ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN HUBUNGANNYA … · dibandingkan non pangan (48.3%). Pengeluaran...
Transcript of ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN HUBUNGANNYA … · dibandingkan non pangan (48.3%). Pengeluaran...
ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI
TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT
NABILAH NABIHA ZULFA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI
TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya
Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Gizi Taruna
Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Baratadalah benar karya saya denganarahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Nabilah Nabiha Zulfa
NIM I14090006
ABSTRAK
NABILAH NABIHA ZULFA. Analisis biaya konsumsi pangan dan hubungannya
dengan tingkat kecukupan gizi taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat.
Dibimbing oleh YAYAT HERYATNO dan HADI RIYADI.
Biaya konsumsi pangan adalah biaya yang dikeluarkan oleh seseorang untuk
memenuhi kebutuhan pangannya. Namun, pengeluaran biaya untuk pangan yang
dikeluarkan belum tentu sesuai dengan zat gizi yang didapatkan. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis biaya konsumsi pangan serta hubungannya dengan
tingkat kecukupan gizi taruna pada Akademi Imigrasi. Desain penelitian ini
adalah cross sectional dengan jumlah unit analisis penelitian sebanyak 63 taruna
Akademi Imigrasi. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan antara
karakteristik keluarga (pendidikan dan pendapatan orangtua) dan karakteristik
individu (usia, jenis kelamin, dan pendapatan taruna) dengan biaya konsumsi
pangan taruna, tetapi terdapat hubungan keterkaitan antara pekerjaan ayah dengan
biaya konsumsi pangan taruna. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan
dengan tingkat kecukupan energi dan protein taruna, namun tidak terdapat
hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan lemak dan
karbohidrat taruna.
Kata kunci: Biaya Konsumsi Pangan, Taruna, Tingkat Kecukupan Gizi
ABSTRACT
NABILAH NABIHA ZULFA. Analysis of Food Consumption Cost and its
association to sufficiency level of nutrients on Taruna Immigration Academy,
Depok, West Java. Supervised by YAYAT HERYATNO and HADI RIYADI.
Food consumption cost is the costs spent by anybody to meet their food
requirements. However, the food expenditure is not always in accordance to the
nutrient obtained. This study aimed to analyze food consumption cost and its
association to nutrient sufficiency level on Immigration Academy. A cross
sectional study of 63 Taruna was conducted. The result showed there was no
correlation between family characteristic (education and income of their parents),
individual characteristic (age, sex, and income of Taruna) and food consumption
cost of taruna, but there was correlation between occupation of taruna’s father
and food consumption cost of taruna. There was correlationbetween foods
consumption cost and energi and protein sufficiency level. However, there was no
correlation between food consumption cost and fat and carbohydrate suffiency
level.
Keywords: Food Consumption Cost, Nutrient Suffiency Level, Taruna
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI
TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT
NABILAH NABIHA ZULFA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Biaya Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan
Tingkat Kecukupan Gizi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa
Barat
Nama : Nabilah Nabiha Zulfa
NIM : I14090006
Disetujui oleh
Yayat Heryatno, SP, MPS
Pembimbing I
Dr Ir Hadi Riyadi, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Analisis Biaya on -_) - i Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Glzi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat
Nama : Nabilah Nabiha ZulJa NIM : 114090006
Disetujui oleh
SP MPS Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing II
Tanggal Lulus : 0
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul
“Analisis Biaya konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan
Zat Gizi pada Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat” dapat diselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program Strata-1 Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasinya.
2. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku Dosen Pembibing II yang telah
memberikan bimbingan, dukungan dan motivasinya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pemandu seminar
dan penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan perbaikannya
kepada penulis.
4. Bapak Dr. Rimbawan selaku ketua Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh tenaga kependidikan Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor yang
telah mendidik dan membantu kelancaran studi.
6. Kepala BPSDM dan Direktur Akademi Imigrasi berserta staff serta taruna
Akademi Imigrasi yang telah bersedia untuk bekerjasama dan membantu
penulis dalam penelitian ini.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Abdul Gani dan Ibu Nurohma, bang Zufri,
ka Aro, bang Daus, ka Indah, uda Herry, ka Fika yang telah memberikan
doa, dukungan, kasih sayang, motivasi, perhatian, dan pengorbanannya
kepada penulis.
8. Mas Sonny Noor Bhuwono atas bantuan dan informasinya yang berkaitan
dengan penelitian ini.
9. Para pejuang AIM (Fera dan Icha), Ayu, Tami, dan Yunita yang telah
banyak membantu dalam proses penelitian ini serta seluruh keluarga besar
Gizi Masyarakat 46, 45, GM 47, GM 48, Pak Abo, dan Ibu Aisyah
fotokopian GM atas segala doa, dukungan, perhatian dan keceriaannya
selama ini.
Bogor, Februari 2014
Nabilah Nabiha Zulfa
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 2
METODE 4
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4
Jumlah dan Cara Penarikan Unit Analisis 4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4
Pengolahan dan Analisis Data 4
Definisi Operasional 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 8
Karakteristik keluarga dan individu taruna 8
Biaya Konsumsi Pangan 12
Kebiasaan Makan 13
Konsumsi Pangan 16
Uji Hubungan Antar Variabel 25
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data 4 Tabel 2 Jenis dan kategori variabel pengolahan data 5 Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan orangtua 9 Tabel 4 Sebaran karakteristik keluarga menurut pekerjaan orangtua 9 Tabel 5 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendapatan 10 Tabel 6 Statistik deskriptif pendapatan orang tua 10 Tabel 7 Sebaran taruna menurut usia 11 Tabel 8 Statistik deskriptif statistik taruna menurut usia 11 Tabel 9 Sebaran taruna menurut jenis kelamin 11 Tabel 10 Sebaran uang saku taruna 12 Tabel 11 Deskriptif statistik pendapatan taruna 12
Tabel 12 Deskriptif statistik biaya konsumsi pangan taruna (rupiah/hari) 13 Tabel 13 Kebiasaan makan taruna 14 Tabel 14 Kebiasaan sarapan 15 Tabel 15 Kebiasaan minum 15 Tabel 16 Kebiasaan jajan 16 Tabel 17 Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu 17 Tabel 18 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi 21 Tabel 19 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi 22 Tabel 20 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein 23 Tabel 21 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak 24 Tabel 22 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 24 Tabel 23Hasil uji statistik hubungan antara karakteristik keluarga dan
individu dengan biaya konsumsi pangan 25 Tabel 24Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan
gizi 27
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan
tingkat kecukupan gizi 3
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji statistik hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan
tingkat kecukupan gizi 31 2 Hasil uji korelasi spearman antara karakteristik keluarga (pendidikan
orangtua) dan individu (usia dan pendapatan taruna) dengan biaya
konsumsi pangan 31 3 Hasil uji korelasi pearson antara total pendapatan orangtua dengan
biaya konsumsi pangan taruna 31
4 Hasil uji chi-square antara pekerjaan ayah dan biaya konsumsi pangan
taruna 31
5 Hasil uji chi-square antara pekerjaan ibu dengan biya konsumsi
pangan taruna 32 6 Hasil uji chi-square antara jenis kelamin dengan biaya konsumsi
pangan taruna 32 7 Kuisioner 33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional suatu bangsa sangat bergantung terhadap kualitas
sumberdaya manusia yang dimilikinya.Menurut Pusat Data dan Analisis
Pembangunan (pusdalisbang) Jawa Barat tahun 2011, rata-rata pengeluaran
masyarakat Jawa Barat lebih banyak dialokasikan untuk pangan (51.8%)
dibandingkan non pangan (48.3%). Pengeluaran untuk pangan rata-rata meningkat
sebesar 14.7% pertahun. Tingkat kualitas dari sumberdaya manusia juga dapat
dilihat dari tingkat kesejahteraannya yang diperoleh dengan pendekatan
pengeluaran biayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Salah satu cara pemenuhan kecukupan gizi untuk Sumber Daya Manusia
dalam suatu institusi adalah dengan melakukan penyelenggaraan makanan dalam
institusi tersebut. Perencanaan makanan institusi perlu diperhatikan jenis kegiatan
dan proporsi yang diharapkan dari makanan institusi terhadap kecukupan sehari.
Dengan demikian dapat dicapai tingkat konsumsi yang memenuhi kecukupan
sehari demi tercapainya produktivitas yang optimal (Karyadi dan Muhilal 1985).
Menurut Almatsier (2006), institusi yang tidak menyediakan makanan lengkap
sehari perlu memperhatikan proporsi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang perlu
dipenuhi melalui penyediaan makanan. Salah satu contoh institusi yang
mengadakan penyelenggaraan makanan untuk para tarunanya adalah Akademi
Imigrasi.
Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Baratmerupakan salah satu akademi di
bawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM
yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis keimigrasian yang
professional. Lulusan-lulusan akademi imigrasi ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pejabat imigrasi untuk bisa menjadi sumber daya manusia
yang professional, berwibawa dan berwawasan global. Kecukupan gizi dan
pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas
sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor kunci dalam pembangunan
suatu bangsa. Gizi juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia
(Almatsier 2004).
Pada penyelenggaraannya, biaya makan untuk para taruna telah ditetapkan
oleh pihak institusi. Selain biaya yang ditetapkan untuk makan sehari-hari, para
taruna juga mengeluarkan biaya untuk konsumsi lainnya selain dari makanan dari
asrama. Namun, pengeluaran biaya untuk pangan yang dikeluarkan oleh taruna
belum tentu sesuai dengan energi dan zat gizi yang mereka dapatkan. Menurut
Berg (1986) menyatakan bahwa seseorang yang mengeluarkan biayanya lebih
besar untuk makanan mungkin akan makan lebih banyak juga, tetapi makanan
yang dimakan tersebut belum tentu baik dan sesuai. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui kecukupan gizi yang dapat terpenuhi dari makanan
yang dikonsumsi sesuai dengan biaya konsumsi pangan yang telah dikeluarkan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya konsumsi pangan serta
hubungannya dengan tingkat kecukupan gizi taruna pada Akademi Imigrasi,
dengan tujuan khusus sebagai berikut:
2
1. Mengetahui karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan
orang tua) danindividu (usia, jenis kelamin, dan pendapatan) taruna.
2. Menganalisis biaya konsumsi pangan taruna.
3. Menganalisis kebiasaan makan taruna.
4. Menganalisis konsumsi pangan taruna.
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik
individu dengan biaya konsumsi pangan taruna.
6. Menganalisis hubungan biaya konsumsi pangan dengan konsumsi pangan dan
gizi taruna.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dan induvidu dengan biaya
konsumsi pangan taruna.
2. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan konsumsi pangan
dan gizi taruna.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para
taruna Akademi Imigrasi maupun Institusi Akademi Imigrasinya secara langsung
mengenai kesesuaian pengeluaran biaya untuk pangan terhadap kecukupan energi
yang didapatkan para tarunanya. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai pengeluaran biaya yang optimal untuk
mendapatkan tingkat kecukupan energi yang optimal juga.
KERANGKA PEMIKIRAN
Taruna Akademi Imigrasi merupakan salah satu komponen yang
membutuhkan kesehatan untuk menunjang segala aktivitas fisik dan aktivitas
belajar selama dalam masa pendidikan. Kualitas dan kuantitas makanan yang
dikonsumsi Taruna sangat berpengaruh terhadap kualitas mereka dalam
melakukan segala aktivitasnya. Oleh karena itu, pihak institusi harus menyediakan
makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi para Taruna
Akademi imigrasi melalui penyelenggaraan makanan di asrama.
Karakteristik keluarga dan individu merupakan faktor yang dapat
menentukan besarnya biaya pangan. Pendidikan orang tua akan sangat
mempengaruhi pekerjaan orang tua yang juga akan berpengaruh langsung
terhadap pendapatannya, sehingga besarnya pendapatan orang tua juga dapat
mempengaruhi uang saku yang akan diberikan kepada anak-anaknya, dalam hal
ini anak-anak yang dimaksud adalah taruna. Selain dari pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan orang tua yang termasuk kedalam karakteristik keluarga, usia, jenis
kelamin dan pendapatan taruna yang termasuk kedalam karakteristik individu juga
akan mempengaruhi biaya konsumsi pangan yang akan dikeluarkan oleh taruna.
