Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam...

37
71 BAB IV ANALISIS SISTEM PENANGGALAN HIJRIAH DALAM KITAB AL AL AL AL- - -H{AWA<S{IL H{AWA<S{IL H{AWA<S{IL H{AWA<S{IL A. Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam Kitab Al Al Al Al- - -H H H}a }a }a }awa wa wa wa>s{i >s{i >s{i >s{il l l Hisab urfi merupakan salah satu sistem dalam penanggalan Hijriah yang berumur 354 atau 355 hari berdasarkan perhitungan rata-rata sinodis Bulan 29,53058 hari. Nilai rata-rata ini dipergunakan untuk menentukan umur Bulan dalam penanggalan hijriah menjadi 29 atau 30 hari. Oleh karena itu, sistem penanggalan yang menggunakan konsep tersebut termasuk kategori hisab urfi. Dari ulasan yang telah penulis jelaskan di atas, dapat diketahui bahwa penanggalan hijriah dalam kitab al-H{awa>s}il ini merupakan sistem penanggalan dengan kategori hisab urfi 1 . Waktu yang dibutuhkan Bulan mengelilingi Bumi satu kali putaran adalah selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik yang dikenal dengan sidereal month atau bulan sideris (Kementerian Agama RI, 2010: 287). Namun, penanggalan hijriah ini diawali sejak terjadinya fenomena ijtima’, sehingga ada rentang waktu dari revolusi Bulan untuk berijtima dengan Matahari, yaitu 2 hari 5 jam 0 menit 51.3 detik yang nantinya menjadi 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik. Siklus ini dikenal dengan sinodis month atau Bulan sinodik (Shomad, 2005: 5). 1 Hisab urfi artinya “biasanya”, yakni perhitungan awal-awal bulan berdasarkan umur bulan yang biasa berlaku secara konvensional. (Khazin, 2005, 88)

Transcript of Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam...

71

BAB IV

ANALISIS SISTEM PENANGGALAN HIJRIAH

DALAM KITAB ALALALAL----H{AWA<S{ILH{AWA<S{ILH{AWA<S{ILH{AWA<S{IL

A. Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam Kitab AlAlAlAl----HHHH}a}a}a}awawawawa>s{i>s{i>s{i>s{illll

Hisab urfi merupakan salah satu sistem dalam penanggalan Hijriah yang

berumur 354 atau 355 hari berdasarkan perhitungan rata-rata sinodis Bulan

29,53058 hari. Nilai rata-rata ini dipergunakan untuk menentukan umur Bulan

dalam penanggalan hijriah menjadi 29 atau 30 hari. Oleh karena itu, sistem

penanggalan yang menggunakan konsep tersebut termasuk kategori hisab urfi.

Dari ulasan yang telah penulis jelaskan di atas, dapat diketahui bahwa

penanggalan hijriah dalam kitab al-H{awa>s}il ini merupakan sistem penanggalan

dengan kategori hisab urfi1.

Waktu yang dibutuhkan Bulan mengelilingi Bumi satu kali putaran

adalah selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik yang dikenal dengan sidereal

month atau bulan sideris (Kementerian Agama RI, 2010: 287). Namun,

penanggalan hijriah ini diawali sejak terjadinya fenomena ijtima’, sehingga

ada rentang waktu dari revolusi Bulan untuk berijtima dengan Matahari, yaitu

2 hari 5 jam 0 menit 51.3 detik yang nantinya menjadi 29 hari 12 jam 44 menit

2.8 detik. Siklus ini dikenal dengan sinodis month atau Bulan sinodik

(Shomad, 2005: 5).

1 Hisab urfi artinya “biasanya”, yakni perhitungan awal-awal bulan berdasarkan umur bulan

yang biasa berlaku secara konvensional. (Khazin, 2005, 88)

72

Menurut Shofiyulloh (2005: 4), pembagian jenis hisab pada kalender/

penanggalan ada dua macam klasifikasi, yaitu: kalender aritmatik2 dan

kalender astronomik3. Setelah dilakukan klasifikasi, hisab penanggalan hijriah

pada kitab al-H{awa>s}il ini termasuk hisab aritmatik yang didasarkan pada

rumus-rumus dan untuk sistematika penentuan awal bulannya menggunakan

rumus-rumus tertentu.

Kalender jenis ini pada umumnya digunakan dalam pembuatan

kalender yang berkaitan dengan persoalan administrasi seperti kalender

Ummul Qura’ yang dikeluarkan Kerajaan Saudi Arabia (Azhari, 2012: 63).

Sedangkan untuk persoalan ibadah harus menggunakan observasi hilal atau

rukyat hilal, karena bila tetap menggunakan kalender jenis ini, tidak sesuai

dengan perkembangan Ilmu Astronomi sekarang, penyebabnya ialah rata-rata

peredaran bulan tidak tepat sesuai dengan penampakan hilal.

Dalam kitab al-H{awa>s}il, penentuan jumlah hari setiap bulannya

menggunakan pendekatan astronomi, yaitu peredaran Bulan mengitari Bumi

selama 29,530588 hari (sinodic month).

Nilai peredaran rata-rata ini lebih besar dari setengah hari, sehingga

dalam dua bulan ada kelebihan 1 hari dan kelebihan tersebut dimasukkan pada

bulan ganjil penanggalan hijriah (bulan ke-1 atau Muharram, ke-3 atau Rabi’ul

Awal, ke-5 atau Jumadil Awal, ke-7 atau Rajab, ke-9 atau Ramadan dan ke-11

atau Zulkaidah) (Ibrahim, 2003: 14). Dalam penanggalan ini disebutkan

2 Kalender aritmatik artinya kalender yang mudah dihitung karena didasarkan atas rumus dan

perhitungan aritmatik, kalender yang mengadopsi cara ini adalah kalender Masehi, kalender Jawa-Islam dan lain-lain (Shofiyulloh, 2006: 4).

3 Kalender astronomik artinya kalender yang didasarkan pada perhitungan astronomi dan perhitungannya jelas lebih sulit, contohnya kalender Hijriah, kalender Cina (Shofiyulloh, 2006: 4).

73

bahwa satu tahun berjumlah 354 hari. Sebenarnya pergerakan hakiki Bulan

dalam satu tahun adalah 354,36707 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 34.8

detik (Periode sinodis 29,530589 hari x 12 bulan = 354,36707 hari) (Zainal,

2003: 56).

Pemilihan tahun-tahun kabisat dalam penanggalan hijriah ini bukan

tanpa alasan, tapi dilandaskan pada perhitungan matematis astronomis, yaitu

angka tahun dikalikan 0,367 hari. Apabila sisanya lebih kecil dari 0,5 hari,

maka tahun itu merupakan tahun basitah, sedang bila lebih besar dari 0,5 hari,

maka tahun itu tahun kabisat. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Penentuan tahun-tahun kabisat

Tahun

Hijriah Perkalian Hasil

Hasil

Pengurangan

Kategori

Tahun

Ke-1 1 x 0,367 0,367 - Basitah

Ke-2 2 x 0,367 0,734 - Kabisat

Ke-3 3 x 0,367 1,101 – 1 0,101 Basitah

Ke-4 4 x 0,367 1,468 – 1 0,468 Basitah

Ke-5 5 x 0,367 1,835 – 1 0,835 Kabisat

Ke-6 6 x 0,367 2,202 – 2 0,202 Basitah

Ke-7 7 x 0,367 2,569 – 2 0,569 Kabisat

Ke-8 8 x 0,367 2,936 – 3 -0,064 Basitah

Ke-9 9 x 0,367 3,303 – 3 0,303 Basitah

Ke-10 10 x 0,367 3,67 – 3 0,67 Kabisat

Ke-11 11 x 0,367 4,037 – 4 0,037 Basitah

Ke-12 12 x 0,367 4,404 – 4 0,404 Basitah

Ke-13 13 x 0,367 4,771 – 4 0,771 Kabisat

Ke-14 14 x 0,367 5,138 – 5 0,138 Basitah

Ke-15 15 x 0,367 5,505 – 5 0,505 Kabisat

Ke-16 16 x 0,367 5,872 – 6 -0,128 Basitah

Ke-17 17 x 0,367 6,239 – 6 0,239 Basitah

74

Ke-18 18 x 0,367 6,606 – 6 0,606 Kabisat

Ke-19 19 x 0,367 6,973 – 7 -0,027 Basitah

Ke-20 20 x 0,367 7,34 – 7 0,34 Basitah

Ke-21 21 x 0,367 7,707 – 7 0,707 Kabisat

Ke-22 22 x 0,367 8,074 – 8 0,074 Basitah

Ke-23 23 x 0,367 8,441 – 8 0,441 Basitah

Ke-24 24 x 0,367 8,808 – 8 0,808 Kabisat

Ke-25 25 x 0,367 9,175 – 9 0,175 Basitah

Ke-26 26 x 0,367 9,542 – 9 0,542 Kabisat

Ke-27 27 x 0,367 9,909 – 10 -0,091 Basitah

Ke-28 28 x0,367 10,276 – 10 0,276 Basitah

Ke-29 29 x 0,367 10,643 – 10 0,643 Kabisat

Ke-30 30 x 0,367 11,01 – 11 0,01 Basitah

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tahun kabisat dalam

penanggalan hijriah terdapat pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26

dan 29. Sebagai sarana dalam mempermudah angka-angka tahun kabisat kitab

bisa gunakan syair dibawah ini (Slamet Hambali, 2011: 64)4:

ا� ف� �������� �������� �������� د � ���������� ل � �

������� ل� ������ ل� ������� ن ������� �� � �������� �� � Kekasih yang sejati itu menjaga dan memelihara agamanya, bukan yang

senantiasa memelihara kesenangannya (Muradho, 2008: 108).

