Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam...
-
Upload
hoanghuong -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
Transcript of Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam...
71
BAB IV
ANALISIS SISTEM PENANGGALAN HIJRIAH
DALAM KITAB ALALALAL----H{AWA<S{ILH{AWA<S{ILH{AWA<S{ILH{AWA<S{IL
A. Analisis Algoritma Penanggalan Hijriah Dalam Kitab AlAlAlAl----HHHH}a}a}a}awawawawa>s{i>s{i>s{i>s{illll
Hisab urfi merupakan salah satu sistem dalam penanggalan Hijriah yang
berumur 354 atau 355 hari berdasarkan perhitungan rata-rata sinodis Bulan
29,53058 hari. Nilai rata-rata ini dipergunakan untuk menentukan umur Bulan
dalam penanggalan hijriah menjadi 29 atau 30 hari. Oleh karena itu, sistem
penanggalan yang menggunakan konsep tersebut termasuk kategori hisab urfi.
Dari ulasan yang telah penulis jelaskan di atas, dapat diketahui bahwa
penanggalan hijriah dalam kitab al-H{awa>s}il ini merupakan sistem penanggalan
dengan kategori hisab urfi1.
Waktu yang dibutuhkan Bulan mengelilingi Bumi satu kali putaran
adalah selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik yang dikenal dengan sidereal
month atau bulan sideris (Kementerian Agama RI, 2010: 287). Namun,
penanggalan hijriah ini diawali sejak terjadinya fenomena ijtima’, sehingga
ada rentang waktu dari revolusi Bulan untuk berijtima dengan Matahari, yaitu
2 hari 5 jam 0 menit 51.3 detik yang nantinya menjadi 29 hari 12 jam 44 menit
2.8 detik. Siklus ini dikenal dengan sinodis month atau Bulan sinodik
(Shomad, 2005: 5).
1 Hisab urfi artinya “biasanya”, yakni perhitungan awal-awal bulan berdasarkan umur bulan
yang biasa berlaku secara konvensional. (Khazin, 2005, 88)
72
Menurut Shofiyulloh (2005: 4), pembagian jenis hisab pada kalender/
penanggalan ada dua macam klasifikasi, yaitu: kalender aritmatik2 dan
kalender astronomik3. Setelah dilakukan klasifikasi, hisab penanggalan hijriah
pada kitab al-H{awa>s}il ini termasuk hisab aritmatik yang didasarkan pada
rumus-rumus dan untuk sistematika penentuan awal bulannya menggunakan
rumus-rumus tertentu.
Kalender jenis ini pada umumnya digunakan dalam pembuatan
kalender yang berkaitan dengan persoalan administrasi seperti kalender
Ummul Qura’ yang dikeluarkan Kerajaan Saudi Arabia (Azhari, 2012: 63).
Sedangkan untuk persoalan ibadah harus menggunakan observasi hilal atau
rukyat hilal, karena bila tetap menggunakan kalender jenis ini, tidak sesuai
dengan perkembangan Ilmu Astronomi sekarang, penyebabnya ialah rata-rata
peredaran bulan tidak tepat sesuai dengan penampakan hilal.
Dalam kitab al-H{awa>s}il, penentuan jumlah hari setiap bulannya
menggunakan pendekatan astronomi, yaitu peredaran Bulan mengitari Bumi
selama 29,530588 hari (sinodic month).
Nilai peredaran rata-rata ini lebih besar dari setengah hari, sehingga
dalam dua bulan ada kelebihan 1 hari dan kelebihan tersebut dimasukkan pada
bulan ganjil penanggalan hijriah (bulan ke-1 atau Muharram, ke-3 atau Rabi’ul
Awal, ke-5 atau Jumadil Awal, ke-7 atau Rajab, ke-9 atau Ramadan dan ke-11
atau Zulkaidah) (Ibrahim, 2003: 14). Dalam penanggalan ini disebutkan
2 Kalender aritmatik artinya kalender yang mudah dihitung karena didasarkan atas rumus dan
perhitungan aritmatik, kalender yang mengadopsi cara ini adalah kalender Masehi, kalender Jawa-Islam dan lain-lain (Shofiyulloh, 2006: 4).
3 Kalender astronomik artinya kalender yang didasarkan pada perhitungan astronomi dan perhitungannya jelas lebih sulit, contohnya kalender Hijriah, kalender Cina (Shofiyulloh, 2006: 4).
73
bahwa satu tahun berjumlah 354 hari. Sebenarnya pergerakan hakiki Bulan
dalam satu tahun adalah 354,36707 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 34.8
detik (Periode sinodis 29,530589 hari x 12 bulan = 354,36707 hari) (Zainal,
2003: 56).
Pemilihan tahun-tahun kabisat dalam penanggalan hijriah ini bukan
tanpa alasan, tapi dilandaskan pada perhitungan matematis astronomis, yaitu
angka tahun dikalikan 0,367 hari. Apabila sisanya lebih kecil dari 0,5 hari,
maka tahun itu merupakan tahun basitah, sedang bila lebih besar dari 0,5 hari,
maka tahun itu tahun kabisat. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:
Tabel 4.1. Penentuan tahun-tahun kabisat
Tahun
Hijriah Perkalian Hasil
Hasil
Pengurangan
Kategori
Tahun
Ke-1 1 x 0,367 0,367 - Basitah
Ke-2 2 x 0,367 0,734 - Kabisat
Ke-3 3 x 0,367 1,101 – 1 0,101 Basitah
Ke-4 4 x 0,367 1,468 – 1 0,468 Basitah
Ke-5 5 x 0,367 1,835 – 1 0,835 Kabisat
Ke-6 6 x 0,367 2,202 – 2 0,202 Basitah
Ke-7 7 x 0,367 2,569 – 2 0,569 Kabisat
Ke-8 8 x 0,367 2,936 – 3 -0,064 Basitah
Ke-9 9 x 0,367 3,303 – 3 0,303 Basitah
Ke-10 10 x 0,367 3,67 – 3 0,67 Kabisat
Ke-11 11 x 0,367 4,037 – 4 0,037 Basitah
Ke-12 12 x 0,367 4,404 – 4 0,404 Basitah
Ke-13 13 x 0,367 4,771 – 4 0,771 Kabisat
Ke-14 14 x 0,367 5,138 – 5 0,138 Basitah
Ke-15 15 x 0,367 5,505 – 5 0,505 Kabisat
Ke-16 16 x 0,367 5,872 – 6 -0,128 Basitah
Ke-17 17 x 0,367 6,239 – 6 0,239 Basitah
74
Ke-18 18 x 0,367 6,606 – 6 0,606 Kabisat
Ke-19 19 x 0,367 6,973 – 7 -0,027 Basitah
Ke-20 20 x 0,367 7,34 – 7 0,34 Basitah
Ke-21 21 x 0,367 7,707 – 7 0,707 Kabisat
Ke-22 22 x 0,367 8,074 – 8 0,074 Basitah
Ke-23 23 x 0,367 8,441 – 8 0,441 Basitah
Ke-24 24 x 0,367 8,808 – 8 0,808 Kabisat
Ke-25 25 x 0,367 9,175 – 9 0,175 Basitah
Ke-26 26 x 0,367 9,542 – 9 0,542 Kabisat
Ke-27 27 x 0,367 9,909 – 10 -0,091 Basitah
Ke-28 28 x0,367 10,276 – 10 0,276 Basitah
Ke-29 29 x 0,367 10,643 – 10 0,643 Kabisat
Ke-30 30 x 0,367 11,01 – 11 0,01 Basitah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tahun kabisat dalam
penanggalan hijriah terdapat pada tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26
dan 29. Sebagai sarana dalam mempermudah angka-angka tahun kabisat kitab
bisa gunakan syair dibawah ini (Slamet Hambali, 2011: 64)4:
ا� ف� �������� �������� �������� د � ���������� ل � �
������� ل� ������ ل� ������� ن ������� �� � �������� �� � Kekasih yang sejati itu menjaga dan memelihara agamanya, bukan yang
senantiasa memelihara kesenangannya (Muradho, 2008: 108).