Konsumsi pangan taruna yang mencakup pola konsumsi pangan serta
tingkat kecukupan gizinya juga bergantung pada biaya konsumsi pangan yang
dikeluarkan oleh taruna. Menurut Hardinsyah (1985) menyatakan bahwa
3
perubahan konsumsi pangan dan gizi pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh
perubahan pendapatan, dalam penelitian ini yang dimaksud kedalam pendapatan
adalah pendapatan taruna yang didapatkan dari orang tua. Semakin besar biaya
yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan oleh seseorang maka akan semakin
besar pula jumlah makanan yang akan dikonsumsi (Berg 1986).
Konsumsi pangan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi para taruna
dapat digunakan untuk melakukan aktivitas fisik maupun aktivitas dalam belajar.
Namun dalam penelitian ini, tingkat aktifitas merupakan variabel yang tidak
diteliti. Tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi
zat gzi dengan angka kecukupan gizi aktual masing-masing taruna. Tingkat
kecukupan gizi tersebut didasarkan pada usia, jenis kelamin, berat badan dan
tinggi badan. Pola konsumsi pangan para taruna dapat menentukan apakah angka
kecukupan gizi taruna terpenuhi atau tidak.
Keterangan:
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1Kerangka pemikiran hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan
tingkat kecukupan gizi
Biaya konsumsi
pangan
Karakteristik individu
Usia
Jenis kelamin
Pendapatan taruna
Karakteristik keluarga:
Pendidikan orangtua
Pekerjaan orangtua
Pendapatan orangtua
Konsumsi pangan dan gizi:
Pola konsumsi pangan
Kecukupan gizi
Kebiasaan makan
4
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross-Sectional Study
yang dilaksanakan di Sekolah Akademi Imigrasi yang terletak di Depok, Jawa
Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan
pertimbangan kemudahan akses peneliti ke lokasi penelitian tersebut. Waktu
pengambilan data penelitian ini dari bulan Mei sampai Juli 2013.
Jumlah dan Cara Pemilihan Unit Analisis
Unit analisis penelitian ini adalah taruna Akademi Imigrasi yang masih
terdaftar sebagai taruna pendidikan selama penelitian ini berlangsung. Unit
analisispenelitian berjumlah 63 orang taruna tingkat tiga yang dipilih secara
purposive. Jumlah unit analisis yang diambil berdasarkan jumlah keseluruhan
taruna tingkat tiga yang berada di Akademi Imigrasi.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi karakteristik taruna (usia, jenis kelamin, dan pendapatan taruna),
karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orangtua), jumlah
dan jenis makanan yang dikonsumsi yang dibedakan menjadi dua, yaitu makanan
yang berasal dari dalam asrama pendidikan dan dari luar, serta biaya yang
dikeluarkan untuk pangan.
Tabel1Jenis dan cara pengumpulan data
Jenis data Variabel Cara pengumpulan data
Primer
Karakteristik individu Usia
Jenis kelamin
Pendapatan taruna
Wawancara
Karakteristik keluarga Pendidikan orangtua
Pekerjaan orangtua
Pendapatan orangtua
Wawancara
Kebiasaan makan Jenis makanan yang biasa
dikonsumsi
Wawancara dan kuisioner
Konsumsi pangan Jumlah dan jenis makanan
yang dikonsumsi
Kecukupan gizi
Wawancara dan food frequency
Wawancara dan recall 1x24 jam
selama 2 hari yang berbeda
Biaya konsumsi pangan Biaya yang dikeluarkan
untuk makanan
Wawancara
Aktivitas fisik Aktifitas yang dilakukan
dalam sehari
Wawancara dan record aktivitas
fisik
Sekunder
Keadaan umum Akademi
Imigrasi
Lokasi
Jumlah taruna
Fasilitas (sarana dan
prasarana)
Pengambilan data-data kepada
pihak Institutsi
Biaya penyelenggaraan
makanan
Anggaran biaya untuk
makanan para taruna
Pengambilan data-data kepada
pihak Institusi
Data sekunder diperoleh dari pihak Institusi yang berupa data keadaan
umum lokasi penelitian serta data biaya penyelenggaraan makanan untuk
5
memenuhi kebutuhan makanan taruna di Akademi Imigrasi. Jenis dan cara
pengumpulan data secara rinci seperti terlihat pada Tabel 1.
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi pengkodean (coding), pemasukan data
(entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahap pengkodean
dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu untuk setiap variabel sebagai
panduan dalam meng-entry dan pengolahan data. Kemudian data yang sudah
diberikan kode dimasukan ke dalam tabelyang sudah ada. Setelah itu dilakukan
pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data.
Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft
Excel dan SPSS versi 16.0 for windows.
Data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang
tua), karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan pendapatan taruna), dan
variabel lainnya seperti biaya konsumsi pangan, kebiasaan makan, dan konsumsi
pangan dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft Excel. Uji korelasi
atau uji hubungan dianalisis menggunakan korelasi spearman, uji korelasipearson
dan uji chi-square dimana sebelumnya dilakukan uji normalitasKolmogorov-
Smirnov untuk melihat kenormalan dari data yang didapat.
Tabel2Jenis dan kategori variabel pengolahan data
Variabel Kategori Pengukuran Literatur
Data Primer
Pendidikan orangtua ≤SMA
Diploma
Sarjana
Sebaran unit
analisis
Pekerjaan orangtua Tidak bekerja/IRT
PNS/TNI/ABRI/Pensiunan
Wiraswasta/Pegawai swasta
Lainnya
Sebaran unit
analisis
Pendapatan orangtua
(Rupiah/bulan)
<1 500 000
1 500 000-3 000 000
3 000 000-5 000 000
>5 000 000
Sebaran unit
analisis
Usia taruna <21
21-22
>22
Sebaran unit
analisis
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
Sebaran unit
analisis
Pendapatan taruna Rp 1 800 000
>Rp 1 800 000
Sebaran unit
analisis
Biaya konsumsi pangan Biaya makanan asrama
Biaya pribadi
Sebaran unit
analisis
PAL (physical activity
level)
Tidak aktif (PAL ≥1<1.4)
Kurang aktif (PAL ≥1.4<1.6)
Aktif (PAL ≥1.6<1.9)
Sangat aktif (PAL ≥1.9<2.5)
Krause’s food
and nutrition
therapy 2008
6
Tabel 3Jenis dan kategori variabel pengolahan data (lanjutan)
Variabel Kategori Pengukuran Literatur
-Tingkat kecukupan energi
dan protein
Defisit berat (<70%AKG)
Defisit sedang (70-80% AKG)
Defisit ringan (80-90% AKG)
Normal (90-120% AKG)
Lebih (>120% AKG)
Depkes 1996
-Tingkat Kecukupan lemak Defisit (< 20% energi)
Normal (≤ 30% energi)
Lebih (> 30% energi)
WNPG 2004
- Tingkat kecukupan
karbohidrat
Defisit (< 60% energi)
Normal (≤ 70% energi)
Lebih ( >70% energi)
WNPG 2004
Data Sekunder
-keadaan umum lokasi
penelitian
-gambaran umum taruna
Lokasi penelitian dan
sarana/prasarana
Jumlah taruna dan kegiatan
taruna (akademik dan luar
akademik)
Konsumsi pangan diolah dengan menggunakan data jenis dan jumlah
pangan. Kemudian dikonversikan kedalam kandungan gizi, yaitu energi. Rumus
yang digunakan untuk mengetahui kandungan gizi makanan yang dikonsumsi
adalah (Hardinsyah & Briawan 1994) :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi sebanyak j
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan J
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Kemudian dihitung tingkat kecukupan energi dengan menggunakan rumus
Tingkat kecukupan gizi =
x 100%
AKG individu dapat ditentukan dengan cara melakukan koreksi terhadap
berat badan, dengan menggunakan rumus:
AKG Aktual =
x AKG
Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WNPG
tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu
Proses Estimasi AKE Dewasa
AKE = ((16.80 (BB)) + 498 ) x Nilai PAL
AKE = Angka kecukupan energi (kkal)
BB = Berat badan (kg)
PAL = Nilai Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
7
Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode record dan wawancara
langsung,, kemudian hasilnya akan diperoleh dengan cara mengalikan bobot nilai
per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk aktivitas.
Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan
seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau
tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:
P L = ∑(P R x w p v )
24 jam Keterangan:
PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas)
PAR =Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis
aktivitas per satuan waktu tertentu)
Hasil data yang diperoleh dijabarkan secara deskriptif. Selain itu, data
tersebut juga diolah dengan menggunakan uji statistik inferensia yang meliputi uji
korelasi pearson, uji korelasi spearman dan uji chi-square. Hubungan antara
pendidikan orangtua, usia taruna, dan pendapatan taruna dengan biaya konsumsi
pangan taruna diuji dengan menggunakan analisis korelasi spearman. Hubungan
antara total pendapatan orangtua dengan biaya konsumsi pangan taruna diuji
dengan menggunakan analisis korelasi pearson. Hubungan antara pekerjaan
orangtua dan jenis kelamin taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna diuji
dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antara biaya konsumsi pangan
taruna dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat taruna
diuji dengan menggunakan analisis korelasi pearson.
Definisi Operasional
Karakteristik individu adalah karakteristik individu taruna yang meliputi usia,
jenis kelamin, dan pendapatan taruna.
Karakteristik keluarga adalah karakteristik keluarga taruna yang meliputi
pendidikan orang tua,, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua.
Pendapatan taruna adalah banyaknya uang yang diterima taruna perbulan yang
berasal dari pemerintah (gaji) dan orangtua ataupun seseorang yang
mempunyai tanggungan terhadapnya yang digunakan untuk keperluan
makanan ataupun bukan makanan.
Biaya konsumsi pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh taruna
untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Pola konsumsi pangan adalah gambaran mengenai kebiasaan makan taruna yang
akan menentukan tingkat kecukupan gizinya melalui konsumsi pangan.
Kebiasaan makan adalah perilaku makan taruna yang akan mempengaruhi
konsumsi pangannya, baik dalam jumlah dan jenisnya.
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi taruna yang
akan menentukan tingkat kecukupan gizi taruna.
Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan
AKG yang dinyatakan dalam persen (%).
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Akademi Imigrasi yang berlokasi di jalan raya Gandul, Cinere, Depok
berdiri pada tanggal 21 Desember 1962 berdasarkan pengukuhan dari Keputusan
Menteri Kehakiman RI Nomor J.P.17/59/11 tahun 1962 tentang pembentukan
Akademi Imigrasi dimana pembentukannya merupakan konsekwensi logis akan
kebutuhan Aparatur keimigrasian yang terampil dan professional yang bertugas
sebagai penegak hukum yang kemudian dikembangkan dalam trifungsi Imigrasi
(Public service, Security & Law enforcement, National Economic Fasilitator).
Akademi Imigrasi berada dibawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Tugas pokok dari Akademi Imigrasi adalah melaksanakan pendidikan pada jalur
pendidikan professional program diploma III yang ditujukan pada keahlian khusus
dibidang keimigrasian. Pada Sub Bagian Akademik dan Ketarunaan mengacu
pada sistem Pengajaran, Pelatihan dan Pengasuhan (JARLATSUH).
Akademi Imigrasi berada dibawah pengawasan Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI. Para taruna merupakan orang-orang terpilih yang
diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria khusus untuk mengikuti pendidikan
kedinasan di Akademi Imigrasi.
Pendidikan taruna Akademi Imigrasi dijalani selama 3 tahun dengan
perincian masa basis taruna selama 5 bulan, tingkat I selama 7 bulan, tingkat II
selama 1 tahun dan tingkat III selama 1 tahun. Selama masa pendidikan, taruna
juga memiliki beberapa kegiatan selain kegiatan akademik, yaitu marching bands
(CORPS BHUMI PURA WIRA WIBHAWA), pasukan khusus taruna,
immigration academy big band, scuba diving, menembak, paduan suara, klub tari,
klub olahraga, English club, band taruna AIM, dan pengajian rutin.
