dapat dilihat pada
Lampiran 10.
3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel
Penentuan contoh (sampling) dalam penelitian ini menggunakan metode
quota sampling, yaitu metode pengumpulan sampel dimana responden dipilih
secara sengaja dan distratifikasikan secara proporsional. Jumlah responden yang
diambil sebanyak 30 responden yang merupakan aktivis GKM di Departemen
Minuman Ringan. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada jumlah total aktivis
GKM di Departemen Minuman Ringan. Di Departemen Minuman Ringan
terdapat 15 kelompok GKM yang terdiri dari 4-7 orang setiap kelompoknya
dengan total aktivis GKM sebanyak 80 orang. Dari setiap GKM diambil dua
orang aktivis sebagai responden, dan dengan demikian total aktivis GKM yang
menjadi responden sebanyak 30 orang.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dan wawancara
langsung dengan aktivis GKM, fasilitator dan supervisor produksi di Departemen
Produksi Minuman Ringan. Pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan
29
terbuka maupun tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diberikan
dengan memberikan kebebasan jawaban dari responden, sedangkan pertanyaan
tertutup adalah pertanyaan yang telah disediakan alternatif jawabannya.
Pengumpulan data primer secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pengujian data kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan
reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak digunakan. Untuk
menguji tingkat validitas kuesioner digunakan tingkat korelasi product moment
Pearson. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi
hasil pengukuran yang dilakukan. Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien
internal dari Cronbach Alpha.
Data sekunder diperoleh dari data perusahaan berupa profil perusahaan,
struktur organisasi, data prestasi GKM di produksi minuman ringan dan risalah-
risalah hasil kinerja GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan. Selain itu,
data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, internet, buku dan penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian.
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh adalah data kuantitatif berupa hasil kinerja GKM
berkaitan dengan efisiensi, produk cacat dan data kualitatif berupa penilaian
responden yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Data kuantitatif diolah secara
manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data
kualitatif diolah dengan menggunakan software SPSS dan dianalisis melalui
analisis statistik, yaitu analisis faktor. Selain analisis faktor digunakan juga
statistik deskriptif yakni dengan menggunakan tabulasi dan modus.
Penilaian responden terkait dengan kuesioner indikator penentu
keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan skala likert yaitu skala 1
sampai dengan 5 berdasarkan tingkat kepentingan atau persetujuan, yaitu :
1 : sangat tidak setuju
2 : tidak setuju
3 : netral
4 : setuju
5 : sangat setuju
30
Perhitungan indikator penentu keberhasilan GKM dilakukan dengan
menggunakan analisis faktor. Sedangkan kuesioner efektivitas hasil GKM juga
dilakukan dengan menggunakan skala likert berdasarkan tingkat kepentingan,
yaitu :
-2 : sangat buruk
-1 : buruk
0 : tidak ada perubahan
+1 : lebih baik
+2 : sangat baik
Perhitungan efektivitas hasil GKM dilakukan dengan statistika deskriptif
berupa modus, yaitu dengan melihat nilai yang paling banyak muncul untuk
mengetahui perubahan sebelum dan sesudah GKM.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Perusahaan
4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan
PT GarudaFood Putra Putri Jaya berawal dari sebuah perusahaan keluarga
yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT. Tudung Putrajaya. Perusahaan
ini didirikan tahun 1979 di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang
memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987,
perusahaan mulai serius berkosentrasi di bisnis kacang garing dengan
meluncurkan merek Kacang garing Garuda, yang belakangan sangat popular di
masyarakat dengan sebutan Kacang Garuda.
Seiring dengan kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya,
perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi
produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995,
melalui PT. Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis
yang meliputi kacang atom, kacang telur, dan kacang madu.Untuk memperkokoh
basis di Industri makanan ringan, tahun 1997 perusahaan memasuki pasar biskuit
melalui PT. Garuda Food Jaya. Meskipun di tengah krisis ekonomi, merek biskuit
Danza dan Gery berhasil melakukan penetrasi pasar, untuk tahap I (karena
keterbatasan kapasitas), ke sejumlah pasar wafer stick di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Pada Mei 1998, PT. Garuda Food Putra Putri Jaya mengakuisisi PT.
Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi produk jelly Okky dan
produk minuman Keffy. PT. Triteguh Manunggal sejati adalah produsen minuman
jelly yang didirikan pada tahun 1974 di Kalideres. Selain produk-produk jelly
sangat digemari oleh konsumen, produk-produk jelly ini mendapatkan beberapa
penghargaan sehingga membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dikenal
sebagai produsen produk jelly yang bagus. Pada tahun 2002, Okky Jelly Sedot dan
Okky jelly Serat menjadi market leader dalam pasar produk jelly.
Pada tahun 2003, produk baru dari jelly yaitu Okky Jelly Drink
diluncurkan ke pasaran. Dengan kemunculan produk ini membuat PT. Garuda
Food Putra Putri Jaya menjadi terkenal di industri minuman dan di pasar minuman
32
ringan. PT. Garuda Food Putra Putri Jaya selalu mencoba untuk mengembangkan
produk-produk lain. Sebagai hasilnya, Okky Bollo Drink di produksi pada tahun
2005. Penghargaan pertama yang diraih oleh PT. Triteguh Manunggal Sejati
adalah mendapatkan Top Brand for Kids untuk Okky Jelly. Sebulan kemudian
yakni pada Juli 2004, PT. Triteguh Manunggal Sejati meraih penghargaan
Indonesian Best Brand Award (IBBA) untuk produk Okky Jelly. Pada tahun 2007,
perusahan meraih penghargaan Top Brand Award untuk Okky Jelly Drink.
Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) memiliki empat pabrik,
diantaranya adalah PT. L yang berlokasi di Pekan Baru, PT. J di Gresik, PT. F di
Keroncong dan PT. G di Gunung Putri. PT. G sebelumnya berlokasi di Cikupa,
dan kemudian di pindahkan ke Gunung Putri pada September 2009. Saat ini PT.
Triteguh Manunggal Sejati memproduksi Okky Jelly Drink rasa Blackcurrant dan
Guava, Keffy rasa jeruk dan Mountea rasa Apple, Guava dan Blackcurrent.
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah menjadi salah satu
perusahaan terbaik dalam industri makanan dan minuman dalam aspek
keuntungan, penjualan, dan kepuasan konsumen dengan bekerja secara kreatif dan
inovatif. Dalam mendukung visi, PT. Triteguh Manunggal Sejati juga
mempunyai misi. Misi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah :
1. Memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan makanan dan
minuman dengan kualitas tinggi dan produk-produk konsumsi dengan
pelayanan yang berkualitas.
2. Membentuk komunitas karyawan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan
mengembangkan quality for life, lingkungan pekerjaan, dan aktivitas para
pekerja.
3. Menciptakan keuntungan jangka panjang secara berkelanjutan dalam
hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.
4. Meningkatkan nilai tambah bagi para stakeholder dengan menunjukkan etika
bisnis dan manajemen perusahaan yang baik.
Aktivitas yang dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati selalu merujuk
pada visi dan misi perusahaan. Selain itu, di PT. Triteguh Manunggal Sejati
terdapat pilosofi yang menjadi dasar dari visi perusahaan. Pilosofi perusahaan
33
adalah Damai dan Dinamis. Pilosofi ini berkenaan dengan nilai-nilai
kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui kaharmonisan, cepat dan unggul
dalam inovasi, dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Disamping
pilosofi perusahaan, semangat pendiri yaitu Sukses itu Lahir dari Kejujuran,
Keuletan, dan Ketekunan yang diiringi Doa juga menjadi pendekatan dasar dari
visi perusahaan. Dalam proses kerjanya, setiap karyawan harus berlandaskan
kepada Tudung Basic mentality, yaitu :
1. Bersyukur atas anugerah Tuhan (be grateful to God)
2. Semangat untuk sukses (winning spirit)
3. Pelayanan kepada stakeholders(service to stakeholders)
4. Berfikir kreatif dan inovatif (craeative and innovative thinking)
5. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement/ kaizen)
4.1.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati plant G Gunung
Putri di pimpin oleh seorang kepala BU (Business Unit). Kepala BU
bertanggungjawab dalam menyusun rencana, mengontrol kegiatan-kegiatan dalam
setiap aktivitas manufaktur, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh unit
bisnis. Kepala BU juga harus memimpin, mengkoordinasi, dan mengamati
pekerjaan dari staff, pekerja dan karyawan di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Selanjutnya kepala BU harus mampu mengambil keputusan dalam mencapai
tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Kepala BU dibantu oleh beberapa kepala departemen dalam BU yang
membawahi masing-masing departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdiri dari Departemen PDCA
(plan, do, check, action), Departemen FA (finance and accounting), Departemen
Pengadaan bahan baku, Departemen Produksi, Departemen QA (quality
assurance), Departemen QC (quality control), Departemen Pengembangan
Formula dan Produk, Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan
Logistik, Departemen Teknik dan Departemen Sumber Daya Manusia (HRS). Di
setiap departemen, di bawah kepala departemen terdapat kepala seksi, group team
leader, team leader, dan operator.
34
1. Departemen PDCA (plan, do, check, action)
a) Memfasilitasi, memonitor, dan mengevaluasi setiap rencana dan
implementasi dari program dan sistem dalam pabrik.
b) Melaksanakan perbaikan manajemen
2. Departemen FA (finance and accounting)
a) Mengurus seluruh aktivitas keuangan dalam perusahaan.
b) Membuat laporan keuangan harian, bulanan, dan tahunan dalam
perusahaan.
3. Departemen Pengadaan
a) Melakukan seleksi, negosiasi, dan komunikasi dengan pemasok.
b) Menyiapkan bahan baku berdasarkan spesifikasi dan jumlah yang diminta.
4. Departemen Produksi
a) Memimpin dan memonitor semua aktivitas yang terjadi dalam produksi
untuk mencapai target produksi.
b) Membuat tindakan perbaikan berkelanjutan.
5. Departeman Pengawasan dan Pengendalian Kualitas (QAQC)
a) Membuat, menguji, dan mengevaluasi sistem yang dijalankan dan
hubungannya dengan keamanan produk dan regulasi produk tentang
jaminan kualitas dari barang yang selesai diproduksi.
b) Mengontrol kualitas produk mulai dari bahan baku produk, proses
produksi sampai penyimpanan dan pengiriman produk akhir.
6. Departemen Pengembangan Formula dan Produk
a) Meningkatkan kualitas produk.
b) Bertanggungjawab dalam program penentuan skala produk baru dan
penurunan biaya.
c) Mengatur legalisasi dan sertifikasi halal.
7. Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik
a) Mengontrol bahan baku dan persediaan kemasan.
b) Membuat rencana produksi mingguan.
c) Mengontrol ketersediaan dari persediaan barang akhir sampai
pengirimannya.
35
8. Departemen Teknik
a) Memastikan bahwa semua mesin dalam keadaan baik dan dapat
dioperasikan dengan baik.
b) Melakukan pemeriksaan terhadap mesin-mesin secara rutin.
9. Departemen Sumber Daya Manusia (HRS)
a) Personal Development (PDv)
1) Mengumpulkan informasi mengenai pelatihan dan mengatur pelatihan
karyawan.
2) Mencatat data karyawan yang telah mengikuti pelatihan dalam catatan
pelatihan karyawan.
b) Personnel and General Affairs (PGA)
1) Membuat laporan gaji.
2) Merekrut dan memilih sumber daya manusia yang potensial.
3) Menyarankan penerimaan, penempatan, mutasi, rotasi, dan pengeluaran
karyawan.
4.1.4. Proses Produksi Divisi Minuman Ringan (Beverages)
Proses produksi bermula dari proses pemasakan, dan proses pemasakan ini
merupakan proses pencampuran semua bahan mentah dengan air dan pemanasan.
Bahan mentah seperti jelly, pemanis, pengawet, pewarna, cloudifier, asam dan
flavor ditambahkan secara bertahap dengan air yang telah diolah di fasilitas water
treatment. Keseluruhan bahan diaduk sampai homogen dan juga dipanaskan
hingga mencapai suhu 81°C. Proses pencampuran dan pemasakan ini dilakukan
di jacket tank masak.
Setelah melalui proses pemasakan, proses dilanjutkan ke tahap filling dan
sealing. Proses filling merupakan proses pemasukan hasil adonan yang telah
disiapkan dari pemasakan ke cup-cup yang sudah disiapkan. Setelah cup-cup diisi
dilakukan proses sealing yang bertujuan untuk menutup cup dan isinya dengan
seal, sehingga isi tidak tumpah. Proses sealing harus kuat sehingga terhindar dari
kebocoran dan menjaga kualitas produk di dalam cup.
Setelah tahap filling dan sealing, masuk ke tahap pasteurisasi.
