ANALISIS DIKSI PADA BAB NIKAH BUKU TERJEMAHAN KITAB …
Transcript of ANALISIS DIKSI PADA BAB NIKAH BUKU TERJEMAHAN KITAB …
ANALISIS DIKSI PADA BAB NIKAH BUKU
TERJEMAHAN KITAB FAT AL-QARIB
Disusun oleh:
Novitasari Rahayu
106024000942
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
2
ANALISIS DIKSI PADA BAB NIKAH BUKU
TERJEMAHAN KITAB FAT AL-QARIB
Disusun oleh:
Novitasari Rahayu
106024000942
Dibawah Bimbingan
Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum
197912292005011004
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
3
4
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Novitasari Rahayu
NIM : 106024000942
Jurusan : Tarjamah
Fakultas : Adab dan Humaniora
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan gelar.
Jakarta, 03 Nopember 2011
Penulis
Novitasari Rahayu
5
ABSTRAK
Nama : Novitasari Rahayu. NIM : 106024000942. Judul : “ Analisis Diksi Pada Bab
Nikah Buku Terjemahan Kitab Fath al-Qarib”. Jurusan Tarjamah, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui model terjemahan yang
digunakan penerjemah kitab Fath al-Qarib, dan (2) mengetahui ketepatan penerjemah
memilih diksi yang sesuai dengan Bahasa Sumbernya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif-kualitatif dengan mengumpulkan berbagai data dari beberapa
literatur yang berhubungan erat dengan masalah yang diteliti. Sedangkan penelitian
ini difokuskan hanya pada penggunaan kata bersinonim, penggunaan kata umum dan
khusus, penggunaan kata abstrak dan konkrit, analisis ketepatan pilihan kata dan
analisis kesesuaian pilihan kata. Penelitian ini juga hanya dibatasi pada bab Nikah
saja yaitu pada buku terjemahan kitab Fath al-Qarib karya Imron Abu Amar.
Temuan penelitian sebagai berikut. adanya penggunaan kata yang tidak baku,
adanya ketidaktepatan diksi, adanya penggunaan istilah asing, dan adanya kalimat
yang tidak lengkap.
Sehingga penulius menyimpulkan bahwa diksi yang digunakan oleh
penerjemah belum umum dipergunakan dimasyarakat Indonesia. Sebagian
terjemahannya masih mengikuti bahasa sumbernya.
6
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan
segala nikmat iman dan Islam, karena atas kehendak dan kuasanyalah, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Diksi Pada Bab Nikah
Buku Terjemahan Kitab Fath al-Qarib”. Shalawat dan salam tidak lupa penulis
panjatkan kepada kekasih Allah Nabi Muhammad SAW, suri tauladan dalam
aktivitas kehidupan, serta kepada para keluarga dan sahabatnya.
Dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak baik moril maupun materil.
Karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga untuk segenap pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag selaku Dekan Fakultas Adan dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Akhmad Syaehudin selaku Ketua Jurusan Tarjamah Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7
4. Bapak Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum selaku Sekretaris Jurusan
Tarjamah Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus
sebagai dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, memberikan
waktu luang, tenaga dan pikiran untuk memberikan ilmu dan bimbingan
serta pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi hingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Drs. H. Ikhwan Azizi, M.Ag selaku Penguji skripsi ini, yang telah
banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis.
6. Seluruh Dosen Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang
telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis.
7. Pimpinan dan seluruh Staf Karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah menyediakan fasilitas berupa sumber-sumber yang
berkaitan dengan skripsi penulis.
8. Ayahku Nimung Miang dan Ibuku Tati Haryati. Terima kasih atas segala
kasih sayang, perhatian, pengertian dan motivasinya baik moril maupun
materil yang sangat berperan dalam hidup, semoga Bapak dan Mama selalu
diberikan kesehatan, kebahagian dan umur panjang sehingga ananda
diberikan kesempatan untuk menunjukkan besarnya cinta ananda kepada
kalian. Kepada adikku, Nurabdillah, Ayah Aang dan Mama Aang, Papa
Mama Fahira, Kakekku Bapak Miang dan Nenekku Ibu Murni, dan
8
sepupuku Desi Arisandi yang selalu memberikan perhatian dan
semangatnya kepadaku. Terima kasih atas motivasi dan dukungan kalian.
9. Untuk Bidadari kecilku mutiara Hatiku Syafa Humaira, yang selalu
menghibur Bunda dan memberikan semangat baru dalam menjalani hari-
hari yang paling berat, dan untuk seseorang yang sangat berarti dalam hidup
Penulis My Beh, yang telah membangunkan penulis dari keterpurukan dan
selalu memberikan Motivasi, dukungan, kasih sayang yang tiada habisnya.
10. Teman-teman seangkatan Jurusan Tarjamah tetehku teman terbaikku Suti
Indrawati terima kasih atas segalanya, Melly, Wulan, Iyum, Nubzah, Fufu,
yuyun, dan yang lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas kerjasamanya selama 4 tahun lebih ini kita saling
mengenal, berbagi dan menjalin persahabatan bahkan persauadaraan.
Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan,
penulis hanya dapat memanjatkan Do‟a kepada Allah SWT semoga kebaikan
yang telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk para
pembaca semua, Amin.
Jakarta, 08 Desember 2011
Penulis,
Novitasari Rahayu
9
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke
dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin
dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
T ط ا
Z ظ B ب
„ ع T ت
Gh غ Ts ث
F ف J ج
Q ق H ح
K ك Kh خ
L ل D د
M م Dz ذ
N ن R ر
W و Z ز
H ة S س
` ء Sy ش
Y ي S ص
D ض
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
A. Vokal tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
---- a Fathah
10
---- i Kasrah
----- u Dammah
B. Vokal rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي--- ai a dan i
و--- au a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
----ا/ي â a dengan topi di atas
ي---- î i dengan topi di atas
و--- û u dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar-
rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda--- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan
al- darûrah, demikian seterusnya.
11
5. Ta Marbûtah
Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang
sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na‟t) atau kata
sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata
benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh
no.3)
No. Kata Arab Alih Aksara
Tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islâmiyah الجامعة الإسلامية 2
wihdat al-wujûd وحدة الوجود 3
6. Huruf kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama
tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf
“al” a tidak boleh kapital.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................... I
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................... II
ABSTRAK ................................................................................................................................ III
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. IV
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................................. VII
DAFTAR ISI............................................................................................................................. X
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 6
E. Metode Penelitian .............................................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 7
BAB II KERANGKA TEORI ........................................................................................... 9
A. Penerjemahan ..................................................................................................... 9
1. Definisi Penerjemahan ................................................................................. 9
2. Syarat dan Etika Penerjemahan .................................................................... 10
3. Proses Penerjemahan .................................................................................... 12
4. Langkah Penerjemahan ................................................................................ 15
5. Metode Penerjemahan .................................................................................. 16
a. Penerjemahan Kata Demi Kata .............................................................. 16
b. Penerjemahan Harfiyah .......................................................................... 17
c. Penerjemahan Setia ................................................................................ 18
d. Penerjemahan Semantis ......................................................................... 19
e. Penerjemahan Bebas .............................................................................. 19
f. Penerjemahan Adaftasi ........................................................................... 20
g. Penerjemahan Idiomatis ......................................................................... 21
xi
h. Penerjemahan Komunikatif .................................................................... 21
B. Diksi ................................................................................................................... 22
1. Definisi Diksi ............................................................................................... 22
2. Masakah Pilihan Kata Dalam Penerjemahan ............................................... 23
3. Piranti Diksi ................................................................................................. 24
a. Penggunaan Kata Bersinonim ................................................................ 24
b. Penggunaan Kata Umum dan Khusus .................................................... 25
c. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkrit .................................................. 26
4. Ketepatan Pilihan Kata ................................................................................. 27
a. Persoalan Ketepatan Pilihan Kata .......................................................... 27
b. Persyaratan Ketepatan Pilihan Kata ....................................................... 28
5. Kesesuaian Pilihan Kata ............................................................................... 30
a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata ........................................................ 30
b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata ..................................................... 31
BAB III SEPUTAR FATH AL-QARIB, BIOGRAFI SINGKAT DAN SEJUMLAH
KARYA PENULIS DAN PENERJEMAH ......................................................... 33
a. Seputar Fath al-Qarib ........................................................................................ 33
b. Biografi Penulis Kitab Taqrib ........................................................................... 34
c. Biografi Penulis Kitab Fath al-Qarib ................................................................ 35
d. Biografi Penerjemah ......................................................................................... 36
BAB IV ANALISIS DIKSI DALAM TERJEMAHAN KITAB FATH AL-QARIB ..... 37
A. Analisis Piranti Diksi ............................................................................................... 37
1. Penggunaan Kata Bersinonim ............................................................................ 37
2. Penggunaan Kata Umum dan Khusus ................................................................ 38
3. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkrit.............................................................. 40
B. Analisis Ketepatan Pilihan Kata .............................................................................. 40
C. Analisis Kesesuaian Pilihan Kata ............................................................................ 44
BAB V PENUTUP .............................................................................................................. 48
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 48
B. Saran ........................................................................................................................ 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar aktivitas penerjemahan terhadap al-qur‟an dan kitab-kitab
berbahasa arab lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, baik
itu di pondok-pondok pesantren, majelis ta‟lim, dan berbagai tempat
pendidikan agama, masih mengutamakan penerjemahan kata perkata.
Aktivitas ini pada umumnya terjadi di pesantren-pesantren salaf, tentunya
yang diterjemahkan adalah kitab-kitab Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Tarikh, dan
lain-lain.
