Analisis Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan...
-
Upload
pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp -
Category
Documents
-
view
125 -
download
0
description
Transcript of Analisis Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan...
ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DESA PERKEBUNAN SEI BALAI KECAMATAN SEI BALAI
KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Oleh :
ALI RINTOP SIREGAR 097003007/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
S
EK O L A
H
PA
SCASAR JANA
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis
: “ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN
AGRARIA NASIONAL (PPAN) TERHADAP
PENGEMBANGAN WILAYAH DESA
PERKEBUNAN SEI BALAI KECAMATAN SEI
BALAI KABUPATEN ASAHAN”
Nama Mahasiswa : Ali Rintop Siregar
Nomor Pokok : 097003007
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Pembimbing I Ketua
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D)
Pembimbing II
Anggota
Pembimbing III
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)
Anggota
(Kasyful Mahalli, SE. M.Si)
Ketua Program Studi
(
Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
DESA PERKEBUNAN SEI BALAI KECAMATAN SEI BALAI
KABUPATEN ASAHAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister
Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
Ali Rintop Siregar 097003007
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 26 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Kasyful Mahalli, SE. M.Si
3. Drs. Hasan Basri Tarmizi, S. U.
4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Ali Rintop Siregar, Nomor Induk Mahasiswa 097003007, “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan Kasyful Mahalli, SE. M.Si Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan diberbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti: Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan serta dampaknya terhadap pengembangan wilayah. Populasi penelitian adalah masyarakat yang menerima PPAN jumlah sampel 100 responden dan masyarakat yang belum mendapatkan PPAN sebanyak 30 responden sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan metoda deskriptif dan uji paired t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan yang menggunakan konsep konsolidasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rinci PPAN telah memberikan akses sumber ekonomi, mengurangi potensi konflik lahan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian pangan, serta meningkatkan kelestarian lingkungan hidup di sekitar Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara umum, PPAN telah memberikan peranan terhadap pengembangan wilayah di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Kata Kunci: Reforma agraria, akses sumber ekonomi, potensi konflik lahan,
pendapatan, pengembangan wilayah
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT Ali Rintop Siregar, Student Identification Number 097003007, "Impact Analysis of the National Agrarian Reform Program (PPAN) The Area Development District Village Hall Plantation Sei Sei Asahan District Headquarters". Under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli,SE,M.Si Agrarian Reform is an emerging solution to the problem of agrarian structure of inequality, poverty, food security and rural development in many parts of the world. Many countries, both of which have the right ideology such as: Japan, Taiwan, South Korea, the Philippines and Brazil, as well as the ideology that has left such as China and Vietnam carry out agrarian reform, with mixed results. Recorded some countries carry out agrarian reform more than once, such as Russia, Japan, Mexico and Venezuela This study aims to analyze the implementation of the National Agrarian Reform Program (PPAN) in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters and its impact on regional development. The study population is the number of people who received a sample of 100 respondents PPAN and people who do not earn as much as 30 respondents PPAN as control variables. The data was collected using a questionnaire interview. Data analysis using descriptive methods and paired t-test test. The results of this study demonstrate the implementation of PPAN in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters that uses the concept of consolidation has provided considerable benefits for the Central District of Sei Sei Village Hall Asahan District. In detail PPAN has provided access to economic resources, reducing potential conflicts of land, increase revenue, improve food self-sufficiency, and improving environmental sustainability around the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. In general, PPAN has given the role of regional development in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. Keywords: Agrarian reform, access to economic resources, potential conflicts of land, income, regional development
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan ”.
Keseluruhan tesis ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dari banyak
pihak yang berperan dalam memberikan dorongan baik moril maupun material,
terutama perhatian dan kebaikan Dosen Pembimbing, Dosen Pembanding, Ketua
Program Studi, rekan-rekan sesama mahasiswa di PWD. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis masih
mengharapkan masukan-masukan yang sifatnya untuk kesempurnaan tulisan ini.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc, ( CTM ) Sp.A ( K ), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara .
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara .
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Prof. Dr. Lir.rer.reg. Sirojuzilam,SE, selaku Ketua Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution,MSc,Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis dalam
penulisan tesis ini.
5. Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana,MS dan Bapak Kasyful Mahalli,SE,M.Si, selaku anggota
Komisi Pembimbing yang telah bersusah payah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Drs. Hasan Basri Tarmizi,S.U dan Bapak Dr.Agus Purwoko,S.Hut.,M.Si,
selaku dosen pembanding yang gtelah banyak memberikan masukkan dan
pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD SPs USU yang
telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran akademis selama
mengikuti perkuliahan.
8. Rekan – rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat
dan dukungan dalam penyelesaiaan Tesis ini.
9. Istri tercinta Endang Oktoriani,SE dan anak – anaku tersayang dr. Eylani Meisya
Fitri , Eysicka Gyianti Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri, yang setia dalam
memberikan dukungan dalam masa perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
10. Sahabat – sahabat Saya Kurniawan Ginting, Boyman. Dayat Limbong dan
Triono Eddy, yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam
penyelesaiaan Tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
kepada penulis khusunya serta Penulis mendo’akan bagi semua pihak yang telah
membantu moril dan materil mendapat balasan dan pahala yang berlipat ganda dari
Allah SWT. Amiin.
Medan, Juli 2012
Penulis,
Ali Rintop Siregar
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Ali Rintop Siregar lahir di Padangsidempuan pada tanggal 10 Nopember
1959, anak pertamadari 11 ( sebelas ) bersaudara pasangan dari Harun Siregar BA
dan Soriani Rambe BA.
Menempuh pendidikan SD di SD Padangsidempuan lulus tahun 1971, SMP
Negeri 2 Padangsidempuan lulus tahun 1974, SMA Negeri 2 Padangsidempuan lulus
tahun 1977, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Boogor lulus pada tahun 1982, tahun 2009 melanjutkan studi strata 2
( S–2 ) di Universitas Sumatera Utara pada Program Perencanaan Pembangun
Wilayah dan Pedesaan ( PWD ).
Menikah pada tahun 1986 dengan wanita yang bernama Endang Oktoriani,SE
dan dikarunia 3 ( tiga ) orang putri yaitu dr. Eylani Meisya Fitri , Eysicka Gyianti
Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri.
Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pertanahan Nasional sejak tahun
1989 dan pada saat ini bekerja pada Kantor Pertanahan Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .........................................................................................................
ABSTRACT .........................................................................................................
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………..
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………..
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………..
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..
2.1 Pembaruan Agraria ( Reforma Agraria)di Indonesia .......................
2.1.1 Definisi Pembauran Agraria..................................................
2.1.2 Tujuan Pembauran Agraria...................................................
2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembauran Agraria
di Indonesia .........................................................................
2.1.4 Landasan Hukum Pembauran Agraria .................................
2.1.5 Objek dan Subjek Pembauran Agraria .................................
2.1.6 Mekanisme Pembauran Agraria ............................................
2.1.7 Perinsip Pembauran Agraria .................................................
i
ii
iii
vi
viii
xi
xiii
xiv
1
1
13
13
13
15
15
16
22
24
24
25
26
28
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengalaman Pembauran Agraria di Berbagai Negara .......................
2.2.1 Yunani ......................................................................................
2.2.2 Prancis .....................................................................................
2.2.3 Cina .........................................................................................
2.2.4 Jepang ......................................................................................
2.2.5 Venezuela ................................................................................
2.2.6 Zimbahwe ................................................................................
2.2.7 Thailand ...................................................................................
2.2.8 Taiwan ....................................................................................
2.3 Pengembangan Wilayah Pedesaan .....................................................
2.4 Kajian Penelitian Terdahulu................................................................
2.5 Kerangka Berpikir ..............................................................................
2.6. Hipotesis Penelitian .........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………….
3.1 Lokasi dan Waktu …………..……………………………………..
3.2 Pendekatan Penelitian ..............…………………………………….
3.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
3.4 Jenis dan Sumber Data.......................................................................
3.5 Instrumen Penelitian ….…………………………………………….
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ………………………….
3.6.1 Observasi ……………………………………………………
3.6.2 Kuisoner Dengan Didukung Wawancara …………………..
3.6.3 Studi Dokumen ……………………………………………..
3.7 Populasi dan Sample ……………………………………………….
3.8 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data …………………………….
3.8.1 Analisis Data .……………………………………………..
35
35
35
36
41
41
42
42
42
44
52
54
56
57
57
57
59
60
61
62
62
63
63
63
65
65
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
4.1 Kondisi Umum Sektor Pertanahan di Kabupaten Asahan.................
4.1.1 Wilayah ...................................................................................
4.1.2 Penduduk ...............................................................................
4.1.3 Tata Ruang .............................................................................
4.1.4 Penggunaan Tanah ................................................................
4.1.5 Kegiatan Sertifikasi Tanah .....................................................
4.2 Pelaksanaan Program Pembauran Agraria Nasional di Kab Asahan..
4.2.1 Lokasi Yang Dijadikan Objek Revorman................................
4.2.2 Konsep Model Konsolidasi .....................................................
4.2.3 Prosedur Penyelesaian dan Penataan........................................
4.2.4 Pembiayaan ..............................................................................
4.2.5 MOU ........................................................................................
4.3 Karakteristik Responden ...................................................................
4.3.1 Jabatan dalam Keluarga..........................................................
4.3.2 Tingkat Pendidikan .................................................................
4.3.3 Pekerjaan .................................................................................
4.4 Pendapatan Responden .....................................................................
4.4.1 Jenis Pendapatan ....................................................................
4.4.2 Pendapatan Tetap...................................................................
4.4.3 Rata – rata Pendapatan ...........................................................
4.5 Karakteristik Bidang Tanah ..............................................................
4.6 Program PPAN ..................................................................................
4.7 Dampak PPAN Terhadap Pendapatan Masyarakat ...........................
68
68
68
69
74
74
75
76
77
78
80
80
81
83
83
84
85
87
87
88
89
90
97
107
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
5.1 Kesimpulan ........................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
116
116
118
119
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Tanah Land Reform yang sudah diredistribusikan .. 6
1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas Lahannya . 7
2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria ………………… 24
3.1 Rincian Kebutuhan Data ………………………………….. 61
4.1 Kawasan Budi Daya di Kabupaten Asahan ………………. 74
4.2 Penggunaan Tanah di Kabupaten Asahan ………………… 75
4.3 Jenis Kepemilikan Tanah di Kabupaten Asahan ………….. 75
4.4 Distribusi Jabatan Responden Dalam Keluarga ………….. 83
4.5 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden ………………... 84
4.6 Distribusi Pekerjaan Responden ………………………….. 86
4.7 Disitibusi Jenis Pendapatan Responden ………………….. 87
4.8 Distribusi Pendapatan Tetap Responden …………………. 88
4.9 Distribusi Rata-Rata Pendapatan Responden …………….. 89
4.10 Distribusi Bidang Lahan Yang Dikuasai Responden …….. 90
4.11 Distribusi Luas Lahan Yang Dikuasai Responden ……….. 91
4.12 Distribusi Status Pengusaan Lahan Responden ………….. 93
4.13 Distribusi Lama Menguasai Lahan Responden …………… 94
4.14 Distribusi Keinginan Status Kepemilikan lahan
Responden …………………………………………………
95
4.15 Distribusi Penggunaan Lahan Responden ………………… 96
4.16 Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Reforma
Agraria (PPAN) Telah Memenuhi Kaidah Keadilan………
98
4.17 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapatmembuka Akses Sumber-Sumber Ekonomi ………...
99
Universitas Sumatera Utara
4.18 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
DapatMenurunkan Tingkat Konflik Pertanahan …………..
100
4.19 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Membantu Menjaga Kelestarian Lingkungan ……...
101
4.20 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Meningkatkan Ketahahan Pangan ………………….
103
4.21 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Mengurangi Pengangguran …………………………
104
4.22 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)
Dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga ……………….
106
4.23 Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Masyarakat
Sebelum Dan Sesudah Adanya PPAN .................................
107
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Bagan Alir Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) ………………………………………………………
4
2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ………………………………... 55
4.1 Peta Kabupaten Asahan …………………………………….. 68
4.2 Peta Administrasi Kabupaten Batu Bara ……………………. 72
4.3 Peta Administrasi Kabupaten Asahan ………………………. 73
4.4 Skema Model Penyelesain Sengketa Dengan Pola
Konsolidasi …………………………………………………..
78
4.5 Salah satu bentuk konsolidasi dengan didirikannya
koperasi dan pembangunan jalan disekitar perkebunan ……..
78
4.6 Kerjasama Saling Menguntungkan …………………………. 81
4.8 Beberapa lahan hasil distribusi telah berubah fungsi
sebagiannya menjadi usaha lain seperti kerajinan kayu
dan hotel …………………………………………………….
97
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian …………………………………….. 123
2 Tabulasi Kuisioner Untuk Responden …………………… 129
3 Tabulasi Kuisioner Untuk Variabel Kontrol
( Responden Non PPAN ) ……………...…………………
133
4 Output SPSS untuk Uji T ………………………………... 135
5 Diskusi dengan masyarakat yang menerima program
PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan ………………………………………..
136
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah
ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan
wilayah pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai
ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun
yang mempunyai ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma
Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan
Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela
(BPN- RI, 2007).
Pada Tahun 1960, Reforma Agraria sudah dikenal di Indonesia bahkan telah ada
pengadilan agraria, hal ini dapat dilihat berdasarkan diundangkannya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA). Peristiwa itu dianggap
sebagai tonggak penting upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UPPA,
bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang
semula bercorak kolonial dan feodal menjadi penguasaan yang dapat menjamin
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Namun kebijakan Reforma Agraria hanya
bertahan sampai tahun 1965.
Universitas Sumatera Utara
Pasca tragedi 1965, praktis wacana Reforma Agraria raib dari perbincangan
publik maupun kebijakan pemerintah. Pada Era Reformasi wacana Reforma Agraria
berhasil menjadi perdebatan politik di pusat sehingga menghasilkan TAP MPR
No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Tetapi, sampai sekian tahun kemudian, tetap tidak ada tindak lanjut politik dari
pemerintah untuk mendorong pelaksanaan perogram Reforma Agraria. Sejak tahun
2006 pelaksanaan Reforma Agraria ini secara tegas dinyatakan sebagai program
pemerintah, yaitu ditetapkan sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional RI
melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2006.
Hal di atas juga selaras dengan Pidato Awal Tahun 2007 Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 31 Januari 2007 yang menyatakan secara tegas arah
kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan
yang ada, terlihat dalam pernyataan berikut :
“Program Reforma Agraria ... secara bertahap ... akan dilaksanakan mulai
tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat
termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum
pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya
sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan Kesejahteraan Rakyat .... yang
saya anggap mutlak untuk dilakukan.”
Universitas Sumatera Utara
Sesuai penegasan Kepala BPN RI:
Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek
bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan
keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan
akses terhadap tanah sebagai basis untuk revitalisasi pertanian dan
aktivitas ekonomi pedesaan1
Dengan demikian adanya kebijakan mengalokasikan lahan seluas 8,15 juta hektar
sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan
politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat
.
2
Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka
program terpadu yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Gambar 1.1 memperlihatkan bagan alir pelaksanaan PPAN yang dirumuskan oleh
Badan Pertanahan Nasional.
.
1 Wawancara Joyo Winoto: “Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono.” Tempo, 10 Desember 2006. 2 Sebelum itu, pelaksanaan Reforma Agraria memang juga sudah dinyatakan secara eksplisit dalam buku visi, misi dan program SBY-JK yang disampaikan sewaktu mencalonkan diri sebagai pasangan Presiden-Wakil Presiden. Dalam buku ini pelaksanaan reforma agraria disebutkan eksplisit sebanyak dua kali, yakni dalam konteks agenda “perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja” dan “revitalisasi pertanian dan aktivitas pedesaan”
Universitas Sumatera Utara
PPAN terdiri dari dua komponen pokok. Pertama adalah redistribusi tanah untuk
menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Kedua adalah upaya
pengembangan wilayah lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar
aset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan
berkelanjutan. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan
yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang
ASSET REFORM
ACCES REFORM
Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI
Gambar 1.1. Bagan Alir Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
Universitas Sumatera Utara
diistilahkan dengan “Land Reform Plus” sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN
ini dari program Land reform yang pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.
Asset reform, di dalam kerangka mandat konstitusi, politik dan undang-undang
untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah. Penguatan akses tanah yang dimasa lalu melalui Land Reform
sebagai suatu proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan
di bidang pertanahan, tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
daerah.
Beberapa bentuk penguatan akses tanah ke petani antara lain melalui redistribusti
tanah Obyek Land reform yang belum dibagikan, tanah milik adat, tanah milik negara
dan tanah ex HGU yang telah dilepaskan dan dikuasai masyarakat. Subyek/penerima
manfaat di prioritaskan masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah
tersebut selama bertahun-tahun. Prioritas berikutnya masyarakat miskin dan atau
tidak punya tanah di sekitar/luar lokasi. Model pembagian tanah
(distribusi/redistribusi) dapat dilakukan dengan penataan maupun tanpa penataan
fisik. Penerima manfaat tersebut diberikan sertipikat hak milik atas tanah secara
perseorangan. Mekanismenya melalui Redistribusi Tanah, Prona, Konsolidasi Tanah
Pertanian, dan merupakan penguatan hak terhadap tanah yang telah dikuasai
masyarakat. Sedangkan Access reform adalah proses penyediaan akses bagi
masyarakat (subyek PPAN) terhadap segala hal yang memungkinkan mereka
untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi
Universitas Sumatera Utara
ekonomi politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas
dan kemampuan).
Tabel 1.1 Jumlah Tanah Land Reform Yang Sudah Diredistribusikan
No Provinsi Jumlah Redis 1961 - 2005 (Ha)
Jumlah Penerima Redist 1961 -
2005 (KK)
Luas rata - rata
diterima KK (Ha)
1 D. I Aceh 17.976,000 13.120 1,370 2 Sumatera Utara 111.145,000 123.260 0,902 3 Riau 9.308,000 9.079 1,025 4 Sumatera Barat 11.615,000 12.516 0,928 5 Sumatera Selatan 20.254,000 22.497 0,900 6 Jambi 10.855,620 6.868 1,581 7 Bengkulu 36.208,000 22.630 1,600 8 Lampung 37.116,000 59.909 0,620 9 DKI Jakarta 0,000 0.000 0,000 10 Jawa Barat 183.614,019 426.930 0,430 11 D.I Yogyakarta 692,000 3.447 0,201 12 Jawa Tengah 39.566,682 142.987 0,277 13 Jawa Timur 262.936,073 261.708 1,005 14 Bali 9.854,000 17.979 0,548 15 Nusa Tenggara Barat 17.668,000 9.466 1,866 16 Nusa Tenggara Timur 41.468,000 49.660 0,835 17 Kalimantan Selatan 20.793,158 22.052 0,943 18 Kalimantan Tengah 42.842,326 30.734 1,394 19 Kalimantan Barat 13.634,000 11.246 1,212 20 Kalimantan Timur 26.761,478 13.879 1,928 21 Sulawesi Tengah 12.705,917 15.927 0,798 22 Sulawesi Tenggara 57.529,000 49.723 1,157 23 Sulawesi Selatan 88.764,000 103.719 0,856 24 Sulawesi Utara 5.526,000 5.145 1,074 25 Maluku 18.697,000 9.714 1,925 26 Papua 2.860,000 2.117 1,351 27 Bangka Belitung 915,000 929 0,985 28 Banten 50.186,000 52.347 0,959 29 Maluku Utara 0,000 0 0,000 30 Gorontalo 8.037,000 11.174 0,719 Jumlah 1.159.527,273 1.510.762 0,768
Universitas Sumatera Utara
Seperti kita ketahui Sejak 1960-an Indonesia sudah melakukan redistribusi tanah
seluas 1,15 juta hektar, seperti dapat terlihat dalam Tabel 1.1. Namun pada
kenyataannya penerima tanah itu hidupnya tidak menjadi lebih sejahtera. Ini dapat
terlihat dari hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem
(menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar) di Indonesia meningkat seperti tersaji
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas lahannya
Peningkatan rumah tangga gurem selama tahun 1993 – 2003 sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 1993 jumlah penduduk
miskin dipedesaan tercatat sebanyak 17. 200.000 jiwa sementara pada tahun 2003
jumlahnya meningkat menjadi 25.100.000 jiwa. Potret ketimpangan agraria,
guremisasi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan merupakan
akumulasi timbunan persoalan agraria dari waktu ke waktu.