Mikroorganisme merupakan faktor yang dapat menurunkan kualitas dari produk
sehingga diperlukan suatu tindakan untuk meminimalkan penurunan kualitas
36
tersebut. Setelah proses pasteurisasi dilakukan maka selanjutnya dilakukan proses
cooling atau pendinginan dengan memasukkan produk dari bak panas ke dalam
bak dingin. Sirkulasi pendinginan dilakukan dengan mesin cooling tower dengan
syarat suhu maksimal pendinginan sebesar 30°C. Produk didinginkan dengan
waktu sekitar 5 menit dan suhu akhir internal jelly sekitar 37°C. Proses
pendinginan ini harus dilakukan secara sempurna untuk mengantisipasi
kemungkinan sineresis gel akibat asam yang terdapat pada produk jelly.
Produk-produk yang telah melalui proses pasteurisasi akan diteruskan
untuk memasuki proses packaging. Produk dipindahkan dari area pasteurisasi ke
area pengemasan dengan menggunakan keranjang yang digerakkan secara manual
oleh operator di atas roller conveyor. Kemudian produk diletakkan di atas belt
conveyor untuk diperiksa kualitasnya oleh petugas quality control, alat yang
mendukung proses pengecekan kualitas ini adalah penggunaan lampu berwarna
putih untuk mendukung serta mempermudah proses pengecekan kualitas produk.
Selanjutnya produk akan berada di line packing yang dilengkapi dengan lampu,
conveyor yang digunakan adalah dari jenis belt yang bebahan dasar karet,
kecepatan dari conveyor pada line packing ini dapat disesuaikan.
Pengemasan dilakukan secara manual oleh sepuluh orang. Posisi orang
tersebut adalah berbaris dengan formasi bersebrangan di dua sisi, jadi di setiap
satu sisi line packing terdapat lima orang. Pengemas tersebut kemudian
mengemas produk sesuai standar termasuk letak sedotan dan partisi pada kardus.
Hasil kemasan yang telah selesai diletakkan di conveyor yang terletak di bagian
bawah conveyor produk. Jadi pada line packing terdapat dua lajur conveyor,
bagian atas untuk produk jadi sedangkan bagian bawah untuk produk yang telah
dikemas. Hasil pengemasan ini selanjutnya akan dilaminasi secara otomatis
dengan mesin carton sealer. Diagram alur produksi secara lebih rinci dapat
dilihat pada Gambar 3.
37
Air proses
Proses Filling dan
Sealing
Drying
Gelling Agent
(karagenan, locust bean
gum, dan konjac gum) Proses Pemasakan
Bahan
bakutambahan
Holding Tank
Cooling
Pasteurisasi
Pemberian Kode
Produksi
Finish Goods
Transfer ke FGW
Packing
Pemasakan Nata
Nata masak
Nata mentah
Gambar 3. Alur Proses Produksi Minuman Ringan (Sumber : PT. TMS, 2010)
4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS)
4.2.1. Sejarah Pembentukan Gugus Kendali Mutu di PT. TMS
Berawal dari kesadaran untuk selalu menjaga dan meningkatkan kualitas
produk, maka pada tahun 2007 PT. TMS menerapkan Gugus Kendali Mutu
(GKM) dan Suggestion System (SS) pada manajemen tingkat bawah. Gugus
kendali mutu merupakan bentuk implementasi dari Manajemen Mutu Terpadu
(MMT). Diharapkan dengan kegiatan GKM semakin tumbuh partisipasi dari
setiap karyawan dalam peningkatan kualitas produk serta terciptanya budaya
perusahaan yang baik dan sehat. Di PT. TMS, GKM lebih dikenal dengan
sebutan Small Group Activities (SGA). Sasaran dari kegiatan ini adalah
memecahkan masalah yang terkait dengan bidang kerjanya masing-masing serta
menumbuhkan pasrtisipasi dari setiap karyawan akan pentingnya mutu dalam
setiap kegiatannya.
38
Kegiatan GKM di PT. TMS mulai diadakan pada tahun 2007 dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas produk, meningkatkan partisipasi dari setiap
karyawan, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan karyawan, serta mencari
alternatif-alternatif dan memunculkan ide-ide baru dari setiap karyawan untuk
meningkatkan dan memperbaiki proses kerjanya masing-masing. Anggota GKM
terdiri dari operator, leader, team leader dan kepala departemen. Setiap GKM
terdiri dari 4-7 orang yang berasal dari bidang pekerjaan yang sama. Pertemuan
dilakukan selama 2 jam setiap minggu dengan jadwal pertemuan yang telah
disepakati terlebih dahulu dengan fasilitator. Pertemuan dilakukan di taman SGA
yang berupa ruangan khusus tempat GKM melakukan pertemuan. Setiap GKM
dibimbing oleh seorang fasilitator dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
sekertaris yang bertugas untuk mencatat hasil pertemuan dan menyusun risalah
GKM.
Kegiatan GKM di PT. TMS tidak hanya dilakukan di Departemen
Produksi saja, tetapi sudah diterapkan di departemen-departemen lainnya. Hal ini
dilakukan mengingat masalah yang terjadi di tempat kerja bukan hanya di bagian
produksi saja , tetapi masalah juga terjadi di bagian lainnya dan perlu dilakukan
pemecahan masalah melalui kegiatan GKM. Kegiatan GKM di PT. TMS
berdasarkan pada filosofi sukarela dari setiap karyawan. Asas sukarela bukan
berarti tidak ada dukungan penuh dari pihak manajemen, manajemen mendukung
penuh kegiatan GKM dengan memberikan reward kepada GKM yang aktif
dalam bentuk parkir khusus, pemberian menu makanan tambahan, studi banding
ke perusahaan lain yang menerapkan GKM, dan pemberian fasilitas lainnya yang
membuat keberadaan karyawan sebagai anggota GKM merasa dihargai. Memang,
penerapan GKM di perusahaan belum sepenuhnya diikuti oleh semua karyawan
karena tingkat pemahaman dan partisipasi dari karyawan. Dan perlu diakui dan
dipahami bahwa untuk menerapkan satu konsep baru , harus ada kepercayaan diri
dari karyawan terhadap konsep tersebut.
4.2.2.GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati
Karyawan PT. TMS yang menjadi aktivis GKM tahun 2010 berjumlah 245
orang. Jumlah ini lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, terbukti dengan
terjadinya peningkatan jumlah Gugus di PT. TMS. Pada tahun 2010, terdapat 45
39
GKM di PT. TMS. Tiga GKM dari Departemen HRS (Human Resource Service),
empat GKM dari Departemen Teknik, satu GKM dari Departemen Procurement,
tiga GKM dari Departemen PDCA (Plan, Do, Check, Action), dua GKM dari
Departemen PPIC, satu GKM dari Departemen FA (Finance and Accounting),
sepuluh GKM dari Departemen Produksi biskuit, tiga GKM dari Departemen PDF
(Formula), empat GKM dari Departemen QA/QC (Quality Assurance and Quality
Control), dan empat belas GKM dari Departemen Produksi Beverages.
Tabel 1. Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati
No. Departemen Jumlah Karyawan
(orang)
GKM
Kelompok Orang
1. Produksi Beverage 117 14 82
2. Produksi Biskuit 156 10 56
3. Human Resource 17 3 14
4. Teknik 55 4 18
5. QA/QC 42 4 21
6. PDCA 19 3 12
7. formula (PDF) 40 3 18
8. PPIC 17 2 12
9. Finance 16 1 9
10. Procurement 7 1 5
Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010)
4.2.3.Proses Pembentukan dan pelaksanaan GKM di PT. TMS
Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari
empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan pembudayaan.
1. Sosialisasi
Proses sosialisasi merupakan langkah awal dari pihak manajemen untuk
memberikan informasi kepada karyawan mengenai pembentukan GKM di
perusahaan. Untuk meningkatkan semangat karyawan yang lain, maka ada
beberapa GKM yang dimunculkan sebagai percontohan. Dari percontohan itu
akhirnya semakin banyak karyawan yang turut serta dalam kegiatan GKM.
Pelatihan GKM terdiri dari pelatihan bagi manajemen pabrik, fasilitator, ketua,
dan anggota GKM. Pelatihan bagi fasilitator agar fasilitator dapat membimbing
40
dan mengarahkan kegiatan gugus. Pelatihan bagi Ketua GKM agar dapat
mengkoordinasikan dan mengefektifkan jalannya kegiatan GKM, dan pelatihan
bagi anggota GKM, agar anggota GKM mengetahui konsep GKM dan teknik-
teknik yang sering digunakan.
2. Pembuatan struktur
Setelah dilakukan sosialisasi menyeluruh kepada karyawan, kemudian
dilakukan pembuatan struktur GKM. Struktur GKM terdiri dari fasilitator,
ketua, sekretaris dan anggota. Fasilitator adalah seseorang yang bertanggung
jawab untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan gugus di
suatu departemen, dan berperan sebagai pembimbing, katalisator, pelatih, dan
penghubung dengan sponsor. Khusus di bagian produksi minuman ringan,
terdapat dua orang fasilitator yaitu satu orang di line manual dan satu orang di
line robotik.
Ketua gugus adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk
mengefektifkan gugus dan mempunyai tugas yaitu : mengatur pertemuan
gugus, memastikan agar pertemuan sesuai dengan tujuan gugus, mendorong
keterlibatan anggota, menciptakan koordinasi dan keselarasan antar anggota
gugus, membantu anggota gugus, dan membangun komunikasi yang efektif
antar anggota. Sedangkan notulis adalah seseorang yang bertanggung jawab
atas pencatatan hasil-hasil yang dibicarakan selama gugus berlangsung dengan
membuat ringkasan hasil pertemuan dan menyusun risalah.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan GKM diawali dengan memilih pimpinan GKM. Selanjutnya,
dilakukan identifikasi masalah di tempat kerja, kemudian mengevaluasi dan
memilih tema yang sederhana dan periode penyelesaian singkat. Pertemuan
secara berkala juga diselenggarakan untuk memecahkan masalah dengan
teknik-teknik yang ada. Pertemuan dilaksanakan di ruangan khusus yang diberi
nama taman GKM atau taman SGA. Biasanya tidak hanya satu GKM yang
mengadakan pertemuan di taman SGA setiap harinya, 2 sampai 4 kelompok
GKM mengadakan pertemuan setiap harinya.
Pertemuan dilakukan dengan membahas setiap langkah dari delapan
langkah pemecahan masalah dengan menggunakan seven tools di setiap
41
langkahnya.Dalam pertemuan anggota gugus, kehadiran fasilitator sangat
penting, karena tugas fasilitator sebagai pembimbing dan pemberi arahan bagi
gugus. Hasil pertemuan gugus kemudian dibuat risalah oleh notulis yang akan
dievaluasi dievaluasi dan dipresentasikan ke manajemen.
Sebagai salah satu bentuk komitmen manajemen puncak bagi gugus,
sebelum diadakan konvensi dilakukan proses coaching and controling (C&C)
oleh manajemen. C&C adalah proses evaluasi dan bimbingan dari manajemen
bagi gugus yang akan mengikuti konvensi tingkat lokal. Dari proses C&C
diharapkan setiap anggota gugus mampu melakukan presentasi ketika konvensi
dan kematangan dari risalah yang telah dibuat sebelumnya. Dalam hal
administrasi, kelompok GKM yang terbentuk harus didaftarkan pada Komite
Koordinator, demikian pula tema yang dipilih juga didaftarkan. Rencana
kegiatan GKM dibuat dan setiap pertemuan harus dibuat notulen dan
salinannya untuk kemudian diberikan pada fasilitator untuk ditindaklanjuti
lebih lanjut. Perkembangan GKM dilaporkan oleh fasilitator secara berkala
kepada koordinator.
Proses pelaksanaan GKM di PT. TMS dilakukan dengan menggunakan
delapan langkah pemecahan masalah dan tujuh alat kendali mutu (seven tools).
Delapan langkah pemecahan masalah yang dimaksud antara lain sebagai
berikut :
1) Identifikasi masalah dan penetapan target
Langkah awal yang dilakukan oleh kelompok gugus di PT. TMS adalah
melakukan brainstorming masalah dengan cara menggali masalah yang ada
melalui pola pengumpulan pendapat atau ide dengan partisipasi dari seluruh
peserta. Setelah brainstorming kemudian melakukan pemisahan masalah yang
sifatnya berbenturan dengan kebijakan perusahaan, gosip, atau keluhan yang
sifatnya perorangan. Kemudian dilakukan pengumpulan data dengan
menggunakan tolak ukur yang sama dengan melihat kinerja sebelumnya.
Prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan diagram pareto sehingga
diketahui masalah terbesar dan kemudian dijadikan sebagai tema GKM. Tema
yang dipilih kemudian diinformasikan dan meminta persetujuan atas tema yang
diambil kepada fasilitator.