Syair tersebut terdiri dari 30 huruf hijaiyah. Huruf yang bertitik
merupakan tahun kabisat, sedang huruf yang tidak bertitik merupakan tahun
basitah. Lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:
Tabel 4.2. Penjelasan Tahun Kabisat dalam Syair
ھـ ن ا ي د ھـ ف ك ل ي ل خ ل ا ف ك1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
4 Lihat juga (Khazin, 2009: 79) buku 99 Tanya Jawab Masalah Hisab Rukyat.
75
ھـ ن ا ص ف ھـ ب ح ل خ ل ك ن ع17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Aritmatika dalam mencari awal tahun sangat sederhana, namun
membutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam perhitungannya. Penulis
mencoba menganalisa algoritma perhitungan penanggalan hijriah kitab al-
H{awa>s}il , yaitu sebagai berikut:
1. Untuk angka 30, ini adalah angka satu daur dalam penanggalan hijriah.
2. Hasil pembagian 30 dikalikan 5, angka 5 adalah angka dari sisa hari satu
daur hijriah yang dibagi dengan 7 (10631 hari : 7 hari = 1518 sisa 5),
sedang untuk mencari pasaran hasil pembagian 30 dikalikan 1, angka 1 ini
ialah dari sisa hari satu daur hijriah yang dibagi dengan 5 (10631 hari : 5
hari = 2126 sisa 1).
3. Sisa pengurangan tahun hijriah dipilah tahun kabisat dan basitahnya, pada
tahun kabisat dikalikan 5 dan tahun basitah dikalikan 4, hal ini dilakukan
karena sisa hari dalam satu tahun untuk kabisat adalah 5 dan 4 untuk
basitah (355 hari : 7 hari = 50 sisa 5, 354 hari : 7 hari = 50 sisa 4).
Kemudian untuk pasaran tahun kabisat diabaikan dan tidak dihitung,
karena hasil sisa harinya setelah dibagi 5 adalah 0 (355 hari : 5 hari = 51
sisa 0). Meskipun tetap dihitung akan tidak berpengaruh pada hasilnya
atau sama saja.
4. Selanjutnya penambahan angka 5 setelah penjumlahan, ini dilakukan
karena untuk menyesuaikan awal minggu saat awal tahun hijriah dimulai
atau 1 Muharam 1 H bertepatan dengan 15 Juli 622 M. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
76
Tabel 4.3. Pemajuan Kamis Kliwon ke Ahad Legi
Juli 622 M Muharram 1 H
Ahad Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1 2 3 Legi Pahing Pon
4 5 6 7 8 9 10 Wage Kliwon Legi Pahing Pon Wage Kliwon
11 12 13 14 15 1 16 2 17 3
Legi Pahing Pon Wage Kliwon Legi Pahing
18 4 19 5 20 6 21 7 22 8 23 9 24 10
Pon Wage Kliwon Legi Pahing Pon Wage
25 11 26 12
27 13 28 14
29 15 30 16
31 17
Kliwon Legi Pahing Pon Wage Kliwon Legi
5. Hal yang terakhir mengenai epoch atau patokan awal, bahwa menurut
umumnya kalender hijriah dimulai dari Jumat Legi, namun pada sistem
penanggalan Hijriah di kitab al-H{awa>s}il ini, dimulai pada hari Ahad
pasaran Legi. Ini merupakan alternatif lain dari epoch Kamis Kliwon,
namun hanya berlaku untuk model perhitungan hijriah model ini saja.
Mengenai analisis algoritma pada perhitungan penanggalan hijriah
yang ada dalam kitab al-H{awa>s}il, penulis fokuskan dengan membandingkan
kitab Badi>ah al-Mis\a>l karya KH. Muh. Ma’shum bin ‘Ali al-Maskumambangi,
maka ada persamaan dan perbedaan, persamaan dan perbedaan algoritma
kedua kitab tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mencari jenis tahun hijriah, apakah termasuk basitah atau kabisat,
maka dari kedua kitab ini memiliki kesamaan algoritma, lebih jelasnya
dapat dilihat contoh di bawah ini:
Contoh: tahun 1436 H = basitah atau kabisat?
77
Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l
30 / 1436 \ 47
1410 -
26 = tahun kabisat
30 / 1436 \ 47
1410 -
26 = tahun kabisat
2. Untuk untuk mengetahui awal tahunnya (meliputi hari dan pasaran), lebih
jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini:
Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l
1 Muharram 1436 H = hari apa?
30 / 1435 \ 47 x 5 = 235
1410 – (B) 16 x 4 = 64
25 (K) 9 x 5 = 45 +
= 344
rumus = 5 +
= 349
349 : 7 = 49, sisa 6 (Jumat)
1 Muharram 1436 H = hari apa?
30 / 1435 \ 47 x 5 = 235
1410 – (B) 16 x 4 = 64
25 (K) 9 x 5 = 45 +
= 344
rumus = 5 +
= 349
349 : 7 = 49, sisa 6 (Jumat)
Kemudian untuk mengetahui pasaran pada awal tahun hijriah, lebih
jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini:
Kitab al-H{awa>s}il Kitab Badi>‘ah al-Mis\a>l
Awal tahun 1436 H = pasaran apa?
30 / 1435 \ 47 x 1 = 47
1410 – (B) 16 x 4 = 64 +
25 = 111
111 : 5 = 22, sisa 1 (Legi)
Awal tahun 1436 H = pasaran apa?
30 / 1435 \ 47 x 1 = 47
1410 – (B) 16 x 4 = 64 +
25 = 111
111 : 5 = 22, sisa 1 (Legi)
3. Mencari hari dan pasaran pada penanggalan hijriah dengan menggunakan
nazam dari kitab al-H{awa>s}il yang berbunyi:
أأد �)���������������& ''���������������& دزب
ھ)�����������ب و�������������ء زوه ������������دھن
Untuk aplikasi perhitungannya adalah sebagai berikut:
Awal tahun 1436 H = hari dan pasaran?
78
8 / 1436 \ 179
1432 -
merupakan tahun ke-4, hari dihitung (6= Sabtu) dan دزب = 4
pasaran dihitung (2= Pahing)
Sedang pada kitab Badi>ah al-Mis\a>l tidak menyebutkan cara cepat
mencari hari dan pasaran untuk awal tahun hijriah, namun langsung
menyebutkan rumus untuk mencari hari dan pasaran awal bulan dengan
menggunakan nazam seperti di bawah ini:
ر � ��������� 0ء '������� ك .�������ر� � . أ أ
ر ـ آ��������ھ��������و ل و� أ 1 ��������� ـ ر ھ��������د ������� د ������� �د .������' ا� ل و� أ د ز �3� ��0
��������� & ھ�������� ب '��������ر � & '�������� �ن � 5 ��4
ال و� ���������4 ب أ �ن ���������6. ر � ب و
���������ا � ذ ة د ����������5 7 ���������� �' : � او �� ����������
Sedang untuk kitab al-H{awa>s}il juga menyebutkan cara cepat dalam mencari
hari dan pasaran awal bulan, yaitu dengan menggunakan nazam di bawah ini:
ر.�������إ �ر'�������ء ��������ده ������3�وه
'���������زد '3���������د '���������'& ����������)& )�����دإ �����6�وب و>ب دھ�������ء '
.....
Nazam-nazam dari kedua kitab tersebut berbeda dalam sistematika bahasa dan
singkatan, namun sama dalam makna atau maksud. Dalam kitab Badi>ah al-
Mis\a>l menggunakan sistematika bahasa yang lengkap sesuai nama bulan
hijriah, sebagai contoh penggalan nazam ك. ini berarti bahwa untuk أأ .�ر�
mencari awal bulan hijriah pada bulan Muharam yaitu dengan menambahkan
hari dan pasaran awal tahun dengan 1-1, sedang dalam kitab al-H{awa>s}il
menggunakan sistematika bahasa dengan mengambil suku kata dari nama
bulan, seperti penggalan nazam ر.�إ ini berarti bahwa untuk bulan Muharam
79
cukup dengan menambahkan hari dan pasaran dengan angka 1-1.
Penulis juga membandingkan kitab al-H{awa>s}il dengan beberapa sistem
lain5, dengan tujuan agar mendapatkan gambaran jelas mengenai posisi dan
ketepatan hitungan sistem kitab al-H{awa>s}il ini., ada perbedaan dan persamaan
sistematika serta algoritma perhitungan dalam kitab ini. Lihat tabel di bawah
ini:
Tabel 4.4. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-H{awa>s}il
dengan Muhammad Wardan
Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhammad Wardan 1436 – 1 = 1435 1436 = 1436 – 1 = 1435 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 = 30 x 47 daur + 25 tahun 47 x 5 = 235 47 daur = 10.631 hari x 47 = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 9 x 5 = 45 25 th = 354 hari x 26 + 9 hari
(tahun panjang) = 8.859 hari
16 x 4 = 64 1 Muharram = 1 hari Ditambah 5 = 5 Jumlah hari mulai awal tahun
Hijriah hingga tgl 1 Muharram 1436 =
508.517 hari
Total = 349 508.517 : 7 = sisa 2 (hitung mulai Kamis)
Jumat
349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad
49 Jumat
Tabel 4.5. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan Muhammad Wardan
Metode KitabKitabKitabKitab alalalal----H{H{H{H{awa>s}ilawa>s}ilawa>s}ilawa>s}il Metode Muhammad Wardan 1436 – 1 = 1435 1436 = 1436 – 1 = 1435 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 = 30 x 47 daur + 25 tahun 47 x 1 = 47 47 daur = 10.631 hari x 47 = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = 9 K 16 B 25 th = 354 hari x 26 + 9 hari
(tahun panjang) = 8.859 hari
16 x 4 = 64 1 Muharram = 1 hari
5 Penulis menggunakan sistem perhitungan perbandingan tarikh dari Muhammad Wardan,
Muhyiddin Khazin, kitab Badi>ah al-Mis\a>l dan Slamet Hambali sebagai pembanding (Wardan, 1957: 9-10), (Khazin, 2007: 112-113), (Ali, t.t,: 6-7), (Slamet Hambali, 2011: 66-67).