Luas (HA) 1983 (Juta Jiwa)
1993 (juta jiwa)
2003 (juta)
<0,1 8,5 7 17,2 0,1 - 0, 49 37,7 40,7 39,2 0,5 - 0,99 24,1 22,4 18,4 ≥ 1,0 29,7 29,9 25,2
Sumber : BPS
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya pembangunan wilayah pedesaan adalah suatu upaya untuk
mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan wilayah pedesaan
merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan
dapat meningkatkan pendapatan.
Peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga dalam
upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan. Data
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada tahun 2006
menyebutkan, terdapat 38.232 (54,14%) kategori desa maju yang terdiri dari 36.793
(52,03%) kategori maju dan 1.493 (2,11%) kategori sangat maju. Sementara desa
tertinggal berjumlah 32.379 (45,86%) yang terdiri dari 29.634 (41,97%) kategori
tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal.
Inilah yang menjadi dorongan bagi kita semua, untuk menekankan percepatan
pembangunan wilayah desa dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh). Salah
satu gagasannya adalah dengan menerapkan Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN).
Dengan dilaksanakannya PPAN, maka tantangan besar bagi pemerintah
kemudian adalah bagaimana mendesain operasionalisasi PPAN ini sehingga
nantinya bisa dilaksanakan secara terpadu dan benar-benar diorientasikan pada
penataan ulang struktur agraria yang timpang dan penyediaan program-program
pendukungnya yang lebih luas. Pada saat yang sama, bagaimana bisa
menggulirkan pelaksanaan PPAN ini agar mendapat dukungan yang luas baik
Universitas Sumatera Utara
dilingkungan elit politik, di antara lintas departemen dan level pemerintahan,
maupun dikalangan masyarakat secara umum.
Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari pelaksanaan PPAN
melalui asset reform dan akses reform yaitu:
1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan
penggunaan tanah dan kekayaan alam lainnya sehingga menjadi lebih
berkeadilan sosial;
2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum
tani dan rakyat miskin dipedesaan;
3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di
bidang pertanian dan ekonomi pedesaan;
4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik;
5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa
dan konflik agraria.
Sebagai sebuah kebijakan yang dilatari oleh keinginan untuk mendistribusikan
lahan eks hutan produksi konversi (HPK) sejumlah 8.15 juta hektar, beragam
tanggapan diberikan oleh kalangan termasuk juga kalangan yang selama ini
memperjuangkan pembaruan Agraria. Ada dua tanggapan utama, pertama kalangan
yang menganggap bahwa Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini mesti
ditentang. Sementara kelompok kedua kalangan yang menganggap bahwa program
ini mesti dikawal secara kritis mulai dari sisi substansi hingga kesisi
Universitas Sumatera Utara
implementasi. Kelompok pertama yang menentang misalnya, memberikan ulasan
setidaknya ada tujuh alasan mengapa PPAN mesti ditolak yaitu (Bachriadi : 2006).
a. PPAN bertumpu pada revitalisasi pertanian sehingga lebih mengacu pada
upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang sudah ada khususnya
perkebunan. Upaya jenis ini jelas-jelas sangat dominan pada investasi bukan
membentuk modal pedesaan yang kuat;
b. Pembaruan Agraria hanya dijadikan urusan teknis semata sehingga sejalan
dengan proyek administrasi pertanahan dan mendorong integrasi usaha petani
kecil kedalam pertanian/perkebunan skala besar;
c. PPAN hanya ditujukan pada tanah-tanah negara yang hanya mungkin dibagikan
tanpa ada keinginan kuat merombak struktur agraria yang ada;
d. PPAN tidak mengakomodasi sepenuhnya keinginan menyelesaikan konflik
agrarian.
e. PPAN bertumpu pada institusi yang lemah yakni BPN.
f. PPAN kemungkinan dibawah bimbingan program-program Bank Dunia yang
mendorong liberalisasi pertanahan.
g. PPAN kemungkinan besar hanya sebuah dagangan politik jangka pendek SBY-JK.
Sementara pada kelompok kedua, berangkat dari pandangan bahwa PPAN
bukanlah reforma agraria sejati dan menyeluruh seperti yang diinginkan selama
ini. Namun, keinginan pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan kalangan
masyarakat sipil dari sisi substansi dan implementasi dapat dijadikan sebagai batu
loncatan dalam mendorong pembaruan agraria sejati yang dinginkan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, PPAN dianggap sebagai peluang politik yang ada dalam memperkuat
basis-basis kelompok masyarakat dalam memperjuangkan Pembaruan Agraria.
Kedua, program ini mesti diperjuangkan sebagai sebuah program nasional yang
akan melibatkan pejabat birokrasi dari pusat hingga daerah dengan
keharusan melibatkan organisasi rakyat dari nasional hingga wilayah. Pola ini
juga akan membuka luas bagi lahirnya serikat-serikat atau kelompok tani baru di
semua wilayah nasional. Dengan demikian, terjadi sebuah lompatan kebutuhan
masyarakat tani untuk mengorganisasikan diri. Proses ini juga akan membuka
keragaman baru dari serikat-serikat tani yang selama ini masih didominasi oleh
petani yang terlibat konflik semata (Napiri :2006 ).
PPAN awalnya sudah dilaksanakan di Kabupaten Asahan sejak awal tahun 1960,
namun pelaksanaannya masih terbatas pada kegitan redistribusi tanah kepada petani
penggarap. Kegiatan redistribusi tanah yang terjadi tidak dijalankan sebagaimana
layaknya dan kesannya sangat lambat. Kegiatan redistribusi tanah di Kabupaten
Asahan mengalami stagnasi sejak awal Orde Baru sampai dengan tahun 2006.
Pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi bertumpu kepada pertumbuhan dan
ekonomi yang mengakibatkan kebijakan di sektor pertanahan juga menginduk dan
mendukung program percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dijadikan sebagai
alat dan komoditi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan aspek
pemerataan dan keadilan. Salah satu dampak dari kebijakan di atas adalah terjadinya
penumpukan penguasaan tanah ditangan pemilik modal, baik berupa swasta maupun
Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
Ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara masyarakat
tani/masyarakat pedesaan dengan 60 Badan Hukum di Kabupaten Asahan pada tahun
2007 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Rata-rata kepemilikan dan penguasaan
tanah masyarakat tani/masyarakat pedesaan hanya 0,98 Ha. Sementara itu, 60 Badan
Hukum menguasai areal seluas 145.558 Ha di Kabupaten Asahan.
Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pertanahan yang pro pertumbuhan
adalah terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan baik antara individu,
individu dengan badan hukum, maupun individu dengan pemerintah. Sampai pada
tahun 2007, di Kabupaten Asahan telah tercatat sengketa, konflik, dan perkara
pertanahan sebanyak 424 kasus yang belum terselesaikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh
mengenai Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
terhadap pengembangan wilayah desa di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan.
Berdasarkan kajian teoritis dan pengalaman empiris dari berbagai negara yang
telah melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) secara konsisten,
terlihat suatu kecenderungan bahwa program PPAN sangat berperan dalam
pengembangan wilayah khususnya wilayah pedesaan.
Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai
Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan sebelumnya sejak tahun
2007. Seharusnya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini akan berdampak
Universitas Sumatera Utara
positif terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan
Sei Balai.
Untuk mengetahui dampak positif pelaksanaan Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai
maka dipandang perlu untuk melaksanakan analisis terhadap dampak Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di
perkebunan Sei Balai, dan dengan adanya silang pendapat mengenai pelaksanaan
Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pelaksanaannya yang sudah
hampir 4 (empat) tahun, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu
lokasi penelitian PPAN Tahun 2007 di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai.
Penulis ingin menganalisis dampak dari program ini terhadap pengembangan wilayah
pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Sebagai catatan, pada saat dilaksanakannya PPAN ini, Desa Sei Balai Kecamatan
Sei Balai masih merupakan bagian dari Kabupaten Asahan namun setelah adanya
pemekaran Kabupaten Asahan Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai saat ini
meruapakan bagian dari Kabupaten Batu Bara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional
(PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei
Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Sei Balai Desa Sei Balai
Kabupaten Asahan terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)
kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai
Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya:
1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sumber data,
informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan
ilmiah selanjutnya yang terkait dengan konsep-konsep Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN).
2. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), yang telah atau sedang dilaksanakan oleh
pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembaruan Agraria (Reforma Agraria) di Indonesia
Teori – teori pembangunan yang berkembang pada pertengahan ke – 20 melihat
bahwa pembangunan di negara- negara berkembang tidak dapat dilakukan tanpa
terlebih dahulu melakukan transformasi masyarakat melalui penataan struktur agraria.
Bahwa kemudian Reforma Agraria dianggap sebagai kata kunci untuk keberhasilan
pembangunan merupakan hal yang sangat beralasan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pemahaman terhadap berbagai teori dan pendapat
yang berhubungan dengan pelaksanaan Reforma Agraria Nasional sebagai
pemecahan terhadap masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dengan menyentuh
akar masalahnya sangat diperlukan.
Reforma Agraria di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1960. Pembuktian atas
hal tersebut adalah diundangkannya Undang – Undang Nomor. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria yang merupakan tonggak penting bagi upaya
menuju keadilan agraria di Indonesia. Akan tetapi langkah tersebut kemudian
dijadikan komoditas politik sehingga ketika terjadi prahara pada tahun 1965 dan
kekuasaan dipegang oleh rezim Orde Baru, land reform dianggap sebagai “barang
haram” sehingga tidak bisa diselenggarakan.
Bachriadi mengungkapkan :
Universitas Sumatera Utara
“Kekeliruan pembangunan yang mendasar adalah tidak ditempatkannya
pembaruan agraria yang berupa penataan kembali penguasaan, penggunaan,
pemanfaatan, peruntukan dan pemeliharaan sumber-sumber agraria sebagai
pra-kondisi dari pembangunan… Pembaruan agraria dipercayai pula sebagai
proses perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat,
khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat,
terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya
kehidupan mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat
pedesaan, serta penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.” (Deklarasi Pembaruan Agraria, Jogjakarta 1998).
“Melaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari
Revolusi Indonesia.” (Soekarno, 1960)
Saat ini pemerintah kembali membangkitkan Reforma Agraria dalam konsep
baru, Dengan konsep Reforma Agraria baru yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia.
2.1.1 Definisi Pembaruan Agraria
Agrarian reform dan land reform seringkali dianggap identik. Berbagai pihak,
dengan sudut pandang yang sangat beragam memberikan pengertian yang berbeda-
beda mengenai Reforma Agraria. Dalam pengertian terbatas, Reforma Agraria
dipandang sebagai land reform, dengan salah satu programnya yaitu redistribusi tanah
(pembagian tanah), namun penelitian kali ini Reforma Agraria memiliki arti yang
lebih luas dan tidak hanya berupa land reform.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wiradi (2001), Reforma Agraria adalah penataan ulang struktur
pemilikan dan penguasaan tanah beserta seluruh paket penunjang secara lengkap ,
Paket penunjang tersebut adalah adanya jaminan hukum atas hak yang diberikan,
tersediaanya kredit yang terjangkau, adanya akses terhadap jasa-jasa advokasi, akses
terhadap informasi baru dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan adanya akses
terhadap bermacam sarana produksi dan bantuan pemasaran.
Setiawan (2001) mengatakan bahwa istilah Reforma Agraria adalah pembaruan
agraria karena apa yang dimaksudkan lebih luas dari sekedar pembagian tanah.
Selanjutnya menurut Sahyuti (2007), Reforma Agraria dimaknai sebagai land reform
plus, artinya inti dari pelaksanaan Reforma Agraria adalah berupa land reform yang
dalam arti sempit yaitu penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah.
Komponen plus dalam Reforma Agraria dimaksud adalah bentuk-bentuk dan cara
mengolah tanah, penyuluhan pertanian, dan lain – lain.
Menurut Sutarto (2007) pembaruan agraria tidak boleh dipahami sebagai proyek
bagi – bagi tanah semata, tapi harus diorientasikan pada upaya peningkatan
kesejahteraan petani serta revitalisasi pertanian dan pedesaan secara menyeluruh.
Untuk itu selain harus merupakan upaya penataan struktural untuk menjamin hak
rakyat atas sumber- sumber agraria melalui land reform , Reforma Agraria harus
merupakan upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan multi-pihak untuk
menjamin agar aset tanah yang telah diberikan dapat berkembang secara produktif
dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak dasar dalam arti luas,
misalnya pendidikan , kesehatan dan juga penyediaan dukungan modal, teknologi,
Universitas Sumatera Utara
manajemen, infrastruktur, pasar dan lain –lain. Komponen yang pertama disebut
sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara
kedua jenis reform inilah yang dimaksud dengan land reform plus.
Senada dengan pengertian tersebut di atas, Winoto (2007) mengemukakan bahwa
Reforma Agraria adalah “land reform plus”, yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945. Artinya ‘land reform’ yang mekanismenya untuk menata kembali proses-
proses yang dirasa tidak adil dengan penambahan akses reform sehingga pemberian
tanah bagi petani dapat dijadikan sebagai alat reproduksi.
Berbagai istilah dan pengertian sangat banyak dikemukakan namun hal ini hanya
sebatas pemberian definisi saja sehingga jarang menjadi perdebatan. Prinsipnya
adalah yang menjadi konsep dasar pembaruan yang diemban Reforma Agraria yaitu
tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bertolak dari konsep dasar tersebut,
selanjutnya rumusan yang dipergunakan sebagai definisi Reforma Agraria yang akan
diselenggarakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Menurut Istilah TAP MPR IX/MPR/2001
Reforma agraris adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan
pemilikan sumber – sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin
keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Menurut Penjelasan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 10
Ayat 1 dan 2
Universitas Sumatera Utara
Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan “land reform”atau “agrarian reform”
yaitu sebagai suatu ketentuan bahwa tanah harus dikerjakan atau diusahakan
secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Selanjutnya ketentuan itu perlu diikuti pula
dengan syarat-syarat yang ringan, sehingga pemiliknya tidak akan terpaksa bekerja
dalam lapangan lain, dengan menyerahkan penguasaan tanahnya kepada orang
lain.
Definisi operasional dari Reforma Agraria sebagai upaya suatu program
pemerintah dalam upaya menyelesakan berbagai permasalahan dengan memberikan
sentuhan langsung pada akar permasalahannya adalah :
1. Reforma Agraria merupakan penataan ulang sistem politik dan hukum pertanahan
berdasarkan prinsip pasal – pasal UUD 45 dan UUPA ;
2. Reforma Agraria merupakan proses penyelenggaraan land reform (LR) dan
access reform (AR) secara bersama; LR adalah proses redistribusi tanah untuk
menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan
politik dan hukum pertanahan. AR adalah suatu proses penyediaan akses bagi
masyarakat (subjek Reforma Agraria) terhadap segala hal yang memungkinkan
masyarakat untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan
(partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan,
peningkatan kapasitas dan kemampuan).
Universitas Sumatera Utara
Defenisi tersebut secara lebih terperinci dapat dipaparkan bahwa Reforma
Agraria yang selanjutnya disebut sebagai PPAN adalah merupakan:
1. Upaya bersama untuk mewujudkan keadilan sosial;
Reforma Agraria dilakukan untuk langsung menyentuh akar permasalahan –
permasalahan struktural dimana kemiskinan termasuk salah satu diantaranya.
2. Mandat politik, konstitusi dan hukum;
Reforma Agraria merupakan keharusan untuk dilaksanakan atas dasar:
a) Tap MPR No. IX/MPR/2001
b) Keputusan MPR – RI No. 5/MPR/2003
c) Pidato Politik Presiden RI awal tahun tanggal 31 Januari 2007
d) Pembukaan UUD’45 dan Pasal 33 (3), Pasal 27 (2), dan Pasal 28 UUD’45.
e) Semua peraturan perundang-undangan yang terkait.
3. Keharusan Sejarah;
Reforma Agraria harus dilaksanakan dengan bercermin kepada pengalaman
negara-negara yang menjalankan Reforma Agraria di penghujung abad 20 dan di
abad 21 dan pengalaman Reforma Agraria di Indonesia sendiri.
4. Bagian Mendasar Triple Track Strategy
Reforma Agraria berdampak langsung untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan
baik pertanian maupun non pertanian.
Dalam pelaksanaan Reforma Agraria mencakup dua komponen yaitu:
a. Redistribusi Tanah (land reform) untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber
agraria. Hal ini disebut dengan aset reform.
Universitas Sumatera Utara
b. Upaya pembangunan lebih luas dapat berkembang secara produktif dan
berkelanjutan, hal ini disebut akses form yang mencakup antara lain pemenuhan
hak – hak dasar dalam arti luas seperti kesehatan, dan pendidikan, juga
penyediaan dukungan modal, teknologi, manajemen, infrastruktur, pasar, dan lain
sebagainya (BPN- RI, 2007)
Apabila didekomposisi, dari pengertian Reforma Agraria terdapat lima
komponen mendasar di dalamnya, yaitu restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah
penciptaan struktur sosial- ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity),
sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare),
penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal
(efficiency), keberlanjutan (sustanability), dan penyelesaian sengketa tanah (harmony)
( BPN – RI, 2007).
Reforma Agraria secara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
1. Radical Land Reform, tanah milik tuan tanah yang luas diambil alih oleh
pemerintah, dan selanjutnya dibagikan kepada petani tidak bertanah.
2. Land restitution, tanah – tanah perkebunan luas yang berasal dari tanah – tanah
masyarakat diambil alih oleh pemerintah, kemudian tanah tersebut dikembalikan
kepada pemilik asal dengan kompensasi.
3. Land Colonization, pembukaan dan pengembangan daerah – daerah baru,
kemudian penduduk dari daerah yang padat penduduknya dipindahkan ke daerah
baru tersebut, dan diberi tanah dengan luasan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
4. Market Based land Reform (market assisted land reform), land reform yang
dilaksanakan berdasarkan atau dengan bantuan mekanisme pasar. Bisa
berlangsung bila tanah-tanah disertifikasi agar security in tenurship bekerja untuk
mendorong pasar finansial di pedesaan.
2.1.2 Tujuan Pembaruan Agraria
Dalam mengemban tugas menyelenggarakan administrasi pertanahan. Badan
Pertanahan Nasional berpedoman pada empat prinsip pertanahan yang memberikan
amanat dalam berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan; mewujudkan keberlanjutan sistem
kemasyarakatan; kebangsaan dan kenegaraan Indonesia; serta mewujudkan
keharmonisan (terselesaikannya sengketa dan konflik pertanahan).
Dalam mencapai visi dan misinya, selanjutnya Badan Pertanahan telah
menetapkan 11 agenda pertanahan yang terdiri atas :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional RI;
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertifikasi
tanah secara menyeluruh di Seluruh Indonesia;
3. Memastikan penguatan hak –hak rakyat atas tanah;
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah- daerah korban bencana alam
dan daerah – daerah konflik di seluruh tanah air;
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik
pertanahan secara sistematis;
Universitas Sumatera Utara
6. Membangun Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional dan sistem
pengamanan dokumen pertanahan di Seluruh Indonesia;
7. Menangani masalah Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) serta meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah ditetapkan;
10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI;
11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan
(Reforma Agraria).
Berangkat dari 4 (empat) prinsip dan 11 (sebelas) agenda inilah selanjutnya
ditetapkan tujuan dari pelaksanaan Reforma Agraria yang terdiri dari tujuh rumusan
yaitu :
a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke
arah yang lebih adil;
b. Mengurangi kemiskinan;
c. Menciptakan lapangan kerja;
d. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber – sumber ekonomi terutama tanah;
mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;
e. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan
ketahanan pangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembaruan Agraria di Indonesia
Strategi pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN)
sebagaimana yang telah dirumuskan oleh BPN- RI (2007) adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penataan atas konsentrasi aset dan atas tanah – tanah terlantar
melalui penataan politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila,
UUD’45 dan UUPA.