Syair tersebut terdiri dari 30 huruf hijaiyah. Huruf yang bertitik

merupakan tahun kabisat, sedang huruf yang tidak bertitik merupakan tahun

basitah. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:

Tabel 4.2. Penjelasan Tahun Kabisat dalam Syair

ھـ ن ا ي د ھـ ف ك ل ي ل خ ل ا ف ك1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

4 Lihat juga (Khazin, 2009: 79) buku 99 Tanya Jawab Masalah Hisab Rukyat.

75

ھـ ن ا ص ف ھـ ب ح ل خ ل ك ن ع17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Aritmatika dalam mencari awal tahun sangat sederhana, namun

membutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam perhitungannya. Penulis

mencoba menganalisa algoritma perhitungan penanggalan hijriah kitab al-

H{awa>s}il , yaitu sebagai berikut:

1. Untuk angka 30, ini adalah angka satu daur dalam penanggalan hijriah.

2. Hasil pembagian 30 dikalikan 5, angka 5 adalah angka dari sisa hari satu

daur hijriah yang dibagi dengan 7 (10631 hari : 7 hari = 1518 sisa 5),

sedang untuk mencari pasaran hasil pembagian 30 dikalikan 1, angka 1 ini

ialah dari sisa hari satu daur hijriah yang dibagi dengan 5 (10631 hari : 5

hari = 2126 sisa 1).

3. Sisa pengurangan tahun hijriah dipilah tahun kabisat dan basitahnya, pada

tahun kabisat dikalikan 5 dan tahun basitah dikalikan 4, hal ini dilakukan

karena sisa hari dalam satu tahun untuk kabisat adalah 5 dan 4 untuk

basitah (355 hari : 7 hari = 50 sisa 5, 354 hari : 7 hari = 50 sisa 4).

Kemudian untuk pasaran tahun kabisat diabaikan dan tidak dihitung,

karena hasil sisa harinya setelah dibagi 5 adalah 0 (355 hari : 5 hari = 51

sisa 0). Meskipun tetap dihitung akan tidak berpengaruh pada hasilnya

atau sama saja.

4. Selanjutnya penambahan angka 5 setelah penjumlahan, ini dilakukan

karena untuk menyesuaikan awal minggu saat awal tahun hijriah dimulai

atau 1 Muharam 1 H bertepatan dengan 15 Juli 622 M. Untuk lebih

jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:

76

Tabel 4.3. Pemajuan Kamis Kliwon ke Ahad Legi

Juli 622 M Muharram 1 H

Ahad Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu

1 2 3 Legi Pahing Pon

4 5 6 7 8 9 10 Wage Kliwon Legi Pahing Pon Wage Kliwon

11 12 13 14 15 1 16 2 17 3

Legi Pahing Pon Wage Kliwon Legi Pahing

18 4 19 5 20 6 21 7 22 8 23 9 24 10

Pon Wage Kliwon Legi Pahing Pon Wage

25 11 26 12

27 13 28 14

29 15 30 16

31 17

Kliwon Legi Pahing Pon Wage Kliwon Legi

5. Hal yang terakhir mengenai epoch atau patokan awal, bahwa menurut

umumnya kalender hijriah dimulai dari Jumat Legi, namun pada sistem

penanggalan Hijriah di kitab al-H{awa>s}il ini, dimulai pada hari Ahad

pasaran Legi. Ini merupakan alternatif lain dari epoch Kamis Kliwon,

namun hanya berlaku untuk model perhitungan hijriah model ini saja.

Mengenai analisis algoritma pada perhitungan penanggalan hijriah

yang ada dalam kitab al-H{awa>s}il, penulis fokuskan dengan membandingkan

kitab Badi>ah al-Mis\a>l karya KH. Muh. Ma’shum bin ‘Ali al-Maskumambangi,

maka ada persamaan dan perbedaan, persamaan dan perbedaan algoritma

kedua kitab tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mencari jenis tahun hijriah, apakah termasuk basitah atau kabisat,

maka dari kedua kitab ini memiliki kesamaan algoritma, lebih jelasnya

dapat dilihat contoh di bawah ini:

Contoh: tahun 1436 H = basitah atau kabisat?

77

Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l

30 / 1436 \ 47

1410 -

26 = tahun kabisat

30 / 1436 \ 47

1410 -

26 = tahun kabisat

2. Untuk untuk mengetahui awal tahunnya (meliputi hari dan pasaran), lebih

jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini:

Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l

1 Muharram 1436 H = hari apa?

30 / 1435 \ 47 x 5 = 235

1410 – (B) 16 x 4 = 64

25 (K) 9 x 5 = 45 +

= 344

rumus = 5 +

= 349

349 : 7 = 49, sisa 6 (Jumat)

1 Muharram 1436 H = hari apa?

30 / 1435 \ 47 x 5 = 235

1410 – (B) 16 x 4 = 64

25 (K) 9 x 5 = 45 +

= 344

rumus = 5 +

= 349

349 : 7 = 49, sisa 6 (Jumat)

Kemudian untuk mengetahui pasaran pada awal tahun hijriah, lebih

jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini:

Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l

Awal tahun 1436 H = pasaran apa?

30 / 1435 \ 47 x 1 = 47

1410 – (B) 16 x 4 = 64 +

25 = 111

111 : 5 = 22, sisa 1 (Legi)

Awal tahun 1436 H = pasaran apa?

30 / 1435 \ 47 x 1 = 47

1410 – (B) 16 x 4 = 64 +

25 = 111

111 : 5 = 22, sisa 1 (Legi)

3. Mencari hari dan pasaran pada penanggalan hijriah dengan menggunakan

nazam dari kitab al-H{awa>s}il yang berbunyi:

أأد �)���������������& ''���������������& دزب

ھ)�����������ب و�������������ء زوه ������������دھن

Untuk aplikasi perhitungannya adalah sebagai berikut:

Awal tahun 1436 H = hari dan pasaran?

78

8 / 1436 \ 179

1432 -

merupakan tahun ke-4, hari dihitung (6= Sabtu) dan دزب = 4

pasaran dihitung (2= Pahing)

Sedang pada kitab Badi>ah al-Mis\a>l tidak menyebutkan cara cepat

mencari hari dan pasaran untuk awal tahun hijriah, namun langsung

menyebutkan rumus untuk mencari hari dan pasaran awal bulan dengan

menggunakan nazam seperti di bawah ini:

ر � ��������� 0ء '������� ك .�������ر� � . أ أ

ر ـ آ��������ھ��������و ل و� أ 1 ��������� ـ ر ھ��������د ������� د ������� �د .������' ا� ل و� أ د ز �3� ��0

��������� & ھ�������� ب '��������ر � & '�������� �ن � 5 ��4

ال و� ���������4 ب أ �ن ���������6. ر � ب و

���������ا � ذ ة د ����������5 7 ���������� �' : � او �� ����������

Sedang untuk kitab al-H{awa>s}il juga menyebutkan cara cepat dalam mencari

hari dan pasaran awal bulan, yaitu dengan menggunakan nazam di bawah ini:

ر.�������إ �ر'�������ء ��������ده ������3�وه

'���������زد '3���������د '���������'& ����������)& )�����دإ �����6�وب و>ب دھ�������ء '

.....

Nazam-nazam dari kedua kitab tersebut berbeda dalam sistematika bahasa dan

singkatan, namun sama dalam makna atau maksud. Dalam kitab Badi>ah al-

Mis\a>l menggunakan sistematika bahasa yang lengkap sesuai nama bulan

hijriah, sebagai contoh penggalan nazam ك. ini berarti bahwa untuk أأ .�ر�

mencari awal bulan hijriah pada bulan Muharam yaitu dengan menambahkan

hari dan pasaran awal tahun dengan 1-1, sedang dalam kitab al-H{awa>s}il

menggunakan sistematika bahasa dengan mengambil suku kata dari nama

bulan, seperti penggalan nazam ر.�إ ini berarti bahwa untuk bulan Muharam

79

cukup dengan menambahkan hari dan pasaran dengan angka 1-1.