Fasilitas penunjang yang terdapat di Akademi Imigrasi yaitu : Ruang
Kelas, Ruang kantor dan sekretariat, ruang serba guna, asrama taruna,
labolatorium bahasa, labolatorium computer, ruang simulasi praktek keimigrasian,
tempat untuk kegiatan lapangan, rumah dinas untuk Direktur Akademi, dan rumah
dinas untuk Kasubbag ADAK.
Karakteristik Keluarga dan Individu Taruna
Pendidikan orangtua
Pendidikan seseorang dapat menentukan pekerjaan yang akan dilakukan
oleh seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara berpikir, cara
pandang dan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan 2003). Tingkat
pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola pengasuhan dan cara
berfikir bagi anak-anaknya. Data tingkat pendidikan orang tua disajikan pada
Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar ayah dari taruna memiliki tingkat
pendidikan sarjana, yaitu sebesar 63.5%. Sedangkan untuk ibu taruna sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan SLTA/SMA atau kurang dari SMA (46.0%)
dan sarjana (36.5%).
9
Tabel4Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan orangtua
Pendidikan Pendidikan ayah Pendidikan ibu
n % n %
≤SMA 16 25.4 29 46.0
Diploma 7 11.1 11 17.5
Sarjana 40 63.5 23 36.5
Jumlah 63 100 63 100
Pekerjaan orangtua
Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi
pola konsumsi individu (Suhardjo 1989). Data mengenai pekerjaan orangtuayang
disajikan pada Tabel4 menunjukan bahwa sebagian besar pekerjaan ayah dari
taruna sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan (63.3%) dan sebagai
wiraswasta/pegawai swasta (28.3%). Sedangkan sebagian besar ibu dari taruna
adalah tidak bekerja atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebesar
(60.3%) dan sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan (27.0%). Kegiatan ibu dari
taruna sebagai ibu rumah tangga dapat dilihat juga dari pendidikan ibu yang
sebagian besar merupakan lulusan kurang dari SMA maupun sederajat. Selain itu,
sebanyak tiga orang dari taruna sudah tidak memiliki ayah (Almarhum) sehingga
jika dijumlahkan ayah dari taruna yang memiliki pekerjaan hanya 60
orang.Menurut Suhardjo (1989), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk
mempersiapkan makanan dan mengurusi keluarganya. Namun, pendapatan
keluarga akan semakin meningkat jika istri memiliki pendapatan dari pekerjaan
yang dilakukan.
Tabel5Sebaran karakteristikkeluarga menurut pekerjaan orangtua
Pekerjaan Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu
n % n %
Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga 0 0 38 60.3
PNS/TNI/ABRI/Pensiunan 38 63.3 17 27.0
Wiraswasta/Pegawai swasta 17 28.3 6 9.5
Lainnya 5 8.3 2 3.2
Jumlah 60 100 63 100
Pendapatan orangtua
Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh
pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan
kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi
(Suhardjo 1989). Pendapatan orang tua pada penelitian terbagi kepada pendapatan
ayah dan pendapatan ibu. Pendapatan orang tua akan mempengaruhi uang saku
yang akan diterima oleh para taruna untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Menurut Mardiyanti (2008), semakin besar pendapatan keluarga maka semakin
besar uang saku yang diterima oleh anaknya.Pada penelitian ini pendapatan ayah
sebagian besar berada pada rentang Rp 3000000- Rp5000000 per bulan (36.5%),
10
sedangkan untuk pendapatan ibu sebagian besar berada pada rentang kurang dari
Rp 1500000per bulan (58.7%). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar ibu dari
taruna bekerja sebagai ibu rumah tangga atau tidak memiliki pekerjaan sehingga
berpenghasilan kurang dari Rp 1500000 atau tidak berpenghasilan sama
sekali.Sama halnya dengan pekerjaan ayah, pendapatan ayah juga hanya berasal
dari 60 orang ayah karena tiga orang ayah dari taruna sudah berstatus almarhum
sehingga sudah tidak memiliki penghasilan.
Tabel 6 Sebaran karakteristik keluarga menurut tingkat pendapatan
Pendapatan orang tua (Rupiah/bulan) Pendapatan ayah Pendapatan ibu Total
n % n % n %
<1500000 1 1.7 37 58.7 3 4.8
1500000-3000000 20 33.3 12 19.0 14 22.2
3000000-5000000 23 38.3 8 12.7 15 23.8
>5000000 16 26.7 6 9.5 31 49.2
Jumlah 60 100 63 100 63 100
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pendapatan ayah minimum sebesar Rp
900 000 dan pendapatan maksimum Rp 15000000 dengan rata-rata pendapatan
ayah sebesar Rp4800000 ± 3331666. Sedangkan untuk pendapatan ibu, minimal
adalah sebesar Rp 0 dan maksimum adalah sebesar Rp 12000000 dengan rata-rata
pendapatan sebesar Rp 1885714 ± 2807585. Jika dijumlahkan antara pendapatan
ayah dan pendapatan ibu, pendapatan total orangtua tua taruna minimal adalah
sebesar Rp 900 000 dan pendapatan maksimal total orangtua taruna adalah sebesar
Rp 27000000 dengan rata-rata sebesar Rp 6685714±6139251
Tabel7Statistik deskriptif pendapatan orangtua
Anggota keluarga Minimal Maksimal Rata-rata Standar deviasi
Ayah 900 000 15000000 4800000 3331666
Ibu 0 12000000 1885714 2807585
Total 900 000 27000000 6685714 6139251
Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) kota Depok,
yaitu sebesar Rp 2042000, sebagian besar total pendapatan orang tua sudah berada
diatas UMR yaitu dengan persentase sebesar 90.5%. Namun ada beberapa
orangtua yang pendapatannya masih dibawah UMR yaitu sebesar 9.5%.
Usia
Konsumsi makanan pada individu biasanya terkait dengan usia yang
menentukan jumlah energi dan zat gizi yang diperlukan oleh individu untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Semakin bertambahnya usia, maka
akan semakin bertambah pula kebutuhan energinya dan mencapai puncaknya pada
masa dewasa, namun akan mengalami penurunan kembali pada masa usia lanjut
(Almatsier 2006). Sebaran usia taruna dapat dilihat pada Tabel7yang menunjukan
bahwa sebagian besar taruna berada pada kelompokusia 21 sampai 22 tahun, yaitu
sebesar 52,4%. Selain itu, terdapat taruna yang berada dibawah usia 21 tahun
sebesar 11.1% dan diatas 22 tahun sebesar 17.4%.
11
Tabel 8Sebaran taruna menurut usia
Usia Taruna (tahun) n %
<21 7 11.1
21-22 45 71.4
>22 11 17.4
Jumlah 63 100
Secara deskriptif taruna di Akademi Imigrasi berusia minimum 20 tahun
dan maksimum 24 tahun dengan rata-rata usia 21.5 ± 1.05 tahun. Usia maksimal
taruna yang berada pada usia 24 tahun dikarenakan ketika taruna masuk pada awal
pendaftaran terdapat persyaratan bahwa usia maksimal taruna untuk mendaftar
sebagai calon taruna Akademi Imigrasi adalah 22 tahun.
Tabel 9Statistik deskriptif taruna menurut usia
Usia taruna Tahun
Minimal 20.0
Maksimal 24.0
Rata-rata 21.5
Standar deviasi 1.1
Jenis kelamin
Suhardjo (1989) menjelaskan bahwa tubuh yang besar akan memerlukan
energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil, dan untuk
melakukan aktivitas yang sama seorang wanita akan membutuhkan energi yang
lebih kecil pula dibandingkan dengan laki-laki. Jenis kelamin taruna disajikan
pada Tabel 12. Pada Tabel9 dapat dilihat bahwa sebagian besar taruna berjenis
kelamin laki-laki (90.5%) dibandingkan taruna yang berjenis kelamin perempuan
(9.5%). Hal tersebut dikarenakan adanya standarisasi jumlah taruna yang telah
ditentukan oleh pihak keimigrasian dengan formasi jumlah taruna laki-laki dan
perempuan sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan.
Tabel 10Sebaran taruna menurut jenis kelamin
Jenis kelamin taruna n %
Laki-laki 57 90.5
Perempuan 6 9.5
Jumlah 63 100
Pendapatan taruna
Pendapatan taruna merupakan banyaknya uang yang diterima oleh taruna
setiap bulan yang berasal dari pemerintah sebagai gaji orangtua maupun seseorang
yang memiliki tanggungan terhadapnya untuk keperluan makanan ataupun bukan
makanan. Seseorang yang telah diberikan kepercayaan untuk mengelola
penghasilannya sendiri cenderung lebih bebas untuk menentukan pengalokasian
12
dari penghasilannya tersebut. Pada penelitian ini, pendapatan yang diterima oleh
taruna tidak hanya berasal dari orang tua, tetapi juga berasal dari institusi atau
pemerintah yang diberikan setiap bulan.
Tabel 11Sebaran taruna berdasarkan pendapatan
Pendapatan Taruna (Rupiah/bulan) n %
1800000 45 71.4
>1800000 18 28.6
Jumlah 63 100
Pada Tabel 10 dapat dilihat sebagian besar taruna memiliki
pendapatanyang diterima dalam bentuk uang tunai adalah sebesar Rp1800000 per
bulan (71.4%) sedangkan taruna yang memiliki pendapatan diatas Rp 1800000
adalah sebesar 28.6%. Pada Tabel 11, disebutkan tiga sumber pendapatan taruna
setiap bulannya, yaitu pendapatan dari pemerintah (gaji), dari orangtua, dan uang
makan selama mereka tinggal di asrama, namun uang makan taruna tersebut
langsung diberikan dalam bentuk makanan. Pendapatan yang didapatkan dari
pemerintah berjumlah sama untuk setiap taruna pada setiap bulannya, yaitu
sebesar Rp.1800000. Sedangkan uang saku yang berasal dari orang tua minimal
sebesar Rp50 000 per bulan dan maksimal sebesar Rp 2600 000 per bulan dengan
rata-rata Rp139683 ± 401726. Uang makan untuk taruna perharinya adalah
sebesar Rp 29 700 sehingga dalam sebulan total uang makan taruna yang
diberikan dalam bentuk makanan adalah sebesar Rp 891 000.
Tabel 12Deskriptif statistik pendapatan taruna
Alokasi biaya makan taruna
(Rupiah/bulan) Gaji Orangtua Uang makan
Minimal 1800000 50000 891 000
Maksimal 1800000 2600000 891 000
Rata-rata 1800000 139683 891 000
Standar deviasi 0 401726 0
Biaya Konsumsi Pangan
Salah satu faktor utama yang menentukan konsumsi pangan adalah
pengeluaran pangan. Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan
jenis makanan cenderung untuk membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak
selalu membaik (Harper, Deaton, dan Driskel 1986). Menurut Berg (1986)
menyatakan bahwa seseorang yang mengeluarkan biayanya lebih besar untuk
makanan mungkin akan makan lebih banyak juga, tetapi kualitas makanan yang
dimakan tersebut belum tentu baik dan sesuai.Pengeluaran pangan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sejumlah uang yang digunakan atau
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan makanan.Makanan yang dikonsumsi oleh
para taruna di Akademi Imigrasi sehari-harinya adalah berasal dari asrama yang
telah disediakan dengan anggaran biaya yang telah ditetapkan oleh institusi yaitu
pihak Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tetapi, selain makanan dari
asrama, taruna juga dapat membeli makanan dari kantin lainnya dengan
mengeluarkan biayanya sendiri. Pada Tabel 12 dapat dilihat biaya konsumsi
13
pangan taruna yang sudah ditetapkan oleh institusi dan yang dikeluarkan secara
pribadi oleh taruna pada hari pendidikan maupun pada hari libur.