42
Penetapan target gugus didasarkan pada konsep SMART (specific,
measurable, achievable, realistic, and timeline). Setelah itu dilakukan analisis
QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale, and environment) dengan
menganalisis dan menguraikan secara singkat akibat dan pengaruh dari
masalah prioritas, ditinjau dari faktor quality, cost, delivery, safety, morale, and
environment melalui tampilan data angka maupun definisi logis untuk bahan
evaluasi serta perbandingan antara kondisi sebelum dan sesudah dilakukan.
2) Menganalisis akar penyebab
Proses mencari akar penyebab dilakukan dengan menganalisis faktor-
faktor yang berkaitan dengan akar permasalahan. Caranya adalah dengan
mendetailkan penyebab dengan bertanya lima kali why/ mengapa dan
melakukan uji logika atau uji kembali hubungan sebab akibatnya. Analisis
dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik untuk melihat hubungan
antar sebab dan akibat secara lebih akurat.
3) Analisis pengujian hipotesa
Pengujian hipotesa terhadap akar penyebab dominan hasil analisis sebab-
akibat dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data-data
lapangan yang kemudian dirangkum ke dalam tabel, grafik maupun diagram
untun melihat urutan masing-masing skala prioritas penyebab melalui diagram
pareto penyebab. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh setiap gugus di
PT. TMS adalah menentukan indikator dan standar, membagi tanggung jawab
pencarian data masing-masing indikator penyebab dan periode pengambilan
data, merekap dan melakukan normalisasi serta memvisualkan dalam bentuk
pareto.
4) Merencanakan perbaikan
Rencana perbaikan dilakukan dengan menggunakan metode 5W-2H (what,
why, when, where, who, how, how much) : menjelaskan perbaikan yang akan
dilakukan, kenapa solusi itu yang dipilih,bagaimana melakukannya, kapan
mulai dilaksanakan perbaikan tersebut, dimana perbaikan tersebut dilakukan,
siapa penanggungjawab pelaksanaan perbaikan tersebut (PIC), dan
menjelaskan jika ada rencana pengeluaran biaya untuk pelaksanaan perbaikan.
43
5) Pelaksanaan perbaikan dan pelaporan tindakan
Pelaksanaan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada
langkah ke empat. Penulisan laporan pelaksanaan perbaikan berpedoman pada
4W-2H. Pedoman 4W-2H menjelaskan secara jelas bagaimana solusi itu
dilaksanakan, bagaimana hasil perbaikannya, waktu pelaksanaan perbaikan dan
waktu berakhirnya, lokasi perbaikan dilakukan, orang yang bertanggungjawab
dalam perbaikan, dan jika ada biaya pengeluaran riil dalam pelaksanaan.
6) Evaluasi hasil dan dampak
Ketentuan keberhasilan proyek GKM dapat diukur melalui perbandingan
antara target dan kinerja, perbandingan antara pareto awal dan akhir, laporan
perkembangan data dari awal sampai akhir, laporan analisis QCDSME
(quality, cost, delivery, safety, morale and environment) dan analisis perubahan
proses kerja dengan standar operasional.
7) Penetapan standarisasi
Standarisasi diperlukan untuk mencegah timbulnya kembali masalah yang
sama untuk meningkatkan standar yang ada. Penetapan standarisasi dilakukan
meliputi standar proses dalam bentuk narasi dan flowchart, standar hasil yang
harus dicapai untuk masing-masing proses, standar peralatan yang harus
dipakai, dan standar safety tools yang harus dipakai.
8) Pelaksanaan standarisasi dan menetapkan rencana berikutnya
Rencana berikutnya dirumuskan dengan meneliti hasil yang telah
diperoleh dan mengikuti prioritas masalah berikutnya atau dengan menentukan
permasalahan yang baru. Pelakasanaannya dengan cara mengambil data dan
diagram pareto setelah perbaikan untuk menentukan proyek / tema perbaikan
berikutnya.
Tujuh alat kendali mutu yang digunakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati
adalah :
1) Lembar periksa (check sheet). Manfaat check sheet adalah untuk
mempermudah dalam pengumpulan data.
2) Pemisahan masalah (stratifikasi). Manfaatnya adalah menunjukkan dengan
terperinci faktor-faktor dan karakteristik mutu.
44
3) Diagram penyebaran data (histogram). Manfaatnya adalah mengetahui
penyebaran data, alat pengendalian proses, dan mempermudah dalam melihat
dan menginterpretasi data.
4) Diagram prioritas (diagram pareto).
5) Diagram sebab-akibat (fish bone diagram). Manfaatnya adalah menentukan
faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu (sebab dan akibat).
6) Diagram pencar (scatter diagram). Manfaatnya adalah menentukan korelasi
antara faktor-faktor yang akan mempengaruhi karakteristik mutu.
7) Peta kendali (control chart). Manfaatnya adalah menunjukkan batas minimum
dan batas maksimum daerah pengendalian.
4. Pembudayaan GKM
Berdasarkan wawancara dengan fasilitator GKM, proses GKM
memerlukan waktu yang tidak instan, karena GKM bukan proses yang selesai
begitu saja setelah suatu masalah selesai dilaksanakan oleh aktivis GKM ,
tetapi proses pembudayaan dalam organisasi. Adanya kegiatan GKM
diharapkan dapat meningkatkan rasa kepedulian dan rasa memiliki dari para
pekerja terhadap perusahaan, karena kegiatan GKM memacu ide-ide perbaikan
di lingkungan kerja karyawan.
Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati diharapkan menjadi
sebuah budaya bagi karyawan. Jika GKM sudah membudaya dan menjadi
suatu kebutuhan, maka akan terjadi peningkatan kualitas produk yang
signifikan, semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif
antara karyawan dengan pihak manajemen. Beberapa hal yang dilakukan
dalam membudayakan GKM adalah melalui menyediakan taman GKM,
spanduk dan baliho bergambar GKM yang berprestasi di konvensi lokal
maupun nasional, coaching and controlling dari pihak manajemen, dan lain-
lain.
4.2.4. Aktivitas Konvensi
Penilaian perkembangan kegiatan GKM dapat terlihat saat konvensi.
Pelaksanaan konvensi merupakan salah satu bukti komitmen manajemen. Dengan
demikian, anggota GKM merasa diperhatikan oleh pihak manajemen dan adanya
penghargaan saat konvensi juga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan
45
kinerjanya dan berbuat lebih baik bagi perusahaan. Konvensi adalah perlombaan
antar kelompok GKM, Cross Function Team (CFT), dan Suggestion System (SS)
dimana setiap kelompok mempresentasikan masalah yang telah mereka selesaikan
didepan kelompok lain, pimpinan, dan dewan juri.
Terdapat tigamacam konvensi di PT. TMS, yaitu konvensi lokal, Tudung
Innosummit, dan temu karya mutu dan produktivitas nasional (TKMPN).
Konvensi lokal diadakan oleh GKM di PT. TMS sebelum Tudung Innosummit
diadakan, dengan tujuan mendapatkan kelompok GKM terbaik untuk mewakili
PT. TMS ke Tudung Innosummit. Tudung Innosummit adalah konvensi yang
diikuti oleh seluruh perusahaan cabang yang berada dibawah kendali Tudung
group, diantaranya Garuda Food Group dan SNS Group.
Konvensi dilakukan setiap 6 bulan sekali. Konvensi terdiri dari konvensi
proses dan konvensi hasil. Konvensi proses dilakukan untuk melihat sejauh mana
kemajuan dari setiap GKM. GKM yang bisa ikut konvensi adalah GKM yang
sudah melewati langkah 4. Jadi, GKM yang masih langkah 1-3 tidak bisa
mengikuti konvensi proses. Konvensi hasil dilakukan untuk melihat hasil akhir
dari kegiatan GKM.
Pada tahun 2007 PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk satu GKM
dan mengikuti konvensi lokal yang diadakan di Cipanas, Cianjur. Seiring dengan
berkembangnya waktu, pada tahun 2008 ada 9 GKM yang mengikuti konvensi di
tingkat lokal yang diadakan di Citra Raya, Tangerang. Dari 9 GKM yang
mengikuti konvensi lokal maka terpilih satu GKM yang memperoleh predikat
Gold di tingkat lokal yaitu GKM Improri dan terpilih untuk mewakili PT. TMS
ke Tudung Innosummit yang diadakan di Hotel Merkuri, Ancol. Dalam konvensi
Tudung Innosumit maka GKM Improri, yakni wakil dari PT. TMS memperoleh
predikat Gold dan berhak untuk mewakili Tudung Group dalam konvensi tingkat
nasional.
Konvensi tingkat nasional adalah konvensi yang diikuti oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia yang menerapkan GKM dalam perusahaan mereka.
Dalam konvensi tersebut GKM Improri memperoleh predikat Silver. Pada tahun
2009, terdapat 7 GKM yang mengikuti konvensi tingkat lokal yang diadakan di
Wisma Kinasih, Depok. GKM Formasi memperoleh predikat Gold dalam
46
Konvensi tersebut dan sebagai wakil PT. TMS ke Konvensi Tudung innosummit .
dalam konvensi Tudung Innosummit, GKM Formasi memperoleh predikat Silver,
dan tidak bisa mewakili Tudung ke konvensi nasional karena hanya predikat Gold
yang bisa mengikuti konvensi nasional.
4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM
4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati. Uji validitas
dilakukan dengan menggunakan rumus product moment. Validitas ini diuji pada
30 responden yang merupakan aktivis GKM dari Departemen Produksi Minuman
Ringandengan menggunakan metode penarikan sampel quota sampling.
Kondisi karyawan di Depertemen Produksi PT. TMS yang sudah jenuh
oleh kuesioner lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, kesibukan kerja
lapangan bagi karyawan produksi dan keterbatasan waktu penelitian menjadi
bahan pertimbangan dalam penyebaran kuesioner. Kuesioner juga dibuat
sedemikian rupa agar mudah dipahami dengan menyederhanakan pilihan jawaban
menjadi 5, yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk netral, 4
untuk setuju, dan 5 untuk sangat setuju. Sebelumnya, pilihan jawaban untuk 8
variabel berbeda-beda. Untuk mengetahui karakteristik GKM, diberikan juga
pertanyaan terbuka mengenai identitas responden.
Uji validitas pada kuesioner digunakanuntuk menghitung korelasi antara
tiap poin pertanyaan (atribut) dengan total poinnya. Dalam uji validitas,
pertanyaan dinyatakan valid apabila nilai-p atau Sig.(2-tailed) lebih kecil daripada
alpha (5%). Pada kuesioner bagian 2 dan bagian 3, atribut A3 dan B2, memiliki
nilai Sig.(2-tailed) > alpha (5%) sehingga atribut tersebut tidak valid, sedangkan
atribut lain valid. Atribut yang tidak valid tersebut tidak digunakan untuk analisis
selanjutnya.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi terhadap hasil
pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai
alat ukur suatu objek atau responden. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan
data yang sesuai dengan kondisi sesungguhnya, karena instrumen tersebut cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat
47
tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach Alfha
Coefficient. Dalam uji reliabilitas, kuisioner dinyatakan reliabel apabila nilai
Cronbach Alfha Coefficient lebih dari 0,6. Pada kuesioner yang diuji diperoleh
nilai Cronbach Alfha Coefficient diatas 0,6, sehingga kuesioner dikatakan reliabel.
4.3.2. Karakteristik Responden
Respoden yang menjadi objek penelitian adalah aktivis GKM di
Departemen Produksi Minuman Ringan yang berjumlah 14 kelompok GKM.
Penilaian terhadap karakteristik responden dalam penelitian didasarkan pada
indikator-indikator penilaian efektivitas hasil dari GKM dengan melihat persepsi
responden sebelum dan sesudah mengikuti GKM. Karakteristik responden dalam
hal ini dibedakan berdasarkan pendidikan, lama di GKM dan masa kerja.
Berdasarkan pendidikan aktivis GKM, dari enam belas indikator penilaian
tentang efektivitas hasil dari GKM menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen
responden berpendidikan SMA merasakan terjadi perubahan yang lebih baik
berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian efektivitas GKM. Begitu pula
dengan responden berpendidikan perguruan tinggi yang merasakan terjadi
perubahan yang lebih baik dan sangat baik setelah mengikuti GKM. Pada
indikator penilaian kemampuan penyelesaian pekerjaandan kemampuan
mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan, sebanyak 50 persen responden
berpendidikan perguruan tinggi merasakan tidak terjadi perubahan sebelum dan
sesudah mengikuti GKM. Hal ini karena sebelum mengikuti GKM pun setiap
karyawan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan mencapai
hasil maksimal dalam bekerja.