Penulis juga membandingkan kitab al-H{awa>s}il dengan beberapa sistem

lain5, dengan tujuan agar mendapatkan gambaran jelas mengenai posisi dan

ketepatan hitungan sistem kitab al-H{awa>s}il ini., ada perbedaan dan persamaan

sistematika serta algoritma perhitungan dalam kitab ini. Lihat tabel di bawah

ini:

Tabel 4.4. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-H{awa>s}il

dengan Muhammad Wardan

Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhammad Wardan 1436 – 1 = 1435 1436 = 1436 – 1 = 1435 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 = 30 x 47 daur + 25 tahun 47 x 5 = 235 47 daur = 10.631 hari x 47 = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 9 x 5 = 45 25 th = 354 hari x 26 + 9 hari

(tahun panjang) = 8.859 hari

16 x 4 = 64 1 Muharram = 1 hari Ditambah 5 = 5 Jumlah hari mulai awal tahun

Hijriah hingga tgl 1 Muharram 1436 =

508.517 hari

Total = 349 508.517 : 7 = sisa 2 (hitung mulai Kamis)

Jumat

349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad

49 Jumat

Tabel 4.5. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan Muhammad Wardan

Metode KitabKitabKitabKitab alalalal----H{H{H{H{awa>s}ilawa>s}ilawa>s}ilawa>s}il Metode Muhammad Wardan 1436 – 1 = 1435 1436 = 1436 – 1 = 1435 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 = 30 x 47 daur + 25 tahun 47 x 1 = 47 47 daur = 10.631 hari x 47 = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = 9 K 16 B 25 th = 354 hari x 26 + 9 hari

(tahun panjang) = 8.859 hari

16 x 4 = 64 1 Muharram = 1 hari

5 Penulis menggunakan sistem perhitungan perbandingan tarikh dari Muhammad Wardan,

Muhyiddin Khazin, kitab Badi>ah al-Mis\a>l dan Slamet Hambali sebagai pembanding (Wardan, 1957: 9-10), (Khazin, 2007: 112-113), (Ali, t.t,: 6-7), (Slamet Hambali, 2011: 66-67).

80

Total = 111 Jumlah = 508.517 hari 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi

22 Legi

508.517 : 5 = sisa 2 (mulai Kliwon)

Legi

Tabel 4.6. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin

Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhyiddin Khazin

1436 – 1 = 1435 1436 = 1435 th lebih 1 hari 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 daur lebih 25 th lebih 1 hari 47 x 5 = 235 47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 9 x 5 = 45 25 th = (25 x 354) + 9 hari = 8.859 hari 16 x 4 = 64 1 hari = 1 hari Ditambah 5 = 5 Jumlah = 508.517 hari Total = 349 508.517 : 7 = 72.645, lebih 2

(mulai Jumat) Sabtu

349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad

49 Jumat

Tabel 4.7. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin

Metode KitabKitabKitabKitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhyiddin Khazin

1436 – 1 = 1435 1436 = 1435 th lebih 1 hari 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 daur lebih 25 th lebih 1 hari 47 x 1 = 47 47 daur = 47 x 10631 hari = 499657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = (25 x 354) + 9 hari = 8866 hari 16 x 4 = 64 1 hari = 1 hari Total = 111 Jumlah = 508.517 hari 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi

22 Legi

508.517 : 5 = 101.703 lebih 2 (mulai Legi)

Pahing

Tabel 4.8. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l

Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Badi>ah alBadi>ah alBadi>ah alBadi>ah al----MisMisMisMis\\ \\a>la>la>la>l 1436 – 1 = 1435 1436 – 1 = 1435 (tam) 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 sisa 25 47 x 5 = 235 47 x 5= 235 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = 9 K 16 B

81

9 x 5 = 45 9 x 5 = 45 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 Ditambah 5 = 5 Tambahan 5 = 5 Total = 349 Total = 349 349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad

49 Jumat

349 : 7, 49 sisa 6 (hitung mulai Ahad)

Jumat

Tabel 4.9. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l

Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Badi>ah alBadi>ah alBadi>ah alBadi>ah al----MisMisMisMis\\ \\a>la>la>la>l

1436 – 1 = 1435 1436 – 1 = 1435 (tam) 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 sisa 25 47 x 1 = 47 47 x 1 = 47 25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 Total = 111 Jumlah = 111 111 : 5 = Sisa 1, dihitung dari Legi

22 Legi

111 : 5 = 22 sisa 1 (hitung mulai Legi)

Legi

Tabel 4.10. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan Slamet Hambali

Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Slamet Hambali

1436 – 1 = 1435 1436 : 210 = 6 sisa 176 176 1435: 30 = 47 sisa 25 176 : 30 = 5, sisa 26 47 x 5 = 235 5 x 5 = 25 25 : 7, sisa 4 25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 9 x 5 = 45 10 x 5 = 50 50 : 7, sisa 1 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 64 : 7, sisa 1 Ditambah 5 = 5 Ditambah 1 = 1 Total = 349 Total = 7

(Sabtu) 349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad

49 Jumat

Tabel 4.11. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-

H{awa>s}il dengan Slamet Hambali

Metode Kitab alalalal----H{H{H{H{awa>s}ilawa>s}ilawa>s}ilawa>s}il Metode Slamet Hambali

1436 – 1 = 1435 1436 : 150 = 9 sisa 86 1435: 30 = 47 sisa 25 86 : 30 = 2*, sisa 26 47 x 1 = 47

82

25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 64 : 5, sisa 4 Total = 111 Hasil * = 2 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi

22 Legi

Total = 6 – 5 = 1 + legi (Pahing)

Dari keempat perbandingan di atas, hasilnya dapat dirangkum menjadi

tabel di bawah ini:

Tabel 4.12. Hasil Perbandingan Perhitungan

Metode Penanggalan

Hijriah

Hasil Perhitungan 1

Muharram 1436 H Selisih

Kitab al-H{awa>s}il Jumat Legi -

Muhammad Wardan Jumat Legi Sama

Muhyiddin Khazin Sabtu Pahing Terlambat satu hari

Kitab Badi>ah al-Mis\a>l Jumat Legi Sama

Slamet Hambali Sabtu Pahing Terlambat satu hari

Dari tabel di atas, penulis menganalisa mengenai perhitungan model

kitab al-H{awa>s}il ini jika dibandingkan dengan keempat model yang lain dalam

menghitung awal tahun 1436 H, bahwa kitab ini sama hasilnya dengan model

Muhammad Wardan dan Kitab Badi>ah al-Mis\a>l, yaitu jatuh pada hari Jumat

Legi, sedang untuk model Muhyiddin Khazin dan Slamet Hambali hasilnya

selisih 1 hari lebih cepat, jatuh pada hari Sabtu Pahing.

Penulis mencoba menganalisa mengenai perhitungan awal tahun

Hijriah. Ada beberapa hal yang menyebabkan kesamaan hasil kitab al-H{awa>s}il

dengan model Muhammad Wardan dan Badi>ah al-Mis\a>l. Jika dibandingkan

dengan Muhammad Wardan, epoch yang digunakan sama dengan al-H{awa>s}il ,

yaitu hari Kamis Kliwon, namun model perhitungannya dengan

mengakumulasikan jumlah hari mulai dari tanggal 1 Muharam 1 H. Lain

83

halnya dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l, model perhitungannya sama dengan

model pada kitab al-H{awa>s}il, yaitu angka-angka pada bilangan tetap (daur

hijriah, angka tahun kabisat, angka tahun basitah) disederhanakan agar lebih

mudah dihitung.

Sedangkan jika dibandingkan dengan model Muhyiddin Khazin dan

Slamet Hambali, kitab al-H{awa>s}il ini selisih satu hari lebih cepat, yaitu jatuh

pada hari Jumat Legi. Menurut analisa penulis, hal ini dikarenakan epoch dari

model Muhyiddin Khazin dan Slamet Hambali tidak sama dengan kitab al-

H{awa>s}il yaitu dimulai dari Jumat Legi6. Model Muhyiddin Khazin

menggunakan akumulasi jumlah hari dari 1 Muharam 1 H. Untuk mengetahui

hari dan pasaran dapat diketahui setelah diketahui jumlah hari yang kemudian

dibagi 7 untuk hari dan dibagi 5 untuk pasaran. Sedang pada kitab al-H{awa>s}il

harus disendirikan dalam mencari hari dan pasaran. Selanjutnya pada model

Slamet Hambali, ia menggunakan penyederhanaan hari terkecil dan

menambahkan 1 hari pada akhir akumulasi penjumlahan hari sebagai koreksi

hari, agar cocok dengan epoch yang digunakan.