Tabel 13Deskriptif statistik biaya konsumsi pangan taruna (rupiah/hari)
Biaya konsumsi pangan taruna Hari pendidikan Hari libur
Asrama Pribadi Asrama Pribadi
Minimal 29700 1500 29700 1000
Maksimal 29700 75000 29700 135000
Rata-rata 29700 18560 29700 49008
Standar deviasi 0 17654 0 22484
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa biaya konsumsi pangan yang
telah ditetapkan oleh pihak institusi pada hari pendidikan maupun pada hari libur
adalah sebesar Rp 29700 perharinya dengan pembagian waktu makan yaitu makan
pagi, makan siang, makan malam, serta extra fooding yang diberikan pada pagi
hari. Pada hari pendidikan, biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh taruna
secara pribadi rata-rata adalah sebesar Rp18560 ± 17654 dengan biaya minimal
Rp 1 500 dan biaya maksimal Rp 75000. Sedangkan pada hari libur, biaya yang
dikeluarkan oleh taruna secara pribadi rata-rata sebesar Rp 49008 ± 22484
perharinya dengan biaya minimal sebesar Rp 1000 dan biaya maksimal sebesar
Rp 135000. Biaya yang dikeluarkan oleh taruna pada hari libur lebih besar
dibandingkan dengan hari pendidikan dikarenakan pada hari libur taruna diberikan
kesempatan untuk berada di luar asrama pendidikan atau biasa disebut dengan
IBL (Izin Bermalam Di luar) sehingga para taruna memiliki kebebasan yang lebih
besar dibandingkan pada hari libur untuk membeli makanan di luar asrama.
Besarnya biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh para taruna dapat
dikarenakan sifat konsumtif dari taruna ketika mereka mendapatkan kesempatan
untuk mengonsumsi makanan diluar dari makanan yang telah disediakan.
Kebiasaan Makan
Frekuensi makan
Derajat kesehatan dan kebugaran seseorangdipengaruhi oleh 3 faktor
utama, yaitu makanan, istirahat, dan olahraga. Penataan makanan yang baik
merupakan bagian dari gaya dan perilaku hidup sehat untuk memperoleh derajat
sehat dan bugar, yang perlu dikondisikan pada semua lapisan masyarakat. Criteria
pola makan yang sehat adalah cukup kuantitas, proporsional, dan cukup kualitas
(Irianto 2007). Frekuensi makan dan komposisi makanan yang dikonsumsi oleh
taruna dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil yang didapatkan, sebagian
besar taruna memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali pada hari pendidikan,
yaitu sebesar 93.7%. Pada setiap waktu makannya, sebagian besar taruna
mengonsumsi menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur
dan buah, yaitu pada waktu makan siang sebesar 87.3% dan pada waktu makan
malam sebesar 65.1%.Sedangkan frekuensi makan taruna pada hari libur sebagian
besar dilakukan >3 kali dalam sehari, yaitu sebesar 41.3%. Menu makan siang
yang dikonsumsi oleh taruna adalah menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk
14
hewani, lauk nabati, sayur dan buah sebesar 55.6%. sedangkan menu untuk makan
malam taruna pada hari libur sebagian besar adalah tidak lengkap, yaitu sebesar
57.1%. Pada hari libur, terlihat terjadi penurunan persentase taruna yang
mengonsumsi makanan dengan menu lengkap pada makan siang dan makan
malam. Hal tersebut dikarenakan pada hari pendidikan, jenis makanan yang telah
disediakan oleh asrama (catering) sudah lengkap. Sedangkan pada hari lbur,
taruna cenderung membeli makanan di luar sehingga makanan yang mereka
konsumsi belum tentu selengkap dengan makanan yang disediakan di asrama. Jika
dilihat dari menu yang dikonsumsi sebagian besar taruna, makanan yang
dikonsumsi oleh taruna sudah dapat dikatakan beragam .
Tabel 14Kebiasaan makan taruna
Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari Libur
n % n %
Frekuensi makan besar
1 kali 1 1.6 1 1.6
2 kali 0 0.0 11 17.5
3 kali 59 93.7 25 39.7
>3 kali 3 4.8 26 41.3
Menu siang Tidak lengkap 8 12.7 28 44.4
Lengkap 55 87.3 35 55.6
Menu Malam Tidak lengkap 22 34.9 36 57.1
Lengkap 41 65.1 27 42.9 Keterangan :
Tidak lengkap: Nasi, lauk hewani/lauk nabati, sayur; Lengkap: Nasi, lauk hewani, lauk
nabati, sayur, dan buah
Kebiasaan sarapan
Sarapan (makan pagi) adalah suatu kegiatan yang penting sebelum
melakukan aktivitas fisik pada pagi hari (Khomsan 2005). Khomsan (2005)
menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25.0% dari
kebutuhan total energi harian. Kebiasaan sarapan taruna yang dibahas dalam
penelitian ini adalah rutinitas sarapan taruna dan menu yang biasa dikonsumsi
oleh taruna pada saat sarapan. Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar taruna selalu
melakukan sarapan pada hari pendidikan, yaitu sebesar 77.8% sedangkan pada
hari libur taruna tidak selalu sarapan yaitu sebesar 65.1%. Hal tersebut
dikarenakan selama taruna berada didalam asrama, sarapan selalu disediakan oleh
pihak asrama maupun institusi dan disajikan sekitar jam 06.30 pagi. Menu sarapan
yang biasa dikonsumsi oleh taruna pada hari pendidikan maupun pada hari libur
terdiri dari nasi dan lauk, yaitu masing-masing sebesar 92.1% dan 60.3% (Tabel
14).
15
Tabel 15Kebiasaan sarapan
Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari libur
n % n %
Sarapan Pagi Tidak selalu sarapan 14 22.2 41 65.1
Selalu sarapan 49 77.8 22 34.9
Menu sarapan
Mie 0 0.0 3 4.8 Roti 4 6.3 16 25.4 Nasi+lauk 58 92.1 38 60.3 Lainnya 1 1.6 6 9.5
Kebiasaan minum
Status hidrasi harus dipertahankan oleh setiap individu, yaitu dengan
mengonsumsi air sebanyak 2500 ml perharinya. Jumlah tersebut setara dengan
cairan yang dikeluarkan tubuh baik yang berupa keringat, uap air maupun cairan
yang dikeluarkan bersama tinja (Irianto 2007). Berdasarkan Tabel 15, pada hari
pendidikan, sebagian besar taruna minum air putih sebanyak lebih dari 8 gelas
perharinya, yaitu sebesar 49.2%, begitu pula pada hari libur, sebagian besar taruna
mengonsumsi air putih lebih dari 8 gelas perhari, yaitu sebesar 52.4%. Selain air
putih, taruna juga biasa mengonsumsi minuman olahraga (sport drink) walaupun
hanya sebagian kecil taruna yang mengonsumsi minuman olahraga tersebut, yaitu
hanya sebesar 25.4% pada hari pendidikan dan 27.0% pada hari libur. Alasan
taruna dalam mengonsumsi minuman olahraga (sportdrink) adalah dapat
menghilangkan haus, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat mengganti
cairan tubuh yang hilang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nauli (2006),
bahwa penilaian persepsi atlet terhadap minuman isotonic adalah dengan melihat
manfaat kesehatannya.
Tabel16Kebiasaan minum
Variabel Klasifikasi Hari Pendidikan Hari libur
n % n %
Air putih
<5 gelas 3 4.8 4 6.3
5-6 gelas 15 23.8 14 22.2
7 gelas 14 22.2 12 19.0
≥8 gelas 31 49.2 33 52.4
Minuman kebugaran Tidak 47 74.6 46 73.0
Iya 16 25.4 17 27.0
Kebiasaan jajan
Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan
yang dikonsumsi diantara waktu makan utama dan umumnya sudah merupakan
bagian yang tidak ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada
kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi et al.1988). Berdasarkan Tabel16,
selama hari pendidikan sebagian besar taruna tidak mengonsumsi makanan
selingan pada pagi, sore dan malam hari. Hal tersebut dikarenakan kegiatan taruna
yang kurang memungkinkan untuk mengonsumsi makanan diantara waktu makan
16
pagi dan makan siang, pada sore hari dan setelah makan malam. Begitu pun pada
hari libur, sebagian besar taruna tidak mengonsumsi makanan diantara makan pagi
dan makan siang serta pada sore hari, sedangkan untuk makanan kecil (snack)
setelah makan malam, sebagian besar taruna mengonsumsinya. Hal tersebut
dikarenakan pada hari libur, sebagian besar taruna memanfaatkan sebagian
waktunya untuk beristirahat (tidur) hingga siang hari, sehingga waktu untuk tidur
malam taruna menjadi lebih larut malam bahkan sampai dini hari.
Selain makanan selingan, sebagian besar taruna juga mengonsumsi
makanan fast food (makanan cepat saji) baik pada hari pendidikan maupun pada
hari libur dengan frekuensi kadang-kadang sebesar 42.9% pada hari pendidikan
dan 71.4% pada hari libur. Sesuai dengan namanya, fast food merupakan jenis
makanan cepat saji sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dan dapat
disajikan kapan dan dimana saja. Namun, komposisi dari makanan fast food
kurang memenuhi standar makanan yang sehat dan berimbang, yaitu kandungan
dari lemak jenuh yang berlebihan karena unsure hewani yang lebih banyak
dibandingkan dengan unsure nabati, kurang serat, kurang vitamin dan terlalu
banyak sodium (Irianto 2007).
Tabel 17Kebiasaan jajan
Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari libur
n % n %
Selingan Tidak 46 73.0 40 63.5
Iya 17 27.0 23 36.5
Selingan sore Tidak 54 85.7 48 76.2
Iya 9 14.3 15 23.8
Selingan malam Tidak 56 88.9 11 17.5
Iya 7 11.1 52 82.5
Makanan cepat saji
Tidak pernah 15 23.8 3 4.8
Jarang 21 33.3 15 23.8
Kadang-kadang 27 42.9 45 71.4
Selalu 0 0.0 0 0.0
Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan atau status
gizi masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat
dilakukan dengan cara survey dan akan menghasilkan data yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan
maupun cara memperoleh pangan. Metode yang dapat dilakukan adalah food
frequency questionnaire dan dietary history (Riyadi dalam baliwati 2003).
FFQ (Food Frequency questionnaire) adalah metode yang digunakan
untuk menilai asupan makanan individu dalam jangka panjang. FFQ digunakan
untuk mengestimasi frekuensi makan individu dalam skala waktu satu tahun, satu
bulan, satu minggu, maupun satu hari. Lembar FFQ berisi daftar makanan secara
spesifik untuk melihat makanan apa saja yang dikonsumsi dan seberapa banyak
makanan yang dikonsumsi dalam satu waktu tertentu (Spark 2007). Metode recall
24 jam adalah metode wawancara, dimana pewawancara menanyakan apa yang
17
telah dikonsumsi oleh responden. Pada metode ini, biasanya diperoleh
menggunakan recall tiga hari berturut-turut atau minimal dua kali 24 jam dengan
menanyakan semua makanan yang telah dikonsumsi oleh responden selama tiga
atau dua kli 24 jam yang lalu (Sediaoetama 1991).
Konsumsi bahan pangan sumber karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah.
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan,
penghemat protein, pengaturan metabolisme lemak, dan membantu pegeluaran
feses (Almatsier 2004). Berdasarkan hasil wawancara dengan FFQ kepada taruna,
dapat diketahui sebagaian besar taruna mengonsumsi nasi sebagai makanan
pokoknya atau pangan sumber karbohidratnya, yaitu dengan rata-rata sebesar 20
kali perminggu. Bahan pangan pokok atau bahan pangan sumber karbohidrat
lainnya yang dikonsumsi oleh taruna adalah lontong, mie instan, bihun, jagung
dan umbi-umbian. Namun rata-rata konsumsi bahan pangan tersebut jauh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan frekuensi taruna mengonsumsi nasi. Hal tersebut
dikarenakan jenis pangan pokok yang disediakan oleh asrama (catering) adalah
nasi. Bahan pangan pokok lainnya yang juga dikonsumsi oleh taruna selain yang
telah disebutkan adalah roti yang dikonsumsi oleh taruna rata-rata sebanyak 4.2
kali perminggu.