80
Total = 111 Jumlah = 508.517 hari 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi
22 Legi
508.517 : 5 = sisa 2 (mulai Kliwon)
Legi
Tabel 4.6. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin
Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhyiddin Khazin
1436 – 1 = 1435 1436 = 1435 th lebih 1 hari 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 daur lebih 25 th lebih 1 hari 47 x 5 = 235 47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 9 x 5 = 45 25 th = (25 x 354) + 9 hari = 8.859 hari 16 x 4 = 64 1 hari = 1 hari Ditambah 5 = 5 Jumlah = 508.517 hari Total = 349 508.517 : 7 = 72.645, lebih 2
(mulai Jumat) Sabtu
349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad
49 Jumat
Tabel 4.7. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin
Metode KitabKitabKitabKitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Muhyiddin Khazin
1436 – 1 = 1435 1436 = 1435 th lebih 1 hari 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 daur lebih 25 th lebih 1 hari 47 x 1 = 47 47 daur = 47 x 10631 hari = 499657 hari 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = (25 x 354) + 9 hari = 8866 hari 16 x 4 = 64 1 hari = 1 hari Total = 111 Jumlah = 508.517 hari 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi
22 Legi
508.517 : 5 = 101.703 lebih 2 (mulai Legi)
Pahing
Tabel 4.8. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l
Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Badi>ah alBadi>ah alBadi>ah alBadi>ah al----MisMisMisMis\\ \\a>la>la>la>l 1436 – 1 = 1435 1436 – 1 = 1435 (tam) 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 sisa 25 47 x 5 = 235 47 x 5= 235 25 tahun = 9 K 16 B 25 th = 9 K 16 B
81
9 x 5 = 45 9 x 5 = 45 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 Ditambah 5 = 5 Tambahan 5 = 5 Total = 349 Total = 349 349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad
49 Jumat
349 : 7, 49 sisa 6 (hitung mulai Ahad)
Jumat
Tabel 4.9. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l
Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Badi>ah alBadi>ah alBadi>ah alBadi>ah al----MisMisMisMis\\ \\a>la>la>la>l
1436 – 1 = 1435 1436 – 1 = 1435 (tam) 1435: 30 = 47 sisa 25 1435 : 30 = 47 sisa 25 47 x 1 = 47 47 x 1 = 47 25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 Total = 111 Jumlah = 111 111 : 5 = Sisa 1, dihitung dari Legi
22 Legi
111 : 5 = 22 sisa 1 (hitung mulai Legi)
Legi
Tabel 4.10. Perbandingan perhitungan hari awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan Slamet Hambali
Metode Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Slamet Hambali
1436 – 1 = 1435 1436 : 210 = 6 sisa 176 176 1435: 30 = 47 sisa 25 176 : 30 = 5, sisa 26 47 x 5 = 235 5 x 5 = 25 25 : 7, sisa 4 25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 9 x 5 = 45 10 x 5 = 50 50 : 7, sisa 1 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 64 : 7, sisa 1 Ditambah 5 = 5 Ditambah 1 = 1 Total = 349 Total = 7
(Sabtu) 349 : 7 = Sisa 6, dihitung dari Ahad
49 Jumat
Tabel 4.11. Perbandingan perhitungan pasaran awal tahun 1436 H kitab al-
H{awa>s}il dengan Slamet Hambali
Metode Kitab alalalal----H{H{H{H{awa>s}ilawa>s}ilawa>s}ilawa>s}il Metode Slamet Hambali
1436 – 1 = 1435 1436 : 150 = 9 sisa 86 1435: 30 = 47 sisa 25 86 : 30 = 2*, sisa 26 47 x 1 = 47
82
25 tahun = 9 K 16 B 26 th = 10 K 16 B 16 x 4 = 64 16 x 4 = 64 64 : 5, sisa 4 Total = 111 Hasil * = 2 111 : 7 = Sisa 1, dihitung dari Legi
22 Legi
Total = 6 – 5 = 1 + legi (Pahing)
Dari keempat perbandingan di atas, hasilnya dapat dirangkum menjadi
tabel di bawah ini:
Tabel 4.12. Hasil Perbandingan Perhitungan
Metode Penanggalan
Hijriah
Hasil Perhitungan 1
Muharram 1436 H Selisih
Kitab al-H{awa>s}il Jumat Legi -
Muhammad Wardan Jumat Legi Sama
Muhyiddin Khazin Sabtu Pahing Terlambat satu hari
Kitab Badi>ah al-Mis\a>l Jumat Legi Sama
Slamet Hambali Sabtu Pahing Terlambat satu hari
Dari tabel di atas, penulis menganalisa mengenai perhitungan model
kitab al-H{awa>s}il ini jika dibandingkan dengan keempat model yang lain dalam
menghitung awal tahun 1436 H, bahwa kitab ini sama hasilnya dengan model
Muhammad Wardan dan Kitab Badi>ah al-Mis\a>l, yaitu jatuh pada hari Jumat
Legi, sedang untuk model Muhyiddin Khazin dan Slamet Hambali hasilnya
selisih 1 hari lebih cepat, jatuh pada hari Sabtu Pahing.
Penulis mencoba menganalisa mengenai perhitungan awal tahun
Hijriah. Ada beberapa hal yang menyebabkan kesamaan hasil kitab al-H{awa>s}il
dengan model Muhammad Wardan dan Badi>ah al-Mis\a>l. Jika dibandingkan
dengan Muhammad Wardan, epoch yang digunakan sama dengan al-H{awa>s}il ,
yaitu hari Kamis Kliwon, namun model perhitungannya dengan
mengakumulasikan jumlah hari mulai dari tanggal 1 Muharam 1 H. Lain
83
halnya dengan kitab Badi>ah al-Mis\a>l, model perhitungannya sama dengan
model pada kitab al-H{awa>s}il, yaitu angka-angka pada bilangan tetap (daur
hijriah, angka tahun kabisat, angka tahun basitah) disederhanakan agar lebih
mudah dihitung.
Sedangkan jika dibandingkan dengan model Muhyiddin Khazin dan
Slamet Hambali, kitab al-H{awa>s}il ini selisih satu hari lebih cepat, yaitu jatuh
pada hari Jumat Legi. Menurut analisa penulis, hal ini dikarenakan epoch dari
model Muhyiddin Khazin dan Slamet Hambali tidak sama dengan kitab al-
H{awa>s}il yaitu dimulai dari Jumat Legi6. Model Muhyiddin Khazin
menggunakan akumulasi jumlah hari dari 1 Muharam 1 H. Untuk mengetahui
hari dan pasaran dapat diketahui setelah diketahui jumlah hari yang kemudian
dibagi 7 untuk hari dan dibagi 5 untuk pasaran. Sedang pada kitab al-H{awa>s}il
harus disendirikan dalam mencari hari dan pasaran. Selanjutnya pada model
Slamet Hambali, ia menggunakan penyederhanaan hari terkecil dan
menambahkan 1 hari pada akhir akumulasi penjumlahan hari sebagai koreksi
hari, agar cocok dengan epoch yang digunakan.
Tabel 4.13. Aspek-aspek Perbedaan Hasil Perhitungan
Metode Penanggalan Hijriah Epoch Model
Kitab al-H{awa>s}il Kamis Kliwon Penyederhanaan Angka
Muhammad Wardan Kamis Kliwon Akumulasi Hari
Kitab Badi>ah al-Mis\a>l Kamis Kliwon Penyederhanaan Angka
Muhyiddin Khazin Jumat Legi Akumulasi Hari
Slamet Hambali Jumat Legi Penyederhanaan Angka
6 Alasan perbedaan hasil kitab al-H{awa>s}il dengan Muhyiddin Khazin adalah ketidaksamaan
epoch, meskipun memang kebanyakan Muhyiddin Khazin banyak mengambil referensi dari Kitab Badi>ah al-Mis\a>l, namun pada penanggalan hijriah ini, Muhyiddin Khazin menggunakan patokan awal atau epoch hari Jumat Legi.