Tabel 4.13. Aspek-aspek Perbedaan Hasil Perhitungan

Metode Penanggalan Hijriah Epoch Model

Kitab al-H{awa>s}il Kamis Kliwon Penyederhanaan Angka

Muhammad Wardan Kamis Kliwon Akumulasi Hari

Kitab Badi>ah al-Mis\a>l Kamis Kliwon Penyederhanaan Angka

Muhyiddin Khazin Jumat Legi Akumulasi Hari

Slamet Hambali Jumat Legi Penyederhanaan Angka

6 Alasan perbedaan hasil kitab al-H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin adalah ketidaksamaan

epoch, meskipun memang kebanyakan Muhyiddin Khazin banyak mengambil referensi dari Kitab Badi>ah al-Mis\a>l, namun pada penanggalan hijriah ini, Muhyiddin Khazin menggunakan patokan awal atau epoch hari Jumat Legi.

84

Mu’allif kitab al-H{awa>s}il juga menerangkan mengenai penentuan awal

hari dan pasaran secara bersamaan dalam penanggalan Hijriah agar lebih

simpel dan praktis, sehingga mudah diterapkan oleh orang awam yang baru

belajar Ilmu Falak khususnya tentang penanggalan Hijriah dengan kategori

urfi. Ia menjelaskan nazam dengan menggunakan huruf abjad arab yang

melambangkan angka-angka tertentu, yang biasa disebut dengan angka juma>li,

seperti dijelaskan oleh Muhyiddin Khazin (2007: 4):

Adapun angka juma>li adalah bilangan angka yang menggunakan huruf-huruf angka arab sebagai berikut:

�ط ك �.ن ا�'د ھوز 3ذ 6ظ@ ?�5ص 7رش B

Huruf-huruf hijaiyah di atas menunjukkan bilangan angka sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9

ط ح ز و ھـ د ج ب ا ص ف ع س ن م ل ك ي 0

ظ ض ذ خ ث ت ش ر ق 00 ط@ �@ زغ وغ ھ@ دغ '@ �@ غ 000

KH. Ahmad Maisur Sindy At-Tursidy memaparkan bahwa untuk

mengetahui awal tahun langkah yang dilakukan adalah dengan membagi tahun

hijriah yang naqish atau tahun yang sedang berjalan dengan 87, sisanya

dicocokkan dan dimasukkan dengan nazam berikut:

ب ز د & '���������������' & )���������������� د أ أ

ن ھ د ������������ ه و ز �ء ������������و ب )�����������ھ Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:

7 Sistem 8 tahunan ini disebut sistem Windu, biasa dipakai oleh Masyarakat Jawa-Islam yang

disebut dengan Kalender Jawa-Islam. Tahun-tahun dalam satu windu (8 tahun) diberi nama dengan angka huruf jumali berdasarkan nama hari tanggal 1 Muharam tahun Alifnya (Khazin, 2007: 117).

85

Tabel 4.14. Penjelasan nazam ااد

Sisa Pembagian

Rumus Awal Tahun Jenis Tahun Sebutan Tahun

Ahad Wage Wawu Wahadge ااد 1

2 ��� Kamis Pon Jim Akhir Jamispon

3 �� Selasa Pon Alif Asapon

Sabtu Pahing Ha’ Hatuhing دزب 4

Kamis Pahing Jim Awal Jamishing ھـ�� 5

Senin Legi Za’ Zanengi و�� 6

Jumat Kliwon Dal Daahwon زوه 7

Rabu Kliwon Ba’ Babowon ��ه 8

Penulis mencoba menganalisa sistem kitab al-H{awa>s}il ini dengan

perhitungan penanggalan Jawa-Islam model Slamet Hambali dan Muhyiddin

Khazin, dan memiliki hasil yang sama, perhitungannya dapat dilihat seperti di

bawah ini:

Tabel 4.15. Perbandingan perhitungan penentuan hari dan pasaran al-H{awa>s}il

dengan Slamet Hambali dan Muhyiddin Khazin

Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Slamet

Hambali

Metode Muhyiddin

Khazin

1436 : 8 = 179, sisa 4 1436 + 512 = 1948 1436 + 512 = 1948

sisa 4 1948 – 1554 = 394 ,243 = 8 : 1948 = دزب = 4

tahun Ha’ hari Sabtu

Pahing

4 mulai tahun Wawu =

Ha’ = Hatuhing (Sabtu

Pahing)

394 : 8 = 49, sisa 2

2 mulai tahun Alif = Ha’ =

Hatuhing (Sabtu Pahing)

Dari tabel 4.15 dapat dipahami bahwa perhitungan dengan rumus pada

kitab al-H{awa>s}il jika dibandingkan dengan metode Slamet Hambali dan

Muhyiddin Khazin, maka hasilnya ialah tahun 1436 H jatuh pada hari Sabtu

86

Pahing tahun Ha’.

Dalam siklus 8 tahunan ini terdapat tahun-tahun kabisat yaitu tahun ke-

2, 5, dan 7, muallif menyebutnya dalam penggalan nazam ��� ن ذي�����

���� artinya “Jumlah hari untuk bulan Zulhijjah adalah 30 hari pada tahun ke-

2, 5 dan 7”, tahun-tahun kabisat ini sama dengan kabisat hijriah pada

umumnya (2, 5 dan 7). Mu’allif tetap menggunakan tahun kabisat pada sistem

8 tahunan ini dengan tujuan supaya orang awam dalam Ilmu Falak dapat

memahami penanggalan Hijriah dengan semestinya, berbeda dengan

penanggalan Jawa Islam yang tahun kabisat atau wuntu yang berumur 355 hari

(Azhari, 2008: 238).

Didalam kitab Al-H{awa>s}il, muallif menyebutkan sistem 8 ini dengan

sebutan Aboge pada nazam-nazam terakhir, dan dari algoritma-algoritma

sistem penanggalan ini yang menggunakan konsep 8 disebutkan adanya awal

tahun hijriah yang jatuh pada hari Selasa Pon, penulis mensinyalir bahwa kitab

Al-H{awa>s}il ini mengadopsi sistem penanggalan Jawa-Islam yang sudah

berpatokan pada tahun Asapon. Bunyi nazam kitabnya adalah:

أد �)�����������������& ''�����������������& دزب أ ھ)�����������ب و�������������ء زوه ������������دھن

������0 ?ردھ� أ�و0� ھ���ون '���ون � 0�.������� 0������B�دا @����� زا3)

ل م او�������'� '�5�����ون أذ M�����B أ������و0� أ�.�����ل وا�������وون '0�������5

Tiga nazam di atas menjelaskan bahwa jika hasil pembagian tahun

hijriah dengan 8 adalah 3, maka dimasukkan pada rumus &'' (tiga, Selasa

Pon) artinya awal tahun tersebut jatuh pada hari Selasa Pon. Kemudian untuk

87

dua nazam berikutnya dengan jelas muallif menyebutkan sistem Aboge yang

masih banyak dianut. Sistem Aboge ini disebutkan pula oleh mu’allif Al-

H{awa>s}il tentang jenis-jenis tahun serta hari pasaran pada awal tahun

hijriahnya.

Sistem Aboge dan Asapon ini termasuk dasar permulaan awal tahun

dari penanggalan Jawa-Islam yang dijadikan sistem penetapan awal tahun

dalam penanggalan Jawa-Islam (Izzuddin, 2008: 5-6). Dan kitab Al-H{awa>s}il

sudah menggunakan sistem Asapon untuk menentukan awal tahunnya akan

tetapi modifikasi rumus yang dipergunakan tetap berdasarkan algoritma hisab

urfi dengan menambahkan siklus 8 tahun agar selaras dengan sistem Aboge

dan Asapon.

Mengenai kelebihan dan kekurangan kitab Al-H{awa>s}il adalah dapat

penulis jabarkan sebagai berikut: pertama, bahwa Muallif Al-H{awa>s}il sudah

mengadopsi sistem Asapon untuk menentukan hari pada awal tahun hijriah

agar mudah dipahami dan dipelajari serta dihafal nazam-nazamnya oleh para

pelajar pemula falak, karena kitab ini masih digunakan dan dijadikan

pegangan pengajar di Pondok Pesantren Mahir Arriyadl Ringinagung Kediri

sampai saat ini. Kedua, mengenai kekurangan kitab ini diantaranya adalah

belum adanya keterangan muallif tentang penyesuaian rumus awal tahun

dengan perjalanan sistem Asapon.