Tabel 18Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu
No Jenis Pangan Minimal Maksimal Rata-rata ± SD
1. Pangan pokok
1. Nasi
2. Lontong
3. Mie instan
4. Bihun
5. Jagung dan olahannya
6. Singkong, ubi, kentang
7. Roti
7
0
0
0
0
0
0
21
14
14
3
14
14
21
20 ± 3.6
1.4 ± 3.0
1.8 ± 2.2
0.6 ± 0.9
0.8 ± 2.5
1 ± 2.2
4.2 ± 8.0
2. Pangan nabati
1. Tempe
2. Tahu
3. Kacang hijau
4. Kacang tanah
5. Kedelai
6. Kacang merah
0
0
0
0
0
0
21
21
7
14
4
7
5.5 ± 6.5
6.4 ± 5.0
1.2 ± 1.6
1.3 ± 3.1
0.5 ± 0.9
0.7 ± 1.5
3. Pangan hewani
1. Daging sapi
2. Daging kambing
3. Ayam
4. Telur ayam
5. Telur bebek (telur asin)
0
0
0
0
0
7
3
21
14
4
2.7 ± 2.8
1 ± 1.2
6.7 ± 5.5
6 ± 4.1
0.4 ± 0.7
18
Tabel 19 Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu (lanjutan)
No Jenis Pangan Minimal Maksimal Rata-rata ± SD 3. Pangan nabati
6. Telur puyuh
7. Hati
8. Sosis
9. Ikan
10. Udang
11. Sarden
0
0
0
0
0
0
7
7
7
14
14
7
0.3 ± 1.0
1.3 ± 1.7
1.2 ± 1.7
2.5 ± 2.8
0.8 ± 2.6
0.7 ± 2.8
4. Sayur-sayuran
1. Bayam
2. Kangkung
3. Sawi
4. Wortel
5. Buncis
6. Tauge
7. Jamur
8. Daun singkong
9. Kacang panjang
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
7
7
14
7
14
7
7
7
3.1 ± 2.6
1.9 ± 2.5
2.4 ± 3.5
2.7 ± 3.1
1.9 ± 2.5
2.3 ± 3.1
0.5 ± 1.0
1.2 ± 1.7
1.7 ± 2.4
5. Buah-buahan
1. Pisang
2. Pepaya
3. Mangga
4. Melon
5. Apel
6. Jeruk
7. Semangka
8. Jambu
9. Alpukat
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
14
7
7
14
7
7
7
7
4.8 ± 5.2
4.4 ± 4.4
1.9 ± 3.2
3.1 ± 3.7
1.8 ± 3.1
1.6 ± 2.1
3.9 ± 2.8
1.8 ± 2.6
1.4 ± 1.9
6. Susu dan olahannya
1. Susu segar
2. Susu kental manis
3. Yoghurt
4. Keju
5. Es krim
0
0
0
0
0
14
7
14
7
7
4.7 ± 4.3
2.3 ± 2.7
1.2 ± 2.5
1.5 ± 2.2
1.0 ± 1.7
7. Makanan jajanan
1. Bakso
2. Biskuit, wafer, cookies
3. Kelepon
4. Siomay
0
0
0
0
5
14
3
7
1.6 ± 2.1
2.8 ± 3.6
0.2 ± 0.5
1.8 ± 2.2 Keterangan : SD : Standar Deviasi
Konsumsi bahan pangan sumber protein hewani
Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar didalam tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi sebagai bagian
kunci semua pembentukan jaringan tubuh, yaitu dengan mensintesisnya dari
makanan. Protein dapat bersumber dari protein hewani maupun protein nabati.
19
Protein hewani tergolong protein berkualitas tinggi dan sumber protein yang baik
dalam jumlah maupun mutunya (Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010). Pangan
hewani yang biasa dikonsumsi oleh taruna sebagian besar adalah ayam, yaitu
sebanyak 6 sampai 7 kali perminggu (Tabel17). Konsumsi pangan hewani yang
berasal dari ayam lebih tinggi dibandingkan dengan pangan hewani lainnya
berkaitan dengan menu yang disediakan lebih banyak berbahan dasar ayam.
Selain ayam, konsumsi pangan hewani yang cukup sering dikonsumsi oleh taruna
adalah telur ayam dengan rata-rata konsumsi sebanyak 6 kali perminggu. Sama
halnya dengan ayam, tingginya konsumsi telur ayam oleh taruna berkaitan dengan
menu yang disediakan. Menu yang disediakan oleh asrama dari catering hampir
setiap hari selalu menggunakan bahan dasar ayam dan telur ayam. Bahan pangan
hewani lainnya yang juga dikonsumsi oleh taruna adalah daging sapi, daging
kambing, teur bebek (telur asin), telur puyuh, hati, sosis, ikan, udang dan sarden.
Namun bahan pangan hewani tersebut lebih sedikit dikonsumsi oleh taruna
dibandingkan dengan ayam dan telur ayam.
Selain bahan pangan hewani yang telah disebutkan, susu dan olahannya
juga termasuk kedalam protein hewani, seperti keju, yoghurt dan eskrim. Susu dan
olahannya dianggap mengandung komplet protein yang efisien bagi tubuh (Gizi
dan Kesehatan Masyarakat 2010). Berdasarkan Tabel17, susu segar merupakan
pagan hasil olahan susu yang paling sering dikonsumsi oleh taruna dibadingkan
dengan susu kental manis, yoghurt, keju maupun eskrim, yaitu sebesar 4 sampai 5
kali perminggu.
Konsumsi bahan pangan sumber protein nabati
Protein selain bersumber dari protein hewani, dapat juga bersumber dari
protein nabati. Kualitas dari protein nabati lebih rendah dibandingkan dengan
protein nabati. Protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung
atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial.
Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan
lainnya merupakan protein tidak komplit (Almatsier 2004). Sumber protein nabati
yang paling sering dikonsumsi oleh taruna adalah tahu dengan rata-rata sebanyak
6 kali perminggu. Selain dari tahu, sumber pangan nabati yang sering dikonsumsi
selanjutnya adalah tempe dengan rata-rata frekuensi konsumsi sebanyak 5 sampai
6 kali perminggu (Tabel 17). Sumber pangan nabati lainnya yang juga dikonsumsi
oleh taruna adalah kacang-kacangan, seperti kacang hijau, kedelai dan kacang
merah, namun jumlah yang dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan tempe
dan tahu.
Konsumsi buah dan sayur
Menurut Rigaud et al (1998), buah dan sayur merupakan suatu kelompok
pangan yang mengandung berbagai zat gizi , seperti vitamin, mineral, serat, serta
senyawa fitokimia yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh
dan salah satu sumber serat terbesar dibandingkan dengan pangan lainnya. Serat
dapat berfungsi meningkatkan motitilitas, pengosongan lambung dan usus serta
mengurangi absorbs. Selain itu serat juga berfungsi dalam mengurangi rasa lapar
dan meningkatkan rasa kenyang (Pasman et al 1997).
20
Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat sayuran yang paling sering
dikonsumsi oleh taruna adalah bayam dengan frekuensi rata-rata sebesar 3 kali
perminggu. selain bayam, urutan sayuran yang sering dikonsumsi oeh taruna
adalah wortel, sawi, dan tauge. Sedangkan frekuensi rata-rata konsumsi daun
singkong, kacang panjang dan jamur lebih sedikit lagi dibandingkan sayuran-
sayuran yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan untuk buah-buahan yang
paling sering dikonsumsi oleh taruna adalah pisang dengan frekeunsi rata-ratanya
sebesar 5.2 kali perminggu. Buah-buahan yang sering di konsumsi oleh taruna
selanjutnya adalah papaya, semangka dan melon dengan masing-masing frekuensi
rata-rata sebesar 4 sampai 5 kali, 3 sampai 4 kali dan 3 kali perminggu. Tingginya
frekuensi kosumsi dari beberapa buah-buahan tersebut berkaitan dengan
ketersediaan buah yang telah disediakan oleh pihak asrama (catering) hanya
mencakup buah-buahan tersebut.
Konsumsi dan tingkat kecukupan gizi
Konsumsi pangan adalah jumah pangan yang dimakan oleh seseorang atau
kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan dari mengonsumsi pangan adalah
untuk mendapatkan sejumah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam
metabolismenya. Konsumsi makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung
pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan dan distribusi dalam
keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula
dengan pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan pendidikan masyarakat yang
bersangkutan (Almatsier 2006).
Kecukupan gizi yang dianjurkan (recommended dietary allowances
disingkat RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan
pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua
orang sehat (Almatsier 2006). Kecukupan gizi dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, aktifitas, berat dan tinggi badan, genetika, serta keadaan hamil, dan
menyusui. Tingkat kecukupan zat gizi didapat dari konsumsi pangan dalam
bentuk zat gizi dibagi angka kecukupan gizi (Sediaoetama 1991).Konsumsi taruna
selama pendidikan terbagi menjadi dua sumber, yaitu makanan yang berasal dari
asrama atau yang disediakan oleh institusi dan makanan yang berasal dari luar
asrama. Makanan yang disediakan oleh institusi sangat erat hubungannya dengan
keadaan gizi taruna. Konsumsi energi dan zat gizi taruna melalui penyelenggaraan
makanan di asrama dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi mereka selama
menjalani masa pendidikan (Setyowati 2008). Makanan yang disediakan oleh
institusi sangat erat hubungannya dengan keadaan gizi atau status gizi taruna
(Kusnan 2006). Konsumsi pangan yang dapat dilihat dari asupan dan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi taruna dapat dilihat pada Tabel18.
21
Tabel 20 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi per hari
Komponen gizi Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan
Diasrama Dari luar asrama Total
Energi
Konsumsi(kkal)
TK (%)
1005
39.6
1412
54.6
2417
94.2
Protein
Konsumsi (g)
TK (%)
24.7
39.4
37.9
57.5
62.6
96.9
Lemak
Konsumsi (g)
TK(%)
25.5
19.0
36.9
22.2
62.4
41.2
Karbohidrat
Konsumsi (g)
TK (%)
165.8
28.4
244.9
39.2
410.7
67.6
Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
konsumsi energi dengan pengeluaran energi, maka hal ini akan berakibat pada
gangguan gizi (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Berdasarkan hasil
WidyakaryaNasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004, bahwa seseorang
yang memiliki aktifitas fisik lebih tinggi akan memiliki kecukupan energi yang
lebih besar dibandingkan orang yang memiliki aktifitas fisik lebih rendah. Rata-
rata angka kecukupan gizi taruna yang telah diukur sesuai dengan berat badan dan
aktifitas fisik masing-masing taruna adalah sebesar 2627 kkal. Total asupan energi
taruna dalam sehari adalah sebesar 2417 kkal yang terbagi kedalam dua sumber
makanan, yaitu energi dari makanan asrama dan energi dari makanan luar asrama.
Rata-rata konsumsi energi taruna dari asrama (catering) lebih rendah
dibandingkan dengan konsumsi taruna dari luar asrama. Hal ini dapat terlihat pada
Tabel18. Konsumsi taruna yang berasal dari makanan diluar asrama lebih besar
dibandingkan makanan yang berasal dari asrama (catering)dikarenakan menurut
taruna makanan yang berasal dari luar catering lebih bervariasi. Taruna mengaku
merasa bosan dengan makanan yang telah disediakan oleh pihak asrama atau
institusi. Walaupun tingkat asupan energi dari asrama masih kurang, namun
menurut penelitian Pangesti (2013), tingkat ketersediaan energi dari makanan
asrama telah mencapai 2786 kkal perharinya dan jika dibandingkan dengan biaya
yang sudah dianggarkan, makanan dari asrama tersebut sudah sangat mencukupi
dan memenuhi kebutuhan taruna. Hanya sajaenergi yang didapatkan taruna lebih
banyak dari makanan luar asrama, namun dalam sehari rata-rata tingkat
kecukupan energi yang dipenuhi oleh taruna adalah tergolong cukup, yaitu sebesar
94%.