Contoh kecilnya seperti meletakan fi‟l dan fa‟l, kebanyakan kata fi‟l
diletakan sebagai subjek sedangkan fa‟il sebagai predikat. Sebagaimana kitab
fath al-Qarib yang diterjemahkan oleh Drs. Imron Abu Amar, beliau
menerjemahkan kitab ini bukan dengan cara mengalihkan pesan bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran, tetapi mengalihkan bahasa satu ke bahasa
lain dengan kata perkata, sehingga dengan cara itu menjadikan para santri
melupakan struktur, susunan kata, dan penggunaan kalimat bahasa indonesia
dengan baik.
Pada dasarnya, kitab-kitab klasik atau kitab kuning, banyak mempunyai
ciri khusus, misalnya saja dalam penulisannya. Penulisan kitab kuning tidak
mengenal tanda baca seperti koma, titik, tanda tanya, tanda seru, dan
sebagainya. Kesan bahasanyapun berat dan tanpa harakat. Begitu juga dalam
2
formatnya yang terdiri dari 2 bagian yaitu matan dan syarah. Matan selalu
diletakan dibagian pinngir sebelah kanan dan kiri, sedangkan syarah
(penjelasan) selalu diletakan di bagian tengah setiap halaman. Pergeseran sub
topik dalam kitab kuning tidak menggunakan alinea baru, tetapi dengan pasal-
pasal atau kode.
Dewasa ini, kitab-kitab klasik seperti kitab fiqh yang telah diterjemahan
ke dalam bahasa Indonesia telah banyak beredar, dan tidak sedikit dari kitab-
kitab itu yang dicetak ulang beberapa kali, seperti kitab Fiqh as-Sunah karya
Sayyid Sabiq yang sangat terkenal, hal ini menandakan bahwa karya-karya
terjemahan sangat diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Pada proses penerjemahan, kita sering menemui beberapa kesulitan
dalam mengartikan kata dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa).
Pada dasarnya, penerjemahan adalah proses linguistik yang saripatinya
terangkum dalam upaya mencari padanan kata-kata satu bahasa dengan kata-
kata pada bahasa lain. Usaha menerjemahkan itu pada hakekatnya
mengandung makna mereproduksi amanat atau pesan di dalam bahasa sumber
dengan padanannya yang paling wajar dan paling dekat di dalam bahasa
penerima, baik dari urusan arti maupun dari urusan langgam atau gaya.1
Rochayah Machali dalam bukunya berpendapat bahwa penerjemahan itu
merupakan suatu tindakan komunikasi. Kegiatan tersebut tidak terlepas dari
bahasa. Dengan demikian, penerjemahan merupakan kegiatan yang
melibatkan bahasa, dan dalam pembahasannya tidak dapat mengabaikan
1 Anton, M.Moeliono, Kembar Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 195
3
pemahaman tentang konsep-konsep kebahasaan itu sendiri.2
Untuk menajamkan kepekaan dalam menyelami bahasa sumber (BSu)
dan kepiawaian mengalihkannya ke dalam bahasa sasaran (BSa), seorang
penerjemah harus memiliki pengetahuan terkait dengan unsur Linguistik dan
unsur Non-Linguistik dalam penerjemahan. Unsur linguistik berkaitan dengan
aspek kebahasaan dalam penerjemahan, sementara unsur non-lingustik
berkaitan dengan aspek di luar bahasa yang diperlukan pada saat
menerjemahkan. Unsur linguistik dalam penerjemahan di antaranya adalah
makna kamus, makna morfologis, makna sintaksis, dan makna retoris. 3
Permasalahannya adalah ketika penerjemah menemukan teks yang sulit
mencarikan padanan kata yang tepat untuk diterjemahkan. Pemilihan kata
dalam linguistik disebut diksi. Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras
untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang
diharapkan).4 Menurut Groys Keraf, ” pilihan kata adalah atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan
gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk
yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan kosa kata bahasa itu.
Diksi bisa diartikan pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita
mereka. Diksi bukan hanya pilih memilih kata. Istilah diksi bukan hanya
2 Rochayah , Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 17
3 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-„An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-
Indonesia (Tangerang: Penerbit Dikara, 2009), cet. 3, h. 17 4 Alwi dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), ed. 3, cet.
Ke-3, h. 264
4
digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga
meliputi persoalan gaya bahasa. Banyak penerjemah salah memilih diksi
seperti dalam hal memadankan sinonim, kesesuaian makna, bahkan
ketepatannya.
Contohnya seperti pada kalimat berikut:
غح د ام١ذ ششػا اس ذ ل١ذ اىاح
Diartikan:
“Adapun lafadz „Talak‟ menurut arti bahasa ialah „melepaskan tali‟.
Sedangkan menurut pengertian syarak ialah nama bagi suatu pelepasan
pernikahan”.
Terjemahan kata „lafadz‟ tidak tepat, karena terlalu menekankan pada
Bsu, padahal kata „lafadz‟ bisa diganti dengan „kata‟. Kemudian kata „menurut
pengertian syara‟, menurut penulis juga tidak sesuai, dalam kamus al-
Munawwir kataششػا berarti „peraturan‟, „undang-undang‟, dan
„hukum‟.
kemudian kalimat berikutnya:
غ١ش.فاصش٠خ الا ٠ذر غ١ش اطلا ق اىا٠ح ا ذذر
”Talak syarikh yaitu talak yang tidak mengandung selain talak itu
sendiri. Talak kinayah yaitu talak yang mengandung pula kepada selain
talak”.
Bila dilihat dari bahsa sumbernya, terjemahan di atas memang sudah
sesuai, tetapi bila dipahami dengan bahasa sasarannya akan mejadi sulit
dipahami.
5
Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata,
tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih sudah dapat diterima.
Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu
dapat diterima oleh para publik atau orang yang kita ajak berbicara.
Masyarakat yang diikat oleh berbagai norma, menghendaki pula agar setiap
kata yang digunakan itu cocok atau serasi dengan norma-norma masyarakat
dan sesuai dengan sotuasi yang dihadapi.5
Beranjak dari masalah di atas, penulis merasa perlu mengangkat kajian
di atas sebagai analisis dalam penelitian kali ini. Dengan judul: ”ANALISIS
DIKSI PADA BAB NIKAH BUKU TERJEMAHAN FATH AL-QARIB”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, guna mempermudah proses penelitian, penulis
akan hanya membatasi pada Bab Nikah saja karena mengingat sangat
banyaknya bab dalam kitab Fath al-Qarib. Dengan melihat pembatasan
masalah tersebut, maka penulis merumuskan sebagai berikut:
1. Model terjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah kitab Fath al-
Qarib?
2. Apakah pemilihan diksi yang dilakukan penerjemah ini sudah efektif
dalam menyampaikan pesan bahasa sumber?
5 Goyrs Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta: Gramedia Utama, 2006), h. 24
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah yang penulis kemukakan, maka yang menjadi
tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetaui bagaimana para
penerjemah terdahulu menerjemahkan kitab-kitab klasik.
Tujuan khususnya adalah:
1. Mengetahui model terjemahan yang digunakan penerjemah kitab Fath al-
Qarib.
2. Mengetahui ketepatan penerjemah memilih diksi yang sesuai dengan
Bahasa Sumbernya.
Manfaat dari hasil penelitian ini, bagi penulis untuk menambah
wawasan dan pengalaman khususnya dalam menerjemahkan kitab-kitab klasik
serta teks-teks lain. Sedangkan bagi jurusan Tarjamah, agar penelitian ini
menjadi bahan pertimbangan bagi para peneliti berikutnya.
D. Tinjauan Pustaka
Sejauh yang penulis teliti, ada beberapa skripsi yang sudah meneliti
tentang judul ini di antaranya, pada tahun 2004, oleh Euis Maemunah dengan
judul analisis diksi pada bab zakat buku terjemahan Fath al-Qarib, kemudian
Khairul Fajri (2006), dengan judul Analisis Diksi Pada Bab Haji Buku
Terjemahan Fath al-Qarib. Muhammad Hotib (2006) menganalisis diksi pada
bab Riba terjemahan buku Bulugh al-Maram ”versi A. Hasan”, Rachmat Joeni
Akbar (2006) menganalisis diksi terhadap Alquran terjemahan Departemen
Agama surat Al-Waqi‟ah, Elang Satya Nagara (2007) menganalisis diksi pada
7
bab puasa buku terjemehan Fath al-Qarib, Ana Saraswati (2008) diksi dalam
terjemahan Studi Kritik Terjemahan Ar-Risalah al-Qusyairiyah Fi Ilmi Al-
Tasawuf, dan Asep Saepullah (2010) Ketepatan diksi dalam terjemahan kitab
Mukhtasar Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan penulis adalah metode
kualitatif dan analisis deskriptif, dengan mengumpulkan berbagai data dari
berbagai literatur yang berhubungan erat dengan masalah yang akan diteliti.
Serta berusaha untuk mengungkapkan masalah dan menggambarkan tentang
penerjemahan, serta menganalisisnya dalam kitab Fath al-Qarib.
Dalam penelitian ini penulis juga merujuk pada sumber-sumber sekunder
seperti buku-buku tentang pembentukan kata, tentang penerjemahan,
linguistik, internet, dan lain-lain.