84
Mu’allif kitab al-H{awa>s}il juga menerangkan mengenai penentuan awal
hari dan pasaran secara bersamaan dalam penanggalan Hijriah agar lebih
simpel dan praktis, sehingga mudah diterapkan oleh orang awam yang baru
belajar Ilmu Falak khususnya tentang penanggalan Hijriah dengan kategori
urfi. Ia menjelaskan nazam dengan menggunakan huruf abjad arab yang
melambangkan angka-angka tertentu, yang biasa disebut dengan angka juma>li,
seperti dijelaskan oleh Muhyiddin Khazin (2007: 4):
Adapun angka juma>li adalah bilangan angka yang menggunakan huruf-huruf angka arab sebagai berikut:
�ط ك �.ن ا�'د ھوز 3ذ 6ظ@ ?�5ص 7رش B
Huruf-huruf hijaiyah di atas menunjukkan bilangan angka sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ط ح ز و ھـ د ج ب ا ص ف ع س ن م ل ك ي 0
ظ ض ذ خ ث ت ش ر ق 00 ط@ �@ زغ وغ ھ@ دغ '@ �@ غ 000
KH. Ahmad Maisur Sindy At-Tursidy memaparkan bahwa untuk
mengetahui awal tahun langkah yang dilakukan adalah dengan membagi tahun
hijriah yang naqish atau tahun yang sedang berjalan dengan 87, sisanya
dicocokkan dan dimasukkan dengan nazam berikut:
ب ز د & '���������������' & )���������������� د أ أ
ن ھ د ������������ ه و ز �ء ������������و ب )�����������ھ Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
7 Sistem 8 tahunan ini disebut sistem Windu, biasa dipakai oleh Masyarakat Jawa-Islam yang
disebut dengan Kalender Jawa-Islam. Tahun-tahun dalam satu windu (8 tahun) diberi nama dengan angka huruf jumali berdasarkan nama hari tanggal 1 Muharam tahun Alifnya (Khazin, 2007: 117).
85
Tabel 4.14. Penjelasan nazam ااد
Sisa Pembagian
Rumus Awal Tahun Jenis Tahun Sebutan Tahun
Ahad Wage Wawu Wahadge ااد 1
2 ��� Kamis Pon Jim Akhir Jamispon
3 �� Selasa Pon Alif Asapon
Sabtu Pahing Ha’ Hatuhing دزب 4
Kamis Pahing Jim Awal Jamishing ھـ�� 5
Senin Legi Za’ Zanengi و�� 6
Jumat Kliwon Dal Daahwon زوه 7
Rabu Kliwon Ba’ Babowon ��ه 8
Penulis mencoba menganalisa sistem kitab al-H{awa>s}il ini dengan
perhitungan penanggalan Jawa-Islam model Slamet Hambali dan Muhyiddin
Khazin, dan memiliki hasil yang sama, perhitungannya dapat dilihat seperti di
bawah ini:
Tabel 4.15. Perbandingan perhitungan penentuan hari dan pasaran al-H{awa>s}il
dengan Slamet Hambali dan Muhyiddin Khazin
Kitab alalalal----H{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}ilH{awa>s}il Metode Slamet
Hambali
Metode Muhyiddin
Khazin
1436 : 8 = 179, sisa 4 1436 + 512 = 1948 1436 + 512 = 1948
sisa 4 1948 – 1554 = 394 ,243 = 8 : 1948 = دزب = 4
tahun Ha’ hari Sabtu
Pahing
4 mulai tahun Wawu =
Ha’ = Hatuhing (Sabtu
Pahing)
394 : 8 = 49, sisa 2
2 mulai tahun Alif = Ha’ =
Hatuhing (Sabtu Pahing)
Dari tabel 4.15 dapat dipahami bahwa perhitungan dengan rumus pada
kitab al-H{awa>s}il jika dibandingkan dengan metode Slamet Hambali dan
Muhyiddin Khazin, maka hasilnya ialah tahun 1436 H jatuh pada hari Sabtu
86
Pahing tahun Ha’.
Dalam siklus 8 tahunan ini terdapat tahun-tahun kabisat yaitu tahun ke-
2, 5, dan 7, muallif menyebutnya dalam penggalan nazam ��� ن ذي�����
���� artinya “Jumlah hari untuk bulan Zulhijjah adalah 30 hari pada tahun ke-
2, 5 dan 7”, tahun-tahun kabisat ini sama dengan kabisat hijriah pada
umumnya (2, 5 dan 7). Mu’allif tetap menggunakan tahun kabisat pada sistem
8 tahunan ini dengan tujuan supaya orang awam dalam Ilmu Falak dapat
memahami penanggalan Hijriah dengan semestinya, berbeda dengan
penanggalan Jawa Islam yang tahun kabisat atau wuntu yang berumur 355 hari
(Azhari, 2008: 238).
Didalam kitab Al-H{awa>s}il, muallif menyebutkan sistem 8 ini dengan
sebutan Aboge pada nazam-nazam terakhir, dan dari algoritma-algoritma
sistem penanggalan ini yang menggunakan konsep 8 disebutkan adanya awal
tahun hijriah yang jatuh pada hari Selasa Pon, penulis mensinyalir bahwa kitab
Al-H{awa>s}il ini mengadopsi sistem penanggalan Jawa-Islam yang sudah
berpatokan pada tahun Asapon. Bunyi nazam kitabnya adalah:
أد �)�����������������& ''�����������������& دزب أ ھ)�����������ب و�������������ء زوه ������������دھن
������0 ?ردھ� أ�و0� ھ���ون '���ون � 0�.������� 0������B�دا @����� زا3)
ل م او�������'� '�5�����ون أذ M�����B أ������و0� أ�.�����ل وا�������وون '0�������5
Tiga nazam di atas menjelaskan bahwa jika hasil pembagian tahun
hijriah dengan 8 adalah 3, maka dimasukkan pada rumus &'' (tiga, Selasa
Pon) artinya awal tahun tersebut jatuh pada hari Selasa Pon. Kemudian untuk
87
dua nazam berikutnya dengan jelas muallif menyebutkan sistem Aboge yang
masih banyak dianut. Sistem Aboge ini disebutkan pula oleh mu’allif Al-
H{awa>s}il tentang jenis-jenis tahun serta hari pasaran pada awal tahun
hijriahnya.
Sistem Aboge dan Asapon ini termasuk dasar permulaan awal tahun
dari penanggalan Jawa-Islam yang dijadikan sistem penetapan awal tahun
dalam penanggalan Jawa-Islam (Izzuddin, 2008: 5-6). Dan kitab Al-H{awa>s}il
sudah menggunakan sistem Asapon untuk menentukan awal tahunnya akan
tetapi modifikasi rumus yang dipergunakan tetap berdasarkan algoritma hisab
urfi dengan menambahkan siklus 8 tahun agar selaras dengan sistem Aboge
dan Asapon.
Mengenai kelebihan dan kekurangan kitab Al-H{awa>s}il adalah dapat
penulis jabarkan sebagai berikut: pertama, bahwa Muallif Al-H{awa>s}il sudah
mengadopsi sistem Asapon untuk menentukan hari pada awal tahun hijriah
agar mudah dipahami dan dipelajari serta dihafal nazam-nazamnya oleh para
pelajar pemula falak, karena kitab ini masih digunakan dan dijadikan
pegangan pengajar di Pondok Pesantren Mahir Arriyadl Ringinagung Kediri
sampai saat ini. Kedua, mengenai kekurangan kitab ini diantaranya adalah
belum adanya keterangan muallif tentang penyesuaian rumus awal tahun
dengan perjalanan sistem Asapon.
Dalam kitab Al-H{awa>s}il disebutkan bahwa tahun-tahun kabisat atau
tahun panjang yang berumur 355 hari terletak pada tahun ke-2, 5 dan 7,
ketentuan tahun-tahun basitah dan kabisat akan menyebabkan ketertinggalan 1
hari pada penanggalan hijriah sistem 8 tahunan atau windu, karena setiap
88
siklus windu besar atau 120 tahun umur hari berjumlah 42.525 hari, ini
didapat dari 15 windu atau 120 tahun = 120 : 8 = 8 tahun = 1 windu = 2.835
hari, yang meliputi 15 x 2.835 hari = 42.525 hari. Sedangkan untuk
penanggalan hijriah sendiri, menurut ketetapan umum satu siklus 30 tahun
meliputi 30 x 354 + 11 hari = 10.631 hari, setiap 120 tahun meliputi 4 x
10.631 hari = 42.524 hari. Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa dalam
120 tahun penanggalan sistem 8 tahunan akan tertinggal 1 hari dari sistem 30
tahunan, sehingga dalam masa 120 tahun harus disamakan kedua perhitungan
tersebut, yaitu dengan mengurangi satu tahun kabisat.