Mayoritas respoden yang sudah mengikuti GKM 1-3 tahun yang menilai
terjadi peningkatan kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas
indikator penilaian efektivitas setelah mereka mengikuti GKM. Hal ini dapat
diketahui dari persentase respoden yang menjawab terjadi perubahan lebih baik
(+1) dan perubahan sangat baik (+2). Sedangkan mayoritas respoden yang
mengikuti GKM kurang dari satu tahun memberikan penilaian dengan persentase
kurang dari 50 persen dari setiap indikator penilaian. Hal ini karena penyelesaian
masalah dalam GKM biasanya selesai minimal sembilan bulan, sehingga dapat
48
dimaklumi bagi responden yang baru mengikuti GKM kurang dari satu tahun.
Berdasarkan lama kerja responden di perusahaan, menunjukkan bahwa
respoden yang sudah bekerja antara 1-3 tahun merasakan terjadi peningkatan
kearah yang lebih baik berkaitan dengan ke enam belas indikator penilaian
efektivitas setelah mereka mengikuti GKM setelah mereka mengikuti
GKM.Begitu pula dengan responden yang sudah bekerja lebih dari tiga tahun
merasakan perubahan kearah yang lebih baik setelah mengikuti GKM. Penjelasan
mengenai karakteristik responden berkaitan dengan ke enam belas indikator
penilaian efektivitas GKM dapat dilihat pada Lampiran 13.
4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden
a. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Masa Kerja dan Lama di GKM
Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan masa kerja
menunjukkan bahwa dari 21 orang aktivis GKM yang sudah bekerja antara 1-3
yang paling aktif adalah yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun, yaitu
sebesar 42,9 persen. Walaupun demikian, tingkat ketidakaktifan aktivis GKM
yang sudah mengikuti GKM antara 1-3 tahun cukup tingggi yakni sebesar 23,8
persen. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan semangat aktivis gugus dalam
mengikuti GKM dengan optimal. Oleh karena itu, peran ketua gugus dan
fasilitator sangat penting untuk memotivasi kembali anggotanya.
Sebaliknya, dari Sembilan orang aktivis GKM yang sudah bekerja lebih
dari tiga tahun menunjukkan bahwa 100 persen aktif dalam kegiatan gugus. Hal
ini karena mereka sudah mendapatkan tanggung jawab lebih dalam gugus yaitu
menjadi ketua atau sekretaris. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan
masa kerja untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya masa bekerja
Lama di GKM Masa Kerja
Keaktifan 1-3 Tahun > 3 Tahun
< tahun A (%) 28,6 0
TA (%) 4,8 0
1-3 tahun A (%) 42,9 100
TA (%) 23,8 0
Total (%) 100 100
Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif
49
b. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Lama di GKM dan Masa Kerja
Persentase tingkat keaktifan aktivis gugus berdasarkan lama di GKM
memperlihatkan bahwa aktivis GKM yang paling aktif adalah yang mengikuti
GKM kurang dari satu tahun dengan masa kerja 1-3 tahun yaitu sebesar 86
persen. Keingintahuan lebih dalam tentang GKM dan keinginan akan pengakuan
dari manajemen menjadi motivasi tersendiri bagi aktivis untuk berpartisipasi aktif
dalam GKM. Sedangkan tingkat keaktifan gugus yang sudah mengikuti GKM
antara 1-3 tahun memiliki persentase yang sama pada masa kerja 1-3 tahun dan
lebih dari tiga tahun yaitu sebesar 39 persen. Masih adanya anggota GKM yang
mengalami kejenuhan dalam mengikuti GKM menjadi alasan terjadinya
penurunan keaktifan pada pada anggota gugus. Persentase tingkat keaktifan GKM
berdasarkan lama di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM
Masa Kerja Lama di GKM
Keaktifan < 1Tahun 1-3 Tahun
1-3 tahun A (%) 86 39
TA (%) 14 22
> 3 tahun A (%) 0 39
TA (%) 0 0
Total (%) 100 100
Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif
c. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan Posisi dan Lama di GKM
Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan posisi di GKM
menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi ketua, yang paling aktif adalah yang
sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun yaitu sebesar 71,4 persen.
Pengalaman yang sudah cukup matang dalam GKM serta sadar bahwa GKM
penting bagi perusahaan menjadi alasan bagi ketua GKM untuk berperan aktif
dalam mencapai keberhasilan GKM. Sedangkan jika dilihat dari sisi anggota,
aktivis GKM yang sudah mengikuti GKM lebih dari satu tahun lebih aktif
daripada aktivis yang mengikuti GKM kurang dari satu tahun. Hal ini karena
mayoritas anggota dengan lama di GKM lebih dari satu tahun sudah merasakan
manfaat GKM bagi mereka. Persentase tingkat keaktifan GKM berdasarkan posisi
di GKM untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
50
Tabel 4. Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM
Lama di
GKM
Posisi di GKM
Keaktifan Ketua Anggota
< 1 tahun A (%) 14,3 22
TA (%) 0 4
1-3 tahun A (%) 71,4 57
TA (%) 14,3 17
Total (%) 100 100
Keterangan : A : Aktif ; TA ; Tidak Aktif
d. Tingkat Keaktifan Aktivis GKM Berdasarkan pendidikan dan posisi di GKM
Persentase tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan pendidikan
menunjukkan bahwa anggota lebih aktif daripada ketua untuk aktivis GKM
berpendidikan SMA. Kesamaan level pendidikan antara anggota GKM dengan
ketua menyebabkan anggota lebih banyak mendominasi dalam penyelesaian
masalah gugus, sehingga ketua gugus merasa rendah diri dan akhirnya kurang
aktif dalam kegiatan GKM. Sedangkan responden berpendidikan perguruan tinggi
menunjukkan bahwa 100 persen ketua GKM aktif dalam kegiatan GKM. Dengan
demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin aktif dalam kegiatan
GKM baik sebagai ketua maupun non ketua (sekretaris dan anggota). Persentase
tingkat keaktifan GKM berdasarkan pendidikan untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat keaktifan aktivis GKM berdasarkan riwayat pendidikan
Keterangan : A : Aktif ; TA : Tidak Aktif
4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM
Analisis mengenai efektivitas proses gugus dilihat berdasarkan indikator-
indikator penentu keberhasilan gugus, diantaranya komitmen manajemen puncak,
tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools,
Posisi Pendidikan
Keaktifan SMA Perguruan Tinggi
Ketua A (%) 8 100
TA (%) 4 0
Non Ketua A (%) 69 0
TA (%) 19 0
Total (%) 100 100
51
kepemimpinan dan fasilitas. Dari ke delapan faktor pendukung tersebut akan
dianalisis faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap efektivitas
proses GKM.
Tahap pertama dalam analisis faktor adalah menilai mana saja variabel
yang dianggap layak untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan KMO and Bartlett’s test. Hasil pengujian KMO
menunjukkan bahwa angka KMO adalah 0,596 (lebih besar dari 0,5). Sedangkan
Barttlet Test menguji adanya korelasi antar variabel. Karena nilai Sig. 0,000
(kurang dari0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi antar variabel.
Karena nilai KMO berada diantara 0,5 sampai 1 dan terdapat korelasi antar
variabel, berarti analisis faktor dapat dilakukan.
Tahap selanjutnya adalah ekstraksi terhadap sekumpulan atribut yang ada
sehingga terbentuk satu faktor atau lebih. Pada tahap ini digunakan analisis
communalities, total variance explained serta component matrix. Nilai yang
terbentuk pada analisis communalities menjelaskan seberapa besar suatu atribut
dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai
communalitiessebuah atribut, makin erat hubungannya dengan faktor yang
terbentuk. Nilai initial pada communalities merupakan varian sebelum dilakukan
ekstraksi. Semua nilai initial bernilai 1 yang berarti bahwa sebelum dilakukan
ekstraksi variabel tersebut 100 persen membentuk faktor. Sedangkan nilai
ekstraksi menggambarkan besarnya persentase varian suatu variabel yang dapat
dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
Tabel 6. Nilai ekstraksi dari setiap variabel
No. Variabel Varian Sebelum
Eksraksi
Nilai
Ekstraksi
1 Komitmen Manajemen Puncak 1,000 0,808
2 Tujuan GKM 1,000 0,764
3 Pendidikan dan Pelatihan 1,000 0,582
4 Komunikasi 1,000 0,632
5 Partisipasi 1,000 0,713
6 Seven Tools 1,000 0,733
7 Kepemimpinan 1,000 0,631
8 Fasilitas 1,000 0,645
52
Nilai ekstraksi dari setiap indikator pada Tabel 6 dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Variabel kepemimpinan manajemen puncak memilikinilai ekstraksi
sebesar 0,808 atau 80,8 persen varian dari variabel kepemimpinan manajemen
puncak dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
b. Variabel tujuan GKM memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,764 atau 76,4 persen
varian dari variabel tujuan GKM dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
c. Variabel pendidikan dan pelatihan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,582 atau
58,2 persen varians dari variabel pendidikan dan pelatihan dapat dijelaskan
oleh faktor yang terbentuk.
d. Variabel komunikasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,632 atau 63,2 persen
varians dari variabel komunikasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
e. Variabel partisipasi memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,713 atau 71,3 persen
varians dari variabel partisipasi dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
f. Variabel seven tools memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,733 atau 73,3 persen
varians dari variabel seven tools dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
g. Variabel kepemimpinan memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,631 atau sekitar 63,1
persen varians dari variabel kepemimpinan dapat dijelaskan oleh faktor yang
terbentuk.
h. Variabel fasilitas memiliki nilai ekstraksi sebesar 0,645 atau sekitar 54,5 persen
varians dari variabel fasilitas dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
Total variance menjelaskan keragaman variabel yang mampu dijelaskan
oleh faktor-faktor yang terbentuk. Pemilihan jumlah faktor yang diambil
ditentukan dari nilai keragaman ini. Dengan menetapkan faktor yang diambil
adalah yang memiliki nilai eigenvalue lebih besar dari 1 diperoleh tiga faktor,
yaitu faktor 1, faktor 2, dan faktor 3. Faktor 1 dengan nilai eigenvalue sebesar
2,82 mampu menerangkan 35,28 persen keragaman semua variabel. Sedangkan
faktor 2 dengan nilai eigenvalue sebesar 1,35 mampu menerangkan 16,90 persen
keragaman semua variabel. Kedua faktor tersebut mampu menerangkan
keragaman data sebesar 52,18 persen. Faktor 3 dengan nilai eigenvalue sebesar
1,33 mampu menerangkan 16,64 persen keragaman semua variabel. Ketiga faktor
tersebut mampu menerangkan keragaman data sebesar 68,82 persen.
53
Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang
terkecil, dengan kriteria bahwa angka eigenvalues di bawah satu tidak digunakan
dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. Dari tabel total variance (lihat
Lampiran 14) terlihat bahwa hanya tiga faktor yang terbentuk, karena dengan dua
faktor, angka eigenvalues diatas satu (yaitu 2,82 dan 1,35), dengan satu faktor
angka eigenvalues juga masih diatas satu (yaitu 1,33). Namun ada lima faktor
yang angka eigenvalues dibawah satu, sehingga proses pemfaktoran seharusnya
berhenti pada tiga faktor saja.
Setelah diketahui bahwa tiga faktor yang mampu menjelaskan keragaman
variabel, maka dapat diketahui distribusi kedelapan variabel berdasarkan nilai
faktor loding pada analisis Component Matrix yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai faktor loadingdari setiap faktor
No Variabel Nilai Faktor loading
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
1 Komitmen Manajemen Puncak 0,658 0,457 -0,408
2 Tujuan GKM 0,652 -0,268 0,516
3 Pendidikan dan Pelatihan 0,643 -0,269 -0,311
4 Komunikasi 0,246 0,408 0,636
5 Partisipasi 0,402 -0,613 -0,418
6 Seven Tools 0,631 -0,414 0,404
7 Kepemimpinan 0,583 0,483 -0,240
8 Fasilitas 0,770 0,225 0,036
Angka-angka yang ada pada Tabel 7 merupakan faktor loading yang
menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor 1, faktor 2 atau
faktor 3. Proses penentuan variabel yang akan masuk ke dalam salah satu faktor
dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris.
Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan faktor satu sebesar
0,658 (kuat karena diatas 0,5), korelasi variabel komitmen manajemen puncak
dengan faktor 2 sebesar 0,457 (lemah karena di bawah 0,5), dan korelasi variabel
komitmen manajemen puncak dengan faktor 3 sebesar -0,408 (lemah karena di
bawah 0,5 dan hubungannya terbalik).
Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan ketiga
faktor berlaku pula dengan ke tujuh variabel lainnya yang menunjukkan korelasi
dengan ketiga faktor yang terbentuk. Jika angka faktor loading diatas 0,5 maka
berkorelasi kuat dengan faktor yang terbentuk, begitu pula sebaliknya. Karena
54
tidak ada korelasi yang jelas akan dimasukkan ke dalam faktor 1, 2 atau 3, maka
perlu dilakukan proses rotasi (rotation) yang dapat dilihat pada Tabel 8.
4
Tabel 8. Distribusi variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor
No Variabel Nilai faktor loading
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
1 Komitmen Manajemen Puncak 0,891 -0,007 0,116
2 Tujuan GKM 0,114 0,866 0,001
3 Pendidikan dan Pelatihan 0,409 0,327 0,555
4 Komunikasi 0,188 0,414 0,652
5 Partisipasi 0,070 0,233 0,808
6 Seven Tools 0,053 0,837 0,174
7 Kepemimpinan 0,792 0,041 -0,033
8 Fasilitas 0,670 0,443 0,008
Hasil proses rotasi menunjukkan bahwa variabel komitmen manajemen
puncak, kepemimpinan, dan fasilitas merupakan anggota faktor 1 karena
korelasinya kuat dengan faktor 1, dan lemah dengan faktor lainnya. Hal ini
ditunjukkan oleh angka faktor loading pada ketiga variabel diatas 0,5. Variabel
tujuan GKM dan Seven tools adalah anggota dari faktor 2 karena korelasinya kuat
dengan faktor 2 dan lemah dengan faktor lainnya . Sedangkan variabel pendidikan
dan pelatihan, komunikasi dan partisipasi berkorelasi kuat dengan faktor 3 dan
lemah dengan faktor lainnya karena angka faktor loading diatas 0,5.
Hasil analisis faktor pada proses rotasi menunjukkan bahwa terdapat tiga
faktor yang menjadi indikator efektivitas, dimana faktor 1 dinamakan faktor
dukungan terdiri dari variabel komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan
fasilitas. Faktor 2 dinamakan faktor teknik pemecahan masalah terdiri dari
variabel tujuan GKM dan seven tools, sedangkan faktor 3 dinamakan faktor
hubungan internal terdiri dari variable pendidikan dan pelatihan, komunikasi dan
partisipasi. Faktor 1 menjelaskan keragaman data terbesar sehingga faktor paling
berpengaruh sebagai indikator efektivitas. Oleh karena itu, variabel yang
tergabung dalam faktor 1 juga merupakan variabel yang paling berpengaruh
sebagai indikator efektivitas proses. Sehingga variabel komitmen manajemen
55
puncak, kepemimpinan dan fasilitas paling berpengaruh terhadap keberhasilan
GKM.
4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan
menggunakan modus dari setiap variabel yang menjadi butir pertanyaan kepada
responden, maka dapat diketahui perbandingan sebelum dan sesudah GKM serta
perubahan yang terjadi. Secara umum dari 16 butir pertanyaan yang diberikan
dapat diketahui bahwa terjadi perubahan yang lebih baik setelah mengikuti
kegiatan GKM yang berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu
produk dan produk reject.
Penilaian terhadap persepsi responden dilakukan dengan menggunakan
skala likert -2 sampai +2. Skala -2 menunjukkan sangat tidak baik, skala -1
menunjukkan tidak baik, skala 0 menunjukkan tidak ada perubahan, skala +1
menunjukkan baik, dan skala +2 menunjukkan sangat baik. Contoh dalam tabel
pada pertanyaan kemampuan menekan biaya produksi selama produksi, sebelum
GKM dari ke 30 responden angka yang sering muncul adalah skala -1. Ini
menunjukkan bahwa sebelum ikut dalam kegiatan GKM, kemampuan menekan
biaya produksi selama produksi berjalan tidak baik. Setelah mengikuti kegiatan
GKM skala yang paling banyak muncul adalah +2.Ini menunjukkan bahwa
setelah berpartisipasi dalam kegiatan GKM kemampuan karyawan dalam
menekan biaya produksi meningkat sangat. Jadi perubahan yang terjadi adalah
terjadi peningkatan kemampuan karyawan dalam menekan biaya produksi.
Aktivis GKM menilai terjadi perubahan yang lebih baik daripada sebelum
mereka mengikuti GKM terkait dengan kemampuan kerja, kemampuan
melakukan penghematan kerja, penurunan biaya produksi, prosedur kerja, dan
kemampuan menurunkan waste pada produk. Dalam tabel bisa diketahui hanya
ada dua variabel yang tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah GKM
yaitu kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan usaha mencapai hasil
maksimal dalam pekerjaan. Hal ini karena tanpa adanya GKM pun karyawan
berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan berusaha untuk
mencapai hasil maksimal dalam bekerja.
56
Tabel 9. Dampak Pelaksanaan GKM terhadap Kinerja Karyawan
Catatan : Perhitungan menggunakan modus
Perhitungan pada tabel tersebut menjelaskan hasil penilaian ke - 30 aktivis
GKM tentang persepsi mereka mengenai kemampuan meningkatkan efisiensi,
produktivitas, kinerja mutu produk, dan penurunan produk cacat. Pada tabel
tersebut terlihat bahwa setelah mengikuti GKM secara keseluruhan terjadi
perubahan sangat baik pada setiap indikator penilaian yang digunakan.
No Indikator Penilaian Sebelum
GKM
Sesudah
GKM Perubahan
1 Kemampuan menekan biaya
produksi selama produksi -1 +1
Meningkat
sangat tinggi
2 Percepatan pekerjaan tanpa
mengurangi mutu produk yang
dihasilkan
0 +1 Meningkat
lebih tinggi
3 Kemampuan melakukan
penghematan tanpa pengulangan
kerja
-1 +2 Meningkat
sangat tinggi
4 Peningkatan efisiensi sumber
daya 0 +1
Meningkat
lebih tinggi
5 Pencapaian target kerja sesuai
dengan standar +1 +1
Tidak terjadi
perubahan
6 Peningkatan kemampuan kerja 0
+1
Meningkat
lebih tinggi
7 Penyederhanaan prosedur kerja -1
+1
Meningkat
sangat tinggi
8 Penurunan tingkat kecelakaan
kerja -1
+2
Meningkat
sangat tinggi
9 Kemampuan menyelesaikan
pekerjaan dengan baik +1 +1
Tidak terjadi
perubahan
10 Usaha dalam mencapai hasil
maksimal dalam pekerjaan +1 +1
Tidak terjadi
perubahan
11 Kesesuaian produk yang
dihasilkan dengan standar mutu
yang ditetapkan
+1 +2 Meningkat
lebih tinggi
12 Kontinuitas perbaikan terhadap
mutu produk 0 +1
Meningkat
lebih tinggi
13 Proses penyerahan produk ke
proses selanjutnya -1 +1
Meningkat
sangat tinggi
14 Penurunan produk / material
rusak (tidak layak) -1 +1
Meningkat
sangat tinggi
15 Penurunan kerusakan pada
kemasan produk yang dihasilkan -1 +1
Meningkat
sangat tinggi
16 Penurunan potensi produk
terbuang percuma (waste) 0 +2
Meningkat
sangat tinggi
57
Mayoritas responden menilai bahwa ada perubahan ke arah yang lebih
baik terkait dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja, kinerja mutu produk dan
penurunan material atau produk reject. Hanya pada indikator pencapaian target
kerja sesuai standar, kemampuan penyelesaian pekerjaan dengan baik dan usaha
dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan yang tidak mengalami
perubahan penilaian responden. Hal ini karena semua responden menganggap
bahwa sebelum mengikuti GKM pun mereka selalu berusahan untuk mencapai
hasil maksimal dalam bekerja dan mencapai target produksi yang telah ditetapkan
perusahaan.
4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati
1. Efisiensi
Efisiensi yang diukur dalam penelitian ini adalah yang berhubungan
dengan penggunaan sumber daya seperti material, waktu, dan tenaga yang
kemudian dikonversikan ke dalam biaya. Salah satu tujuan perbaikan mutu adalah
memastikan bahwa produk yang diproduksi memenuhi kebutuhan pelanggan
dengan biaya minimum. Pengurangan-pengurangan biaya sebagai hasil
pemecahan masalah dalam GKM di produksi GI (minuman ringan) adalah sebagai
berikut :
a. GKM Baru Pasti
Kelompok GKM di Departemen Produksi G1 (minuman ringan) adalah
GKM Baru Pasti pada bagian pengepakan (packaging) yang berupaya untuk
menurunkan waste pemakaian lakban dari 10,8 persen menjadi 5,7 persen.
Terjadinya pemborosan diduga dari banyaknya lakban yang terbuang percuma
pada saat pengepakan produk ke dalam dus sehingga biaya waste pemakaian
lakban sebesar Rp. 7.725.434 per bulan.
58
Tabel 10. Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir pada tahun
2007(sebelum GKM)
Keterangan Satuan Tahun 2007
Total Oktober November Desember
Realisasi
produksi
Dus 1.063.265 1.314.440 731.040 3.108.745
Jumlah pakai
lakban
Roll 1.152 1.343 822 3.317
konversi
lakban
Dus 1.195.776 1.394.034 853.236 3.443.046
Jumlah Pakai
dus
Dus 1.063.265 1.314.440 731.040 3.108.745
Selisih Dus 132.511 79.594 122.196 334.301
Kapasitas roll
lakban
Dus/roll 923 979 889 937
Kapasitas
standar roll
lakban
Dus/roll 1.038 1.038 1.038 1.038
Selisih/waste Dus/roll 115 59 149 101
Persen waste
roll
% 11,079 6 14 0,1
Harga Lakban Rupiah/roll 49.500 49.500 49.500 49.500
Waste
costlakban
Rupiah/roll 5.485 2.826 7.089 4.806
Berdasarkan diagram ishikawa (lihat Lampiran 15), maka diperoleh
beberapa faktor yang paling mempengaruhi tingginya waste pada lakban dan
kemudian dilakukan beberapa perbaikan dari masalah yang ada sebagai berikut :
a) Tidak ada kontrol visual hasil panjang lakban. Perbaikan yang dilakukan
adalah dengan membuat komunikasi permintaan ke bagian procurement,
mensosialisasikan titik visual kontrol hasil panjang lakban ke operator carton
sealer
b) Tidak ada standar pengaturan mesin carton sealer. Langkah yang dilakukan
adalah dengan melakukan studi banding ke pabrik PT. F di keroncong,
melakukan uji coba posisi dudukan, cutting pada jarak yang berbeda,
menentukan posisi dudukan cutting yang optimal, membuat standar posisi
dudukan, cutting.
59
c) Tidak ada konversi perhitungan lakban sisa. Langkah yang dilakukan adalah
dengan membuat formulasi konversi panjang lakban, mensosialisasikan kepada
admin produksi
d) Tidak ada WI operasional carton sealer. Langkah yang dilakukan dengan
membuat WI operasional carton sealer , mensosialisasikan WI ke operator
carton sealer.
e) Tidak ada riwayat preventive maintainance carton sealer. Langkah yang
dilakukan dengan mengusulkan ke Departemen Teknik untuk membuat riwayat
preventive maintainance mesin carton sealer baru.
Setelah dilakukan perbaikan, terjadi penurunan waste pemakaian lakban
dari 10,8 persen menjadi 3,80 persen. sehingga dari segi biaya maka biaya waste
pemakaian lakban turun menjadi Rp 2.718.208 per bulan. Selain itu dari segi
keamanan dengan adanya WI (work in) Pengoperasian carton sealer, operator
mengetahui cara penggantian lakban yang aman dan karyawan peduli saat terjadi
pemborosan lakban dan dapat melakukan tindakan preventif dengan segera.
Tabel 11. Data pemakaian lakban setelah dilakukan perbaikan (setelah
GKM)
Keterangan Satuan Tahun 2008
Total Juli Agustus
Realisasi
produksi
Dus 1.455.520 1.388.545 2.844.065
Jumlah pakai
lakban
Roll 1.458 1.389 2.847
konversi
lakban
Dus 1.513.404 1.441.782
Jumlah Pakai
dus
Dus 1.455.520 1.388.545
Selisih Dus 57.884 53.237
Kapasitas roll
lakban
Dus/roll 998 1.000
Kapasitas
standar roll
Dus/roll 1.038 1.038 1.038
Selisih/waste Dus/roll 40 38
Persen waste
roll
% 0,04 0,04
Harga Lakban Rupiah/roll 49.500 49.500 49.500
Waste cost
lakban
Rupiah/roll 1.893 1.828
Penghematan Rupiah 4.247.047 4.137.026 4.192.036
60
b. GKM Improri
Kelompok GKM pada produksi G1 (minuman ringan) bagian proses di
mesin filling adalah GKM Improri yang mengambil tema dalam GKM nya yaitu
Menurunkan down time penggantian seal pada mesin. filling 3 dari rata - rata 2,2
menit/proses menjadi 1,6 menit. Penetapan target penggantian seal menjadi 1,6
menit adalah berdasarkan data analisis waktu penggantian seal terbaik pada
mesin. filling 3.