Adapun teknis penulisan yang digunakan dalam penelitian ini,
berpedoman pada buku ‟Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi)‟ yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mensistematikan penelitian ini, langkah yang penulis tempuh
adalah sebagai berikut:
Pada bab pertama, pendahuluan yang mencakup; latar belakang masalah
yaitu berisi tentang alasan penulis mengambil judul ANALISIS DIKSI PADA
8
BAB NIKAH BUKU TERJEMAHAN FATH AL_QARIB, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan
teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua, penulis meletakan kerangka teori yang berisi seputar
terjemahan, definisi terjemahan, proses penerjemahan, langkah penerjemahan,
metode penerjemahan. Serta gambaran umum tentang diksi, definisi diksi,
masalah pilihan kata dalam penerjemahan, piranti diksi, ketepatan dan
kesesuaian pilihan kata yang akan menjadi landasan teori bagi penelitian.
Pada bab ketiga, penulis menguraikan seputar kitab Fath al-Qarib,
biografi penulis dan penerjemah, serta karya-karyanya..
Pada bab empat, penulis menempatkan hasil penelitian yaitu tentang
analisis peranti-peranti diksi, analisis ketepatan pilihan kata, dan analisis
kesuaian pilihan kata pada penerjemahan kitab Fath al-Qarib.
Pada bab kelima, yaitu bab terakhir yang mencakup tentang penutup
yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran saran.
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan
1. Difinisi Penerjemahan
Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BSu)
ke dalam bahasa sasaran (BSa). Menurut Larson (1984:3), pengalihan ini
dilakukan dari bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua
melalui struktur semantik yang dialihkan dan yang harus dipertahankan
adalah makna, sementara bentuk boleh berubah.
Dalam pengertian yang lebih luas, terjemahan dapat diartikan
semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau
pesan (massage) baik verbal maupun non-verbal dari informasi sumber
(source information) ke dalam informasi sasaran (target information).
Seorang teknisi yang sedang memesan instrumen tertentu, seperti apa yang
tertera di dalam skema pemasanganya adalah salah satu contoh kegiatan
atau proses penerjemahan. Seseorang yang sedang merumuskan gagasan-
gagasan yang ada pada benaknya ke dalam bahasa Matematika juga adalah
merupakan contoh penerjemahan. Dengan kata lain makna penerjemahan
dalam arti yang lebih luas dapat diartikan sebagai kegiatan manusia dalam
mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non-verbal, dari satu
bentuk ke dalam bentuk yang lain. Sedangkan dalam pengertian dan
cakupan yang lebih sempit, terjemah (translation) biasa diartikan sebagai
suatu proses pengalihan pasan yang terdapat di dalam teks bahasa pertama
10
atau bahasa sumber (source laguage) dengan padanannya di dalam bahasa
kedua atau bahasa sasaran (target language)6.4
Usaha menerjemahkan itu pada hakekatnya mengandung makna
mereproduksi amanat atau pesan di dalam bahasa sumber dengan
padanannya yang paling wajar dan paling dekat di dalam bahasa penerima,
baik dari urusan arti maupun dari urusan langgam atau gaya7.
Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli terkait penerjemahan.
Secara umum, definisi itu mengerucut pada definisi bahwa penerjemahan
adalah “proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam
bahasa yang satu (bahasa sumber {Bsu}; source language [SL]; al-lughah
al-mutarjam minha) menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan
sewajar-wajarnya dalam bahasa lain (bahasa sasaran [Bsa]; target
language {TL}; al-lughah al-mutarjam ilaiha).” Jadi, secara singkat dapat
dikatakan bahwa penerjemahan adalah pemindahan pesan teks BSu ke
BSa, bukan pemindahan strutur BSu ke BSa.
2. Syarat dan Etika Penerjemah
Untuk menjadi penerjemah yang baik, menurut Moch. Syarif
Hidayatullah dalam bukunya Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah,
seorang penerjemah harus membekali diri dengan syarat-syarat berikut:
a. Penerjemah harus menguasai BSa dan BSu. Penguasaan BSa dan BSu
di mulai dari perbendaharaan kosa kata, pola pembentuk kata, dan
6 Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, Pengantar Ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung : mandar maju, 1994), cet-1, h 8 7 Anton M.Moeliono, Kembar Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 195
11
aspek pemaknaan pada masing-masing bahasa.penerjemah yang
mengandalkan kemampuannya dalam BSu, tanpa mendalami BSa,
akan menghasilkan karya terjemahan yang terasa asing.
b. Penerjemah harus memahami dengan baik isi teks yang akan
diterjemahkan.
c. Penerjemah harus mampu mengalihkan idea tau pesan yang terdapat
pada BSu.
d. Penerjemah harus terbiasa teliti dan cermat.
e. Penerjemah harus mempunyai pengalaman dalam menafsirkan sesuatu.
f. Penerjemah harus terbiasa berkomunikasi dengan penasehat ahli.
g. Penerjemah harus benar-benar orang yang menguasai topic yang
hendak diterjemahkan.
h. Penerjemah harus mampu menampilkan teks dalam BSa seperti teks
BSu.
i. Penerjemah harus mengetahui dengan baik karakteristik penulis.8
Selain syarat-syarat di atas, penerjemah juga harus memahami etika
teks tertulis, berikut beberapa etika tersebut:
a. Tidak menerima naskah teks sumber yang tidak dikuasainya.
b. Menginformasikan hal-hal yang mungkin nengundang pro-kontra atau
hal-hal yang tidak secara pasti diketahuinya kepada penyunting.
c. Memiliki pikiran terbuka terhadap pendapat baru yang bertentangan
dengan pendapat umum.
8 http://kafeilmu.com/tema/etika-seorang-penerjemah.html
12
d. Tidak memenangkan pendapatnya sendiri, golongan, atau penulis yang
disenangi.
e. Merahasiakan informasi dalam naskah agar tidak disadap orang.
f. Disiplin dan tepat waktu.
g. Mengelola naskah hingga yang siap disunting oleh penyunting,
minimal dari segi bahasa.
h. Tidak mengatasnamakan hasil terjemahan orang lain sebagai hasil
penerjemah sendiri.
i. Harus bertanggung jawab secara moral dan akademik atas hasil
terjemahannya.
j. Dituntut untuk terus meningkatkan kualitas keilmuan, keahlian, dan
wawasan, sehingga hasil terjemahannya bisa dipertanggungjawabkan.
k. Harus berorientasi terhadap kualitas, bukan kuantitas.
l. Berusaha mendapat izin atas naskah yang akan diterjemahkan dari
penerbit naskah teks sumber.9
3. Proses Penerjemahan
Untuk menghasilkan pesan teks Bsa yang sesuai dengan pesan yang
terdapat pada teks Bsu, seorang penerjemah harus memperhatikan proses
penerjemahan yang dirumuskan dalam bagan berikut :
9 http://kafeilmu.com/tema/etika-seorang-penerjemah.html
13
Bagan 1. Proses penerjemahan10
Proses penerjemahan yang harus dilalui setidaknya ada 11 proses,
mulai dari struktur luar Bsu, sehingga menjadi struktur luar bahasa Bsa,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Struktur luar Bsu berarti teks masih berupa teks sumber (Tsu), belum
mengalami proses apa pun.
b. Pemahaman leksikal Tsu mengharuskan penerjemah memiliki
kepekaan leksikal, sehingga seorang penerjemah bisa memahami
makna kosakata yang terlihat pada Tsu.
c. Pemahaman morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami
bentuk morfologis kosakata Tsu, sehingga penerjemah mengerti
perubahan bentuk kosakata pada Tsu yang berimbas pada perubahan
makna.
10
Moch., Syarif, Hidayatullah, Tarjim Al-An:Cara Mudah Menerjemahkan Arab-
Indonesia , (Tangerang: Penerbit Dikara, 2009) cet.3, h. 13
14
d. Pemahaman sintaksis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pola
kalimat dalam Tsu, yang pada gilirannya mengontraskannya dengan
Tsa.
e. Pemahaman semantik Tsu mengharuskan penerjemah memahami
pemaknaan yang berlaku pada Tsu.
f. Pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemahan memahami
pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu.
g. Pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi trasportasi pada diri penerjemah
untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan
Tsa.
h. Pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih padanan
yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya pada Tsu.
i. Pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki
pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah
mengalami perubahan bentuk.
j. Pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki
kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa, sehingga dapat
memilih padanan yang akurat pada setiap kalimat yang ada
dihadapannya.
k. Pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan pemadanan sintaksis
Tsa.
l. Pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil dari pemahaman
kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat menerjemahkan dengan
15
tepat kalimat dalan konteks tertentu, yang tentu saja akan berbeda
maknanya, meskipun bentuknya sama.
m. Ramuan dari pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan
itulah yang bisa melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.
4. Langkah dalam Penerjemahan
Untuk mendapatkan pemahaman, inplikatur, dan pemadanan yang
tepat, penerjemah dapat mengikuti langkah dalam penerjemahan yang
terlihat dalam bagan berikut:
Bagan 2. Langkah dalam penerjemahan
Bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut
a. Pendalaman adalah menjajaki bahan yang akan diterjemahkan dengan
membacanya secara berulang-ulang, sesuai kebutuhan.
b. Penganalisisan adalah mengurai satuan-satuan kalimat dan unsur-unsur
dalam bagian teks yang lebih besar.
c. Pemahaman adalah memahami isi dan bentuk dalam bentuk bahasa
sumber.