2. Mengalokasikan tanah yang langsung dikuasai oleh negara (obyek Reforma
Agraria) untuk rakyat (subjek Reforma Agraria).
2.1.4 Landasan Hukum Pembaruan Agraria
Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) di Indonesia adalah :
Tabel 2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria No Jenis Landasan Isi Landasan 1 Landasan Idiil Pancasila 2 Landasan
Konstitusional Undang – Undang Dasar Negara 1945 dan Perubahannya
3 Landasan Politis a. Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
b. Keputusan MPR RI Nomor 5 Tahun 2003 tentang penugasan kepada Pimpinan MPR RI untuk menyampaikan Saran atas Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003;
c. Pidato Politik Awal Tahun Presiden Republik Indonesia tanggal 31 Januari 2007.
4 Landasan Hukum
Terdiri dari 20 Undang – undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Objek dan Subjek Pembaruan Agraria
Adapun yang dimaksud dengan Objek pada Program Pembaruan Agraria
Nasional adalah :
1. Berdasarkan penelitian BPN- RI diperkirakan terdapat tanah seluas 1,1 Juta
hektar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia yang berasal dari :
a. Tanah berkas hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai;
b. Tanah yang terkena ketentuan konversi;
c. Tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
d. Tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan peraturan perundang –
undangan;
e. Tanah obyek land reform ;
f. Tanah bekas obyek land reform;
g. Tanah timbul;
h. Tanah bekas kawasan pertambangan;
i. Tanah yang dihibahkan pemerintah;
j. Tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah;
k. Tanah yang dibeli oleh pemerintah.
2. Tanah yang dialokasikan oleh Presiden Republik Indonesia yang berasal dari
hutan produksi konversi, tersebar di 17 Provinsi RI ( Rapat Terbatas Presiden
RI, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala BPN – RI tanggal 28
September 2006) seluas 8,15 juta hektar.
Universitas Sumatera Utara
3. Tanah – tanah hasil koordinasi antara Departemen Kehutanan, Departemen
Pertanian dan BPN – RI tanggal 27 Maret 2007 atas tanah – tanah yang sudah
di lepaskan dari kawasan kehutanan menjadi tanah negara yang pemanfaatan
tanahnya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Subjek pada Program Pembaruan Agraria
Nasional adalah :
1. Secara Umum :
Masyarakat miskin sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS).
2. Secara Khusus :
Penduduk miskin di pedesaan, baik petani, nelayan maupun profesi lain, dimulai
dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka
kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain.
2.1.6 Mekanisme Pembaruan Agraria
Secara umum, terdapat tiga mekanisme dasar Reforma Agraria, sesuai dengan
kondisi atau kedudukan subyek (petani miskin, buruh tani, atau pengelola tanah) dan
obyek ( tanah yang akan diredistribusikan), sebagai berikut ( BPN- RI, 2007):
1. Subyek dan objek berdekatan atau berhimpit, mekanisme dengan skenario seperti
ini sebenarnya relatif lebih sederhana dan langsung fokus pada ketiga objek tanah
dalam Reforma Agraria ini, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
(1) tanah kelebihan maksimum;
(2) tanah absentee; dan
(3) tanah negara lainnya, termasuk tanah tumbuh.
Penyelenggaraan Reforma Agraria dalam skenario ini dapat ditempuh melalui
penataan asset atau meredistribusi subjek tanah di atas, serta penguatan akses
atau memperbaiki akses petani kepada teknologi baru, mendekatkan pelaku
usaha dengan sumber – sumber pembiayaan, serta menyediakan akses pasar dan
pemasaran bagi produk yang akan dikembangkan oleh subjek Reforma Agraria,
2. Subjek mendekati objek. Mekanisme seperti ini diterapkan apabila subjek dan
objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema transmigrasi umum dan
transmigrasi lokal seperti dengan memindahkan subjek petani miskin dan tidak
bertanah dari daerah padat penduduk ke daerah jarang penduduk, serta
memberikan atau meredistribusikan tanah seluas dua hektar atau lebih di daerah
tujuan kepada subjek Reforma Agraria.
3. Objek mendekati subjek. Mekanisme seperti ini juga diterapkan apabila subjek
dan objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema yang sesuai untuk
mendekatkan objek kepada subjek dikenal dengan skema swap atau pertukaran
tanah yang didasarkan pada strategi konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah.
Skema ini memang agak rumit karena melibatkan hubungan kepemilikan tanah
bertingkat yang tidak sederhana, sehingga perlu dirumuskan secara hati- hati,
dengan kelembagaan yang jelas dan berwibawa.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7 Prinsip Pembaruan Agraria
Secara garis besar terdapat 10 (sepuluh) prinsip dalam Pembaruan Agraria. Ke-
10 (sepuluh) prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Hak atas dasar sumber daya alam merupakan hak ekonomi setiap orang. Sesuatu
yang menjadi hak setiap orang, merupakan kewajiban/tanggung jawab bagi
negara/pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhinya
(Pasal 69 Ayat (2) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia). Dalam kaitan
dengan prinsip ini, perlu didukung upaya penyempurnaan Pasal 33 Ayat (3) yang
sedang dilakukan oleh PAH I, karena pasal ini yang merupakan landasan bagi
hubungan antar negara dengan sumber daya alam (sumber agraria) dan antara negara
dengan rakyat. Penyempurnaan rumusan Pasal 33 Ayat (3) didukung oleh perlunya
klarifikasi tentang makna ”dikuasai oleh negara” dari segi normatif, yang meliputi
telah terhadap 4 (empat) hal, yakni : Kalau negara ”menguasai” sumber daya alam,
maka siapa yang sebenarnya berhak atas sumber daya alam itu? Apakah makna
”dikuasai” oleh negara itu? (III)Seberapa luas kewenangan menguasai oleh negara
itu? (IV)Bagaimana hubungan antar negara dengan yang berhak atas sumber daya
alam itu?.
Dari segi empiris, rumusan Pasal 33 Ayat (3) yang penjelasanya amat singkat itu
telah diterjemahkan secara longgar melalui berbagai UU yang terkait dengan sumber
daya alam (tanah, hutan, tambang, dan sebagainya) sehingga terjadi apa yang disebut
Universitas Sumatera Utara
”negaraisasi” sumber daya alam dengan segala implikasinya, antara lain penafian
hak-hak masyarakat adat/lokal atas `sumber daya alam. Sebagai contoh, dari
Penjelasan UUPA tentang kekuasaan negara terhadap bumi, air, ruang angkasa, maka
implikasinya adalah bahwa ”hak menguasai negara” meliputi : Tanah-tanah yang di
atasnya sudah ada hak perorangan Tanah-tanah yang di atasnya terdapat hak alayat,
hak masyarakat adat, dan (III)Tanah-tanah yang di atasnya tidak terdapat hak-hak
dalam butir (I) dan(II).
Analog dalam hal tersebut di atas, maka menurut UU Kehutanan (UU N0 5/1967
dan telah direvisi dengan UU No 41/1999) hak menguasai negara atas hutan (hutan
negara) meliputi kawasan hutan di seluruh Indonesia. Di samping hutan negara,
diakui keberadaan hutan milik. Tetapi keberadaan hutan adat tidak diakui karena
menurut UU No 41 Tahun 1999 hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di atas
hutan negara.
Dengan demikian diharapkan bahwa dari perumusan Pasal 33 Ayat (3) yang
disempurnakan akan diperoleh penegasan tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Sumber daya alam merupakan hak bersama seluruh rakyat, dan dalam
pengertian hak bersama itu terdapat dua hak yang diakui, yaitu hak
kelompok (hak bersama) dan hak perorangan.
2. Kewenangan negara terhadap sumber daya alam terbatas pada kewenangan
pengaturan. Pengaturan oleh negara diperlukan kekhawatiran bahwa tanpa
campur tangan negara ketidak adilan dalam akses terhadap perolehan dan
pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Negara tidak perlu melakukan intervensi bila masyarakat telah dapat
menyelesaikan masalah atau kepentingan sendiri dan bahwa hal itu tidak
bertentangan dengan kepentingan atau hak pihak lain.
4. Kewenangan mengatur oleh negara tidak tak terbatas, tetapi dibatasi oleh
dua hal, yaitu: (1) pembatasan oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Pada
prinsipnya hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat terhadap
pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh UUD; (2)
pembatasan oleh tujuannya, yakni untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
atau untuk tercapainya keadilan sosial.
Hubungan antara negara dengan rakyat bukan hubungan subordinasi, tetapi
hubungan yang setara karena negara memperoleh hak menguasai dalam
kedudukannya sebagai wakil dari seluruh rakyat. Dan, sesuai dengan prinsip HAM,
maka apa yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban bagi negara untuk
memenuhinya. Netralitas negara dan fungsinya sebagai wasit yang adil harus dapat
dijamin.
2. Unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum
setempat (pluralisme).
Pasal 6 Ayat (1) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan
bahwa: ”Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat
dan pemerintah”. Hal ini berarti bahwa kebijakan yang bersifat nasional harus mampu
Universitas Sumatera Utara
memberi tempat pada hukum adat yang masih berlaku dan dijunjung tinggi dalam
lingkungan masyarakat adat, selaras dengan upaya perlindungan dan penegakan
HAM dari masyarakat yang bersangkutan, selama hal itu tidak menimbulkan
pelanggaran terhadap hak asasi pihak lain.
3. Land reform/restrukturisasi pemilikan dan penguasaan tanah.
Land reform sebagai upaya penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan
tanah ditujukan untuk mencapai keadilan, utamanya bagi mereka yang sumber
penghidupannya tergantung pada produksi pertanian. Berbagai program land reform,
antara lain berupa redistribusi tanah (yang berasal dari tanah-tanah jabatan di desa,
tanah yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil perusahaan bidang industri,
perumahan, jasa/pariwisata, pengusahaan di bidang pertanian, perkebunan dan
kehutanan, dan lain-lain), penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian, teknologi,
dan tersedianya peluang pasar untuk produk-produk pertanian. Di samping rural land
reform tersebut di atas, perlu diperhatikan juga urban land reform karena
kesenjangan posisi tawar antara mereka yang mempunyai akses modal dan akses
politik di perkotaan, berhadapan dengan mereka yang tidak mempunyai akses
tersebut, telah semakin membuat orang miskin kota (urban poor) semakin
terpinggirkan dalam upaya memperoleh sebidang tanah untuk menopang
kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
4. Keadilan dalam pengusaan dan pemanfaatan sumber daya (sumber-sumber
agraria).
Penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus sedemikian rupa sehingga
dapat dinikmati tidak saja oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan
datang. Dalam suatu generasi, harus diupayakan keterbukaan akses bagi setiap orang,
laki-laki dan perempuan, untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya alam
(sumber agraria). Pemanfaatan sumber daya alam oleh satu generasi tidak boleh
mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang sehingga harus dijaga agar
tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan untuk kepentingan jangka pendek. Termasuk
dalm prinsip ini adalah mengakui kepemilikan masyarakat adat terhadap sumber daya
alam yang menjadi ruang hidupnya.
5. Fungsi sosial dan ekologi tanah.
Dalam kedudukan manusia sebagai individu, sekaligus makhluk sosial, maka ada
kewajiban (sosial) yang timbul dan dipunyai oleh setiap pemegang hak. Hak yang
dipunyai seseorang tidak bersifat tak terbatas, karena selalu dibatasi oleh hak orang
lain dan hak masyarakat yang lebih luas, baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan
alasan kepentingan umum, maupun oleh pihak lain untuk berbagai kegiatan
pembangunan. Oleh karena itu, pengambilalihan hak itu harus dilaksanakan sesuai
undang-undang (Pasal 28 H Ayat (4) jo Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945 Perubahan
Kedua) dan diikuti dengan ganti kerugian yang adil, baik terhadap kerugian fisik
(kehilangan tanah, bangunan, tanaman, dan lain-lain) maupun kerugian nonfisik
Universitas Sumatera Utara
(kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan utuk memperoleh keuntungan/manfaat
tertentu, dll)
6. Penyelesaian konflik pertanahan.
Konflik-konflik baik yang bersifat vertikal maupun horisontal bila tidak
dilakukan penyelesaian secara tuntas dan sekaligus, akan merupakan gangguan untuk
dapat terselenggaranya kehidupan sosial dan bernegera yang harmonis.
7. Pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dan kelembagaan
pendukung.
Perlu adanya kerelaan dan penegasan kewenangan pusat dan daerah, sehingga
menjadi jelas pertanggungjawabannya masing-masing, utamanya dalam alokasi dan
manjemen sumber-sumber daya agraria / sumber daya alam. Apabila Reforma
Agraria dipilih sebagai suatu pilihan kebijakan restrukturisasi pemilikan/penguasaan
dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam lainnya, maka diperlukan suatu
lembaga pendukung yang dapat memfasilitasi pelaksanaannya, mengkoordinasikan
menyelesaikan sengketa yang timbul dari pelaksanaannya.
8. Transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Paradigma lama yang bercirikan sentralisme dalam pembuatan kebijakan telah
menafikan partisipasi, sekaligus tidak bersifat pembuatannya. Tradisi sosialisasi
terhadap RUU/RPP/ Raperda, akan lebih baik apabila diganti dengan konsultasi
Universitas Sumatera Utara
publik dalam setiap tahapan yang bersangkutan, sehingga terwujud yang disebut
dengan partisipasi interaktif dan bukan partisipasi pasif seperti yang terjadi pada saat
ini.
9. Usaha-usaha produksi di lapangan agraria.
Restrukturisasi pemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria haruslah
diikuti dengan suatu program yang sistematis untuk menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan produksi yang menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi rakyat. Untuk
memperkuat ekonomi rakyat, harus ada pembatasan yang tegas bagi usaha-usaha
produksi skala besar yang pemilikan atau penguasaannya terkonsentrasi di satu
tangan di lapangan agraria. Terlebih lagi, monopoli kegiatan usaha produksi di
lapangan Agraria haruslah dicegah.
10. Pembiayaan program-program pembaruan agraria.
Pelaksanaan program-program pembaruan agraria yang berkesinambungan
memerlukan tersedianya biaya secara rutin yang harus dijamin oleh pemerintah.
Tanpa adanya dukungan biaya, program-program pembaruan agraria hanya akan
berada di organisasinya, dikendalikan secara sosial, bersifat parsipatoris, dan
menghargai kesetaraan jender, dalam konteks pembangunan ekonomi, sosial yang
berkelanjutan dari segi lingkungan. Kebijakan tersebut hendaknya memberi
kontribusi terhadap ketahanan pangan dan penghapusan kemiskinan, berdasarkan hak
asasi yang bersifat individual, komunal dan kolektif, kesetaraan, termasuk, inter alia,
Universitas Sumatera Utara
kesempatan kerja, khususnya melalui perusahaan skala kecil dan menengah,
penyertaan sosial dan konservasi aset lingkungan dan budaya di wilayah pedesaan,
melalui perspektif mata pencaharian yang berkelanjutan dan pemberdayaan kelompok
terkait yang bersifat lemah di pedesaan, kebijakan ini sangat menghargai hak dan
aspirasi masyarakat pedesaan, khususnya kelompok lemah yang termarjinalkan dalam
kerangka hukum nasional dan dialog yang efektif.
2.2 Pengalaman Pembaruan Agraria di Berbagai Negara
2.2.1 Yunani
Reforma Agraria pertama kali tercatat dalam sejarah yang terjadi di Yunani Kuno
pada masa pemerintahan Solon sekitar tahun 594 sebelum Masehi. Kemudian,
tonggak kedua pada tahun 134 sebelum Masehi Reforma Agraria dilakukan di Roma
yang bertujuan untuk mengangkat rakyat kecil dengan cara melakukan redistribusi
tanah-tanah milik umum. Tonggak ketiga pada abad ke -12 dilaksanakan Reforma
Agraria di Inggris dikenal dengen “Enclosure movement” yaitu pengkaplingan tanah-
tanah pertanian dan padang pengembalaan yang semula merupakan tanah yang dapat
disewakan oleh umum, menjadi tanah–tanah individual.
2.2.2 Prancis
Gerakan Reforma Agraria secara besar-besaran terjadi di Prancis yang ditandai
dengan adanya revolusi pada Tahun 1789 dan merupakan tonggak keempat dari
Reforma Agraria. Sistem penguasaan tanah feodal dihancurkan dan tanahnya
Universitas Sumatera Utara
dibagikan kepada para petani dan petani budak di bebaskan. Tonggak kelima dari
Reforma Agraria terjadi di Rusia yang dikenal dengan “Stolypin Reforms” dimana
para petani dibebaskan dari komune – komune dan menjadi pemilik tanah secara
bebas, sehingga terjadi kesenjangan yang tajam antara petani kaya dan para
tunakisma (Wiradi, 2000)
2.2.3 Cina
Di Cina, Reforma Agraria merupakan kerangka perjuangan untuk menata
kembali struktur sosial dan politik. Pada pertengahan tahun 1920 – 1930, Cina
melaksanakan tiga program besar yaitu menghilangkan neo imprealisme, menata
ulang struktur sosial dan politik, menata kembali struktur penguasaan tanah, Namun
fokusnya berada pada yang ketiga yaitu menata kembali struktur penguasaan tanah
(land reform). Artinya dalam gerakan besar Cina, Land reform menjadi suatu
kerangka perjuangan politik untuk menata kembali struktur politik yang ada di Cina.
Program land reform di Cina, mengalami stagnasi ketika di menjajah oleh Jepang
(1935 – 1945). Ketika Jepang menyerah, program land reform dilaksanakan kembali
dan mencapai puncaknya pada tahun 1959 – 1961, bersamaan dengan peristiwa banjir
besar dan kekeringan yang sangat parah melanda Cina. Ini merupakan periode yang
sangat parah bagi rakyat Cina.
Selepas tahun 1961, land reform terus dijalankan, tanah-tanah milik tuan tanah
dibagikan kepada petani penggarap secara kolektif (koperasi), yang dalam
perkembangannya tanah tersebut menjadi tanah milik negara, tetapi petani
Universitas Sumatera Utara
mempunyai akses penuh untuk memanfaatkan tanah tersebut (usufruct right). Para
pakar ekonomi pembangunan Cina pada awalnya menyatakan bahwa priode 1959 –
1961 merupakan ketidakberhasilan dari land reform. Namun kemudian pendapat
tersebut bergeser, periode tersebut merupakan penentu bagi pertumbuhan ekonomi
Cina yang luar biasa (BPN- RI, 2007).
Kebijakan land reform yang dilakukan oleh Cina, setidaknya mengandung hal
sebagai berikut (Wiradi, 2001):
1. Hanya sedikit jumlah tanah yang diambil alih;
2. Redistribusi tanah berdasarkan jumlah yang setara per-orang;
3. Pendaftaran pendukung dari kalangan petani kaya, pedagang kecil dan lain-
lain ”kelas intermediasi” .
Panduan dasar land reform pada saat itu adalah ”menyadarkan diri pada petani
miskin, bersatu dengan petani menengah, tidak mengganggu kepentingan petani kaya
baru, dan menghapus tuan tanah feodal sebagai kelas”. Kebijakan ini berhubungan
erat dengan kebijakan komunis pada saat itu, yang didasarkan atas 3 (tiga) tahap:
1. Tahap I, memenangkan perjuangan politik (revolusioner);
2. Tahap II, memenangkan perjuangan ekonomi (produksi), dengan cara,
a. Menjalankan land reform,
b. Menjalankan penyelidikan pertanahan,
c. Mengembangkan koperasi dan gotong royong (mutual aid),
d. Mencapai pengembangan pertanian (dan industri) dari kekuataan
produktif.-
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap III, memenangkan perjuangan ideologi dan kebudayaan.
Setelah komunis berkuasa di tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi
nasional yang didasarkan pada pembaruan Agraria. Gurley mengkategorikan sebagai
berikut:
1. Masa land reform, antara tahun 1949-1952, pada masa itu dilakukan upaya
redistribusi kekayaan pendapatan dan kekayaan dari kaum kaya ke kaum
miskin dan menghapuskan kelas penguasa sebelumnya.