Sesuai dengan perjalanan sistem Asapon, sistem ini akan genap
menjadi daur besar atau windu besar setelah 120 tahun berlalu dan harus
diundur satu hari supaya tetap sejalan dengan penanggalan hijriah. Sampai
saat ini sistem Asapon sudah berjalan selama 81 tahun dan pada tahun 1475 H
harus diundur satu hari menjadi Anenhing. Sehingga sistem 8 tahun kitab Al-
H{awa>s}il harus dirubah pula rumus-rumus awal tahunnya menjadi sebagai
berikut:
ھ���������������دأ وأه زھ���������������د �'���������������د أزج ������������������دب '������������������ب دوأ
Nazam di atas merupakan gubahan penulis sendiri yang telah
disesuaikan dengan perjalanan sistem Asapon menjadi Anenhing. Sistem
Anenhing ini dimulai sejak tahun 1475 H sampai 120 tahun selanjutnya, atau
sekitar 2052 M.
Setelah penulis menganalisa kenapa angka 8 yang dipakai dalam siklus
ini, penulis mendapati bahwa angka 8 tahun dipilih, karena bila jumlah hari
dalam 8 tahun dibagi dengan angka neptu atau 35 (perkalian 7 hari dan 5
89
pasaran), maka habis tidak ada sisa8. Setelah genap berjalan selama 8 tahun,
awal tahun pada tahun ke-8 akan kembali pada hari yang sama. Contoh:
mengetahui awal tahun 1436 H
8 / 1436 \ 179
1432 -
hari dihitung (6= Sabtu) dan pasaran ,(4/د) kategori tahun دزب = 4
dihitung (2= Pahing) � (epoch)
Delapan tahun kemudian 1444 H (1436 + 8 = 1444) awal tahun jatuh
pada hari apa?, maka jawabannya 2835 + 1 = 2836 : 35 = 81 sisa 1 (hitung
mulai epoch Sabtu + 1 = Sabtu, Pahing + 1 = Pahing), didapati bahwa awal
tahun 1436 H dan 1444 H jatuh pada hari yang sama yaitu Sabtu Pahing.
Contoh: mengetahui awal tahun 1444 H
8 / 1444 \ 180
1440 -
hari dihitung (6= Sabtu) dan pasaran ,(4/د) kategori tahun دزب = 4
dihitung (2= Pahing) � (epoch)
Setelah mengetahui awal tahun hari dan pasarannya, kemudian untuk
menentukan awal bulan hari dan pasaran pada setiap bulannya, muallif Al-
H{awa>s}il menjelaskan dengan nazam berikut:
8 Berikut perhitungannya: 2835
35 = 81
Angka 2835 didapat dari ((354 x 5) + (355 x 3)), angka 35 adalah perkalian (7 hari dan 5 pasaran).
90
ر.�������إ �ر'�������ء ��������ده ������3�وه
'��������زد '3��������د '��������'& ���������)&
�����6�وب و>ب دھ�������ء ')�����دإ
.....
Arti dari nazam diatas kurang lebih “Muharam satu-satu, Safar tiga-
satu, Rabi’ul Awal empat-lima, Rabi’ Sani enam-lima, Jumadil awal tujuh-
empat, Jumadil Sani dua-empat, Rajab tiga-tiga, Sya’ban lima-tiga, Ramadan
enam-dua, Syawal satu-dua, Zulkaidah dua-satu dan Zulhijah empat-satu”.
Maksud dari nazam diatas ialah bahwa untuk mengetahui hari dan pasaran
awal bulannya yaitu dengan menambahkan hari awal tahun sebagai epoch
dengan rumus bulan tersebut. Contohnya, tahun 1436 H, 1 Muharram jatuh
pada hari Sabtu Pahing, 1 Muharam ditambah satu-satu menjadi Sabtu Pahing,
1 Safar jatuh pada hari Senin Pahing (Sabtu Pahing + tiga-satu), dan
seterusnya. Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.16. Penjelasan nazam ر.�إ
1 Muharram
1436 H =
Selasa Pon
Rumus Bulan Penjumlahan Awal Bulan
1 Muharram ر.�إ (satu-satu) Sabtu Pahing +
satu-satu
Sabtu Pahing
1 Safar N'ر� (tiga-satu) Sabtu Pahing +
tiga-satu
Senin Pahing
1 Rabi’ul Awal ده�� (empat-lima) Sabtu Pahing +
empat-lima
Selasa Legi
1 Rabi’ Sani 3وه� (enam-lima) Sabtu Pahing +
enam-lima
Kamis Legi
1 Jumadil Awal زد�' (tujuh-empat) Sabtu Pahing +
tujuh-empat
Jumat Kliwon
91
1 Jumadi Sani �3د' (dua-empat) Sabtu Pahing +
dua-empat
Ahad Kliwon
1 Rajab &'�' (tiga-tiga) Sabtu Pahing +
tiga-tiga
Senin Wage
1 Sya’ban &(�� (lima-tiga) Sabtu Pahing +
lima-tiga
Rabu Wage
1 Ramadan �6وب (enam-dua) Sabtu Pahing +
enam-dua
Kamis Pon
1 Syawal و>ب (satu-dua) Sabtu Pahing +
satu-dua
Sabtu Pon
1 Zulkaidah Nدھ� (dua-satu) Sabtu Pahing +
dua-satu
Ahad Pahing
1 Zulhijah دإ(' (empat-satu) Sabtu Pahing +
empat-satu
Selasa Pahing
Rumus-rumus untuk mengetahui hari dan pasaran awal bulan seperti di
atas didapatkan dari sisa pembagian hari dan pasaran mulai awal tahunnya
sampai awal bulan yang dimaksud. Contoh untuk mencari hari dan pasaran
awal bulan Safar 1436 H, yaitu angka akumulasi dari awal tahun sampai awal
Safar adalah 30 + 1 = 31, 31 : 7 = 8 sisa 3, 31 : 5 = 6 sisa 1. Contoh lain untuk
mencari hari dan pasaran awal bulan Ramadan 1436 H, yaitu angka akumulasi
dari awal Muharram sampai awal Ramadan adalah 236 + 1 = 237, 237 : 7 = 33
sisa 6, 237 : 5 = 47 sisa 2, dan seterusnya. Jadi dengan penanggalan Hijriah
model ini, bulan Ramadan tahun 1436 H akan jatuh pada hari Kamis Pon.
Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
92
Tabel 4.17. Asal-usul rumus “satu-satu”
Bulan Jumlah hari dari
awal Muharam Pembagian
Awal
bulan berikutnya
Muharram
satu-satu
30 30 : 7 = 4 sisa 2
30 : 5 = 6 sisa 0
1 + 2 = 3 (hari)
1 + 0 = 1 (pasaran)
Safar
tiga-satu
29 + 30 = 59 59 : 7 = 8 sisa 3
59 : 5 = 11 sisa 4
1 + 3 = 4
1 + 4 = 5
Rabi’ Awal
empat-lima
30 + 59 (30+29) =
89
89 : 7 = 12 sisa 5
89 : 5 = 17 sisa 4
1 + 5 = 6
1 + 4 = 5
Rabi’ Akhir
enam-lima
2 x 59 = 118 118 : 7 = 16 sisa 6
118 : 5 = 23 sisa 3
1 + 6 = 7
1 + 3 = 4
J. Awal
tujuh-empat
30 + (2 x 59) =
148
148 : 7 = 21 sisa 1
148 : 5 = 29 sisa 3
1 + 1 = 2
1 + 3 = 4
J. Sani
dua-empat
3 x 59 = 177 177 : 7 = 25 sisa 2
177 : 5 = 35 sisa 2
1 + 2 = 3
1 + 2 = 3
Rajab
tiga-tiga
30 + (3 x 59) =
207
207 : 7 = 29 sisa 4
207 : 5 = 41 sisa 2
1 + 4 = 5
1 + 2 = 3
Sya’ban
lima-tiga
4 x 59 = 236 236 : 7 = 33 sisa 5
236 : 5 = 47 sisa 1
1 + 5 = 6
1 + 1 = 2
Ramadan
enam-dua
30 + (4 x 59) =
266
266 : 7 = 38 sisa 0
266 : 5 = 53 sisa 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 2
Syawal
satu-dua
5 x 59 = 295 295 : 7 = 42 sisa 1
295 : 5 = 59 sisa 0
1 + 1 = 2
1 + 0 = 1
Zulkaidah
dua-satu
30 + (5 x 59) =
325
325 : 7 = 46 sisa 3
325 : 5 = 65 sisa 0
1 + 3 = 4
1 + 0 = 1
Zulhijah
empat-satu
29 + (30 + (5 x
59)) = 354 (B)
30 + (30 + (5 x
59)) = 355 (K)
Pada nazam-nazam terakhir bab ini, muallif Al-H{awa>s}il menerangkan
mengenai penanggalan Jawa-Islam penganut Aboge, bahwa untuk
93
mengetahuinya yaitu dengan cara menambahkan hari dan pasaran dengan 1,
contoh yang awalnya tahun Asapon (tahun Alif Selasa Pon) menjadi Aboge
(tahun Alif Rabu Wage), tahun Hatuhing (tahun Ha’ Sabtu Pahing) menjadi
Jahadpon (tahun Jim Awal Ahad Pon) dan seterusnya, jenis-jenis tahun Aboge
ini selaras dengan Slamet Hambali (2011: 85) bahwa kategori tahun Aboge
tahun Alif awal Muharamnya jatuh pada Rabu Wage, awal Muharram tahun
Ha’ jatuh pada hari Sabtu Pahing dan seterusnya.