16
d. Pendiksian adalah mencari istilah dan ungkapan dalam Bsa yang tepat,
cermat, dan selaras.
e. Pengolahan adalah menyusun komponen-komponen makna yang
selaras dengan norma-norma dalam bahasa sasaran.
f. Pengecekan adalah memeriksa kesalahan-kesalahan yang mungkin
terjadi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada penulisan kata,
penggunaan tanda baca, dan struktur kalimatnya.
g. Pendiskusian berarti mendiskusikan hasil penerjemahannya,
menyangkut isi maupun menyakut bahasanya, pada ahli Tsu dan
penerjemah senior.
5. Metode Penerjemahan
Dalam penerjemahan terdapat jenis-jenis penerjemahan yang
memiliki perbedaan antara jenis penerjemahan yang satu dengan jenis
penerjemahan yang lain. diantaranya, yaitu :
a. Penerjemahan kata demi kata
Jenis penerjemahan semacam ini merupakan model
penerjemahan yang paling sederhana yang dititikberatkan pada kata
demi kata. Terjemahan ini biasa juga dipergunakan untuk kepentingan-
kepentingan tertentu. Misalnya dalam penerjemahan puisi atau dalam
penerjemahan untuk usaha-usaha mempertunjukan perbedaan bahasa
sumber dengan bahasa sasaran dalam proses belajar bahasa.11
Contohnya:
11
Suhendra yusuf. Teori Terjemah, Pengantar Ke arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung : Mandar Maju, 1994), cet-1, h.28
17
ػذ ثلاثح ورة
Artinya: Dan di sisiku tiga buku-buku.12
Umumnya terjemahan kata demi kata ini amat bermanfaat dalam
beberapa hal yang pokok antara lain: bahasa aslinya tetap mendapat
perhatian. Karena ragam ini berfungsi mempertahankan kemurnian
produk terjemahan sesuai dengan naskah aslinya, cocok untuk hal-hal
tertentu saja, seperti naskah (Suci) dan sesuai untuk naskah yang
pendek.
Terdapat kelemahan dalam terjemahan jenis ini antara lain
seperti makna yang dilihat dari konteksnya sering tidak tepat, terutama
terhadap naskah kalimat yang lebih panjang dan kompleks. Terkadang
agar hasil terjemahannya dimengerti, biasanya diberi lagi catatan atau
keterangan tambahan.
b. Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) terletak antara
penerjemahan kata demi kata dan penerjemahan bebas. Penerjemahan
harfiah pada awalnya dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata,
tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata dalam
kalimat terjemahannya dengan bahasa sasaran. Savory (1968)
menyebutkan terjemahan harfiah sebagai faithful translation. Hal ini
12
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah, h. 5
18
didasarkan bahwa penerjemah hendaknya berlaku setia kepada naskah
aslinya.13
Kelebihan penerjemahan semacam ini terletak pada bentuk
maupun struktur kalimatnya lebih sesuai dengan aslinya. Sebaliknya
kelemahan penerjemahan semacam ini terletak pada bentuk
penerjemahan yang terlalu dogmatis sehingga menghasilkan produk
terjemah yang kurang luwes ketika dibaca. Penuh kekakuan dan seperti
dipaksakan.
Contoh :
ا ذافع دذ٠مح اذ١ س ا ٠ض
Artinya: Mengunjungi Gubernur kebun binatang.14
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia biasanya lebih mereproduksi makna yang
kontekstual namun terkadang masih dibatasi dengan struktur
gramatikal kata tersebut. Kata-kata yang berisikan budaya biasanya
dialihbahasakan tetapi menyimpang dari segi tata bahasa dan diksi.
Metode ini masih berpegangteguh pada maksud dan tujuan teks
sumber, sehingga hasilnyapun terasa agak kaku dan asing. Metode ini
jugatidak mementingkan kaidah teks sasaran pada saat pertama kali
pengalihan.
13
Suhendra Yusuf, h.56-57 14
Rofi‟i, Dalil Fi al-Tarjamah: Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia, (Jakarta: Persada
Kemala), h.1
19
Contohnya:
وث١ش اشاد
Artinya: Dia laki-laki dermawan karena banyak abunya.15
d. Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantik yaitu penerjemahan dengan
memperhatikan kesepadanan makna serta kenetralan redaksi sehingga
tidak tampak seperti terjemah.
Contoh:
ف الاذذاد لج
Artinya: Persatuan puncak kekuatan
Kelebihan penerjemahan semantik terletak pada kebebasan
penerjemah memodifikasi hasil terjemahannya, tetapi tetap tidak
menghilangkan makna aslinya. Sedangkan kelemahannya adalah
penerjemahan jenis ini kadang juga bisa membuat hasil terjemahannya
melenceng jauh dari makna aslinya.
e. Penerjemahan Bebas
Penerjemahan bebas merupakan penerjemahan yang
mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks dalam Bsu.
Biasanya metode ini berbentuk parafrasa yang dapat lebih panjang atau
lebih pendek dari aslinya. Metode ini biasanya dipakai dikalangan
media massa. Pada umumnya terjemahan semacam ini lebih
berorientasi dan memberikan penekanan pada bahasa sasaran.
15
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-„An, h. 32
20
Terjemah bebas semacam ini oleh Savory (1968) disebut pula sebagai :
( Idiomatic Translation).16
Kelebihan penerjemahan bebas terletak
pada penerjemahan bebas menyampaikan semua pesan yang ada di
dalam naskah bahasa sumbernya, sehingga segala daya dan
kemampuan serta kreativitas penerjemahan benar-benar teruji,
sedangkan kelemahannya terletak pada pembaca tidak bisa menikmati
gaya penulis aslinya dan biasanya gaya terjemahannya adalah gaya
penerjemahan itu sendiri.
Contoh:
ؼ١ ي افساد ذ١اج ااط أج أص ػظ١ اي أص ا ف أ
Artinya: Harta sumber malapetaka.17
f. Penerjemahan Adaptasi
Metode penerjemahan adaptasi adalah metode yang paling bebas
dan paling dekat dengan Bsa. Dengan tidak mengorbankan hal-hal
penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur, metode ini sering
dipergunakan untik menerjemahkan drama, puisi, dan film. Dalam
metode ini terjadi proses pengalihan antara budaya teks sumber ke
budaya teks sasaran.
Contohnya:
ذخط لذ ػذ ا١ات١غ تأػ ااسد١ث لا تؼ١ذجػاشد
16
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan. (Ende-Flores-NTT : Nusa Indah,
1986), h.58 17
Moch. Syarif, Tarjim Al-„An, h. 33
21
Artinya:
“Dia hidup jauh dari jangkauan, di atas gemericik air sungai yang
terdengar jernih”.18
g. Penerjemahan Idiomatis
Metode penerjemahan ini mereproduksi pesan dalam teks Bsu.
Dalam prosesnya sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan
idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Banyak terjadi
distorsi nuansa makna sehingga hasilnyapun akan terasa lebih hidup
dan lebih luwes dibaca.
Contohnya:
لا تؼذ ارؼةئزج ا
Artinya:
“Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian.19
h. Penerjemahan Komunikatif
Metode penerjemahan yang terahir ini mereproduksi makna
konstekstual yang sedemikian rupa. Aspek kebahasaan dan aspek isi
langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, serta dapat memberikan variasi
penerjemahan yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip komunikasi.
Contohnya:
ضغح ػمح ث رطس طفح ث
18
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, (Tangerang
: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 4
19
Ibid, h. 5
22
Artinya:
“Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal
daging (awam).20
B. Diksi
1. Definisi Diksi
Bahasa merupakan system tanda bunyi yang disepakati untuk
dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam
bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.21
Bahasa juga
merupakan satu gejala sosial yang digunakan untuk berkomunikasi antar
sesamش manusia. Hal itu disebabkan karena manusia yang sejak lahir
berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungannya.
Bahasa terdiri dari beberapa tataran gramatikal, di antaranya kata,
frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terkecil, sedangkan
kalimat merupakan tataran terbesar. Dalam sebuah tulisan, kata merupakan
kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh karena itu, sejumlah
kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, agar pesan yang
akan disampaikan mudah dimengerti. Dalam hal ini, diksilah yang
berperan.
Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary
(bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) yang berarti perihal pemilihan
kata. Dalam Websters (Edisi ketiga, 1996) diction diuraikan sebagai choice
20
Ibid 21
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), Cet. 2,
h. 3
23
of words esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness. Jadi,
diksi itu membahas penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran,
kejelasan, dan keefektifan.22
Berbicara tentang diksi berarti berbicara tentang pilihan kata. Gorys
Keraf menyimpulkan sebagai berikut: Pertama, Diksi mencakup
pengertian kata-kata yang akan dipakai untuk menyampaikan suatu ide,
bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling
baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, diksi adalah kemampuan
membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin
disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar. Ketiga, pilihan kata atau diksi yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau
perbendaharaan kata bahasa itu, Sedangkan yang dimaksud
perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata
yang dimiliki oleh sebuah bahasa.23
2. Masalah Pilihan Kata dalam Penerjemahan
Dalam proses penerjemahan, seringkali seorang penerjemah
menemui banyak kesulitan, karena penerjemah harus menyampaikan pesan
yang terdpat dalam bahasa sumber (Bsu) secara tepat dan utuh ke dalam
22
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama, 2007), Cet. Ke 1, h. 75 23
Gorys Keraf , Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Utama, 2006), Cet. Ke 16,
h. 25
24
bahasa sasaran (Bsa), kegiatan ini juga tidak hanya sebatas itu saja,
seorang penerjemah harus menguasai hal-hal yang berkaitan dengan ilmu
kebahasaan.