2. Masa kolektivisasi-komunisasi, antara tahun 1955-1959, di masa ini adalah
meningkatkan output di pedesaan dengan mendorong pemanfaatan suplai
tenaga kerja secara lebih baik.
3. Pembentukan modal (capital formation) untuk pertanian antara tahun 1960-
1972, pada masa ini adalah dengan usaha mendorong secara lebih lanjut
output pertanian dengan peningkatan barang-barang modal (capital goods)
serta input lainnya yang tersedia di sector pedesaan, serta dengan
mendirikan industri-industri kecil dimana-mana, hampir di semua desa.
4. Perubahan gradual dari nilai tukar (terms of trade) di antara pertanian dan
industri bagi kepentingan sector pertanian dan kaum tani. Di masa ini upaya
meningkatkan harga yang dibayar oleh pemerintah atas produk-produk
pertanian serta merendahkan harga barang-barang yang dibeli oleh petani.
Pelaksanaan redistribusi asset-asset pedesaan, land reform yang dijalankan di
Cina bukan hanya telah mematahkan dominasi di kelas tuan tanah dan mengalihkan
kekuasaan pada petani miskin dan menengah saja, tetapi juga dengan sendirinya telah
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan tingkat konsumsi dari kebanyakan petani dan meningkatkan tabungan
pedesaan yang layak bagi investasi.
Land reform yang dijalankan di Cina dengan sendirinya juga telah
menghapuskan konsumsi kemewahan dari kaum kaya dan meningkatkan konsumsi
dasar dari kaum miskin. Arti yang penting dari land reform bukan sekedar
memberikan tanah kepada petani miskin, tetapi mendorong mereka untuk
mengorganisasikan dirinya untuk mengambil dan mengalahkan penindas mereka
sebelumnya. Ini merupakan prasyarat bagi pengembangan sosialisme berikutnya di
pedesaan, karena apabila tidak dilakukan, maka struktur kelas lama maupun pola
pemilikan kekayaan lama akan muncul kembali, karena sikap-sikap lama yang masih
bertahan dan paranata-pranata yang menguntungkan kaum kaya.
Usaha pembaruan agrarian yang dilakukan di Negara Cina adalah merupakan
proses yang dilakukan secara trial and error dan tidak mencontoh model pembaruan
di Negara lain.
Dalam hal ini strategi pembaruan Agrarian di Cina terdiri dari beberapa langkah
berikut ini:
a. Menghancurkan struktur kelas tuan tanah-birokrat dan redistribusi tanah dan
asset-aseet lain, pendapatan, dan kekuasaan kepada kaum tani dan kaum
buruh.
b. Mendirikan hubungan sosial produksi sosialis sesegera mungkin, serta
menggunakan partai untuk mendidik kaum tani dan kaum buruh mengenai
cita-cita dan nilai-nilai sosialis. Yaitu, dengan menasionalisasikan industri dan
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan koperasi di pedesaan tanpa harus menunggu adanya
mekanisasi pertanian. Ini berarti menciptakan super struktur sosialis.
c. Membangun mekanisme perencanaan penuh sebagai ganti dari alokasi sumber
daya yang ditentukan oleh harga pasar dan distribusi pedapatan secara penuh
masuk ke industrialisasi, tetapi dengan penekanan industri yang mempunyai
kaitan langsung ke pertanian.
d. Mencapai tingkat pembentukan modal (capital formation) yang tinggi dengan
mendorong tabungan di semua tingkat dan menggunakan tabungan tersebut
pada tiap tingkatan guna melakukan investasi secara swadaya. Demikian pula
mendorong daerah pedesaan khususnya, untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang modal dengan menciptakan industri-industri berskala kecil dan dari
masyarakat sendiri.
e. Mengembangkan dan menyalurkan kreativitas dan energi manusia lewat
penyebaran nilai-nilai sosialis (”melayani rakyat”, tidak mementingkan diri
sendiri, insentif secara kolektif) dalam mengatasi nilai-nilai borjuis
(individualisme, serakah, materialisme), dengan cara menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan, pendidikan secara meluas, penetapan tujuan-tujuan yang
mulia, guna menginspirasi orang untuk bekerja lebih giat, serta dengan
mendorong pengambilan keputusan di tingkat dasar kepada tingkatan rakyat
yang paling bawah.
f. Menjalankan revolusi yang berlanjut di semua tingkatan masyarakat, serta
mempertahankan kediktatoran kaum ploretar.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Jepang
Jepang merupakan salah satu contoh negara yang berhasil melaksanakan
Reforma Agraria. Tanah–tanah luas milik para daimyo diambil alih oleh pemerintah
dan dibagikan kepada petani penyewa tanah. Land reform di Jepang dilaksanakan
pada masa pemerintahan pendudukan Amerika yang dipimpin Mac Arthur. Namun
sebelumnya Jepang telah berpengalaman melakukan Reforma Agraria pada saat
restorasi Meiji. Sehingga pada waktu melaksanakan Reforma Agraria, Jepang telah
mempunyai data tanah yang lengkap. Reforma Agraria menjadi dasar pembangunan
ekonomi Jepang (BPN- RI, 2007).
2.2.5 Venezuela
Reforma Agraria di Venezuela dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan
dikeluarkannya undang-undang mengenai Reforma Agraria. Dalam perjalanannya
sejak tahun 1960 sampai dengan 1999, dapat dikatakan Reforma Agraria kurang
begitu berhasil. Ketika Hugo Chaves terpilih menjadi presiden, salah satu
programnya adalah Reforma Agraria. Langkah awal yang dilakukan adalah
melakukan referendum konstitusi dan Reforma Agraria merupakan mandat dari
konstitusi tersebut (BPN- RI, 2007).
Pelaksanaan Reforma Agraria di Venezuela dipimpin langsung oleh presiden di
Amerika latin atau bahkan di dunia saat ini yang melaksanakan Reforma Agraria
dengan antusias. Ketika Terjadi kudeta tahun 2002 yang menggulingkan presiden.
Rakyatlah yang mengembalikannnya kembali ke posisinya. Selain itu Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Venezuela juga memperkenalkan prinsip-prinsip kebijakan pertanian yang baru,
seperti kedaulatan pangan dan mengutamakan penggunaan tanah dari pada pemilikan
tanah (BPN- RI, 2007).
2.2.6 Zimbabwe
Zimbabwe tidak terlalu berhasil melaksanakan Reforma Agraria.
Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh perencanaan yang kurang matang. Target dari
Reforma Agraria adalah tanah-tanah pertanian milik orang kulit putih, sehingga
terjadi perlawanan atau penolakan yang sangat kuat (BPN- RI, 2007).
2.2.7 Thailand
Reforma Agraria di Thailand dilaksanakan mulai tahun 1975 dan dipimpin
langsung oleh raja. Tanah – tanah yang dibagikan awalnya adalah tanah milik pribadi
yang merupakan tanah – tanah kelebihan dari batas maksimum dan absentee, atau
tanah – tanah yang dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya. Dalam perjalanannya
karena tanah tersebut semakin langka, maka tanah yang dibagikan dalam rangka
Reforma Agraria adalah tanah – tanah negara, antara lain yang berasal dari tanah
kawasan hutan (BPN- RI, 2007).
2.2.8 Taiwan
Reforma Agraria di Taiwan paling mirip dengan Indonesia karena dilaksanakan
dengan perencanaan yang matang, secara berkesinambungan dan damai. Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
memberikan perlindungan baik kepada petani penyewa atau penggarap tanah maupun
kepada tuan tanah. Prinsip keadilan sosial mendasari Reforma Agraria ini. Sampai
saat ini Reforma Agraria di Taiwan telah mencapai tahap ketiga 2000 sampai
sekarang. Hasilnya, tenaga kerja di bidang pertanian yang tadinya diatas 35% dari
jumlah total tenaga kerja pada awal pelaksanaannya, menjadi 8% pada tahun 2004.
Terjadi pergeseran struktur sosio- profesional masyarakat dari pertanian ke industri
jasa, akan tetapi pertanian tetap menjadi landasan pembangunannya (BPN- RI, 2007).
Dalam Pengamatan Lindquist (1979) terhadap pelaksanaan land reform
dibeberapa negara Amerika Latin, menyimpulkan bahwa suatu land reform harus:
a. Bermakna sebagai suatu transfer kekuasaan;
b. Pengembalian tanah – tanah (property) rakyat yang dirampas;
c. Pembagian tanah secara merata (hal ini dapat menimbulkan konflik dengan poin
b);
d. Mengarah kepada pengelolaan tanah yang lebih baik (hal ini yang dapat konflik
dengan poin no.b dan c);
e. Meningkatkan standar kehidupan dari petani – petani yang menerima manfaat
dari reform;
f. Meningkatkan produksi pertanian;
g. Menciptakan lapangan kerja;
h. Mempercepat pembentukan modal (capital formation), investasi dan teknologi
(inovasi di bidang pertanian);
Universitas Sumatera Utara
i. Menciptakan dukungan politik untuk partai – partai kelompok politik yang pro
reform;
j. Memungkinkan untuk dilakukan/diterapkan dalam kondisi yang ada di tengah
masyarakat, khususnya dalam hal kapasitas personal/orang –orang yang
ada/tersedia; dan
k. Menjungkirbalikan (mengubah) masyarakat kapitalis
Pelaksanaan Reforma Agraria di beberapa negara sebagaimana disebutkan di
atas, menjadi sumber informasi yang dapat dijadikan pengalaman untuk
melaksanakan Reforma Agraria di Indonesia. Kunci keberhasilan dari pengalaman
berbagai negara yang melaksanakan Reforma Agraria ( BPN – RI, 2007), adalah :
1. Komitmen yang kuat dari pemerintah, dipimpin langsung oleh pemimpin tertinggi
negara tersebut.
2. Tersedianya data dan informasi yang lengkap.
3. Didukung oleh Parlemen.
4. Didukung angkatan bersenjata.
5. Partisipasi Semua Stake Holders,
6. Dipersiapkan secara matang dan dilaksanakan secara konsisten dan bertahap.
2.3 Pengembangan Wilayah Pedesaan
Pengembangan wilayah pedesaan di Indonesia telah banyak dilakukan sejak dari
dahulu hingga saat ini, namun hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pengembangan wilayah desa seharusnya dilihat
bukan hanya sebagai objek tetap juga harus dilihat sebagai subjek pengembangan.
Pengembangan wilayah desa harus dapat dilihat sebagai :
1. Upaya mempercepat pengembangan wilayah pedesaan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat;
2. Upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh.
Pengembangan wilayah pedesaan bersifat multi aspek oleh karena itu perlu di
analisis/secara lebih terarah dan serba keterkaitan dengan bidang sektor, dan aspek di
luar pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosbud dan non sosbud
spesial dan non spasial).
Terdapat berbagai definisi pengembangan wilayah pedesaan yang di dapatkan
dari literatur antara lain:
1. Pembangunan usaha tani atau pembangunan pertanian (Mosher, 1974;
Bertrand 1958).
2. Pembangunan wilayah pedalaman terintegrasi (Friedman and Douglas,
1971).
3. Perubahan sosial di wilayah pedesaan (Rostow, David, Inkeles).
4. Modernisasi pertanian dan industrialisasi pedesaan (Mosher, 1974; Merton
1984).
5. Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian dan kesejahteraan
masyarakat pedesaan (Hansen, 1981).
Universitas Sumatera Utara
6. Proses rekayasa sosial atau rancang bangun masyarakat pedesaan (Less dan
Preslley).
7. Perubahan orientasi dari pertanian produksi ke bisnis seluas-luasnya
(Collier dkk, 1996).
8. Proses pemberdayaan komunitas dan potensi produktif di wilayah pedesaan
(Craig and Mayo, 1999).
Tujuan pengembangan wilayah pedesaan jangka panjang adalah peningkatan
kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan
kerja, kesempatan berusaha dan peningkatan pendapatan berdasarkan pendekatan
bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah
meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional.
Tujuan pembanguan pedesaan jangka pendek adalah untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumberdaya alam.
Tujuan pembanguan pedesaan secara spasial adalah terciptanya kawasan
pedesaan yang mandiri, berwawasan lingkungan, selaras, serasi, dan bersinergi
dengan kawasan-kawasan lain melalui pembangunan holistik dan berkelanjutan untuk
mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju
dan sejahtera.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran pengembangan wilayah pedesaan yang ingin tercipta pada dasarnya
adalah:
a. Peningkatan produksi dan produktivitas
b. Percepatan pertumbuhan desa
c. Peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan
kerja dan lapangan usaha produktif.
d. Peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat.
e. Perkuatan kelembagaan.
f. Pengembangan wilayah pedesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan
masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas
masyarakat pedesaan.
g. Pengembangan pedesaan mempunyai ruang lingkup, yakni:
h. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan
jalan, lingkungan permukiman dan lainnya).
i. Pemberdayaan masyarakat.
j. Pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM).
k. Penciptaan lapangan kerja, kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan
(khususnya terhadap kawasan-kawasan miskin).
l. Penataan keterkaitan antar kawasan pedesaan dengan kawasan perkotaan
(inter rural-urban relationship).
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah pedesaan seharusnya menerapkan pninsip-prinsip yaitu:
(1) transaparansi (keterbukaan);
(2) partisipatif;
(3) dapat dinikmati mayarakat;
(4) dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas); dan
(5) berkelanjutan (sustainable).
Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan
dikembangkan ke seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pembanguan itu pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk seluruh rakyat. Oleh
karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi (wawasan)
pengembangan wilayah masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan
impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih mudah dalam arti
tercapainya tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.
Pengembangan wilayah pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara
multisektoral (holistik), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian,
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan
sumberdaya pengembangan wilayah secana serasi dan selaras dan sinergis sehingga
tercapai optimalitas.
Ada tiga prinsip pokok pengembangan wilayah pedesaan, yaitu:
1. Kebijaksaan dan langkah-langkah pengembangan wilayah di setiap desa
mengacu kepada pencapaian sasaran pengembangan wilayah berdasarkan
Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pengembangan wilayah tersebut
Universitas Sumatera Utara
yaitu (a) pemerataan pengembangan wilayah dan hasil-hasilnya, (b)
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (c) stabilitas yang sehat dan
dinamis, diterapkan di setiap sektor, temasuk desa dan kota, di setiap wlayah
dan antar wilayah secara saling terkait,serta dikembangkan secara selaras dan
terpadu.
2. Pengembangan wilayah desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pengembangan
wilayah berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan
sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan.
Disamping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas,
memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien
mungkin.
3. Ketiga, Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,
debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
Disadari bahwa pengembangan wilayah pedesaan telah dilakukan secara luas,
tetapi hasilnya dianggap belum memuaskan dilihat dari pelibatan peran serta
masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Pengembangan wilayah pedesaan bersifat multidimensional dan multi aspek,
oleh karena itu perlu dilakukan analisis atau pembahasan yang lebih terarah dan
dalam konteks serba keterkaitan dengan bidang atau sektor dan aspek di luar
pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosial-budaya, spasial,
internal dan eksternal).
Universitas Sumatera Utara
Rencana pengembangan wilayah daerah harus disusun berdasarkan pada potensi
yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana
pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya.
Karena dana anggaran pengembangan wilayah yang tersedia terbatas, sedangkan
program pengembangan wilayah yang dibutuhkan relatif banyak, maka perlu
dilakukan: (1) penentuan prioritas program pengembangan wilayah yang diusulkan,
penentuan prioritas program pengembangan wilayah harus dilakukan berdasarkan
kriteria yang terukur, dan (2) didukung oleh partisipasi masyarakat untuk menunjang
implementasi program pengembangan wilayah tersebut.
Penentuan program pengembangan wilayah oleh masyarakat yang bersangkutan
merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dan akar rumput bawah atau sering
disebut sebagai bottom-up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan
salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan
terarah.
Pendekatan pengembangan wilayah pedesaan cukup banyak, dengan pemberian
penekanan yang berbeda-beda. Dalam menerapkan pendekatan diharapkan jangan
bersifat sempit atau kaku, tetapi hendaknya secara lebih luas dan bersifat fleksibel
untuk mewujudkan pertumbuhan pedesaan yang cepat dan kokoh untuk mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang semakin tinggi.
Memperhatikan kekurangan dan kegagalan perencanaan pengembangan wilayah
pedesaan pada masa yang lalu, maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap
Universitas Sumatera Utara
pendekatan pengembangan wilayah pedesaan yang sesuai dengan dinamika
perkembangan dan kompleksitas pengembangan wilayah serta aspirasi masyarakat.
Konsep pendekatan pengembangan wilayah yang lalu yang bersifat sentralistik harus
direformasi menjadi desentralistik, disesuaikan dengan masalah, potensi, kondisi, dan
kebutuhan masyarakat setempat, secara spasial dan terpadu, tetapi harus pula
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Setelah memperhatikan berbagai
pendekatan pengembangan wilayah pedesaan yang cukup banyak seperti
dikemukakan di atas, maka pendekatan perencanaan pengembangan wilayah
pedesaan pada masa depan sekurang-kurangnya menggunakan pendekatan bottom-up,
spasial, multisektoral/terpadu/holistik, partisipatif dan berkelanjutan; dan diantaranya
adalah pendekatan partisipasi yang perlu mendapat penekanan.
Pengembangan wilayah pedesaan yang partisipatif merupakan suatu konsep
fundamental yang berlaku dan diterapkan sejak dahulu hingga sekarang dan tetap
relevan untuk masa depan. Partisipasi masyarakat itu mengikuti perkembangan
zaman dari sistem pemerintahan yang berlangsung dalam suatu kurun waktu. Dalam
sistem pemerintahan yang sentralistik, mekanisme perencanaan pembangunannya
adalah top-down, dan partisipasi masyarakatnya adalah bersifat mobilisasi atau
pengerahan massa. Sedangkan dalam sistem pemerintahan yang desentralistik
(otonomi daerah), mekanisme perencanaan pembangunannya adalah bottom up dan
partisipasi rnasyarakatnya dilakukan dengan kesadaran dan kebersamaan yang tinggi.
Dalam pengembangan wilayah masa depan (beberapa dekade setelah tahun 2000)
dimana pemerintah dan bangsa Indonesia menghadapi banyak tantangan (ekonomi,
Universitas Sumatera Utara
sosial dan politik) yang berat dan berkepanjangan, maka partisipasi masyarakat
sangat diperlukan sebagai kekuatan dinamis dan merupakan perekat masyarakat akar
bawah (pedesaan) untuk menunjang pengembangan wilayah pedesaan.
Keberhasilan pengembangan wilayah dalam masyarakat tidak selalu ditentukan
oleh tersedianya sumberdana keuangan dan manajemen keuangan yang memadai,
tetapi banyak dipengaruhi oleh peran serta dan respons masyarakat terhadap
pengembangan wilayah atau dapat disebut sebagai partisipasi masyarakat. Untuk
mencapai keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wilayah
diperlukan kepemimpinan lokal yang cakap, berwibawa dan diterima oleh masyarakat
(capable and acceptable local leadership) yang mampu mensinergikan tradisi sosial
budaya dengan proses manajemen modern.
2.4 Kajian Penelitian Terdahulu
Faryadi (2002), menyimpulkan bahwa Reforma Agraria adalah jalan yang perlu
ditempuh bila hendak menjamin pemenuhan hak –hak ekonomi, sosial dan budaya,
termasuk ketahanan pangan. Pemenuhan hak – hak asasi manusia ini tidak lain dan
tidak bukan merupakan kewajiban negara untuk mengusahakan keadilan sosial.
Reforma Agraria merupakan strategi penting dalam menjamin hak atas pangan karena
Reforma Agraria menjamin hak atas tanah. Dengan kepastian hak atas tanahnya,
maka para petani kecil, kaum tunakisma, dan buruh tani yang telah berubah menjadi
pemilik tanah akan lebih terdorong untuk meningkatkan produksi pertaniannya.