Dalam kitab Al-H{awa>s}il disebutkan bahwa tahun-tahun kabisat atau

tahun panjang yang berumur 355 hari terletak pada tahun ke-2, 5 dan 7,

ketentuan tahun-tahun basitah dan kabisat akan menyebabkan ketertinggalan 1

hari pada penanggalan hijriah sistem 8 tahunan atau windu, karena setiap

88

siklus windu besar atau 120 tahun umur hari berjumlah 42.525 hari, ini

didapat dari 15 windu atau 120 tahun = 120 : 8 = 8 tahun = 1 windu = 2.835

hari, yang meliputi 15 x 2.835 hari = 42.525 hari. Sedangkan untuk

penanggalan hijriah sendiri, menurut ketetapan umum satu siklus 30 tahun

meliputi 30 x 354 + 11 hari = 10.631 hari, setiap 120 tahun meliputi 4 x

10.631 hari = 42.524 hari. Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa dalam

120 tahun penanggalan sistem 8 tahunan akan tertinggal 1 hari dari sistem 30

tahunan, sehingga dalam masa 120 tahun harus disamakan kedua perhitungan

tersebut, yaitu dengan mengurangi satu tahun kabisat.

Sesuai dengan perjalanan sistem Asapon, sistem ini akan genap

menjadi daur besar atau windu besar setelah 120 tahun berlalu dan harus

diundur satu hari supaya tetap sejalan dengan penanggalan hijriah. Sampai

saat ini sistem Asapon sudah berjalan selama 81 tahun dan pada tahun 1475 H

harus diundur satu hari menjadi Anenhing. Sehingga sistem 8 tahun kitab Al-

H{awa>s}il harus dirubah pula rumus-rumus awal tahunnya menjadi sebagai

berikut:

ھ���������������دأ وأه زھ���������������د �'���������������د أزج ������������������دب '������������������ب دوأ

Nazam di atas merupakan gubahan penulis sendiri yang telah

disesuaikan dengan perjalanan sistem Asapon menjadi Anenhing. Sistem

Anenhing ini dimulai sejak tahun 1475 H sampai 120 tahun selanjutnya, atau

sekitar 2052 M.

Setelah penulis menganalisa kenapa angka 8 yang dipakai dalam siklus

ini, penulis mendapati bahwa angka 8 tahun dipilih, karena bila jumlah hari

dalam 8 tahun dibagi dengan angka neptu atau 35 (perkalian 7 hari dan 5

89

pasaran), maka habis tidak ada sisa8. Setelah genap berjalan selama 8 tahun,

awal tahun pada tahun ke-8 akan kembali pada hari yang sama. Contoh:

mengetahui awal tahun 1436 H

8 / 1436 \ 179

1432 -

hari dihitung (6= Sabtu) dan pasaran ,(4/د) kategori tahun دزب = 4

dihitung (2= Pahing) � (epoch)

Delapan tahun kemudian 1444 H (1436 + 8 = 1444) awal tahun jatuh

pada hari apa?, maka jawabannya 2835 + 1 = 2836 : 35 = 81 sisa 1 (hitung

mulai epoch Sabtu + 1 = Sabtu, Pahing + 1 = Pahing), didapati bahwa awal

tahun 1436 H dan 1444 H jatuh pada hari yang sama yaitu Sabtu Pahing.

Contoh: mengetahui awal tahun 1444 H

8 / 1444 \ 180

1440 -

hari dihitung (6= Sabtu) dan pasaran ,(4/د) kategori tahun دزب = 4

dihitung (2= Pahing) � (epoch)

Setelah mengetahui awal tahun hari dan pasarannya, kemudian untuk

menentukan awal bulan hari dan pasaran pada setiap bulannya, muallif Al-

H{awa>s}il menjelaskan dengan nazam berikut:

8 Berikut perhitungannya: 2835

35 = 81

Angka 2835 didapat dari ((354 x 5) + (355 x 3)), angka 35 adalah perkalian (7 hari dan 5 pasaran).

90

ر.�������إ �ر'�������ء ��������ده ������3�وه

'��������زد '3��������د '��������'& ���������)&

�����6�وب و>ب دھ�������ء ')�����دإ

.....

Arti dari nazam diatas kurang lebih “Muharam satu-satu, Safar tiga-

satu, Rabi’ul Awal empat-lima, Rabi’ Sani enam-lima, Jumadil awal tujuh-

empat, Jumadil Sani dua-empat, Rajab tiga-tiga, Sya’ban lima-tiga, Ramadan

enam-dua, Syawal satu-dua, Zulkaidah dua-satu dan Zulhijah empat-satu”.

Maksud dari nazam diatas ialah bahwa untuk mengetahui hari dan pasaran

awal bulannya yaitu dengan menambahkan hari awal tahun sebagai epoch

dengan rumus bulan tersebut. Contohnya, tahun 1436 H, 1 Muharram jatuh

pada hari Sabtu Pahing, 1 Muharam ditambah satu-satu menjadi Sabtu Pahing,

1 Safar jatuh pada hari Senin Pahing (Sabtu Pahing + tiga-satu), dan

seterusnya. Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.16. Penjelasan nazam ر.�إ

1 Muharram

1436 H =

Selasa Pon

Rumus Bulan Penjumlahan Awal Bulan

1 Muharram ر.�إ (satu-satu) Sabtu Pahing +

satu-satu

Sabtu Pahing

1 Safar N'ر� (tiga-satu) Sabtu Pahing +

tiga-satu

Senin Pahing

1 Rabi’ul Awal ده�� (empat-lima) Sabtu Pahing +

empat-lima

Selasa Legi

1 Rabi’ Sani 3وه� (enam-lima) Sabtu Pahing +

enam-lima

Kamis Legi

1 Jumadil Awal زد�' (tujuh-empat) Sabtu Pahing +

tujuh-empat

Jumat Kliwon

91

1 Jumadi Sani �3د' (dua-empat) Sabtu Pahing +

dua-empat

Ahad Kliwon

1 Rajab &'�' (tiga-tiga) Sabtu Pahing +

tiga-tiga

Senin Wage

1 Sya’ban &(�� (lima-tiga) Sabtu Pahing +

lima-tiga

Rabu Wage

1 Ramadan �6وب (enam-dua) Sabtu Pahing +

enam-dua

Kamis Pon

1 Syawal و>ب (satu-dua) Sabtu Pahing +

satu-dua

Sabtu Pon

1 Zulkaidah Nدھ� (dua-satu) Sabtu Pahing +

dua-satu

Ahad Pahing

1 Zulhijah دإ(' (empat-satu) Sabtu Pahing +

empat-satu

Selasa Pahing

Rumus-rumus untuk mengetahui hari dan pasaran awal bulan seperti di

atas didapatkan dari sisa pembagian hari dan pasaran mulai awal tahunnya

sampai awal bulan yang dimaksud. Contoh untuk mencari hari dan pasaran

awal bulan Safar 1436 H, yaitu angka akumulasi dari awal tahun sampai awal

Safar adalah 30 + 1 = 31, 31 : 7 = 8 sisa 3, 31 : 5 = 6 sisa 1. Contoh lain untuk

mencari hari dan pasaran awal bulan Ramadan 1436 H, yaitu angka akumulasi

dari awal Muharram sampai awal Ramadan adalah 236 + 1 = 237, 237 : 7 = 33

sisa 6, 237 : 5 = 47 sisa 2, dan seterusnya. Jadi dengan penanggalan Hijriah

model ini, bulan Ramadan tahun 1436 H akan jatuh pada hari Kamis Pon.

Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:

92

Tabel 4.17. Asal-usul rumus “satu-satu”

Bulan Jumlah hari dari

awal Muharam Pembagian

Awal

bulan berikutnya

Muharram

satu-satu

30 30 : 7 = 4 sisa 2

30 : 5 = 6 sisa 0

1 + 2 = 3 (hari)

1 + 0 = 1 (pasaran)

Safar

tiga-satu

29 + 30 = 59 59 : 7 = 8 sisa 3

59 : 5 = 11 sisa 4

1 + 3 = 4

1 + 4 = 5

Rabi’ Awal

empat-lima

30 + 59 (30+29) =

89

89 : 7 = 12 sisa 5

89 : 5 = 17 sisa 4

1 + 5 = 6

1 + 4 = 5

Rabi’ Akhir

enam-lima

2 x 59 = 118 118 : 7 = 16 sisa 6

118 : 5 = 23 sisa 3

1 + 6 = 7

1 + 3 = 4

J. Awal

tujuh-empat

30 + (2 x 59) =

148

148 : 7 = 21 sisa 1

148 : 5 = 29 sisa 3

1 + 1 = 2

1 + 3 = 4

J. Sani

dua-empat

3 x 59 = 177 177 : 7 = 25 sisa 2

177 : 5 = 35 sisa 2

1 + 2 = 3

1 + 2 = 3

Rajab

tiga-tiga

30 + (3 x 59) =

207

207 : 7 = 29 sisa 4

207 : 5 = 41 sisa 2

1 + 4 = 5

1 + 2 = 3

Sya’ban

lima-tiga

4 x 59 = 236 236 : 7 = 33 sisa 5

236 : 5 = 47 sisa 1

1 + 5 = 6

1 + 1 = 2

Ramadan

enam-dua

30 + (4 x 59) =

266

266 : 7 = 38 sisa 0

266 : 5 = 53 sisa 1

1 + 0 = 1

1 + 1 = 2

Syawal

satu-dua

5 x 59 = 295 295 : 7 = 42 sisa 1

295 : 5 = 59 sisa 0

1 + 1 = 2

1 + 0 = 1

Zulkaidah

dua-satu

30 + (5 x 59) =

325

325 : 7 = 46 sisa 3

325 : 5 = 65 sisa 0

1 + 3 = 4

1 + 0 = 1

Zulhijah

empat-satu

29 + (30 + (5 x

59)) = 354 (B)