Menerjemahkan bukan hanya mengalihkan bahasa saja, tetapi yang
terpenting adalah pesan dan amanatnya tersampaikan kepada pembaca.
Diksi atau pilihan kata dalam sebuah penerjemahan adalah suatu langkah
awal bagi seorang penerjemah. Suatu kesalahan besar jika seseorang
menganggap bahwa persoalan kata adalah persoalan yang sederhana,
persoalan yang tidak perlu dibicarakan atau dipelajari, karena akan terjadi
dengan sendirinya secara wajar.24
3. Piranti Diksi
a. Penggunaan Kata Bersinonim
Kata sinonim berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu Onoma
yang berarti „nama‟ dan kata Syn yang berarti „dengan‟, secara
harfiyah dapat diartikan “nama lain untuk benda yang sama”.25
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada dasarnya mempunyai
makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata
tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.26
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya sama atau hampir
sama dengan bentuk lain. Dalam bahasa rab biasa disebut muradif.
Mungkin tidak ada dua kata dalam perbendaharaan suatu bahasa yang
24
Gorys Keraf, h. 23 25
J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1995),
Cet. Ke-20, h. 132 26
E Zaenal Arifin, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa,
1988), Cet. Ke-3, h. 147
25
betul-betul sama maknanya sehingga dalam setiap kalimat mana pun
kedua patah kata bersinonim itu selalu dapat bersubsituasi (saling
menggantikan).27
Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat
menggantikan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya
secara tepat dan seksama. Misalnya, kata asas bersinonim dengan kata
dasar, pokok, dan prinsip. Dalam penggunaan kalimat, keempat kata
tersebut tidaklah semuanya dapat saling menggantikan satu sama
lain.28
b. Penggunaan Kata Umum dan Khusus
Perbedaan ruang lingkup acuan makna suatu kata terhadap kata
lain, menyebabkan lahirnya istilah kata umum dan khusus. Makin luas
ruang lingkup acuan makna sebuah kata, makin umum sifatnya. Makin
sempit ruang lingkup acuan maknanya, makin khusus sifatnya. Dengan
kata lain, kata umum memberikan gamabaran yang kurang jelas,
sedangkan kata khusus memberikan gambaran yang jelas dan tepat.
Karena itu untuk mengefektifkan penuturan lebih tepat, dipakai kata
khusus dari pada kata-kata umum, misalnya:
Umum Khusus
1) Ikan Mas koki, Lele, Mujair, Arwana,
Bandeng, Patin, dsb.
2) Melihat Memandang (gunung/sawah/laut)
27
J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III, (Jakarta: Gramedia,1989), Cet.
Ke-2, h. 51 28
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama, 2007), Cet. Ke-1, h. 10
26
Menonton (Film/Wayang/Drama)
Menengok ( Orang sakit)
Menatap ( Muka/Gambar)
Menyaksikan ( Pertandingan)
Meninjau (Daerah-daerah)
3) Jatuh Roboh ( Rumah/Gedung)
Rebah (Pohon Pisang/badan)
Longsor (Tanah)
4) Bunga Melati, mawar, anggrek, kamboja,
dsb.29
c. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret
Dalam bahasa Indonesia, ada kata yang bersifat abstrak dan
konkret. Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa
konsep, sedangkan kata konkret adalah kata yang mempunyai referen
berupa objek yang dapat diamati. Kata abstrak lebih sulit difahami
daripada kata konkret. Dalam hal menulis, kata-kata yang digunakan
sangat bergantung pada jenis penulisan dan tujuan penulisan. Bila
sebuah tulisan yang akan dideskripsikan adalah suatu fakta, maka yang
lebih banyak digunakan adalah kata-kata konkret. Akan tetapi, jika
yang dikemukakan adalah klasifikasi, maka yang banyak digunakan
adalah kata-kata abstrak. Seringkali, suatu uraian dimulai dengan kata
29
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Stuktur, dan Logika), (Bandung: Refika
Aditama, 2007), cet. Ke-1, h. 11
27
abstrak (konsep tertentu), kemudian dilanjutkan dengan penjelasan
yang menggunakan kata-kata konkret.
Contoh:
- Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk.
- Banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan
kekurangan gizi.30
4. Ketepatan Pilihan Kata
a. Persoalan Ketepatan Pilihan Kata
Masalah penggunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua
persoalan pokok. Pertama, ketepatan memilih kata untuk
mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan
diamanatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam
mempergunakan kata tadi.31
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada
imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis atau pembicara.kosa kata yang banyak juga
akan memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-
milih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Bila
kita medengar seseorang menyebut kata roti, maka tidak ada seorang
pun yang berpikir tentang sesuatu barang yang terdiri dari unsur-unsur:
tepung, air, ragi, dan mentega yang telah dipanggang. Semua orang
30
Ida Bagus Putrayasa, Kalmat Efektif ( Diksi, Struktur, dan Logika), ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), cet. Ke-1, h. 14-15 31
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, ( Jakarta: Gramedia Pustaka utama,2006), cet.
Ke-16, h. 87
28
berpikir kepada esensinya yang baru, yaitu sejenis makanan, entah itu
disebut roti, bread, brot, brood, pain, pains, atau apa saja istilahnya.
Bunyi yang kita dengar atau bentuk (rangkaian huruf) yang kita baca
akan langsung mengarahkan perhatian kita pada jenis makanan itu.
Oleh karena itu, kata dapat juga dikatakan sebagai sebuah
rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang berpikir
tentang sesuatu hal: dan makna sebuah kata pada dasarnya diperoleh
karena persetujuan informal antara sekelompok orang untuk
menyatakan hal atau barang tertentu melalui rangkaian bunyi tertentu.
Dengan kata lain, kata adalah persetujuan atau konvensi umum tentang
interrelasi antara sebuah kata dengan referensinya (barang atau hal
yang diwakilinya).32
b. Persyaratan Ketepatan Kata
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa
yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. oleh
karena itu, setiap penulis atau pembicara harus berusaha sebaik
mungkin memilih kata-kata untuk mencapai maksud tersebut.
Gorys Keraf memberikan beberapa butir persoalan tentang
ketepatan pilihan kata:
1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Dari dua kata
yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus
32
Ibid, h. 88
29
menetapkan mana makna yang akan dipergunakan untuk mencapai
maksudnya. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkannya, ia
harus memilih kata yang denotative, kalau ia menghendaki
reaksiemosional tertentu, is harus memilih kata konotatif sesuai
dengan sasaran yang akan dicapainya itu.
2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Seperti telah diuraikan di atas, kata-kata yang bersinonim tidak
selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Karena itu,
penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian
sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya,
sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan.
3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis
sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya
itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah
paham. Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa
– bawah – bawa, karton – kartun, preposisi – propisisi, dan
sebagainya.
4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selain tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan
jumlah kata baru. Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap orang
boleh menciptakan kata baru seenaknya.
30
5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata
asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Progress –
progresif, kultur – cultural, dan sebagainya.
6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
idiomatis, seperti: ingat akan bukan ingat terhadap, berharap,
berharap akan, mengharapkan bukan mengharap akan,
berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu bukan
membahayakan bagi susuatu.
7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus
membedakan kata umum dan khusus. Kata khusus lebih tepat
menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
8) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang
sudah dikenal.
9) Memperlihatkan kelangsungan pilihan kata.33
5. Kesesuaian Pilihan Kata
a. Persoalan Kesesuaian Pilihan Kata
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah
kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan
pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam
kesempatan tetentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan
tambahan berupa perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau
kompleksnya sebuah alinea, dan beberapa segi lain. Perbedaan antara
33
Ibid, h. 89
31
ketepatan dan kesesuaian adalah: dalam persoalan ketepatan kata, kita
bertanya apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya,
sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara
pembicara dan pendengar, atau antara penulis dan pembaca.
Sedangkan dalam persoalan kecocokan atatu kesesuaian kata, kita
mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang
dipergunakan tidak merusak suasana atau menyimpang perasaan orang
yang hadir.34
b. Persyaratan Kesesuaian Pilihan Kata
Sesuai dengan berkembangnya zaman, maka bahasapun ikut pula
berkembang. Perubahan bahasa menjadi suatu masalah yang akan
terjadi di semua bahasa yang ada di dunia. Di antaranya disebabkan
karena penyerapan teknologi baruyangbelum dimiliki, tingkat kontak
dengan bangsa-bansa lan di dunia, kekayaan budaya asli yang dimiliki
penutur bahasanya dan lain-lain.
Beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara
dalam menyesuaikan pilihan kata, di antaranya adalah:
1) Menghindarkan bahasa atau unsur substandard dalam suatu situasi
yang formal.
2) Menggunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situasi yang umum, sebaiknyapenulis mempergunakan kata-
kata popular.
34
Ibid, h. 103
32
3) Menghindarkan penggunaan jargon dalam tulisan untuk pembaca
umum. Istilah jargon memiliki beberapa pengertian, di antaranya
kata-kata teknis yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu,
profesi, atatu kelompok tertentu. Kata-kata ini seringkali
merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan tertentu
(dokter, militer, perkumpulan rahasia). Contohnya: sikon (situasi
dan kondisi), prokon (pro dan kontra), dan lain-lain.35
4) Menghindarkan pemakaian kata-kata slang. Pada waktu-waktu
tertentu, banyak terdengar slang, yaitu kata-kata tidak baku yang
dibentuk secara khas sebagai cetusan keinginan terhadap sesuatu
yang baru. Kata-kata ini bersifat sementara, bila sudah usang,
hilang, atau menjadi kata-kata biasa seperti: asoy, mana tahan,
bahenol, dan sebagainya. Mungkin hanya dikenal di daerah-daerah
tertentu saja.36
5) Tidak mempergunakan kata percakapan.