Tabel 12. Data rata - rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap penggantian
seal
No. Step activity Rata-rata
1. Stop mesin 10
2. Potong seal 24
3. Buka baut ragum 14
4. Ambil/ angkat seal 7
5. Buka plastic selongsong seal 4
6. Ambil/ angkat seal 7
7. Masukkan seal ke as seal 14
8. Kunci / kencangkan ragum seal 12
9. Buka isolasi seal 7
10. Tarik seal ke permukaan mould 13
11. Pengaturan seal 12
12. Press manual seal 6
13. Start / running mesin 4
Total 133 detik / 2,2 menit
Berdasarkan masalah tersebut kemudian direncanakan pemecahan masalah
yang difokuskan pada mesin filling ke 3 untuk menurunkan down time proses.
Selanjutnya diidentifikasi akar penyebab masalahnya dan melalui diagram
ishikawa dapat dilakukan tindakan perbaikan sebagai berikut :
a) Standar jumlah alat/kunci yang dipakai belum ada, maka dibuat standar
pengadaan kunci / tools per shift dan melakukan sosialisasi mekanisme
penggunaan dan perawatan terhadap kunci/tools. Sehingga penggunaan kunci
/ tools sudah terstandar (mekanisme jelas).
b) Belum ada alat bantu untuk pengangkatan seal, maka dibuat desain troli,
material PB, dan melakukan pengerjaan.
61
c) Helper kurang sosialisasi / belum mendapat pelatihan WI (work in), maka
koordinasi dengan Personal Development untuk penjadwalan dan membuka
kelas pelatihan.
d) Ada 13 langkah dalam penggantian seal, maka dibuat desain As roll seal
double track, sehingga waktu penggantian seal dari 2,2 menit dengan 13
langkah penggantian menjadi 5 langkah pergantian dengan waktu penggantian
selama 0,67 menit.
Hasil tindakan perbaikan yang dilakukan oleh GKM Improri dapat
diketahui dari perbandingan target GKM dengan kinerja aktual yang telah
dilakukan oleh anggota GKM dan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Waktu down timepenggantian sealpada mesin filling 3
Berdasarkan grafik diatas maka bisa dilihat setelah dilakukan perbaikan
oleh GKM maka down time proses penggantian seal mengalami penurunan dari
2,2 menit menjadi 0,76 menit bahkan melebihi target yang telah ditetapkan yakni
1,6 menit. Sehingga aktivitas GKM improri adalah efektif karena terjadi
perubahan yang signifikan pada proses penggantian seal. Berdasarkan hasil
analisis QCDSME (quality,cost, delivery, safety, morale,environment) dapat
dilakukan perbandingan sebelum dan sesudah GKM pada Tabel 13.
62
Tabel 13. Kondisi QCDSME *) sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM
Keterangan Sebelum GKM Sesudah GKM
Q (Quality ) Down time 2.2 menit / ganti
seal
Down time 0.67 menit / ganti
seal
C (Cost) Rupiah yang hilang akibat
down timesebesar
Rp. 19.456.800 / bulan
Rupiah yang hilang akibat
down time sebesar
Rp. 5.925.480 / bulan
D (Delivery) Unbalancing pada proses
selanjutnya pada saat
penghentian mesin
Line balancing tetap terjaga
S (Safety) Terlalu lama pada proses ganti
seal berpotensi produk tidak
standar
Produk tetap terjaga sesuai
standar
M (Morale) Belum ada kepedulian pada
persoalan yang terlihat kecil
Lebih peduli terhadap
persoalan yang sepintas
terlihat kecil
Keterangan : *)Terkait dengan down time
Berdasarkan Tabel 13, maka dari segi kualitas (quality), down time
mengalami penurunan sebesar 1,53 menit per ganti seal. Sehingga biaya yang
hilang akibat down time juga mengalami penurunan sebesar Rp. 13.531.320 /
bulan. Dari aspek keamanan setelah dilakukan perbaikan, produk tetap terjaga
sesuai dengan standar yang ditentukan, karena sudah ada kepedulian dari
karyawan terhadap persoalan yang terlihat kecil.
2. Penurunan produk / material Reject
a. GKM Packer
Berdasarkan analisis QCDSME (quality, cost, delivery, safety, morale and
environment), ditemukan bahwa pada faktor kualitas ditemukan dus penyok dan
terkelupas sebanyak 0,28 persen selama sebulan. Jika diakumulasikan ke dalam
biaya maka uang yang terbuang saat produksi berjumlah Rp. 2.064.480,00/ bulan.
Dalam proses pengiriman barang akhir dalam dus maka terjadinya pengerjaan
ulang (repack dus rusak) pada pelakbanan, sehingga menghambat pengiriman 45
detik/dus. Dari kerusakan dus yang terjadi ketika barang dimasukkan ke dalam
dus diindikasikan produk mudah terkontaminasi. Kerusakan yang terjadi akibat
63
kelalaian karyawan karena tidak ada rasa memiliki terhadap material (dus ditaruh
sembarangan dan dibanting saat proses).
Tabel 14. Data dus rusak di Bulan Mei 2008
No Bahan Baku Jumlah Dus Reject (buah)
1 Dus JDO-1 289
2 Dus JDO-3 245
3 Dus JDO-7 321
4 Dus JDO-9 85
5 Dus KFT 30
6 Dus MT-A 146
7 Dus MT-B 202
8 Dus MT-G 166
9 Dus FFL 80
10 Total 1.564
11 Total pemakaian Dus 564.513
12 Total pakai + Reject 566.077
Identifikasi penyebab tingginya kerusakan pada dus dilakukan oleh GKM
dengan menggunakan diagram ishikawa dan diperoleh tiga faktor penyebab yaitu
faktor manusia, mesin, dan metode. Faktor manusia diantaranya adalah belum ada
training sikap kerja, tidak ada sosialisasi kerugian dus rusak, dan mapping activity
belum dibuat dan disosialisasikan. Faktor mesin diantaranya tombol on-off
conveyor tidak spontan, gravity conveyor kurang panjang dan gravity terpisah.
Sedangkan faktor metode diantaranya belum ada standar penempatan sedotan, dan
belum ada sistem jemput bola. Dari masalah-masalah yang ada maka dilakukan
tindakan perbaikan diantaranya adalah:
a) Dengan melaksanakan pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan sehingga
dapat dibuat mapping activity
b) Membuat papan komunikasi untuk dus cacat (rupiah / bulan) sehingga
karyawan mengetahui perhitungan dus rusak.
64
c) Mengganti tombol on-off konveyor dengan terlebih dahulu melakukan
koordinasi pelaksanaan WO (work out) ke teknik sehingga tombol langsung
berhenti.
d) Menambah gravity dengan memodifikasi gravity roller sehingga pergerakan
pelakbanan dus semakin mudah.
e) Melakukan revisi WI (work in) proses packing ke dalam dus sehingga posisi
sedotan tidak mengganggu pelipatan dus.
f) Melakukan sosialisasi dengan ditempel pada papan komunikasi dan pelatihan
sehingga operator lakban tidak lagi menunggu dus menumpuk di konveyor.
Hasil perbaikan GKM memperlihatkan bahwa mapping activity bisa lebih
terarah, personil mengetahui kerugian dus rusak dengan dibuatnya papan
komunikasi, personil mempunyai multiskill, dus lancar, gravity diganti roller ball,
peletakan sedotan disamping dus sehingga dus berjalan lancar. Hasil GKM
berhasil dengan menurunnya dus rusak dari 0,28 persen menjadi 0,20 persen. Dus
rusak yang sebelumnya berjumlah 1564 dus menurun menjadi 505 dus. Penurunan
dus rusak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pencapaian dus Rejectsebelum dan sesudah GKM
65
Gambar 6. Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM
Berdasarkan perbandingan antara persepsi responden yang menjadi aktivis
GKM dengan data hasil kinerja aktivis GKM maka GKM di perusahaan sudah
efektif. Dikatakan efektif karena berdasarkan persepsi responden terjadi
perubahan ke arah yang lebih baik setelah mengikuti GKM berkaitan dengan
efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk dan penurunan produk yang tidak
layak. Sama halnya dengan hasil kinerja aktual dari aktivis GKM yang mengalami
peningkatan dalam meminimalisasi biaya produksi, kemampuan anggota GKM
dalam bekerja, serta penurunan produk reject . Tidak menutup kemungkinan
bahwa peningkatan (improvement) dalam perusahaan tidak hanya hasil dari proses
GKM, tetapi ada faktor-faktor lain selain GKM.
Hasil wawancara dengan team leader, supervisor produksi, dan fasilitator
GKM menunjukkan bahwa peningkatan volume produksi tidak disebabkan secara
langsung oleh adanya GKM. Volume maupun spesifikasi produksi sudah
ditentukan dalam rencana produksi oleh bagian produksi. Selain itu, perbaikan
dalam produksi didukung oleh Suggestion System(SS), Cross Function Technique
(CFT), dan operasional dalam perusahaan. Tapi yang terpenting adalah semua itu
mempunyai semangat perbaikan dalam perusahaan. Walaupun demikian, kegiatan
GKM menyumbangkan pemecahan masalah dan perbaikan yang signifikan bagi
peningkatan kualitas produk, meningkatkan efisiensi produksi, dan meningkatkan
partisipasi dan semangat karyawan.
66
4.3.7. Implikasi Manajerial
1. Perusahaan perlu meningkatkan partisipasi karyawan yang belum mengikuti
GKM sehingga dengan semakin banyaknya karyawan yang terlibat dalam
kegiatan GKM maka keuntungan bagi perusahaan. peningkatan partisipasi
dari karyawan bisa dilakukan dengan membentuk tim khusus yang berperan
dalam memberikan dorongan kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan GKM.
2. Berdasarkan wawancara dengan fasilitator GKM di Departemen Produksi
Minuman Ringan, jumlah fasilitator dalam produksi minuman ringan sangat
kurang sehingga fasilitator tidak bisa bekerja secara optimal dalam membina,
dan membimbing dan melakukan koordinasi dengan aktivis GKM. Oleh
karena itu, perlu penambahan fasilitator dalam Departemen Produksi
Minuman Ringan.
3. Komunikasi antara anggota gugus dengan fasilitator perlu ditingkatkan untuk
menjalin kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah gugus. Dengan
demikian terjadi komunikasi yang baik antara karyawan dengan atasan
sehingga pihak manajemen mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi
dalam operasional tingkat bawah melalui pelaporan perkembangan GKM dan
bisa dilakukan antisipasi segera.
4. Dalam mendukung keberhasilan GKM diperlukan kepemimpinan efektif yang
bisa menggerakkan orang-orang dalam perusahaan kearah minat yang sama
dalam organisasi dalam hal ini berkaitan dengan GKM. Disinilah peran
fasilitator dan ketua GKM dalam membina dan memotivasi anggotanya
sehingga GKM bisa berjalan dengan efektif dan sesuai dengan Strategic
Improvement (SI) perusahaan. Peningkatan peran fasilitator dilakukan dengan
pelatihan yang cukup berkaitan dengan tugasnya sebagai fasilitator. Bagi
anggota perlu diberikan pelatihan mengenai TQM dan GKM bagi yang belum
diberikan pelatihan.
5. Pada dasarnya GKM bukanlah proses yang selesai begitu saja setelah aktivitas
GKM selesai, tetapi proses GKM dalam perusahaan adalah proses
pembudayaan. Perusahaan harus mampu membuat GKM menjadi sebuah
budaya dalam organisasi. Jika sudah menjadi budaya maka GKM bukan lagi
67
sebagai sebuah keharusan tetapi menjadi kebutuhan bagi karyawan, bisa
meningkatkan semangat kebersamaan dalam bekerja, dan komunikasi efektif
antara karyawan dengan pihak manajemen.
68
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS dimulai sejak tahun 2007.
GKM di PT. TMS dikenal dengan Small Group Activities (SGA). Selain GKM,
terdapat juga Suggestion System (SS) dan Cross Function Team(CFT).
Ketiganya sama-sama bertujuan meningkatkan perbaikan dalam perusahaan.
Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. TMS terdiri dari
empat tahap yaitu sosialisasi, pembuatan struktur, pelaksanaan dan
pembudayaan.
2. Indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari
delapan faktor yaitu : komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan
dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas.
Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen
puncak, kepemimpinan dan fasilitas.
3. Perbandingan penilaian responden antara sebelum dan sesudah mengikuti
GKM dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa kegiatan GKM di PT.
TMS dinyatakan efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan.