B. Analisis Astronomi Penanggalan Hijriah dalam Kitab AlAlAlAl----H{H{H{H{aaaawa>wa>wa>wa>ssss}} }}iiiillll
Konsep yang ditunjukkan dalam kitab al-H{awa>s}il pada bab-bab Aqsa>m al-
Kawa>kib Wa Tarti>biha> menunjukkan bahwa konsep astronomi modern juga
sudah dipergunakan dalam pembahasan kitab al-H{awa>s}il. Sebagaimana
algoritma yang dipergunakan dalam perhitungan penanggalan Hijriah, konsep-
konsep yang dimunculkan dapat dikaji dengan pendekatan astronomi modern
mengenai konsep dasar yang dijadikan pijakan oleh muallif kitab al-H{awa>s}il
sehingga dapat merumuskan sebuah algoritma dengan karakteristik tersendiri.
Dalam hal ini pendekatan astronomi modern dipergunakan oleh
penulis untuk menganalisis tentang konsep dasar yang dipergunakan dalam
kitab al-H{awa>s}il yang meliputi: konsep siklus bulanan, siklus tahunan, siklus
30 tahunan dan siklus windu atau 8 tahunan yang dipergunakan dalam
algoritma perhitungannya.
1. Siklus Bulanan dalam Kitab Al-H{awa>s}il
Penanggalan hijriah dalam kitab al-H{awa>s}il ini mengandung aspek-aspek
yang dapat dilakukan pendekatan astronomi yang berkembang dari Ilmu
94
Astronomi modern saat ini. Yaitu siklus sideris dan sinodis Bulan yang
nampak dari Bumi dengan penampakan Bulan tiap harinya, hingga
memunculkan masa daur atau siklus 30 tahun. Siklus dipergunakan dalam
menentukan umur bulan 29 atau 30 hari.
Bulan beredar mengelilingi Bumi satu kali putaran penuh ialah
selama 27 hari 7 jam 43 menit 11.5 detik atau 27,321661 hari, jika
digambarkan ialah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Periode Sideris Bulan dalam Mengorbit Bumi
Penampakan Bulan dari hari ke hari pada periode sideris selalu
berubah dan berbeda jika dilihat dari Bumi, semua fase-fase Bulan tersebut
jika dihitung tiap hari maka akan muncul kurang lebih 28 bentuk, konsep
28 ini oleh bangsa Arab dikenal juga manzilah Bulan atau disebut juga
Anwa’ (jamak dari Nau : arus) yang juga ada 28 buah yang menempati 12
buruj atau contelation atau rasi bintang. Dan berdasarkan manzilah-
95
manzilah itu mereka mengkiaskan tempat-tempat bintang beredar (planet),
termasuk juga bulan. Adapun nama-nama manzilah ialah sebagai berikut 9:
Tabel 4.18 Nama-nama Manzilah
No Nama ManzilahManzilahManzilahManzilah Letak ManzilahManzilahManzilahManzilah Bahasa
Indonesia Buruj Zodiak
1. Asy-Syart}i>n H{aml Aries Kambing
Gibas 2. Al-But}ai>n
3. As\-S|urayya> Sebagian di
H{aml
sebagian di
S|ur
Aries atau
Taurus
Kambing
Gibas atau sapi
4. Ad-Dabra>n S|ur Taurus Sapi
5. Al-Huq’ah
6. Al-Hun’ah Jauza’ Gemini Si Kembar
7. Az-Zira>’
8. An-Nus\rah Sarathon Cancer Kepiting
9. At}-T{arfah Asad Leo Singa
10. Al-Jabhah
11. Az-Zabrah
12. Al-Gurfah Sunbulah Virgo Gadis
13. Al-‘Awa>’
14. As-Sima>k al-a’za>l
15. Al-Ghaufir Mizan Libra Timbangan
16. Az-Zuba>ni>
17. Al-Ikli>l Aqrab Scorpio Kalajengking
18. Qalb al-Aqrab
19. Asy-Syaulah
20. An-Na a>’im Qaus Sagitarius Busur
9 Lihat Muhammad Basil At-Ta’i, (2007: 124) Ilm Falak wat-Taqaawim. Lebanon, Darr an-
Nafais, baca juga Muhyiddin Khazin (2005:121-130), Kamus Ilmu Falak. Jogjakarta: Buana Pustaka. Untuk gambar masing-masing rasi bintang dapat dilihat pada Mutawali (2005).
96
21. Al-Buldah
22. Sa’d al-Da>bih Jadwu Capicornus Kambing
23. Sa’d al-Bali’
24. Sa’d al-Su’u>d Dalwu Aquarius Manusia Air
25. Sa’dul Akhbiyyah
26. Muqoddam Dalwu
27. Muakhar Dalwu
28. Ar-Risya atau
Baqnul Hu>t
Haml Aries Kambing
Gibas
Sebagai contoh, tanggal 16 Mei 2015, penampakan Bulan pada
pukul 15:00, dengan tinggi Bulan 12° 24’ menempati manzilah ar-Risya
atau Baqnul Hu>t di rasi bintang Pisces atau Hut, dapat dilihat seperti
gambar dibawah ini:
Gambar 4.2 Manzilah Bulan di ar-Risya atau Baqnul Hu>t dan Penampakannya (sumber: Stellarium v.0.12.0)
Kemudian perjalan Bulan pada tanggal 17 Mei 2015, penampakan
Bulan pada pukul 15:52 WIB dengan tinggi Bulan 12° 21’ menempati
manzilah asy-Syart}i>n di rasi bintang H{aml, dapat dilihat seperti gambar
dibawah ini:
97
Gambar 4.3 Manzilah Bulan di as-Syart}i>n dan Penampakannya (sumber: Stellarium v.0.12.0)
Dari gambar 4.2 dan 4.3 di atas dapat diketahui bahwa perjalanan
Bulan pada tanggal 16 Mei 2015 bertempat pada manzilah ar-Risya atau
Baqnul Hu>t (Pisces) dan keesokan harinya bertempat pada manzilah asy-
Syart}i>n (Aries), begitu pula pada keesokan harinya dengan ketinggian
Bulan yang sama, manzilah Bulan akan berpindah ke manzilah al-But}ai>n
dan seterusnya, hal ini juga berlaku pada penampakan Bulan, Bulan akan
berbeda di setiap harinya.
Selanjutnya, periode sinodis Bulan dalam mengelilingi Bumi, yaitu
memakan waktu rata-rata selama 29 hari 12 jam 43 menit 2.8 detik atau
29,529893 hari. Singkatnya, periode ini ialah rentang waktu yang
ditempuh Bulan mengorbit Bumi dari satu ijtima’ atau konjungsi ke ijtima’
selanjutnya. Dapat digambarkan seperti dibawah ini:
98
Gambar 4.4 Periode Bulan Sinodis dalam Mengorbit Bumi
Rentang waktu 29 hari 12 jam 43 menit 2.8 detik ini waktu rata-
rata Bulan dalam mengorbit Bumi, namun dalam astronomi modern waktu
sinodis tidaklah tetap dikarenakan rotasi Bumi bervariasi. Variasi waktu
sinodis Bulan itu antara 29,27 dan 29,84 hari, atau 29 hari 6 jam 28 menit
48 detik dan 29 hari 20 jam 9 menit 36 detik10 (Wen Xin, 2001: 11). Dari
keterangan tersebut didapati bahwa penanggalan hijriah menggunakan
rata-rata waktu sinodis Bulan antara 29 dan 30 hari, dengan mengabaikan
angka jam, menit dan detiknya, ini menyebabkan pengakumulasian angka
jam, menit dan detik kepada bulan-bulan selanjutnya.