6) Menghindarkan ungkapan-ungkapan yang sudah usang (idiom
yang mati)
7) Menjauhkan kata-kata atau bahasa yang artificial.
35
Ida Bagus Putrayasa, Kalmat Efektif ( Diksi, Struktur, dan Logika), ( Bandung: Refika
Aditama, 2007), cet. Ke-1, h. 16
36
ibid
33
BAB III
SEPUTAR FATH AL-QARIB, DAN BIOGRAFI SINGKAT PENULIS DAN
PENERJEMAH
A. Seputar Fath al-Qarib
Kitab Fath al-Qarib ditulis sebagai penjelasan dari isi sebuah kitab yang
bernama Taqrib dengan tujuan agar dapat berguna bagi orang yang
mempelajari cabang dari syariat Islam dan ingin mendapatkan wasilah.
Sebenarnya sebutan nama kitab ini ada dua macam, yaitu: Taqrib dan
Ghayatul Ikhtisar. Fath al-Qarib adalah syarakh dari kitab Taqrib, sedangkan
al-Qaulul Mukhtar adalah syarakh dari kitab Ghayatul Ikhtisar. Kitab ini
merupakan kitab fiqh yang ringkas, dan padat isinya, hukum-hukum Islam
lengkap diterangkan di dalamnya yang cukup untuk bekal hidup bagi seorang
muslim, baik mengenai ibadah, muamalat, munakahat, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan kitab yang lain, seperti kitab Fathul Muin,
Sulamut Taufik, dan lainnya, kitab ini lebih ringkas dalam pembahasan serta
tidak bertele-tele dalam mengelompokan suatu kasus. Memang suatu karangan
tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan. Kekurangan kitab ini adalah
penjelsannya kurang konkret. Sedangkan kelebihannya adalah isisnya nudah
dimengerti.
34
B. Biografi Penulis kitab Taqrib
Pengarang kitab Taqrib bernama Abu Syuza. Nama lengkapnya adalah
Abu Syuja‟ Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Ashfihani. beliau lahir pada
tahun 433 H jauh sebelum eranya Imam Nawawi maupun Rofi‟i bahkan
sebelum imam Ghozali. Beliau mendapat karunia umur panjang hingga 160
tahun, namun demikian tak satu anggota badanpnun yang mengalami
gangguan. Ketika beliau ditanyai karunia yang demikian beliau menjawab:
“Aku selalu berusaha menjaga anggota badanku sejak kecil tidak pernah aku
gunakan dalam kemaksiatan. Karenanya Allah menjaganya pada saat aku
memasuki usia senja.”
Pada tahun 447 menjabat sebagai qodhi di kota Ashfihan. Dengan
jabatanya beliau menebarkan keadilan dan kebenaran ke seluruh pelosok
negeri hingga dikenal luas. Kesibukan dan tugasnya sebagai Qodhi tidak
melupakan semangat taqorrub dan ibadahnya pada Allah SWT. Setiap hari
sebelum keluar dari rumah beliau melakukan sholat dan membaca Alqur‟an.
Begitupun dalam melaksanakan tugas dengan teguh berpegang pada
kebenaran tanpa khawatir akan celaan dan cercaan orang, tiada mengenal
kompromi ketika harus menegakkan kebenaran sekalipun itu harus dibayar
dengan mahal dan taruhan jabatan.
Keteguhan hati beliau dalam membela kebenaran didukung oleh
kelapangan sisi ekonomi. Tentang kekayaan beliau ini ada riwayat yang
menyebutkan bahwa beliau memiliki sepuluh orang karyawan yang husus
mendapat tugas untuk membagikan zakat dan shodaqohnya pada para
35
mustahiqqin, dimana masing-masing membagikan seribu dua puluh lima
dinar. Orang-orang sholeh dan para cendikia mendapat prioritas sehingga
mereka merasakan betul kemurahan Abi Syuja‟.
Kekayaannya yang demikian tidak menjadikanya lalai dan hanyut dalam
kenikmatan. Dan di akhir usianya, ia memilih hidup dalam kezuhudan
(melepaskan diri dari urusan dunia dan mengabdikan diri semata-mata karena
Allah. Seluruh hartanya dilepaskan, lalu ia pergi ke Madinah. Di Kota Nabi
ini, kendati pernah menjabat sebagai menteri, Abu Syuja' tak malu melakukan
kebiasaan orang-orang kecil. Ia menyapu dan menghamparkan tikar serta
menyalakan lampu Masjid Nabawi. Kegiatan ini rutin dilakukannya setiap
hari. Tugas ini dilakukannya, setelah salah seorang petugas Masjid Nabawi
meninggal dunia. Rutinitasnya ini ia lakukan sampai ajal menjemputnya pada
593 Hijriah.37
C. Biografi Penulis Kitab Fath al-Qarib
Penulis kitab Fahtul Qarib adalah Ibnu Qasim Alghazi. Nama lengkap
beliau adalah Assyaikh Al Imam Abi Abdillah Muhammad bin Qasim
Alghazi. Lahir pada tahun 859 H di kota Ghuzah yang menjadi bagian wilayah
Syam. Beliau mengembara menuntut ilmu di Kairo Mesir tapatnya di Jami‟ah
Al-Azhar. Kemudian mengembangkan ilmu dan mengajar di Al-Azhar hingga
bermukim di sana dan melahirkan karya-karya seperti syarakh Fathul Qarib.
Beliau wafat di Kairo pada tahun 918 H.38
37
www. Biografi-ulama-pengarang-kitab-kitab.html /diakses pada Tanggal 10-03-2011 38
Ibid
36
D. Biografi Penerjemah
Drs. H. Imron Abu Amar lahir di kota Kudus, pada tanggal 12 Juni
1949, setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Kudus,
kemudian beliau melanjutkan studinya di IAIN Walisongo Semarang dan
lulus pada tahun 1977.
Beliau pernah menimba ilmu agama di pondok pesantren Tahzibul
Akhlak yang diasuh oleh ayahnya sendiri yaitu K.H. Abu Amar. Sekaligus
juga bersekolah di Madrasah Qudsiyah dan kemudian melanjutkan di
Madrasah Aliyah Kudus. Dalam kurun waktu tersebut beliau sempat
mempelajari berbagai kitab salafi termasuk kitab Fath al-Qarib. Bahkan
beberapa kali hatam mempelajarinya.39
Ada beberapa buku yang merupakan hasil terjemahannya, sampai saat
ini ada 15 buku tang telah beredar dimasyarakat yang merupakan buku
terjemahan kitab kuning dan yang bukan terjemahan dari sebuah kitab.
diantaranya adalah:
1. Sejarah Ringkasan Kerajaan Demak
2. Kifayatul Akhyar
3. Sunan Gunung Jati
4. Fathul Qarib Jilid I
5. Fathul Qarib Jilid II
39
Elang Satya Nagara, Analisis Diksi Pada Bab Puasa Buku Terjemahan Fath Qarib, (
Jakarta: 2007)
37
BAB IV
ANALISIS DIKSI DALAM TERJEMAHAN KITAB FATH AL-QARIB
A. Analisis Peranti-peranti Diksi
1. Penggunaan Kata Bersinonim
ك١مذ ذػ اءاش شسىت شىا جسذ لاشولإا طشش شىا ت دذا
ذغة40 لا٠ح ا ا ت تفرذ
“Adapun syarat terjadinya pemaksaan adalah adanya kemampuan
pemaksa untuk mewujudkan ancamannya kepada orang yang dipaksa
dengan menggunakan tangan kekuasaan atau sebab kemenangannya”.41
Terjemahan kata bersinonim di atas terlihat tidak sesuai dengan
kamus. Kata لا٠ح dalam kamus al-Ashri berarti „kelayakan, kekuasaan',42
sedangkan kata ذغة dalam kamus al-Ashri berarti „penaklukan,
penguasaan‟.43
Dalam arti kedua kata tersebut, tidak ditemukan arti „sebab
kemenangan‟ seperti yang diterjemahkan oleh penerjemah. Menurut
penulis, kata لا٠ح ا ذغة lebih tepat diterjemahkan “kekuasaan” saja.
Maka terjemahannya menjadi sebagai berikut:
“ Syarat terjadinya pemaksaan adalah adanya kemampuan pemaksa untuk
mewujudkan ancamannya kepada orang yang dipaksa dengan
menggunakan kekuasaan”.
40
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 65 41
Ibid, h. 65 42
Atabik Ali, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika,
1996), h.2038 43
atabik, h. 525
38
ذشذ١رو صف ت١ا اىفاسج ػركش ا ل ا ف حسل ث س ح إ ثح
اىسة ضشج تاؼ ب ا اؼ١ ح ٠ا س١ ادذ ات تاسلا
اضشاسا ت١
“Mushannif menyebutkan keterangan tentang urutan pembayaran
kafarat dhihar di dalam perkataannya, bahwa kafarat adalah
membebaskan budak yang mukmin meskipun mengikuti islamnya salah
satu dari ibu bapaknya, dan yang selamat dari beberapa cacat yang
dapat membahayakan, mengganggu daya kerja, dan usahanya dengan
bahaya yang tampak sekali”.44
Terjemahan kata bersinonim di atas kurang sesuai. Dalam kamus al-
Ashri, kata ػ berarti „pekerjaan‟, „perbuatan‟.45
Kata وسة dalam kamus
al-Ashri berarti „memperoleh‟, „mendapat‟, „mengerjakan‟, „berbuat‟.46
Dalam arti kedua kata tersebut tidak ditemukan arti usaha seperti yang
diterjemahkan oleh penerjemah. Menurut penulis, kata ػ dan وسة
diterjemahkan „pekerjaan‟, sehingga terjemahannya menjadi:
“Dan selamat dari beberapa yang dapat membahayakan dan mengganggu
pekerjaannya dengan bahaya yang tampak sekali”.