4. Rekomendasi bagi perusahaan untuk mendorong efektivitas proses dan hasil
GKM diantaranya adalah komitmen manajemen puncak perlu ditingkatkan,
kepemimpinan efektif yang bisa mengoptimalkan GKM, serta kontinuitas dan
partisipasi aktif dari karyawan dalam mengikuti GKM.
B. Saran
1. Konvensi merupakan salah satu cara untuk menilai kinerja gugus. Dalam
hal ini pihak manajemen harus semakin mendorong aktivis gugus untuk
bekerja lebih cepat dan lebih baik, sehingga akan semakin banyak
kelompok GKM yang bisa mengikuti konvensi baik di tingkat lokal
maupun nasional.
69
2. Manajemen perlu memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai
dan merata bagi seluruh aktivis GKM, sehingga setiap anggota GKM bisa
melakukan pemecahan masalah dengan baik.
3. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas proses dan hasil GKM
dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis dalam pendekatan
Structural Equation Modelling (SEM), mengingat dalam penelitian ini
hanya menggunakan Exploratory Factor Analysis.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, DW. 2002. Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Depdiknas :
Jakarta.
Chandra. D, at al. 1991. Quality Circles Growing Big Through Small Groups.
Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
Crocker. O, at al. 2004. Gugus Kendali Mutu Pedoman, Partisipasi, dan
Produktivitas (terjemahan). Bumi Aksara : Jakarta
Desminda. 2007. Analisis Pengaruh Gugus Kendali Mutu Terhadap Peningkatan
Produktivitas Karyawan (studi kasus : PT. Good Year Indonesia, Tbk.).
Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dewi, N.K. 1993. Kajian Efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan XII.
Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Feigenbaum, A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu (terjemahan). Erlangga : Jakarta
Foster, T. 2001. Managing Quality. An Integrative Approach. Upper Saddle :
Prentice Hall.
Gaspersz,V. 2003. Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Goetsch, D.L. and S. Davis. 1994. Introduction to Total Quality. Prentice Hall
International, Inc. New Jersey.
Ibrahim, B. 2000. Total Quality Management. Djambatan : Jakarta.
Imae, M. 1997. Gemba Kaizen : Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah pada
Manajemen (terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Ishikawa, K. 1992. What is Total Quality Control. Prentice Hall International, Inc.
New Jersey.
Kusumawati, E. 1997. Kajian Implementasi Gugus Kendali Mutu pada
Perusahaan Agroindustri Teh (Studi Kasus di PT Gunung Mas, PTPNVIII,
Kabupaten Bogor). Skripsi pada Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Nasution, M.N. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Pratiwi, D.R. 2006. Mempelajari efektivitas peran gugus kendali mutu dalam
peningkatan kinerja perusahaan (studi kasus : PT. Pertamina Unit
71
pengolahan IV Cilacap). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Prawirosentono, S. 2004. Manajemen Pengendalian Mutu. Bumi Aksara : Jakarta.
Quality Control Circle Headquarters, JUSE. Gugus Kendali Mutu. PT. Pustaka
Binaman Pressindo. Jakarta.
Sharma, S. 1994. Applied Multivariate Techniques. Erlangga : Jakarta
Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia :
Bogor
Suryawati, S.H. 2001. Efektivitas Gugus Kendali Mutu terhadap Mutu dan
Produktivitas Karyawan dalam Mengimplementasi ISO 9000 (Studi kasus
: PT. ISM Bogasari Flour Mills). Tesis pada Magister Sains Program Ilmu
Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Yamit, Z. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama. Ekonisia :
Yogyakarta.
72
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
EFEKTIVITAS PENERAPAN GUGUS KENDALI MUTU PADA
PERUSAHAAN
PETUNJUK UMUM
Yth. Bapak/Ibu aktivis GKM karyawan PT. Triteguh Manunggal Sejati
Kami memahami bahwa waktu Bapak/Ibu sangat terbatas dan berharga.
Walaupun demikian kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat membantu
penelitian kami dengan mengisi kuesioner ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi gugus kendali mutu
dan efektivitas dari gugus kendali mutu berdasarkan indikator-indikator yang
mendukungnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen
dalam mengelola sumber daya manusia, khususnya dalam pengelolaan GKM dan
sebagai bahan evaluasi konsep GKM yang telah ada perusahaan.
Untuk dapat menjawab kuesioner ini dengan baik, Bapak/Ibu dimohon
untuk dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini :
1. Lihatlah secara sepintas seluruh kuesioner. Bapak/Ibu akan mendapatkan
kuesioner yang terdiri dari 2 lembar termasuk 1 halaman petunjuk.
2. Bacalah petunjuk khusus pada setiap awal kuesioner sebelum mulai
menjawab.
3. Jawablah semua pertanyaan dari setiap bagian sesuai dengan keadaan
Bapak/Ibu alami dan rasakan sebenarnya.
4. Jawaban anda akan dijamin kerahasiannya dan sama sekali tidak akan
berpengaruh terhadap karir anda. Untuk itu kami mohon kejururan anda
dalam mengisi kuesioner ini.
5. Pastikan Bapak/Ibu telah menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner ini.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner
73
Lanjutan Lampiran 1.
BAGIAN I (IDENTITAS RESPONDEN)
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sesuai petunjuk dengan
jawaban yang sesuai.
No. kuesioner : (tidak perlu
diisi)
Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan
Status : Menikah Belum menikah
Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan
Tinggi
Usia : Tahun
Masa Kerja : Tahun
Bidang pekerjaan :
Nama GKM :
Posisi di GKM :
Tujuan mengikuti GKM :
Kondisi GKM : Aktif Tidak aktif
Jumlah anggota GKM : Orang
Telah mengikuti GKM selama : Bulan
Pendapatan : a. Rp. 0 – Rp. 1000.000
b. Rp.1.000.000 – Rp. 2.000.000
c. > Rp. 2.000.000
BAGIAN II (EFEKTIVITAS PROSES DALAM KEGIATAN GUGUS)
Berilah tanda check list (√)
1. Sangat tidak setuju (STS) 4. Setuju (S)
2. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat Setuju (SS)
3. Netral (N)
74
Lanjutan Lampiran 1.
No. Komitmen Manajemen Puncak STS TS N S SS
1. Pihak manajemen mempunyai kebijakan mutu di
perusahaan
2. Saya mengetahui kebijakan mutu perusahaan
3. Pihak manajemen puncak memonitor kegiatan
GKM secara rutin
4. Pihak manajemen terlibat aktif dalam kegiatan
GKM
5. Saya mengetahui slogan kebijakan mutu tersebut
dari manajemen
No. Tujuan GKM STS TS N S SS
6. Tujuan GKM telah saya pahami dengan jelas
7. Tujuan GKM yang diketahui selama ini sesuai
dengan tujuan saya bekerja
8. Dengan adanya GKM, kebaradaan saya sebagai
karyawan ikut dihargai
9. Kegiatan GKM yang saya ikuti telah
menyumbangkan pemecahan masalah bagi
perusahaan
10. Penilaian kinerja gugus selalu dilakukan dengan
baik dan benar
No. Pendididikan dan pelatihan STS TS N S SS
11. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu
pendorong keberhasilan GKM
12. Dengan pendidikan dan pelatihan pekerjaan
menjadi lebih cepat dan efektif
13. Teknik pelatihan yang diadakan oleh perusahaan
sudah memenuhi standar
14. Saya mendapatkan latihan pemahaman
manajemen mutu terpadu
15. Saya mendapatkan latihan presentasi
16. Saya mendapatkan latihan dalam pengambilan
keputusan, penentuan sasaran dan memimpin
pertemuan
17. Frekuensi pelatihan yang dilakukan perusahaan
sudah rutin dilakukan
18. Saya diberikan panduan mengenai konsep
pemecahan masalah dalam GKM saya
No. Komunikasi STS TS N S SS
19. Saya mendapatkan kesempatan berbicara dua
arah dengan aktivis GKM yang lain
20. Kerjasama terjalin dengan baik antar sesama
kelompok GKM
21. Siapapun boleh memimin pertemuan kelompok
22. Pembagian tugas dilakukan dengan jelas
75
Lanjutan Lampiran 1.
No. Partisipasi STS TS N S SS
23. Saya selalu berusaha aktif mengemukakan
pendapat setiap pertemuan GKM
24. Saya selalu mengikuti kegiatan pertemuan dan
aktivitas GKM sampai selesai
25. Saya ikut berpartisipasi mengikuti konvensi
gugus yang diadakan oleh perusahaan
26. Saya selalu berusaha untuk menyelesaikan
masalah kelompok gugus saya tanpa harus
dipaksa
No. Seven tools (teknik kendali mutu) STS TS N S SS
27. Saya mengerti penggunaan 7 alat teknik kendali
mutu
28. Saya menerapkan alat kendali mutu dalam
kegiatan GKM saya
29. Saya menerapkan teknik kendali mutu untuk
mengarah pada perbaikan kinerja produksi
30. Dengan menerapkan teknik kendali mutu, saya
bisa mengatasi masalah terkait dengan GKM
saya.
31. Saya mengetahui dan bisa menerapkan 8
langkah pemecahan masalah dalam
pengendalian mutu
No. Kepemimpinan STB TB N B SB
32. Bagaimana fasilitator memberikan konsultasi
kepada anda selaku anggota GKM
33. Bagaimana kepemimpinan dari ketua GKM anda
34.
Bagaimana kemampuan fasilitator dalam
mengkoordinasikan kelompok GKM
35. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam
memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi
GKM anda
36. Bagaimana kemampuan fasilitator dalam
membina kelompok GKM anda
37. Bagaimana kemampuan ketua GKM dalam
membina anggotanya
38. Bagaimana pendampingan fasilitator dalam
mendampingi pertemuan GKM anda
39. Bagaimana usaha ketua GKM dalam
menanamkan tanggung jawab kepada
anggotanya
40. Bagaimana fasilitator dalam membuat jadwal
pertemuan rutin dari anggota GKM
Ket: STB : sangat tidak baik ; TB: tidak baik ;
N: Netral ; B: Baik ; SB: sangat baik
76
Lanjutan Lampiran 1.
No. Fasilitas STS TS N S SS
41. Ruang (tempat pertemuan, pertemuan khusus,
alat-alat) yang disediakan oleh perusahaan untuk
kegiatan GKM dalam kondisi baik
42. Perusahaan memberikan kemudahan dalam
mendapatkan fasilitas penunjang GKM
43. Fasilitator bersungguh-sungguh dalam
menyediakan fasilitas yang diperlukan GKM
44. Fasilitas khusus yang disediakan untuk saya
selaku anggota GKM cukup baik
Jika setuju, apa fasilitas yang diberikan kepada
anda:
77
Lanjutan Lampiran 1.
BAGIAN III (EFEKTIVITAS HASIL DARI GKM )
No. Indikator Penilaian
Sebelum
GKM
Sesudah
GKM
1 Kemampuan menekan biaya produksi
selama produksi
2 Percepatan pekerjaan tanpa mengurangi
mutu produk yang dihasilkan
3 Kemampuan melakukan penghematan
tanpa pengulangan kerja
4 Peningkatan efisiensi sumber daya
5 Pencapaian target kerja sesuai dengan
standar
6 Peningkatan kemampuan kerja
7 Penyederhanaan prosedur kerja
8 Penurunan tingkat kecelakaan kerja
9 Kemampuan menyelesaikan pekerjaan
dengan baik
10 Kemampuan dalam mencapai hasil
maksimal dalam pekerjaan
11 Kesesuaian produk yang dihasilkan
dengan standar mutu yang ditetapkan
12 Kontinuitas perbaikan terhadap mutu
produk
13 Proses penyerahan produk ke proses
selanjutnya
14 Penurunan produk / material rusak (tidak
layak)
15 Penurunan kerusakan pada kemasan
produk yang dihasilkan
16 Penurunan potensi produk terbuang
percuma (waste)
Catatan : Skala yang digunakan :
-2 : Sangat buruk +1 : Lebih baik
-1 : Buruk+2 : Sangat baik
0 : Tidak Ada Perubahan
78
Lampiran 2. Pedoman Pertanyaan wawancara dengan Fasilitator
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN FASILITATOR GKM
1. Apakah kebijakan mutu perusahaan dapat dimengerti dengan jelas dan dapat
dilakukan?
2. Apakah ada kendala dalam menterjemahkan kebijakan mutu tersebut melalui
pekerjaan sehari-hari? Jika ada, berupa apa?
3. Apakah kebijakan mutu tersebut selalu dikomunikasikan kepada karyawan?
Bagaimana caranya?
4. Bisakan Bapak ceritakan sejarah pembentukan GKM di perusahaan ini ?
5. Bagaimana aktivitas kerja di bagian anda?
6. Masalah seperti apa yang dihadapi dalam departemen yang Bapak pimpin?
Dan bagaimana GKM mengatasinya?