Tingkat kecukupan energi taruna didapatkan dari hasil perhitungan
konsumsi pangan yang dikonversi menjadi kkal lalu dibagi dengan angka
kecukupan energi taruna berdasarkan berat badan dan aktifitas fisik yang
dilakukan oleh taruna. Tingkat kecukupan energi dikatakan defisit berat apabila
hanya memenuhi <70%AKE, defisit sedang apabila hanya memenuhi 70-79%
22
AKE, defisit ringan apabila hanya memenuhi 80-89% AKE, normal apabila
memenuhi 90-119% AKE, dan lebih apabila memenuhi ≥120% AKE (Depkes
1996).Walaupun rata-rata tingkat kecukupan energi taruna adalah normal, namun
tingkat kecukupan energi taruna sebagian besar tergolong kedalam defisit berat,
yaitu sebesar 30.2%. taruna yang tingkat kecukupan energinya tergolong normal
sebesar 27.0% dan juga terdapat taruna dengan tingkat kecukupan energi yang
tergolong lebih, yaitu sebesar 17.4% (Tabel19).Hal tersebut dikarenakan ada
beberapa taruna yang mengonsumsi makanannya berlebih dan juga ada yang sangt
sedikit sehingga jika dirata-ratakan menjadi normal. Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Fatimah (2008) kepada taruna di asrama politeknik ilmu pelayaran
Semarang juga diketahui rata-rata tingkat kecukupan energi taruna adalah sebesar
74.3% yang tergolong kedalam kategori defisit.
Tabel 21Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi
Tingkat Kecukupan Energi Minimal (%) Maksimal (%) n % Defisit berat (<70%) 33.0 68.7 19 30.2 Defisit sedang (70-79%) 70.9 78.5 8 12.7 Defisit ringan (80-89%) 80.0 88.1 8 12.7 Normal (90-119%) 90.6 111.8 17 27.0 Lebih (≥120%) 132.9 182.5 11 17.4
Total 63 100
Protein
Protein merupakan saah satu jenis zat gizi yang mempunyai fungsi penting
bagi tubuh. Fungsi protein adalah untuk menyediakan asam-asam amino yang
diperlukan oleh tubuh untuk berbagai kebutuhan, yaitu sebagai salah satu
penghasil energi (Sediaoetama 2006).Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
2004 diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia 19-29 tahun adalah
sebesar 60 gram sementara untuk wanita berusia 19-29 tahun adalah sebesar 50
gram. Rata-rata angka kecukupan protein yang telah dikonversi dengan berat
badan masing-masing taruna didapatkan sebesar 66 gram perharinya. Total
konsumsi protein perharinya adalah sebesar 62.6 gram yang terbagi kedalam dua
sumber makanan yang berbeda, yaitu makanan yang berasal dari asrama dan
makanan yang berasal dari luar asrama. Rata-rata tigkat kecukupan protein sehari
taruna telah mencapai 96.9%. Rata-rata konsumsi protein taruna lebih banyak
bersumber dari makanan diluar dari yang telah disediakan oleh asrama atau
institusi, yaitu sebesar 37.9 gram yang dapat memenuhi 54.6% dari angka
kecukupan gizinya. Perbedaan konsumsi protein taruna yang berasal dari makanan
asrama dengan makanan yang berasal dari luar asrama adalah sebesar 13 gram.
Perbedaan konsumsi dari asal makanan tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat
kecukupan protein taruna yang berasal dari dua sumber yang berbeda. Tingkat
kecukupan protein yang berasal dari makanan luar asrama lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kecukupan protein yang berasal dari makanan
asrama (catering).
Tingkat kecukupan protein taruna didapatkan dari hasil perhitungan
jumlah konsumsi pangan taruna yang dikonversi menjadi gram.lalu dibagi dengan
angka kecukupan protein harian taruna berdasarkan usia dan berat badan
taruna.Tingkat kecukupan protein dikatakan defisit berat apabila hanya
23
memenuhi <70%AKP, defisit sedang apabila hanya memenuhi 70-79% AKP,
defisit ringan apabila hanya memenuhi 80-89% AKP, normal apabila memenuhi
90-119% AKP, dan lebih apabila memenuhi ≥120% AKP (Depkes 1996).
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat sebagian taruna mengalami defisit
berat dengan persentase 28.6% dan untuk taruna yang termasuk kedalam kategori
normal adalah sebesar 27.0%. Selain itu juga terdapat taruna yang tingkat
kecukupan proteinnya tergolong lebih, yaitu sebesar 23.8%. Pada penelitian yang
lain juga yang dilakukan oleh Fatimah (2008) kepada taruna di asrama politeknik
ilmu pelayaran Semarang juga diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan
protein taruna adalah sebesar 70.0% yang juga termasuk kedalam kategori defisit.
Tabel 22Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein
Tingkat Kecukupan Protein Minimal (%) Maksimal (%) n %
Defisit berat (<70%) 50.9 69.9 18 28.6
Defisit sedang (70-79%) 72.8 78.1 5 7.9
Defisit ringan (80-89%) 81.1 89.9 8 12.7
Normal (90-119%) 94.1 118.1 17 27.0
Lebih (≥120%) 120.5 186.8 15 23.8
Total 63 100
Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Peningkatan metabolisme lemak
pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama mempunyai efek
“melindungi’ pemakaian gikogen, namun konsumsi lemak yang berlebihan tidak
dianjurkan bagi seseorang (Irianto 2007). Kebutuhan lemak tidak dinyatakan
secara mutlak. Kebutuhan lemak untuk individu normal yang tidak berprofesi
sebagai Taruna dianjurkan untuk mengonsumsi lemak sebanyak 15-30% dari
kebutuhan energi total yang dianggap baik untuk kesehatan (Almatsier 2006),
sedangkan kebutuhan lemak Taruna berkisar antara 20-30% dari total energi yang
dibutuhkan (WNPG 2004).Rata-rata konsumsi lemak taruna dalam sehari adalah
sebesar 62.4 gram, dimana untuk konsumsi lemak juga terbagi kedalam dua
sumber, yaitu makanan yang berasal dari asrama dan dari luar asrama. Konsumsi
lemak taruna yang bersumber dari makanan luar asrama lebih tinggi dibandingkan
yang bersumber dari makanan asrama (catering), yaitu masing-masing sebesar
36.9 gram dan 25.5 gram. Perbedaan konsumsi lemak taruna yang berasal dari dua
sumber yang berbeda adalah sebesar 11 gram. Perbedaan konsumsi lemak pada
taruna dapat berpengaruh juga pada perbedaan tingkat kecukupan lemak taruna
dari dua sumber makanannya. Tingkat kecukupan lemak taruna dalam sehari
sudah mencapai 41.2% dari energi taruna. Hal tersebut dapat diartikan tingkat
kecukupan taruna sudah tergolong lebih dari syarat, yaitu sebesar 20-30% dari
energi sehari. Tingkat kecukupan lemak yang berasal dari makanan luar asrama
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecukupan lemak yang berasal dari
makanan asrama (catering).
Tingkat kecukupan lemak taruna didapatkan dari hasil perhitungan jumlah
konsumsi lemak taruna dalam gram yang dikonversi menjadi satuan kalori lalu
dibagi dengan energi seharidan dikalikan dengan seratus persen.Tingkat
24
kecukupan lemak taruna dikatakan defisit apabila kontribusinya terhadap energi
<20%, normal apabila kontribusinya terhadap energi ≤30%, dan lebih apabila
kontribusinya terhadap energi >30%. Berdasarkan Tabel 21dapat dilihat bahwa
sebagian besar tingkat kecukupan lemak taruna tergolong lebih, yaitu sebesar
42.9%. taruna yang tergolong kedalam kategori defisit mencapai 34.9% dan yang
tergolong kedalam kategori normal sebesar 22.2%.
Tabel 23Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak
Tingkat Kecukupan Lemak Minimal (%) Maksimal (%) n %
Defisit (<20% energi) 11.9 19.4 22 34.9
Normal (≤30% energi) 20.1 29.4 14 22.2
Lebih (>30% energi) 30.0 36.8 27 42.9
Total 63 100
Karbohidrat
Karbohidratmerupakan senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Menurut
Almatsier (2004), kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi
sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal
dari karbohidrat sederhana. Pada individu yang mempunyai simpanan glikogen
sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan memiliki daya tahan fisik yang
kurang baik. oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total
energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kgBB/hari.Total asupan
karbohidrat sehari taruna adalah sebesar 410.7 gram yang dibagi kedalam dua
sumber, yaitu makanan dari asrama dan luar asrama. Seperti konsumsi energi,
protein dan lemak, konsumsi karbohidrat yang berasal dari makanan luar asrama
juga lebih tinggi dibandingkan dengan makanan yang berasal dari asrama, yaitu
sebesar 244.9 gram. Lebih tingginya konsumsi makanan taruna yang berasal dari
luar asrama mengakibatkan pada lebih tingginya tingkat kecukupan lemak yang
berasal dari makanan luar asrama juga.
Tingkat kecukupan karbohidrat taruna didapatkan dari hasil perhitungan
jumlah konsumsi pangan taruna dalam gram yang dikonversi menjadi kalori lalu
dibagi dengan total energi sehari dan dikalikan dengan seratus persen. Tingkat
kecukupan karbohidrat taruna dikatakan defisit apabila kontribusinya terhadap
energi <60%, normal apabila kontribusinya terhadap energi sebesar <70%, dan
lebih apabila kontribusinya terhadap energi sebesar >70%. Rata-rata tingkat
kecukupan karbohidrat taruna telah mencapai 67.6%. Berdasarkan Tabel 22,
sebagian besar taruna tergolong kedalam kategori lebih dengan persentase sebesar
76.2%. sedangkan untuk taruna yang tergolong kedalam kategori normal adalah
sebesar 6.3% dan yang tergolong kedalam kategori lebih adalah sebesar 17.5%.
Tabel 24Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat
Tingkat Kecukupan Karbohidrat Minimal (%) Maksimal (%) n %
Defisit (<60% energi) 50.5 59.2 15 23.8
Normal (≤70% energi) 60.7 69.7 28 44.4
Lebih (>70% energi ) 70.1 102.0 20 31.7
Total 63 100
25
Hubungan Antar Variabel
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel
dalam penelitian ini adalah uji korelasi pearson, uji korelasi spearman, dan uji
chi-square. Terdapat beberapa variabel yang diuji, yaitu hubungan antara
karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua),
karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan uang saku taruna) dengan biaya
konsumsi pangan dan hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat
kecukupan zat gizi (energi, protein, lemak, dan karbohidrat). Uji korelasi pearson
digunakan untuk menguji hubungan antara biaya konsumsi pangan taruna dengan
tingkat kecukupan zat gizi serta total pendapatan orangtua dengan biaya konsumsi
pangan taruna, sedangkan uji korelasi spearman digunakan untuk menguji
hubungan antara pendidikan ayah dan ibu, pendapatan taruna dan usia taruna
dengan biaya konsumsi pangan taruna. Uji chi-square digunakan untuk menguji
hubungan antara pekerjaan orangtua dan jenis kelamin taruna dengan biaya
konsumsi pangan taruna. Uji hubungan antar variabel disajikkan pada Tabel 24.
Hubungan pendidikan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna
Pendidikan orang tua taruna mencakup pendidikan ayah dan pendidikan
ibu. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan ayah dengan biaya konsumsi
pangan taruna (rs=-0.152, p=0.235) dan pendidikan ibu dengan biaya konsumsi
pangan taruna (rs=-0.005, p=0.967). Menurut Amaliyah dan Handayani (2011),
pendidikan akan berpengaruh pada pangan. Sumarwan (2003) juga manyatakan
bahwa tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara berpikir, cara pandang
dan persepsinya terhadap suatu masalah.