2. Penggunaan Kata Umum dan Khusus
شر ٠طك ششػا ػ ػمذ اؼمذ طء ا اىاح ٠طك غح ػ اض
وسلاأ ػ 47طشاش ا
44
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 74 45
Atabik, h. 1322 46
Atabik, h. 1505 47
Ibid, h 22
39
“…Kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu kumpul, wati‟
atau jimak, dan akad. Dan diucapkan menurut pengertian syarak, yaitu
suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat”.48
Kata اض diterjemahkan „kumpul‟. Kata „kumpul‟ mengandung kata
umum. Dalam KBBI, berarti „1. Bersama-sama; 2. Berhimpun; 3.
Berkerumun.49
Menurut penulis, kata اض lebih baik diterjemahkan
„bersatu‟ karena kata bersatu mengandung kata khusus.
Kata شر diterjemahkan „mengandung‟. Kata mengandung itu
mengandung kata umum. Dalam KBBI berarti „ 1. Membawa sesuatu, 2.
Tercantum di dalamnya, 3. Hamil.50
Menurut penulis, kata شر itu lebih
baik diterjemahkan “terdapat”, sehingga terjemahannya menjadi:
“ Kata nikah menurut bahasa adalah bersatu, berhubungan seksual, dan
akad. Sedangkan menurut istilah adalah suatu akad yang di dalamnya
terdapat beberapa rukun dan syarat”.
طك ا أ ا مضاء ػذذ ا
“Sudah sampai masa iddah sang perempuan dari suami yang
mentalaknya”51
Kata امضاء diterjemahkan 'sampai'. Kata sampai mengandung
makna umum. Dalam KBBI berarti 1. Datang, 2. Berbatas, 3. Terlaksana,
48
Ibid 49
Alwi Hasan,dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.
475 50
Alwi, Hasan, dkk., h. 385 51
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 69
40
4. Cukup, 5. Hingga, 6. Mencapai tujuan.52
Menurut penulis kata امضاء
lebih baik diterjemahkan „selesai‟. Seperti pada kalimat:
“Sudah selesai masa iddah perempuan dari suami yang
mentalaknya”.
3. Penggunaan Kata Abstrak dan Konkret
53ا اجة ػ١ اداء اذك ا ا ػ ا اسذفاػ ص ؼ ش
“Arti nusyuz ialah sikap tinggi diri orang perempuan(istri) tidak
bersedia mendatangi (mengerjakan) kebenaran yang wajib baginya.54
diri sendiri”.
B. Analisis Ketepatan Pilihan Kata
لرت ١ا اجرذ٠ ةذرس احىا حمفشو رثا جذ٠ ءط سف ا
اىاح ٠سرذة ثح فمذ الأ فا
“ Nikah itu hukumnya sunah bagi orang yang sudah hajat(butuh)
kepadanya sebab keinginan nafsunya kuat untuk jimak dan sudah
tersedia biayanya, seperti untuk membayar mahar(maskawin), dan
memberi nafkah apabila sunyi dari perongkosan, maka tidak
disunahkan”.55
Kata فمذ di atas diterjemahkan „sunyi‟. Dalam kamus al-Ashri berarti
„hilang‟.56
Dalam kamus al-Munawir berarti „kehilangan‟.57
Kata „sunyi‟
biasanya digunakan untuk mengungkapkan suasana bukan keadaan seseorang.
52
Atabik, h. 777 53
Ibid, h. 49 54
Ibid 55
Ibid, h. 22 56
Atabik, h. 1401 57
Ahmad Warson Munawwir, h. 1066
41
Menurut penulis, kata tersebut lebih tepat diterjemahkan „tidak memiliki‟.
Sehingga terjemahannya menjadi sebagai berikut:
“ Nikah itu hukumnya sunah untuk orang yang sudah membutuhkan
karena hawa nafsunya kuat untuk untuk hubungan seksual dan sudah
memiliki biaya seperti untuk membayar mas kawin dan memberi nafkah.
Apabila tidak memiliki perongkosan, maka tidak disunahkan”.
فمح ش و ثر ٠جذ ا طء فس لا تر ٠ذراج ا١ سرذة ىاح ا
اىاح ٠سرذة ثح فمذ الأ فا
“ Nikah itu hukumnya sunah bagi orang yang sudah hajat(butuh)
kepadanya sebab keinginan nafsunya kuat untuk jimak dan sudah
tersedia biayanya, seperti untuk membayar mahar(maskawin), dan
memberi nafkah apabila sunyi dari perongkosan, maka tidak
disunahkan”.
Kata الاثح di atas diterjemahkan „perongkosan‟, dalam kamus al-Ashri
berarti „persiapan‟,58
sedangkan dalam kamus al-Munawwir berarti
„persediaan‟,persiapan‟.59
Menurut penulis kata tersebut lebih tepat
diterjemahkan „persiapan‟. Sehingga terjemahannya menjadi:
“Nikah itu hukumnya sunah untuk orang yang membutuhkan karena
hawa nafsunya kuat untuk berhubungan seksual dan sudah memiliki
biaya seperti untuk membayar maskawin dan memberikan nafkah.
Apabila tidak memiliki persiapan, maka tidak disunahkan”.
58
Atabik, h. 269 59
Ahmad Warson munawwir, h. 45
42
أخش٠ صف ششط١ ذشن ا
Artinya:
“Tetapi mushonif meninggalkan 2 syarat lainya”.
Terjemahan di atas kurang tepat, yaitu pemilihan kata „mushanif‟,
menurut penulis lebih baik diterjemahkan „penulis‟. Karena pembaca yang
awam akan lebih mengerti dengan maksud penerjemah. Di bandingkan dengan
kata mushanif yang hanya dimengerti oleh beberapa pembaca yang memang
mengetahui maksudnya dan faham dengan bahasa arab.
Maka terjemahannya menjadi sebagai berikut:
“Tetapi penulis meninggalkan 2 syarat lainnya”.
ذش غ١ش وذ أ طؼا أ تذ ف ا اسرؼ اط١ة أ راع الإ
Artinya:
“Dan menahan diri dari wangi-wangian dalam arti memakainya di
badan, pakaian, makanan, atau bercelak yang tidak diharamkan.60
Kata وذ diterjemahkan bercelak, mwskipun tidak ada masalah dalam
penerjemahan di atas, namun menurut penulis lebih baik diterjemahkan
memghiasi mata. Maka terjemahannya menjadi sebagai berikut:
“Dan menahan diri dari wangi-wangian dalam arti memakainya di badan,
pakaian, makanan, atau menghias mata yang tidak diharamkan.
60
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h.87
43
شر ٠طك ششػا ػ ػمذ اؼمذ طء ا اىاح ٠طك غح ػ اض
ط اشش 61 ػ ألاسوا
“…Kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu kumpul, wati‟
atau jimak, dan akad. Dan diucapkan menurut pengertian syarak, yaitu
suatu akad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.62
Menurut Penulis, penerjemahan di atas kurang tepat. Yaitu
menerjemahkan kata ششػا diterjemahkan „menurut syara‟, menurut penulis
lebih baik diterjemahkan menurut istilah. Sehingga terjemahannya menjadi
sebagai berikut:
“…Kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu kumpul, wati‟
atau jimak, dan akad. Dan diucapkan menurut istilah, yaitu suatu akad
yang mengandung beberapa rukun dan syarat.
اس١رخلإا ف١ىار دف طشرش٠
“ Untuk melestarikan talak disyaratkan hendaknya sudah mukallaf dan
kehendak diri sendiri”.63
Menurut penulis terjemahan di atas kurang tepat karena penggunaan
kata „hendaknya‟, menurut penulis sebaiknya kata tersebut tidak perlu
digunakan. Kemudian kata „kehendak‟ sebaiknya diganti dengan kata
„keinginan‟ Sehingga terjemahannya menjadi:
“Untuk melaksanakan talak disyaratkan sudah mukallaf dan keinginan
sendiri”.
61
Ibid, h 22 62
Ibid, h. 22 63
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 58
44
C. Analisis Kesesuaian Pilihan Kata
ؼجس أ ئات قلاط أ اجف ػ جذرؼ حثطخت حشص٠ ا صج٠ لا ايمف64
“mushannif berkata, bahwa si khatib (yang mempersunting) tidak boleh
secara terang-terangan dalam melamar perempuan yang sedang dalam
iddah, sebab suaminya meninggal dunia atau karena ditalak bain atau
pula talak rujuk.65
Kata لاي di atas tidak sesuai diterjemahkan „berkata‟, karena konteks di
atas menyatakan bahwa subjek dalam hal ini pengarang sedang berpendapat
tentang masalah melamar. Sehingga terjemahannya menjadi seperti:
“ pengarang berpendapat, si pelamar tidak boleh melamar perempuan
yang sedang dalam masa iddah karena suaminya meninggal dunia,
ditalak bain atau ditalak rujuk”.