30 + (30 + (5 x

59)) = 355 (K)

Pada nazam-nazam terakhir bab ini, muallif Al-H{awa>s}il menerangkan

mengenai penanggalan Jawa-Islam penganut Aboge, bahwa untuk

93

mengetahuinya yaitu dengan cara menambahkan hari dan pasaran dengan 1,

contoh yang awalnya tahun Asapon (tahun Alif Selasa Pon) menjadi Aboge

(tahun Alif Rabu Wage), tahun Hatuhing (tahun Ha’ Sabtu Pahing) menjadi

Jahadpon (tahun Jim Awal Ahad Pon) dan seterusnya, jenis-jenis tahun Aboge

ini selaras dengan Slamet Hambali (2011: 85) bahwa kategori tahun Aboge

tahun Alif awal Muharamnya jatuh pada Rabu Wage, awal Muharram tahun

Ha’ jatuh pada hari Sabtu Pahing dan seterusnya.

B. Analisis Astronomi Penanggalan Hijriah dalam Kitab AlAlAlAl----H{H{H{H{aaaawa>wa>wa>wa>ssss}} }}iiiillll

Konsep yang ditunjukkan dalam kitab al-H{awa>s}il pada bab-bab Aqsa>m al-

Kawa>kib Wa Tarti>biha> menunjukkan bahwa konsep astronomi modern juga

sudah dipergunakan dalam pembahasan kitab al-H{awa>s}il. Sebagaimana

algoritma yang dipergunakan dalam perhitungan penanggalan Hijriah, konsep-

konsep yang dimunculkan dapat dikaji dengan pendekatan astronomi modern

mengenai konsep dasar yang dijadikan pijakan oleh muallif kitab al-H{awa>s}il

sehingga dapat merumuskan sebuah algoritma dengan karakteristik tersendiri.

Dalam hal ini pendekatan astronomi modern dipergunakan oleh

penulis untuk menganalisis tentang konsep dasar yang dipergunakan dalam

kitab al-H{awa>s}il yang meliputi: konsep siklus bulanan, siklus tahunan, siklus

30 tahunan dan siklus windu atau 8 tahunan yang dipergunakan dalam

algoritma perhitungannya.

1. Siklus Bulanan dalam Kitab Al-H{awa>s}il

Penanggalan hijriah dalam kitab al-H{awa>s}il ini mengandung aspek-aspek

yang dapat dilakukan pendekatan astronomi yang berkembang dari Ilmu

94

Astronomi modern saat ini. Yaitu siklus sideris dan sinodis Bulan yang

nampak dari Bumi dengan penampakan Bulan tiap harinya, hingga

memunculkan masa daur atau siklus 30 tahun. Siklus dipergunakan dalam

menentukan umur bulan 29 atau 30 hari.

Bulan beredar mengelilingi Bumi satu kali putaran penuh ialah

selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik atau 27,321661 hari, jika

digambarkan ialah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Periode Sideris Bulan dalam Mengorbit Bumi

Penampakan Bulan dari hari ke hari pada periode sideris selalu

berubah dan berbeda jika dilihat dari Bumi, semua fase-fase Bulan tersebut

jika dihitung tiap hari maka akan muncul kurang lebih 28 bentuk, konsep

28 ini oleh bangsa Arab dikenal juga manzilah Bulan atau disebut juga

Anwa’ (jamak dari Nau : arus) yang juga ada 28 buah yang menempati 12

buruj atau contelation atau rasi bintang. Dan berdasarkan manzilah-

95

manzilah itu mereka mengkiaskan tempat-tempat bintang beredar (planet),

termasuk juga bulan. Adapun nama-nama manzilah ialah sebagai berikut 9:

Tabel 4.18 Nama-nama Manzilah

No Nama ManzilahManzilahManzilahManzilah Letak ManzilahManzilahManzilahManzilah Bahasa

Indonesia Buruj Zodiak

1. Asy-Syart}i>n H{aml Aries Kambing

Gibas 2. Al-But}ai>n

3. As\-S|urayya> Sebagian di

H{aml

sebagian di

S|ur

Aries atau

Taurus

Kambing

Gibas atau sapi

4. Ad-Dabra>n S|ur Taurus Sapi

5. Al-Huq’ah

6. Al-Hun’ah Jauza’ Gemini Si Kembar

7. Az-Zira>’

8. An-Nus\rah Sarathon Cancer Kepiting

9. At}-T{arfah Asad Leo Singa

10. Al-Jabhah

11. Az-Zabrah

12. Al-Gurfah Sunbulah Virgo Gadis

13. Al-‘Awa>’

14. As-Sima>k al-a’za>l

15. Al-Ghaufir Mizan Libra Timbangan

16. Az-Zuba>ni>

17. Al-Ikli>l Aqrab Scorpio Kalajengking

18. Qalb al-Aqrab

19. Asy-Syaulah

20. An-Na a>’im Qaus Sagitarius Busur

9 Lihat Muhammad Basil At-Ta’i, (2007: 124) Ilm Falak wat-Taqaawim. Lebanon, Darr an-

Nafais, baca juga Muhyiddin Khazin (2005:121-130), Kamus Ilmu Falak. Jogjakarta: Buana Pustaka. Untuk gambar masing-masing rasi bintang dapat dilihat pada Mutawali (2005).

96

21. Al-Buldah

22. Sa’d al-Da>bih Jadwu Capicornus Kambing

23. Sa’d al-Bali’

24. Sa’d al-Su’u>d Dalwu Aquarius Manusia Air

25. Sa’dul Akhbiyyah

26. Muqoddam Dalwu

27. Muakhar Dalwu

28. Ar-Risya atau

Baqnul Hu>t

Haml Aries Kambing

Gibas

Sebagai contoh, tanggal 16 Mei 2015, penampakan Bulan pada

pukul 15:00, dengan tinggi Bulan 12° 24’ menempati manzilah ar-Risya

atau Baqnul Hu>t di rasi bintang Pisces atau Hut, dapat dilihat seperti

gambar dibawah ini:

Gambar 4.2 Manzilah Bulan di ar-Risya atau Baqnul Hu>t dan Penampakannya (sumber: Stellarium v.0.12.0)

Kemudian perjalan Bulan pada tanggal 17 Mei 2015, penampakan

Bulan pada pukul 15:52 WIB dengan tinggi Bulan 12° 21’ menempati

manzilah asy-Syart}i>n di rasi bintang H{aml, dapat dilihat seperti gambar

dibawah ini:

97

Gambar 4.3 Manzilah Bulan di as-Syart}i>n dan Penampakannya (sumber: Stellarium v.0.12.0)

Dari gambar 4.2 dan 4.3 di atas dapat diketahui bahwa perjalanan

Bulan pada tanggal 16 Mei 2015 bertempat pada manzilah ar-Risya atau

Baqnul Hu>t (Pisces) dan keesokan harinya bertempat pada manzilah asy-

Syart}i>n (Aries), begitu pula pada keesokan harinya dengan ketinggian

Bulan yang sama, manzilah Bulan akan berpindah ke manzilah al-But}ai>n

dan seterusnya, hal ini juga berlaku pada penampakan Bulan, Bulan akan

berbeda di setiap harinya.

Selanjutnya, periode sinodis Bulan dalam mengelilingi Bumi, yaitu

memakan waktu rata-rata selama 29 hari 12 jam 43 menit 2.8 detik atau

29,529893 hari. Singkatnya, periode ini ialah rentang waktu yang

ditempuh Bulan mengorbit Bumi dari satu ijtima’ atau konjungsi ke ijtima’

selanjutnya. Dapat digambarkan seperti dibawah ini:

98

Gambar 4.4 Periode Bulan Sinodis dalam Mengorbit Bumi

Rentang waktu 29 hari 12 jam 43 menit 2.8 detik ini waktu rata-

rata Bulan dalam mengorbit Bumi, namun dalam astronomi modern waktu

sinodis tidaklah tetap dikarenakan rotasi Bumi bervariasi. Variasi waktu

sinodis Bulan itu antara 29,27 dan 29,84 hari, atau 29 hari 6 jam 28 menit

48 detik dan 29 hari 20 jam 9 menit 36 detik10 (Wen Xin, 2001: 11). Dari

keterangan tersebut didapati bahwa penanggalan hijriah menggunakan

rata-rata waktu sinodis Bulan antara 29 dan 30 hari, dengan mengabaikan

angka jam, menit dan detiknya, ini menyebabkan pengakumulasian angka

jam, menit dan detik kepada bulan-bulan selanjutnya.