Universitas Sumatera Utara
Lembong (2002), menyimpulkan bahwa untuk mempercepat pencapaian tujuan
Reforma Agraria keberadaan organisasi petani yang kuat mutlak diperlukan. Dengan
adanya organisasi tani, maka akan menjadi kekuatan penyeimbang dan pengontrol
terhadap negara.
Willenburg (2001) melalui penelitian berkaitan dengan Reforma Agraria di
Kuba, dalam kesimpulannya menyatakan bahwa untuk memahami dan mengevaluasi
proses Reforma Agraria di Kuba digunakan 3 elemen sebagai kerangka kerja. Ketiga
elemen tersebut yakni deskriptif yang digunakan sebagai penjelasan mengapa orang
kuba memiliki keyakinan seperti yang mereka lakuakan terhadap kesesuaian
sosialisme dan Reforma Agraria yang terjadi sekarang agar mencapai keadilan sosial,
normatif untuk menjelaskan lingkungan bangsa kuba saat ini pada tataran norma,
kebijakan, dan praktek yang dipercayai sebagai sesuatu yang tepat dalam
mengamankan keadilan sosial dan kedaulatan atas kemerdekaan mereka. Elemen –
elemen tersebut wilgenburg menyimpulkan bahwa keyakinan dan tradisi yang
mendasari lingkungan bangsa merupakan pertimbangan yang sangat relevan dalam
pelaksanaan Reforma Agraria.
Penelitian Mayrowani (2004), tentang Studi Prospek dan Kendala Penerapan
Reforma Agraria di Sektor Pertanian yang kajiannya membagi dua kegiatan
penelitan, yaitu : Analisis struktur pemilikan dan penggarapan tanah pertanian dan
dampaknya terhadap efisiensi produksi pertanian, dan Analisis kelembagaan tentang
prospek dan kendala pelaksanaan agraria. Dimana dari hasil penelitian tersebut
terlihat bahwa tingkat penguasaan lahan di Jawa semakin kecil dan ketimpangan
Universitas Sumatera Utara
penguasaan tanah, terutama sawah semakin tinggi. Sedangkan Tingkat Efisiensi di
Luar jawa lebih baik dari pada di Jawa, baik tanah sawah maupun tanah perkebunan.
Implikasinya, perluasan lahan pertanian, terutama di laur jawa, dan percepatan tenaga
kerja pedesaan ke sektor non pertanian di luar jawa, dan percepatan penyerapan
tenaga kerja pedesaan ke sektor non pertanian harus di lakukan. Tanpa itu, persoalan
yang di hadapi dalam penerapan Reforma Agraria menjadi jauh lebih rumit, karena
jumlah petani yang luas garapannya kurang layak menjadi sangat besar. Untuk sektor
pertanian, maka komponen Reforma Agraria di luar komponen land reform dapat
menjadi fokus perhatian, yaitu dengan memperbaiki sistem bagi hasil dalam
penyakapan, memperkenalkan teknologi baru, bantuan kredit dan perbaikan
pemasaran.
Berbagai penelitian yang dilakukan seperti dikemukakan tersebut memberikan
inspirasi untuk melakukan penelitian mengenai Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN) yang di laksanakan di Perkebunan Desa Sei Balai.
2.5 Kerangka Berpikir
Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) diimplementasikan terhadap
pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan. Program ini diimplementasikan dengan mendistribusikan tanah
untuk dikelola guna memenuhi kebutuhan hidup kepada mereka yang berhak
menerimanya. Dengan dilaksanakannya kegiatan tersebut diharapkan ada perbaikan
taraf hidup dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat meningkat, sehingga
Universitas Sumatera Utara
tujuan dari dilaksanakannya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dapat
tercapai.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan studi literatur dan dugaan sementara peneliti maka disusun hipotesis
awal penelitian: Ada dampak yang signifikan antara Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah Desa perkebunan Sei Balai
Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Sei Balai, Kecamatan Sei Balai,
Kabupaten Asahan. Waktu penelitian selama tiga bulan, dimulai pada bulan Agustus
2011 sampai dengan bulan Nopember 2011. Objek yang dijadikan lokasi PPAN
adalah konflik antara Primkopad dengan masyarakat lahan perkebunan sawit selama
30 tahun dengan para buruh yang bekerja di areal tersebut.
3.2. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang bertujuan
untuk mengetahui dan menganalisis Dampak Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan wilayah desa di Perkebunan Sei Balai
Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Metode yang digunakan adalah metode
impact evaluation dengan pendekatan kuantitatif menggunakan statistika deskriftif.
Penelitian kuantitatif dipandang sebagai sesuatu yang bersifat konfirmasi dan
deduktif, bersifat konfirmasi disebabkan karena metode penelitian kuantitatif ini
bersifat menguji hipotesis dari suatu teori yang telah ada. Penelitian bersifat
mengkonfirmasi antara teori dengan kenyataan yang ada dengan ndasarkan pada data
ilmiah baik dalam bentuk angka. Penarikan kesimpulan bersifat deduktif yaitu dari
Universitas Sumatera Utara
sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus. Hal ini
berangkat dari teori-teori yang membangunnya. Ciri–ciri penelitian kuantitatif,
yaitu :
1. Dari segi perspektifnya penelitian kuantitatif lebih menggunakan
pendekatan etik, dalam arti bahwa peneliti mengumpulkan data dengan
menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-variabel yang
berhubungan yang berasal dari teori yang sudah ada yang dipilih oleh
peneliti. Kemudian variabel tersebut dicari dan ditetapkan indikator-
indikatornya. Hanya dari indikator yang telah ditetapkan tersebut dibuat
kuisioner.
2. Dari segi konsep atau teori, penelitian kuantitatif bertolak dari konsep
(variabel) yang terdapat dalam teori yang dipilih oleh peneliti kemudian
dicari datanya, melalui kuisioner untuk pengukuran variabel-variabelnya.
3. Dari segi hipotesis, penelitian kuantitatif merumuskan hipotesis sejak
awal, yang berasal dari teori relevan yang telah dipilih.
4. Dari segi teknik pengumpulan data, penelitian kuantitatif mengutamakan
penggunaan kuisioner.
5. Dari segi permasalahan atau tujuan penelitian, penelitian kuantitatif
menanyakan atau ingin mengetahui tingkat pengaruh, keeretan korelasi
atau asosiasi antar variabel, atau kadar satu variabel dengan cara
pengukuran.
6. Dari segi teknik memperoleh jumlah (size) responden (sample) pendekatan
kuantitatif ukuran (besar, jumlah) sampelnya bersifat
Universitas Sumatera Utara
representatif(perwakilan) dan diperoleh dengan menggunakan rumus,
persentase atau Tabel-populasi-sampel serta telah ditentukan sebelum
pengumpulan data.
7. Dari segi alur pikir penarikan kesimpulan penelitian kuantitatif berproses
secara deduktif, yakni dari penetapan variabel (konsep), kemudian
pengumpulan data dan menyimpulkan.
8. Dari bentuk sajian data, penelitian kuantitatif berupa angka atau Tabel.
9. Dari segi definisi operasional, penelitian kuantitatif menggunakannya
karena akan mengukur variabel (definisi operasional adalah petunjuk
bagaimana sebuah variabel diukur).
10. Dari segi analisis data penelitian kuantitatif dilakukan di akhir
pengumpulan data dengan menggunakan perhitungan statistik.
3.3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup tiga hal: (1) lingkup materi yang
akan diteliti, (2) lingkup wilayah yang diteliti dan (3) lingkup waktu yang diteliti.
1. Ruang lingkup materi yang diteliti, difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Manfaat Sertipikat
b. Keamanan Tanah
c. Investasi pada tanah (perbaikan kondisi rumah, perbaikan rumah,
perbaikan tanah pertanian)
d. Perubahan dalam pasar tanah (dampak terhadap nilai pasar, penjualan
dan pembelian tanah.
Universitas Sumatera Utara
2. Ruang lingkup wilayah yang diteliti adalah Wilayah Pedesaan di Perkebunan
Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.
3. Ruang Lingkup waktu penelitian adalah PPAN dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2010.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Untuk pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode survei dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur sebagai
instrumen penelitian (kuisoner terlampir). Pihak –pihak yang diwawancarai
adalah pihak yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan Reforma Agraria di
Kecamatan Sei Balai yaitu masyarakat sebagai penerima manfaat.
Sedangkan data sekunder yaitu data yang di peroleh secara tidak langsung
dengan cara mengumpulkan arsip atau dokumen yang ada pada instansi terkait
dengan obyek penelitian. Sumber daya yang relevan dengan penelitian ini yaitu
Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan, Kantor Pertanahan Kabupaten Batu Bara,
Dinas Pertanian, Kantor Badan Pusat Statistik, Desa dan sumber pustaka lain yang
relevan berupa buku, artikel dari internet, thesis, serta makalah yang berkaitan
dengan topik penelitian.
Selanjutnya jenis, sumber dan kegunaan data yang akan dianalisis untuk
menjawab pemasalahan penelitian diuraikan pada Tabel berikut :
Tabel 3.1 . Rincian Kebutuhan Data
Universitas Sumatera Utara
No Jenis Data Sumber Data Kegunaan 1.
a. Karakteristik Individu Data Primer
- Identitas responden - Data dasar rumah
tangga - Pendidikan - Pendapatan - Aset - Status Gizi dan
kesehatan - Sosial - Struktur Pelayanan
Responden
- Analisis
Karakteristik - Analisis Kesesuaian
subyek/penerima manfaat dengan kriteria
2. a. Demografi Data Sekunder
b. Informasi PPAN c. Peta
Kantor Kecamatan dan Kantor Desa PPAN
Gambaran Umum Analisis Kesesuaian Gambaran Umum
3.5. Instrumen Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan,disusun
daftar pertanyaan (kuisioner) terstruktur sebagai instrumen survei. Karena
responden penelitian ini terdiri dari dua kelompok utama, yaitu kelompok
penerima manfaat PPAN (peserta PPAN) dan kelompok kontrol (non peserta
PPAN), maka instrumen penelitian juga dibedakan menjadi dua, sesuai dengan
peruntukannya. Namun, untuk mengukur progam dampak terhadap kontra-fakta,
struktur pertanyaan untuk kelompok responden kontrol dibuat sama dengan
pertanyaan untuk peserta PPAN, kecuali pertanyaan-pertanyaan yang tidak
relevan untuk non peserta, seperti prosedur dan persyaratan pengurusan sertipikat
tanah melalui PPAN. Secara umum, pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner
dikelompokkan menjadi enam bagian pokok, yaitu :
1. Pertanyaan mengenai karakteristik responden dan karakteristik rumah tangga;
Universitas Sumatera Utara
2. Pertanyaan mengenai persiapan dan pelaksanaan PPAN;
3. Pertanyaan mengenai kepemilikan;
4. Pertanyaan mengenai persyaratan tanah yang disertipikasi melalui PPAN;
5. Prosedur sertipikasi PPAN dan kendala-kendala yang dihadapi seperti biaya;
6. Pertanyaan mengenai pelaksanaan akses reform;
7. Dampak sosial-ekonomi terhadap petani penerima manfaat.
Dengan mengacu pada pertanyaan penelitian, variabel-variabel atau
pertanyaan- pertanyaan dalam kuisioner diarahkan agar dapat digunakan untuk
menyusun indikator-indikator analisis dampak program, termasuk kontra-fakta.
3.6. Teknik pengumpulan Data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan penelitian adalah dengan menggunakan cara :
3.6.1 Observasi
Kegiatan observasi yang akan dilakukan adalah mengamati langsung untuk
dapat melihat dari dekat objek – objek yang diteliti yang berkaitan dengan
karakteristik masyarakat penerima manfaat, aspek aset reform dan aspek akses
reform untuk menguji kebenaran dari jawaban responden seperti yang tertuang
dalam kuisioner.
3.6.2 Kuisoner Dengan Didukung Wawancara
Kuisioner disini digunakan untuk menggali informasi yang berkaitan dengan
karakteristik masyarakat penerima manfaat, persepsi masyarakat penerima
Universitas Sumatera Utara
n =
manfaat tersebut terhadap pelaksanaan PPAN yang meliputi aset reform dan akses
reform (kuisoner terlampir). Supaya data dapat digali lebih mendalam,
pengambilan data melalui kuisioner didukung dengan wawancara yang lebih
mendalam.
3.6.3 Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan dengan mengambil data sekunder yang diperlukan
melalui dokumen atau arsip yang terdapat di instansi pemerintah yang berkaitan
dengan materi yang akan dibahas. Dokumen yang dimaksud dapat berupa
peraturan perundangan, hasil penelitian, peta dan lain sebagainya.
3.7 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima manfaat (subyek
reforma agraria) yang berada di Desa Perkebunan Sei Balai, Kecamatan Sei Balai
Kabupaten Asahan. Redistribusi tanah di Desa ini seluas 600 Ha kepada 150 KK
petani pengggarap.
Untuk mendapatkan jumlah sampel dalam penelitian ini digunakan rumus
slovin (Umar, 2004:108) sebagai berikut :
Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Persen kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel yang masih di
tolerir atau diinginkan yaitu sebesar 6%
Dalam penelitian ini jumlah populasi responden penelitian sebanyak 150
Kepala Keluarga yang menerima program PPAN. Sehingga menggunakan rumus
di atas didapat jumlah sampel responden penelitian sebanyak 97 orang. Dalam
penelitian ini jumlah sampel responden digenapkan menjadi 100 KK.
Karena penelitian ini merupakan evaluasi dampak maka diluar sampel
tersebut di atas masih diperlukan sampel pembanding sebanyak 30 responden.
Jadi dalam survey ini mencakup 130 responden rumah tangga yang dibagi
menjadi dua kategori yaitu :
1) Peserta PPAN
2) Kelompok Kontrol, yaitu kelompok rumah tangga yang tidak
mempunyai kesempatan ikut serta dalam PPAN.
Kategori pertama terdiri dari 100 rumah tangga adalah rumah tangga yang
tinggal di desa penelitian, dimana paling tidak satu anggota rumah tangga
mengajukan sertipikat PPAN untuk sebuah bidang tanah di desa tersebut, baik
yang masih dimiliki atau yang sudah di jual. Dalam hal ini mereka disebut peserta
PPAN. Kategori kedua terdiri dari 30 rumah tangga adalah kelompok kontrol,
yaitu rumah tangga yang tinggal di wilayah penelitian dan memiliki tanah tetapi
tidak mempunyai kesempatan mengikuti program PPAN karena adanya alasan
sesuatu hal sehingga mereka tidak diikutkan dalam rencana pelaksanaan PPAN.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan untuk mengikutsertakan mereka adalah untuk dapat dibandingkan dengan
peserta PPAN sehingga diperoleh dampak sertipikat PPAN terhadap indikator
sosial ekonomi. Disamping itu dilakukan juga wawancara terhadap beberapa
informan kunci meliputi pejabat dan staf di BPN, Kepala Desa, Ketua Gapoktan,
Pokmas, dan beberapa orang petani yang memang mengetahui secara mendalam
pelaksanaan PPAN di lokasi tersebut.
Cara mengambil sampel dari populasinya disebut dengan sampling. Cara
pengambilan sampel akan menentukan ketepatan penggeneralisasian hasil
penelitian dari sampel kepada populasinya. Penggeneralisasian hasil penelitian
dari sampel dikatakan tepat apabila "sifat atau keadaan" yang ditunjukkan atau
digambarkan dari hasil penelitian terhadap sampel itu benar-benar cocok dengan
sifat atau keadaan populasi tersebut.
3.8 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
3.8.1 Analisis Data
Untuk menjawab perumusan masalah pertama, digunakan analisis
deskriptif, yaitu dilakukan dengan cara menganalisis kegiatan pelaksanaan di
Perkebuan Sei Balai Kecamatan Sei Balai.
Untuk menguji perumusan masalah kedua, dampak PPAN terhadap
pengembangan wilayah di pedesaaan Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai
digunakan uji analisis beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples
test t test), dengan rumus yang digunakan adalah :
Universitas Sumatera Utara
+
−=
21
2
2,1
11nn
pS
xxt ii
Dimana :
t = uji beda
1x ,1
2x
= Rata-rata pendapatan masyarakat sebelum PPAN (Tahun 2007)
,1
n
= Rata-rata pendapatan masyarakat sesudah PPAN (Tahun 2011)
1
n
= Jumlah responden masyarakat sebelum PPAN
2
s
= Jumlah responden masyarakat sesudah program PPAN
2
p = Simpangan Baku berpasangan
Kriteria pengambilan keputusan dalam uji beda rata-rata untuk sampel
berpasangan (paired samples test t test), yaitu membandingkan nilai thitung dengan
nilai ttabel : Ho diterima jika thitung < ttabel
Ho ditolak (Ha diterima) jika t
pada α = 5%
hitung > ttabel
pada α = 5%
Hasil analisis evaluasi dampak dalam studi ini disajikan dengan
menggunakan statistik deskriptif sederhana, seperti rata-rata dan proporsi
untuk tiap-tiap kelompok responden. Selanjutnya, selisih perubahan tiap-tiap
indikator antara kedua kelompok responden dihitung, dan diartikan sebagai
dampak. Metode ini memiliki kelemahan yaitu penggunaan kelompok
kontrol tidak seutuhnya dapat mencerminkan keadaan ekonomi peserta
sebelum pelaksanaan program, oleh karena itu sebaiknya sebelum pelaksanaan
suatu program harus dilakukan survey base line sehingga ketika diadakan
Universitas Sumatera Utara
evaluasi dampak maka hasil yang evaluasi benar-benar mencerminkan dampak
dari program tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Sektor Pertanahan di Kabupaten Asahan
4.1.1 Wilayah
Kantor Pertanahan Kabupaten Asahan sampai saat ini berada di dua wilayah
kabupaten yaitu Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu bara. Kedua kabupaten
ini berada di Kawasan Pantai Timur Propinsi Sumatera Utara. Di mana secara
geografis Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara berada pada 2o03’00” –
3o26’00” Lintang Utara dan 99o1’ – 100o
Kabupaten Asahan berada di area seluas 371. 945 Ha yang terdiri atas 25
Kecamatan, 177 Desa dan 27 Kelurahan, Sedangkan Kabupaten Batu bara
menempati area seluas 90. 496 Ha yang terdiri dari 7 Kecamatan, 93 Desa dan 7
Kelurahan.
00’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 –
1000 meter di atas permukaan laut.
Gambar 4.1 . Peta Kabupaten Asahan
Universitas Sumatera Utara
Adapun Batas-batas wilayah dari Kabupaten Asahan adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara dan Selat Malaka;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara dan
Toba Samosir;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten
Batu Bara;
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu Bara dan Selat Malaka;
Sedangkan batas - batas Wilayah Kabupaten Batu Bara adalah sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai;
2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Asahan;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun;
4. dan Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.
4.1.2 Penduduk
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Asahan adalah 667.563 orang, yang terdiri atas 335.166 laki-laki dan 332.397
perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk
Asahan paling banyak di Kecamatan Kisaran Timur sebesar 10,30 persen,
kemudian di ikuti Kecamatan Kisaran Barat sebesar 8,28 persen, lalu Kecamatan
Air Joman sebesar 6,85 persen , sedangkan kecamatan – kecamatan lainnya
dibawah 6 persen. Kisaran Timur, Kisaran Barat, dan Air Joman adalah 3
kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang
Universitas Sumatera Utara
masing-masing berjumlah 68.735 orang, 55.288 orang, dan 45.711 orang.
Sedangkan Kecamatan Sei Kepayang Timur merupakan kecamatan yang paling
sedikit penduduknya yaitu sebesar 8.602 orang.
Dengan luas wilayah Asahan sekitar 3.719,45 kilo meter persegi yang didiami
667.563 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Asahan adalah
sebanyak 175 orang per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat
kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Kisaran Timur yakni sebanyak 1.766
orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan
Bandar Pulau yakni sebanyak 47 orang per kilo meter persegi.