Tabel 25Hasil uji statistik hubungan antara karakteristik keluarga dan individu
dengan biaya konsumsi pangan
Variabel Parameter Derajat Hubungan Statistik
Karakteristik keluarga
1. Pendidikan ayah
rs = -0.152 ; p = 0.235
2. Pendidikan ibu rs =-0.005 ; p = 0.967
3. Pekerjaan ayah χ2= 40.25 ; p = 0.002
4. Pekerjaan ibu χ2 = 11.71; p = 0.862
5. Total pendapatan orangtua r = -0.186 ; p = 0.144
Karakteristik Individu
1. Usia taruna
rs = 0.004 ; p = 0.972
2. Jenis kelamin taruna χ2= 3.49 ; p = 0.745
3. Pendapatantaruna rs = 0.083 ; p = 0.517
Keterangan : rs: koefisien korelasi rank spearman ; r : koefisien korelasi pearson
Hubungan pekerjaan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna
Pekerjaan orang tua dalam penelitian ini mencakup pekerjaan ayah dan ibu.
Hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa terdapatketerkaitan hubungan antara
pekerjaan ayah dengan biaya konsumsi pangan taruna (χ2= 40.25 ; p=0.005),
26
tetapi tidak terdapat keterkaitan hubungan antara pekerjaan ibu dengan biaya
konsumsi panga taruna (χ2 = 11.71; p=0.957).
Hubungan pendapatan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna
Beda halnya dengan pendidikan dan pekerjaan orangtua, pendapatan
orangtua tidak dibedakan antara pendapatan ayah dan pendapatan ibu, tetapi
pendapatan ayah dan ibu dijumlahkan sehingga didapatkan total pendapatan
orangtua. Tidak terdapat hubungan antara pendapatan orangtua dengan biaya
konsumsi pangan taruna (r=-0.186, p=0.144).Hal tersebut diduga karena sebagian
besar taruna sudah tidak mendapatkan uang saku dari orangtuanya sehingga
seberapapun besarnya pendapatan orangtua tidak akan mempengaruhi
pengeluaran pangan tarunanya.
Hubungan usia dengan biaya konsumsi pangan taruna
Tidak terdapat hubungan antara usia taruna denga biaya konsumsi pangan
(rs=0.004, p=0.972). Hal tersebut diduga karena usia taruna yang relatif sama,
yaitu skitar usia 21 dan 22 tahun.Hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kusumawinahyu (2011) yaitu tidak terdapat hubungan antara
usia dengan pengeluaran pangan, yang memberi arti bahwa usia tidak
mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran pangan. Penelitian yang dilakukan
oleh Amaliyah dan Handayani (2011) menyatakan bahwa semakin bertambahnya
usia juga menuntut pemenuhan gizi yang berbeda yang berarti biaya yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan gizinya juga akan berbeda-beda.
Hubungan jenis kelamin dengan biaya konsumsi pangan taruna
`Hasil uji chi-squarememperlihatkan bahwa Tidak terdapat keterkaitan
hubungan antara jenis kelamin dengan biaya konsumsi pangan taruna(χ2= 3.49 ;
p=0.745). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani
(2006) yang menyatakan bahwa berdasarkan jenis kelamin terdapat perbedaan
yang signifikan untuk kebutuhan transportasi dan untuk kebutuhan lainnya, tetapi
tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk kebutuhan makannya. Hal tersebut
diduga karena jenis kelamin taruna yang tidak tersebar merata, yaitu lebih banyak
laki-laki dibandingkan dengan perempuannya sehingga tidak terlihat
perbedaannya dengan biaya konsumsi pangan taruna yang berbeda-beda.
Hubungan pendapatan taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna
Tidak terdapat hubungan antara uang saku yang diterima oleh taruna
dengan biaya konsumsi pangannya (rs=0.083, p=0.517). Tidak adanya hubungan
antara uang saku dengan biaya konsumsi pangan diduga karena beberapa taruna
memiliki uang saku yang sama sebagai gaji dari pemerintah, sedangkan biaya
yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan mereka berbeda-beda. Hal tersebut
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Maharani (2006) yang menyatakan
bahwa besarnya uang saku memberikan perbedaan yang signifikan untuk
konsumsi mahasiswa indekos yang artinya tingkat pendapatan mahasiswa akan
mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi mahasiswa.
27
Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan gizi
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson diketahui bahwa terdapat hubungan
antara biaya dengan tingkat kecukupan energi dan protein yang ditandai dengan
nila p<0.05 (Tabel 24). Uji korelasi tersebut menunjukan adanya hubungan positif
yang berarti semakin besar biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi pula
tingkat kecukupan energi dan protein yang didapatkan oleh taruna. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Drewnowski dan Darmon (2005)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepadatan energi dengan biaya
pangannya. Sedangkan berdasarkan uji korelasi antara biaya dengan tingkat
kecukupan lemak dan karbohidrat tidak terdapat hubungan yang signifikan yang
ditandai dengan nilai p>0.05 (Tabel 24).
Tabel 26Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan gizi
Variabel Biaya
r p
Tingkat kecukupan energi 0.279 0.027
Tingkat kecukupan protein 0.337 0.007
Tingkat kecukupan lemak 0.023 0.856
Tingkat kecukupan karbohidrat 0.095 0.461
Uji korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 24 menunjukan bahwa semakin
besar biaya yang dikeluarkan tingkat kecukupan protein dan lemaknya tidak
semakin besar. Menurut Berg (1986), seseorang yang mengeluarkan biayanya
lebih besar untuk makanan mungkin akan makan lebih banyak juga, tetapi kualitas
makanan yang dimakan tersebut belum tentu baik dan sesuai. Pengeluaran uang
yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi
pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan
adalah pangan yang dimakan tersebut lebih mahal (Suhardjo 1989).Menurut
Harper, Deaton, dan Driskel (1986), salah satu faktor utama yang menentukan
konsumsi pangan adalah pengeluaran pangan. Pada umumnya, jika tingkat
pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga. Akan
tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar orangtua taruna memiliki tingkat pendidikan sarjana untuk
ayah dan SMA untuk ibu. Sebagian besar dari orang tua, khususnya ayah bekerja
sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan sedangkan ibu sebagian besar hanya berperan
sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan keluarga berada diatas Rp 5 000 000.
Sebagian besar taruna berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan
dengan usia berkisar antara 20 tahun sampai 24 tahun dengan rata-rata usia 21
tahun. Sebagian besar taruna memiliki pendapatan sebesar Rp 1800000 yang
didapatkan sebagai gaji dari pemerintah.
Rata-rata biaya konsumsi pangan taruna untuk memenuhi kebutuhan
makannya dibagi kedalam dua bagian, yaitu biaya untuk makanan yang
28
disediakan oleh asrama dan biaya yang dikeluarkan secara pribadi. Biaya untuk
makanan yang berasal dari asrama telah ditentukan oleh institusi yaitu sebesar Rp
29700 dan rata-rata biaya yang dikeluarkan sendiri oleh taruna Rp 18560 untuk
hari pendidikan dan Rp40009 untuk hari libur.
Kebiasaan makan taruna tergambar dari frekuensi makannya dalam sehari
dan kebiasaan minumnya. Sebagian besar taruna memiliki frekuensi makan
sebanyak 3 kali dalam sehari untuk hari pendidikan dan lebih dari 3 kali untuk
hari libur. Sebagian besar taruna selalu melakukan sarapan ketika hari pendidikan
dan kadang-kadang sarapan ketika hari libur. Rata-rata kebiasaan minum taruna
lebih dai 8 gelas perhari.
Sebagian besar taruna mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidratnya.
Pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ayam dan
telur ayam, sedangkan pangan nabati yang sering dikonsumsi adalah tempedan
tahu. Sayuran yang sering dikonsumsi taruna adalah bayam, wortel dan kangkung.
Buah-buahan yang biasa yang dikonsumsi diantaranya adalah pisang, papaya,
semangka dan melon. Berdasarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein
taruna tergolong kedalam normal, namun sebagian besar taruna tergolong
kedalam kategori defisit berat (<70% AKG). Sedangkan untuk tingkat kecukupan
lemaksebagian besar tergolong lebih dan untuk karbohidrat sebagian besar
tergolong kedalam kategori normal.
Tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan dan
total pendapatan orangtua) dan karakteristik individu (jenis kelamin, usia dan
pendapatan taruna) dengan biaya konsumsi pangan taruna. Terdapat keterkaitan
hubungan antara pekerjaan ayah dengan biaya kosumsi pangan taruna tetapi tidak
terdapat keterkaitan hubungan antara pekerjaan ibu dengan biaya konsumsi
pangan taruna. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat
kecukupan energi dan protein taruna (p<0.05) tetapi tidak terdapat hubungan
antara biaya konsumsi pangan taruna dengan tingkat kecukupan lemak dan
karbohidrat taruna (p>0.05).
Saran
Sebaiknya taruna tidak perlu membeli makanan dari luar asrama atau
diluar makanan yang telah disediakan agar biaya yang telah dialokasikan untuk
biaya makan taruna sesuai dengan makanan yang dikonsumsi dan taruna tidak
perlu mengeluarkan biaya lagi untuk memenuhi kebutuhan makan mereka selama
di asrama. Selain itu agar taruna tidak merasa bosan dengan makanan yang
disediakan, sebaiknya dari pihak catering memberikan menu makanan yang lebih
bervariasi atau siklus yang sudah ditetapkan selama 10 hari agar dilakukan
perubahan dalam beberapa bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
utama.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
utama.
29
Amaliyah H, Handayani SM. 2011. Analisis hubungan proporsi pengeluaran dan
konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani padi di
kabupaten Klaten. SEPA. 7 (2) : 110-118.
Berg A. 1986. Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta (ID): CV. Rajawali.
Departemen Gizi dan kesehatan Masyarakat. 2010. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta (ID) : Rajawali Pers.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 1993. Pedoman Pengaturan Makan Taruna.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Drewnowski A, Darmon N. 2005. Symposium: modifying the food environment:
energi density, food costs, and portion size. The Journal of Nutrition.
135: 900-904.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energi Requirements. Roma: FAO.
Fatimah S. 2008. Hubungan antara penilaian mutu hidangan, tingkat kecukupan
energi dan protein dengan status gizi taruna di asrama Politeknik Ilmu
Pelayaran (PIP) Semarang [skripsi]. Semarang (ID) : Universitas
Diponegoro.
Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Kecukupan energi, protein, lemak, dan serat
makanan. Jakarta: widyakarya nasional pangan dan gizi VIII.
Harper LJ, Deaton BJ, Driske JA. 1984. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo,
penerjemah. Jakarta (ID) : UI Press.
Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Didalam : Mahan LK, Escott Stumps S,
editor Krause’s Food. Nutrition & Diet Therapy 11th
ed. USA : Elsevier
Halaman 319-396.
Irianto DP. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan.
Yogyakarta (ID) : ANDI.
Karyadi D dan Muhilal. 1985. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta (ID) :
Gramedia.
Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Kesehatan 2. Bogor (ID) : Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Kusnan DEA. 2006. Keseimbangan energi dan ketahanan fisik siswa pukdiksi
kodiklat TNI AD pada saat puasa. Jurnal Gizi dan Pangan, 1 (2):78-82.
Kusumawinahyu PK. 2011. Analisis pengeluaran dan pola konsumsi pangan serta
hubungannya dengan status gizi kelompok usia remaja [skripsi]. Bogor
(ID) : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Maharani D. 2006. Perbandingan pola konsumsi pada kalangan mahasiswa yang
indekos di kota Surakarta [Skripsi]. Surakarta (ID) : Universitas Negeri
Surakarta.
30
Mardiyanti P. 2008. Hubungan faktor-faktor risiko dengan status gizi pada siswa
kelas 8 di SLTPN 7 Bogor [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia.
Muchtadi TR, Purwiyatno, Basuki A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi.
Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor.