طمح د طاك أ وطمره ا اشرك فاظ اطلاق فاصش٠خ ثلاثح أ
“ Talak sharikh yaitu ada tiga lafadz(kata) yaitu kata: cerai dan yang
dimusytaqkan dari padanya, seperti ucapan : Aku mentalakmu dan kamu
adalah orang yang lepas dan ditalak”.66
Kata اشرك diterjemahkan apa adanya oleh penerjemah yaitu
„dimusytaqkan‟. Dikhawatirkan pembaca tidak memahami kata „musytaq‟
karena kata tersebut tidak terdapat dalam KBBI dan tidak umum digunakan
oleh masyarakat.
64
Ibid, h. 32 65
Ibid, h. 32 66
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h.59
45
Dalam kamus al-Ashri اشرك berarti „memperoleh‟,‟berasal‟.67
Menurut
penulis, lebih baik diterjemahkan „disebabkan‟. Maka terjemahannya menjadi
seperti kalimat di bawah ini:
“Talak sharikh itu ada 3 lafaz, yaitu : kata cerai dan yang disebabkan
olehnya. Seperti ucapan: Aku mentalakmu, kamu adalah orang yang
ditalak.
شر ٠طك ششػا ػ ػمذ اؼمذ طء ا اىاح ٠طك غح ػ اض
ط اشش ػ ألاسوا
“…Kata nikah diucapkan menurut makna bahasanya yaitu kumpul, wati‟
atau jimak, dan akad. Dan diucapkan menurut pengertian syarak, yaitu
suatu akad yang terdapat beberapa rukun dan syarat.68
Kata اطءditerjemahkan apaadanya oleh penerjemah, dikhawatirkan
pembaca tidak memahami kata tersebut karena kata tersebut tudak terdapat
dalam KBBI. Dalam kamus al-Ashri اطء berarti „hubungan seksual‟.69
Menurut penulis lebih baik diterjemahkan „hubungan seksual‟, sehingga
pembaca paham maksud dari kata tersebut. Seperti kalimat di bawah ini:
“ Nikah menurut bahasa adalah bersatu, berhubungan seksual, dan akad.
Sedangkan menurut istilah adalah suatu akad yang terdapat beberapa
rukun dan syarat.”
ش اخ الأش ر واد ش ا ا تش اسرثشاؤ ف١ى أ
67
Atabik, h. 132 68
Ibid 69
Atabik, h. 2025
46
“Artinya bahwa pengistibraan itu dengan satu bulan jika memang ia
termasuk perempuan yang mempunyai iddah bulanan”.70
Kata اسرثشاء diterjemahkan apaadanya. Dalam kamus al-Ashri berarti
„minta pembebasan‟.71
Menurut penulis lebih baik diterjemahkan „mencari
kepastian suci‟ seperti pada kalimat di bawah ini:
“Artinya bahwa mencari kepastian sucu itu dengan satu bulan jika
perempuan itu termasuk perempuan yang mempunyai iddah bulanan”.
افح اح ارا دص ص اشج صذس ص اج افمش اح أ اض
“ Dan berada dalam keadaan lumpuh atau fakir, dan lagi pula gila. Kata
„zamanah‟ adalah masdar dari kata „zamuna ar-rojulu zamaanatan‟
maknanya ialah ketika laki-laki telah berhasil terkena afat”.72
Dalam kamus al-Ashri افح berarti „wabah, epidemi‟.73
Menurut penulis
lebih baik diterjemahkan „virus‟. Seperti dalam kalimat berikut:
“ Dan berada dalam keadaan lumpuh atau fakir, dan lagi pula gila. Kata
„zamanah‟ adalah masdar dari kata „zamuna ar-rojulu zamaanatan‟ maknanya
ialah ketika laki-laki telah berhasil terkena virus”.
Sebuah hasil terjemahan akan terasa lebih bagus bila pemilihan
katanyapun tepat dan sesuai sehingga ketika seseorang membaca hasil
terjemahan dia merasa bahwa yang dibaca itu bukan buku hasil terjemahan.
70
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 92 71
Atabik, h. 92 72
Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-hul Qarib, (Kudus: Menara Kudus,1983), h. 97 73
Atabik, h. 170
47
Tetapi untuk memilih kata yang tepatpun tidak harus terpaku oleh kamus
karena akan menyebabkan hasil terjemahan itu menjadi jaggal karena rasa
pembaca atau pendengar dalak hal ini sangat berperan penting karena mereka
yang menikmati hasil dari terjemahan itu sendiri.
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana penulis telah bahas pada bab sebelumnya, ternyata penulis
melihat kurang tepatnya penerjemah dalam menerjemahkan. Sehingga penulis
menyimpulkan bahwa seharusnya penerjemah melakukan terjemahan yang
komunikatif sehingga tidakakan berpengaru kapada pembaca.
Setelah penulis menganalisis terjemahan ini. Ada 17 kalimat yang sebagian
terjemahannya tidak sesuai dengan kaidah bahasa indonesia, seperti:
1. Adanya penggunaan kata yang tidak baku sebanyak 3 kalimat (20%).
2. Adanya ketidaktepatan diksi sebanyak 6 kalimat (35%).
3. Adanya penggunaan istilah asing sebanyak 6 kalimat (35%).
4. Adanya kalimat yang tidak lengkap sebanyak 2 kalimat (10%).
Dengan kata lain, diksi yang digunakan oleh penerjemah belum umum
dipergunakan dimasyarakat Indonesia. Sebagian besar terjemahannya masih
mengikuti bahasa sumbernya dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia.
B. Saran
Setelah menganalisis objek data, penulis memberikansaran sebagai berikut:
1. Seorang penerjemah ketika menerjemahkan sebuah teks sumber, haruslah
sanggup mewakili pikiran teks sumber secara tepat.
49
2. Seorang penerjemah dituntut untuk jujur dalam menerjemahkansebuah
karya tulis, sehingga pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
tidak hilang oleh perubahan kalimat yang dilakukan oleh penerjemah.
3. Seorang penerjemah juga harus kreatif dalam mencari padanan kata yang
paling sesuai dengan naskah aslinya.
4. Seorang penerjemah juga dituntut untuk tidak terlalu bebas dalam
menerjemahkan sebuah karya tulis, sehingga terjemahan yang dihasilkan
tidak menyimpang dari karya aslinya
Penulis sadar bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kiranya penelitian ini harus diteruskan serta dijabarkan kembali secara khusus
pada tahap diksi dan gaya bahasa yang terdapat dalam buku terjemahan Kitab
Fath al-Qarib.
Ali, Atabik, dan Ahmad Muhdlor, Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1996
Munawwir, Ahmad, Warson. Al-Munmuwir (Kamus Arab-Indonesia). Surabaya: pustaka
Progressif, 2002
Hasan, Alwi, dkk. Thta Bahasa Baku Bahas Indonesia. Jakarta: Balai pustaka,1998
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai pustak4 2005
Saepuloh, Asep. Ketepatan Diksi Dalam Terjemahan Kitab Ihya Ulumuddin . Jakarta:2010.
Tidak diterbitkan. Skripsi
M. Anton, Moeliono. Kembar Bahasa. Jakarta: Gramedia, 1989
ChaeE Abdul. Linguistik (Jmum. Jakarta: Rineka Cipta,2003
Pengantar semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka cipta,2002
Satya, Nagara, Elang. Analisis Diksi Pada Bab Puasa Buku krjemahan Fath al-earib.
Jakarta:2007. Tidak diterbitkan. Skripsi \ .*.
Amaro ImronAbu. Fathul Qarib. Kudus: Menara Kudus, 1983
Arifin,E. Zaenal. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Mediyatama Sarana perkasa, 1988
E. Sadtono, P e do man P e nerj e mahan, J akarta : Depdikbud, 1 9 8 5.
Keraf , Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia tJtama,2006
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia, 1993
P arer a, J .D. Te ori Se mant ik. J akarta: Erlangga, 2004
Badudu,J.S. Inilah Bahasa Indonesiayang Benar III. Jakarta: pr Gramedia,lggg
Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University, 1995
Nasuhi, Hamid, dan Fathurahman Oman, dl<k, Pedoman Penulisan Karya llmiah, Ciputat:
Ceqqda,2007
Hidayatullah, Moch. Syarif. Tari im Al -An : c ara Mudah Me ne rj e mahkan Arab -Indone s i a.
Tangerang: Dikan,2009
Diktat Teori dan permasarahan penerjemahan. Tangerang : uIN syarif
Hidayatullah,200T
Ida Bagus Putrayasa. Kalimat Efektif (Dit6i, Strukturi dan Logika). Bandung: Refika
Aditama,2007
verhaar, J.w.M. Asas-asas Lingustik (Jmum.yogyakarta, ourun Mada university, 2004
Kushartanti, d?,k. pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia, 2005
Machali, Rochayah. pedoman Bagi penerjemah. Jakarta: Grasindo ,2000
Mansoer Pateda, Linguistik ( sebuah pengantar), Jakarta:Angkasa, r9gg.
Hanafi, Nurachman. Teori dan Seni Menerjemahknn.Ende-Flores-NTT : Nusa Indah, 19g6
syihabuddin . P enerj e mahan Arab-Indone s ia.Bandung: Humaniora, 2005
Tim Penyusunan. Pedoman Penulisan skripsi,Tesis, Desertasi. Jakarta : uIN Jakartapress,
2007
Yusuf; Suhendra. Teori rerjemah, pengantar Ke arah pendekatanEinguistik dan
Sos iol inguistik. Bandunq : mandar maju, 1994
SUMBER INTERNET
Diakses 10-0311
/