7. Bagaimana komitmen pimpinan perusahaan (pimpinan puncak, menengah
terhadap kegiatan GKM?
8. Apakah perusahaan mengadakan pelatihan-pelatihan terutama yang berkaitan
dengan GKM ? apakah ada manfaatnya?
9. Dapatkah Bapak menceritakan tentang sistem penghargaan dan pengakuan
dalam kegiatan GKM ?
10. Menurut Bapak, sejauh mana kekompakan antar tiap anggota dalam
berinteraksi dan kerjasama mereka, di dalam kelompok GKM yang Bapak
fasilitasi?
11. Sejauh mana peran Bapak sebagai fasilitator dalam kegiatan-kegiatan GKM
perusahaan ini? Apakah ada kendala-kendalanya? Bila ada berupa apa?
12. Semenjak dibentuknya GKM, ada perubahan di dalam operasional
perusahaan?
79
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati
A. Departemen Sumber Daya Manusia
B. Departemen Finance Accounting
84
Lampiran 4. Jumlah Tenaga Kerja di Setiap Departemen
A. Karyawan di Departemen Minuman Ringan (G1)
B. Karyawan di Departemen Biskuit (G2)
DEPT
NUMBER OF EMPLOYEES GENDER EMPLOYEE STATUS
Awal Bulan
Out In Akhir Bulan
Wanita Pria Contract Permanent Probation
Produksi 119 2 - 117 36 81 90 27 -
Finance Controller 14 - - 14 9 5 4 10 -
Human Resources 16 - 1 17 3 14 4 13 -
Technic 39 - 5 44 - 44 23 21 -
PPIC & Logistik 16 - 1 17 3 14 5 12 -
QA 32 1 - 31 12 19 14 17 -
Purchasing 7 - - 7 2 5 2 5 -
Formula 26 - - 26 4 22 15 11 -
PDCA 14 - 3 17 7 10 13 4 -
Factory Manager 1 - - 1 - 1 - 1 -
Total 284 3 10 291 76 215 170 121 0
DEPT
NUMBER OF EMPLOYEES GENDER EMPLOYEE STATUS
Awal Bulan
Out In Akhir Bulan
Female Male Contract Permanent Probation
Produksi 158 3 1 156 66 90 148 8 -
Finance Controller 2 - - 2 1 1 1 1 -
Human Resources - - - - - - - - -
Technic 9 - 2 11 - 11 4 7 -
PPIC & Logistik - - - - - - - - -
QA 11 - - 11 2 9 7 4 -
Purchasing - - - - - - - - -
Formula 14 - - 14 - 14 10 4 -
PDCA 2 - - 2 1 1 1 1 -
Factory Manager - - - - - - - - -
Total 196 3 3 196 70 126 171 25 0
87
Lampiran 7. Taman SGA sebagai tempat Aktivis Gugus melakukan pertemuan
dan Perkembangan setiap GKM
89
Lampiran 9. Daftar GKM yang berprestasi dalam konvensi lokal dan nasional
Sumber : PT. Triteguh Manunggal Sejati (2010
No. Nama
GKM
Prestasi Jenis
Prestasi
Tema GKM Tahun
1 Kenanga Silver, 1st
convention
Nasional Menurunkan downtime
proses cleaning sanitizer
dari 59 menit menjadi 34
menit
2008
2 Gerinda Gold, 1st
convention
Tudung
Innosumit
Menurunkan pemakaian
BBM dari 0,017 l/kg
menjadi 0,014 liter/kg
2008
3 Gupidi Silver, 2nd
convention
Tudung
Innosumit
Menurunkan biaya
pemakaian reagent untuk
pengujian proses water
treatment menjadi Rp.
46.500/ bulan
2009
4 Formasi Gold, 2nd
convention
Tudung
Innosumit
Menurunkan loss
aspartam dari 316 gr/shift
menjadi 109,72 gr/ shift
2009
5 Improri Silver prize
TKMPN
XIII dan
Internationa
l quality &
produktivity
convention
Nasional Menurunkan downtime
penggantian seal dari
rata-rata 2,2 menit/
proses menjadi 1,6 menit
/ proses
2009
6 Pansus Best
presentation
, 3rd
convention
Lokal Menurunkan waste
sedotan dari rata-rata
2,66% per bulan menjadi
1,00% per bulan
2010
90
Lampiran 10. Pengolahan dan Analisis Data
Tujuan Data yang
Dibutuhkan
Sumber
Data
Teknik
Pengumpulan
Data
Teknik
Pengolahan
Data
Hasil yang
Diharapkan
Mempelajari
implementasi
Gugus
Kendali Mutu
(GKM) yang
ada di
perusahaan.
Organisasi
Gugus
Pertemuan
Gugus
Pelatihan yang
dilakukan gugus
Klinik gugus
Konvensi gugus
Dokumen
dari
manajemen
Wawancara
dengan
fasilitator,
ketua Gugus
Observasi
langsung
Studi literatur
Analisis
Deskriptif
Mendapatkan
gambaran
mengenai
kegiatan-kegiatan
gugus dengan
melihat secara
langsung kegiatan
gugus sehingga
bisa mendapatkan
kesimpulan
mengenai
efektivitas proses
gugus
Mengidentifi
kasi dan
menganalisis
efektivitas
dari kinerja
GKM di
perusahaan.
Persepsi dari
seluruh
Responden yang
merupakan
anggota GKM
Informasi dari
fasilitator
Data hasil GKM
yang
berhubungan
dengan efisiensi,
produktivitas,
kinerja produk
dan produk
/material rijek
Hasil
analisis kuesioner
Observasi
langsung
Wawancara
Validitas dan
reliabilitas,
analisis faktor,
statistika
deskriptif.
Mengetahui faktor
terpenting yang
menentukan
efektivitas gugus
dengan melihat
variabel-variabel
yang sudah ada .
kemudian bisa
membandingkan
antara persepsi
dengan hasil nyata
GKM.
91
Lampiran 11. Hasil Uji Validitas Indikator Penentu Keberhasilan GKM
Komitmen Manajemen Puncak Correlations
A1 A2 A3 A4 A5 Total
Total Pearson Correlation
.452* .725
** .206 .452
* .683
** 1
Sig. (2-tailed) .012 .000 .274 .012 .000
N 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tujuan GKM Correlations
B1 B2 B3 B4 B5 Total
Total Pearson Correlation
.519** .216 .663
** .267 .769
** 1
Sig. (2-tailed) .003 .251 .000 .153 .000
N 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Pendidikan dan Pelatihan Correlations
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 Total
Total Pearson Correlation
.547** .476
** .585
** .804
** .680
** .662
** .480
** .491
** 1
Sig. (2-tailed) .002 .008 .001 .000 .000 .000 .007 .006
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Komunikasi Correlations
D1 D2 D3 D4 Total
Total Pearson Correlation
.545** .839
** .438
* .604
** 1
Sig. (2-tailed) .002 .000 .015 .000
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
92
Lanjutan Lampiran 11.
Partisipasi Correlations
E1 E2 E3 E4 Total
Total Pearson Correlation .708** .551
** .502
** .794
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .002 .005 .000
N 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Seven Tools (teknik kendali mutu) Correlations
F1 F2 F3 F4 F5 Total
Total Pearson Correlation .825** .728
** .612
** .388
* .683
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .034 .000
N 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Kepemimpinan Correlations
G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 Total
Total Pearson Correlation .803** .636
** .691
** .702
** .715
** .765
** .575
** .804
** .576
**
1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .001
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Fasilitas Correlations
H1 H2 H3 H4 Total
Total Pearson Correlation .855** .751
** .775
** .780
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
93
Lampiran 12. Nilai Uji Reliabilitas
Reliabilitas Total
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliabilitas Komitmen Manajemen Puncak
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.682 .629 6
Reliabilitas Tujuan GKM
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.666 .604 6
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.726 .871 45
94
Lanjutan Lampiran 12.
Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.743 .818 9
Reliabilitas Komunikasi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.723 .718 5
Reliabilitas Partisipasi
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.744 .756 5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
95
Lanjutan Lampiran 12.
Reliabilitas Seven Tools
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.762 .801 6
Reliabilitas Kepemimpinan
Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Reliability
Based on
Standardized
Items N of Items
.769 .901 10
Reliabilitas Fasilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.812 .889 5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
96
Lampiran 13. Identitas Responden berdasarkan indikator penilaian keberhasilan
GKM
Indikator penilaian Skala Pendidikan Lama di GKM Masa Kerja
SMA PT < 1 tahun 1-3 tahun 1-3 Tahun >3 Tahun Kemampuan menekan
biaya produksi selama
produksi
0 10% 0% 3% 7% 10% 0%
+1 43% 10% 3% 50% 33% 20%
+2 30% 3% 17% 20% 27% 10% Percepatan pekerjaan
tanpa mengurangi mutu
produk yang dihasilkan
0 3% 0% 0% 3% 3% 0%
+1 53% 7% 13% 47% 43% 17%
+2 30% 7% 10% 27% 23% 13% Kemampuan
melakukan
penghematan tanpa
pengulangan kerja
0 17% 3% 10% 10% 20% 0%
+1 20% 3% 0% 23% 10% 13%
+2 50% 7% 13% 43% 40% 17% Peningkatan efisiensi
sumber daya 0 7% 0% 0% 7% 3% 3%
+1 50% 10% 13% 47% 50% 10%
+2 30% 3% 7% 27% 17% 20% Pencapaian target kerja
sesuai dengan standar 0 27% 0% 7% 20% 20% 7%
+1 47% 10% 10% 47% 43% 10%
+2 13% 3% 7% 10% 10% 10% Peningkatan
kemampuan kerja 0 17% 0% 3% 13% 17% 0%
+1 37% 10% 10% 37% 33% 17%
+2 33% 3% 10% 27% 17% 17% Penyederhanaan
prosedur kerja 0 7% 0% 0% 7% 7% 0%
+1 50% 7% 10% 47% 37% 20%
+2 30% 7% 13% 23% 23% 13% Penurunan tingkat
kecelakaan kerja 0 20% 3% 3% 17% 10% 7%
+1 27% 3% 3% 27% 17% 13%
+2 43% 3% 17% 33% 40% 13% Kemampuan
menyelesaikan
pekerjaan dengan baik
0 30% 7% 7% 30% 27% 10%
+1 40% 7% 17% 30% 33% 13%
+2 17% 0% 0% 17% 10% 7% Kemampuan dalam
mencapai hasil
maksimal dalam
pekerjaan
0 27% 7% 7% 30% 27% 10%
+1 40% 7% 17% 30% 33% 13%
+2 17% 0% 0% 17% 10% 7% Kesesuaian produk
yang dihasilkan dengan
standar mutu yang
ditetapkan
0 13% 0% 3% 10% 10% 3%
+1 53% 10% 13% 50% 47% 17%
+2 20% 3% 7% 17% 13% 10% Kontinuitas perbaikan
terhadap mutu produk 0 23% 3% 10% 17% 17% 10%
+1 43% 3% 10% 37% 33% 13%
+2 20% 7% 3% 23% 20% 7% Proses penyerahan
produk ke proses
selanjutnya
0 10% 3% 0% 13% 10% 3%
+1 33% 7% 3% 37% 33% 7%
+2 43% 3% 20% 27% 27% 20%
97
Lanjutan Lampiran 13.
Indikator penilaian Skala Pendidikan Lama di GKM Masa Kerja
SMA PT < 1 tahun 1-3 tahun 1-3 Tahun >3 Tahun Penurunan produk /
material rusak (tidak
layak)
0 10% 0% 7% 3% 7% 3%
+1 40% 10% 10% 40% 40% 10%
+2 37% 3% 7% 33% 23% 17% Penurunan kerusakan
pada kemasan produk
yang dihasilkan
0 10% 0% 0% 7% 7% 3%
+1 50% 13% 13% 50% 43% 17%
+2 27% 0% 10% 20% 20% 10% Penurunan potensi
produk terbuang
percuma (waste)
0 3% 0% 0% 3% 3% 0%
+1 27% 0% 0% 27% 17% 10%
+2 57% 13% 20% 50% 50% 20%
98
Lampiran 14. Nilai Total Variance Explained pada Analisis Faktor
Component
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared
Loadings Rotation Sums of Squared
Loadings
Total % of
Variance Cumulative
% Total % of
Variance Cumulative
% Total % of
Variance Cumulative
%
1 2.823 35.285 35.285 2.823 35.285 35.285 2.094 26.170 26.170
2 1.352 16.903 52.187 1.352 16.903 52.187 1.981 24.759 50.929
3 1.331 16.640 68.828 1.331 16.640 68.828 1.432 17.898 68.828
4 .705 8.814 77.642
5 .613 7.664 85.306
6 .596 7.444 92.751
7 .363 4.537 97.288
8 .217 2.712 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.