Fenomena periode yang mengabaikan angka jam, menit dan detik

dapat dilihat pada gambar berikut:

10 Schaefer (1992: 32) menjelaskan bahwa perputaran Bulan berkisar antara 29,2679 hari sampai

29,8376 hari atau 29 hari 6 jam 25 menit 46.56 detik sampai 29 hari 20 jam 6 menit 8.64 detik.

99

(a) (b)

Gambar 4.5 Sinodis Bulan yang Mengabaikan Jam, Menit dan Detik, (a) Orbit Bulan pada Posisi Lambat, (b) Orbit Bulan pada Posisi Cepat

Gambar 4.5 di atas menjelaskan bahwa pada M-1 itu Bulan berada

beberapa jam sebelum kembali pada posisi konjungsi kedua, dan M-2

berarti Bulan dianggap sudah menempati posisi konjungsi kedua dan

mengabaikan angka jam, menit dan detik. Sedang pada M-3, Bulan sudah

berada pada beberapa jam sesudah posisi konjungsi kedua, dan M-4 ialah

posisi Bulan yang mengabaikan angka jam, menit dan detik. Dari

keterangan di atas dapat diketahui, bahwa posisi konjungsi pertama ke

konjungsi kedua dianggap konstan atau tetap.

Menurut hemat penulis, konsep bulanan yang ada dalam kitab al-

Hawasil tidak berbeda jauh dengan hisab urfi lainnya dengan umur rata-

rata bulan sebesar 29,5308 hari, nilai ini menurut penulis dapat diperoleh

dengan mempertimbangkan nilai lunasi sinodis terpendek Bulan yaitu

29,27 hari dan nilai lunasi sinodis terpanjang Bulan yaitu 29,84 hari.

Sehingga diperoleh dengan pendekatan astronomi nilai rata-rata tersebut.

Konjungsi 1

Konjungsi 2

M-3 M-4

Konjungsi 1

Konjungsi 2

M-2 M-1

100

2. Siklus Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il

Siklus tahunan yang dipergunakan dalam kitab Al-H{awa>s}il tidak berbeda

jauh dengan pendekatan hisab urfi lainnya yaitu bahwa dalam satu tahun

terdiri dari 12 bulan. Dalam pendekatan astronomi, setelah terjadi

fenomena konjungsi atau ijtima’ 12 kali berturut-turut, maka posisi Bulan

akan menempati seperti pada posisi semula, fenomena 12 kali ijtima’ ini

dinamakan siklus 12 bulan atau satu tahun sinodis atau as-Sanah al-

Iqtira>niyyah (Kementerian Agama RI, 2010: 285).

Waktu yang ditempuh 12 kali konjungsi ialah selama 354 hari 8

jam 48.5 menit atau 354,360713 hari. Angka jam dan menit atau pecahan

tiap tahunnya diabaikan, supaya tersisa angka hari secara utuh, angka

pecahan atau angka jam dan menitnya diakumulasikan pada tiap tahunnya,

jika angka jam dan menit tersebut melebihi 12 jam perjalanan Bulan, maka

dibulatkan 1 hari, sehingga satu tahun berjumlah 355 hari. Hal inilah yang

menyebabkan adanya tahun basitah atau tahun pendek dan tahun kabisat

atau tahun panjang pada penanggalan hijriah.

Sebagai contoh tahun ke-22, 23 dan 24, peredaran Bulan bersama

Bumi mengelilingi Matahari 3 tahun berturut-turut, dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

(a) (b)

Awal th ke-22

Posisi Bulan sebenarnya

Awal th ke-23

101

(c) (d)

Gambar 4.6 Peredaran Bulan dari tahun ke tahun, (a) Posisi Bulan Awal Tahun ke-22, (b) Posisi Bulan Tahun Awal Tahun ke-23, (c) Posisi Bulan

Awal Tahun ke-24, (d) Posisi Bulan Akhir Tahun ke-24.

Dari empat gambar di atas dapat dipahami bahwa pada awal tahun

ke- 22 posisi Bulan ini digunakan sebagai patokan awal lihat poin (a),

setelah Bulan berkonjungsi sebanyak 12 kali atau pada awal tahun ke-23,

maka ia akan menempati posisi Bulan yang sebenarnya lihat poin (b). pada

gambar 4.6 poin (b) digambarkan bahwa posisi Bulan sudah melewati dari

posisi konjungsi, rata-rata lebih 8 jam 48.5 menit dalam 1 tahun, kelebihan

jam dan menit ini disimpan untuk diakumulasikan dengan kelebihan jam

dan menit tahun selanjutnya. Sehingga posisi Bulan menjadi tetap pada

posisi konjungsi atau tetap berjumlah 354 hari. Kelebihan jam pada tahun

ke-22 ini berjumlah 1 jam 46 menit 33,6 detik11.

Gambar 4.6 poin (c) di atas menunjukkan perjalanan tahunan

Bulan pada tahun ke-24 juga sudah melewati posisi konjungsi Bulan dan

Matahari, dan kelebihan jam serta menitnya diakumulasikan dengan tahun

sebelumnya menjadi 10 jam 35 menit 2,4 detik, angka ini belum mencapai

setengah hari atau 12 jam, sehingga tahun ke-23 tersebut tetap menjadi 11 Angka ini dihasilkan dari 0,367 hari dikalikan dengan 22, hasilnya 8,074 hari, angka delapan

adalah jumlah hari kabisat, sehingga dikurangi 8 menjadi 0,074 hari, sisa hari ini dikalikan 24 supaya menjadi angka jam dan menit, hasilnya ialah 1 jam 46 menit 33,6 detik.

Digenapkan 1 hari

Akhir th ke-24

Posisi Bulan sebenarnya

Awal th ke-24

102

354 hari. Bila dilihat dari poin (c) maka posisi Bulan yang sebenarnya

ditunjukkan oleh gambar Bulan yang agak samar seperti bayang-bayang

Bulan (Posisi Bulan sebenarnya), sedang Bulan yang berwarna hitam

adalah Bulan yang mengabaikan angka jam, menit dan detik.

Pada akhir tahun ke-24, yang ditunjukkan poin (d)

menggambarkan perjalanan Bulan di penghujung tahun ke-24 bahwa

Bulan telah melewati posisi awal bila dibanding dengan poin (a), yaitu

selama 19 jam 23 menit 31,2 detik, angka ini diperoleh dari jumlah

akumulasi dengan 2 tahun sebelumnya. Karena kelebihannya sudah lewat

dari 12 jam, maka jumlah hari dalam satu tahun digenapkan menjadi 355

hari.

Dari keterangan-keterangan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa

panjang tahun-tahun hijriah tidak tetap, ada yang berjumlah 354 hari,

adapula yang berjumlah 355 hari. Konsep tersebut dipergunakan dalam

penentuan tahun kabisat dan basitah dalam penentuan penanggalan hijriah

dalam kitab Al-H{awa>s}il. Tahun ke-22 merupakan tahun dengan jumlah

354 hari atau tahun basitah, begitu pula tahun ke-23, sedang tahun ke-24

merupakan tahun dengan jumlah hari 355 hari atau tahun kabisat.

Secara astronomi modern, menurut hemat penulis konsep tahunan

Bulan dalam kitab Al-H{awa>s}il sudah mendekati konsep astronomi, bahwa

1 tahun Bulan atau 1 tahun Sinodis berumur rata-rata 354,3670138 hari,

sedang kitab Al-H{awa>s}il ini menggunakan angka 354, kadang 355 hari

dalam konsep tahunan. Kelebihan jam menitnya diakumulasikan setelah

lebih dari setengah hari atau 12 jam, sehingga tahun yang sudah melebihi

103

setengah hari akan dibulatkan satu hari dan tahun tersebut berumur 355

hari.

3. Siklus Tiga Puluh Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il

Kitab Al-H{awa>s}il dalam siklusnya memiliki siklus tahunan tetap, yaitu

setiap 30 tahunan yang menandakan pergantian siklus baru, setelah siklus

ini berjalan genap 30 tahun, maka akan menempati tahun pertama pada

siklus baru kembali. Tahun 30 ini digunakan, karena peredaran Bulan

dalam mengorbit Bumi akan kembali tepat ditempat semula, meskipun ada

kelebihan sedikit pada menit.

Menurut Slamet Hambali (2011: 64-65) mengenai siklus tiga puluh

tahunan ini, bahwa bilangan ini merupakan siklus tetap penanggalan

hijriah yang telah genap bilangan harinya, meski masih ada sisanya,

namun sisa tersebut sangatlah sedikit, sehingga bisa diabaikan. Sisa

tersebut berjumlah 0 jam 18 menit12.