Masih dari sumber yang sama diperoleh jumlah penduduk Batu Bara adalah
374.535 orang, yang terdiri atas 188.456 laki-laki dan 186.079 perempuan. Dari
hasil SP2010 tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk Batu Bara paling
banyak di Kecamatan Kisaran Lima Puluh sebesar 22,70 persen, kemudian diikuti
Kecamatan Tanjung Tiram sebesar 16,77 persen, sedangkan kecamatan –
kecamatan lainnya dibawah 15 persen. Lima Puluh dan Tanjung Tiram adalah 2
kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang
masing-masing berjumlah 85.019 dan 62.792 orang. Sedangkan Kecamatan Sei
Balai merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya yaitu sebesar
26.735 orang.
Dengan luas wilayah Batu Bara sekitar 904,96 kilo meter persegi yang di
diami 374.535 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Batu Bara adalah
sebanyak 414 orang per kilo meter persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat
kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Medang Deras yakni sebanyak 729
Universitas Sumatera Utara
orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Sei
Balai yakni sebanyak 288 orang per kilo meter persegi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Peta Kabupaten Asahan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 . Peta Administrasi Kabupaten Batu Bara
Universitas Sumatera Utara
4.1.3 Tata Ruang
Secara menyeluruh Tata Ruang Kabupaten Asahan (termasuk Kabupaten Batu
Bara) dapat dibagi menjadi dua kawasan yaitu Kawasan Budi Daya dan Kawasan
Lindung. Luas Kawasan Budi Daya tercatat seluas 400.472 Ha, sedangkan luas
Kawasan Lindung tercatat seluas 61.969 Ha.
Tabel 4.1 . Kawasan Budi Daya di Kabupaten Asahan
No. Kawasan Budi Daya Luas (Ha) 1 Kawasan Hutan Produksi Tetap 34. 667 Ha
2 Kawasan Hutan Produksi Terbatas 29. 249 Ha
3 Kawasan Hutan Konversi 20. 662 Ha
4 Kawasan Budi Daya Lainnya (di Luar Kawasan Hutan ) 315. 894 Ha
4.1.4 Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah di Kabupaten Asahan dan Batu Bara pada tahun 2008 pada
umumnya adalah untuk pertanian khususnya perkebunan. Lebih jelasnya keadaan
penggunaan tanah di Kabupaten Asahan dan Batu Bara pada tahun 2008 dapat
diuraikan sebagai berikut :
Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Penggunaan Tanah di Kabupaten Asahan
No Jenis Penggunaan Tanah Luas Tanah (Ha) 1 Pemukiman 23. 685 2 Hutan 69. 845 3 Sawah 16. 380 4 Perkebunan 298. 730 5 Tegalan/Kebun Campuran 19.067 6 Penggunaan Lainnya 34. 734
4.1.5 Kegiatan Sertifikasi Tanah
Luas tanah yang telah memiliki sertifikat di Kabupaten Asahan dan Kabupaten
Batu Bara sampai dengan tahun 2009 tercatat seluas 203.756,8217 Ha dengan jumlah
bidang sebanyak 50.908 bidang, jenis kepemilikan tanah di Kab. Asahan disajikan
pada Tabel 4.3. :
Tabel 4.3 . Jenis Kepemilikan Tanah di Kabupaten Asahan
No Jenis Kepemilikan Tanah
Jumlah Bidang (Bidang )
Luas Tanah (Ha) Persentase
1 Hak Milik 48. 201 57.446,8980 28,19% 2 Hak Guna Usaha 74 144.949,5811 71,14% 3 Hak Guna Perorangan 1324 465,7633 0,23% 4 Hak Guna Bangunan
Badan Hukum 115 302,3814 0,15%
5 Hak Pakai Perorangan 644 337,0613 0,17% 6 Hak Pakai Instansi
Pemerintah 547 234,5174 0,12%
7 Hak Pengelolaan 3 20,6192 0,01% Jumlah 50.908 203.756,8217
Sumber : BPS
Sumber : BPS
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional di Kab. Asahan
Di Propinsi Sumatera Utara banyak ditemukan areal perkebunan kelapa sawit
yang dikelola Perusahan Nasional maupun Perusahan Swasta. Akan tetapi sering
terjadi klaim masyarakat terhadap areal perusahan perkebunan dengan dalih tanah
masyarakat diserobot oleh perusahaan. Inilah awal dari sengketa pertanahan antara
pihak petani penggarap dengan pihak perusahaan perkebunan.
Kasus seperti ini selalu muncul pada saat perusahaan perkebunan mengajukan
permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha. Demikian juga terjadi terhadap
permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha No. 1 / Desa Sungai Balai seluas 1797,4
Ha atas nama PT. PUSKOPAD DAM I Bukit Barisan di Kabupaten Asahan.
Areal perkebunan seluas 1797,4 Ha tersebut ditanami dengan komoditi kelapa
sawit di klaim oleh masyarakat tani seluas 596 Ha yang mengatas namakan
Kelompok Tani Mandiri dan Kelompok Tani Tenera seluas 272 Ha dengan jumlah
penggarap sebanyak ± 142 ( 172 + 62 ) Kepala Keluarga.
Sengketa ini memakan waktu selama hampir 15 tahun tidak kunjung selesai,
persoalan ini telah ditangani oleh Pemerintah daerah setempat, DPR tingkat I
Sumatera Utara maupun DPR pusat, akan tetapi hasilnya nihil bahkan hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Untuk mencegah sengketa ini agar tidak berkepanjangan maka pihak Badan
Pertanian Nasional Propinsi Sumatera Utara melakukan mediasi antara pemerintah
dengan masyarakat dengan cara mengundang kedua belah pihak dan dipertemukan di
Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Propinsi Sumatra Utara.
Universitas Sumatera Utara
Setelah dilakukan dialog yang dipimpin oleh Kanwil BPN Propinsi Sumatra
Utara maka pihak Perusahan Perkebunan PUSKOPAD bersedia melepaskan areal
yang dipermasalahkan tersebut dan diberikan kepada kedua kelompok masyarakat
tani yaitu Tenera dan Mandiri.
Dengan dilepaskan oleh perusahan timbul kembali masalah terhadap pembagian
areal kepemilikan masing – masing tanah tersebut. Untuk mencegah sengketa antara
petani penggarap terhadap penguasaan dan kepemilikan maka pihak BPN
menawarkan pembagian tanah secara adil dengan cara penataan kembali sekaligus
dengan melengkapi sarana jalan. Kemudian semua bidang tanah harus menghadap ke
jalan yang dibangun dari sebagian areal yang di klaim. Ternyata pola penyelesaian ini
disetujui oleh petani. Pola penyelesaian ini disebut dengan Model Konsolidasi
Tanah Petani. Akhirnya masyarakat mau menerima dan pihak Perkebunan
PUSKOPAD bersedia melepaskan tanpa ganti rugi.
4.2.1 Lokasi Yang Dijadikan Objek Revorma
Lokasi yang dijadikan objek terletak di Desa Sei Balai Kecamatan Balai
Kabupaten Asahan.
Perkebunan Kelapa Sawit milik PUSKOPAD telah beroperasi sejak tahun
1976 dan berakhir haknya pada tahun 2006. Penggunaan tanah saat itu merupakan
perkebunan kelapa sawit dan telah berproduksi. Pada saat perkebunan memohonkan
perpanjangan hak pihak pengggarap melakukan klaim terhadap tanah seluas 355 KK.
Setatus tanah adalah tanah negara bekas HGU PT. PUSKOPAD.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Konsep Model Konsolidasi
Penataan P4T
Gambar. 4.4 Skema Model Penyelesain Sengketa
Dengan Pola Konsolidasi
HGU NO. 1 SEI BALAI BERAKHIR 21 APRIL 2006
SENGKETA
Dikeluarkan
KONSOLIDASI
jalan
JALAN JALAN
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Salah satu bentuk konsolidasi dengan didirikannya koperasi dan pembangunan jalan disekitar perkebunan
Model ini merupakan penataan kembali tanah yang digarap oleh masyarakat
dan tanah yang sudah dikeluarkan dari areal HGU Perusahaan Perkebunan PT.
PUSKOPAD.
Tujuan dari model ini sekaligus menyelesaikan sengketa dan menata kembali
agar pemilikan tanah dapat teratur dan masing – masing mengahadap kejalan. Dengan
pola ini diharapkan agar sengketa dapat dan tanah bermanfaat, sekaligus petani
penggarap memperoleh penguatan hak atas tanahnya.
Mengingat bahwa Program Pembaruan Agaria Nasional ( PPAN )
mempunyai tujuan antara lain :
1. Menata kembali ketimpangan P4T
2. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber ekonomi
3. Mengurangi sengketa konflik
4. Meningkatkan ketahanan pangan
5. Mengurangi kemiskinan
6. Memperbaiki kwalitas lingkungan
7. Menciptakan lapangan kerja
Universitas Sumatera Utara
Ketujuh kriteria yang menjadi tujuan PPAN dalam kegiatan konsolidasi ini
telah terpenuhi. Oleh sebab itu maka penyelesaian sengketa ini merupakan salah satu
model reforma agraria yang menjadi tujuan PPAN.
4.2.3 Prosedur Penyelesaian dan Penataan
Pola konsolidasi ini dilaksanakan dengan mengikuti sistem yang telah ditetapkan
berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 4 Tahun 1991,
sebelum tanah dijadikan objek konsolidasi pihak masyarakat harus melepaskan
terlebih dahulu dengan berita acara pelepasan hak kepada pemerintah dalam hal ini
Badan Pertahanan Nasional. Kemudian lokasi ditetapkan terlebih dahulu oleh
Kakanwil sebagai objek konsolidasi. Kemudian dilakukan pengukuran dan
selanjutnya ditata ulang bentuk kapling dan tata letak pemilikan.
4.2.4 Pembiayaan
Kegiatan ini tentunya membutuhkan dana,baik dalam penyelesaian proses
sertifikasi tanah yang menyangkut BPHTB maupun pembangunan sarana jalan.
Untuk mengatasi ini maka dibangun kerjasama dengan pihak lembaga
keuangan dalam hal ini Bank BPDSU dan Bank BRI yang telah bersedia
menanggulangi modal awal dengan catatan sertifikasi menjadi agunan dibayar dengan
cara angsuran hasil tanaman.
Kerjasama antar lembaga ini sangat penting untuk membangun kepercayaan
masyarakat petani terhadap pemerintah. Oleh karena itu dibutuhkan sosialisasi
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu kepada petani agar mereka mengerti tujuan dan maksud dari
kerjasama ini.
4.2.5 MOU
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan tersebut agar semua lembaga turut
membantu terlaksananya kegiatan ini, maka diiakat dalam satu kerjasama ( MOU ).
Didalam MOU ditulsikan masing – masing kewajiban lembaga baik BPN, pihak
Perbankan dan masyarakat agar kelangsungan kerjasamaini terbina dan terlaksana
secara berkeseimbangan. Hasil dari pada perkebunan ditampung oleh PT. Bakri
sebagai pengelola CPO di Kabupaten Asahan. Secara sekematis kerjasama dapat
digambarkan sebagai berikut :
PT BAKRI PENAMPUNG HASIL
PETANI KELAPA SAWIT
BPN PENGUATAN
HAK
BANK SUMUT
BRI
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Kerjasama Saling Menguntungkan
Kerjasama :
1. PT. Bakri Menampung Hasil ( Surat Terlampir )
2. BPN Memberikan Kepastian Hak – Hak Kepada Petani
3. Bank BRI Memberikan Bantuan Dana ( Surat Terlampir )
4. Bank Sumut Memberikan Bantuan Dana ( Surat Terlampir )
Hasil kegiatan Program Pembaruan Agraria Nasional yang telah dilaksanakan di
Desa Sei Balai adalah:
1. Terselesaikannya konflik/sengketa tanah antara perusahaan dengan petani
penggarap;
2. Terlaksananya redistribusi tanah seluas 600 Ha kepada 150 KK petani
pengggarap;
3. Terlaksananya penataan penguasaan/penggunaan tanah serta terjalinnya pola
kerjasama permodalan antara masyarakat penggarap dengan lembaga penyedia
modal.
4. Hasil lainnya yang tidak kalah penting dari pelaksanaan Reforma Agraria di
Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan adalah terbentuknya
Koperasi yang berfungsi dalam penyedian sarana produksi dan pemasaran hasil
para petani.
4.3. Karakteristik Responden
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat yang menjadi responden penelitian adalah masyarakat yang
berada di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai berasal dari latar belakang sosial
ekonomi dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
4.3.1 Jabatan dalam Keluarga
Responden penelitian umurnya memiliki jabatan sebagai kepala kelaurga
seperti tertera pada Tabel 4.4
Tabel 4.4. Distribusi Jabatan Responden Dalam Keluarga
Jabatan Dalam Keluarga
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Kepala Keluarga 56 56% 17 55% Pasangan (istri) 33 33% 7 23% Anak Laki-Laki/Perempuan 5 5% 5 16% Cucu Laki-Laki/Perempuan 2 2% 2 6% Orangtua/Mertua 4 4% 0 0% Anggota Keluarga lain 0 0% 0 0% Orang Lain 0 0% 0 0% Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa 56 responden masyarakat PPAN (56%)
adalah sebagai kepala keluarga, 33 responden masyarakat (33%) adalah sebagai
pasangan (istri), 5 orang responden (5%) sebagai anak laki-laki/perempuan, 2 orang
responden (2%) sebagai cucu laki-laki/perempuan dan 4 responden (4%) sebagai
orangtua/mertua.
Tabel 4.4 di atas juga menunjukkan bahwa 17 orang masyarakat responden
yang tidak atau belum menerima (non) PPAN (kontrol) (55%) mempunyai jabatan
dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga, 7 orang masyarakat responden non
PPAN (23%) mempunyai jabatan dalam keluarga sebagai pasangan (isteri), 5 orang
masyarakat responden non PPAN (16%) sebagai anak laki-laki/perempuan, dan 2
orang masyarakat responden Non PPAN (6%) sebagai cucu laki-laki/perempuan.
Beragamnya jabatan dalam keluarga responden menunjukkan bahwa yang
menjadi responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dari berbagai jabatan
dalam keluarga yang menggambarkan bahwa masyarakat responden PPAN dan Non
PPAN melibatkan berbagai jabatan dalam keluarga.
4.3.2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden penelitian umumnya adalah pendidikan
Sekolah menengah Umum, namun juga dijumpai D1/D3 seperti tertera pada Tabel
4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Pendidikan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Sekolah Rakyat(SR),SD,Paket A 18 18% 2 7% Pendidikan SLTP 32 32% 5 17% Pendidikan SMU 42 42% 16 53% Pendidikan Sarjana/Diploma 8 8% 7 23% Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan kategori tingkat
pendidikan adalah sangat beragam mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga
Sarjana/Diploma (S1/D1/D3). Pendidikan responden yang paling dominan adalah
pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 42 responden (42%).
Pendidikan Sarjana/Diploma sebanyak 32 responden (32%), pendidikan SLTP
sebanyak 18 responden (18%) dan pendidikan SR/SD dan Paket A sebanyak 8
responden (8 %).
Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan kategori tingkat
pendidikan juga sangat beragam mulai dari SLTP hingga Sarjanan/Diploma
(S1/D1/D3). Pendidikan responden yang paling dominan adalah pendidikan Sekolah
Menengah Umum (SMU) sebanyak 16 responden (53%). Pendidikan
Sarjana/Diploma sebanyak 7 responden (23%), pendidikan SLTP sebanyak 5
responden (17%), dan pendidikan SR/SD dan Paket A sebanyak 2 responden (7 %)
Beragamnya tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa yang menjadi
responden penelitian ini telah melibatkan masyarakat dari berbagai tingkatan
Universitas Sumatera Utara
pendidikan yang menggambarkan bahwa masyarakat responden PPAN dan Non
PPAN melibatkan berbagai tingkatan pendidikan.
4.3.3. Pekerjaan
Pekerjaan responden penelitian umumnya pertanian, perdagangan, jasa dan
PNS seperti tertera pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Pekerjaan Responden
Pekerjaan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Pertanian 76 76% 30 100% Perdagangan 13 13% 0 0% Jasa 9 9% 0 0% PNS 0 0% 0 0% Sektor Lain 2 2% 0 0% Jumlah 100 100 30 100
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan pekerjaan adalah cukup
beragam. Pekerjaan responden yang paling dominan adalah pertanian yaitu sebanyak
76 responden (76%). Pekerjaan di bidang perdagangan sebanyak 13 responden
(13%), pekerjaan di bidang Jasa sebanyak 9 responden (9%) dan pekerjaan di bidang
lain sebanyak 2 responden (2%).
Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan kategori pekerjaan
tidak beragam, yaitu hanya di bidang pertanian sebanyak 30 responden (100%)
Beragamnya pekerjaan responden PPAN menunjukkan bahwa masyarakat
yang menerima program PPAN telah mampu mengembangkan usaha lain diluar
pertanian. Kepemilikan tanah memberikan modal dan aset pagi responden untuk
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan usaha lain di luar pertanian. Sementara itu, responden masyarakat
Non PPAN seluruhnya masih menjadi petani penggarap kebun milik PUSKOPAD.
4.4. Pendapatan Responden
Masyarakat yang menjadi responden penelitian adalah masyarakat yang
berada di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai berasal dari latar belakang ekonomi
yang berbeda-beda.
4.4.1. Jenis Pendapatan
Jenis pendapatan responden penelitian umumnya satu seperti tertera pada
Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Jenis Pendapatan Responden
Jenis Pendapatan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Satu 73 73% 18 60% Lebih dari Satu 27 27% 12 40% Jumlah 100 100 30 100 Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan jenis pendapatan adalah
satu dan lebih dari satu. Jenis pendapatan responden yang paling dominan adalah
hanya satu sebanyak 73 responden (73%) sedangkan jenis pendapatan lebih dari satu
sebanyak 27 responden (27%)
Universitas Sumatera Utara
Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan jenis pendapatan
adalah satu dan lebih dari satu. Jenis pendapatan responden yang paling dominan
adalah hanya satu sebanyak 18 responden (60%) sedangkan jenis pendapatan lebih
dari satu sebanyak 12 responden (40%)
Adanya jenis pendapatan lebih dari satu menunjukkan bahwa responden
berusaha mensejahterakan keluarganya dengan mencari pendapatan dari beberapa
bidang usaha. Hasil di atas juga menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN
lebih banyak pada satu jenis pendapatan yaitu 73% dibanding masyarakat Nnn PPAN
yang sebesar 60%.
4.4.2. Pendapatan Tetap
Pendapatan tetap responden penelitian umumnya tetap seperti tertera pada
Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Pendapatan Tetap Responden
Pendapatan Tetap Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Tidak ada yang tetap 0 0% 0 0% Ya, ada yang tetap 100 100% 30 100% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Universitas Sumatera Utara
Distribusi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN
berdasarkan pendapatan tetap adalah sama yaitu masing-masing 100% atau seluruh
responden pendapatannya tetap. Ini menunjukkan bahwa masyarakat responden dapat
secara rutinan menafkahi keluarganya.
4.4.3. Rata-rata Pendapatan
Rata-rata pendapatan responden penelitian untuk peserta PPAN umumnya Rp.
2.501.000 – Rp. 3.500.000 dan responden non PPAN Rp. 751.000 – Rp. 1.500.000
seperti tertera pada Tabel 4.9
Tabel 4.9. Distribusi Rata-rata Pendapatan Responden
Rata-rata Pendapatan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Rp. 0 – 750.000 2 2% 1 3% Rp. 751.000 – Rp. 1.500.000 5 5% 22 74% Rp. 1.501.000 – Rp. 2.500.000 13 13% 6 20% Rp. 2.501.000 – Rp. 3.500.000 74 74% 1 3%
>Rp. 3.500.000 6 6% 0 0% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Universitas Sumatera Utara
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan rata-rata pendapatan
yang dominan adalah Rp. 2.501.000 – Rp. 3.500.000 sebanyak 74 responden (74%)
diikuti Rp. 1.501.000 – Rp. 2.500.000 sebanyak 13 responden (13%), >Rp. 3.500.000
sebanyak 6 responden (6%), Rp. 751.000 – Rp. 1.500.000 sebanyak 5 responden
(5%) dan Rp. 0 – 750.000 sebanyak 2 responden (2%). Distribusi responden
masyarakat Non PPAN berdasarkan rata-rata pendapatan yang dominan Rp. 751.000
– Rp. 1.500.000 sebanyak 22 responden (74%) diikuti Rp. 1.501.000 – Rp. 2.500.000
sebanyak 6 responden (20%), Rp. 751.000 – Rp. 1.500.000 sebanyak 1 responden
(3%), Rp. 0 – 750.000 sebanyak 1 responden (3%) dan tidak ada responden yang
menjawab pendapatan >Rp. 3.500.000. Hasil ini menunjukkan masyarakat PPAN
lebih sejahtera dibanding masyarakat Non PPAN berdasarkan rata-rata pendapatan.