Fenomena periode yang mengabaikan angka jam, menit dan detik
dapat dilihat pada gambar berikut:
10 Schaefer (1992: 32) menjelaskan bahwa perputaran Bulan berkisar antara 29,2679 hari sampai
29,8376 hari atau 29 hari 6 jam 25 menit 46.56 detik sampai 29 hari 20 jam 6 menit 8.64 detik.
99
(a) (b)
Gambar 4.5 Sinodis Bulan yang Mengabaikan Jam, Menit dan Detik, (a) Orbit Bulan pada Posisi Lambat, (b) Orbit Bulan pada Posisi Cepat
Gambar 4.5 di atas menjelaskan bahwa pada M-1 itu Bulan berada
beberapa jam sebelum kembali pada posisi konjungsi kedua, dan M-2
berarti Bulan dianggap sudah menempati posisi konjungsi kedua dan
mengabaikan angka jam, menit dan detik. Sedang pada M-3, Bulan sudah
berada pada beberapa jam sesudah posisi konjungsi kedua, dan M-4 ialah
posisi Bulan yang mengabaikan angka jam, menit dan detik. Dari
keterangan di atas dapat diketahui, bahwa posisi konjungsi pertama ke
konjungsi kedua dianggap konstan atau tetap.
Menurut hemat penulis, konsep bulanan yang ada dalam kitab al-
Hawasil tidak berbeda jauh dengan hisab urfi lainnya dengan umur rata-
rata bulan sebesar 29,5308 hari, nilai ini menurut penulis dapat diperoleh
dengan mempertimbangkan nilai lunasi sinodis terpendek Bulan yaitu
29,27 hari dan nilai lunasi sinodis terpanjang Bulan yaitu 29,84 hari.
Sehingga diperoleh dengan pendekatan astronomi nilai rata-rata tersebut.
Konjungsi 1
Konjungsi 2
M-3 M-4
Konjungsi 1
Konjungsi 2
M-2 M-1
100
2. Siklus Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il
Siklus tahunan yang dipergunakan dalam kitab Al-H{awa>s}il tidak berbeda
jauh dengan pendekatan hisab urfi lainnya yaitu bahwa dalam satu tahun
terdiri dari 12 bulan. Dalam pendekatan astronomi, setelah terjadi
fenomena konjungsi atau ijtima’ 12 kali berturut-turut, maka posisi Bulan
akan menempati seperti pada posisi semula, fenomena 12 kali ijtima’ ini
dinamakan siklus 12 bulan atau satu tahun sinodis atau as-Sanah al-
Iqtira>niyyah (Kementerian Agama RI, 2010: 285).
Waktu yang ditempuh 12 kali konjungsi ialah selama 354 hari 8
jam 48.5 menit atau 354,360713 hari. Angka jam dan menit atau pecahan
tiap tahunnya diabaikan, supaya tersisa angka hari secara utuh, angka
pecahan atau angka jam dan menitnya diakumulasikan pada tiap tahunnya,
jika angka jam dan menit tersebut melebihi 12 jam perjalanan Bulan, maka
dibulatkan 1 hari, sehingga satu tahun berjumlah 355 hari. Hal inilah yang
menyebabkan adanya tahun basitah atau tahun pendek dan tahun kabisat
atau tahun panjang pada penanggalan hijriah.
Sebagai contoh tahun ke-22, 23 dan 24, peredaran Bulan bersama
Bumi mengelilingi Matahari 3 tahun berturut-turut, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
(a) (b)
Awal th ke-22
Posisi Bulan sebenarnya
Awal th ke-23
101
(c) (d)
Gambar 4.6 Peredaran Bulan dari tahun ke tahun, (a) Posisi Bulan Awal Tahun ke-22, (b) Posisi Bulan Tahun Awal Tahun ke-23, (c) Posisi Bulan
Awal Tahun ke-24, (d) Posisi Bulan Akhir Tahun ke-24.
Dari empat gambar di atas dapat dipahami bahwa pada awal tahun
ke- 22 posisi Bulan ini digunakan sebagai patokan awal lihat poin (a),
setelah Bulan berkonjungsi sebanyak 12 kali atau pada awal tahun ke-23,
maka ia akan menempati posisi Bulan yang sebenarnya lihat poin (b). pada
gambar 4.6 poin (b) digambarkan bahwa posisi Bulan sudah melewati dari
posisi konjungsi, rata-rata lebih 8 jam 48.5 menit dalam 1 tahun, kelebihan
jam dan menit ini disimpan untuk diakumulasikan dengan kelebihan jam
dan menit tahun selanjutnya. Sehingga posisi Bulan menjadi tetap pada
posisi konjungsi atau tetap berjumlah 354 hari. Kelebihan jam pada tahun
ke-22 ini berjumlah 1 jam 46 menit 33,6 detik11.
Gambar 4.6 poin (c) di atas menunjukkan perjalanan tahunan
Bulan pada tahun ke-24 juga sudah melewati posisi konjungsi Bulan dan
Matahari, dan kelebihan jam serta menitnya diakumulasikan dengan tahun
sebelumnya menjadi 10 jam 35 menit 2,4 detik, angka ini belum mencapai
setengah hari atau 12 jam, sehingga tahun ke-23 tersebut tetap menjadi 11 Angka ini dihasilkan dari 0,367 hari dikalikan dengan 22, hasilnya 8,074 hari, angka delapan
adalah jumlah hari kabisat, sehingga dikurangi 8 menjadi 0,074 hari, sisa hari ini dikalikan 24 supaya menjadi angka jam dan menit, hasilnya ialah 1 jam 46 menit 33,6 detik.
Digenapkan 1 hari
Akhir th ke-24
Posisi Bulan sebenarnya
Awal th ke-24
102
354 hari. Bila dilihat dari poin (c) maka posisi Bulan yang sebenarnya
ditunjukkan oleh gambar Bulan yang agak samar seperti bayang-bayang
Bulan (Posisi Bulan sebenarnya), sedang Bulan yang berwarna hitam
adalah Bulan yang mengabaikan angka jam, menit dan detik.
Pada akhir tahun ke-24, yang ditunjukkan poin (d)
menggambarkan perjalanan Bulan di penghujung tahun ke-24 bahwa
Bulan telah melewati posisi awal bila dibanding dengan poin (a), yaitu
selama 19 jam 23 menit 31,2 detik, angka ini diperoleh dari jumlah
akumulasi dengan 2 tahun sebelumnya. Karena kelebihannya sudah lewat
dari 12 jam, maka jumlah hari dalam satu tahun digenapkan menjadi 355
hari.
Dari keterangan-keterangan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa
panjang tahun-tahun hijriah tidak tetap, ada yang berjumlah 354 hari,
adapula yang berjumlah 355 hari. Konsep tersebut dipergunakan dalam
penentuan tahun kabisat dan basitah dalam penentuan penanggalan hijriah
dalam kitab Al-H{awa>s}il. Tahun ke-22 merupakan tahun dengan jumlah
354 hari atau tahun basitah, begitu pula tahun ke-23, sedang tahun ke-24
merupakan tahun dengan jumlah hari 355 hari atau tahun kabisat.
Secara astronomi modern, menurut hemat penulis konsep tahunan
Bulan dalam kitab Al-H{awa>s}il sudah mendekati konsep astronomi, bahwa
1 tahun Bulan atau 1 tahun Sinodis berumur rata-rata 354,3670138 hari,
sedang kitab Al-H{awa>s}il ini menggunakan angka 354, kadang 355 hari
dalam konsep tahunan. Kelebihan jam menitnya diakumulasikan setelah
lebih dari setengah hari atau 12 jam, sehingga tahun yang sudah melebihi
103
setengah hari akan dibulatkan satu hari dan tahun tersebut berumur 355
hari.
3. Siklus Tiga Puluh Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il
Kitab Al-H{awa>s}il dalam siklusnya memiliki siklus tahunan tetap, yaitu
setiap 30 tahunan yang menandakan pergantian siklus baru, setelah siklus
ini berjalan genap 30 tahun, maka akan menempati tahun pertama pada
siklus baru kembali. Tahun 30 ini digunakan, karena peredaran Bulan
dalam mengorbit Bumi akan kembali tepat ditempat semula, meskipun ada
kelebihan sedikit pada menit.
Menurut Slamet Hambali (2011: 64-65) mengenai siklus tiga puluh
tahunan ini, bahwa bilangan ini merupakan siklus tetap penanggalan
hijriah yang telah genap bilangan harinya, meski masih ada sisanya,
namun sisa tersebut sangatlah sedikit, sehingga bisa diabaikan. Sisa
tersebut berjumlah 0 jam 18 menit12.
Sedangkan menurut Djambek (1976: 7), ia menjelaskan bahwa
siklus ini didapat dari perkalian 30 tahun dengan jumlah siklus sinodis
Bulan yaitu 29,530589 hari atau 29 hari 44 menit 3 detik yang
menghasilkan 10.631,01204 hari atau 10.631 hari 0 jam 17 menit 20
detik13.