Sedangkan menurut Djambek (1976: 7), ia menjelaskan bahwa

siklus ini didapat dari perkalian 30 tahun dengan jumlah siklus sinodis

Bulan yaitu 29,530589 hari atau 29 hari 44 menit 3 detik yang

menghasilkan 10.631,01204 hari atau 10.631 hari 0 jam 17 menit 20

detik13.

12 Jumlah hari dari siklus 30 tahunan ini ialah 10.631 hari 18 menit, ini didapat dari akumulasi

hari mulai dari sisa menit dan detik pada siklus sinodis Bulan yaitu 44 menit 3 detik, dalam satu tahun akan berjumlah menjadi 8 jam 48 menit 36 detik. Kemudian dari angka tersebut bila dihitung pertahun, maka tahun yang sisanya relatif sedikit ialah pada tahun ke-30, yaitu berjumlah 10.631 hari 0 jam 18 menit.

13 Lihat juga Hasan (2010: 65-66), ia menerangkan tentang siklus 30 tahunan dengan mengalikan angka yang ditempuh Bulan dalam satu tahun dengan siklus 30 tahun.

104

Zainal (2003: 56) menyatakan bahwa bilangan angka 10.631

berasal dari perkalian jumlah hari siklus sinodis Bulan dalam setahun14

dengan 30 tahun, tepatnya 10.631,0121 hari atau 10.631 hari 0 jam 17

menit 25.44 detik.

Setelah dibandingkan tiga pendapat tersebut didapati bahwa siklus

sinodis Bulan akan menempati tempat semula seperti halnya pada tahun

pertama sesudah berjalan selama 30 tahun, meskipun masih ada sisanya,

namun hanya pada menitnya saja, dan itupun bisa diabaikan. Untuk lebih

jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut:

(a) (b)

Gambar 4.7 Siklus 30 Tahunan; (a) Posisi Bulan saat Konjungsi pada Awal Tahun ke-1, (b) Posisi Bulan saat Konjungsi Akhir Tahun ke-30

Gambar di atas menjelaskan bahwa pada saat posisi konjungsi awal

tahun ke-1, posisi M-1 dijadikan patokan sebagai konjungsi pertama,

kemudian setelah berjalan selama 30 tahun atau 10.631 hari, Bulan akan

menempati pada posisi M-2 yang sama persis dengan posisi M-1,

14 Siklus sinodis Bulan menurut Zainal ialah 29,530389 hari yang dikalikan dengan 12

(menentukan jumlah hari dalam satu tahun) hasilnya 354,36707 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 34.85 detik, kemudian bila dalam 30 tahun akan menghasilkan 10.631,0121 hari atau 10.631 hari 0 jam 17 menit 25.44 detik.

Konjungsi awal tahun

ke-1

M-1

Konjungsi akhir tahun

ke-30

M-3 M-2

105

kemudian posisi M-3 adalah posisi Bulan yang melewati sedikit dari posisi

M-2, yaitu berkisar antara 0 jam 17 menit sampai 0 jam 18 menit.

Inilah alasan mengapa siklus penanggalan hijriah menggunakan

siklus 30 tahunan. Menurut penulis ada alasan lain yang melatarbelakangi

penggunaan siklus 30 tahunan, yaitu bahwa Bulan akan menempati pada

tempat semula setelah 30 tahun, karena bila dihitung 12 bulan dikali 30

tahun akan menghasilkan 360 kali lunasi atau satu lingkaran penuh. Jadi,

sistem yang ada pada kitab Al-H{awa>s}il ini sudah sejalan dengan Ilmu

Astronomi yang berkembang pada saat ini, yang menggunakan daur 30

tahun sebagai salah satu siklus lunasi bulan.

4. Siklus Delapan Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il

Kitab Al-H{awa>s}il menyebutkan adanya siklus delapan tahunan

dalam menentukan awal tahun hijriah, artinya awal tahun pertama dan

awal tahun ke-8 bulan akan menempati tempatnya semula, pada hari yang

sama, siklus ini biasa disebut dengan sistem windu (Khazin, 2005: 91).

Ada beberapa pendekatan terkait penggunaan angka delapan tahunan ini

digunakan, pertama, pendekatan siklus neptu15 dari penanggalan Jawa-

Islam yang berjumlah 35 hari, diketahui bahwa jumlah hari dalam siklus 8

tahun adalah 2.835 hari ((3x355 hari) + (5x355 hari)). Bila jumlah hari

dalam 8 tahun dibagi dengan 35, maka habis tanpa ada sisa16.

Kedua, dengan pendekatan astronomi, bahwa yang mendekati

dengan siklus delapan tahunan adalah siklus metonik menurut Jean Meeus 15 Neptu adalah gabungan dari akumulasi hari yang ada 7 dan pasaran yang ada 5. Sampai

sekarang neptu ini masih digunakan penganut penanggalan Jawa-Islam. 16 Berikut perhitungannya: 2835

35 = 81

106

yaitu Bulan menempati tempatnya semula setelah berjalan selama 8 tahun

3 bulan atau 99 lunasi atau sekitar 2.923 hari Matahari rata-rata17. Sebagai

contoh konjungsi pada bulan Oktober 2014 tanggal 23, setelah berjalan

selama 8 tahun 3 bulan yaitu tanggal 25 Oktober 2022, dan berjalan lagi

selama 99 lunasi akan terjadi pada tanggal 26 Oktober 2030. Lebih

jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.19 Perbandingan Siklus Meton dengan Penanggalan Hijriah18

No. Masehi Hijriah Hari dan Pasaran

1. 25 Oktober 2014 1 Muharam 1436 Sabtu Pahing

2. 25 Oktober 2022 3 Rabi’ Awal 1444 Selasa Wage

3. 26 Oktober 2030 28 Jumadil Akhir

1452

Sabtu Pahing

99 lunasi (jumlah

lunasi)

2.923 hari atau 8

tahun 3 bulan (selisih

hari)

417 minggu 4 hari

(selisih minggu)

Tabel diatas menjelaskan bahwa lunasi siklus meton Jean Meeus

ialah sebanyak 99, yang bila dikonversi dalam hari Matahari rata-rata

sebesar 2923 hari atau 417 minggu 4 hari. Sedangkan mengenai hari dan

pasaran, setiap satu siklus jatuh pada hari dan pasaran yang berbeda karena

siklus pasaran tidak dipergunakan dalam kalender masehi secara

internasional.

Sedang untuk perbandingan lunasi Bulan pada siklus 8 tahun dapat

dilihat pada tabel 4.20 Sebagai contoh perbandingan, penulis mengambil

awal 1436 H atau Oktober 2014, awal 1444 H atau Juli 2022 serta awal

1452 H atau Mei 2030.

17 Pendapat Jean Meeus ini dikutip oleh Moedji Raharto (2009: 171) pada Seminar Nasional

Hilal 2009 di Observatorium Bosscha Lembang Bandung. 18 Data ini diolah dengan software Ramalan Horoskop Java V 1.0.

107

Tabel 4.20 Perbandingan Siklus 8 Tahunan dengan Masehi19

No. Hijriah Masehi Hari dan Pasaran

1. 1 Muharam 1436 25 Oktober 2014 Sabtu Pahing

2. 1 Muharam 1444 30 Juli 2022 Sabtu Pahing

3. 1 Muharam 1452 4 Mei 2030 Sabtu Pahing

96 lunasi (jumlah

lunasi)

2.835 hari atau 7

tahun 9 bulan 10

hari (selisih hari)

405 minggu (jumlah

minggu)

Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa siklus 8 tahunan habis pada tahun

ke delapan, dengan jumlah lunasi 96, jumlah harinya 2.835 atau 7 tahun 9

bulan 10 hari dengan 405 minggu, mengenai hari dan pasaran akan

kembali pada tahun ke-8.

Ketiga, dengan pendekatan perjalanan sinodis Bulan rata-rata yang

digunakan Kementerian Agama RI, yaitu sebesar 29,530588 yang

dikalikan dengan 12 bulan kemudian dikalikan 8, maka hasilnya adalah

2.834,936 hari atau 7 tahun 9 bulan 9 hari 22 jam 27 menit 50.4 detik. Dari

nilai tersebut dibulatkan menjadi 8 tahun.

Dari ketiga pendekatan di atas, penulis mengambil pendapat yang

lebih tepat, bahwa alasan pemilihan siklus 8 tahunan ini adalah dengan

pendekatan siklus neptu, karena angka siklus 8 tahunan akan habis bila

dibagi dengan siklus neptu yaitu 35 tanpa ada sisa hari. Kemudian dari

segi astronomi, pemilihan siklus 8 tahunan sudah mendekati pada Ilmu

Astronomi modern, meskipun ada perbedaan pada lunasi yang

menyebabkan beda hari dan pasarannya. Namun, siklus 8 tahunan ini

sudah dirasa tepat diambil sebagai siklus penanggalan.

19 Data ini diolah dengan software Ramalan Horoskop Java V 1.0.