Kondisi ini dapat dimengerti mengingat masyarakat responden non PPAN
pendapatannya diperoleh dari gaji sebagai pekerja dikebun sementara itu masyarakat
responden PPAN pendapatannya umumnya melalui hasil pengelolaan tanah yang
dimiliki.
4.5. Karakteristik Bidang Tanah
Karakteristik bidang tanah yang dipaparkan adalah bidang lahan yang
dikuasai, status penguasaan terhadap lahan, lama menguasai, status kepemilikan
lahan, dan kegunaan lahan seperti tertera pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 4.10. Distribusi Bidang Lahan yang Dikuasai Responden
Universitas Sumatera Utara
Bidang lahan yang dikuasai
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
< 2 84 84% 30 100% 2-5 12 12% 0 0% > 5 4 4% 0 0%
Jumlah 100 100% 30 100% Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan bidang lahan yang
dikuasai yang dominan adalah < 2 bidang lahan sebanyak 84 responden (84%).
Bidang lahan yang dikuasai 2-5 bidang lahan sebanyak 12 responden (12%) dan
bidang lahan yang dikuasai > 5 bidang lahan sebanyak 4 responden (4%). Distribusi
responden masyarakat Non PPAN berdasarkan bidang lahan yang dikuasai yang
dominan adalah < 2 bidang lahan sebanyak 30 responden atau seluruh responden
(100%). Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN lebih sejahtera
dibanding masyarakat Non PPAN berdasarkan bidang lahan yang dikuasai, hal ini
disebabkan masyarakat PPAN ada yang memiliki bidang lahan yang dikuasai 2-5
bidang lahan dan > 5 bidang lahan sedangkan masyarakat responden Non PPAN
hanya memiliki bidang lahan yang dikuasai < 2 bidang lahan.
Beberapa masyarakat telah mempunyai kemampuan modal yang kuat setelah
mendapatkan program PPAN. Modal tersebut adalah kepemilikan terhadap tanah
yang memudahkan mendapatkan akes keperbankan. Selanjutnya mengembangkan
usaha dan membeli beberapa lahan. Beberapa lahan yang dibeli adalah lahan
masyarakat lain yang tanahnya didapatkan hasil dari PPAN.
Universitas Sumatera Utara
Luas lahan yang dikuasai masyarakat responden PPAN dan Non PPAN
seperti yang tertera pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Distribusi Luas Lahan yang Dikuasai Responden
Luas Lahan (Ha) Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase < 1 5 5% 29 97% 2-5 77 77% 1 3% > 5 18 18% 0 0%
Jumlah 100 100% 30 100% Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan luas lahan yang dikuasai
yang dominan adalah 2-5 hektar sebanyak 77 responden (77%). Luas lahan yang
dikuasai < 2 hektar sebanyak 5 responden (5%) dan luas lahan yang dikuasai > 5
hektar sebanyak 18 responden (18%). Distribusi responden masyarakat Non PPAN
berdasarkan luas lahan yang dikuasai yang dominan adalah < 1 hektar sebanyak 29
responden (97%) sedangkan yang memiliki 2-5 hektar sebanyak 1 responden (3%) .
Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN lebih sejahtera dibanding
masyarakat Non PPAN berdasarkan luas lahan yang dikuasai, hal ini disebabkan
masyarakat PPAN ada yang memiliki luas lahan yang dikuasai 2-5 hektar dan > 5
hektar sedangkan masyarakat responden Non PPAN hampir seluruhnya hanya
memiliki luas lahan yang dikuasai < 1 hektar.
Universitas Sumatera Utara
Luas lahan yang dimiliki masyarakat responden PPAN pada awalnya rata-rata
4 Ha. Selanjutnya ada yang bertambah dengan membeli lahan baru dan ada yang
berkurang karena dijual.
Status penguasaan terhadap lahan masyarakat responden PPAN dan Non
PPAN disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Distribusi Status Penguasaan Lahan Responden
Status Penguasaan Lahan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Garapan tanpa surat pemilikan 0 0% 0 0% Sewa/garapan 4 4% 30 100% Milik dengan sertifikat/bukti hak 96 96% 0 0% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan status penguasaan lahan
yang dominan adalah milik dengan sertifikat/bukti hak sebanyak 96 responden
(96%). Sewa/garapan sebanyak 4 responden (4%), sedangkan garapan tanpa surat
pemilikan tidak ada. Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan status
penguasaan lahan yang dominan adalah sewa/garapan sebanyak 30 responden atau
seluruh responden (100%). Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden
PPAN lebih sejahtera dibanding masyarakat Non PPAN berdasarkan status
penguasaan lahan. Masyarakat menerima kepemilikan lahan dari program PPAN.
Universitas Sumatera Utara
Namun ada 4 responden yang tidak lagi memiliki kepemilikan lahan karena lahan
yang didapatkan dari program PPAN telah habis dijual dengan berbagai alasan.
Lama menguasai lahan masyarakat responden PPAN dan Non PPAN
disajikan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Distribusi Lama Menguasai Lahan Responden
Lama Menguasai Lahan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Belum lama (< 10 tahun) 2 2% 5 16,7% Cukup lama (10-20 tahun) 71 71% 18 60,0% Lama (> 20 tahun) 27 27% 7 23,3% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan lama menguasai lahan
yang dominan adalah cukup lama (10-20 tahun) sebanyak 90 responden (90%), lama
(> 20 tahun) sebanyak 8 responden (8%), belum lama (< 10 tahun) menguasai lahan
sebanyak 2 responden (2%). Distribusi responden masyarakat Non PPAN
berdasarkan lama menguasai lahan yang dominan adalah cukup lama (10-20 tahun)
sebanyak 18 responden (60%), lama menguasai lahan ( > 20 tahun) sebanyak 7
responden (23,3%) dan belum lama menguasai lahan (< 10 tahun) sebanyak 5
responden (16,7%) Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN lebih
lama dalam menguasai lahan.
Status kepemilikan lahan yang belum jelas (belum ada suratnya) masyarakat
responden PPAN dan Non PPAN disajikan pada Tabel 4.14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.14. Distribusi Keinginan Status Kepemilikan Lahan Responden
Keinginan Status Kepemilikan Lahan
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Dibiarkan saja 8 8% 9 30% Dijual 6 6% 6 20% Didaftarkan Sertifikat 86 86% 15 50% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan keinginan status
kepemilikan lahan yang dominan adalah didaftarkan sertifikat sebanyak 86
responden (86%), dibiarkan saja sebanyak 8 responden (8%), sedangkan dijual 6
responden (6%). Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan keinginan
status kepemilikan lahan yang dominan adalah didaftarkan sertifikat sebanyak 15
responden (50%), dibiarkan saja sebanyak 9 responden (30%) dan dijual 6 responden
(20%). Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN memiliki
pemikiran yang lebih bijaksana dibanding masyarakat Non PPAN karena 86%
masyarakat PPAN ingin tanahnya didaftarkan sertifikat sedangkan masyarakat Non
PPAN hanya 50% yang ingin didaftarkan sertifikat, hal ini disebabkan masyarakat
PPAN merasa perlu untuk mendaftarkan kepemilikan tanahnya sehingga tanah yang
dimiliki memiliki status yang jelas dan benar kepemilikannya.
Kepemilikan lahan masyarakat responden PPAN dan Non PPAN tersebut
umumnya dipergunakan untuk pertanian seperti yang tertera pada Tabel 4.15.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15. Distribusi Pengunaan Lahan Responden
Penguasaan Lahan Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Pertanian 91 91% 30 100% Perdagangan 5 5% 0 0% Jasa 4 4% 0 0% Jumlah 100 100% 30 100% Sumber : Data Primer diolah, 2012
Distribusi responden masyarakat PPAN berdasarkan penguasaan lahan yang
dominan adalah untuk keperluan pertanian sebanyak 91 responden (91%),
perdagangan sebanyak 5 responden (5%), dan keperluan jasa sebanyak 4 responden
(4%). Distribusi responden masyarakat Non PPAN berdasarkan penggunaan lahan
yang dominan adalah pertanian sebanyak 30 responden (100%), perdagangan
sebanyak 0 responden (0%) dan jasa sebanyak 0 responden (0%). Hasil ini
menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN lebih bervariasi menggunakan
tanah yang dimilikinya dibanding masyarakat Non PPAN, hal ini disebabkan
masyarakat PPAN memiliki bidang tanah dan luas lahan yang lebih besar dibanding
masyarakat Non PPAN.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7 Beberapa lahan hasil distribusi telah berubah fungsi sebagiannya menjadi usaha lain seperti kerajinan kayu dan hotel
4.6. Program PPAN
Persepsi masyarakat terhadap program PPAN merupakan tanggapan
masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap pelaksanaan dan dampak yang
diakibatkan dengan adanya program PPAN tersebut terhadap masyarakat. Adapun
pelaksanaan dan dampak yang diteliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
reforma agrarian memenuhi kaidah keadilan, reforma agraria (PPAN) terhadap
terbukanya akses sumber-sumber ekonomi, menurunkan tingkat dan konflik
pertanahan, membantu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tempat tinggal,
meningkatkan ketahahan pangan, dan meningkatkan pendapatan keluarga yang
disajikan pada tabel-tabel berikut ini.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap pelaksanaan
Reforma Agraria (PPAN) telah memenuhi kaidah keadilan dapat dilihat pada Tabel
4.16.
Tabel 4.16. Persepsi Masyarakat terhadap pelaksanaan Reforma Agraria (PPAN) telah memenuhi kaidah keadilan
Persepsi Masyarakat Responden PPAN
Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Setuju 85 85% 18 60%
Universitas Sumatera Utara
Tidak 15 15% 12 40% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) telah memenuhi kaidah keadilan. Masyarakat responden
PPAN yang menjawab setuju sebanyak 85 responden (85%) dan masyarakat Non
PPAN yang menjawab setuju sebanyak 18 responden (60%). Hal ini menunjukkan
bahwa baik masyarakat responden PPAN dan Non PPAN memberikan persepsi yang
hampir sama, sehingga hasil ini membuktikan bahwa pelaksanaan reforma agraria
(PPAN) memang telah memenuhi kaidah keadilan. Namun begitu ada masyarakat
non PPAN yang merasa pelaksanaan PPAN tidak memenuhi kaidah keadilan yaitu 15
responden (15%) untuk masyarakat PPAN dan 12 responden (40%) untuk masyarakat
non PPAN. Sementara itu, Kaidah keadilan yang dimaksud di sini adalah apakah
masing-masing sebesar masyarakat PPAN yang menerima distribusi tanah sesuai
tempat dan luas tanahnya.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat membuka akses terhadap sumber-sumber ekonomi dapat di
lihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) dapat Membuka Akses Sumber-sumber Ekonomi
Persepsi Responden PPAN Responden Non PPAN
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Setuju 100 100 30 100 Tidak 0 0 0 0 Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat mebuka akses sumber-sumber ekonomi adalah sama
yaitu masing-masing seluruh responden (100%) menjawab setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa baik masyarakat responden PPAN dan Non PPAN memberikan
persepsi yang sama reforma agraria (PPAN) dapat membuka akses sumber-sumber
ekonomi, sehingga hasil ini membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN) memang
diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat dalam membuka akses terhadap
sumber-sumber ekonomi, walaupun masyarakat Non PPAN belum dapat mengikuti
program PPAN tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN)
tidak memberikan dampak antara masyarakat responden PPAN dengan masyarakat
Non PPAN karena seluruhnya menyatakan setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat
membuka akses terhadap sumber-sumber ekonomi. Reforma agraria (PPAN)
memberikan dampak yang positif terhadap terbukanya akses sumber-sumber ekonomi
karena seluruh masyarakat responden PPAN dan masyarakat responden Non PPAN
tidak ada yang menjawab tidak dapat membuka akses sumber-sumber ekonomi.
Yang dimaksud dengan akses sumber ekonomi disini misalnya adalah bank. Dengan
kepemilikan tanah, responden lebih mudah untuk melakukan pinjaman ke bank.
Universitas Sumatera Utara
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat menurunkan tingkat dan konflik pertanahan dapat dilihat pada
Tabel 4.18
Tabel 4.18. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) dapat Menurunkan Tingkat Konflik Pertanahan
Persepsi Masyarakat
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Setuju 100 100 30 100 Tidak 0 0 0 0 Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat menurunkan tingkat dan konflik pertanahan adalah
sama yaitu masing-masing seluruh responden (100%) menjawab setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa baik masyarakat responden PPAN dan Non PPAN memberikan
persepsi yang sama reforma agraria (PPAN) dapat menurunkan tingkat dan konflik
pertanahan, sehingga hasil ini membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN) memang
diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat dalam menurunkan tingkat dan konflik
pertanahan, walaupun masyarakat Non PPAN belum dapat mengikuti program PPAN
tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN) tidak memberikan
dampak antara masyarakat responden PPAN dengan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat menurunkan tingkat dan konflik pertanahan karena
Universitas Sumatera Utara
seluruhnya menyatakan setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat menurunkan tingkat
dan konflik pertanahan. Reforma agraria (PPAN) memberikan dampak positif dalam
menurunkan tingkat dan konflik pertanahan karena seluruh masyarakat responden
PPAN dan masyarakat responden Non PPAN tidak ada yang menjawab tidak dapat
menurunkan tingkat dan konflik pertanahan.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tempat
tinggal dapat dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) dapat Membantu Menjaga Kelestarian Lingkungan
Persepsi Masyarakat
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Setuju 59 59% 18 60% Kurang Setuju 21 21% 8 27% Tidak Setuju 20 20% 4 13% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan memiliki
jawaban yang beragam. Masyarakat responden PPAN yang menjawab setuju
sebanyak 59 responden (59%) dan masyarakat Non PPAN yang menjawab setuju
sebanyak 18 responden (60%). Hal ini menunjukkan bahwa baik masyarakat
responden PPAN dan Non PPAN memberikan persepsi yang hampir sama reforma
agraria (PPAN) dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tempat
tinggal, sehingga hasil ini membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN) memang
Universitas Sumatera Utara
diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat dalam membantu menjaga kelestarian
lingkungan, walaupun masyarakat Non PPAN belum dapat mengikuti program PPAN
tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN) memberikan
dampak antara masyarakat responden PPAN dengan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar
tempat tinggal karena ada selisih 1% di mana masyarakat Non PPAN lebih banyak
yang menjawab setuju dibanding masyarakat PPAN. Reforma agraria (PPAN) dapat
membantu menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tempat tinggal memberikan
dampak yang postif karena lebih dari 50% masyarakat responden PPAN dan Non
PPAN menjawab setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat membantu menjaga
kelestarian lingkungan di sekitar tempat tinggal. Kepemilikan terhadap lahan
menaikkan keinginan responden untuk memanfaatkan lahan yang telah dimilikinya.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat meningkatkan ketahanan pangan dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) dapat Meningkatkan Ketahahan Pangan
Persepsi Masyarakat Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Setuju 69 69% 18 60% Kurang Setuju 28 28% 8 27% Tidak Setuju 3 3% 4 13% Jumlah 100 100% 30 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Universitas Sumatera Utara
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan ketahahan pangan memiliki jawaban
yang beragam. Masyarakat responden PPAN yang menjawab setuju sebanyak 69
responden (69%) dan masyarakat Non PPAN yang menjawab setuju sebanyak 18
responden (60%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat responden PPAN lebih
banyak menjawab yang setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan
ketahanan pangan, sehingga hasil ini membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN)
memang diperlukan untuk mensejahterakan masyarakat dalam meningkatkan
ketahahan pangan, walaupun masyarakat Non PPAN belum dapat mengikuti program
PPAN tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN)
memberikan dampak antara masyarakat responden PPAN dengan masyarakat Non
PPAN terhadap reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan ketahahan pangan
karena ada selisih 9% dimana masyarakat PPAN lebih banyak yang menjawab setuju
dibanding masyarakat Non PPAN. Reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan
ketahahan pangan memberikan dampak yang postif karena lebih dari 50% masyarakat
responden PPAN dan Non PPAN menjawab setuju jika reforma agraria (PPAN)
dapat meningkatkan ketahahan pangan. Adanya kepemilikan lahan meningkatkan
keinginan masyarakat dalam mengolah tanahnya secara optimal. Salah satunya
melalui pertanian, perkebunan dan peternakan sehingga dapat membantu ketahanan
pangan daerahnya.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat mengurani pengangguran dapat dilihat pada Tabel 4.21.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.21. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) Dapat Mengurangi Pengangguran
Persepsi Masyarakat
Responden PPAN Responden Non PPAN Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Setuju 100 100 30 100 Tidak 0 0 0 0 Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat mengurangi pengangguran adalah sama yaitu masing-
masing seluruh responden (100%) menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa baik
masyarakat responden PPAN dan Non PPAN memberikan persepsi yang sama
reforma agraria (PPAN) dapat mengurangi pengangguran, sehingga hasil ini
membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN) memang diperlukan untuk
mensejahterakan masyarakat dalam mengurangi pengangguran. Kondisi ini
menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN) tidak memberikan dampak antara
masyarakat responden PPAN dengan masyarakat Non PPAN terhadap reforma
agraria (PPAN) dapat mengurangi pengangguran karena seluruhnya menyatakan
setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat mengurangi pengangguran. Reforma agraria
(PPAN) memberikan dampak positif dalam mengurangi pengangguran karena
seluruh masyarakat responden PPAN dan masyarakat responden Non PPAN tidak ada
yang menjawab tidak dapat mengurangi pengangguran.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya masyarakat yang merupakan peserta PPAN telah mampu membuka
lapangan kerja baru bagi warga disekitar mereka. Lahan yang telah mereka miliki
dikelola menjadi lahan perkebunan atau usaha lainnya dan hal ini membutuhkan
tenaga kerja baru yang direkrut dari warga sekitar. Artinya masyarakat peserta PPAN
yang sebelumnya adalah tenaga kerja dari perkebunan telah mampu membuka
lapangan kerja baru melalui PPAN.
Persepsi masyarakat responden PPAN dan Non PPAN terhadap Reforma
Agraria (PPAN) dapat meningkatkan pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel
4.22.
Tabel 4.22. Persepsi Masyarakat terhadap Reforma Agraria (PPAN) dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga
Persepsi Masyarakat Responden PPAN Responden Non PPAN
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Setuju 100 100 30 100 Tidak 0 0 0 0 Jumlah 100 100 30 100
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Persepsi responden masyarakat PPAN dan masyarakat Non PPAN terhadap
reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan pendapatan keluarga adalah sama yaitu
masing-masing seluruh responden (100%) menjawab setuju. Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa baik masyarakat responden PPAN dan Non PPAN memberikan persepsi yang
sama reforma agraria (PPAN) dapat meningkatkan pendapatan keluarga, sehingga
hasil ini membuktikan bahwa reforma agraria (PPAN) memang diperlukan untuk
mensejahterakan masyarakat dalam meningkatkan pendapatan keluarga, walaupun
masyarakat Non PPAN belum dapat mengikuti program PPAN tersebut. Kondisi ini
menunjukkan bahwa reforma agraria (PPAN) tidak memberikan dampak antara
masyarakat responden PPAN dengan masyarakat Non PPAN terhadap reforma
agraria (PPAN) dapat meningkatkan pendapatan keluarga karena seluruhnya
menyatakan setuju jika reforma agraria (PPAN) dapat meningkatan pendapatan
keluarga. Reforma agraria (PPAN) memberikan dampak positif dalam meningkatkan
pendapatan keluarga karena seluruh masyarakat responden PPAN dan masyarakat
responden Non PPAN tidak ada yang menjawab tidak dapat meningkatkan
pendapatan keluarga. Peningkatan pendapatan melalui PPAN dapat dimengerti karena
dengan adanya kepemilikan tanah meningkatkan aset serta kemampuan masyarakat
dalam mencari pendapatan.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa Program Pembangunan Agraria
Nasional (PPAN) memberikan dampak positif terhadap pengembangan wilayah Desa
Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Asahan, hal ini disebabkan PPAN
memberikan manfaat bagi masyarakat yang telah memperoleh PPAN maupun bagi
masyarakat yang belum memperoleh PPAN (Non PPAN).