12 Jumlah hari dari siklus 30 tahunan ini ialah 10.631 hari 18 menit, ini didapat dari akumulasi
hari mulai dari sisa menit dan detik pada siklus sinodis Bulan yaitu 44 menit 3 detik, dalam satu tahun akan berjumlah menjadi 8 jam 48 menit 36 detik. Kemudian dari angka tersebut bila dihitung pertahun, maka tahun yang sisanya relatif sedikit ialah pada tahun ke-30, yaitu berjumlah 10.631 hari 0 jam 18 menit.
13 Lihat juga Hasan (2010: 65-66), ia menerangkan tentang siklus 30 tahunan dengan mengalikan angka yang ditempuh Bulan dalam satu tahun dengan siklus 30 tahun.
104
Zainal (2003: 56) menyatakan bahwa bilangan angka 10.631
berasal dari perkalian jumlah hari siklus sinodis Bulan dalam setahun14
dengan 30 tahun, tepatnya 10.631,0121 hari atau 10.631 hari 0 jam 17
menit 25.44 detik.
Setelah dibandingkan tiga pendapat tersebut didapati bahwa siklus
sinodis Bulan akan menempati tempat semula seperti halnya pada tahun
pertama sesudah berjalan selama 30 tahun, meskipun masih ada sisanya,
namun hanya pada menitnya saja, dan itupun bisa diabaikan. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut:
(a) (b)
Gambar 4.7 Siklus 30 Tahunan; (a) Posisi Bulan saat Konjungsi pada Awal Tahun ke-1, (b) Posisi Bulan saat Konjungsi Akhir Tahun ke-30
Gambar di atas menjelaskan bahwa pada saat posisi konjungsi awal
tahun ke-1, posisi M-1 dijadikan patokan sebagai konjungsi pertama,
kemudian setelah berjalan selama 30 tahun atau 10.631 hari, Bulan akan
menempati pada posisi M-2 yang sama persis dengan posisi M-1,
14 Siklus sinodis Bulan menurut Zainal ialah 29,530389 hari yang dikalikan dengan 12
(menentukan jumlah hari dalam satu tahun) hasilnya 354,36707 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit 34.85 detik, kemudian bila dalam 30 tahun akan menghasilkan 10.631,0121 hari atau 10.631 hari 0 jam 17 menit 25.44 detik.
Konjungsi awal tahun
ke-1
M-1
Konjungsi akhir tahun
ke-30
M-3 M-2
105
kemudian posisi M-3 adalah posisi Bulan yang melewati sedikit dari posisi
M-2, yaitu berkisar antara 0 jam 17 menit sampai 0 jam 18 menit.
Inilah alasan mengapa siklus penanggalan hijriah menggunakan
siklus 30 tahunan. Menurut penulis ada alasan lain yang melatarbelakangi
penggunaan siklus 30 tahunan, yaitu bahwa Bulan akan menempati pada
tempat semula setelah 30 tahun, karena bila dihitung 12 bulan dikali 30
tahun akan menghasilkan 360 kali lunasi atau satu lingkaran penuh. Jadi,
sistem yang ada pada kitab Al-H{awa>s}il ini sudah sejalan dengan Ilmu
Astronomi yang berkembang pada saat ini, yang menggunakan daur 30
tahun sebagai salah satu siklus lunasi bulan.
4. Siklus Delapan Tahunan dalam Kitab Al-H{awa>s}il
Kitab Al-H{awa>s}il menyebutkan adanya siklus delapan tahunan
dalam menentukan awal tahun hijriah, artinya awal tahun pertama dan
awal tahun ke-8 bulan akan menempati tempatnya semula, pada hari yang
sama, siklus ini biasa disebut dengan sistem windu (Khazin, 2005: 91).
Ada beberapa pendekatan terkait penggunaan angka delapan tahunan ini
digunakan, pertama, pendekatan siklus neptu15 dari penanggalan Jawa-
Islam yang berjumlah 35 hari, diketahui bahwa jumlah hari dalam siklus 8
tahun adalah 2.835 hari ((3x355 hari) + (5x355 hari)). Bila jumlah hari
dalam 8 tahun dibagi dengan 35, maka habis tanpa ada sisa16.
Kedua, dengan pendekatan astronomi, bahwa yang mendekati
dengan siklus delapan tahunan adalah siklus metonik menurut Jean Meeus 15 Neptu adalah gabungan dari akumulasi hari yang ada 7 dan pasaran yang ada 5. Sampai
sekarang neptu ini masih digunakan penganut penanggalan Jawa-Islam. 16 Berikut perhitungannya: 2835
35 = 81
106
yaitu Bulan menempati tempatnya semula setelah berjalan selama 8 tahun
3 bulan atau 99 lunasi atau sekitar 2.923 hari Matahari rata-rata17. Sebagai
contoh konjungsi pada bulan Oktober 2014 tanggal 23, setelah berjalan
selama 8 tahun 3 bulan yaitu tanggal 25 Oktober 2022, dan berjalan lagi
selama 99 lunasi akan terjadi pada tanggal 26 Oktober 2030. Lebih
jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.19 Perbandingan Siklus Meton dengan Penanggalan Hijriah18
No. Masehi Hijriah Hari dan Pasaran
1. 25 Oktober 2014 1 Muharam 1436 Sabtu Pahing
2. 25 Oktober 2022 3 Rabi’ Awal 1444 Selasa Wage
3. 26 Oktober 2030 28 Jumadil Akhir
1452
Sabtu Pahing
99 lunasi (jumlah
lunasi)
2.923 hari atau 8
tahun 3 bulan (selisih
hari)
417 minggu 4 hari
(selisih minggu)
Tabel diatas menjelaskan bahwa lunasi siklus meton Jean Meeus
ialah sebanyak 99, yang bila dikonversi dalam hari Matahari rata-rata
sebesar 2923 hari atau 417 minggu 4 hari. Sedangkan mengenai hari dan
pasaran, setiap satu siklus jatuh pada hari dan pasaran yang berbeda karena
siklus pasaran tidak dipergunakan dalam kalender masehi secara
internasional.
Sedang untuk perbandingan lunasi Bulan pada siklus 8 tahun dapat
dilihat pada tabel 4.20 Sebagai contoh perbandingan, penulis mengambil
awal 1436 H atau Oktober 2014, awal 1444 H atau Juli 2022 serta awal
1452 H atau Mei 2030.
17 Pendapat Jean Meeus ini dikutip oleh Moedji Raharto (2009: 171) pada Seminar Nasional
Hilal 2009 di Observatorium Bosscha Lembang Bandung. 18 Data ini diolah dengan software Ramalan Horoskop Java V 1.0.
107
Tabel 4.20 Perbandingan Siklus 8 Tahunan dengan Masehi19
No. Hijriah Masehi Hari dan Pasaran
1. 1 Muharam 1436 25 Oktober 2014 Sabtu Pahing
2. 1 Muharam 1444 30 Juli 2022 Sabtu Pahing
3. 1 Muharam 1452 4 Mei 2030 Sabtu Pahing
96 lunasi (jumlah
lunasi)
2.835 hari atau 7
tahun 9 bulan 10
hari (selisih hari)
405 minggu (jumlah
minggu)
Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa siklus 8 tahunan habis pada tahun
ke delapan, dengan jumlah lunasi 96, jumlah harinya 2.835 atau 7 tahun 9
bulan 10 hari dengan 405 minggu, mengenai hari dan pasaran akan
kembali pada tahun ke-8.
Ketiga, dengan pendekatan perjalanan sinodis Bulan rata-rata yang
digunakan Kementerian Agama RI, yaitu sebesar 29,530588 yang
dikalikan dengan 12 bulan kemudian dikalikan 8, maka hasilnya adalah
2.834,936 hari atau 7 tahun 9 bulan 9 hari 22 jam 27 menit 50.4 detik. Dari
nilai tersebut dibulatkan menjadi 8 tahun.
Dari ketiga pendekatan di atas, penulis mengambil pendapat yang
lebih tepat, bahwa alasan pemilihan siklus 8 tahunan ini adalah dengan
pendekatan siklus neptu, karena angka siklus 8 tahunan akan habis bila
dibagi dengan siklus neptu yaitu 35 tanpa ada sisa hari. Kemudian dari
segi astronomi, pemilihan siklus 8 tahunan sudah mendekati pada Ilmu
Astronomi modern, meskipun ada perbedaan pada lunasi yang
menyebabkan beda hari dan pasarannya. Namun, siklus 8 tahunan ini
sudah dirasa tepat diambil sebagai siklus penanggalan.
19 Data ini diolah dengan software Ramalan Horoskop Java V 1.0.