Nauli SNP. 2006. Analisis persepsi, konsumsi dan kepuasan terhadap minuman
isotonic pada atlet bola basket [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Pangesti FD. 2013.Penyelenggaraan makanan terhadap kecukupan dan status gizi
taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat. Bogor [skripsi]. Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pasman WJ, Saris WH, Wauters MA, Westerterp-Plantenga MS. 1997. Effect of
one week of fiber supplementation on hunger and satiety ratings and
energi intake. Appetite 1997; 29:77-87.
[Pusdalisbang] Pusat Data dan Analisis Pembangunan Jawa Barat. 2011.
Konsumsi 2011. [internet]. [diacu 11 Maret 2013 ]. Tersedia dari
http://pusdalisbang.jabarprov.go.id/pusdalisbang/images/attachments/283
_konsumsi.pdf.
Rigaud D, Paycha F, Meulemans A, Merrouche M, Mignon M. 1998. Effect of
psyllium on gsstric emptying, hunger feeling and food intake in normal
volunteers: a double blind study. Eur J Clin Nutr 1998; 52:239-245.
Sediaoetama AJ. 1991. Ilmu Gizi untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta: Dian
Rakyat.
Sediaoetama AD. 2006. Ilmu gizi jilid II. Jakarta: Dian Rakyat.
Setyowati RD. 2008. System penyelenggaraan makanan, tingkat konsums, status
gizi serta ketahanan fisik siswa pusat pendidikan Zeni Kodiklat TNI AD
Bogor, Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan. 3 (2) : 79-85.
Spark AJ. 2007. Nutrition and public health : principles, policies, and practice.
Taylor & francais Group, LLc.
Suhardjo. 1989. Survei Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas,
IPB.
Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
[WNPG] Widya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004. Angka Kecukupan Gizidan
Acuan Label Gizi.Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah
dan Globalisasi.17-19 Desember 2004.Hal 21.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1Hasil uji statistik hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan
tingkat kecukupan gizi
Tingkat
kecukupan
energi
Tingkat
kecukupan
protein
Tingkat
kcukupan
lemak
Tingkat
kecukupan
karbohidrat Biaya
pangan Pearson
Correlation .276* .329** .039 .095
Sig. (2-
tailed) .029 .008 .759 .461
N 63 63 63 63
Lampiran 2Hasil uji korelasi spearman antara karakteristik keluarga (pendidikan
orangtua) dan individu (usia dan pendapatan taruna) dengan biaya
konsumsi pangan
Pendidikan
ayah Pendidikan
ibu Usiataru
na Pendapatan
taruna Biaya
pangan Correlation
Coefficient -.152 -.005 .004 .083
Sig. (2-tailed) .235 .967 .972 .517
N 63 63 63 63
lampiran 3Hasil uji korelasi pearson antara total pendapatan orangtua dengan
biaya konsumsi pangan taruna
Biaya pangan
Total pend ortu Pearson Correlation -.186
Sig. (2-tailed) .144
N 63
lampiran 4Hasil uji chi-square antara pekerjaan ayah dan biaya konsumsi pangan
taruna
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 40.252a 18 .005
Likelihood Ratio 26.817 18 .082
Linear-by-Linear Association 1.361 1 .243
N of Valid Cases 63
32
lampiran 5Hasil uji chi-square antara pekerjaan ibu dengan biya konsumsi pangan
taruna
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 11.711a 18 .862
Likelihood Ratio 15.222 18 .647
Linear-by-Linear Association .146 1 .702
N of Valid Cases 63
lampiran 6Hasil uji chi-square antara jenis kelamin dengan biaya konsumsi
pangan taruna
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.491a 6 .745
Likelihood Ratio 5.156 6 .524
Linear-by-Linear Association 1.084 1 .298
N of Valid Cases 63
33
lampiran 7Kuisioner
KODE
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN
HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN ZAT
GIZI TARUNA PADA AKADEMI IMIGRASI DEPOK, JAWA
BARAT
Nama Responden :
Enumerator :
Tanggal Wawancara :
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
34
KARAKTERISTIK RESPONDEN
A
1 Jenis Kelamin 1. laki-laki 2. Perempuan
A
2 Tempat, tanggal lahir
A
3 Usia
A
4 telepon/HP
A
5 Agama
A
6 Berat Badan
A
7 Tinggi badan
KARAKTERISTIK ORANG TUA
B
1
Usia Orangtua
Ayah:
Ibu:
B
2
Pekerjaan *
Ayah:
Ibu:
Pokok (utama) Tambahan
B
3
Pendidikan formal orang Tua:
Ayah:
Ibu:
Ijazah terakhir
Lamanya
pendidikan
B
4
Pendapatan Orang tua (Rp/bulan):
Ayah:
Ibu:
Pokok (utama) Tambahan**
B
5
Alokasi uang saku (Rp/bulan):
- Makanan
- Transportasi
- Pendidikan
- Komunikasi
- Hiburan
- Lainnya
- ………………..
- …………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Rp……………………………………
Keterangan : * (1) Tidak bekerja ; (2) PNS; (3) Petani; (4) TNI/ABRI; (5)
Pedagang; (6) Pegawai Swasta; (7) Pensiunan; (8) Guru; (9) IRT; (10) lainnya.
** pendapatan dari pekerjaan tambahan, pemberian dari anak perbulan, dll.
35
C. KONSUMSI PANGAN
Kualitatif
N
No Pertanyaan
Jawaban
Hari
akademik
Hari Libur
1
1.
Berapa kali anda makan dalam sehari?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. >3 kali
2
2.
Apakah anda sarapan pagi?
a. Tidak pernah c. Kadang-kadang
b. Jarang d. Selalu
3
3.
Apa yang biasa anda makan saat sarapan?
a. Mie c. Nasi + lauk pauk
b. Roti d. Lainnya,
sebutkan
4
4.
Apa ada makanan selingan setelah sarapan?
a. a. Tidak
b. b. Ya, sebutkan
5
5.
Bagaimana susunan menu makan siang anda?
a. Nasi, lauk hewani
b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
c. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
d. Lainnya, sebutkan….
6
6.
Apa ada makanan selingan setelah makan siang?
a. Tidak
b. Ya, sebutkan………………………
7
7.
Bagaimana susunan menu makan malam anda?
a. Nasi, lauk hewani
b. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur
c. Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah
d. Lainnya, sebutkan….
8
8.
Apa anda mengonsumsi makanan lain setelah
makan malam?
a. Tidak
b. Ya, sebutkan……….
9
9.
Berapa gelas anda minum air putih dalam sehari?
a. <5 gelas c. 7 gelas
b. 5-6 gelas d. ≥ 8
gelas
1
10.
Apakah anda suka mengonsumsi fastfood ?
a. Tidak Pernah c. Kadang-kadang
b. Jarang d. Selalu
1
11.
Apakah anda mengonsumsi minuman olahraga
(sport drink)?
36
a. Tidak
b. Ya, (sebutkan merk dan kemasan)
1
12.
Berapa banyak anda mengonsumsi sport drink
setiap hari?
a. Tidak pernah
b. ……………. (gelas/botol/sachet/kaleng)
1
13.
Sebutkan alasan anda makan diluar makanan yang
telah disediakan (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Suasana dan tempat nyaman
b. Makanan lebih bervariasi
c. Harga terjangkau
d. Rasa makanan yang lebih enak
e. Alasan lain………………………………
37
D. FREKUENSI KONSUMSI PANGAN
N
No Jenis Pangan
Frekuensi Pangan per* Kuantitas
per kali
Biaya per
kali Hr (1)
Mgg (2)
Bln (3)
Thn (4)
1
1.
Pangan Pokok
Beras, nasi
Lontong
Mie Instan
Bihun
jagung dan
olahannya
Singkong, ubi,
kentang
Lainnya,
sebutkan..
2
2.
Pangan Nabati
Tempe
Tahu
Kacang Hijau
Kacang Tanah
Kedelai
Kacang merah
Lainnya,
sebutkan..
3
3.
Pangan hewani:
Daging sapi
Daging kambing
Ayam
Telur ayam
Telur bebek
(telur asin)
Telur puyuh
Hati
Sosis
Ikan
Udang
Sarden
Lainnya,
sebutkan..
4
4.
Sayuran:
Bayam
Kangkung
Sawi
Wortel
Buncis
38
N
No Jenis Pangan
Frekuensi Pangan per* Kuantitas
per kali
Biaya per
kali Hr (1)
Mgg (2)
Bln (3)
Thn (4)
Tauge
Jamur
Daun Singkong
Kacang panjang
Lainnya,
sebutkan..
5
5.
Buah-buahan
Pisang
Pepaya
Mangga
Melon
Apel
Jeruk
Semangka
Jambu
Alpukat
Lainnya,
sebutkan..
6
6.
Susu dan
olahannya:
susu segar
susu kental
manis
Yoghurt
Keju
Es krim
Lainnya,
sebutkan..
7
7.
Makanan
jajanan
Bakso
Biskuit, Wafer,
Cookies
Kelepon
Siomay
Lainnya,
sebutkan..
*Keterangan : (1)
hari, makanan yang selalu dikonsumsi setiap hari (2)
minggu, makanan yang dikonsumsi dalam seminggu tetapi
tidak dikonsumsi setiap hari (3)
bulan, makanan yang dikonsumsi dalam sebulan tetapi tidak
dikonsumsi setiap hari maupun setiap minggu
39
(4) tahun, makanan yang dikonsumsi dalam waktu satu
tahun tetapi tidak dikonsumsi setiap hari, minggu maupun bulan
Konsumsi Pangan Taruna pada Hari Pendidikan
Recall Konsumsi pangan 2 x 24 jam
Hari Pendidikan
Waktu makan Nama
Makanan
Bahan Pangan Jumlah Biaya
(Rp) URT Berat
(gram)
Pagi
(06.00 –
10.00)
Selingan 1
(10.00 –
12.00)
Makan siang
(12.00-15.00)
Selingan 2
(15.00 –
17.00)
40
Makan Malam
Konsumsi Pangan Taruna pada Hari Pendidikan
Recall Konsumsi pangan 2 x 24 jam
Hari Libur
Waktu makan Nama
Makanan
Bahan Pangan Jumlah Biaya
(Rp) URT Berat
(gram)
Pagi
(06.00 –
10.00)
Selingan 1
(10.00 –
12.00)
Makan siang
(12.00-15.00)
41
Selingan 2
(15.00 –
17.00)
Makan Malam
42
Aktivitas Fisik Hari Pendidikan Tanggal :
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
04.00
(Pagi)
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
43
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
01.00
02.00
03.00
44
Aktivitas Fisik Hari Libur
Tanggal :
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
04.00
(Pagi)
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
1.700
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
00.00
45
Waktu
24 Jam
Lama Aktivitas (menit)
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
01.00
02.00
03.00
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1992. Penulis merupakan
putri bungsu dari empat bersaudara pasangan Abdul Gani dan Nurohma.
Pendidikan penulis diawali pada tahun 1997-2003 di Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Syafi’iyah dan melanjutkan masa pendidikan di MTsN 3 Jakarta tahun
2003-2006 serta SMA Negeri 66 Jakarta tahun 2006-2009. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB),
penulis melanjutkan studi di mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi,
seperti Gentra Kaheman dan Koperasi Mahasiswa IPB. Penulis juga aktif
mengikuti kegiatan kepanitiaan tingkat Departemen dan Fakultas, seperti
pemilihan Duta FEMA 2011, Nutrition Fair 2012, Masa Perkenalan Departemen
2011, Peduli Gizi Indonesia 2012 dan Musyawarah Nasional Ikatan Lembaga
Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI) 2012. Penulis juga pernah menjadi ketua
Klub Kulinari HIMAGIZI 2012/2013.
Pada bulan Juli- Agustus 2012 penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi
(KKP) di Desa Sukareja, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Pada bulan Maret-April 2013 penulis melaksanakan Internship Dietetic di
Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi. Kasus yang ditangani oleh penulis saat
Internship Dietetic adalah kasus bedah mayor, kasus penyakit dalam dan kasus
anak (gizi buruk).