4.7. Dampak PPAN terhadap Pendapatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui dampak PPAN terhadap pengembangan wilayah pedesaan
yang dilihat dari pendapatan masyarakat digunakan uji-beda rata-rata
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi
16, diperoleh hasil pengujian seperti pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23. Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Masyarakat sebelum dan sesudah adanya PPAN
Uraian Nilai (Rp) t-hitung Sig Pendapatan Sesudah PPAN Pendapatan Sebelum PPAN
Selisih
3.054.300 1.096.000 1.958.300
28,019 0,001
Hasil Meningkat Nyata Sumber : Data Primer diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.23. dapat dijelaskan bahwa pendapatan masyarakat
secara keseluruhan sesudah dan sebelum ada PPAN menunjukkan adanya perbedaan.
Pendapatan masyarakat sesudah ada PPAN memiliki pendapatan rata-rata yang lebih
besar dibanding pendapatan masyarakat sebelum ada PPAN dan nyata berdasarkan
uji-t pada taraf 6 %. Dari hasil di atas pendapatan masyarakat responden PPAN pada
tahun 2007 (sebelum PPAN) rata-rata Rp. 1.096.000 dan meningkat pada tahun 2012
(sesudah PPAN) rata-rata menjadi Rp. 3.054.300. Artinya peningkatan dalam kurun
waktu 5 tahun (2007-2012) hampir mencapai 200% atau rata-rata 40% pertahun.
Tentu peningkatan ini signifikan bila dibandingkan dengan tingkat inflasi Indonesia
yang berkisar 3-5%.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan pendapatan masyarakat telah
meningkat secara signifikan dengan adanya PPAN. Di samping itu, proses sertifikasi
tanah yang diberikan kepada masyarakat yang menerima distribusi tanah memberikan
dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan mereka. Pada saat PUSKOPAD
menyerahkan lahannya ke masyarakat tahun 2007 harga tanah per hektar rata-rata
sebesar Rp. 40.000.000 dan setelah proses sertifikasi harga tanah tersebut melonjak
tinggi yang saat ini harganya Rp. 250.000.000 per hektar. Bila rata-rata masyarakat
yang menerima distribusi tanah seluas 4 hektar maka saat ini mereka memiliki aset
Rp. 1.000.000.000 yang berasal dari PPAN.
Masyarakat Indonesia kerap kali dihadapi oleh berbagai persoalan yang terkait
dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan
suber-sumber agraria. Hal ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan politik yang tidak
memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan
sumber-sumber agraria. Dari tahun-ketahun penguasaan tanah oleh petani semakin
menurun, jumlah petani gurem baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat,
begitu juga halnya dengan petani penyakap yang kesemuaannya dapat dikategorikan
sebagai masyarakat miskin. Di sisi lain konsentrasi penguasaan sumber-sumber
agraria oleh segelintir orang saja begitu mencuat, karena didukung oleh berbagai
undang-undang sektoral baik pada bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan,
kelautan, dan sebagainya. Di sisi lain, konflik agraria merupakan kenyataan yang
kerapkali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Penataan kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal
yang sangat esensial untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan pemerataan hak
bagi masyarakat. Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan mencuatkan
kembali pentingnya pelaksanaan Reforma Agraria sebagai salah satu agenda
pembangunan bangsa.
Dalam program pemerintahan SBY-JK agenda reforma agraria merupakan
bagian dari program Perbaikan dan Penciptaan Kesempatan Kerja dan Revitalisasi
Pertanian dan Pedesaan. Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah
melakuakn pidato politik terkait dengan maslah agraria di Indonesia pada awal tahun
2007, salah satu penggalan pidato tersebut adalah: “Program Reforma
Agraria…secara bertahap…akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu
dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari
hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh
diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah
untuk keadialan dan kesejahteraan rakyat…[yang] saya anggap mutlak untuk
dilakukan”.
Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu
tercapainya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini Program
Reforma Agraria dan program-program penunjangnya telah/sedang
diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya adalah di Desa
Perkebunan Sii Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rasional
program Reforma Agraria dan Program Penunjanganya akan memberikan pengaruh
Universitas Sumatera Utara
terhadap laju tingkat kesejahteraan masyarakat (sasaran/subyek) yang
mendapatkannya, dalam hal ini sasaran/subyek yang di maksud adalah petani di Desa
Perkebunan Sei Balai. Reforma Agraria merupakan agenda bangsa yang diharapakan
dapat memberikan titik terang bagi terwujudnya keadilan sosial dan tercapainya
kesejahteraan masyarakat. Dengan berbagai program pelengkapnya, Reforma Agraria
diharapakan dapat membantu masyarakat miskin (sebagian besar petani) beranjak
dari keterpurukan ekonomi menuju kehidupan yang layak dan mandiri.
Nilai dan manfaat dari sumber daya alam (dalam hal ini tanah) bagi
pengembangan wilayah nasional secara berkelanjutan serta menjamin kepentingan
umum secara luas (public interest), diperlukan sebuah konsep pengelolaan wilayah
yang bertujuan agar seluruh sumber daya dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Pengaturan tersebut
dimaksudkan dalam kerangka untuk pemanfaatan bumi, air, dan udara serta seluruh
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya, sejalan dengan
tujuan negara sebagaimana tegaskan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Dalam pengembangan wilayah pedesaan seharusnya menerapkan pninsip-
prinsip yaitu: (1) transaparansi (keterbukaan), (2) partisipatif, (3) dapat dinikmati
mayarakat, (4) dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan (5) berkelanjutan
(sustainable). Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan
dikembangkan ke seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pembanguan itu pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk seluruh rakyat. Oleh
karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi (wawasan)
Universitas Sumatera Utara
pengembangan wilayah masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan
impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih mudah dalam arti
tercapainya tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.
Pengembangan wilayah pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara
multisektoral (holistik), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian,
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan
sumberdaya pengembangan wilayah secana serasi dan selaras dan sinergis sehingga
tercapai optimalitas.
Ada tiga prinsip pokok pengembangan wilayah pedesaan, yaitu:
1. Kebijaksaan dan langkah-langkah pengembangan wilayah di setiap desa
mengacu kepada pencapaian sasaran pengembangan wilayah berdasarkan Trilogi
Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pengembangan wilayah tersebut yaitu (a)
pemerataan pengembangan wilayah dan hasil-hasilnya, (b) pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi, dan (c) stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan
di setiap sektor, temasuk desa dan kota, di setiap wlayah dan antar wilayah secara
saling terkait,serta dikembangkan secara selaras dan terpadu.
2. Pengembangan wilayah desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pengembangan
wilayah yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pengembangan wilayah
berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber
alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa
perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana
mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
Universitas Sumatera Utara
3. Ketiga, Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,
debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
Disadari bahwa pengembangan wilayah pedesaan telah dilakukan secara luas,
tetapi hasilnya dianggap belum memuaskan dilihat dari pelibatan peran serta
masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pengembangan
wilayah pedesaan bersifat multidimensional dan multi aspek, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis atau pembahasan yang lebih terarah dan dalam konteks serba
keterkaitan dengan bidang atau sektor dan aspek di luar pedesaan (fisik dan non fisik,
ekonomi dan non ekonomi, sosial-budaya, spasial, internal dan eksternal).
Rencana pengembangan wilayah daerah harus disusun berdasarkan pada
potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana
pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya.
Karena dana anggaran pengembangan wilayah yang tersedia terbatas, sedangkan
program pengembangan wilayah yang dibutuhkan relatif banyak, maka perlu
dilakukan: (1) penentuan prioritas program pengembangan wilayah yang diusulkan,
penentuan prioritas program pengembangan wilayah harus dilakukan berdasarkan
kriteria yang terukur, dan (2) didukung oleh partisipasi masyarakat untuk menunjang
implementasi program pengembangan wilayah tersebut.
Penentuan program pengembangan wilayah oleh masyarakat yang
bersangkutan merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dan akar rumput bawah
atau sering disebut sebagai bottom-up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara
nyata dan terarah.
Pendekatan pengembangan wilayah pedesaan cukup banyak, dengan
pemberian penekanan yang berbeda-beda. Dalam menerapkan pendekatan diharapkan
jangan bersifat sempit atau kaku, tetapi hendaknya secara lebih luas dan bersifat
fleksibel untuk mewujudkan pertumbuhan pedesaan yang cepat dan kokoh untuk
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang semakin tinggi.
Memperhatikan kekurangan dan kegagalan perencanaan pengembangan
wilayah pedesaan pada masa yang lalu, maka perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap pendekatan pengembangan wilayah pedesaan yang sesuai dengan dinamika
perkembangan dan kompleksitas pengembangan wilayah serta aspirasi masyarakat.
Konsep pendekatan pengembangan wilayah yang lalu yang bersifat sentralistik harus
direforma menjadi desentralistik, disesuaikan dengan masalah, potensi, kondisi, dan
kebutuhan masyarakat setempat, secara spasial dan terpadu, tetapi harus pula
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Setelah memperhatikan berbagai
pendekatan pengembangan wilayah pedesaan yang cukup banyak seperti
dikemukakan di atas, maka pendekatan perencanaan pengembangan wilayah
pedesaan pada masa depan sekurang-kurangnya menggunakan pendekatan bottom-
up, spasial, multisektoral/terpadu/holistik, partisipatif dan berkelanjutan; dan
diantaranya adalah pendekatan partisipasi yang perlu mendapat penekanan.
Pengembangan wilayah pedesaan yang partisipatif merupakan suatu konsep
fundamental yang berlaku dan diterapkan sejak dahulu hingga sekarang dan tetap
Universitas Sumatera Utara
relevan untuk masa depan. Partisipasi masyarakat itu mengikuti perkembangan
zaman dari sistem pemerintahan yang berlangsung dalam suatu kurun waktu. Dalam
sistem pemerintahan yang sentralistik, mekanisme perencanaan pembangunannya
adalah top-down, dan partisipasi masyarakatnya adalah bersifat mobilisasi atau
pengerahan massa. Sedangkan dalam sistem pemerintahan yang desentralistik
(otonomi daerah), mekanisme perencanaan pembangunannya adalah bottom up dan
partisipasi rnasyarakatnya dilakukan dengan kesadaran dan kebersamaan yang tinggi.
Dalam pengembangan wilayah masa depan (beberapa dekade setelah tahun
2000) dimana pemerintah dan bangsa Indonesia menghadapi banyak tantangan
(ekonomi, sosial dan politik) yang berat dan berkepanjangan, maka partisipasi
masyarakat sangat diperlukan sebagai kekuatan dinamis dan merupakan perekat
masyarakat akar bawah (pedesaan) untuk menunjang pengembangan wilayah
pedesaan.
Keberhasilan pengembangan wilayah dalam masyarakat tidak selalu
ditentukan oleh tersedianya sumberdana keuangan dan manajemen keuangan yang
memadai, tetapi banyak dipengaruhi oleh peran serta dan respons masyarakat
terhadap pengembangan wilayah atau dapat disebut sebagai partisipasi masyarakat.
Untuk mencapai keberhasilan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wilayah
diperlukan kepemimpinan lokal yang cakap, berwibawa dan diterima oleh masyarakat
(capable and acceptable local leadership) yang mampu mensinergikan tradisi sosial
budaya dengan proses manajemen modern.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional di Desa Sei Balai Kecamatan
Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2007.
Model Program Pembaruan Agraria Nasional yang diterapkan adalah perpaduan
antara kegiatan redistribusi tanah, konsolidasi tanah/penataan penguasaan dan
penggunaan tanah, penyelesaian konflik/sengketa tanah. Hasil kegiatan Program
Pembaruan Agraria Nasional yang telah dilaksanakan di Desa Sei Balai adalah :
a) Terselesaikannya konflik/sengketa tanah antara perusahaan dengan petani
penggarap; b) Terlaksananya redistribusi tanah seluas 600 Ha kepada 150 KK
petani pengggarap; dan c) Terlaksananya penataan penguasaan/penggunaan tanah
serta terjalinnya pola kerjasama permodalan antara masyarakat penggarap dengan
lembaga penyedia modal.
2. Pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan
secara umum telah memenuhi tujuan yang diinginkan dalam praksis Reforma
Agraria, yaitu:
a. Telah memenuhi prinsip keadilan dalam proses distribusi lahannya baik
berdasarkan prosesnya yang melibatkan warga secara transparan maupun
penetapan hak berdasarkan lokasi dan luas lahan yang didistribusikan.
Universitas Sumatera Utara
b. Dengan adanya PPAN telah memberikan akses kepada masyarakat dalam
memperoleh lahan serta kemudahan dalam sumber keuangan seperti
perbankan.
c. Adanya hak milik yang jelas telah mengurangi potensi konflik baik di
antara warga yang memiliki lahan maupun antara warga dengan pihak
perkebunan di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.
d. Pendapatan masyarakat Perkebunan Sei Balai meningkat setelah adanya
PPAN.
e. Kemandirian warga dan masyakarat dari aspek ketahanan pangan juga
meningkat dengan adanya PPAN. Lahan yang dimiliki memberikan
semangat berusaha yang lebih bagi masyarkat karena telah memiliki lahan
sendiri.
f. Aspek lingkungan hidup sekitar masyarakat yang menerima program
PPAN juga berjalan secara baik. Hal ini karena pengelolaan lahan sendiri
menjadi lebih bertanggung jawab.
Secara umum PPAN memberikan dampak positif terhadap pengembangan
wilayah Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran
1. Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus
mendorong PPAN untuk dapat dilaksanakan diberbagai daerah lainnya.
Pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai dapat menjadi contoh
untuk daerah lainnya.
2. Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak hanya sekedar menjadi penyelenggara
administrasi pertanahan saja tetapi juga mesti mempunyai keberanian dalam
menyelesaikan berbagai masalah pertanahan, dan dibutuhkan pemahaman dan
program yang terintegrasi dengan bidang-bidang lainnya terutama bidang
pertanian sebagai motor penggerak perekonomian nasional.
3. PPAN tidak bisa dijalankan hanya oleh BPN saja dari sisi pemerintah, tetapi juga
diperlukan kerjasama dengan bidang lainnya dipemerintahan baik unsur
kementrian, pemerintah daerah, Kepolisian, TNI, legislatif, yudikatif, sehingga
BPN ke depan bisa lebih membuka diri dengan pihak-pihak terkait untuk
mengayun langkah bersama untuk kepentingan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Alfurqon, Andi., ____, Keterkaitan Antara Program Reforma Agraria Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani (Kasus: Desa pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
Arifin, Fairuz.S., 2008, Pembaruan Agraria Nasional (PAN) Dengan Program
Sertipikasi Tanah Melalui Prona Guna Menyukseskan Tertib Administrasi Pertanahan Di Kabupaten Pemalang, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2010, Batu Bara Dalam Angka 2010
(Batu Bara In Figures 2010), BPS Kabupaten Asahan Badan Pertanahan Nasional, 2007, Reforma Agraria: Mandat Politik, Konstitusi,
dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan “Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”.
Jakarta: Badan Pertanahan Nasional RI
Bernstein, Henry., Byress, Terence J., Borras, Saturnino., Kay, Cristobal., dkk, 2008, Kebangkitan Studi Reforma Agraria di Abad 21, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta
Dianto Bachriadi, 2006, Reforma Agraria untuk Indonesia: Pandangan Kritis
tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY, ___________
Edy, M. Lukman. M.Si. Pembangunan Pedesaan Dan Pengembangan Wilayah.
http://www.lukmanedy.web.id/idea/4/tahun/2008/bulan/09/tanggal/10/id/280/
Endriatmo Soetarto dan Shohibuddin, ), 2005, Reforma Agraria : Prasyarat utama
bagi revitalisasi pertanian dan pedesaan, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA)
Universitas Sumatera Utara
Endriatmo Soetarto dan Shohibuddin, Tantangan Pelaksanaan Reforma Agraria dan Peran Lembaga Pendidikan Kedinasan Keagrariaan. http://nasih.staff.ugm.ac.id/a/tan/20060927%20tan.htm. (diakses pada tanggal 18 April 2010).
Endriatmo Soetarto dan Shohibuddin, 2009, Reforma Agraria sebagai Basis Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan: Agenda untuk Pemerintah 2004-2009 Felix MT. Sitorus, 1998, Penelitian Kualitatif Suatu Pengantar, Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial Felix MT. Sitorus, 2002, Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria :70 Tahun Faryadi, Erpan,. 2002, Tanpa Reforma Agraria, Tidak akan Ada Ketahananan Pangan, Jurnal Analisis Sosial Volume
7 Nomor 3, Akatiga, Bandung Gunawan, Wiradi., 4 Mei 2001, Masalah Pembaruan Agraria: Dampak Land Reform terhadap Perekonomian
Negara, Makalah yang disampaikan dalam rangkaian diskusi peringatan “Satu Abad Bung Karno” di Bogor Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang:
UMM Press. Hal 14-16 Lembong, Roman N., 2002, Konsolidasi Gerakan Petani Bagi Percepatan Reforma Agraria, Jurnal Sosek Volume 7
Nomor 3, Akatiga, Bandung M. Singarimbun, dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei. Jakarta, LP3ES Mayrowani, H., Pranadji, T., Sumaryanto, Agustin, A., Syahyuti, Elizabeth, R., Laporan Akhir Studi Prospek dan
Kendala Penerapan Reforma Agraria di Sektor Pertanian, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor
Universitas Sumatera Utara
Nasdian, Fredy T., 2006 Pengembangan Masyarakat, (Community Development), Bogor: Bagian Sosiologi pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor
Peter, Rosset., Deineger, Klaus., Campesina, La Via., dkk., 2008, Reforma Agraria : Dinamika Aktor dan Kawasan,
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional RI, 2007, Studi Model dan Mekanisme Pelaksanaan
PPAN. Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional RI, 2007, Penelitian Kondisi Awal Sosial
Ekonomi Masyarakat Penerima Program Pembaharuan Agraria Nasional Sahyuti , 2007, Prospek dan Kendala Pelaksanaan Reforma Agraria, Puslitbang Sosek Pertanian Bogor Satiawan, Usep, Lahan Abadi Pertanian dan Reforma Agraria. http://www.kpa.or.id (diakses pada
tanggal 15 April 2010). Setiawan, B., 2001, Konsep Pembaharuan Agraria Sebuah Tinjauan Hukum, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta Suryo, Tejo, 2008. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Program Reforma Agraria Nasional. Tesis.
Program Pasca Sarjan IPB
Tim Penyusun Kamus (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa). 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Umar, Husein, 2004, Metode Riset Ilmu Administrasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Winoto, Joyo., 2006, Sambutan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada Hari Agraria
Nasional 2006 “Pertanahan dan Agraria Nasional: Rakyat yang Utama” , Bogor: Brighten Press
Universitas Sumatera Utara
Winoto, Joyo., 10 Desember 2006, Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono, Tempo Wiradi, G., 2000, Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir Cetakan Pertama, Insist Press dan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta Wiradi, G., 2001. Prinsip-prinsip Reforma Agraria Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat. Yogyakarta: Lapera
Pustaka Utama Wilgenberg, H., 2001, Sustainable Agriculture and Social Justice : A Descriptive, Normative and Strategic Framework
For Cuban Agrarian Reform, Tesis pada School of Resource and Enviromental Studies Dalhouisie University, Halifax, Nova Scotia
__________- Peraturan Perundang-undangan __________. Undang Pokok-pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 __________. Tap MPR Nomor IX / 2001 __________. Perpres Nomor 10 Tahun 2006
Universitas Sumatera Utara